Disusun oleh :
Kelas C
SEMARANG
2021
DAFTAR ISI
2
3.5.1 Pembuatan Ekstrak .................................................................................................................. 40
3.5.2 Skrinning Fitokimia ................................................................................................................... 40
3.5.3 Ekstraksi Cair-Cair..................................................................................................................... 40
3.5.4 KLT Hasil Fraksinasi .................................................................................................................. 41
3.5.5 Penetapakan Kadar Kafein dari Fraksi Kloroform Daun Teh Hitam dengan KCKT .................... 41
3.5.6 Validasi Metode Analisis .......................................................................................................... 41
3.6 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................................................. 42
3.7 Analisis Data, Cara Penafsiran dan Penyimpulan Hasil Penelitian ................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................... 44
3
INTISARI
Teh merupakan salah satu minuman popular yang dikonsumsi oleh masyarakat diseluruh
dunia. Teh berasal dari tanaman Camellia sinensis, yang dikonsumsi dalam bentuk teh hijau, teh
hitam, atau teh oolong (Chacko et al., 2010). Selain manfaat teh, terdapat pula zat dalam teh
yang berakibat kurang baik untuk tubuh. Zat tersebut adalah kafein. Meskipun kafein aman
dikonsumsi, zat tersebut dapat menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki jika dikonsumsi
secara berlebihan seperti insomnia, gelisah, delirium, takikardia, ekstrasistole, pernapasan
meningkat, tremor otot dan diuresis (Misra, 2008). Konsumsi kafein sebaiknya tidak melebihi
300 mg sehari. Para ahli menyarankan 200 – 300 mg konsumsi kafein dalam sehari merupakan
jumlah yang cukup untuk orang dewasa. Pemeliharaan dan perawatan teh dilakukan dengan
proses pemangkasan dan pemetikan. Pemangkasan dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
mempercepat pertumbuhan tunas baru dan daun muda. Pertumbuhan tunas akibat pemangkasan
didukung oleh zat pati dan hormone sitokinin yang berfungsi untuk pemulihan tanaman akibat
pangkasan dan mendiferensiasi berkas pengangkut aliran nutrisi ke tunas lateral (Anjarsari et al,
2019).
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah penetapan kadar kafein dalam daun
teh hitam (Camellia sinensis) yang dilakukan dengan metode spektrofotometri-uv memberikan
akurasi dan presisi yang baik Dan mengetahui kadar kafein dalam daun teh hitam (Camellia
sinensis) dengan metode spektrofotometri-uv
Dalam penelitian ini dilakukan penetapan kadar kafein dalam fraksi kloroform daun teh
hitam (Camellia sinensis) dengan metode KCKT, kemudian dilakukan ekstraksi dari serbuk daun
teh hitam (Camellia sinensis) menggunakan ekstraksi digesti dan ekstraksi cair-cair, yang akan
dilanjutkan dengan analisis kualitatif menggunakan KLT. Selanjutnya dilakukan validitas
metode yang meliputi parameter uji linieritas, akurasi dan presisi.
Kata Kunci : Daun teh hitam (Camellia sinensis), kafein, digesti, fraksinasi, KLT, metode
KCKT, validasi metode
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Teh merupakan salah satu minuman popular yang dikonsumsi oleh masyarakat diseluruh
dunia. Teh berasal dari tanaman Camellia sinensis, yang dikonsumsi dalam bentuk teh hijau, teh
hitam, atau teh oolong (Chacko et al., 2010). Jumlah total teh yang diproduksi dan dikonsumsi
diseluruh dunia sebanyak 78% merupakan teh hitam, sebanyak 20% merupakan teh hijau dan
kurang dari 2% merupakan teh oolong. Negara yang mengkonsumsi teh hitam pada umunya
negara yang berada di belahan bumi bagian barat dan beberapa negara asia, sedangkan teh hijau
umumnya dikonsumsi oleh negara Cina, Jepang, India, dan beberapa negara yang ada di Afrika
Utara serta negara Timur Tengah (Cathurvedula et al., 2011). Di dalam negeri, teh dikonsumsi
dalam bentuk minuman. Berbagai produk teh yang telah dikembangkan secara luas adalah teh
celup. Sediaan teh jenis ini digemari oleh masyarakat karena praktis dalam penyiapannya
(Martono, 2012).
Teh merupakan salah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia yang
dibuat dari tanaman Camellia sinensis (Saud dan Al-Oud, et al., 2003). Teh hijau dan teh hitam
adalah dua jenis teh yang paling terkenal di seluruh dunia. Teh hijau dibuat dengan cara
pengeringan atau tanpa fermentasi sedangkan teh hitam diperoleh setelah fermentasi.
Diperkirakan 18 – 20 milyar cangkir teh dihabiskan setiap hari di seluruh dunia (Fernandez
Caceres et al, 2001; Kirk – Othmer, 1995). Hal ini dapat menjadi peluang dari segi ekonomi dan
sosial. Teh memiliki manfaat diantaranya dalam pencegahan dan pengobatan penyakit karena
bersifat antibakteri dan antioksidan (Fernandez – Caceres et al., 2001).
Selain manfaat teh, terdapat pula zat dalam teh yang berakibat kurang baik untuk tubuh.
Zat tersebut adalah kafein. Meskipun kafein aman dikonsumsi, zat tersebut dapat menimbulkan
reaksi yang tidak dikehendaki jika dikonsumsi secara berlebihan seperti insomnia, gelisah,
delirium, takikardia, ekstrasistole, pernapasan meningkat, tremor otot dan diuresis (Misra, 2008).
Konsumsi kafein sebaiknya tidak melebihi 300 mg sehari. Para ahli menyarankan 200 –
300 mg konsumsi kafein dalam sehari merupakan jumlah yang cukup untuk orang dewasa.
5
Tetapi, mengkonsumsi kafein sebanyak 100 mg setiap hari dapat menyebabkan seseorang
tergantung pada kafein (Hardiansyah, 2008).
Jumlah kandungan kafein dalam teh sangat tergantung dari jenis, proses pengolahan dan
cara menyeduhnya. Semakin lama teh diseduh akan membuat kadar kafeinnya semakin tinggi.
Masing-masing jenis teh memiliki waktu yang berbeda saat diseduh. Untuk mendapatkan khasiat
teh, sebaiknya teh diseduh tidak lebih dari tiga menit sebelum diminum. Kebiasaan masyarakat
dalam menyeduh teh dengan merendam ampas teh dalam teko atau cangkir dalam waktu yang
cukup lama. Bahkan beberapa orang diantaranya ada yang memiliki kebiasaan merendam teh
semalaman untuk diminum keesokan harinya. Sebaiknya waktu yang digunakan dalam
menyeduh teh tidak terlalu lama, karena dapat membuat senyawa yang bermanfaat di dalam teh
mati. Namun, belum diketahui secara pasti waktu optimum yang diperlukan saat merendam teh
(Gitahafas, 2012).
Menurut Kumalaningsih, 2009 semakin lama teh direndam maka kafein dalam teh akan
semakin terekstrak dan terjadi oksidasi. Untuk mendapatkan teh yang lebih pekat dilakukan
dengan menambahkan daun teh, bukan dengan memperpanjang waktu penyeduhan. Ketika
proses penyeduhan teh maka terjadi proses ekstraksi yaitu kegiatan penarikan kandungan kimia
yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000).
Kafein dalam teh merupakan salah satu kandungan kimia yang terdapat dalam daun teh hitam
dan termasuk dalam senyawa aktif golongan alkaloid sehingga proses ekstraksi akan
mempermudah kafein terekstrak dari daun teh ke dalam pelarut yang digunakan yaitu air.
Salah satu tanaman yang memiliki rasa khas yaitu teh. Rasa teh dapat mempengaruhi
kualitas teh, dikarenakan banyak sedikitnya kandungan senyawa aktif didalamnya seperti fenil
(Musdalifah, 2016). Selain itu teh dapat dimanfaatkan makhluk hidup melalui proses pengolahan
yaitu jika tidak melalui proses fermentasi menghasilkan teh putih dan teh hijau, jika melalui
proses fermentasi penuh menghasilkan the hitam dan jika melalui proses semi fermentasi dengan
bahan baku khusus menghasilkan the oolang (Isnanu et al., 2017).
Pemeliharaan dan perawatan teh dilakukan dengan proses pemangkasan dan pemetikan.
Pemangkasan dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mempercepat pertumbuhan tunas baru
dan daun muda. Pertumbuhan tunas akibat pemangkasan didukung oleh zat pati dan hormone
sitokinin yang berfungsi untuk pemulihan tanaman akibat pangkasan dan mendiferensiasi berkas
pengangkut aliran nutrisi ke tunas lateral (Anjarsari et al, 2019).
6
Minuman teh telah dikenal lama. Sejak dahulu orang menyukai minuman ini karena efek
yang ditimbulkan dapat menyegarkan badan. Hal ini disebabkan salah satu kandungan teh, yaitu
kafein. Kafein terdapat secara alami dalam tanaman teh dalam bentuk garam alkaloid, dan
menurut Sunaryo (1995) kafein dapat memberikan efek sebagai simulant.
