Anda di halaman 1dari 22

REVIEW JOURNAL

“PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK”.

Dosen Pengampu : Eka Khairani Hasibuan, M.Pd

DISUSUN OLEH :

NAMA : ZALMIRA AIDINA BARUS

NIM : 0305182093

KELAS : PMM-2

SEMESTER : VI

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2021
Jurnal 1 :

A. Identitas Jurnal

 Judul : Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)


Perkembangan dan Tantangannya
 Penulis : Robert K Sembiring
 Halaman : 6 halaman (11-16)
 Tahun terbit : 2010
 Volume :1
 Nomor :1
 Jenis Jurnal : IndoMS. J.M.E

B. Ringkasan Jurnal

PMRI muncul sebagai metode khusus untuk matematika. Tulisan ini khusus
membahas sejarah, perkembangan dan tantangan yang dihadapi dalam
mendiseminasikan PMRI di tanah air.
PMRI digagas oleh sekolompok pendidik matematika di Indonesia. Motivasi awal
ialah mencari pengganti matematika modern yang ditinggalkan awal 1990-an.
Penggantinya hendaklah yang tidak menakutkan siswa, jadi ramah dan dapat menaikkan
prestasi matematika siswa di dunia internasional.
PMRI merupakan suatu gerakan untuk mereformasi pendidikan matematika di
Indonesia. Jadi bukan hanya suatu metode pembelajaran matematika, tapi juga suatu
usaha melakukan transformasi sosial (Sembiring, 2007). Karakteristik dari pendekatan
tersebut adalah:
 siswa lebih aktif berpikir,
 konteks dan bahan ajar terkait langsung dengan lingkungan sekolah dan siswa,
 peran guru lebih aktif dalam merancang bahan ajar dan kegiatan kelas.
Suatu transisi dari cara tradisional, pendekatan yang berorientasi pada kemampuan
teknis ke arah reformasi pendidikan matematika yang berdasarkan pemecahan masalah
merupakan inovasi yang kompleks. Ini menuntut perubahan pada sikap guru dalam
mengajar dan memperlakukan siswa. Faktor penting dalam menjamin kesuksesan
reformasi ini adalah pelatihan guru dan pendidikan guru di LPTK.

2
Ada tiga prinsip dasar dalam RME/PMRI, yaitu: penemuan kembali secara
terbimbing, fenomenologi didaktis, dan prinsip model mediasi. Ketiga dasar tadi
terinspirasi oleh pandangan Freudenthal yang menganggap ‘matematika sebagai kegiatan
manusia’.
Reformasi pendidikan matematika beralaskan dua tiang: pertama adalah
kemampuan guru menciptakan budaya kelas yang berorientasi permasalahan dan
mengajak siswa dalam pelajaran yang bersifat interaktif, dan yang kedua ialah
merancang kegiatan pelajaran yang dapat mendorong penemuan kembali matematika
bersama dengan kemampuan guru menolong proses penemuan kembali
Faktor utama yang menjadi perhatian dalam melakukan reformasi ini adalah guru
dan dosen yang harus bekerja sama. Mereka dipersiapkan melalui workshop yang
meliputi kegiatan menyiapkan bahan ajar yang kontekstual, bagaimana mengatur siswa
bekerja dalam kelompok dan memandu diskusi kelas, tidak menggurui tapi mendorong
siswa berani mengeluarkan pendapat, dsb. Dosen didorong turun ke sekolah dan
memandu pertemuan berkala antar guru. Workshop selalu mengacu pada kegiatan di
kelas. Sebelum workshop, Tim PMRI dan konsultan Belanda melakukan kunjungan ke
sekolah dan melakukan observasi di kelas. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di
kelas dirancang kegiatan workshop dan perserta diajak mencari solusinya.
Tantangan yang Dihadapi dalam Penyebarannya :
1. Menyiapkan guru, Kepala sekolah, Orang tua murid, Dinas, dsb
2. Pendidikan guru, khususnya PGSD
3. Penulisan Bahan Ajar
4. Research, khususnya Design Reseach
5. Evaluasi
6. SEAMEO
7. Pengembangan

C. Kelebihan Jurnal

1. Penjelasan sesuai dengan judul yang diangkat


2. Isi jurnal bersifat singkat padat dan jelas

3
D. Kekurangan Jurnal
1. Abstrak jurnal tidak memiliki bahasa Indonesia
2. Ada penulisan dari jurnal yang tidak memakai kaidah EYD seperti kata dsb yang
disingkat.
3. Tidak memiliki metode penelitian
4. Tidak memilik rumusan masalah maupun manfaat dan tujuan penelitian
5. Kurangnya referensi jurnal
6. Tidak memiliki nomor ISSN jurnal

Jurnal 2 :

A. Identitas Jurnal

 Judul : Pengaruh Pendekatan Pendidikan Realistik Matematika


dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Sekolah Dasar
 Penulis : Fitriana Rahmawati
 Halaman : 14 halaman (225-238)
 Tahun terbit : 2013
 Volume :-
 Nomor :-
 Jenis Jurnal : Kumpulan Makalah Seminar Semirata

B. Ringkasan Jurnal
 Pendahuluan

Pentingnya penguasaan matematika terlihat pada Undang-Undang RI No. 20


Th.2003 Tentang Sisdiknas Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran matematika
merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
Matematika sering dirasakan sulit oleh siswa adalah proses pembelajarannya yang
kurang bermakna. Guru juga dalam pembelajarannya tidak mengaitkan materi yang
diajarkan dengan skema yang telah dimiliki siswa, dan siswa kurang diberikan
kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.

