BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
DASAR TEORI
14 bulan.
Varietas yang diunggulkan saat ini adalah BL, yang mirip dengan varietas
POJ-2878. Kedua varietas ini tahan terhadap penyakit mosaic dan tahan blendok,
tetapi BL agak peka pohkabung dan serangan hama penggerek pucuk. Potensi
produktivitas varietas BL ini bias mencapai rata-rata 121,4 kuintal gula per hektar
dan hasil hablur tertinggi yang bisa dicapai adalah 169,2 kuintal per hektar.
Dengan varietas BL ini, potensi pada lahan sawah dengan ekologi
unggulan, produksi tebu rata-rata 1.504 kuintal per hektar (tertinggi 2.093
kuintal), rendemen rata-rata 8,07 persen (tertinggi 8,86 persen) dan produksi
hablur rata-rata 121,4 kuintal per hektar (tertinggi 169,2 kuintal).
Uji coba pada lahan tegal pun menunjukkan hasil tebu rata-rata 1.250
kuintal per hektar (tertinggi 2.112 kuintal), rendemen rata-rata 7,58 persen
(tertinggi 8,25 persen), dan hasil hablur rata-rata 97,3 kuintal per hektar (tertinggi
172,3 kuintal).
Bahkan pada pola keprasan,varietas BL juga menunjukkan hasil yang
cukup menjanjikan. Dari uji coba dihasilkan tebu rata-rata 1.222 kuintal per hektar
(tertinggi 2.012 kuintal), rendemen rata-rata 7,81 persen (tertinggi 8,74 persen),
dan hasil hablur rata-rata 94,5 kuintal per hektar (tertinggi 152,1 kuintal).
2. Pemurnian Nira
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk proses pemurnian gula yaitu
cara defekasi, sulfitasi dan karbonatasi. Pada umumnya pabrik gula di Indonesia
memakai cara sulfitasi. Cara sulfitasi menghemat biaya produksi, bahkan
pemurnian mudah di dapat dan gula yang dihasilkan adalah gula putih atau SHS
(Superieure Hoofd Sumber).
Proses ini menggunakan tabung defekator, alat pengendap dan saringan Rotary
Vacuum Filter dan bahan pemurniannya adalah kapur tohor dan gas sulfit dari
hasil pembakaran.
Mula-mula nira mentah ditimbang, dipanaskan, direaksikan dengan susu
kapur dalam defekator, kemudian diberi gas SO2 dalam peti sulfitasi, dipanaskan
dan diendapkan dalam alat pengendap. Nira kotor yang diendapkan kemudian
disaring menggunakan Rotery Vaccum Filter. Dari proses ini dihasilkan nira
jernih dan endapan padat berupa blotong. Nira jernih yang dihasilkan kemudian
dikirim kestasiun penguapan.
4. Kristalisasi
Nira kental dari sari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam suatu pan
vakum, yaitu tempat dimana nira pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus
sampai mencapai kondisi lewat jenuh, sehingga timbul kristal gula. Sistem yang
dipakai yaitu ABD, dimana gula A dan B sebagai produk, dan gula D dipakai
sebagai bibit (seed), serta sebagian lagi dilebur untuk dimasak kembali.
Pemanasan menggunakan uap dengan tekanan dibawah atmosfir dengan vakum
sebesar 65 cmHg, sehingga suhu didihnya 650C. Jadi kadar gula (sakarosa) tidak
rusak akibat terkena suhu yang tinggi. Hasil masakan merupakan campuran kristal
gula dan larutan (Stroop). Sebelum dipisahkan di putaran gula, lebih dulu
didinginkan pada palung pendinginan (kultrog).
energi listrik disebut generator atau dinamo. Motor listrik dapat ditemukan pada
peralatan rumah tangga seperti kipas angin, mesin cuci, pompa air dan penyedot
debu. Motor listrik yang umum digunakan di dunia Industri adalah motor listrik
asinkron, dengan dua standar global yakni IEC dan NEMA. Motor asinkron IEC
berbasis metrik (milimeter), sedangkan motor listrik NEMA berbasis imperial
(inch), dalam aplikasi ada satuan daya dalam horsepower (hp) maupun kiloWatt
(kW).
