BANGSA yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Kemerdekaan adalah
hak segala bangsa di dunia dan hak itu telah diberikan para pahlawan melalui perjuangan
pembebasan dari penjajahan. Kewajiban kita adalah untuk mempertahankan dan memperjuangkan
cita-cita para pahlawan itu sampai pada tingkat kemakmuran dan keadilan yang merata.
Dalam upaya mengisi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, banyak cara yang dilakukan
oleh pemerintah, agar tercipta kehidupan masyarakat yang adil dan makmur. Akan tetapi, banyak juga
hambatan yang dihadapinya, salah satunya adalah munculnya gerakan-gerakan separatis yang ingin
melepaskan diri dari NKRI, sehingga mereka merupakan gerakan yang tidak menghargai perjuangan
para pahlawan.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk karena terdiri dari bermacam-macam suku,
adat-istiadat, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut, di satu sisi menjadi suatu potensi
kemungkinan terjadinya konflik, di sisi lain bisa menjadi unsur perekat dalam rangka membina
persatuan dan kesatuan bangsa. Masalah persatuan dan kesatuan bangsa menjadi masalah utama
Negara untuk mencapai kemajuan dan tujuan bangsa Indonesia.
Upaya itu telah ditempuh oleh bangsa Indonesia sejak masa Pergerakan Nasional, karena pada masa
itu persatuan dan kesatuan bangsa sangat diperlukan dalam menghadapi kekuasaan penjajah. Nilai
persatuan dan kesatuan bangsa ini sangat penting untuk mempertahankan keutuhan bangsa agar
tidak tercerai-berai. Apabila Negara kita tidak utuh, maka dapat mudah dipecah-belah sehingga
mudah dihancurkan dan dikuasai bangsa lain.
Mengamalkan Nilai Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa
Nilai persatuan dan kesatuan berguna untuk memperkuat pertahanan bangsa dalam menghadapi
ancaman dari dalam negeri maupun luar negeri. Nilai persatuan dan kesatuan dapat digunakan
sebagai jalan untuk membina hubungan yang baik antara sesama tidak terkecuali di dalam era
reformasi. Oleh karena itu, sebagai generasi penerus bangsa, kita wajib mengamalkan nilai-nilai
persatuan dan kesatuan itu dalam kehidupan sehari-hari, dengan jalan membina hubungan yang baik
antar sesama masyarakat di sekitar lingkungan kita, dan sesama masyarakat Indonesia.
Nilai kemanusiaan juga sangat penting dalam upaya mengisi dan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Nilai kemanusiaan digunakan untuk memperkuat kepribadian bangsa Indonesia dalam
menghadapi berbagai tantangan hidup dalam berbagai bidang kehidupan. Nilai kemanusian
merupakan pengalaman sila kedua dalam pancasila, sehingga kita menggunakan nilai kemanusiaan
dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan berarti secara langsung telah mengamalkan nilai
Pancasila.
Kepribadian bangsa Indonesia sangat tercermin dari nilai kemanusiaan itu dapat terlihat dalam
kehidupan kita sehari-hari, seperti pemberian bantuan kepada korban bencana alam, pemberian
bantuan kepada fakir miskin, perhatian kepada anak-anak terlantar.
Selain itu, nilai musyawarah dan mufakat sudah menjadi sifat bangsa Indonesia sejak masa lampau
didalam mengambil suatu keputusan, agar dapat saling menghormati pendapat masing-masing orang,
sehingga dapat terhindar dari perselisihan dan pertikaian antar sesama, baik dalam bentuk kecil
maupun besar. Bahkan, hingga saat ini musyawarah dan mufakat sangat diperlukan dalam
mengambil segala bentuk keputusan.
Nilai kerja sama sangat dibutuhkan dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan yang
digunakan untuk menjalin kerja sama antar sesama golongan atau kelompok di masyarakat.
Terjalinnya kerja sama yang baik di segala bidang kehidupan dapat mencerminkan eratnya hubungan
masyarakat dalam mencapai cita-citanya.
Hasil pembangunan di seluruh tanah air Indonesia yang kita saksikan adalah berkat adanya
hubungan kerja sama antar sesama anggota masyarakat, atau terjalinnya hubungan yang baik antara
pemerintah dengan rakyat dapat diwujudkan dalam pembangunan nasional yang berjalan di
Indonesia.
Untuk mengisi dan mempertahankan kemerdekaan, juga dibutuhkan adanya nilai untuk saling
menghargai antar sesama dalam mencapai cita-cita bangsa. Selain itu, kita sebagai masyarakat
Timur dengan berbagai bentuk adat-istiadat dan norma-norma dalam masing-masing masyarakat,
tetap harus menghargai apa yang ditinggalkan oleh pendahulu kita, bahkan kita tetap menghargai
hasil perjuangan yang diperoleh oleh para pendahulu kita.
Hasil perjuangan para pahlawan dapat kita nikmati dalam segala aktivitas kehidupan kita. Oleh karena
itu, sebagai bangsa yang beradab, kita harus menghargai jerih payah perjuangan para pendahulu.
Oleh karenanya sebagai penerus generasi bangsa kita harus betul-betul menghargai peninggalan-
peninggalan para pendahulu, mengingat dan menghargai jasa-jasa dan pengorbanan yang telah
dilakukannya
.
Nilai menghargai ini dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan saling menghargai
perbedaan yang dimiliki masing-masing warga Negara Indonesia. Nilai nasionalisme dahulu
digunakan sebagai pendorong dalam merebut kemerdekaan Indonesia, sehingga banyak para
pejuang yang mengorbankan harta dan benda untuk mencapai kemerdekaan.
Untuk itu, dalam perkembangannya sampai era reformasi ini, nilai nasionalisme harus tetap
ditumbuhkembangkan dalam diri setiap warga Negara Indonesia untuk berjuang mewujudkan cita-cita
bangsa Indonesia. Nilai-nilai nasionalisme dapat dikembangkan antara lain dengan kegiatan-kegiatan
yang sifatnya positif dan bernilai nasionalisme.
Hari Ulang Tahun (HUT) RI ke-72 ini adalah momentum di mana kita dapat mengenang perjuangan
dan jasa-jasa para pahlawan terdahulu dalam merebut kemerdekaan. Banyak yang dapat kita lakukan
untuk mengisi hari kemerdekaan RI ini, pemerintah, aparat dan masyarakat dapat bersinergi untuk
menjunjung persatuan dan kesatuan.
Melanjutkan perjuangan para pahlawan dalam mengisi kemerdekaan, mencintai produk dalam negeri,
menjaga persatuan dan kesatuan untuk mensukseskan pembangunan nasional dengan revolusi
mental disegala bidang. Rasa kebersamaan dan rasa saling toleransi dalam bermasyarakat,
budayakan kembali gotong royong, isi kemerdekaan dengan kegiatan positif yang membangun rasa
nasionalisme.
Menjaga keamanan, perdamaian, dan rasa tanggung jawab sebagai bangsa Indonesia dan
berkelakuan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dari segenap lapisan masyarakat sehingga apa yang
dicita-citakan oleh pejuang kita dapat terlaksana merdeka dari penjajahan dan masyarakatnya
mencapai kemakmuran yang sesungguhnya,
Dirgayahu HUT RI Ke 72 Jayalah Negeri Jayalah Bangsaku. Indonesia Kerja Bersama. (*/imm)
Pancasila adalah dasar negara kita yang semestinya dijadikan dasar dan pandangan dari segala aspek
dalam kehidupan para generasi muda. Pancasila adalah dasar, pandangan, pedoman yang harus
dijadikan dasar dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Pancasila telah menjadi ideologi Bangsa
Indonesia. Pancasila juga sebagai cita-cita yang ingin dicapai Bangsa Indonesia. Namun, dalam realita
masyarakat khususnya remaja sebagai subjek yang dibahas, belum mengamalkan Pancasila sebagai
dasar dan pedoman dalam kehidupannya. Padahal kita semua tahu bahwa remaja adalah aset penerus
bangsa. Kebanyakan dari mereka hanya mementingkan dirinya sendiri, melakukan hal – hal yang
mereka sukai tanpa berlandaskan Pancasila. Generasi muda merupakan sekelompok orang yang
mempunyai semangat dan masih dalam tahap pencarian jati diri. Dalam tahap pencarian jati diri inilah
terkadang remaja masih mengalami kendala. Apalagi di jaman serba bebas seperti sekarang ini
pergaulan lah yang membentuk karakter dan jati diri seorang remaja. Banyaknya penyimpangan
menunjukkan buruknya moral generasi muda dan lunturnya nilai – nilai Pancasila dalam diri generasi
muda Indonesia.
Sekarang, pergaulan antarbangsa semakin kental. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental
itu, akan terjadi proses akulturasi, saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara budaya masing-
masing. Adapun yang perlu dicermati dari proses akulturasi tersebut adalah proses lunturnya nilai
budaya suatu bangsa itu sendiri, sebagai contoh yaitu : munculnya sikap individualistis, konsumerisme,
dan lunturnya budaya lokal yang seharusnya dilestarikan. Arus informasi yang semakin pesat
mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses
ini terus berlanjut, akan berakibat lebih serius ketika pada puncaknya masyarakat tidak bangga lagi
pada bangsa dan negaranya. Pada generasi muda hal ini merupakan masalah yang serius karena mereka
adalah penerus bangsa, yang jika tidak dibendung akan mengancam eksistensi dan ciri luhur bangsa ini.
Faktor dan penyebab lunturnya nilai – nilai Pancasila:
1. Kurangnya peranan pendidikan Agama dalam pembentukan sikap remaja.
Agama selalu membawa manusia pada jalan yang benar. Agama mengajarkan kita untuk selalu berbuat
baik bagi sesama. Jika kurangnya pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan
pengontrol yang ada didalam dirinya. Namun, jika setiap orang utamanya generasi muda teguh dengan
keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu adanya
pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri atau kekuatan
pengontrol dalam dirinya, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan.
Sebaliknya dengan semakin jauhnya remaja dari agama, semakin sulit memelihara moral dalam diri
remaja itu, dan semakin kacaulah suasana, karena semakin banyak pelanggaran-pelanggaran, hak,
hukum dan nilai moral.
Pendidikan Agama seharusnya dapat meminimalkan kenakalan-kenakalan remaja yang acuh terhadap
negaranya sendiri. Kehidupan remaja Indonesia akan sangat bermanfaat apabila memiliki kesadaran
terhadap pentingnya Pancasila dalam kelangsungan hidup bermasyarakat.
2. Kurangnya pendidikan pancasila.
Remaja adalah aset bangsa. Di dalam lingkungan sekolah kita rasa pendidikan Pancasila masih sangat
kurang. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila kurang menjadi perhatian yang penting bagi
kalangan remaja karena Nilai-nilai pancasila dianggap kurang menarik untuk diterapkan, bahkan lebih
parahnya lagi belakangan ini remaja semakin mengarah kepada paham barat yang identik dengan hidup
bebas sebebas-bebasnya. dan mereka mereka seakan telah lupa memiliki dasar negara sendiri yaitu
Pancasila.
Pendidikan moral juga sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja menjadi seorang
dewasa yang akan lepas ke dunia yang lebih keras. Indonesia perlu membentuk para remaja yang
berkualitas, yang cinta pada tanah airnya sendiri dalam segala aspek kehidupan. Maka dari itu
diperlukannya pendidikan Pancasila untuk generasi muda bangsa dan hendaknya diberikan sejak dini.
3. Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumah tangga, sekolah maupun
masyarakat.
Pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga institusi ini tidak berjalan menurut semestinya.
Pembinaan moral dirumah tangga misalnya harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan
kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana yang
salah, dan belum tahu batas – batas dan ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya.