4
Selama ini juga kita menyadari bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran
matematika siswa jarang sekali diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan ide-
idenya. Sehingga siswa sulit dalam memberikan penjelasan yang benar, jelas dan logis
atas jawabannya. Untuk mengurangi kejadian seperti itu menurut Pugale (2001), dalam
pembelajaran matematika siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas setiap
jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan orang lain,
sehingga apa yang dipelajari menjadi lebih bermakna bagi siswa. Rendahnya
kemampuan matematis dalam pembelajaran sangat penting untuk diperhatikan, karena
melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasi
berfikir matematikanya baik secara lisan maupun tulisannya.
Dalam meningkatkan kemampuan matematis, maka harus ada upaya yang
dilakukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran matematika, sebab banyak faktor
yang menentukan kwalitas hasil pembelajaran matematika. Salah satu faktor yang sangat
penting yang mempengaruhi tersebut adalah model penyajian materi.
Kurang disukainya matematika oleh siswa mungkin dipengaruhi oleh faktor
materi atau proses pembelajarannya (Darhim, 2004 : 4). Oleh karena itu perlu
pendekatan pembelajaran matematika yang dapat menjembatani anak-anak tahap operasi
konkrit (usia SD) dalam mempelajari matematika sebagai ilmu yang abstrak.
Pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa perlu diperhatikan dalam proses
pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika realistik memiliki karakteristik dan prinsip yang
memungkinkan siswa dapat berkembang secara optimal, adanya masalah kontekstual
yang dapat mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan nyata, dengan pembuatan
model yang dapat memudahkan siswa untuk berkontribusi dalam menyelesaikan maslah,
adanya interaktivitas baik sesama siswa maupun dengan guru yang dapat membantu
siswa yang lemah untuk memahami konsep sedangkan bagi siswa yang pandai dapat
meningkatkan kemampuan dalam memberi penjelasan, tanggapan, dll.

5
 Kajian Teori
o Pendidikan Matematika Realistik (Pmr)
Pendidikan matematika realistik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran
matematika yang didasari pandangan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia.
Aktifitas manusia yang dimaksud meliputi mencari masalah, mengorganisasikan materi
yang relevan, membuat model matematika, penyelesaian masalah, mengorganisasikan
ide-ide baru dan pemahaman baru yang sesuai dengan konteks.

Menyatakan bahwa pendidikan matematika realistik pada hakikatnya adalah suatu


pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menggunakan realitas dan lingkungan
yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika
sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik daripada masa
yang lalu.
Treffers (Darhim, 2004) membedakan matematisasi ke dalam dua macam, yaitu
matematisasi horizontal dan vertikal. Gravemeijer (1994) mendefinisikan matematisasi
horizontal sebagai kegiatan mengubah masalah kontekstual ke dalam masalah
matematika, sedangkan matematisasi vertikal adalah proses formulasi masalah ke dalam
beragam penyelesaian matematika dengan menggunakan sejumlah aturan yang
sesuai.Pandangan lain tentang matematisasi berhubungan dengan informal dan
formalnya matematika. Dalam pembelajaran matematika di kelas, pendekatan
matematika realistik sangat memperhatikan aspek-aspek informal matematika, kemudian
mencari perantara untuk mengantarkan pemahaman siswa terhadap matematika formal.
De Lange (Darhim, 2004) mengistilahkan matematika informal sebagai matematisasi
horizontal, sedangkan matematika formal sebagai matematisasi vertikal.
Beberapa kegiatan dalam matematisasi horizontal (Turmudi, 2001) sebagai
berikut:
1. Pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks umum.
2. Pensekemaan.
3. Perumusan dan penvisualan masalah dalam cara yang berbeda
4. Penemuan relasi (hubungan)
5. Penemuan keteraturan
6. Pengenalan aspek isomorfic dalam masalah-masalah yang berbeda
7. Pentransferan real worl problem ke dalam mathematical problem

