Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN DAN KAITANNYA DENGAN GABUNGAN TINDAK PIDANA

Putusan Mahkamah Agung Nomor 982/Pid.B/2018/PN Ptk

DISUSUN OLEH :

Kelompok 2:

1. Muhammad Farhan (1906291336)


2. Muhammad Furqan Sultan Deyis (1906291355)
3. Nadhifa Marsaa (1906291411)
4. Muhammad Akhdan Zaki (1906291323)

PENERAPAN ASAS-ASAS HUKUM PIDANA REGULER-E

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2020
PENDAHULUAN

Putusan ini berbicara mengenai kaitan antara pencurian sesuai dengan Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP dan
gabungan tindak pidana. Pencurian yang dimaksud dalam Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP adalah pencurian yang
ancaman pidananya diperberat karena untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, dilakukan dengan merusak,
memotong, memanjat atau dengan menggunakan kunci palsu. Pencurian dengan pemberatan dalam kasus ini
terjadi karena Terdakwa Daryanto untuk masuk ke toko dilangsungkannya pencurian, menggunakan anak kunci
palsu, yaitu paku.
Terdakwa Daryanto melakukan tindak pidana pencurian tidak hanya sekali, melainkan 8 (delapan kali)
berturut-turut dengan cara yang sama. Tindakan terdakwa tersebut dapat digolongkan sebagai gabungan tindak
pidana (samenloop). Gabungan merupakan perbarengan dua atau lebih tindak pidana yang
dipertanggungjawabkan kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka penyertaan. Tindak pidana yang
telah terjadi itu sesuai dengan yang dirumuskan dalam perundang-undangan. Dalam kasus ini, menurut Majelis
Hakim tindakan terdakwa termasuk ke dalam gabungan tindak pidana berlanjut, karena tindakan terdakwa dari
yang pertama hingga terakhir didasari oleh satu kehendak.

A. Posisi Kasus
Sekitar awal bulan Agustus tahun 2018, Terdakwa Daryanto berjalan kaki melewati Toko bangunan
BINTANG UTAMA di Jalan Purnama Gang Purnama Agung IV No. AA9 RT 005/RW 005 Kelurahan Parit
Tokaya Kecamatan Pontianak Selatan. Saat itu terdakwa melihat keadaan sekitar toko dalam keadaan sepi
sehingga muncul niatnya untuk mengambil barang-barang berharga di toko tersebut, kemudian terdakwa berjalan
masuk melewati celah pagar depan toko bangunan tersebut menuju jendela samping, sesampainya disana lalu
terdakwa membuka jendela menggunakan kedua tangannya namun tidak terbuka, setelah itu terdakwa mencari
alat untuk membuka jendela, kemudian terdakwa mendapati 1 (satu) buah paku berukuran 4 inci yang terletak di
dalam ember yang disimpan di depan jendela gudang. Terdakwa menggunakan paku tersebut untuk mencongkel
jendela toko hingga besi penyanggah jendela tersebut patah dan jendelanya terbuka, kemudian terdakwa
memasukkan tangan kanannya melalui teralis jendela lalu tanpa seijin dan sepengetahuan saksi JOFIE, terdakwa
mengambil cat tembok yang disimpan di bawah jendela sebanyak 5 (lima) kaleng Merk MOWILEX ukuran 2,5 L,
dan setelah itu terdakwa merapatkan kembali jendelanya lalu menyimpan 5 (lima) kaleng cat tersebut di rumah
terdakwa di Jalan Purnama No. 65 Kel Akcaya Kec. Pontianak. Beberapa hari kemudian, masih pada bulan
Agustus tahun 2018 terdakwa datang lagi ke Toko bangunan BINTANG UTAMA saat itu terdakwa masuk
melewati celah pagar depan toko bangunan menuju jendela samping, sesampainya disana lalu terdakwa membuka
jendela menggunakan kedua tangannya lalu tanpa seijin dan sepengetahuan saksi JOFIE, terdakwa mengambil 4
(empat) kaleng cat tembok Merk MOWILEX ukuran 2,5 L, kemudian setelah itu setelah itu terdakwa merapatkan
kembali jendelanya lalu menyimpan 4 (empat) kaleng cat tersebut di rumah terdakwa. Beberapa hari kemudian,
terdakwa mengambil lagi cat tembok Merk MOWILEX ukuran 2,5 L di Toko bangunan BINTANG UTAMA
sebanyak 6 (enam) kaleng, lalu selang beberapa hari berikutnya terdakwa mengambil lagi cat tembok Merk

1
MOWILEX ukuran 2,5 L di Toko bangunan BINTANG UTAMA. Terdakwa kembali mengambil kaleng cat
tembok Merk MOWILEX ukuran 2,5 L sebanyak 7 (tujuh) buah di Toko bangunan BINTANG UTAMA.
Beberapa hari berikutnya juga masih pada bulan Agustus 2018 terdakwa mengambil lagi cat tembok Merk
MOWILEX ukuran 2,5 L di Toko bangunan BINTANG UTAMA sebanyak 6 kaleng, dan hal tersebut dilakukan
terdakwa secara terus menerus hingga pada hari Minggu tanggal 2 September 2018 terdakwa mengambil lagi cat
tembok Merk MOWILEX ukuran 2,5 L di Toko bangunan BINTANG UTAMA di toko bangunan tersebut
sebanyak 5 (lima) kaleng.

