Anda di halaman 1dari 15

JOINT OPERATION SEBAGAI SUBYEK DALAM

KEPAILITAN (STUDI KASUS : PERKARA NO.


4 2 / PA I L I T/ 2 0 1 0 / P N . J K T. P S T J O . N O . 74 0
K / P D T. S U S / 2 0 1 0 )

KELOMPOK 6:
B R I G I T TA M E L I N D A – 2 0 0 6 5 4 9 5 3 2
MIKA ANABELLE - 2006497251
D E S Y N ATA L I A - 2 0 0 6 5 4 9 5 6 4
JESSICA PRISCILLA S – 2006497176
LUCY KARENINA - 2006549936
R AY M O N D A R I S T Y O – 2 0 0 6 4 9 7 4 3 4
F. S E K A R W I D I A R I N I - 2 0 0 6 5 4 9 6 6 5
J O V I TA E L I Z A B E T H – 2 0 0 6 5 4 9 8 7 3
FA I RU Z A R I DA L FA Z A – 2 0 0 6 5 4 9 6 7 1
KASUS POSISI
SYARAT KEPAILITAN
1. Mempunyai minimal 2 kreditor atau lebih
– PT. Bali Turtle Island Development (PT.BTID) adalah suatu perusahaan pengembang (developer) yang bermaksud
melakukan proyek pengembangan di Pulau Serangan, Bali;
– Penta Ocean Co, Ltd (POC) adalah perusahaan asing yang mengikuti tender, namun karena peraturan perundang-
undangan mengenai jasa konstruksi mewajibkan untuk perusahaan asing menggandeng perusahaan nasional dalam pengerjaan
suatu proyek, POC menggandeng PT. Surya Prasudi Utama (PT. SPU) dalam bentuk badan usaha Joint Operation.
– Penta-SPU Joint Operation, dalam Perjanjian Operasi Gabungan antara POC dan PT. SPU, tanggal 30 November 1995.
2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu orang.
– Utang Termohon kepada Pemohon timbul karena perjanjian dari seluruh bukti yang diajukan Termohon tidak terdapat bukti
perjanjian atau bukti perlunasan utang Termohon kepada Pemohon yaitu sebesar US $ 16,158,683.00 dan Rp.
796.695.684,- karenanya Termohon masih tetap berhutang kepada Pemohon dan PT. SPU;
– Majelis Hakim berpendapat Permohonan pernyataan pailit Pemohon dalam perkara ini sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat
(4) UU Kepailitan dan PKPU dan karenanya harus dikabulkan karena terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara
sederhana persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan
PKPU telah terpenuhi.
3. Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
– Menurut Perjanjian Kerjasama Pengerukan dan Reklamasi Zona 11 Pulau Serangan Bali, tanggal 24
November 1995, antara PT.BTID dan Penta-SPU Joint Operation, PT.BID mempunyai
kewajiban untuk membayar utang tersebut yang jatuh tempo pada tanggal 1 Mei 1998 dan dapat
ditagih.
– termohon gagal (default) membayar termin kemajuan (progress) nilai pekerjaan kepada Pemohon
selama 5 (lima) kuartal.
4. Permohonan pailit dapat dimohonkan oleh debitor itu sendiri atau satu atau lebih kreditornya.
– Permohonan pailit diajukan oleh POC yang merupakan salah satu perusahaan yang menjadi kreditor
dari PT.BTID

Majelis Hakim berpendapat Permohonan pernyataan pailit Pemohon dalam perkara ini telah sesuai
dengan ketentuan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU dan dapat dibukti secara sederhana
persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan
dan PKPU telah terpenuhi.
SUBJEK DALAM KEPAILITAN
SUBJEK KEPAILITAN DEBITOR

KREDITOR

Dalam kasus, Subjek kepailitan adalah Badan Usaha.


Debitor Perseroan Terbatas
Kreditor Joint Operation
Bentuk Badan Usaha:
1. Maatschap atau Persekutuan Perdata
2. Vennootschap Onder atau Firma
3. Commanditaire Vennotschap
4. Perseroan Terbatas
5. Koperasi
JOINT OPERATION
Joint Operation adalah kerjasama operasional
antara dua badan usaha untuk mengerjakan suau
proyek.
PENGERTIAN JOINT VENTURE
Menurut :

• Black’s Law Dictionary


• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
• Ketentuan Pajak
• Putusan MA No. 01 K/N/1999, tanggal 23 Februari 1999
• M.Yahya Harahap
Suatu badan hukum (legal entity)
yang berwujud suatu perserikatan
(in the nature of a partnership)
yang diperjanjikan dalam usaha
bersama sebagai suatu transaksi
khusus dalam mencari
kemanfaatan bersama.
Kerjasama yang dilakukan oleh dua
badan hukum atau lebih, yaitu antara
badan hukum lokal dan badan hukum
asing yang dipersamakan dengan
Perseroan Terbatas, yang khusus
bergerak di bidang jasa konstruksi.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
05/PRT/M/2011 tidak mengatur lebih
lanjut mengenai status hukum, bentuk
badan usaha, maupun peraturan khusus
yang berlaku bagi Joint Operation, hanya
dijelaskan bahwa Joint Operation
“berkewajiban untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan”
Dalam Surat Dirjen Pajak
N0. S-323/PJ.2/1989
tentang Masalah
Perpajakan bagi Joint
Operation, mendefinisikan
“Joint Operation adalah
kumpulan dua badan atau
lebih yang bergabung untuk
menyelesaikan suatu
proyek penggabungan yag
bersifat sementara sampai
proyek tersebut selesai.
Putusan kasasi No. 01 K/N/1999
tanggal 23 Februari 1999 yang
dipimpin oleh Ketua Majelis
Johannes Djohansjah, SH, Soekirno,
SH dan Ny. Hj. Marnis Kahar, SH,
Hakim Agung pada Mahkamah
Agung RI, memberikan definisi
tentang Joint Operation.
M. Yahya Harahap, mantan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung RI di depan persidangan memberikan
keterangan sebagai berikut :

a. Joint Operation (JO) adalah Kerjasama Operasional


(KSO) untuk mengerjakan suatu proyek dan hasil
atau keuntungan dari kerja tersebut dibagi
bersamasama secara proprosional atau pro rata
kepada masing-masing pihak yang terikat dalam JO;

b. Ditinjau dari segi hukum perdata, JO hampir sama


bentuknya dengan Persekutuan Perdata (bugerlijke
maatschap, civil partnership) yang diatur pada buku
ketiga, bab ketujuh (Ps. 1618-1652 KUH Perdata);

c. Jika diamati, terdapat beberapa variable bentuk JO.


ANALISIS KASUS
Dalam perkara kepailitan yang diteliti, terdapat beberapa hal yang dapat diketengahkan:
1. Berkaitan dengan legalitas perusahaan dalam bentuk Joint Operation sebagai pihak
dalam perkara kepailitan, dalam hal ini sebagai Pemohon Kepailitan. Dalam perkara
yang kami teliti, hakim menafsirkan bahwa Joint Operation tidak menimbulkan suatu
badan hukum baru oleh karenanya anggota Joint Operation tetap dianggap sebagai
entitas hukum sendiri-sendiri.
2. Mengenai pertimbangan hakim. Hasil dari analisa didapati bahwa pertimbangan
hakim pada pengadilan tingkat pertama telah dikukuhkan dengan pertimbangan
majelis hakim pada tingkat kasasi.
3. Dari analisis terhadap putusan yang dilakukan dapat dipahami bahwa sejatinya
belum terdapat pengaturan yang jelas mengenai status Joint Operation baik dalam
konteks legalitas subyek hukum maupun dalam melakukan tindakan hukum.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan: Saran:
1. Bentuk badan usaha Joint Operation dapat 1. Perlu dibentuknya suatu peraturan khusus
dikategorikan sebagai Firma, yang diatur yang mengatur mengenai Joint Operation,
dalam Kitab Undang-undang Hukum baik dari segi definisi, hubungan hukum,
Dagang. aturan pajak, dsb. Hal ini ditujukan untuk
2. Joint Operation adalah satu kesatuan memberikan kepastian hukum atas bentuk
entitas, oleh karenanya hubungan hukum badan usaha Joint Operation, yang mana
yang terjadi dengan pihak ketiga. dewasa ini betuk badan usaha Joint
Operation banyak digunakan oleh pelaku
3. Joint Operation tidak memenuhi syarat ekonomi khususnya dalam bidang
pailit dalam mengajukan permohonan konstruksi.
terhadap debiturnya.
SEKIAN & TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai