Anda di halaman 1dari 227

TEKNOLOGI PENGOLAHAN GULA

PENGOLAHAN TEBU/
PABRIK GULA
• BAHAN BAKU TEBU (Saccarum Officinarum)
• TANAMAN SEMUSIM UMUR 11 SD 12 BULAN
• Tumbuh di daerah Tropis dan sub tropis.
• Balai Penelitian Khusus tanaman tebu di Pasuruan
= P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia)
• Produksi Tebu = Batang tebu.
• Varitas : POJ-2878, POJ-2967 ( Proefstation Oost
Java) ditanam Belanda di Indonesia
• Rendemen 12%-15%, Protas > 100 ton/ha.
MORFOLOGI TEBU
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta
(tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta
(menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta
(tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu
/monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.
Kebun Tebu
Tanaman Tebu Varitas POJ
Penebangan Tebu
Tebang Angkut Tebu

Tebang mekanisasi
Tebang manual dan angkutan Tebang manual dan angkutan danangkutan
menggunakan kereta dengan menggunakan truck dengan menggunakan truck
tenaga hewan tenaga mesin dengan tenaga mesin
Prinsip Dasar TMA (Tebang Muat Angkut)

1. Memanen tebu layak gilling

2.Mengeliminir kehilangan gula dalam tanaman tebu


sebelum tebang (Masa Optimal) maupun setelah
tebang (Segar dan Bersih)

3.Memenuhi bahan baku giling sesuai kapasitas


optimal pabrik.
KAPASITAS PABRIK ; Kemampuan Pabrik menggiling tebu per hari
(24 jam).
Contoh PGKM :
- Kapasitas Desain 4000 ton tebu per hari.
Contoh : Suatu hari mengolah diketahui diolah 3.500 ton, kerusakan
pabrik (staknasi ) 4 jam.
- KIS = Kapasitas Include Staknasi 3.500 TCD
- KES = Kapasitas Exclude Staknasi 4,200 TCD
KRITERIA MUTU TEBANGAN
BERSIH : TEBU BERSIH DARI KOTORAN BERUPA
KLARAS, PUCUK, TEBU MUDA/SOGOLAN, TEBU MATI
% TRASH MAX 5 %.

SEGAR : TEBU PADA SAAT TEBANG DALAM KONDISI SEHAT


DAN SEGAR,TIDAK KERING,TIDAK TERBAKAR
SETELAH DITEBANG LANGSUNG DIMUAT UNTUK
SEGERA DIGILING(<24JAM)

MASAK : TEBU DALAM KONDISI MASAK OPTIMAL FK<25,

PANDAS : RATA PERMUKAAN TANAH (max. 5 CM)


Perhitungan % Trash per komponen :
% Sogolan = (Berat Sogolan/Berat Tebu Sampel) x 100%
% Pucuk = (Berat Pucuk/Berat Tebu Sampel) x 100%
% Klaras = (Berat Klaras/Berat Tebu Sampel) x 100%
% Tebu Mati = (Berat Tebu Mati/Berat Tebu Sampel) x 100%
% Trash = (Jumlah kg seluruh Trash/Berat kg Tebu Sampel) x 100%

Jika % Trash < 5% : Tebu Bersih


Jika % Trash ≥ 5% : Tebu Kotor
TRASH dan PEROLEHAN GULA

1 (satu) Bagian Bukan Gula akan menarik 0,4 bagian gula

Kristal = pol – (brix – pol ) x 0,4


GULA TEBU
Komposisi Bahan baku Tebu=
Zat Padat 24-27% + Air 73-76%
a. Tebu = Nira + Zat padat tidak dapat larut (Sabut 11 – 16%)
b. Nira = Zat padat dapat larut (Brix) 10-16% + Air 73 – 76%
c. Brix = dapat larut (pol) 10 – 16% + Non Gula
d. Pol : Sacharosa 70-78% ( GKP )+ Glukosa 2-4% dan
Fruktosa 2-4% (Tetes)
Tebu
Nira Ampas Serabut
Brix Air
Pol Non Gl

GKP Tetes
KOMPOSISI ISI DALAM BATANG TEBU

Tebu
100 %

Sabut
+ 15,5 %
Nira
+ 84,5 %

Air
80 – 85 %

Bhn Kering
15—20 %
Larut
12 – 15 %
(GULA) Tak Larut
3–5%
KOMPOSISI TEBU (BUKAN GULA)
SEKIAN DULU

KITA AKAN SAMBUNG LAGI


MINGGU
DEPAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN GULA
PABRIK GULA
Mengolah tebu menghasilkan:
Gula Kristal dan Molases
Produksi Gula Kristal ada dua jenis :
1. Raw Sugar ( gula mentah atau gula kasar)
Dengan sistim Defekasi
2. White Sugar ( gula putih).
Dengan sistim:
- Sulfitasi
- Karbonatasi
- Phosphatasi
Tetes ( Meloses )
Kegunaan Molases
- Bahan pemanis
- Bahan penyedap
makanan
- Makanan ternak
- Bio Etanol
STASIUN PABRIK GULA
STASIUN PROSES • STASIUN UTILITAS
1. CANE YARD • BOILER
2. GILINGAN • PEMBANGKIT LISTRIK
3. PEMURNIAN • LABORATORIUM
4. MASAKAN • BENGKEL
5. PUTARAN • IPAL
6. PENGEPAKAN
Flow Proses Pengolahan Tebu
.
Timbangan

Cane Yard Feeding Conveyor

Pencacahan

Gilingan ampas Boiler

Pemurnian

Penguapan

Masakan Putaran Pengemasan


Flow Proses Pengolahan Tebu menjadi Raw Sugar
ST. CANE YARD
• Adalah halaman penimbunan tebu sebelum
digiling. Lantai dari beton. Luas halaman
diperhitungkan berdasarkan kapasitas pabrik
dikali 12 jam. BJ tebu 0,28-0,32 ton/ m3.
Timbunan tebu max 2 meter.
• Tebu dari cane yard menuju meja tebu
diangkut/ didorong dengan menggunakan
loader.
• Cane yard angkutan tebu menggunakan lori,
terdiri dari susunan beberapa jalur rel.
• Sebelum masuk cane yard, tebu ditimbang
dengan timbangan type jembatan.
Pengangkutan Tebu dari kebun ke PG
Lori Pengangkut Tebu Tipler Membongkat Tebu
MEMBONGKAR TEBU
DENGAN DUMP TRUCK DENGAN KABEL SLINK
CANE YARD/LAPANGAN TEBU
TEBU DIDORONG KE CUTTER TUMPUKAN TEBU DI CANE
YARD
PEKERJAAN PENDAHULUAN
• Pekerjaan sebelum tebu digiling:
• Memotong/ mengoyak/ mencacah batang tebu
menjadi ukuran panjang 12-15 Cm
menggunakan alat Crusher, pisau, unigrator
atau Shredder.
• Index keberhasilan pencacahan (PI= Preparation
Index ) 80-90%
• Menangkap logam/ besi yang terbawa bersama
cacahan tebu dengan alat magnet 4-6 kW.
MENCINCANG TEBU/CUTTING
MASUK MESIN CUTTER HASIL CUTTING
TEBU TELAH DICACAH
Proses Gilingan
• Cacahan tebu digiling/ diperas untuk mengambil nira tebu.
• Satu perangkat mesin giling terdiri dari 3 buah roll berputar.
• Satu set stasiun gilingan terdiri dari 4-5 perangkat mesin
giling.
• Ampas perahan mesin giling 1 disiram dengan nira hasil
gilingan mesin 3.
• Ampas perahan mesin giling 2 disiram dengan nira hasil
gilingan mesin 4.
• Ampas perahan mesin giling 3 disiram dengan air panas (
imbibisi)
• Bagian-bagian mesin giling : Rol, standard, roda gigi dan
kopling.
• Pada umumnya mesin giling digerakkan oleh turbin uap.
Beberapa penggerak yang pernah ada: Mesin uap, Turbin
uap, Motor listrik DC, Motor hidarulic dan motor listrik AC
frequency converter
Proses Penggilingan
POTONGAN TEBU DIGILING/PERAS
(ROLL PERTAMA)
PEMELIHARAAN ROLL GILINGAN TEBU

ROLL GILINGAN ROLL GILINGAN DITIMBUN LAS


ROLL GILINGAN
GILINGAN KEDUA GILINGAN KE TIGA
KINERJA GILINGAN
STASIUN GILINGAN

Air imbibisi

GILINGAN
CANE LIFTER
HILLO
CANE
CANE CUTTER
LEVELLER
TEBU

CANE
ELEVATOR
MEJA CANE
TEBU CARRIER Nira I Nira II Nira III Nira IV Nira V

CANE LIFTER
HILLO

Bagasse ke Boiler

Nira mentah ke Proses SARINGAN


NIRA MENTAH
Pemurnian
SETELAH DIGILING, NIRA DIMURNIKAN
STANDARD MUTU OPERASI

ST PEMURNIAN
ST PENGUAPAN
( Setelah Nira Dimurnikan)
Standard Kinerja Penguapan Staf st Penguapan
Masakan
Ketel masakan
St Putaran
MESIN PUTARAN LAMA MESIN PUTARAN TERBARU
Screen Sugar
Setelah diputaran, gula diayak Setelah diayak, GKP dipakcing
St Pengepakan
Pengepakan GKP/ 50 Kg Mesin Pengepakan
Penyimpanan gula
PRODUKSI PG
TETES /MOLUSES Gula Kristal Putih/ GKP
PERATURAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR 49/Permentan/OT.140/4/2014

PEDOMAN TEKNIS
BUDIDAYA KOPI YANG BAIK
(GOOD AGRICULTURE PRACTICES /GAP
ON COFFEE)

KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practices/GAP on Coffee) vii
2014

MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 49/Permentan/OT.140/4/2014
___/Permentan/OT.140/1/2014
TENTANG

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA KOPI YANG BAIK


(Good Agriculture Practices/GAP on Coffee)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa tanaman kopi merupakan salah satu


komoditas unggulan perkebunan, untuk
keberhasilan pengembangan kopi
diperlukan pembangunan perkebunan
berkelanjutan;
b. bahwa salah satu indikator pembangunan
perkebunan berkelanjutan khususnya kopi
dengan penerapan teknik budidaya kopi
yang baik yang memperhatikan keamanan
pangan, lingkungan, kesehatan, dan mutu;

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practices/GAP on Coffee) viii
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, dan agar pembangunan
perkebunan kopi dapat berhasil dengan
baik, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Pertanian tentang Pedoman Teknis
Budidaya Kopi yang Baik (Good
Agriculture Practices/GAP on Coffee);
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46,
tambahan Lembaran Negara Nomor
3478);
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4411);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) (Lembaran
Negara Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4700);
4. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun
2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Nomor
4214) juncto Keputusan Presiden Nomor
72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4418);
5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun
2009 tentang Pembentukan Kabinet
Indonesia Bersatu II;

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practices/GAP on Coffee) ix
6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara;
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
511/Kpts/ PD.310/9/2006 tentang Jenis
Komoditi Tanaman Binaan Direktorat
Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal
Hortikultura juncto Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 3599/Kpts/
PD.310/10/2009;
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
61/Permentan/ OT.140/10/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pertanian;
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
98/Permentan/ OT.140/9/2013 tentang
Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan
(Berita Negara Tahun 2013 Nomor 1180);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN
TENTANG PEDOMAN TEKNIS
BUDIDAYA KOPI YANG BAIK (GOOD
AGRICULTURE PRACTICES/GAP ON
COFFEE).
Pasal 1
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture
Practices/GAP on Coffee) sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practices/GAP on Coffee) x
Pasal 2
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture
Practices/GAP on Coffee) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
sebagai acuan dalam melaksanakan budidaya kopi yang baik dan
berkelanjutan.
Pasal 3

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 April 2014
MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA,

SUSWONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014


NOMOR 517

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practices/GAP on Coffee) xi
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA KOPI YANG BAIK
(GOOD AGRICULTURE PRACTICES/ GAP ON COFFEE)

Pengarah
Direktur Jenderal Perkebunan
Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar

Penanggung jawab
Hadi, SP, MM

Narasumber
Dr. Ir. Surip Mawardi
Penyusun
1. Hadi, SP, MM
2. Ir. Hendratmojo Bagus Hudoro, M.Sc
3. Maya Novariyanthy, SP, M.Sc
4 Ira Ismalanda Tanjung, SP, MP
5. Mutowil, S.AP
6. M. Iqbal Soedjana, SP
7. Iswandi Mulyono, SP

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practice/GAP on Coffee) i
DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi i
Daftar Tabel ii
Daftar Gambar iii
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor iv
49/Permentan/OT.140/4/2014

I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Maksud dan Tujuan 3
C. Ruang Lingkup 4
D. Pengertian 4

II. PRODUKSI KOPI BERKELANJUTAN 5


A. Konsepsi 5
B. Dimensi Keberlanjutan Produksi Kopi 6
C. Sertifikasi 10

III. BUDIDAYA KOPI YANG BAIK 11


A. Pemilihan Lahan 11
1. Persyaratan tumbuh tanaman kopi Arabika 11
2. Persyaratan tumbuh tanaman kopi Robusta 12
3. Persyaratan tumbuh tanaman kopi Liberika 12
B. Kesesuaian Lahan 13
C. Persiapan Lahan 15
1. Pembukaan lahan 15
2. Pengendalian alang-alang 16
3. Jarak tanam dan lubang tanam 18
4. Pengendalian erosi 19
5. Rorak 21
D. Penanaman Penaung 22
1. Syarat-syarat pohon penaung 22
2. Penaung sementara 22
3. Penaung tetap 24
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practice/GAP on Coffee) ii
E. Penggunaan Bahan Tanam Unggul 25
1. Kopi Arabika 25
2. Kopi Robusta 28
F. Pembibitan 30
1. Pembibitan secara generatif (benih) 30
2. Pembibitan secara vegetatif 35
3. Pembibitan benih stek 38
G. Penanaman 42
1. Pembuatan lubang tanam 42
2. Pelaksanaan penanaman 43
H. Pemupukan 45
1. Manfaat pemupukan 45
2. Kebutuhan pupuk 45
3. Pembuatan pupuk kompos dari limbah kebun kopi 48
I. Pemangkasan 49
1. Pangkasan batang tunggal 49
2. Pangkasan bentuk 49
3. Pangkasan lewat panen/pemeliharaan 51
J. Pengelolaan Penaung 51
1. Penaung Sementara 51
2. Penaung tetap 51
K. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) 53
1. Nematoda parasit 53
2. Penggerek Buah Kopi (PBKo) 53
3. Penyakit karat daun pada kopi Arabika 54

IV. DIVERSIFIKASI USAHA PADA BUDIDAYA KOPI 55


A. Tumpang sari dengan tanaman semusim 55
B. Tumpang sari dengan tanaman tahunan 55
C. Integrasi dengan ternak 56

V. PANEN DAN PENANGANAN PASCA PANEN 58


A. Panen 58
B. Penanganan pasca panen 59

VI. PENUTUP 61
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practice/GAP on Coffee) iii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perkembangan luas areal, produksi dan ekspor 1


kopi (2006 – 2010)
Tabel 2. Kriteria teknis kesesuaian lahan untuk kopi 14
Robusta, Arabika, dan Liberika.
Tabel 3. Pemilihan varietas kopi Arabika 26
Tabel 4. Karakteristik beberapa varietas unggul anjuran 26
kopi Arabika
Tabel 5. Pedoman dosis umum pemupukan kopi 47

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practice/GAP on Coffee) iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Hubungan antara produksi/pendapatan dengan 8


lamanya pengusahaan lahan pada kondisi
pengelolaan lahan berkelanjutan (dilakukan
konservasi dan tanpa konservasi).
Gambar 2. Pembongkaran pohon-pohon, tunggul beserta 16
perakarannya untuk persiapan lahan.
Gambar 3. Pembuatan teras bangku/sabuk gunung pada 20
lahan miring. Alat bantu pembuatan garis
kontour dengan segitiga sama kaki dengan
bandul atau trapesium dengan waterpas (Gb 3a)
dan pencangkulan tanah untuk meratakan teras
(Gb 3b).
Gambar 4. Posisi rorak pada lahan datar (Gb 4a), pada lahan 22
miring (Gb 4b) dan rorak di kebun kopi diisi
bahan organik (Gb 4c).
Gambar 5. Penaung sementara Teprosia sp 23
Gambar 6. Tanaman kopi Arabika dengan penaung tetap 24
lamtoro.
Gambar 7. Bahan tanam unggul kopi Arabika. 28
Gambar 8. Klon-klon kopi Robusta anjuran. 29
Gambar 9. Klon BP 308 tahan nematoda untuk batang 30
bawah.
Gambar 10. Bedengan pesemaian. 32
Gambar 11. Penyiram dederan benih 33
Gambar 12. Perkembangan semaian kopi Arabika (Gb 12a) 33
dan kopi Robusta (Gb 12b).
Gambar 13. Benih kopi Arabika dalam polibeg yang sudah 35
siap tanam dengan naungan buatan(Gb 13a) dan
dengan naungan alami (Gb 13b).
Gambar 14. Tahapan pembuatan benih kopi sambungan fase 37
serdadu.
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practice/GAP on Coffee) v
Gambar 15. Sketsa bedengan penyetekan (Gb 15a) dan 40
pemotongan entres untuk bahan stek (Gb 15b)
Gambar 16 Sambungan padafase benih dalam polibeg (Gb 42
16a) dan stek sambung dengan batang bawah
stek BP 308 (Gb 16b)
Gambar 17. Cara pengangkutan benih siap tanam agar tidak 44
rusak.(Gb 17a), cara pemotongan polibeg (Gb
17b) dan cara menanam (Gb 17c).
Gambar 18. Bagan pencampuran pupuk 46
Gambar 19. Tahapan pemenggalan batang utama dalam 49
pangkasan bentuk (Gb 19a), penyunatan cabang
(Gb 19b), penampilan tanaman kopi Arabika
dan Robusta sistem pangkasan batang tunggal
(Gb 19c dan Gb 19d)
Gambar 20. Pemangkasan penaung tetap lamtoro pada awal 51
musim hujan. Kayu pangkasan yang cukup besar
ditahan dengan galah agar tidak merusak
tanaman kopi.
Gambar 21. Pisang, cengkeh, kelapa dan jeruk sebagai 55
alternatif penaung produktif.
Gambar 22. Integrasi kopi dengan ternak sapi dimana ternak 56
dipelihara secara intensif di dalam kandang.
Gambar 23. Panen buah merah untuk menghasilkan biji kopi 58
dengan mutu prima
Gambar 24. Sortasi buah kopi 59

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practice/GAP on Coffee) vi
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 49/Permentan/OT.140/4/2014
TANGGAL : 15 April 2014

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA KOPI YANG BAIK


(Good Agriculture Practices/GAP on Coffee)

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kopi merupakan komoditas perkebunan yang memegang peranan
penting dalam perekonomian Indonesia. Komoditas ini diperkirakan
menjadi sumber pendapatan utama tidak kurang dari 1,84 juta
keluarga yang sebagian besar mendiami kawasan pedesaan di
wilayah-wilayah terpencil. Selain itu, lebih kurang 1 juta keluarga
mengandalkan pendapatannya dari industri hilir dan perdagangan
kopi. Kopi merupakan komoditas ekspor penting bagi Indonesia
yang mampu menyumbang devisa yang cukup besar (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan luas areal, produksi dan ekspor kopi


(2006 – 2010)
Tahun Areal Produksi Volume Nilai ekspor
(ha) (ton) ekspor (ton) (US$juta)
2006 1.255.104 682.160 413.500 586.877
2007 1.243.429 676.476 321.404 636.319
2008 1.236.842 698.016 468.749 991.458
2009 1.217.506 682.590 433.600 814.300
2010 1.162.810 686.920 433.595 814.311
Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan (2011).

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practices/GAP on Coffee) 1
Komposisi kepemilikan perkebunan kopi di Indonesia didominasi
oleh Perkebunan Rakyat (PR) dengan porsi 96 % dari total areal di
Indonesia, dan 2 % sisanya merupakan Perkebunan Besar Negara
(PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Posisi tersebut
menunjukkan bahwa peranan petani kopi dalam perekonomian
nasional cukup signifikan. Hal ini berarti bahwa keberhasilan
perkopian Indonesia secara langsung akan memperbaiki
kesejahteraan petani.

Indonesia menghasilkan tiga jenis kopi berturut-turut berdasarkan


volume produksinya yaitu Robusta, Arabika, dan Liberika. Kopi
Robusta banyak ditanam pada tanah mineral dengan ketinggian
tempat antara 300 – 900 m d.p.l., kopi Arabika banyak ditanam pada
tanah mineral dengan ketinggian tempat lebih dari 1.000 m d.p.l.,
dan kopi Liberika banyak ditanam pada tanah gambut di lahan
pasang surut dan tanah mineral dekat permukaan laut.

Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi Robusta


dengan pangsa sebesar 20% dari ekspor kopi Robusta dunia.
Kawasan segitiga kopi, yang meliputi Provinsi Lampung, Sumatera
Selatan dan Bengkulu merupakan daerah penghasil kopi Robusta
utama di Indonesia. Rata-rata produktivitas kopi Robusta yaitu 668
kg/ha pada tahun 2005.

Secara nasional, pertanaman kopi yang diusahakan di Indonesia


yaitu kopi Robusta, seluas 1.153,959 ribu hektar (92%). Areal kopi
Robusta tersebar di hampir seluruh kepulauan Indonesia dengan
Sumatera sebagai pulau terluas yakni sekitar 777,037 ribu hektar
(67%), Jawa (12%), Nusa Tenggara dan Bali (8%). Sisanya terdapat
di Kalimantan (4%), Sulawesi (7%) dan Maluku/Papua (1%).
Selama ini data statistik kopi Liberika dimasukkan ke dalam kopi
Robusta.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 2
Total luas areal kopi Arabika di Indonesia mencapai 101,313 ha
(8%). Areal kopi Arabika terbesar yaitu di Sumatera (Aceh dan
Sumatera Utara), dengan tingkat produktivitas rata-rata 595 kg/ha
pada tahun 2005.

Pada era globalisasi ini, pelaksanaan pembangunan perkebunan di


Indonesia seharusnya tidak hanya menitikberatkan pada aspek
ekonomi, akan tetapi juga memperhatikan aspek-aspek kelestarian
lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat sehingga tidak
akan mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup maupun
permasalahan sosial. Pada dasarnya program pembangunan
pertanian berkelanjutan (berwawasan ekonomi, lingkungan, dan
sosial) berawal dari permasalahan pokok tentang bagaimana
mengelola sumberdaya alam secara bijaksana sehingga bisa
menopang kehidupan yang berkelanjutan, bagi peningkatan kualitas
hidup masyarakat dari generasi ke generasi. Bentuk pendekatan dan
implementasinya harus bersifat multi sektoral dan holistik yang
berorientasi pada hasil nyata yakni : (1) adanya peningkatan
ekonomi masyarakat; (2) pemanfaatan sumberdaya lokal untuk
pelestarian lingkungan; (3) penerapan teknologi tepat guna dan
ramah lingkungan; serta (4) pemerataan akses dan keadilan bagi
masyarakat dari generasi ke generasi. Berdasarkan pertimbangan
hal-hal tersebut di atas, maka perlu menyusun Pedoman Teknis
Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture Practices/GAP on
Coffee).

B. Maksud dan Tujuan

Maksud penyusunan Pedoman ini sebagai acuan bagi para


pemangku kepentingan (stakeholder) dan petugas di lapangan dalam
pembinaan, bimbingan, dan penyuluhan di tingkat petani dalam
melaksanakan teknis budidaya kopi yang baik dan benar, dengan
tujuan meningkatkan produksi dan mutu biji kopi.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 3
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman ini meliputi:
1. Produksi Kopi Berkelanjutan;
2. Budidaya Kopi yang Baik;
3. Diversifikasi Usaha pada Budidaya Kopi;
4. Panen dan Penanganan Pasca Panen.
D. Pengertian
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau
spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan
tanaman, daun, bunga, buah biji dan ekspresi karakteristik
genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari
jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat
yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami
perubahan.
2. Entres adalah tanaman atau bagian tanaman yang digunakan
untuk perbanyakan vegetatif.
3. Kebun Entres adalah kebun yang dibangun dengan rancangan
khusus untuk persilangan entres sebagai bahan tanam dalam
rehabilitasi kakao.

4. Sertifikasi adalah keterangan tentang pemenuhan persyaratan


mutu yang diberikan oleh lembaga sertifikasi pada kelompok
benih yang disertifikasi atas permintaan produsen benih

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 4
II. PRODUKSI KOPI BERKELANJUTAN
A. Konsepsi
Konsepsi Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good
Agriculture Practices/GAP on Coffee) tentunya harus mengacu pada
konsepsi pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yang
mulai gencar disosialisasikan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini.
Pertanian berkelanjutan yaitu pengelolaan sumberdaya yang berhasil
untuk usaha pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia yang
terus berubah dan sekaligus mempertahankan atau meningkatkan
kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam.

Ciri-ciri pertanian berkelanjutan yaitu:


1. Mantap secara ekologis
Kualitas sumberdaya alam dipertahankan/ditingkatkan dan
kemampuan agro-ekosistem secara keseluruhan (manusia,
tanaman, hewan dan organisme tanah) ditingkatkan.
2. Bisa berlanjut secara ekonomis
Petani dapat memperoleh pendapatan yang cukup bagi
kebutuhan sendiri.
3. Adil
Distribusi sumberdaya dan kekuasaan sedemikian rupa sehingga
semua anggota masyarakat terpenuhi kebutuhan dasarnya.
4. Manusiawi
Semua bentuk kehidupan (manusia, hewan dan tanaman)
dihargai.
5. Luwes
Masyarakat mampu menyesuaikan dengan perubahan kondisi
usaha tani yang berlangsung terus.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 5
Dalam kaitannya dengan keberlanjutan produksi kopi, dewasa ini
berkembang bermacam-macam praktek perdagangan yang diinisiasi
oleh konsumen kopi. Konsumen-konsumen tertentu menghendaki
kopi bersertifikat seperti Fairtrade, Utz Certified, Organic, Common
Code for Coffee Community (4C), Rainforest Alliance, Coffee And
Farmer Equity (CAFE) Practices (Starbucks), dan Bird Friendly.
Semua sistem tersebut pada dasarnya menekankan pada kejelasan
asal-usul (traceability) dan keberlanjutan (sustainability). Prinsip
kopi keberlanjutan yaitu : environmentally sustainable;
economically viable; dan socially acceptable.

B. Dimensi Keberlanjutan Produksi Kopi


Keberlanjutan sistem produksi kopi meliputi 4 dimensi:
1. Dimensi lingkungan fisik
Dalam kaitannya dengan lingkungan fisik berlaku prinsip
keberlanjutan lingkungan (environmentally sustainable).
Termasuk dalam lingkungan fisik yaitu : tanah, air dan
sumberdaya genetik flora dan fauna di dalam maupun di atas
tanah yang secara umum dapat digunakan terminologi lahan.
Sistem pengelolaan lahan yang berkelanjutan pada dasarnya
mengacu pada sistem pertanian berkelanjutan. Pengelolaan tanah
yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemanfaatan lahan
melalui pengendalian masukan (input) dalam suatu proses untuk
memperoleh produktivitas yang tinggi secara berkelanjutan,
meningkatkan kualitas lahan serta memperbaiki karakteristik
lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan lahan dapat
ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi,
sehingga sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara lestari
dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Komponen pengelolaan lahan yang berkelanjutan yaitu
pengelolaan hara, pengendalian erosi, pengelolaan residu,
pengelolaan tanaman dan pengelolaan air.
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 6
Pengelolaan lahan yang berkelanjutan mencakup hal sebagai
berikut:
a. Penggunaan sumberdaya lahan didasarkan pada
pertimbangan jangka panjang.
b. Memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan
kebutuhan jangka panjang.
c. Meningkatkan produktivitas per kapita.
d. Mempertahankan kualitas lingkungan.
e. Mengembalikan produktivitas dan kapasitas pengaturan oleh
lingkungan pada ekosistem yang telah rusak.

Pengelolaan lahan yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan


memilih teknologi yang tepat pada setiap agro-ekosistem
berdasarkan kondisi spesifik dari setiap lokalita. Pertimbangan
dalam pemilihan teknologi yang sesuai tersebut antara lain yaitu
rencana penggunaan lahan, pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(DAS) dan upaya mempertahankan produktivitas. Tahap pertama
untuk mencapai pengelolaan yang berkelanjutan yaitu dengan
melakukan zonasi berdasarkan karakteristik agro-ekologinya.
Dari hasil zonasi tersebut dapat ditentukan sistem pengelolaan
lahan yang tepat untuk tiap-tiap zona. Selanjutnya ditentukan
sistem pengelolaan dan teknologi yang sesuai untuk masing-
masing kondisi agro-ekologi tersebut.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 7
Produksi/pendapatan
Produksi atau
pendapatan jika
dilakukan konservasi
untuk menjamin

Produksi/pendapatanta
Lamanya lahan diusahakan (tahun) npa konservasi

Gambar 1. Hubungan antara produksi/pendapatan dengan lamanya pengusahaan lahan pada


kondisi pengelolaan lahan berkelanjutan (dilakukan konservasi dan tanpa konservasi)
Sumber : Puslitkoka

Hubungan antara produksi tanaman dan pendapatan petani


dengan pengelolaan lahan berkelanjutan melalui konservasi
sebagaimana dalam Gambar 1. Jika tidak ada konservasi untuk
mencegah kerusakan lahan, maka produktivitas lahan dan
pendapatan petani pada awalnya lebih tinggi namun terus
mengalami penurunan seiring dengan makin lamanya lahan
diusahakan sampai pada suatu saat dimana lahan telah benar-
benar rusak dan tidak memberikan pendapatan. Jika dilakukan
tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan, maka
produktivitas dan pendapatan petani pada awalnya sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan tanpa usaha konservasi karena
tindakan konservasi memerlukan biaya, namun produktivitas dan
pendapatan tersebut akan meningkat sehingga lahan dapat
dipakai secara lestari.

2. Dimensi ekonomi
Keberlanjutan produksi hanya dapat terjadi jika secara ekonomi
para pelaku yang terlibat dalam aktivitas tersebut dapat
memperoleh manfaat ekonomi yang memadai. Petani sebagai
salah satu pelaku utama dapat memperoleh pendapatan yang
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 8
memadai untuk memenuhi kebutuhannya, pedagang memperoleh
keuntungan yang layak untuk hidup sehari-hari, eksportir
mendapat keuntungan yang memadai untuk menjalankan
bisnisnya, pabrikan pengolah maupun penjual minuman kopi
juga memperoleh keuntungan yang wajar serta konsumen
mampu membayar dengan harga yang wajar. Penekanan salah
satu pihak terhadap pihak lain hanya akan memberikan
keuntungan sesaat dan pada akhirnya akan mematikan pihak lain
dalam mata rantai bisnis kopi tersebut. Petani kopi sebagai salah
satu pihak yang lemah posisi tawarnya seringkali mendapat
tekanan sehingga tidak memperoleh keuntungan yang memadai
dari hasil usaha taninya, akan mendorong terjadinya kerusakan
lingkungan fisik karena minimumnya tindakan pelestarian dan
pada akhirnya akan menyebabkan anjloknya pasokan biji kopi.
Keberlanjutan ekonomi ini bisa diukur bukan hanya diukur
dalam hal produk usaha tani yang langsung berupa biji kopi,
namun juga dalam hal fungsi pelestarian sumberdaya alam untuk
meminimalkan resiko kerusakan. Dimensi ekonomi sangat
berkaitan dengan dimensi lingkungan fisik dan keduanya saling
mempengaruhi.
3. Dimensi sosial
Keberlanjutan usaha produksi kopi sangat ditentukan oleh faktor
sosial antara lain tingkat penerimaan para pelaku aktivitas
produksi kopi terhadap suatu masukan ataupun teknologi
tertentu. Sebagai contoh penggunaan pupuk alam berupa limbah
peternakan tertentu (a.l. kotoran babi) secara teknis akan sangat
baik dalam mendukung keberlanjutan usaha tani kopi, namun
bagi masyarakat tertentu tidak dapat menerima teknologi tersebut
sehingga tidak dapat berjalan. Dengan demikian perlu alternatif
masukan sebagai pengganti pupuk tersebut.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 9
4. Dimensi kesehatan
Dewasa ini terdapat indikasi terus meningkatnya kesadaran
manusia akan pentingnya kesehatan. Implementasi peningkatan
kesadaran terhadap kesehatan tersebut antara lain berupa
peningkatan kebutuhan bahan pangan dan bahan penyegar yang
aman dari logam berat, residu pestisida maupun jamur dan toksin
sehingga menekan pemasaran produk kopi yang tidak memenuhi
persyaratan tersebut. Dewasa ini juga telah berkembang
bermacam-macam produk pertanian organik antara lain kopi
organik yang memiliki kecenderungan terus meningkat. Produk
kopi organik yang diproduksi dan diolah tanpa menggunakan
bahan-bahan anorganik diyakini lebih menjamin kesehatan
konsumen. Selain itu, berkembangnya kopi organik juga
disebabkan oleh meningkatnya kesadaran akan pentingnya
menjaga keberlanjutan fungsi sumberdaya alam. Sistem
pertanian organik diyakini akan lebih menjamin keberlanjutan
fungsi sumberdaya alam dibandingkan dengan sistem pertanian
konvensional yang cenderung bersifat eksploitatif.

C. Sertifikasi
Konsepsi produksi kopi berkelanjutan telah diadopsi dalam
perdagangan kopi melalui sertifikasi : Fairtrade, Utz Certified,
Organic Coffee, Common Code for Coffee Community (4C),
Rainforest Alliance, Coffee And Farmer Equity (CAFE) Practices
(Starbucks), dan Bird Friendly.

Sertifikasi diberikan setelah dilakukan inspeksi oleh suatu Lembaga


Sertifikasi yang telah diakreditasi. Inspeksi dan sertifikasi dilakukan
berdasarkan standar tertentu sesuai dengan permintaan Negara tujuan
ekspor. Sebagai contoh untuk ekspor ke Negara-negara Uni Eropa pada
umumnya diinspeksi dan sertifikasi menurut standar EuroGAP. Dengan
adanya sertifikasi tertentu oleh lembaga kompeten, maka diharapkan
mempermudah pemasaran produk dan berpeluang untuk memperoleh
harga premium.
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 10
III. BUDIDAYA KOPI YANG BAIK
A. Pemilihan Lahan
Persyaratan tumbuh tanaman kopi jenis Arabika, Robusta, maupun
Liberika berbeda satu dengan yang lainnya terutama dalam hal
ketinggian tempat, jenis tanah, dan lama bulan kering. Adapun
persyaratan tumbuh lainnya relatif hampir sama.
1. Persyaratan tumbuh tanaman kopi Arabika
a. Iklim
1) Tinggi tempat 1.000 s/d. 2.000 m d.p.l.
2) Curah hujan 1.250 s/d. 2.500 mm/th.
3) Bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) 1-3 bulan.
4) Suhu udara rata-rata 15-25 0C.
b. Tanah
1) Kemiringan tanah kurang dari 30 %.
2) Kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm.
3) Tekstur tanah berlempung (loamy) dengan struktur tanah
lapisan atas remah.
4) Sifat kimia tanah (terutama pada lapisan 0 – 30 cm) :
a) Kadar bahan organik > 3,5 % atau kadar C > 2 %.
b) Nisbah C/N antara 10 – 12.
c) Kapasitas Pertukaran Kation (KPK)>15 me/100 g
tanah.
d) Kejenuhan basa > 35 %.
e) pH tanah 5,5 – 6,5.
f) Kadar unsur hara N, P, K, Ca, Mg cukup sampai
tinggi.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 11
2. Persyaratan tumbuh tanaman kopi Robusta
a. Iklim
1) Tinggi tempat 100 s/d. 600 m d.p.l.
2) Curah hujan 1.250 s/d. 2.500 mm/th.
3) Bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) + 3 bulan.
4) Suhu udara 21 – 24 0C.
b. Tanah
1) Kemiringan tanah kurang dari 30 %.
2) Kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm.
3) Tekstur tanah berlempung (loamy) dengan struktur tanah
lapisan atas remah.
4) Sifat kimia tanah (terutama pada lapisan 0 – 30 cm) :
a) Kadar bahan organik > 3,5 % atau kadar C > 2 %.
b) Nisbah C/N antara 10 – 12.
c) Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) > 15 me/100 g
tanah.
d) Kejenuhan basa > 35 %.
e) pH tanah 5,5 – 6,5.
f) Kadar unsur hara N, P, K, Ca, Mg cukup sampai
tinggi.
3. Persyaratan tumbuh tanaman kopi Liberika (Liberoid)
a. Iklim
1) Tinggi tempat 0 s/d. 900 m d.p.l.
2) Curah hujan 1.250 s/d. 3.500 mm/th.
3) Bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) + 3 bulan.
4) Suhu udara 21 – 30 0C.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 12
b. Tanah
1) Kemiringan tanah kurang dari 30 %.
2) Kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm.
3) Tekstur tanah berlempung (loamy) dengan struktur tanah
lapisan atas remah.
4) Sifat kimia tanah (terutama pada lapisan 0 – 30 cm):
a) Kadar bahan organik > 3,5 % atau kadar C > 2 %.
b) Nisbah C/N antara 10 – 12.
c) Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) > 15 me/100 g
tanah.
d) Kejenuhan basa > 35 %.
e) pH tanah 4,5 – 6,5.
f) Kadar unsur hara N, P, K, Ca, Mg cukup sampai
tinggi.

B. Kesesuaian Lahan
Kelas kesesuaian lahan pada suatu wilayah ditentukan berdasarkan
kepada tipe penggunaan lahan, yaitu:
Kelas S1 : Sangat sesuai (Highly Suitable)
Lahan dengan klasifikasi ini tidak mempunyai pembatas
yang serius untuk menerapkan pengelolaan yang
dibutuhkan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak
berarti dan tidak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas lahan serta tidak akan meningkatkan
keperluan masukan yang telah biasa diberikan.
Kelas S2 : Sesuai (Suitable)
Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius
untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus
diterapkan. Faktor pembatas yang ada akan mengurangi
produktivitas lahan serta mengurangi tingkat keuntungan
dan meningkatkan masukan yang diperlukan.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 13
Kelas S3 : Sesuai marginal (Marginally Suitable)
Lahan mempunyai pembatas-pembatas serius untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus
diterapkan. Tingkat masukan yang diperlukan melebihi
kebutuhan yang diperlukan oleh lahan yang mempunyai
tingkat kesesuaian S2, meskipun masih dalam batas-batas
kebutuhan yang normal.
Kelas N : Tidak sesuai (Not Suitable)
Lahan dengan faktor pembatas yang permanen, sehingga
mencegah segala kemungkinan pengembangan lahan
untuk penggunaan tertentu. Faktor pembatas ini tidak
dapat dikoreksi dengan tingkat masukan yang normal.
Secara kuantitatif kriteria teknis kesesuaian lahan untuk kopi
Arabika dan kopi Robusta tercantum pada Tabel. 2
Tabel 2. Kriteria teknis kesesuaian lahan untuk kopi Robusta,
Arabika, dan Liberika.
Klas Kesesuaian
No Klas Kesesuaian N
S1 S2 S3
1 2 3 4 5 6
1. c-Iklim
-Curah hujan tahunan (mm) 1.500-2.000 1.250 1.250 < 1.000
2.000-2.500 2.500-3.000 > 3.000
- Lama bulan kering 2-3 3-4 4-5 >5
(<60 mm/bl) 1-2 <1
2. t-Elevasi (m dpl)
- Robusta 300-500 500-600 600-700 > 700
100-300 0-100
- Arabika 1.000-1.500 850-1.000 650-850 < 650
1.500-1.750 1.750-2.000 > 2.000
- Liberika 300-500 600-800 8800-1000 > 1000
0-300
3. s-Lereng (%) 0-8 8-25 25-45 > 45
4. r-Sifat fisik tanah
- Kedalaman efektif (cm) > 150 100-150 60-100 < 60
- Tekstur Lempung berpasir; Pasir berlempung; Liat Pasir
Lempung berliat; Liat berpasir; Liat berat
Lempung berdebu; Liat berdebu
Lempung liat berdebu
-Persentase batu
dipermukaan (%) - 0-3 3-15 > 15

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 14
Klas Kesesuaian
No Klas Kesesuaian N
S1 S2 S3
1 2 3 4 5 6
5. d-Genangan - - 1-7 hari > 7 hari
- Klas drainase Baik Agak baik Agak buruk Berlebihan
Buruk Sangat buruk
Agak berlebihan
6. n-Sifat kimia tanah (0-30 cm)
- pH 5,5-6 6,1-7,0 7,1-8,0 > 8,0
5,0-5,4 4,0-4,9 < 4,0
- C-Organik (%) 2-5 1-2 0,5-1 < 0,5
5-10 10-15 > 15
- KPK (me/100 g) > 15 10-15 5-10 <5
- KB (%) > 35 20-35 < 20 -
- N (%) > 0.21 0.1-0.2 < 0.1 -
- P2O5 tersedia (ppm) > 16 10-15 < 10 -
- Kdd (me %) > 0.3 0.1-0.3 < 0.1 -
7. x-Toksitas
- Salinitas (mm hos/cm) <1 1-3 3-4 >4
- Kejenuhan Al (%) <5 5-20 20-60 > 60
Sumber : Puslitkoka.

C. Persiapan Lahan
1. Pembukaan lahan
a. Pembongkaran pohon-pohon, tunggul beserta perakarannya.
b. Pembongkaran tanaman perdu dan pembersihan gulma.
c. Pembukaan lahan tanpa pembakaran dan penggunaan
herbisida secara bijaksana.
d. Sebagian tanaman kayu-kayuan yang diameternya < 30 cm
dapat ditinggalkan sebagai penaung tetap dengan populasi
200-500 pohon/ha diusahakan dalam arah Utara-Selatan. Jika

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 15
memungkinkan tanaman kayu-kayuan yang ditinggalkan
sebagai penaung tetap memiliki nilai ekonomi tinggi.
e. Pembersihan lahan, kayu-kayu ditumpuk di satu tempat di
pinggir kebun.
f. Gulma dapat dibersihkan secara manual maupun secara
kimiawi menggunakan herbisida sistemik maupun kontak
tergantung jenis gulmanya secara bijaksana.
g. Pembuatan jalan-jalan produksi (jalan setapak) dan saluran
drainase.
h. Pembuatan teras-teras pada lahan yang memiliki kemiringan
lebih dari 30%.

Gambar 2. Pembongkaran pohon-pohon, tunggul beserta perakarannya


untuk persiapan lahan.
Sumber : Puslitkoka.
2. Pengendalian alang-alang
a. Cara Manual
1) Daun dan batang alang-alang yang telah direbahkan akan
kering dan mati tanpa merangsang pertumbuhan tunas
dari rimpang serta dapat berfungsi sebagai mulsa.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 16
2) Perebahan dapat menggunakan papan, potongan kayu
atau drum.
3) Setelah alang-alang terkendali, lahan siap untuk usahatani
kopi dengan tahap-tahap seperti telah diuraikan di atas.
b. Cara Mekanis
1) Dilakukan dengan pengolahan tanah.
2) Penebasan dapat mengurangi persaingan alang-alang
dengan tanaman pokok tetapi hanya bersifat temporer dan
harus sering diulangi minimum sebulan sekali.
3) Setelah alang-alang terkendali, lahan siap untuk usahatani
kopi dengan tahapan seperti telah diuraikan di atas.
c. Cara Kultur Teknis
1) Penggunaan tanaman penutup tanah leguminosa (PTL).
Jenis-jenis PTL yang sesuai meliputi Centrosema
pubescens, Pueraria javanica, P. triloba, C. mucunoides,
Mucuna sp. dan Stylosanthes guyanensis.
2) Semprot alang-alang dengan herbisida dengan model
lorong, lebar lorong 2 m dan jarak antar lorong 4 m.
3) Apabila alang-alang sudah kering, buat dua alur tanam
sedalam 5 cm dan jarak antar alur 70 cm.
4) Gunakan PTL sesuai rekomendasi untuk daerah setempat,
kebutuhan benih 2 kg/ha.
5) Benih dicampur pupuk SP-36 sebanyak 24 kg/ha
kemudian ditaburkan di dalam alur.
6) Tutup alur dengan tanah setebal 1 cm.
7) Alang-alang akan mati setelah tertutup oleh tajuk PTL.
d. Pengendalian Secara Terpadu dengan Pengolahan Tanah
Minimum dan Penggunaan Herbisida
1) Alang-alang yang sedang tumbuh aktif disemprot dengan
herbisida sistemik.
2) Alang-alang yang sudah mati dan kering direbahkan.
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 17
3) Tanaman semusim tanam dengan cara tugal sebagai pre-
cropping.
4) Bersamaan dengan itu lahan siap di tanami penaung dan
tanaman kopi, dengan tahap-tahap seperti telah diuraikan
di atas.

3. Jarak tanam dan lubang tanam


a. Mengajir dan menanam tanaman penaung sementara dan
penaung tetap.
b. Pada lahan miring, penanaman mengikuti kontour/teras,
sedangkan pada lahan datar-berombak (lereng kurang dari
30%) barisan tanaman mengikuti arah Utara-Selatan.
c. Ajir lubang tanam disesuaikan dengan jarak tanam.
d. Jarak tanam kopi Arabika tipe katai (misalnya: Kartika 1 dan
Kartika 2) 2,0 m x 1,5 m, tipe agak katai (AS 1, AS 2K,
Sigarar Utang) 2,5 m x 2,0 m, dan tipe jangkung (S 795,
Gayo 1 dan Gayo 2) 2,5 m x 2,5 m atau 3,0 m x 2,0 m.
e. Jarak tanam kopi Robusta 2,5 m x 2,5 m atau 3,0 m x 2,0 m.
f. Jarak tanam kopi Liberika 3,0 m x 3,0 m atau 4,0 m x 2,5 m.
g. Pembuatan lubang tanam. Ukuran lubang tergantung tekstur
tanah, makin berat tanah ukuran lubang makin besar. Ukuran
lubang yang baik yaitu 60 cm x 60 cm pada permukaan dan
40 cm x 40 cm pada bagian dasar dengan kedalaman 60 cm.
h. Lubang sebaiknya dibuat 6 bulan sebelum tanam.
i. Untuk tanah yang kurang subur dan kadar bahan organiknya
rendah ditambahkan pupuk hijau dan pupuk kandang.
j. Menutup lubang tanam sebaiknya 3 bulan sebelum tanam
kopi. Menjaga agar batu-batu, padas, dan sisa-sisa akar tidak
masuk ke dalam lubang tanam.
k. Selama persiapan lahan tersebut areal kosong dapat ditanami
beberapa jenis tanaman semusim sebagai pre-cropping,
misalnya: keladi, ubi jalar, jagung, kacang-kacangan.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 18
Jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang pasar
dan iklim mikro yang ada.

4. Pengendalian Erosi
a. Erosi ditenggarai merupakan penyebab utama degradasi
tanah di perkebunan kopi di Indonesia, utamanya pada areal
yang kemiringannya cukup tinggi.
b. Pengaruh merusak air hujan terjadi pada periode persiapan
lahan dan periode Tanaman Belum Menghasilkan (TBM).
c. Setelah tanaman dewasa dan tajuk tanaman menutupi seluruh
permukaan tanah, maka pengaruh merusak air hujan menjadi
berkurang.
d. Pada tanah yang kemiringannya cukup tinggi terjadi aliran
permukaan yang menyebabkan terjadinya erosi, sehingga
perlu diupayakan pencegahan terhadap erosi.
e. Jika lereng lapangan kurang dari 8 % tidak perlu teras, hanya
perlu rorak. Jika lereng lapangan lebih dari 8 % perlu dibuat
teras bangku kontinu/teras sabuk gunung dan rorak. Jika
kemiringan lahan lebih dari 45 % sebaiknya tidak dipakai
untuk budidaya tanaman kopi dan digunakan untuk tanaman
kayu-kayuan atau sebagai hutan cadangan/hutan lindung.
Dalam kondisi tertentu areal yang curam (lebih dari 45%)
digunakan untuk penanaman kopi, sehingga diperlukan teras
individu.
f. Teras bangku dibuat dengan cara memotong lereng dan
meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi suatu
susunan berbentuk tangga. Teras bangku tidak untuk tanah
yang mudah longsor dan jeluknya (soil depht) dangkal.
Dalam pembuatan teras bangku perlu diperhatikan aspek-
aspek kesuburan tanah.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 19
g. Teras individu yaitu perataan tanah di sekitar tanaman.
Biasanya garis tengahnya 1,0 - 1,5 m. Teras dikerjakan pada
tanah-tanah yang sangat miring (lebih dari 45 %).
1) Pembuatan teras sabuk gunung
a) Dibuat garis kontour dan ditandai dengan ajir.
b) Jarak antara kaki alat bantu pembuatan kontour
disamakan dengan jarak tanam.
c) Perataan tanah dimulai dari ajir terasan yang paling
atas.
d) Mencangkul tanah 1 m di depan garis kontour (batas
ajir) kemudian di tarik ke belakang sebagai bokongan
teras.
e) Tanah hasil galian selanjutnya diinjak supaya padat
dan tidak mudah terbawa air hujan.

3a 3b
Gambar 3. Pembuatan teras bangku/sabuk gunung pada lahan miring.
Alat bantu pembuatan garis kontour dengan segitiga sama
kaki dengan bandul atau trapesium dengan waterpas (Gb 3a)
dan pencangkulan tanah untuk meratakan teras (Gb 3b).
Sumber : Puslitkoka.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 20
2) Rorak
a) Rorak dibuat dalam rangka konservasi air dan
kesuburan tanah. Dibuat setelah benih ditanam di
kebun, dan pada tanaman produktif dibuat secara
rutin setiap tahun. Ukuran rorak 120 cm x 40 cm x 40
cm.
b) Rorak dibuat dengan jarak 40 – 60 cm dari batang
pokok, disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman.
c) Pada lahan miring, rorak dibuat memotong lereng
atau searah dengan terasan (sejajar garis kontur).
d) Ke dalam rorak diisikan bahan organik (seresah, hasil
pangkasan ranting kopi dan penaung, hasil
penyiangan gulma, kompos, dan pupuk kandang).
Dalam kurun waktu satu tahun rorak biasanya sudah
penuh dengan sendirinya (rata dengan pemukaan
tanah).

+ + + + + +
+ + + + + +
a
+ + + + + +

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 21
c

Gambar 4. Posisi rorak pada lahan datar (Gb 4a), pada lahan miring
(Gb 4b) dan rorak di kebun kopi diisi bahan organik (Gb 4c).
Sumber : Puslitkoka.
D. Penanaman Penaung
1. Syarat-syarat pohon penaung
a. Memiliki perakaran yang dalam.
b. Memiliki percabangan yang mudah diatur.
c. Ukuran daun relatif kecil tidak mudah rontok dan
memberikan cahaya yang menyebar (diffus).
d. Termasuk leguminosa dan berumur panjang.
e. Menghasilkan banyak bahan organik.
f. Dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak.Tidak
menghasilkan senyawa yang bersifat alelopati.
g. Tidak menjadi inang hama dan penyakit kopi.

2. Penaung sementara
a. Melindungi tanah dari erosi.
b. Meningkatkan kesuburan tanah melalui tambahan organik
asal tanaman penutup tanah sementara.
c. Menekan pertumbuhan gulma.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 22
d. Jenis tanaman penaung sementara yang banyak dipakai
Moghania macrophylla (Flemingia congesta), Crotalaria sp.,
Tephrosia sp.
e. Moghania cocok untuk tinggi tempat kurang dari 700 m
d.p.l.
f. Untuk daerah dengan ketinggian lebih dari 1.000 m d.p.l.
sebaiknya menggunakan Tephrosia sp. atau Crotalaria sp..
g. Untuk komplek-komplek serangan nematoda parasit
disarankan menggunakan Crotalaria sp.
h. Naungan sementara ditanam dalam barisan dengan selang
jarak 2 – 4 m atau mengikuti kontur.
i. Ditanam minimal satu tahun sebelum penanaman kopi.

Gambar 5. Penaung sementara Teprosia sp.


Sumber : Puslitkoka.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 23
3. Penaung tetap
1) Penaung tetap mutlak diperlukan dalam sistem tanaman kopi
berkelanjutan.
2) Pertanaman kopi tanpa penaung tetap cenderung
menyebabkan percepatan degradasi lahan dan mengancam
keberlanjutan budidaya tanaman kopi pada lahan tersebut.
3) Pohon penaung tetap yang banyak dipakai di Indonesia
lamtoro (Leucaena sp.), Gliricidia, kelapa, dadap (Erythrina
sp.), Kasuari (Casuarina sp.) dan sengon (Paraserianthes
falcataria).
4) Pada tempat-tempat tertentu di dataran tinggi dapat jeruk
keprok sebagai penaung tetap.
5) Lamtoro tidak berbiji dapat diperbanyak dengan atau okulasi,
ditanam dengan jarak 2 m x 2,5 m, setelah besar secara
berangsur-angsur dijarangkan menjadi 4 m x 5 m.
6) Kasuari (Casuarina sp.) banyak digunakan di Papua dan
Papua Barat untuk daerah tinggi di atas 1.500 m dpl.