B. Identitas Terdakwa
Nama : Daryanto alias Dar Bin Kaut
Tempat Lahir : Meliau
Umur/Tanggal Lahir : 26/10 Desember 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jalan Purnama, Nomor 65, Kelurahan Akcaya, Kecamatan Pontianak Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta

C. Dakwaan
Penuntut umum mengajukan Surat Dakwaan yang menyatakan bahwa Terdakwa Daryanto telah mengambil
sesuatu barang berupa 41 (empat puluh satu) kaleng cat tembok Merk MOWILEX ukuran 2,5 L yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain yaitu milik Saksi JOFIE, dengan maksud dimiliki secara
melawan hukum, yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang
yang diambil dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci
palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu, jika antara beberapa perbuatan, meskipun
masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga
harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363
ayat (1) ke-5 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.

D. Tuntutan
1. Menyatakan terdakwa DARYANTO Als DAR Bin KAUT terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “Pencurian dalam keadaan memberatkan secara berlanjut” sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dalam surat dakwaan.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa DARYANTO Als DAR Bin KUAT berupa pidana penjara selama 1
(satu) tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah
terdakwa tetap ditahan.

2
3. Menyatakan barang bukti berupa:
- 3 (tiga) kaleng cat Merk Mowilex ukuran 2,5 liter masih bersegel;
- uang sebesar Rp.70.000 (Tujuh Puluh Ribu Rupiah) sisa hasil penjualan cat;
- 8 (delapan) kaleng cat Merk Mowilex ukuran 2,5 liter masih bersegel;
- 1 (satu) kaleng cat Merk Mowilex ukuran 2,5 liter sudah terbuka
Dijadikan barang bukti dalam perkara atas nama NURMILANA Als DEWI Binti RAHMAD BAKAR.
4. Menetapkan agar terdakwa DARYANTO Als DAR Bin KAUT membayar biaya perkara sebesar Rp. 5000,-
(Lima ribu rupiah).

E. Putusan
1. Menyatakan terdakwa Daryanto Alias Dar Bin Kaut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “Pencurian dalam keadaan memberatkan”;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa tersebut dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Menetapkan barang-barang bukti berupa :
- 3 (tiga) kaleng cat Merk Mowilex ukuran 2,5 liter masih bersegel;
- uang sebesar Rp.70.000 (Tujuh Puluh Ribu Rupiah) sisa hasil penjualan cat;
- 8 (delapan) kaleng cat Merk Mowilex ukuran 2,5 liter masih bersegel;
- 1 (satu) kaleng cat Merk Mowilex ukuran 2,5 liter sudah terbuka;
Dijadikan barang bukti dalam perkara atas nama NURMILANA Als DEWI Binti RAHMAD BAKAR
6. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).

PERMASALAHAN HUKUM
1. Apakah pasal yang Majelis Hakim putuskan terhadap terdakwa sudah sesuai dengan tindak pidana yang
terdakwa perbuat?
2. Apakah terdapat gabungan tindak pidana dalam putusan tersebut dan apakah sudah tepat?
3. Berapa maksimal pidana yang dapat dijatuhkan kepada Terdakwa Daryanto?

ANALISIS
A. Kajian Teori
Apa pengertian dari Gabungan?
Gabungan merupakan terjemahan dari samenloop atau concursus. Gabungan merupakan perbarengan dua
atau lebih tindak pidana yang dipertanggungjawabkan kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka
penyertaan. Tindak pidana yang telah terjadi sesuai dengan yang dirumuskan dalam perundang-undangan.
Sedangkan kejadiannya sendiri dapat merupakan hanya satu tindakan saja, dua atau lebih tindakan secara

3
berlanjut. Dalam hal dua/lebih tindakan tersebut masing-masing merupakan delik tersendiri, dipersyaratkan
bahwa salah satu diantaranya belum pernah diadili.1
Apa batasan, syarat-syarat , dan bentuk terjadinya Gabungan Tindak Pidana?
Dari uraian di atas dapat dikelompok bahwa perbarengan atau gabungan adalah:
1) Satu tindakan yang dilakukan (aktif/pasif) oleh seseorang yang dengan tindakan tersebut terjadi dua/lebih
tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam perundangan.
2) Dua atau lebih tindakan yang dilakukan (aktif/pasif) oleh seseorang, yang dengan itu telah terjadi dua atau
lebih tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam perundangan
3) Dua atau lebih tindakan yang dilakukan (aktif/pasif) oleh seseorang secara berlanjut yang dengan itu telah
terjadi dua kali atau lebih tindak pidana.2
Selain itu, syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan adanya gabungan tindak pidana adalah:
1) Ada dua/lebih tindak pidana (sebagaimana dirumuskan dalam perundang-undangan) dilakukan
2) Bahwa dua/lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau dua orang/lebih dalam rangka
penyertaan)
3) Bahwa dua/lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili
4) Bahwa dua/lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus
Di dalam gabungan tindak pidana salah satu objek utama yang harus diperhatikan yaitu mengenai perbuatan.
Perbuatan dalam gabungan tindak pidana ini terdapat beberapa pendapat. Menurut yurisprudensi, perbuatan
adalah segala sesuatu untuk mengatur perbuatan yang jamak. Jika perbuatan tersebut berupa suatu kelalaian, maka
yang dimaksudkan adalah pengabaian kewajiban. Menurut Simons, makna perbuatan disini dapat diartikan
sebagai perbuatan yang lebih sempit dari perbuatan materiil, perbuatan materiil, perbuatan pidana, dan perbuatan
yang lebih luas daripada perbuatan pidana. Menurut Schaffmeister, Keijzer, dan Sutorius menggunakan makna
kata perbuatan ini tidak terlepas dari gabungan yang dimaksud. Apakah dalam konteks concursus idealis,
concursus realis, dan juga perbuatan berlanjut. Namun, dapat dijelaskan lebih khusus bahwa berdasarkan
penjelasan di atas, maka bentuk perbarengan atau gabungan pada pokoknya terdapat tiga macam, yaitu:3
1) Perbarengan/Gabungan Tindakan Tunggal (concursus idealis), hal ini dapat dibedakan menjadi perbarengan
tindakan tunggal sejenis (concursus idealis homogenius) dan perbarengan tindakan tunggal beragam
(concursus idealis heterogenius).
2) Perbarengan/Gabungan Tindakan Jamak atau dapat disebut juga sebagai perbarengan tindak-tindak pidana
(concursus realis) yang dapat dibedakan lagi antara perbarengan tindakan jamak sejenis (concursus realis
homogenius) dan perbarengan tindakan jamak beragam (concursus realis heterogenius).
3) Perbarengan/Gabungan Tindakan Berlanjut (voortgezette handeling/delict).

