1
bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu kita meletakkan
kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.
Di dalam kedudukan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
(1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan, serta (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
Sebagai bahasa kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk
tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen oleh
pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.
Sebagai fungsinya yang kedua di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai
taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia, kecuali di
daerah-daerah, seperti Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makasar yang
menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar sampai dengan tahun ketiga
pendidikan dasar.
Sebagai fungsinya yang ketiga di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia adalah alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk kepentingan pelaksanaan
pemerintah. Di dalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai bukan saja
sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masayarakat luas, dan bukan
sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat
perhubungan di dalam masayarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan
bahasanya.
Akhirnya, di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Di dalam hubungan ini, bahasa indonesi adalah satu-satunya alat yang
memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian
rupa sehingga ia memimiliki ciri-ciri dan identitasnya satu yang sama, bahasa Indonesia
kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita
(Halim 1976:4 -56; Moeliono:15-31).
BAB II
BAHASA INDONESIA DENGAN BERBAGAI RAGAMNYA
Ragam Keilmuan/Teknologi
Komputer adalah mesin pengolah informasi. Berjuta-juta fakta dan bagan yang
berbeda dapat disimpan dalam komputer dan dapat dicari kembali apabila diperlukan.
Komputer dapat mengerjakan perhitungan yang rumit dengan kecepatan yang luar biasa.
Hanya dalam waktu beberapa detik komputer dapat melaksanakan pekerjaan yang kalau
dikerjakan oleh tenaga manusia akan memakan waktu berminggu-minggu.
Di jantung komputer terkecil (yang disebut mikrokomputer) terdapat sebuah
komponen elektronik yang dinamakan mikroprosesor. Komponen ini dibuat dari
kepingan silikon yang berukuran tidak lebih besar daripada kuku jari kelingking.
Sebenarnya, mikroprosesor itu sendiri adalah komputer dan dapat dibangun menjadi
berbagai jenis mesin.
Kita mengenal dua macam diabetes, yaitu diabetes inspidus dan diabetes mellitus.
Diabetes inspidus disebabkan oleh kekurangan hormon antidiuretik (antidiuretic hormon
ADH) diproduksi oleh kelenjar pituitaria yang berada di otak sehingga kita mengeluarkan
urine terus atau kencing saja. Pada diabetes mellitus yang kurang adalah hormon sulin
yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang berada di bawah hati. Dengan kurangnya zat
insulin ini metabolisme gula tergnggu sehingga sebagian tidak bisa diubah menjadi bahan
yang bisa dibakar untuk menghasilkan tenaga, atau perubahan tersebut tidak sempurna.
Ragam Keagamaan
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka menguranginya. Tidaklah orang-
orang itu menyangka bahw sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suau hari yang
besar, yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.
Pada anak kalimat terdapat kata kami sebagai subjek anak kalimat, dan pada
induk kalimat terdapat pula kata kami sebagai subjek induk kalimat. Dalam hal seperti
ini, subjek itu ditekankan pada induk kalimat sehingga subjek pada anak kalimat boleh
dihilangkan, dan bukan sebaliknya. Perhatikan kalimat ini:
Karena kami sudah lelah, kami ingin pulang.
Perbaikannya:
Karena kami sudah lelah, ingin pulang.
Berdasarkan perbaikan itu diperoleh suatu kaidah sebagai berikut jika dalam anak kalimat
tidak terdapat subjek, itu berarti bahwa subjek anak kalimat sama dengan subjek induk
kalimat. Perapatan kalimat tak setara ini sering keliru. Kekeliruan ini terjadi oleh
kesalahan menalar suatu gagasan sehingga terjadi percampuran perapatan antara subjek
dan objek. Contoh:
a) Usul itu tidak melanggar hukum.
b) Ia menyetujui usul itu.
Jika kedua kalimat itu dijadikan kalimat majemuk tak setara, subjek anak kalimat
dan subjek induk kalimat harus dieksplisitkan karena kedua subjek berbeda sehingga
hasilnya harus menjadi sebagai berikut:
c) Karena usul itu tidak melanggar hukum, ia setuju/menyetujuinya.
Dalam kalimat majemuk tak setara ini terdapat persamaan antara subjek anak
kalimat dan objek induk kalimat, yaitu usul itu. Dengan adanya persamaan ini kadang-
kadang terjadilah perapatan antara subjek anak kalimat dan objek induk kalimat dalam
bentuk yang salah, seperti berikut:
Karena tidak melanggar hukum, ia menyetujui usul itu.
Kalimat ini tidak benar sebab penghilangan subjek pada anak kalimat akan
memberikan makna kesamaan subjek itu dengan subjek pada induk kalimat. Andaikata
kalimat ini dibiarkan seperti itu, kita akan memberikan makna sebagai berikut:
Karena (ia) tidak melanggar hukum, ia menyetujui usul itu.
Hal ini berbeda sekali dengan gagasan pertama, yaitu:
Karena usul itu tidak melanggar hukum, ia menyetujui usul itu.
Perhatikan kalimat berikut ini:
1) Setelah diganti dengan pita baru, mereka tidak mengalami kesukaran
menggunakan mesin ketik itu.
2) Sebelum diletakkan di tengah ruangan, para pengawas terlebih dahulu
memperbaiki kipas angin itu.
Kalimat (1) salah karena subjek anak kalimat yang dilesapkan akan sama dengan
subjek induk kalimat. Jadi, yang diganti pitanya dengan pita baru dalam kalimat (1)
adalah mereka. Padahal yang diganti dengan pita baru adalah pita mesin ketik. Perbaikan
kalimat (1) sebagai berikut:
1a) Setelah mengganti pita mesin ketik dengan pita baru, mereka tidak mengalami
kesukaran dalam mempergunakan mesin ketik itu.
1b) Setelah pita mesin ketik diganti dengan pita baru, mereka tidak mengalami
kesukaran mempergunakan mesin itu.
Kalimat (2) salah karena subjek anak kalimat yang dilesapkan akan sama dengan
subjek induk kalimat, yaitu para pengawas. Padahal, yang diletakkan di tengah ruangan
adalah kipas angin. Agar subjek pada anak kalimat (yang dilesapkan) sama dengan
subjek pada induk kalimat, perbaikannya sebagai berikut:
2a) sebelum diletakkan di tengah ruangan, kipas angin itu terlebih dahulu
diperbaiki para pengawas
2b) Sebelum meletakkan kipas angindi tengah ruangan, para pengawas terlebih
dahulu memperbaiki kipas angin itu.
Perhatikan kalimat salah yang lain:
3) Jika sudah menerima biaya yang direncanakan, pemabngunan gedung itu
akan segera saya mulai.
4) Setelah membaca buku itu berulang kali, isinya dapat dipahami.
Kalimat (3) salah karena subjek yang dilesapkan dalam anak kalimat (seolah-
olah) adalah pembangunan gedung itu. Padahal, yang sudah menerima biaya yang sudah
direncanakan adalah saya. Jadi, kalimat 3) harus diperbaiki sebagai berikut:
3a) Jika sudah menerima biaya yang direncanakan, saya akan segera memulai
pembangunan gedung itu
3b) Jika biaya yang sudah direncanakan diterima, pembangunan gedung itu
akan segera saya mulai.
Kalimat (4) salah karena subjek yang dilesapkan dalam anak kalimat (seolah-
olah) adalah isinya. Padahal, yang membaca buku itu adalah mereka. Kalimat itu akan
bernalar jika diperbaiki sebagai berikut:
4a) Setelah membaca buku itu berulang-ulang, dia dapat memahami isinya.
4b) Setelah buku itu dibacanya berulang-ulang, isinya dapat dipahaminya.