Pada beberapa literatur menunjukkan bahwa teh yang terlalu lama diseduh akan
menyebabkan semakin banyak kafein yang keluar dari serbuk teh dan kemudian berpindah ke
cangkir. Kadar kafein akan semakin tinggi apabila waktu ekstraksi juga semakin lama. Sehingga
dalam penelitian digunakan dua variasi yaitu suhu dan waktu ekstraksi.
Yang, Sun Hwang, dan Tien Lin pada tahun 2006 telah meneliti tentang pengaruh metode
penyeduhan yang berbeda dan penyimpanan kafein, katekin, dan asam galat pada larutan infusi
teh. Penelitian tersebut menggunakan dua metode perendaman teh yang berbeda yaitu metode
perendaman teh dalam air panas dan perendaman teh dalam air dingin. Pada metode perendaman
teh dengan air panas suhu yang digunakan adalah 70°C, 85°C, dan 100°C sedangkan metode
perendaman teh dalam air dingin dilakukan pada suhu 4°C dan 25°C.
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah kromatografi yang dapat digunakan
untuk memisahkan senyawa campuran dan dapat digunakan pada senyawa biokimia maupun
menganalisis senyawa kimia untuk identifikasi, kuantifikasi, dan purifikasi senyawa individu
yang didapat dari senyawa campuran yang dianalisis tersebut (Zhang, 2012). KCKT memiliki
keuntungan dibandingkan Gas Chromatography (GC) adalah dimana penggunaan KCKT tidak
harus untuk analit yang bersifat mudah menguap, sehingga makromolekul juga dapat dianalisis
oleh KCKT (Sundaram et al., 2009).
KCKT digunakan untuk menganalisis senyawa yang terdapat dalam larutan. Larutan
sampel kontak dengan fase diam dan senyawa- senyawa didalam larutan sampel memiliki
ketertarikan berbeda akan menyebabkan terjadi pemisahan senyawa senyawa tersebut (Kupiec,
2004).
7
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah penetapan kadar kafein dalam fraksi kloroform daun teh hitam (Camellia
sinensis) yang dilakukan dengan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
memberikan akurasi dan presisi yang baik?
2. Berapakah kadar kafein dalam fraksi kloroform daun teh hitam (Camellia sinensis) yang
ditetapkan dengan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)?
1. Ekstraksi serbuk daun teh hitam (Camellia sinensis) menggunakan metode digesti dan
ekstraksi cair-cair
2. Penetapan kadar kafein dengan menggunakan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi)
3. Validitas metode yang dianalisis meliputi parameter uji linieritas, akurasi dan presisi
1. Mengetahui apakah penetapan kadar kafein dalam fraksi kloroform daun teh hitam
(Camellia sinensis) yang dilakukan dengan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi) memberikan akurasi dan presisi yang baik
2. Mengetahui kadar kafein dalam fraksi kloroform daun teh hitam (Camellia sinensis)
dengan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu pengetahuan mengenai
penetapan kadar kafein dalam fraksi kloroform daun teh hitam (Camellia sinensis)
dengan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi analisis kuantitatif kadar kafein
dengan metode yang lebih praktis.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan kajian pengetahuan atau
keilmuan. Agar dapat mengembangkan penelitian tentang teh yang lebih baik lagi,
sehingga dapat memberikan berbagai informasi ilmiah.
8
BAB 2
9
tanaman teh. Awalnya teh hanya digunakan oleh masyarakat China sebagai obat yang mujarab
karena daunnya yang mengandung senyawa yang sangat bermanfaat bagi tubuh. (Susiana
Prasetyo, dkk., 2011)
Tanaman teh merupakan salah satu tanaman berdaun hijau yang dapat tumbuh dengan
tinggi sekitar 6-9 meter. Varietas tanaman teh yang banyak dikenal yaitu varietas Assamica dan
varietas Sinensis. Varietas Assamica memiliki daun yang agak besar dengan ujung runcing
sedangkan varietas Sinensis memiliki daun yang lebih kecil dengan ujung tumpul. Daun teh
merupakan daun tunggal yang bertangkai pendek dan letaknya berseling. Bentuk tepi daun teh
bergerigi halus, pertulangan menyirip dengan panjang daun 6-18 cm dan lebar 2-6 cm.
diperkebuna, tanaman teh dipertahankan hingga ketinggian 1 meter. Hal itu dilakukan untuk
mempermudah pemetikan daun agar tunas-tunas daun diperoleh cukup banyak. (Novianti Syah
Fitri, 2008).
10
185,194002 mg/gram sampel. Selain itu, kandungan metabolit sekundernya yang diperoleh dapat
berbeda. Hal ini disebabkan karena varietas dalam taksonomi teh juga berbeda. (Anif Nur
Artanti, dkk,2016)
Taksonomi teh dapat dilihat dan diketahui berdasarkan jenis atau varietas dari berbagai
jenis teh yaitu sebagai berikut:
Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah yang memiliki curah hujan yang cukup
tinggi yaitu 2000-2500 mm dan merata sepanjang tahun dengan ketinggian sekitar 250-1.200
M di atas permukaan laut. Hal itu disebabkan karena ketinggian daratan dapat mempengaruhi
suhu udara dimana semakin tinggi suatu tempat di atas permukaan laut maka semakin rendah
udara dan intensitas matahari semakin berkurang. Selain itu tanaman teh dapat tumbuh pada
suhu sekitar 13oC-25oC dengan kelembapan relatif tidak kurang dari 70%. (Anif Nur Artanti,
dkk,2016).
Terdapat dua varietas teh yang utama, varietas assamica berasal dari Assam sebagai
daerah penghasil teh terbesar di India bagian utara yang mempunyai bentuk daun besar dan
11
ujung meruncing. Varietas assamica dapat tumbuh dengan baik di daerah iklim tropis dan
lembab seperti di Indonesia. Adapun varietas berdaun kecil dan berujung tumpul tergolong
sebagai varietas sinensis yang hidup di daerah pegunungan sejuk di Cina, Tibet (Soraya,
2007). Di Indonesia paling banyak ditanam varietas assamica karena sesuai dengan kondisi
untuk pertumbuhannya, walaupun beberapa perkebunan juga menanam varietas sinensis yang
telah disilang agar bisa tumbuh di iklim tropis (Somantri dan Tanti, 2013).
a b
Gambar 2.2 Tanaman Teh (Camellia sinensis) a. daun, bunga b.buah (Somantri R. dan K.
Tanti, 2013)
12
Buah dari tanaman teh biasanya bersel tiga, berdinding tebal, dan berkilau saat
muda, kemudian semakin dewasa menjadi kusam dan sedikit kasar (Chen, Apostolides, &
Chen, 2012) (Gambar 2.3b). Haryono & Dina (2013) menyatakan bahwa buah teh berwarna
hijau saat masih muda dan berwarna kecoklatan saat tua, berbentuk oval, dan permukaannya
memiliki serabut-serabut atau bulu-bulu halus dalam buah teh terdapat biji yang berwarna
hitam. Dalam satu buah bisa menghasilkan 1-3 biji teh. Biji teh berwarna coklat, bercangkang
tipis, berdiameter 1-2 cm, dan berbentuk bulat (Chen, Apostolides, & Chen, 2012).
13
Gambar 2.3 Teh Hitam
2. Teh hijau merupakan hasil pengolahan teh tampa melalui teknik fermentasi, sekedar
melalui proses pengeringan daun setelah dipetik. Tahapan pengolahannya dimulai dari
pelayuan, penggulungan, pengeringan sortasi dan grading serta pengemasan. Metode
paling umum digunakan adalah metode penguapan sebelum dikeringkan. (Sandiantoro,
2012)
Salah satu jenis teh yang populer dikenal di Indonesia yaitu teh hijau dan jika
dibandingkan dengan jenis teh lain, teh hijau merupakan jenis teh yang memiliki potensi yang
khasiat untuk kesehatan yang paling baik. Hal ini dikarenakan teh hijau mengandung senyawa
katekin yang dapat dipertahankan secara lebih utuh. Zat yang merupakan komponen bioaktif
itu dapat dipertahankan dengan cara menginaktivasi enzim polifenol oksidasi baik melalui
proses pelayuan maupun pemanasan. (Ajisaka, 2012)
Proses pengolahan teh hijau terdiri dari 3 tahap yaitu sebagai berikut : (Ajisaka, 2012)
a) Pelayuan
14
Tingkat layu yang baik di tandai dengan daun layu berwarna hijau cerah, lemas, lembut dan
mengeluarkan bau yang khas.
b) Penggulungan
c) Pengeringan
Proses pengeringan daun teh dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda
diantarnya dapat dilakukan di bawah sinar matahari langsung atau biasa disebut sun dried.
