Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Post partum merupakan masa sesudah melahirkan atau persalinan.


Masa beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu
ke enam setelah melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu
berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali keadaan yang normal
pada saat sebelum hamil (Marmi, 2012). Perubahan fisiologis yang terjadi
pada ibu post partum ibu mengalami perubahan sistem reproduksi dimana
ibu mengalami proses pengerutan pada uterus setelah plasenta lahir akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Perubahan adaptasi psikologis adanya rasa
ketakutan dan kekhawatiran pada ibu yang baru melahirkan. Hal ini akan
berdampak kepada ibu yang berada dalam masa nifas menjadi sensitif
(Kirana, 2015).

Masalah kesehatan fisik dan psikis pada ibu hamil, bersalin, nifas,
dan ibu menyusui juga termasuk resiko dalam kehamilan dan persalinan
yang mungkin timbul dan mempunyai efek yang bermakna terhadap kualitas
hidup ibu. Seorang ibu yang mengalami kehamilan pada saat yang sudah
diperkirakan akan mengalami proses persalinan. Proses persalinan
merupakan keadaan yang melelahkan secara fisik dan psikis sehingga masa
post partum dapat berdampak bagi kualitas hidup ibu diantaranya mengalami
robekan perineum. Robekan perineum baik secara alami maupun episiotomi,
bisa mengakibatkan gangguan fungsi otot dasar panggul, sehingga dapat
menurunkan kualitas hidup ibu setelah melahirkan. Ibu menjadi tidak
mampu mengontrol BAK dan BAB karena beberapa saraf atau bahkan otot
yang terputus. Peregangan dan robekan yang terjadi akibat dari episiotomi
atau tidak dilakukan episiotomi pada jalan lahir selama proses persalinan
dapat melemahkan otot-otot dasar panggul (Bobak, 2012).
Pada persalinan, tindakan episiotomi sering dilakukan untuk
mengendalikan robekan pada jalan lahir sehingga memudahkan
penyembuhan luka karena lebih mudah dijahit dan menyatu kembali
(Manuaba, 2011), penyembuhan luka episiotomi dapat membutuhkan waktu
berminggu-minggu, bulanan atau tahunan tergantung pada kondisi kesehatan
dan perawatan perineum itu sendiri. Pada penelitian Romi (2012)
menyebutkan bahwa luka post episiotomi jika tidak di rawat akan
menimbulkan komplikasi secara fisik maupun psikologis.

Episiotomi adalah insisi yang dibuat pada vagina dan perineum


untuk memperlebar bagian lunak jalan lahir sekaligus memperpendek jalan
lahir. Robekan perineum atau ruptur terjadi pada hampir setiap
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan terjadi
ketika kepala janin keluar. Luka-luka biasanya ringan tetapi juga terjadi luka
yang luas dan berbahaya. Jahitan perineum tadi pasti menimbulkan rasa
nyeri. Nyeri dapat terjadi pada hari pertama sampai hari ke empat post
episiotomi karena proses inflamasi dan terjadi pelepasan zat-zat kimia
seperti prostaglandin yang dapat meningkatkan transmisi nyeri (Rukiyah
dkk, 2010).

B. Rumusan Masalah
Untuk menganalisis asuhan keperawatan dengan post partum pervaginam
C. Tujuan
Pemberian asuhan keperawatan maternitas pada ibu post partum pervaginam
BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 –
8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan.
Selain itu masa nifas / purperium adalah masa partus selesai dan berakhir setelah
kira-kira 6 minggu.
Post portum / masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
2. Purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya mencapainya 6 – 8 minggu.
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil / waktu persalinan mempunyai
komplikasi.

B. Etiologi
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia internal maupun eksterna akan berangsur-
angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat
genital ini dalam keseluruhannya disebut involusi.
Setelah bayi lahir, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan
retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang
bermuara pada bekas implantasi plasenta. Otot rahim terdiri dari tiga lapis otot
membentuk anyaman sehingga pembuluh darah dapat tertutup sempurna, dengan
demikian terhindari dari perdarahan post partum.

C. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna
maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaaan sebelum
hamil. Perubahan-perubahan alat genetalia ini dalam keseluruhan disebut
“involusi”. Di samping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni
memokonsetrasi dan timbilnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh
laktogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadapkelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah
yang ada antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks ialah segera post
partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh
korpus uteri terbentul semacam cincin. Perubahan-perubahan yang terdapat pada
endometrium ialah timbulnya trombosis, degerasi dan nekrosis ditempat
implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5
mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang
memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta
fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan setelah janin lahir berangsur-
angsur kembali seperti sedia kala.
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distorsia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan, yaitu Sectio Caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan ansietas pada pasien. Selain itu, dalam
proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan
saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut).
Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.

D. Fisiologi Post Partum


1) Perubahan Fisik pada Post Partum
Pada masa nifas dapat dijumpai tiga kejadian penting, yaitu: involusi
uterus, lochea, dan laktasi.
a. Involusi Uterus
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami
kontraksi dan retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup
pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. Otot
rahim terdiri dari 3 lapis otot yang membentuk anyaman sehingga
pembuluh darah dapat tertutup sempurna, dengan demikian terhindari dari
perdarahan post partum. Pada involusi uteri, jaringan ikat dan jaringan
otot mengalami proses proteolitik, berangsur-angsur akan mengecil
sehingga  pada akhir kala nifas besarnya seperti semula dengan berat 30
gram. Proses proteolitik adalah pemecahan protein yang akan dikeluarkan
melalui urine. Dengan penimbunan air saat hamil akan terjadi pengeluaran
urine setelah persalinan, sehingga hasil pemecahan protein dapat
dikeluarkan.
PROSES INVOLUSI UTERI
Involusi Tinggi Fundus Berat uterus
1 2 3
Plasenta lahir Sepusat 1000 gram
7 hari (1 Minggu) Pertengahan pusat simfisis 500 gram
14 hari (2 Minggu) Tak teraba 350 gram
42 hari (6 Minggu) Sebesar hamil 2 minggu 50 gram
56 hari (8 Minggu) Normal 20 gram

b. Lochea
Lochea adalah cairan sisa lapisan endometrium dan sisa dari tempat
implantasi plasenta (Manuaba, 1998).
Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna
sebagai berikut:
1. Lochea rubra (kruenta): 1 sampai 3 hari, berwarna merah dan hitam,
terdiri dari sel desidua, vernik kaseosa, rambut Lanugo, sisa
mekonium, sisa darah.
2. Lochea sanguinolenta: 3 sampai 7 hari, berwarna putih bercampur
darah.
3. Lochea serosa: 7 sampai 14 hari, berwarna kekuningan.
4. Lochea alba: Setelah hari ke-14, berwarna putih.
5. Lochea purulenta: Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk.
c. Laktasi
Perubahan-perubahan pada kelenjar mamae sudah terjadi sejak dari
kehamilan yaitu proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli dan
jaringan lemak bertambah keluaran cairan susu jolong dari duktus
laktiferus disebut colostrums berwarna kuning putih susu,
hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena
berdilatasi sehingga tampak jelas. Setelah persalinan pengaruh sekresi
estrogen dan progesterone hilang, maka timbul pengaruh hormone
laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Pengaruh
oksitosin menyebabkan mioefitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air
susu keluar. Pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir
disebut kolostrum warna kekuningan dan agak kental. Kolostrum kaya
akan protein immunoglobulin yang mengandung antibodi sehingga
menambah kekebalan anak terhadap penyakit dan laktoferin, ASI masa
transisi dihasilkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh, dan ASI
matur dihasilkan mulai hari kesepuluh.

2) Perubahan Psikososial pada Post Partum


a) Periode Taking In
Pada masa ini ibu pasif dan tergantung, energi difokuskan pada
perubahan tubuh, ibu sering mengulang kembali pengalaman persalinan.
Nutrisi tambahan mungkin diperlukan karena selera makan ibu
meningkat. Periode ini berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan.
b) Periode Taking Hold
Pada masa ini ibu menaruh perhatiannya pada kemampuannya
untuk menjadi orang tua yang berhasil dan menerima peningkatan
tanggung jawab terhadap bayinya, ibu berusaha untuk terampil dalam
perawatan bayi baru lahir. Periode ini berlangsung 2-4 hari setelah
melahirkan.
c) Periode Letting Go
Umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah, ibu menerima
tanggung jawab untuk merawat bayi baru  lahir, ibu harus beradaptasi
terhadap otonomi, kemandirian dan interaksi sosial.