Tanpa dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal
moral. Pembinaan moral pada anak dirumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak menghapalkan
rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan.
Moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup
bermoral dari sejak kecil. Seperti halnya rumah tangga, sekolah pun dapat mengambil peranan yang
penting dalam pembinaan moral anak muda. Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi sarana
yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral anak muda. Di samping tempat
pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata lain, supaya sekolah
merupakan sarana sosial bagi generasi muda, dimana pertumbuhan mental, moral dan sosial serta
segala aspek kepribadian berjalan dengan baik. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan
dalam pembinaan moral. Masyarakat yang lebih rusak moralnya perlu segera diperbaiki dan dimulai
dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita. Karena kerusakan masyarakat itu
sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak muda. Terjadinya kerusakan moral dikalangan
pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutkan diatas, karena tidak efektifnnya keluarga, sekolah
dan masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling
bertolak belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral.
4. Penyimpangan nilai – nilai Pancasila.
Kenakalan remaja juga termasuk penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila. Bagaimana tidak,
Pancasila mengajarkan pada kita untuk mengutamakan Tuhan didalam hidup kita, memiliki rasa
simpati dan empati, bersatu walaupun kita memiliki perbedaan satu sama lain, dan tidak
mengutamakan pribadi, serta bersikap adil kepada sesama kita. Itu hanya beberapa contoh kecil yang
diberikan Pancasila. Namun, dalam realita kehidupan masih banyak remaja yang melakukan kenakalan
remaja tanpa merasa bersalah pada diri sendiri, keluarga, dan negara. Contohnya seperti tawuran antar
sekolah yang menunjukkan bahwa anak muda sekarang sudah tidak memiliki sikap toleransi, tenggang
rasa, dan sikap saling menghargai. Ada pula remaja yang bertengkar dan melakukan kekerasan kepada
temannya sendiri hanya karena berselisih pendapat dan juga banyaknya perilaku bullying, rasisme,
serta diskriminasi. Itu menunjukkan bahwa nilai – nilai Pancasila tak lagi dijadikan pedoman oleh para
generasi muda. Padahal dalam butir Pancasila sila ke 3 kita mengetahui bahwa kita hendaknya
mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
5. Efek Globalisasi
Arus globalisasi sangat cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan remaja di Indonesia.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah
membuat banyak anak muda kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia.
Hal tersebut ditunjukkan dengan gejala – gejala yang muncul dalam kehidupan sehari – hari generasi
muda jaman sekarang. Pertama, dari cara berpakaian banyak remaja – remaja yang bergaya layaknya
selebritis yang cenderung kebaratan. Mereka memakai pakaian yang minim bahan. Padahal cara
berpakaian tersebut jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita.
Kedua, teknologi internet bukanlah hal yang asing lagi di Indonesia. Teknologi internet dapat
memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja. Apalagi bagi anak
muda internet sudah menjadi santapan sehari – hari. Jika digunakan dengan semestinya tentu akan
memperoleh manfaat yang berguna. Namun jika disalahgunakan akan membawa dampak buruk bagi
kita.
Rasa sosial terhadap masyarakat akan memudar karena mereka lebih memilih berkicau di media sosial
dan lebih sibuk memegang handphone masing – masing.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung
cuek, tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Karena globalisasi menganut kebebasan
dan keterbukaan, sehingga banyak anak muda yang bertindak sesuka hatinya. Contohnya, geng motor
anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang mengganggu ketentraman dan kenyamanan
masyarakat.
Maka dari itu perlu dilaksanakan antisipasi untuk mengatasi menumbuhkan nilai – nilai Pancasila dan
nasionalisme, antara lain:
Pendidikan Agama yang harus menjadi peranan penting untuk membentuk ketakwaan pada diri
generasi muda Indonesia
Pendidikan moral bagi anak hendaknya dilakukan sedini mungkin agar membentuk generasi
muda yang bermoral dan taat kepada norma aturan.
Pendidikan Pancasila yang harus ditanamkan sehingga dapat menjadi pedoman dan landasan
bagi generasi muda.
Menumbuhkan kesadaran dalam diri generasi muda Indonesia untuk membangkitkan semangat
Pancasila.
1. Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai ajaran agama yang dianut masing-
masing
2. Menjalankan perintah agama sesuai ajaran yang dianut masing-masing
3. Saling menghormati antarumat beragama
4. Tidak memaksakan suatu agama pada orang lain
2. Contoh sikap yang sesuai dengan sila kedua
Sila kedua pancasila berbunyi : Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila ini berhubungan dengan perilaku kita sebagai manusia yang pada hakikatnya semuanya sama
didunia ini.
Contoh sikap yang mencerminkan sila tersebut:
1. Tidak membeda bedakan manusia berdasarkan suku, agama, warna kulit, tingkat
ekonomi,maupun tingkat pendidikan
2. Menyadari bahwa kita diciptakan sama oleh Tuhan
3. Membela kebenaran dan keadilan
4. Menyadari bahwa kita mempunyai hak dan kewajiban yang sama
5. Tidak melakukan diskriminatif
Padahal tanpa disadari hal tersebut justru akan melunturkan ideologi mereka sendiri dan akan
berdampak pada negara. Karena mereka tidak menjalankan nilai-nilai pancasila yang akan merobohkan
nasionalisme bangsa ini.
Dalam cara berpakaian., orang barat memakai pakaina yang terbuka, itu tidak masalah bagi mereka.
namun di Indonesia hal tersebut menjadi tidak enak dipandang karena tidak sesuai dengan ideologi
yang ada. Kita lebih mengutamakan sopan santun dan tidak terbuka dalam cara berpakaian.
Jangan terlalu berkiblat pada kebudayaan barat yang bertolak belakang dengan kebudayaan di negaraa
kita. Kita harus pintar pintar memilih dan memilah mana yang dapat kita terima dan mana yang tidak
bisa kita tiru.
KURANGNYA PENGHAYATAN TERHADAP PANCASILA
Saling bermunculannya modernisasi, globalisasi, menimbulkan dampak baik positif maupun negatif.
Salah satu contoh dampak negatif yang kini sangat signifikan terlihat adalah mulai pudarnya rasa cinta
Pancasila dan selalu mengamalkan dan menghayatkan Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam
pengamalan dan penghayatan pancasila kurang menjadi perhatian yang penting bagi kalangan
remaja. Nilai-nilai pancasila dianggap kurang menarik untuk diterapkan, bahkan yang lebih parahnya
lagi, remaja semakin mengarah kepada paham kebebasan yang sebebas-bebasnya. Seolah-olah
mereka telah lupa memiliki dasar negara, pedoman hidup berupa pancasila.
Kondisi masyarakat saat ini dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Ideologi Pancasila
sangat mempengaruhi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan integritas NKRI di masa yang
akan datang, karena penyelenggaraan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya
manusia yang ada di dalamnya. Bagi masyarakat dan negara Republik Indonesia, Pancasila adalah
kenyataan yang tidak dapat diganggu gugat. Maksudnya adalah bahwa Pancasila sebagai falsafah dan
ideologi negara yang makin hari makin perlu dipahami, dihayati dan diamalkan. Namun, kedudukan
formal Pancasila yang sangat kuat tidak selalu sejajar dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan
sosial sehari-hari.
Pada kenyataannya nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya sering diabaikan bahkan belum
ditaati sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan adanya berbagai faktor. Salah satu diantaranya
adalah kurangnya pengertian dan pemahaman mengenai Pancasila itu sendiri serta latar belakang
proses pertumbuhan Pancasila sebagai falsafah negara. Oleh karena itu, diperlukan penanaman
wawasan kebangsaan di setiap warga negara Indonesia kepada seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini
perlu disadari, bahwa dalam pengamalan serta penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila di dalamnya
terdapat rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan (nasionalisme) yang
kenyataannya pada akhir-akhir ini cenderung menurun, sehingga dapat membahayakan persatuan
dan kesatuan bangsa.
Konflik yang sering terjadi di Indonesia merupakan konflik yang sebagian besar disebabkan karena
krisis moral dan tidak bisa mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila. Era
globalisasi yang sedang melanda masyarakat dunia, cenderung melebur semua identitas menjadi satu,
yaitu tatanan dunia baru. Masyarakat Indonesia ditantang untuk makin memperkokoh jatidirinya.
Bangsa Indonesia pun dihadapkan pada problem krisis identitas, atau upaya pengaburan (eliminasi)
identitas. Hal ini didukung dengan fakta sering dijumpai masyarakat Indonesia yang dari segi perilaku
sama sekali tidak menampakkan identitas mereka sebagai masyarakat Indonesia. Padahal bangsa ini
mempunyai identitas yang jelas, yang berbeda dengan kapitalis dan fundamentalis, yaitu Pancasila.
Krisis identitas yang mulai tergerus itulah yang menyebabkan banyaknya perbedaan diantara
golongan dan berdampak timbulnya konflik ataupun permusuhan, menurunnya kepercayaan
masyarakat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Ketika krisis kepercayaan itu terjadi,
pada masa kini masyarakat hanya menjadikan Pancasila sebagai “buah bibir” saja tanpa bisa
menghayati dan mengamalkannya secara utuh. Munculnya paham fundamentalis dan kapitalis
sebagai kenyataan akan hal tersebut. Sebagai contoh adalah kasus korupsi ditengah-tengah
masyarakat. Kecenderungan tindak korupsi tersebut hanya memihak dan menguntungkan satu pihak
saja, sedangkan masyarakat sebagai korban dari korupsi tersebut. Adanya tindak pidana korupsi
disebabkan karena lemahnya moral individu, di samping itu, lemahnya penegakan hukum dalam
menindaklanjuti tindak pidana korupsi yang semakin merajalela.
Cara pandang yang berwawasan nusantara pada masa-masa ini bisa dikatakan sudah luntur dan
hampir berada pada titik terendah pada diri sikap anak bangsa ini. Kita bisa dengan mudah
menyaksikan berbagai komponen bangsa terlibat dalam konflik dan terpecah-belah. Banyak di antara
mereka yang terjebak dalam sekat-sekat primordialisme dan terpecah dalam golongan suku, ras,
agama, daerah dan kepentingan yang sempit. Mencermati perilaku seperti itu, dapat dipastikan
bahwa ikatan nilai-nilai kebangsaan yang merupakan bagian dari rasa cinta tanah air, bela negara dan
semangat patriotisme bangsa mulai luntur dan longgar, bahkan hampir sirna. Berdasarkan kondisi ini,
maka dapat dikatakan bahwa adanya penghayatan nilai rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan
semangat kebangsaan menurun, antara lain pada:
a. Rasa Kebangsaan
Rasa kebangsaan tercermin pada perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa
Indonesia yang dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini masih dirasakan jauh untuk menggapainya,
karena lunturnya rasa kebangsaan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai
peristiwa, baik perasaan mudah tersinggung yang mengakibatkan emosional tinggi yang berujung
pada pembunuhan, bahkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus yang setiap
tahun dirayakan kurang menggema, karena kurangnya penghayatan dan pengamalan terhadap
Pancasila. Di samping itu, adanya tuntutan sekelompok masyarakat dengan isu putra daerah terutama
dalam Pilkada masih terjadi amuk massa dengan kepentingan sektoral, sehingga akan mengakibatkan
pelaksanaan pembangunan nasional terhambat.
b. Paham Kebangsaan
Paham Kebangsaan merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa itu
mewujudkan masa depannya. Dalam mewujudkan paham tersebut belum diimbangi adanya legitimasi
terhadap sistem pendidikan secara nasional, bahkan masih terbatas muatan lokal, sehingga muatan
nasional masih diabaikan. Tidak adanya materi pelajaran Moral Pancasila atau Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa (PSPB) atau sertifikasi terhadap Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4) di setiap strata pendidikan, baik formal, nonformal, maupun di masyarakat luas. Hal ini
dikarenakan anggapan bahwa PSPB dianggap bahasan lama dan masih banyak bahasan yang lebih
penting untuk diajarkan, padahal sebenarnya perlu untuk diketahui masyarakat bahwa sejarah
pancasila sangat berarti dan penting untuk dipelajari karena nilai-nilai yang terkandung didalamnya
masih bisa kita terapkan pada masa sekarang.
c. Semangat Kebangsaan
Belum terpadunya semangat kebangsaan atau nasionalisme yang merupakan perpaduan atau sinergi
dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Hal ini tercermin pada sekelompok masyarakat mulai
luntur dalam memahami adanya pluralisme, karena pada kenyataannya bangsa Indonesia terdiri atas
bermacam suku, golongan dan keturunan yang memiliki ciri lahiriah, kepribadian, kebudayaan yang
berbeda, serta tidak menghapus kebhinekaan, melainkan melestarikan dan mengembangkan
kebhinekaan sebagai dasarnya. Penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam wawasan kebangsaan
yang terasakan saat ini, belum mampu menjaga jati diri, karakter, moral dan kemampuan dalam
menghadapi berbagai masalah nasional. Padahal dengan pengalaman krisis multidimensional yang
berkepanjangan, agenda pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam bentuk
wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia harus diarahkan untuk membentuk serta memperkuat
basis budaya agar mampu menjadi tumpuan bagi usaha pembangunan di segala aspek kehidupan
maupun di segala bidang.
