Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Lempuyang wangi

1.1.1 Klasifikasi Lempuyang Wangi ( Zingiber aromaticum Val.)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber aromaticum Val.

(Siswadi, 2006).

1.1.2 Uraian Tanaman Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.)

Perawakan: herba rendah sampai tinggi, perennial, batang asli berupa

rimpang di bawah tanah, tinggi lebih dari 1 m. Batang: batang semu berupa

kumpulan pelepah daun yang berseling, di atas tanah, beberapa batang berkoloni,

hijau, rimpang; merayap, berdaging, gemuk, aromatik. Daun: tunggal, berpelepah,

duduk berseling, pelepah; membentuk batang semu, helaian; bentuk lanset sempit,

telebar di tengah atau di atas tengah, panjang 3-7 kali lebar, pangkal runcing atau

tumpul, ujung sangat runcing atau meruncing, berambut di permukaan atas, tulang

daun atau di pangkal, 14-40 x 3-8,5 cm, tangkai berambut, 45 mm. Lidah daun;

tegak, tumpul, seperti membran, berambut 1,5-3 cm. Bunga: susunan majemuk
bulir, bentuk bulat telur, muncul di atas tanah, tegak, berambut halus, ramping

tebal, 9-31 cm, 2-2,5 kali lebar, ujung runcing agak lebar, daun pelindung dengan

ujung datar, ukuran 1,54 x 1,54 cm., sisik tangkai bulir 4-6, lanset, tumpul,

berambut, merah 3-6,5 cm. Daun pelindung sangat lebih besar dari kelopak, sama

panjang dengan tabung mahkota. Ukuran bulir 3,5-10,5 x 1,75-5,5 cm. Kelopak:

13-17 mm. Mahkota: kuning terang, hijau gelap, atau. putih, tabung 2-3 cm,

cuping bulat telur bulat memanjang, ujung meruncing atau runcing, daun mahkota

posterior paling besar 1,5-2,5 x 1-2 cm, bibir bibiran bulat telur atau membulat,

jingga .atau kuning lemon, 12 - 20 x 15 - 20 mm. Benang sari: kepala sari elip

bulat memanjang, kuning terang, 8 - 10 mm, penghubung 7 mm. Putik: bakal

buah 3 ruang, bakal biji banyak, posisi aksiler, tangkai putik bercabang dua bebas.

Buah: bulat telur terbalik, merah, 12 x 8 mm. Biji: bulat memanjang bola, rata rata

4 mm. Waktu berbunga : Januari - April. Daerah distribusi, Habitat dan Budidaya

Tumbuhan ini terdapat di daerah Asia tropika. Di Jawa dapat tumbuh di daerah

dengan ketinggian 1-1200 m dpl, banyak tumbuh sebagai tumbuhan liar di

tempat-tempat yang basah di dataran rendah dan tinggi. Tumbuh baik di bawah

hutan jati. Perbanyakan: pada umumnya dengan potongan rimpang yang bermata

tunas atau anakan yang masih muda setidaknya dengan 1 tunas. Secara alami

potongan potongan rimpang yang telah bertunas akan memperbanyak diri dengan

biji. Tumbuhan ini akan dapat berkembang secara baik di hutan, kebun,

pekarangan dengan intensitas matahari di bawah naungan kurang lebih 11-585

lux. Hama: ulat pemakan daun Kerana diocles dan Udapes; sering menimbulkan

kerusakan (Anonim, 2005)


Gambar 1: lempuyang wangi (Anonim, 2005)

1.1.3 Manfaat Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.)

Menurut Anonim (1978) dalam Alamsari (2000), Khasiat dari lempuyang

wangi antara lain sebagai obat berak berlendir, anti masuk angin (karminatif), anti

diare, radang usus dan juga berguna untuk menambah nafsu makan (stomakik),

serta obat malaria dan obat penambah darah.