Gambar 6. Tanaman kopi Arabika dengan penaung tetap lamtoro.


Sumber : Puslitkoka.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 24
E. Penggunaan Bahan Tanam Unggul

Pemilihan bahan tanam unggul merupakan langkah penting dalam


praktek budidaya kopi yang baik. Dalam pemilihan bahan tanam
unggul perlu dipertimbangkan kesesuaian dengan lingkungan tempat
penanaman agar dapat diperoleh mutu citarasa dan produktivitas
yang maksimal.

Pada tanaman kopi bahan tanam dapat berupa varietas (diperbanyak


secara generatif) dan berupa klon (diperbanyak secara vegetatif).
Benih unggul pada tanaman kopi dapat diperoleh dengan cara-cara
semaian biji, setek, Somatic Embryogenesis (SE), dan sambungan
klon unggul. Pada daerah yang endemik nematoda parasit dapat
dipakai benih sambungan dengan batang bawah stek klon kopi
Robusta BP 308 yang tahan nematoda, dan selanjutnya disambung
dengan batang atas varietas atau klon kopi Arabika anjuran yang
memiliki citarasa baik dan produktivitasnya tinggi. Teknik masing-
masing cara perbanyakan tanaman kopi akan dibahas tersendiri di
dalam buku ini.
1. Kopi Arabika
a. Varietas-varietas unggul kopi Arabika:
1) Anjuran lama (> 10 tahun) yaitu AB 3, USDA 762, S
795, Kartika 1, dan Kartika 2.
2) Anjuran baru (< 10 tahun) yaitu Andungsari 1 (AS 1),
Sigarar Utang, Gayo 1, dan Gayo 2.
b. Pada kopi Arabika telah dianjurkan satu klon unggul, yaitu
Andungsari 2-klon (AS 2K).
c. Pemilihan varietas dan/atau klon kopi Arabika sebaiknya
menggunakan yang anjuran baru, serta menyesuaikan
dengan beberapa kondisi lingkungan penanaman
sebagaimana tersebut pada Tabel 3.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 25
Tabel 3. Pemilihan varietas kopi Arabika.
Tinggi tempat Varietas yang dianjurkan
Penanaman
(m d.p.l.) Tipe iklim A atau B* Tipe iklim C atau D*
700 – 1.000 S 795 S 795
AS 1, Gayo 1, Gayo 2, S 795, USDA 762,
> 1000 Sigarar Utang, AS 2K AS 1, Gayo 1, AS 2K
AB 3, AS 1, Gayo 1, Gayo AB 3, S 795, USDA
> 1250 2, Sigarar Utang, AS 2K 762, AS 1, AS 2K
*) Tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson,
Sumber : Puslitkoka.

Karakteristik beberapa varietas kopi Arabika disajikan


pada Tabel. 4

Tabel. 4 Karakteristik beberapa varietas unggul anjuran


kopi Arabika.
Karakteristik Varietas/Klon
AB 3 S 795 USDA 762
Tipe tumbuh Tinggi, melebar Tinggi, melebar, Tinggi, melebar
daun rimbun
Diameter tajuk + 2,0 m + 2,10 m + 1,90 m
(pangkas batang
tunggal)
Cabang primer Mendatar, agak Mendatar, kurang Mendatar, teratur,
teratur, agak kaku teratur, lentur, agak lentur
pertunasan aktif
Ruas batang Panjang Agak pendek Agak panjang
(4-9 cm)
Ruas cabang Panjang Agak pendek Agak panjang
(5 – 8 cm) (2,5 – 4,5 cm) (4-6 cm)
Bentuk daun Lonjong melebar, Lonjong, agak Lonjong agak
permukaan rata, sempit, tepi melebar, pangkal
ujung meruncing bergelombang, tumpul, ujung
ujung meruncing meruncing, helaian
berlekuk tegas
Warna daun Hijau agak muda, Hijau tua, pupus Hijau tua

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 26
pupus coklat coklat kecoklatan, pupus
kemerahan hijau muda
Dompolan buah 7-12 7-11 7-11
dompol/caban, 8- dompol/cabang, dompol/cabang, 12-
15 buah/dompol 12-20 24 buah/dompol
buah/dompol.
Buah muda Hijau, lonjong, Hijau kusam, Hijau tua, ujung
ujung tumpul, membulat, diskus meruncing, pangkal
besar melebar tumpul, diskus
sempit berjenggot
Buah masak Masak lambat, Masak lambat, Masak cepat,
tidak serempak, tidak serempak, serempak, merah
merah cerah bulat sedang, cerah, mudah rontok
merah hati.
Biji (k.a. 12 %) Lonjong, besar, Membulat, sedang, Membulat, sedang,
berat 100 butir + berat 100 butir berat 100 butir +
19,10 g, biji +17,5 g, biji 14,7 g, biji abnormal
abnormal sedikit abnormal agak sedikit
banyak
Citarasa (olah Excellent cup, rich Excellent cup, nice Fair cup, flat,
basah - full wash) acidity, good sweetness, goor medium body
aroma and flavor aroma and flavor
Ketahanan Rentan terhadap Toleran terhadap Toleran terhadap
terhadap OPT karat daun, mudah karat daun, rentan karat daun, toleran
gugur daun terhadap PBKo terhadap PBKo
Saran penanaman Tanah subur, > Tanah kurang Tanah subur, >
1.250 m d.p.l., subur – subur, > 1.000 m d.p.l.,
penaung cukup, 700 m d.p.l., penaung cukup,
populasi 1600 penaung cukup, populasi 1.600
pohon/ha, aplikasi populasi 1.600 pohon/ha
PHT penyakit karat pohon/ha
daun
Produktivitas kopi 750 – 1.000 1.000 – 1.500 800 – 1.400
biji k.a. 12 %
(kg/ha)

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 27
AB 3 USDA 762

S 795 AS 1

S 795 BP 462
Gambar 7. Bahan tanam unggul kopi Arabika.
Sumber : Puslitkoka.

2. Kopi Robusta
a. Penanaman kopi robusta sebaiknya dilakukan secara
poliklonal 3-4 klon kopi robusta unggul karena kopi robusta
umumnya menyerbuk silang.
b. Kombinasi klon-klon sesuai kondisi lingkungan yang
spesifik.
c. Bibit yang dipergunakan sebaiknya menggunakan bibit
klonal sambungan menggunakan batang bawah klon BP 308
yang tahan nematoda parasit dengan batang atas kombinasi
klon-klon yang cocok pada lingkungan tertentu.

Pemilihan komposisi klon untuk setiap kondisi iklim dan


ketinggian tempat sebagai berikut :

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 28
Tabel 4. Komposisi klon-klon kopi robusta.
Tipe
Iklim *) Tinggi tempat penanaman
Pasti > 400 m dpl < 400 m dpl Belum diketahui
BP 42 : BP 234 : BP 436 : BP 534 :
A atau B BP 358 : BP 42 : BP 234 : BP 920 :
SA 237 = BP 409 = BP 936 =
1:1:1:1 2:1:1 1:1:1:1
C atau D BP 409 : BP 42 : BP 42 : BP 234 : BP 936 : BP 939 :
BP 288 : BP 409 =
BP 234 = 2:1:1 1:1:1:1 BP 409 = 2:1:1
A, B, C ? - - BP 534 : BP 936 :
BP 939 =
2:1:1
*) Tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson, Sumber : Puslitkoka.

BP 358 BP 288

BP 409 BP 358 BP 288

BP 42

BP 42 BP 237
BP 234
Gambar 8. Klon-klon kopi Robusta anjuran.
Sumber Puslitkoka

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 29
BP 308

Gambar 9. Klon BP 308 tahan nematoda untuk batang bawah.


Sumber : Puslitkoka.

F. Pembibitan
1. Pembibitan secara generatif (benih)
a. Benih diperoleh dari produsen yang sudah mendapat SK
Menteri Pertanian sebagai produsen.
b. Benih yang sudah diterima harus segera dikecambahkan.
c. Kebutuhan benih untuk 1 ha (ditambah 20% seleksi dan
sulaman):
Jarak tanam: 2,0 m x 2,0 m = 4.375 benih
2,0 m x 2,5 m = 3.500 benih
2,5 m x 2,5 m = 3.000 benih
d. Kebutuhan benih untuk 1 ha yaitu:
1) Kopi Arabika agak katai (AS 1 dan Sigarar Utang)
Jarak tanam 2,0 m x 2,0 m = 2.500 benih
3,0 m x 1,5 m = 2.200 benih
2) Kopi Arabika tipe jagur (AB 3, USDA 762, S 795, Gayo
1, dan Gayo 2)
Jarak tanam 2,5 m x 2,5 m = 1.600 benih

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 30
e. Pembuatan bedengan pesemaian
1) Lokasi mudah diawasi, dekat pembenihan dan areal
penanaman.
2) Tempat datar, berdrainase baik dan dekat sumber air.
Tanah bebas dari nematoda parasit dan cendawan akar
kopi.
3) Dibuat arah Utara-Selatan, lebar bedeng 80-120 cm,
panjang disesuaikan menurut kebutuhan.
4) Tanah dicangkul kemudian dibersihkan dari sisa-sisa akar
dan rumput.
5) Bedengan ditinggikan + 20 cm menggunakan tanah subur
dan gembur, di atasnya ditambah lapisan pasir halus
setebal 5 cm. Pinggirnya diberi penahan dari bambu atau
bata merah agar tanah tidak longsor.
6) Untuk mencegah nematoda parasit, dilakukan fumigasi
dengan Vapam 100 ml/10 lt air untuk setiap m2
bedengan. Bedengan ditutup plastik selama 7 hari,
kemudian benih boleh disemaikan.
7) Bedengan diberi atap/naungan berupa alang-alang, daun
tebu, kelapa, dll, tinggi sebelah Barat 120 cm, sebelah
Timur 180 cm.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 31
180 cm

120 cm

Gambar 10. Bedengan pesemaian.


Sumber : Puslitkoka.
f. Penyemaian biji
1) Sebelum biji disemai, bedengan disiram air sampai jenuh.
2) Penyemaian benih dilakukan dengan membenamkan biji
sedalam + 0,5 cm; permukaan benih yang rata
menghadap ke bawah. Jarak tanam benih 3 cm x 5 cm.
3) Setelah benih tertata di atas bedengan, di atasnya ditaburi
potongan jerami atau alang-alang kering, agar terlindung
dari sengatan matahari maupun curahan air siraman.
g. Pemeliharaan di pesemaian
1) Setiap hari (kecuali ada hujan) bedengan disiram air
dengan menggunakan gembor dan dijaga jangan sampai
ada genangan air, rumput yang tumbuh dibersihkan.
2) Sebaiknya dipakai air penyiram yang bersih, tidak
tercemar pestisida.
3) Sesudah sepasang daun membuka (stadium kepelan),
benih segera dipindah ke media kantong plastik (polibeg)
atau bedengan pembenihan.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 32
Gambar 11. Menyiram dederan benih.
Sumber : Puslitkoka

Gambar 12. Perkembangan semaian kopi Arabika (Gb 12a) dan


kopi Robusta (Gb 12b).
Sumber : Puslitkoka.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 33
h. Pembuatan bedengan pembenihan
1) Bedengan dekat lokasi penanaman.
2) Cara membuat seperti pada bedengan pesemaian.
3) Media tumbuh berupa campuran tanah atas, pasir, pupuk
kandang dengan perbandingan 3 : 2 : 1.
4) Untuk tanah atas yang gembur, cukup tanah dan pupuk
kandang dengan perbandingan 3 : 1.
5) Dapat dipakai tanah hutan lapisan atas (0-20 cm) tanpa
campuran pasir dan pupuk kandang.
6) Bedengan dapat menggunakan naungan alami lamtoro
atau pohon lain yang dapat meneruskan cahaya diffus.
7) Benih ditanam dengan jarak 20 cm x 25 cm.
i. Penanaman dalam polibeg
1) Ukuran kantong plastik 15 cm x 25 cm, tebal 0.08 mm,
diberi lubang 15 buah. Ukuran kantong ini cukup untuk
varietas Kartika. Untuk varietas lain ukuran kantong
perlu disesuaikan.
2) Kantong plastik di isi media dan disiram hingga basah,
kemudian diatur/ditata di bedengan dengan jarak antar
kantong + 7 cm, sehingga dengan lebar bedengan 120 cm
dapat diletakkan enam baris kantong plastik.
3) Pilih benih yang tumbuhnya normal dan sehat, akarnya
dipotong 5-7,5 cm dari pangkal.
4) Benih ditanam dalam polibeg dengan melubangi media
(ditugal) sedalam + 10 cm; tanah dipadatkan agar akar
tidak menggantung (tanah berongga). Diusahakan agar
akar tidak terlipat/bengkok.
j. Pemeliharaan benih
1) Intensitas cahaya di pembenihan + 25%. Secara bertahap
intensitas cahaya dinaikkan dengan membuka naungan
sedikit demi sedikit.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 34
2) Penyiraman disesuaikan dengan kondisi kelembaban
lingkungan.
3) Media digemburkan setiap dua bulan sekali.
4) Pemupukan sesuai umur benih, pupuk dibenamkan atau
dilarutkan dalam air. Dosisnya, umur 1-3 bulan = 1 g
Urea + 2 g TSP + 2 g KCl, umur 3-8 bulan = 2 g Urea.
Urea diberikan 2 minggu sekali, apabila berupa larutan
diberikan dengan konsentrasi 0.2% sebanyak 50-100
ml/benih/2-minggu.
5) Pengendalian hama penyakit dan gulma dilakukan secara
manual atau kimiawi. Hama yang sering menyerang
Benih kopi yaitu ulat kilan, belalang dan bekicot.
Penyakit yang sering dijumpai yaitu penyakit rebah
batang (Rizoctonia solani).
6) Benih siap tanam umur 10-12 bulan dari penyemaian.

13a 13b
a

Gambar 13. Benih kopi Arabika dalam polibeg yang sudah siap
tanam dengan naungan buatan (Gb 13a) dan dengan
naungan alami (Gb 13b).
Sumber : Puslitkoka.

2. Pembibitan secara vegetatif


a. Pembenihan secara sambungan
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
sambungan, yaitu ketegapan batang bawah, bahan entres,
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 35
kebersihan sarana, waktu dan keterampilan tenaga
penyambung.
b. Sambungan fase serdadu
1) Batang bawah dan batang atas menggunakan benih
stadium serdadu atau kepelan.
2) Penyambungan dilakukan menggunakan metode celah.
Pada bagian atas dari batang bawah (+ 5 cm di leher
akar) dibuat celah + 1 cm. Bagian bawah dari batang atas
(+ 4 cm dari daun kepel) disayat miring pada kedua
sisinya sehingga membentuk huruf V. Batang disisipkan
pada celah yang telah dibuat pada batang bawah.
3) Bagian kambium batang atas dan batang bawah harus
bersatu. Setidaknya salah satu sisi dari bidang pertautan
batang atas dan batang bawah harus diusahakan lurus.
4) Penyambungan juga dapat dilakukan dengan cara
menyayat miring baik batang atas maupun batang bawah
pada salah satu sisinya kemudian dipertautkan.
5) Pengikatan dilakukan menggunakan parafilm sedemikian
hingga bagian sayatan tertutup rapat.
6) Sebelum penanaman akar tunggang yang terlalu panjang
ujungnya dipotong dengan gunting.
7) Setelah penanaman dilakukan penyungkupan secara
kolektif seperti pada praktek penyetekan kopi.
8) Frekuensi penyiraman 1-2 hari sekali tergantung keadaan.
Waktu penyiraman sebaiknya dilakukan pagi hari dengan
cara membuka salah satu sisi sungkup dan ditutup
kembali, sebaiknya penyiraman menggunakan knapsack
sprayer.
9) Dua minggu setelah penyambungan dilakukan
pemeriksaan hasil sambungan. Sambungan jadi ditandai
dengan tidak layunya benih sambungan.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 36
10) Setelah dua minggu dilakukan hardening (penjarangan)
secara bertahap.
11) Benih hasil sambungan yang telah mengalami hardening
dilakukan pemeliharaan sampai dengan siap tanam
seperti pada pemeliharaan benih pada umumnya.

Gambar 14. Tahapan pembuatan benih kopi sambungan fase serdadu.


Sumber : Puslitkoka.
c. Sambungan fase benih
1) Menyiapkan entres untuk batang atas dan benih siap
sambung sebagai batang bawah. Kriteria benih siap
sambung ukuran batang sebesar pensil.
2) Penyambungan dilakukan dengan sistem celah.
3) Daun batang bawah tidak boleh dihilangkan, tetapi
disisakan 1-3 pasang daun. Daun batang atas “dikupir”
(dipotong sebagian).

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 37
4) Usahakan batang bawah dan batang atas besarnya sama.
Apabila ukuran batang atas dan batang bawah tidak sama,
maka salah satu sisinya harus lurus.
5) Sambungan diikat dengan tali (rafia, benang goni,
pelepah pisang, mendong atau plastik).
6) Sambungan diberi sungkup kantong plastik transparan,
pangkal sungkup diikat agar kelembaban dan penguapan
terkendali serta air tidak masuk.
7) Penyambungan harus dilakukan dengan cepat, cermat dan
bersih.
8) Selama + 2 minggu setelah sambung harus dihindari dari
penyinaran matahari langsung.
9) Pengamatan hasil sambungan dilakukan setelah dua
minggu, apabila warna tetap hijau berarti sambungan
berhasil dan apabila berwarna hitam berarti gagal.
10) Sungkup dibuka/dilepas apabila tunas yang tumbuh
cukup besar.
11) Tali ikatan dibuka apabila pertautan telah kokoh dan tali
ikatan mulai mengganggu pertumbuhan batang.
12) Tunas yang tumbuh dari batang atas dipelihara satu yang
paling sehat dan kekar. Pemilihan dilakukan setelah tunas
tumbuh cukup besar.
3. Pembuatan benih stek
a. Benih stek dapat digunakan pada kopi Arabika maupun kopi
Robusta.
b. Benih stek dapat dipakai sebagai batang bawah untuk
pembuatan benih sambungan.
c. Keuntungan benih stek dibandingkan benih semaian yaitu :
1) Menjamin kemurnian klon.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 38
2) Umur siap tanam relatif pendek (9-12 bulan) sejak
perakaran.
3) Perakaran cukup banyak dan akar tunggang pengganti
yang tidak kalah kokoh dengan akar tunggang asal biji.
4) Mempunyai sifat yang sama dengan pohon induknya.
5) Mutu yang dihasilkan seragam.
6) Prekositas (masa berbuah awal) relatif pendek (1-2
tahun).
d. Tahapan pelaksanaan penyetekan meliputi :
1) Pembuatan bedengan penyetekan.
2) Persiapan bahan.
3) Pelaksanaan dan pemeliharaan.
a) Persiapan bedengan stek
(1) Sebelum penyetekan dikerjakan terlebih dahulu
memilih lokasi untuk membuat bedengan stek.
Pemilihan lokasi sama seperti untuk lokasi
pembenihan.
(2) Bedengan dibuat memanjang dengan ukuran lebar
1.25 m, panjang 5 m atau 10 m.
(3) Tebal medium 20 - 25 cm yang terdiri atas
campuran tanah : pasir : pupuk kandang 1 : 1 : 1
atau humus tanah hutan lapisan atas (0-20 cm).
(4) Pembuatan kerangka sungkup dan menyiapkan
lembaran plastik transparan. Tinggi kerangka
sungkup + 60 cm.
(5) Pembuatan para-para di atas bedengan stek agar
tidak terlalu panas tetapi tidak boleh terlalu gelap.
(6) Para-para tidak diperlukan jika di atas bedengan
stek telah cukup naungan alami oleh pohon-
pohon.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 39
(7) Sebaiknya penyetekan dilakukan di bawah pohon
pelindung lamtoro atau jenis lainnya yang dapat
meneruskan cahaya diffus.

Gambar 15. Sketsa bedengan penyetekan (Gb 15a) dan


pemotongan entres untuk bahan stek (Gb 156b).
Sumber : Puslitkoka.

b) Persiapan bahan tanam dan pelaksanaan penyetekan


(1) Melakukan inventarisasi kebun entres agar
diketahui klon dan umur entres. Kebun entres
yang terlalu tua harus diremajakan.
(2) Umur entres yang digunakan yaitu 3-6 bulan,
karena pada umur tersebut bahan cukup baik
untuk stek.
(3) Pemotongan bahan stek dengan cara
menggunakan satu ruas 6-8 cm dengan
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 40
sepasang daun yang dikupir, pangkal stek dibuat
runcing.
(4) Apabila bahan yang digunakan klon yang sulit
berakar, perlu dibantu dengan zat pengatur
tumbuh (dapat dipakai urine sapi 10%).
(5) Jarak tanam stek 5-10 cm.
(6) Setelah stek tertanam dilakukan
penutupan/disungkup dengan plastik.
(7) Penyiraman dilakukan 1-2 hari sekali
(tergantung keadaan) dengan cara membuka
salah satu sisi sungkup dan segera ditutup
kembali, sebaiknya digunakan knapsack
sprayer.
(8) Setelah umur + 3 bulan dilakukan hardening
secara bertahap.
(9) Umur + 4 bulan stek dipindah ke kantong
plastik (polibeg) dan dipelihara seperti lazimnya
pemeliharaan benih di bedengan.
(10) Benih siap dipindah/ditanam di lapangan setelah
berumur + 7 bulan di pembenihan.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 41
a b
Gambar 16. Sambungan pada fase benih dalam polibeg
(Gb 16a) dan stek sambung dengan batang
bawah stek BP 308 (Gb 16b).
Sumber : Puslitkoka.

G. Penanaman
1. Pembuatan lubang tanam
a. Ukuran lubang tanam yaitu 60 cm x 60 cm x 40 cm,
berbentuk trapesium.
b. Lokasi pembuatan lubang tanam pada ajir yang telah
ditentukan sesuai dengan jarak tanam.
c. Lubang tanam sebaiknya dibuat 6 bulan sebelum
penanaman.
d. Tanah galian lapisan atas dan bawah dipisahkan. Tanah
galian lapisan atas ditempatkan di sebelah kiri dan tanah
galian lapisan bawah di sebelah kanan.
e. Tiga bulan sebelum tanam, lubang tanam ditutup 2/3 bagian
dengan tanah lapisan atas dicampur dengan bahan
organik/pupuk kandang/kompos.
f. Ajir di pasang kembali di tengah lubang tanam tersebut.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 42
2. Pelaksanaan penanaman
a. Benih ditanam setelah pohon penaung berfungsi baik dengan
kriteria intensitas cahaya yang diteruskan 30-50% dari
cahaya langsung.
b. Digunakan benih yang sudah siap salur, pertumbuhannya
sehat (kekar). Kriteria benih siap salur telah memiliki 6-8
pasang daun normal dengan sepasang cabang primer.
c. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, hindari
penanaman pada waktu panas terik.
d. Sebelum penanaman lubang tanam dipadatkan, kemudian
tanah dicangkul sedalam + 30 cm.
e. Akar tunggang yang terlalu panjang dipotong, sedangkan
untuk benih dalam polibeg dilakukan dengan memotong
bagian dasar polibeg + 2-3 cm dari bawah.
f. Benih ditanam sebatas leher akar, tanah dipadatkan
kemudian polibeg yang telah disobek dengan parang/arit
ditarik keluar.
g. Penutupan lubang tanam dibuat cembung agar tidak terjadi
genangan air.
h. Tanaman yang mati segera dilakukan penyulaman selama
musim hujan.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 43
a

Gambar 17. Cara pengangkutan benih siap tanam agar tidak


rusak.(Gb 17a), cara pemotongan polibeg (Gb 17b) dan
cara menanam (Gb 17c).
Sumber : Puslitkoka.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 44
H. Pemupukan
1. Manfaat pemupukan
a. Memperbaiki kondisi dan daya tahan tanaman terhadap
perubahan lingkungan yang ekstrim, seperti kekeringan dan
pembuahan terlalu lebat (over bearing).
b. Meningkatkan produksi dan mutu hasil.
c. Mempertahankan stabilitas produksi yang tinggi.
2. Kebutuhan pupuk
a. Kebutuhan pupuk dapat berbeda-beda antar lokasi, stadia
pertumbuhan tanaman/umur dan varietas.
b. Secara umum pupuk yang dibutuhkan tanaman kopi ada 2
jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk an-organik.
c. Pelaksanaan pemupukan harus tepat waktu, tepat jenis, tepat
dosis dan tepat cara pemberian.
d. Diutamakan pemberian pupuk organik berupa kompos,
pupuk kandang atau limbah kebun lainnya yang telah
dikomposkan.
e. Dosis aplikasi pupuk organik yaitu 10-20 kg/pohon/tahun.
f. Pupuk organik umumnya memberikan pengaruh yang sangat
nyata pada tanah yang kadar bahan organiknya rendah
(< 3,5%).
g. Pupuk organik tidak mutlak diperlukan pada tanah yang
kadar bahan organiknya > 3,5%.
h. Dosis umum pupuk an-organik disajikan pada Tabel 5.
i. Pupuk diberikan setahun dua kali, yaitu pada awal dan pada
akhir musim hujan. Pada daerah basah (curah hujan tinggi),
pemupukan sebaiknya dilakukan lebih dari dua kali untuk
memperkecil resiko hilangnya pupuk karena pelindian
(tercuci air).

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 45
j. Jika digunakan pupuk tablet yang lambat tersedia (PMLT),
pemupukan dapat dilakukan sekali setahun.
k. Cara pemberian pupuk yaitu sebagai berikut : pupuk
diletakkan secara alur melingkar 75 cm dari batang pokok,
dengan kedalaman 2-5 cm.
l. Beberapa jenis pupuk dapat dicampur, sedangkan beberapa
jenis pupuk lainnya tidak dapat dicampur.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 46
S
F
u P
o
p a
s
A e F t
f K
U . r . Z e
a .
Z r S M . n
t C
A e . f . K t
l
a N o P . k
a .
. s . a
l
f l
a
a i
m
t
ZA
Urea
A.S.N.
Fosfat alam
Superfosfat
F.M.P.
Z.K.
K.Cl.
Patentkali

Dapat dicampur dan Dapat dicampur, tetapi tak dapat


disimpan lama disimpan lama 1-2 hari
Dapat dicampur, kalau disimpan
Tak dapat dicampur
lama akan menjadi basah

Gambar 18. Bagan pencampuran pupuk.


