42
43
Pos gawang
Meja tebu
Truk kosong
b. Pemeriksaan % brix pada contoh tebu, untuk tebu BL 17 % dan untuk tebu awal
masak 18 % (pengambilan sampel dilakukan pada 2-3 ruas dari ujung).
Pemeriksaan/pengecekan % Brix pada contoh tebu menggunakan alat Hand
Refractometer. Brix merupakan persen padatan terlarut dalam larutan dengan dasar
berat per berat. Jika brix 17 % mempunyai arti terdapat 17 gram gula terlarut dalam 100
gram larutan. Berikut merupakan tabel pemeriksaan % brix berdasarkan varietas yaitu,
Brix minimal batang
No Varietas Keterangan
ruas
1. PR >20 % PR 12−01
2. PS 881, BZ 132, PS 865,
MA >18 %
PS862
3. MT >17 % PSJK 922
4. ML >17 % BL
Tabel 4.1. Tabel pemeriksaan % brix berdasarkan varietas
Untuk Masa Awal (MA), tebu tersebut membutuhkan 1− 2 bulan kering untuk proses
pemasakan. Untuk Masa Tengah (MT), tebu tersebut membutuhkan 3 − 4 bulan kering
untuk proses pemasakan. Untuk Masa Lambat (ML), tebu tersebut membutuhkan 4
bulan lebih kering untuk proses pemasakan.
c. Pemeriksaan tebu sesuai dengan kriteria, yaitu bebas dari :
1. Sogolan (tebu muda)
2. Pucukan
3. Akar
4. Tanah
5. Daduk (daun tebu kering)
Dalam pemeriksaan tebu sesuai kriteria terdapat pula standar untuk penilaian rafaksi
(Pengurangan bobot). Berikut merupakan tabel standar penilaian rafaksi,
No Rafaksi Keterangan
1. Rafaksi Sogolan (15 %) Terdapat lebih dari 15 batang sogolan dalam 1
truk
2. Rafaksi Sogolan (15 %) Terdapat lebih dari 15 batang pucukan dalam 1
truk
3. Rafaksi Cacahan Terdapat tebu berukuran < 20 cm dalam
jumlah banyak
4. Rafaksi Tali Pucuk (7 %) Terdapat tali pucuk untuk mengangkat tebu
45
sebanyak 14 kolong/ikat
5. Rafaksi Daduk (3 %) Apabila terdapat daduk dalam jumlah banyak
secara visual dan menutupi sebagian besar
batang tebu dalam 1 truk.
6. Rafaksi Akar Apabila terdapat akar dalam jumlah banyak
secara visual dalam 1 truk dan tidak ada upaya
untuk membersihkannya.
7. Rafaksi Tanah Apabila terdapat tanah dalam jumlah banyak
secara visual dalam 1 truk
8. Rafaksi Terbakar Apabila terdapat tebu terbakar dalam jumlah
banyak maupun sedikit.
Tabel 4.2. Tabel standar penilaian rafaksi
Setelah semua diperiksa dan dicatat, selanjutnya truk antri pada jalur yang ditentukan
sesuai dengan urutan kedatangan dengan menggunakan system FIFO, truk selanjutnya
akan melewati timbangan bruto (berat kotor) dan pembongkaran dimeja tebu. Setelah
dilakukan pembongkaran muatan tebu di meja tebu maka truk akan masuk ke
timbangan tarra (berat bersih) sehingga diperoleh berat netto tebu.
Tebu yang akan menjadi bahan baku pembuatan gula, harus memenuhi syarat Manis,
Bersih, Segar (MBS) agar memberikan hasil kristal gula yang tinggi dan tidak
membebani proses pengolahan dipabrik.
A. Penimbangan Tebu
Proses penimbangan tebu merupakan proses paling awal sebelum tebu digiling
dengan tujuan untuk mengetahui berat tebu yang akan digiling di Pabrik Gula.
Penimbangan tebu bagi proses pengolahan gula sangatlah penting dilakukan karena
berat tebu yang diketahui dari hasil penimbangan berguna untuk mengetahui jumlah
tebu yang digiling selama 24 jam dan menunjukkan kapasitas giling Pabrik Gula
tersebut, selain itu proses penimbangan tebu juga berguna dalam perhitungan angka-
angka pengawasan proses pabrikasi gula.
Penimbangan tebu juga menjadi salah satu dasar perhitungan bagi hasil antara Pabrik
Gula dan petani tebu rakyat (selain faktor rendemen tebu), serta untuk mengetahui
produktivitas suatu kebun tebu (perhektar).
46
Penimbangan tebu harus dilakukan secara cepat, tepat dan teliti. Hal ini dilakukan
untuk menghindari adanya antrean penimbangan tebu yang panjang dimana hal tersebut
dapat berpengaruh pada kualitas dan mutu tebu serta berpengaruh pada kerusakan
sukrosa pada batang tebu akibat adanya proses hidrolisis.
Persediaan tebu dihalaman pabrik adalah sebesar 122,5%-125% dari kapasitas
giling. Jumlah tebu yang digiling tiap hari dapat diketahui dengan menghitung sisa tebu
tergiling. Sisa tebu Pabrik Gula Kebon Agung ± 20% dari kapasitas giling yang
diusahakan sudah tersedia dalam emplasment untuk digiling pada pagi hari berikutnya.
a. Tebu yang masuk pabrik per hari
Perhitungan tebu yang digiling setiap hari dimaksudkan sebagai perbandingan
dengan hasil yang diperoleh. Tebu yang digiling setiap hari, tutup buku dilakukan pada
jam 06.00, jadi perhitungan dari jam 06.00 sampai jam 06.00 hari berikutnya.
B. Pengaturan Dan Pengawasan Pemasukan Tebu
Untuk memudahkan dalam penimbangan, maka tebu harus dicek pada Pos
gawang disini bertujuan untuk mengecek kondisi fisik tebu atau kebersihan tebu dan
kadar brix. Kondisi fisik tebu atau kebersihan tebu yang tidak diperbolehkan adalah
tebu masih memiliki terlalu banyak akar, jika terjadi hal demikian maka pengawas pos
gawang akan mempersilahkan sopir truk untuk membersihkan terlebih dahulu sebelum
kembali lagi ke pos gawang untuk diperiksa kembali. Kadar brix yang dianjurkan untuk
tebu yang bisa masuk adalah kadar brix 17 untuk awal giling dan kadar brix 18 setelah
berjalan ± 1 bulan, pengambilan sampel dilakukan pada 2-3 ruas dari ujung. Apabila
nilai brix tidak mencapai dari standar maka tebu tidak diperbolehkan masuk.
