Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

SPACE OCCUPYING LESION INTRACRANIAL

Disusun oleh:
Maureen Grace Rotua, S.Ked 04054821618131
M. Rezi Rahmanda, S.Ked 04084821618194

Pembimbing:
dr. H.A.R Toyo, Sp.S(K)

DEPARTEMEN NEUROLOGI
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

SPACE OCCUPYING LESION INTRACRANIAL

Oleh:
Maureen Grace Rotua, S.Ked 04054821618131
M. Rezi Rahmanda, S.Ked 04084821618194

Pembimbing:
dr. H.A.R Toyo, Sp.S(K)

Telah diterima sebagai syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik periode 17


Oktober – 21 November 2016 di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, Oktober 2016

dr. H.A.R Toyo, Sp.S(K)

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Space Occupying Lesion Intracranial”.
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) Departemen Neurologi RSMH Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
H.A.R Toyo, Sp.S(K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari seluruh pihak agar laporan kasus ini menjadi lebih baik dan dapat
dipertanggungjawabkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan pengetahuan bagi penulis dan pembaca.

Palembang, Oktober 2016

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... 1


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... 2
KATA PENGANTAR .................................................................................... 3
DAFTAR ISI .................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 5
BAB II STATUS PASIEN............................................................................ 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 24
BAB IV ANALISA KASUS ......................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 42

4
BAB I
PENDAHULUAN

SOL atau Space Occupying Lesion merupakan tumor yang jinak atau ganas
baik bersifat primer atau sekunder, yang merupakan massa inflamatorik maupun
parasitik yang berlokasi pada rongga kranium. SOL dapat berupa hematoma, berbagai
jenis kista dan malformasi vaskuler. Neoplasma sistem saraf pusat ini umumnya
menyebabkan suatu evaluasi progresif disfungsi neurologis. Gejala yang disebabkan
tumor yang pertumbuhannya lambat akan memberikan gejala yang perlahan
munculnya, sedangkan tumor yang terletak pada posisi yang vital akan memberikan
gejala yang muncul dengan cepat.
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal
secara cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus
berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi
gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan
intrakranial).2
Saat ini, tiap tahun diperkirakan terdapat 540.000 kematian akibat kanker di
Amerika Serikat. Dimana sejumlah pasien yang meninggal akibat tumor otak primer
secara komparatif lebih kecil (sekitar 18.000, setengah dari keganasan glioma) tetapi
secara kasar 130.000 pasien lain meninggal akibat metastase. Sekitar 25% pasien
dengan kanker otak dan yang melapisinya terkena neoplasma dan kadang-kadang
merupakan perjalanan penyakitnya. Sejumlah kasus kematian pada penyakit
intrakranial selain tumor otak adalah akibat stroke. Secara berlawanan, pada anak-
anak, tumor otak primer tersering diakibatkan oleh tumor padat dan menggambarkan
22% dari seluruh neoplasma pada masa anak-anak, peringkat kedua adalah leukemia.
Pada perspektif lain, di Amerika Serikat insiden tumor otak pertahun adalah 46 per
100.000 dan 15 per 100.000 dari tumor otak primer.1

5
Berdasarkan asal tumornya, tumor atau neoplasma susunan saraf pusat ini
dapat dibedakan menjadi tumor primer dan tumor sekunder atau metastatik. Tumor
primer adalah tumor yang bisa timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan
selaput myelin. Sedangkan tumor sekunder adalah suatu metastasis dari tumor primer
yang berada di luar susunan saraf pusat, bisa berasal dari mammae, paru-paru, ginjal,
tiroid, prostat, ataupun traktus digestivus. Tumor ini mampu masuk ke ruang
tengkorak secara terus menerus yang akan melalui foramina basis kranii.2
Oleh karena tumor otak secara histologik dapat menduduki tempat yang vital
sehingga menimbulkan kematian dalam waktu singkat. Penegakan diagnosis penyakit
ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan
pendekatan multidisiplin kedokteran. Oleh karena itu laporan kasus ini akan
membahas mengenai kasus dari SOL intrakranial ini.