Pasca bergulirnya gerakan reformasi, Pancasila dilalaikan oleh banyak pihak. Pancasila tidak lagi
menjadi acuan dalam kehidupan politik dan tak lagi digunakan sebagai kerangka penyelesaian
masalah nasional. Bahkan, banyak orang bersikap sinis dan takut ditertawakan jika berbicara tentang
Pancasila. Pancasila tak lagi menjadi acuan, baik dalam pengambilan keputusan maupun penyusunan
perundang-undangan. Jarang pula masalah nasional yang menentukan jalannya sejarah bangsa
direfleksikan atau dipertanyakan kembali dalam kerangka dasar negara, Pancasila. Begitu pula
Mahasiswa Tak Minati Pancasila, semakin menambah keprihatinan melemahnya kekuatan Pancasila
sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa juga terjadi kepada kelompok mahasiswa. Kaum muda
yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata abai dengan Pancasila.
Telah jelas kita ketahui bahwa saat ini tidak dapat dipungkiri lagi negara kita mengalami krisis
identitas yang mana telah lupa terhadap ideologi kita sendiri yaitu pancasila, Kita sebagai bangsa yang
besar yang telah dari setengah abad mengaku merdeka hendaklah berbenah dan kembali pada jati
diri bangsa yang berpedoman pada Pancasila.
Lebih memahami nilai dari kandungan Pancasila dan melaksanakannya dengan kesadaran dan
keikhlasan hidup berbangsa, sebagai bangsa yang besar. Untuk mewujudkan negara yang maju
disegani negara lain dengan berpegang teguh pada Pancasila. Siapa lagi yang memupuk ideologi
pancasila sebagai pandangan hidup kita, kalau bukan kita sebagai generasi muda, semuanya bisa
diawali dari pribadi kita masing-masing, untuk emperbaiki moral,etika, dan kebiasaan hidup sesuai
dengan pancasila.
Dengan kesadaran masyarakat maupun pejabat untuk membenahi bangsa kita. pejabat sebagai
teladan yang dapat dipercaya dan masyarakat percaya serta menjalankan bersama-sama, berbenah
diri dalam pendidikan, perekonomian, dan politik pada khususnya sedikit demi sedikit pasti dapat
tercipta suatu kesatuan Republik Indonesia yang berpedoman pada pacasila. Kehidupan dapat
berjalan sebagaimana seperti apa yang telah dicanangkan dalam pancasila dengan menghayati dan
mengamalkan pancasila.
NASIONAL
BANDUNG, (PRLM).- Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta mengakui di usianya yang ke-70 tahun
Indonesia merdeka ini, bangsa ini masih mengalami banyak masalah. Salah satu lemahnya masalah
pendidikan akibat lemahnya penghayatan dan pengamalan terhadap Pancasila.
Penyebabnya, kata Oesman Sapta, karena empat faktor; yaitu pertama lemahnya pada penghayatan,
pemahaman, dan pengamalan terhadap Pancasila sebagai ideologi Negara, kedua lemahnya
kesadaran hokum dan konstitusi, ketiga lemahnya persatuan dan kesatuan bangsa, dan
keempat kurangnya toleransi sesama anak bangsa.
“Menyadari hal itulah MPR RI merasa perlu mengambil peran untuk sosialisasi empat pilar MPR RI.
Bahwa Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara perlu dukungan semua pihak dan harus terus-
menerus digulirkan, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara,” tegas Oesman Sapta, di depan ratusan santri dan santriwati Pondok
Pesantren Al Falah, Bandung, Jawa Barat pada Kamis (27/8/2015) .
Pada acara Sosialisasi 4 Pilar MPR itu, hadir antara lain pengasuh pesantren Al-Falah, KH. Ayib
Hambali, Wakil Ketua MPR RI Mahyudin, Sekjen MPR RI Eddie Siregar dan pengajar Pesantren Al-
Falah.
Terbukti kata Oesman Sapta, saat ini banyak orang meremehkan Pancasila yang menganggap itu
sudah kuno, ketinggalan zaman, sudah di luar kepala dan lain-lain. Nah, Allah SWT tidak menyukai
orang-orang yang sombong seperti ini. Karena itu begitu diminta untuk mengucapkan Pancasila, sila
yang pertama ‘Ketuhan Yang Maha Esa’ saja sudah lupa.
Karena dia meminta siswa-siswi untuk terus belajar dan menghayati empat pilar MPR RI ini secara
terus-menrus, karena anak-anak inilah nantinya yang akan melanjutkan perjuangan dan pemimpin
bangsa ini. “Jadi, saya tidak berpanjang kata, semoga anak-anakku mampu menghayati dan
mengamalkan empat pilar MPR RI ini,” pungkasnya.(Sjafri Ali/A-147)***
Pancasila merupakan dasar Negara dan landasan idiologi Negara republik Indonesia. Pancasila
adalah pandangan hidup yang berkembang dalam kehidupan sosial dan budaya Indonesia.
Modernisasi mengharuskan masyrakat Indonesia harus lebih memahami nilai-nilai dari pancasila.
Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni, dan baru saja kita memperingati hari kelahiran pancasila.
PANCASILA :
Sila pertama dari pancasila adalah ketuhanan yang maha esa, kedua adalah kemanusiaan yang adil
dan beradab, ketiga adalah persatuan Indonesia, keempat adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan kelima adalah keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia . masyrakat Indonesia sebenarnya menyadari akan pentingnya Pancasila
sebagai dasar dan idiologi Negara Republik Indonesia, tetapi banyak juga yang belum memahami arti
dari masing-masing sila yang ada di dalam pancasila.
Dalam penerapan keadilan di Indonesia, pancasila sangat berperan penting sebagai dasar keadilan
seperti disebutkan pada sila kedua dan sila kelima. Sila kedua yang berbunyi kemanusiaan yang adil
dan beradab mengandung delapan makna yaitu :
1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila kelima yaitu keadilan social bagis seluruh rakyat Indonesia mengandung makna, anatra lain :
Kedua sila tersebut sudah sangat menjelaskan dan menjadi dasar dan arahan yang harus masyrakat
pahami dan lakukan sebagai manusia yang bisa hidup saling berdampingan di Indonesia dan di muka
bumi ini. Sebagai nilai-nilai yang luhur sila-sila didalam pancasila akan menjadi warisan turun temurun
bagi anak cucu kita kelak.
Keadilan yang ada di Indonesia belum sepenuhnya mengikuti nilai-nilai luhur yang tertera pada
pancasila khususnya sila kedua dan kelima, masih banyak kasus koeupsi yang tak terselesaikan,
hakim dan jaksa yang bisa disuap dan memenangkan yang salah dan yang mempunyai harta.
Manusia sekrang memang tidak peduli lagi dengan nilai-nilai luhur karena dampak moderinsasi dan
globalisasi. Tetapi dengan kepribadian yang mempunyai prinsip harus kita yakini bahwa kita akan
menjadi manusia yang beriman dan memiliki rasa keadilan antar sesama manusia. Agar hidup tenang
dan bahagia.
Landasan memiliki 3 arti. Landasan berasal dari kata dasar landas. Landasan adalah sebuah homonim
karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Arti dari
landasan bisa masuk dalam jenis kiasan sehingga penggunaan landasan bisa bukan dalam arti kata
yang sebenarnya. Landasan memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga landasan
dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda
atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John
Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20,
menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana
halnya kebenaran pada sistem pemikiran
PRO:
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang mencakup lebih dari 17.500 pulau, baik yang
berpenghuni dan memiliki nama, maupun yang tidak berpenghuni dan belum memiliki nama.
Indonesia memiliki garis pantai terpanjang 81.000 KM, setelah Kanada. Dari keseluruhan pulau yang
dimilikinya, Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang tersebar di 19 provinsi. Sebanyak 67 pulau di
antaranya berbatasan langsung dengan negara lain dan 12 pulau di antaranya rawan diklaim oleh
negara lain.
Nurcholish Madjid (1939-2005) memandang Indonesia sebagai bangsa yang sukses. Bukan tanpa
alasan Cak Nur—begitu Nurcholish Madjid disapa—mengatakan demikian. Kesuksesan bangsa
Indonesia mempertautkan solidaritas kultural, merangkum tak kurang dari 250 kelompok etnis dan
bahasa, di sekitar 17.500 pulau, menjadi alasan utama. Dari sekian banyak etnis dan bahasa,
Indonesia mampu menghadirkan suatu lingua franca yang mampu mengatasi isolasi pergaulan
antarsuku.
Sebelum negeri ini merdeka, para pendiri bangsa merumuskan cara untuk mengikat suku bangsa
dalam sebuah negara kebangsaan. Tepatnya sebelum pidato 1 Juni 1945, mereka berkumpul dan
menyepakati persatuan sebagai landasan negara Indonesia merdeka. Bahkan, Muhammad Yamin
secara tersirat menyinggung “negara kebangsaan” yang mengandaikan kedaulatan yang berfungsi
memberi perlindungan dan pengawasan pada putra negeri serta kesempatan luas berhubungan
dengan negara lain.
Dalam nada lain, Sosrodiningrat menegaskan bahwa persatuan berarti bebas dari rasa perselisihan
antar golongan, pertikaian antar individu dan suku. Saat yang sama, perhatian, penghargaan, dan
penghormatan terhadap corak dan bentuk kebiasaaan kelompok lain menjadi penting untuk
menopang persatuan ini.
Persatuan merupakan kata yang penting di dalam Indonesia yang beragam dalam hal agama, suku,
etnis dan bahasa. Pentingnya persatuan sebagai landasan berbangsa dan bernegara Indonesia bukan
hanya bertumpu pada perangkat keras seperti kesatuan politik (pemerintahan), kesatuan teritorial,
dan iklusivitas warga, akan tetapi juga memerlukan perangkat lunak berupa eksistensi kebudayaan
nasional. Bahwa persatuan memerlukan apa yang disebut Soekarno sebagai “identitas nasional”,
“kepribadian nasional”, dan “berkepribadian dalam kebudayaan”.