A. Concursus Idealis

1
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, cet. 3 (Jakarta: PT Storia Grafika, 2018), hlm 391.
2
Ibid, hlm. 391.
3
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2016), hlm. 398.

4
Concursus idealis atau eendaadse samenloop atau perbarengan peraturan diatur dalam Pasal 63 ayat (1)
KUHP yang menyatakan, “Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang
dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat.” Kriteria dari concursus idealis adalah berbarengan dan
persamaan sifat dari perbuatan yang dilakukan. Mengenai makna perbuatan terdapat beberapa pendapat,
menurut Hazewinkel Suringa, di sini tidak terdapat suatu kumulasi perilaku yang nyata, untuk hal mana pasal
63 KUHP itu berlaku, melainkan suatu perbarengan di dalam ide, khususnya mengenai berbagai
kemungkinan untuk memberlakukan undang-undang.4 Concursus idealis terjadi jika suatu perbuatan yang
sudah memenuhi unsur delik, mau tidak mau atau dengan sendirinya termasuk juga dalam peraturan lain.
Berbeda dengan Suringa, Pompe berpendapat bahwa adanya concursus idealis jika orang melakukan suatu
perbuatan konkret yang diarahkan kepada satu tujuan yang merupakan benda atau objek aturan hukum. Salah
satu contoh klasik dari concursus idealis ini, yaitu tindakan pemerkosaan yang dilakukan di depan umum.
Kendati hanya satu perbuatan, namun perbuatan tersebut memenuhi lebih dari satu rumusan delik. Perbuatan
pertama adalah pemerkosaan itu sendiri dan yang kedua adalah pelanggaran seseorang di depan umum.
Berdasarkan kalimat dalam pasal a quo, dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu, jika berbeda
aturan pokok yang yang paling beratlah yang dikenakan di antara aturan-aturan tersebut. Jadi, dapat
dikatakan concursus idealis ini menggunakan stelsel absorpsi dan ketentuan pidana atau hukuman yang
dikenakan yaitu ketentuan pidana yang paling berat di antara ketentuan pidana lain yang dilanggar.
Berdasarkan kasus di atas, dalam kasus pemerkosaan di depan umum, maka pasal yang dikenakan atau pasal
yang diterapkan yaitu pasal mengenai pemerkosaan dikarenakan ancaman pidana yang lebih berat yaitu pasal
tentang pemerkosaan.
Concursus Idealis terdiri dari:
a) Concursus Idealis Homogenius
Concursus Idealis Homogenius dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan yang melanggar satu peraturan
pidana yang sama beberapa kali, contoh: satu tembakan mengenai 2 orang sekaligus, 2 kali melanggar
Pasal 338 KUHP.
b) Concursus Idealis Heterogenius
Concursus Idealis Heterogenius, dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan yang melanggar beberapa
peraturan pidana yang berbeda, contoh: memperkosa wanita di taman, melanggar Pasal 285 dan Pasal 281
KUHP sekaligus dengan satu perbuatan.

B. Concursus Realis
Concursus realis merupakan perbarengan perbuatan atau dapat disebut dengan meerdaadse samenloop.
Concursus realis dibagi menjadi dua, yaitu: concursus realis homogenius yaitu beberapa perbuatan yang
melanggar suatu ketentuan pidana beberapa kali, contoh: dalam 1 bulan membunuh 3 kali jadi dapat

