Anda di halaman 1dari 39

DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………..
Daftar isi…………………………………………………...
Etiologi Adenoma Pleomorfik …………………………………..
Definisi Adenoma Pleomorfik…………………………………..
Gambaran klinis Adenoma Pleomorfik…………………………
Tatalaksana atau cara mengobati Adenoma Pleomorfik………..
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar
yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia
paling besar bagi seluruh alam semesta.

Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya saya dapat
menyelesaikan makalah saya dengan judul “ Smokers’s Melanosis” dengan
lancar. Saya pun menyadari dengan sepenuh hati bahwa tetap terdapat kekurangan
pada makalah saya ini.

Oleh sebab itu, saya sangat menantikan kritik dan saran yang membangun dari
setiap pembaca untuk materi evaluasi saya mengenai penulisan makalah
berikutnya. Saya juga berharap hal tersebut mampu dijadikan cambuk untuk saya
supaya saya lebih mengutamakan kualitas makalah di masa yang selanjutnya.

JAKARTA,

Ichasia Dwiheza Chairunnisa


ETIOLOGI

Penyebab Adenoma Pleomorfik pada kelenjar saliva belum diketahui secara pasti,
diduga karena keterlibatan lingkungan dan faktor genetik. Pemaparan radiasi
dihubungkan dengan pekembangan tumor jinak dan carsinoma mukoepidermoid
malignant.

Satu studi mengatakan, bahwa simian virus (SV 40) memainkan peranan penting
dalam perkembangan Adenoma Pleomorfik. Virus Epstein-Barr merupakan salah
satu faktor didalam perkembangan tumor-tumor limphoephitelial kelenjar saliva.
Perubahan-perubahan genetik, seperti kehilangan allelic, monosomi dan polisomi,
dan penyusunan kembali strukturnya.

Secara umum β-catenin memainkan peranan penting di dalam perkembangan


Adenoma Pleomorfik. Tidak hanya dalam perubahan bentuk yang malignant, tetapi
juga didalam pengaturan fungsi-fungsi fisiologis. Ekspresi molekul-molekul adhesi
didalam neoplasma-neoplasma kelenjar saliva telah diselidiki.

Study saat ini mengatakan, percobaan untuk memperjelas peran sel di dalam
onkogenesis dan sitodiferensiasi Adenoma Pleomorfik dan karsinoma dari
kelenjar saliva. Ekspresi dari -catenin adalah immunohistochemical yang di uji
dalam lesi- lesi maupun dalam kelenjar saliva normal.

Gen β-catenin adalah CTNNB1, yang dipetakan pada kromosom 3p21.9 β- catenin
tercakup didalam tranduksi isyarat (Wingless/WNT) dan spesifikasi dari sel selama
embryogenesis. Study terbaru menunjukkan β-catenin secara langsung
berhubungan dengan anggota keluarga dari faktor transkripsi yang melibatkan
aktifasi dari gen target yang spesifik.

Beberapa kelompok cacat genetik didalam Adenoma Pleomorfik sebagian besar


ditandai dengan penyimpangan struktur, khususnya translokasi resiprokal.
Subgrup yang besar ditandai oleh penyusunan kembali regu 8p12. Gen kromosom
8p12 dikembangkan dari regulasi zinc finger gene, menunjukkan PLAG1.

Secara fungsional adalah signifikan, sebagaimana mempunyai pengaruh dalam


stabilitas dan translatabilitas dari hasil fusi mRNA dan sebagai konsekuensinya
juga pada konsentrasi PLAG1 dan -catenin. Studi ini mengkonfirmasikan
reduksi ekspresi molekul adhesi didalam sel-sel neoplasma dari tumor jika
dibandingkan dengan duktus kelenjar sel. Hal ini dapat dihubungkan dengan
translokasi antara PLAG1 dan CTNNB1.
Studi histologis mikroskopik menunjukkan bahwa PA ditandai dengan tidak
adanya fokal kapsul. Kapsul semu, halus dan tidak lengkap, memungkinkan
pseudopodia (Gambar 1), nodul satelit, infiltrasi kapsul, dan herniasi tumor
terjadi. 2-5 hipotesis untuk RPA yang dikemukakan oleh Patey pada tahun
1950-an4 mencatat lobopsi kecil yang terlihat secara mikroskopis atau
pseudopodia tumor di luar kapsul yang diduga, bahwa selama enukleasi yang
tidak terkontrol dapat berpotensi terlepas dan tersisa dalam sisa jaringan
kelenjar ludah normal.2 Hipotesis kedua adalah “tumpahan tumor” langsung,
yang berarti bahwa jika tumor dilanggar, sel-sel PA dapat diunggulkan.
Luka operasi dan beberapa tumor baru dapat perlahan mulai tumbuh di bidang
bedah. Ini didukung oleh RPA dengan beberapa nodul mengikuti bekas luka
bedah (Gambar 2) dan dilaporkan kecil (5%) tetapi peningkatan yang
signifikan dalam kekambuhan dengan tumpahan tumor.6 Dalam banyak kasus,
itu lebih akurat untuk menggunakan istilah residual penyakit daripada
kekambuhan, karena kebanyakan pasien tidak pernah bebas dari penyakit.

Gambar 1. Pseudopodia pada adenoma pleomorfik primer (hematoxylin &

eosin, 0,53). [Tokoh warna dapat dilihat dalam edisi online, yang tersedia di

www.laryngoscope.com.]
Luka operasi dan beberapa tumor baru dapat perlahan mulai tumbuh di bidang

bedah. Ini didukung oleh RPA dengan beberapa nodul mengikuti bekas luka

bedah (Gambar 2) dan dilaporkan kecil (5%) tetapi peningkatan yang signifikan

dalam kekambuhan dengan tumpahan tumor.6 Dalam banyak kasus, itu lebih

akurat untuk menggunakan istilah residual penyakit daripada kekambuhan, karena

kebanyakan pasien tidak pernah bebas dari penyakit.

Yang lain menyangkal tumpahan tumor dan pseudopodia sebagai mekanisme

biasa berdasarkan beberapa kekambuhan yang diamati setelah tumpahan. Irigasi

berlebihan dari tempat tidur bedah telah dianjurkan untuk pecahnya tumor dan

tumpahan, meskipun tidak ada penelitian yang membuktikan keampuhan ini.

Usia rata-rata pada presentasi awal PA di antara pasien yang kemudian

mengembangkan kekambuhan secara signifikan lebih rendah (33-35 tahun)

daripada usia rata-rata untuk mereka yang tetap bebas dari penyakit pada tindak

lanjut jangka panjang (45–50 tahun ) .7,13,23,24 Tidak semua penelitian mendukung

usia sebagai faktor dalam kekambuhan.18 Jenis kelamin perempuan juga

merupakan faktor risiko yang dilaporkan7,15,16 tetapi sekali lagi tidak dalam semua

penelitian.

Adenoma Pleomorfik adalah tumor pada kelenjar saliva minor intraoral yang

paling sering terjadi di daerah palatum keras (43%). Diikuti oleh bibir atas (20%)

dan mukosa bukol (10%)1,2,3 Insidensi terbanyak pada decade ke-4 sampai ke-6

dengan rasio laki-laki dengan perempuan 2:1.4


RPA dikatakan terjadi lebih sering dengan tumor yang hiposeluler dan

chondromyxoid di alam, di mana ada tingkat yang lebih tinggi dari inkapsulasi

yang tidak lengkap, 2 pseudopodia, dan nodul satelit dibandingkan dengan subtipe

hypercellular.20 Studi terbaru lainnya telah disarankan sebagai gantinya yang

lebih tinggi. tingkat RPA dengan tumor hypercellular.12,23

Faktor-faktor lain yang mengakibatkan kekambuhan termasuk biopsi insidensi

untuk nodus atau kista kelenjar getah bening, pendekatan peroral terhadap tumor

parapharyngeal, 15 dan pembenihan oleh jarum inti atau biopsi terbuka. Tumor

primer multisentrik langka telah dilaporkan12; Batsakis melaporkan 0,5% insiden

tumor multisentrik. Faktor biologis dan genetik telah dianggap sebagai penyebab

kekambuhan.