Minyak atsri yang terkandung dalam lempuyang wangi mempunyai daya

anti bakteri terhadap Staphylococcus aureus. Potensi daya antibakteri berturut-

turut adalah minyak atsiri, perasan, dan infusa. Lempuyang wangi juga dapat

digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, pembersih darah, menurunkan kesuburan

pada wanita, pencegah kehamilan, pereda kejang; di samping itu sering digunakan

juga untuk mengobati penyakit empedu, penyakit kuning, radang sendi, batuk

rejan, kolera, anemia (Anonim 2009).

1.1.4 Kandungan Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.)

Rimpang lempuyang wangi memiliki komposisi : minyak atsiri yang

tersusun dari a- kurkumen, bisabolen, zingiberen, kariofilen, seskuefelandren,

kamfer, disamping itu zat pedas gingerol, sogaol, zingeron, paradol,


heksahidrokurkumin, dihidrogingerol dan informasi lain menyebutkan

mengandung tanin, damar, resin, pati, gula (Anonim, 2005)

2.1.5 Mekanisme Kerja Minyak Atsiri

Mekanisme kerja minyak atsiri dalam menghambat pertumbuhan bakteri

adalah dengan mengganggu pembentukan dinding sel. Dimana senyawa bioaktif

akan menghambat sintesis dinding sel dan merusak dinding sel dan meyebabkan

terjadinya perbedaan konsentrasi, dimana konsentrasi di dalam sel akan menjadi

lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di luar sel, sehingga hal tersebut

akan mengakibatkan lisisnya sel (Harbone, 1987).

2.1.6 Uraian Tentang Medium Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB) Dan

Alkohol

Menurut Waluyo (2008) menyatakan bahwa media setengah padat (semi

solid medium) dibuat dengan bahan sama dengan media padat, akan tetapi yang

berbeda adalah komposisi agarnya. Media ini digunakan untuk melihat gerak

kuman secara mikroskopik dan kemampuan fermentasi. Medium setengah padat

dalam keadaan panas (dipanasi) berbentuk cair, tetapi dalam keadaan dingin

berbentuk padat. Berdasar keperluannya medium ini dapat dibuat tegak, atau

miring. Beberapa contoh medium setengah padat yakni medium agar. Demikian

juga dengan penggunaan NB dimana NB merupakan media cair yang dapat

digunakan untuk berbagai tujuan seperti pembiakan mikroba dalam jumlah besar,

penelaahan fermentasi, dan berbagai macam uji. Atas dasar tersebut maka peneliti
memilih menggunakan media agar dan medium NB dalam pengujian daya hambat

ini.

Dalam dunia kesehatan, memang tidak ada pustaka yang menyatakan

bahwa alkohol tidak menghambat pertumbuhan bakteri, namun menurut Anonim

(1979) menyatakan bahwa alkohol merupakan cairan tidak berwarna, jernih, dan

menguap jika dibiarkan dalam keadaan terbuka. Atas dasar tersebut maka peneliti

memilih menggunakan alkohol sebagai pensuspensi sari lempuyang wangi.

1.2 Tinjauan Umum tentang Bakteri

1.2.1 Bakteri

Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang hidup bebas tanpa

klorofil dan memiliki baik DNA maupun RNA. Bakteri mampu menunjukkan

semua proses-proses dasar kehidupan misalnya tumbuh, metabolisme dan

perkembang biakan. Dinding sel bakteri kaku dan mengandung asam muramat

(Gupte, 1990).

Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” yang berasal dari bahasa

Yunani yang berarti tongkat atau batang. Saat ini, nama tersebut digunakan untuk

menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil

(meskipun ada kecualinya) berkembang biak dengan pembelahan diri, serta

memiliki ukuran yang demikian kecil sehingga hanya tampak dengan mikroskop

(Dwidjoseputro, 2005).

Bakteri adalah salah satu kelompok mikroorganisme yang hidup selalu

berdampingan dengan mahluk lain, bahkan ada beberapa diantaranya yang


mendiami atau menempati tubuh mikroorganisme. Bakteri umumnya bersel satu

sehingga membutuhkan bantuan mikroskop untuk mengamatinya” (Anonim,

2008).