4.1 Pengantar
Pada dasarnya, dalam penyusunan karya ilmiah terdapat lima tahap, antara lain
(1) persiapan, (2) pengumpulan data, (3) pengorganisasian dan pengonsepan, (4)
pemeriksaan/penyuntingan konsep, (5) penyajian/pengetikan. Tahap persiapan adalah (a) pemilihan
masalah/topik, (b) penentuan judul, dan (c) pembuatan kerangka karangan/ ragangan. Tahap
pengumpulan data adalah (a) pencarian keterangan dari bahan bacaan, seperti buku, majalah, dan surat
kabar, (b) pengumpulan keterangan dari pihak-pihak yang mengetahui masalah yang akan digarap,
pengamatan langsung ke objek yang akan diteliti, serta (c) percobaan dan pengujian di lapangan atau
laboratorium. Tahap pengorganisasian dan pengonsepan adalah (a) pengelompokan bahan, yaitu bagian-
bagian mana yang akan didahulukan dan bagian-bagian mana yang akan dikemudiankan, dan (b)
pengonsepan. Tahap pemeriksaan atau penyuntingan konsep adalah pembacaan dan pengecekan
kembali naskah; yang kurang lengkap dilengkapi, yang kurang relevan dibuang. Tentu ada penyajian
yang berulang-ulang atau tumpang tindih, pemakaian bahasa yang kurang efektif, baik dari segi
penulisan dan pemilihan kata, penyusunan kalimat, penyusunan paragraf, maupun segi penerapan kaidah
ejaan. Tahap penyajian adalah pengetikan hasil penelitian. Rincian tiap-tiap kegiatan itu adalah sebagai
berikut.
a. Pemilihan Topik/Masalah
Topik/masalah adalah pokok pembicaraan. Topik tersedia dengan melimpah di sekitar
kita, seperti (1) persoalan kemasyarakatan, (2) perbankan, (3) akuntansi, (4) kedokteran, (5) asuransi, (6)
koperasi, (7) teknik, (8) industri, (9) pertanian, (10) hukum, (11) perhotelan, (12) pariwisata, dan (13)
teknik lingkungan.
Hal-hal berikut patut dipertimbangkan dengan seksama oleh penyusun karya
ilmiah:
1. Topik yang dipilih harus berada di sekitar Anda, baik di sekitar pengalaman maupun
pengetahuan Anda. Hindarilah topik yang jauh dari diri Anda karena hal itu akan menyulitkan Anda
ketika menggarapnya.
2. Topik yang dipilih harus topik yang paling menarik perhatian Anda.
3. Topik yang dipilih terpusat pada suatu segi lingkup yang sempit dan terbatas. Hindari
pokok masalah yang menyeret Anda kepada pengumpulan informasi yang beraneka
ragam.
4. Topik yang dipilih memiliki data dan fakta yang objektif. Hindari topik yang bersifat
subjektif, seperti kesenangan atau angan-angan Anda.
5. Topik yang dipilih harus Anda ketahui prinsip-prinsip ilmiahnya— walaupun serba sedikit. Artinya,
topik yang dipilih itu janganlah terlalu baru bagi Anda.
6. Topik yang dipilih harus memiliki sumber acuan, memiliki bahasa kepustakaan yang akan
memberikan informasi tentang pokok masalah yang akan ditulis. Sumber kepustakaan dapat berupa
buku, majalah, surat kabar, brosur, surat keputusan, situs web atau undang-undang.
b. Pembatasan Topik dan Penentuan Judul
Jika topik sudah ditentukan dengan pasti sesuai dengan petunjuk-petunjuk, tinggal
Anda menguji sekali lagi, apakah topik itu betul-betul cukup sempit dan terbatas atau
masih terlalu umum dan mengambang. Salah satu contoh teknik membatasi
topik/masalah adalah dengan pembuatan bagan pembatasan topik.
Tempatkan topik yang Anda pilih (misalnya masalah reformasi perhotelan) pada puncak bagan.
Kemudian, tariklah garis-garis cabang ke bawah untuk menempatkan nama kota tempat masalah yang
akan digarap, seperti Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang. Tarik lagi garis-garis ranting dari nama kota
yang Anda ketahui, seperti Hotel Sahid Jaya, Hotel Mandarin, dan Hotel Sari Pasific. Kalau pilihan Anda
jatuh ke Hotel Mandarin, pikirkan hal apa yang lebih menarik perhatian Anda, apakah segi kualitas dan
kuantitas kamar tidur, resepsionis atau penerima tamu, ataukah segi manajemen hotel. Tariklah garis-
garis anak ranting ke bawah untuk menempatkan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan Hotel
Mandarin. Jika pilihan Anda difokuskan kepada masalah resepsionis, pikirkan kembali apakah hal itu
cukup spesifik? Jika dianggap masih terlalu umum, rincilah lebih khusus lagi. Jika Anda hanya ingin
menulis segi peranan pelayanan saat ini, bukan segi usaha perbaikan pelayanan pada masa yang akan
datang. Dengan cara bagan itu, kini Anda memiliki suatu topik yang betul-betul khusus, spesifik, dan
sesuai dengan minat dan pengetahuan Anda karena Anda mahasiswa suatu sekolah tinggi perhotelan dan
pariwisata, misalnya. Berdasarkan pembatasan ini, kini Anda memiliki topik, yaitu peranan resepsionis
dalam pelayanan tamu di hotel Mandarin, Jakarta. Topik yang sudah mengkhusus ini dapat langsung
diangkat menjadi judul karya ilmiah.
Jika sudah dilakukan pembatasan topik, judul karya ilmiah bukanlah hal yang
sulit ditentukan karena pada dasarnya, langkah-langkah yang ditempuh dalam
pembatasan topik sama dengan langkah-langkah dalam penentuan judul. Bedanya,
pembatasan topik harus dilakukan sebelum penulisan karya ilmiah, sedangkan penentuan
judul dapat dilakukan sebelum penulisan karya ilmiah atau dapat juga setelah penulisan
karya ilmiah itu selesai. Jika sudah ada topik yang terbatas, karya ilmiah sudah dapat
mulai digarap walaupun judul belum ada. Hal yang harus disiapkan lebih dahulu oleh
penulis karya ilmiah adalah topik yang jelas dan terbatas, bukan judul karya ilmiah.
Tentu judul yang ditentukan sama persis dengan masalah topik yang sudah dibatasi atau
jangan berbeda.
Selain dengan cara bagan pembatasan topik, penentuan judul karya ilmiah dapat
pula ditempuh dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan masalah apa, mengapa,
bagaimana, di mana, dan kapan. Tentu saja, tidak semua pertanyaan itu harus digunakan
pada penentuan judul. Mungkin, pertanyaan itu perlu dikurangi atau ditambah dengan
pertanyaan lain. Perhatikan contoh penentukan judul dengan cara bertanya berikut.
Pertama-tama, Anda bertanya dengan masalah apa. Jawaban yang Anda temukan tentu
bermacam-macam. Anda tentu memilih masalah yang terdekat dengan Anda, yang paling
menarik perhatian Anda. Contoh masalah itu adalah:
a. industri metanol;
b. resepsionis hotel;
c. desain interior.
CONTOH RAGANGAN
PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN PAPAN PARTIKEL DI JAKARTA SAAT INI
PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN PAPAN PARTIKEL
1. Pengenalan Papan Partikel
1.1 Jenis-Jenis Papan Partikel
1.2 Sifat-Sifat Papan Partikel
2. Pembuatan Papan Partikel
2.1 Bahan Baku
2.2 Proses Pembuatan
2.3 Teknik Pembuatan
3. Penggunaan Papan Partikel
3.1 Tempat Penggunaan Papan Partikel
3.2 Keuntungan Penggunaan Papan Partikel
Contoh ragangan karangan dan contoh daftar isi di atas hanya merupakan kemungkinan
kerangka dasar pola berpikir yang diterapkan dalam menyusun karya ilmiah. Tidak tertutup kemungkinan
adanya pola berpikir lain (yang lebih sempurna). Ada baiknya pola daftar isi itu disamakan. Paling sedikit
sebuah kerangka ilmiah berisi tiga bab, yaitu pendahuluan, isi atau analisis, dan penutup. Kalau
isi/analisis karangan itu agak luas, Anda dapat memecah isi itu menjadi dua atau tiga bab sehingga karya
ilmiah menjadi empat atau lima bab. Berdasarkan garis besar pemikiran itulah Anda bekerja. Anda tinggal
mengembangkan ide pokok tersebut dengan ide penjelasan di dalam paragraf-paragraf. Seandainya
dalam mengembangkan suatu ide Anda mengalami kesulitan Anda tentu harus mencari dahulu
kepustakaan yang berkaitan dengan ide pokok tersebut.