Timbangan yang digunakan telah menggunakan komputerisasi untuk
mempermudah proses penghitungan tebu, timbangan untuk tebu meliputi 2 timbangan
yaitu Timbangan Bruto dan Timbangan Tarra, dari kedua timbangan tersebut maka
dapat dihitung berat dari tebu yang digiling dengan cara mengurangi hasil timbangan
bruto dengan hasil timbangan tarra. Timbangan Bruto (Berat kotor) berfungsi untuk
menimbang truk dan tebu yang diangkut sebelum memasuki proses penggilingan.
Timbangan Tarra (Berat bersih) berfungsi untuk menimbang truk dan tebu yang sudah
kosong atau sudah menurunkan tebu. Rata-rata berat tebu yang dibawa 1 truk adalah 6-7
ton dan perjamnya PG Kebon Agung dapat menggiling tebu yang dibawa oleh 30-35
truk. Halaman pabrik PG Kebon Agung beroperasi selama 24 jam.
47
- Tebu selama berada dihalaman pabrik diusahakan agar waktunya sependek mungkin.
Berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu, maka tebu yang sudah ditebang atau
berada dalam halaman pabrik untuk menanti penggilingan diusahakan waktu tunggunya
sependek mungkin.
Setelah truk bongkar muatan, tebu diletakkan pada meja tebu menggunakan crane
hoist, meja tebu memiliki cane leveller yang berfungsi untuk megatur jatuhnya tebu
menuju cane carrier I agar tebu yang turun sedikit demi sedikit. Hal ini akan
memudahkan proses selanjutnya yaitu cane cutter, jika tebu yang dibawah cane carrier
terlalu banyak maka akan memperberat kerja dari cane cutter dan hasilnya menjadi
tidak maksimal. Cane cutter berfungsi untuk memotong tebu dengan panjang 10-15 cm
untuk memudahkan proses selanjutnya.
Setelah dari cane cutter tebu yang telah dipotong kecil-kecil akan di bawah oleh
cane carrier II menuju unigrator, pada unigrator tebu dihancurkan atau ditumbuk
menjadi serabut-serabut sebelum memasuki stasiun penggilingan.
Tebu
49
Crane Unloading
Meja tebu
Cane Carrier I
Cane Cutter
Cane Carrier I
Unigrator
Penambahan
Cane Carrier II Penambahan Susu
H3PO4
Gilingan I Kapur Ca(OH)2
Flowmeter
Ampas Penampung Nira DSM Screen Boulogne
Mentah
Gilingan II
Ampas halus
Nira Imbibisi Ampas (Bagasse)
Gilingan III
Nira mentah menuju stasiun
pemurnian
Nira Imbibisi Ampas + air imbibisi
Gilingan IV
Setelah truk bongkar muatan, tebu diletakkan pada meja tebu menggunakan
Crane Unloading, meja tebu memiliki Cane Leveler yang berfungsi untuk mengatur
jatuhnya tebu menuju Cane Carrier I agar tebu yang turun sedikit demi sedikit. Hal ini
akan memudahkan proses selanjutnya yaitu Cane Cutter, jika tebu yang dibawa Cane
Carrier terlalu banyak maka akan memperberat kerja dari Cane Cutter dan hasilnya
menjadi tidak maksimal. Cane Cutter berfungsi untuk memotong tebu dengan panjang
10-15 cm untuk memudahkan proses selanjutnya. Setelah dari Cane Cutter tebu yang
telah dipotong kecil-kecil akan dibawa oleh Cane Carrier II menuju unigrator, pada
unigrator tebu dihancurkan atau ditumbuk menjadi serabut-serabut sebelum memasuki
stasiun penggilingan.
Unit penggilingan atau ekstraksi merupakan awal proses pada pembuatan gula
yang didapatkan dari nira (sari tebu). Proses ekstraksi bertujuan untuk mengambil nira
yang ada pada tebu dengan cara efisien dan ekonomis.
Pada stasiun gilingan ini tedapat 5 unit gilingan yang dipasang seri dan masing-
masing gilingan terdiri dari 3 buah rol, yaitu rol atas, rol depan, dan rol belakang. Rol
depan dan rol belakang berputar searah jarum jam, sedangkan rol bagian atas berputar
berlawanan arah dengan jarum jam. Berikut merupakan proses pada gilingan,
− Gilingan I
Serabut-serabut tebu dari unigrator masuk dan diperah oleh gilingan I. Serabut
tebu akan dipress dengan roll depan dan roll atas selanjutnya ampas akan dipress
kembali dengan roll atas dan roll belakang, ampas akan menuju gilingan selanjutnya
sedangkan nira yang dihasilkan dari gilingan I disebut nira perahan pertama (NPP),
terjadi penambahan susu kapur Ca(OH)2 pada nira gilingan I yang berfungsi untuk
mengendalikan keasaman yang menimbulkan kerusakan gula dan nira gilingan II
disebut nira perahan kemudian.
Nira mentah hasil gilingan I dialirkan ke bak penampungan nira, sedangkan
ampasnya dibawa menuju gilingan II melalui Intermediet Carrier. Pada gilingan I
menggunakkan energi penggerak berupa motor hidrolik yaitu Hagglunds dengan
kecepatan 0-5 Rpm.
− Gilingan II
Ampas dari gilingan I digiling di gilingan II diberi imbibisi nira dari hasil
gilingan III. Nira mentah hasil gilingan II dialirkan ke bak penampung nira I. Nira
51
mentah hasil gilingan I dan II yang terdapat pada bak penampung nira I kemudian
nira dari tangki NPP dan tangki NM akan dipompa masuk DSM screen untuk
disaring dengan ukuran saringan adalah 0,5 mm dan nira hasil saringan akan
dialirkan melewati flowmeter untuk dilihat volume nira yang masuk. Sedangkan
ampas yang tertinggal diatas saringan DSM akan dialihkan ke Intermediate Carrier
1 untuk digiling lagi di gilingan dua. Pada gilingan II menggunakkan energi
penggerak berupa turbin uap denagan kecepatan sebesar 4500 Rpm.
− Gilingan III
Ampas dari gilingan II digiling di gilingan III diberi imbibisi nira hasil gilingan
IV. Nira mentah hasil gilingan III dipompa dan dialirkan untuk digunakan sebagai
nira imbibisi pada ampas gilingan II. Nira dari gilingan III ditampung dalam bak
penampung nira II. Gilingan III menggunakkan energi penggerak berupa turbin uap
dengan kecepatan sebesar 4400 Rpm.
− Gilingan IV
Ampas dari gilingan III digiling di gilingan IV diberi imbibisi nira hasil gilingan
V. Nira mentah hasil gilingan IV dipompa dan dialirkan untuk digunakan sebagai
nira imbibisi pada ampas gilingan III. Nira dari gilingan III ditampung dalam bak
penampung nira II. Gilingan IV menggunakkan energi penggerak berupa turbin uap
dengan kecepatan sebesar 4500 Rpm.
