Anda di halaman 1dari 20

LATIHAN KADER TINGKAT II CILEGON

REVITALISASI PERAN KRITIK KADER MELALUI


PENGEJAHWANTAHAN NDP UNTUK MENJAGA
INDEPENDENSI HMI

Diusulkan oleh :

Muhammad Masbukin – HMI Elektro SN

Kode Jurnal :

SURABAYA

2020

i
ABSTRAK
HMI (Himpunan Mahasiwa Indonesia) merupakan organiasi mahasiswa islam tertua dan terbesar di
Indonesia dan tercatat memiliki 156 cabang dan 14 Badko se-Indonesia . Hal tersebut menjadikan HMI memiliki
potensi besar dalam andil menjadi mitra kritis pemerintah dalam merawat demokrasi melalui nalar – nalar kritis
yang dicetuskan kadernya. Demokrasi yang sehat selalu diberangi dengan adanya interaksi aktif antara
pemerintah dan rakyatnya. Kritik dan protes – protes yang hadir menandakan hidupnya demokrasi dan tajamnya
nalar masyarakat tersebut. Namun, hasil survei yang telah usai dilakukan oleh IPI (Indonesian Public Institut)
dengan total responden sebanyak 1.200 mengungkpan 21,9 persen responden yang menyatakan sangat setuju
dengan pernyataan saat ini orang semakin takut menyatakan pendapat. Disi lain, Hedonisme, globalisme,
singularitas dan beragam nilai baru yang cenderung lebih pragmatis menghadapkan HMI dalam arus besar
perubahan yang tak terduga. Termasuk arus besar perubahan politik serta merosotnya kajian – kajian akademis
dan semakin maraknya paragidma bahwa idependensi HMI semakin memudar. Melihat hal tersbut maka perlu
adanya revitalisasi kritik kader melalui pengejahwantahan NDP (Nilai Dasar Perjuangan) untuk menjada marwa
independensi HMI secara etis maupun organisatoris. Tujuan utama dari karya ilmiah ini merupakan kajian ilmiah
mengenai pentingya revitalisasi pran kritik kader HMI dengan implementasi dipelbagai aspek stategis. Dengan
adanya kajian ini, diharapkan para kader dapar menyadari pentingnya peran kritik kader untuk mewarat
independensi HMI secara umum.

Kata Kunci : NDP, Revitalisasi, Kader, Kritik Konstuktif

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i

ABSTRAK.................................................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iv

DAFTAR TABEL.....................................................................................................................v

I. PENDAHULUAN..................................................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................................2

1.3 TUJUAN...........................................................................................................................2

1.4 MANFAAT PENELITIAN...............................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA & METODE................................................................................3

III. ANALISA DAN PEMBAHASAN.....................................................................................5

IV. PENUTUP...........................................................................................................................6

4.1 SIMPULAN......................................................................................................................6

4.2 SARAN.............................................................................................................................6

V. DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................7

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Era pasca-reformasi kebebasan berekspresi semakin dibuka lebar dengan didukung
oleh kemajuan teknologi dan regulasi -Undang – Undang No. 9 tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Demokrasi yang perlu dikontrol
oleh rakyat semkain terbuka lebar untuk dikritisi pelbagai kalangan masyarakat melalui kanal
- kanal media maupun aksi nyata. Pastisipasi pro-aktif masyarakat (civil society) dalam
mengontrol pemerintahan merupakan tanda demokrasi yang sehat. Adanya masyarakat sipil
smerupakan mitra kritis negara dalam proses pembangunan (Chandra Dinata:2016).

HMI (Himpinan Mahasiwa Indonesia) yang notabene memiliki 156 cabang dan 14
Badko se-Indonesia tentunya memiliki potensi besar untuk ikut adil dalam kontrol terhadap
pemerintah melalui kritik – kritik konstruktif kadernya menyikapi situasi politik yang ada.
Disisi lain, HMI dapat menjadi mitra kritis pemerintah dalam menelurkan kebijakan –
kebijakan yang kiranya tidak berpihak pada kepentingan masyarakat umum dengan
berpedoman pada Nilai Dasar Perjuangan(NDP) HMI.

Namun, pada kenyataanya peran HMI bila dilihat saat ini mulai memudar dari tahun
ketahun berbeda dengan masa kejayaanya dahulu. Kritik – kritik akademis semakin meredup
seiring bergesernya gaya hidup generasi milenial yang akibatnya partisipasi aktif kader
menjadi social control semakin berkurang. Nalar kritis kader kian tumpul terbukti dengan
minimnya kajian akademis yang dikeluarkan secara individu maupun kelembagaan oleh HMI
dalam beberapa dekade terakhir untuk menyikapi isu – isu populis maupun strategis di
Indonesia.

