Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS KARAKTERISTIK INOVASI, NILAI DAN KREDIBILITAS

SUMBER INFORMASI, PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI,


KETEPATAN DAN HAMBATAN KOMUNIKASI

Studi Kasus Penelitian : “Proses Difusi Inovasi Dan Keputusan Inovasi Sistem
Informasi Desa: Studi Kasus Di Kabupaten Lombok Timur”

Makalah

Mata Kuliah:
Teori Komunikasi Pembangunan

Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Dwi Retno Hapsari, MS

Oleh:
Esti I3502201002
Fajar Adi I3602202025
Galung Triko I3502201003
M. Nizam Auza I3502201012
Sadam I3502201007

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
1

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya. Semoga tidak
mengurangi semangat kita semua dalam menimba ilmu pengetahuan di masa pandemi
Covid-19 ini. Terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Teori Komunikasi
Pembangunan, Ibu Dr. Ir. Dwi Retno Hapsari, MS yang telah membimbing dan
memberikan pengetahuan kepada kami.
Pada kesempatan ini penulis mencoba menjelaskan beberapa bagian dari mata
kuliah Teori Komunikasi Pembangunan yang membahas mengenai analisis karakteristik
inovasi, nilai dan kredibilitas sumber informasi, pengambilan keputusan inovasi, dan
hambatan komunikasi. Dalam hal ini penulis merasa banyak kekurangan sehingga perlu
diberi kritik dan saran untuk menghasilkan karya tulis yang lebih baik lagi.

Bogor, 9 November 2020

Kelompok 3
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2

I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 4

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 5

2.1 Karakteristik Inovasi .......................................................................................... 5

2.2 Nilai Dan Kredibilitas Sumber Informasi........................................................... 6

2.3 Pengambilan Keputusan Inovasi ........................................................................ 7

2.4 Ketepatan dan Hambatan Komunikasi ............................................................... 8

III. PEMBAHASAN ........................................................................................................ 11

3.1 Pengembangan SID di Kabupaten Lombok Timur .......................................... 11

3.2 Proses Difusi dan Keputusan Inovasi Sistem Informasi Desa.......................... 11

IV. KESIMPULAN.......................................................................................................... 18

4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 18

4.2 Saran ................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19


3

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesuai amanat Undang-Undang Desa yakni UU No. 6 Tahun 2014 Pasal 86 bahwa
: “ Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui Sistem Informasi Desa (SID) yang
dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten kota. Pemerintah pusat dan Pemerintah
daerah wajib mengembangkan Sistem Informasi Desa dan Pengembangan Kawasan
Pedesaan. Hal ini dipertegas pada Nawacita ketiga yakni pembangunan dimulai dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa. Realita di desa, saat ini adalah
banyak memiliki data namun belum terkelola dengan baik, sumber daya manusia yang
terbatas, pembangunan sarana prasarana lebih banyak fokus pada fisik bangunan.
Sedangkan infrastruktur TIK sangat kurang, beban kerja berbanding terbalik dengan
reward serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa kurang. Sehingga
menimbulkan masalah bagi desa, antara lain : kemiskinan, desa kurang berkembang, dan
pembangunan yang tidak sesuai kebutuhan desa karena data yang kurang akurat.

Sistem Informasi Desa (SID) adalah seperangkat alat dan proses pemanfaatan data
dan informasi untuk mendukung pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas di tingkat
desa. Setidaknya ada dua hal yang menjadikan kehadiran SID menjadi penting. Pertama,
keinginan untuk mewujudkan partisipasi, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan
desa. Ini artinya SID sebagai perangkat informasi juga menjadi perangkat demokrasi.
Kedua, banyaknya data desa yang berserakan dan tidak terkumpul secara rapi di arsip
pemerintahan desa. Ini artinya SID merupakan perangkat teknokratis yang membuat
penyelenggaraan pemerintahan desa menjadi lebih efsien dan efektif (Jahja., dkk, 2012).

Dari perspektif komunikasi pembangunan, peran SID sangat penting dalam


pengembangan informasi, transformasi, komunikasi dan sinergitas antar sistem.
Pengembangan informasi akan menyediakan dokumen dan basis data desa, yang
kemudian ditransformasikan untuk peningkatan pelayanan publik Dalam upaya
mengembangkan komunikasi dua arah antara warga dengan pemerintah desa, akan
terbangun ruang dan atau media aspirasi warga. Kemudian terkait dengan sinergitas antar
sistem, SID akan terintegrasi dengan basis data di atasnya, dimana SID merupakan data
valid dari tingkat yang paling bawah yang akan mejadi basis pengembangan data di
tingkat supra desa. Untuk mengetahui proses difusi inovasi dan pengambilan keputusan
inovasi sistem informasi desa, analisis ini dirasa penting dan kelompok kami akan
4

melakukan analisis dengan studi kasus proses difusi inovasi dan keputusan inovasi sistem
informasi desa : studi kasus di kabupaten lombok timur.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penulisan
makalah ini diharapkan mampu menjawab :
1. Bagaimana penjelasan mengenai karakteristik inovasi, nilai dan kredibilitas sumber
informasi?
2. Bagaimana penjelasan mengenai pengambilan keputusan inovasi, serta ketepatan dan
hambatan komunikasi?
3. Bagaimana proses difusi inovasi dan keputusan inovasi dalam studi kasus?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui penjelasan konsep mengenai karakteristik inovasi, nilai dan kredibilitas
sumber informasi.
2. Mengetahui penjelasan mengenai pengambilan keputusan inovasi, serta ketepatan dan
hambatan komunikasi.
3. Mengetahui proses difusi inovasi dan keputusan inovasi dalam studi kasus.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Inovasi