4.4 Pengorganisasian/Pengonsepan
4.5 Pemeriksaan/Penyuntingan
Sebelum mengetik konsep, penyusun memeriksa dahulu konsep itu. Tentu ada
bagian yang tumpang tindih atau ada penjelasan yang berulang-ulang. Buanglah
penjelasan yang tidak perlu dan tambahkan penjelasan yang dirasakan sangat
menunjang pembahasan. Secara ringkas, pemeriksaan konsep mencakupi pemeriksaan isi karya ilmiah
dan cara penyajian karya ilmiah, termasuk penyuntingan bahasa yang digunakannya
4.6 Pengetikan/Penyajian
Dalam mengetik naskah, penyusun hendaklah memperhatikan segi kerapian dan
kebersihan. Penyusun memperhatikan tata letak unsur-unsur dalam karya ilmiah.
Misalnya, penyusun menata unsur-unsur yang tercantum dalam kulit luar, unsur-unsur
dalam halaman judul, unsur-unsur dalam daftar isi, dan unsur-unsur dalam daftar pustaka.
BAB V
KONVENSI NASKAH KARYA ILMIAH
5.1 Pengantar
Walaupun tiap-tiap perguruan tinggi memiliki ketentuan masing-masing tentang
prosedur pembuatan karya ilmiah, pada dasarnya konvensi penulisannya sama. Konvensi
penulisan karya ilmiah itu menyangkut (1) bentuk karya ilmiah dan (2) bagian-bagian
karya ilmiah. Pembicaraan bentuk karya ilmiah mencakupi (a) bahan yang digunakan, (b)
perwajahan, dan (c) penomoran halaman. Pembicaraan bagian-bagian karya ilmiah
mencakupi (a) judul karya ilmiah, (b) judul bab-bab dalam karya ilmiah, (c) judul anak
bab, (d) judul tabel, grafik, bagan, gambar, (e) daftar pustaka, dan (f) lampiran.
5.3 Perwajahan
Perwajahan adalah tata letak unsur-unsur karya ilmiah serta aturan penulisan
unsur-unsur tersebut yang dikaitkan dengan segi keindahan dan estetika naskah. Tata
letak dan penulisan unsur-unsur karya ilmiah harus diusahakan sebaik-baiknya agar karya
ilmiah tampak rapi dan menarik. Periksalah kulit luar naskah, halaman, judul, daftar isi,
daftar pustaka. Sudah lengkapkah bagian-bagian di dalamnya? Dalam pembicaraan
tentang perwajahan akan dibahas a) kertas pola ukuran dan b) penomoran.
Tajuk "Prakata" atau "Ucapan Ter ima Kasih", "Daftar Isi", "Bab I Pendahuluan", "Bab II
Pembahasan, Analisis" atau "Uraian Masalah", "Bab III Penutup, Simpulan", "Daftar Pustaka", dan
"Lampiran" harus dituliskan dengan huruf kapital, terletak di tengah-tengah dan sekitar 7 cm dari pinggir
atas kertas (seperempat) bagian kertas dikosongkan, serta tidak diberi tanda baca apa pun.
5.3.2 Penomoran
a. Angka yang Digunakan
Penomoran yang lazim digunakan dalam karya ilmiah adalah dengan angka
Romawi kecil, angka Romawi besar, dan angka Arab. Angka Romawi kecil (i, ii, iii, iv,
v) dipakai untuk menomori halaman yang bertajuk prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik (jika
ada), daftar bagan (jika ada), daftar skema (jika ada), daftar singkatan dan lambang (jika ada). Angka
Romawi besar (I, II, III, IV, V) digunakan untuk menomori tajuk bab pendahuluan, tajuk bab analisis,
dan tajuk bab simpulan. Angka Arab (1, 2, 3, 4, 5) digunakan untuk menomori halaman-halaman naskah
mulai bab pendahuluan sampai dengan halaman terakhir dan untuk menomori nama-nama tabel, grafik,
bagan, dan skema.
b. Letak Penomoran
Halaman judul, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar bagan, daftar skema,
daftar singkatan dan lambang menggunakan angka Romawi kecil yang diletakkan pada bagian bawah,
tepat di tengah-tengah. Halaman yang bertajuk bab pendahuluan, bab analisis, bab simpulan, daftar
pustaka, indeks, dan lampiran menggunakan angka Arab yang diletakkan pada bagian bawah tepat di
tengah-tengah.
Halaman-halaman naskah lanjutan menggunakan angka Arab yang
diletakkan pada bagian kanan atas.
5.4 Penyajian
Dalam bagian ini akan dibicarakan cara-cara pengartuan hasil studi pustaka,
penampilan bahan kutipan, pengintegrasian kutipan ke dalam teks, dan penulisan catatan
kaki.
g. Jika kutipan hanya lima baris atau kurang dari lima baris,
penampilannya seperti dicontohkan di atas, yaitu kutipan
dicantumkan di dalam teks dengan jarak dua spasi baik dengan
kutipan langsung atau dengan kutipan tidak langsung, sedangkan
kutipan yang lebih dari lima baris dicantumkan di bawah teks
dengan jarak satu spasi, dan menjorok sekitar lima pukulan mesin
tik, baik di sebelah kiri maupun di sebelah kanan, tanpa diberi
tanda petik. Perhatikan contoh berikut:
Ternyata, ular itu banyak sekali jenisnya serta memiliki ciri yang bermacam-macam,
seperti dikatakan oleh Suhono (2007:43) sebagai berikut:
Di Pulau Jawa dikenal 110 jenis ular, baik yang berbisa maupun yang tidak
berbisa dengan taring di muka berjumlah 30 jenis, 18 jenis di antaranya terdiri
dari ular-ular laut. Hingga kini didapatkan 12 jenis ular berbisa yang hidup di
darat. Ke-12 jenis ular berbisa yang hidup di darat Pulau Jawa ini 4 jenis ular
termasuk ke dalam keluarga viperidae dan 8 jenis ular termasuk ke dalam elapidae. Ular-
ular lainnya (80 jenis) termasuk ular-ular yang tidak berbisa.
BAB VI
SISTEMATIKA KARYA ILMIAH
b. Maksud Penyusunan
Maksud penyusunan karya ilmiah dicantumkan di bawah judul, yang ditulis
dengan menggunakan huruf kapital pada semua awal kata, kecuali kata tugas, seperti di,
dalam, dan, bagi, untuk, dan dari. Isi pernyataan ini pun tidak diberi tanda baca apa-apa. Misalnya:
a) Skripsi yang Disusun guna Melengkapi Syarat Ujian Sarjana pada Fakultas Ekonomi,
Universitas Trisakti.
b) Skripsi yang Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Teknik,
Universitas Mercu Buana.
Harus diperhatikan oleh penyusun karya ilmiah, jarak antar judul, penyusun, nama
lembaga pendidikan tinggi itu diusahakan sama. Selain itu, bagian yang kosong pada pias
atas dan pias bawah serta pias kiri dan pias kanan tidak melampaui batas yang ditentukan
oleh pola ukuran kertas. Dalam menyajikan bagian-bagian yang terdapat pada kulit luar,
dapat digunakan sistem simetris dan dapat pula digunakan sistem lurus.
6.1.2 Halaman Judul
Penulisan halaman judul harus sama persis dengan penulisan kulit luar.
Ukuran hurufnya sama; kapital atau tidak kapitalnya sama, sistem simetris atau sistem lurusnya
sama. Pendeknya, yang tercantum dalam halaman judul merupakan turunan semua hal yang terdapat
dalam kulit luar.