Disisi lain, peristiwa intervensi alumni HMI (KAHMI) kepada kadernya acapkali
terjadi seperti yang pernah dilakuakan oleh kanda Hamdan Zulfa selaku anggota Majelis
Nasional Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) untuk mengagalkan
Kongres Pengurus Besar HMI (PB HMI) dikota Palembang tahun 2020 yang ditengarai ada
unsur politis didalamnya. Mundur kebelakang lagi melansir dari sumber media mainstream
pada tahun 2014 saat sempat tejadi dualisme kepengurusan dalam tubuh PB HMI, tedapat
indikasi – indikasi adanya intervensi KAHMI kedalam internal PB HMI.  Hal itu
mengakibatkan citra HMI di masyarakat tidak lagi menjadi organisasi mahasiswa yang
bersifat independen. Masyarakat akan menilai ada pihak luar HMI yang ingin mengambil
peranan terlalu jauh terhadap organisasi itu.

1
Revitalisasi merupakan agenda peting yang harus digalakkan terhadap kritik kader
HMI untuk menyikapi isu – isu populis dan strategi tanpa meninggalkan NDP (Nilai Dasar
Perjuangan). Hal ini untuk mengembaikan marwah kritik kader HMI dalam merawat
pemerintahan yang bersih dan progresif dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Serta
Penghormatan terhadap anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) harus
dijunjung tinggi, termasuk bagi alumni yang simpati pada perjuangan HMI.

Oleh karena itu, menilai pentinya revitalisasi aset kritis kader yaitu melalui
pengejahwantahan NDP maka karya ilmiah ini dibuat dengan harapan bahwa para kader HMI
dapat menjaga dam mengembalikan marwah kritis seorang kader dalam hajat hidup
perpolitikan Indonesia tanpa tentensi apapun selain berpegang teguh pada kebenaran. Serta
agar terbetuk bangunan Indonesia sebagai “Negara Bangsa Modern” (Modern Nation State)
(Madjid:2019) melalui kritik – kritik konstruktif kader HMI.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan pada latar belakang diatas, maka rumusan
masalah pada karya ilmiah ini adalah bagaimana peran penting dan strategis kritik kader HMI
melalui pengejahwantahan NDP (Nilai Dasar Prjuangan) terhadap isu – isu populis dan
strategis sehingga dapat menjaga independensi etis maupun organisatoris HMI?

1.3 TUJUAN
Berdasatkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas, maka
karya ilmiah ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran menjaga independensi etis dan
organisatoris HMI dengan partisipasi pro-aktif kader HMI dalam bentuk kritik – kritik
konstruktif akademis untuk menyikapi isu – isu populis maupun stategis.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Manfaat yang diharapkan dari karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1. Menjadi bahan pembelajaran dalam menjaga sikap independensi HMI


2. Menambah wawasan tentang pentingnya peran kritik kader dalam menjaga
independensi HMI
3. Menjadi bahan pembanding untuk karya – karya yang serupa
4. Menjadi bahan kajian baru yang bisa dikembangkan menjadi program kerja dalam
meningkatkan efesiensi HMI dalam menjaga independensinya.

2
3
II. TINJAUAN PUSTAKA & METODE
Bagian ini akam menjelaskan mengenai langkah – langkah atau metode yang diambil
dalam melakukan pemecahan masalah yang diangkat berlandaskan pada tinjauan atau
referensi teori dari sumber pustaka terkait.

2.1 Tinjauan Pustaka

Setelah dilakukan studi literatur terkait hal – hal penunjang dalam pembahasan
permasalahan yang diangkat maka didapat beberapa bagian yang harus dipahami diantaranya :

Merujuk pada Tafsir HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), maka Sifat independensi
HMI tertera dalam BAB III pasal 6 angaran dasar, yaitu: HMI bersifat
independen. Independen terbagi dua yaitu: Independent etis (individu) tak boleh condong
atau terjun pada politik selama masih HMI dan Independent organisatoris tak boleh menjadi
pejuang salah satu partai politik.
Dalam rangka menjaluk tegaknya “prinsip – prinsip independensi HMI” maka
implementasi independensi HMI kepada anggota adalah sebagai berikut :
1. Anggota-anggota HMI terutama aktifitasnya dalam melaksanakan tugasnya harus
tunduk kepada ketentuan-ketentuan organisasi serta membawa program perjuangan
HMI. Oleh karena itu tidak diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan dengan
membawa organisasi atas kehendak pihak luar manapun juga.
2. Mereka tidak dibenarkan mengadakan komitmen-komitmen dengan bentuk apapun
dengan pihak luar HMI selain segala sesuatu yang telah diputuskan secara
organisatoris
3. Alumni HMI senantiasa diharapkan untuk aktif berjuang meneruskan dan
mengembangkan watak independensi etis dimanapun mereka berada dan berfungsi
sesuai dengan minat dan potensi dalam rangka membawa hakikat dan mission HMI.