6
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. K bin B
Tanggal Lahir : 1 Juli 2981
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sukamulya, Kab. Musi Banyuasin
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Tanggal MRS : 18 Oktober 2016
No. RM/Register : 975619/RI16028395

II. ANAMNESIS (Alloanamnesa 18 Oktober 2016)


Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami penurunan
kesadaran yang terjadi secara perlahan-lahan.
Sejak 3 hari SMRS, penderita mengalami penurunan kesadaran yang terjadi
secara perlahan-lahan awalnya berupa mengantuk dan masih dapat dibangunkan
sampai akhirnya menjadi sulit dibangunkan. Saat serangan, nyeri kepala ada, muntah
menyemprot yang tidak didahului rasa mual ada. Mulut mengot tidak ada, bicara pelo
belum dapat dinilai, gangguan sensibilitas belum dapat dinilai, gangguan komunikatif
belum dapat dinilai. Sejak 1 tahun lalu, penderita mengeluh nyeri kepala yang makin
lama makin memberat, nyeri intensitas sedang berat, di seluruh kepala, nyeri
memberat di pagi hari, tidak dipengaruhi oleh batuk atau mengedan, nyeri berkurang
dengan obat nyeri.
Riwayat penyakit darah tinggi ada, kencing manis tidak ada, demam ada,
nyeri kepala ada sejak 1 tahun yang lalu, pada awalnya hilang dengan minum 1 pil

7
obat warung dan dapat beraktivitas, namun lama-kelamaan nyeri kepala tidak hilang
saat diberi obat. Riwayat benjolan atau keganasan tidak ada, riwayat penurunan berat
badan drastis tidak ada, riwayat sesak nafas tidak ada, riwayat batuk lama tidak ada,
riwayat konsumsi NAPZA tidak ada, riwayat seks bebas tidak ada, riwayat minum
alkohol tidak ada, riwayat mengkonsumsi pil KB dan juga suntik KB ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

8
STATUS PRESENS
Status Internus
Kesadaran : Somnolen, GCS = 9 (E2M5V2)
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Suhu Badan : 36,8º C
Pernapasan : 18 kali/menit
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 158 cm
IMT : 24,1 kg/m2
Jantung : HR = 92 kali/menit, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), BU (+) normal
Anggota Gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema pretibia (-/-)
Genitalia : Tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
Sikap : tidak kooperatif Ekspresi Muka : tidak ada
Perhatian : tidak ada Kontak Psikik : tidak ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normocephali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada kelainan

9
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada kelainan

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Anosmia belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Hyposmia belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Parosmia belum dapat dinilai belum dapat dinilai

N.Opticus Kanan Kiri

Visus belum dapat dinilai belum dapat dinilai


- Anopsia belum dapat dinilai belum dapat dinilai
- Hemianopsia belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Fundus Oculi
- Papil edema tidak dilakukan tidak dilakukan
- Papil atrofi tidak dilakukan tidak dilakukan
- Perdarahan retina tidak dilakukan tidak dilakukan

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Celah mata belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Ptosis belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Sikap bola mata

10
- Strabismus belum dapat dinilai belum dapat dinilai
- Exophtalmus belum dapat dinilai belum dapat dinilai
- Enophtalmus belum dapat dinilai belum dapat dinilai
- Deviation conjugae belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Gerakan bola mata
Pupil
- Bentuk bulat bulat
- Diameter Ø 3 mm Ø 6 mm
- Isokori/anisokor anisokor anisokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung ada menurun
- Akomodasi ada menurun

N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit belum dapat dinilai belum dapat dinilai
- Trismus belum dapat dinilai belum dapat dinilai
- Refleks kornea belum dapat dinilai belum dapat dinilai

Sensorik
- Dahi belum dapat dinilai belum dapat
dinilai
- Pipi belum dapat dinilai belum dapat
dinilai
- Dagu belum dapat dinilai belum dapat
dinilai

11
N.Facialis Kanan Kiri
Motorik
Mengerutkan dahi belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Menutup mata belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Menunjukkan gigi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Lipatan nasolabialis tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Bentuk Muka
- Istirahat simetris
- Berbicara/bersiul belum dapat dinilai
Sensorik
2/3 depan lidah belum dapat dinilai
Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
- Chovstek’s sign tidak ada kelainan

N. Statoacusticus
N. Cochlearis Kanan Kiri
- Suara bisikan tidak dilakukan tidak dilakukan
- Detik arloji tidak dilakukan tidak
dilakukan
- Tes Weber tidak dilakukan tidak
dilakukan
- Tes Rinne tidak dilakukan tidak
dilakukan

N. Vestibularis
- Nistagmus belum dapat dinilai belum dapat dinilai

12
- Vertigo belum dapat dinilai belum dapat dinilai

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan Kiri
Arcus pharingeus belum dapat dinilai
Uvula belum dapat dinilai
Gangguan menelan belum dapat dinilai
Suara serak/sengau belum dapat dinilai
Denyut jantung normal
Refleks
Muntah belum dapat dinilai
Batuk belum dapat dinilai
- Okulokardiak belum dapat dinilai
- Sinus karotikus belum dapat dinilai
Sensorik
- 1/3 belakang lidah belum dapat dinilai

