Anda di halaman 1dari 5

Nama : Erriza Aidatul Choirotunnisa

NIM : 33020180098

Mata Kuliah : Hukum Perusahaan

UTS

1. Jelaskan bagaimana hubungan KUHPerdata dengan KUHDagang dalam kaitannya


sebagai sumber hukum perusahaan!

KUHPerdata (B.W.) dan KUHDagang (W.v.K.) secara umum keduanya memiliki


kedudukan yang sama sebagai sumber hukum perusahaan. KUHPerdata mengatur tentang
Hukum Perdata secara umum, sedangkan KUHDagang mengatur tentang Hukum Perdata
khusus.
Berkenaan dengan hubungan antara keduanya, maka berlaku adagium
(rechtssperuk, suatu azas hukum yang terkandung dalam suatu kalimat pendek, padat isi).
Adagium tersebut adalah “Lex specialis derogat lex generali” yang mengandung arti
bahwa hukum yang khusus menghapuskan hukum yang umum. Adagium tersebut
merupakan rumusan dari Undang-undang yang tercantum dalam pasal 1 KUHD,
“Kitab Undang-undang Hukum Perdata,seberapa jauh dalam Kitab Undang-
undang ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap
hal-hal yang disinggung dalam kitab ini”
Dapat dipahami dari pasal tersebut, bahwa :
a. Apabila di dalam KUHD tidak diatur secara khusus tentang apa-apa yang diatur dalam
KUHPerdata maka berlakulah KUHPerdata
Contoh : tentang pemberian kuasa, KUHD tidak mengatur hal tersebut secara khusus,
namun KUHPerdata mengaturnya di pasal 1792-1819, sehingga dalam hal pemberian
kuasa, maka merujuk pada KUHPerdata pada pasal yang dimaksud.
b. Apabila KUHD secara khusus mengatur hal-hal yang telah diatur dalam KUHPerdata
(penyimpangan) maka yang berlaku adalah pengaturan di dalam KUHD.
Contoh : Tentang Nilai kekuatan pembuktian surat pada Pasal 1881 KUH Perdata, yang
diatur kekhususannya dalam Pasal 7 KUHD
Hubungan antara KUHPerdata dengan KUHD sebagai hukum umum dan hukum
khusus dapat dilihat di pasal 1319, pasal 1339, pasal 1347 KUH Perdata, dan pasal 15,
pasal 396 KUHD.

2. Jelaskan perbedaan Badan Usaha yang berbadan hukum dan yang tidak berbadan
hukum!

Perbedaan badan usaha berbadan hukum dan tidak berbadan hukum, berdasarkan segi
pembeda :
a. Prosedur pendirian (legalitas) :
1.) Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum : dalam prosedur pendirian atas badan usaha
tersebut tidak diperlukan adanya pengesahan oleh pemerintan meskipun dala
pendiriannya melalui sebuah akta notaris yang didaftarkan di kepaniteraan
Pengadilan Negeri
2.) Badan Usaha Berbadan Hukum : dalam prosedur pendiriaannya mutlak diperlukan
suatu pengesahan akta pendirian dan ADPT oleh pemerintah, yang dalam hal
tersebut dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM
b. Beban Pertanggungjawaban :
1.) Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum : pertanggungjawaban atas badan usaha tidak
berbadan hukum akan sampai pada harta kekayaan pribadi (renteng) atau tidak
terbatas, hal tersebut menegaskan adanya pemisahaan harta kekayaan badan usaha
dengan kekayaan pribadi pemilikinya.
2.) Badan Usaha Berbadan Hukum : pertanggungjawaban terbatas pada jumlah modal
yang disetorkan atau saham yang dimiliki di dalam badan usaha tersebut, hal ini
menegaskan bahwa terdapat pemisahan antara harta kekayaan badan usaha dengan
kekayaan pribadi yang menimbulkan bentuk pertanggungjawaban atas kerugian
atau hutang terbatas pada jumlah modal yang disetorkan.
c. Dasar pengaturan :
1.) Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum : dasar pengaturannya adalah KUH Dagang
2.) Badan Usaha Berbadan Hukum : dasar pengaturannya terdapat dalam UU
3. Jelaskan bagaimana pendirian badan usaha yang berbentuk Persekutuan Perdata,
Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer baik sebelum maupun sesudah
diberlakukannya Permenkumham No 17 Tahun 2018!

Prosedur pendirian Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer


a. Persekutuan Perdata :
1.) Sebelum terbitnya Permenkumham No 17 tahun 2018, pendirian Persekutuan
Perdata tidak ditemukan pengaturannya baik dalam KUH Perdata maupun KUH
Dagang, adapun proses pendiriannya adalah sebagai berikut :
- Menggunakan akta notaris tanpa ada persyaratan atau ketentuan khusus atas
pembuatan akta tersebut
- Syarat mutlaknya adalah jumlah pendiri Persekutuan Perdata palin sedikit 2
orang atau lebih
- Pada dasarnya Persekutuan Perdata telah diakui sejak adanya kesepakatan
antara pihak-pihak yang terlibat, atau sesuai dengan apa yang ditentukan dalam
perjanjian awal dan dituangkan ke dalam anggaran dasar (Pasal 1624
KUHPerdata)
- KUH Perdata tidak mensyaratkan adanya pemakaian nama untuk Persekutuan
Perdata
2.) Setelah terbitnya Permenkumham No17 Tahun 2018
Pendirian Persekutuan Perdata secara normatif menurut KUH Perdata tidaklah
membutuhkan suatu formalitas tertentu. Pada pasal 5 Permenkumham ayat (1) dan
ayat (2) menegaskan adanya keharusan untuk menggunakan nama untuk pendirian
Persekutuan Perdata.
Pasal 5 ayat (1) Permenkumham 17/2018 mengatur bahwa seorang pemohon
memiliki hak untuk mengajukan permohonan nama Persekutuan Perdata melalui
Sistem Administrasi Badan Usaha (SABU), sedangkan Pasal 5 ayat (2)
Permenkumham 17/2018 kemudian mengatur, antara lain, nama Persekutuan
“..belum dipakai secara sah oleh CV, Firma dan Persekutuan Perdata lain dalam
Sistem Administrasi Badan Usaha..”
Dapat disipulkan bahwa proses pendirian Persekutuan Perdata menurut KUH
Perdata dan KUHD relatif “lebih mudah” karena tidak mensyaratkan atau
mengharuskan untuk “memesan nama” sebagaimana yang diatur dalam
Permenkumham 17/2018.
b. Persekutuan Firma
1.) Sebelum diterbitkannya Permenkumham 17/2018 :
Menurut KUHD dan KUH Perdata, proses didirikannya Persekutuan Firma adalah
berdasarkan perjanjian antara para pihak yang terlibat (Pasal 15 KUHD jo. Pasal
1320 KUHPerdata). Kemudian, lebih lanjut pada Pasal 22 KUHD mensyaratkan
adanya akta otentik atas pendirian Persekutuan Firma tersebut.
Pasal 22, 23, 24 jo. Pasal 28 KUHD diberikan kewajiban untuk:
- mendaftarkan akta otentik ke kepaniteraan pengadilan negeri tempat
persekutuan firma berkedudukan;
- menyelenggarakan pengumuman ataspetikan akta otentik itu dalam Berita
Negara
Konsekuensi yang diperoleh apabila tidak dilakukannya pendaftaran dan
pengumuman atas pendirian firma, menurut Pasal 29 ayat (1) KUHD persekutuan
firma itu harus dianggap sebagai :
- persekutuan firma umum untuk segala urusan;
- persekutuan firma yang tidak memiliki batas waktu pendirian;
- setiap sekutu firma harus dianggap dapat bertindak untuk kepentingan
persekutuan firma.
2.) Setelah terbitnya Permenkumham No 17 Tahun 2018, di dalam Pasal 4
Permenkumham17/2018 mengatur bahwa setiap permohonan atas pendaftaran
pendirian Persekutuan harus didahului dengan “pemesanan nama” atau
“permohonan penggunaan nama” sedangkan KUHD tidak memberikan pengaturan
tersebut, sehingga para sekutu firma bebas menentukan nama persekutuannya (juga
berlaku untuk persekutuan perdata dan CV). Hanya saja, dalam Pasal 16 KUHD
disebutkan bahwa persekutuan firma menjalankan usaha di bawah satu nama
bersama.
c. Persekutuan Komanditer
Pendirian Persekutuan Komanditer sama dengan prosedur pendirian firma yang diatur
dalam pasal 22-28 KUHD, yang membedakan hanyalah Persekutuan CV memiliki
sekutu komplementer atau sekutu aktif dan sekutu komanditer atau sekutu pasif, yang
memiliki tugas dan wewenang yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut KUHD maka persekutuan wajib mendaftarkan ke PN, sedangkan
Permenkumham 17/2018 mewajibkan pendaftaran pendirian persekutuan di SABU
(Sistem Administrasi Badan Usaha)

4. Menurut kalian bagaimana kedudukan Permenkumham No 17 tahun 2018 dalam


peraturang perundang-undangan di Indonesia sebagai sumber hukum perusahaan?

Secara hierarki Perundang-undangan kedudukan KUHD berada di atas


Permenkumham No 17 Tahun 2018, sehingga ketentuan atas diharuskunnya pendaftaran
Persekutuan melalui SABU sebagaimana yang diatur dalam Permenkumham 17/2018
seharusnya tidak bisa mengesampingkan ketentuan pendaftaran Persekutuan Firma dan CV
yang sebelumnya telah diatur dalam Pasal 22-28 KUHD.
Penerapan Permenkumham 17/2018 akan mengakibatkan tumpang tindih
peraturan, serta memunculkan kebingungan bagi sesorang atau sekelompok orang yang
hendak mendirikan persekutuan firma maupun CV, karena di satu sisi KUHD memberikan
kewajiban bagi para sekutu firma dan CV untuk mendaftarkan pendirian persekutuan firma
dan CV di PN lalu mengumumkannya di berita negara, sedangkan di sisi lain
Permenkumham 17/2018 juga mewajibkan pendaftaran pendirian persekutuan firma dan
CV sesuai Permenkumham 17/2018 (SABU). Akan menjadi lebih bijak ketika ada
peraturan yang menegaskan bahwa warga negara dapat memilih salah satu cara di antara
keduanya, atau peraturan yang mengaskan bahwa hanya ada satu cara yang dapat dilakukan
ketika pendirian Persekutuan Firma dan CV dengan mnghapuskan salah satu di antara
keduanya.

Anda mungkin juga menyukai