Salah satu buku yang saya temui sebagai bahan bacaan yaitu HMI MPO, dalam
kemelut modernisasi politik di Indonesia, karya M.Rusli Karim. Buku ini pertama terbit tahun
1997, merupakan hasil penelitian tesis di Universitas Kebangsaan Malaysia, tentang HMI
yang diselesaikan tahun 1995. Terdiri dari 6 Bab yaitu : (1) Pendahuluan, (2) Agama,
Modernisasi dan Sekularisasi, (3) Aspirasi Politik Umat Islam Indonesia, (4) Peranan HMI
dalam Era Orde Baru, (5) HMI MPO dalam konstalasi arus modernisasi politik Indonesia,
(6) Kesimpulan.

4
Tesis ini membahas dinamika HMI, politik dan campur tangan pemerintah yang
mengakibatkan HMI terbagi dua. Dampak ini bersifat politis dan kaderkader HMI banyak
meluangkan waktunya dalam persoalan politik tanah air dan dualisme HMI. Namun dalam
tesis ini ada juga yang diungkap dinamika orientasi HMI dari politik kembali ke intelektual.
Penelitian ini tidak menyinggung persoalan kaderisasi HMI serta menguraikan HMI dalam
pandangan sejarah dan politik. Berbeda dengan penulis dalam tesis ini yang melihat
perkaderan HMI dalam upaya pembentukan karakter bangsa.

Teori Independensi

Independensi merupakan terjemahan kata independence yang berasal dari Bahasa


Inggris, yang artinya “dalam keadaan independen”, adapun arti kata independen bermakna
”tidak tergantung atau dikendalikan oleh (orang lain atau benda), tidak mendasarkan pada diri
pada orang lain, bertindak atau berpikir sesuai dengan kehendak hati, bebas dari pengendalian
orang lain, tidak dipengaruhi oleh orang lain. Menurut Halim (2008:46), independensi
merupakan suatu cerminan sikap dari seorang untuk tidak memilih pihak siapapun dalam
melakukan pilihan. Sikap mental independen tersebut harus meliputi Independence in fact dan
independence in appearance. Independensi dapat dibagi menjadi dua bagian yakni
independence in fact (independensi dalam kenyataan) dan independence in appearance
(independensi dalam penampilan).

Demikian terkait tinjauan yang pernah dilakukan namun belum mampu menjawab
kebutuhan HMI sebagai organisasi islam terbesar di Indonesia untuk dapat menjaga sikap
independensinya melalui sikap etis maupun organisatoris terkait.

2.2 Metodologi

Kuntowijoyo (1985) mengemukakan bahwa penggunaan metode adalah untuk


mencapai sesuatu tujuan penelitian, dengan perlu memperhatikan cara kerja yang akan
dilakukan (Kuntowijoyo, 1985:5).

Metode yang dilakukan untuk menghasilkan solusi terkait permasalahan yang diangkat
adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Dalam hal ini dilakukan pembacaan kembali terkait penelitian ataupun karya – karya ilmiah
bahkan buku – buku yang telah yang membahas mengenai independensi sebuah organisasi
berserta kadernya kemudian stategi – strategi dalam menjaga sikap independensi tersebut.

5
2. Observasi/Pengamatan

Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data dilapangan terkait


kondisi aktual dan fatual mengenai independensi HMI yang dipantau dari kegiatan dan/atau
agenda – agenda terlaksana maupun media – media resmi yang digunakan dalam aktivitas
organisasi serta interaksi dengan kader – kader HMI dicabang terkait

3. Diskusi/Wawancara

Dilakukan komunikasi interaktif dengan teman – teman kader dengan membahas


terkait pergolakan kritik – kritik kader HMI terdapat isu – isu yang ada serta memahami nalar
berpikir antar kader HMI dicabang terkait.

4. Analisis

Analisis dilakukan untuk mengolah data ataupun sumber informasi yang telah
didapatkan sebelumnya untuk selanjutnya didapatkan pemecahan masalah dan solusi terkait
persoalan yang diangkat diatas.

III. ANALISA DAN PEMBAHASAN


Bagian ini menjelaskan mengenai analisis permasalahan yang diangkat dan
menawarkan solusi – solusi yang bisa dicapai dengan mengkorelasikan teori – teori yang ada
dan/atau hasil observasi.
Bagian 1
1. NDP (Nilai Dasar Perjuangan)

Pengejahwantahan atau manifestasi nilai dasar perjuangan yang digunakan dalam analisis ini
terkait revitalisasi atau pembacaan kembali pentinya kritik kader HMI untuk mejaga marwah
independensi HMI sebagai berikut :

a. Dasar – Dasar Kepercayaan

Kader HMI melalui peran kritiknya yang vital harus berlandaskan kepercayaan haq
yang dianut. Pelbagai argumentasi dan esensi yang disampaikan tidak boleh lepas dari unsur
kepercayaan yang dipegang teguh sebagai kader. Salah satunya adalah Tentang Tuhan: surat
Al-Ikhlas (112: 1-4) menerangkan secara singkat; katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha
Esa. Dia itu adalah Tuhan. Kepercayaan itu akan melahirkan nilai – nilai yang menjadi tradisi
dianut. Dalam konteks modern Era Milenial kader HMI dituntut dapat menempatkan ktiriknya
dengan berlandaskan kelapangan dalam memikirkan kepercayaan, karena kontradiksi antar
6
individu akan terjadi dalam hal pemahaman kepercayaan. Percaya terhadap kebenaran itu
penting, namun menjadikan pendapat lain dengan anggapan salah hanya akan menimbulkan
perpecaha sehingga pragmatism nilai – nilai harus diubah menjadi rasionalime kondisi. Serta
kritik terikat pada kepentingan kebenaran dan obyektivitas, kejujuran dan keadilan tanpa
keberpihakan pada selain itu.