4
Ibid. hlm. 399.

5
dikatakan 3 kali melanggar Pasal 338 KUHP; dan concursus realis heterogenius, yaitu beberapa perbuatan
melanggar beberapa peraturan pidana yang berbeda, contohnya hari ini mencuri, besok menganiaya, minggu
depan memperkosa, dan seterusnya. Beberapa tindakan tersebut melanggar Pasal 362, 351, dan 285 KUHP.
Bila dihubungkan dengan pengertian perbuatan, maka concursus realis harus diartikan sebagai perbuatan
yang terbukti. Kerumitan dalam concursus realis terdapat pada penjatuhan pidananya. Berdasarkan
konstruksi dari pasal 65 terdapat beberapa hal yang menjadi poin dalam concursus realis ini, yaitu Pertama,
terjadinya beberapa perbuatan pidana. Kedua, semua perbuatan pidana yang terjadi memuat ancaman pidana
pokok yang sejenis. Artinya, pidana pokok dari semua perbuatan yang terjadi berupa pidana penjara atau
pidana kurungan ataupun pidana denda. Yang dimana dilihat dari pidana pokok yang sejenis, sebenarnya
stelsel pemidanaannya adalah eenvoudige cummulatiestelsel atau sistem kumulasi pemidanaan yang bersifat
sederhana karena hanya menjatuhkan satu saja pidana pokok. Ketiga, masih berkaitan juga dengan yang
kedua, maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah sistem kumulasi dimana system ini merupakan
sistem pemberatan hukuman yang terberat.5 Artinya, hakim hanya menjatuhkan pidana yang paling berat
ditambah dengan pemberatan. Keempat, maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana terberat
ditambah dengan sepertiga dari pidana terberat. Sebagai contoh, A yang berniat mencuri perhiasan di rumah
B seorang janda muda yang tinggal sendirian. Sebelum mencuri, A memperkosa B kemudian menganiayanya
sehingga menimbulkan luka berat. Pemerkosaan menurut Pasal 285 KUHP diancam pidana penjara
maksimum 12 tahun. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat diancam pidana maksimum 5 tahun.
Pencurian dengan kekerasan diancam pidana maksimum 9 tahun. Berdasarkan sistem kumulasi terbatas,
maksimum pidana yang dapat dijatuhkan terhadap A adalah 16 tahun penjara. Angka 16 tersebut didapat dari
pidana terberat adalah pemerkosaan 12 tahun ditambah sepertiga dari 12 tahun, yaitu 4 tahun. Selanjutnya
juga akan dibahas mengenai pasal 66 KUHP mengatur terjadinya beberapa perbuatan pidana dengan
ancaman pidana pokok yang tidak sejenis. Dapat dikatakan, sistem pemidanaan yang dapat digunakan adalah
absorptie stelsel atau sistem penyerapan dari pidana yang berlainan. Dalam hal ini, hakim dapat menjatuhkan
maksimum terhadap kejahatan yang paling berat.
Berdasarkan konstruksi pasal 66 KUHP, hal yang dapat disimpulkan yaitu, Pertama, terjadinya concursus
realis dengan ancaman pidana yang tidak sejenis. Kedua, sistem pemidanaan yang dianut adalah sistem
kumulasi yang diperlunak yang oleh Simons disebut sebagai stelsel kumulasi terbatas. Ketiga, semua jenis
pidana dikenakan terhadap pelaku. Keempat, maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana yang
terberat ditambah sepertiga. Kelima, jika terkait pidana denda, maka lamanya adalah pidana pengganti yang
ditentukan bila pidana denda tidak dipenuhi. Menurut pasal 67 KUHP, pada dasarnya juga mengatur
concursus realis namun dalam salah satu pasal yang dilanggar diancam dengan pidana mati atau pidana
seumur hidup. Jika orang tersebut dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka jenis pidana
lainnya seperti pidana kurungan atau pidana denda tidak boleh dijatuhkan lagi.6 Demikian juga yang diatur
dalam Pasal 68 KUHP yang pada hakikatnya mengatur pidana tambahan berkaitan concursus realis dengan

5
Ibid, hlm 404.
6
Ibid, hlm 406.

6
formulasi sebagai berikut, Pertama, Pidana berupa pencabutan hak yang sama dijadikan satu dan lamanya
pencabutan hak tersebut minimal 2 tahun dan maksimal 5 tahun melebihi pidana pokok yang dijatuhkan.
Kedua, jika pidana pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya pencabutan hak paling sedikit 2 (dua)
tahun dan paling lama 5 tahun. Ketiga, jika pidana berupa pencabutan hak yang berlainan, maka
penjatuhannya berdiri sendiri tanpa dikurangi. Keempat, pidana tambahan berupa perampasan barang-barang
tertentu dan pidana kurungan pengganti karena barang-barang yang dirampas tidak diserahkan,
penjatuhannya berdiri sendiri tanpa dikurangi dengan ketentuan lamanya kurungan pengganti tidak boleh
melebihi 8 bulan. Selanjutnya, mengenai ketentuan dalam pasal 69 KUHP adalah mengenai pidana pokok
yang tidak sejenis dan pidana pokok yang sejenis dalam hal terjadi concursus realis, dengan formulasi
Pertama, perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urutan dalam Pasal 10
KUHP. Kedua, jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan hanya yang
terberatlah yang dipakai. Ketiga, perbandingan beratnya pidana-pidana pokok, baik yang sejenis maupun
yang tidak sejenis, juga ditentukan menurut maksimumnya masing-masing. Dan yang terakhir dari concursus
realis yaitu ketentuan dalam Pasal 70 KUHP yang pada intinya mengatur jika perbarengan antara
pelanggaran dengan kejahatan atau antara pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk setiap pelanggaran
dijatuhkan pidana yang berdiri tanpa dikurangi.7

C. Perbuatan Berlanjut
Perbuatan berlanjut diatur dalam Pasal 64 KUHP ayat 1, 2, dan 3. Ciri-ciri dari perbarengan tindakan
berlanjut ialah:8
1) Tindakan-tindakan yang terjadi adalah sebagai perwujudan dari satu kehendak jahat
2) Delik-delik yang terjadi itu sejenis
3) Tenggang waktu antara terjadinya tindakan-tindakan tersebut tidak terlampau lama.
Merujuk pada ketentuan Pasal 64 ayat (1) KUHP, selain makna perbuatan berlanjut itu sendiri yang harus
memenuhi tiga karakter sebagaimana yang telah diutarakan di atas, hal terpenting dalam pasal a quo adalah
sistem pemidanaan yang dianut adalah stelsel absorpsi yakni ada beberapa ketentuan pidana yang dilanggar,
namun yang diterapkan hanyalah satu ketentuan pidana terberat. Ilustrasi yang dapat dilihat dalam hal ini,
yaitu contohnya ketika X adalah seorang pustakawan yang dalam jangka waktu tertentu menggelapkan
buku-buku yang berada dalam perpustakaan tersebut. Buku-buku tersebut kemudian dijual di pasar loak.
Dalam hal ini telah terjadi perbuatan berlanjut berupa penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam
Pasal 374 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara. Keadaan tersebut timbul dari satu
keputusan kehendak, perbuatan pidananya sejenis dan berada dalam jangka waktu tertentu.9

