Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Zakat Fitrah

Secara bahasa, al fitrah (‫ )الفط رة‬artinya adalah asal penciptaan. Menurut Ibnu Qutaibah,
dinamakan zakat fitrah (ِ‫)ز َكاة ْالف ِْط َرة‬
َ karena zakat ini adalah zakat untuk badan dan jiwa.Dalam
hadits, istilah yang digunakan Rasulullah adalah zakat fitri ( ‫)ز َك ا ِة ْالف ِْط ِر‬. َ
Secara bahasa, Al Fithr (‫)الفطر‬ artinya adalah
berbuka. Dinamakan zakat fitri karena zakat ini wajib dikeluarkan sebab
berakhirnya puasa Ramadhan.Dua istilah tersebut sama-sama boleh digunakan untuk
merujuk maksud yang sama. Karena dalam riwayat Imam Syafi’i dan ulama lainnya
dipakai istilah tersebut. Secara istilah, zakat fitrah atau zakat fitri merupakan
ibadah maliyah (harta) yang wajib dikeluarkan disebabkan berakhirnya puasa
Ramadhan.

Hukum Zakat Fitrah

Hukum zakat fitrah adalah wajib bagi setiap muslim baik


pria maupun wanita, kecil atau dewasa, dan budak maupun merdeka. Ia mulai
diwajibkan pada tahun 2 hijriyah, di tahun yang sama dengan diwajibkannya puasa
Ramadhan.

Hukum ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu


‘alaihi wasallam dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan


zakat fitri sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada setiap orang
merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, dari kalangan kamu muslimin.
(HR. Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan
zakat fitri dari Ramadhan kepada seluruh jiwa kaum muslimin baik orang merdeka
maupun budak, laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa sebanyak
satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum. (HR. Muslim) Syaikh Wahbah Az Zuhaili
dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, ulama Hanifiyah berpendapat bahwa yang
wajib mengeluarkan zakat ini adalah yang memiliki harta satu nisab yang lebih dari
kebutuhan pokoknya (tempat tinggal, pakaian, kendaraan, peralatan rumah tangga
serta kebutuhan keluarga). Namun menurut jumhur ulama, zakat ini wajib atas orang
yang memiliki makanan pokok untuk dirinya dan orang yang ia nafkahi di malam
Idul Fitri dan ketika Idul Fitri. Bahkan menurut madzhab Maliki, zakat fitrah
tetap wajib meskipun ia harus berhutang yang bakal mampu ia lunasi. Zakat fitri ini wajib
dikeluarkan oleh setiap jiwa (kullunafs).Karenanya, seorang ayah harus mengeluarkan zakat
ini untuk anak-anaknya yang masih kecil dan bayi, seorang kepala keluarga mengeluarkan
zakat ini untukorang yang ia nafkahi. Jika zakat ini sudah dibayarkan oleh suami atau kepala
keluarga, istri atau anggota keluarga tidak perlu membayar sendiri.
Niat Zakat Fitrah

Dalam Fikih Manhaji Madzhab Syafi’i dalam bab Zakat ditulis satu sub bab khusus berjudul
Hukum Niat ketika Mengeluarkan Zakat. Seorang muzakki wajib berniat ketika
membayarkan
zakatnya. Hal ini untuk membedakannya dengan pembayaran jenis lain seperti kafarat
sumpah atau infaq. Ketentuan ini berdasarkan hadits yang sangat populer,
“Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niat.” (HR. Bukhari dan Muslim)Jika muzakki
membayar langsung zakatnya, maka ia niat
zakat ketika hendak menyerahkan zakat itu kepada mustahiq. Boleh juga ia niat
zakat ketika memisahkan bagian zakat dengan hartanya yang lain.Adapun ketika ia
menyerahkan zakat kepada pemerintah atau
lembaga amil zakat, maka ia harus niat zakat ketika menyerahkan zakat itu
kepada pemerintah atau lembaga amil zakat.Semua ulama sepakat bahwa tempat niat
adalah hati.Melafadzkan niat bukanlah suatu syarat. Artinya, tidak harus melafadzkan
niat.Namun jumhur ulama mengatakan boleh melafadzkan niat
untuk membantu konsentrasi. Bahkan Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih
Islam wa Adillatuhu menjelaskan, menurut jumhur ulama selain madzhab
Maliki, melafadzkan niat hukumnya sunnah dalam rangka membantu hati
menghadirkan niat. Sedangkan dalam madzhab Maliki, yang terbaik adalah tidak
melafalkan niat karena tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.Berikut ini lafadz niat zakat fitrah beserta tulisan
latin artinya.