Akar nasionalisme Indonesia sejak awal justru didasarkan pada tekad yang menekankan cita-cita
bersama di samping pengakuan sekaligus penghargaan pada perbedaan sebagai pengikat kebangsaan.
Di Indonesia, kesadadaran semacam itu sangat jelas terlihat. Bhinneka Tunggal Ika (“berbeda-beda
namun satu jua”) adalah prinsip yang mencoba menekankan cita-cita yang sama dan kemajemukan
sebagai perekat kebangsaan. Dalam prinsipnya, etika ini meneguhkan pentingnya komitmen negara
untuk memberi ruang bagi kemajemukan pada satu pihak dan pada pihak lain pada tercapainya cita-
cita akan kemakmuran dan keadilan sebagai wujud dari tujuan nasionalisme Indonesia.
Prinsip Indonesia sebagai negara “bhineka tunggal ika” mencerminkan bahwa meskipun Indonesia
multikultural, tetapi tetap terintegrasi dalam keikaan dan kesatuan. Namun, realitas sosial-politik saat
ini, terutama setelah reformasi, menunjukkan situasi yang mengkhawatirkan: konflik dan kekerasan
berlangsung hanya karena persoalan-persoalan yang sebetulnya tidak fundamental tapi kemudian
disulut dan menjadi isu besar yang melibatkan etnis dan agama.
Kini, setelah tujuh puluh satu tahun setelah Pancasila dikemukakan secara publik saat ini merupakan
momentum reflektif bagi bangsa Indonesia untuk meradikalkan Pancasila agar bisa beroperasi dalam
kehidupan sehari-hari. Pancasila haruslah dijadikan dasar kehidupan bersama karena di dalamnya
mengajarkan nilai-nilai kehidupan bersama, multikulturalisme, persatuan, demokrasi, keadilan sosial
dan penghormatan terhadap kelompok-kelompok minoritas. Pancasila haruslah menjadi perekat
bangsa, menjadi landasan persatuan dan kesatuan Indonesia.
Persoalan wilayah perbatasan dinilai menjadi masalah yang sangat krusial dalam sebuah negara. Hal
ini karena ia menyangkut juga batas wilayah negara tersebut. Untuk negara seperti Indonesia,
masalah perbatasan mestinya mendapat perhatian lebih karena beberapa tahun kemarin kita
dikejutkan dengan lepasnya pulau Sipadan-Ligitan ke pelukan negeri jiran, Malaysia.
Setelah Sipadan-Ligitan yang lepas, kawasan Kepulauan Miangas di Sulawesi juga terancam lepas
karena klaim laut oleh Filipina. Hal ini juga menjadi persoalan bagi Kepulauan Riau yang berbatasan
langsung dengan Singapura. Belajar dari pengalaman Sipadan-Ligitan, aksi nyata untuk pembangunan
wilayah perbatasan lebih dibutuhkan dan lebih jelas pembuktiannya daripada sekadar pengesahan
Peraturan Pemerintah.
Selain karena absennya perhatian pemerintah dalam persoalan perbatasan ini, masalah kesenjangan
struktural dan ketidakmerataan juga menjadi faktor dominan bagi lepasnya wilayah-wilayah tersebut
dari bumi Indonesia. Kasus lepasnya Timor-Timor dari pangkuan Bumi Pertiwi patut menjadi pelajaran
penting agar kasus serupa tidak terjadi di wilayah lain. Lalu lintas perdagangan barang/orang,
misalnya di Entinkong, Kalimantan Barat, juga patut menjadi perhatian pemerintah Indonesia agar
menghilangkan ketergantungan pada pihak Malaysia.
Keadilan Sosial
Tak ada persatuan tanpa keadilan. Dengan kata lain, persatuan haruslah dibangun atas dasar keadilan
dan kesejahteraan sosial. Mustahil, negara bisa membangun persatuan jika tidak ditopang keadilan
dan kesejahteraan masyarakatnya. Karena itu, sila ketiga dan sila kelima dalam Pancasila memiliki
keterkaitan erat. Hal ini terumus dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 bahwa ketika negara
sudah terbentuk maka kekayaan negara dieksplorasi demi kemaslahatan warga negara Indonesia.
Sehingga tidak adil jika hanya satu daerah yang menikmati hasil pembangunan.
Realitasnya, kesenjangan sosial masih terjadi di era reformasi ini, sebagaimana yang terjadi di wilayah
perbatasan. Bangunan demokrasi yang ditegakkan pascareformasi memang ditantang untuk
menjawab harapan masyarakat yang begitu besar. Para pengambil kebijakan dituntut untuk
membuktikan bahwa pilihan demokrasi yang memakan biaya cukup mahal bukanlah pilihan yang
keliru. Jawaban yang diberikan tidak cukup dengan pemberian ruang kebebasan yang lebih besar,
tetapi juga kehidupan ekonomi yang lebih baik.
Itulah cita-cita hakiki demokrasi Indonesia yang terkandung dalam Pancasila, yakni cita-cita yang tidak
hanya memperjuangkan emansipasi dan partisipasi di bidang politik namun juga emansipasi dan
partisipasi di bidang ekonomi. Hal ini seturut dengan tesis yang mengatakan bahwa dasar pendirian
sebuah negara, apapun ideologinya, adalah bagaimana membawa warganya kepada kesejahteraan
dan kemakmuran bersama. “Kemerdekaan nasional”, tegas Soekarno saat sidang pertama RIS tahun
1949, “bukanlah tujuan akhir bagi kita semua. Bagi kita kemerdekaan nasional Indonesia hanyalah
syarat untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dalam arti jasmani dan rohani.
Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah tujuan kita bersama”.
Perbaikan ekonomi bangsa dan pewujudan kesejahteraan rakyat memang bukan hanya menjadi
tanggungjawab pemerintah semata, tetapi juga memerlukan bantuan dan partisipasi warga
masyarakat, pelaku ekonomi dan bisnis, negarawan, politikus, akademisi, dan elemen organisasi
pemerintah. Selanjutnya, kebijakan politik harus memberi kerangka insentif berbasis meritokrasi, bagi
inteligensia yang mencurahkan talenta-talenta terbaiknya dalam berbagai bidang profesi.
Di tengah berbagai persoalan yang mendera bangsa Indonesia, Pancasila layak dijadikan rujukan
untuk kembali meneguhkan kebangsaan Indonesia. Nilai-nilai luhur yang terkandung di setiap sila,
memuat optimisme bangsa Indonesia untuk melahirkan pribadi warga negara yang luhur,
menciptakan kemerataan, mampu bersatu dalam kebhinekaan, serta menghadirkan keadilan dan
kesejahteraan sosial
INTISARI: Penelitian ini berobjek material Konsep keadilan Pancasila sebagai dasar hukum di
Indonesia, dan berobjek formal filsafat hukum. Keadilan Pancasila yang dimaksud adalah suatu
pemikiran yang bercita-cita melaksanakan sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, sehingga dengan keadilan sosial yang hendak dicapai akan terciptalah negara hukum di
Indonesia, karena keadilan dalam Pancasila mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia
akan mendapat perlakuan yang adil baik dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan. Filsafat hukum yang dimaksud adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum, terutama
tentang makna hukum dalam menciptakan keadilan yang berlaku di Indonesia.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Siapa itu rakyat dan rakyat yang mana. Tentu saja rakyat
adalah warga negara yang dilayani oleh pemerintah dan mempunyai hak yang harus dihormati,
dipenuhi dan dilindungi oleh negara bukan malah dicaplok. Ini negara hukum yang menjunjung tinggi
hak asasi manusia. Sering mendengar konflik atas pembangunan antara rakyat vs pemerintah dan
pemodal. Tidak lain yang menjadi konflik adalah keberadaan tanah sebagai objek hukum agraria.
Pokok-pokok agraria di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tanun 1960 Tentang Pokok
Agraria (UUPAA). UUPA yang merupakan aturan khusus/lex superior dari Pasal 33 Ayat (3) Undang-
undang Dasar 1945 (UUD 1945) menjadi aturan pokok agraria di Indonesia. UUPA memberikan
kemungkinan bagi Negara untuk memberikan hak atas tanah kepada perorangan dan badan hukum
sesuai keperluannya. Dengan demikian, pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas
kewajarannya jelas merupakan hal yang bertentaangan dengan asas landreform yang bertujuan untuk
mewujudkan keadilan sosial.
Keadilan sosial yang merupakan nilai dan prinsip pancasila berperan penting dalam prinsip bernegara
termasuk penguasaan agraria. Keadulatan sosial merupakan elemen penting pembentuk perdamaian,
kesejahteraan dan kemajuan dalam setiap komunitas dan Negara. Negara penganut demokraasi
memeiliki beberapa landasan fundamental yang harus ditegakkan termasuk keadilan dalam
penguasaan agraria di Indonesia.
Pada dasarnya segala bentuk pengelolaan agraria didasarkan pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945
sebagai ketentuan dasar yang menyatakan:“Bumi, air dan kekayaan alam didalamnya dikuasai oleh
Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Pasal tersbut adalah dasar
pengelolaan agraria. Sudah jelas bahwasannya agraria yang merupakan bagian dari pasal tersebut
mutlak diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Kesejahteraan rakyat yang merupakan
cerminan keadilan sosial sebagaimana nilai luhur keadilan sosial dalam pancasila harus dijalankan
oleh Negara. Senada dengan pasal 6 UUPA bahwasannya semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial, maka segala bentuk penguasaan atas tanah harus memiliki nilai sosial untuk mewujudkan
keadilan. Demikianlah hukum yang sebagai panglima di Indonesia mengatur agraria. Landasan
yuridis-normatif tersebut sudah barang tentuadalah cita-cita luhur bangsa ini untuk meujudkan
Negara yang bisa mensejahterakan rakyatnya berdasarkan hukum dan prinsip pancasila.
Namun, fakta berbicara lain. Dewasa ini, konflik agraria melanda beberapa daerah di Indonesia.
Kasusnya hampir sama yaitu perebutan hak antara pemodal dan rakyat kecil. dengan dalih
pembangunan dan lain sebagainya masa depan kesejahteraan rakyat terancam punah. Data tahunan
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terjadi peningkatan hingga dua kali lipat
jumlah konflik agraria selama 2016, dibandingkan tahun sebelumnya. Sesuai data yang dikeluarkan
KPA, selama satu tahun lalu saja, terjadi lebih dari 400 konflik agraria di seluruh Indonesia.[1]
Pancasila yang secara prinsip dan menjadi grund norm telah dicederai dengan konflik ini. Hal ini
membuktikan bahwa Negara masih belum bisa mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolaan
agraria yang secara konstitusional diperuntukan untuk kemakmuran rakyat. Sebenarnya nilai
pancasila dalam sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus dijadikan asas
pembangunan Indonesia. Tidak lain tujuannya adalah mewujudkan kesejahteraan sosial terutama
masa depan petani dan sumber daya alam Indonesia. Pertanyan yang harus dijawab adalah
bagaimana prinsip pancasila dalam konsep pembangunan di Indonesia.
Nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia di dasari dan dijiwai
oleh sila ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, serta
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam
sila ke 5 tersebut terkandung nilai nilai yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam hidup
besama. Maka di dalam sila ke 5 tersebut terkandung nila keadilan yang harus terwujud dalam
kehidupan bersama (kehidupan sosial). Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan
kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan
manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan
tuhannya.
UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia memiliki banyak wajah. UUD 1945
tidaksaja dapat dilihat sebagai konstitusi politik (political constitutional) yang mengatur
pembagiankekuasaan di dalam negara, melainkan dapat pula dilihat sebagai konstitusi ekonomi
(economic constitution) dan konstitusi sosial (sosial constitution) seperti yang telah saya perkenalkan
sejak tahun1990 melalui disertasi saya pada tahun 1991.[2] UUD 1945 saya namakan konstitusi
ekonomi (economic constitution) karena berisi dasar-dasar kebijakan Negara di bidang perekonomian.