E. Tanda- Tanda Bahaya Post Partum


1. Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak
2. Pengeluaran vagina yang baunya menusuk
3. Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung
4. Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan
5. Pembengkakan di wajah/tangan
6. Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
7. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama
9. Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
10. Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri
11. Merasa sangat letih/nafas terengah-engah

F. Perawatan Post Partum


Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan
adanya kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada laserasi
jalan lahir atau luka episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka
dengan baik. Penolong harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam post
partum, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.
Delapan jam post partum harus tidur telentang untuk mencegah perdarahan
post partum. Sesudah 8 jam, pasien boleh miring ke kanan atau ke kiri untuk
mencegah trombhosis. Ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam satu kamar.
Pada hari seterusnya dapat duduk dan berjalan. Diet yang diberikan harus
cukup kalori, protein, cairan serta banyak buah-buahan. Miksi atau berkemih
harus secepatnya dapat dilakukan sendiri, bila pasien belum dapat berkemih
sendiri sebaiknya dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari post
partum. Bila ada obstipasi dan timbul komprestase hingga vekal tertimbun di
rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini terjadi dapat dilakukan
klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh adanya mules, dapat
diberi analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae harus
sudah dirawat selama kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap bersih
dan lemas, setelah bersih barulah bayi disusui.

G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Memberikan informasi tentang jumlah dari sel-sel darah merah (RBC),
sel-sel darah putih (WBC), nilai hematokrit (Ht) dan haemoglobin (Hb).
2. Pemeriksaan Pap Smear
Mencari kemungkinan kelainan sitologi sel serviks atau sel endometrium.
3. Pemeriksaan Urine: Urine lengkap (UL)
Pemeriksaan ini mencari kemungkinan terdapatnya bakteri dalam urine
seperti streptokokus.
H. Penatalaksanaan medis
1. Tes Diagnostik
a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
b. Urinalisis: Kadar Urin
2. Terapi
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia\
b. Memberikan antibiotik bila ada indikasi