− Gilingan V
Ampas dari gilingan IV digiling di gilingan V diberi air imbibisi kapasitas
gilingan. Nira mentah hasil gilingan V dipompa dan dialirkan untuk digunakan
sebagai nira imbibisi pada ampas gilingan IV. Nira dari gilingan V ditampung dalam
bak penampung nira II. Ampas dari gilingan V dibawa oleh elevator ke boiler
sebagai bahan baku ketel dan ampas halus dipakai untuk campuran nira kotor di
Rotary Vacuum Filter. Pada unit ini diharapkan mendapatkan nira mentah yang
maksimum dan ampas yang mengandung gula seminimal mungkin. Gilingan V
menggunakkan energi penggerak berupa turbin uap dengan kecepatan sebesar 4500
Rpm.
52
NO PARAMETER SASARAN
1. % Brix Gilingan 1 (NPP) >= 16
2. % Brix Gilingan 2 <= 9
3. % Brix Gilingan 3 <= 7
4. % Brix Gilingan 4 <= 4
5. % Brix Gilingan 5 (NGA) <= 2
6. % Brix Nm > = 13
7. Imbibisi % Tebu 25-30
8. % Nm % Tebu >= 100
9. % Pol Ampas <= 1,5
10. % Zk Ampas >= 50
Tabel 4.3. Parameter Stasiun Gilingan
Pembentukan susu kapur Ca(OH)2 dilakukan dengan mencampurkan padatan
kapur (CaO) dengan air (H2O). Persamaan reaksinya sebagai berikut:
CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(l)
Kapur Air Susu kapur
Pada gilingan IV terdapat penambahan nira hasil gilingan V dan juga penambahan
air imbibisi pada suhu 80 °C, penggunaan suhu 80 oC karena merupakan suhu optimum
dari sukrosa dan pada suhu tersebut sel ampas mudah pecah sehingga nira yang didapat
maksimal.
a. Keuntungan
1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sukrosa
2. Nira dalam ampas dapat diambil semaksimal mungkin
3. Ampas yang dipakai untuk bahan ketel cukup kering
b. Kerugian
1. Jika suhu lebih dari 80 oC maka sel lilin yang terkandung pada kulit tebu akan ikut
larut.
2. Apabila suhu kurang dari 80 oC dikhawatirkan terdapat mikroorganisme yang
aktif.
53
3. Air imbibisi diperoleh dari air kondensat badan penguap IV dan V karena semakin
kebelakang semakin kental sehingga banyak mengandung gula. Jika imbibisi
terlalu sedikit maka kandungan sukrosa pada ampas akan tinggi sehingga
menimbulkan kerak pada pipa.
c. Jumlah air imbibisi
Perhitungan air imbibisi menggunakan flowmeter
Kapasitas gilingan rata-rata / jam = 2833 ku/jam
Flowmeter air imbibisi = 80 m3/jam
80
×1000
Jumlah air imbibisi yang diperlukan = 2833
= 28 %
54
Peti penampungan
Boulogne H3PO4
Defekator I pH 7−7,2
Ca(OH)2 (Susu kapur)
3 ppm Flokulan
Nira Kotor
Peti Nira Jernih
(Clear Juice Tank)
Mixer Mud Juice Ampas Halus
Stasiun pemurnian ini memegang peranan penting dalam produksi gula, karena
hasil pemurnian ini akan sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari gula yang
dihasilkan. Adapun tujuan dari proses pemurnian ini yaitu menghilangkan sebanyak
mungkin kotoran yang terdapat dalam nira mentah dengan tetap menjaga agar jangan
sampai sukrosa maupun gula reduksi mengalami kerusakan pada proses pemurnian ini,
sehingga diperoleh nira bersih yang dinamakan nira encer atau nira jernih dan juga
bertujuan untuk memisahkan zat gula dengan zat gula semaksimal mungkin sehingga
dapat dihasilkan dengan % pol blotong < 1,5. Pol didefinisikan sebagai persen gula
dalam larutan dengan dasar berat per berat. Pada proses ini juga diperoleh kotoran padat
yang dinamakan blotong yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Komponen-
komponen yang terkandung dalam nira mentah dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Air sebagai pelarut
b) Dispersi molekul yaitu: sakarosa, monosakarida, garam-garam, dan asam-asam bebas
c) Dispersi koloid yaitu: pectin, lembung, dan zat warna
d) Suspensi kasar yaitu: ampas halus, pasir, dan tanah
Faktor-faktor yang mempengaruhi stasiun pemurnian:
- pH
- Waktu tinggal
- Suhu
Nira mentah akan dipompa ke DSM screen untuk memisahkan dengan ampas
halus yang masih terikut pada nira mentah. Setelah itu nira mentah masuk timbangan
Boulogne dengan adanya penambahan H3PO4 yang berguna untuk menambahkan kadar
P2O5 yang terdapat pada nira menjadi 300 ppm, pada timbangan ini jika berat nira
mentah telah mencapai 2 ton maka nira akan turun menuju tangki penampung.
Agar reaksi pada proses pemurnian dapat berjalan sempurna, maka nira perlu
dipanaskan dahulu. Nira mentah yang bersifat asam dengan pH 5-6, kemudian di
tambahkan susu kapur untuk menaikan pH dengan tujuan agar mengendalikan
keasaman yang menimbulkan kerusakan gula dengan menyesuaikan pH, nira mentah
dari tangki penampung dipanaskan dalam Juice Heater I sampai suhu sekitar 70 −75°C.
Juice heater yang ada pada PG. Kebon Agung ada 12 buah, Juice Heater I ada 6
buah dengan temperatur 70 −75°C dan Juice Heater II juga ada 6 buah dengan
temperatur 105 − 110°C. Tujuan dari pemanasan pertama ini adalah untuk mempercepat
56
proses pembentukan koloid, dan membantu reaksi komponen nira mentah dengan susu
kapur. Pada Juice Heater ini digunakan uap bleeding (uap nira dari evaporator I) dan
uap bekas turbin bila diperlukan sebagai pemanas.
Nira kental dari Juice Heater I akan dialirkan ke defekator I untuk dilakukan
pencampuran dengan susu kapur Ca(OH)2 sampai pH 7−7,2 yang tujuannya yaitu untuk
mengikat H3PO4 pada nira sehingga akan terbentuk garam Ca3(PO4)3 yang dapat
mengadsorpsi kotoran-kotoran pada nira. Reaksinya adalah :
P3O5 + 3H2O 2H3PO4
3Ca(OH)2 + 2H3PO4 Ca3(PO4)2 + 6H2O
dan dinaikkan lagi pHnya sampai 8,8−9,0 dengan dialirkan ke Defekator II.