Motor listrik IEC dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan efisiensi
yang dimilikinya, sebagai standar di EU, pembagian kelas ini menjadi EFF1,
EFF2 dan EFF3. EFF1 adalah motor listrik yang paling efisien, paling sedikit
memboroskan tenaga, sedangkan EFF3 sudah tidak boleh dipergunakan dalam
lingkungan EU, sebab memboroskan bahan bakar di pembangkit listrik dan secara
otomatis akan menimbulkan buangan karbon yang terbanyak, sehingga lebih
mencemari lingkungan.
Standar IEC yang berlaku adalah IEC 34-1, ini adalah sebuah standar yang
mengatur rotating equipment bertenaga listrik. Ada banyak pabrik elektrik motor,
tetapi hanya sebagian saja yang benar-benar mengikuti arahan IEC 34-1 dan juga
mengikuti arahan level efisiensi dari EU.
Banyak produsen elektrik motor yang tidak mengikuti standar IEC dan EU supaya
produknya menjadi murah dan lebih banyak terjual, banyak negara berkembang
manjdi pasar untuk produk ini, yang dalam jangka panjang memboroskan
keuangan pemakai, sebab tagihan listrik yang semakin tinggi setiap tahunnya.
Lembaga yang mengatur dan menjamin level efisiensi ini adalah CEMEP,
sebuah konsorsium di Eropa yang didirikan oleh pabrik-pabrik elektrik motor
yang ternama, dengan tujuan untuk menyelamatkan lingkungan dengan
mengurangi pencemaran karbon secara global, karena banyak daya diboroskan
dalam pemakaian beban listrik. Sebagai contoh, dalam sebuah industri rata-rata
konsumsi listrik untuk motor listrik adalah sekitar 65-70% dari total biaya listrik,
jadi memakai elektrik motor yang efisien akan mengurangi biaya overhead
produksi, sehingga menaikkan daya saing produk, apalagi dengan kenaikan tarif
listrik setiap tahun, maka pemakaian motor listrik EFF1 sudah waktunya menjadi
keharusan.
Pada motor listrik tenaga listrik diubah menjadi tenaga mekanik.
Perubahan ini dilakukan dengan mengubah tenaga listrik menjadi magnet yang
disebut sebagai elektro magnet. Sebagaimana kita ketahui bahwa : kutub-kutub
dari magnet yang senama akan tolak-menolak dan kutub-kutub tidak senama,
tarik-menarik. Maka kita dapat memperoleh gerakan jika kita menempatkan
sebuah magnet pada sebuah poros yang dapat berputar, dan magnet yang lain pada
suatu kedudukan yang tetap.
2.3 Gear / Roda Gigi dan Spur Gear / Roda Gigi Lurus
Roda gigi adalah bagian dari mesin yang berputar yang berguna untuk
mentransmisikan daya. Roda gigi memiliki gigi-gigi yang saling bersinggungan
dengan gigi dari roda gigi yang lain. Dua atau lebih roda gigi yang bersinggungan
dan bekerja bersama-sama disebut sebagai transmisi roda gigi, dan bisa
menghasilkan keuntungan mekanis melalui rasio jumlah gigi. Roda gigi mampu
mengubah kecepatan putar, torsi, dan arah daya terhadap sumber daya. Tidak
semua roda gigi berhubungan dengan roda gigi yang lain; salah satu kasusnya
adalah pasangan roda gigi dan pinion yang bersumber dari atau menghasilkan
gaya translasi, bukan gaya rotasi.
Keuntungan transmisi roda gigi terhadap sabuk dan puli adalah keberadaan
gigi yang mampu mencegah slip, dan daya yang ditransmisikan lebih besar.