Menurut Rogers (1995) kecepatan difusi sebuah inovasi dipengaruhi oleh empat
elemen, yaitu (1) karakteristik inovasi; (2) kanal komunikasi yang digunakan untuk
mengkomunikasi manfaat inovasi; (3) waktu sejak inovasi diperkenalkan; dan (4) sistem
sosial tempat inovasi berdifusi. Semakin besar dan rumit inovasi, semakin lama waktu
yang dibutuhkan dalam difusi. Sebagai contoh, difusi Internet pada sebuah masyarakat
membutuhkan waktu yang lebih lama daripada difusi botol susu bayi yang jauh lebih
sederhana daripada Internet. Dalam hal ini, Rogers, berdasar hasil meta analisis terhadap
ribuan penelitian tentang adopsi inovasi menyimpulkan terdapat lima karakteristik umum
inovasi yang mempengaruhi kecepatan difusi, yaitu relative advantage, compatibility,
complexity, observability, dan trialability.
Pertama, relative advantage menunjukkan sejauh mana inovasi lebih dari inovasi
sebelumnya. Manfaat ini dapat diukur, baik dengan ukuran ekonomi, prestise,
kenyamanan, maupun kepuasaan. Karatektersitik inovasi yang kedua adalah
compatibility yang merujuk kepada kesesuaian inovasi terhadap nilai-nilai yang sudah
ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan. Kesesuaian inovasi dengan ide-ide
sebelumnya akan mempercepat adopsi, dan sebaliknya pengalaman buruk atas sebuah
inovasi akan menghambat adopsi. Complexity adalah karakteristik yang ketiga mengukur
tingkat kesulitan atau kemudian sebuah inovasi untuk dipelajari dan digunakan. Semakin
mudah sebuah inovasi digunakan, semakin cepat kecepatan adopsinya. Karakteristik
yang keempat adalah observability yang mengukur seberapa jelas penampakan inovasi.
Jika sebuah hasil sebuah inovasi mudah dilihat dan dikomunikasikan maka difusinya
akan semakin cepat. Jika sebuah inovasi bisa dicoba sebelum adopsi, maka akan
mempercepat difusinya. Hal ini merupakan karakteristik inovasi yang kelima,
trialability.
Terkait dengan kanal komunikasi, semakin besar jangkauan kanal komunikasi yang
digunakan untuk mengkomunikasikan inovasi, semakin cepat inovasi yang terjadi. Kanal
komunikasi media massa efektif untuk menginformasikan sebuah inovasi ke calon
pengguna, sedang komunikasi interpersonal efektif untuk mempengaruhi individu untuk
menerima sebuah inovasi. Rogers membedakan orang yang mengadopsi inovasi berdasar
waktu menjadi innovator, early adopters, early majority, late majority, dan laggard.
6

Jumlah kumulatif orang yang mengadopsi inovasi secara ideal akan mendekati kurva S,
yang bermula pada nilai yang rendah, kemudian naik dengan cepat dan akhirnya
mencapai kondisi yang stagnan atau hanya bertambah sedikit. Terkait dengan system

sosial, sebuah inovasi akan berdifusi dengan cepat pada sistem sosial yang homogen.
Gambar 1. Kurva Adopsi/Inovasi Rogers

2.2 Nilai Dan Kredibilitas Sumber Informasi


Literatur yang ada mengenai sumber informasi telah menunjukkan bahwa
kredibilitas sumber menentukan efektivitas suatu komunikasi. Kredibilitas sumber
didefinisikan sebagai hal pengidentifikasian suatu sumber informasi agar dianggap
sebagai kredibel oleh pembaca (Metzger and Flanagin, 2013). Sedangkan menurut
Cambridge Dictionary, Kredibilitas Sumber diartikan sebagai sejauh mana orang percaya
dan kepercayaan pada orang - orang dan organisasi - organisasi lain yang memberitahu
mereka menegenai produk atau jasa tertentu. Komunikasi yang dilakukan melalui dalam
media internet, di mana banyaknya informasi saling dipertukarkan menjadikan sumber
informasi semakin sulit untuk diketahui asalnya. Berbagai alasan hal tersebut terjadi,
salah satu alsannya adalah privasi. Terdapat 2 dimensi dari Kredibilitas Sumber, yaitu
Kepercayaan dan Keahlian
Sumber inovasi adalah pihak yang memiliki atau menyebarluaskan informasi
tentang suatu hal yang baru dan bermanfaat bagi kehidupan sosial. Sumber inovasi dalam
komunikasi inovasi sosial dapat ditemukan pada beberapa pihak, antara lain (1) instansi
pemerintah, (2) instansi swasta, (3) lembaga swadaya masyarakat, (4) petani atau pelaku
usaha dari pengalamannya, (5) pengusaha atau pedagang dengan informasi pasarnya, (6)
lembaga penelitian atau perguruan tinggi, (7) publikasi dan media massa, serta era
7

gelombang informasi ini menguat sumber informasi dari (8) internet (cyber extension)
atau teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