Sumber : Puslitkoka.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 47
Tabel 5. Pedoman dosis umum pemupukan kopi.

Umur Awal musim hujan Akhir musim hujan


tan. (g/th) (g/th)
(th) Urea SP 36 KCl Kieserit Urea SP 36 KCl Kieserit

1 20 25 15 10 20 25 15 10
2 50 40 40 15 50 40 40 15
3 75 50 50 25 75 50 50 25
4 100 50 70 35 100 50 70 35
5-10 150 80 100 50 150 80 100 50
>10 200 100 125 70 200 100 125 70

Sumber : Puslitkoka.

3. Pembuatan pupuk kompos dari limbah kebun kopi


a. Limbah kebun kopi atau limbah organik lainnya (daun, dll)
dapat dibuat menjadi pupuk organik yang sangat baik untuk
memelihara dan meningkatkan kualitas kesuburan tanah dan
produksi tanaman kopi.
b. Kulit kopi dan limbah organik lainnya dicacah (dapat
menggunakan mesin pencacah) sehingga ukurannya menjadi
kecil-kecil.
c. Selanjutnya dicampur merata dengan pupuk kandang, fosfat
alam dan urea dengan perbandingan 1 m3 kulit kopi + 10 kg
pupuk kandang + 5 kg fosfat alam + 1 kg urea.
d. Campuran dikomposkan dalam bak pengomposan dengan
tinggi bahan kompos + 1 m, ditutup plastik atau terpal.
e. Lama pengomposan minimal selama 2 (dua) minggu.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 48
I. Pemangkasan
1. Pangkasan batang tunggal
Pemangkasan tanaman kopi Arabika maupun kopi Robusta di
Indonesia dapat menggunakan sistem batang tunggal maupun
sistem batang ganda. Namun saat ini di Indonesia hanya
menerapkan sistem pemangkasan batang tunggal, sehingga
dalam pedoman ini hanya akan membahas pemangkasan batang
tunggal.
Keunggulan pangkasan batang tunggal
a. Tanaman tetap rendah sehingga mudah perawatannya.
b. Membentuk cabang-cabang produksi yang baru secara
berkesinambungan (continue) dalam jumlah cukup.
c. Mempermudah masuknya cahaya (diffus) dan memperlancar
sirkulasi udara dalam tajuk.
d. Mempermudah pengendalian hama penyakit.
e. Mengurangi terjadinya fluktuasi produksi yang tajam
(biennial bearing) dan resiko terjadinya kematian tanaman
disebabkan pembuahan yang berlebihan (overbearing die-
back).
f. Mengurangi dampak kekeringan.
2. Pangkasan bentuk
a. Batang tanaman TBM atau TM I yang mempunyai
ketinggian + 1 m dipenggal dan tiga cabang primer
dipotong/disunat pada ketinggian 80-100 cm sebagai unit
tangan “Etape I” pemotongan/sunat cabang dilakukan pada
ruas ke 2-3 dan pasangan cabang primer yang disunat
dihilangkan.
b. Tunas yang tumbuh pada cabang primer yang telah disunat
dilakukan pemotongan/sunat ulang secara selektif (dipilih
yang kokoh).

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 49
c. Semua wiwilan yang tumbuh pada batang dihilangkan agar
percabangan kuat.
d. Setelah batang dan dan cabang-cabang pada tangan “Etape I”
tumbuh kuat, satu wiwilan yang tumbuh di bagian atas
dipelihara sebagai “bayonet” dan 2-3 cabang plagiotrop
terbawah dihilangkan, kemudian dilakukan pembentukan
calon tangan “Etape II” pada ketinggian 120-140 cm dengan
cara sama seperti pada proses pembentukan tangan “Etape I”
tetapi arahnya berbeda.
e. Setelah tangan “Etape II” terbentuk, dibuat tangan “Etape
III” pada ketinggian 160-180 cm. Perlakuannya seperti
pembentukan tangan-tangan ”Etape I” dan “Etape II”,
sehingga terbentuk pangkasan jika dilihat dari atas berbentuk
seperti logo mobil merek Mercedes Benz (“Merci”).

a b

c d
Gambar 19. Tahapan pemenggalan batang utama dalam pangkasan
bentuk (Gb 19a), penyunatan cabang (Gb 19b),
penampilan tanaman kopi Arabika dan Robusta sistem
pangkasan batang tunggal (Gb 19c dan Gb 19d).
Sumber : Puslitkoka.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 50
3. Pangkasan lewat panen/pemeliharaan
a. Bertujuan mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman
yang diperoleh dari pangkasan bentuk dengan cara
menghilangkan cabang-cabang tidak produktif.
b. Cabang tidak produktif yang dibuang meliputi : cabang tua
yang telah berbuah 2-3 kali, cabang balik, cabang liar,
cabang cacing, cabang terserang hama dan penyakit/rusak
dan wiwilan (tunas air).
c. Cabang B3 (berbuah tiga kali) dapat dipelihara tetapi secara
selektif. Pemotongan cabang produksi dilakukan pada ruas
cabang yang telah mengeluarkan tunas dan diusahakan
sedekat mungkin dengan batang.
J. Pengelolaan Penaung
1. Penaung sementara
a. Pada awal musim hujan penaung sementara dikurangi
(dirempes) agar tidak terlalu rimbun.
b. Hasil rempesan ditempatkan di sekeliling batang atau
dimasukkan rorak.
c. Moghania dapat dipelihara sebagai tanaman penguat teras
atau didongkel setelah tanaman kopi berumur empat tahun
(mulai menghasilkan).
d. Tephrosia sp. dan Crotalaria sp. akan mati sendiri setelah
berumur dua tahun.
e. Sebagai tanaman penguat teras Moghania harus dipangkas
secara periodik tiap empat bulan sekali.
2. Penaung tetap
a. Percabangan paling bawah penaung tetap, termasuk penaung
produktif, diusahakan 1-2 m di atas pohon kopi untuk
memperlancar peredaran udara dan masuknya cahaya. Agar
percabangan segera mencapai tinggi yang dikehendaki
cabang-cabang di bagian bawah harus sering dibuang.
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 51
b. Dilakukan penjarangan penaung secara sistematis apabila
pohon kopi telah saling menutup dan tumbuh baik. Populasi
akhir dipertahankan sebanyak 400-600 ph/ha, tergantung
pada kondisi lingkungan setempat.
c. Untuk penaung jenis lamtoro pada awal musim hujan 50%
dari jumlah lamtoro dipotong (tokok) pada tinggi 3 m
bergantian setiap tahun secara larikan atau selang-seling.
d. Selama musim hujan cabang-cabang dan ranting lamtoro
yang terlalu lebat dirempes untuk merangsang pembentukan
pembungaan kopi.

Gambar 20. Pemangkasan penaung tetap lamtoro pada


awal musim hujan. Kayu pangkasan yang
cukup besar ditahan dengan galah agar tidak
merusak tanaman kopi.
Sumber : Puslitkoka.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 52
K. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
1. Nematoda parasit (Pratylenchus coffeae dan Radopholus
similis)
a. Gejala : tanaman kopi yang terserang kelihatan kerdil, daun
menguning dan gugur. Pertumbuhan cabang-cabang primer
terhambat sehingga hanya menghasilkan sedikit bunga, buah
prematur dan banyak yang kosong. Bagian akar serabut
membusuk, berwarna coklat atau hitam. Pada serangan berat
tanaman akhirnya mati.
b. Pada pembukaan tanaman baru dan sulaman sebaiknya
menggunakan bahan tanam tahan berupa batang bawah BP
308.
c. Pada tanaman yang terserang dilapang diaplikasi dengan
pupuk kandang 10 kg/pohon/6 bulan dan jamur
Paecilomyces lilacinus strain 251, sebanyak 20 g/pohon/6
bulan.
2. Penggerek Buah Kopi (PBKo) / Hypothenemus hampei
a. Pengendalian secara kultur teknis
1) Memutus daur hidup PBKo, meliputi tindakan:
a) Petik bubuk, yaitu mengawali panen dengan memetik
semua buah masak yang terserang PBKo 15-30 hari
menjelang panen besar.
b) Lelesan, yaitu pemungutan semua buah kopi yang
jatuh di tanah baik terhadap buah terserang maupun
buah tidak terserang.
c) Racutan/rampasan, yaitu memetik seluruh buah yang
ada di pohon pada akhir panen.
d) Semua buah hasil petik bubuk, lelesan dan racutan
direndam dalam air panas suhu 60 oC selama + 5
menit.
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 53
2) Pengaturan naungan untuk menghindari kondisi
pertanaman terlalu gelap yang sesuai bagi perkembangan
PBKo.
b. Pengendalian secara biologi
Menggunakan parasitosid dan jamur patogen serangga
(Beauveria bassiana). Aplikasi B. bassiana dianjurkan
dengan dosis 2,5 kg biakan padat atau 100 g spora murni per
hektar selama tiga kali aplikasi per musim panen.
c Penggunaan tanaman yang masak serentak
1) Arabika : Varietas dan USDA 762.
2) Robusta : Kombinasi klon BP 42, BP 288 dan BP 234
(dataran rendah).
Kombinasi klon BP 42, BP 358 dan BP 409 (dataran
tinggi).
d. Penggunaan perangkap (Trap)
Memasang alat perangkap dengan senyawa penarik
(misalnya: Hypotan) yang ditaruh di dalam alat perangkap
(trap). Trap biasa dipasang dengan kepadatan 24 per hektar
selama mínimum dua tahun dan setelah musim panen
berakhir.

3. Penyakit karat daun pada kopi Arabika / Hemileia vastatrix


a. Pengendalian secara hayati, menanam varietas kopi Arabika
yang tahan atau toleran, misalnya lini S 795 , USDA 762 dan
Andungsari 2K.
b. Pengendalian secara kultur teknik, dengan memperkuat
kebugaran tanaman melalui pemupukan berimbang,
pemangkasan dan pemberian naungan yang cukup

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 54
IV. DIVERSIFIKASI USAHA PADA BUDIDAYA KOPI
A. Tumpang sari dengan tanaman semusim
1. Diusahakan selama masa persiapan lahan dan selama tanaman
kopi belum menghasilkan (tajuk kopi belum saling menutup)
atau selama iklim mikro masih memungkinkan.
2. Untuk pengusahaan yang bersifat lebih permanen pada lahan
datar dapat dilakukan dengan sistem budidaya lorong (alley
cropping). Pada tiap 3-5 barisan kopi disediakan lorong dengan
lebar 8 m untuk tanaman tumpangsari.
3. Tanaman semusim yang banyak diusahakan a.l. yaitu jenis
hortikultura (tomat dan cabe), palawija (jagung), kacang-
kacangan dan umbi-umbian.
4. Tanaman jagung yang mempunyai pertumbuhan tinggi dapat
juga berfungsi sebagai penaung sementara yang efektif.
5. Limbah tanaman semusim dimanfaatkan untuk pupuk hijau atau
mulsa kopi.
B. Tumpang sari dengan tanaman tahunan
1. Dipilih yang memiliki kanopi tidak terlalu rimbun, daun
berukuran kecil atau sempit memanjang agar dapat memberikan
cahaya diffus dengan baik.
2. Bukan inang hama dan penyakit utama kopi.
3. Tidak menimbulkan pengaruh allelopati.
4. Pohon penaung produktif ditanam dengan jarak 10 m x 10 m
tergantung ukuran besarnya tajuk tanaman.
5. Pohon produktif yang banyak dipakai untuk kopi Arabika a.l.
Macadamia dan jeruk, sedangkan untuk kopi Robusta a.l. petai,
jengkol, pisang alpokat, jeruk dan kelapa.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 55
6. Jeruk keprok ditanam dengan jarak 6 m x 6 m atau 8 m x 8 m.
Macadamia, petai dan jengkol ditanam dengan jarak 5 m x 5m,
kemudian secara berangsur-angsur dijarangkan menjadi 10 m x
10 m.

Gambar 21. Pisang, cengkeh, kelapa dan jeruk sebagai alternatif penaung
produktif.
Sumber : Puslitkoka.

C. Integrasi dengan Ternak


1. Jenis ternak disesuaikan dengan kondisi lingkungan kebun.
2. Jenis ternak yang dapat diintegrasikan di kebun kopi antara lain
kambing, domba, sapi, babi dan lebah.
3. Ternak sebaiknya dipelihara secara intensif di dalam kandang
4. Selain untuk pupuk, kulit buah kopi dapat diproses menjadi
pakan sapi/kambing dengan terlebih dahulu diolah.
5. Untuk pakanan hijau dapat diperoleh dari hasil pangkasan
tanaman kopi dan penaung, maupun gulma yang dapat
digunakan secara langsung.
6. Kotoran/limbah ternak dipakai untuk pupuk organik pada
tanaman kopi.
Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 56
Gambar 22. Integrasi kopi dengan ternak sapi dimana ternak
dipelihara secara intensif di dalam kandang.
Sumber : Ditjenbun.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 57
V. PANEN DAN PENANGANAN PASCA PANEN

A. Panen
1. Biji kopi yang bermutu baik dan disukai konsumen berasal dari
buah kopi yang sehat, bernas dan petik merah.
2. Ukuran kematangan buah ditandai oleh perubahan warna kulit
buah telah merah.
3. Buah kopi masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir
serta mengandung senyawa gula yang relatif tinggi sehingga
rasanya manis. Sebaliknya, daging buah muda sedikit keras,
tidak berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa gula
belum terbentuk secara maksimal, sedangkan kandungan lendir
pada buah yang terlalu masak cenderung berkurang karena
sebagian senyawa gula dan pektin sudah terurai secara alami
akibat proses respirasi.
4. Secara teknis, panen buah masak (buah merah) memberikan
beberapa keuntungan dibandingkan panen buah kopi muda
antara lain:
a. Mudah diproses karena kulitnya mudah terkelupas.
b. Rendeman hasil (perbandingan berat biji kopi beras perberat
buah segar) lebih tinggi.
c. Biji kopi lebih bernas sehingga ukuran biji lebih besar karena
telah mencapai kematangan fisiologi optimum.
d. Waktu pengeringan lebih cepat.
e. Mutu fisik biji dan citarasanya lebih baik.
5. Pemanenan buah yang belum masak (buah warna hijau atau
kuning) dan buah lewat masak (buah warna hitam) atau buah
tidak sehat akan menyebabkan mutu fisik kopi biji menurun dan
citarasanya kurang enak.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 58
6. Buah yang telah dipanen harus segera diolah, penundaan waktu
pengolahan akan menyebabkan penurunan mutu secara nyata.

Gambar 23. Panen buah merah untuk menghasilkan biji kopi


dengan mutu prima.
Sumber : Puslitkoka.

B. Penanganan Pascapanen

Ada dua cara pengolahan buah kopi, yaitu pengolahan cara kering
dan pengolahan cara basah, perbedaan kedua cara pengolahan
tersebut terletak pada adanya penggunaan air yang diperlukan untuk
kulit buah maupun pencucian. Pengolahan cara kering ada dua
macam, yaitu tanpa pemecahan buah dan dengan pemecahan buah.
Demikian juga pada pengolahan basah dibedakan dua macam, yaitu
pengolahan basah giling kering dan pengolahan basah giling basah.
Disarankan buah masak yang telah dipanen diolah secara basah agar
mutunya lebih baik.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 59
Untuk cara penanganan panen kopi lebih rinci mengacu pada
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 52/Permentan/OT.140/9/2012.

Gambar 24. Sortasi buah kopi.


Sumber : Puslitkoka.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 60
VI. PENUTUP

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture


Practices/GAP on Coffee) ini menjadi dasar dalam pelaksanaan
pembinaan, bimbingan, penyuluhan, dan pengembangan agribisnis kopi
oleh para pemangku kepentingan (stakeholders).

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik (Good Agriculture


Practices/GAP on Coffee) ini bersifat dinamis dan akan dilakukan
perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta kebutuhan dinamika kehidupan masyarakat.

Untuk mewujudkan keberhasilan pengembangan agribisnis kopi harus


dilakukan pembinaan, bimbingan, penyuluhan, dan pengembangan
dengan dilandasi komitmen dan tekad oleh para pemangku kepentingan
(stakeholders) sesuai kewenangan dan tanggung jawab berdasarkan pada
Pedoman ini.

Pedoman Teknis Budidaya Kopi yang Baik(Good Agriculture Practices /GAP on Coffee) 61
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.909, 2012 KEMENTERIAN PERTANIAN. Kopi. SNI.
Pascapanen, Pedoman.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 52/Permentan/OT.140/9/2012
TENTANG
PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN KOPI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa kopi merupakan salah satu komoditas


unggulan perkebunan bersifat strategis yang mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat,
menghasilkan devisa bagi negara, menyediakan
lapangan kerja bagi masyarakat dan membantu
pelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. bahwa produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil
rangkaian proses budidaya tanaman, panen, dan
penanganan pascapanen yang aman ramah
lingkungan;
c. bahwa dalam rangka memenuhi permintaan pasar
perlu didukung dengan kesiapan teknologi dan
sarana pascapanen yang cocok untuk kondisi petani
agar menghasilkan biji kopi dengan mutu sesuai
persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI);
d. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, dan agar
menghasilkan kopi dengan mutu sesuai persyaratan
Standar Nasional Indonesia (SNI), perlu menetapkan
Pedoman Penanganan Pascapanen Kopi dengan
Peraturan Menteri Pertanian;

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 2

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang


Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara
Republik indonesia Tahun 1992 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia
Nomor 3978);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang
Pangan (Lembaran Negara Republik indonesia Tahun
1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara
Republik indonesia Nomor 3817);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan (Lembaran Negara Republik indonesia
Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik indonesia Nomor 4411);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik indonesia Nomor4437);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pambangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) (Lembaran Negara Republik indonesia Tahun
2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik indonesia Nomor 4700);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang
Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan
Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik
indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik indonesia Nomor 3330);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang
Pedoman Penanganan Pascapanen Hasil Pertanian
Asal Tanaman Yang Baik (Good Handling Practices);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang
Kemitraan (Lembaran Negara Republik indonesia
Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara
Republik indonesia Nomor 3718);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000
tentang Standardisasi Nasional Indonesia (Lembaran
Negara Republik indonesia Tahun 2000 Nomor 199,
Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia
Nomor 4020);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Karantina Tumbuhan (Lembaran Negara Republik
indonesia Tahun 2002 Nomor 35, Tambahan
Lembaran Negara Republik indonesia Nomor 4196);

www.djpp.depkumham.go.id
3 2012, No.909

11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang


Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara
Republik indonesia Tahun 2004 Nomor 107,
Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia
Nomor 4424);
12. Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 1986 tentang
Peningkatan Penanganan Pascapanen Hasil
Pertanian;
13. Keputusan Presiden Nomor 147 Tahun 1996 tentang
Penanganan Pascapanen;
14. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II:
15. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
16. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon
I Kementerian Negara;
17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/
PD.310/9/2007 tentang Jenis Komoditi Tanaman
Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal
Hortikultura, juncto Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 3599/Kpts/PD.310/10/2009 tentang
Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2010 tentang Jenis
Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal
Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
dan Direktorat Jenderal Hortikultura;
18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 58/Permentan/
OT.140/8/2007 tentang Pelaksanaan Sistem
Standardisasi Nasional di Bidang Pertanian;
19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35/Permentan/
OT.140/7/2008 tentang Persyaratan dan Penerapan
Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan
Yang Baik (Good Manufacturing Practices);
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 09/Permentan/
OT.140/2/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan
Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan
Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 4

21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/


OT.140/2/2009 tentang Persyaratan dan Tatacara
Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap
Pengeluaran dan Pemasukan Media Pembawa
Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Dari
Suatu Area Ke Area Lain Di Wilayah Negara Republik
Indonesia;
22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 27/Permentan/
PP.340/5/2009 tentang Pengawasan Keamanan
Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran
Pangan Segar Asal Tumbuhan juncto Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 38/Permentan/
PP.340/8/2009;
23. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44/Permentan/
OT.140/10/2009 tentang Pedoman Penanganan
Pascapanen Hasil Pertanian Asal Tanaman Yang Baik
(Good Handling Practices);
24. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20/Permentan/
OT.140/02/2010 tentang Sistem Jaminan Mutu
Pangan Hasil Pertanian;
25. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/
OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pertanian;
Memerhatikan : Ketentuan Badan Standardisasi Nasional 2008, Standar
Nasional Indonesia (SNI) Biji Kopi Nomor 01-2907-2008;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN
PENANGANAN PASCAPANEN KOPI.
Pasal 1
Pedoman Penanganan Pascapanen Kopi sebagaimana tercantum pada
Lampiran sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
Pasal 2
Pedoman Penanganan Pascapanen Kopi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 sebagai acuan dalam pembinaan dan penanganan pascapanen
tanaman kopi.
Pasal 3
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

www.djpp.depkumham.go.id
5 2012, No.909

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Menteri Pertanian ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 September 2012
MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA,

SUSWONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 September 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 6

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR 52/Permentan/OT.140/9/2012
TANGGAL 4 September 2012

PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN KOPI

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam


perdagangan dunia yang melibatkan beberapa negara produsen
dan banyak negara konsumen. Kopi, meskipun bukan merupakan
tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai peranan penting
dalam industri perkebunan di Indonesia. Menurut Direktorat
Jenderal Perkebunan (2011), areal perkebunan kopi di Indonesia
pada tahun 2010 mencapai lebih dari 1,210 juta hektar dengan
total produksi sebesar 686.921 ton dimana 96% diantaranya yaitu
areal perkebunan kopi rakyat, dengan jumlah petani yang terlibat
sebanyak 1.881.694 KK. Laju perkembangan areal kopi di
Indonesia rata-rata mencapai sebesar 2,11 % per tahun.
Perkembangan yang cukup pesat tersebut perlu di dukung
dengan kesiapan teknologi dan sarana pascapanen yang cocok
untuk kondisi petani agar mereka mampu menghasilkan biji kopi
dengan mutu seperti yang dipersyaratkan oleh Standard Nasional
Indonesia. Adanya jaminan mutu yang pasti, ketersediaan dalam
jumlah yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta
keberlanjutan merupakan beberapa persyaratan yang dibutuhkan
agar biji kopi rakyat dapat dipasarkan pada tingkat harga yang
lebih menguntungkan.
Untuk memenuhi persyaratan di atas penanganan pascapanen
kopi rakyat harus dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara dan
tepat jumlah seperti halnya produk pertanian yang lain. Buah kopi
hasil panen perlu segera diproses menjadi bentuk akhir yang lebih
stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu.

www.djpp.depkumham.go.id
7 2012, No.909

Oleh karena itu tahapan proses dan spesifikasi peralatan kopi


yang menjadi kepastian mutu harus didefinisikan dengan jelas.
Untuk itu diperlukan suatu acuan standar sebagai pegangan bagi
petani/pengolah dalam menghasilkan produk yang dipersyaratkan
pasar. Seiring dengan meningkatnya tuntutan konsumen terhadap
produk yang aman dan ramah lingkungan, maka acuan standar
tersebut harus mengakomodasi prinsip penanganan pascapanen
yang baik dan benar.
Keberhasilan penanganan pascapanen sangat tergantung dari
mutu bahan baku dari kegiatan proses produksi/budidaya, karena
itu penanganan proses produksi di kebun juga harus
memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip cara budidaya
yang baik dan benar (Good Agricultural Practices/GAP). Penerapan
GAP dan GHP menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa produk
yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang
efisien, produktif dan ramah lingkungan. Dengan demikian petani
akan mendapatkan nilai tambah berupa insentif peningkatan
harga dan jaminan pasar yang memadai.
1.2 Maksud
Maksud penyusunan Pedoman Penanganan Pascapanen Kopi
yaitu untuk memberikan acuan secara teknis mengenai
penanganan pascapanen kopi secara baik dan benar bagi
pemangku kepentingan terutama petugas di lapangan,
petani/kelompok tani dan pelaku usaha.
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan Pedoman
Penanganan Pascapanen Kopi yaitu:
1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu biji kopi;
2. Menurunkan kehilangan hasil atau susut hasil kopi;
3. Memudahkan dalam pengangkutan hasil;
4. Meningkatkan efisiensi proses penanganan pascapanen kopi;
5. Meningkatkan daya saing biji kopi;
6. Meningkatkan nilai tambah hasil kopi.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Penanganan Pascapanen Kopi
meliputi:
1. Proses penanganan pascapanen;
2. Standar mutu;
3. Prasarana dan sarana pascapanen;
4. Pelestarian Lingkungan;
5. Pengawasan.