Selain itu dapat pula dilakukan dengan menggunakan metode Basket-fired yaitu proses
pengeringan teh yang dilakukan dengan meletakkan daun teh pada wadah pipih dan lebar
yang terbuat dari daun bambu kemudian diletakkan di atas arang panas. Metode ini
dilakukan untuk menjaga agar oksidasi enzimatis terhadap katekin dapat dicegah. (Mei Ambar
Sari, 2015)
Teh hijau di Indonesia merupakan produk yang unik karena diolah dari pucuk teh
camellia sinensis L. teh hijau memiliki kandungan senyawa polifenol termasuk di dalamnya
flavonoid terutama flavanols dan flavonols yang setara dengan 30% berat kering daun teh.
(Triva Murtina Lubis, dkk., 2016)
3. Teh oolong merupakan daun teh yang telah dilayukan kemudian dipanaskan dengan
panas api atau udara, difermentasi terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam mesin
penggiling, setelah itu dilakukan proses penggulungan yang berfungsi untuk
menghentikan proses fermentasi. (Sandiantoro, 2012)
15
4. Teh putih merupakan selaput lapisan berwarna putih lempengan putih yang terbuat dari
kuncup teh atau daun teh yang belum mekar. Jenis teh ini merupakan jenis teh yang
langkah sekaligus paling mahal di dunia. Teh putih terbaik dibuat dari tunas dan dua daun
teh termuda. Teh ini dihasilkan dari pucuk daun teh yang tidak mengalami proses
oksidasi dan sebelum dipetik teh ini dilindungi dari sinar matahari untuk mencegah
pembentukan klorofil. Proses produksinya dilakukan secara tradisional hanya meliputi
pelayuan dan pengeringan segera setelah proses pemetikan dilakukan. Hal tersebut
merupakan salah satu faktor penentu terhadap kualitas kandungan senyawa antioksidan
dalam teh.
16
pucuk peko dan dua daun muda di bawahnya. P+3 memiliki arti pucuk peko dan tiga daun muda
di bawahnya. B+1 memiliki arti memetik pucuk burung dan satu daun muda dibawahnya. B+2
memiliki arti pucuk burung dan dua daun muda di bawahnya. (Murdijati Gardjito dan Dimas
Rahadian A.M, 2011).
17
efek antiobesitas pada manusia (Putri, Setyawati, & Sumarsih, 2019).
Bila dibandingkan dengan jenis minuman lain, teh ternyata lebih banyak manfaatnya.
Manfaat yang dihasilkan dari minuman teh adalah memberikan rasa segar, dapat memulihkan
kesehatan badan dan terbukti tidak menimbulkan dampak negatif. Khasiat yang dimiliki oleh
minuman teh berasal dari kandungan zat bioaktif yang terdapat dalam daun teh. (Dian Sundari,
dkk, 2009)
Terdapat banyak manfaat teh bagi kesehatan tubuh yang secara tidak langsung akan sangat
berpengaruh. Berikut disebutkan beberapa manfaat teh : (Dian Sundari, dkk, 2009)
1. Teh memiliki kemampuan untuk menghambat pembentukan kanker.
2. Teh mampu mencegah penyakit jantung dan stroke.
3. Teh hijau mampu mencegah serangan influenza.
4. Dapat memperkuat gigi, melawan bakteri dalam mulut, serta mencegah osteoforosis.
5. Pada saluran pencernaan, teh membantu melawan keracunan makanan.
6. Teh dapat menurunkan kadar kolesterol, glukosa darah dan mengurangi kerusakan hati.
Masyarakat yang belum dapat menjangkau pelayanan kesehatan formal menggunakan
teh yang sudah dikemas untuk mengatasi diare dan meningkatkan daya tahan tubuh (Aszar,
2014). Secara tradisional masyarakat Tiongkok dan India telah menggunakan green tea sebagai
stimulan, diuretik, dan astringen sejak berabad-abad yang lalu. Jenis teh tersebut juga telah lama
digunakan untuk menghentikan keluarnya darah dari daerah yang luka, memperbaiki kesehatan
jantung, mengatasi flatulent (perut terasa kembung), meregulasi glukosa darah, kesehatan organ
pencernaan, dan bahkan dapat memperbaiki perkembangan mental (Winarno dan Kristiono,
2016).
Setianingtyas dkk (2018) memaparkan bahwa teh hitam mampu menurunkan akumulasi
plak pada anak yang dibuktikan dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara berkumur
dengan menggunakan fluor maupun dengan teh hitam. Hal tersebut menjadikan teh hitam
sebagai bahan alami yang mampu mencegah karies gigi. Menurut penelitian Sudaryat dkk (2015)
teh hitam juga berfungsi sebagai antioksidan dengan nilai IC 50 sebesar 97,00 µg/ml yang
tergolong antioksidan sedang.
Ekstrak etanol teh oolong dengan konsentrasi 100 ppm mampu menurunkan kadar
glukosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 72,27% karena pada ekstrak seluruh mineral ikut terlarut
sehingga glukosa dapat turun secara optimal (Suprijono dkk., 2018). Penelitian yang dilakukan
18
oleh Holidah dkk (2018) juga menunjukkan bahwa dua jenis teh yang lain yaitu teh hitam dan
teh hijau dengan menggunakan metode inhibisi enzim α-glukosidase secara in vitro dapat
digunakan sebagai antidiabetes, dimana teh hijau mempunyai aktivitas antidiabetes yang lebih
tinggi daripada teh hitam. Tabel 2.1 Perbandingan nilai IC50 antara teh hitam dan teh hijau serta
standar akarbosa. (Holidah, dkk. 2018)
Sampel IC50 (µg/ml)
Akarbose 7.111,11
Bukti bahwa teh hijau dapat mencegah beberapa penyakit kanker seperti saluran
pencernaan, paru-paru, payudara, prostat, hati, dan saluran kemih masih kurang akan tetapi
masyarakat tetap dapat mengkonsumsinya selama tidak melebihi batas dosis sehari-hari (Boehm
dkk., 2016). Teh hijau juga dapat dimanfaatkan untuk antiparkinson karena jumlah dopamin
menjadi lebih terjaga (Choi dkk., 2002). Suda dan Kato (1989) menyatakan bahwa dengan
meminum tiga cangkir teh hijau perhari maka dapat menurunkan resiko terkena strok sebanyak
21%. Mulyono dan Jembise (2018) juga telah berhasil menemukan bahwa kandungan kafein
dalam teh berpotensi untuk meningkatkan jumlah asam urat yang diekskresikan oleh tubuh,
sehingga kadar asam urat dalam darah menjadi berkurang. Kafein tersebut berperan sebagai
inhibitor kompetitif yang bersaing dengan xantin di dalam tubuh untuk bereaksi dengan xantin
oksidase (biokatalisator dalam pembentukan asam urat) sehingga pembentukan asam urat
menurun (Rohdiana, 2015). Teh hijau dalam bidang kecantikan dapat digunakan sebagai
antiaging dan penurun berat badan karena selain bersifat antioksidan, juga mampu mengurangi
intake makanan seseorang (Kao dkk., 2000; Sudaryat dkk., 2015).
Teh putih juga berkhasiat sebagai antioksidan pada beberapa organ yang berbeda
seperti hati (Alves dkk., 2015), paru-paru (Koutelidakis dkk., 2009), otak (Nunes dkk., 2015), dan
organ reproduksi (R. Dias dkk., 2013). Potensi teh putih sebagai antidiabetes telah dilaporkan
oleh Tenore dkk. (2013) bahwa ekstraknya sebesar 0,5 g yang dilarutkan dalam 20 mL air panas
mampu menurunkan kadar glukosa dan kolesterol secara in vitro yang lebih baik daripada
19
ekstrak teh hijau maupun teh hitam.
Pektin - -
20
Asam gula 3,0 3,0
Kalori 17 KJ
Air 75 – 80%
Serat 27%
Polifenol 25%
Protein 20%
Tanin 9 – 20%
Pektin 6%
Karbohidrat 4%
Katekin 63 – 270 mg
21
Vitamin E 25 – 70 mg
Komposisi kimia daun teh dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Daun Teh (Nasution & Tjiptadi, 1975)
Komponen Kimia Prosentase Kandungan dalam
Daun Segar (%)
Selulosa dan Serat 34
Kasar
Protein 17
Klorofil dan Pigmen 1,5
Karbohidrat 8,5
Kafein 4
Tanin 25
Asam Amino 8
Mineral 4
Abu 5,5
Dibalik kesegarannya, teh menyimpan beberapa zat yang diyakini bermanfaat untuk
menjaga kesehatan tubuh serta tidak jarang untuk memenuhi kebutuhan cairan sehari-hari.
Beberapa zat yang terkandung pada teh dan memberikan manfaat pada tubuh manusia antara
lain : (Somantri & Tanti, 2011)
Antioksidan : kelompok antioksidan yang terkandung dalam teh adalah polifenol,
flavonoid, dan katekin. Semua itu bisa melindungi tubuh dari radikal bebas. Radikal
bebas ini bisa mempercepat pertumbuhan sel-sel kanker dan menimbulkan masalah-
masalah kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah).
Fluoride : zat ini dapat membunuh bakteri penyebab bau mulut dan menghambat
pembentukan plak pada gigi. Fluoride juga bermanfaat untuk menguatkan tulang.