N. Accessorius Kanan Kiri


- Mengangkat bahu belum dapat dinilai belum dapat
dinilai
- Memutar kepala belum dapat dinilai belum dapat
dinilai

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Deviasi lidah belum dapat dinilai
Fasikulasi belum dapat dinilai
Atrofi papil belum dapat dinilai

13
Disartria belum dapat dinilai

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan lateralisasi (-) lateralisasi (-)
Kekuatan lateralisasi (-) lateralisasi (-)
Tonus meningkat meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps meningkat meningkat
- Triceps meningkat meningkat
- Radius meningkat meningkat
- Ulna meningkat meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner tidak ada
- Leri tidak ada
- Meyer tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Kekuatan belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Tonus meningkat meningkat
Klonus
- Paha tidak ada tidak ada
- Kaki tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR meningkat meningkat
- APR meningkat meningkat
Refleks patologis
- Babinsky ada ada

14
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
Refleks kulit perut
- Atas tidak ada
- Tengah tidak ada
- Bawah tidak ada
Refleks cremaster tidak dilakukan

SENSORIK
Belum dapat dinilai

FUNGSI VEGETATIF

15
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk tidak ada tidak ada
Kernig tidak ada tidak ada
Lasseque tidak ada tidak ada
Brudzinsky
- Neck tidak ada
- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN

16
Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : belum dapat dinilai Romberg : belum dapat dinilai

Hemiplegic : belum dapat dinilai Dysmetri : belum dapat dinilai

Scissor : belum dapat dinilai - jari-jari : belum dapat dinilai

Propulsion : belum dapat dinilai - jari hidung : belum dapat dinilai

Histeric : belum dapat dinilai - tumit-tumit : belum dapat dinilai

Limping : belum dapat dinilai Rebound phenomen:belum dapat dinilai

Steppage : belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis: belum dapat dinilai

Astasia-Abasia: belum dapat dinilai Trunk Ataxia : belum dapat dinilai

Limb Ataxia : belum dapat dinilai

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : belum dapat dinilai
Afasia sensorik : belum dapat dinilai
Apraksia : belum dapat dinilai
Agrafia : belum dapat dinilai
Alexia : belum dapat dinilai
Afasia nominal : belum dapat dinilai

17
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 18 Oktober 2016:

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hematologi
Hemoglobin 13,4 g/dL 12,6-17,4 g/dL
Eritrosit 4,96 106/mm3 4,4-6,3 106/mm3
Leukosit 9,4 103/mm3 4,73-10,89 103/mm3
Hematokrit 42 % 41-51 %
Trombosit 270 103/µL 170-396 103/µL
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0% 0-1 %
Eosinofil 4% 1-6 %
Neutrofil 58 % 50-70 %
Limfosit 28 % 20-40 %
Monosit 7% 2-8 %
Ginjal
Ureum 38 mg/dL 16,6-48,5 mg/dL
Kreatinin 0,7 mg/dL 0,5-0,9 mg/dL
Elektrolit
Kalsium (Ca) 9,4 mg/dL 8,4-9,7 mg/dL
Fosfor (P) 4,5 mg/L 2,5-5,0 mg/dL
Magnesium (Mg) 1,9 mEq/L 1,4-2,1 mEq/L
Natrium (Na) 148 mEq/L 135-155 mEq/L
Kalium (K) 3,6 mEq/L 3,5-5,5 mEq/L

18
Klorida (Cl) 105 mmol/L 96-106 mmol/L

Faal Hemostasis
Waktu protrombin (PT)
Kontrol 14,10 detik
Penderita 13,2 detik 12-18 detik
INR 1,02
APTT
Kontrol 31,3 detik
Penderita 23,2 detik 27-42 detik
Fibrinogen
Kontrol 290 mg/dL
Penderita 481 mg/dL 200 – 400 mg/dL
D-dimer 0,82 µg/mL <0,5 µg/mL
Kimia Klinik
LDH 539 mg/dl 240-480 U/L
Lemak
Kolesterol total 181 mg/dl <200 mg/dl
Kolesterol HDL 35 mg/dl >55 mg/dl
Kolesterol LDL 133 mg/dl <100 mg/dl
Trigliserida 79 mg/dl <150 mg/dl

19
CT Scan Kepala : 18/10/2016

20
21
Kesan
 Massa intraaksial temporal kiri yang menyebabkan edema serebri, herniasi
subfalcine dan transtentorial