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 8

II. PENGERTIAN
Dalam Pedoman Penanganan Pascapanen Kopi ini, yang dimaksud
dengan:
1. Panen adalah proses pemetikan/pemungutan buah kopi yang
telah tepat matang.
2. Pascapanen kopi adalah suatu kegiatan yang meliputi sortasi
buah, pengupasan, fermentasi, pencucian, pengeringan, sortasi
biji, pengemasan, penyimpanan, standarisasi mutu, dan
transportasi hasil.
3. Buah kopi adalah buah yang dihasilkan dari tanaman kopi jenis
arabika (Coffea arabica) dan robusta (Coffea robusta).
4. Pengupasan kulit buah (pulping) adalah proses pemisahan biji
kopi dari bagian yang tidak diperlukan.
5. Fermentasi (fermentation) adalah proses yang bertujuan untuk
melunakan sisa lapisan lendir yang menempel di permukaan kulit
tanduk biji kopi oleh mikroba aerob setelah pengupasan kulit
buah.
6. Pencucian (washing) merupakan suatu upaya untuk membuang
sisa lendir di permukaan kulit tanduk biji kopi hasil fermentasi.
7. Pengeringan biji kopi (drying) adalah upaya menurunkan kadar air
sampai pada batas tertentu.
8. Pengeringan mekanis untuk biji kopi menggunakan tipe
pemanasan tidak langsung (indirect system) untuk mencegah
kontaminasi asap dari pembakaran bahan bakar ke
permukaan/ke dalam biji kopi.
9. Sortasi (sortation) adalah pemilahan biji kopi yang baik dari yang
rusak, cacat dan benda asing lainnya.
10. Biji kopi WP (Wet Proses) adalah biji kopi beras yang dihasilkan
dari proses basah.
11. Biji kopi DP (Dry Proses) adalah biji kopi beras yang dihasilkan
dari proses kering.
12. Buah kopi gelondong basah (cherry/berry) adalah buah kopi hasil
panen dari kebun dan kadar airnya masih berkisar antara 60 -
65%. Biji kopi masih terlindung oleh kulit buah, daging buah,
lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari.
13. Kopi gelondong kering adalah buah kopi gelondong basah yang
diolah dengan proses kering (Dry process/tanpa melibatkan air

www.djpp.depkumham.go.id
9 2012, No.909

selama pemrosesan). Biji kopi masih terlindung oleh kulit daging


buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari dalam kondisi
kering.
14. Biji kopi HS (hard skin) adalah biji kopi berkulit tanduk
(cangkang) hasil pascapanen buah kopi yang diproses secara
basah (wet process). Kulit daging buah dan lapisan lendir (pulp)
telah dihilangkan melalui beberapa tahapan proses secara
mekanis atau fermentasi dan pencucian dan kadar air antara 60 –
65 % dan setelah dikeringkan menjadi 12 %.
15. Biji kopi labu adalah biji kopi hasil proses semi basah, yang telah
dilakukan pengeringan awal dan dikupas kulit tanduknya pada
kadar air + 40 % kemudian dilakukan pengeringan lanjutan
sampai kadar air 12,5 % dalam bentuk biji kopi beras.
16. Biji kopi asalan adalah biji kopi yang dihasilkan melalui metode
dan sarana pascapanen yang sangat sederhana, kadar airnya
masih relatif tinggi (>16%) dan belum disortasi.
17. GAP (Good Agriculture Practices) adalah panduan umum dalam
melaksanakan budidaya tanaman hasil pertanian secara benar
dan tepat, sehingga diperoleh produktivitas tinggi, mutu produk
yang baik, keuntungan optimum, ramah lingkungan dan
memperhatikan aspek keamanan, keselamatan dan kesejahteraan
petani serta usaha produksi yang berkelanjutan.
18. GHP (Good Handling Practices) adalah cara penanganan
pascapanen yang baik yang berkaitan dengan penerapan teknologi
serta cara pemanfaatan sarana dan prasarana yang digunakan.
III. PROSES PENANGANAN PASCAPANEN KOPI
3.1 Panen
Pemanenan buah kopi dilakukan secara manual dengan cara
memetik buah yang telah masak. Ukuran kemasakan buah
ditandai dengan perubahan warna kulit buah. Kulit buah
berwarna hijau tua ketika masih muda, berwarna kuning ketika
setengah masak dan berwarna merah saat masak penuh dan
menjadi kehitam-hitaman setelah terlampau masak penuh (over
ripe).

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 10

1. Kulit buah
2. Daging Buah
3. Kulit Tanduk
4. Kulit Ari
5. Biji
6. Tangkai

Gambar 1. Potongan penampang buah kopi


Kemasakan buah kopi juga dapat dilihat dari kekerasan dan
komponen senyawa gula di dalam daging buah. Buah kopi yang
masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta
mengandung senyawa gula yang relatif tinggi sehingga rasanya
manis. Sebaliknya daging buah muda sedikit keras, tidak
berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa gula masih
belum terbentuk maksimal. Sedangkan kandungan lendir pada
buah yang terlalu masak cenderung berkurang karena sebagian
senyawa gula dan pektin sudah terurai secara alami akibat proses
respirasi. Untuk melihat bagian dalam buah kopi dapat dilihat
pada Gambar 1. Tanaman kopi tidak berbunga serentak dalam
setahun, karena itu ada beberapa cara pemanenan sebagai
berikut:
a. pemetikan selektif dilakukan terhadap buah masak.
b. pemetikan setengah selektif dilakukan terhadap dompolan
buah masak.
c. secara lelesan dilakukan terhadap buah kopi yang gugur
karena terlambat pemetikan.
d. secara racutan/rampasan merupakan pemetikan terhadap
semua buah kopi yang masih hijau, biasanya pada
pemanenan akhir.
3.2 Sortasi Buah
Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang
superior (masak, bernas, seragam) dari buah inferior (cacat, hitam,
pecah, berlubang dan terserang hama/penyakit). Sortasi buah
kopi juga dapat menggunakan air untuk memisahkan buah yang
diserang hama. Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil
harus dibuang, karena dapat merusak mesin pengupas.

www.djpp.depkumham.go.id
11 2012, No.909

Buah kopi merah (superior) diolah dengan cara proses basah


atau semi-basah, agar diperoleh biji kopi HS kering dengan
tampilan yang bagus. Sedangkan buah campuran hijau, kuning
dan merah diolah dengan cara proses kering.
Hal yang harus dihindari yaitu menyimpan buah kopi di
dalam karung plastik atau sak selama lebih dari 12 jam, karena
akan menyebabkan pra-fermentasi sehingga aroma dan citarasa
biji kopi menjadi kurang baik dan berbau tengik (stink).
3.3 Proses Kopi Secara Kering (Dry Process)
Proses kopi secara kering banyak dilakukan petani,
mengingat kapasitas olah kecil, mudah dilakukan dan peralatan
sederhana. Tahapan pascapanen kopi secara kering dapat dilihat
pada Gambar 2.

Panen

Sortasi Buah

Penjemuran/Pengeringan

Pengupasan Kopi

Sortasi Biji
Kering
Pengemasan dan Penyimpanan

Gambar 2. Tahapan proses kopi secara kering (Dry Process)


3.3.1 Penjemuran/pengeringan
Buah kopi yang sudah dipanen dan disortasi harus
sesegera mungkin dikeringkan agar tidak mengalami proses
kimia yang bisa menurunkan mutu. Buah kopi dikatakan
sudah kering apabila waktu diaduk terdengar bunyi
gemerisik.
Penjemuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat
para para, lantai jemur dan terpal. Penjemuran langsung di
atas tanah atau aspal jalan harus dihindari supaya tidak
terkontaminasi jamur.

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 12

Pengeringan memerlukan waktu 2-3 minggu dengan


cara dijemur. Apabila udara tidak cerah, pengeringan dapat
menggunakan alat pengering mekanis. Penuntasan
pengeringan sampai kadar air mencapai maksimal 12,5 %.
Beberapa petani masih mempunyai kebiasaan merebus
buah kopi gelondong lalu dikupas kulitnya, kemudian
dikeringkan. Kebiasaan merebus buah kopi gelondong lalu
dikupas kulit harus dihindari karena dapat merusak
kandungan zat kimia dalam biji kopi sehingga menurunkan
mutu.
3.3.2 Pengupasan kulit kering (Hulling)
Pengupasan kulit buah kopi kering bertujuan untuk
memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk dan kulit
ari. Pengupasan dilakukan dengan menggunakan mesin
pengupas (huller). Beberapa tipe huller sederhana yang
sering digunakan yaitu huller putar tangan (manual) dan
huller dengan penggerak motor.
Pengupasan kulit dengan cara menumbuk tidak
dianjurkan karena mengakibatkan banyak biji yang pecah.
3.4 Proses Secara Basah (Fully Washed)
Tahapan proses kopi secara basah dapat dilihat pada Gambar 3.
Panen Pilih

Sortasi Buah

Pengupasan kulit buah merah

Fermentasi

Pencucian

Pengeringan

Pengupasan kulit kopi HS

Sortasi Biji Kering

Pengemasan dan penyimpanan

Gambar 3. Tahapan proses kopi secara basah (Fully washed)

www.djpp.depkumham.go.id
13 2012, No.909

3.4.1 Pengupasan Kulit Buah (pulping)


Pengupasan kulit buah dilakukan dengan
menggunakan alat dan mesin pengupas kulit buah (pulper).
Pulper dapat dipilih dari bahan dasar yang terbuat dari
tembaga/logam dan/atau kayu. Air dialirkan ke dalam
silinder bersamaan dengan buah yang akan dikupas.
Sebaiknya buah kopi dipisahkan atas dasar ukuran
sebelum dikupas.
3.4.2 Fermentasi
Fermentasi umumnya dilakukan untuk penanganan
kopi arabika, bertujuan untuk menguraikan lapisan lendir
yang ada di permukaan kulit tanduk biji kopi. Selain itu,
fermentasi mengurangi rasa pahit dan mendorong
terbentuknya kesan “mild” pada citarasa seduhan kopi
arabika. sedangkan pada kopi robusta fermentasi dilakukan
hanya untuk menguraikan lapisan lendir yang ada di
permukaan kulit tanduk.
Proses fermentasi dapat dilakukan secara basah
dengan merendam biji kopi dalam bak air atau fermentasi
secara kering dengan menyimpan biji kopi HS basah di
dalam karung goni atau kotak kayu atau wadah plastik
yang bersih dengan lubang di bagian bawah dan ditutup
dengan karung goni. Waktu fermentasi berkisar antara 12
sampai 36 jam tergantung permintaan konsumen. Agar
proses fermentasi berlangsung merata, pembalikan
dilakukan minimal satu kali dalam sehari.
3.4.3 Pencucian (Washing)
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir
hasil fermentasi yang menempel di permukaan kulit tanduk.
Untuk kapasitas kecil, pencucian dikerjakan secara manual
di dalam bak atau ember, sedangkan kapasitas besar perlu
dibantu mesin pencuci biji kopi.
3.4.4 Pengeringan (Drying)
Pengeringan bertujuan mengurangi kandungan air biji
kopi HS dari sekitar 60 % menjadi maksimum 12,5 % agar
biji kopi HS relatif aman dikemas dalam karung dan
disimpan dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis.
Pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu :

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 14

a. Penjemuran
Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan
murah untuk pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat
dilakukan di atas para-para atau lantai jemur. Profil
lantai jemur dibuat miring lebih kurang 5 – 7o dengan
sudut pertemuan di bagian tengah lantai.
Ketebalan hamparan biji kopi HS dalam penjemuran
sebaiknya 6 – 10 cm. Pembalikan dilakukan setiap jam
pada waktu kopi masih basah. Pada dataran tinggi,
penjemuran selama 2-3 hari kadar air biji baru mencapai
25 - 27 %, untuk itu dianjurkan agar dilakukan
pengeringan lanjutan secara mekanis untuk mencapai
kadar air 12,5 %.
b. Pengeringan Mekanis
Pengeringan mekanis dapat dilakukan jika cuaca
tidak memungkinkan untuk melakukan penjemuran.
Pengeringan dengan cara ini sebaiknya dilakukan secara
berkelompok karena membutuhkan peralatan dan
investasi yang cukup besar dan operator yang terlatih.
Dengan mengoperasikan pengering mekanis secara
terus menerus siang dan malam pada suhu 45 – 500 C,
dibutuhkan waktu 48 jam untuk mencapai kadar air 12,5
%. Penggunaan suhu tinggi di atas 600C untuk
pengeringan kopi arabika harus dihindari karena dapat
merusak citarasa. Sedangkan untuk kopi robusta,
biasanya diawali dengan suhu lebih tinggi, yaitu 90 –
1000C dengan waktu 20 – 24 jam untuk mencapai kadar
air maksimum 12,5 %.
c. Pengeringan Kombinasi
Proses pengeringan kombinasi untuk kopi biji kopi
arabika dan robusta dilakukan dalam dua tahap. Tahap
pertama yaitu penjemuran untuk menurunkan kadar air
biji kopi 25 – 27 %, dilanjutkan dengan tahap kedua,
menggunakan mesin pengering untuk mencapai kadar air
12,5% diperlukan waktu pengeringan dengan mesin
pengering selama 8-10 jam pada suhu 45-50 0C.
3.4.5 Pengupasan kulit kopi HS (Hulling)
Pengupasan dimaksudkan untuk memisahkan biji
kopi dari kulit tanduk untuk menghasilkan biji kopi beras
dengan menggunakan mesin pengupas. Biji kopi HS yang
baru selesai dikeringkan harus terlebih dahulu didinginkan

www.djpp.depkumham.go.id
15 2012, No.909

sampai suhu ruangan sebelum dilakukan pengupasan.


Sedangkan biji kopi yang sudah disimpan di dalam gudang
dapat dilakukan proses pengupasan kulit.
3.5 Proses Secara Semi Basah (Semi Washed Process)
Proses secara semi basah dilakukan untuk menghemat
penggunaan air dan menghasilkan kopi dengan citarasa yang
khas (berwarna gelap dengan fisik kopi agak melengkung). Kopi
arabika yang diproses secara semi-basah biasanya memiliki
tingkat keasaman lebih rendah dengan body lebih kuat dibanding
dengan kopi yang diproses secara basah penuh.
Proses secara semi-basah juga dapat diterapkan untuk kopi
robusta. Secara umum kopi yang diproses secara semi-basah
mutunya baik. Proses secara semi-basah lebih singkat
dibandingkan dengan proses secara basah. Untuk dapat
menghasilkan biji kopi hasil proses semi-basah yang baik, maka
harus mengikuti prosedur seperti pada Gambar 4.

Panen

Sortasi Buah Buah inferior

Pengupasan kulit buah merah

Proses biji kopi labu


demucilager (penghilangan
lendir secara mekanik)

Penjemuran biji sampai KA 12,5 % Penjemuran 1-2 hari, KA ± 40 %

Pengupasan Kulit Cangkang Pengupasan Kulit Cangkang

Sortasi dan pengemasan Penjemuran biji sampai KA 12,5 %

Penyimpanan dan penggudangan Sortasi dan pengemasan

Penyimpanan dan penggudangan

Gambar 4. Tahapan proses kopi secara semi-basah (Semi-Washed).

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 16

3.5.1 Pengupasan kulit buah (pulping)


Proses pengupasan kulit buah (pulp) sama dengan cara
basah-penuh. Untuk dapat dikupas dengan baik, maka
buah kopi harus sudah melalui sortasi.
Pengupasan dapat menggunakan pulper dari bahan
tembaga, logam dan/atau kayu. Jarak silinder dengan
silinder pengupas perlu diatur agar diperoleh hasil kupasan
yang baik (biji utuh, campuran kulit minimal). Beberapa tipe
pulper memerlukan air untuk membantu proses
pengupasan.
3.5.2 Pembersihan lendir secara mekanik (Demucilaging)
Pembersihan sisa lendir di permukaan kulit tanduk
dilakukan secara mekanik dengan alat demucilager tanpa
menggunakan air.
3.5.3 Pengeringan Biji
Pengeringan pada proses biji semi basah mengacu
kepada cara pengeringan secara basah.
Sedangkan untuk pengeringan biji kopi labu,
dilakukan 2 tahap sebagai berikut :
a. pengeringan awal. Proses pengeringan dapat dilakukan
dengan penjemuran selama 1-2 hari sampai kadar air
mencapai sekitar 40 %, dengan tebal lapisan kopi
kurang dari 3 cm (biasanya hanya satu lapis) dengan
alas dari terpal atau lantai semen. Setelah kadar air
mencapai 40 % biji kopi HS dikupas kulitnya sehingga
diperoleh biji kopi beras.
b. pengeringan lanjutan. Proses pengeringan dilakukan
dalam bentuk biji kopi beras sampai kadar air 12,5
%.
Hal yang penting yaitu bahwa biji kopi harus dibolak-
balik setiap ± 1 jam agar tingkat kekeringannya merata.
Kemudian untuk menjaga biji kopi dari kontaminasi benda
asing kebersihan kopi selama pengeringan harus selalu
dijaga.
3.5.4 Pengupasan kulit tanduk (Hulling)
Pengupasan kulit tanduk pada kondisi biji kopi yang
masih relatif basah (kopi labu) dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin pengupas yang didesain khusus. Agar
kulit tanduk dapat dikupas maka kondisi kulit harus cukup

www.djpp.depkumham.go.id
17 2012, No.909

kering walaupun kondisi biji yang ada didalamnya masih


basah. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pengupasan kulit tanduk yaitu:
a. kondisi huller bersih, berfungsi dan bebas dari bahan-
bahan kontaminan sebelum digunakan.
b. pengupasan dilakukan setelah pengeringan/penjemuran
awal kopi HS. Apabila sudah bermalam sebelum dikupas
kopi HS harus dijemur lagi sampai kulit cukup kering
kembali.
c. mesin huller dan aliran bahan kopi diatur agar diperoleh
proses pengupasan yang optimum.
d. biji kopi labu yang keluar harus segera dikeringkan,
hindari penyimpanan biji kopi yang masih basah karena
akan terserang jamur yang dapat merusak biji kopi baik
secara fisik atau citarasa, serta dapat terkontaminasi
oleh mikotoksin (okhtratoksin A, aflatoksin, dll).
e. mesin huller dibersihkan setelah digunakan agar sisa-
sisa kopi dan kulit yang masih basah tidak tertinggal dan
berjamur di dalam mesin.
3.6 Sortasi Biji Kopi Beras
Sortasi dilakukan untuk memisahkan biji kopi berdasarkan
ukuran, cacat biji dan benda asing. Sortasi ukuran dapat
dilakukan dengan ayakan mekanis maupun dengan manual.
Cara sortasi biji yaitu dengan memisahkan biji-biji kopi cacat
agar diperoleh massa biji dengan nilai cacat sesuai dengan
ketentuan SNI 01-2907-2008.
3.7 Pengemasan dan Penggudangan
Pengemasan dan penggudangan bertujuan untuk
memperpanjang daya simpan hasil. Pengemasan biji kopi harus
menggunakan karung yang bersih dan baik, serta diberi label
sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-2008 kemudian simpan
tumpukan kopi dalam gudang yang bersih, bebas dari bau asing
dan kontaminan lainnya. Hal yang harus diperhatikan dalam
pengemasan dan penggudangan yaitu :
a. karung diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan identitas
produsen. Cat untuk label menggunakan pelarut non minyak.
b. karung yang digunakan bersih dan jauh dari bau asing.
c. tumpukan karung kopi diatur di atas landasan kayu dan diberi
batas dengan dinding atau jarak dengan dinding sekitar 50 cm,

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 18

supaya memudahkan inspeksi terhadap hama gudang. Tinggi


tumpukan karung kopi maksimal 150 cm dari atap gudang
penyimpanan.
kondisi biji dimonitor selama disimpan terhadap kadar airnya,
keamanan terhadap organisme pengganggu (tikus, serangga,
jamur, dll) dan faktor-faktor lain yang dapat merusak biji kopi.
d. kondisi gudang dimonitor kebersihannya dan kelembaban
sekitar 70 % . Untuk menjaga kelembaban gudang tersebut
perlu dilengkapi ventilasi yang memadai.
IV. STANDAR MUTU
Standar mutu diperlukan sebagai tolok ukur dalam pengawasan
mutu dan merupakan perangkat pemasaran dalam menghadapi klaim
dari konsumen dan dalam memberikan umpan balik ke bagian pabrik
dan bagian kebun.
Standar Nasional Indonesia biji kopi yang telah dikeluarkan oleh
Badan Standardisasi Nasional yaitu SNI Nomor 01-2907-2008.
Persyaratan umum mutu biji kopi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Syarat Mutu Umum

Satua Persyarata
No Jenis Uji
n n

1 Kadar air, (b/b) % Maks 12,5

2 Kadar kotoran berupa ranting, batu,


% Maks 0,5
tanah dan benda-benda asing lainnya

3 Serangga hidup - Tidak ada

4 Biji berbau busuk dan berbau kapang - Tidak ada

Catatan : b/b yaitu berat/ berat dalam kondisi basah


Sedangkan untuk persyaratan khusus mutu biji kopi dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Syarat Mutu Khusus Kopi Robusta Dengan Cara Kering

Ukuran Kriteria Satuan Persyaratan

Besar Tidak lolos ayakan berdiameter 6.5 % Maks lolos


mm (Sieve No.16) Fraksi 5
massa

www.djpp.depkumham.go.id
19 2012, No.909

Kecil Lolos ayakan diameter 6.5 mm, % Maks lolos


tidak lolos ayakan berdiameter 3.5 Fraksi 5
mm (Sieve No.9) massa

Tabel 3 Syarat Mutu Khusus Kopi Robusta Dengan Cara Basah

Ukuran Kriteria Satuan Persyaratan

Besar Tidak lolos ayakan berdiameter 7.5 % Maks lolos


mm (Sieve No.19) Fraksi 5
massa

Sedang Lolos ayakan diameter 7.5 mm, % Maks lolos


tidak lolos ayakan berdiameter 6.5 Fraksi 5
mm (Sieve No.16) massa

Kecil Lolos ayakan diameter 6.5 mm, % Maks lolos


tidak lolos ayakan berdiameter 5.5 Fraksi 5
mm (Sieve No.14) massa

Tabel 4. Syarat Mutu Khusus Kopi Arabika

Ukuran Kriteria Satuan Persyaratan

Besar Tidak lolos ayakan berdiameter 6.5 % Maks lolos


mm (Sieve No.16) Fraksi 5
massa

Sedang Lolos ayakan diameter 6.5 mm, tidak % Maks lolos


lolos ayakan berdiameter 6 mm Fraksi 5
(Sieve No.15) massa

Kecil Lolos ayakan diameter 6 mm, tidak % Maks lolos


lolos ayakan berdiameter 5 mm Fraksi 5
(Sieve No.13) massa

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 20

Tabel 5. Syarat Penggolongan Mutu Kopi

Mutu Syarat Mutu

Mutu 1 Jumlah nilai cacat maksimum 11

Mutu 2 Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 25

Mutu 3 Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 44

Mutu 4-
Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 60
a

Mutu 4-
Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 80
b

Mutu 5 Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 150

Mutu 6 Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225

V. PRASARANA DAN SARANA PENANGANAN PASCAPANEN KOPI

Untuk mempermudah penanganan pascapanen kopi, dibutuhkan


prasarana dan sarana yang memadai sehingga diharapkan diperoleh
hasil pascapanen yang bermutu tinggi. Sarana pendukung dalam
penanganan pascapanen kopi antara lain bangunan, alat dan mesin,
wadah dan pembungkus.
3.1 Bangunan
Dalam pendirian bangunan, ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi, yaitu :
3.1.1 Persyaratan Lokasi
Lokasi bangunan tempat penanganan pascapanen
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. bebas dari pencemaran.
1) bukan di daerah pembuangan sampah/kotoran
cair maupun padat;
2) jauh dari peternakan, industri yang mengeluarkan
polusi yang tidak dikelola secara baik dan tempat
lain yang sudah tercemar.
b. pada tempat yang layak dan tidak di daerah yang
saluran pembuangan airnya buruk;

www.djpp.depkumham.go.id
21 2012, No.909

c. dekat dengan sentra produksi sehingga menghemat


biaya transportasi dan menjaga kesegaran produk;
d. sebaiknya tidak dekat dengan perumahan penduduk.
3.1.2 Persyaratan Teknis dan Kesehatan
Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan
yang memenuhi persyaratan teknik dan kesehatan sesuai
dengan:
a. jenis produk yang ditangani, sehingga mudah
dibersihkan, mudah dilaksanakan tindak sanitasi dan
mudah dipelihara;
b. tata letak diatur sesuai dengan urutan proses
penanganan, sehingga lebih efisien;
c. penerangan dalam ruang kerja harus cukup sesuai
dengan keperluan dan persyaratan kesehatan serta
lampu berpelindung;
d. tata letak yang aman dari pencurian.
3.1.3 Sanitasi
Bangunan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi
yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi
persyaratan teknik dan kesehatan:
a. bangunan harus dilengkapi dengan sarana penyediaan
air bersih;
b. bangunan harus dilengkapi dengan sarana
pembuangan yang memenuhi ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3.2 Alat dan Mesin
Pada beberapa kegiatan penanganan pascapanen kopi skala
kelompok, menengah dan besar dapat menggunakan alat/mesin.
Proses ini memerlukan biaya investasi yang relatif cukup besar.
Selain itu juga membutuhkan tenaga yang terlatih dan biaya
operasi untuk bahan bakar dan listrik. Alat dan Mesin yang
dipergunakan untuk penanganan pascapanen kopi harus dibuat
berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknis,
kesehatan dan ekonomis. Persyaratan peralatan dan mesin yang
digunakan dalam penanganan pascapanen kopi harus meliputi:
a. permukaan yang berhubungan dengan bahan yang diproses
tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas;
b. mudah dibersihkan dan dikontrol;

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 22

c. tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang


lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan
produk, jasad renik dan lain-lain;
d. mudah dikenakan tindakan sanitasi;
e. memiliki laporan uji (test report) alat-mesin yang diterbitkan
dari lembaga yang berwenang atau sudah terakreditasi.
Beberapa contoh sarana alat/mesin yang dapat digunakan
dalam penanganan pascapanen kopi dapat dilihat pada gambar
seperti tercantum pada format.
3.3 Wadah dan Pembungkus
Wadah dan Pembungkus berguna untuk melindungi dan
mempertahankan mutu hasil terhadap pengaruh dari luar.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemakaian wadah
dan pembungkus yaitu sebagai berikut:
a. dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur
yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu
hasil.
b. tahan/tidak berubah selama pengangkutan dan peredaran.
c. sebelum digunakan wadah harus dibersihkan dan dikenakan
tindakan sanitasi.
d. wadah dan pembungkus disimpan pada ruangan yang kering
dan ventilasi yang cukup dan dicek kebersihan dan infestasi
jasad pengganggu sebelum digunakan.
VI. PELESTARIAN LINGKUNGAN
Penanganan pascapanen kopi berkaitan erat dengan masalah
limbah terutama yang menggunakan proses secara basah.
Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan (Puslitkoka, 2010) bahwa
diperlukan air sebanyak 10 – 30 m3 per ton buah kopi yang berpotensi
menjadi limbah cair. Air limbah dari proses secara basah memiliki
tingkat keasaman yang tinggi, dan mengganggu kehidupan organisme
secara biologis dan kimiawi.
Dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan perlu
diperhatikan beberapa hal seperti :
a. menghindari polusi dan gangguan lain yang berasal dari lokasi
usaha yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk,
suara bising, serangga serta pencemaran air sungai/sumur.
b. untuk meningkatkan nilai tambah dalam usaha penanganan
pascapanen kopi, limbah dapat diolah menjadi produk yang lebih
bermanfaat seperti limbah kulit buah bisa diolah menjadi pakan
ternak atau pupuk organik. Hal ini dapat dilakukan dengan

www.djpp.depkumham.go.id
23 2012, No.909

melakukan integrasi agribisnis kopi dengan ternak (model


integrasi sudah dikembangkan oleh Puslitkoka). Kemudian untuk
menangani limbah cair sisa proses pascapanen kopi, limbah cair
dapat dijadikan sebagai bahan baku biogas yang bermanfaat
sebagai alternatif pengganti bahan bakar.
VII. PENGAWASAN
Pelaksanaan pengawasan penanganan pascapanen kopi
dilakukan oleh dinas yang membidangi perkebunan baik di provinsi
maupun kabupaten/kota sehingga dapat mengatasi kendala dan
permasalahan dalam proses penanganan pascapanen.
7.1 Sistem Pengawasan
Usaha penanganan pascapanen kopi menerapkan sistem
pengawasan secara baik pada titik kritis dalam proses
penanganan pascapanen untuk memantau kemungkinan adanya
kontaminasi.
Instansi yang berwenang dalam bidang perkebunan,
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengawasan
manajemen mutu terpadu yang dilakukan.
7.2 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring merupakan kegiatan mengamati, meninjau
kembali, mempelajari dan menilik yang dilakukan secara terus
menerus atau berkala disetiap tingkatan kegiatan, untuk
memastikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan berjalan sesuai
dengan rencana.
Evaluasi yaitu suatu proses untuk menentukan relevansi,
efisiensi, efektivitas, dan dampak kegiatan-kegiatan apakah
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan
objektif, terdiri dari evaluasi saat berlangsung, sebelum
berlangsung, atau sesudah selesai. Evaluasi dilakukan
berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan serta
pengecekan atau kunjungan ke usaha penanganan pascapanen
kopi.
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan dan dinas yang membidangi perkebunan di
provinsi/kabupaten/kota.
7.3 Pencatatan
Usaha penanganan pascapanen kopi hendaknya melakukan
pencatatan (recording) data yang terkait sewaktu-waktu
dibutuhkan. Data-data tersebut mencakup: data bahan baku,
jenis produksi, kapasitas produksi dan permasalahan yang
dihadapi dan rencana tindak lanjut.