Vitamin dan mineral : teh mengandung karoten (prekursor vitamin A), tiamin
(vitamin B), riboflavin (vitamin B2), asam nikotinat, asam pantotenat, asam askorbat
22
(vitamin C), vitamin B6, asam folat, mangan, potasium, dan fluoride.
Kafein : kandungan ini dapat merangsang metabolisme, meningkatkan fungsi otak
dan kewaspadaan (alertness).
Theophylline : zat ini dapat mengimbangi efek kafein. Theophylline aktif merangsang
sistem pernapasan, jantung, dan ginjal. Hal ini dapat membantu menjaga kesehatan
sistem kardiovaskular.
Thenine : adanya zat ini dapat memberikan rasa rileks tanpa menyebabkan rasa
berdebar.
Namun terdapat beberapa komponen yang ada di dalam teh yang dapat menimbulkan
pengaruh negatif jika dikonsumsi secara berlebihan. Beberapa komponen yang perlu
diperhatikan antara lain : (Somantri & Tanti, 2011)
Fluoride : pengkonsumsian yang berlebihan dapat menyebabkan kerapuhan
tulang dan mengakibatkan gigi menjadi kecoklatan.
Kafein : zat ini menyebabkan sulit tidur jika dikonsumsi berlebihan. Selian itu, kafein
juga punya efek diuretik. Meningkatkan detak jantung dan tekanan darah juga
merupakan efek buruk dari kafein. Kafein juga dapat meningkatkan kadar gula darah,
meningkatkan kadar asam lambung dan memperburuk tukak lambung (maag).
Tanin : tanin dapat memperlambat penyerapan beberapa mineral penting, seperti
zat besi, kalsium, dan zink. Zat ini juga mengakibatkan sembelit (konstipasi).
Daun teh mengandung lebih dari sekitar 700 zat kimia, diantaranya adalah flavonoid,
asam amino, vitamin (C,E, dan K), kafein dan polisakarida yang masing – masing penting
untuk Kesehatan manusia. Kandungan vitamin C dan teh sebanding dengan lemon (Mondal,
dkk., 2004). Komponen paling utama dari teh yaitu terdiri dari katekin, teaflavin, dan
tearubigin. Katekin merupakan salah satu dari senyawa polifenol yang disebu flavonoid dan
termasuk subkelas flavonol. Katekin utama yang terdapat pada daun teh adalah epikatekin,
epikatekin galat, apigalokatekin, dan epigalokatekin galat yang kesemuanya Menyusun sekitar
25% dari daun teh kering. Pada teh hijau terdapat 30 – 40% katekin, jumlah ini cukup tinggi
karena teh hijau hanya melewati sedikit proses untuk menjadi sebuah produk teh.
Pada teh hitam proses fermentasi atau lebih tepat disebut oksimatis (oksidasi enzimatis)
merangsang enzim polifenol oksidase sehingga katekin dikonversi menjadi teaflavin dan
tearubigin, yang keduanya memberi warna merah dan bersifat sebagai astringen. Tearubigin
23
dari teh hitam berkisar antara 10-20%. Adapun istilah tearubigin awalnya digunakan untuk
merujuk pada sebuah gugus berwarna dari produk senyawa oksidasi fenolik pada teh. Belum
ada literatur yang jelas mengenai struktur kimia tearubigin, akan tetapi ia diketahui sebagai
senyawa yang larut air dan bersifat asam (Engelhardt, 2010).
Teh juga mengandung sejumlah besar mikronutrien yang diperlukan untuk kesehatan
tubuh. Defisiensi mikronutrien merupakan salah satu permasalahan penting pada negara-negara
berkembang karena pola makan sumber nabati yang kurang teratur. Karak dkk., (2017) telah
melakukan penelitian kandungan mineral terhadap berbagai jenis teh dan hasilnya yaitu tiap
jenis teh mengandung B (Boron); Co (Kobalt); Cu (Tembaga), Fe (Besi), Mn (Mangan), Mo
(Molibdenum), dan Zn (Zinc). Berdasarkan pernyataan tersebut maka mengkonsumsi tiga
cangkir teh tiap hari tidak menghasilkan efek samping berbahaya dan dianjurkan untuk
mencukupi kebutuhan mikronutrien tubuh. Persentase masing-masing mikronutrien yang
terdapat di dalam tanaman teh dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Persentase kandungan mikronutrien dari berbagai jenis teh (Karak, dkk., 2017)
Mikronutrien Kandungan (%b/b)
B 1,0 – 88,9
Co 10 – 60
Cu 2,0 – 97,8
Fe 67,8 – 89,9
Mn 71,0 – 87,4
Mo 13,3 – 34
Zn 34,9 - 83
Konsumsi teh saat ini sering dikaitkan dengan dihasilkannya efek antioksidan,
antimikroba, antihiperglikemik, antidiabetes, antiinflamasi, dan sebagai pelindung saraf. Efek
tersebut disebabkan oleh beberapa kandungan senyawa bioaktif seperti kafein, teobromin, dan
alkaloid khususnya pada sistem saraf pusat sehingga dapat meminimalisir angka kejadian bunuh
diri (Lucas dkk., 2014), penyakit Parkinson (Xu dkk., 2017), serta dapat menurunkan konsumsi
24
rokok dan alkohol (Evans dkk., 2006).
Katekin dan kafein merupakan dua senyawa utama yang menyumbang peran penting pada
kualitas rasa, warna, dan aroma teh (Effendi dkk., 2010). Secara normal daun teh kering
mengandung sekitar 20-50 miligram kafein dalam 1 gram daun kering dan 24-50 miligram
kafein dalam setiap 150 mililiter teh seduh (Dixit dkk., 2006). Adapun kandungan kafein teh jika
diekstraksi menggunakan kloroform berkisar antara 0,69% (kandungan kafein terendah terdapat
pada teh hitam) dan 1,33% (kandungan kafein tertinggi tertinggi terdapat pada teh putih)
(Komes dkk.,2009).
Walaupun demikian, komposisi kimia teh tetap bergantung pada faktor- faktor penting
seperti spesies teh, waktu pemanenan, umur daun saat dipanen, iklim, komposisi geokimia tanah
tempat tumbuh, metode budidaya, pencemaran lingkungan, dan kondisi pengeringan. Faktor
lain yang berpengaruh terhadap jumlah kafein yaitu waktu pemanenan seperti penelitian yang
telah dilakukan oleh Aftab dkk., (2015).
a. Senyawa Tanin
Tanin merupakan senyawa organik kompleks golongan flavonoid yang terdiri dari
unsur C, H dan O yang memiliki berat molekul 500-3000 gr/mol dan hampir ditemui
diseluruh tanaman hijau dengan kadar kualitas yang berbeda-beda. (Rozanna Sri Irianti, Silvia
Reni Yenti, 2014). Sedangkan pada hewan senyawa flavonoid hanya ditemukan pada kelenjar
bau berang-berang, sekresi lebah dan dalam sayap kupu-kupu. (Khoirina Dwi Nugrahaningtyas,
2005). Senyawa tanin bersifat sukar mengkristal, mudah larut dalam air dan kelarutannya akan
meningkat jika dipanaskan. Tumbuhan yang mengandung tanin biasanya dihindari oleh hewan
karena rasanya yang sepat. (Liberty P Malangngi, dkk, 2012)
Senyawa tanin termasuk senyawa polifenol yang paling banyak terdapat dalam
tumbuhan yaitu sekitar 90% dari total kandungan polifenol yang ada. Tetapi besarnya
kandungan polifenol pada tanaman dapat dipengaruhi oleh varietas maupun lingkungan
tumbuhnya seperti ketinggian tempat, iklim dan unsur hara tanah. (Rita Yulia, 2006).
Tanin dalam jaringan tumbuhan terletak pada bagian tunas, daun (diatas epidermis yang
dapat digunakan sebagai pelindung dari serangan predator), akar (dalam hypodermis), batang
(pada floem sekunder dan xylem) serta lapisan antara epidermis dan korteks. (Aries Kristianto,
2013) tanin yang banyak terdapat terdapat dalam tanaman berpembuluh dapat diperoleh dengan
cara ekstraksi menggunakan air atau pelarut organik. Proses ekstraksi tersebut akan
25
menghasilkan senyawa tanin murni tetapi masih mengandung unsur-unsur lainnya.( Ganjar
Nugraha, 1999). Salah satu jenis tanaman yang mengandung tanin yaitu tanaman teh (Camellia
sinensis L.).
Senyawa tanin termasuk salah satu senyawa penting yang terdapat pada daun teh yang
dapat diidentifikasi menggunakan alat kromatografi yang ditandai dengan adanya bercak
kuning atau kecoklatan. Tetapi pada pengolahan teh, senyawa tanin tidak berwarna sehingga
proses identifikasi dapat diketahui dengan memperhatikan rasa, warna dan aroma.