Penyebab adenoma pleomorfik pada kelenjar saliva belum diketahui secara pasti

diduga, karena keterlibatan faktor dan lingkungan genetik. Pada tumor genetik ini

tersusun atas tiga faktor komponen sel yaitu, komponen sel epitel, sel myoepitel

dan sel mesenkim.5

Penyebab jinak dan ganasnya adenoma pleomorfik masih banyak belum

diketahui, akan tetapi keterlibatan gen p53 dilaporkan oleh beberapa penelitian

tampak negative expression pada kasus adenoma pleomorfik dan positive

expression pada carsinoma ex pleomorphic adenoma.6


Kejadian Adenoma pleomorfik telah ditemukan untuk meningkatkan 15-20
tahun setelah terpapar radiasi. Satu studi menunjukkan bahwa virus simian
(SV40) mungkin memainkan peran penyebab dalam pengembangan adenoma
pleomorfik. Virus Epstein-Barr merupakan salah satu faktor didalam
perkembangan tumor-tumor limphoephitelial kelenjar saliva. 13,20

Gen β-catenin adalah CTNNB1, yang dipetakan pada kromosom 3p21.9


β-catenin tercakup didalam tranduksi isyarat (Wingless/WNT) dan spesifikasi
dari sel selama embriogenesis. Studi terbaru menunjukkan β-catenin secara
langsung berhubungan dengan anggota keluarga dari faktor transkripsi yang
melibatkan aktifasi dari gen target yang spesifik. Beberapa kelompok cacat
genetik didalam adenoma pleomorfik sebagian besar ditandai dengan
penyimpangan struktur, khususnya translokasi resiprokal. Subgrup yang besar
ditandai oleh penyusunan kembali regu 8q12. Gen kromosom 8p12
dikembangkan dari regulasi zinc finger gene, menunjukkan PLAG1. Secara
fungsional adalah signifikan, sebagaimana mempunyai pengaruh dalam
stabilitas dan translatabilitas dari hasil fusi mRNA dan sebagai konsekuensinya
juga pada konsentrasi PLAG1 dan β-catenin. Studi ini mengkonfirmasikan
reduksi ekspresi molekul adhesi didalam sel-sel neoplasma dari tumor jika
dibandingkan dengan duktus kelenjar sel. Hal ini dapat dihubungkan dengan
translokasi antara PLAG1 dan CTNNB1.13,20
DEFINISI

Adenoma Pleomorfik adalah tumor kelenjar saliva dan paling umum di jumpai
pada kelenjar parotid. Tumor ini merupakan tumor campuran (benign mixed
tumor), yang terdiri dari komponen epitel, mioepitel dan mesenkim dan tersusun
dalam beberapa variasi komponennya.

Adenoma Pleomorfik adalah tumor kelenjar saliva jinak,tumbuh lambat, berupa


nodul kecil, tidak nyeri, keras. (Dorland, 2002)

Pleomorfik adenoma merupakan tumor jinak kelenjar ludah terbanyak yaitu


sekitar 65% dari semua tumor kelenjar ludah.1 Keganasan pada kelenjar air ludah
3-6% dari seluruh neoplasma kepala dan leher. Orang kulit putih mempunyai
risiko sedikit lebih tinggi menderita adenoma pleomorfik daripada ras lainnya.
Wanita lebih dominan dengan rasio 3:2.1 Pada kasus ini adenoma pleomorfik
parotis terjadi pada seorang perempuan, 52 tahun, suku Bali dengan keluhan
benjolan di depan telinga kiri yang dirasakan terus membesar sejak 1 bulan
sebelum berobat ke RSUP Sanglah. Benjolan tidak nyeri dan tidak ada kesemutan
pada wajah sebelah kiri. Beberapa faktor predisposisi yang dicurigai antara lain
paparan radiasi, genetik, pemakai tembakau, paparan kimia, dan virus.

Tingkat akurasi FNAB dalam membedakan bentuk keganasan dan jinak adalah
79,1%, sedangkan sensitifitas untuk neoplasma kelenjar ludah 89,4% sehingga
pada kasus ini hanya dilakukan FNAB yang mengesankan suatu adenoma
pleomorfik. Computed tomography, dikatakan sudah cukup memberikan panduan
bagi seorang operator bedah untuk mendiagnosis suatu pleomorfik adenoma pada
kasus-kasus pleomorfik adenoma dengan ukuran kecil, membulat tanpa
pseudopodi dengan kapsel yang terlihat jelas.2,4 Pada kasus ini dari hasil CT scan
tampak massa di regio mandibula kiri bagian posterior dengan ukuran 3,6 x 3,3 x
4 cm berdensitas 38 HU yang dengan pemberian kontras tampak kontras
enhancemet menjadi 55 HU, berbatas tegas dengan jaringan sekitar.

Tidak tampak destruksi tulang maupun infiltrasi ke organ sekitar, menyokong


gambaran tumor parotis yang dikonfirmasi dengan hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan histopatologi.

Standar pengobatan adenoma pleomorfik adalah eksisi komplit tumor melalui


total atau superfisial parotidektomi.4,7,8

Bagian bedah FKUI/RSCM menemukan komplikasi kelumpuhan nervus fasialis


sebanyak 18% dari operasi pada tumor jinak dan 25% dari operasi tumor ganas.

Kelumpuhan saraf fasialis setelah operasi parotidektomi dapat bersifat sementara


yaitu sekitar 9,3% sampai 64,6% yang dapat sembuh sendiri dalam waktu 6 bulan,
sedangkan kelumpuhan menetap ditemukan sekitar 8% kasus.14 Frey’s syndrome
setelah parotidektomi terjadi karena reinervasi silang jalur otonom ke kelenjar
parotis sehingga serabut parasimpatis yang dirangsang oleh penciuman dan
pengecapan, mempersarafi kelenjar keringat dan pembuluh darah. Akibatnya
timbul keringat dan kemerahan di sekitar kulit pada regio parotis saat
mengunyah.3,14 Pada penderita ini telah dilakukan operasi parotidektomi
superfisial tanpa komplikasi kelumpuhan saraf fasialis maupun Frey’s syndrome.
Telah dilakukan follow up penderita selama 4 tahun dan belum dilaporkan adanya
kekambuhan, mengingat angka kekambuhan setelah 5 tahun sekitar 3,4% dan
setelah 10 tahun sekitar 6,8%.12-14

Penderita tidak mempunyai riwayat merokok atau terpapar radiasi, tetapi sering
makan makanan yang diawetkan seperti ikan asin dan makanan yang dibakar.

Kelenjar saliva dikategorikan kedalam kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar
saliva mayor ada 3 (tiga ) : parotid, submandibularis, sublingualis. Kelenjar saliva
minor terdapat disepanjang aerodigestif bagian atas submukosa : palatum, bibir,
pharynx, nasophrynx, larynx, ruang parapharyngeal.Pada kelenjar saliva mayor
Adenoma Pleomorfik paling sering di jumpai pada kelenjar parotid, sedangkan
pada kelenjar saliva minor Adenoma Pleomorfik lebih sering dijumpai pada
palatum dan bibir atas.

Adenoma Pleomorfik dapat terjadi pada semua umur, baik anak-anak maupun
dewasa. Pada sebagian besar kasus menunjukkan 45% sampai 75% dari semua
neoplasma kelenjar saliva, timbulnya penyakit 2 sampai 35 kasus per 100,000
orang. Adenoma Pleomorfik lebih sering terjadi pada wanita dibanding laki-laki
dengan perbandingan 2:1. Adenoma Pleomorfik paling sering terjadi diantara
dekade ke- 3 sampai ke- 6, dengan presentase usia rata-rata 43-46 tahun. Di
Amerika, Adenoma Pleomorfik di jumpai sebanyak 80% dari seluruh tumor jinak
kelenjar saliva.

β-catenin adalah suatu molekul yang dihubungkan dengan invasi dan metastase dari
karsinoma–karsinoma dari kepala dan leher, esopagus, lambung, colon, hati, paru,
genital wanita, prostat, kandung kemih, pankreas dan melanoma.

Adenoma pleomorfik adalah tumor kelenjar ludah jinak yang muncul di parotid
selain kelenjar saliva submandibular, sublingual dan minor. Tumor sebagian besar
bermanifestasi antara 30 hingga 60 tahun sebagai benjolan yang tidak nyeri dan
lambat berevolusi. Pembesaran terjal, nyeri, paresis saraf wajah atau kepatuhan
kulit yang tertindas melibatkan konversi ganas. Evolusi menjadi karsinoma eks
adenoma pleomorfik dapat disaksikan pada lesi 3-4%.

Adenoma Pleomorfik adalah yang paling umum dari tumor kelenjar ludah jinak
(80%) 1. Ini adalah turunan epitel dan biasanya muncul sebagai tumor jinak yang
jinak, yang mungkin atau mungkin tidak dienkapsulasi.

Sekitar, 75% dari PA terjadi di kelenjar parotid. Situs umum lainnya adalah kelenjar
submandibular (15%) dan kelenjar saliva minor dari langit-langit dan septum
hidung (10%). Mereka muncul lebih jarang di kelenjar ludah minor dari bibir atas,
pipi, lantai mulut, laring dan trakea3. Lokasi yang paling sering dari adenoma
pleomorfik di kelenjar ludah minor adalah palatum keras, diikuti oleh bibir, lendir
mulut, dasar mulut, amandel, faring, retromolar dan rongga hidung4.

Secara histologi, ia dicirikan oleh arsitektur yang beragam terdiri dari unsur-unsur
stroma epitel dicampur dengan mucoid, myxoid, atau chondroid fibrohyaline4 yang
terletak di kedalaman submucus. Tumor di kelenjar ludah tidak memiliki
enkapsulasi fibrotik, memberikan penampilan infiltrasi palsu (meskipun, mereka
memiliki kapsul yang sangat tipis) 5.

Secara historis, masalah klinis utama memiliki risiko kekambuhan dan


kemungkinan ganas transformasi6. Namun, tumor ganas campuran, yang termasuk
karsinoma, adenoma eksomorfik (transformasi maligna dari adenoma pleomorfik
jinak), carcino-sarkoma atau metastasis adenoma pleomorfik (MPA), jarang terjadi
dan mewakili 2 hingga 6% tumor kelenjar saliva6.