[3] UUD 1945 juga saya sebut sebagai konstitusi hijau (green constitution) karena berisi dasar-
dasarpengaturan mengenai pengelolaan dan perlindungan hidup,[4] bahkan konstitusi maritim
(blue constitution) yang menegaskan keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan.[5] Begitu pula
persoalan agraria yang dalam pasal 33 ayat (3) adalah bagian normatif dari segala aspek pngaturan
tata ruang di Indonesia.
Begitu kompleks UUD 1945 dalam mengatur segala tata ruang di Indonesia. Lebih khusus pada pasal
33 ayat (3), bahwa sebeenarnya yang diatur dalam UUD 1945 adalah bentuk implementasi normatif
nilai dasar pancasila. Secara tersirat pasal 33 ayat (3) adalah bentuk ketentuang yang menjamin hak
konstitusional warga Negara untuk mendapatkan kesejahteraan sosial. Sistem penguasaan yang
diatur dalam konstitusi telah menegaskan bahwa secara mutlak untuk kesejahteraan rakyat
Indonesia. Kesejahteraan inilah yang menjadi poin real dari keadilan sosial. Keadilan sosial yang
menjadi nilai/prinsip pada sila kelima adalah point penting dalam konsep penguaasaan Negara
terutama dalam agraria.
Konsekuensi dari konsep-konsep kunci tersebut di atas, membawa pemahaman bahwa
Indonesia, secara konseptual merupakan negara yang menganut paham negara kesejahteraan
(welfare state). Dalam paham negara kesejahteraan, negara turut campur/berperan dalam
aktivitas perekonomian untuk mencapai kemakmuran rakyat. Peranan tersebut pada prinsipnya
digunakan ialah untuk memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat banyak (basic needs) seperti
pendidikan, kesehatan dan barang publik lainnya (public goods) yang pada akhirnya dapat
menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Hal ini kemudian ditegaskan secara lugas di dalam Pasal
33 ayat (3) UUD 1945 dalam sebuah kalimat demi sebesar-besamya kemakmuran rakyat .[6]
Pada dasarnya Pembukaan UUD 1945, merupakan sebuah rumusan norma dasar (postulat) dari
eksistensi negara Indonesia. Hal tersebut membawa konsekuensi bahwa Pembukaan UUD 1945
suatu norma yang dengan sendirinya benar (self evidence), dan sebagai norma dasar perlu
diturunkan ke dalam norma yang Iebih operasional (khusus).[7] Memahami rumusan Pasal 33 UUD
1945 yang demikian, membawa konsekuensi bahwa hubungan antara pernyataan tujuan negara
(keadilan sosial dan kesejahteraan umum) yang terdapat di dalam pembukaan UUD 1945 dengan
Pasal 33 UUD 1945 merupakan sebuah hubungan antara tujuan (Pembukaan UUD 1945) dengan
sarana/cara (Pasal 33 UUD 1945). Dalam posisi yang demikian, Pasal 33 dan 34 UUD 1945
merupakan kaidah hukum yang fundamental dari UUD 1945 yang validitasnya bergantung pada
pembukaan UUD 1945.
Dapat disimpulkan bahwa prinsip pancasila dalam konsep pembangunan dan keadilan agraria telah
diimplementasikan pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Sebagai wujud keadilaan sosial secara tegas
keadilan agraria adalah dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya unuk kemakmuran
rakyat Indonesia.
Konflik agraria di Indonesia buka hanya persoalan perebutan lahan semata. Isu yang berkembang dan
menjadi fakta real adalah lebih dari persoalan hak milik dan guna usaha agraria. Segala bentuk
kewenangan Negara ditentukan oleh hukum, oleh karena itu Indonesia adalah Negara hukum. Segala
elemen Negara tidak dapat sewenang-wenang dalam bertindak dan mengambil keputusan, ada
prosedur dan ketentuan yang harus dilaksanakan sebagai syarat sah suatu kebijakan. Begitu pula
dengan konflik yang ada pada kasus ini, bahwa ketimpangan dan tindaakan yang tidak mencerminkan
konsep dasar pancasila telah berbentuk fakta. Aturan telah ada namun konflik tak terbendung, bisa
jadi aturan hukum yang tidak sesuai atau pelaksanaanya yang menyimpang.
Keadilan sosial yang secara normatif telah tergambarkan pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 mutlak
menjadi dasar hukum penguasaan agraria. Lebih lanjut secara terperinci sebagai aturan lex spesialis
UUPA telah mengatur tata ruang agraria di Indonesia. Cita-cita luhur bangsa untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial melalui keadilaan sosial bagi seluruh masyarakay Indonesia sudah tertulis dalam
angan ideologis dan konstitusional. UUD 1945 telah memberikaan amanat dan UUPA sebagai payung
hukum agraria telah begitu ideal dalam konsep pembangunan Indonesia dewasa ini.
Anomali terjadi, dengan legitimasi hukum yang berlaku para pemodal melakukan. Yang perlu digaris
bawahi adalah pentingnya tindakan korektif pemerintah, sejarah telah membuktikan bahwa tindakan
korektif seribu kali lebih penting dari pada tindakan antisipatif. Pemerintah daerah tidak begitu
selektif dalam memberika izin tambang dan jika impleementasinya adalah ancaman petani maka
tindakan ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Kesimpulan
Pancasila sebagai falsafah Negara harus diinterpretasikan dalam bentuk tindakaan bernegara.
Terutama dalam hal penentuan kebijakan. Kesejahteraan sosial secara tidak tidak langsung dijamin
berdasarkan konstitusi. Berdsarkan sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
menjadi filosofi segala bentuk kewenangan Negara dalam melakukan kebijakan. Dalam hal ini,
berkaitan dengan konflik agraria secara konseptual jaminan keadilan sosial telah terpatri dan
dilandaskan pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Tidak lain adalah untuk mewujudkan keadilan sosial
dibidang hak lingkungan hidup dan hak penguasaan Negara atas kewenangan agraria yang sebasar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat. Keadilan agraria yang seharusnya adalah menjamin hak dan
masa depan petani sebagai wujud kesejahteraaan rakyat, inilah yang dinamakan keadilan sosial bag
seluruh rakyat Indonesia.
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang
dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatannya, serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United
Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada
setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”
2.5 Dasar Hukum Penegakan HAM di-Indonesia
Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila. Nilai instrumental sifatnya lebih
khusus dibandingkan dengan nilai dasar. Dengan kata lain, nilai instrumental merupakan pedoman pelaksanaan
kelima sila Pancasila. Perwujudan nilai instrumental pada umumnya berbentuk ketentuan-ketentuan
konstitusional mulai dari Undang-Undang Dasar sampai dengan peraturan daerah
Hak asasi manusia juga dijamin oleh nilai-nilai instrumental Pancasila. Adapun peraturan perundang-
undangan yang menjamin hak asasi manusia diantaranya sebagai berikut.
1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama Pasal 28 A – 28 J.
2) Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Didalam Tap MPR tersebut terdapat
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia.
3) Ketentuan dalam Undang-undang organik berikut.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-
hak Sipil dan Politik.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya.
4) Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia.
5) Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah berikut.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi
dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban
Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.
6) Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Kepres).
Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan untuk Berorganisasi.
Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan
Negeri Makassar.
Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Kepres Nomor 53 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia
Tahun 2004-2009.
Dalam lingkup Internasional juga terdapat beberapa lembaga yang mengawasi proses penegakkan
HAM, diantaranya :
1. Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights
Agen PBB yang bekerja untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia yang dijamin di
bawah hukum internasional dan ditetapkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivis yang hak – hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong
Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia berupa
penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
3) Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum Bernas Tahun 1996.
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga di
culik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
4) Peristiwa Aceh Tahun 1990.
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun
penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak
tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
5) Peristiwa Penculikan Para Aktivis Politik Tahun 1998.
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut
catatan kontras ada 23 orang (1 orang meninggal , 9 orang dilepaskan dan 13 orang lainnya masih hilang ).
6) Peristiwa Trisakti dan Semanggi Tahun 1998.
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 Mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi
Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998(17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II terjadi
pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka luka).
7) Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat Tahun 1999.
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di Timor Timur secara resmi
ditutup setelah penyerahan laporan komisi kebenaran dan persahabatan (KKP) Indonesia – Timor Leste kepada
dua kepala negara terkait.
8) Kasus Ambon Tahun 1999.
Peristiwa yang terjadi di Ambon Ini berawal dari masalah sepele yang merambat ke masalah SARA, sehingga
dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak
korban.
9) Kasus Poso Tahun 1998-2000.
Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum
Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
10) Kasus Dayak dan Madura Tahun 2000.
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan Madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari
kedua belah pihak.
11) Kasus Bom di Bali Tahun 2002.
Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali , yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang dilakukan oleh teroris dengan
menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga Negara asing maupun warga Negara Indonesia sendiri.
12) Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia terbunuhnya Munir Pada 7
September 2004.
Tragedi ini bermula saat Munir menuju Amsterdam untuk melanjutkan studi progam master (S2) di Universitas
Urecth Belanda. Munir naik pesawat Garuda Indonesia GA-974 menuju Singapura untuk kemudian transit di
Singapura dan terbang kembali ke Amsterdam. Namun dua jam sebelum mendarat di Bandara Schipor
Amsterdam Munir telah meninggal dunia dalam pesawat dan di indikasi karena keracunan.
13 ) Pembunuhan Engeline Megawe merupakan peristiwa kekerasan terhadap anak perempuan berusia
Delapan tahun yang terjadi di Kota Denpasar, Bali pada tanggal 16 Mei 2015 . Peristiwa ini menjadi populer
dalam berbagai media di Indonesia diawali dengan pengumuman kehilangan anak tersebut (semula disebut
Angeline) dari keluarga angkatnya melalui sebuah laman di facebookberjudul "Find Angeline-Bali's Missing
Child".
Jasad Engeline kemudian ditemukan terkubur di halaman belakang rumahnya di Jalan Sedap Malam,
Denpasar, Bali, pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2015 dalam keadaan membusuk tertutup sampah di bawah
pohon pisang setelah polisi mencium bau menyengat dan melihat ada gundukan tanah di sana.Selanjutnya
polisi menyelidiki lebih mendalam dan menetapkan dua orang tersangka pembunuh, yaitu Agus Tay Hamba
May, pembantu rumah tangga, dan Margriet Christina Megawe ibu angkatnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang
dibawa sejak lahir. Ciri pokok hakikat HAM yaitu HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi, HAM
berlaku untuk semua orang, dan HAM tidak bisa dilanggar.
Hal – hal penting mengenai perkembangan HAM di dunia, seperti magna charta, Declaration of
Independence of The United States, Declaration des Droits de Il ‘Homme et du Ctoyen, Atlantic Charter,
Universal Declaration of Human Rights, ternyata dihasilkan dari pemikiran-pemikiran mengenai perkembangan
HAM terdahulu yang dibagi ke dalam empat generasi.
HAM merupakan salah satu contoh dari penerapan pancasila sila kedua. Hak asasi manusia dalam
pancasila harus selalu ada keserasian atau keseimbangan antara hak dan kewajiban itu sesuai dengan hakikat
kehidupan manusia.
Upaya penegakan HAM dilaksanakan oleh lembaga internasional maupun lembaga nasional. Lembaga
internasional misalnya Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights, United Nations
Security Council, United Nation Human Rights Council, International Criminal Court, dll. Dan lembaga nasional
misalnya Mahkamah Konstitusi, Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Ombudsman
Nasional, dll.