1. Niat Zakat untuk Diri Sendiri


Jika seseorang mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri, maka lafadz niatnya adalah
sebagai berikut:
Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku
sendiri, fardhu karena Allah Ta’ala

2. Niat Zakat untuk Anak Laki-laki


Jika seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat fitrah untuk anaknya, terutama yang
masih kecil dan belum bisa berniat sendiri. Maka lafadz niat zakat fitrah untuk anak laki-laki
adalah sebagai berikut:
Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak
laki-lakik (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala

3. Niat Zakat untuk Anak Perempuan


Jika seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat fitrah untuk anaknya, terutama yang
masih kecil dan belum bisa berniat sendiri. Maka lafadz niat zakat fitrah untuk anak
perempuan adalah sebagai berikut:
Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak
perempuanku…. (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala

Baca juga: Niat Sholat Tahajud

Waktu Mengeluarkan
Para ulama sepakat bahwa zakat fitrah wajib dikeluarkan
pada akhir Ramadhan. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai batas waktu itu.

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan, menurut Imam


Ahmad, Imam Syafi’i dalam qaul jadid dan satu riwayat Imam Malik, waktu
wajibnya adalah ketika terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri karena saat
itulah waktu berbuka puasa Ramadhan.

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dalam


qaul qadim dan satu riwayat Imam Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbit
fajar pada hari raya Idul Fitri.

Perbedaan ini berpengaruh pada bayi yang lahir pada malam


Idul Fitri sebelum terbit fajar, apakah ia wajib dikeluarkan zakat fitrahnya
atau tidak. Menurut golongan pertama, zakat fitrahnya wajib dikeluarkan karena
ia lahir setelah waktu diwajibkan. Menurut golongan kedua, zakat fitrahnya
tidak wajib dikeluarkan karena ia lahir sebelum waktu diwajibkan.

Jika waktu wajib zakat ini adalah akhir Ramadhan,


bolehkah ia dikeluarkan lebih awal? Menurut jumhur ulama, boleh dikeluarkan
satu hari atau dua hari sebelum hari raya Idul Fitri. Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhu biasa mengeluarkan zakat ini sehari atau dua hari sebelum Idul Fitri.

Menurut madzhab Syafi’i, zakat fitrah boleh dikeluarkan


sejak awal Ramadhan. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, ia boleh dikeluarkan
sebelum bulan Ramadhan.

Baca juga: Taqabbalallahu Minna Wa Minkum

Besarnya Zakat Fitrah


Seperti tercantum pada hadits di atas, besarnya zakat
fitrah yang wajib dikeluarkan adalah satu sha’ gandum atau satu sha’ kurma atau
satu sha’ makanan pokok lainnya. Dalam Fiqih Sunnah dijelaskan, satu sha’ sama
dengan empat mud yakni sekitar 3,33 liter.

Jika ditimbang, satu sha’ setara dengan sekitar 2,7 Kg.


Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan agar digenapkan 3 Kg sehingga lebih
aman.

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah seperti dikutip Syaikh


Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu, satu sha’ sama dengan 3,8
Kg.

Syaikh Abdurrahman Al Juzairi dalam Fiqih Empat


Madzhab menjelaskan, bahan makanan pokok yang dikeluarkan sebagai zakat ini
harus dibersihkan dari kulit dan batangnya. Sehingga ketika orang berzakat, ia
memberikan beras bukan memberikan padi.

Orang yang biasa memakan makanan yang lebih rendah dari


kebiasaan masyarakat, misalnya ia makan nasi dari beras sedangkan masyarakat
biasa memakan gandum, maka ia mengeluarkan zakat fitrah seperti yang ia makan
jika hal itu karena keterbatasan ekonominya. Namun jika itu karena
kekikirannya, ia harus mengeluarkan zakat ini sesuai makanan yang biasa dimakan
masyarakat.