Tanda-tanda klinis keganasan pada adenoma pleomorfik adalah sebagai berikut:

1. Percepatan pertumbuhan brusque pada tumor yang telah ada selama 10 hingga
30 tahun.

2. Permukaan tumor yang tidak teratur dan kepatuhan pada kulit.

3. Munculnya perubahan vaskular superfisial, kadang-kadang dengan telangiektasis


atau nekrosis, yang dapat diamati berfluktuasi di daerah nekrotik dan melekat pada
jaringan lain. Ulserasi bisa terjadi.

4. Sensasi sesak atau tekanan berubah menjadi nyeri7.

Adenoma Pleomorfik biasanya tidak menyajikan predisposisi gender, muncul pada


usia berapa pun dan dengan perilaku klinis yang sama. Mereka biasanya tumor
bulat, pertumbuhan lambat, tanpa rasa sakit, yang keras saat palpasi8.
Tumor di langit-langit tidak jarang dalam praktek klinis dan kemungkinan diagnosa
mereka, mengingat lokasi posterior palatum keras, bisa termasuk9:

1. Infeksi gigi atau periodontal.

2. Neoplasia jinak atau ganas kelenjar ludah.

3. Tumor jaringan lunak, termasuk berbagai macam jaringan (jaringan fibrosa,


lemak, otot, saraf dan pembuluh darah). Kelompok ini melibatkan berbagai macam
lesi dari fibroma ke sarkoma alveolar dari bagian lunak.

Massa yang paling sering ditemukan di langit-langit adalah tumor campuran


(pleomorphic adenoma) dari kelenjar saliva diikuti oleh karsinoma
mucoepidermoid10-11.

Diagnosis PA tergantung pada temuan klinis, pengambilan sampel jaringan dan


gambar radiografi dengan CT dengan kontras dan MRI pada T1 dan T29. Tes-tes
ini sangat penting untuk mengevaluasi dengan sangat tepat ekstensi dan hubungan
anatomi tumor untuk dapat merencanakan perawatan bedah yang efektif4.

Karena perilaku jinak awal, yang terbaik adalah menggunakan teknik bedah yang
paling konservatif kapan saja eksisi dimungkinkan. Prognosis sangat baik jika
reseksi telah efektif dilakukan. Pilihan terapeutik lainnya adalah radioterapi pasca
operasi yang mengurangi tingkat kekambuhan; di atas segalanya, ketika kapsul
telah rusak selama operasi dan untuk pasien yang perbatasan jaringan normal di
sekitar tumor yang direseksi sangat sempit12. Dalam kasus tersebut, pemeriksaan
berkala diperlukan karena kemungkinan kekambuhan lokal dan keganasan12.

Tujuan dari publikasi ini adalah untuk menggambarkan dua kasus klinis
Pleomorphic Adenoma, dirawat di Unit Bedah Rumah Sakit San Juan de Dios di
La Serena, dan melakukan tinjauan literatur tentang patologi ini.

Adenoma pleomorfik adalah tumor jinak kelenjar saliva yang paling sering terjadi
pada kelenjar ludah minor. Adenoma pleomorfik pada palatum berasal dari kelenjar
ludah minor dan lebih sedikit terjadi dibanding adenoma pleomorfik yang berasal
kelenjar saliva mayor. Adenoma pleomorfik paling sering ditemukan pada kelenjar
saliva mayor (50%), palatum (42,8%), bibir atas (10,1%), pipi (5,5%), tenggorok
(2,5%) dan region retromolar (0,7%).
Tumor ini merupakan tumor jinak dengan karasteristik tumbuh lambat, setelah
mencapai ukuran tertentu akan menetap dan tidak berkembang lagi, tanpa rasa
sakit, disertai pembengkakan dan tidak menyebabkan ulserasi mukosa yang
melapisinya. Adenoma pleomorfik mempunyai kapasitas tumbuh membesar dan
dapat berubah menjadi maligna. 1-3

Adenoma pleomorfik palatum dapat terjadi pada semua umur, namun paling sering
terjadi pada orang dewasa yaitu dekade ketiga sampai keenam kehidupan. Angka
kejadian pada wanita lebih sering dibandingkan laki-laki dengan perbandingannya
2:1. Penyebabnya belum diketahui secara pasti namun diduga terjadi akibat adanya
kelainan kromosom klonal 8q12 dan 12q15. Beberapa faktor yang juga dapat
berpengaruh diantaranya adalah pemakaian tembakau, virus serta paparan radiasi.
1,2,5-7

Adenoma pleomorfik ditemukan sekitar 3-10% dari neoplasma daerah kepala dan
leher. Pada kelenjar ludah mayor parotis sekitar 53-77%, tumor submandibular 44-
68% dan 33-43% dari kelenjar ludah minor. Palatum merupakan lokasi yang paling
sering pada intra oral yaitu sekitar 42,8%-68,8%. Di RS Moh. Hoesin Palembang
sendiri angka kejadian adenoma pleomorfik pada 5 tahun terakhir adalah sebanyak
2 kasus yaitu tumor pada palatum dan nasolabial.

Diagnosis banding dari adenoma pelomorfik palatum adalah abses palatum, kista
odontogenik, sarkoma, serta tumor jaringan lunak seperti limfoma, lipoma dan
fibroma. Perubahan kearah malignansi adalah 6% dari seluruh kasus adenoma
pleomorfik dengan gambaran klinis yaitu pertumbuhan yang cepat dan adanya
riwayat eksisi berulang. Pilihan penatalaksanaan dari adenoma pleomorik palatum
adalah eksisi tumor secara trans oral dengan angka kesembuhan mencapai lebih dari
95%. Resiko kekambuhan sangat rendah. Tumor ini biasanya tidak kambuh
kembali apabila dilakukan pengangkatan tumor secara keseluruhan.4,9,14
GAMBARAN KLINIS

GAMBARAN KLINIS, HISTOPATOLOGI, RADIOGRAFI ADENOMA


PLEOMORFIK PADA KELENJAR SALIVA

Adenoma Pleomorfik merupakan tumor dengan pertumbuhan lambat, berupa


benjolan pada depan bawah daun telinga atau angulus mandibular yang tidak
memberikan gejala. Kondisi ini membuat luput dari perhatian pasien, sehingga
pasien datang untuk pemeriksaan ke petugas kesehatan setelah muncul benjolan
setidaknya 1 tahun. Pada per abaan didapatkan massa kenyal padat, permukaan licin
kadang berbenjol-benjol dengan batas yang tegas, tidak nyeri tekan dan dapat
digerakkan. Pada kasus yang jarang tumor ini dapat bermestase dan dapat berubah
menjadi ganas. De zinis dkk, (2008) melaporkan dari 33 pasien dengan adenoma
pleomorfik kelenjar parotis 36,4% berada pada lobus pr ofunda, dan 27,3% pada
kedua lobus.

Adenoma Pleomorfik mempunyai gambaran klinis: massa tumor tunggal, keras,


bulat, bergerak (mobile), pertumbuhan lambat, tanpa rasa sakit, nodul tunggal.
Suatu nodul yang terisolasi umumnya tumbuh di luar dari pada normal, dari suatu
nodul utama dibandingkan dengan suatu multinodular.

Gambar 3.1. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotid,dilihat nodul tunggal.


Gambar 3.2. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotid.

Adenoma Pleomorfik biasanya mobile, kecuali di palatum dapat menyebabkan


atropy ramus mandibula jika lokasinya pada kelenjar parotid. Ketika ditemukan di
ekor kelenjar parotid, tumor ini akan menunjukkan satu bentuk cuping telinga (ear
lobe).

Meskipun Adenoma Pleomorfik digolongkan sebagai tumor jinak, tetapi


mempunyai kapasitas tumbuh membesar dan berubah menjadi malignant
membentuk carsinoma.
Gambar 3.3. Adenoma Pleomorfik pada kelenjar submandibularis.

Gambar 3.4. Adenoma Pleomorfik pada kelenjar saliva minor di palatum.


Gambar 3.5. Bengkak pada servical waktu kurang dari 2 minggu, dianggap infeksi
akut dari gigi.

Gambar 3.6. Adenoma Pleomorfik pada kiri parotid. Nodul elevasi dari lobus
telinga.
Gambar 3.7. Adenoma Pleomorfik pada palatum lunak

Gambar 3.8. Massa yang tumbuh di tengah-tengah kelenjar parotid

Meskipun Adenoma Pleomorfik tumor “jinak” tumor ini adalah aneuploid, dan
dapat kambuh setelah reseksi, menyerang jaringan normal, bermetastase jauh dalam
jangka waktu yang lama.

Gejala dan tanda tumor ini tergantung pada lokasinya. Ketika di jumpai pada
kelenjar parotid kelumpuhan nervus fasialis jarang di jumpai, tetapi apabila tumor
ini bertambah besar mungkin kelumpuhan nervus fasialis bisa di jumpai. Seperti
ketika tumor ini menjadi malignant.
Apabila tumor ini di jumpai pada kelenjar saliva minor, gejala yang timbul
bermacam-macam tergantung pada lokasi tumor. Gejala yang timbul seperti :
dysphagia, dyspnea, serak ,susah mengunyah, dan epistaxsis.