b. Dasar Tentang Kemanusiaan

Hakikat kader sebagai manusia yaitu dibagi atas hubungan dengan Tuhan, alam dan
manusia. Bila menelisik buku yang pernah ditulis oleh Habib Ali al-Jufri berjudul al-
Insaniyyah qabl at-Tadayyun (kemanusiaan sebelum keberagamaan). Intinya berisi
pemahaman bahwa agama dan kemanusiaan pasti sejalan, mengingat misi utama agama
adalah kemanusiaan itu sendiri. Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau
kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (51:56, 3:156). Kritik Kader
disampaikan demi kemaslahatan umat dan kemajuan bangsa. Tidak hanya itu, HMI adalah
contoh kongkret garda depan perjuangan umat Islam Indonesia di era kritis, ketika komunis
hendaak menguasai pemerintahan. John T. Sidel (1998) dalam buku bertajuk, Logics of
Circulation and Accumulation in the Demise of Indonesia’s New Order, terbitan Southeast
Asia Program Publications at Cornell University, menggambarkan bagaimana dimensi peran
HMI dalam proses perubahan masyarakat, negara, dan bangsa Indonesia.

c. Kemerdekaan Manusia (ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir)

Merdeka sebagai kader merupakan hal penting yang harus dipahami. Manifestasi
merdeka yaitu berdiri sendiri tanpa dijajah dan bebas dati tendensi serta tuntutan manapun
sehingga tidak ada keberpihakan kader terhadap atribut apapun. Disisilain bentuk kemuliaan
dan kelebihan manusia atas makhluk-makhluk lain, menurut sebagian para mufassirin (ahli
tafsir), adalah kecenderungannya untuk terbebas dari penindasan dan penjajahan (Lihat Tafsir
Bahrul Muhith 6/59). Dalam faktanya kemerdekaan tiap kader akan berbenturan dengan batas
– batas dari keder lain. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas
tersebut hadur karena ketetapan hukum – hukum yang berlaku. Hukum-hukum itu
mengakibatkan adanya "keharusan universal" atau "kepastian umum" dan “takdir” (57:22).
Kemerdekaan kader memberikan kesempatan kepada kita untuk dapat merealisasikan kritik
positif terhadap isu terkait dengan luwes sedangkan keharusan ataupun takdir yang hadir
adalah ketentuan diluar nalar ketentuan manusia.

d. Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan

7
Keyakinan Tauhid dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
majemuk di Indonesia, dengan melakukan dakwah amar ma‘ruf dan nahi munkar (Depag RI,
1982/1983; Nasution, 1985; Shihab, 2000; dan al-Habsyi, 2002). Impilkasi Tauhid dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pengertianya enjadi sangat penting. Cak
Nur, berpikir “beriman kepada Allah tidaklah menjadi sendirinya berarti ber-Tauhid”. Dengan
itu sangat mungkin orang Islam bahkan kader – kader HMI sadar secara historis tanpa
memutlakanya, sebagai perwujudan sdan pelaksanaan yang yata suatu nilai dalam tuntutan
zaman dan tempat. Kerterkaitan antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan manusia.

Segi kemanusiaan juga dapat didekati dari sudut pandang kenyataan bahwa agama
juga menguatkan fitrah yang diwahyukan maupun yang telah ada. Karena itu, sebagaimana
nilai – nilai kemanusiaan tidak mungkin bertentangan dengan nilai agama, demikia pula nilai
keagamaan mustahil berlawanan dengan nilai kemanusiaan. (baca Q 22:78).

Dalam hal ini menegeskan bahwa dalam prinsipnya, pertama, menegaskan adanya
kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini yang dikaruniai Allah kepada umat manusia
dengan batasan atau larangan yang harus dijaga. Kedua, menegakan bahwa manusia dilarang
“menciptakan” agama, termasuk sistem ibadah dan tata caranya, karena semua itu adalah hak
mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi menyampaikan agama itu kepada masyarakat.
Para kader perlu mengilhami hal ini dalam kaitanya bermasyarakat dan juga menjunjung
independensinya.