Baca juga: Sholat Idul Fitri

Yang Berhak Menerima


Siapa yang berhak menerima zakat ini? Yang berhak
menerima zakat fitrah sama dengan yang berhak menerima zakat pada umumnya
(mustahik) yakni 8 golongan:

1. Al fuqara; orang-orang fakir


2. Al masakin; orang-orang miskin
3. Amil zakat
4. Mualaf, yaitu orang-orang yang baru masuk Islam
5. Ar riqab; budak yang dijanjikan merdeka oleh tuannya dengan
membaya
6. Al gharimun; orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar
7. Fi sabilillah
8. Ibnu sabil; musafir yang sedang menempuh perjalanan syar’i
Namun yang lebih utama untuk menerima zakat ini adalah
faqir miskin. Hal ini berdasarkan hadits, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari
perkataan kosong dan perbuatan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang
miskin” (Hr. Abu Daud; hasan)

Zakat Fitrah dengan Uang


Bolehkah mengeluarkan zakat fitrah dengan uang, bukan
dalam bentuk bahan makanan pokok?

Imam Abu Hanifah memperbolehkan zakat ini dengan


memberikan uang yang sebanding. Yakni senilai satu sha’ bahan makanan pokok.

“Namun jika yang diberikan orang yang berzakat itu berupa


gandum, maka cukup setengah sha’” terang Imam Abu Hanifah seperti dikutip
Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah.

Mengapa boleh memberikan zakat fitrah dengan uang, Syaikh


Wahbah Az Zuhaili menjelaskan hujjah Madzhab Hanafi, karena hakikatnya yang
wajib adalah mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta. Hal itu
berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Cukupkan mereka (dari meminta-minta) pada hari seperti


ini.” (HR. Daruquthni)

“Mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta dapat


tercapai dengan memberinya harga (uang). Bahkan itu lebih sempurna dan mudah
karena lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian maka jelaslah teks
hadits tersebut mempunyai illat (sebab) yakni al ighna’ (mencukupkan)” demikian
hujjah Madzhab Hanafi.

Sedangkan menurut jumhur ulama, tidak boleh mengeluarkan


zakat fitrah dengan uang karena Rasulullah mengeluarkan zakat ini dengan
makanan pokok.

“Membayar zakat fitrah dengan harga jenis makanan-makanan


tersebut, maka tidak boleh menurut jumhur. Hal itu berdasarkan perkataan Umar
bin Khattab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah
sebanyak satu sha’ kurma dan satu sha’ gandum.” Jika berpaling dari ketentuan
itu maka ia telah meninggalkan kewajiban,” tulis Syaikh Wahbah Az Zuhaili.

Jadi, tidak boleh membayar zakat ini dengan uang secara


mutlak. Sebab di zaman Rasulullah juga sudah ada uang tetapi beliau dan para
sahabat tidak memberikan uang sebagai zakat fitrah. Adapun hadits yang
digunakan hujjah Madzhab Hanafi tersebut, derajatnya dipersoalkan oleh banyak
ulama.
Namun jika kita membayar kepada lembaga zakat dalam
bentuk uang dan telah ada kesepakatan (akad) bahwa nantinya lembaga zakat itu
memberikan kepada mustahik dalam bentuk makanan pokok, maka ini diperbolehkan.

Baca juga: Qiyamul Lail

Doa Zakat Fitrah


Seseorang yang menerima zakat fitrah (mustahik) dianjurkan
untuk mendoakan orang yang memberikan zakat tersebut (muzakki). Demikian pula jika
dia adalah amil yang memungut zakat, dianjurkan untuk mendoakan muzakki.Doa zakat ini
merupakan perintah Allah bagi amil saat
menerima zakat dari muzakki, sebagaimana firman-Nya:“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. At Taubah:
103)

Imam Syafi’i menerangkan bahwa doanya adalah sebagai


berikut:

Aajarokalloohu fiimaa a’thoita wabaaroka laka fiimaa


abqoitaArtinya: Semoga Allah memberikan pahala kepadamu pada barang yang engkau
berikan (zakatkan) dan semoga Allah memberkahimu dalam harta-harta yang masih engkau
sisakan Demikian pembahasan lengkap zakat fitrah mulai dari pengertian, hukum, waktu,
besarnya, bolehkah diganti dengan uang hingga niat dan doanya. Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Anda mungkin juga menyukai