26
Tanin terkondensasi yaitu tanin yang dapat terkondensasi dan tidak dapat dihidrolisis
kecuali dalam suasana asam. Tanin terkondensasi atau proantosianidin termasuk dalam polimer
flavonoid yang didasarkan pada sistem cincin heterosiklik yang diperoleh dari fenilalanin dan
biosintesis poliketida. Proantosianidin ini menghasilkan pigmen antosianidin secara oksidatif
dalam alkohol panas. Tetapi Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin.(Nurdiansyah
Siregar, 2009)
Sedangkan tanin terhidrolisis merupakan turunan dari asam galat (asam 3,4,5-
trihidroksil benzoat) yang dapat terhidrolisis dalam air. Senyawa ini mengandung ikatan ester
antara suatu monosakarida terutama gugus hidroksilnya. Adanya senyawa tanin yang terdapat
dalam daun teh dapat menentukan cita rasa teh tersebut, seperti rasa sepat sehingga kadar tanin
biasa digunakan sebagai pedoman mutu.(Nurdiansyah Siregar, 2009)
Adanya rasa sepat yang terkandung pada tanin disebabkan karena tanin termasuk
dalamsenyawa flavor sehingga menimbulkan rasa tertentu.(Imelda Fajriati, 2006)
27
dilakukan dengan maksimal agar kandungan katekin tidak berkurang (Andasuryani, dkk, 2014)
karena jika pada pengolahan teh terjadi proses oksidasi enzimatis maka katekin akan berubah
menjadi theaflavin dan thearubigin. Oleh karena itu diyakini bahwa mengkomsumsi teh hijau
lebih baik jika dibandingkan dengan teh lainnya (Evi Damayanthi, dkk, 2008).
Senyawa katekin pada daun teh hijau diperkirakan sekitar 30% berat bobot kering
sehingga minuman teh memiliki efek yang dapat menyehatkan bagi tubuh (Shabri Dan Dadan
Rohdiana, 2016). Untuk mempertahankan kandungan polifenol seperti tanin dan katekin pada
daun teh hijau maka dapat dilakukan dengan menyeduh teh dengan air panas dengan berbagai
suhu tergantung dari jenis teh yang akan diekstrak. Karena jika air yang digunakan terlalu
panas maka dikhawatirkan kandungan polifenol akan hilang (Gandes Ayu Sekarini, 2011).
Kandungan katekin yang terdapat pada daun teh terdiri dari enam macam katekin yang turunan
dan besarnya bergantung pada klon dan cuaca pada saat panen (Bambang Sriyadi, 2012)
Senyawa katekin mengandung epikatekin (EC), epigallokatekin gallat (EGCG),
epigallokatekin (EGC) dan epikakatekin-3-gallat (ECG). Oleh karena itu senyawa katekin
memiliki rasa pahit dan tidak berwarna dan larut dalam air (Heri Syahrian Khomaeni, dkk,
2015). Karena sifatnya yang hidrofilik menyebabkan katekin termasuk komponen yang
bertanggung jawab pada kelarutan teh (Fitria Sari Wulaningsih, 2008).
Tabel 2.6 Jenis Polifenol teh yang telah teridentifikasi
Jenis Polifenol Kandungan Rata - rata
Katekin 63 – 210 mg %
Flavonol 14 – 21 mg %
Tearubigin 0 – 28 mg %
Polifenol lainnya 266 – 273 mg %
Kandungan katekin yang tinggi pada daun teh menyebabkan katekin memiliki potensi
yang baik sebagai pencegahan dan terapi untuk berbagai kondisi yang disebabkan oleh
kerusakan oksidatif seperti kanker (Fitria Sari Wulaningsih, 2008).
28
Gambar 2.9. Struktur Senyawa Katekin
Dari struktur di atas dapat diketahui bahwa penyebab katekin disebut sebagai senyawa
yang dapat menangkal radikal bebas yaitu karena banyaknya gugus hidroksil fenolik yang
dimilikinya (Nur Dyah Rahmawati, 2015). Diduga bahwa gugus hidroksil fenolik yang dimiliki
oleh katekin merupakan donor elektron yang potensial untuk berikatan dengan dengan radikal
bebas. Selain itu, gugus hidroksi fenolik juga berperan sebagai penghidrolisis lemak (Erna
Susanti, 2012). Katekin ini termasuk turunan dari tanin sehingga memiliki sifat dan fungsi yang
sama dengan tanin.
c. Kafein (C₈ H₁ ₀ N₄ O₂ )
Selain senyawa tanin dan katekin teh hijau juga mengandung senyawa alkaloid. Alkaloid
merupakan suatu golongan senyawa organik yang yang terbanyak ditemukan di alam khususnya
tumbuh-tumbuhan. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan
tumbuhan monokotil hanya mengandung kadar alkaloid yang sedikit (Nanang Widodo 2007).
Salah satu jenis alkaloid yang terkandung pada tumbuhan khususnya daun teh hijau adalah
kafein. Kandungan kafein dalam teh yaitu sekitar 2-3% berat kering daun teh.
Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid yang memiliki efek farmakologis dan
memiliki efek klinis (Tria Annisa Rizky, Chairul Saleh dan Alimuddin, 2015). Adanya
pengaruh farmakologis pada daun teh hijau merupakan hal yang menarik untuk diselidiki.
Karena seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat semakin cenderung menggunakan
obat-obatan non-herbal tanpa memperhatikan efek samping yang akan ditimbulkan (Verita
Yudi, 2004)
Tabel 2.7 Kandungan Kafein dalam Pangan dan Makanan
Produk Kafein (mg)
Teh Hitam 20 – 90
Teh Oolong 10 – 45
29
Teh Hijau 6 – 30
Teh Instan 10 - 45
Kafein merupakan senyawa yang berbentuk serbuk putih dan terasa pahit. Hal itu dikarenakan
senyawa kafein termasuk dalam family methylxantine (Putri Bungsu, 2012).
30
sistem melibatkan fase diam. Molekul-molekul dalam sampel akan memiliki interaksi yang
berbeda terhadap fase diam. Komponen pada sampel yang memiliki ketertarikan kuat terhadap
fase diam akan bergerak lebih lambat menuju kolom dibandingkan senyawa yang
ketertarikannya lebih lemah terhadap fase diam (Kupiec, 2004).
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah kromatografi yang dapat digunakan
untuk memisahkan senyawa campuran dan dapat digunakan pada senyawa biokimia maupun
menganalisis senyawa kimia untuk identifikasi, kuantifikasi, dan purifikasi senyawa individu
yang didapat dari senyawa campuran yang dianalisis tersebut (Zhang, 2012). KCKT memiliki
keuntungan dibandingkan Gas Chromatography (GC) adalah dimana penggunaan KCKT tidak
harus untuk analit yang bersifat mudah menguap, sehingga makromolekul juga dapat dianalisis
oleh KCKT (Sundaram et al., 2009).
KCKT digunakan untuk menganalisis senyawa yang terdapat dalam larutan. Larutan
sampel kontak dengan fase diam dan senyawa- senyawa didalam larutan sampel memiliki
ketertarikan berbeda akan menyebabkan terjadi pemisahan senyawa senyawa tersebut (Kupiec,
2004).
Pemisahan komponen-komponen dari senyawa campuran tergantung dari retensi masing-
masing komponen pada kolom. Sedikit banyaknya komponen yang tertahan pada kolom
tergantung pada partisi senyawa tersebut terhadap fase diam dan fase geraknya. Selama senyawa
memiliki perbedaan mobilitas, maka senyawa akan keluar dari kolom dengan waktu yang
berbeda, sehingga memiliki waktu retensei yang berbeda. Waktu retensi adalah waktu antara
penyuntikkan dan deteksi (Sundaram et al., 2009). Waktu retensi dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti, interaksi senyawa dengan fase diam, molekul yang dianalisis, dan juga solven
yang digunakan (Bansal et al., 2009).
Sampel yang akan diinjeksi ke KCKT sebelumnya harus disaring terlebih dahulu untuk
menghilangkan partikel pengganggu. Sampel harus dilarutkan terlebih dahulu menggunakan fase
gerak yang akan dipakai pada KCKT untuk mendapatkan bentuk peak yang baik. Pada KCKT
volume sampel yang akan digunakan untuk deteksi dipengaruhi oleh diameter internal kolom
(Sundaram et al., 2009).
a. Mekanisme KCKT
Sistem yang digunakan dalam KCKT dikategorikan menjadi 4 grup berdasarkan mekanisme
aksinya yaitu adsorpsi, partisi, dan penukar ion. Adsopsi berasal dari interaksi antara solut
31
dengan permukaan fase diam. Partisi melibatkan fase diam yang cair yang immicible dengan
eluen dan melapisi bahan yang inert. Penukar ion menggunakan fase diam yang mampu menukar
ion dari sampel. Size exclusion ini menggunakan fase diam yang terdiri dari bahan yang ukuran
porinya dikontrol dengan tepat (Kupiec, 2004).
b. Tipe KCKT
Tipe KCKT tergantung dari fase yang digunakan saat proses. Berikut tipe KCKT yang umum
digunakan adalah KCKT fase normal, KCKT fase terbalik, Size Exclusion Chromatography, Ion
exchange Chromatography Bansal et al., 2009).
c. KCKT Fase Normal
Pada KCKT fase normal ini, pemisahan didasari atas kepolaran. Fase diam yang digunakan
untuk KCKT fase normal ini adalah fase diam yang polar. Kekuatan adsorpsi meningkat apabila
kepolaran dari analit yang akan dianalisis juga memiliki kepolaran yang meningkat, sehingga
interaksi antara analit polar dengan fase diam juga akan meningkat sehingga membutuhkan
waktu elusi yang lebih besar (Bansal et al., 2009).
d. KCKT Fase Terbalik
Pada KCKT fase terbalik fase diamnya berupa nonpolar dan fase geraknya menggunakan
senyawa polar. (Bansal et al., 2009).
e. KCKT Penukar Ion
Pada KCKT Penukar ion, pada kolomnya mengandung ion. KCKT ini digunakan untuk
memurnikan air, pada protein, karbohidrat, dan oligosakarida (Bansal et al., 2009).
f. Komponen KCKT
Tipe dan komposisi dari fase gerak akan mempengaruhi keterpisahan dari senyawa yang
akan dianalisis. Perbedaan tipe KCKT akan menyebabkan perbedaan fase gerak yang digunakan.