Adenoma Pleomorfik mempunyai gambaran yang ber- variasi. Secara klasik


Adenoma Pleomorfik adalah bifasik dan karakteristiknya merupakan satu
campuran epitel poligonal dan elemen myoepitel spindle-shaped membentuk unsur
dengan latar belakang stroma oleh mukoid, myxoid, kartilago atau hyalin.

Elemen-elemen epitel disusun membentuk struktur seperti duktus, sheets,


lembaran-lembaran yang poligonal, spindle atau stellate-shaped cells (bentuk
pleomorphism). Area squamous metaplasia dan ephitel pearls bisa di lihat.
Adenoma Pleomorfik tidak mempunyai kapsul, tetapi diselubungi oleh
pseudocapsul yang berserat dari bermacam-macam ketebalannya. Tumor ini
meluas dari keadaan normal melalui parenkim kedalam bentuk pseudopodia seperti
jari. Tetapi bukan suatu tanda perubahan bentuk yang malignant.

Pada kelenjar parotid, Adenoma Pleomorfik biasanya dikelilingi oleh sebuah kapsul
yang fibrous, dengan bermacam-macam ketebalan yang tidak sempurna terutama
dalam tumor-tumor mukoid (gambar 3.9 A dan B). Pada kelenjar saliva minor tidak
adanya kapsul bisa di lihat. Secara mikroskopis satelit tumor dengan nodul kecil-
kecil, pseudopodia, dan penetrasi kapsul bisa di lihat diluar kapsul (gambar 3.10).
Penyebab kambuhnya Adenoma Pleomorfik dalam kasus perawatan dengan simple
enuclease atau pada kasus dimana reseksi bedah inadequat dalam membuka
margin.

.
Gambar 3.9 : Kapsul di dalam Adenoma Pleomorfik. (a) Adenoma Pleomorfik
dengan kapsul fibrous yang memisahkan tumor dari jaringan normal kelenjar
parotid. (b) Adenoma Pleomorfik dengan lebih sedikit pokal kapsul yang absen.
Nodul- nodul kecil pada satelit tumor menonjol diluar massa tumor mayor.

Gambar 3.10 : Reccuren Adenoma Pleomorfik dengan mikroskopis dua nodul-


nodul kecil jinak muncul. Tumor dengan multinodular muncul merupakan
karakteristik dari reccuren Adenoma Pleomorfik.

Komponen epitel terdiri dari epitel dan mioepitel sel dengan pertumbuhan yang
menyimpang, termasuk trabekular, tubular, solid, cystic, dan papillary. (gambar
3.11) Sel epitel murni dan sebagian kuboidal. Sel-sel mioepitel memperlihatkan
gambaran plasmasytoid, epiteloid, spindle, oncocytic, dan bentuk sel jernih. Pada
beberapa studi, tipe myoepitel sel lebih sering muncul dengan bentuk sel
plasmasytoid kemudian tipe spindle sel. Semua elemen seluler muncul dengan
cytologic lembut tanpa akivitas mitotik.
Gambar 3.11 : Sel dalam Adenoma Pleomorfik. (a) Tubulus atau formasi duktus
pada Adenoma Pleomorfik. lnner epitel terdiri dari sel kuboidal, dengan sitoplasma
eusinopilic meliputi satu atau beberapa lapis sel dari mioepitel sel dengan
sitoplasma jernih. Diantara stroma berisi spindle dan epiteloid mioepitel sel. (b)
Susunan tubulur bisa di lihat, tetapi lipatan mioepitel tidak dapat digambarkan. Di
antara stroma menunjukkan spindle mioepitel sel. Pada gambar ini natur bland sel
absen dari atipi sel.

Adenoma Pleomorfik seringkali muncul dengan karakteristik kromosom


translokasi diantara kromosom 3 dan 8, hal ini menyebabkan gen PLAG1 menjadi
sejajar ke gen β-catenin. Hal ini mengaktifkan lintasan β-catenin menuju arah
pembelahan sel yang abnormal.

Beberapa kasus menunjukkan, 71% Adenoma Pleomorfik ukuran tumor rata- rata
3 cm menunjukkan gambaran yang tidak lazim secara histopatologi. Sel-sel
neoplastik dengan tampilan yang berbeda-beda, hypercelulery, dan
hyperhcromatism. Sel-sel yang tidak beraturan dengan nukleus dominan atau tanpa
hyprkromatism, dan nukleus kecil dengan mitosis yang sedikit. Proliferasi sel tumor
dapat dilihat di area yang padat atau lapisan-lapisan diantara struktur tubular,
kumpulan sel-sel hyalin yang rapat atau sel plasmocytoid dan kumpulan stelata
yang longgar atau sel polyhidral.
Diagnosa histopatologi Adenoma Pleomorfik dapat juga dilakukan dengan
prosedur-prosedur sampling termasuk fine needle aspiration biopsy (FNAB) dan
coore nedlee biopsy (bigger needle comparing to byopsi). Kedua prosedur ini bisa
dilakukan pada pasien rawat jalan.2 FNAB ini sangat akurat dan merupakan satu
cara yang dilakukan untuk mendiagnosa tumor dari inflamasi sebelum reseksi
bedah dilakukan. Alat-alat FNAB ini terdiri dari 22-25 gauge needle, 20mL
syringe,dan syringe holder spesial untuk vakum yang baik. Aspirasi preparat
sebelum teknik citology dilakukan.

Gambar 3.12 Pasien usia 69 tahun setelah operasi menentukan sifat bengkak FNAB
dilakukan.

FNAB dioperasikan dengan mengunakan tangan, apabila Adenoma Pleomorfik


malignant secara alami dengan keakuratan sekitar 90%.2 FNAB juga dapat
mendeteksi tumor primer kelenjar saliva dari metastase. Core needle biopsy lebih
akurat dibanding dengan FNAB dengan ketelitian diagnostik lebih besar dari 97%.

Gambaran CT Adenoma Pleomorfik (benign mixed tumor) adalah suatu penampang


yang tajam dan pada dasarnya mengelilingi lesi homogen yang mempunyai suatu
kepadatan yang lebih tinggi dibanding glandular tisssue. T1- weighted MRI
menunjukkan Adenoma Pleomorfik (benign mixed tumor) dengan area yang relatif
mempunyai intensitas signal rendah (area gelap/radiolusen) dibanding glandular
tisssue.

Tumor mempunyai intensitas yang lebih besar ke area terang (intermediate


brightness) dengan proton density-weighted MRI dan kelihatan sebagai aspek
homogen dengan kepadatan yang tinggi (terang/radiopak) pada area T2- weighted.
Foci dengan intensitas signal rendah (area gelap/radiolusen) biasanya menunjukkan
area fibrosis atau kalsifikasi distropik. Kalsifikasi ditunjukkan dengan tanda kosong
(signal void) pada neoplasma parotid sebagai tanda Adenoma Pleomorfik (mixed
benign tumor) sewaktu hasil diagnosa.
Pemeriksaan radiografi berguna untuk membantu menegakkan diagnosa pada
penderita Adenoma Pleomorfik. CT dan MRI berperan penting untuk mendeteksi
Adenoma Pleomorfik pada kelenjar saliva.

Dengan CTI, deteksi tumor 77% pada bidang aksial dan 90% pada bidang aksial
dengan CE CT. Sedangkan dengan MRI, deteksi tumor 86% pada bidang aksial T1-
weighted dan 88% pada bidang aksial T2- weighted, dan 85% pada bidang aksial
CE T1- weighted.

Pemeriksaan Adenoma Pleomorfik dengan CTI dan MR oleh radiolog untuk


mengetahui lokasi dan besar tumor, deteksi lesi, batas tumor, batas lesi, aspek lesi,
kontras antara lesi dengan jaringan sekitarnya, gambaran intensitas dari lesi,
keberhasilan pemakaian medium kontras, aspek lesi setelah injeksi medium
kontras, deteksi kapsul nya dan resorpsi tulang yang terjadi di sekitar lesi tersebut.

Deteksi lesi dapat diklasifikasikan menjadi positif atau negatif. Pinggir lesi dapat
diklasifikasikan menjadi kurang jelas atau semuanya jelas. Batas lesi dapat
diklasifikasikan menjadi halus atau berlobus. Aspek lesi dapat diklasifikasikan
menjadi homogen atau tidak homogen. Kontras antara lesi dengan jaringan
sekitarnya dapat diklasifikasikan menjadi tinggi atau rendah. Gambaran intensitas
dari lesi dengan otot disebelah lesi diklasifikasikan kedalam empat kelompok:
tinggi, intrermediet, rendah, atau gabungan tinggi dengan rendah. Aspek lesi
terhadap injeksi medium kontras diklasifikasikan menjadi homogen, tidak
homogen dan perifer. Deteksi kapsul nya dan resorpsi tulang diklasifikasikan
menjadi positif atau negatif.

Dari beberapa laporan kasus, tampilan C T I Adenoma Plemorfik menunjukkan


margin tumor smooth, tumor kecil seperti spherical dan tumor besar lobular.
Setelah keberhasilan dalam pemakaian medium kontras Adenoma Pleomorfik
menunjukkan peningkatan variabel.