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 24

7.4 Pelaporan
Setiap usaha penanganan pascapanen kopi agar dapat
dilaporkan kepada dinas teknis yang membina yaitu dinas
kabupaten/kota, selanjutnya dinas kabupaten/kota melaporkan
kepada dinas provinsi dan Direktorat Jenderal Perkebunan.
VIII. PENUTUP
Pedoman pascapanen kopi ini mencakup aspek pascapanen,
standar mutu, prasarana dan sarana, pelestarian lingkungan serta
pengawasan. Pedoman ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam
penanganan pascapanen kopi dan Pedoman Penanganan Pascapanen
Kopi ini masih belum sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diharapkan guna perbaikan dalam
penanganan pascapanen kopi.

MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA,

SUSWONO

www.djpp.depkumham.go.id
25 2012, No.909

Format

CONTOH ALAT MESIN PASCAPANEN KOPI

1. Mesin Pengupas Biji Kopi (Pulper)


Fungsi untuk mengupas biji kopi dalam proses pengolahan cara
basah dan semi basah.

Gambar 1. Mesin Pengupas Biji Kopi (Pulper).

2. Mesin Pencuci Biji Kopi


Fungsi untuk melepas lapisan lendir dan membersihkan benda
asing dipermukaan kulit tanduk.

Gambar 2. Mesin Pencuci Biji Kopi.

www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.909 26

3. Mesin Pengering
Fungsi untuk mempercepat proses difusi air sehingga aman
disimpan dan tetap memiliki mutu yang baik sampai tahap proses
pengolahan selanjutnya.

Gambar 3. Mesin Pengering.


4. Mesin Pengupas (Huller) Biji Kopi Kering

Fungsi untuk memisahkan kulit buah kering, kulit tanduk dan kulit
ari sehingga diperoleh biji kopi pasar yang bersih dan bermutu baik.

Gambar 4. Mesin Pengupas (Huller) Biji Kopi Kering.

5. Mesin sortasi biji kopi


Fungsi untuk meningkatkan produktivitas kerja sortasi manual. Biji
kopi terkumpul dalam beberapa ukuran yang seragam berdasarkan
tingkatkan mutunya. Kompertemen I berupa biji kecil; II biji sedang; III
biji besar dan kompertemen IV biji ekstra.

www.djpp.depkumham.go.id
27 2012, No.909

Gambar 5. Mesin sortasi biji kopi.

www.djpp.depkumham.go.id
PENGOLAHAN DAUN TEH

1. Morfologi Tanaman Teh


Tanaman teh merupakan tanaman perdu. Daun teh berupa daun tunggal. Helai daun berbentuk lanset
dengan ujung meruncing dan bertulang menyirip. Tepi daun lancip atau bergerigi. Daun tua licin di
kedua permukaannya, sedangkan pada daun muda bagian bawahnya terdapat bulu tua licin di kedua
permukaannnya. Sedangkan pada daun muda bagian bawahnya terdapat bulu halus.

Gambar Morfologi Tanaman Teh (Camellia Sinensis)

Dilihat dari warna dan bentuk dari daun-daun kelompok dan daun-daun mahkota bunga, keduanya
hampir sama. Kelompok daun itu akan berjumlah antara 4-5 helai dan berwarna agak hijau. Sedangkan
buah teh mengandung 3 biji dan berwarna putih. Semakin tua warnanya akan berubah coklat. Buah teh
ini berbentuk bulat dan bergaris tengah 1,2 sampai 1,5 Cm. Batang pohon teh tumbuh dengan lurus dan
banyak. Akan tetapi batangnya mempunyai ukuran yang lebih kecil. Pohon teh mempunyai akar
tunggang yang panjang, akar tunggang tersebut masuk kedalam lapisan tanah yang dalam. Percabangan
akarnyapun banyak. Selain berfungsi sebagai penyerap air dan hara, akar tanaman teh juga berfungsi
sebagai organ penyimpan cadangan makanan. Perakaran pohon ini akan menjadi baik jika mempunyai
gerakan yang leluasa, yaitu dapat menembus tanah dengan mudah dan juga bergerak menyamping.
Semua itu akan dapat dipenuhi jika mempunyai susunan dan fisik tanah yang baik. Dalam dunia
tumbuh-tumbuhan, taksonomi teh dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

- Kingdom : Plantae
- Divisio : Spermatophyta
- Sub Divisio : Angiospermae
- Kelas : Dicotyledone
- Ordo : Guttiferales
- Famili : Tehacceae
- Genus : Camellia
- Species : Camellia sinensis.

2. Syarat Tumbuh Tanaman Teh


Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah pegunungan Himalaya dan pegunungan yang berbatasan
dengan RRC, India, dan Burma. Teh dapat tumbuh subur di daerah tanaman tropik dan subtropik
dengan membutuhkan cukup sinar matahari dan curah hujan sepanjang tahun.
Tanaman teh membutuhkan iklim yang lembab pada siang hari kelembapan diinginkan > 70%, dan
tumbuh baik pada temperatur yang berkisar antara 10-20 ̊ C pada daerah dengan curah hujan 2.000 mm
per tahun dengan ketinggian 600 –2000 m dpl atau daerah pegunungan. Tanah yang cocok untuk teh
adalah andisol yang terdapat pada pada lereng-lereng gunung, banyak mengandung bahan organik
dengan keasaman Ph 4,5 - 6. Tanaman teh di perkebunan ditanam secara berbaris dengan jarak tanam
satu meter. Tanaman teh yang tidak dipangkas akan tumbuh kecil setinggi 50-100 Cm dengan batang
tegak dan bercabang-cabang.

3. Manfaat Daun teh

Camellia sinensis merupakan bahan campuran minuman yang sudah sejak lama digunakan. Zat-zat
yang terdapat pada daun teh sangat bermanfaat bagi kesehatan dan kesegaran. Zat gizi dan manfaat teh
bagi kesehatan karena mengandung kafein, teofilin, dan anti oksidan dengan kadar lemak, karbohidrat,
atau protein nol %. Teh juga mengandung katekin/ polifenol berfungsi sebagai anti oksidan yang
menangkap radikal bebas dalam tubuh juga dapat mencegah sel perkembangan kanker. Vitamin dalam
teh adalah A, C, dan E. Menjaga kesehatan mata, jantung, daya tahan tubuh dan membuat kulit halus.
Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa wanita yang minum teh dua cangkir atau lebih setiap harinya
memiliki resiko 50% lebih kecil terkena kanker ovarium, dibandingkan dengan mereka yang tidak
mengkomsumsi teh. Olehnya itu teh dianggap sebagai minuman pencegah kanker seperti kanker kulit,
kanker paru, esophagus, lambung, hati, usus halus, pangkreas, kolon, katung kemih, prostat dan
ovarium.

Selain untuk bahan minuman, kandungan yang terdapat pada daun teh juga berguna untuk bahan-bahan
makanan dan bahan-bahan kecantikan. Bermanfaat memelihara kecantikan tubuh seperti
melangsingkan tubuh. Teh hijau dapat untuk melangsingkan tubuh. Paduan kafein dan katekin mampu
membakar 4% kalori lebih banyak, katekin juga menghambat penyerapan vitamin B1 yang mengurangi
metabolisme gula darah yang selanjutnya berpengaruh pada pengurangan berat badan. Katekin dan
polyphenol mampu mencegah serangan radikal bebas yang dapat mengurangi kerusakan sel sehingga
proses penuaan dini bisa di cegah. Polyphenol sebgai anti oksidan mempunyai kekuatan 100 kali lebih
efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali dibandingkan dengan vitamin E. Ekstrat daun teh dapat
membantu mengecilkan pori-pori, menyamarkan flek (noda hitam), mengatasi jerawat, juga
memberikan nutrisi pada kulit. Teh juga mengandung senyawa astringent yang bisa membantu
mengatasi dan menyegarkan mata yang sembab dan menghilangkan lingkaran di bawah mata. Secara
alami teh juga mengandung kalsium fluoride yang dapat mencegah pertumbuhan karies pada gigi,
mencegah radang gusi dan gigi berlubang.

4. Pengolahan Daun Teh

Produksi yang diambil dari tanaman teh adalah pucuk kuntum atau pico dan daun muda. Pemetikan
daun teh diklasifikasikan dengan petikan halus, sedang dan kasar. Yaitu pemetikan halus artinya pico
ditambah 1 daun muda, klasifikasi sedang yaitu pico ditambah 3 daun muda dan 2 daun tua, kasar yaitu
pico ditambah daun tua lebih dari 3 helai. Pemetikan halus lebih bernilai tinggi dari pada pemetikan
kasar. Karena rasa, aroma dan manfaatnya lebih berkasiat dan lebih nikmat.

Gambar: Pico dan daun muda

Cara pemetikan daun teh dilakukan secara manual yaitu dengan jari. Cara lain, yaitu dengan menggunakan
gunting, menggunakan mesin potong dan tea harvester.

Petik Jari Petik Gunting


Petik Mesin Tea Harvester

Tujuan pengolahan teh adalah untuk mengubah komposisi kimia daun teh segar secara terkendali sehingga
menjadi olahan yang dapat memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki seperti : warna, rasa, dan aroma yang baik
dan khas.
Daun teh dapat diolah dengan beberapa macam metode pengolahan, namun biasanya diproses menjadi beberapa
produk yang dikenal yaitu teh hijau, teh oolong, teh hitam, dan teh putih. Teh hijau dari daun teh tanpa proses
fermentasi, teh oolong diperoleh dari fermentasi sebagian, teh hitam diperoleh dari daun teh melalui proses
fermentasi penuh, sedangkan teh putih diperoleh melalui dua tahap, yaitu uap dan pengeringan. Meskipun tiap-
tiap jenis teh memiliki rasa, aroma, dan wujud yang berbeda-beda, pengolahan teh untuk semua jenis teh
tersebut serupa namun sedikit bervariasi.

Proses pengolahan teh secara umum adalah sebagai berikut:

1. Pemetikan: Pada daerah sub tropis empat musim, pemetikan dilakukan dua kali setahun pada
permulaan musim semi dan musim panas atau penghujung musim semi. Pemetikan pada musim gugur
atau musim dingin jarang dilakukan, meskipun bisa saja ketika cuaca memungkinkan. Di Indonesia,
pemetikan daun teh disebut dalam 3 waktu. Yaitu: 1) Petikan Jedangan: Merupakan petikan yang
dilakukan sekitar 2-3 bulan setelah tanaman dipangkas. 2) Petikan Biasa : Setelah 2-2,5 bulan dilakukan
petikan jedangan, maka akan tumbuh tunas tersier dan bentuk tanaman akan rata. Saat itulah dilakukan
petikan biasa atau petikan produksi. Giliran/ putaran pemetikan per areal sebaiknya dilaksanakan antara
10-11 hari dan berlangsung sampai dilakukan pemangkasan berikutnya. 3) Petikan Gendesan: Yaitu
karena tanaman yang terus-menerus dipetik maka akan semakin menurun produksinya. Untuk
mempertahankannya, maka dilakukan pemangkasan. Jarak waktu pemangkasan ini 3 tahun setelah
pemangkasan pertama. Sebelum diadakan pemangkasan biasanya masih terdapat pucuk-pucuk yang
masih bisa dipetik. Pemetikan pucuk-pucuk tersebutlah yang disebut pemetikan Gendesan.
Pemetikan dilakukan dengan tangan ketika kualitas teh menjadi prioritas, atau ketika biaya tenaga
pekerja bukan persoalan. Pemetikan dengan tangan dilakukan dengan cara menggenggam sejajar
dengan hentakan pergelangan tangan dan tanpa pemilinan atau penjepitan. Karena jika dipilin atau
dijepit akan menurunkan mutu daun. Pemetikan juga dapat dilakukan dengan mesin, meski akan lebih
banyak daun yang rusak dan sebagian terbuang (losis). Untuk perkebunan yang luas, pemetikan dengan
mekanisasi Tea Harvester, namun hanya cocok pada lahan yang datar. Di Indonesia, tea harvester sulit
digunakan karena lahan perkebunan teh pada umumnya di daerah pegunungan.

2. Pengangkutan Produksi Daun: Pengangkutan produksi daun merupakan kegitan mengangkut


produksi dari kebun ke pabrik. Sebelum melaksanakan proses pengolahan, pucuk teh harus dalam
keadaan baik. Artinya keadaannya tidak mengalami perubahan selama pemetikan sampai ke lokasi
pengolahan. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan teh yang bermutu tinggi. Oleh karena itu, proses
pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Hal yang dilakukan untuk mencegah kerusakan
daun tersebut, antara lain:
- Jangan terlalu menekan daun agar daun tidak terperas.
- Dalam membongkar daun, jangan menggunakan barang-barang dari besi atau yang tajam agar daun
tidak sobek atau patah.
- Hindari terjadinya penyinaran terik matahari dalam waktu lama, lebih dari 3 jam.
- Jangan menumpuk daun sebelum dilayukan dalam waktu yang lama, oleh karena itu daun harus
segera dilayukan.

3. Pelayuan: Dilakukan untuk mengurangi kadar air dari daun dan memungkinkan terjadinya oksidasi
sedikit mungkin. Daun teh dapat dijemur atau ditiriskan di ruangan berangin lembut untuk
mengurangi kelembaban. Daun akan kehilangan lebih dari seperempat massanya akibat pelayuan.
4. Pememaran: Untuk melayukan dan mempercepat oksidasi, daun boleh dimemarkan dengan memberinya
sedikit tumbukan pada keranjang atau dengan digelindingkan dengan roda berat. Dengan ini juga akan
menghasilkan sedikit sari pati teh, yang dapat membantu oksidasi dan memperbaiki citarasa teh.
5. Oksidasi: Untuk teh yang memerlukan oksidasi, daun dibiarkan dahulu di ruangan tertutup yang gelap. Di
dalam tahap ini klorofil pada daun dipecah secara enzimatik, dan tanninnya dikeluarkan dan beralih bentuk.
Pada industri teh, proses ini disebut fermentasi, meski sebenarnya tidak terjadi fermentasi yang
sesuangguhnya karena proses oksidatif ini tidak membangkitkan energy yang ditimbulkan oleh
mikroorganisme. Lamanya proses oksidasi tergantung jenis teh yang akan diproduksi. Misalnya untuk teh
oolong oksidasi terjadi 5 - 40%, pada teh oolong yang lebih cerah 60-70%, dan pada teh hitam 100%.
6. Penghilangan Warna Hijau: Istilah lainnya shāqīng dilakukan untuk menghentikan oksidasi daun teh pada
jangka waktu yang diharapkan. Tahapan ini dilanjutkan dengan pemanasan sedang, enzim oksidatif
dihambat, tanpa merusak rasa teh. Secara tradisional, daun teh digongseng atau dikukus. Tetapi seiring
majunya teknologi, tahapan ini dilakukan dengan pemanasan di dalam drum yang diputar. Untuk teh hitam,
tahap ini dilakukan bersamaan pada proses pengeringan.
7. Penguningan: Khusus untuk teh kuning, setelah pelayuan, dilanjutkan dengan pemanasan ringan di dalam
kontainer mini, warna teh berubah menjadi menguning.
8. Pembentukan:Tahap berikutnya adalah penggulungan untuk mendapatkan bentuk lajur yang ergonomik.
Biasanya dilakukan dengan menempatkannya di dalam kantong kain yang besar, yang kemudian ditekan-
tekan oleh tangan atau mesin untuk membentuk daun teh tergulung. Tindakan penggulungan ini juga
menyebabkan beberapa pati dan cairan dari dalam daun keluar. Cara ini akan memperkaya rasa teh. Daun
teh dapat dibentuk menjadi bentuk lain, misalnya membentuk pola keriting, membentuk pelet, atau digulung
serupa bola dan bentuk lain yang diharapkan.
9. Pengeringan: Pengeringan dilakukan sebagai "tahap akhir" menjelang pengemasan. Ini dapat dilakukan
dengan banyak cara, misalnya dengan menggongseng, menjemur, menghembuskan udara panas, atau
memanggangnya. Namun, pemanggangan adalah yang paling lazim. Perlakuan pengeringan harus dilakukan
dengan baik supaya pucuk daun teh tidak terlampau kering, atau bahkan hangus.

Mesin Pengeringan Teh

MESIN PENGERINGAN TEH


10. Pemeliharaan: Meski tidak selalu dilakukan, beberapa teh memerlukan penyimpanan ekstra fermentasi
tahap kedua, atau pemanggangan untuk mencapai potensial rasa teh. Juga, teh yang diberi perasa dipabrik
dengan menyemprotkan aroma dan rasa atau dengan menyimpannya di lingkungan yang bagus. Tanpa
pengawasan suhu dan kelembaban yang baik selama pengolahan dan penyimpanan, jamur mungkin saja
tumbuh di atas teh. Jamur jenis ini akan mencemari teh dengan zat racun dan senyawa pemicu kanker.
Tentunya akan merusak rasa teh yang pada akhirnya teh tidak lagi layak untuk dikonsumsi.

FLOW CHART PROSES PENGOLAHAN TEH

PR: Buatlah gambar Flow Chart diatas dalam bahasa Indonesia.


5. Pengolahan Spesifik Jenis-jenis Teh
Spesifikasi jenis teh secara tradisional dikelompokkan berdasarkan derajat periode "fermentasi" daun, yakni:

1.Teh Putih
Bahan dari pucuk daun muda pico 1 (kuntum daun yang baru tumbuh). Tidak dilakukan proses dioksidasi.
Bahan teh ini dihindarkan dari sinar matahari langsung demi mencegah pembentukan klorofil. Teh putih
diproduksi hanya sedikit dibandingkan jenis teh lain karena keterbatasan produksi pico 1, dan akibatnya menjadi
lebih mahal dibandingkan teh yang diambil dari yang sama dengan proses yang berbeda.
2.Teh Hijau
Proses oksidasi dihentikan setelah sedikit oksidasi dengan pemanasan, apakah itu dengan pengukusan (steam),
atau dengan penggongsengan. Daun teh dapat dikeringkan sebagai daun terpisah atau digulungkan membentuk
pelet kecil untuk menghasilkan Teh bubuk. Proses ini memakan waktu dan biasanya dilakukan sortasi untuk
mutu terbaik. Teh diolah sehari atau dua hari setelah panen.
3.Teh Oolong (Wulong)
Oksidasi dihentikan pada waktu standar teh hijau dan teh hitam. Proses oksidasi memerlukan waktu dua atau
tiga hari. Teh oolong berasal dari cina, dalam bahasa Cina artinya, teh semi-oksidasi digolongkan sebagai teh
biru (harfiahnya: teh biru-hijau), sedangkan istilah "oolong" digunakan secara khusus sebagai nama untuk teh
semi-oksidasi tertentu.
4.Teh Hitam/ Teh Merah
Daun teh hijau dimungkinkan untuk dioksidasi sempurna. Terjemahan harfiah dari istilah Cina adalah teh
merah, yang digunakan oleh beberapa pecinta teh. Orang Cina menyebutnya teh merah karena larutan teh yang
dihasilkan dari teh ini akan berwarna merah. Orang Barat menyebutnya teh hitam karena daun teh yang
digunakan untuk penyeduhan biasanya berwarna hitam. Nama, teh merah juga disebut rooibos, yaitu teh herbal
Afrika Selatan yang semakin merakyat. Proses oksidasi akan mengambil waktu enam minggu. Teh hitam
kemudian digolongkan sebagai ortodoks atau sebagai CTC (Crush, Tear, Curl = Remas, Peras, Keriting)
5.Teh Sekunder
Teh yang diberi perlakuan oksidasi kedua, seperti teh pu-erh, teh liu'an, dan teh liubao, semuanya disebut teh
sekunder atau teh pasca fermentasi. Di dalam bahasa Cina mereka dikelompokkan sebagai Teh gelap atau teh
hitam.
6.Teh Kuning
Proses pengolahannya sama seperti teh hijau. Perbedaannya, setelah pelayuan dilakukan proses pemanasan
lembab atau pemanasan ringan hingga daun berubah menjadi kuning.
7. Teh Kukicha
Juga disebut teh musim dingin, kukicha terbuat dari twig dan daun tua dipetik dari tanaman teh pada masa
istirahatnya (pemetikan gendesan) dan dipanggang di atas api. Kukicha merakyat sebagai makanan kesehatan di
Jepang dan termasuk dalam menu diet makrobiotik.

1 2 3 4

4 5 6 8
PANEN DAN PASCA PANEN TEBU
Umur tebu 11 sampai 12 bulan adalah umur ekonomis untuk ditebang panen. Karena pada umur
tersebut batang tebu telah matang/ mengandung kadar gula ( sakarosa) yang optimum. Pada umur
selanjutnya kandungan Sakarosa akan dapat berubah berkurang. Sehingga kadar gula akan semakin
rendah. Demikian juga pada umur tebu masih dibawah 11 bulan, yang berarti belum matang. Kadar
sakarosa belum optimal. Pada umur tersebut, batang tebu lebih banyak mengandung fruktosa
pembentuk gula tetes ( moloses).

Tahapan Panen.

Tahapan pertama, sebelum memasuki masa panen, dilakukan taksasi produksi. Taksasi pertama
sebaiknya pada umur 6 bulan dan sudah diklentek (pembersihan klaras dari batang tebu).
Selanjutnnya taksasi sebaiknya dilakukan per 2 bulan. Atau pada umur 8 bulan, 10 bualan dan 11
bulan. Tujuan dilakukan taksasi ini adalah, untuk:

- Mengetahui taksiran produksi tebu dan gula menjelang giling. Dengan diketahuinya taksiran
jumlah produksi tersebut, maka mudah merencanakan kebutuhan-kebutuhan yang terkait
dengan jumlah produksi. Misalnya jumlah tenaga tebang, jumlah armada dan lain-lain.
- Rencana jumlah hari giling pabrik, sehingga dapat direncanakan kebutuhan pengolahan.
- Mengetahui gambaran jumlah produksi gula untuk bahan pertimbangan perencanaan
pemasaran gula.
- Mengatahui laba rugi sementara.

Taksasi jumlah batang produksi dilakukan secara sampling juring per blok. Misalnya dilakukan taksasi
pada blok 2 DP3. Diambil sampling sepanjang 1000 meter juring dari 5 juring masing-masing. Maka
masing-masing juring panjang 250 meter juring. Batang tebu produktif dihitung jumlahnya yaitu yang
masih hidup, bukan tebu muda/ sogolan.

Taksasi panjang batang produktif diambil dari satu rumpun per sample juring. Panjang diukur dari
permukaan tanah sampai pada ruas ke 5 dari pucuk. Semua batang tebu produktif pada satu rumpun
diukur panjangnya.

Taksasi berat batang, diambil sample beberapa rumpun dalam sampel juring. Kemudian dari satu
rumpun diambil 3 batang yang tinggi, sedang dan pendek. Sample dari beberapa rumpun dikumpulkan
lalu ditimbang.

Maka taksasi Protas = (taksasi jumlah batang/ meter x taksasi tinggi batang x taksasi berat
tebu/meter tebu) x panjang juring.

Contoh: Dari hasil taksasi diperoleh data-data sebagai berikut:

- Jumlah batang tebu per meter 10 batang.


- Tinggi batang tebu 3 meter.
- Berat batang tebu per meter 0,5 Kg.

Maka taksasi berat tebu per meter = 10 x 3 x 0,5 = 15 Kg/ meter juring.

- Jika 1 Ha = 7000 meter juring, maka protas tebu = 15 x 7000 = 105.000 Kg.
Tahapan ke dua adalah melakukan analisa kemasakan tebu. Analisa kemasakan dilakukan secara
sample batang. Sample batang itu ditebang dan dilakukan pemerasan. Dari air nira sample itu
dilakukan analisa nilai Brix kadar gula (sakarosa). Angka nilai brix tebu matang antara 15 sd 16.

Gbr 1. Bagan Kandungan Tebu

Pol = Gula
BG = bukan gula

Gbr 2. Alat Analisa Brix Tebu

Tahap ke tiga, persiapan panen yaitu persiapan metode panen yang diterapkan. Ada tiga jenis metode
panen tebu. Yakni : Secara manual. Dengan semi mekanis dan dengan mekanisasi.

Persiapan tebang secara manual yaitu tebu dipotong pada pangkal dan pucuknya dengan tenaga
orang menggunakan parang. Persiapan itu antara lain jumlah penebang dan peralatannya sesuai
dengan target tonase tebu kebutuhan pabrik per hari. Jumlah tenaga muat/ kubu yang memuat tebu
kedalam truk angkutan dan atau kedalam lori. Persiapan truk angkutan tebu dan peralatan angkutan.

Persiapan tebang secara semi mekanis, yaitu tebu dipotong menggunakan mesin potong, kemudian
dimuat oleh tenaga manusia kedalam truk atau lori. Persiapan ini antara lain kelengkapan dan
kehandalan mesin potong tebu. Untuk memuat tebu kedalam lori atau truk dapat menggunakan alat
cane loader/ alat berat.