2.3 Pengambilan Keputusan Inovasi


Pengambilan keputusan merupakan momentum yang sangat menentukan dalam
proses adopsi suatu inovasi. Pengambilan keputusan adopsi inovasi adalah proses
pemilihan suatu alternatif dari sejumlah alternatif inovasi yang ada dan diketahui
seseorang. Saat seperti ini, penentuan pilihan (choice making) terjadi dalam rangkaian
pembuatan keputusan (decision making), yaitu proses sebelum keputusan adopsi inovasi
itu diambil sampai ditentukannya suatu pilihan inovasi. Kaitannya proses adopsi dengan
proses keputusan inovasi dikenal dengan istilah pemecahan masalah (problem solving)
Huber (1980) dalam Vitalaya, dkk (2010).
Adopsi inovasi merupakan suatu proses mental atau perubahan perilaku, baik berupa
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang sejak ia mengenal inovasi
sampai memutuskan menerapkan inovasi tersebut (Rogers, 2003). Pandangan tradisional
melihat proses adopsi sebagai proses keputusan inovasi. Proses adopsi merupakan
serangkaian kegiatan dalam memutuskan menerima atau menolak suatu inovasi selama
periode waktu tertentu. Proses pengambilan keputusan inovasi merupakan suatu aktivitas
individu/organisasi yang terjadi secara bertahap. Proses pengambilan keputusan ini
berlangsung dalam waktu dan dalam serangkaian aktivitas yang sekuen. Roger (1995)
menggambarkan proses pengambilan keputusan inovasi ini dengan suatu pemodelan yang
menjelaskan tahapan perubahan-perubahan yang terjadi pada individu atau dalam suatu
8

organisasi yang berusaha melakukan atau mengalami inovasi. Konseptualisasi model


proses keputusan inovasi Rogers (1995) terbagi dalam lima tahap seperti gambar berikut.
Gambar 2. Model Tahapan Komunikasi Inovasi

Rogers (2003) mengungkapkan teori keputusan dalam adopsi inovasi. Adopsi


inovasi merupakan suatu proses penerimaan/penerapan inovasi olehvindividu. Lima
tahapan dalam proses pengambilan keputusan adopsi inovasi sebagai berikut. (1) Tahap
pengenalan (knowledge) terjadi pada saat seseorang diterpa informasi mengenai
keberadaan sebuah inovasi dan memperoleh pemahaman mengenai bagaimana inovasi
tersebut berfungsi. (2) Tahap bujukan atau persuasi (persuation), yaitu ketika seseorang
membentuk sikap terhadap inovasi melalui saluran komunikasi tertentu (media)
memengaruhi sasaran untuk mengadopsi inovasi. (3) Tahap keputusan atau proses
pembuatan keputusan (decisions) terjadi pada saat seseorang melakukan kegiatan yang
mengarah pada sebuah pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi. (4) Tahap
implementasi (implementation) merupakan saat seseorang menggunakan atau
mengimplementasikan inovasi tersebut dalam kegiatan nyata, yaitu ketika seseorang
sudah mulai menerapkan inovasi. (5) Tahap konfirmasi (confirmation) merupakan tahap
ketika seseorang mencari penegasan kembali terhadap keputusan inovasi yang telah
dibuat dan yang kemungkinan dapat mengubah keputusan yang telah dibuat jika ia
diterpa informasi yang berlawanan terhadap inovasi. Beberapa faktor yang dapat
memengaruhi individu atau seseorang dalam proses adopsi inovasi tersebut, yaitu
dipengaruhi oleh saluran atau sumber informasi, kondisi awal sebelum masuknya
inovasi, karakteristik dari unit pembuat keputusan, dan persepsi terhadap ciri inovasi itu
sendiri.