Rontgen Thorax: 18/10/2016

Kesimpulan:
- Insprasi kurang
- Jantung kesan membesar

22
- Aorta baik. Mediastinum superior tidak melebar
- Trakea di tengah
- Hilus kanan kiri tidak menebal
- Corakan bronkovaskular kedua paru normal
- Tidak tampak infiltrat maupun nodul di kedua paru
- Diafragma licin. Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
- Tulang-tulang dan jaringan dinding dada baik
Kesan:
- Suspek kardiomegali

V. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Obs penurunan kesadaran

Hemiparese duplex tipe spastik

Diagnosis Topik : Frontotemporo parietal sinistra

Diagnosis Etiologi : Sol Intrakranial

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Meningioma
2. GBM

VII. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis:

- Bed rest
- Elevasi kepala 30o
- Oksigen 3L nasal kanul
- Mobilisasi pasif
- R/ MRI kepala kontras

23
Farmakologis:

- IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit


- Inj. Dexamethasone 3x10 mg IV
- Inj. Omeprazole 1x40 mg IV
- Neurodex 1x1 tab PO

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia

24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab
yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark,
abses otak dan tumor intracranial. Karena cranium merupakan tempat yang kaku
dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan
intracranial.1

3.2 Epidemiologi
Saat ini, tiap tahun diperkirakan terdapat 540.000 kematian akibat kanker di
Amerika Serikat. Dimana sejumlah pasien yang meninggal akibat tumor otak primer
secara komparatif lebih kecil (sekitar 18.000, setengah dari keganasan glioma) tetapi
secara kasar 130.000 pasien lain meninggal akibat metastase.2
Di Indonesia belum didapatkan data terperinci yang berkaitan dengan hal ini,
namun dari data Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta dijumpai frekuensi tumor otak
sebanyak 200-250 kasus/tahun yang dimana 10% darinya adalah lesi metastasis.
Insidens tumor otak primer bervariasi sehubungan dengan kelompok umur
penderita.3,4
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,75%) dibanding
perempuan (39,25%) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai 60 tahun (31,85%).
Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2%), sedangkan tumor-tumor
lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum,
brainstem, cerebellopontine angle dan multiple.4

3.3 Etiologi

25
Beberapa faktor-faktor ini dianggap sebagai suatu etiologi dari tumor otak
ini sebagai berikut 5 :
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber
yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan
faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada
bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor herediter yang
kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi
ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh,
menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal
itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Radiasi ionik adalah faktor resiko paling tegas yang telah ditemukan pada
neoplasma glial dan meningeal. Iradiasi pada kranium, bahkan pada dosis
rendah, dapat meningkatkan insiden meningioma oleh satu faktor dari sepuluh
dan insiden tumor glial oleh satu faktor dari 3 sampai 7, dengan masa laten 10
tahun atau lebih dari 20 tahun setelah paparan.
Terdapat kesepakatan yang wajar dari resiko kuat peningkatan tumor
intrakranial yang terjadi setelah terapi radiasi ionik. Bahkan dengan dosis
yang realtif rendah yang digunakan untuk terapi ringworm pada scalp (tinea
kapitis) yang rata-rata 1,5 Gy, relatif beresiko 18, 10,dan 3 telah diobservasi
untuk tumor selubung saraf, meningioma, dan glioma.
4. Virus

26
Beberapa tipe virus (termasuk retrovirus, papovirus, dan adenovirus) telah
menunjukkan sebagai penyebab tumor otak secara eksperimental pada studi
pada hewan. Agen infeksius lainnya yang sudah diteliti berhubungan dengan
tumor adalah Toxoplasma gondii, yang telah dilaporkan dapat menyebabkan
glioma pada hewan percobaan.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Senyawa N-nitroso telah diidentifikasi sebagai neurokarsinogen pada
penelitian eksperimental hewan. Senyawa ini dapat menginisiasi
neurokarsinogenesis baik paparan prenatal maupun postnatal. Sekitar setengah
dari paparan senyawa ini pada manusia berasal dari sumber endogen, yang
muncul dari sistem pencernaan ketika senyawa amino (seperti dari ikan,
makanan lain, obat, dll) bertemu dengan agen nitrostating (seperti nitrit dari
daging yang diawetkan). Setengah lainnya berasal dari sumber eksogen,
terutama asap rokok, kosmetik, interior mobil, dan daging yang diawetkan.
Kompleksitas lainnya dalam menentukan sumber endogen adalah beberaoa
sumber, seperti sayuran, yang mungkin mengandung nitrat, juga tinggi
vitamin yang dapat memblok pembentukan senyawa N-nitroso.