Persiapan tebang secara mekanisasi, yaitu menggunakan Cane Harvester. Persiapan ini berupa
kesiapan operator dan crewnya. Persiapan kehandalan mesin panen, bahan bakar, suku cadang dan
lain-lain. Kesiapan angkutan penampung tebu dan truk angkutan. Proses mekanisasi panen dapat
digambarkan sebagai berikut: Cane Harvester bergerak maju memotong batang tebu dengan alat
pisau yang ada dibawah body mesin. Dari atas body mesin juga terdapat pisau yang memotong pucuk
tebu. Batang tebu yang sudah dipotong ditarik kedalam mesin lalu dicincang menjadi potongan 15-20
Cm. Didalam mesin juga terdapat blower, yaitu mesin kipas yang membersihkan cincangan tebu dari
dedaunan klaras. Selanjutnya cincangan batang tebu dihantar ke mobil container penampung (Site
Tipping=ST) yang bergerak bersamaan dengan cane harvester. Setelah ST penuh, lalu cincangan tebu
dituang kedalam truk untuk selanjutnya berangkat membawa tebu ke PG.

(PR 2 = Tulislah minimal 30 istilah-istilah bahan baku tebu dan gula.

Mutu Panen tebu.

Tebu yang sudah cukup umur dan hasil analisa kematangan nilai brix sudah sesuai, maka tebu dapat
tebang. Tebu dipotong pandas dengan tanah dan pucuknya dipotong 6 ruas dari pucuk/ pupus
terakhir. Mutu tebu hendaknya MBS dan P yaitu: matang, bersih, segar dan pandas.

Matang maksudnya sudah cukup umur 11 sampai 12 bulan dan nilai brix minimal 16.
Bersih, maksudnya kumpulan batang tebu bersih dari daun-daunnya/ klaras dan rerumputan. Bersih
dari pucuk dan tidak terdapat sogolan/ tebu muda, tebu mati dan tebu terbakar.

Segar, maksudnya, tebu sudah sampai di PG paling lama 24 jam dan sebaiknya langsung diolah. Tebu
kemayu karena terlalu lama diproses, akan mengurangi kadar gula pada tebu. Pandas artinya tebu
ditebang minimal 5 Cm dari tanah.

Mutu MBS dan P pada hakekatnya adalah agar rendemen gula diperoleh optimal dan mutu hasil gula
sesuai dengan mutu SNI GKP 1 dan GKP 2.

Pasca Panen

Pasca panen adalah pekerjaan setelah panen. Yaitu di PG dan di Lapangan. Di PG, pasca penen adalah
penerimaan tebu di Pabrik. Sebelum tebu digiling terlebih dahulu ditimbang dan dilakukan analisa
trash. Yaitu menganalisa kadar kotoran klaras tebu, sogolan, tebu mati dan sampah lainnya yang
terdapat pada tumpukan tebu. Tebu yang bersih sebaiknya nilai trash-nya dibawah 5%. Sesampai di
pabrik, sebaiknya tebu segera digiling agar tidak terjadi kemayu (terjemur) kedua setelah kemayu
pertama di lapangan.

Pasca panen di lapangan/ DP/ Afdeling adalah membersihkan klaras tebu dari lahan. Pembersihan
dilakukan dengan menyingkirkan klaras atau dengan cara bakar. Setelah lahan bersih, selanjutnya
dilakukan kepras. Yaitu memotong pangkal sisa tebang tebu agar tebu dapat tumbuh kembali dengan
baik sebagai tanaman ratoon. Pada umumnya setelah tebang pertama, tanaman tebu dapat ditebang
hingga ratoon 4, yang atinya: Sekali tanam, tebu dapat dipanen 5 kali musim.
TEKNOLOGI PENGOLAHAN GULA
PENGOLAHAN TEBU/
PABRIK GULA
• BAHAN BAKU TEBU (Saccarum Officinarum)
• TANAMAN SEMUSIM UMUR 11 SD 12 BULAN
• Tumbuh di daerah Tropis dan sub tropis.
• Balai Penelitian Khusus tanaman tebu di Pasuruan
= P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia)
• Produksi Tebu = Batang tebu.
• Varitas : POJ-2878, POJ-2967 ( Proefstation Oost
Java) ditanam Belanda di Indonesia
• Rendemen 12%-15%, Protas > 100 ton/ha.
MORFOLOGI TEBU
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta
(tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta
(menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta
(tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu
/monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.
Kebun Tebu
Tanaman Tebu Varitas POJ
Penebangan Tebu
Tebang Angkut Tebu

Tebang mekanisasi
Tebang manual dan angkutan Tebang manual dan angkutan danangkutan
menggunakan kereta dengan menggunakan truck dengan menggunakan truck
tenaga hewan tenaga mesin dengan tenaga mesin
Prinsip Dasar TMA (Tebang Muat Angkut)

1. Memanen tebu layak gilling

2.Mengeliminir kehilangan gula dalam tanaman tebu


sebelum tebang (Masa Optimal) maupun setelah
tebang (Segar dan Bersih)

3.Memenuhi bahan baku giling sesuai kapasitas


optimal pabrik.
KAPASITAS PABRIK ; Kemampuan Pabrik menggiling tebu per hari
(24 jam).
Contoh PGKM :
- Kapasitas Desain 4000 ton tebu per hari.
Contoh : Suatu hari mengolah diketahui diolah 3.500 ton, kerusakan
pabrik (staknasi ) 4 jam.
- KIS = Kapasitas Include Staknasi 3.500 TCD
- KES = Kapasitas Exclude Staknasi 4,200 TCD
KRITERIA MUTU TEBANGAN
BERSIH : TEBU BERSIH DARI KOTORAN BERUPA
KLARAS, PUCUK, TEBU MUDA/SOGOLAN, TEBU MATI
% TRASH MAX 5 %.

SEGAR : TEBU PADA SAAT TEBANG DALAM KONDISI SEHAT


DAN SEGAR,TIDAK KERING,TIDAK TERBAKAR
SETELAH DITEBANG LANGSUNG DIMUAT UNTUK
SEGERA DIGILING(<24JAM)

MASAK : TEBU DALAM KONDISI MASAK OPTIMAL FK<25,

PANDAS : RATA PERMUKAAN TANAH (max. 5 CM)


Perhitungan % Trash per komponen :
% Sogolan = (Berat Sogolan/Berat Tebu Sampel) x 100%
% Pucuk = (Berat Pucuk/Berat Tebu Sampel) x 100%
% Klaras = (Berat Klaras/Berat Tebu Sampel) x 100%
% Tebu Mati = (Berat Tebu Mati/Berat Tebu Sampel) x 100%
% Trash = (Jumlah kg seluruh Trash/Berat kg Tebu Sampel) x 100%

Jika % Trash < 5% : Tebu Bersih


Jika % Trash ≥ 5% : Tebu Kotor
TRASH dan PEROLEHAN GULA

1 (satu) Bagian Bukan Gula akan menarik 0,4 bagian gula

Kristal = pol – (brix – pol ) x 0,4


GULA TEBU
Komposisi Bahan baku Tebu=
Zat Padat 24-27% + Air 73-76%
a. Tebu = Nira + Zat padat tidak dapat larut (Sabut 11 – 16%)
b. Nira = Zat padat dapat larut (Brix) 10-16% + Air 73 – 76%
c. Brix = dapat larut (pol) 10 – 16% + Non Gula
d. Pol : Sacharosa 70-78% ( GKP )+ Glukosa 2-4% dan
Fruktosa 2-4% (Tetes)
Tebu
Nira Ampas Serabut
Brix Air
Pol Non Gl

GKP Tetes
KOMPOSISI ISI DALAM BATANG TEBU

Tebu
100 %

Sabut
+ 15,5 %
Nira
+ 84,5 %

Air
80 – 85 %

Bhn Kering
15—20 %
Larut
12 – 15 %
(GULA) Tak Larut
3–5%
KOMPOSISI TEBU (BUKAN GULA)
SEKIAN DULU

KITA AKAN SAMBUNG LAGI


MINGGU
DEPAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN
KOPI/ COFFEE
SESI PERTAMA
by Ishman L Sibuea

1. PROSPEK KOMODITI KOPI


2. MENGENAL TANAMAN KOPI
3. MORFOLOGI DAN VARITAS
4. BUDIDAYA
6. PANEN
PROSPEKTUS KOMODITI KOPI
• MINUM KOPI KEGEMARAN BANYAK ORANG DIDUNIA
• 5 BESAR NEGARA PENGHASIL KOPI:
1) BRAZIL, 2) VIETNAM, 3) KOLOMBIA, 4) INDONESIA, 5) ETOPHIA
• PRODUKSI DAN DEVISA NEGARA RI: 380.173 ton, Nilai US $ 842 JUTA (thn 2021)
• MANFAAT KOPI :
NIKMAT DAN SENSASI
MENAMBAH ENERGI
MENYEGARKAN/ ANTI NGANTUK
MENJAGA FUNGSI OTAK
MENINGKATKAN DAYA INGAT
MEMBANTU MENCEGAH DIABETES
MEMBANTU MENURUNKAN BERAT BADAN
DLL
MENGENAL TANAMAN KOPI
KOPI ( COFFEA/ COFFEE)
Morfologi kopi yaitu tanaman berbiji dikotil, sebaga produksi dari tanaman
kopi. Adapun buah kopi tersusun dari luar kedalam yakni:
kulit buah (epicarp), daging buah/ pulp (mesocarp),kulit tanduk ( endocarp),
kulit ari dan biji/ bean
1. Kulit buah

2. Daging/ Pulp 5
4
3. Kulit tanduk 1
3
4. Kulit ari 2

5. Biji/ Bean
MORFOLOGI DAN VARITAS
• Taksonomi kopi yaitu : Kingdom: Plantae (tumbuhan);
• Subkingdom: Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh);
• Super Divisi: Spermatophita (tumbuhan penghasil biji);
• Divisi: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga);
• Kelas: magnoliopsida;
• Sub kelas: Asteridae;
• Ordo: Rubiales; Famili: Rubiaceae (suku kopi-kopian);
• Genus: Coffea;
• Spesies: Coffea sp (Coffea arabica L/ kopi Arabika, Coffea canephora
var robusta/ kopi Robusta, Coffea liberica/ kopi Leberika, Coffea
exelsa/ kopi Exelsa).
( lihat video 4 jenis varitas kopi)
BUDIDAYA KOPI
• Lahan yang baik untuk tanaman kopi Arabika antara lain: ketinggian lahan
1000 sd 2000 m dpl, suhu udara rata-rata 15-25° C.
- Sedangkan bagi kopi Robusta baik pada ketinggian 100 sd 600 m dpl
dengan suhu udara 21-24°C.
- Bagi kopi Liberika dan exelsa cocok pada ketinggian 0 sd 900 m dpl
dengan suhu udara 21-30°C.
• Curah hujan masing-masih memerlukan 1250 sd 3000 mm per tahun dan
Ph tanah 5,5 – 6,5 ( asam ).
• Jarak tanam kopi Arabika dan Robusta sebaiknya 2,5 m x 2,5 m. Untuk kopi
Liberika dan Exelsa sebaiknya lebih lebar lagi yaitu 3 x 3 m. Dengan demikian
jumlah pohon kopi per Ha antara 1.800 sd 2.500 pohon.
Tanaman kopi akan tumbuh dengan baik apabila diberi
penaung berupa tanaman pepohonan. Pada umumnya di
Indonesia menggunakan tanaman jenis Lamtoro, Kasuari,
Kelapa dan Sengon. Kegunaan penaung itu antara lain adalah
untuk melindungi tanah dari erosi, menambah kesuburan
tanah, menekan pertumbuhan gulma, menahan degradasi
lahan dan melindungi kopi dari sinar matahari langsung pada
saat terik matahari.
PEMUPUKAN DAN PANGKAS
Guna pemeliharaan tanaman kopi, perlu dilakukan
pemupukan setidaknya 2 kali setahun. Limbah kulit kopi
dapat dijadikan pupuk organic kompos. Ranting-ranting
kopi perlu dipangkas agar supaya tanaman tetap rendah,
membentuk cabang-cabang produksi yang baru,
mempermudah masuknya cahaya matahari dll.
( lihat video budidaya kopi)
HAMA TANAMAN KOPI
Hama tanaman kopi antara lain Nematoda parasit,
penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei) dan
kerak daun (Hemileia Vastatrix). Hama kerak daun tidak
kuat hidup ditempat udara dingin pada ketinggian lokasi
diatas 1000 m dpl.
PANEN
Secara teknis, panen buah masak (buah merah/ Chery) memberikan beberapa
keuntungan, antara lain:
• Mudah diproses karena kulitnya mudah terkelupas.
• Rendeman hasil (perbandingan berat biji kopi beras (Geen Bean)
perberat buah segar) lebih tinggi.
Rend kopi = (Green Bean/ Chery)x 100%
• Biji kopi lebih bernas sehingga ukuran biji lebih besar karena telah
mencapai kematangan fisiologi optimum.
• Waktu pengeringan lebih cepat.
• Mutu fisik biji dan citarasanya lebih baik/ enak.
• Pemanenan buah yang belum masak (buah warna hijau atau kuning) dan
buah lewat masak (buah warna hitam) atau buah tidak sehat akan
menyebabkan mutu fisik kopi biji menurun dan citarasanya kurang enak.
Panen Mekanis
Panen Manual

Chery Harvester
SEKIAN SESI PERTAMA

KITA LANJUT SESI KEDUA


BESOK
Teknologi Pengolahan Kakao
Theobroma Cacao (Makana Dewa)
MANFAAT KAKAO BAGI KESEHATAN

• MENURUNKAN TEKANAN DARAH


• MENURUNKAN RESIKO PENYAKIT JANTUNG
• MENAMBAH STAMINA
• MEMPERLAMBAT PIKUN DAN MEMELIHARA
FUNGSI OTAK
• MEMPERBAIKI SUASANA JIWA/MOOD
• MEMILIKI SIFAT ANTI KANKER
• MENGENDALIKAN GEJALA ASMA
• MEMPERLAMBAT KERIPUT
Klasifikasi Tanaman Kakao (Theobroma Cacao )

a. Jenis CRIOLLO,
Merupakan jenis tanaman kakao yang menghasilkan biji
cokelat yang : mutunya sangat baik dan dikenal sebagai:
cokelat mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa, dan edel
cocoa.
Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis
berbintil-bintil kasar dan lunak.
Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar
dengan kotiledon berwarna putih pada waktu
basah.Jumlahnya ± 7%, merupakan jenis edel yang
dihasilkan di Ekuador, Venezuela, Trinidad, Grenada,
Jamaika, Srilanka, Indonesia, dan Samoa (Minifie,1980).
b) jenis FORASTERO

Merupakan jenis tanaman kakao yang


menghasilkan biji cokelat yang : mutunya sedang
atau bulk cocoa, atau dikenal juga sebagai ordinary
cocoa.
Buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal.
Biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon
berwarna ungu pada waktu basah.Jumlahnya ±
93% dari produksi kakao dunia merupakan jenis
bulk yang dihasilkan dari Afrika Barat, Brasil dan
Dominika.
c) Jenis TRINITARIO

Merupakan hybrida dari jenis Criollo dengan


jenis Forastero secara alami, sehingga kakao
jenis ini sangat heterogen.
Kakao Trinitario menghasilkan biji yang
termasuk fine flavour cocoa dan ada yang
termasuk bulk cocoa.
Buahnya berwarna hijau atau merah dan
bentuknya bermacam-macam.
Biji buahnya juga bermacam-macam dengan
kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu
tua pada waktu basah.
Varitas COCOA
Anatomi Buah Kakao

• kulit buah (cocoa pod) 73,73%,


• Placenta 2,0%,
• biji 24,2%.
• Buah kakao yang masak mempunyai kulit tebal dan berisi 30
– 40 biji yang diselimuti oleh pulp.
• Sedangkan biji terdiri dari 2 bagian, yaitu kulit biji dan keping
biji
• Warna buah kakao pada dasarnya ada 2 macam, yaitu: buah
muda berwarna hijau putih dan bila masak menjadi berwarna
kuning
• buah muda yang berwarna merah setelah masak menjadi
oranye.
Kulit Buah Kakao

Kulit buah cocoa adalah kulit bagian terluar yang menyelubungi biji
coklat dengan tekstur kasar, tebal dan agak keras. Kulit buah memiliki
10 alur dengan ketebalan 1 – 2 cm. Pada waktu muda, biji menempel
pada bagian dalam kulit buah, tetapi saat masak biji akan terlepas dari
kulit buah. Buah yang masak akan berbunyi bila digoncang.
Pulp dan Biji Buah Kakao

Permukaan biji kakao diselimuti pulp yang berwarna putih. Pulp


merupakan jaringan halus berlendir dan melekat ketat pada biji kakao.
Pulp sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil berupa gula.
Keping biji meliputi 86% sampai 90% dari berat kering keeping biji,
sedangkan kulit biji sekitar 10 – 14 %.
FLOW CHARD
PENGOLAHAN KAKAO

‘ PANEN

PEMECAHAN BUAH KULIT BUAH

FERMENTASI
KOMPOS
PERENDAMAN DAN
PENCUCIAN

PENJEMURAN PENGERINGAN MEKANIS

SORTASI

PENGEMASAN

PENYIMPANAN/
PENGIRIMAN
Metoda Pengeringan
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN KOPI
SESI KE 2
Oleh Ishman L Sibuea

4 JENIS PROSES
PENGOLAHAN KOPI
(PRIMER)
TUJUAN PROSES PENGOLAHAN PRIMER
1. BIJI KOPI ( GREEN BEAN COFFEE) KERING KADAR AIR ± 12%
2. MEMBUAT CITA RASA KOPI SPESIFIK
3. MEMILIH HARGA JUAL YANG LEBIH BAIK
4. MEMENUHI STANDAR MUTU SESUAI SNI
.
PROSES SEMI BASAH (SEMI WASHED PROCESS)
Basah/Kering Sortasi basah adalah dengan cara merendam
buah cherry . Buah yang bagus akan
tenggelam
COMPOSTING KULIT

Sortasi kering adalah dengan memilah buah


cherry . Buah yang bagus suferior, jelek
inferior

Pengupasan kulit buah merah dengan


menggunakan Pulper. Kulit dijadikan kompos

Demucilager yaitu menghilangkan/ mencuci


lendir pulp yang masih melekat di kulit tanduk
(berry). Baik secara mekanis ataupun secara
manual dicuci dengan air.
Warna green bean dan Karakter
Karakter rasa Semi Wash: Body Karakter rasa Full Wash: Body
kuat, rasanya balance low-medium, rasanya high acidity
PROSES BASAH (FULLY WASHED)
Fermentasi adalah proses mikroorganisme aerop
merubah glukosa pada pulp menjadi alcohol dan
Basah/Kering berubah menjadi asam sehingga pulp terlepas dari kulit
tanduk.
Fermentase dilakukan secara basah pada wadah. Biji
direndam pada wadah selama 12 sd 36 jam. Atau secara
kering pada kantong plastic yang diberi lubang
pembuangan air.

Composting

Pencucian dilakukan setelah proses fermentase untuk


membersihkan biji dari sisa lendir.
Pengeringan adalah penjemuran biji dan dilanjutkan
dengan cara mekanis.
Pengupasan kulit kopi HS (Hard Skin)/ kulit tanduk
dengan alat Huller.
Warna green bean dan Karakter
Karakter rasa Semi Wash: Body Karakter rasa Full Wash: Body
kuat, rasanya balance low-medium, rasanya high acidity
HONEY PROCESS
. Honey process menjadikan kopi
PANEN PILIH manis seperti madu (honey). Proses
ini menyisakan pulp pada biji yang
SORTASI KERING sudah dikupas/ buah labu (barry).
PENGUPASAN KULIT COMPOSTING
Setelah cherry dikupas, langsung
BUAH/CHERY KULIT dijemur tanpa menghilangkan pulp.
Sehingga unsur glukosa pada pulp
PENJEMURAN menyerap pada biji.
Jenis-jenis honey coffee:
PENGUPASAN KULIT TANDUK
Dark honey = pulp 90%
PENGERINGAN Red honey = pulp 50%
SORTASI BIJI
Yellow honey = pulp 30%
Pengaturan persentase pulp tersebut
PENGEMASAN/ SIMPAN/JUAL terdapat pada alat pulper.
Honey Coffee Bean

. .

Karakter : High Body, Acidity dan


Sweetnes yang tinggi.
PROSES KERING (NATURAL DRY PROCESS)
Natural dry proses biasanya dilakukan
untuk kopi Robusta.
Dry Proses yakni, pengeringan biji kopi
(cherry) langsung dijemur setelah
disortasi. Penjemuran terus menerus
dapat berlangsung hingga 14 hari lebih.
Setelah kering, barulah dilakukan
PULPER
pengupasan kulit dengan alat pulper dan
& Composting huller. Bila biji kopi beras (green bean)
HULLER belum cukup kering dapat dilanjutkan
hingga kadar air 12%. Selanjutnya
dilakukan sortasi.
SYARAT MUTU KOPI SECARA UMUM
SNI 01-2907-2008.
No JENIS UJI Syarat
1 Kadar air b/b Max 12,5%
2 Kadar kotoran berupa ranting, batu,
tanah dan benda-benda asing lainnya Max 5%

3 Serangga hidup Tidak ada


4 Biji berbau busuk dan berbau kapang Tidak ada
PENGOLAHAN KOPI SEKUNDER
PENGOLAHAN KOPI SEKUNDER = PENGOLAHAN GREEN BEAN/ KOPI HIJAU
Cita rasa kopi ditentukan oleh:
- panen buah kopi (mutu cherry),
- proses pengolahan primer,
- Pengolahan Sekunder (Sangrai/ coffee roasting, kopi bubuk ) dan
- cara penyeduhan.
1. SANGRAI KOPI ( COFFEE ROASTING )
Yaitu pengeringan biji hijau kopi ( Green Bean) dari kadar air 12% menjadi ± 5%
Roasting dengan MEKANIS atau dengan MANUAL
a) Roasting Mekanis => Alat Coffee Roaster
Proses Roasting => green bean dimasukkan kedalam drum yang dipanaskan,
lalu diaduk dengan cara diputar.
Proses Roasting
Fase roasting adalah :
Pengeringan (drying)=>
penguningan
(yellowing)=> suara
pecahan pertama (first
crack)=>
pengembangan (roast
development)=> suara
pecahan kedua (second
crack)=> mengeluarkan
kopi dan pendinginan Gambar: Mengeluarkan Kopi setelah diroasting
(roast bean coffee) =>
pengemasan (packing).
b)Roasting Manual
Sangrai kopi secara
tradisionil dilakukan
pada kuali yang
dipanaskan dengan
kayu bakar, lalu kopi
digongseng-gongseng
sampai
mengeluarkan aroma
kopi yang khas dan
kelihatan berwarna
coklat hingga hitam.
PROSES KOPI BUBUK
Pembuatan kopi bubuk adalah penggilingan roast bean coffee.
Penggilingan dilakukan secara manual tradisionil atau secara mekanis
• Secara manual tradisionil yaitu dengan cara ditumbuk/ digiling lalu diayak.
• Secara mekanis yaitu dengan mesin penggiling kopi yang dilengkapi dengan
alat pengayak. Ukuran kopi bubuk/ tepung secara umum 0,9 – 1 mm

Grider Coffee
Espresso Coffee
SEKIAN DAN TERIMAKASIH
selamat menikmati kopi
????
DIKTAT

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI


1. PENDAHULUAN
Minum kopi adalah kesukaan banyak orang. Hampir di seluruh dunia orang meminum kopi.
Karena kopi mengandung zat-zat nutrisi utamanaya zat kafein yang nikmat, menambah
energy, penenang, bikin sulit mengantuk dan menyegarkan. Disamping manfaat kesehatan
lainnya bagi tubuh peminum kopi. Oleh karena itu, kopi menjadi suatu kebutuhan sehingga
menjadi komoditi yang dikembangkan sehingga menimbulkan efek domino. Mulai dari
budidaya, pasca panen, teknologi pengolahan, distribusi hingga ke café-café. Efek itu yang
pada akhirnya penggerak ekonomi. Kegiatan ekonomi yang ditimbulkan kopi mulai dari
pekebun di kampung dan pedesaan, kawasan distrik hingga suatu Negara. Misalnya
Indonesia yang merupakan penghasil kopi oleh petani/ perkebunan rakyat, perkebunan
besar Negara dan perkebunan besar swasta. Sehingga Indonesia merupakan Negara
pengeksport kopi yang merupakan salah satu komoditas unggulan. Khususnya kopi yang
telah diolah pasca panen (green bean coffee). Maka pengetahuan Teknologi Pengolahan
Kopi penting untuk diketahui oleh mahasiswa TPHP sebagai penyokong keberlanjutan dan
pengembangan komoditi kopi Indonesia.
2. MENGENAL TANAMAN KOPI
Morfologi kopi yaitu tanaman berbiji dikotil, yang menjadi produksi dari tanaman kopi.
Adapun buah kopi tersusun dari luar kedalam yakni: kulit buah (epicarp), daging buah/ pulp
(mesocarp),kulit tanduk ( endocarp), kulit ari dan biji.

Daging buah

Kulit Tanduk Kulit buah

Kulit Ari Biji

Taksonomi kopi yaitu : Kingdom: Plantae (tumbuhan); Subkingdom: Tracheobionta


(tumbuhan berpembuluh); Super Divisi: Spermatophita (tumbuhan penghasil biji); Divisi:
Magnoliophyta (tumbuhan berbunga); Kelas: magnoliopsida; Sub kelas: Asteridae; Ordo:
Rubiales; Famili: Rubiaceae (suku kopi-kopian); Genus: Coffea; Spesies: Coffea sp (Coffea
arabica L/ kopi arabika, Coffea canephora var robusta/ kopi robusta, Coffea liberica/ kopi
leberika, Coffea exelsa/ kopi exelsa).
3. BUDI DAYA KOPI
Lahan yang baik untuk tanaman kopi Arabika antara lain: ketinggian lahan 1000 sd 2000 m
dpl, suhu udara rata-rata 15-25° C. Sedangkan bagi kopi Robusta baik pada ketinggian 100
sd 600 m dpl dengan suhu udara 21-24°C. Bagi kopi Liberika dan exelsa cocok pada ketinggian
0 sd 900 m dpl dengan suhu udara 21-30°C. Curah hujan masing-masih memerlukan 1250 sd
3000 mm per tahun dan Ph tanah 5,5 – 6,5 ( asam ).
Jarak tanam kopi Arabika dan Robusta sebaiknya 2,5 m x 2,5 m. Untuk kopi Liberika dan
Exelsa sebaiknya lebih lebar lagi yaitu 3 x 3 m. Dengan demikian jumlah pohon kopi per Ha
antara 1.800 sd 2.500 pohon.
Tanaman kopi akan tumbuh dengan baik apabila diberi penaung berupa tanaman
pepohonan. Pada umumnya di Indonesia menggunakan tanaman jenis Lamtoro, Kasuari,
Kelapa dan Sengon. Kegunaan penaung itu antara lain adalah untuk melindungi tanah dari
erosi, menambah kesuburan tanah, menekan pertumbuhan gulma, menahan degradasi
lahan dan melindungi kopi dari sinar matahari langsung pada saat terik matahari.
Menanam kopi dapat dengan generatif dan vegetataif. Secara generatif yaitu dengan biji,
secara Vegetatif yaitu setek, Somatic Embriogenesis (SE) dan sambungan Klon .
Pemerintah menganjurkan petani untuk memilih benih unggul dengan berbagai varitas yang
tersedia dari hasil pemuliaan yang resmi diakui pemerintah ( Peraturan Mentan RI
No.49/Permentan/ OT 140/4/2014 tentang Pedoman Teknis Budidaya Kopi Yang Baik).