Bakteri memiliki bentuk-bentuk khusus yang dapat membedakannya

dengan organisme-organisme lainnya. Berdasarkan bentuk sel bakteri meliputi

bentuk bulat (coccus), batang (silindris), dan lengkung (spiral). Bentuk bakteri

bulat dibedakan menjadi mikrococcus, diplococcus, steptococcus, Tetracoccus,

dan Stafilococcus. Sedangkan untuk bentuk bakteri batang terdiri atas

diplobasilus, dan streptobasilus. Bentuk bakteri lengkung dibagi menjadi bentuk

koma (vibrio) bila lengkungnya lebih dari setengah lingkaran, jika spiralnya halus

dan teratur disebut Spirochatea dan bila spiralnya tebal dan kaku disebut spirilum.

Menurut Pelczar dan Chan (1988) bahwa “ bakteri dapat dikelompokkan menjadi

bakteri fototropik diantaranya bakteri luncur, bakteri kuncup, bakteri rihetsia dan

bakteri mikoplasma Pelczar dan Chan (1988).

Bakteri tersusun atas dinding sel dan isi sel. Disebelah luar dinding sel

terdapat selubung atau kapsul. Di dalam sel bakteri tidak terdapat membran dalam

(endomembran) dan organel bermembran seperti kloroplas dan mitkondria.

Struktur tubuh bakteri dari lapisan luar hingga bagian dalam sel yaitu flagela,

dinding sel, membran sel, mesosom, lembaran fotosintetik, sitoplasma, DNA,

plasmid, ribosom, dan endospora (Gupte, 1990).

Bila didasarkan pada komponen penyusun dinding sel, bakteri dapat

dikelompokkan menjadi bakteri gram positif yang memiliki suatu lapisan tunggal

peptido glikan dan bakteri gram negatif yang memiliki tiga lapisan pembungkus
sel yaitu membran luar, lapisan tengah yang merupakan dinding sel atau lapisan

muren dan membran plasma (Jawetz dkk,1996).

Kelompok bakteri yang termasuk pada gram positif misalnya Steptococcus

sp dan Bacillus sp, sedangkan untuk bakteri negatif misalnya bakteri-bakteri

Enterobakteriaceae atau bakteri enterik seperti Salmonella sp, Shigella, dan

Escherchia sp.

1.2.2 Uji Daya Hambat Bakteri dengan Metode Difusi Cakram

Daya hambat suatu bakteri bisa dilihat dengan uji kepekaan bakteri

tersebut terhadap antibakteri. Uji kepekaan bakteri dipergunakan untuk

menentukan kepekaan suatu bakteri patogen terhadap antibakteri yang akan

dipergunakan untuk pengobatan sehingga uji kepekaan bakteri terhadap

antibakteri ini sangat berguna untuk pengobatan.

Ada beberapa cara penentuan kepekaan bakteri terhadap obat-obatan yang

lazim digunakan yaitu : 1). Cara difusi cakram (Disk diffususion), 2). Cara

pengenceran tabung (Tube dilution), 3). Cara penipisan agar (Agar dilution), 4). E.

Test, 5). Automated test.

Salah-satu cara penentuan kepekaan bakteri seperti telah disebutkan diatas

diantaranya cara difusi cakram. Saraswati (2002) menjelaskan difusi cakram

banyak digunakan untuk menentukan kepekaan bakteri terhadap berbagai obat,

hal ini disebabkan karena kesederhanaan tekniknya yang sangat mudah

dipergunakan.

Adapun cara difusi cakram menurut Messley & Norell (1996) adalah

sebagai berikut :
1. Dipergunakan 5 lembar kertas saring dicelupkan pada suspensi lalu diletakkan

pada lempeng agar yang mengandung biakan bakteri

2. Setelah itu dilakukan inkubasi selama 16-18 jam pada suhu 380 C, maka akan

terlihat zona hambat disekeliling cakram dimana cakram ini adalah kertas

saring yang telah dicelupkan pada suspensi.

