Zalmira Aidina Barus - Review Jurnal PMR
Zalmira Aidina Barus - Review Jurnal PMR
DISUSUN OLEH :
NIM : 0305182093
KELAS : PMM-2
SEMESTER : VI
PENDIDIKAN MATEMATIKA
2021
Jurnal 1 :
A. Identitas Jurnal
B. Ringkasan Jurnal
PMRI muncul sebagai metode khusus untuk matematika. Tulisan ini khusus
membahas sejarah, perkembangan dan tantangan yang dihadapi dalam
mendiseminasikan PMRI di tanah air.
PMRI digagas oleh sekolompok pendidik matematika di Indonesia. Motivasi awal
ialah mencari pengganti matematika modern yang ditinggalkan awal 1990-an.
Penggantinya hendaklah yang tidak menakutkan siswa, jadi ramah dan dapat menaikkan
prestasi matematika siswa di dunia internasional.
PMRI merupakan suatu gerakan untuk mereformasi pendidikan matematika di
Indonesia. Jadi bukan hanya suatu metode pembelajaran matematika, tapi juga suatu
usaha melakukan transformasi sosial (Sembiring, 2007). Karakteristik dari pendekatan
tersebut adalah:
siswa lebih aktif berpikir,
konteks dan bahan ajar terkait langsung dengan lingkungan sekolah dan siswa,
peran guru lebih aktif dalam merancang bahan ajar dan kegiatan kelas.
Suatu transisi dari cara tradisional, pendekatan yang berorientasi pada kemampuan
teknis ke arah reformasi pendidikan matematika yang berdasarkan pemecahan masalah
merupakan inovasi yang kompleks. Ini menuntut perubahan pada sikap guru dalam
mengajar dan memperlakukan siswa. Faktor penting dalam menjamin kesuksesan
reformasi ini adalah pelatihan guru dan pendidikan guru di LPTK.
2
Ada tiga prinsip dasar dalam RME/PMRI, yaitu: penemuan kembali secara
terbimbing, fenomenologi didaktis, dan prinsip model mediasi. Ketiga dasar tadi
terinspirasi oleh pandangan Freudenthal yang menganggap ‘matematika sebagai kegiatan
manusia’.
Reformasi pendidikan matematika beralaskan dua tiang: pertama adalah
kemampuan guru menciptakan budaya kelas yang berorientasi permasalahan dan
mengajak siswa dalam pelajaran yang bersifat interaktif, dan yang kedua ialah
merancang kegiatan pelajaran yang dapat mendorong penemuan kembali matematika
bersama dengan kemampuan guru menolong proses penemuan kembali
Faktor utama yang menjadi perhatian dalam melakukan reformasi ini adalah guru
dan dosen yang harus bekerja sama. Mereka dipersiapkan melalui workshop yang
meliputi kegiatan menyiapkan bahan ajar yang kontekstual, bagaimana mengatur siswa
bekerja dalam kelompok dan memandu diskusi kelas, tidak menggurui tapi mendorong
siswa berani mengeluarkan pendapat, dsb. Dosen didorong turun ke sekolah dan
memandu pertemuan berkala antar guru. Workshop selalu mengacu pada kegiatan di
kelas. Sebelum workshop, Tim PMRI dan konsultan Belanda melakukan kunjungan ke
sekolah dan melakukan observasi di kelas. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di
kelas dirancang kegiatan workshop dan perserta diajak mencari solusinya.
Tantangan yang Dihadapi dalam Penyebarannya :
1. Menyiapkan guru, Kepala sekolah, Orang tua murid, Dinas, dsb
2. Pendidikan guru, khususnya PGSD
3. Penulisan Bahan Ajar
4. Research, khususnya Design Reseach
5. Evaluasi
6. SEAMEO
7. Pengembangan
C. Kelebihan Jurnal
3
D. Kekurangan Jurnal
1. Abstrak jurnal tidak memiliki bahasa Indonesia
2. Ada penulisan dari jurnal yang tidak memakai kaidah EYD seperti kata dsb yang
disingkat.
3. Tidak memiliki metode penelitian
4. Tidak memilik rumusan masalah maupun manfaat dan tujuan penelitian
5. Kurangnya referensi jurnal
6. Tidak memiliki nomor ISSN jurnal
Jurnal 2 :
A. Identitas Jurnal
B. Ringkasan Jurnal
Pendahuluan
4
Selama ini juga kita menyadari bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran
matematika siswa jarang sekali diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan ide-
idenya. Sehingga siswa sulit dalam memberikan penjelasan yang benar, jelas dan logis
atas jawabannya. Untuk mengurangi kejadian seperti itu menurut Pugale (2001), dalam
pembelajaran matematika siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas setiap
jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan orang lain,
sehingga apa yang dipelajari menjadi lebih bermakna bagi siswa. Rendahnya
kemampuan matematis dalam pembelajaran sangat penting untuk diperhatikan, karena
melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasi
berfikir matematikanya baik secara lisan maupun tulisannya.