6
8. Pentransferan real worl problem ke dalam suatu model matematika yang
diketahui.
Sedangkan beberapa kegiatan matematisasi vertikal (Turmudi, 2001) sebagai
berikut:
1. Menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus.
2. Pembuktian keteraturan
3. Perbaikan dan penyesuaian model
4. Penggunaan model-model yang berbeda
5. Pengkombinasian dan pengintegrasian model-model
6. Perumusan suatu konsep matematika baru
7. Penggeralisasian
Menurut Gravemeijer (Haji, 2005) secara umum karakteristik pendidikan
matematika realistik mempunyai lima karakteristik yaitu (1) The use of contexts
(penggunaan konteks), (2) The use of models (penggunaan model), (3) The use of
students' own productions and constructions (penggunaan kontribusi dan hasil siswa
sendiri), (4) The interactive character of teaching process (interaktifitas dalam proses
pembelajaran), (5) The intertwinment of various learning Strands (Terintegrasi dengan
topik pembelajaran lainnya).
Selanjutnya, menurut Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip utama dalam
pembelajaran dengan pendekatan realistik. Ketiga prinsip yang dimaksud adalah
penemuan terbimbing dan bermatematika secara progresif (guided reinvention and
progressive mathematization), fenomena pembelajaran (didactical phenomenology),
pengembangan model mandiri (self-developed model).
Peran guru pada pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika
realistik sebagai fasilitator, pembimbing, atau teman belajar yang lebih berpengalaman,
yang tahu kapan memberikan bantuan (scaffolding) dan bagaimana caranya membantu
agar proses konstruksi dalam pikiran siswa dapat berlangsung (Marpaung, 2001). Dalam
hal ini tugas guru tidaklah ringan. Sebelum pembelajaran dimulai guru harus membuat
rencana dan persiapan mulai dari menentukan konsep yang akan diajarkan, mencari dan
menentukan masalah kontekstual yang sesuai dengan topik tersebut, dan merencanakan
strategi pembelajaran yang cocok (tidak monoton, kadang individual atau kelompok, dan
sebagainya). Setelah pembelajaran, guru melakukan refleksi, membuat catatancatatan
dan penilaian (informal maupun formal) terhadap siswa.

7
o Teori Belajar yang Mendukung Pendidikan Matematika Realistik
Dengan mencermati pengertian, karakteristik, dan prinsip utama dari pendidikan
matematika realistik, terdapat beberapa teori belajar yang mendasari pendekatan
pembelajaran ini, yaitu:
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benak mereka sendiri. Setiap pengetahuan
atau kemampuan hanya bisa diperoleh atau dikuasai oleh seseorang apabila
orang itu secara aktif mengkonstruksi pengetahuan atau kemampuan itu di
dalam pikirannya.
Ide-ide konstruktivis banyak berlandaskan teori Vygotsky (Ali,
2006:39), sehingga menjadi konsep mendasar dalam konstrukstivisme, seperti
scaffolding, Proses top down, Zone Of Proximal Development (ZPD), dan
pembelajaran kooperatif.
Scaffolding
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk
belajar dan untuk memecahkan masalah.Bantuan tersebut dapat berupa
petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam
langkahlangkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain
yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Proses Top Down
Pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran lebih menekankan
proses pembelajaran secara top-down dari pada bottom-up. Top-down berarti
bahwa siswa mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan
kemudian siswa memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru)
keterampilan- keterampilan dasar yang diperlukan.
Zone of Proximal Development (ZPD)
Perkembangan yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi dengan guru
atau siswa lain yang mempunyai kemampuan lebih tinggi disebut potensial
development. Zone of Proximal Development (ZPD) selanjutnya diartikan
sebagai jarak antara actual development dan potensial development.

8
Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (1995), pendekatan konstruktivisme dalam
pembelajaran kelas yang menerapkan pembelajaran kooperatif secara
ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling
mendiskusikan masalahmasalah yang mereka hadapi dengan temannya.
Teori Belajar David Ausubel
Ausubel (Ali, 2006) membedakan antara belajar menemukan dan
belajar menerima.Pada belajar menerima, bentuk akhir dari yang diajarkan itu
diberikan, sedangkan pada belajar menemukan, bentuk akhir itu harus dicari
oleh siswa.Selain itu, Ausubel membedakan belajar bermakna (meaningful
learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu
proses memperoleh informasi baru dengan menghubungkannya dengan
struktur pengertian yang sudah dimiliki seorang pembelajar.