No Parameter Satuan Jumlah
1. Konsentrasi CaO % 85 − 90
2. Zat tidak larut dalam HCL % Max. 2
3. Oksida Fe dan Al % Max. 2
4. Oksida Mg % Max. 2
Nira Kondensat
Uap Nira 15 cmHg
95 oC
Evaporator III
P = 15 cmHg T = 95 oC
Nira Uap Nira 35 cmHg
82 oC
Evaporator IV Kondensat
P = 35 cmHg T = 82 oC Air Proses
Nira Uap Nira 64 cmHg
55 oC
Evaporator V
P = 64 cmHg T = 55 oC
Nira Kental
(Brix ≥ 60 o)
Stasiun Masakan
Stasiun penguapan bertujuan untuk memisahkan nira dengan air, sehingga nira
encer yang masuk berubah menjadi nira kental karena kandungan airnya telah
dihilangkan melalui evaporator. Pada stasiun ini air diuapkan semaksimal mungkin
sehingga memudahkan proses selanjutnya yaitu di stasiun masakan, karena jika
kandungan air masih terlalu banyak maka kerja stasiun masakan akan sangat berat dan
memerlukan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan kristal-kristal gula. Penguapan
nira dilakukan untuk mendapatkan nira kental dengan kepekatan yang diharapkan
minimal 30 °Be.
Pada pabrik gula Kebon Agung terdapat 7 buah evaporator, tetapi yang beroperasi
hanya 5 buah sedangkan yang 2 buah dilakukan pembersihan. Hal ini dilakukan secara
bergantian agar selalu ada pembersihan dan juga mengantisipasi bila adanya kerusakan
saat proses berlangsung, evaporator yang tidak digunakan dapat menjadi cadangan.
Sistem penguapan yang dipakai di PG Kebon Agung adalah evaporator multiple
effect yang terdiri dari 5 badan penguap. Evaporator multiple effect ini dilengkapi
dengan jet kondensor untuk membuat dua bejana evaporator badan akhir dalam kondisi
vakum (agar nira bisa mengalir dengan mudah mengalir pada evaporator badan
selanjutnya). Dengan demikian nira akan keluar pada badan evaporator dan masuk
kebadan selanjutnya dengan sendirinya. Panas yang digunakan pada evaporator badan 1
adalah uap bekas dari turbin (ablash) sedangkan badan 2 sampai dengan badan 5
mengunakan uap nira yang dihasilkan dari badan sebelumnya.
Nira encer dari clarifier dipompa kebadan evaporator 1, dilakukan penguapan
pada badan 1 menggunakan suhu 118 °C dengan saturated steam uap bekas 0,80
kg/cm2. Pemanasan evaporator badan 1 ini menggunakan uap bekas turbin (ablash), air
kondensatnya digunakan sebagai air pengisi ketel karena air kondensat yang dihasilkan
tidak mengandung nira, karena syarat sebagai air pengisi ketel yaitu tidak mengandung
nira, dan niranya masuk kebadan evaporator 2. Pada evaporator 2-5 menggunakan uap
nira dari badan sebelumnya sebagai pemanas.
Nira pada evaporator I menggunakan suhu 120 oC dan tekanan antara 1,60 kg/cm2
dengan menggunakan uap bekas dari ketel (afblas) sebagai bahan bakar, selanjutnya uap
nira dari badan I ini dialirkan kebadan II yang menggunakan suhu 100 oC dan tekanan
0,2 kg/cm2. Uap nira dari badan II dialirkan ke badan III menggunakan suhu 95 oC dan
tekanan vakum 15 cmHg. Sama halnya dengan badan III, badan IV dan V juga
60
Hasil dari proses penguapan dari nira encer yaitu nira kental dengan kekentalan
yang diharapkan yaitu 30 °Be atau setara kadar brix 60. Nira kental dialirkan menuju
peti tunggu nira kental, setelah itu nira kental dialirkan menuju sulfur tower dimana
akan terjadi kontak antara nira kental dengan gas SO 2 dari sulfur burner. Setelah di
sulfitasi II, nira kental dialirkan menuju stasiun masakan untuk proses selanjutnya.
Dalam proses penguapan akan selalu ada kerak-kerak yang menempel pada
pemanas sisi nira yang disebabkan karena terlalu pekat kadar kapur pada proses
pemurnian. Disamping kadar kapur nira encer yang dapat menyebabkan terjadinya
kerak pada evaporator, penyebab lain mungkin karena cara-cara operasi suhu. Oleh
karena itu dilakukan pembersihan secara bergantian untuk menghindari dari terjadinya
kerak yang dapat mengganggu proses penguapan.
Evaporator terdapat komponen-komponen penting pada badan evaporator antara lain:
a. Kaca Penduga
Alat ini digunakan untuk melihat kondisi nira pada bagian dalam dan untuk melihat
volume nira pada badan evaporator. Pada setiap badan penguapan terdapat 4 kaca
penduga
b. Sapvanger
Alat ini digunakan untuk menangkap butiran-butiran nira yang terkandung dalam uap
air. Alat ini terdapat pada bagian dalam pipa output uap bekas.
c. Output Nira/Uap Bekas
Alat ini digunakan untuk jalan keluarnya nira yang telah diuapkan kandungan airnya.
Output uap bekas digunakan untuk jalan keluarnya uap bekas yang biasanya berada
pada bagian tengah atas evaporator.
d. Input Nira/Uap Bekas
Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk jalan masuknya nira kedalam
evaporator. Input uap bekas digunakan untuk jalan masuknya uap bekas.
e. Pipa Amoniak
Alat ini digunakan untuk mengeluarkan gas atau udara yang tak terembunkan. Uap
yang tidak dapat terembunkan pada proses evaporator jika tidak dibuang akan
mengganggu proses penguapan dan menghambat kinerja evaporator sehingga proses
penguapan pada stasiun penguapan tidak berjalan secara optimal.
62
f. Pipa Jiwa
Alat ini digunakan sebagai tempat sirkulasi pada nira. Pipa jiwa ini biasanya dapat
berbentuk segitiga maupun lingkaran. Bentuk lingkaran berada pada tengah
badanevaporator, tetapi untuk yang segitiga berada pada pojok badan evaporator,
tetapi pada dasarnya fungsi pipa dalam bentuk apapun tetap sama.
g. Manometer
Alat ini digunakan untuk mengukur tekanan uap nira, suhu dan vakum yang ada pada
setiap badan evaporator. Proses penguapan adalah proses transfer panas atau
perpindahan panas dari uap pemanas ke nira. Proses ini akan melewati beberapa
lapisan yang mrupakan tekanan dan dapat mengganggu proses penguapan. Sehingga
dalam proses ini perlu diamati perubahan suhu, tekanan dan vakum pada setiap
badan penguapan dengan memasang manometer.