Pelanggaran HAM di Indonesia masih sering terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa instrumentasi tentang
HAM belum mampu melindung warga Negara.
Masalah utama yang dihadapi dalam penegakan HAM yaitu HAM merupakan masalah yang sedang hangat
dibicarakan, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan partikularisme, serta ada
tiga tataran diskusi tentang HAM.
Upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia dilaksanakan dengan pendekatan security,
desentralisasi melalui otonomi daerah, penegakan supremasi hukum, kontrol dari masyarakat (Social control),
dll
Substansi Hak Asasi Manusia Dalam Pancasila
Salah satu karakteristik hak asasi manusia adalah bersifat universal. Artinya, hak asasi merupakan hak
yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia tanpa membeda-bedakan suku bangsa, agama, ras maupun
golongan. Oleh karena itu, setiap negara wajib menegakkan hak asasi manusia. Akan tetapi, karakteristik
penegakan hak asasi manusia berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Ideologi,
kebudayaan dan nilai-nilai khas yang dimiliki suatu negara akan mempengaruhi pola penegakan hak asasi
manusia di suatu negara. Contohnya, di Indonesia, dalam proses penegakan hak asasi manusia dilakukan
dengan berlandaskan kepada ideologi negara yaitu Pancasila.(http://fatmasusanti-
civiceducation.blogspot.co.id/2015/10/kasus-kasus-pelanggaran-hak-asasi.html)
Pancasila merupakan ideologi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Pancasila sangat menghormati
hak asasi setiap warga negara maupun bukan warga negara Indonesia. Bagaimana Pancasila menjamin hak
asasi manusia ? Pancasila menjamin hak asasi manusia melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-
nilai Pancasila dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai ideal, nilai instrumental dan nilai praksis. Ketiga
kategori nilai Pancasila tersebut mengandung jaminan atas hak asasi manusia, sebagaimana dipaparkan berikut
ini.(http://fatmasusanti-civiceducation.blogspot.co.id/2015/10/kasus-kasus-pelanggaran-hak-asasi.html)
Hubungan antara hak asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut.
1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah
dan menghormati perbedaan agama.
2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menempatkan setiap warga negara pada kedudukan yang sama
dalam hukum serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan
hukum.
3) Sila Persatuan Indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga negara dengan
semangat rela berkorban dan menempatkan Kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan. Hal ini sesuai dengan prinsip hak asasi manusia, bahwa hendaknya sesama manusia bergaul satu
sama lainnya dalam semangat persaudaraan.
4) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak
warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun
intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat.
5) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi
pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.
b) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban
Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.
6) Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Kepres).
a) Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
b) Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan untuk Berorganisasi.
c) Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan
Negeri Makassar.
d) Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Kepres Nomor 53 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
e) Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia
Tahun 2004-2009.
dalam konteks Negara Indonesia, pelanggaran Hak Asasi Manusia merupakan tindakan pelanggaran
kemanusiaan, baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak
asasi manusia.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia berat menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
a) Kejahatan genosida, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
1) membunuh anggota kelompok;
2) mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
3) menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik
seluruh atau sebagiannya;
4) memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok; atau
5) memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
b) Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil, berupa:
1) Pembunuhan;
2) Pemusnahan;
3) Perbudakan;
4) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
5) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum Internasional;
6) Penyiksaan;
7) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan, kehamilan, pemandulan atau
sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
8) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
9) Penghilangan orang secara paksa; atau
10) Kejahatan apartheid.
Kasus Tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA
dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia dimana terdapat ratusan
korban yang meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.
2) Kasus terbunuhnya Marsina, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jawa Timur Tahun
1994.
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivis yang hak – hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong
Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia berupa
penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
3) Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum Bernas Tahun 1996.
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga di
culik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
4) Peristiwa Aceh Tahun 1990.
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun
penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak
tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
5) Peristiwa Penculikan Para Aktivis Politik Tahun 1998.
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut
catatan kontras ada 23 orang (1 orang meninggal , 9 orang dilepaskan dan 13 orang lainnya masih hilang ).
6) Peristiwa Trisakti dan Semanggi Tahun 1998.
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 Mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi
Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998(17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II terjadi
pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka luka).
7) Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat Tahun 1999.
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di Timor Timur secara resmi
ditutup setelah penyerahan laporan komisi kebenaran dan persahabatan (KKP) Indonesia – Timor Leste kepada
dua kepala negara terkait.
8) Kasus Ambon Tahun 1999.
Peristiwa yang terjadi di Ambon Ini berawal dari masalah sepele yang merambat ke masalah SARA, sehingga
dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak
korban.
9) Kasus Poso Tahun 1998-2000.
Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum
Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
10) Kasus Dayak dan Madura Tahun 2000.
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan Madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari
kedua belah pihak.
11) Kasus Bom di Bali Tahun 2002.
Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali , yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang dilakukan oleh teroris dengan
menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga Negara asing maupun warga Negara Indonesia sendiri.
12) Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia terbunuhnya Munir Pada 7
September 2004.
Tragedi ini bermula saat Munir menuju Amsterdam untuk melanjutkan studi progam master (S2) di Universitas
Urecth Belanda. Munir naik pesawat Garuda Indonesia GA-974 menuju Singapura untuk kemudian transit di
Singapura dan terbang kembali ke Amsterdam. Namun dua jam sebelum mendarat di Bandara Schipor
Amsterdam Munir telah meninggal dunia dalam pesawat dan di indikasi karena keracunan.
b) Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Internasional
Kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia internasional yang terjadi pada umumnya disebabkan belum
dipahaminya konsep Hak Asasi Manusia dan banyaknya akses pelanggaran disiplin serta tata tertib oleh oknum
di lapangan. Selain itu, sistem peradilan nasional di setiap negara tidak selalu efektif melakukan proses
peradilan terhadap pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut.
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia Internasional dapat dibedakan menjadi empat kategori.
1) Kejahatan genosida (The crime of genocide)
Dalam sejarah penegakan Hak Asasi Manusia, di dunia ini pernah terjadi beberapa peristiwa yang tergolong ke
dalam kejahatan genosida, di antaranya tragedy My Lai pada 16 Maret 1968 di Vietnam serta tragedi Shabra
dan Shatila pada September 1982 di Beirut, Lebanon.
2) Kejahatan melawan kemanusian (Crime againts humanity)
Kejahatan kemanusian dapat berbentuk pembunuhan, pemusnahan,
penyiksaan, perbudakan, pengusiran, perampasan kemerdekaan yang melanggar hukum internasional dan
sebagainya. Contoh kasus kejahatan melawan kemanusiaan yang pernah terjadi di dunia ini, diantaranya
pembuhunan rakyat Uganda dan pembunuhan rakyat Kamboja.
3) Invasi atau agresi suatu negara ke negara lain (The crime of aggression)
Invasi atau agresi ialah suatu bentuk penyerangan dengan menggunakan kekuatan militer yang dilakukan oleh
suatu negara atau bangsa terhadap negara atau bangsa lainnya, dengan dasar untuk mencaplok wilayah yang
dikuasai negara yang diinvasi, memerangi kejahatan internasional, dan sebagainya. Akan tetapi, hal tersebut
dilakukan dengan tidak menggunakan dasar hukum yang kuat serta melegalkan tindakan tersebut. Contoh dari
tindakan invasi tersebut diantaranya invasi Irak ke Iran pada 22 September1980 dan invasi Amerika Serikat
beserta sekutunya kepada Irak pada 20 Maret 2003.( http://fatmasusanti-
civiceducation.blogspot.co.id/2015/10/kasus-kasus-pelanggaran-hak-asasi.html)
4) Kejahatan perang (War crimes)
Kejahatan perang adalah suatu tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum internasional, terhadap hukum
perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil. Pelaku kejahatan perang ini disebut penjahat
perang. Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan kejahatan perang.
Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu negara belum tentu dapat dianggap kejahatan perang.
(http://fatmasusanticiviceducation.blogspot.co.id/2015/10/kasus-kasus-pelanggaran-hak-asasi.html)
Kejahatan perang meliputi semua pelanggaran terhadap perlindungan yang telah ditentukan oleh hukum
perang, dan juga mencakup kegagalan untuk tunduk pada norma prosedur dan aturan pertempuran, seperti
menyerang pihak yang telah mengibarkan bendera putih, atau sebaliknya, menggunakan bendera perdamaian
itu sebagai taktik perang untuk mengecoh pihak lawan sebelum menyerang.
Beberapa mantan kepala negara dan kepala pemerintahan yang telah diadili karena kejahatan perang antara
lain adalah Karl Dönitz dari Jerman, mantan Perdana Menteri Hideki Tojo dari Jepang dan mantan Presiden
Liberia Charles Taylor. Pada awal 2006 mantan Presiden Irak Saddam Hussein dan mantan Presiden Yugoslavia
Slobodan Milošević juga diadili karena kejahatan perang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang
dibawa sejak lahir. Ciri pokok hakikat Hak Asasi Manusia yaitu Hak Asasi Manusia tidak perlu diberikan, dibeli
ataupun diwarisi, Hak Asasi Manusia berlaku untuk semua orang, dan Hak Asasi Manusia tidak bisa dilanggar.
Hak Asasi Manusia merupakan salah satu contoh dari penerapan pancasila sila kedua. Hak asasi manusia dalam
pancasila harus selalu ada keserasian atau keseimbangan antara hak dan kewajiban itu sesuai dengan hakikat
kehidupan manusia. Prinsip Hak Asasi Manusia dilandasi oleh system nilai universal dalam Pancasila yaitu (a)
nilai religius atau ketuhanan, (b) nilai kemanusiaan, (c) nilai persatuan, (d) nilai kerakyatan, dan (e) nilai
keadilan. (http://royalcloud.blogspot.co.id/2012/04/makalah-pancasila-dan-hak-asasi-manusia.html)
Upaya penegakan Hak Asasi Manusia dilaksanakan oleh lembaga Internasional maupun lembaga
nasional. Lembaga Internasional misalnya Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights,
United Nations Security Council, United Nation Human Rights Council, International Criminal Court, dll. Dan
lembaga nasional misalnya Mahkamah Konstitusi, Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi
Ombudsman Nasional, dll.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia masih sering terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa
instrumentasi tentang Hak Asasi Manusia belum mampu melindung warga Negara. Masalah utama yang
dihadapi dalam penegakan Hak Asasi Manusia yaitu Hak Asasi Manusia merupakan masalah yang sedang
hangat dibicarakan, Hak Asasi Manusia sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan
partikularisme, serta ada tiga tataran diskusi tentang Hak Asasi Manusia.
FacebookTwitterGoogle+WhatsAppShare
Transportasi laut yang belum terkoneksi secara maksimal menyebabkan biaya logistik melambung tinggi.
Kondisi ini menjadi salah satu pemicu ekonomi biaya tinggi. Kehadiran tol laut diharapkan menjadi
instrumen pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, menyebabkan negeri ini memiliki potensi besar menjadi
poros maritim dunia. Salah satu instrumen untuk mewujudkan gagasan itu adalah dengan membangun tol laut.
Mengingat Indonesia berada di daerah equator, antara dua benua Asia dan Australia, antara dua samudera
Pasifik dan Hindia, serta negara-negara Asia Tenggara. Kondisi geografis Indonesia itu menjadi alur pelayaran
internasional.
Selama ini pembangunan Indonesia berbasis ke daratan. Meskipun Indonesia merupakan negara kepulauan.
Oleh karena itu, keputusan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla menjadikan Indonesia membangun program
tol laut merupakan suatu langkah yang tepat, baik dari segi politik, ekonomi, maupun sosial budaya.