Bogeart et al, melaporkan Adenoma Pleomorfik pada kelenjar parotid


menunjukkan pola inhomogenous pada sebagian besar kasus CTI. Lev at al,
melaporkan bahwa pada CTI, penigkatan variabel ditemukan didalam Adenoma
Pleomorfik pada kelenjar parotid dengan pola penigkatan homogenous dengan
bahan-bahan kontras dari waktu ke waktu.

Dari tampilan MRI, Adenoma Pleomorfik menunjukkan pola homogenous dengan


intensitas signal intermediete atau rendah (radiolusen) pada T1- weighted images,
intensitas signal tinggi (radiopak) dengan pola inhomogenous pada T2- weighted
images, dan peningkatan pola inhomogenous pada CE T1-weighted images.

Tsushima et al, dan Joe at al, melaporkan intensitas tinggi atau terang dengan T2-
weighted menunjukkan Adenoma Pleomorfik. Ikeda at al, melaporkan MRI
menunjukkan pola kapsul komplit, kontur lobus, intensitas signal T2 tinggi untuk
prediksi Adenoma Pleomorfik.
Gambar 3.13 : Adenoma Pleomorfik di palatum laki-laki, 59 tahun. Pinggir tumor,
batas tumor,dan resorpsi tulang dapat di deteksi dengan CT dan MRI. (A) Tumor
tidak homogen, intensitas signal intermediet pada CTI. (B) Setelah pemakaian
medium kontras tumor menunjukkan peningkatan yang tidak homogen pada CE
CTI. (C) T1- weighted MRI menunjukkan intensitas massa intermediet. (D) T2-
weighted MRI FS teknik menunjukkan intensitas massa tidak homogen. (E) Setelah
pemakaian medium kontras tumor menunjukkan peningkatan CE T1- weighted
menggunakan FS teknik. (F) Resorpsi tulang pada tulang palatal dapat di deteksi
dengan koronal CE T1- weighted MRI menggunakan FS teknik.
Gambar 3.14 : Adenoma Pleomorfik pada kelenjar parotid wanita, 57 tahun. Pinggir
tumor, batas tumor di deteksi dengan CT dan MRI. Kalsifikasi di deteksi dengan
CTI (A) Tumor tidak homogen, intensitas signal intrermediet pada CTI. (B) Setelah
pemakaian medium kontras tumor menunjukkan peningkatan yang tidak homogen
pada CE CTI. (C) T1- weighted MRI menunjukkan intensitas massa intermediet.
(D) T2- weighted MRI FS teknik menunjukkan intensitas massa tidak homogen. (E)
Tumor menunjukkan batas lobular pada korona T2- weighted MRI menggunakan
FS teknik. (F) Setelah pemakaian medium kontras tumor menunjukkan peningkatan
CE T1- weighted menggunakan FS teknik.
Gambar 3.15 : Adenoma Pleomorfik pada kelenjar submandibularis wanita, 55
tahun. Pinggir tumor, batas tumor di deteksi dengan CT dan MRI. (A) Tumor tidak
homogen, intensitas signal intrermediet pada CTI. (B) Setelah pemakaian medium
kontras tumor menunjukkan peningkatan yang tidak homogen pada aksial CE CTI.
(C) Intensitas tumor ditunjukkan koronal CE CTI. (D) Pada aksial T1- weighted
MRI menunjukkan intensitas massa tinggi. (E) Pada aksial T2- weighted MRI
menggunakan FS teknik menunjukkan tumor tidak homogen intensitas massa
tinggi. (F) Tumor menunjukkan batas lobus tidak homogen dan intensitas signal
tinggi pada koronal T2- weighted MRI menggunakan FS teknik.
Gambaran klinis adenoma pleomorfik palatum yaitu massa tumor tunggal,
berbentuk bulat dengan permukaan licin, padat kenyal, keras, batas tegas, mobile,
pertumbuhan lambat, tidak nyeri serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda
peradangan dan ulkus. Pasien sering datang dengan keluhan timbul benjolan di
langit-langit rongga mulut sehingga mengeluh terganggu untuk mengunyah dan
menelan makanan. Diagnosis adenoma pleomorfik dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan histopatologi, FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) serta biopsi
insisi. Pemeriksaan penunjang seperti radiologi dengan tomografi komputer atau
MRI untuk mengetahui lokasi, besar tumor, batas tumor serta perluasan tumor. 4,5,8
TATA LAKSANA ATAU CARA PENGOBATAN

Walaupun penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronis dan akut bukan termasuk


dalam wilayah perawatan dokter gigi, akan tetapi bila keadaan ini menunjukkan
keterlibatan gigi sebagai penyebab, dibutuhkan keikusertaan dokter gigi dalam
penanganan atau perawatannya. Untuk melakukan perawatan sinusitis maksilaris
akut obat-obatan yang sesuai adalah antibiotik spectrum luas ampisilin dan
sefaleksin. Jika diketahui terdapat aspergillus sinusitis, maka harus diberikan
antimikotik yang tepat, biasanya dengan amphotericin B, dekongestan
antihistamin sisitemik misalnya pseudoefinefrin, dan tetes hidung seperti
phenyleprine akan sangat berguna pada fase dini dan perawatan. Jika terdapat
keadaan alergi yang mendasari kondisi tersebut maka pemberian bahan antialergi
kadang sangat membantu. Untuk menghilangkan atau menyembuhkan gejala yang
timbul dapat diberikan kompres panas pada muka dan analgesik. Bila
penyembuhannya lambat, lebih dari sepuluh hari, kemungkinan dibutuhkan irigasi
antrum melalui fossa canina. Selain terapi yang tepat untuk kondisi akut, sinusitis
kronis kemungkinan membutuhkan pembedahan untuk mendapatkan ostium
(lubang) sinus yang baru. Hal ini dapat diperoleh melalui prosedur nasoantrostomi
yang bertujuan untuk membuat jendela nasoantral pada meatus nasalis inferior.

Bila penyebab sinusitis adalah karena infeksi gigi maka penatalaksanaannya


meliputi perawatan pada sumber absesnya. Perawatan ini terdiri atas terapi
antibiotik yang disertai dengan inisiasi dan drainase bila diindikasikan, dan terapi
lanjutan yang meliputi perawatan endodontik atau pencabutan gigi penyebab.

Perawatan optimal untuk adenoma pleomorfik adalah eksisi lebar dengan margin
negatif. Mayoritas timbul di kelenjar parotid dan, untuk ini, pengobatan yang
lebih disukai adalah parotidektomi dangkal atau parotidektomi total dengan
diseksi dan preservasi saraf wajah. 1,2,16,16 Meskipun marjin lebar lebih disukai,
mayoritas parotid pleomorfik aden nomas berbatasan dengan batang utama dan /
atau cabang dari saraf ke-7 sehingga enukleasi terbatas atau diseksi kapsuler
diperlukan dalam banyak kasus.6 Meskipun demikian, tingkat kontrol lokal
biasanya 95% atau lebih tinggi setelah operasi optimal saja. Risiko komplikasi
mayor relatif rendah setelah operasi untuk adenoma pleomorfik yang sebelumnya
tidak diobati. Namun, risiko komplikasi, terutama cedera saraf ke-7, meningkat
setelah operasi penyelamatan untuk tumor lokal berulang (Tabel 1) .17
Radioterapi pasca operasi (RT) disarankan untuk sebagian kecil pasien dengan
margin positif dan / atau rekurensi multi-fokal. Meskipun tumpahan tumor dan
margin samar-samar pernah menjadi indikasi untuk pasca operasi RT di lembaga
kami, kemungkinan kontrol lokal setelah pembedahan mungkin melebihi 90% dan
kami tidak lagi menyarankan adjuvant RT dalam situasi ini.6,9,16,18 kadang-
kadang pasien yang datang dengan adenoma pleomorfik saliva minor yang tidak
bisa menerima reseksi total dapat diobati dengan RT saja.
Jadwal dosis-fraksinasi mirip dengan yang digunakan untuk maligna. Pasien
dengan penyakit sisa mikroskopik menerima 66 Gy dalam 33 fraksi sekali sehari
atau 69,2 hingga 74,4 Gy pada 1,2 Gy per fraksi dua kali sehari. Mereka dengan
penyakit kotor menerima 70 Gy dalam 35 fraksi sekali sehari atau 74,4 Gy dalam
62 fraksi dua kali sehari.

Perawatan bedah RPA merupakan tantangan dan belum pernah distandarisasi.


Observasi direkomendasikan untuk orang lanjut usia atau orang yang sakit secara
medis atau dalam kasus tertentu menunggu lesi kecil untuk tumbuh.

Gambar. 4. Pencitraan resonansi magnetik dalam bidang koronal, turbo


spin-echo T2-urutan tertimbang dengan saturasi lemak. Adenoma pleomorfik
rekuren pada pasien yang menjalani pemindahan transoral sebagai pengobatan
utama. Nodul hyperintense dari ukuran variabel disebarluaskan di sepanjang
ruang parapharyngeal kiri. [Tokoh warna dapat dilihat dalam edisi online, yang
tersedia di www.laryngoscope.com.]
Gambar. 5. Pencitraan resonansi magnetik dalam bidang koronal, turbo spin-echo
T2-urutan tertimbang dengan saturasi lemak. Nodul hyperintense yang melibatkan
leher bagian atas jelas terlihat.