Dalam meningkatkan kemampuan matematis, maka harus ada upaya yang
dilakukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran matematika, sebab banyak faktor
yang menentukan kwalitas hasil pembelajaran matematika. Salah satu faktor yang sangat
penting yang mempengaruhi tersebut adalah model penyajian materi.
Kurang disukainya matematika oleh siswa mungkin dipengaruhi oleh faktor
materi atau proses pembelajarannya (Darhim, 2004 : 4). Oleh karena itu perlu
pendekatan pembelajaran matematika yang dapat menjembatani anak-anak tahap operasi
konkrit (usia SD) dalam mempelajari matematika sebagai ilmu yang abstrak.
Pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa perlu diperhatikan dalam proses
pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika realistik memiliki karakteristik dan prinsip yang
memungkinkan siswa dapat berkembang secara optimal, adanya masalah kontekstual
yang dapat mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan nyata, dengan pembuatan
model yang dapat memudahkan siswa untuk berkontribusi dalam menyelesaikan maslah,
adanya interaktivitas baik sesama siswa maupun dengan guru yang dapat membantu
siswa yang lemah untuk memahami konsep sedangkan bagi siswa yang pandai dapat
meningkatkan kemampuan dalam memberi penjelasan, tanggapan, dll.
5
Kajian Teori
o Pendidikan Matematika Realistik (Pmr)
Pendidikan matematika realistik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran
matematika yang didasari pandangan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia.
Aktifitas manusia yang dimaksud meliputi mencari masalah, mengorganisasikan materi
yang relevan, membuat model matematika, penyelesaian masalah, mengorganisasikan
ide-ide baru dan pemahaman baru yang sesuai dengan konteks.
6
8. Pentransferan real worl problem ke dalam suatu model matematika yang
diketahui.
Sedangkan beberapa kegiatan matematisasi vertikal (Turmudi, 2001) sebagai
berikut:
1. Menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus.
2. Pembuktian keteraturan
3. Perbaikan dan penyesuaian model
4. Penggunaan model-model yang berbeda
5. Pengkombinasian dan pengintegrasian model-model
6. Perumusan suatu konsep matematika baru
7. Penggeralisasian
Menurut Gravemeijer (Haji, 2005) secara umum karakteristik pendidikan
matematika realistik mempunyai lima karakteristik yaitu (1) The use of contexts
(penggunaan konteks), (2) The use of models (penggunaan model), (3) The use of
students' own productions and constructions (penggunaan kontribusi dan hasil siswa
sendiri), (4) The interactive character of teaching process (interaktifitas dalam proses
pembelajaran), (5) The intertwinment of various learning Strands (Terintegrasi dengan
topik pembelajaran lainnya).
Selanjutnya, menurut Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip utama dalam
pembelajaran dengan pendekatan realistik. Ketiga prinsip yang dimaksud adalah
penemuan terbimbing dan bermatematika secara progresif (guided reinvention and
progressive mathematization), fenomena pembelajaran (didactical phenomenology),
pengembangan model mandiri (self-developed model).
Peran guru pada pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika
realistik sebagai fasilitator, pembimbing, atau teman belajar yang lebih berpengalaman,
yang tahu kapan memberikan bantuan (scaffolding) dan bagaimana caranya membantu
agar proses konstruksi dalam pikiran siswa dapat berlangsung (Marpaung, 2001). Dalam
hal ini tugas guru tidaklah ringan. Sebelum pembelajaran dimulai guru harus membuat
rencana dan persiapan mulai dari menentukan konsep yang akan diajarkan, mencari dan
menentukan masalah kontekstual yang sesuai dengan topik tersebut, dan merencanakan
strategi pembelajaran yang cocok (tidak monoton, kadang individual atau kelompok, dan
sebagainya). Setelah pembelajaran, guru melakukan refleksi, membuat catatancatatan
dan penilaian (informal maupun formal) terhadap siswa.
7
o Teori Belajar yang Mendukung Pendidikan Matematika Realistik
Dengan mencermati pengertian, karakteristik, dan prinsip utama dari pendidikan
matematika realistik, terdapat beberapa teori belajar yang mendasari pendekatan
pembelajaran ini, yaitu:
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benak mereka sendiri. Setiap pengetahuan
atau kemampuan hanya bisa diperoleh atau dikuasai oleh seseorang apabila
orang itu secara aktif mengkonstruksi pengetahuan atau kemampuan itu di
dalam pikirannya.