 Kemampuan Komunikasi matematis


Komunikasi matematis menipakan salah satu aspek (kompetensi) yang
harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran matematika. Dengan kemampuan
komunikasi matematis diharapkan siswa mampu menyatakan, menjelaskan,
menggambarkan, mendengar sehingga membawa siswa pads pemahaman yang
mendalam tentang matematika.
Secara rinci indikator kemampuan komunikasi matematis yang diukur
dalam penelitian ini adalah: membuat model masalah (model informal) yang
berupa gambar atau diagram dari masalah yang diberikan, membuat model
matematika (model formal) yang berupa simbol matematika berdasarkan masalah
yang diberikan, menentukan strategi dan menyelesaikan masalah, danmenjelaskan
ide, strategi penyelesaian, atau jawaban yang diperoleh tulisan, baik berupa
gambar, grafik, maupun aljabar.
 Desain Pembelajaran PMR dalam Meningkatkan Komunikasi Matematis
Pelaksanaan pembelajaran: matematika dengan pendekatan PMR ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Sebelum
pembelajaran dilaksanakan, maka terlebih dahulu dibuat rencana pelaksanaan

9
pembelajaran yang memuat lima karakteristik PMR dalam proses pembelajaran.
Untuk memunculkan karakteristik PMR dalam pembelajaran, maka dibuat lembar
aktivitas siswa (LAS) yang memuat masalah kontekstual dan petunjuk aktivitas
siswa.Masalah kontekstual disusun dengan memperhatikan pengetahuan awal
siswa. Hal ini bertujuan agar melalui masalah kontekstual tersebut, siswa dapat
membuat model baik model informal maupun model formal sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki, kemudian menyelesaikan masalah tersebut. Dengan
adanya model-model yang dibuat siswa, menunjukkan adanya produksi dan
kontribusi siswa dalam pembelajaran. Dengan demikian karakteristik pertama,
kedua, dan ketiga dari PMR terpenuhi.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Memberikan masalah kontekstual
2. Menjelaskan masalah kontekstual
3. Menyelesaikan masalah kontekstual
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawabanGuru meminta siswa untuk
mendiskusikan jawaban mereka teman sebangku/teman sekelompoknya.
5. Menyimpulkan

 Metode Penelitian

Rancangan Penelitian : Penelitian ini dilakukan di SDN 115 Palembang


2010/2011. Penelitian ini berbentuk eksperimen dengan dua kelompok sampel
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Populasi dan Sampel : Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IV Sekolah
Dasar Negeri 118 Palembang tahun pelajaran 2010/2011, yang terdiri dari 2 kelas
dan masingmasing kelas terdiri dari 34 siswa. Kelas A sebagai kelas eksperimen,
sedang kelas B sebagai kelas kontrol. Penentuan kelas eksperimen dan kelas
kontrol dilakukan secara acak.
Instrumen Penelitian : Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah tes hasil belajar matematika siswa yang dilakukan untuk mendapatkan data
tentang hasil belajar matematika siswa yang telah mengikuti proses belajar
mengajar. Tes yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pre-test dan post-test.

10
Analisis Data : Data yang dianalisis adalah skor hasil post-test siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Setelah data diperoleh dilakukan analisis data untuk
menguji hipotesis dengan menggunakan skor rata-rata siswa kelas eksperimen dan
kelass kontrol. Metode statistik yang digunakan adalah uji kesamaan dua rata-rata
dengan uji-t untuk menguji masing-masing hipotesis. Sebelum menganalisis uji-t
harus diuji dengan asumsi untuk uji-t yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

 Hasil Penelitian dan Pembahasan


 Hasil Penelitian
Dapat dilihat bahwa pada kelas eksperimen skor rata-rata kemampuan
komunikasi matematis 61,91176 dan kelas kontrol memperoleh rata-rata
kemampuan komunikasi matematis 63,2353. Pada`hasil post-test yang diperoleh
tampak mengalami kenaikan rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis
pada siswa pada kelas eksperimen dan kontrol. Dari tabel dapat dilihat skor rata-
rata kemampuan komunikasi matematis menggunakan Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik naik menjadi 71,9705. Tampak juga pada kelas kontrol skor
rata-rata kemampuan komunikasii matematis siswa menggunakan pendekatan
konvensional (ekspositori) naik menjadi 63,4117.
 Pembahasan
Dapat dipahami bahwa masalah kontekstual yang diberikan dapat dijadikan
sebagai titik awal dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis
siswa khususnya secara tertulis. Selanjutnya diskusi sebagai jembatan saling
membantu antara siswa yang kurang dengan siswa yang lebih baik dalam
memahami model yang diberikan. Sehingga pembelajaran dengan PMR sesuai
untuk semua tingkatan kemampuan matematika siswa dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi matemati.
 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahhwa Skor kemampuan
komunikasi matematis siswa yang diajar dengan pendekatan pendidikan
matematika realistik lebih baik dari pada dengan pendekatan konvensional
(ekspositori).

11
C. Kelebihan Jurnal

1. Jurnal sangat jelas dan sesuai dengan judul jurnal


2. Memiliki tabel dalam menambahkan penjelasan agar lebih rinci
3. Bahasa yang digunakan sesuai dengan EYD
4. Memiliki banyak referensi

D. Kekurangan Jurnal

1. Tidak memiliki Volume dan Nomor Jurnal


2. Tidak memiliki nomor ISSN jurnal
3. Abstrak hanya berbahasa Indonesia

Jurnal 3 :

A. Identitas Jurnal

 Judul : Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui


Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
 Penulis : Sulastri, Marwan , dan M. Duskri
 Halaman : 19 halaman (51-69)
 Tahun terbit : 2017
 Volume : 10
 Nomor :1
 E-ISSN : 2541-0458
 Jenis Jurnal : Jurnal Tadris Matematika (BETA JOURNAL)
 Doi : http://dx.doi.org/10.20414/betajtm.v10i1.101.