Kekambuhan setelah enukleasi, diseksi ekstrapapsular, atau parotidektomi parsial


parsial dapat diobati dengan parotidektomi superfisial atau parotidektomi total
tergantung pada lokasi kekambuhan dan di mana saraf wajah belum dibedah. Lesi
rekuren superfisial tunggal setelah enukleasi atau parotidektomi superfisial
terbatas tidak perlu total parotidektomi. Dianjurkan untuk mereseksi bekas luka
dari sayatan sebelumnya.

Reseksi lokal tumor telah digunakan setelah beberapa rekurensi atau setelah total
parotektomi sebelumnya ketika itu adalah satu-satunya pilihan untuk
mempertahankan saraf wajah. 28 Tingkat kegagalan yang lebih tinggi dengan
biopsi eksisi dibandingkan dengan parotidektomi formal untuk RPA telah
dilaporkan, 39 tetapi yang lain membantahnya.24,40
Banyak penulis menganjurkan bahwa kekambuhan uninodular atau multi-nodular
setelah parotidektomi superfisial diobati dengan parotidektomi total karena multi-
nodularitas yang tak terduga.3,15,20,25,36 Parotidektomi total dapat mengurangi,
tetapi tidak mencegah, meninggalkan residu mikroskopis. Tingkat kekambuhan
setelah 15 tahun dilaporkan sebesar 75% dengan parotidektomi yang diperluas
tidak diikuti oleh radioterapi (RT) .7

Parotidektomi radikal dan diperpanjang telah dipertimbangkan untuk pasien


dengan infiltrasi cabang atau batang utama saraf wajah. Kebutuhan harus
mengorbankan cabang saraf wajah selama operasi untuk RPA dilaporkan pada
14% hingga 30% pasien.30,36 Reseksi saraf wajah mungkin diperlukan untuk
pasien dengan riwayat beberapa kekambuhan atau gagal RT. Bahkan
parotidektomi total dengan pengorbanan saraf wajah tidak mencegah kekambuhan
lebih lanjut pada semua pasien.41

Ketika rekuren multinodular melibatkan jaringan subkutaneus dari leher bagian


atas (Gbr. 5), hanya reseksi kompartemenal yang dangkal terhadap platysma dan
termasuk jaringan lemak, berpotensi menyimpan mikroleaksi, dapat
meminimalkan kemungkinan kekambuhan.

Tingkat kontrol utama untuk operasi redo pertama saja dilaporkan mulai dari 36%
hingga 98% .7,12,15,24,25,30,42 Patey, pada tahun 1940-an, menunjukkan enukleasi
yang diikuti oleh implan jarum radium memiliki tingkat kontrol.Hari ini orang
dapat mempertimbangkan RT untuk istirahat mikroskopik penyakit jinak ini (lihat
Radioterapi di bawah); penyakit sisa kotor tidak mungkin disembuhkan oleh RT.42

Penelitian sitologi memiliki nilai diagnostik yang sangat baik dengan sensitivitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan scan MRI. Menurut Seifert et al.
klasifikasi asli sebagian direvisi oleh Stennert et al., pada tahun 2001 sampel kami
dinilai dalam empat jenis [11,12]. Tipe I terdiri dari 13 pasien (15,4%), tipe II
terdiri dari 44 pasien (52,4%), tipe III termasuk 18 subyek (21,4%) dan akhirnya 9
pasien (10,7%) ditugaskan untuk tipe IV. Hasil pengukuran kapsul dilakukan
dengan menggunakan analisis perangkat lunak gambar dirangkum dalam Tabel 1.
Tumor yang kaya parenkim menunjukkan kapsul ticker dibandingkan pada tumor
stroma-kaya. Dalam sampel kami, PA hip seluler memiliki kapsul tebal (Gambar
1 (A) dan (B)).
Tumor hiposeluler memiliki kapsul tipis dan merupakan tipe histologis yang
paling sering ditemui dalam rekurensi (Gambar 1 (C) dan (D)). Pada tumor stroma
yang kaya, jumlah diferensiasi stromal terbesar diwakili oleh jaringan myxoma-
tous diikuti oleh stroma mukokondroid chondroid dan campuran.
Menurut literatur tumor lobus dalam memiliki kapsul lebih tebal daripada yang
terletak di lobus superfisial. Tumor pseu- dopias atau tumbuh melalui pelanggaran
kapsular untuk memperpanjang ke parotis yang berdekatan atau adiposa atau
jaringan lunak lainnya. Pseudopodias atau tonjolan kapsul dianggap sebagai
faktor tambahan dalam kekambuhan. Dimensi dan integritas kapsul mewakili alat
yang baik untuk membentuk teknik bedah yang lebih baik.

Diagnosis banding dari adenoma pelomorfik palatum adalah abses palatum, kista
odontogenik, sarkoma, serta tumor jaringan lunak seperti limfoma, lipoma dan
fibroma. Perubahan kearah malignansi adalah 6% dari seluruh kasus adenoma
pleomorfik dengan gambaran klinis yaitu pertumbuhan yang cepat dan adanya
riwayat eksisi berulang. Pilihan penatalaksanaan dari adenoma pleomorik palatum
adalah eksisi tumor secara trans oral dengan angka kesembuhan mencapai lebih
dari 95%. Resiko kekambuhan sangat rendah. Tumor ini biasanya tidak kambuh
kembali apabila dilakukan pengangkatan tumor secara keseluruhan.4,9,14

Di bawah anestesi umum, dilakukan parotidektomi total yang tepat dengan


pengawetan saraf wajah dan pengangkatan sepenuhnya tumor en bloc. Kursus
pasca operasi tidak banyak berubah. Secara makroskopis, massa yang dihapus
diukur 28cm x 20cm x 16cm, dan ditimbang 4,0 Kg. Secara mikroskopis tumor
terdiri dari pulau dan untaian sel epitel yang terbenam dalam stroma hialin,
beberapa menunjukkan diferensiasi skuamosa.
Area yang menyajikan sel-sel myoepithelial spindle dan plasmocytoid dalam
stroma myxoid juga berlimpah.
Perawatan Adenoma Pleomorfik pada kelenjar saliva mayor
dan minor adalah sebagai berikut :
1. Perawatan Kelenjar Parotid
Dengan parotidektomi sebagian atau total dengan menjaga N.fasialis
secara hati-hati.
2. Perawatan Kelenjar Submandibularis
Umumnya dengan total ekisisi. Insisi dibuat pada prosesus mastoideus,
melengkung sepanjang inferior mandibula.
3. Perawatan Kelenjar Saliva Minor
- Di bibir dan palatum dirawat dengan eksisi lokal.
- Tumor yang besar di ruang paraparingeal dirawat dengan reseksi
lokal, tapi tidak direkomendasikan lagi.
- Tumor di paraparingeal sampai ke servikal parotid dirawat dengan
insisi parotid dengan servikal ekstensi atau servikal-parotid dengan
mandibulektomi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhaskar SN ( 1981 ) Synopsis of oral pathology. 6th ed. ST. Louis; The C. V.
Mosby Company. Hal 602-607.
2. Hine, Shafer and Levy ( 1983 ) A Textbook of oral pathology. 4th ed.Philadelphia;
W. B. Saunders Company. Hal 230-235.
3. Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomi FKUI ( 1990 ) Patologi. 1st ed. Jakarta;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 193
4. Andirius, C. 2009. Neoplasma Kepala dan Leher. Available at http://www.
scribd.com/doc/15170620/Referat- Neoplasma-Kepala-dan-Leher. [28 Mei 2010].
5. Ansori, H. 2009. Gambaran Radiografi Adenoma Pleimorfik pada Kelenjar
Saliva. Skripsi.
6. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara.
7. Asih, B. 2008. Referat THT: Tumor Parotis. Avalilable at http://koasku.
blogspot.com /2008/12/referat-tht-tumor-parotis.html. [28 Mei 2010].
8. Elsoin, Y. 2009. Tumor Kelenjar Liur. Available at http://adamelsoin.blogspot.
com/2009/05/tumor-kelenjar-liur.html. [28 Mei 2010].
9. Miloro, M and Schow, SR. 2003. Diagnosis and Management of Salivary Gland
Disorders. Chapter 20. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 442.
10. Syafriadi, M. 2008. Patologi Mulut Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik
Rongga Mulut. Yogyakarta : Andi Yogyakarta. 31-82.
11. Young SO, David WE. Salivary gland neoplasms. Dalam: Bailey Byron J,
Johnson Jonas T, Newlands Shawn D, penyunting. Head & Neck Surgery-
Otolaryngology. Edisi ke-4. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. h.
1515-32.
12. Wagner AL. Parotid pleomorphic adenoma [diakses 9 Maret 2010]. Diunduh dari:
URL: http:// emedicine.medscape.cpom/ article/384327.overview
13. Sheedy SP, Welker K.M, DeLone DR, Gilbertson JR. Case report: CNS
metastases of Carcinoma ex pleomorphic adenoma of the parotid gland. AJNR
Am J Neuroradiol. 2006;27:1483-5.
14. Sunwoo JB, James S, Lewis J, McJunkin J, Sequeira SS. Malignant Neoplasms of
the salivary glands. Dalam: Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK,
Richardson MA, Robbins KT, dkk., penyunting. Cummings Otolaryngology Head
& Neck Surgery. Edisi ke-5. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2010. h. 1179-84.
15. Putz R, Pabst R. Groâe Speicheldrüsen, Glandulae salivariae majores. Dalam:
Putz R, Prabst R, penyunting. Anatomie des Menschen. Edisi ke-22. GmbH
München: Elsevier; 2007. h. 109.
16. Anatomy Atlases: Illustrated Encyclopedia of Human Anatomic Variation: Opus
IV: Organ Systems: Lip [diakses 5 Juni 2010]. Diunduh dari: URL: http://
www.anatomyatlases.org/ AnatomicVariants/ OrganSystem/Text/
ParotidGland.shtml.
17. Mireya BL, Miguel AC, John GM, Jorge BA. Multicentric
18. recurrent parotid pleomorfic adenoma in child [diakses 5 Juni 2010]. Diunduh
dari: URL: http:// www.medicinaoral.com/ medoralfree01/aop/ 20173712.pdf.
19. Spiro JD, Spiro RH. Salivary gland neoplasms. Dalam: Evans PHR, Montogmery
PQ, Gullane PJ, penyunting. Principles and practice Head and Neck Oncology.
Edisi ke- 1. London: Martin Dunitz; 2006. h. 662-91.
20. Widodo AK. Petunjuk diseksi parotidektomi, kursus dan workshop (demo operasi
dan diseksi kadaver) RSU Dr. Sutomo. Surabaya; Juli 2007. Holsinger FC, Bui
DT. Anatomy, function, and evaluation of salivary glands. Dalam: Myers EN,
Ferris RL, penyunting. Salivary gland disorders. Berlin: Springer- Verlag; 2007.
h. 1-15. Fernandez JR, Mateos MM, Martines TFJ, Berjon J, Montalvo JJ.
Metastatic benign pleomorphic adenoma. Report of a case and review of the
literature. Med Oral Patol Oral Cir Bucal [diakses Maret 2008]. Diunduh dari:
URL: http://www. Medicinaoral.com/ medoralfree01/v13i3p193.pdf Sit KY, Chui
WH, Wang E, Board DP, Chiu SW. Case study: Multiple Pulmonary Metastases
from Benign Pleomorphic Adenoma. Asian Cardiovascular & Thoracic Trauma
Ann. 2008;16:62-4. Takahama A Jr, Perez DE, Magrin J, Paes de Almeida O,
Kowalski LP. Giant pleomorphic adenoma of the parotid gland. Med Oral Patol
Or Oral Cir Bucal. 2008;13(1):E58-60.
21. Ragona RM, De Filippis C, Marioni G, Staffieri A. Treatment of complications of
parotid gland surgery. Department of Otolaryngology-Head Neck Surgery,
University of Padua, Padua, Italy. Acta Otorhinolaryngol. 2005;25:174-8.