6.1.5 Prakata
Prakata ditulis untuk memberikan gambaran umum kepada pembaca tentang penulisan karya
ilmiah. Dengan membaca prakata, seseorang akan segera mengetahui, antara lain maksud penulis
menyajikan karya ilmiah, hal-hal apa saja yang termuat dalam karya ilmiah, dan pihak-pihak mana saja
yang memberikan keterangan kepada penulis.
Penyajian prakata hendaklah singkat, tetapi jelas. Dalam hubungan itu, unsur-unsur yang
dicantumkan dalam prakata hendaklah dibatasi pada (1) puji syukur kepada Tuhan yang telah
memberikan kekuatan kepada penulis karya ilmiah, (2) penjelasan tentang pelaksanaan penyusunan
karya ilmiah, (3) informasi tentang arahan dan bantuan dari berbagai pihak, (4) ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang memungkinkan tersusunnya karya ilmiah, dan (5) penyebutan nama tempat,
tanggal, bulan, dan tahun penyusunan, serta nama penyusun karya ilmiah. Tajuk prakata dituliskan
dengan huruf kapital seluruhnya tanpa diberi tanda baca apa pun dan diletakkan turun sekitar
seperempat bagian (tujuh sentimeter) dari pinggir atas kertas dan persis di tengah-tengah.
6.1.6 Daftar Tabel
Karya ilmiah yang lengkap selain menganalisis data dengan saksama, juga
mencantumkan tabel yang merupakan gambaran nyata analisis masalah. Nama-nama
tabel yang tercantum di dalam karya ilmiah itu dimuat dalam daftar tabel (jika ada).
Cara penulisan daftar itu sebagai berikut. Tajuk daftar tabel dituliskan dengan huruf kapital seluruhnya, tanpa
diberi tanda baca apa pun. Tajuk daftar tabel terletak di tengah-tengah kertas dan turun seperempat
bagian dari pinggir atas kertas. Nama-nama tabel itu diberi nomor dengan angka Arab dan dituliskan
dengan huruf kapital pada semua awal katanya, kecuali partikel seperti di, ke, dan, dari, yang, dan untuk.
b. Tujuan Pembahasan
Bagian ini mencantumkan garis besar tujuan pembahasan dengan jelas,
yaitu gambaran hasil yang akan dicapai, seperti ingin memperoleh gambaran umum tentang faktor-
faktor apa saja yang menjadikan warga atau penghuni suatu kompleks perumahan itu merasa tenang,
tenteram, dan puas jika judul karya ilmiahnya adalah "Faktor-faktor Penyebab Rasa Aman bagi Penghuni
Kompleks Puri Kartika Ciledug, Tangerang". Bisa juga ingin memperoleh gambaran yang jelas tentang
peranan penyelia (supervisor) dalam pembangunan proyek-proyek raksasa di Jakarta jika karya ilmiahnya
berjudul "Peranan Penyelia dalam Pembangunan Proyek Raksasa di Jakarta". Tujuan boleh lebih dari satu
asalkan semuanya mempunyai kaitan dan ada relevansinya dengan judul.
d. Anggapan Dasar
Anggapan dasar (yang disebut juga asumsi) adalah isi pernyataan umum yang tidak diragukan
lagi kebenarannya. Anggapan dasar inilah yang akan memberikan arah kepada penulis dalam
mengerjakan penelitiannya dan anggapan dasar ini pula yang akan mewarnai simpulan penelitian yang
diambil. Anggapan dasar dapat juga berupa suatu teori atau prinsip yang berkaitan dengan pokok
masalah yang akan diteliti, yang sudah dapat dipertanggungjawabkan. Isi pernyataan anggapan dasar
harus ringkas, jelas, dan relevan dengan masalah yang dikemukakan.
e. Hipotesis
Jika anggapan dasar sudah ditentukan, kini Anda membuat hipotesis. Hipotesis
tidak sama dengan dugaan. Hipotesis merupakan teori penyamarataan coba-coba dan
merupakan suatu prinsip baru berdasarkan hasil observasi yang sistematis terhadap fakta
yang khas. Hipotesis (disebut juga hipotesis kerja) adalah isi pernyataan yang berupa
generalisasi tentatif (sementara) tentang suatu masalah, yang belum pasti kebenarannya.
Hipotesis inilah yang akan diuji benar atau tidak benarnya dalam penelitian ini. Boleh
jadi, dalam simpulan nanti ternyata hipotesis itu benar atau hipotesis itu tidak benar.
Hipotesis harus dirumuskan secara jelas dan sederhana.
f. Kerangka Teori
Kerangka teori berisi prinsip-prinsip teori yang memengaruhi dalam pembahasan.
Prinsip-prinsip teori itu berguna untuk membantu gambaran langkah dan arah kerja.
Kerangka teori akan membantu penulis dalam membahas masalah yang diteliti. Kerangka
teori itu harus dapat menggambarkan tata kerja teori itu. Misalnya, kerangka teori untuk
hal-hal yang berhubungan dengan desain interior adalah bagaimana seharusnya
penyusunan ruangan, pembagian ruangan, penggantian udara, dan penyinaran matahari
ke dalam ruangan. Semua teori yang menunjang peranan desain interior suatu rumah tinggal
dikemukakan secara jelas di sini. Dalam bab-bab selanjutnya, semua penerapan teori dipakai. Jadi, pada
bagian kerangka teori, semua teori dipasang.
Karena data penelitian ini banyak dan tidak mungkin dapat diteliti seluruhnya
mengingat waktu dan dana yang tersedia terbatas, peneliti dapat mengambil hanya
beberapa bagian sebagai sampel (percontoh). Syarat sampel yang baik, sampel itu harus
dapat mewakili seluruh populasi. Berdasarkan sampel yang diteliti itulah, peneliti dapat
membuat suatu generalisasi tentang populasi penelitian. Contoh sampel:
Sampel penelitian ini adalah 200 orang murid, yang diambil dari sebuah SMA negeri dan sebuah SMA
swasta (masing-masing 100 orang) dari 20 kecamatan yang ada di Tasikmalaya.
6.3.1Daftar Pustaka
Salah satu hal yang mutlak harus ada pada suatu karya ilmiah, baik makalah
maupun skripsi, adalah daftar pustaka. Dengan dicantumkannya daftar pustaka, dosen
pembimbing atau penguji dapat mengetahui secara selintas sumber acuan yang dijadikan
landasan berpijak oleh penulis karangan ilmiah. Penguji juga dapat mengukur kedalaman
pembahasan masalah dalam karya ilmiah tersebut berdasarkan daftar pustaka ini.
Daftar pustaka diletakkan pada halaman tersendiri setelah bab simpulan.
Tajuk daftar pustaka dituliskan dengan huruf kapital semua tanpa diberi tanda baca apa pun dan
dituliskan di tengah-tengah kertas dengan jarak dari pinggir atas sekitar tujuh sentimeter (seperempat
bagian halaman). Dalam daftar pustaka dicantumkan semua kepustakaan, baik yang dijadikan acuan atau
landasan penyusunan karya ilmiah maupun yang hanya dijadikan bahan bacaan, termasuk di dalamnya
artikel (dalam majalah atau dalam surat kabar), makalah, skripsi, disertasi, buku, diktat, antologi.
Semua pustaka acuan yang dicantumkan dalam daftar pustaka itu disusun menurut abjad nama-
nama pengarang atau lembaga yang menerbitkannya, baik ke bawah maupun ke kanan. Jadi, daftar
pustaka tidak diberi nomor urut seperti 1, 2, 3, 4, dan 5 atau diberi huruf a, b, c, d, dan e. Jika nama
pengarang dan nama lembaga yang menerbitkan itu tidak ada, penyusunan daftar pustaka didasarkan
pada judul pustaka acuan tersebut. Urutan penyebutan unsur-unsur pustaka acuan yang disajikan dalam
daftar pustaka adalah sebagai berikut.
Setiap unsur pustaka itu diikuti tanda titik, kecuali unsur tempat terbit, yang
harus diikuti titik dua. Setelah tanda titik atau setelah titik dua ada spasi satu
ketuk. Berikut ini akan dijelaskan cara penulisan tiap unsur pustaka acuan jika sumber acuannya berupa
buku.