32
Solven yang digunakan untuk fase gerak paa KCKT fase normal biasanya berupa solven non
polar. KCKT fase terbalik solven yang digunakan merupakan campuran air dan solven organik
polar (Kupeic, 2004).
Solven reservoir pada umumnya menggunakan botol gelas yang sederhana dengan pipa yang
menghubungkan reservoir ke pompa (Kupeic, 2004).
Pompa yang digunakan pada KCKT harus memiliki tekanan yang tinggi, hal ini diperlukan
untuk mendorong fase gerak agar dapat melalui fase diam. Pompa dengan tekanan kuat (biasanya
sekitar 1000-2000 psi) diperlukan untuk memastikan reprodusibel dan akurasi dari KCKT
tersebut (Kupeic, 2004).
Injektor yang digunakan pada KCKT dapat berupa injektor single ataupun injektor otomatis.
Injektor harus dapat digunakan untuk menginjeksi cairan sampel dengan volume sekitar 0,1-100
ml dengan reprodusibel tinggi dan dibawah tekanan yang tinggi (sampai 4000 psi) (Kupeic,
2004).
Kolom atau fase diam merupakan komponen pokok di dalam KCKT. Kolom dijual dengan
berbagai panjang, dengan ukuran partikel yang berbeda-beda. Penggunaan kombinasi panjang
kolom dan ukuran partikel yang sesuai akan memberikan hasil yang baik (Kupeic, 2004). Fase
diam pada kolom KCKT modern umumnya menggunakan fase organik yang terikat secara kimia
dengan silika atau bahan lain. Fase diam yang digunakan pada KCKT fase normal adalah bersifat
polar, sedangkan fase gerak yang digunakan bersifat nonpolar. KCKT fase terbalik
menggunakan fase diam yang bersifat nonpolar dan fase geraknya bersifat polar (Gupta,2012).
Detektor yang umumnya digunakan pada KCKT adalah Indeks Refraktif (IR), Ultraviolet
visibel Detektor (PDA), Detektor floresens (Kupeic, 2004).
Data diperoleh dari alat yang dapat mengubah signal elektrik yang dihasilkan oleh detektor.
Alat yang digunakan adalah komputer (Kupeic, 2004).
Faktor retensi (k’) atau dikenal sebagai perbandingan kapasitas kolom. Semakin lama suatu
senyawa tertahan pada kolom maka faktor kapasitas kolom juga akan semakin besar. Faktor
33
kapasitas kolom dapat ditentukan melalui persamaan berikut: (Kupiec, 2004)
Keterangan:
Vo = Volume eluasi dari senyawa yang tidak tertahan (Ta dan To) = Waktu Retensi
b. Resolusi
Resolusi adalah kemampuan kolom untuk memisahkan peak pada kromatografi. Resolusi
ditunjukkan dari perbandingan antara dua jarak peak dan rata-rata lebar dua peak dari garis dasar.
Rs= (tRA- tRB) : 0,5 (WA+ WB)
Keterangan:
tRA = Waktu retensi dari komponen
A tRB = Waktu retensi dari komponen
B WA = Lebar area peak komponen A
WB = Lebar area peak komponen B
Apabila nilai Rs ≥ 1,5 maka komponen komponen tersebut telah terpisah seutuhnya, apabila
nilai Rs kurang dari satu, maka komponen- komponen tersebut saling tumpang tindih
(Kupeic,2004)
c. Faktor Selektivitas (α)
Faktor selektivitas digunakan untuk mengukur seberapa baik kolom dapat memisahkan dua
senyawa. Faktor selektivitas dari suatu senyawa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:
Keterangan:
(tR)b = waktu retensi untuk senyawa B yang tertahan lebih lama pada kolom
(tR)a = waktu retensi untuk senyawa A yang tertahan lebih sebentar pada kolom
34
Apabila nilai dari faktor selektivitas sebesar 1, maka metode tersebut tidak
dapat memisahkan dua senyawa (Prichard et al,. 2003).
2. Linearitas
Linieritas adalah kemampuan suatu metode menghasilkan hasil yang proporsional secara
langsung terhadap konsentrasi analit, atau hasil yang dihasilkan proporsional setelah melalui
proses perhitungan secara matematika yang pada umumnya digambarkan melalui kurva
persamaan regresi. Linieritas suatu hasil dapat dilihat menggunakan beberapa parameter,
diantaranya hasil standar deviasi relatif (Vxo) yang didapat melalui rumus berikut:
Vxo = Sxo / x . 100% (Yuwono & Indrayanto, 2007)
3. Presisi
Presisi merupakan ukuran derajat keterulangan dari suatu metode analisis yang biasanya
ditunjukkan dari persen standar deviasi relatif (Shabir,2004).
Nilai standar deviasi relatif dan persen standar deviasi relatif dapat dihitung dengan rumus
berikut:
Keterangan :
KV = koefisien variasi
35
SD = Standart deviasi
X = kadar sampel rata-rata
X = kadar sampel
Batas deteksi (LOD) adalah konsentrasi senyawa minimum yang masih dapat dideteksi
pada suatu metode. LOD dapat digunakan untuk mendeteksi batasan konsentrasi impurity dari
suatu senyawa. LOD dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti detektor dan pompa HPLC
yang digunakan. Nilai LOD dapat ditentukan dengan rumus berikut: Sedangkan batas kuantitasi
(LOQ) merupakan konsentrasi minimum senyawa yang masih dapat diukur dalam kondisi presisi,
dan akurasi yang dapat diterima. Nilai LOQ dapat dihitung dengan rumus berikut:
LOD =
5. Akurasi
Akurasi dari suatu metode adalah kedekatan hasil kadar yang diperoleh dengan nilai kadar
yang sebenarnya. Nilai akurasi dinyatakan dengan persen perolehan kembali (recovery) yang
diperoleh dengan membuat tiga sampel dengan rentang konsentrasi 50-150%. Nilai persen
perolehan kembali (recovery) yang dapat iterima menurut FDA adalah antara rentang 80-120%
(Shabir, 2004).
Harga persen perolehan kembali dihitung dengan rumus:
Keterangan :
R = % perolehan kembali
Csp = kadar yang didapatkan kembali
Ks = kadar sesungguhnya
36
Asp = area sampel
Ast = area standart
Cst = konsentrasi standart (Harmita, 2004).
37
baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas yang diperlukan
untuk pemekatan lebih sedikit (Hargono dkk., 2014).
a. Digesti
Adalah maserasi kinetic (dengan pengadukan kontinyu) pada temperature yang lebih tinggi dari
0
temperature ruangan (kamar) yaitu secara umum dilakukan pada temperature 40 – 50 C
(Depkes RI, 2000)
2.1.12 Fraksinasi
Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada suatu ekstrak dengan
menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur. Pelarut yang umumnya dipakai
untuk fraksinasi adalah n-heksan, etil asetat, dan metanol. Untuk menarik lemak dan senyawa
non polar digunakan n-heksan, etil asetat untuk menarik senyawa semi polar, sedangkan metanol
untuk menarik senyawa-senyawa polar. Dari proses ini dapat diduga sifat kepolaran dari
senyawa yang akan dipisahkan. Sebagaimana diketahui bahwa senyawa-senyawa yang bersifat
non polar akan larut dalam pelarut yang non polar sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat
polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar juga (Mutiasari, 2012).
2.2 Hipotesis
1. Metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) yang digunakan untuk penentuan
kadar kafein dalam fraksi kloroform daun teh hitam (Camelia Sinensis.L) memenuhi persyaratan
validasi metode.
2. Kadar kafein yang tedapat dalam fraksi kloroform daun teh hitam (Camelia Sinensis.L)
memiliki kadar yang cukup tinggi
38
BAB 3
METODE PENELITIAN
Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah kandungan kafein dari ekstrak daun teh
hitam yang akan di lakukan penetapan kadar dengan KCKT.
Sampel yang digunakan adalah tanaman teh hitam. Bagian tanaman yang digunakan
adalah daun. Teknik pengambilan sampling yang digunakan adalah acak sederhana, yaitu cara
pengambilan sampel dengan memilih langsung dari populasi dan besar peluang setiap anggota
populasi untuk menjadi sampel sama besarnya.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu metode KCKT sebagai metode penetapan kadar
kafein.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar kafein fraksi kloroform daun teh hitam.