2.4 Ketepatan dan Hambatan Komunikasi


David K. Berlo (1960) dalam Wardani (2018), menjelaskan bahwa ketepatan pada
komunikasi terkait erat dengan peranan sebagai source-encoder dan receiver-decoder.
Dalam hal ini, seorang komunikator berharap bahwa tindak komunikasinya akan
memiliki ketepatan yang tinggi; dengan ketepatan, kita mengartikan bahwa ia akan
mendapatkan apa yang diinginkannya. A highfidelity encoder diartikan sebagai seorang
yang mengekspresikan arti dari sumber pengirim pesan dengan tepat. Sementara a high-
fidelity decoder diartikan sebagai seorang yang mengartikan pesan untuk si penerima
dengan akurasi yang sempurna.
9

1. Source-Encoder dan Receiver-Decoder


Berlo menjelaskan terdapat empat faktor pada sumber (source-encoder) dan
pengirim (receiver-decoder) yang bisa meningkatkan ketepatan komunikasi, yaitu
keterampilan berkomunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, posisi dalam sebuah
sistem sosial budaya.
2. Message
Ada tiga faktor yang yang patut diperhatikan dalam pesan, yaitu kode pesan, isi
pesan, dan perlakuan pesan.
3. Channel
Isi, kode dan perlakuan dari pesan berhubungan dengan pilihan kita terhdap
saluransaluran. Di waktu yang sama, pengetahuan dari penerima berhubungan
dengan pilihan dari saluran-saluran. Ada berbagai hal yang menentukan pemilihan
media. Pemilihan dibatasi oleh: (a) apa yang tersedia; (b) berapa banyak uang yang
harus dikeluarkan; dan (c) apa yang menjadi pilihan sumber. Hal lain yang menjadi
penentu adalah: (a) saluran mana yang banyak diterima oleh banyak orang (dengan
biaya yang rendah); (b) saluransaluran mana yang mempunyai pengaruh besar; (c)
saluran-saluran mana yang mudah diadaptasikan dengan tujuan-tujuan yang
dimiliki pengirim/sumber; dan (d) saluransaluran mana yang mudah diadaptasikan
dengan isi dari pesan.
Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan yang dialami. Dalam
konteks komunikasi dikenal pula gangguan (mekanik maupun semantik), gangguan ini
masih termasuk ke dalam hambatan komunikasi . Efektivitas komunikasi salah satunya
akan sangat tergantung kepada seberapa besar hambatan komunikasi yang terjadi.
Hambatan komunikasi atau noise merupakan berbagai faktor yang mengganggu proses
komunikasi. Perluasan arti noise termasuk pada faktor-faktor yang bisa mengurangi
efektivitas pada komunikasi (Berlo, 1960: 40). Lebih jauh, Berlo menyebutkan bahwa
noise dan fidelity bagaikan dua sisi mata uang. Jadi, menghilangkan noise bisa meningkat
fidelity, dan begitu sebaliknya (Barrett & Mahometa, 2013).
Adapun hambatan-hambatan komunikasi dalam organisasi antara lain :
1. Hambatan Teknis
Keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi. Dari sisi teknologi, semakin
berkurang dengan adanya temuan baru dibidang kemajuan teknologi komunikasi dan
informasi, sehingga saluran komunikasi dapat diandalkan dan efesien sebagai media
10

komunikasi. Menurut dalam bukunya, 1976, Cruden dan Sherman Personel management
jenis hambatan teknis dari komunikasi :
− Tidak adanya rencana atau prosedur kerja yang jelas
− Kurangnya informasi atau penjelasan
− Kurangnya ketrampilan membaca
− Pemilihan media [saluran] yang kurang tepat.
2. Hambatan Semantik
Gangguan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau
secara secara efektif. Definisi semantik sebagai studi idea atas pengertian, yang
diungkapkan lewat bahasa. Kata-kata membantu proses pertukaran timbal balik arti dan
pengertian (komunikator dan komunikan), tetapi seringkali proses penafsirannya keliru.
Tidak adanya hubungan antara Simbol (kata) dan apa yang disimbolkan (arti atau
penafsiran), dapat mengakibatkan kata yang dipakai ditafsirkan sangat berbeda dari apa
yang dimaksudkan sebenarnya. Untuk menghindari mis komunikasi semacam ini,
seorang komunikator harus memilih kata-kata yang tepat sesuai dengan karakteristik
komunikannya, dan melihat kemungkinan penafsiran terhadap kata-kata yang
dipakainya.
3. Hambatan Manusiawi
Terjadi karena adanya faktor, emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan
atau ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat-alat pancaindera seseorang,
dll. Menurut Cruden dan Sherman:
a. Hambatan yang berasal dari perbedaan individual manusia.
Perbedaan persepsi, perbedaan umur, perbedaan keadaan emosi, ketrampilan
mendengarkan, perbedaan status, pencairan informasi, penyaringan informasi.
b. Hambatan yang ditimbulkan oleh iklim psikologis dalam organisasi.
Suasana iklim kerja dapat mempengaruhi sikap dan perilaku staf dan efektifitas
komunikasi organisasi.
11

III. PEMBAHASAN

Penulis menguraikan tinjauan pustaka dengan penjabaran teori dan konsep yang
menjadi topik pembahasan. Agar menjadi lebih komprehensif, maka hal yang menjadi
bahan untuk studi kasus adalah studi riset pada jurnal tentang proses difusi inovasi. Jurnal
ini memuat pembahasan mengenai sistem informasi desa yang harus dikembangkan oleh
pemerintah atau pemerintah daerah, sebagaimana tertulis dalam undang-undang desa.
Pelaksanaannya bisa menggunakan APBN, APBD, ataupun APBDes tergantung dengan
kondisi yang ada pada daerah. Topik riset pada jurnal ini adalah “proses difusi inovasi
dan keputusan inovasi sistem informasi desa: studi kasus di kabupaten lombok timur”.