1)Nama Penulis
Nama penulis itu ada yang terdiri atas satu unsur, dua unsur, atau lebih dari dua
unsur, yang di antaranya menyatakan nama keluarga atau marga. Ketentuan pencantuman
nama penulis adalah sebagai berikut:
a) Cantumkan nama penulis berdasarkan abjad, tanpa diberi
nomor. Misalnya, jika nama penulis buku yang pertama Prof.
Dr. Sumardjono dan nama penulis buku yang lain Dr. Ir. Baihaki,
pencantuman dalam daftar pustaka adalah:
Baihaki.
Sumardjono.
b) Jika nama penulis buku tersebut terdiri atas dua unsur atau lebih, pencantumannya harus dibalik;
unsur nama yang terakhir dituliskan lebih dahulu. Antara unsur-unsur nama yang dibalik itu diberi tanda
koma. Misalnya, pengarang buku yang pertama Abdul Haki dan pengarang buku kedua Theodorus Albert
Wenas, pencantuman dalam daftar pustaka adalah:
Haki, Abdul.
Wenas, Theodorus Albert.
Jika penulis buku bernama Cina atau bernama Korea, pencantumannya dalam
daftar pustaka tetap seperti nama asli. Nama-nama China atau Korea tidak perlu
dibalik urutannya karena bagi pemakai nama itu nama pertama adalah nama marga.
Nama marga itulah yang ditulis paling awal di dalam daftar pustaka. Misalnya:
1. Tan Joe Hok tetap Tan Joe Hok. Nama pertama Tan ialah nama marga bagi yang
bersangkutan.
2. Liem Swie King tetap Liem Swie King. Nama pertama Liem adalah nama marga
bagi yang bersangkutan.
3. Kim Yong II tetap Kim Yong II. Nama pertama Kim adalah nama marga bagi
yang bersangkutan.
c) Jika penulis buku itu dua orang, nama penulis pertama dibalik,
tetapi nama penulis lainnya tidak dibalik. Misalnya, jika penulis
buku ialah Ahmad Suhana dan Kohar Subarno, penyajiannya
ialah:
Munir, Ahmad dan Ubad Badruzaman.
Suhana, Ahmad dan Kohar Subarno.
d) Jika penulis buku tiga orang atau lebih, penyajiannya ialah nama penulis pertama dibalik dan
diikuti dengan singkatan et al. (et alii) yang berarti dan kawan-kawan atau dan Iain-Iain. Misalnya:
Halian, Baidillah et al.
Idris, Zainuddin Husin et al.
e) Jika penulis tidak ada, yang pertama dicantumkan adalah nama
lembaga yang menerbitkan buku tersebut. Misalnya:
STMIK POTENSI UTAMA
f) Jika ada dua buku atau lebih yang diambil dari pengarang yang sama, penulisan
nama pengarang juga dua kali atau lebih. Misalnya:
Farida, Ida
Farida, Ida
2) Tahun Terbit
a) Tahun terbit dicatat sesudah nama pengarang, dipisahkan oleh titik dan diakhiri
dengan titik. Misalnya:
Mustofa, Z. 2006.
Syahrani, Ridwan. 2006.
b) Kalau dua buku ditulis oleh seorang pengarang, tetapi tahun
terbitnya tidak sama, penyusunan urutannya berdasarkan tahun
terbit terdahulu. Misalnya:
Sutiana, Dadi. 2006.
Sutiana, Dadi. 2007.
c) Kalau dua buku yang diacu ditulis oleh satu orang dalam tahun
yang sama, di belakang tahun itu harus dibubuhkan huruf a
dan b sebagai pembeda. Misalnya:
Suhendi, Moh. 2006a.
Suhendi, Moh. 2006b.
Urutannya diutamakan pada huruf pertama judul buku.
d) Jika buku itu tidak bertahun, di belakang nama pengarang
dicantumkan ungkapan "Tanpa Tahun". Misalnya:
Yusrizal. Tanpa Tahun.
3) Judul Buku
a) Judul buku ditulis sesudah tahun terbit dan digarisbawahi atau cetak miring; awal
setiap kata dituliskan dengan huruf kapital. Misalnya:
Kridalaksana, Harimurti. 2006. Kamus Linguistik.
4) Tempat Terbit
Tempat terbit (kota) diletakkan sesudah judul dan diakhiri dengan titik dua. Misalnya:
Suhono, Budi. 2007. Ular-ular Berbisa di Jawa. Jakarta:
Yunus, Ahmad. 2006. Ketenagakerjaan. Bandung:
5) Nama Penerbit
a) Nama penerbit dicantumkan sesudah nama tempat terbit. Misalnya:
Suhono, Budi. 2005. Ular-UlarBerbisa di Jawa. Jakarta: Antarkota.
Yunus, Ahmad. 2007. Ketenagakerjaan. Bandung: Karya Nusantara.
b) Jika lembaga yang menerbitkan buku itu langsung dijadikan
pengganti nama pengarang (karena nama pengarang tidak ada).
b. Majalah
Sumber acuan dapat pula diambil dari majalah. Urutan unsur-unsur dalam
penulisan daftar pustaka adalah nama pengarang, tahun terbit, judul artikel (diberi
tanda petik), nama majalah (digarisbawahi atau cetak miring dan didahulukan kata dalam,
nomor majalah, bulan terbit dan tahun penerbitan keberapa, yang ditempatkan dalam kurung dengan dibatasi
tanda koma, dan tempat terbit). Misalnya:
Semiawan, Cony. 1989. "Perkembangan Sikap Persahabatan Pada Anak-anak". Dalam
Pertiwi 83. (Juni, III). Jakarta.
c. Surat Kabar
Selain majalah surat kabar juga dapat dijadikan sumber pustaka. Urutan yang
dicantumkan pada daftar pustaka adalah nama pengarang, tahun terbit, judul artikel
(diberi tanda petik), nama surat kabar (digarisbawahi) dan didahului kata Dalam, tanggal
terbit, tempat terbit. Misalnya:
Simanungkalit, Tohap. 2006. “Masih Belajar di Tingkat Dua Demokrasi Kita”. Dalam
Prioritas. 4 Mei 2006. Jakarta.
d. Antologi
Jika sumber acuan itu berupa antologi, urutan penulisannya adalah nama
pengarang, tahun terbit, tempat terbit, dan nama penerbit. Misalnya:
Junus, Umar. 2005. ”Kebudayaan Minangkabau”. Dalam Koentjaraningrat (Editor). Manusia dan
Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
e. Terjemahan
Jika sumber acuan itu berupa buku terjemahan, urutan penulisannya adalah sebagai berikut.
Nama penerjemah. Tahun terjemahan. Judul buku terjemahan. Diterjemahkan dari pengarang asli. Tahun
buku asli. Judul buku asli. Kota buku terjemahan. Penerbit buku terjemahan. Misalnya:
Salim, Agus. 2006. Penulisan Makalah Ilmiah dan Laporan. Diterjemahkan dari W.P. Jones. 1960.
Writing Scientific Papers and Reports. Jakarta: Djambatan.
f. Internet
Jika sumber acuannya berupa internet, urutan pencantuman sesuai dengan alamat
internet tersebut. Alamat internet tidak sama, jadi sesuai dengan alamat yang dipakai
yang bersangkutan. Misalnya:
http://johnherf.blogspot.com./
www.presidensby.info
www.zaenal_arifin48@yahoo.com.
2) Subanak Bab
Misalnya:
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah
3) Kata Asing atau Kata Daerah acceptance boundary
'batas penerimaan' papalingpang(Sd.) 'bertentangan'
4) Judul Buku, Majalah atau Surat Kabar yang diterbitkan.