Kopi Arabika Varitas AB3, USDA


762, S 795 dan BP 462 yang
dianjurkan oleh Pemerintah.

Kopi Robusta Varitas:


BP409, BP358, BP286,
BP42, BP234 dan BP237.
Guna pemeliharaan tanaman kopi, perlu dilakukan pemupukan setidaknya 2 kali setahun. Limbah
kulit kopi dapat dijadikan pupuk organik kompos. Ranting-ranting kopi perlu dipangkas agar supaya
tanaman tetap rendah, membentuk cabang-cabang produksi yang baru, mempermudah masuknya
cahaya matahari dll.
Hama tanaman kopi antara lain Nematoda parasit, penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei)
dan kerak daun (Hemileia Vastatrix). Hama kerak daun tidak kuat hidup ditempat udara dingin pada
ketinggian lokasi diatas 1000 m dpl. Itu makanya kopi Arabika tidak banyak kena hama kerak daun.
Lama buah kopi dari terjadinya pembuahan hingga matang panen 7 sd 12 bulan. Pemetikan panen
biji kopi yang bermutu baik dan disukai konsumen berasal dari buah kopi yang sehat, bernas dan
petik merah. Ukuran kematangan buah ditandai oleh perubahan warna kulit buah telah merah.
Buah kopi masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta mengandung senyawa gula
yang relatif tinggi sehingga rasanya manis. Sebaliknya, daging buah muda sedikit keras, tidak
berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa gula belum terbentuk secara maksimal,
sedangkan kandungan lendir pada buah yang terlalu masak cenderung berkurang karena sebagian
senyawa gula dan pektin sudah terurai secara alami akibat proses respirasi.
Secara teknis, panen buah masak (buah merah) memberikan beberapa keuntungan, antara lain:
a. Mudah diproses karena kulitnya mudah terkelupas.
b. Rendeman hasil (perbandingan berat biji kopi beras perberat buah segar) lebih tinggi.
Rend = (Cherry/ Green bean)x 100%. Rendemen kopi arabika rata-rata 18% sedangkan kopi
robusta bisa mencapai 20%. Rendemen kopi libersa dan exelsa hanya rata-rata 15%.
c. Biji kopi lebih bernas sehingga ukuran biji lebih besar karena telah mencapai kematangan
fisiologi optimum.
d. Waktu pengeringan lebih cepat.
e. Mutu fisik biji dan citarasanya lebih baik.
Pemanenan buah yang belum masak (buah warna hijau atau kuning) dan buah lewat masak (buah
warna hitam) atau buah tidak sehat akan menyebabkan mutu fisik kopi biji menurun dan citarasanya
kurang enak.
Jika budidaya yang baik, maka produksi buah merah kopi bisa mencapai 15 Kg perpokok per tahun.
Jika 1 Ha terdapat 2000 pohon kopi, maka produksi buah cherry bisa mincapai 30 ton per Ha per
tahun. Sampai saat ini protas kopi beras (green bean coffee) Indonesia masih 750 Kg/Ha/tahun.
Dengan budidaya yang baik, pemerintah mentargetkan 2000 Kg kopi beras/Ha/tahun.

Gambar: Panen buah Kopi

4. PENGOLAHAN KOPI PRIMER


Sama seperti hasil tanaman lainnya, bahwa kopi yang telah dipanen harus segera diolah. Semakin cepat
dimulai pengolahannya akan semakin terjaga mutu aslinya.

Komposisi Kimia Buah Kopi (secara umum)


KOMPONEN (% terhadap berat kering)
BAGIAN
BERRY(biji) MESOCARP PULP
Bahan kering 81 5 29
Protein 7,5 8,9 10
Serat Kasar 19 18 21
Abu 5–6 0,7 8
Ekstrak bebas Nitrogen 1,2 – 8 35,8 44
Tannin 7,7 0 1,8-8,6
Total pectin 0,88 35,8 6,5
Gula reduksi 0,05-0,2 30 12,4
Gula non reduksi 8 20 2
Kafein 0,73 0 1,3
Asam klorogenat 6-7 - 2,6
Selulosa 19,4 17 22,7

Pengolahan kopi bertujuan untuk mendapatkan biji kopi (berry) kering, menghilangkan komponen lendir
(mucilage), mencegah jamur dan membentuk cita rasa kopi . Hasil proses pengeringan akan mengurangi
kadar air buah kopi menjadi 10-12%. Untuk itu perlu dilakukan proses pengeringan kopi. Biji kopi yang
terlalu kering (over dried) akan menjadi rapuh. Sedangkan biji kopi yang kurang kering, rentan terhadap
jamur dan bakteri.
Pada umumnya ada 4 pilihan model pengeringan kopi yang sering dilakukan yakni: Proses kering
(Natural dry processing); Proses basah ( full was), proses semi kering (semi dry processing) dan Honey
proses.
Ad 1) Proses Kering ( dry processing )
Proses kering ini sering juga disebut pengeringan Natural. Yakni biji kopi yang baru dipetik dijemur
dibawah sinar matahari. Biasanya petani menggunakan wadah berlubang seperti tikar, anyaman bambu,
dll. Pengeringan natural akan memakan waktu lama hingga ± 15 hari. Hamparan kopi yang dijemur harus
dibolak-balik agar kering merata dan sebaiknya setiap 2 jam sekali. Pada umumnya kopi jenis robusta
dikeringkan secara natural. Selama proses pengeringan, pulp dan mucilage buah kopi akan ditumbuhi oleh
mikroba indigeneus. Aktivitas mikroba akan menghasikan etanol, asam asetat, asam laktat dan asam
karboksilat yang akan menjadikan cita rasa kopi yang diinginkan.
Tahapan proses kering sebagai berikut: PANEN => SORTASI BUAH => PENJEMURAN/ PENGERINGAN =>
PENGUPASAN KULIT => SORTASI BIJI => PENGEMASAN/PENYIMPANAN => PENGERINGAN.
Pengupasan kulit yaitu kulit buah, kulit tanduk dan kulit ari. Dalam jumlah besar, pengupasan dilakukan
dengan Mesin Pengupas (pulper dan dry huller). Setelah pengupasan, dilanjutkan pekerjaan sortasi secara
mekanis (rotary screen atau vibrating sceen) dan pemilahan secara manual. Hasil sortasi yang layak jual
disebut Biji Beras/ green bean coffee siap untuk dikemas.

Ad 2) Proses Basah ( Fully Wased )


Biasanya full was dilakukan untuk kopi arabika. Tahapan pengolahan kopi cara basah adalah sebagai
berikut : PANEN PILIH -> SORTASI BUAH -> PENGUPASAN KULIT BUAH MERAH -> FERMENTASI ->
PENCUCIAN -> PENJEMURAN/ PENGERINGAN -> PENGUPASAN KULIT TANDUK ( HS = hard skin) -> SORTASI
BIJI -> PENGEMASAN/ PENYIMPANAN -> PENGIRIMAN.
Proses basah akan menghasilkan kopi aroma fruity, floral dan caramellic, body yang ringan acidity yang
lebih tinggi.
- Sortasi buah dimaksudkan untuk memilah buah kopi yang bagus dan menyingkirkan buah muda, kopi
kopong, busuk dan sampah-material bukan kopi. Sortasi dilakukan dengan manual dan dengan
merendam kopi hasil panen. Dalam rendaman itu, buah kopi yang bagus akan tenggelam, sedangkan
yang bukan kopi yang bagus atau material lainnya akan terapung. Dengan demikian mudah memilah
kopi yang dikehendaki.
- Pengupasan kulit buah merah menggunakan alat pulper. Saat dilakukan pulping, buah kopi disiram
dengan air. Pulper mengupas kopi dengan roll yang terdapat pisau-pisau bekerja secara berputar dan
dinding cover roll, sehingga buah kopi mengalami jepitan dan sayatan pisau-pisau yang akibatnya
kulit terkelupas.

Gambar Pulper

- Fermentasi diperlukan untuk menyingkirkan lapisan lendir pada kulit tanduk kopi. Fermentasi juga
untuk mengurangi rasa pahit dan mempertahankan cita rasa kopi. Karena adanya metabolit yang
ditimbulkan yang kemudian terdifusi kedalam biji kopi. Fermentasi dapat dilakukan dengan cara
perendaman biji ke dalam air atau secara kering dengan memasukkan biji kopi ke dalam kantong
plastik dan menyimpannya secara tertutup selama 12 sampai 36 jam. Selama proses fermentase
berlangsung, mikroba akan melarutkan mucilage dan pulp sehingga mengasilkan asam organic dan
alcohol. Setelah tahapan fermentase, dilanjutkan pencucian dengan air untuk menghilangkan sisa
lendir.
- Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari atau langsung dengan pengering mekanis.
Biasanya pengeringan dilakukan dengan dua tahap. Yaitu penjemuran selama ± 3 hari kemudian
dilanjutkan dengan pengeringan secara mekanis.

- Setelah dianggap kering ± 12%, proses selanjutnya adalah mengupas kulit tanduk dengan Huller.
- Sortasi biji kopi dimaksudkan untuk memilah-milah geading kopi. Dari kopi yang kurang bagus hingga
kopi yang bagus dan ukuran diameter kopi. Pada umumnya pemilahan kopi secara ukuran biji beras
dan kopi yang cacat. Sortasi dilakukan secara mekanis dan manual. Alat sortasi mekanis bekerja secara
rotary atau vibrotor screen.
- Selanjutnya biji kopi beras (green coffee bean) dikemas dengan kemasan yang bersih, sehat dan
kokoh. Biasanya dengan goni berbahan alami (lihat Pengemasan dan Penggudangan )

Gambar : Alat sortasi Kopi


Ad3) Proses Semi Basah (Semi Washed Processing)
Proses secara semi basah dilakukan untuk menghemat penggunaan air dan menghasilkan kopi dengan
citarasa yang khas (berwarna gelap dengan fisik kopi agak melengkung). Kopi arabika yang diproses secara
semi-basah biasanya memiliki tingkat keasaman lebih rendah dengan body (kepekatan tekstur kopi) lebih
kuat dibanding dengan kopi yang diproses secara basah penuh.
Proses secara semi-basah juga dapat diterapkan untuk kopi robusta. Secara umum kopi yang diproses secara
semi-basah mutunya baik. Proses secara semi-basah lebih singkat dibandingkan dengan proses secara basah.
Untuk dapat menghasilkan biji kopi hasil proses semi-basah yang baik, maka harus mengikuti prosedur
sebagai berikut:
Metode 1: PANEN=>SORTASI BUAH (buah inferior)=>PENGUPASAN KULIT
BUAH MERAH=>MENGHILANGKAN LENDIR SECARA MEKANIK/CUCI=>
PENJEMURAN BIJI (sampai kadar air 12,5%)=> PENGUPASAN KULIT
CANGKANG=>SORTASI DAN PENGEMASAN=>PENYIMPANAN DAN
PENGGUDANGAN.

Metode 2 Biji Kopi Labu: PANEN=>SORTASI BUAH (buah


inferior)=>PENGUPASAN KULIT BUAH MERAH (menghasilkan biji kopi
labu)=>MENGHILANGKAN LENDIR SECARA MEKANIK/CUCI=>
PENJEMURAN BIJI (1-2 hari, sampai kadar air ± 40%) => PENGUPASAN
KULIT CANGKANG=>PENJEMURAN BIJI (sampai kadar air ±
12,5%)=>SORTASI DAN PENGEMASAN=>PENYIMPANAN DAN
PENGGUDANGAN.

Biji Kopi Labu

Pembersihan lendir secara mekanik (Demucilaging) dimaksudkan pembersihan sisa lendir di permukaan
kulit tanduk dilakukan secara mekanik dengan alat demucilager tanpa menggunakan air. Atau juga dicuci.

- Pengeringan.
Pada proses biji semi basah mengacu kepada cara pengeringan secara basah. Sedangkan untuk pengeringan
biji kopi labu, dilakukan 2 tahap sebagai berikut :
a. pengeringan awal. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran selama 1-2 hari sampai
kadar air mencapai sekitar 40 %, dengan tebal lapisan kopi kurang dari 3 cm (biasanya hanya satu
lapis) dengan alas dari terpal atau lantai semen. Setelah kadar air mencapai 40 % biji kopi HS dikupas
kulitnya dengan Huller sehingga diperoleh biji kopi beras.
b. pengeringan lanjutan. Proses pengeringan dilakukan dalam bentuk biji kopi beras sampai kadar air
12,5 %. Hal yang penting yaitu bahwa biji kopi harus dibolakbalik setiap ± 1 jam agar tingkat
kekeringannya merata.
Kemudian untuk menjaga biji kopi dari kontaminasi benda asing kebersihan kopi selama pengeringan harus
selalu dijaga.
- Pengupasan kulit tanduk (Hulling).
Pengupasan kulit tanduk pada kondisi biji kopi yang masih relatif basah (kopi labu) dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin pengupas Huller yang didesain khusus. Agar kulit tanduk dapat dikupas maka kondisi
kulit harus cukup kering walaupun kondisi biji yang ada didalamnya masih basah.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengupasan kulit tanduk yaitu:
a. kondisi huller bersih, berfungsi dan bebas dari bahan-bahan kontaminan sebelum digunakan.
b. pengupasan dilakukan setelah pengeringan/penjemuran awal kopi HS. Apabila sudah bermalam sebelum
dikupas kopi HS harus dijemur lagi sampai kulit cukup kering kembali.
c. mesin huller dan aliran bahan kopi diatur agar diperoleh proses pengupasan yang optimum.
d. biji kopi labu yang keluar harus segera dikeringkan, hindari penyimpanan biji kopi yang masih basah karena
akan terserang jamur yang dapat merusak biji kopi baik secara fisik atau citarasa, serta dapat
terkontaminasi oleh mikotoksin (okhtratoksin A, aflatoksin, dll).

Ad 4) Honey Proses
Proses ini akan menghasilkan karakteristik kopi yang aciditynya tinggi dan terasa lebih manis. Penggemar
kopi tanpa gula cocok menikmati honey coffee. Proses ini berlangsung sebagai berikut:
PANEN PILIH=> SORTASI=>KUPAS KULIT (meninggalkan pulp 90%, 50% atau
30%)=>PENJEMURAN/PENGERINGAN=>PENGUPASAN KULIT TANDUK=>PENGERINGAN
LANJUTAN=>SORTASI BIJI=>PENGEMASAN
Jenis Honey Coffee yang akan dihasilkan dirancang dengan menyisakan pulp. Sisa Pulp 90% menjadi jenis
dark coffee, sisa pulp 50% red honey coffee dan sisa pulp 30% yellow honey coffee. Sisa pulp tersebut
dapat diatur pada alat pulper.
- Pengemasan dan Penggudangan.
Pengemasan dan penggudangan bertujuan untuk memperpanjang daya simpan hasil. Pengemasan biji kopi
harus menggunakan karung yang bersih dan baik, serta diberi label sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-
2008 kemudian simpan tumpukan kopi dalam gudang yang bersih, bebas dari bau asing dan kontaminan
lainnya. Hal yang harus diperhatikan dalam pengemasan dan penggudangan yaitu :
a. karung diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen. Cat untuk label menggunakan
pelarut non minyak.
b. karung yang digunakan bersih dan jauh dari bau asing.
c. tumpukan karung kopi diatur di atas landasan kayu dan diberi batas dengan dinding atau jarak dengan
dinding sekitar 50 cm, supaya memudahkan inspeksi terhadap hama gudang. Tinggi tumpukan karung kopi
maksimal 150 cm dari atap gudang penyimpanan. kondisi biji dimonitor selama disimpan terhadap kadar
airnya, keamanan terhadap organisme pengganggu (tikus, serangga, jamur, dll) dan faktor-faktor lain yang
dapat merusak biji kopi.
d. kondisi gudang dimonitor kebersihannya dan kelembaban
sekitar 70 %. Untuk menjaga kelembaban gudang tersebut perlu dilengkapi ventilasi yang memadai.

5. STANDAR MUTU KOPI


Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menerbitkan Standar mutu kopi menurut SNI No. SNI 01-2907-
2008. SNI dibuat untuk melindungi konsumen terhadap produk yang tidak baik dan untuk acuan dalam
pemasaran dan pengawasan. Mutu yang dipersyaratkan adalah sebagai berikut:
Syarat Mutu Kopi Secara Umum
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Kadar air (b/b) % Maksimum 12,5
Kadar kotoran berupa ranting, batu,
2 % Maksimum 0,5%
tanah dan benda-benda asing lainnya
3 Serangga Hidup - Tidak ada
4 Biji berbau busuk dan berbau kapang - Tidak ada

Syarat Mutu Kopi Khusus Robusta Dengan Cara Kering


Ukuran Kriteria Satuan Persyaratan
Tidak lolos ayakan berdiameter 6.5 % fraksi Maksimum lolos
Besar
mm (Sieve No.16) massa 5%
Lolos ayakan diameter 6.5 mm,
% fraksi Maksimum lolos
Kecil tidak lolos ayakan berdiameter 3.5
massa 5%
mm (Sieve No.9)

Syarat Mutu Khusus Kopi Robusta Dengan Cara Basah


Ukuran Kriteria Satuan Persyaratan
Besar Tidak lolos ayakan berdiameter 7.5mm (Sieve No.19) % Fraksi massa Maks lolos 5%
Lolos ayakan diameter 7.5 mm, tidak lolos ayakan % Fraksi massa Maks lolos 5%
Sedang
berdiameter 6.5 mm (Sieve No.16)
Lolos ayakan diameter 6.5 mm, % Fraksi massa Maks lolos 5%
Kecil
tidak lolos ayakan berdiameter 5.5 mm (Sieve No.14)

Syarat Mutu Khusus Kopi Arabika


Ukuran Kriteria Satuan Persyaratan
Besar Tidak lolos ayakan berdiameter 6.5mm (Sieve No.16) % Fraksi massa Maks lolos 5%
Lolos ayakan diameter 6.5 mm, tidak lolos ayakan % Fraksi massa Maks lolos 5%
Sedang
berdiameter 6 mm (Sieve No.15)
Lolos ayakan diameter 6 mm, % Fraksi massa Maks lolos 5%
Kecil
tidak lolos ayakan berdiameter 5 mm (Sieve No.13)

Gambar : Ayakan Kopi Uji Ukuran

SYARAT PENGGOLONGAN MUTU KOPI


MUTU SYARAT MUTU
1 Jumlah nilai cacat maksimum 11
2 Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 25
3 Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 44
4a Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 60
4b Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 80
5 Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 150
6 Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225
6. PENGOLAHAN KOPI SEKUNDER
6.1 SANGRAI KOPI ( Coffee Roasting )
Sangrai atau Roasting kopi merupakan memasak biji kopi (green bean) untuk mengeluarkan
kandungan air pada kopi beras, mengeringkan dan mengembangkan biji yang akan memberikan
aroma dan cita rasa pada kopi. Tanpa disangrai, kopi belum bisa diseduh menjadi minuman kopi.
Segala notes, flavor, after taste dan rasa-rasa ajaib pada kopi dipengaruhi oleh proses roasting.
Sangrai kopi secara tradisionil dilakukan pada kuali yang dipanaskan dengan kayu bakar, lalu kopi
digongseng-gongseng sampai mengeluarkan aroma kopi yang khas dan kelihatan berwarna coklat
hingga hitam.
Roasting secara mekanis dilakukan dengan alat roaster. Alat ini berupa drum berputar yang dipanasi
dengan api LPG atau burner. Proses sangria berlangsung selama 7 sampai 20 menit, tergantung pada
kadar air dan spesifikasi kopi yang diinginkan.
Fase roasting adalah : Pengeringan (drying)=> penguningan (yellowing)=> suara pecahan pertama
(first crack)=> pengembangan (roast development)=> suara pecahan kedua (second crack)=>
mengeluarkan kopi dan pendinginan (roast bean coffee) => pengemasan (packing).
1. Drying
Biji kopi mentah biasanya mengandung air sekitar 10-12,5 %, yang terbagi merata di seluruh
struktur padat biji kopi. Sekadar informasi, biji kopi tidak akan berubah warna menjadi
kecoklatan selama kandungan air masih ada. Jadi ketika biji kopi yang masih raw (mentah/ green
bean) dimasukkan ke dalam mesin roasting, tahap pertama yang terjadi adalah: biji kopi akan
mulai menyerap sejumlah panas, lalu mulai menguapkan kandungan air tadi. Proses pengeringan
ini cenderung membutuhkan panas dan energi yang cukup besar.
2. Yellowing
Setelah kandungan air yang tersisa habis dari biji kopi, reaksi pencoklatan pun dimulai. Pada
tahap ini, biji kopi biasanya masih padat dan sedikit beraroma beras basmati. Namun biji kopi
akan mulai mengembang, dan kulit ari biji kopi yang tipis (atau yang menyerupai sekam) akan
mulai mengelupas. Pada tahap ini pula, kulit ari itu akan dipisahkan dari biji yang sedang disangrai
melalui sistem aliran udara dalam roaster. Kumpulan kulit ari menyerupai sekam biji kopi ini
kemudian disingkirkan untuk mencegah risiko kebakaran (dalam mesin) mengingat sifatnya yang
tipis dan gampang terbakar. Dua tahap pertama (drying dan yellowing) ini termasuk fase yang
penting dalam proses roasting. Jika kopi tidak mengalami pengeringan secara tepat, maka biji
kopi tidak akan tersangrai secara merata selama tahap-tahap berikutnya. Dengan kata lain, biji
kopi bisa saja terlihat sudah tersangrai dengan baik di bagian luar, tapi di bagian dalam, biji kopi
masih belum matang sepenuhnya. Kondisi inilah yang umumnya membuat biji kopi akan
terasa ganjil, ibaratnya kopi itu berada di kombinasi antara pahit dari luar namun terasa agam
asam atau berserat di dalam
3. First Crack
Ketika biji kopi mulai berubah kecoklatan pada proses yellowing, ada semacam percampuran
antara gas karbon dioksida dan air yang sama-sama menguap di dalam biji kopi. Ketika tekanan
kedua elemen ini mencapai puncaknya, biji kopi akan mulai terbuka dan pada saat inilah biji-biji
kopi akan memecah. Atau cracking, istilahnya. Proses ini bisa kita kenali melalui bunyi yang
renyah, seperti bunyi kacang yang pecah. Pada tahap ini pula, segala karakter dan rasa-rasa yang
familiar dari biji kopi akan mulai berkembang dan “terbentuk”.
4. Roast Development
Setelah cracking pertama, biji kopi cenderung bertekstur lebih lembut di permukaannya tapi
belum secara keseluruhan. Fase roasting ini menentukan warna akhir dari biji kopi dan termasuk
juga “derajat” roasting-nya.
5. Second Crack
Pada poin ini, biji kopi mulai memecah kembali kedua kali, tapi dengan bunyi yang lebih ringan
dan lembut. Ketika biji kopi mencapai fase ini, minyak alami (oil) kopi biasanya akan muncul ke
permukaan biji. Banyak karakter acidity kopi telah hilang di fase ini, rasa-rasa jenis baru sekaligus
juga berkembang pada tahap ini.
6. Finishing dan Cooling Down
Jika kopi telah melalui sekian tahap di atas, barulah kopi-kopi tersebut dikeluarkan dari drum
roaster untuk kemudian masuk pada proses berikutnya lagi, seperti pendinginan, packing,
coffee resting, brewing hingga sampai kepada cangkir-cangkir yang akan kita nikmati.
Level hasil roasting yang diinginkan pada umumnya ada 3 level. Yakni Level RINGAN (light)
disangrai pada suhu 190 - 195°C. Level SEDANG (medium) pada temperatur 200 - 205°C. Level
GELAP (dark) pada suhu sangrai diatas 205°C.

Gambar : Warna-warni kopi pada masing-masing fase roasting

Level hasil roasting yang diinginkan Roaster tradisional roaster moderen

6.2 PENGOLAHAN KOPI BUBUK


Ada dua cara menikmati kopi melalui minuman kopi. Yakni:

1) Biji kopi yang sudah disangrai (roast coffee bean) diperas/ dikempa dengan alat pembuat kopi (Coffee
Espreso)

2) Kopi bubuk.

Pada umumnya masyarakat minum kopi dari kopi bubuk. Kopi yang sudah disangrai, digiling atau ditumbuk
lalu di ayak. Saat ini mesin penggiling kopi sudah cukup bagus, sehingga kehalusan kopi hasil gilingan dapat
diatur sesuai keinginan konsumen. Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus [grinder] sampai
diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu agar mudah diseduh dan memberikan sensasi rasa
dan roma yang lebih optimal.
Mesin penghalus menggunakan tipe Burr-mill. Mesin ini mempunyai dua buah piringan [terbuat baja], yang
satu berputar [rotor] dan yang lainnya diam [stator]. Mekanisme penghalusan terjadi dengan adanya gaya
geseran antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Kopi
bubuk ukuran halus diperoleh dari ayakan dengan ukuran lubang 200 Mesh, sedangkan untuk ukuran bubuk
medium digunakan ayakan 120 mesh. Jika dipasang ayakan 200 Mesh, sebagian besar [79 %] kopi bubuk akan
mempunyai ukuran antara 0,90 - 1,0 mm. Kapasitas mesin penghalus antara 10 – 60 kg per jam tergantung
pada diameter piringan penghalusnya. Proses gesekan yang sangat intensif akan menyebabkan timbul panas
di bagian silindernya dan akan menyebabkan aroma kopi bubuk berkurang. Untuk menghindari tersebut,
maka mesin penghalus sebaiknya dihentikan dan didinginkan sejenak saat suhu kopi bubuk di dalam bak
penampung meningkat secara tidak wajar.
Kopi yang sudah jadi bubuk diseduh dengan air panas lalu siap untuk disajikan dengan menambahkan gula,
susu, coklat atau bahan lain yang diinginkan.

Selamat menikmati kopi. Namun ingat dosisnya.

Anda mungkin juga menyukai