12
B. Ringkasan Jurnal
 Pendahuluan

Salah satu kemampuan yang dituntut dalam pembelajaran matematika adalah


kemampuan representasi matematis (NCTM, 2000). Menurut NCTM (2000),
representasi merupakan translasi suatu masalah atau ide dalam bentuk baru, termasuk di
dalamnya dari gambar atau model fisik ke dalam bentuk simbol, kata-kata atau kalimat.
Dahlan (2011) menambahkan bahwa representasi merupakan dasar atau fondasi
bagaimana seorang siswa dapat memahami dan menggunakan ide-ide matematika.
Representasi berkaitan dengan dua hal, yaitu proses dan produk.
Salah satu materi yang dipelajari siswa kelas VII SMP adalah Persamaan Linear
Satu Variabel (PLSV), Pertidaksamaan Linear Satu Variabel (PtLSV), serta
perbandingan. Aplikasi materi tersebut dapat berupa persoalan sehari-hari, sehingga
memerlukan kemampuan representasi yang baik dalam menyelesaikan permasalahan
yang diberikan. Akan tetapi, berdasarkan penelitian awal oleh peneliti, ketika siswa
mengerjakan soal, siswa kesulitan dalam merepresentasikan suatu masalah nyata. Siswa
memiliki kesulitan merepresentasikan soal cerita ke dalam bentuk model matematika,
kurang memahami konsep dasar mengenai PLSV, PtLSV dan perbandingan. Hal ini
dikarenakan siswa jarang menggunakan representasi gambar, tabel dan model
matematika untuk membantunya berpikir dalam menyelesaikan soal.
Dengan demikian, representasi belum digunakan sebagai alat untuk berpikir dan
memecahkan soal. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan representasi matematis
siswa masih kurang.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis
siswa adalah melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Memulai
pembelajaran dengan mengajukan masalah yang sesuai dengan pengalaman dan tingkat
pengetahuan siswa merupakan salah satu ciri PMR. Melalui PMR diharapkan siswa
mampu mengembangkan kemampuan representasi matematis karena melalui materi yang
diberikan dan disertai dengan pemberian contoh matematika yang bersumber dari kondisi
kehidupan sehari-hari siswa dapat merepresentasikan soal dengan lebih baik dan
sederhana. Pembelajaran dengan PMR dimulai dari sesuatu yang riil sehingga siswa
dapat terlibat dalam pelajaran secara bermakna.

13
 Metode Penelitian
Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan representasi matematis siswa
setelah diterapkan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Subjek dalam penelitian
ini adalah siswa kelas VII-2 SMP Negeri 6 Banda Aceh tahun ajaran 2016/2017 yang
terdiri dari enam orang siswa kemudian dikelompokan menjadi dua siswa yang memiliki
kemampuan rendah, dua siswa yang memiliki kemampuan sedang dan dua siswa yang
memiliki kemampuan tinggi berdasarkan tes kemampuan representasi setelah diterapkan
PMR.
Instrumen dalam penelitian ini berupa lembar tes dan wawancara. Instrumen
tersebut divalidasi oleh para pakar, yaitu dua orang ahli dalam bidang PMR yang
merupakan dosen pendidikan Matematika Unsyiah dan satu orang guru matematika
(anggota dari P4MRI) yang mengajar di SMP Negeri 1 Banda Aceh. Lembar tes
digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan representasi matematis siswa
pada materi PLSV, PtLSV, dan perbandingan setelah proses belajar melalui PMR. Data
penelitian diperoleh dari hasil tes yang berkaitan dengan kemampuan representasi
matematis siswa pada materi PLSV, PtLSV, dan perbandingan. Tujuan wawancara
adalah untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan jelas dari subjek penelitian tentang
kemampuan representasi matematis.
Pembelajaran dilakukan sebanyak lima kali pertemuan yang berlangsung dengan
menggunakan pendekatan PMR. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian
ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu reduksi data, menyajikan data, dan menarik
kesimpulan. Pada tahap reduksi, peneliti merangkum kembali data hasil tes kemampuan
representasi matematis yang kemudian diberi kode untuk memudahkan penulisan pada
pemaparan data seperti “MA, NS, AP, MS, MK, dan WN”. Data dikategorikan dan
disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif.
Pada bagian ini, akan disajikan dahulu data hasil penelitian berdasarkan hasil kerja
MA, NS, AP, MS, MK, dan WN. Selanjutnya, hasil penelitian ini akan dibahas dan
dibandingkan dengan kajian teori dan hasil penelitian sebelumnya yang relevan.