Program tol laut yang dicanangkan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla menjadikan kata kunci
untuk membangun perekonomian dan pemerataan di dalam negeri. Konsep ini berusaha meningkatkan
konektivitas Indonesia di sektor trasportasi laut yang memegang peran vital sebagai arus keluar masuknya
barang maupun penumpang antarpulau di tanah air maupun dari dan ke luar negeri.
Betapa tidak, 255 juta jiwa penduduk tersebar di kepulauan Indonesia, menjadikan transportasi laut
memegang peranan penting. Demikian halnya dengan keberadaan industri pelayaran yang menjembatani arus
penumpang dan arus keluar masuknya barang, baik dalam maupun luar negeri.
Indonesia juga punya potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah dan tersebar di banyak pulau di negeri
maritim ini. Sebut saja oil and gas, batubara, sumber mineral lainnya. Belum hasil rempah-rempah yang kaya
akan karet, kopi, lada dan banyak lagi lainnya, menjadi Indonesia sebagai jalur rempah-rempah di masa silam.
Ada sejumlah pelabuhan deep sea port dikembangkan sebagai pintu export dan import – antara lain yang
sekarang sedang dibangun melalui konsep tol laut di Medan, Batam , Jakarta, Surabaya, Makassar dan Sorong.
Pelabuhan tersebut dilengkapi dengan kawasan pergudangan, bongkar muat serta pusat distribusi domestik
modern berbasis IT management – single gateway – untuk kepabeanan dan keimigrasian. Setiap port didukung
oleh sepuluh pelabuhan lain di sekitarnya dan sentra industri kelautan.
Namun demikian, muncul kritik konsep tol laut datang dari operator ekspedisi laut dan pakar logistik. Alasan
utama mereka adalah keseimbangan payload (cargo). Sebab, arus komoditas cenderung satu arah dari barat
ke timur saja dengan jenis muatan yang berbeda. Contoh: sembako dari Jakarta ke Sorong diangkut dengan
kapal cargo besar. Saat kembali ke Jakarta, kapal tersebut kosong, tak ada komoditas dalam volume yang
setara dari timur ke barat.
Sementara dari Sorong ke Jakarta didominasi oleh orang (penumpang) bukan barang, Tentu fenomena
demikian tidak dapat diangkut dengan kapal cargo. Ketimpangan itu berakibat pada ketidakpastian jadwal
pelayaran, proses bongkar muat, pergudangan. di sejumlah pelabuhan Indonesia Timur. Kapal bersandar bisa
hingga satu bulan untuk bongkar muat dan menunggu tercapainya kapasitas minimum payload. Akibatnya
kerugian dan naiknya biaya. Itu sebab mengapa harga semen di Papua bisa 10 kali lipat dibandingkan di
Makassar. Harga apel Malang di Sumatera bisa kalah bersaing dengan buah sejenis asal Australia.
Menurut Wakil Ketua Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO), Nyoman
Sudiana, ada case yang sudah terjadi di Merauke. Bupati Merauke bangun kapal di PT Pal Indonesia. Kapal yang
dibangun tersebut bernama Caraka Jaya dengan bobot 5400 WDT Biaya pembuatan kapal tersebut mencapai
Rp 50 milyar. Kapal tersebut bisa mengangkut 215 kontainer. Kapal tersebut membuat route dari Surabaya ke
Merauke dengan lama perjalanan 14 hari.
Dari investasi sebesar Rp 50 milyar itu, pemerintah Kabupaten Merauke hanya menghasilkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dari proyek tersebut sebesar Rp 3 milyar pertahun. Secara hitungan bisnis proyek tersebut
tidak visible. Berapa tahun investasi sebesar itu harus kembali. Bila suatu bisnis — BEP (Break Even Point) –
lebih dari 10 tahun, maka bisnis tersebut tidak visible. Namun demikian, untuk kasus pembangunan kapal
Caraka Jaya tersebut jangan dilihat dari sudut itu semata. Tapi lihat multiplier effect yang ditimbulkan akibat
dari dibukanya jalur terjadwal dari Surabaya ke Merauke. Harga-harga kebutuhan pokok akibat dibukanya jalur
itu menjadi turun di Merauke. Dengan demikian masyarakat di sana dimakmurkan. Karena ada kapal terjadwal,
mereka sudah mengumpulkan barang-barang hasil bumi jauh-jauh hari untuk di bawa ke Surabaya.
Mantan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli pernah mengatakan, pada era tahun 80-
an setiap kapal penumpang atau cargo yang masuk wilayah Indonesia wajib mampir di Medan, Tanjung Priok,
Surabaya dan Makasar, baru terus ke utara atau tujuan kapal berbendera asing. Tapi pada akhir tahun 80-an
seorang konsultan dari Autralia menganjurkan bahwa cara itu tidak benar. Dianjurkan untuk melakukan
deregulasi. Sarannya jangan lagi ada kewajiban kapal asing mampir dimanapun. Terserah kapal tersebut. Kalau
ada barang kapal itu mampir, tapi kalau tidak ada barang tidak mesti harus mampir.
Saran tersebut ditolak-mentah-mentah oleh pemerintah orde baru. Presiden Soeharto saat itu pun menyadari,
dengan mampirnya kapal asing secara terjadwal di Tanjung Priok, Surabaya, Makasar dan Medan, distribusi
barang menjadi lancar. Para petani kecil, pedagang, sudah mengumpulkan barangnya jauh-jauh hari.
Tapi tiba-tiba kebijakan tersebut dihapus. Kapal-kapal berbendera asing hanya mampir di Tanjung Priok
(Jakarta) dan pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya). Alasan kapal asing mampir di dua pelabuhan tersebut
karena kedua daerah tersebut adalah daerah industri yang banyak terjadi proses bongkar muat. Sedangkan
Makassar dan Medan tidak dihampiri kapal asing karena muatannnya kecil, dinilai tidak efisien untuk berlayar
ke daerah tersebut.
Kebijakan ini sangat merugikan pedagang kecil dan petani kecil di Sulawesi dan Sumatra Utara. Yang terjadi
akibat kebijakan tersebut, mereka mere-alokasi industri.dari sekitar Indonesia Timur pindah ke Surabaya.
Banyak Industri Rotan, kayu pindah semua ke Surabaya. Akibat kebijakan tersebut, Surabaya menjadi seperti
ibukota Indonesia Timur.
Jelas tidak benar! Belanda saja membangun pelabuhan di Makasar supaya menjadi kota pusat perdagangan
Indonesia Timur, Medan dan sebagainya. Akhirnya yang diuntungkan adalah Singapura. Singapura menjadi
pusat transit. Ambil barang dari mana saja dan dikumpulkan lalu panggil travel untuk angkut barang.
Sementara tujuan pemerintah membangun tol laut itu adalah mereduksi biaya logistik yang mencapai
26% Product Domestic Bruto (PDB). Tol laut ini dapat menjembatani disparitas harga – yaitu dengan upaya
pemerataan pembangunan dan pertumbuhan. Caranya adalah memindahkan sentra industri dan infrastruktur,
seperti pembangkit listrik dan pasokan gas – ke timur dengan rentang sebaran sekitar zona maritim.
Tingginya biaya angkutan itu bukan disebabkan karena mahalnya transportasi laut. Biaya transportasi laut
diperkirakan hanya sekitar 50% dari biaya logistik yang mahal. Itu pun disebabkan karena angkutan pelayaran
dari Indonesia Timur ke Indonesia Barat tidak ada muatan, sehingga perusahaan pelayaran mematok tarif dua
kali lipat bila mengangkut barang dari Indonesia Barat ke Indonesia Timur.
Seandainya Indonesia Timur ada kegiatan produktivitas atau sentra produksi, pasti ada cargo di sana, sehingga
biaya transportasi lebih murah. Karena tidak ada sentra industri atau produksi, maka semua biaya angkutan
pelayaran dibebankan ke konsumen.
Di damping itu, perlu program pemberdayaan potensi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) unggulan setempat.
Setelah infrastruktur dan dinamika industri berkembang, maka pusat bisnis juga didorong untuk menyebar
sehingga seluruh zona menjadi pasar-pasar baru yang bukan hanya beragam tapi juga memiliki kekuatan
komoditas yang berimbang.
Tapi perlu diingat, konsep Tol Laut yang digagas pemerintah Jokowi ini hanya bagian kecil dari kegiatan
maritim. Konsep yang dilansir belakangan ini hanya berbicara perpindahan barang dan penumpang. Ini artinya
kapal yang dilayani dengan konsep tersebut lebih banyak jenis kapal kontainer dan kapal roro. Tapi mesti
diingat, bahwa ada batubara, ada minyak, ada gas dan sebagainya. Nah, ini yang tidak tersentuh dengan
konsep tol laut. Tol laut itu salah satu konektivitas menghubungkan dari pulau ke pulau. Artinya pelayaran
tersebut dalam suatu periode regular. Seperti halnya pesawat yang rute-nya regular. Demikian halnya dengan
tol laut yang menjadi tugas pemerintah saat ini.
Oleh karena itu, jangan dianggap rencana pembangunan tol laut pemerintahan Joko Widodo hanya sebagai
pengoperasian kapal-kapal untuk rute wilayah tertentu dengan kapasitas kapal-kapal tertentu yang mendapat
subsidi pemerintah. Hal ini dapat menjadi tidak efisien karena ada distorsi pasar.
CEO Samudra Shipping Line Ltd, Asmari Herry mengungkapkan, alokasi dana pemerintah seharusnya hanya
fokus pada konektivitas daerah terpencil dan rute perintis serta pembangunan atau perbaikan infrastruktur
pelabuhan di luar Pulau Jawa. Dengan focus pembangunan itu, maka kemampuan pelabuhan di luar Pulau Jawa
sebanding dengan pelabuhan di laut Jawa.
Menurut Asmari, tol laut harus dimaknai sebagai pembangunan infrastruktur, terutama revitalisasi pelabuhan,
pembangunan pelabuhan baru serta akses jalan ke pelabuhan, sehingga mempermudah pergerakan barang
dan manusia. Program tol laut demikian akan menjadikan transportasi lebih efisiensi dengan menggunakan laut
sebagai base mengkonektivitaskan semua modal transportasi di Indonesia.
Wakil ketua INSA (Indonesian Nation Shipowners Association) bidang kapal tanker dan offshore, Darmansyah
Tanamas menilai program tol laut sudah bagus. Tinggal persoalannya bagaimana mengimplementasikannya.
Salah satu pilar Tol Laut adalah infrastruktur maritim dan konektivitas maritim yang selama ini
pembangunannya sepi-sepi saja. Dalam hal ini yang terkait dengan infrastruktur maritim antara lain adalah
pelabuhan dan pembangunan power plant yang segera dipercepat sebagai sarana pendukung pelabuhan.
Oleh karena itu pemerintah melakukan pembangunan infrastruktur secara pararel dalam menunjang program
Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia. Sebut saja rencana pemerintah membangun pembangkit listrik 35.000
MW, pembangunan kawasan industri baru, khususnya di Indonesia bagian Timur dan umumnya Indonesia
bagian Barat. Pembangunan jalan tol dalam menunjang mobilitas transportasi darat dan pembangunan
pelabuhan maupun revitalisasi pelabuhan yang sudah ada.