3. Variabel Terkontrol
Variabel terkontrol dalam penelitian ini yaitu konsentrasi ekstrak daun teh hitam, metode
ekstraksi, bahan dan alat yang digunakan, metode skrining fitokimia dan metode penetapan
kadar.
1. Alat
Alat gelas, rotari evaporator, neraca analitik, hot plate, thermometer, seperangkat alat
digesti, seperangkat fraksinator, kuvet dan seperangkat instumen KCKT.
39
2. Bahan
Bubuk daun teh hitam, Kloroform, kafein murni, NaOH, metanol p.a., etil asetat p.a., etanol
96% p.a., akuades, kertas saring, Plat KLT Silika Gel GF 254, asam sulfat P, NaOH, Pereaksi
Mayer, Wagner, dan Dragendroff, kloroform p.a., HCl, Ca(OH)2, KI dan aseton P.
40
3.5.4 KLT Hasil Fraksinasi
Ekstrak air serbuk daun C. sinensis, fraksi etil asetat, dan fraksi air masing-masing
sebanyak 1 mL setelah diuapkan kemudian masing-masing ditambahkan 1 mL metanol untuk
identifikasi dengan KLT. Plat Al Silika Gel GF254 dipotong dengan ukuran 5x10 cm. Fase gerak
yang digunakan adalah etil asetat: metanol: air (100:13,5:10) (Mohammed and Al-Bayati, 2009).
Setiap fraksi ditotolkan pada plat sebanyak 10 µL dan dielusi sampai jarak 1 cm dari batas atas
plat. Diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Kemudian untuk
mengidentifikasi ada tidaknya alkaloid kafein, dapat dilakukan dengan cara menyemprot plat
KLT setelah dielusi dengan campuran HCl 25%: Etanol 96% (1:1), kemudian dilanjutkan dengan
menyemprot plat dengan reagen iod yang terbuat dari 1 g KI dan 1 g Iod dilarutkan dalam 100
mL etanol. Bercak yang positif kafein ditandai dengan adanya bercak berwarna coklat gelap
yang diamati pada cahaya visibel (Mohammed and Al-Bayati, 2009).
3.5.5 Penetapakan Kadar Kafein dari Fraksi Kloroform Daun Teh Hitam dengan
KCKT
a. Pembuatan Larutan Seri Kafein
Diperlukan larutan standar kafein dalam pembuatan larutan seri. Pembuatan larutan seri
kafein 5 mL dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25 ppm. Pembuatan larutan seri kafein dilakukan
dengan cara dipipet masing – masing larutan standar kafein 200 ppm dengan volume masing –
masing 0,125 mL; 0,25 mL; 0,375 mL; 0,5 mL; 0,625 mL ke dalam labu ukur 5 mL.
Ditambahkan larutan A sampai tanda batas 5 mL.
Pembuatan 100 mL fase gerak, diperlukan methanol sebanyak 28 mL, asam asetat glacial
sebanyak 3 mL, dan aquadest sebanyak 69 mL. .
Pembuatan larutan sampel yang akan dianalisis dilakukan dengan cara dipipet 0,2 mL
larutan stok sampel ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan larutan A hingga batas 5 mL.
41
a. Linieritas
Luas area di bawah kurva (area under the curve, AUC) dari setiap konsentrasi larutan seri
pada panjang gelombang maksimum ditentukan sehingga persamaan regresi linier dengan
memasukkan data AUC yang diperoleh versus data konsentrasi larusan seri. Nilai r mendekati 1,
berarti parameter linieritas terpenuhi.
Untuk LOD dan LOQ, kadar sebenarnya dari larutan seri disubstitusi ke dalam
persamaan regresi linier sehingga diperoleh nilai y”. Simpangan baku residualnya ditentukan lalu
dihitung nilai LOD dan LOQ. Apabila LOD lebih kecil dari kadar sampel maka sampel dapat
terdeteksi, apabila nilai LOQ lebih kecil dari kadar sampel maka sampel dapat dikuantifikasi.
c. Akurasi
Nilai perolehan kembali kadar kafein terhadap kadar pada kemasan diperoleh dengan
menggunakan 3 konsentrasi berbeda dengan 3 kali replikasi (80 ppm, 100 ppm, 120 ppm). Data
AUC yang diperoleh disubstitusi ke dalam persamaan regresi linier dan persentase perolehan
kembali dapat dihitung,
d. Presisi
Tiga konsentrasi berbeda dengan 3 kali replikasi (80 ppm, 100 ppm, 120 ppm) digunakan
untuk mencari data presisi. Data AUC yang diperoleh disubstitusi ke dalam persamaan regresi
linier, diperoleh nilai kadar uji. Nilai SD dan RSD dihitung dan apabila nilai RSD <2 maka
metode yang digunakan valid.
Pengumpulan data dilakukan melalui hasil penetapan kadar kafein fraksi kloroform
daun teh hitam.
Data yang diperoleh dari hasil penetapan kadar kafein daun teh hitam dilakukan
analisis statistik uji normalitas menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov test, dan uji
42
homogenitas menggunakan Lavene Test. Apabila data terdistribusi normal dan homogen,
maka dilanjutkan menggunakan uji one-way ANOVA dan dilanjutkan LSD, namun apabila
salah satu atau keduanya tidak terpenuhi, maka diuji menggunakan Kruskal-Wallis dan
dilanjutkan Mann-Whitney.
43
DAFTAR PUSTAKA
Aftab, S., M. Saleem, S. Farrukh, A. Waheed, S. Aslam, B. Shamrez, dan F. Syiar. 2015. Effect
of different timing of withering on polyphenols and caffeine contents of black tea
camellia sinensis l . Moroccan Journal of Chemistry. 3:618–626.
Alves, M., A. Martins, N. Teixeira, L. Rato, P. Oliveira, dan B. Silva. 2015. Differential effects
of the parental photothermal environment on development of dormancy in caryopses of
aegilops kotschyi. Journal of Experimental Botany. 27(1):43–48.
Aszar, F. D. D. 2014. Manfaat daun teh : sebagai imunomodulator dan manfaat lainnya bagi
kesehatan. Igarss 2014. (X):1–5.
Azizah, Z., Misfadhila, S., & Oktoviani, T. S. (2019). Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Metanol Bubuk Kopi Olahan Tradisional Sungai Penuh-Kerinci Dan
Teh Kayu Aro Menggunakan Metode DPPH ( 1 , 1-Difenil-2-Pikrilhidrazil ). Jurnal
Farmasi Higea, 11(2), 105–112.
Bambang, Sriyadi “Seleksi Klon Teh Assamica Unggul Berpotensi Hasil dan Kadar Katekin
Tinggi”, jurnal Penelitian Kimia dan Kina 15, vol. 1 (2012)
Biswas, K.P. “Description Of Tea Plants” In: Encyclopaedia Of Medicinal Plants, New Delhi:
Dominant Pubisharers and Distributor. (2006). h. 8-15
Boehm, K., F. Borrelli, E. Ernst, G. Habacher, H. Sk, S. Milazzo, dan M. Horneber. 2016. Green
tea (camellia sinensis) for the prevention of cancer (review). Cochrane Library.
Chen, L., Apostolides, Z., & Chen, Z.-M. (2012). Global Tea Breending. China: Zhejiang
University Press.
Choi, J.-Y., C.-S. Park, D.-J. Kim, M.-H. Cho, B.-K. Jin, J.-E. Pie, dan W.-G. Chung. 2002.
Prevention of nitric oxide-mediated 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6- tetrahydropyridine-
induced parkinson’s disease in mice by tea.
44
Dian Sharaswati, “Analisis Produktivitas Teh (camellia sinensis (L) o. kuntze) di PT. Pagilaran,
Batang, Jawa Tengah”. Skripsi, Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian. 2008
Dixit, A., N. Vaney, dan O. P. Tandon. 2006. Effect of caffeine on central auditory pathways: an
evoked potential study. Hearing Research. 220(1–2):61–66.
Effendi, D. S., Syakir, M., Yusron, M., & Wiratno. (2010). Budidaya dan Pasca Panen Teh.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Elok, K. H., Ghanaim, F., dan Laili, S. 2010. Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Tanin pada
Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Jurnal Kimia 4(2): 193-200.
Engelhardt, U. H. 2010. Chemistry of Tea. Dalam Elsevier Ltd. Braunschweig, Germany: Institut
fu¨ r Lebensmittelchemie.
Erna, Susanti. “Aktivitas Antioksidan Terhadap Stabilisasi Plak (dalam Rangka Memperkecil
Resiko Serangkan Jantung)”. Jurnal El-Hayah 2. Vol. 2 (2012). Hal. 1-7.
Evi, Damayanthi dkk. “Studi Kandungan Katekin dan Turunannya Sebagai Antioksidan Alami
Serta Karakteristik Organoleptik Produk Teh Murbei dan Teh Camellia-Murbei”. Jurnal
Media Gizi. 32. Vol. 1 (2008). hal. 1-11.