Misalnya: Buku Dasar-Dasar Gizi Kuliner Majalah Intisari
Surat Kabar Kompas
Garis bawah satu itu dibuat terputus-putus kata demi kata, sedangkan spasi (jarak
kata dengan kata) tidak perlu digarisbawahi sebab yang akan dicetak miring adalah kata
itu sendiri.
c. Pemenggalan Kata
Apabila memenggal atau penyukuan sebuah kata dalam penggantian baris, kita
harus membubuhkan tanda hubung (-), dengan tidak didahului spasi dan tidak dibubuhkan di bawah
ujung baris. Tanda hubung itu dibubuhkan di pinggir ujung baris. Dalam kaitan ini, pias kanan karya
ilmiah tidak perlu lurus. Harus diutamakan adalah pemenggalan kata sesuai dengan kaidah penyukuan,
bukan masalah kelurusan atau kerapian pias kanan karya ilmiah. Namun, ' jika pengetikan karangan
menggunakan komputer, kerapian pias kanan dapat diprogram dan penyukuan kata dapat dicegah.
Berikut dicantumkan kaidah penyukuan sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan:
Selain itu, jangan sampai terjadi pada ujung baris atau pada pangkal baris terdapat
hanya satu huruf walaupun huruf itu merupakan suku kata. Demikian juga, harus
diusahakan (kalau mungkin) agar nama orang tidak dipenggal atas suku-suku katanya.
d.Penulisan di- sebagai Kata Depan
Di- yang berfungsi sebagai kata depan harus dituliskan terpisah dari kata
yang mengiringinya. Biasanya di sebagai kata depan ini berfungsi menyatakan arah atau tempat
dan merupakan jawaban atas pertanyaan di mana. Contoh-contoh penggunaan di sebagai kata depan:
di samping di rumah di persimpangan
di sebelah utara di pasar di sungai
di luar kota di toko di kebun cokelat
di bawah di sekolah di stasiun
Akan tetapi, partikel per yang menunjukkan pecahan atau imbuhan harus dituliskan serangkai
dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:
lima tiga perdelapan perempat final
empat pertiga satu perdua
dua pertujuh tujuh persembilan
Tanda hubung juga harus digunakan antara huruf kecil dengan huruf kapital dalam kata
berimbuhan, baik awalan maupun akhiran, dan antara unsur kata yang tidak dapat berdiri sendiri dan
kata yang mengikutinya yang diawali huruf kapital. Misalnya:
Rahmat-Nya se-Jawa Barat non-RRC
di sisi-Nya se-DKI Jakarta non-Palestina
hamba-Nya se-lndonesia KTP-nya
PBB-lah ber-SIM SK-mu
Antara huruf dengan angka dalam suatu ungkapan juga harus digunakan tanda
hubung. Misalnya:
ke-2 ke-50 uang 500-an
ke-25 ke-100 tahun 90-an
ke-40 ke-500 abad 20-an
Jika dalam tulisan terpaksa digunakan kata-kata asing yang belum diserap,
kemudian kata itu diberi imbuhan bahasa Indonesia, penulisannya tidak langsung
diserangkaikan, tetapi dirangkaikan dengan tanda hubung. Dalam hubungan ini, kata asingnya perlu
digarisbawahi (cetak miring). Misalnya:
men-charter di-recall
di-charter di-calling
di-coach men-tackle
Ada lagi gabungan kata yang salah satu unsurnya merupakan bentuk yang
tidak berdiri sendiri sebagai suatu kata yang mengandung arti penuh, tetapi bentuk itu
merupakan unsur terikat yang selalu muncul dalam kombinasi. Gabungan kata seperti itu
harus dituliskan serangkai, seperti di bawah ini:
Antarkota Amoral
antarwarga dwiwarna
asusila
caturtunggal
dasawarsa
poligami
kontrarevolusi
monoteisme
ekstrakurikuler
saptakrida
Pancasila subbagian
mahakuasa subpanitia
pascapanen swadaya
pascaperang swasembada
purnawirawan peribahasa
purnasarjana perilaku
semiprofesional tunarungu
nonmigas tunanetra
Hemat Boros
1. adalah atau merupakan 1. adalah merupakan
2. sejak atau dari 2. sejak dari
3. demi atau untuk 3. demi untuk
4. agar atau supaya 4. agar supaya
5. seperti atau ... 5. seperti ...dan sebagainya
dan sebagainya
6. antara lain atau ... 6. antara lain ... dan seterusnya
7. tujuan pembangunan 7. tujuan daripada pembangunan
(13) Dengan menempatkan pupuk P dalam alur dibaris tanaman kedelai, produksi biji kedelai
akan tinggi.
Kata sehingga dan sedangkan adalah kata yang selalu dipakai dalam kalimat
majemuk. Dengan demikian, kalimat itu harus diubah menjadi sebagai berikut:
(16) Kami datang agak terlambat, sehingga tidak dapat mengikuti acara
pertama.
(17) Rumah-rumah dibangun oleh developer, sedangkan Bank Tabungan Negara memberikan KPR
kepada penduduk golongan berpendapatan rendah.
Kata-kata lain yang tidak boleh mengawali kalimat tunggal adalah agar, ketika,
karena, sebelum, sesudah, walaupun, dan meskipun. Kata-kata seperti itu hanya dapat mengawali anak
kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat. Misalnya:
g. Subjek yang Tidak Sama dalam Induk Kalimat dan dalam Anak Kalimat Harus Eksplisit
Jika dalam kalimat majemuk bertingkat subjek induk kalimat berbeda dengan
subjek anak kalimat, kedua subjek itu harus dinyatakan secara gamblang. Sering kita
jumpai adalah kesalahan menalar dalam kalimat majemuk seperti itu, yaitu dengan
menghilangkan salah satu subjek, padahal subjek-subjek tersebut tidak boleh dihilangkan.
Perhatikan contoh berikut:
(32) Karena sering kebanjiran, pemimpin unit tidak
menyetujui lokasi itu.
(33) Sejak didirikan sampai sekarang, paman saya sudah berkali-kali mengubah bentuk rumahnya.
Kalimat-kalimat itu tidak efektif karena dengan menghilangkan subjek dalam
anak kalimat, dapat ditafsirkan bahwa subjek yang dihilangkan itu sama dengan subjek
pada induk kalimat. Perhatikan ubahannya:
(34a) Pemimpin unit tidak menyetujui lokasi itu karena sering kebanjiran.
(34b) Lokasi itu tidak disetujui pemimpin unit karena sering kebanjiran.
(35) Paman saya sudah berkali-kali mengubah bentuk rumahnya sejak didirikan sampai dengan
sekarang.
Perbaikan:
(43) Produksi padi yang mengejutkan itu akan segera mereka laporkan
kepada atasan.
Bentuk pasif persona yang lain adalah ingin saya jelaskan, bukan saya ingin jelaskan;
belum kita ketahui, bukan kita belum ketahui; sudah mereka kerjakan, bukan mereka sudah kerjakan;
belum mereka pikirkan, bukan mereka belum pikirkan; pernah saya jelaskan bukan saya pernah jelaskan.
Perbaikan:
(45) Rapat yang diselenggarakan kemarin itu membicarakan nasib
para karyawan.
Contoh lain: la sering membicarakan tentang rendahnya mutu lulusan sekolah-sekolah tertentu di
kecamatan ini.
Ubahan: la sering membicarakan rendahnya mutu lulusan sekolah-sekolah tertentu di kecamatan ini.
Dengan menghilangkan kata tugas dan mengganti dengan kata soal atau kata
masalah, kalimat-kalimat seperti itu menjadi efektif.