Kader HMI harus paham terhadap NDP ini karena diera Agaman dan Kemanusiaan
seperti tertulis dalam Islam : Doktrin & Politik, pertanyaan – pertanyaan terkait keimanan dan
tauhid akan mejadi bahan bahasan. Sikap penuh pertanyaan adalah sangat wajar, tetapi
jawaban atas pertanyaan serupa harus dipikirkan interpretasi dan konklusinya. Kta harus kuat
dalam mengeakkan tauhid disaat berkembang pesatnya paham “Marxisme”,
“Leninisme”,”Staliniseme”,”Maoisme” dan lainya.

e. Individu dan Masyarakat

Individu adalah segenap jiwa secara jasmani maupun rohani kader yang secara sadar
tau akan hak dan kewajibanya. Sedangkan masyarakat merupakan cakupan dari lingkungan
yang bersingggungan dengan kader. Pada hakikatnya manusia adalah mahkluk sosial (homo
socius) yang berarti perlu adanya peran timbal balik antar individu untuk membentuk
kolaborasi kontruktif. Dasar hidup gotong-royong ini ialah keistimewaan dan kecintaan
sesama manusia dalam pengakuan akan adanya persamaan dan kehormatan bagi setiap orang
(49:13, 49:10). Pada ranah peran kritik Kader maka diperlukan pertalian dan kerja sama kader
8
untuk dapat menghasilkan kajian yang ilmiah berdasar dari pelbagai bidang keilmuan kader
yang dapat dielaborasikan.

f. Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi

Gabungan serasi dan seimbang antara iman dan ilmu itulah yang diperlukan
masyarakat sepanjang masaa dan dimana pun ia berada. Pada dasarnya masyarakat dengan
masing-masing pribadi yang ada didalamnya haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri
(Hadist: “kullukum raain wakullukum mas uulun ‘an raiyyatih” -Bukhari & Muslim). Seorang
harus kembali pada marwa sosialnya yaitu menjunjung keadilan atau tidak menggulkan hawa
nafsu dalam bermasyarakat. Hal ini akan selaras kedepanya untuk menjunjung keadilan dalam
hal ekomoni untuk melawan kapitalisme yang hanya menguntunggan sebagian golongan.
Gebrakan dan gerakan kader HMI dapat dilihat bila kita dapat menghadirkan kegiatan sosial-
ekonomi seperti dalam bentuk garda pangan untuk saling bersinergi memenuhi kebutuhan
ekonomi masyarakat kecil dan kurang mampu. Kader juga harus mendalami bahwa marwa
harta hanyalah sebatas titipan dan harus digunakan untuk kepentingan yang bermanfaat
(maslahah) bagi umum.

Keadilan sosial ini akan mesakin mantap melihat latar sosial-budaya Indoensia yang
kaya akan berbedaan. Faktor – faktor historis pun dari zaman – zaman kerajaan akan menjadi
pembelajaran yang epic untuk bertindak sesuai kebenaran demi keadilan.

g. Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan


Berbagai ajaran Kalimat dari Tuhan itu adalah untuk melengkapi manusia agar ilmu
pengetahuanya yang menjadikannya tidak tersesat. Makanya, Agama sebenarnya tetap
bersifat kemanusiaan, karena tujuannya menuntun manusia menuju kebahagiaan.
Kemanusiaan itu diwujudkan justru dengan tidak membatasi tujuan hidup manusia hanya
kepada nilai – nilai sementara (al – dunya) dalam hidup di alam terrestrial ini, namun hingga
menembus akhirat (Q 16:60). Sehingga secara fitrah itu menjadi pangkal watak alamiyah
untuk mencari dan memihal kepada yang baik dan hanif (benar). Kedua hal diatas yaitu
kemanusiaan dan ilmu pengetahuan tidak bias dipisahkan karena sangat penting perananya
dalam memahami isu – isu Era Globalisasi yang didominasi oleh barat yang segala paham
mudah berkembang saat ini.

2. Kritik Konstuktif

Sifat dan wataknya yang kritis, mahasiswa dan golongan terdidik berperan sebagai
moral force, yang senantiasa melaksanakan fungsi social control. Atas pandangan itu, maka
9
mahasiswa mesti merupakan kelompok yang tidak terikat pada kepentingan apapun, kecuali
kepentingan kebenaran dan objektivitas demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat
(Martha et al., 1984; Roilion, 1989; Nasri, 1995; dan PB HMI, 1997). Kritik ini juga berperan
pada Zaman Modern saat ini, bukan hanya mengenai isu – isu nasional akan tetapi lebih
kearah fundamental yaitu gagasan – gagasan agama yang mudah berkembang. Seperti
bagaimana kita bisa menkritik anggapan Aliran Marxisme yang dipandang sebagai padanan
agama (religion eguivalent) atau agama pengganti. Kritisi terhadap Marxisme yang bersifat
dogmatis dan tertutup dalam komunisme, yang hal ini akan semakin menyesatkan manusia
dalam memaknai hidup bahkan secara ilmiah.