22. Eisele DW, Johns ME. Salivary Glan Neoplasms. In : Bailey BJ, Calhoun KH,
editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 3 ed vol 2. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2001. p. 1279-97
23. Lee J, MD. Benign Parotis Masses. Available from: http://www.BCM.Com
Accessed September 19, 2009.
24. Wagner AL, Haag J. Parotid, Pleomorphic Adenoma. Available from:
http://www.emedicine.com. Accessed September 25, 2009.
25. Carroll WR, Morgan CE, DMD, MD. Diseases of the Salivary Glands. In:
Balanger editor. Otorhinolaryngology head and neck surgery. BL.Dekler, London;
2002. p.1441-54.
26. Rea JL, MD. Partial Parotidectomies: morbidity and benign Tumor Recurrence
Rates in a Series of 94 Cases. The Laryngoscope 2000; 110: 924- 7.
27. Witt RL. Minimally Invasive Surgery for Parotid Pleomorphic Adenoma. ENT
Journal [serial on the internet]. 2005 [cited 2005 May 1]; [about 3p.]. Available
from: http://www.thefreelibrary.com
28. Nagarkar NM, Bansal S, Dass A, Singhal SK, Mohan H. Salivary Gland Tumors-
Our Experience. Indian J of Otolary and HNS 1967; 56:31-4
29. Sharma N, Singh V, Malhotra D. Pleomorphic adenoma of the hard palate. A
Case Report. Indian Journal of Dental Sciences 2010; 2(1): 18-20.
30. Gothwal AK, Kamath A, Pavaskar RS, et al. Pleomorphic adenoma of the palate.
A Case Report. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2012; 6(6): 1109-
11.
31. Rahnama M, Urzula O, Czupkallo L, et al. Pleomorphic adenoma of the palate. A
Case Report and Review of The Literature Wspolczesna Onkol. 2013; 17(1): 103-
6.
32. Singh RB, Baliarsingh RR, Satpathy AK, Naik CB, Nayak A, Lohar TP et al.
Pleomorphic adenoma of both hard and soft palate. a case report. annals and
essences of dentistry. 2012; 4(3): 30-3.
33. Lazarro B, Cleveland D. P53 and ki 67 antigen expression in small oral biopsy
specimens of salivary gland tumours. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Endod. 2000; 89: 613-17. 


34. Jorge J, Pires FR, Alves FA, Peres DE, Kowalski LP, Lopes MA, Almeida OP.
Juvenile intra-oral pleomorphic adenoma: report of five cases and review of the
literature. Int J Oral Maxillofa Surg. 2002; 31: 273-75. 


35. Al Rawi NH, Ahmed JN, Mohammed HO. Immunohistochemical Expression of


p53 and bcl-2 Benign and Malignant Salivary Gland Tumours. 2007; 4: 1-4. 


36. De courten A, Lombardi T, Samson J. Pleomorphic adenoma of the palate in


achild: 9-years follow up. Int J Oral Maxillofac Surg. 1996: 25: 293-5. 


37. Chen YK, Lin LM, Lin CC, Yan YH. Palatal pleomorphic adenoma in a child
with osteoid formation: report of a case. ASDC J Dent Child. 1998: 65: 209-11.

38. Bayles SW, Todd NW, Muller S, Rabkin D. Pleomorphic adenoma of the
pediatric tongue. Otolaryngol Head Neck Surg. 1999; 120: 934-6. 


39. Waldron CA, Gnepp TR. Tumors of the intraoral minor salivary glands: a
demographic and histology study of 426 cases. Oral surg. Oral med. Oral pathol
1998 ;66:323-33.
40. 2. Lucas RB. Pathology of tumors of the oral tissues. 4th ed. Edinburgh :
Churchill livingstone 1984.p. 298.
41. 3. Frezell EL. Clinical aspects of tumors of the major salivary glands. Cancer
1984;42(7):637-42.
42. 4. Torske K. Benign neoplasm of the salivary glands. In: Thompson LDR(ed.)
head and neck pathology, 1st edn. Elsevier, Philadelphia, 2006.p. 295-300.
43. 5. Seifert GD. Multiple tumors of the salivary glands: terminology and
nomenclature. Eur J Cancer. Oral oncol 1996;32:3-7.
44. 6. Compagno JW. Intranasal mixed tumor. Am J Clin Pathol 2010;68: 213-8.
45. 7. Ogata H, Ebihara S, Mukai K.Salivary gland neoplasms in children. Jpn J Clin
Oncol 1994;24:88-93
46. 8. Toida M, Shimokava K, Makita H, Kato K, Kobayashi A, Kusunoki Y.
Intraoral minor salivary gland tumors: A clinicopathological study of 82 cases. Int
J Oral Maxillofac Surg 2005;34:528- 532.
47. goscope 1991;101:1060–1062.
 43. Smith GI, Brennan PA, Webb AA, Ilankovan
V. Vertical ramus osteotomy
48. combined with a parasymphyseal mandibulotomy for improved access to
49. the parapharyngeal space. Head Neck 2003;25:1000–1003.
 44. Teng MS,
Genden EM, Buchbinder D, Urken ML. Subcutaneous mandibu- lotomy: a new
surgical access for large tumors of the parapharyngeal
50. space. Laryngoscope 2003;113:1893–1897.
 45. Lazaridis N, Antoniades K.
Double mandibular osteotomy with coronoidec-
51. tomy for tumours in the parapharyngeal space. Br J Oral Maxillofac
52. Surg 2003;41:142–146.
 46. Kolokythas A, Eisele DW, El-Sayed I, Schmidt BL.
Mandibular osteoto-
53. mies for access to select parapharyngeal space neoplasms. Head Neck
54. 200931:102–110.
 47. Chan JY, Tsang RK, Eisele DW, Richmon JD. Transoral
robotic surgery of
55. The parapharyngeal space: A case series and systematic review [pub- lished
online ahead of print November 29, 2013]. Head Neck. doi:10.1002/hed.23557.
56. 35. Hanna D, Dickison W, Richardson G, dkk. Manajemen sali-berulang
57. tumor kelenjar bervariasi. Am J Surg 1976; 132: 453–458.
58. 36. Conley J, Clairmont AA. Saraf wajah pada pleomorphic jinak rekuren
59. adenoma. Arch Otolaryngol 1979; 105: 247–251.
60. 37. Makeieff M, Venail F, Cartier C, Garrel R, Crampette L, Guerrier B. Con-
61. pemantauan saraf wajah terus menerus selama kekambuhan adenoma pleomorfik
62. operasi. Laringoskop 2005; 115: 1310–1314.