Fajriana, Nur Hasani, dkk., 2018. Analisis Kadar Kafein Kopi Arabika (Coffea Arabica L.) Pada
Variasi Temperatur Sangrai Secara Spektrofotometri Ultra Violet. Analit: Analytical and
Environmental Chemistry, E-ISSN 2540-8267. Vol 3(2) : 148 - 162
Fajriani, & Djide, S. (2015). Pembuatan Pasta Gigi Katekin Teh Hijau dan Uji Daya Hambat
terhadap Bakteri Streptococcus Mutans dan Lactobascillus Ascidopillus. Maj Ked Gi
Indonesia, 1(1), 27–31.
Fitri, Mairizki “Penentuan Natrium Sakarin, Asam Benzoat, dan kafein Menggunakan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fasa Balik”, Jurnal RAT, 2, Vol. 3 (2014), hal.1-10.
45
Ganjar, Nugraha. “Pemanfaatan Tanin dari Kulit Kayu Akasia (Acacia mangium Wild) sebagai
Bahan Penyamak Kulit”. Skripsi. (Bogor: Institut Pertanian Bogor, 1999). hal. 1-90.
Heri Syahrian, Khomaeni dkk. “Korelasi Genotip Morfologi Daun dengan Kandungan Katekin
pada Tanaman Teh (Camellia sinensis L) O.Kuntze)”. Jurnal Penelitian Teh dan Kina 18.
Vol. 1 (2015). hal. 1-8.
Holidah, D., Yasmin, dan F. M. Christianty. 2018. Uji aktivitas antidiabetes ekstrak teh hitam
dan teh hijau secara in vitro menggunakan metode inhibisi enzim α- glukosidase (in vitro
antidiabetic activity of black tea and green tea extracts by inhibition of α-glucosidase
method). E-Jurnal Pustaka Kesehatan. 6(2):235– 239.
I.R.D., A. (2016). Katekin Teh Indonesia : Prospek dan Manfaatnya Indonesia Tea. Jurnal
Kultivasi, 15(2), 99–106.
Kao, Y., R. A. Hiipakka, dan S. Liao. 2000. Modulation of obesity by a green tea catechin.
American Journal of Clinical Nutrition. 72(5):1232.
Khoirina Dwi, Nugrahaningtyas. “Isolasi Senyawa Flavonoid dalam Rimpang Temu Ireng
(Curcuma aeruginosa Roxb.)”. Jurnal Biofarmasi 3, Vol. 1 (2005),h.30-3
Komes, D., D. Horžić, A. Belščak, K. K. Ganič, dan A. Baljak. 2009. Determination of caffeine
content in tea and maté tea by using different methods. Czech J. Food Sci. 27(Special
Issue):213–216.
46
Vol.1 (2016). hal. 1-8
Musdalifah. (2016). Penentuan Suhu dan Waktu Optimum Penyeduhan Daun The Hijau
(Camellia sinensis L.) P+3 Terhadapp Kandungan Antioksidan Kafein, Tanin dan
Katekin. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Nanang, Widodo. “Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid yang Terkandung dalam Jamur
Tiram Putih”. Skripsi. (Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
2007). hal. 1-72.
Nasution, M. Z., & Tjiptadi, W. (1975). "Pengolahan Teh" Departemen Teknologi Hasil
Pertanian. Bogor: Fatemeta IPB.
47
Nunes, A. R., M. G. Alves, G. D. Tomás, V. R. Conde, A. C. Cristóvão, P. I. Moreira, P. F.
Oliveira, dan B. M. Silva. 2015. Daily consumption of white tea (camellia sinensis (l.))
improves the cerebral cortex metabolic and oxidative profile in prediabetic wistar rats.
British Journal of Nutrition. 113(5):832–842.
Nurdiansyah, Siregar. “Pengaruh Lamanya Perendaman Daun Teh Terhadap Kadar Tanin
Beverage di PT. Coca-Cola Botling Indonesia”. Skripsi. (Medan: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2009). hal. 1-43
Putri, A. L., Setyawati, H., & Sumarsih, S. (2019). Sintesis Karakterisasi dan Uji Aktivitas
Senyawa Kompleks Zn(II)-Katekin Sebagai Inhibitor Enzim Lipase. Jurnal Kimia Riset,
4(1), 33–39.
Putri, Bungsu. “Pengaruh Kadar Tanin pada Teh Celup terhadap Anemia Gizi pada Ibu Hamil di
UPT Puskesmas Citeureup Kabupaten Bogor Tahun 2012”. Tesis. (Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat. 2012). Hal. 1-162.
Rita, Yulia 2006., Kandungan Tanin dan Potensi Anti Streptococcus Mutans Daun Teh Var.
Assamica pada Berbagai Tahap Pengolahan, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
Rosandi, Himawan. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis)
terhadap Kadar SGPT Tikus Putih (Rattus novergicus) yang Diinduksi Isoniazid. Skripsi.
FK Universitas Sebelas Maret Surakarta
Rustanti. Elly., A. Jannah, dan A. G. Fasya. (2013). Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Katekin
Dari Daun Teh (Cameliasinensis L.var assamica) Terhadap Bakteri Micrococcusluteus.
Malang: Alchemy. Vol. 2(2): 138 –149.
Sarmento, Zigela Luis Corvelo, dkk., 2020. Penetapan Kadar Parasetamol Dan Kafein Dengan
Metode High Performance Liquid Chromatography (Hplc). Indonesian E-Journal of
Applied Chemistry. Vol.8(2) : 99 – 104.
48
Setianingtyas, P., L. Prihastari, dan N. Wardhani. 2018. Efektivitas Berkumur Teh Hitam
Terhadap Penurunan Akumulasi Plak Pada Anak Usia 7-8 Tahun. Odonto Dental
Journal. 5(1):60–66.
Shabir,A.G., 2004. A Practical Approach to Validation of HPLC Methods Under Current Good
Manufacturing Practice. UK
Shabri, & Rohdiana, D. (2016). Optimasi dan Karakterisasi Ekstrak Polifenol Teh Hijau Dari
Berbagai Pelarut. Jurnal Penelitian Teh Dan Kina, 19(1), 57–66.
Soehardjo, Dkk, “Vademecum Bidang Tanaman Teh PT. Perkebunan Nusantara IV “. Bah
Jambi: Pematang Siantar, 1996.
Somantri, Ratna dan Tantri K. 2011. Kisah dan Khasiat Teh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Suda, S. dan K. Kato. 1989. Possible contribution of green tea drinking habits to the prevention
of stroke. Tohoku J. Exp. Med. 157:337–343.
Suprijono, A., D. A. Kusumaningrum, dan L. Kusmita. 2018. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol
Dan Isolat Flavonoid Teh Oolong (Camellia Sinensis [L.] O.K)Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Secara In Vitro. Prosiding Seminar Nasional Unimus. 1. 2018. 206–215.
49
Susiana, Prasetyo, Sunjaya, H., dan Yohanes Y.N. 2011. Pengaruh Rasio Massa Daun
Suji/Pelarut, Temperatur dan Jenis Pelarut pada Ekstraksi Klorofil Daun Suji Secara
Batch dengan Pengontakan Dispersi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat : Bandung.
Syah Fitri, Novianty. “Pengaruh Berat dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein dari
Bubuk Teh.”. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008.
Tenore, G. C., P. Stiuso, P. Campiglia, dan E. Novellino. 2013. In vitro hypoglycaemic and
hypolipidemic potential of white tea polyphenols. Food Chemistry. 141(3):2379–2384.
Triva Murtina, Lubis dkk, “Pengaruh Pemberian Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
Terhadap Penurunan Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit Pada tikus Wistar (Rattus
norvegicus), Jurnal Medika Veterinaria,2, Vol. 10, 2016.
Tuminah, Teh Camellia Sinensis O.K Asammica (Mast) Sebagai Salah Satu Sumber
Antioksidan”. Skripsi, 2004.
Wilantri, P.D., dkk., 2018. Isolasi Kafein Dengan Metode Sublimasi dari Fraksi Etil Asetat
Serbuk Daun Teh Hitam (Camelia sinensis). Jurnal Farmasi Udayana. Vol 7(2) : 53 – 62.
Winarno, F. dan L. Kristiono. 2016. Green Tea & White Tea. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Xu, K., D. Garbin, D. Luca, Y. Xu, J. Chen, A. Schwarzschild, dan M. G. Hospital. 2017.
Neuroprotection by caffeine in the mptp model of parkinson’s disease and its dependence
on adenosine a2a receptors. Neuroscience. 322:129–137.
Yudi, Verita. “Analisis Spektroskopi Senyawa Bioaktif Alkaloid dan Terpenoid Daun Widuri
(Calotropis gigantea R.Br.). Jurnal SainsTek. 1. Vol. 10 (2004). hal. 1- 8.
Zhang, L.Z., Wang, D.L., Chen, W.X., Tan, X.D., Wang, P.C., 2012. Impact of
Fermentation Degree on The Antioxidant Activity of Pu- erh Tea in vitro. Journal Food
Biochem. 36 : 262–267
50
51