3. Partisipasi Pro-Aktif Kader HMI

HMI berperan dan berpartisipasi aktif, konstruktif, pro-aktif, inklusif, dan integratif,
bersama-sama dengan pemerintah Republik Indonesia serta seluruh kekuatan bangsa, guna
meningkatkan harkat dan martabat serta peradaban bangsa Indonesia dalam bidang kehidupan
beragama, pendidikan, ekonomi, kebudayaan, sosial, politik, kemasyarakatan, dan dimensi
kehidupan lainnya; serta berusaha agar mampu hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa
lain di dunia untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
(Undang-Undang Dasar) 1945, yang diridhoi Allah SWT (Subhanahu Wa-Ta’ala), menuju
Indonesia baru di masa depan (PB HMI, 2002; dan Azis, 2016).

4. Wajah Independensi HMI

Independensi HMI adalah harga kehormatan yang tak bisa ditawar dan tak bisa
dicederai oleh siapapun. Imunitas kultural dan ideologis HMI pasti akan menolak dan
melawan setiap upaya mencederai dan apalagi mereduksi independensi (yang sekaligus
bermakna mencederai integritas) HMI sebagai organisasi kader. Independensi HMI dan
pemikirannya dapat menempatkan diri pada posisi yang tepat, di tengah-tengah masyarakat
Indonesia yang pluralistik (Sitompul, 1986; dan PB HMI, 2013).

Kekuatan moral politik HMI dalam tinjauan teoritis juga mesti mendorong hadirnya
komunikasi politik yang terbuka sebagai syarat hadirnya masyarakat madani (civil society)
sebagaimana Gramsci seorang pemikir kiri pernah mengatakan syarat bagi terbentuknya
masyarakat madani (civil society) ada dua, yaitu : Pertama, sangat tergantung pada
tersedianya atau tidaknya sebuah ruang atau pentas bagi pertarungan ide, gagasan, atau
ideologi. Karenaya, problematika demokrasi dan masyarakat madani tidak bisa dipisahkan
dalam kaitanya komunikasi politik. Kedua, prasyarat bagi kehidupan masyarakat madani
(civil society) adalah lenyapnya feodalisem sebagai ideologi tunggal. Sebaliknya, feodalisme
10
akan terkikis dengan sendirinya bila daya kritis dan kreatif masyarakat dibuka. Untuk
membuka semuanya itu, perlu diciptakan suatu “medan komunikasi terbuka” termasuk
didalamnya komunikasi politik. Dari situ, kader HMI bisa hadir menjadi pelopor gerakan –
gerakan mendorong terciptanya masyarakat madani.

Tantangan HMI

Dalam merealisasikan politik moralnya tidak dapat dipungkiri bahwwa HMI selalu
mendapat tantangan dan problem sepanjang perjalananya. Hal itu dapat terjadi karena
pragmatisme politik dan idealisme. Dalam menjaga nilai – nilai independensinya, maka
pengaderan HMI mestri berorientasikan tetap pada tiga nilai utamanya :

Pertama, nilai – nilai keislaman mesti menjadi bagian tidak terpisahkan HMI. Dengan
nilai – nilai keislaman yang inklusif HMI mampu menghadirkan semangat positif dan
menjaga kondisi kondusif di masyarakat Indonesia yang semakin kesini semakin sering
diterpa isu – isu penistaan agaman dan pluralism. Oleh karenanya, penting bagi kritik kader
HMI selalu hadir dalam suasana tersebut demi menyelesaikan problem – problem keumatan.

Kedua, nilai – nilai ke-Indonesia merupakan bagian penting untuk menjadi orientasi
dalam setiap tingkat pengkaderan yang dihadirkan HMI. Semangat ini merupakan wujud dari
politik moral HMI yang benar – benar menjunjung Indonesia sebagai negeri yang baik. Agar
kader – kader HMI mampu hadir sebagai pelopor – pelopor dalam menjaga negeri yang subur
Makmur, gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo yang dirihai Tuhan.

Ketiga, nilai – nilai intelektualan harus hadir dalam setiap kader HMI meneggakkan
kakinya, artinya dalam setiap pengakaderan harus dibalut dengan semangat intelektual yang
ilmiah. Pengembangan visi intelektual akan menjadi modal HMI dalam mengembangkan
sebagai kampus kehidupan yang nyata bagi seluruh mahasiswa di Indonesia.

Dalam mengembangkan semangat intelektualitas diperlukan langkah – langkah taktis


diataranya: Menjungjung budaya mendegarkan dan menghormati pendapat lawan bicara,
menjaga budaya berdialog (tabayyun), berdiskusi dan berdebat dengan baik secara formal
maupun informal sesame kader ataupaun lawan bicara. Sehingga, kedepanya kritik kader HMI
mampu hadir sebagai jawaban atas solusi yang sedang dan akan hadir dimayarakat Indonesia,
sema – mata demi kemajuan dan kesejahteraan Umat.