14
 Temuan dan Pembahasan
Hasil analisis data setiap siswa menunjukan kemampuan representasi matematis
siswa pada setiap pertemuan dengan materi PLSV, PtLSV dan perbandingan mencapai
kategori baik karena bisa memenuhi semua dan beberapa indikator Kemampuan
representasi siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang telah memenuhi ketiga
indikator kemampuan representasi. Ketiga indikator tersebut yaitu menyajikan data atau
informasi dari suatu masalah ke representasi tabel, menyelesaikan masalah yang
melibatkan ekspresi matematis, serta menuliskan langkahlangkah penyelesaian masalah
matematika dengan kata-kata.
Siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang memahami permasalahan yang
diberikan, mampu merepresentasikan masalah yang diberikan kedalam bentuk
matematis, mampu mengkomunikasikan penyelesaian masalah serta tepat dalam
melakukan perhitungan.
Kemampuan representasi matematika MK, WN, AP dan MS yang berada pada
kategori baik didukung oleh beberapa hal. Diantaranya siswa berkemampuan tinggi (MK
dan WN) dan siswa berkemampuan sedang (AP dan MS) pada proses pembelajaran aktif
dan senang belajar kelompok atau berpasangan sedangkan siswa berkemampuan rendah
(MA dan NS) cenderung tidak aktif dan bekerja sendiri.
Representasi yang dibuat siswa melalui tahap menyelesaikan masalah,
mendukung siswa untuk membangun pemahaman materi PLSV, PtLSV dan
perbandingan. Representasi memudahkan siswa mengkomunikasikan pemahamannya
dalam diskusi. Hal ini didukung oleh Anita (2004) bahwa representasi membantu siswa
mengkonstruk pemahaman dengan penalarannya, yang kemudian mengkomunikasikan
serta mendemonstrasikan penalarannya.
Masalah yang diberikan kepada siswa adalah masalah realistik yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari. Masalah realistik tersebut relevan dengan taraf berpikir
siswa dan sesuai dengan konteks kehidupan siswa. Hal ini didukung oleh Hadi (2017)
bahwa masalah kontekstual yang diberikan harus memenuhi syarat relevansi dan
familiaritas, yaitu relevan dengan taraf berpikir siswa dan sudah dikenal siswa karena
diambil dari konteks kehidupan siswa.

15
Kemampuan representasi matematika secara keseluruhan mencapai kategori baik.
Beberapa siswa, termasuk MK, WN, AP dan MS mampu menyajikan informasi dari
suatu masalah ke representasi tabel. Hal ini dapat dilihat pada hasil tes siswa dalam
mengerjakan permasalahan perbandingan. Siswa tersebut memutuskan bahwa mereka
perlu menggunakan gambar dan tabel dalam membantu menyelesaikan soal. Keadaan ini
sesuai dengan Rosengrant, Etkina dan Van Heuvelen (2005), yang menyatakan bahwa
beberapa representasi bersifat lebih konkrit dan berfungsi sebagai acuan untuk konsep-
konsep yang lebih abstrak dan sebagai alat bantu dalam pemecahan masalah.
Pembelajaran melalui PMR dapat mendukung siswa menciptakan dan
menggunakan representasi matematika siswa pada materi PLSV, PtLSV dan
perbandingan baik dengan cara memodelkan secara matematis, merepresentasikan
permasalahan dalam bentuk tabel. Siswa dengan mudah memahami materi PLSV, PtLSV
dan perbandingan. Keadaan ini sesuai dengan Treffers (Wijaya, 2012) dalam PMR,
model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model
berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju
pengetahuan matematika tingkat formal. Hal ini juga sejalan dengan pendapat
Gravemeijer (1994) model yang dikembangkan sendiridalam memecahkan masalah
kontekstual, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri.
Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani pengetahuan informal dan
pengetahuan formal serta konkret dan abstrak.

C. Kelebihan Jurnal

1. Jurnal menyajikan gambar hasil penelitian yang menguatkan bukti penelitian pada
jurnal
2. Memiliki nomor ISSN jurnal
3. Bahasa yang digunakan sesuai dengan EYD
4. Pembahasan jurnal sangat jelas
5. Memiliki referensi yang banyak
6. Memiliki abstrak yang menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris yang
memudahkan pembaca baik dari indonesia maupun diluar indonesia

D. Kekurangan Jurnal
1. Tidak memiliki saran

16
2. Tidak memiliki kajian teori

Jurnal 4 :

A. Identitas Jurnal

 Judul : Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam


Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
 Penulis : Abdul Aziz Saefudin
 Halaman : 12 halaman (37-48)
 Tahun terbit : 2012
 Volume :4
 Nomor :1
 Jenis Jurnal : Al-Bidiiyah

B. Ringkasan Jurnal
 Pendahuluan

Kreativitas merupakan suatu hal yang kurang diperhatikan dalam pembelajaran


matematika. Selama ini guru hanya mengutamakan logika dan kemampuan komputasi
(hitung-menghitung) sehingga kreativitas dianggap bukanlah sesuatu yang penting dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas.
Pelajaran Matematika diberikan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
menggunakan matematika dalam pemecahan masalah. Pendekatan pemecahan masalah
merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup
dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan
berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika,
menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dengan demikian, pembelajaran
matematika mempunyai peran yang sangat sentral dalam mengembangkan kemampuan
berpikir siswa dalam pemecahan masalah.