7
Ibid, hlm. 408.
8
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm. 396.
9
Eddy O.S. Hiariej, Op.Cit, hlm. 410.

7
D. Perbuatan Pidana Tertinggal
Pasal 71 KUHP memberlakukan ketentuan tentang perbarengan dalam hal persidangan jika seorang terdakwa
melakukan dua perbuatan pidana atau lebih namun dalam persidangannya ada perbuatan pidana yang tidak
diadili. Hal ini untuk mencegah terdakwa dirugikan akibat ketidaksempurnaan atau ketidaklengkapan
penyidikan atau penuntutan. Ketentuan Pasal 71 KUHP ini juga disebut sebagai perbuatan pidana
tertinggal.10

E. Stelsel Pemidanaan
Salah satu persoalan utama dalam gabungan tindak pidana yaitu mengenai ukuran pidana yang dikaitkan
dengan stelsel atau sistem pemidanaan. Macam-macam stelsel pemidanaan adalah sebagai berikut:11
a. Stelsel pidana minimum secara umum yang diatur dalam KUHP adalah sebagai berikut:
1) Pidana penjara terpendek adalah 1 hari (Pasal 12 KUHP)
2) Pidana kurungan terpendek adalah 1 hari (Pasal 18 KUHP)
3) Pidana denda paling sedikit adalah 25 sen (Pasal 30 KUHP)
b. Stelsel pidana maksimum secara umum yang diatur dalam KUHP adalah sebagai berikut:
1) Pidana penjara maksimum 15 tahun berlanjut kecuali dalam hal tersebut pada Pasal 12 ayat (3) KUHP.
2) Pidana kurungan maksimum 1 tahun, kecuali dalam hal tersebut diatur dalam Pasal 18 ayat (2) KUHP.
c. Stelsel pidana maksimum secara khusus, yaitu ditentukan secara khusus untuk suatu pasal tindak pidana,
maksimum ancaman pidananya. Atau jika diatur di luar KUHP, ditentukan maksimum pidana untuk suatu
pasal atau beberapa pasal dalam perundang-undangan yang bersangkutan.
Di dalam gabungan tindak pidana terdapat dua stelsel pokok pemidanaan yaitu stelsel kumulasi murni dan
stelsel absorpsi murni, sedangkan stelsel antara adalah stelsel kumulasi terbatas dan stelsel absorpsi yang
lebih khusus.
a. Stelsel Kumulasi Murni
Menurut stelsel ini untuk setiap pidana diancamkan pidana masing-masing tanpa pengurangan. Jadi,
apabila seseorang melakukan 3 tindak pidana yang masing-masing ancaman pidananya maksimal 5 bulan,
4 bulan, dan 3 bulan maka jumlah maksimal pidana adalah 12 bulan.
b. Stelsel Absorpsi Murni
Stelsel ini menegaskan bahwa hanya maksimum ancaman pidana terberat yang dikenakan dengan
pengertian bahwa maksimum pidana lainnya diserap oleh yang lebih tinggi.
c. Stelsel Kumulasi Terbatas
Stelsel ini dapat dikatakan sebagai bentuk tengah antara poin a dan poin b. artinya untuk setiap pidana
dikenakan masing-masing ancaman pidana yang ditentukan pidananya, akan tetapi dibatasi dengan suatu
penambahan 1/3 dari hukuman pidana tertinggi.
d. Stelsel Absorpsi dipertajam

10
Ibid, hlm. 412.
11
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm. 402.

8
Stelsel ini merupakan varian dari stelsel kumulasi terbatas. Menurut stelsel ini tindak pidana yang lebih
ringan ancaman pidananya tidak dipidana, akan tetapi dipandang sebagai keadaan yang memberatkan bagi
tindak pidana yang lebih berat ancaman pidananya. Penentuan maksimum pidananya hamper sama
dengan sebelumnya, yaitu ancaman pidana terberat ditambah ⅓ (sepertiga).12

B. Analisis Kasus
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 982/Pid.B/2018/PN Ptk Majelis Hakim menyatakan bahwa
Daryanto alias Dar bin Kaut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, yaitu
pencurian dengan pemberatan yang diancamkan dengan Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP jo Pasal 64 ayat (1)
KUHP. Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP yang berbunyi “Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan
kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong atau
memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.” Pasal 64 ayat
(1) KUHP “Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran,
ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voortgezette
handeling), maka hanya dikenakan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat.”
Menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak, terdakwa telah memenuhi unsur Pasal 363 ayat (1)
ke-5 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP, yaitu:
1. Barangsiapa.
Dalam KUHP, yang dimaksud dengan unsur barangsiapa adalah subjek hukum, yaitu manusia yang dapat
bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya. Dalam kasus ini, Dar selaku terdakwa selama proses
persidangan berlangsung menunjukan reaksi fisik dan kejiwaan yang stabil, terbukti dari respon terdakwa
tersebut yang mampu menjawab dan mencerna serta menjawab setiap pertanyaan – pertanyaan yang diajukan
kepadanya. Oleh karena itu, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa unsur barangsiapa telah terpenuhi.
2. Mengambil barang sesuatu.
Unsur mengambil artinya memindahkan barang dari tempat semula ke tempat lain. Perbuatan mengambil
berarti perbuatan yang mengakibatkan barang berada diluar kekuasaan pemiliknya. Yang dimaksud dengan
barang adalah segala sesuatu yang berwujud. Dalam perkara ini, yang dimaksud dengan barang adalah 41
(empat puluh satu) kaleng cat tembok Merk MOWILEX ukuran 2,5 L. Sesuai fakta hukum yang terungkap
di persidangan, Terdakwa Dar telah mengambil dengan memindahkan 41 (empat puluh satu) kaleng cat
tembok Merk Mowilex ukuran 2,5 L dari Toko Bintang Utama ke rumahnya. Oleh karena itu, Majelis Hakim
berkesimpulan bahwa unsur mengambil barang sesuatu telah terpenuhi.
3. Seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain.