3.4 Patofisiologi

Gambar 1 . Skema Peningkatan TIK

27
Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan
oleh beberapa kondisi neurologi. Isi dari kranial adalah jaringan otak, pembuluh
darah dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi kranial
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, sebab ruang kranial keras, tertutup
tidak bisa berkembang.3
Peningkatan satu dari beberapa isi kranial biasanya disertai dengan pertukaran
timbal balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak dapat
berkembang, tanpa berepengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan serebrospinal
dan sirkulasi serebral. Space Occupaying Lesion (SOL) menggantikan dan merubah
jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara
lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya.
Pada pertama kali satu hemisphere akan dipengaruhi.4
Peningkatan tekanan intrakranial dalam ruang kranial pada pertama kali dapat
dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila
tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan
perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2
dan PH. Hal ini akan mnyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut
akan meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan meyebabkan
kompresi jaringan saraf.3
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka
untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi
kebawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai
tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral
posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal, dan serabut-serabut saraf
ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme
kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi pernafasan dan temperatur3.

3.5 Klasifikasi

28
Berikut ini merupakan klasifikasi-klasifikasi dari tumor yang dapat
menyebabkan SOL pada intrakranial 6:
1. Tumor Otak
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses
desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga
tengkorak baik di dalam kompartemen supertentorial maupun
infratentorial
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada
prognosanya didasari oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi
klinis yang berkaitan dengan tingkah laku biologis. Sifat-sifat keganasan
tumor otak didasari oleh hasil evaluasi morfologi makroskopis dan
histologis neoplasma, dikelompokkan atas kategori-kategori :
a. Benigna (jinak)
Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang jelas, tidak
infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitar. Selain itu,
ditemukan adanya pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis
maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total. Secara
histologis, menunjukkan struktur sel yang reguler, pertumbuhan la,a
tanpa mitosis, densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur yang
jelas parenkhim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi
baru.
b. Maligna (ganas)
Tampilan mikroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktur
tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk
metastasis dan rekurensi pasca pengangkatan total.
2. Tumor Sekunder
Tumor sekunder adalah suatu metastasis dari tumor primer yang
berada di luar susunan saraf pusat, bisa berasal dari mammae, paru-
paru, ginjal, tiroid, prostat, ataupun traktus digestivus. Tumor ini

29
mampu masuk ke ruang tengkorak secara terus menerus yang akan
melalui foramina basis kranii.2

Klasifikasi tumor saraf pusat oleh World Health Organization (WHO), yaitu :
1. Tumor neuroepitelial
1) Tumor glial
a. Astrositoma
- Astrositoma pilositik
- Astrositoma difus
- Astrositoma anaplastik
- Glioblastoma
- Xantoastrositoma pleomorfik
- Astrositoma subependimal sel raksasa
b. Tumor oligodendroglial
- Oligodendroglioma
- Oligodendroglioma anaplastik
c. Glioma campuran (mixed glioma)
- Oligoastrositoma
- Oligoastrositoma anaplastik
d. Tumor ependimal
- Ependimoma myxopapilari
- Subependimoma
- Ependimoma
- Ependimoma anaplastik
e. Tumor neuroepitelial lainnya
- Astroblastoma
- Glioma koroid dari ventrikel III
- Gliomatosis serebri

30
2) Tumor neuronal dan campuran neuronal-glial
a. Gangliositoma
b. Ganglioglioma
c. Astrositoma desmoplastik infantil
d. Tumor disembrioplastik neuroepitelial
e. Neurositoma sentral
f. Liponeurositoma serebelar
a. Paraganglioma
3) Tumor non-glial
a. Tumor embrional
- Ependimoblastoma
- Meduloblastoma
- Tumor primitif neuroektodermal supratentorial
b. Tumor pleksus khoroideus
- Papiloma pleksus khoroideus
- Karsinoma pleksus khoroideus
c. Tumor parenkim pineal
- Pineoblastoma
- Pineositoma
- Tumor parenkim pineal dengan diferensiasi intermediet
2. Tumor meningeal
1) Meningioma
2) Hemangoperisitoma
3) Lesi melanositik
3. Tumor germ cell
1) Germinoma
2) Karsinoma embrional
3) Tumor sinus endodermal (yolk sac)
4) Khoriokarsinoma

31
5) Teratoma
6) Tumor germ cell campuran
4. Tumor sella
1) Adenoma hipofisis
2) Karsinoma hipofisis
3) Kraniofaringioma
5. Tumor dengan histogenesis yang tidak jelas
1) Hemangioblastoma kapiler
6. Limfoma system saraf pusat primer
7. Tumor nervus perifer yang mempengaruhi SSP
Tumor metastasis