3.1 Pengembangan SID di Kabupaten Lombok Timur


Kabupaten Lombok Timur terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara
geografis, Luas wilayah Kabupaten Lombok Timur adalah 2.679,88 km2; yang terdiri
dari daratan seluas 1.605,55 km2; (59,91%) dan lautan seluas 1.074,33 km2; (40,09%).
Secara administratif, Kabupaten Lombok Timur terbagi menjadi 20 Kecamatan, 240
Desa, dan 15 Kelurahan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Lombok Timur, pada tahun 2016 penduduk Kabupaten Lombok Timur berjumlah
1.173.781 jiwa, yang terdiri dari 546.569 jiwa laki-laki (46,56%), dan 627.212 jiwa
perempuan (53,44%). Undang-undang No 16 Tahun 2014 tentang Desa telah dua tahun
diberlakukan, namun sampai pertengahan tahun 2016, Sistem Informasi Desa (SID)
belum mendapatkan perhatian pemerintah desa dan Pemerintah Kabupaten Lombok
Timur.
Pawal tahun 2016, KOMPAK atau Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk
Kesejahteraan, program dukungan Pemerintah Australia untuk percepatan pelayanan
dasar di Indonesia, melakukan assessment di 10 desa mitra KOMPAK, pada bulan Mei
2016. Momentum itulah yang mengawali proses difusi dan keputusan inovasi SID di
Kabupaten Lombok Timur.

3.2 Proses Difusi dan Keputusan Inovasi Sistem Informasi Desa


Sesuai dengan definisi inovasi yang dikemukakan Rogers (2003), bahwa inovasi
adalah gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang, SID adalah
inovasi bagi pengelola SID di 10 desa. Proses difusi SID sebagai suatu inovasi berjalan
12

relatif cepat. Pemerintah Desa bersedia mengadopsi SID karena menilai SID memiliki
keuntungan relatif, dimana SID dirasakan lebih baik dari pada sistem sebelumnya. SID
juga memiliki kompabilitas yang sejalan dengan nilai-nilai yang berlaku,
pengalamanpengalaman terakhir dan kebutuhan adopter. Kompleksitas SID dinilai
mudah dipahami dan digunakan, memiliki triabilitas untuk dicoba terlebih dahulu, dan
secara observabilitas SID dapat dilihat dan disaksikan hasilnya oleh orang lain.
Sumber inovasi yang pertama kali mengembangkan SID di Indonesia sejak tahun
2009, adalah Combine Resource Institution: Pusat Sumberdaya bagi Jaringan Informasi.
Combine atau CRI merupakan sebuah organisasi non pemerintah (NGO atau LSM) yang
memberdayakan masyarakat melalui pengembangan jaringan dan sumberdaya informasi.
Combine sendiri merupakan singkatan dari Community-based Information Network, atau
jaringan informasi berbasis komunitas. Tahun 2010, CRI merilis aplikasi SID versi 1.0
yang diterapkan di Bantul, Klaten dan Magelang. Pada tahun 2013, CRI mereplikasi SID
di Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Utara dengan aplikasi SID versi
3.0 dan versi 3.6.
Terkait dengan difusi SID di Kabupaten Lombok Timur, muncul re-invention yang
didefinisikan sebagai derajat dimana inovasi dapat diubah atau dimodifikasi oleh
pengguna dalam proses adopsi dan implementasinya. Penggunaan ide baru secara
individual menyimpang dari intinya atau versi inovasi yang dipromosikan oleh agen
pembaharu (Eveland et al.dalam Rogers, 2003). Selanjutnya Rogers (2003) menyatakan
bahwa beberapa adopter ingin berpartisipasi secara aktif dalam pemesanan inovasi untuk
situasi yang sesuai dengan kondisinya. Inovasi akan menyebar lebih cepat ketika dapat
di reinvented dan adopsinya mungkin menjadi lebih sustain (berlanjut).
Berikut karakteristik inovasi SID yang menunjukkan alasan SID dapat dengan
cepat diadopsi dengan relatif cepat di Kabupaten Lombok Timur.
Tabel 1.1 Karakteristik Inovasu SID du kabupaten Lomook Timur
No. Karakteristik Karakteristik SID
inovasi
1. Relative SID dirasakan lebih baik dari pada sistem administrasi
advantage sebelumnya, dimana sistem sebelumnya manual, sedangkan
(keuntungan SID berbasis teknologi informasi, sehingga :
relatif)
13