BAB VIII
PARAGRAF DALAM BAHASA INDONESIA
8.1 Pendahuluan
Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau
topik. Kalimat-kalimat dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai
keterkaitan dalam membentuk gagasan atau topik tersebut. Sebuah paragraf minimal
terdiri empat kalimat. Bahkan, sering kita jumpai bahwa suatu paragraf berisi lebih dari
lima kalimat. Walaupun paragraf itu mengandung beberapa kalimat, tidak satupun dari
kalimat-kalimat itu yang memperkatakan soal lain. Seluruhnya memperbincangkan satu
masalah atau sekurang-kurangnya bertalian erat dengan masalah itu. Contoh sebuah
paragraf:
Sampah selamanya selalu memusingkan. Berkali-kali masalahnya
diseminarkan dan berkali-kali pula jalan pemecahannya dirancang. Namun,
keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki tetap menjadikan sampah
sebagai masalah yang pelik. Pada waktu seminar-seminar itu berlangsung,
penimbunan sampah masih terjadi. Hal ini sedikit banyaknya mempunyai
kaitan dengan masalah pencemaran air dan banjir. Selama pengumpulan,
pengangkutan, pembuangan akhir, dan pengolahan sampah itu belum dapat
dilaksanakan dengan baik, selama itu pula sampah menjadi masalah.
Paragraf ini terdiri atas enam kalimat. Semua kalimat itu membicarakan soal
sampah. Oleh sebab itu, paragraf itu mempunyai topik “masalah sampah” karena pokok
permasalahan dalam paragraf itu adalah masalah sampah.
Topik paragraf adalah pikiran utama di dalam satu paragraf. Semua pembicaraan
dalam paragraf itu terpusat pada pikiran utama ini. Pikiran utama itulah yang menjadi
topik persoalan atau pokok pembicaraan. Oleh sebab itu, ia kadang-kadang disebut juga
gagasan pokok di dalam sebuah paragraf. Dengan demikian, apa yang menjadi pokok
pembicaraan dalam satu paragraf, itulah topik paragraf.
b. Ekspositoris
Paragraf ekspositoris disebut juga paragraf paparan. Paragraf ini menampilkan
suatu objek. Peninjauan tertuju pada satu unsur saja. Penyampaian dapat menggunakan
perkembangan analisis kronologis atau keruangan. Contoh:
Pasar Tanah Abang adalah pasar yang kompleks. Di lantai dasar terdapat
sembilan puluh kios penjual kain. Setiap hari rata-rata terjual tiga ratus meter
untuk setiap kios. Dari data ini dapat diperkirakan berapa besar uang yang
masuk ke kas DKI dari pasar Tanah Abang.
c. Argumentatif
Paragraf argumentatif sebenarnya dapat dimasukkan ke dalam ekspositoris.
Paragraf argumentatif disebut juga persuasi. Paragraf ini lebih bersifat membujuk atau
meyakinkan pembaca terhadap suatu hal atau objek. Biasanya paragraf ini menggunakan
perkembangan analisis. Contoh:
Dua tahun terakhir, terhitung sejak Boeing B-737 milik maskapai penerbangan
Aloha Airlines jatuh, isu pesawat tua mencuat ke permukaan. Ini bisa
dimaklumi sebab pesawat yang badannya koyak sepanjang 4 meter itu sudah
dioperasikan lebih dari 19 tahun. Oleh karena itu, adalah cukup beralasan jika
orang menjadi cemas terbang dengan pesawat berusia tua. Di Indonesia yang
mengagetkan, lebih dari 60% pesawat yang beroperasi adalah pesawat tua.
Amankah? Kalau memang aman, lalu bagaimana cara merawatnya dan berapa
biayanya sehingga ia tetap nyaman dinaiki?
d. Naratif
Karangan narasi biasanya dihubungkan-hubungkan dengan cerita. Oleh sebab itu,
sebuah karangan narasi atau paragraf narasi hanya kita temukan dalam novel, cerpen,
atau hikayat. Contoh:
Malam itu ayah kelihatan benar-benar marah. Aku sama sekali dilarang
berteman dengan Syairul. Bahkan ayah mengatakan bahwa aku akan
diantar dan dijemput ke sekolah. Itu semua gara-gara Slamet yang telah
memperkenalkan aku dengan Siti.
(Sikumbang, 1981: 1-42 dan Parera, 1983: 3-24).
BAB IX
DIKSI ATAU PILIHAN KATA
manis (konotatif)
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan
gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu
maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata yang
berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek dari pada bodoh).
Mampus (lebih jelek dari kata mati), dan gubuk (lebih jelek dari pada rumah). Di pihak
lain, kata-kata itu dapat mengandung arti kiasan yang terjadi dari makna denotatif referen
lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga
kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini. Contoh:
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan
masyarakat
Keras kepala
Panjang
tangan
9.5 Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada dasarnya mempunyai makna yang
sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada
kesamaan atau kemiripan. Sinonim ini dipergunakan untuk mengalihkan pemakaian kata
pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam pemakaiannya
bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan bahasa seseorang dan
mengonkretkan bahasa seseorang sehingga kejelasan komunikasi (lewat bahasa itu) akan
terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling
tepat untuk dipergunakannya, sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapinya.
Kita ambil contoh kata cerdas dan cerdik. Kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua
kata tersebut tidak persis sama benar. Contoh:
Agung, besar, raya
Mati, mangkat, wafat, meninggal, tewas, gugur
Cahaya, sinar
Ilmu, pengetahuan
Penelitian, penyelidikan
d) Pemakaian kata pukul dan jam harus dilakukan secara tepat. Kata pukul
menunjukkan waktu, sedangkan kata jam menunjukkan jangka waktu. Misalnya:
- Seminar tentang kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia berlangsung selama 4 jam, yaitu dari jam 08.00 s.d. jam
12.00. (salah)
- Seminar tentang kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia berlansung selama 4 jam, yaitu dari pukul 8.00 s.d. pukul
12.00. (benar)
e) Kata sesuatu dan suatu harus dipakai secara tepat. Kata sesuatu tidak diikuti oleh
kata benda, sedangkan kata suatu harus diikuti kata benda. Contoh:
a) Ia mencari sesuatu.
b) Pada suatu waktu ia datang dengan wajah berseri-seri.
f) Kata dari dan daripada tidak sama pemakaiannya. Kata dari dipakai untuk
menunjukkan asal sesuatu, baik bahan maupun arah. Contoh:
a) Ia mendapat tugas dari atasannya.
b) Cincin itu terbuat dari emas.
Kata dari pada berfungsi membandingkan, contoh:
a) Duduk lebih baik daripada berdiri.
b) Indonesia lebih luas daripada Malaysia.
i. Pemakaian Kata Depan, di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian di, ke, dari, bagi, dan daripada sering
dipertukarkan. Di bawah ini dipaparkan bentuk benar dan bentuk salah dalam pemakaian
kata depan, yaitu:
42) Putusan daripada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
43) Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)
44) Neny lebih cerdas dari Vina. (salah)
45) Neny lebih cerdas daripada Vina. (benar)
46) Sepeda motornya dititipkan di saya selama ia sedang belajar. (salah)
47) Sepeda motornya dititipkan pada saya selama ia sedang belajar. (benar)
Boros Hemat
1. Sejak dari sejak atau dari
2. agar supaya agar atau supaya
3. demi untuk demi atau untuk
4. adalah merupakan adalah atau merupakan
5. seperti... dan sebagainya seperti atau dan sebagainya
6. misalnya... dan lain-lain misalnya atau dan lain-lain
7. antara lain ... dan seterusnya antara lain atau dan seterusnya
8. tujuan daripada pembangunan tujuan pembangunan
9. mendeskripsikan tentang hambatan mendeskripsikan hambatan
10. berbagai faktor-faktor berbagai faktor
11. daftar nama-nama peserta daftar nama peserta
12. mengadakan penelitian meneliti
Mari kita lihat perbandingan pemakaian kata yang boros dan hemat berikut, yaitu:
- Apabila suatu reservator masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan
tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (boros, Salah)
- Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, diperlukan tenaga
dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (hemat, benar)
- Untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi di mana sebagai
sumber daya devisa negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi
dan perminyakan. (boros, salah)
- Untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi yang sebagai
sumber daya devisa negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi
dan perminyakan. (hemat, benar)
Pemakaian kata yang boros seperti sejak dari, adalah, merupakan, demi, untuk,
agar supaya, dan zaman dahulu kala juga harus dihindari.