3. Uji daya hambat biasanya dilakukan dengan petri berukuran 100 mm, dan tidak

lebih dari 5-6 disk antibakteri pada setiap cawan petri. Memberi jarak yang

benar pada disk adalah sangat penting untuk mencegah zona hambat yang

tumpang tindih.

4. Hambatan akan terlihat sebagai daerah yang tidak memperlihatkan adanya

pertumbuhan bakteri disekitar cakram. Apabila jarak antara cakram dengan

bakteri 14 mm atau lebih, maka dapat dinyatakan bahwa bakteri peka terhadap

suspensi sehingga bisa dikatakan bahwa suspensi dapat menghambat

pertumbuhan bakteri, tetapi apabila jaran antara cakram dengan koloni bakteri

11 mm, atau kurang maka dapat dikatakan bahwa bakteri resisten terhadap

suspensi atau dengan kata lain suspensi tidak dapat menghambat pertumbuhan

bakteri.

Menurut Saraswati (2002) pada metode difusi cakram ini, ada beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi ukuran zona yaitu :

a. Kepadatan inokulum

Zona hambat akan menjadi besar meskipun kepekaan bakteri tidak

berubah apabila inokulum terlalu sedikit. Maka secara relatif bakteri yang resisten

mungkin dapat dilaporkan sebagain peka. Sebaliknya, jika inokulum terlalu padat,
maka ukuran zona akan turun dan bakteri yang peka mungkin dilaporkan sebagai

resisten.

b. Waktu dari penggunaan cakram

Cawan petri yang telah disemai bakteri yang akan diuji, apabila dibiarkan

pada suhu kamar maka perkembangbiakan inokulum akan terjadi sebelum cakram

digunakan. Hal ini menyebabkan turunnya diameter zona dan dapat

mengakibatkan bakteri yang peka dilaporkan sebagai resisten.

c. Suhu inkubasi

Uji kepekaan biasanya diinokulasi pada suhu 35-370 C untuk pertumbuhan

yang optimal. Jika suhu diturunkan, maka waktu yang diperlukan untuk

pertumbuhan yang efektif menjadi lebih panjang dan akan berbentuk zona-zona

yang lebih besar. Pada suhu 350 C koloni-koloni yang resisten dapat dilihat

dengan mudah bila cawan petri dibiarkan beberapa jam dalam suhu kamar.

d. Waktu inkubasi

Teknik inkubasi biasanya membutuhkan waktu antara 16-18 jam. Namun

dalam keadaan tertentu atau dalam keadaan darurat maka dapat dibuat setelah 6

jam.

e. Ukuran petri, kedalaman medium agar, dan pemberian jarak pada cakram

antibakteri

Uji kepekaan biasanya dilakukan dalam petri berukuran 100 mm dan tidak

lebih 5-6 cakram antibakteri pada setiap cawan petri. Memberi jarak yang benar
pada cakram adalah sangat penting untuk mencegah zona hambat yang tumpang

tindih.

f. Potensi cakram antibakteri

Diameter-diameter dari zona hambatan berhubungan dengan banyaknya

obat di dalam cakram. Jika potensi obat turun akibat memburuknya obat selama

penyimpanan maka zona hambat menunjukkan penurunan dalam ukuran sesuai

dengan keadaan tersebut.

g. Komposisi medium

Komposisi medium sangat mempengaruhi ukuran zona karena

berpengaruh pada tingkat pertumbuhan organisme , tingkat difusi antibakteri dan

keaktifan zat-zatnya adalah sangat penting untuk menggunakan medium yang

sesuai dengan metode tertentu.