I. Konsep Pengkajian Post Partum


1. Pengkajian
a) Data Umum Klien meliputi: nama klien, usia, agama, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir, nama suami, umur
suami, agama, pekerjaan suami, pendidikan terakhir suami, dan
alamat
b) Anamnesa meliputi: keluhan utama, keluhan saat pengkajian, riwayat
penyakit sekarang, riwayat menstruasi (menarchea, siklus, jumlah,
lamanya, keteraturan, dan apakah mengalami dismenorhea), riwayat
perkawinan, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, riwayat
kehamilan sekarang (ANC).
c) Riwayat persalinan sekarang meliputi:
1. Jenis persalinan apakah spontan atau operasi SC
2. Tanggal/jam persalinan
3. Jenis kelamin bayi
4. Jumlah perdarahan
5. Penyulit dalam persalinan baik dari ibu maupun bayi
6. Keadaan air ketuban meliputi warna dan jumlah
d) Riwayat genekologi kesehatan masa lalu apakah ibu pernah
mengalami operasi atau tidak
e) Riwayat KB baik jenis maupun lama penggunaan
f) Riwayat kesehatan keluarga apakah ada penyakit menurun atau
menular dari keluarga
g) Pola aktivitas sehari-hari meliputi Eliminasi, nutrisi, istirahat.
Kebersihan
h) Riwayat psikososial
Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3
periode yaitu sebagai berikut:
1. Periode Taking In
a. Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan
b. Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu
menjaga komunikasi yang baik.
c. Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain,
mengharapkan segala sesuatru kebutuhan dapat dipenuhi
orang lain.
d. Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan
tubuhnya
e. Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika
melahirkan secara berulang-ulang
f. Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur
dengan tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti
sediakala. 
g. Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan
nutrisi, dan kurangnya nafsu makan menandakan
ketidaknormalan proses pemulihan.
2. Periode Taking Hold
a. Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan
b. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya
dalam merawat bayi
c. Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung.
Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari
orang-orang terdekat
d. Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya.
Dengan begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya
e. Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan
fungsi tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang air
besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti duduk
atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi diri dan
bayinya
3. Periode Letting Go
a. Berlangsung 10 hari setelah melahirkan. 
b. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah
c. Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya
d. Keinginan untuk merawat bayi meningkat
e. Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan
dengan bayinya, keadaan ini disebut baby blues
i) Pemeriksaan Fisik meliputi:
1. Status Obstetri
2. TTV: nadi, suhu, tekanan darah, dan pernapasan
3. Pemeriksaan mata: konjungtiva, sclera pucat atau tidak.
4. Pemeriksaan mulut: mukosa bibir kering atau tidak.
5. Pemeriksaan thorax: retraksi otot dada, bunyi nafas, bunyi
jantung.
6. Pemeriksaan abdomen: luka jaritan operasi, keadaan luka, bising
usus.
7. Pemeriksaan ekstremitas: pergerakan, edema, sianosis, terpasang
infus IVFD atau tidak, akral dingin.
8. Pemeriksaan genetalia: pengeluaran lochea, kebersihan.
9. Obat-obatan yang dikonsumsi
10. Pemeriksaan penunjang seperti darah lengakap: WBC, HCT,
HGB.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jahitan luka episiotomi
b) Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau kerusakan
kulit.
c) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang perawatan post partum.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic
1. Nyeri akut b/d trauma NOC : Pain Management
jahitan luka episiotomi.
 Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
 Pain control, komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
 Comfort level durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Kriteria Hasil : presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu menggunakan tehnik 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mengetahui pengalaman nyeri pasien
mencari bantuan). 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
menggunakan manajemen nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) masa lampau
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
berkurang menemukan dukungan
5. Tanda vital dalam rentang normal 8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration

1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan


derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
9.

2. Resiko infeksi b/d trauma NOC : NIC :


jaringan atau kerusakan  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
kulit.  Knowledge : Infection control
 Risk control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
Kriteria Hasil : lain
2. Pertahankan teknik isolasi
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
2. Mendeskripsikan proses penularan 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
penyakit, factor yang mempengaruhi mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
penularan serta penatalaksanaannya berkunjung meninggalkan pasien
3. Menunjukkan kemampuan untuk 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
mencegah timbulnya infeksi tangan
4. Jumlah leukosit dalam batas normal 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap


infeksi)

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik


dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kulit pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

3. Kurang pengetahuan b/d NOC : NIC :


kurangnya informasi  Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
tentang perawatan post  Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
Kriteria Hasil : pengetahuan pasien tentang proses penyakit
partum. yang spesifik
1. Pasien dan keluarga menyatakan 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, bagaimana hal ini berhubungan dengan
prognosis dan program pengobatan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
2. Pasien dan keluarga mampu 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
melaksanakan prosedur yang dijelaskan muncul pada penyakit, dengan cara yang
secara benar tepat
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim yang tepat
kesehatan lainnya 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna
cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari jaminan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion dengan
cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Alden K.R, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Dialihbahasakan oleh Maria
A. Jakarta: EGC.
Dewi V.N, 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta. EGC
Hutahean, Serri. 2009. Asuhan Keperawatan dalam Maternitas dan Ginekologi.
Jakarta. TIM
Mitayani, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan nanda Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta.
MediAction
http://anysimplethings.blogspot.co.id/2015/04/laporan-pendahuluan-post-partum-
a.html diakses pada 05-04-2017
https://gexmirah27.wordpress.com/2013/10/08/laporan-pendahuluan-post-partum/
diakses pada 05-04-2017
https://www.scribd.com/doc/135028734/LAPORAN-PENDAHULUAN-POST-
PARTUM-NORMAL-2-docx diakses pada 05-04-2017

Anda mungkin juga menyukai