Pada PG Kebon Agung Malang menggunakan manometer air raksa yang berada pada
setiap evaporator, manometer ini digunakan untuk mengukur vakum dan untuk
mengantisipasi apabila sewaktu-waktu manometer digital vakum mengalami
masalah. Ada 3 jeni manometer yang terdapat pada setiap badan evaporator dan
memiliki fungsi yang berbeda-beda antara lain:
1. Manometer Vakum
Pada manometer vakum menunjukkan angka negatif maka artinya tekanan
menghisapnya tinggi dan jika suhu semakin panas maka vakumnya semakin
rendah. Jika suhu semakin dingin maka vakum semakin rendah berarti
menunjikkan nira semakin encer.
2. Manometer Tekanan
Pada manometer tekanan terdapat tiga macam yaitu:
a. Tekanan tromol berfungsi untuk mengukur temperatur pada pipa pemanas.
b. Tekanan temperatur kalender berfungsi untuk melihat keadaan, jika semakin
dingin suhunya maka akan semakin tinggu pula vakumnya dan akan menjani
pacuan bahwa nira semakin encer.
c. Tekanan kalender berfungsi untuk melihat kondisi tekanan uap bleeding.
3. Manometer Suhu
Manometer suhu digunakan untuk memantau dan mengukur suhu yang berada
pada badan evaporator.
63
Mixer C Mixer D2
Puteran C Puteran D2
Secara umum masakan D merupakan proses awal untuk menghasilkan kristal gula
yang baik, jadi baik tidaknya gula produksi selain ditentukan oleh stasiun pemurnian
(putih tidaknya gula), masakan D juga mempengaruhi besar kecilnya kristal gula
produksi.
Untuk memasak pada masakan D digunakan uap bekas (afblas) atau juga uap nira
(bleeding) sebagai pemanas pada pan masakan. Digunakan kondisi vakum minimal -60
agar menekan titik didih sehingga pembentukan kristal gula dapat lebih cepat dan tidak
menimbulkan proses karamelisasi.
Lalu jika masakan D telah tua dan kristal gula yang dihasilkan telah sesuai
standard yang ditentukan maka proses masakan dapat diakhiri, semakin kasar quite D
maka semakin bagus hasil gula produksinya. selanjutnya quite D dapat dikeluarkan
menuju palung pendingin, disini quite D didinginkan sebelum masuk ke puteran D.
Berikut merupakan parameter pada stasiun masakan:
NO PARAMETER SASARAN
1. Brix NK 60 %
2. HK NK 78 %
3. Brix Klare A 70 %
4. HK Klare A 85 %
5. Brix Stroop A 82 %
6. HK Stroop A 60 %
7. Brix Stroop C 82 %
8. HK Stroop C 45 %
9. Brix Klare D 60 %
10. HK Klare D 58 %
11. Brix Masakan A 95 %
12. HK Masakan A 79 %
13. Brix Masakan C 97 %
14. HK Masakan C 70 % -72 %
15. Brix Masakan D 98 %
16. HK Masakan D 58 % - 60 %
17. HK Sogokan D2 70 %
66
stroop akan melewati saringan dan akan menuju ke bak penampung stroop A sebelum
digunakan pada masakan C, sedangkan gula A akan tertahan pada saringan (screen).
Setelah puteran berhenti scruber akan diarahkan untuk menempel dengan dinding
(screen) dan dilakukan putaran kembali agar kristal yang tertahan pada screen jatuh ke
mixer yang berada dibawah puteran A.
Gula A hasil puteran A yang berada di mixer akan dipompa menuju mixer yang
berada diatas puteran SHS. Lalu gula diturunkan untuk menuju kedalam puteran SHS
disini akan dipisahkan antara klare I dan gula produksi, klare akan melewati screen dan
menuju ke bak penampung klare I sebelum digunakan pada masakan A sedangkan gula
produksi akan tertahan pada screen. Scrube akan diarahkan untuk menempel pada
dinding (screen) dan dilakukan putaran kembali agar kristal yang tertahan pada screen
jatuh menuju talang goyang.
- Puteran C
Puteran C beroperasi secara terus menerus (continue). Putaran C dibagi menjadi 2
yaitu C1 dan C2, hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik karena
adanya 2 kali pemutaran pada puteran C. Quite C yang turun dan telah didinginkan akan
dipompa menuju mixer yang berada diatas puteran C1, lalu turun menuju ke puteran C1
untuk dipisahkan antara gula C dengan stroop C, stroop C akan melewati screen dan
menuju bak penampung stroop C sebelum digunakan pada masakan D, sedangkan gula
C akan turun menuju mixer sebelum dipompa menuju mixer yang berada diatas puteran
C2, lalu gula C turun menuju keputeran C2 untuk dipisahkan gula C2 dengan klare C.
Klare C akan melewati screen dan menuju bak penampung klare C sebelum digunakan
untuk masakan C, sedangkan gula C akan turun menuju mixer yang berada dibawah
puteran C2 sebelum dipompa menuju masakan A yang digunakan sebagai bibitan.
- Puteran D
Puteran D beroperasi secara terus menerus (continue), Puteran D dibagi menjadi 2
yaitu puteran D1 dan puteran D2. Quite D yang turun dan telah didinginkan akan
dipompa menuju mixer diatas dari puteran D1, lalu turun meuju puteran D1 untuk
dipisahkan antara gula D1 dengan tetes, tetes akan melewati screen dan menuju
pendingin tetes sebelum ditimbang dan dipompa menuju penampung tetes, sedangkan
gula D1 akan turun menuju mixer sebelum dipompa menuju mixer yang berada diatas
puteran D2, lalu gula D1 turun menuju puteran D2 untuk dipisahkan gula D2 dengan
69
klare III, klare III akan melewati screen dan menuju bak penampung klare III sebelum
digunakan untuk masakan D, sedangkan gula D2 akan turun menuju mixer yang berada
dibawah puteran D2 sebelum dipompa menuju masakan C yang digunakan sebagai
bibitan.
Berikut merupakan parameter pada stasiun puteran:
NO PARAMETER SASARAN
1. HK Gula C 94 %
2. HK Gula D1 95 %
3. HK Gula D2 94 %
4. HK Babonan C 94 %
5. HK Babonan D 94 %
6. Brix Tetes 85 %
7. HK Tetes 33 %
8. BJB SHS 0,8 – 1,2 mm
9. ICUMSA SHS < 300 IU
10. Kadar Air SHS 0,05 %
11. Suhu Tetes < 40 oC
Tabel 4.7. Parameter Stasiun Puteran
70
Gula SHS
Sugar Elevator
Pengemasan
Gudang Gula
diinginkan yaitu berkisar 0,9-1 mm. pemisahan ini dilakukan dengan cara pengayakan
sehingga yang dihasilkan hanya gula dengan kristal 0,9-1 mm saja.