Bila program tol laut ini terealisasi, maka Indonesia akan menjadi suatu negara yang tingkat perekonomian baik
dan secara otomatis akan meningkatkan daya beli masyarakat. Sebab, dengan adanya pembangunan ekonomi
di daerah, pertumbuhan yang merata, daya beli tinggi, berarti aktivitas perdagangan semakin besar. Ini berarti
pertumbuhan ekonomi kita akan meningkat, dan kesejahteraan masyarakat meningkat.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang meningkat, maka negara mempunyai suatu pondasi yang lebih
bagus, sehingga menjadi faktor yang bisa meningkatkan pembangunan-pembangunan di sektor lainnya, baik di
sektor pendidikan, kesehatan, pertahanan dan sebagainya. Dan akhirnya harapan masyarakat adil dan
sejahtera bisa terwujud. `
Bagi INSA, Poros Maritim Dunia menjadi bagian dari proses pertumbuhan ekonomi nasional, melalui aspek
industri pelayaran. Di mana fungsi angkutan laut menjadi penghubung (konektivitas) untuk melakukan
penyebaran komuditi, angkutan penumpang (penyebaran penduduk) antarpulau di Indonesia.
Berdasarkan data pada tahun 2012 peringkat indeks konektivitas Indonesia di sektor transportasi laut berada
pada peringkat 104 dunia. Angka ini meningkat menjadi peringkat 77 pada tahun 2014 – 2015. Namun
demikian, peringkat tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan Thailand dan Malaysia. Malaysia pada
tahun 2014 – 2015 berada pada peringkat 19 dan Thailand di peringkat 54 dunia.
Tapi angka itu tak bisa menjadi ukuran! Indonesia merupakan negara kepulauan yang jumlahnya lebih dari
17.000-an pulau. Fakta itu menjadi bahan introspeksi diri bahwa indeks konektivitas itu harus ditingkatkan. Hal
ini bertujuan meningkatkan Logistics Performance Indexs tahun 2014 -2015.
Tak pelak lagi, fenomena itu menjadi tantangan bagi Pemerintahan Jokowi. Pertanyaannya adalah, bagaimana
mengimplementasikan program-program pemerintah di bidang logistik? Untuk menjawab pertanyaan itu,
infrastruktur menjadi kunci dalam memperbaiki sistem rantai pasok.
Memang terjadi ketimpangan antara satu provinsi dengan provinsi lain di Indonesia. Indeks konektivitas
provinsi diukur dengan faktor kapal terdaftar, kapasitas kontainer pembawa, ukuran maksimal, vessels,
jumlah kunjungan kapal, dan pengiriman perusahaan terdaftar. Berdasarkan indeks konektivitas transportasi
laut, DKI Jakarta memiliki konektivitas yang kuat di Indonesia. Nilai Indeksnya sangat jauh dibandingkan dengan
Kawasan Timur Indonesia. Dengan demikian diperlukan pemerataan pembangunan.
Pasalnya proyeksi nilai ekonomi kelautan Indonesia mencapai US$ 171 milyar atau setara dengan Rp 2046
triliun (asumsi kurs per-dolar Rp. 12.000, asumsi KADIN 2015). Angka itu terdiri dari sektor perikanan sebesar
Rp 380 triliun, wilayah pesisir Rp 670 triliun, bioteknologi Rp 480 triliun, wisata bahari Rp 24 triliun, minyak
bumi Rp 252 triliun dan transportasi Rp 240 triliun.
Untuk meraih nilai besar tersebut diperlukan suatu program yaitu Poros Maritim Dunia yang salah satu
program itu adalah tol laut.. Hal ini bisa terwujud bila ada kebijakan dan program pendukung yang tepat,
efektif dan kompetitif. Salah satu program yang perlu mendapat perhatian pemerintah adalah membangun dan
melakukan revitalisasi pelabuhan, baik pelabuhan skala internasional maupun dalam negeri. [] Yuniman T
Nurdin
Menurut Richard, dengan adanya program tol laut masyarakat sangat diuntungkan sebab kebutuhan pokok
dapat terpenuhi dengan baik. Ini karena dengan program tersebut kapal pengangkut kebutuhan pokok dapat
lebih banyak memasok stok bahan pokok ke Indonesia bagian timur.
“Salah satu kebijakan penting yang dibuat oleh pak presiden adalah apa yang dikenal dengan tol laut. Ini
sebuah kebijakan yang sangat penting untuk mengurangi beban dari rakyat dan masyarakat ,” ujar Richard di
Ambon, Senin (4/12/2017).
Dia mengatakan berbagai kebutuhan masyarakat seperti sandang, pangan maupun papan dapat terpenuhi
dengan baik semenjak diberlakukannya program tol laut tersebut. Tol laut juga memberikan pola transportasi
yang strategis sehingga memungkinkan kapal pemasok kebutuhan tersebut dapat memasok lebih ddari sekali
dalam sebulan.
“Terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan strategis sandang, pangan maupun kebutuhan yang lain,”
tuturnya.
Dia menambahkan tol laut juga diatur dalam pola yang strategis secara nasional sehingga transportasi yang
memuat berbagai kebutuhan dari pusat produksi maupun pusat industri dapat sampai ke tujuan dengan
rentang waktu yang sangat cepat sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan baik.
“Oleh karena itu secara nasional lalu diatur supaya transportasi dari pusat-pusat produksi, pusat-pusat industri
itu dia bisa sampai tepat pada waktunya,” terangnya.
Selain dapat sampai ke tujuan dengan rentang waktu yang sangat cepat, dengan adanya tol laut harga
kebutuhan relatif murah dan itu akan sangat menguntungkan masyarakat.
“Dengan harga yang relatif murah supaya dia juga berdampak pada masyarakat untuk bisa membelinya,”
tambahnya. (SME)
Rencana program pemerintah dengan tol laut membelah kawasan Indonesia Timur mungkin secara distribusi
dan mobilisasi ekonomi dari Sabang sampai Meraoke memang tambah lancar dan tanpa halangan sedikit pun.
Mobilisasi orang, barang , kebaikan, kejahatan, adat, budaya, dll., semakin menyebar seluruh Indonesia.
Ini mungkin yang diimpikan oleh pemerintahan Bapak Presiden Jokowi JK. Kalau perspektif ekonomi dan
kelancaran komunikasi antar suku bangsa memang mungkin ada benarnya. Namun, apabila mencermati lebih
jauh lagi tentang realitas karunia wilayah Indonesia yang diberikanNya kepada kita seperti ini, tentu perlu pikir
dua kali.
Sesungguhnya dengan laut itu luar biasa potensi yang ada di dalamnya. Maka kalau tidak dapat mengelola atau
malah justru merusak laut akan menjadi bumerang bagi bangsa Indonesia. Artinya, Indonesia akan kehilangan
separoh andalan dan kebanggaan Indonesia karena tol laut itu. Sayang, anak cucu akan menyesali kerusakan
yang ditimbulkan oleh kerusakan laut itu.
Secara faktual, apabila laut sudah menjadi mobilisasi yang padat dan menjadi keseharian yang tidak terkendali
sudah jelas banyak risiko-risiko yang akan ditimbulkan. Utamanya kekayaan biota laut akan sulit lagi kita
temukan di perairan Indonesia. Akhirnya permasalahan baru akan muncul lagi, suatu saat kita akan impor
daging ikan laut segar dari negeri tetangga atau mereka yang pandai mengelola lautnya. Dan selanjutnya kita
hanya dapat panasnya tol laut saja.
Belum lagi dana untuk membangun itu dana asing yang bukan dana dingin dari tangan Indonesia sendiri. Sudah
dapat dipastikan kita hanya akan mendapat cipratan-cipratan rezeki dari suprastruktur yang dibangun oleh
Bapak Presiden Jokowi-JK. Kalau hanya cipratan-cipratan rezeki itu saja, dengan alamiahnya laut kita, malah
seluruh bangsa Indonesia dapat menikmati hasil laut yang terjaga itu. Belum lagi generasi bangsa Bapak
Presiden Jokowi JK tercatat dalam sejarah sebagai generasi yang menanggung dosa politik karena laut yang
rusak tidak terkendali.
Karena itu, sebagai catatan saya, pembangunan tol laut yang menggunakan dana investasi asing bukan suatu
langkah yang cerdas. Dana asing cenderung hanya akan menyesal di belakang. Coba retrospeksi lagi, masih
segar dalam ingatan kita, hubungan dengan IMF buru-buru kita kejar pelunasannya dengan segudang emas
para orang miskin di kampong-kampong waktu itu. Tetapi kini, mengapa malah justru membuka babak baru
lagi, yang esensinya sama saja.
Karena itu kompasianer, menimbang pertama, antara manfaat dan mudaratnya lebih besar mudaratnya
daripada manfaatnya bagi bangsa Indonesia, sudah selayaknya hal seperti itu dapat kita hindari bersama.
Kedua, kerusakan laut di seluruh Indonesia sudah kelihatan di depan mata, manakala realisasi tol laut itu mulus
menjadi kebijakan perintahan Bapak Jokowi JK. Hal semacam ini bukan menghalang-halangi program kerja
pemerintah, tetapi penjagaan potensi Indonesia harus selalu kita kawal bersama dan dapat dikelola sepanjang
masa.
Ketiga, anak bangsa kita sudah ahli pembuatan kapal dan pabrik-pabrik kapal kita sudah lumayan dan dikenal
oleh negara lain, misalnya dengan PT PAL Surabaya. Bagaimana mungkin dengan pabrik yang sudah besar itu
akan tidak produktif lagi karena setidaknya tol laut akan mengurangi produksi PT PAL Surabaya.
Keempat, untuk memperkuat mobilisasi antar pulau di samping masih sangat mungkin dijangkau dengan
penguatan produksi besar-besaran dengan PT PAL Surabaya, juga kita punya PT Dirgantara Indonesia.
Manakala kita tetap memberikan apresiasi yang besar terhadap semua itu, tentu akan dapat menopang lebih
jauh lagi keperluan transportasi murah antar pulau di Indonesia.
Kelima, setiap presiden baru Indonesia cenderung melirik karya baru lagi. Tetapi tidak tertarik meneruskan
yang sudah dimulai. Kalau hal ini tidak dikritisi, dapat dipastikan program, manajemen berbangsa dan
bernegara kita hanya pandai mengajukan konsep bangun jatuh runtuh, dan tak berdaya lagi saja. Karena itu
sudah saatnya hal semacam ini perlu kita kritisi dan cermati agar dalam konsep membangun lebih tepat bagi
bangsa Indonesia.
Keenam, Indonesia jaya dan dihormati bangsa lain karena lautnya. Bukan berarti untuk berjaya dan dihormati
dengan jalan tol itu. Potensi dan kekayaan laut yang melimpah-ruah apabila dapat dikelola dengan baik, kita
akan lebih jaya dan dihormati oleh bangsa lain. DIHORMATI?
DIHORMATI BUKAN PILIHAN SAYA, SEBAGAI BAGIAN DARI ANAK BANGSA INDONESIA DENGAN CARA
MEMBANGUN TOL LAUT. TETAPI, KAMI INGIN MENJADI BANGSA YANG TERHORMAT KARENA MEMANG
PANDAI MENGELOLA POTENSI KEKAYAAN LAUT YANG MELIMPAH-RUAH, DAN SAYA TIDAK INGIN POTENSI ITU
DISIA-SIAKAN OLEH PRESIDEN SEBELUMNYA ATAU SEDUDAHNYA.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam
rangka menjamin kesediaan barang dan untuk mengurangi disparitas harga bagi masyarakat serta untuk
menjamin kelangsungan pelayanan penyelenggaraan angkutan barang ke daerah tertinggal, terpencil, terluar,
dan perbatasan dalam mendukung pelaksanaan tol laut, perlu adanya penugasan kepada Badan Usaha Milik
Negara yang bergerak di bidang angkutan laut yang dinilai mampu untuk menyelenggarakan kewajiban
pelayanan publik;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 75 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan, dapat dilakukan penugasan kepada perusahaan angkutan laut nasional dengan
mendapatkan kompensasi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b,
perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan
Barang di Laut. Mengingat: 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 4. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang
Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 138).