3.6 Manifestasi Klinis


Gejala yang timbul dapat bersifat umum ataupun fokal. Gejala umum yang
timbul akibat TIK yang meninggi, seperti nyeri kepala dan muntah. Kemudian, pada
gejala fokal, gejala yang timbul bergantung pada lokasi lesi tumor7.
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat
infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan
status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah.
Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada
tumor benigna (jinak). Tumor pada 11 lobus temporal depan dan frontal dapat
berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan
defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan gejala gejala yang umum.
Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering
memberikan gejala fokal dulu baru kemudian memberikan gejala umum.7
Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian TIK. Demikian juga , dua pertiga pasien SOL memiliki
semua gambaran tersebut. Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk
peninggian tekanan, kecuali edema papil, banyak penyebab lain yang menyebabkan

32
masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama akan memperkuat
dugaan adanya peninggian TIK.1,6

1. Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi3,4:

a. Nyeri kepala

Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang-kadang bersifat


hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat
beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk,
membungkung, dan mengejan.

b. Nausea atau muntah

muntah yang memancar (projectile voiting) biasanya menyertai


peningkatan tekanan intracranial.

c. Papil edema

Titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optic
atau discus optic. Karena tekanan intracranial meningkat, tekanan
ditransmisi ke mata melalui cairan cerebrospinal sampai ke discus
optic.Karena meningens memberi reflex kepada seputar bola mata,
memungkinkan transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan
cerebrospinal.Karena discus mata membengkak retina menjadi tertekan
juga. Retina yang rusak tidak dapat mendeteksi sinar.

2. False localizing signs dan tanda lateralisasi

False localizing signs ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor yang
sebenarnya. Sering disebabkan karena peningkatan tekanan intrakaranial,
peregeseran dari struktur-struktur intracranial atau iskemi. Lesi pada salah satu
kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran dan kompresi dibagian otak yang

33
jauh dari lesi primer. Suatu tumor intra cranial dpat menimbulkan manifestasi yang
tidak sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah:

a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau
tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang
sering terkena tidak langsung adalah saraf III dan IV

b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor
yang terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.

c. Gangguan mental

d. Gangguan endokrin dapat juga timbul SOL di daerah hipofise.

3. Gejala klinik local

Manifestasi local terjadi pada tumor yang menyebabkan destruksi parenkim,


infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor kedaerah sekitar tumor
(contohnya: peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya
dapat meyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.

a. Tumor Lobus Frontal

Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti


paralisis pos- iktal.

b. Tumor Lobus Temporalis

Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal


kontralateral, deficit lapangan pandang homonim perubahan kepribadian,
disfungsi memori dan kejang parsial kompleks

c. Lobus Parietal

34
dapat menimbulkan gejala modalitas sensori, kortikal hemianoksi
homonym

d. Tumor Lobus Oksipital

Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang


kongruen.

e. Tumor pada Ventrikel Tiga

Tumor didalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat


ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus.

f. Tumor Batang Otak

terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,


nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas

g. Tumor Serebellar

Muntah Berulang dan sakit kepala dibagian oksiput merupakan gejala yang
sering ditemukan pada tumor serebellar.

h. Tumor Hipotalamus

Gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, gangguan cairan


cerebrospinal.

i. Tumor Fosa Posterior

Gangguan berjalan nyeri kepala dan muntah disertai dengan nistagmus.

3.7 Diagnosis
 Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang7:

35
Dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah dengan mengetahui
informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya, hubungannya
dengan sistem ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital otak
misalnya; sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu, juga diperlukan
periksaan radiologis canggih yang invasive maupun non invasive.
Pemeriksaan non invasive mencakup CT-Scan dan MRI bila perlu diberikan
kontras agar dapat mengetahui batas-batas tumor.Pemeriksaan invasif seperti
angiografi serebral yang dapat memberikan gambaran sistem pendarahan
tumor, dan hubungannya dengan sistem pembuluh darah sirkulus willisi.
-Penegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak
yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti. Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita
yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas.
Misalnya; ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui
pemeriksaan fisik neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema
papil dan deficit lapangan pandang.
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang
spesifik untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.
 Elektroensefalografi (EEG)
 Foto polos kepala
 Arteriografi
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
 Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasien yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk
mendeteksi tumor yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada
basis kranil. Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai
lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya.