12
Ibid, hlm. 404.

9
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, barang berupa 41 (empat puluh satu) kaleng cat
tembok Merk Mowilex ukuran 2,5 L adalah milik Jofie, bukan milik terdakwa. Dengan demikian, unsur
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain telah terpenuhi.
4. Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
Terdakwa mengambil barang berupa 41 (empat puluh satu) kaleng cat tembok Merk Mowilex ukuran 2,5 L
milik Jofie tersebut dengan cara yang melawan hukum, yaitu mencuri dengan diam-diam masuk halam toko
melewati celah pagar depan toko bangunan. Sesampainya disana, terdakwa membuka jendela toko dengan
kedua tangannya lalu mengambil 4 (empat) kaleng cat tembok Merk Mowilex ukuran 2,5 L, kemudian
terdakwa merapatkan jendelanya lalu membawa pulang keempat kaleng cat tersebut ke rumah terdakwa.
Tindakan ini dilakukan oleh terdakwa hingga 8 (delapan) kali. Dengan demikian, unsur dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum terpenuhi.
5. Yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil dilakukan
dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau
pakaian jabatan palsu.
Terdakwa berusaha dan berhasil membuka jendela Toko Bangunan Bintang Utama dengan menggunakan
paku sepanjang 4 inci yang terdakwa temukan di dalam ember yang terdakwa temukan di depan jendela
gudang. Dengan demikian, unsur untuk masuk ke tempat kejahatan dilakukan dengan merusakan, memotong
atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu terpenuhi.
6. Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada
hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
Perbuatan terdakwa yang telah mengambil 41 (empat puluh satu) kaleng cat tembok Merk MOWILEX
ukuran 2,5 L dilakukan secara berulang dan bertahap pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi
oleh terdakwa jam 00.30 WIB sekitar awal bulan Agustus sampai September 2018. Bahwa tindakan
Terdakwa sebagaimana tersebut diatas, dilihat dari cara dan modusnya merupakan rangkaian tindakan yang
saling berkaitan satu sama lain, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan yang diteruskan.
Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 363 ayat (1) ke-5 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah
dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam
dakwaan tunggal.

Argumentasi
Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP yang dijatuhkan kepada Terdakwa Daryanto alias Dar bin Kaut sudah tepat.
Pasal tersebut berbunyi: “Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada
barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak
kunci palsu atau pakaian jabatan palsu.” Fakta hukum dalam persidangan menyatakan bahwa Terdakwa
Daryanto merusak jendela toko dengan cara mencongkelnya dengan paku hingga besi penyanggah jendela
tersebut patah dan jendelanya terbuka. Paku tersebut berukuran 4 inci yang ditemukan terdakwa di dalam ember

10
depan jendela gudang. Penggunaan paku tersebut dapat dianggap sebagai pemakaian anak kunci palsu. Anak
kunci palsu didefinisikan dalam Pasal 100 KUHP sebagai segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka
kunci. Terdakwa Daryanto menggunakan paku untuk mencongkel dan membuka jendela, sedangkan paku bukan
merupakan perkakas yang berfungsi sebagai pembuka kunci. Setelah itu, Terdakwa Daryanto memasukkan
tangan kanannya melalui teralis jendela. Tanpa seijin dan sepengetahuan Saksi Jofie, terdakwa mengambil cat
tembok yang disimpan di bawah jendela. Terdakwa Daryanto dapat disimpulkan memenuhi rumusan delik Pasal
363 ayat (1) ke-5 KUHP yaitu untuk sampai pada barang yang diambilnya dilakukan dengan merusak atau
dengan memakai anak kunci palsu.
Kelompok kami sebenarnya menyadari adanya kecocokan antara beberapa tindak pencurian terdakwa dengan
rumusan Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP yang berbunyi: “Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di situ tidak diketahui atau
tidak dikehendaki oleh yang berhak.” Pendapat kelompok kami didasari oleh terpenuhinya unsur “pencurian di
waktu malam dalam pekarangan tertutup” dan tindakannya ini tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang
berhak. Namun, pencurian di waktu malam dalam pekarangan tertutup yang dimaksud dalam pasal 363 ayat (1)
ke-3 haruslah pekarangan tertutup yang ada rumahnya. Definisi rumah menurut R. Soesilo adalah tempat yang
dipergunakan sebagai tempat untuk berdiam siang-malam artinya untuk makan tidur, dan sebagainya.13
Pengertian tersebut juga mencakup gubug, perahu, dan kereta yang siang malam dipergunakan pula sebagai
kediaman. Sedangkan, gudang ataupun toko tidak termasuk ke dalam pengertian rumah karena tidak
dipergunakan sebagai kediaman saat siang malam. Kasus pencurian yang Terdakwa Daryanto lakukan bertempat
di toko bangunan Bintang Utama milik Saksi Jofie. Toko tersebut hanya dipergunakan untuk menjual dan
menyimpan berbagai barang-barang kebutuhan bangunan dan tidak diterangkan bahwa toko tersebut juga
dipergunakan sebagai kediaman layaknya rumah toko. Oleh karena itu, Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP tidak
tepat untuk dijatuhkan kepada Terdakwa Daryanto.
Selain itu, Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Berlanjut yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim perlu
dikaji ulang. R. Soesilo mengatakan bahwa beberapa perbuatan itu supaya dapat dipandang sebagai perbuatan
berlanjut maka harus memenuhi syarat:14
a. Harus timbul dari satu niat.
Perbuatan-perbuatan tersebut harus timbul dan didasari oleh satu keputusan kehendak. Kelompok kami
berpendapat bahwa perbuatan terdakwa yaitu pencurian yang dilakukan dari bulan Agustus hingga
September 2018 tidak dikehendaki sejak awal. Terdakwa tidak berkehendak untuk mencuri sebanyak 8
(delapan) kali dalam satu niat. Hal tersebut dapat dibuktikan dari fakta hukum di persidangan yang
menyatakan: Terdakwa mengakui adapun kronologis kejadiannya adalah pada awalnya yaitu pada awal
bulan Agustus 2018 sekitar jam 00.30 WIB saat Terdakwa berada di rumahnya. Terdakwa melihat anaknya
yang rewel lalu terlintas pikiran bahwa anak terdakwa memerlukan susu. Setelah itu, terdakwa keluar dan