Ide-ide konstruktivis banyak berlandaskan teori Vygotsky (Ali,
2006:39), sehingga menjadi konsep mendasar dalam konstrukstivisme, seperti
scaffolding, Proses top down, Zone Of Proximal Development (ZPD), dan
pembelajaran kooperatif.
Scaffolding
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk
belajar dan untuk memecahkan masalah.Bantuan tersebut dapat berupa
petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam
langkahlangkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain
yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Proses Top Down
Pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran lebih menekankan
proses pembelajaran secara top-down dari pada bottom-up. Top-down berarti
bahwa siswa mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan
kemudian siswa memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru)
keterampilan- keterampilan dasar yang diperlukan.
Zone of Proximal Development (ZPD)
Perkembangan yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi dengan guru
atau siswa lain yang mempunyai kemampuan lebih tinggi disebut potensial
development. Zone of Proximal Development (ZPD) selanjutnya diartikan
sebagai jarak antara actual development dan potensial development.
8
Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (1995), pendekatan konstruktivisme dalam
pembelajaran kelas yang menerapkan pembelajaran kooperatif secara
ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling
mendiskusikan masalahmasalah yang mereka hadapi dengan temannya.
Teori Belajar David Ausubel
Ausubel (Ali, 2006) membedakan antara belajar menemukan dan
belajar menerima.Pada belajar menerima, bentuk akhir dari yang diajarkan itu
diberikan, sedangkan pada belajar menemukan, bentuk akhir itu harus dicari
oleh siswa.Selain itu, Ausubel membedakan belajar bermakna (meaningful
learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu
proses memperoleh informasi baru dengan menghubungkannya dengan
struktur pengertian yang sudah dimiliki seorang pembelajar.
9
pembelajaran yang memuat lima karakteristik PMR dalam proses pembelajaran.
Untuk memunculkan karakteristik PMR dalam pembelajaran, maka dibuat lembar
aktivitas siswa (LAS) yang memuat masalah kontekstual dan petunjuk aktivitas
siswa.Masalah kontekstual disusun dengan memperhatikan pengetahuan awal
siswa. Hal ini bertujuan agar melalui masalah kontekstual tersebut, siswa dapat
membuat model baik model informal maupun model formal sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki, kemudian menyelesaikan masalah tersebut. Dengan
adanya model-model yang dibuat siswa, menunjukkan adanya produksi dan
kontribusi siswa dalam pembelajaran. Dengan demikian karakteristik pertama,
kedua, dan ketiga dari PMR terpenuhi.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Memberikan masalah kontekstual
2. Menjelaskan masalah kontekstual
3. Menyelesaikan masalah kontekstual
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawabanGuru meminta siswa untuk
mendiskusikan jawaban mereka teman sebangku/teman sekelompoknya.
5. Menyimpulkan
Metode Penelitian
10
Analisis Data : Data yang dianalisis adalah skor hasil post-test siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Setelah data diperoleh dilakukan analisis data untuk
menguji hipotesis dengan menggunakan skor rata-rata siswa kelas eksperimen dan
kelass kontrol. Metode statistik yang digunakan adalah uji kesamaan dua rata-rata
dengan uji-t untuk menguji masing-masing hipotesis. Sebelum menganalisis uji-t
harus diuji dengan asumsi untuk uji-t yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
11
C. Kelebihan Jurnal
D. Kekurangan Jurnal
Jurnal 3 :
A. Identitas Jurnal
12
B. Ringkasan Jurnal
Pendahuluan
13
Metode Penelitian
Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan representasi matematis siswa
setelah diterapkan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Subjek dalam penelitian
ini adalah siswa kelas VII-2 SMP Negeri 6 Banda Aceh tahun ajaran 2016/2017 yang
terdiri dari enam orang siswa kemudian dikelompokan menjadi dua siswa yang memiliki
kemampuan rendah, dua siswa yang memiliki kemampuan sedang dan dua siswa yang
memiliki kemampuan tinggi berdasarkan tes kemampuan representasi setelah diterapkan
PMR.
Instrumen dalam penelitian ini berupa lembar tes dan wawancara. Instrumen
tersebut divalidasi oleh para pakar, yaitu dua orang ahli dalam bidang PMR yang
merupakan dosen pendidikan Matematika Unsyiah dan satu orang guru matematika
(anggota dari P4MRI) yang mengajar di SMP Negeri 1 Banda Aceh. Lembar tes
digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan representasi matematis siswa
pada materi PLSV, PtLSV, dan perbandingan setelah proses belajar melalui PMR. Data
penelitian diperoleh dari hasil tes yang berkaitan dengan kemampuan representasi
matematis siswa pada materi PLSV, PtLSV, dan perbandingan. Tujuan wawancara
adalah untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan jelas dari subjek penelitian tentang
kemampuan representasi matematis.