n. Analogi
Di dalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkorelasi dengan
kata bertinju. Kata petinju berarti orang yang (biasa) bertinju, bukan orang yang (biasa)
meninju. Dewasa ini dapat dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju,
seperti pesenam, pesilat, pegolf, peterjun, petenis, dan peboling. Akan tetapi, apakah
semua kata dibentuk dengan cara yang sama dengan pembentukan kata petinju? Jika
harus dilakukan demikian, akan tercipta bentukan seperti berikut ini:
Petinju ‘orang yang bertinju’
Pesenam ‘orang yang bersenam’
Pesilat ‘orang yang bersilat’
Kata bertinju, bersenam, dan bersilat mungkin biasa digunakan, tetapi kata
bergolf, beterjun, bertenis, dan berboling bukan kata yang lazim. Oleh sebab itu,
munculnya kata:
Peski
Peselancar
Pegolf
Pada dasarnya tidak dibentuk dari:
Berski (yang baku bermain ski)
Berselancar (yang baku bermain selancar)
Bergolf (yang baku bermain golf)
BAB XI
PENERAPAN KAIDAH EJAAN
3. Persukuan
Persukuan ini diperlukan, terutama pada saat kita harus memenggal sebuah kata
dalam tulisan jika terjadi pergantian baris. Apabila memenggal atau menyukukan sebuah
kata, kita harus membubuhkan tanda hubung (-) di antara suku-suku kata itu tanpa
jarak/spasi. Pada pergantian baris, tanda hubung harus dibubuhkan di bawah ujung baris
adalah hal yang keliru. Perlu juga diketahui bahwa suku kata atau imbuhan yang terdiri
atas sebuah huruf tidak dipenggal agar tidak terdapat satu huruf pada ujung baris atau
pada pangkal baris. Di samping itu, perlu pula diketahui bahwa sebuah persukuan
ditandai oleh sebuah vokal. Beberapa kaidah persukuan yang perlu kita perhatikan
dengan cermat adalah sebagai berikut:
a) Penyukuan Dua Vokal yang Berurutan di Tengah Kata
Kalau di tengah kata ada dua vokal yang berurutan, pemisahan tersebut dilakukan
di antara kedua vokal tersebut. Contoh:
No. Kata Bentuk Tidak Baku Bentuk Baku
1. Lain Lai-n La-in
2. Saat Saa-t Sa-at
3. Kait Kai-t Ka-it
4. Main Mai-n Ma-in
5. Daun Dau-n Da-un
2. Tanda Koma
Ada kaidah yang mengatur kapan tanda koma di gunakan dan kapan tanda koma
tidak digunakan, yaitu:
a. Tanda koma harus digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian
atau pembilangan. Contoh:
1) Saya menerima hadiah dari paman berupa jam tangan, raket, dan sepatu.
2) Satu, dua,....tiga!
3) Departemen Pariwisata, Seni, dan Budaya.
Catatan:
Jika penggabungan itu hanya terdiri atas dua unsur, sebelum kata dan tidak
dibubuhkan tanda koma. Akan tetapi, jika penggabungannya terdiri atas lebih
dari dua unsur, di antara unsur-unsurnya ada tanda koma sebelum unsur
terakhir dibubuhkan kata dan.
b. Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi, melainkan, dan
sedangkan. Contoh:
1) Dia bukan mahasiswa Jayabaya, melainkan mahasiswa Atmajaya.
2) Saya bersedia membantu, tetapi kau kerjakanlah dahulu tugas itu.
3) Dialog Kristen-Islam Regional di Bali tidak menghasilkan suatu simpulan,
tetapi dialog seperti itu sangat berguna.
4) Pembangunan industri bukan berarti membangun pabrik besar dan kecil
saja, melainkan membangun kesadaran dan kemampuan masyarakat yang
terlibat dalam seluruh proses industrialisasi.
c. Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.
Biasanya, anak kalimat didahului oleh kata penghubung bahwa, karena, agar,
sehingga, walaupun, apabila, jika, meskipun, dan sebagainya. Contoh:
1) Apabila belajar sungguh-sungguh, Saudara akan berhasil dalam ujian.
2) Karena harus ditandatangani oleh gubernur, surat itu ditulis di atas kertas
berkepala surat resmi.
3) Karena uangnya habis, ia tidak jadi menonton pertandingan PSMS
melawan PERSIB sore ini.
4) Agar cita-cita Saudara tercapai, Saudara harus bekerja keras.
d. Tanda koma harus digunakan di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh
karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi, namun, meskipun
demikian, dalam hubungan itu, sementara itu, sehubungan dengan itu, dalam
pada itu, oleh sebab itu, sebaliknya, selanjutnya, pertama, kedua, misalnya,
sebenarnya, bahkan, selian itu, kalau begitu, kemudian, malah, padahal, dan
sebagainya. Contoh:
1) Oleh karena itu, kita harus menghormati pendapatnya.
2) Jadi, hak asasi di Indonesia sudah benar-benar dilindungi
3) Namun, kita harus tetap waspada.
4) Selanjutnya, kita akan membicarakan masalah lain.
5) Dalam hubungan itu, masyarakat perlu dirangsang kreativitasnya untuk
mengembangkan industri kecil dan kerajinan.
e. Tanda koma harus digunakan di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan, yang terdapat pada awal kalimat. Contoh:
1) Kasihan, dia harus mengikuti lagi ujian akhir semester I tahun depan.
2) Aduh, betulkah saya lulus Sipenmaru?
3) O, kalau begitu saya setuju.
4) Ya, boleh kamu lebih dulu.
f. Tanda koma digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat. Contoh:
1) “Saya sedih sekali,” kata Paman, “karena kamu tidak lulus.
2) Kata petugas, “Kamu harus berhati-hati di jalan raya.”
3) “Polisi tetap yakin bahwa pelaku pembunuhan peragawati cantik, Dietje,
adalah Sidjudin alias Romo, “demikian penjelasan Polda Metro Jaya.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, penggunaan titik dua (:) sebelum tanda
petik dalam petikan langsung di anggap salah; tanda baca yang benar adalah
koma (,).
g. Tanda koma digunakan di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagian
alamat, (3) tempat dan tanggal, dan (4) nama tempat dan wilayah atau negeri
yang ditulis berurutan. Contoh:
1) Anak saya mengikuti kuliah di Jurusan Perbankan, Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Perbanas, Jalan Perbanas, Kuningan, Jakarta Selatan.
2) Bandung, 10 April 1998.
3) Jakarta, Indonesia.
h. Tanda koma digunakan untuk menceraikan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka. Contoh:
1) Badudu, Yus. 1980. Membina Bahasa Indonesia Baku. Seri I. Bandung:
Pustaka Prima.
2) Tjiptadi, Bambang. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Cetakan II. Jakarta:
Yudistira.
3) Halim, Amran. Editor. 1976. Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
i. Tanda koma digunakan di antara nama orang dengan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama keluarga atau
marga. Contoh:
1) A. Ansori, S.H.
2) Ny. Maimunah, M.A.
3) Sobur, M.Sc.
4) Sudarsono, S.E., M.A.
j. Tanda koma digunakan untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan
aposisi. Contoh
1) Seorang warga, selaku wakil RT 02, mengemukakan pendapatnya.
2) Produsen minyak terbesar dalam OPEC, Arab Saudi, sudah mengusulkan
supaya harga minya dapat ditetapkan 18 dolar perbarel.
3) Di daerah kami, misalnya, masih banyak warga yang buta huruf.
k. Tanda koma tidak boleh digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari
induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat. Contoh
1) Presiden Ronald Reagan diberitakan frustasi karena dua tokoh kunci
IK AK
dalam staf pembantunya menyatakan menolak mengungkapkan apa yang
mereka ketahui tentang skandal penjualan senjata ke Iran.
2) Menteri mengatakan bahwa pembangunan harus dilanjutkan.
IK AK
3. Tanda Titik Koma (;)
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Contoh:
Para pemikir mengatur strategi dan langkah yang harus ditempuh; para
pelaksana mengerjakan tugas sebaik-baiknya; para penyandang dana
menyediakan biaya yang diperlukan.