5. Kontestasi Politik dan Peran HMI

11
HMI (Himpinan Mahasiswa Islam) dalam kegiatanya tidak bisa jauh dengan yang
namanya singgungan kepentingan politik etis ataupun pragmatis. Apalagi ketika terjadi
kontestasi politik menjelang tahun politik nasioanal.

Prinsip tegas HMI dalam menjalankan prinsip organisasinya untuk menjaga marwah
independensi adalah tanpa keberpihakan pada apapun kecuali Kebenaran. Adapun sanksi
kader HMI yang terlibat aktif dalam aktivitas politik, baik itu sebagai timses maupun
simpatisan ada sanksi yang menanti mereka yaitu pada bagian VII pasal 9 ayat 1,2 dan 3 Art
HMI tentang sanksi anggota yaitu sanksi administratif, skorsing sampai sanksi pemecatan
sebagai anggota HMI.

Tahun lalu dan sering kali saat konstelasi politik berlangusng di tanah air, HMI selalu
berada dalam pusaran perdebatan yang mengemuka: formalisasi negara Islam (formalist
Islamic state). Kondisi ini sempat menguat terutama akibat munculnya "politik identitas" di
dalam kampanye-kampanye Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 mendatang. Pilkada 2020, HMI
muncul sebagai katalis kritis yang hadir ditengah – tengah masyarakat. Kondisi Pandemi saat
ini menimbulkan dinamika dan perpektif mengenai Pilkada yang terus dituntut untuk
dilaksanakan (9 Des 2020). Hal ini diprotes oleh kebanyakan kader HMI agar Pilkada ditunda
terlebih dahulu dan pemerintah dapat focus menyelesaikan masalah kesehatan terkait Covid-
19. Hal ini dicerminkan dengan PB HMI yang mengirim surat kepada komisi II Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU RI). Kondisi tersebut,
sebagai salah satu indikasi bahwa HMI tetap mendukung indepensinya dalam wajah politik
serta mendukung kebaikan – kebaikan yang mensejarterakan umat (rakyat) Indonesia.

Bentuk lain yang mampu ditunjukkan para kader HMI sebagai wajah representasi
sikap independesi HMI, dapat turut mengawal dengan baik dan kritis terkait segala hal yang
menyangkut mengenai Pemilu ataupun Pilkada 2020 dari hulu hingga hilir.

Bagian 2

Konstuksi positif dari hal yang telah dimanifestasikan diatas dapat menjadi jalan untuk
dilakukan sebuah tindakan program revitalisasi sebagai solusi konkrit untuk menciptakan dan
menjaga nilai – nilai independensi HMI sebagai organisasi mahasiwa.

1. Kajian Strategis Akademis

Dalam rangka menempatkan kembali kritik – kritik kader HMI sebagai penyambung
lidah rakyat agar didengar pemerintah, kajian – kajian berbasis akademis perlu digalakkan
12
dipelbagai sektor. Perlunya pola pengkajian dan strategi pencerdasan melalui kajian yang
telah dibentuk merupakan langkah lanjutan yang bisa ditetepkan. Tema – tema besar seperti
maalah ketimbangan ekonomi kemudian persoalan psikologis serta menimbang – nimbnag
potensi Indonesia untuk beberapa tahun kedepan dapat menjadi senjata HMI menunjukkan
wajah pro-aktif dan kosntruktifmya. Nilai kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan (NDP : 7)
harus tercermin dalam setiap kajian yang dibuat, pendalaman keduanya pun penting untuk
rekonsiliasi dalam kajian.

Kajian kritis pun harus selalu disertai fakta – fakta nyata yang mampu memberikan
alasan argumentatife konstruktif. Serta menunjukkan muatan didalamnya memiliki nilai -
nilai yang menunjukkan bahwa Islam adalah agama kemanusiaan terbuka (open humanism)
dan agama terbuka (open religion) dan dapat menjadi agama manusia modern.

2. Forum Pemuda Kader

Forum penajaman nalar untuk terus meningkatkan pemikiran kritis dari kader
perempuan maupun laki - laki yang masih aktif dengan goal yang tertata serta selaras dengan
mission HMI.

Penting dalam forum ini untuk menasukkan ajaran dan nilai – nilai islam ke dalam
konteks ke Indonesiaan dengan konsep “Integrasi” yaitu :

a. Integrasi Islam dan Kemanusiaan


b. Integrasi Islam dan Politik
c. Integrasi Islam dan Kemoderenan
d. Integrasi Islam dan Keindonesiaan

Hal diatas penting untuk digali lebih dalam agar ceerminan ajaran islam tidak hanya
bersifat normatif, dalam artian tidak harus menurun pada ajaran seharusnya, akan tetapi juga
dikairkan dengan segi – segi peradaban islam, sebagai bukti historis perwujudan norma –
norma dalam ajaran Islam. Disisi lain, cakrawala keilmuan antar kader semakin meluas dan
sikap menghargai pendirian orang lain dapat terbentuk (independensi) karena suatu
pandangan yang menjadi syarat pertama dan utama persaudaraan berdasar iman (uhkhuwah
Islamiyah).

