Anda di halaman 1dari 2

________AL-HIKAM (Bab 1| Bahagian 2)

《Syahwat dan Himmah》


“TAJRID dan KASAB”
‫شـ ْه َـو ةِ ْال َخ ِفـيـ ﱠ ِة‬ ‫ب مِنَ ال ﱠ‬ِ ‫ﱠـاك في ِ اْﻷ َ ْسبَا‬َ ‫ــك الـتﱠ ْج ِر ْي َد َمـ َع إِقَا َمـ ِة ﱠ ِ إِ ي‬
َ ُ ‫إِ َر ا َد ت‬.
‫طاطٌ ِمنَ ْال ِه ﱠم ِة ْال َعـ ِلـيـ ﱠ ِة‬ ِ ِ ِ ْ‫ـك اْ ْ َ َ َ َ ِ َ ِ ﱠ ِ َ ِ ج‬
َ ‫ِنح‬ ‫ا‬ ‫د‬ ‫ي‬
ْ ‫ر‬ ‫ﱠ‬ ‫ت‬ ‫الـ‬ ‫في‬ ‫ﱠـاك‬ ‫ي‬ ‫إ‬ ِ ‫ة‬ ‫م‬ ‫ا‬ َ ‫ق‬ ‫إ‬ ‫ع‬‫م‬ ‫اب‬ ‫ب‬‫س‬ َ ‫ﻷ‬ َ ُ ‫َو ِإ َرا َد ت‬
“Keinginanmu untuk tajrid, sementara Allah masih menegakkan engkau di
dalam asbab, merupakan syahwah yang tersamar (halus). Dan
keinginanmu kepada asbab, pada saat Allah sudah menegakkan engkau
dalam tajrid, merupakan suatu kejatuhan dari himmah yang tinggi.”
Syarah:
Dalam bab ini, Ibnu Atha’illah menggunakan beberapa istilah baku dalam
khazanah sufi, yang harus difahami terlebih dahulu agar mendapatkan
pemahaman yang utuh. Istilah-istilah itu
adalah: tajrid, asbab, syahwat dan himmah.
Tajrid secara bahasa memiliki makna: penanggalan, pelepasan, atau
pemurnian. Secara maknawi adalah penanggalan aspek-aspek dunia dari
jiwa (nafs), atau secara singkat boleh dikatakan sebagai pemurnian jiwa.
Asbab secara bahasa memiliki erti: sebab-sebab atau sebab-akibat.
Secara maknawi adalah status jiwa (nafs) yang sedang Allah tempatkan
dalam dunia sebab akibat. Semisal Iskandar Zulkarnain yang Allah
tempatkan sebagai raja di dunia, menguruskan dunia sebab-akibat.
Syahwah (atau syahwat) secara bahasa memiliki ertinya: tatapan yang
kuat, atau keinginan. Secara maknawi merupakan keinginan kepada
bentuk-bentuk material dan duniawi, seperti harta, makanan dan lawan
jenis. Berbeza dari syahwat, hawa-nafsu (disingkat “nafsu”) adalah
keinginan kepada bentuk-bentuk non-material, seperti ego, kesombongan,
dan harga diri.
Himmah merupakan lawan kata dari syahwat, yang juga memiliki erti
keinginan. Namun bila syahwat merupakan keinginan yang rendah,
maka himmah adalah keinginan yang tinggi, keinginan menuju Allah.
Adakalanya Allah menempatkan seseorang dalam dunia asbab dalam
kurun tertentu—misalnya, untuk mencari nafkah, mengurus keluarga, atau
memimpin negara. Bila seseorang sedang Allah tempatkan dalam
kondisi asbab itu, namun dia berkeinginan untuk tajrid (misalnya dengan
ber-uzlah), maka itu dikatakan sebagai syahwat yang samar. Sebaliknya,
saat Allah menempatkan seseorang dalam tajrid, namun dia justru
menginginkan asbab, maka itu merupakan sebuah kejatuhan dari
keinginan yang tinggi.
Inilah pentingnya untuk berserah diri dalam bersuluk, agar mengetahui bila
seseorang harus tajrid dan bila seseorang harus terjun dalam dunia asbab.
Semua kehendak seorang salik haruslah bekesesuaian dengan Kehendak
Allah.
Sebagai seorang yang beriman, haruslah berusaha menyempurnakan
imannya dengan berfikir tentang ayat-ayat Allah, dan beribadah dan harus
tahu bahwa tujuan hidup itu hanya untuk beribadah(menghamba) kepada
Allah,sesuai tuntunan Al-qur’an.
Tetapi setelah ada semangat dalam ibadah, kadang ada yang berpendapat
bahwa salah satu yang menyibukkan/mengganggu dalam ibadah yaitu
bekerja(kasab). Lalu berkeinginan lepas dari kasab/usaha dan hanya ingin
beribadah sahaja.
Keinginan yang seperti ini termasuk keinginan nafsu yang
tersembunyi/samar.
Sebab kewajiban seorang hamba, menyerah kepada apa yang dipilihkan
oleh majikannya. Apa lagi kalau majikan itu adalah Allah yang maha
mengetahui tentang apa yang terbaik bagi hambanya.
Dan tanda-tanda bahwa Allah menempatkan dirimu dalam golongan orang
yang harus berusaha [kasab], apabila terasa ringan bagimu, sehingga tidak
menyebabkan lalai menjalankan suatu kewajiban dalam agamamu, juga
menyebabkan engkau tidak tamak [rakus] terhadap milik orang lain.
Dan tanda bahwa Allah mendudukkan dirimu dalam golongan hamba yang
tidak berusaha [Tajrid]. Apabila Tuhan memudahkan bagimu keperluan
hidup dari jalan yang tidak disangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika
terjadi kekurangan, kerana tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan
tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.
Syeikh Ibnu ‘Atoillah berkata : “Aku datang kepada guruku Syeikh Abu
Abbas al- mursy. Aku merasa, bahwa untuk sampai kepada Allah dan
masuk dalam barisan para wali dengan sibuk pada ilmu lahiriah dan
bergaul dengan sesama manusia (kasab) agak jauh dan tidak mungkin.
tiba-tiba sebelum aku sempat bertanya, guru bercerita: Ada seorang ahli
dibidang ilmu lahiriah, ketika ia dapat merasakan sedikit dalam perjalanan
ini, ia datang kepadaku sambil berkata: Aku akan meninggalkan
kebiasaanku untuk mengikuti perjalananmu. Aku menjawab: Bukan itu
yang kamu harus lakukan, tetapi tetaplah dalam kedudukanmu, sedang
apa yang akan diberikan Allah kepadamu pasti sampai kepadamu.

Anda mungkin juga menyukai