13
R.Soesilo, R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor:
Politeia, 1991), hlm. 251.
14
Ibid. hlm. 81.

11
pergi ke toko bangunan milik orang lain yang letaknya di depan rumah Terdakwa dengan berjalan kaki.
Terdakwa berjalan kaki melewati Toko bangunan BINTANG UTAMA di Jalan Purnama Gang Purnama
Agung IV No. AA9 RT 005 / RW 005 Kelurahan Parit Tokaya Kecamatan Pontianak Selatan. Saat itu
terdakwa melihat keadaan sekitar toko dalam keadaan sepi sehingga muncul niat terdakwa mengambil
barang-barang berharga di toko tersebut. Tanpa seijin dan sepengetahuan Saksi Jofie, terdakwa mengambil
cat tembok yang disimpan di bawah jendela toko sebanyak 5 (lima) kaleng Merk MOWILEX ukuran 2,5 L,
dan setelah itu terdakwa merapatkan kembali jendelanya lalu menyimpan 5 (lima) kaleng cat tersebut di
rumah terdakwa di Jalan Purnama No. 65 Kel Akcaya Kec. Pontianak Selatan. Berdasarkan fakta tersebut,
kelompok kami menganggap bahwa terdakwa hanya berniat mencuri pada kesempatan itu saja dan tidak
berpikir untuk melakukannya sebanyak 8 (delapan) kali hingga dalam rentan waktu Agustus sampai
September 2018. Oleh karena itu, beberapa pencurian yang dilakukan oleh Terdakwa Daryanto tidak didasari
oleh satu kehendak.
b. Perbuatan-perbuatan tersebut harus sama atau sejenis macamnya.
Syarat kedua ini telah terpenuhi karena perbuatan-perbuatan yang terdakwa lakukan adalah sama yaitu
pencurian yang diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP. Akan tetapi, perbuatan-perbuatan terdakwa tidak
memenuhi syarat pertama sehingga perbuatan-perbuatan tersebut tidak dapat dipandang sebagai perbuatan
berlanjut.
c. Waktu antara satu perbuatan dengan perbuatan lainnya tidak boleh terlalu lama.
Pencurian yang terdakwa lakukan sejak awal Agustus hingga September 2018 termasuk perbuatan yang
dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama. R. Soesilo berpendapat bahwa penyelesaian
perbuatan-perbuatan tersebut dapat memakan waktu sampai tahunan, namun perbuatan berulang-ulang untuk
menyelesaikannya tidak boleh terlalu lama. Sementara itu, Terdakwa Daryanto hanya memerlukan waktu
satu bulan untuk melakukan seluruh tindakan pencuriannya.
Berdasarkan pengkajian ulang tersebut, kelompok kami menyimpulkan bahwa pencurian-pencurian yang
terdakwa lakukan bukan merupakan suatu perbuatan berlanjut. Meskipun perbuatan-perbuatan terdakwa sama
jenisnya dan dilakukan dalam rentang waktu yang tidak lama, perbuatan-perbuatan tersebut tidak didasari oleh
satu keputusan kehendak sehingga perbuatan tersebut tidak dapat ditetapkan sebagai perbuatan berlanjut.
Beberapa perbuatan terdakwa bukan merupakan perbuatan yang berlanjut sehingga setiap perbuatannya tidak
berhubungan sama sekali dan bukan perbuatan yang diteruskan. Oleh karena itu, beberapa tindak pencurian
terdakwa lebih tepat dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri. Setiap tindak pencurian dari total
8 (delapan) perbuatan tersebut terdakwa lakukan tidak dalam satu keputusan kehendak. Setiap pencurian
terdakwa lakukan dengan kehendak yang terpisah-pisah. Hal tersebut sudah kami jelaskan sebelumnya bahwa
pada awalnya terdakwa hanya berniat mencuri pada saat kesempatan pertama saja. Pencurian berikutnya timbul
dari kehendak terdakwa yang baru muncul setelah pencurian pertama dilakukan. Kehendak tersebut muncul satu
persatu dan menggiring terdakwa melakukan pencurian hingga kedelapan kalinya. Tindakan terdakwa ini dapat
digolongkan sebagai gabungan tindak pidana dengan jenis Concursus Realis Homogenius. Jenis gabungan ini
diatur dalam pasal 65 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus

12
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri. sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang
diancam pidana pokok yang sejenis, maka hanya dijatuhkan satu pidana.” Dalam Concursus Realis
Homogenius, terdakwa melakukan beberapa perbuatan dengan melanggar suatu ketentuan pidana yang sama
beberapa kali.15 Dalam kasus ini, Terdakwa Daryanto melanggar pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP beberapa kali.
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, niat Terdakwa Daryanto untuk mencuri muncul
pertama kali ketika pada malam hari ia sedang berjalan kaki lalu melihat Toko Bangunan Bintang Utama berada
dalam keadaan sepi. Niat terdakwa untuk mencuri barang dalam toko tersebut baru timbul seketika saat itu dan
terdakwa tidak berkehendak untuk melakukan pencurian di toko tersebut untuk beberapa kali kedepannya.
Dengan demikian, terdakwa memenuhi pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Pelaku
tindak pidana yang memenuhi unsur pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP diancam dengan pidana penjara maksimum
7 (tujuh) tahun. Sesuai dengan pasal 65 ayat (2) KUHP, maka maksimum pidana yang dijatuhkan pada terdakwa
ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap tindakan terdakwa tidak boleh lebih dari maksimum
pidana yang terberat ditambah sepertiga. Stelsel pemidanaan tersebut adalah kumulasi terbatas. Akumulasi
maksimum pidana yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa adalah sebagai berikut: 7 + (⅓ x 7) = 7 + 2,3 = 9
tahun 3 bulan.
Namun, kelompok kami juga mempertimbangkan kemungkinan terdakwa telah memenuhi Pasal 486 KUHP
tentang aturan pengulangan kejahatan yang bersangkutan (recidive). Terdakwa sebelumnya pernah dipenjara
dalam perkara pencurian sebanyak 2 (dua) kali pada tahun 2009 dan 2016. Pasal 486 KUHP menyatakan bahwa
pidana dapat ditambah sepertiga apabila yang bersalah ketika melakukan kejahatan belum lewat 5 (lima) tahun
sejak menjalani keseluruhan atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya. Pencurian sebelumnya
terjadi pada tahun 2016 dan terdakwa kembali melakukan pencurian dalam kasus ini pada tahun 2018. Artinya,
Terdakwa Daryanto belum melewati 5 (lima) tahun sejak menjalani pidana penjara pencurian pada tahun 2016.
Oleh karena itu, tindakan terdakwa dapat digolongkan sebagai tindakan pengulangan (recidive) dan ancaman
pidana terdakwa ditambah sepertiga. Akumulasi maksimum pidana terdakwa apabila ditambah dengan aturan
recidive adalah sebagai berikut: 9 tahun 3 bulan + (⅓ x 9 tahun 3 bulan) = 9 tahun 3 bulan + 3 tahun 1 bulan =
12 tahun 4 bulan. Kesimpulannya adalah maksimum pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa Daryanto adalah
12 tahun 4 bulan.

15
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm.

13
KESIMPULAN

Kelompok kami setuju dengan putusan Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 982/Pid.B/2018/PN Ptk yang
menyatakan bahwa Terdakwa Daryanto alias Dar bin Kaut terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana pencurian dengan pemberatan sesuai dengan Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP. Namun, kelompok
kami tidak setuju dengan putusan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa Daryanto alias
Dar bin Kaut merupakan perbuatan berlanjut sebagaimana diatur dalam pasal 64 ayat (1) KUHP. Menurut kami,
tindakan Terdakwa Daryanto merupakan concursus realis homogenus yang diatur dalam Pasal 65 ayat (1)
KUHP. Beberapa tindakan pencurian yang terdakwa lakukan harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri
sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan. Terdakwa melakukan beberapa tindakan pencurian
karena niat yang berbeda-beda atau dengan kata lain tidak dilakukan dalam satu keputusan kehendak.
Selain itu, kami juga mempertimbangkan adanya recidive atau pengulangan tindak pidana dalam kasus ini.
Berdasarkan keterangan terdakwa dalam persidangan, terdakwa telah menjalani hukuman penjara dalam perkara
pencurian sebanyak 2 (dua) kali sebelum kasus pencurian ini. Pasal 486 KUHP menyatakan bahwa pidana dapat
ditambah sepertiga apabila yang bersalah ketika melakukan kejahatan belum lewat 5 (lima) tahun sejak
menjalani keseluruhan atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya. Dengan adanya gabungan dan
pengulangan (recidive) ini, maka ancaman pidana maksimal yang dapat dijatuhkan kepada Terdakwa Daryanto
adalah 12 tahun 4 bulan.

14
DAFTAR PUSTAKA

E. Utrecht, Hukum Pidana I.

Hiariej, Eddy O.S. 2016. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Kanter, E.Y. dan Sianturi, S.R. 2018. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Storia
Grafika.

Lamintang, P.A.F dan Lamintang, F.T. 2014. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Prof. Moeljatno, S.H. 2005. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT Bumi Aksara.

R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal
Demi Pasal. Bogor: Politeia.

15

Anda mungkin juga menyukai