Gula yang memiliki ukuran kristal kurang dari 0,9 mm disebut gula halus
sedangkan gula dengan ukuran lebih dari 1 mm disebut gula kasar. Gula halus dan gula
kasar akan dilebur dan dimasak kembali agar meminimalisir gula yang terbuang.
Pada sepanjang talang terdapat sugar dryer yang digunakan untuk mengurangi
kadar air pada gula, dengan cara dipanaskan menggunakan uap kering dengan tekanan 5
kg/cm2 hingga kadar air tidak lebih dari 0,1 %. Tujuan lain dari proses pengeringan ini
adalah:
- menurunkan kelembaban gula produk agar tidak terjadi perubahan warna dan
kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme
- meningkatkan daya tahan gula
Adanya getaran pada talang goyang menyebabkan gula bersinggunan dengan
udara sehingga kelembaban akan berkurang secara alami. Selanjutnya gula diangkut
melewati sugar dryer. Gula yang masih mengandung air dikeringkan dengan udara
panas untuk menghilangkan kelembaban sehingga gula keluar dari sugar dryer benar-
benar dalam keadaan kering. Gula yang sudah kering diangkut oleh dryer sugar elevator
ke hammer screen untuk pemisahan kristal gula yang berukuran tidak sama.
Hammer screen terdiri tiga tingkat saringan yaitu, saringan I (paling atas)
berukuran 8 mesh untuk menahan kristal gula kasar, saringan II (bawah saringan I)
berukuran 18 mesh untuk menahan kristal gula normal dan saringan III (paling bawah)
berukuran 24 mesh untuk menahan kristal gula halus. Kristal gula dari saringan I dan III
dilebur dan ditambahkan ke nira kental tersulfitasi untuk diproses kembali sedangkan
kristal gula dari saringan II ditampung di sugar storage bin.
Proses selanjutnya adalah pengarungan dan penimbangan, tujuan dari
pengarungan adalah untuk mempermudah penyimpanan sedangkan penimbangan adalah
memastikan bahwa gula yang dikarung seberat 50 kg. Gula SHS dari silo diturunkan
dan ditampung dalam karung kemudian gula dibawa oleh belt conveyor ke timbangan
agar berat gula tepat 50 kg. setelah itu karung dijahit dan dibawa ke gudang
penyimpanan. PG Kebon Agung juga melayani dalam kemasan 1 kg, kemasan ini
diproduksi apabila ada pesanan yang menginginkan kemasan 1 kg.
Syarat gula SHS adalah sebagai berikut:
72
memperkirakan jumlah
penambahan susu kapur di stasiun
pemurnian
Nira gilingan % Brix Mengetahui banyaknya zat padat
II - V terlarut dalam nira gilingan II–V
% Pol Mengetahui jumlah gula (dalam
gram) yang ada dalam setiap 100
gram nira gilingan II - V
HK Mengetahui hasil kemurnian yang
terdapat dalam nira gilingan II- V.
Hasil kemurnian dapat digunakan
untuk mengetahui apakah sukrosa
dalam tebu telah
terperah dengan maksimal.
Nira Encer % Brix Mengetahui banyaknya zat padat
yang terlarut dalam nira encer,
hasil analisa dapat diketahui
kinerja stasiun pemurnian
% Pol Mengetahui jumlah gula (dalam
gram) yang ada dalam setiap 100
gram nira encer
HK Mengetahui hasil kemurnian yang
terdapat dalam nira encer
pH Mengetahui derajat keasaman
dalam nira encer
Turbidity Mengetahui kekeruhan nira encer
dan digunakan untuk evaluasi
kodisi proses di pemurnian
Nira Kental % Brix Mengetahui sasaran tercapai atau
tidaknya kinerja stasiun penguapan
% Pol Mengetahui jumlah gula (dalam
gram) yang ada dalam setiap 100
gram nira kental
HK Mengetahui hasil kemurnian yang
terdapat dalam nira kental.
Digunakan untuk mengetahui
75
Looses
Nira Kental % GR Mengetahui jumlah gula reduksi
Tersulfitir untuk bahan evaluasi Undetrmine
Looses
Ampas Uni PI Mengetahui keberhasilan kinerja
alat pendahuluan untuk meusak sel
batang tebu
IPAL COD Mengetahui jumlah oksigen terlarut
untuk dapat menguraikan zat
organik limbah
BOD Mengetahui jumlah oksigen terlarut
untuk dapat digunakan
metabolisme mikroorganisme
pengurai zat organik limbah
Tetes % Brix Mentehaui zat kering terlarut
dalam tetes
% Pol Mengetahui kehilangan pol yang
terikut dalam tetes
HK Mengetahui harkat kemurnisn
sukrosa dalam tetes
% Gram Mengetahui gula reduksi dalam
tetes untuk evaluasi banyaknya
looses inversi sukrosa
Setiap Masakan A, % Brix Mengetahui zat organik
Turunan C, D terlarut dalam massakn yang
turun
% Pol Mengetahui jumlah pol/gula dalam
masakan
HK Mengetahui harkat kemurnian
sukrosa dalam tetes yang
merupakan sumber data sebagai
perhitungan pemerhan masakan
Tabel 4.8. Macam Analisa, Frekuensi Analisa , dan Kegunaan
Prosedur analisa :
1. Penentuan % brix dan % pol untuk nira gilingan, nira mentah, nira encer
dan nira tapis
79
Analisa yang dilakukan dalam randemen sementara adalah analisa % pol, % brix,
harga kemurnian (HK) dan randemen. Analisa ini dilakukan setiap tebu dari kebun dan
masuk pada gilingan pertama.
a.Analisa % brix dan pol
Prosedur persiapan analisa filtrat :
1. Nira gilingan disaring (kasar / saringan gula A).
2. Memasukkan kedalam labu takar 100-110 mL sampai garis tanda (100 mL).
3. Menambahkan Form A (penjernih amfoterik) dan Form B (penjernih buferik)
masing – masing 5 mL, lalu mengocok labu hingga tercampur sempurna dan
setelah itu ditapis (beberapa mL filtrate awal dibuang).
4. Penapisan tersebut dilakukan sampai mendapatkan filtrate yang jernih.
Prosedur penggunaan Sachromat untuk brix dan pol:
1. Memasukkan filtrate nira gilingan ke corong polarimeter.
2. Memasukkan bahan tersaring ke brix Refraktometer
3. Proses I : Pembacaan brix
4. Proses II: Pembacaan pol dan % pol serta HK
Contoh hasil pebacaan Suchromat:
% brix = 15,88
Pol baca = 46,55
% pol = 12,55
HK = 79,04
2. Kadar P2O5 nira mentah
Prosedur analisa :
1. Mengambil 1 mL nira mentah kedalam erlenmenyer 100 mL.
2. Menambahkan aquadest sebanyak 40 mL.
3. Menambahkan Asam Amonium Molibdat sebanyak 4 mL.
4. Memanaskan hingga mendidih, setelah mendidih ditambahkan asam askorbit
sebanyak 1 gram. Lalu didinginkan.