• Proses administrasi menjadi lebih cepat, misalnya


pembuatan surat yang sebelumnya butuh waktu sampai 1 hari,
dengan SID hanya 3 menit
• Pendataan dan administrasi kependudukan lebih mudah,
cepat, dan valid
• Karena online base, data dan informasi dapat diakses dari
mana saja selama ada jaringan internet, informasi lebih cepat,
umpan balik dari pengguna lebih cepat
• Mempermudah perencanaan pembangunan desa dengan
tersedianya data yang valid dan terupdate
• Informasi menjadi lebih valid dan transparan karena
masyarakat bisa melakukan pengawasan secara online
2. Compatibility SID merupakan penyempurnaan dari sistem administrasi
(kesesuaian) manual yang biasa dilakukan perangkat desa, konsisten
dengan nilai–nilai yang berlaku, pengalaman-pengalaman
terakhir dan kebutuhan operator, pengguna (perangkat desa)
dan penerima manfaat (masyarakat desa)
3. Complexity SID memang memiliki tingkat kerumitan untuk dipahami dan
(kerumitan) digunakan dibandingkan dengan sistem manual, akan tetapi
dukungan perangkat keras dan perangkat lunak yang mudah
diperoleh, serta ketersediaan sumberdaya manusia (Operator
SID), operasional SID menjadi mudah dan sederhana
4. Trialability Open SID menyediakan aplikasi/program/perangkat off line
(kemungkinan dan on line yang bisa dicoba dan diterapkan pada keadaan
dicoba) sumber daya yang terbatas
5. Observability SID dapat dilihat dan disaksikan hasilnya oleh orang lain, baik
(kemungkinan oleh operator, pengguna (perangkat desa), maupun penerima
diamati) manfaat (masyarakat desa), misalnya dalam kemudahan
pelayanan administrsai persuratan, administrasi
kependudukan, maupun kemudahan dan kecepatan mengakses
informasi secara online.
14

Pengguna SID yang tergabung dalam Forum SID Lombok Timur menggunakan
aplikasi SID dari CRI, namun dalam impelemtasinya operator menemukan masalah-
masalah teknis yang tidak bisa mereka pecahkan karena tidak ada tempat untuk
berkonsultasi. Akhirnya Forum SID menggunakan OpenSID, yaitu sistem informasi desa
yang sengaja dirancang supaya terbuka dan dapat dikembangkan bersamasama oleh
komunitas peduli SID. Open SID awalnya dikembangkan menggunakan SID dari CRI,
yaitu SID 3.10. SID CRI sendiri memiliki lisensi General Public License Version 3
sehingga siapa saja dapat mempergunakan, mengubah dan menyebarkan Open SID
secara bebas tanpa bayaran.
Komunitas Open SID terus berupaya menyempurnakan aplikasi SID, dan membuat
rilis baru secara cepat dan tanggap untuk memperbaiki masalah yang ditemukan (bug),
mengubah sistem supaya lebih mudah dipakai, menyampaikan contoh template surat atau
laporan yang mungkin diperoleh dari kontribusi komunitas SID, menambah fitur
berdasarkan permintaan dari komunitas SID, dan menyelaraskan dengan perkembangan
teknologi yang dipergunakan, seperti perkembangan PHP, Code Igniter dan sebagainya
Dengan komunitas yang begitu besar, pengembangan dan pelayanan teknis perangkat
lunak SID perlu lebih cepat dan tanggap untuk terus mempertahankan momentum yang
ada. Untuk mencapai ini, strategi utama adalah memudahkan pengguna untuk
mendapatkan SID secara bebas dan tanpa proses birokrasi, memudahkan pengguna
menyerap rilis baru SID, dan membuka peluang bagi anggota komunitas SID yang
memiliki keterampilan pemrograman, untuk secara aktif membuat kontribusi langsung
pada pengembangan perangkat lunak SID, sehingga mempercepat pengembangan
aplikasi SID.
Secara konsep dan fitur dasar, tidak ada perbedaan antara SID CRI dan OpenSID.
Pada awalnya motivasi utama OpenSID hanya melakukan perubahan teknis aplikasi SID
untuk memudahkan pengguna untuk mendapatkan SID secara bebas, tanpa proses
birokrasi, memudahkan pengguna menyerap rilis baru SID, dan mendukung pengelolaan
source code (script) aplikasi SID di Github. Karena OpenSID dikembangkan terus oleh
pegiat SID, OpenSID sudah menerapkan banyak hal yang belum dirilis oleh SID-CRI,
seperti perbaikan masalah yang ditemukan, perubahan sederhana untuk memudahkan
pengoperasian SID, dan penambahan fitur yang belum sempat dirilis oleh SID-CRI.
Sampai dengan rilis v1.10, sudah ada 41 rilis OpenSID. Daftar perbaikan/perubahan di
setiap rilis ada di https://github.com/eddieridwan/ OpenSID/ releases.
15