36
Penilaian CT Scan pada tumor otak:
Tanda proses desak ruang:
 Pendorongan struktur garis tengah otak
 Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
 Kelainan densitas pada lesi:
 Hipodens
 Hiperdens atau kombinasi
 Kalsifikasi, perdarahan
 Edema perifokal

Pemeriksaan Penunjang Tumor Otak


Pemeriksaan (MRI) dan tomografi merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi
adanya tumor-tumor intrakranial. Dalam hal ini dapat diketahui secara spesifik
lokasi tumor dan pengaruhnya terhadap jaringan sekitarnya.5

3.8 Penatalaksanaan
Dalam proses penatalaksanaan dari SOL ini, ada beberapa yang perlu diperhatikan,
yaitu7 :
 Kondisi umum penderita
 Tersedianya alat yang lengkap
 Pengertian penderita dan keluarga
 Luasnya metastasis
Kemudian, terapi dan modalitas penanganan terhadap SOL mencakup tindakan
tindakan:
1. Terapi Kortikosteroid
Biasanya deksametason diberikan 4 – 20 mg intravena setiap 6 jam untuk mengatasi
edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan TTIK. Peranan nya masih
kontroversial dalam terapi TTIK. Beberapa efek samping yang dapat timbul adalah

37
berkaitan dengan penggunaan steroid lama seperti: penurunan kekebalan, supresi
adrenal, hiperglikemia, hipokalemia, alkalosis metabolic, retensi cairan,
penyembuhan luka yang terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan
hipertensi.

2. Terapi Operatif
Tindakan operasi apda tumor otak (khususnya yang ganas) bertujuan untuk
mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi internal mengingat bahwa obat-obat
antiedema otak tidak dapat diberikan secara terus menerus. Prinsip penangan tumor
jinak adalah pengambilan total, sementara pada tumor ganas tujuannya selain
dekompresi juga memudahkan untuk pengobatan selanjutnya (kemoterapi atau
radioterapi) sehingga mendapatkan outcome yang lebih baik. Persiapan prabedah,
penanganan pembiusan, teknik operasi dan penanganan pascabedah sangat berperan
penting dalam menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap tumor otak.
Khusus pada kasus-kasus dengan gejala peningkatan tekanan intrakranial, ahli bedah
harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya herniasi otak padawaktu mulai
dilakukan induksi anestesi. Kadang kala diperlukan pemberian steroid maupun
Mannitol 15-30 menit sebelum tindakan operasi.

3. Terapi Konservatif (Nonoperasi)


a. Radioterapi
Radioterapi untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan menggunakan sinar
X dan sinar Gamma. Tujuan dari terapi ini adalah menghancurkan tumor dengan
dosis yang masih dapat ditoleransi oleh jaringan normal yang ditembusnya. Terapi
radiasi modern terbatas pada radiasi megavoltase (energi yaitu >1 juta elektron volt)
yang mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan kilovoltase seperti penetrasi
yang lebih dalam dan absorpsi pada tulang, kulit, jaringan subkutan yang lebih
minimal. Saat ini yang banyak dipakai adalah Co60 (mengeluarkan sinar Gamma

38
1,117 dan 1,33 Mev) dan Akselerator linier (Sinar X 4-25 Mev). Keberhasilan terapi
radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh beberapa faktor1,5:
 Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya.
 Sensitivitas sel tumor dengan sel normal.
 Tipe sel yang disinar.
 Metastasis yang ada.
 Kemampuan sel normal untuk repopulasi.
 Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antarfraksi radiasi.

b. Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum mencapai nilai
keberhasilan yang bermakna. Saat ini yang menjadi titik pusat perhatian modalitas
terapi ini adalah tumor-tumor otak jenis astrositoma (grade III dan IV), glioblastoma
dan astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada beberapa obat kemoterapi untuk
tumor ganas otak yang saat ini beredar di kalangan media yaitu: HU (hidroksiurea),
5-FU (5-fluorourasil), PCV (Prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous urea (PCNU,
BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metrotreksat), DAG (Dianhidrogalaktitol)
dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada susunan saraf di samping didasarkan oleh
farmakologi sendiri juga perlu dipertimbangkan aspek farmakokinetiknya mengingat
adanya sawar darah otak. Pemberian kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-
arterial (infus, perfusi), intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna, via
pudentz/Omyma reservoir), atau intra tumoral.1,5

c. Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya suatu tumor
disebabkan oleh adanya gangguan fungsi immunologi tubuh sehingga diharapkan
dengan melakukan restorasi sistem immun dapat menekan pertumbuhan tumor.
Walaupun peranannya secara bermakna masih belum seluruhnya terbukti, pemberian