17
Dalam pemecahan masalah matematika, diperlukan pemikiran dan gagasan yang
kreatif dalam membuat (merumuskan) dan menyelesaikan model matematika serta
menafsirkan solusi dari suatu masalah matematika. Pemikiran dan gagasan yang kreatif
tersebut akan muncul dan berkembang jika proses pembelajaran matematika di dalam
kelas menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat.

Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dapat Pendidikan


Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Kemampuan berpikir kreatif ini sangat
diperlukan siswa dalam memecahkan suatu permasalahan matematika.
Dalam pembelajaran matematika, selayaknya kemampuan berpikir kreatif siswa
dapat dikembangkan, terutama pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah
matematika. Guru juga perlu menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran yang
tepat dalam proses pembelajaran di kelas. Lantas, bagaimanakah pengembangan
kemampuan berpikir kreatifsiswadalam pembelajaran matematikadengan pendekatan
PMRI? Tulisan berikut mengulas tentang hal tersebut.

 Pembahasan

Berpikir dimtikan sebagai sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau
item. Jika dikaitkan dengan pemecahan masalah, berpikir merupakan sebuah proses
mental yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan seperti menghubungkan
pengertian yang satu dengan pengertian lainnya dalam sistem kognitif yang diarahkan
untuk menghasilkan solusi dalam memecahkan masalah.
Berpikir kreatif diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang
untuk membangun ide atau gagasan baru (Ruggiero dan Evans dalam Siswono). Dalam
berpikir kreatif tersebut, kedua belahan otak digunakan bersama-sama secara optimal.
Pehkonen ( 1997) menyatakan bahwa berpikir kreatif sebagai kombinasi dari berpikir
logis dan berpikir divergen yang berdasarkan pada intuisi dalam kesadaran. Oleh karena
itu, berpikir kreatif melibatkan logika dan intuisi secara bersama-sama. Secarakhusus
dapat dikatakan berpikir kreatifsebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis
dan berpikir divergen guna menghasilkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru tersebut
merupakan salah satu indikasi berpikir kreatif dalam matematika, sedangkan indikasi
yang lain berkaitan dengan berpikir logis dan berpikir divergen.
Dalam berpikir kreatif, seseorang akan melalui tahapan mensintesis ide-ide,
membangun ide-ide, merencanakan penerapan ide-ide, dan menerapkan ide-ide tersebut

18
sehingga menghasilkan sesuatu atau produk yang baru. Produk yang dimaksud adalah
kreativitas. Kreativitas merupakan suatu produk kemampuan (berpikir kreatif) untuk
menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang baru dalam menghadapi suatu masalah atau
situasi.

Secara khusus, kreativitas matematika menurut Krutetskii (dalam Siswono, 2007)


merupakan suatu penguasaan kreatifmandiri matematika dalam pembelajaran
matematika, perumusan mandiri masalah-masalah matematis yang tidak rumit,
penemuan cara-cara atau sarana dari penyelesaian masalah, penemuan bukti-bukti
teorema, pendeduksian mandiri rumus-rumus, dan penemuan metode-metode
penyelesaian masalah non-standar. Sesuai dengan pendapat tersebut, kreativitas dalam
penelitian ini ditekankan pada pemecahan masalah matematika.
Dalam meningkatkan kemampuan kreativitas dalam pemecahan masalah. Silver
mengindikasikan adanya tiga kriteria, yaitu kefasihan (fluency), fleksibilitas, dan
kebaruan (novelty).
PMRI merupakan adaptasi dari RME (Realistic Mathematics Education), maka
prinsip PMRI sama dengan prinsip RME. Meskipun begitu, dalam beberapa hal PMRI
berbeda dengan RME karena konteks, budaya, sistem sosial dan alamnya berbeda.
Gravemeijer (dalam Marpaung) merumuskan tiga prinsip RME, yaitu reinvensi
terbimbing dan matematisasi berkelanjutan, fenomenologi dikdaktis, dan dari informal
ke formal. Sementara Van den Heuvel-Panhuizen merumuskan prinsip RME sebagai
berikut.
1) Prinsip aktivitas, maksudnya matematika adalah aktivitas man usia. Siswa
harus aktifbaik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran
matematika. Siswa harus aktif secara mental mengolah dan menganalisis
informasi, serta, mengkonstruksi, pengetahuan, matematika.
2) Prinsip realitas, yaitu pembelajaran dimulai dengan masalahmasalah yang
realistik ( dapat dibayangkan) oleh siswa. Dengan demikian, siswa
menjadi tertarik dalam proses pembelajaran. Secara bertahap, siswa
dibimbing memahami masalah-masalah matematis formal.
3) Prinsip berjenjang, maksudnya ketika siswa belajar matematika tentu
melewati berbagai jenjang pemahaman.
4) Prinsip jalinan, berarti bahwa berbagai aspek atau topik dalam matematika
tidak dipandang dan dipelajari secara terpisah, tetapi terjalin satu dengan

19
lainnya sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi
tersebut.