Pola komunikasi difusi SID melibatkan teknologi informasi. Berkembangnya


teknologi informasi, membawa dampak pada perubahan pola komunikasi dalam difusi
inovasi. Rogers (2003) menyatakan bahwa internet memberikan kesempatan masyarakat
untuk melakukan banyak proses pertukaran informasi dari seseorang ke banyak orang
(sejenis dengan media massa), namun pesan melalui e-mail serupa dengan komunikasi
interpersonal yang memungkinkan individu menjadi lebih personal dalam
berkomunikasi. Difusi inovasi melalui internet sangat besar pengaruhnya dalam
mempercepat tingkat adopsi.
Pengenalan pertama tentang SID diperoleh dari media massa, baik televisi, radio,
koran, dan juga internet, ketika proses penyusunan dan penerbitan UU Desa, yang dalam
pasal 86 membahas tentang SID. Pengenalan lebih komperehensif dilakukan oleh
KOMPAK, yang kemudian dilanjutkan dengan pelatihan. Pada tahap implementasi dan
replikasi, selain menggunakan saluran komunikasi kelompok dan saluran interpersonal
secara tatap muka, juga menggunakan saluran komunikasi kelompok dan saluran
interpersonal melalui internet. Komunikasi tatap muka dilakukan pada saat pertemuan
rutin Forum SID setiap bulan, juga melalui kelompok-kelompok belajar operator SID di
setiap wilayah. Komunikasi bukan tatap muka dilakukan melalui media sosial Facebook
dan Whatssap, baik secara berkelompok melalui chat group, maupun secara interpersonal
melalui personal chat. Jaringan interpersonal mempengaruhi individu dalam meyakinkan
individu untuk mengadopsi inovasi.
Dalam difusi inovasi SID di Kabupaten Lombok Timur, model komunikasi two
step flow model of communication (model komunikasi tahap dua) dari Katz dan
Lazarsfeld (1955) juga masih ditemukan. Penyebaran dan pengaruh informasi yang
disampaikan melalui media massa (dalam hal ini internet) kepada khalayaknya tidak
terjadi secara langsung (satu tahap), melainkan melalui perantara pengurus Forum SID
yang menjadi pemuka pendapat (opinion leaders). Meskipun setiap pegiat dan pengelola
SID dapat mengakses informasi langsung ke sumber informasi melalui internet, namun
dalam implementasinya sebagian besar operator SID masih membutuhkan
pendampingan langsung dari pemuka pendapat di Forum SID. Pemuka pendapat
(misalnya Ketua Forum SID dan Koordinator Wilayah) mendapatkan infornmasi dari
Komunitas OpenSID melalui internet di web (https://github.com/eddieridwan/OpenSID)
atau pun dari media sosial (https://www.facebook.com/groups/OpenSID/ ), maka
informasi tersebut kemudian dilanjutkan ke anggota Forum SID baik secara tatap muka
16

langsung dalam kegiatan belajar bersama, maupun melalui whatssap group (WAG)
Forum SID Lotim.
Menurut Rogers (2003), difusi terjadi dalam sebuah sistem sosial. Sistem sosial
dalam penelitian ini adalah Forum SID Kabupaten Lombok Timur (ForSID) yang
beranggotakan operator SID, perangkat desa, pegiat dan pemerhati SID. Struktur sosial
dari sistem tersebut mempengaruhi difusi inovasi, bisa menjadi pembatas terjadinya
difusi inovasi, dapat memfasilitasi atau pun menghalangi difusi inovasi dalam sistem.
Struktur sosial Forum SID sederhana dan informal, ada Ketua Forum dan Koordinator
Wilayah (Kelompok belajar), dan anggota yang setara. Proses belajar berlangsung sesuai
prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa, yaitu belajar bersama dengan bertukar
pengalaman. Proses belajar berlangsung satu kali dalam sebulan, tempat belajar diatur
bergilir dari satu desa ke desa lain, dan biaya konsumsi ditanggung bersama secara
urunan. Pengambilan keputusan inovasi, misalnya penggunaan fitur tertentu dalam SID,
diputuskan secara kolektif. Rogers (2003) menyebutnya collective innovation-decisions,
yaitu memilih untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang dibuat melalui konsensus di
antara anggota sistem sosial.
Prinsip yang nyata dari komunikasi manusia adalah bahwa transfer ide terjadi
secara lebih sering di antara dua individu yang setara (sejenis) atau homofilous. Proses
belajar dalam Forum SID adalah homofili, dengan ciri umur, pendidikan, dan status
sosial Operator SID relatif sama. Ketua Forum SID dan beberapa anggota memang
memiliki kompetensi yang lebih baik dari anggota lainnya, namun karena kompetensi itu
didapatkan dari belajar secara otodidak, mereka tetap menempatkan diri sebagai sesama
anggota kelompok belajar, dan memang tidak ada agen perubahan dari luar Forum SID
yang mendampingi proses belajar. Selain sebagai basis data desa, SID juga
dikembangkan secara online berbasis web sehingga terbentuklah jurnalisme warga,
dimana warga dapat menjadi pewarta warga yang merupakan wujud kesadaran warga
atas pentingnya keterlibatan warga dalam mengelola informasi. Di sisi lain, SID dapat
mendorong transparansi dan akuntabilitas pembangunan di tingkat desa, karena dokumen
harus ditampilkan online maupun offline melalui grafis yang dipasang di tempat-tempat
tertentu. Pelibatan warga desa untuk berpartisipasi dalam SID dilakukan pengelola SID
dengan membuat laman di media sosial Facebook, dan membuat grup jejaring sosial
melalui Whatssap. Masyarakat dapat memberikan umpan balik (komentar, saran dan
masukan) secara online melalui website, media sosial (FB dan WA), dan pesan singkat
(SMS). Warga diajak berpartisipasi mengisi website desa dengan mengirimkan berita dan
17

informasi. Namun demikian, karena masih terfokus pada pengembangan perangkat lunak
OpenSID, para pegiat SID belum secara khusus mengembangkan jurnalisme warga
melalui SID.
18