63. Jaber S, Rudic M, Keogh IJ. Pleomorphic Adenoma of the External Auditory
Canal: A Rare Presentation. Case reports in otolaryngology 2015:696531.
64. Sood A, Chung S, Datiashvili RO. An Incidental Finding of Pleomorphic
Adenoma of the Minor Salivary Glands in the Skin Area of the Lower Lip.
Eplasty. 2014;14:317-321.
65. Debnath SC, Adhyapok AK. Pleomorphic adenoma (benign mixed tumour) of the
minor salivary glands of the upper lip. Journal of maxillofacial and oral surgery
2010;9(2):205-208.
66. V erma P , Sachdeva SK, V erma KG, Sachdeva K. Pleomorphic adenoma of
cheek: A rare case report and review of literature. Indian Journal of Dental
Research 2014;25(1):122 -124.
67. Sengul I, Sengul D, Aribas D. Pleomorphic adenoma of the lower lip: A rare site
of location. North American journal of medical sciences 2011;3(6):299-301.
68. Kato H, Kanematsu M, Mizuta K, Ito Y, Hirose Y. Carcinoma ex pleomorphic
adenoma of the parotid gland: radiologic-pathologic correlation with MR imaging
including diffusion-weighted imaging. American Journal of Neuroradiology
2008;29(5):865-7.
69. Binatli Ö, Yaman O, Özdemir N, Erdoğan IG. Pleomorphic adenoma of lacrimal
gland. Journal of surgical case reports 2013;10:rjt089.
70. Jahangirnezhad M, Moghadam SA, Mokhtari S, Taravati S. Different
histolopathologic features of pleomorphic adenoma in salivary glands.
International Journal of Oral and Maxillofacial Pathology 2013;4(2):7-11.
71. Khan MN, Raza SS, Zaidi SA, Hussain AK, Nadeem MD, Farid K. Pleomorphic
adenoma of minor salivary glands. Journal of Ayub Medical College Abbottabad
2016;28(3):620-2.
72. Dhillon M, Agnihotri PR, Raju SM, Lakhanpal M. Pleomorphic adenoma of the
palate: Clinicoradiological case report. J Indian Acad Oral Med Radiol
2011;23:286-8.
73. Gothwal AK, Kamath A, Pavaskav RS, Satoskar SK. Pleomorphic adenoma of the
palate: A case report. J Clin Diagn Res 2012;6:1109-11.
74. Lenka SP, Subrat KP, Santosh KS, Harshmohan P, Sujit S. Pleomorphic adenoma
of the palate-a case report. Int J Sci Res Publ 2013;3:1-3.
75. Kaur S, Thami GP, Nagarkar NM. Pleomorphic adenoma of the hard palate. J
Dermatol Venereol Leprol 2003;69:75-5.
76. Byakodi S, Charanthimath S, Hiremath S, Kashalikar JJ. Pleomorphic adenoma of
palate: A case report. Int J Dent Case Rep 2011;1:36-40.
77. Chintamaneni RL, Sujana MB, Sudhakar MR, Sai NM. Pleomorphic adenoma of
palate - A unique presentation. J Evol Med Dent Sci 2013;2:7211-4.
78. 1. Villar R, Monleón V. Adenoma pleomorfo en paladar duro. Revisión
casuística. Gaceta Dent. 2008;198: 156-163. 2. Ethunandan M, Witton R,
Hoffman G, Spedding A, Brennan P. Atypical features in pleomorphic
adenoma—a clinicopathologic study and implications for management. Int J Oral
Maxillofac Surg. 2006; 35: 608–612
79. 3. Spencer J, Mohammed I, Sumangala B. Pleomorphic Adenoma of the Palate in
Children and Adolescents: A Report of 2 Cases and Review of the Literature. Oral
Maxillofac Surg 2007; 65: 541-549. 4. Vernetta P, García F, Ramírez J, Orts M,
Morant A, Algarra J. Adenoma pleomorfo gigante de glándula salivar menor.
Extirpación a través de un abordaje transoral. Rev Esp Cir Oral Maxilofac. 2008;
30: 201-204
80. 5. Jorge J, Pires FR, Alves FA, Perez DE, Kowalski LP, Lopes MA, Almeila OP.
Juvenile intraoral pleomorphic adenoma: report of five cases and review of the
81. literature. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31: 273–275.
 6. Reiland D,
Koutlas I, Pearson A, Basi D. Metastasizing Pleomorphic Adenoma Presents
Intraorally: A Case Report and Review of the Literature. J Oral Maxillofac Surg
2012; 70: 531-540.
82. 7. González de Santiago M, Alatorre S, Moreno H, Muñoz L, Tovar C, Ávalos M,
Muñoz D, Hernández V. Tumor mixto maligno de glándulas salivales menores de
paladar. Revisión de literatura, presentación de un caso clínico. Rev Mex Cir
Bucal Maxilofac. 2012; 8: 64-72
83. 8. Carrillo E, Miranda E. Adenoma pleomorfo en labio. Rev Odontol Mex. 2012;
16: 102-104.
 9. Marques KD, Andrade FR, Castro LA, Vêncio EF, Mendonça
EF, Ribeiro-Rotta RF, Silva TA, Batista AC. Slow-Growing Palatal Mass: A
Challenging Differential Diagnosis. J Oral Maxillofac Surg 2010; 68: 1884-1889,
84. 10. Barnes L, Eveson J, Reichart P, Sindransky D. World Health Organization
Classification of Tumours: Pathology and
85. Genetics of Head and Neck Tumors. Lyon: IARC Press; 2005.
 11. Pires F,
Pringle G, De Almeida O, Chen S. Intra-oral minor salivary gland tumors: A
clinicopathological study of 546 cases. Oral Oncol. 2007; 43: 463-470.
86. 12. Piekarski J, Nejc D, Szymczak W, Wronski K, Jeziorski A. Results of
Extracapsular Dissection of Pleomorphic Adenoma of Parotid . J Oral Maxillofac
Surg. 2004; 62: 1198-1202.
87. 13. Marx RE. Oral and Maxillofacial Pathology: A Rationale for diagnosis and
treatment. Illinois: Quintessence Publishing; 2003.
88. 14. Pedemonte C, Basili A, Montero S. Adenoma Pleomorfo de Glándulas
Salivales Menores. Rev Dent Chile 2003; 94: 18-21. 15. Shaaban H, Bruce J,
Davenport PJ. Recurrent pleomorphic adenoma of the palate in a child. Br J Plast
Surg 2001; 54: 245-7.
89. 16. Agreda-Moreno B, Urpegui-Garcia A, Alfonso-Collado JL, López-Vásquez
A, Valles-Varela H. Adenoma Pleomorfo de paladar. ORL Aragón 2010; 13; 8-
10.

90. Laurie SA, Licitra L: Systemic therapy in the palliative management of advanced
salivary gland cancers. J Clin Oncol 2006, 24:2673-2678.
91. Olsen KD, Lewis JE: Carcinoma ex pleomorphic adenoma: a
clinicopathologicreview. HeadNeck2001,23:705-712.
92. Wahlberg P, Anderson H, Biorklund A, Moller T, Perfekt R: Carcinoma of the
parotid and submandibular glands--a study of survival in 2465 patients.
OralOncol2002,38:706-713.
93. Surakanti SG, Agulnik M: Salivary gland malignancies: the role for chemotherapy
and molecular targeted agents. Semin Oncol 2008, 35:309-319.
94. Schaller G, Fuchs I, Gonsch T, Weber J, Kleine-Tebbe A, et al.: Phase II study of
capecitabine plus trastuzumab in human epidermal growht factor receptor 2-
overexpressing metastatic breast cancer pretreated with anthracyclines or taxanes.
J Clin Onc 2007, 25:3246-3250.
95. Sugano S, Mukai K, Tsuda H, et al.: Immunohistochemical study of c- erbB-2
oncoprotein overexpression in human major salivary gland carcinoma: an
indicator of aggressiveness. Laryngoscope 1992, 102:923-927.
96. Lewis JE, Olsen KD, Sebo TJ: Carcinoma ex pleomorphic adenoma: pathologic
analysis of 73 cases. Hum Pathol 2001, 32:596-604.
97. Haddad R, Colevas AD, Krane JF, et al.: Herceptin in patients with advanced or
metastatic salivary gland carcinomas. A phase II study. Oral Oncol 2003, 39:724-
727.
98. Agulnik M, Cohen EW, Cohen RB, et al.: Phase II study of lapatinib in recurrent
or metastatic epidermal growth factor receptor and/or erbB2 expressing adenoid
cystic carcinoma and non adenoid cystic carcinoma malignant tumors of the
salivary glands. J Clin Oncol 2007, 25:3978-3984.
99. Nashed M, Casasola RJ: Biological therapy of salivary duct carcinoma. J
Laryngol Otol 2009, 123:250-252.

Anda mungkin juga menyukai