5) Prinsip interaksi, adalah matematika dipandang sebagai aktivitas so sial.


Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan untuk mengemukakan strategi
penyelesaian masalah kepada siswa lainnya sehingga dapat ditanggapi dan
begitu juga sebaliknya bagisiswayang lain.
6) Prinsip bimbingan, yaitu siswa diberikan kesempatan untuk "menemukan
kembali (re-invent)" pengetahuan matematika terbimbing.

Sementara itu, Marpaung menjelaskan karakteristik PMRI sebagai berikut:


1) Murid aktif, guru aktif (matematika sebagai aktivitas manusia,
2) Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah
kontekstual realistik,
3) Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan
carasendiri,
4) Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan,
5) Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau besar),
6) Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai, pergi
ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data),
7) Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa dan
siswa, juga antara siswa dan guru,
8) Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur
kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (menggunakan model),
9) Guru bertindak sebagai fasilitator (tut wuri handayani). Kalau siswa
membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan dimarahi tetapi
dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan (sani dan motivasi).

Aspek-aspek dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan


PMRI adalah sebagai berikut (Dhoruri, 2010).
1) Pendahuluan.

20
a. Memulai pembelajaran dengan memberikan suatu masalah yang
real bagi siswa sesuai tingkat perkembangan kognitifnya dan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
b. b.Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi
kepada siswa.

2) Pengembangan.
a. Siswa mengembangkan model-model simbolik secara informal
pada masalah yang diajukan.
b. Pembelajaran berlangsung interaktif.
3) Penutup/ penerapan.
Melakukan refleksi setiap langkah yang ditempuh dan
memberikan tindak lanjut atau PR.

Karakteristik ini memungkinkan siswa untuk menyelesaikan masalah matematika


dengan kemampuan berpikir kreatif. Pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan
dengan beberapa strategi yang sudah dikenal dan dikemukakan oleh beberapa ahli
pendidikan matematika seperti Polya (1973) dan Pasmep (1989) sebagai berikut
(Dhoruri, 2010).
1) Menggambar diagram.
2) Bergerak dari belakang
3) Menebak secara bijak dan mengujinya
4) Menemukan pola
5) Mempertimbangkan yang ekstrim.
6) Pengorganisasian data.
7) Menggunakan kalkulator atau komputer.
8) Menggunakan alasan yang logis
9) Mencoba pada permasalahan serupa tetapi yang lebih sederhana.
10) Memperhitungkan setiap kemungkinan.
11) Mengambil sudut pandang yang berbeda

Maka dari itu pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI memungkin


siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Secara empirik, hal ini
pernah dikemukakan dalam penelitian Triyuwono yang menunjukkan bahwa cara

21
berpikir siswa yang berasal dari SD/MI yang menerapkan PMRI lebih mementingkan
proses dan cara penyelesaian soal dengan berbagai cara atau banyak variasi (berpikir
kreatif) dibandingkan dengan siswa yang berasal dari SD/MI non-PMRI pada siswa
SMP/MTs kelas VII.

 Simpulan
Pengembangan kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika
dengan pendekatan PMRI karena adanya prinsip dan karakteristik PMRI yang diterapkan
dalam pembelajaran. Prinsip penemuan kern bali suatu konsep matematika
memungkinkan siswa untuk mengalami sendiri penemuan konsep tersebut. Karakteristik
pemodelan dalam pemecahan masalah matematika juga memungkinkan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Dengan prinsip tersebut,
dimungkinkan siswa melakukan aktivitas-aktivitas kreatif dalam pemecahan masalah
matematika, terutama masalah matematika terbuka.

C. Kelebihan Jurnal

1. Memiliki Footnote, sehingga jurnal lebih jelas literaturnya.


2. Memiliki banyak referensi
3. Abstrak disajikan dengan dua bahasa sehingga memudahkan pembaca dari Indonesia
maupun di luar indonesia
4. Bahasa yang digunakan sesuai dengan EYD
5. Pembahasan jurnal lengkap dan mudah dipahami

D. Kekurangan Jurnal

1. Tidak memiliki saran


2. Tidak memiliki metode penelitian
3. Tidak memiliki nomor ISSN jurnal

22

Anda mungkin juga menyukai