1.3 Bakteri staphylococcus aureus

1.3.1 Klasifikasi Bakteri staphylococcus aureus

Kingdom : Bacteria

Class : Schzomycetes

Ordo : Eubacteriales

Family : Euabacteriaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

(Anonim, 2008)

1.3.2 Morfologi Bakteri staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang memiliki bentuk bulat

atau lonjong (0,8 sampai 0,9 µ), jenis yang tidak bergerak, tidak bersimpai, tidak

berspora dan gram positif. Tersusun dalam kelompok (seperti buah anggur).

Pembentukan kelompok ini terjadi karena pembelahan sel terjadi dalam tiga

bidang dan sel-sel anaknya cenderung utnuk tetap berada di dekat sel induknya

(Gupte, 1990).

Menurut Jawetz dkk (1996) Staphylococcus aureus adalah sel-sel

berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1 µm dan tersusun dalam kelompok-

kelompok tak beraturan. Pada biakan cair tampak juga kokus tunggal,

berpasangan, berbentuk tetrad, dan berbentuk rantai. Kokus muda bersifat gram-

positif kuat, sedangkan pada biakan yang lebih tua, banyak sel menjadi gram-

negatif. Staphylococcus aureus tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Oleh

pengaruh obat-obat seperti penisilin, Staphylococcus dilisiskan.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus,

bakteri ini tumbuh secara anaerobik fakultatif (Fardiaz, 1993)

Staphylococcus aureus bersifat aerob dan tumbuh baik pada perbenihan

sederhana pada temperatur optimum 370 C dan pada pH 7,4. (Satish gupte, 1990).

Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35-370 C

dengan suhu minimum 6,70 C dan suhu maksimum 45,40 C.

Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran

pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut

dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini

juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan
saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat

menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis,

osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan (Anonim, 2008).

1.4 Penelitian Sebelumnya

2.4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Lempuyang Wangi

Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATTC 25923 Dan Escherichia coli

ATTC 35218, dan Mengetahui Kandungan Kimia Minyak Atsiri Dengan

Kromatografi Gas-spektrometri Massa (KG-SM).

Pengujian Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Lempuyang

Wangi terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATTC 25923 dan Escherichia coli

ATTC 35218, dan Mengetahui Kandungan Kimia Minyak Atsiri dengan

Kromatografi Gas-spektrometri Massa (KG-SM) merupakan penelitian yang

dilakukan oleh Yunita Nurmayanti, pada tahun 2000. Penelitian ini dilakukan

dengan tahapan yaitu identifikasi rimpang lempuyang wangi, pengumpulan dan

pengeringan rimpang, isolasi minyak atsiri, penetapan bobot jenis dan indeks bias

minyak atsiri, analisis komponen dengan kromatografi gas-spektrometri massa

(KG-SM) dan kromatografi lapis tipis (KLT), serta uji aktifitas antibakteri dengan

metode difusi agar dan dilusi cair.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Zingiber aromaticum Val. Yang

tumbuh di desa Genuk, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang mengandung

minyak atsiri dengan kadar 0,88 ± 0,01% v/b. Bobot jenis dan indeks bias minyak

atsiri pada suhu 20º C sebesar 0,9315 ± 2,08.10ˉ ⁴ dan 1,49817 ± 5,7.10ˉ 5.
berdasarkan analisis komponen minyak dengan KG-SM, minyak atsiri rimpang

lempuyang wangi diperkirakan terdiri dari kamfen, linalool, kamfer, a-humulen,

dan germakron. Hasil KLT menggunakan fase diam silica gel 60 F254 dan fase

gerak n-heksan-etil asetat (9 : 1) v/v menunjukkan bahwa minyak atsiri

lempuyang wangi memiliki 9 bercak dengan pereaksi vanillin-asam sulfat,

dengan 3 bercak merupakan senyawa terpenoid dengan gugus karbonil. Minyak

atsiri rimpang lempuyang wangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus ATTC 25923 ditunjukkan oleh KHM dan KBM pada

kadar akhir minyak atsiri (dalam media BHI) 0,25% v/v, tetapi tidak memiliki

aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli ATTC 35218 in vitro.

Anda mungkin juga menyukai