IV. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada makalah, konsep dan teori karakteristik inovasi, nilai
dan kredibilitas sumber informasi, pengambilan keputusan inovasi, serta ketepatan dan
hambatan komunikasi disertai dengan studi kasus tentang adopsi inovasi SID. Maka
penulis menyimpulkan beberapa poin yang menjadi pokok bahasan, diantaranya :
1. Karakteristik inovasi terdiri dari relative advantage, compatibility, complexity,
observability, dan trialability. Sedangkan sumber inovasi dalam komunikasi inovasi
sosial dapat ditemukan pada beberapa pihak, antara lain (1) instansi pemerintah, (2)
instansi swasta, (3) lembaga swadaya masyarakat, (4) petani atau pelaku usaha dari
pengalamannya, (5) pengusaha atau pedagang dengan informasi pasarnya, (6) lembaga
penelitian atau perguruan tinggi, (7) publikasi dan media massa, serta era gelombang
informasi ini menguat sumber informasi dari (8) internet (cyber extension) atau
teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
2. Proses pengambilan keputusan adopsi inovasi terdiri dari tahap pengenalan
(knowledge), Tahap bujukan atau persuasi (persuation), tahap keputusan atau proses
pembuatan keputusan (decisions), tahap implementasi (implementation), tahap
konfirmasi (confirmation). Sedangkan ketepatan komunikasi dilihat dari Source-
Encoder dan Receiver-Decoder, message dan channel dan hambatan komunikasi
berupa hambatan teknis, semantik dan manusiawi.
3. Difusi inovasi dan keputusan inovasi SID di Kabupaten Lombok Timur berlangsung
relatif cepat. Karakteristik SID sesuai kebutuhan, lebih menguntungkan, dan
mendukung penemuan kembali. Saluran komunikasi menggunakan saluran komunikasi
massa, komunikasi kelompok, dan komunikasi interpersonal, dimana komunikasi
dilakukan secara tatap muka maupun menggunakan media sosial. Difusi relatif cepat
karena adanya kelompok-kelompok belajar SID sebagai suatu sistem sosial yang
mendukung.

4.2 Saran
Berdasarkan uraian simpulan diatas, maka saran dari makalah ini adalah diperlukan
melakukan evaluasi secara berkala pengenai pengambilan keputusan inovasi. Teknologi
selalu berubah dan dengan cepat, selain itu kapasitas sumberdaya manusia di tingkat desa
didorong untuk bisa mengikuti perkembangan teknologi. Hal ini sangat penting untuk
sistem informasi desa di Lombok Timur.
19

DAFTAR PUSTAKA

Agus Purbathin Hadi , Diyah Indiyarti , Dian Lestari Miharja, 2019. Proses Difusi Inovasi Dan
Keputusan Inovasi Sistem Informasi Desa: Studi Kasus Di Kabupaten Lombok Timur.
Indonesian Journal of Socio Economics, Volume 1, Number 1 : 1-11

Berlo, David K. (1990). The Process of Communication: An Introduction to Theory and


Practise. Holt, Rinehart and Winston.

http://purebohttp/id.shvoong.com/business-management/2100726-hambatan-komunikasi-
antarmanusia

https://github.com/eddieridwan/ OpenSID/ releases.

https://www.facebook.com/groups/OpenSID

Hubeis, Aida Vitalaya. (2010). Pendekatan Gender dan Pembangunan dalam Pemberdayaan
Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor: IPB Press

Jahja, R., Hartaya, Dina Mariana, Meldi Rendra. 2012. Sistem Informsi Desa Sistem Informasi
dan Data untuk Pembaruan Desa. Jogjakarta: Combine Resource Institution

Katz, E & Lazzarsfeld, P. 1955. Personal Influence. New York: Columbia University Press.
http://www.scribd.com/doc/6446504/l azarfrld-theory.

Metzger, M. J., & Flanagin, A. J. (2013). Credibility and trust of information in online
environments: The use of cognitive heuristics. Journal of Pragmatics, 59, 210-220

Rogers, E. M. 2003. Diffusion of Innovations. 5 th edition (New York: The free Press 1995).

Rogers, Everett M. 1995. Diffusion of Innovations (Fourth Edition). The Free Press. New York

Stephens, Keri K., Ashley K. Barrett & Michael J. Mahometa. (2013). “Organizational
Communication in Emergencies: Using Multiple Channels and Sources to Combat Noise
and Capture Attention”. Human Communication Research, 38(2): 230-251.

Wardani, Surti, 2018. Ketepatan Komunikasi antara Manajemen dan Awak Kabin (Flight
Attendant) di PT. Garuda Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai