NIM : 170574201053
1. Hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata tercantum dalam pasal 1 KUHD. “Pasal
1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak
khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
dibicarakan dalam kitab ini.”. Juga disebutkan dalam pasal 15 KUHD, “Pasal 15 KUH
Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan
pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.”. Lapangan hukum
perdata sangat penting dan menjadi persyaratan utama sebelum mempelajari hukum dagang,
sebab di dalamnya terdapat hukum dagang itu sendiri. Prof. Subekti SH. Berpendapat bahwa
terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Oleh
karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan
dagang bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian perekonomian. Seperti
telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUHS dan KUHD hanyalah
berdasarkan sejarah saja yaitu karena dalam hukum Romawi (yang menjadi sumber
terpenting dari Hukum Eropa Barat) belum terkena peraturan peraturan sebagai yang
sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antar negara baru mulai berkembang
abad pertengahan.
3. Dasar hukum
Dasar hukum tentang firma diatur dalam pasal 16-35 KUHD
Dasar hukum pendirian CV diatur dalam pasal 19-35 KUHD
Dasar hukum Perseroan Terbatas didasarkan pada peraturan pemerintah yang tertulis
dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007.
Dasar hukum koperasi adalah UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1 yang menyatakan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan.
Dasar hukum perusahaan perseroan adalah Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969.
4. Perbedaan firma dan cv yakni, bentuk usaha CV mengharuskan keanggotaan minimal 2 (dua)
pihak dengan tanggung jawab peran yang berbeda, yaitu sekutu aktif yang bertugas
menjalankan pengurusan CV, dan sekutu pasif yang hanya memberikan modal namun tidak
menjalankan pengurusan CV. Meskipun sekutu aktif merupakan sekutu yang menjalankan
pengurusan CV, namun sekutu aktif juga tetap harus memberikan modal ke dalam CV karena
CV adalah persekutuan perdata di mana seluruh sekutu diwajibkan memberikan modal untuk
kemudian berbagi keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan. Sedangkan, Firma
menganggap bahwa semua sekutu dapat menjalankan pengurusan Firma dan bertindak untuk
dan atas nama Firma. Hal ini dikarenakan dalam Firma tidak dikenal istilah sekutu aktif dan
sekutu pasif, sehingga semua sekutu dapat menjalankan pengurusan Firma, kecuali memang
ditentukan secara tegas dalam anggaran dasarnya bahwa sekutu tertentu tidak berwenang
menjalankan kegiatan usaha Firma
Mempunyai sebuah ketentuan minimal modal dasar, yang ada dalam UU 40/2007
minimal modal dasar PT yakni Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Minimal 25 %
dari modal tersebut telah disetorkan ke dalam PT Pemegang saham hanya memiliki
tanggung jawab atas saham yang ia miliki, Dengan bedasarkan peraturan UU tertentu
diwajibkan agar badan usaha berbentuk sebuah PT.
Koperasi
Beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan
kegiatan berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus untuk gerakan ekonomi rakyat berdasar
atas asas kekeluargaan. Sifat keanggotaan koperasi ialah sukarela bahwa tidak ada
paksaan untuk menjadi anggota koperasi serta terbuka bahwa tidak ada pengecualian
untuk menjadi anggota koperasi. Dasar hukum koperasi adalah UUD 1945 Pasal 33 Ayat
1.
6. PT atau Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang dimiliki oleh minimal dua orang
dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi
dari pengurus dan pemegang saham perusahaan tersebut. Di dalam PT, Pemilik Modal
(Pemegang Saham) tidak harus memimpin perusahaan dengan cara menunjuk orang lain di
untuk menjadi Direktur atau Komisaris.
Syarat umum pendirian perseroan terbatas (PT) adalah :
Fotokopi KTP, NPWP & KK para pemegang saham dan pengurus, minimal 2 orang
Foto Direktur ukuran 3x4 latar belakang merah
Copy PBB tahun terakhir sesuai domisili perusahaan
Copy Surat Kontrak/Sewa Kantor atau bukti kepemilikan tempat usaha
Surat Keterangan Domisili dari pengelola Gedung jika berdomisili di Gedung
Perkantoran
Surat Keterangan RT / RW (jika dibutuhkan, untuk perusahaan yang berdomisili di
lingkungan perumahan) khusus luar jakarta
Kantor berada di Wilayah Perkantoran/Plaza, atau Ruko, atau tidak berada di wilayah
pemukiman
Surat Keterangan Zonasi dari Kelurahan
Stempel Perusahaan
8. Dalam tanggung jawab pengangkut atas kerusakan barang \diwujudkan melalui pemberian
ganti rugi sesuai dengan pasal 472 KUHD, merupakan bentuk perlindungan hukun secara
normatif untuk melindungi pengirim atau penerima barang dalam pengangkutan laut. Proses
tuntutan ganti rugi dilakukan di pelabuhan pembongkaran dengan menyertakan Bill of Lading
serta Notice of Claim yang diperoleh dari pihak pengangkut.
9. UU 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang hadir
setelah keadaan krisis moneter yang terjadi di Indonesia dan memberikan dampak yang tidak
menguntungkan terhadap perekonomian nasional sehingga menimbulkan kesulitan besar
terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya.
Semakin pesatnya perkembangan perekonomian dan perdagangan makin banyak
permasalahan utang piutang yang timbul di masyarakat. UU 37 tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menggantikan Undang-undang tentang
Kepailitan (Faillissements-verordening, Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348)
yang sebagian besar materinya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan
hukum masyarakat sehingga diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang
kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1998, namun masih belum memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat. UU
37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang didalamnya
mengatur tentang syarat-syarat dan prosedur permohonan pernyataan pailit dan permohonan
penundaan kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian kerangka waktu
secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban
pembayaran utang. Undang-undang ini memberikan pengertian utang diberikan batasan
secara tegas.
10. Syarat untuk dinyatakan pailit diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 tahun 2004 tentang
Kepailitian dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) sebagai berikut:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya”.
Jika dirinci, maka syarat dinyatakan pailit berdasarkan bunyi pasal di atas sebagai
berikut:
Harus mempunyai minimal dua kreditor atau lebih;
Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang;
Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih;
Permohonan pailit bisa atas permohonan satu atau lebih kreditornya.