5. Setelah dingin, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL serta ditambhkan
aquadest sampai garis tanda 100 mL.
6. Menghitung absorbent pada alat spektrofotometer. Dengan panjang gelombang
650 dan transmitan 100.
80
Cara perhitungan:
Sebelum proses pengeringan:
Berat cawan kosong + 1000 gram ampas = 37.92 gram (A)
Sesudah proses pengeringan:
Berat cawan kosong + 1000 gram ampas = 32.98 gram (B)
A – B = 37.92 – 32.98 = 49.40 x 100% = 49.40 %
100.0 – 49.40 = 50.60 %
6. Analisa pol ampas
Prosedur:
- Persiapan analisa filtrate :
1. Menimbang 1 kg ampas dan memasukkan ke dalam tabung ekstraksi.
2. Menambahkan air 10 liter lalu menutup tutup tabung rapat-rapat.
3. Menghidupkan alat ekstraksi dan setting alat pada suhu 110-115 °C.
4. Setelah 1 jam 15 menit, membuka tutup tabung.
5. Mengambil filtrate ± 100 mL lalu didinginkan.
6. Setelah dingin, memasukkan filtrate dingin kelabu takar 100-110 mL, sampai
garis tanda (100 ml)
7. Menambahkan Form A dan Form B masing-masing 5 mL sampai garis tanda
110 mL.
8. Mengocok sampai tercampur rata kemudian ditapis.
- Penentuan pol ampas :
1. Memasukkan filtrate hasil penapisan ke tabung Suchromat 200 mL.
2. Membaca pol baca
3. Menghitung pol ampas dengan rumus:
Pol baca x 2
7. Analisa koreksi kotoran Nira Mentah
Proses analisa :
1. Nira contoh diaduk rata, kemudian ditimbang sebanyak 200 gram dalam
gelas kimia 300 mL.
2. Menambhkan kieselguhr sebanyak 6 gram lalu diaduk sampai rata.
3. Kemudian disaring dengan corong Bucher menggunakan kertas saring
whatman No. 42 atau No. 1 yang sudah diketahui beratnya. Untuk
83
5. Filtrat III diamati polarisasinya (P2) dengan pembuluh 200 mm, mengamati
pula temperature cairan tersebut (t1) di alat Suchromat, dan temperature
ruangan (t2).
- Perhitungan :
100 ×s
Z=
1
C- ( )
2 1
×t
100
= 363 ppm CaCO3
15. Analisa Besar jenis Butir (BJB) GKP
Prosedur
Proses Analisa :
1. Contoh gula produk yang diambil harus benar-benar mewakili dari setiap
penurunan masakan (strike) atau merupakan contoh kumulatip satu periode.
Lalu mencampur contoh sampai homogen.
2. Menimbang tiap-tiap ayakan, kemudian disusun bertingkat berturut-turut
dari ukuran terbesar (paling atas) sampai dengan yang terkecil dan yang
terakhir pan yang tidak berlubang.
3. Menimbang contoh gula sebanyak 50 gram atau 100 gram, kemudian
ditempatkan di ayakan paling atas (berukuran paling besar). Memasang
penutup pada tempatnya
4. Menjalankan mesin ayakan selama 10 menit.
5. Mematikan mesin, ayakan diambil, kemudian menimbang ayakan tersebut
satu perssatu. (berat timbangan = berat ayakan + berat kristal gula yang tidak
tembus saringan).
6. Diperoleh berat tiap-tiap fraksi gula dan % terhadap total berat fraksi.
7. Berat jenis butir gula dihitung dari hasil analisis ayakan, yaitu dengan
mengalikan prosen seriap fraksi terhadap berat total dengan sertiap
faktornya.
Fraksi Ukuran ayakan (mesh) Ukuran ayakan
(mm)
1 10 2,00
2 12 1,70
3 16 1,18
4 20 0,85
5 30 0,60
6 40 0,425
7 Baki <0,425
89
Proses Analisa:
1. Masukkaan conroh kedalam beakerglass hingga posisi hampir penuh. Khusus
NPP dan NM disaring terlebih dahulu
2. Menyalakan alat viskosimeter, pasang spindle dan setting speed sesuai
sifat/wujud contoh yang diuji, semakin kental contoh, no spindel semakin tinggi
3. Input no spindle sesuai dengan yang tertera pada alat dan setting speed sesuai
kebutuhan.
Contoh: Untuk nira mentah gunakan spindle no.61 dengan speed 200 rpm
4. Letakkan beakerglass berisi sampel dengan posisi spindle berada tepat ditengah
dan spindel tercelup contoh tepat pada tanda batas
5. Masukkan sensor suhu dengan menjepitnya pada bibir beakerglass
6. Tekan “Run” lalu tunggu selama 30 detik hingga pembacaan alat selesai
7. Catat data hasil pembacaan yang tertera pada layar diantaranya viskositas, suhu
serta kondisi operasi
8. Lakukan analisa brix sampel
Jenis contoh No spindle Speed (rpm)
Tetes 64 5-75
Tabel 4.11. Tabel hubungan wujud contoh dengan no spindle dan rpm
20. PENGOLAHAN LIMBAH
Limbah adalah hasil buang yang merupakan dampak dari suatu kegiatan yang
pada jumlah tertentu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu
kegiatan pada industri gula, pabrik gula juga wajib menekan jumlah dan kualitas
limbahnya agar dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan.
Ditinjau dari asalnya limbah terdiri atas :
1. Limbah domestik yaitu limbah hasil rumah tangga, rumah makan,
rumah sakit, dsb.
2. Limbah industri yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan
industri.
92
Pabrik Gula Kebon Agung menghasilkan gula sebagai produk utama serta tetes
dan ampas sebagai produk samping. Selain itu juga menghasilkan buangan-buangan sisa
yang tidak berguna sama sekali tidak memiliki nilai ekonomis. Untuk itu dilakukan
usaha penanganan limbah dan cara pemanfaatan untuk menunjang kehidupan
lingkungan yang bersih, nyaman, dan sehat. Sebagai pedoman kerja dalam penanganan
limbah pabrik gula Kebon Agung berpegang pada undang-undang dan peraturan :
1. UU No. 29/1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.
2. PP RI No. 29/1986 tentang analisa mengenai dampak lingkungan
3. SK Menteri Perindustrian No. 134/M/SK/4/1988 tentang pencegahan dan
penanggulangan pencemaran sebagai akibat kegiatan usaha industri terhadap
lingkungan hidup.
4. SK Gubernur KDH Tk. I Jatim tentang peruntukan air sungai di Jawa Timur.
5. SK Bupati KDH Tk. II Malang No. 226/1988 tentang peruntukan air sungai di
kabupaten Daerah Tingkat II Malang.
Pabrik Gula Kebon Agung menghasilkan limbah yang digolongkan menjadi
empat yaitu:
- Limbah gas
Limbah gas yang dihasilkan dari pabrik gula ini berupa gas SO 2 yang terlepas
pada saat proses sulfitasi ata pada saat pembuatan gas SO2.
Cara yang digunakan untuk menghindari polusi gas SO2 adalah dengan cara
membuat reaktor yang tepat agar gas SO2 tepat bereaksi dengan nira terkapur sehingga
tidak tersisa gas gas SO2 dan memelihara peralatan agar tidak terjadi kebocoran. Untuk
limbah hasil pembakaran abu yang terdispensi dalam udara dapat ditangkap oleh dust
colector yang berupa cyclone.
- Limbah B3
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang terdiri dari oli bekas, kertas
saring bekas Pb asetat, aki bekas dan Fly ash. Limbah B3 harus dikelola sesuai prosedur
yang telah ditetapkan yaitu sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 dan
Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun serta Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-01/Bapedal/09/1995
tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
93
- Limbah padat
Limbah padat yang berasal pada pabrik gula adalah:
a. Blotong
Merupakan limbah padat hasil penapisan nira dari campuran nira kotor dan
ampas halus yang telah dipisahkan oleh clarifier pada unit-unit pemurniannya.
Jika dibuang kesungai maka akan menyebabkan kadar oksigen terlarut dalam air
akan berkurang sehingga dapat menyebabkan air menjadi keruh, gelap dan
berbau kurang sedap karena bakteri merombak bahan organik menjadi senyawa
sederhana.
Usaha Penanganan:
Disalurkan kepada petani mengigat blotong menpunyai potensi yang baik sebagai
pupuk organik, dapat dimanfaatkan sebagai penyubur/perbaikan struktur tanah
terutama pada lahan kering.
b. Abu ketel merupakan sisa hasil pembakaran ampas tebu didapur ketel, dalam
sehari dapur ketel dibersihkan dan abu ketel yang ada didalamnya dikeluarkan.
Untuk mencegah terjadinya pencemaran debu akibat pembakaran ampas tersebut
cerobong boiler dilengkapi dengan Dust Collector. Air siraman dust collector
yang mengandung partikel abu ditampung dalam bak pengendapan abu awal
kemudian dialirkan ke bak pengendap abu akhir sebagai final pengendap abu.
Selain itu juga dapat diolah menjadi pupuk.
- Limbah Cair
Pada dasarnya limbah cair di PG dapat dibedakan menjadi dua yaitu limbah
tercemar berat dan limbah tercemar ringan. Pengelompokkan limbah tersebut bertujuan
untuk menentukan teknik pengolahan limbah agar dapat meringankan proses
penanggulangannya.
Kriteria limbah tercemar berat ataupun ringan dapat dilihat dari:
1. pH
2. Padatan tersuspensi dan padatan terlarut
3. Bahan organik
4. Suhu, warna, bau dan rasa
5. Mikroorganisme
94
Penanganan limbah cair di pabrik gula Kebon Agung dengan cara biologis aerob.
Prisipnya, air limbah diolah di kolam aerasi dengan menggunakan bibit mikroba “Inola”
dari P3GI Pasuruan.
Tahap Persiapan
a. Pembibitan pada bak 1 (berjumlah 2 buah masing-masing 1 m3)
1. Masing-masing bak diisi:
- Air sungai : 800 liter
- Bibit bakteri inola ex P3GI : 100 liter, COD 1000 ppm
- Nira : 25 liter
- Pupuk ZA : 400 gram (ZA = 200 gram)
- Pupuk TSP : 50 gram (NPK = 100 gram)
- PH : 7-8
2. Aerasi selama 20 jam dengan tekanan blower minimal 0,5 kg/cm2
3. Melakukan pengukuran COD, diharapkan COD yang tercapai adalah 600 ppm
b. Pembiakan pada bak bibit II (berjumlah 2 buah masing-masing 8 m3)
Pembiakan:
1. Masing-masing bak diisi:
- Air sungai : 6,4 m3
- Bibit inola dari P3GI : 1 m3 (COD 2000-3000 ppm)
- Nira : ± 200 liter
- Pupuk ZA : 8,0 kg
- SP36 : 0,4 kg
- pH : 7-8
2. Aerasi selama 20 jam (tekanan blower minimal 0,5 kg/cm2)
3. COD 200-300 ppm siap dibiakkan ke aerasi unit 1
c. Pembiakan II
1. Pembiakan pada bak aerasi unit I (volume 400 m3)
- Air sungai : 154 m3
- Bibit : 16 m3, COD 1000-2000 ppm
- Nira : 1450 liter
- pH : 7,2-8
- ZA : 154 kg
96
- SP36 : 8 kg
2. Aerasi dilakukan selama 20 jam dengan tekanan blower minimal 0,5 kg/cm3
3. Melakukan pengukuran COD. Diharapan COD yang tercapai adalah 600 ppm dan
siap dioperasikan ke unit pengolahan limbah cair (UPLC)
Cara Operasional UPLC
I. Komposisi
- Air luapan spray pond COD = 200 ppm, debit =12 lt/detik
- Air cucian skrap juice heater COD = 6000 ppm
- Air cucian skrap evaporator COD = 3500 ppm, debit 84 lt/4 jam tiap 3 hari
- Air cucian gilingan COD = 6000 ppm, debit 0,5 liter/detik
- Air pembersih pabrik COD = 2000 ppm, debit 0,3 liter/detik
II. Cara kerja
1. Air skrapan evaporator dan juice heater ditampung pada tangki penampung vol 780
HIDebit diatur 2,3 liter/detik.
2. Air cucian gilingan dilewatkan pada bak penangkap minyak vol. 4 m3.
3. Equalizer:
- Equalizer terdiri dari pengendapan awal, pengaduk, pengendapan II dan III.
- Air sebelum masuk equalizer dilewatkan screen 10 mesh.
- Airlimbah masuk bak equalizer ditambah susu kapur sampai mencapai pH 8-9
- Pada equalizer cek keadaan COD, apabila COD > 2000 ppm lakukan pengenceran
dengan air sungai / air keluaran.
4. Aerasi unit I
- Aerasi unit 1 terdiri dari 6 petak vol 400 HI
- Debit air masuk dikendalikan ± 15 liter/detik, dan temperatur 30-32º C maksimum
- Unit aerasi 1 ditambahkan nutrisi:
- SP 36 = 1 Kg (2 Kg NPK)
- ZA = 15 Kg (7,5 Kg urea)
- ZA = 15 Kg (7,5 Kg urea)