Pembelajaran dilakukan sebanyak lima kali pertemuan yang berlangsung dengan
menggunakan pendekatan PMR. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian
ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu reduksi data, menyajikan data, dan menarik
kesimpulan. Pada tahap reduksi, peneliti merangkum kembali data hasil tes kemampuan
representasi matematis yang kemudian diberi kode untuk memudahkan penulisan pada
pemaparan data seperti “MA, NS, AP, MS, MK, dan WN”. Data dikategorikan dan
disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif.
Pada bagian ini, akan disajikan dahulu data hasil penelitian berdasarkan hasil kerja
MA, NS, AP, MS, MK, dan WN. Selanjutnya, hasil penelitian ini akan dibahas dan
dibandingkan dengan kajian teori dan hasil penelitian sebelumnya yang relevan.
14
Temuan dan Pembahasan
Hasil analisis data setiap siswa menunjukan kemampuan representasi matematis
siswa pada setiap pertemuan dengan materi PLSV, PtLSV dan perbandingan mencapai
kategori baik karena bisa memenuhi semua dan beberapa indikator Kemampuan
representasi siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang telah memenuhi ketiga
indikator kemampuan representasi. Ketiga indikator tersebut yaitu menyajikan data atau
informasi dari suatu masalah ke representasi tabel, menyelesaikan masalah yang
melibatkan ekspresi matematis, serta menuliskan langkahlangkah penyelesaian masalah
matematika dengan kata-kata.
Siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang memahami permasalahan yang
diberikan, mampu merepresentasikan masalah yang diberikan kedalam bentuk
matematis, mampu mengkomunikasikan penyelesaian masalah serta tepat dalam
melakukan perhitungan.
Kemampuan representasi matematika MK, WN, AP dan MS yang berada pada
kategori baik didukung oleh beberapa hal. Diantaranya siswa berkemampuan tinggi (MK
dan WN) dan siswa berkemampuan sedang (AP dan MS) pada proses pembelajaran aktif
dan senang belajar kelompok atau berpasangan sedangkan siswa berkemampuan rendah
(MA dan NS) cenderung tidak aktif dan bekerja sendiri.
Representasi yang dibuat siswa melalui tahap menyelesaikan masalah,
mendukung siswa untuk membangun pemahaman materi PLSV, PtLSV dan
perbandingan. Representasi memudahkan siswa mengkomunikasikan pemahamannya
dalam diskusi. Hal ini didukung oleh Anita (2004) bahwa representasi membantu siswa
mengkonstruk pemahaman dengan penalarannya, yang kemudian mengkomunikasikan
serta mendemonstrasikan penalarannya.
Masalah yang diberikan kepada siswa adalah masalah realistik yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari. Masalah realistik tersebut relevan dengan taraf berpikir
siswa dan sesuai dengan konteks kehidupan siswa. Hal ini didukung oleh Hadi (2017)
bahwa masalah kontekstual yang diberikan harus memenuhi syarat relevansi dan
familiaritas, yaitu relevan dengan taraf berpikir siswa dan sudah dikenal siswa karena
diambil dari konteks kehidupan siswa.
15
Kemampuan representasi matematika secara keseluruhan mencapai kategori baik.
Beberapa siswa, termasuk MK, WN, AP dan MS mampu menyajikan informasi dari
suatu masalah ke representasi tabel. Hal ini dapat dilihat pada hasil tes siswa dalam
mengerjakan permasalahan perbandingan. Siswa tersebut memutuskan bahwa mereka
perlu menggunakan gambar dan tabel dalam membantu menyelesaikan soal. Keadaan ini
sesuai dengan Rosengrant, Etkina dan Van Heuvelen (2005), yang menyatakan bahwa
beberapa representasi bersifat lebih konkrit dan berfungsi sebagai acuan untuk konsep-
konsep yang lebih abstrak dan sebagai alat bantu dalam pemecahan masalah.
Pembelajaran melalui PMR dapat mendukung siswa menciptakan dan
menggunakan representasi matematika siswa pada materi PLSV, PtLSV dan
perbandingan baik dengan cara memodelkan secara matematis, merepresentasikan
permasalahan dalam bentuk tabel. Siswa dengan mudah memahami materi PLSV, PtLSV
dan perbandingan. Keadaan ini sesuai dengan Treffers (Wijaya, 2012) dalam PMR,
model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model
berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju
pengetahuan matematika tingkat formal. Hal ini juga sejalan dengan pendapat
Gravemeijer (1994) model yang dikembangkan sendiridalam memecahkan masalah
kontekstual, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri.
Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani pengetahuan informal dan
pengetahuan formal serta konkret dan abstrak.
C. Kelebihan Jurnal
1. Jurnal menyajikan gambar hasil penelitian yang menguatkan bukti penelitian pada
jurnal
2. Memiliki nomor ISSN jurnal
3. Bahasa yang digunakan sesuai dengan EYD
4. Pembahasan jurnal sangat jelas
5. Memiliki referensi yang banyak
6. Memiliki abstrak yang menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris yang
memudahkan pembaca baik dari indonesia maupun diluar indonesia
D. Kekurangan Jurnal
1. Tidak memiliki saran
16
2. Tidak memiliki kajian teori
Jurnal 4 :
A. Identitas Jurnal
B. Ringkasan Jurnal
Pendahuluan
17
Dalam pemecahan masalah matematika, diperlukan pemikiran dan gagasan yang
kreatif dalam membuat (merumuskan) dan menyelesaikan model matematika serta
menafsirkan solusi dari suatu masalah matematika. Pemikiran dan gagasan yang kreatif
tersebut akan muncul dan berkembang jika proses pembelajaran matematika di dalam
kelas menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat.
Pembahasan
Berpikir dimtikan sebagai sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau
item. Jika dikaitkan dengan pemecahan masalah, berpikir merupakan sebuah proses
mental yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan seperti menghubungkan
pengertian yang satu dengan pengertian lainnya dalam sistem kognitif yang diarahkan
untuk menghasilkan solusi dalam memecahkan masalah.
Berpikir kreatif diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang
untuk membangun ide atau gagasan baru (Ruggiero dan Evans dalam Siswono). Dalam
berpikir kreatif tersebut, kedua belahan otak digunakan bersama-sama secara optimal.
Pehkonen ( 1997) menyatakan bahwa berpikir kreatif sebagai kombinasi dari berpikir
logis dan berpikir divergen yang berdasarkan pada intuisi dalam kesadaran. Oleh karena
itu, berpikir kreatif melibatkan logika dan intuisi secara bersama-sama. Secarakhusus
dapat dikatakan berpikir kreatifsebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis
dan berpikir divergen guna menghasilkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru tersebut
merupakan salah satu indikasi berpikir kreatif dalam matematika, sedangkan indikasi
yang lain berkaitan dengan berpikir logis dan berpikir divergen.
Dalam berpikir kreatif, seseorang akan melalui tahapan mensintesis ide-ide,
membangun ide-ide, merencanakan penerapan ide-ide, dan menerapkan ide-ide tersebut
18
sehingga menghasilkan sesuatu atau produk yang baru. Produk yang dimaksud adalah
kreativitas. Kreativitas merupakan suatu produk kemampuan (berpikir kreatif) untuk
menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang baru dalam menghadapi suatu masalah atau
situasi.
19
lainnya sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi
tersebut.
20
a. Memulai pembelajaran dengan memberikan suatu masalah yang
real bagi siswa sesuai tingkat perkembangan kognitifnya dan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
b. b.Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi
kepada siswa.
2) Pengembangan.
a. Siswa mengembangkan model-model simbolik secara informal
pada masalah yang diajukan.
b. Pembelajaran berlangsung interaktif.
3) Penutup/ penerapan.
Melakukan refleksi setiap langkah yang ditempuh dan
memberikan tindak lanjut atau PR.
21
berpikir siswa yang berasal dari SD/MI yang menerapkan PMRI lebih mementingkan
proses dan cara penyelesaian soal dengan berbagai cara atau banyak variasi (berpikir
kreatif) dibandingkan dengan siswa yang berasal dari SD/MI non-PMRI pada siswa
SMP/MTs kelas VII.
Simpulan
Pengembangan kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika
dengan pendekatan PMRI karena adanya prinsip dan karakteristik PMRI yang diterapkan
dalam pembelajaran. Prinsip penemuan kern bali suatu konsep matematika
memungkinkan siswa untuk mengalami sendiri penemuan konsep tersebut. Karakteristik
pemodelan dalam pemecahan masalah matematika juga memungkinkan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Dengan prinsip tersebut,
dimungkinkan siswa melakukan aktivitas-aktivitas kreatif dalam pemecahan masalah
matematika, terutama masalah matematika terbuka.
C. Kelebihan Jurnal
D. Kekurangan Jurnal
22