39
immunoterapi secara terapi ajuvan/alternatif tambahan banyak diterapkan untuk
kasus-kasus tumor jenis glioma (dimana sistem imunnya menurun) yang mempunyai
survival yang panjang atau tidak menjalani tindakan terapi lainnya. Adapun jenis
obat-obat yang sering digunakan sebagai immuno-modulator antara lain adalah:
BCG/Levamizole, Visivanil, dan PS/K.
Pemilihan jenis terapi bergantung pada beberapa faktor, antara lain: kondisi
umum penderita, tersedianya alat diagnostik yang lengkap, tingkat pengertian
penderita dan keluarganya, luasnya metastasis, dan sebagainya, Pendekatan terhadap
penderita dan keluarganya harus benar-benar baik sehinga pihak penderita atau
keluarganya tidak merasakan dirugikan sebagai akibat dari tindakan yang akan
dilakukan.

40
BAB IV
ANALISA KASUS

Ny. K bin B usia 35 tahun, dirawat di bagian Neurologi RSMH karena


mengalami penurunan kesadaran yang terjadi secara perlahan-lahan. Pada
pemeriksaan fisik pasien di diagnosa menderita cephalgia kronik, hemiparese duplex
spastik, parese N. III dan N. VII sinistra tipe Sentral ec. sol intrakranial. Sol dapat
didefinisikan sebagai tumor yang jinak atau ganas baik bersifat primer atau sekunder,
yang merupakan massa inflamatorik maupun parasitik yang berlokasi pada rongga
kranium.

Tanda-tanda dan gejala sol yang dapat dijumpai pada pasien ini berupa tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial berupa nyeri kepala yang terasa terus
menerus, yang makin lama makin memberat, nyeri kepala dengan intensitas sedang
berat, nyeri terasa awalnya dari kepala sebelah kanan hingga menyebar ke seluruh
kepala, nyeri kepala terasa berdenyut denyut nyeri memberat di pagi hari, siang hari,
atau malam hari. Kemudian, penderita mengalami penurunan kesadaran yang terjadi
secara perlahan-lahan awalnya berupa mengantuk dan masih dapat dibangunkan
sampai akhirnya menjadi sulit dibangunkan. Saat serangan, nyeri kepala ada, muntah
menyemprot yang tidak didahului rasa mual ada. Mulut mengot tidak ada, bicara pelo
belum dapat dinilai, gangguan sensibilitas belum dapat dinilai, gangguan komunikatif
belum dapat dinilai. Dari anamnesis diatas sudah didapatkan manifestasi klinis yang
mengarah ke Sol Intrakranial.

Untuk penegakan diagnosis yang lebih akurat, akan dilakukan perencanaan


pemeriksaan penunjang yang terdiri dari elektroensefalografi (EEG), CT-Scan kepala
atau MRI kepala, foto toraks AP/Lateral, dilakukan pemeriksaan laboraturium
elektrolit, darah tepi, tumor marker, funsgi hepar, faktor koagulasi, USG abdomen.
Pemeriksaan penunjang ini selain dilakukan dengan tujuan penegakan diagnosis yang

41
lebih pasti, ditujukan juga untuk melihat adakah tumor ini merupakan tumor primer,
ataukah sebuah tumor sekunder yang tumor primernya berasal dari organ lain.

Tatalaksana pada pasien ini sesuai dengan tatalaksana yang dianjurkan dari
literatur dan jurnal, yaitu tirah baring, diet BB 1800 kkal, fisioterapi pasif dan aktif.
Kemudian, pemberian oksigen, pemberian obat-obat anti-konvulsan, anti-biotik,
kortikosteroid dan penanganan suportif lainnya. Pemantauan setelah tatalaksana di
atas harus dilakukan terus selama beberapa waktu untuk melihat perbaikan dan
perkembangan penyakit pada pasien.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Kleinberg LR. 2011. Brain Metastasis A multidisiplinary Approach. New


York: Demos Medical
2. Price SA, LM Wilson. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit volume 1 edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hlm. 1183-1189.
3. Harsono. 2005. Tumor otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press. Hlm 201-2017.
4. Hakim AA. 2005. Tindakan bedah pada tumor cerebellopontine angle,
Majalah Kedokteran Nusantara vol. 38. Hlm 3
5. Stephen H. 2012. Brain neoplasma. Access on www.emedicine.com. March,
9th 2014
6. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta. Gramedia. Halaman
265-293
7. Dewanto G, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tatalaksana Penyakit
Saraf. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hlm. 164-167

43

Anda mungkin juga menyukai