3. Great Plan To Build Up

Penyiapan kader berjenjang dengan rentang waktu berbeda dibutuhkan untuk terus
menyambung nafas gerak HMI dipelbagai ranah sosial-politk dan kemanusiaan. Perencanaan ini bisa

13
dibuat mejadi jangka pendek, jangka panjang, jangka menengah serta dapat dielaborasikan dengan
konsep VUCA.

Kader HMI juga harus menunjukkan bahwa Islam mampu menjawab tantangan, terutama
dikampus – kampus saat ini yang sering tersebar harakah (gerakan) yang radikal dan separatis.

Kader Menjawab Tantangan :

a. Tantangan yang paling besar saat ini adalah maraknya perkembangan arus harakah (gerakan)
tradisional konservatif yang mulai menjalar ke Indonesia dan sangat mudah berkembang
diwilayah kampus. Maraknya terror yang berlandaskan agama “islam” menjadi tantangan
tamabhan. Oleh karena, itu kader HMI harus hadir sebagai representasi islam yang baik. HMI
yang inklusif mendapat tantangan dari gerakan – gerakan akar rumput yang eksklusif
(menutup diri dari upaya ijtihad).
b. Budaya Milenial hijrah dengan tolok ukur kearab – araban “arab minded” mulai merebak
seperti jamur dikala hujan/ Atribut – atribut berbau timur tengah mulai muncul. Kader HMI
harus hadir dan membawa semangat Islam keindonesiaan dilingkunganya.
c. Maraknya kelompok literalis islam sebagai efek dari momentum kontelasi politik harus
disikapi dengan serius. Demi menjaga persatuan dan kesatuan.

Iman, Ilmu dan Aamal menjadi nilai – nilai penting kedepanya di era teknologi saat ini bagi
kader – kader HMI. Nabi bersabda : “Barang siapa bertambah ilmunya namun tidak bertambah
hidayahnya, makai a tidak bertambah apa – apa kecuali semakin jauh saja dari Allah.”. Halangan
kemajuan terhadap ide pertumbuhan dan perkembangan yang harus dihadapi kader – kader HMI
adalah sikap – sikap serbamutlak (absolutistic) akibat adanya keyakinan diri sendiri telah “sampai”
dan mencapai kebenaran mutlak, suatu pengertian yang sesungguhnya mengandung pertententangan
(contradiction in term).

IV. PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Revitalisasi peran kritik kader HMI melalui manifestasi kembali nilai – nilai NDP
perlu digalakkan dan dilakukan segera, melihat perkembangan zaman Society 5.0 telah
merubah kultur budaya kepemimpinan secara sistemis maupun ideologis. Kritik – kritik kader
dapat diolah menjadi kadian akademis untuk menjaga marwah indepenensi HMI yang tidak
bisa ditawar. Kade – kader harus mampu mengejahwantahkan NDP sesuai kontekstual dan
rasionalitas saat ini.
14
4.2 SARAN
Untuk kesempurnaan dan luaran dari karya ini penulis menyarakan beberapa langkah
stategis lanjutan sebagai berikut :

1. Perlunya perluasan pembahasan terkait revitalisasi peran kritik kader yang dapat
dihugungkan dengan ideologi – ideologi populis.
2. Pengejahwantahan NDP (Nilai Dasar Perjuangan) dapat disesuaikan dengan
perkembanga zaman secara lebih luas.

15
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Abdul Aziz SR, et al., Menggugat Negara: Dialektika Ekonomi Politik, Hukum, dan
Civil Society, (Malang: Intrans Publishing, 2016), h. 35.
[2] Syamsuddin Radjab, Adie R H, et al, GMNI dan HMI dalam Politik Kekuasaaan,
(Jakarta: Nagamedia Publishing, 2014).
[3] Modul LK 1 Elektro SN
[4] HMI MPO, dalam kemelut modernisasi politik di Indonesia, karya M.Rusli Karim.
Buku ini pertama terbit tahun 1997.
[5] Menyatu dengan Umat, Menyatu dengan Bangsa: pemikiran KeIslaman-
KeIndonesiaan HMI (1947-1997)”. Penulis: Agussalim Sitompul. Buku ini pertama
diterbitkan tahun 2002.
[6] HMI dan Rekayasa Asas Tunggal Pancasila, karya Hasanuddin M. Saleh. Buku ini
pertama terbit tahun 1996, merupakan hasil penelitian tesis pada program studi Ilmu
Politik Universitas Gadjah Mada, yang berjudul “Dinamika HMI dalam Isu Asas Tunggal
Pancasila
[7] Buku Islam : Doktrin dan Peradaban oleh Nurcholish Madjid
[8] buku Api Islam oleh Nurcolis Madjid
[9] Buku Islam Menjawab Tantangan oleh Tempo Publishing

16

Anda mungkin juga menyukai