Namun, roda gigi tidak bisa mentransmisikan daya sejauh yang bisa dilakukan
sistem transmisi sabuk dan puli, kecuali ada banyak roda gigi yang terlibat di
dalamnya.
Ketika dua roda gigi dengan jumlah gigi yang tidak sama dikombinasikan,
keuntungan mekanis bisa didapatkan, baik itu kecepatan putar maupun torsi, yang
bisa dihitung dengan persamaan yang sederhana. Roda gigi dengan jumlah gigi
yang lebih besar berperan dalam mengurangi kecepatan putar namun
meningkatkan torsi.
Diametral Pitch adalah jumlah gigi tiap inchi lengkungan roda gigi.
Diametral pitch dirumuskan sebagai jumlah gigi dibagi dengan diameter pitch
circle nya.
Nt
P 2.1
d
Dimana, P = diametral pitch (jumlah gigi/inch lengkung)
N t = jumlah gigi (buah)
Fn Fr
Ft
Gambar 2.10
2.6 Vektor Gayapada
Vektor Gaya padaRoda
RodaGigi
Gigi
Keterangan:
Fn : gaya normal yang ditimbulkan oleh gigi pada roda gigi yang
digerakkan terhadap gigi roda gigi penggerak (lb)
Fn dapat diproyeksikan pada arah tangensial (gaya tangensial, Ft ) dan arah radial
(gaya radial, Fr ).
Ft Fn cos 2.7
Fr Fn sin 2.8
600 V p
Fd Ft untuk 0 Vp 2.000 ft/min 2.12
600
1.200 V p
Fd Ft untuk 2.000 Vp 4.000 ft/min 2.13
1.200
78 V p
Fd Ft untuk Vp 4.000 ft/min 2.14
78
Keamanan perencanaan roda gigi terhadap beban bending dapat diketahui dengan
memperbandingkan antara nilai Fd dan Fb dimana dikatakan aman apabila nilai
Fb Fd .
dimana:
Sad : Tegangan ijin maksimum perencanaan (psi)
Sat : Tegangan ijin material (psi) (tabel 10-7, buku Machine Design
hal.559)
KL : Faktor umur (tabel 10-8, buku Machine Design hal.561)
KT : Faktor temperatur (Kt = (460+Tf)/620 ) 10-27 halaman 561
KR : Faktor keamanan (tabel 10-9, buku Machine Design hal.562)
CH : Faktor pengerasan
CT : Faktor temperature (CT=(460+TF)/620) 10-36 halaman 578
CR : Faktor keamanan
2.4 Poros
Poros adalah suatu bagian stasioner yang beputar, biasanya berpenampang
bulat dimana terpasang elemen-elemen seperti roda gigi (gear), pulley, flywheel,
engkol, sprocket dan elemen pemindah lainnya. Poros bisa menerima beban
lenturan, beban tarikan, beban tekan atau beban puntiran yang bekerja sendiri-
sendiri atau berupa gabungan satu dengan lainnya.
Poros spindle merupakan poros transmisi yang relatip pendek, misalnya pada
poros utama mesin perkakas dimana beban utamanya berupa beban puntiran.
Selain beban puntiran, poros spindle juga menerima beban lentur (axial load).
Poros spindle dapat digunakan secara efektif apabila deformasi yang terjadi pada
poros tersebut kecil.
Berdasar bentuknya :
A. Poros lurus
B. Poros engkol sebagai penggerak utama pada silinder mesin
Ditinjau dari segi besarnya transmisi daya yang mampu ditransmisikan,
poros merupakan elemen mesin yang cocok untuk mentransmisikan daya yang
kecil hal ini dimaksudkan agar terdapat kebebasan bagi perubahan arah (arah
momen putar).
Dalam perancangan poros perlu diperhatikan beberapa hal.
1. Kekuatan poros
Poros transmisi akan menerima beban puntir (twisting moment), beban
lentur (bending moment) ataupun gabungan antara beban puntir dan lentur.
Dalam perancangan poros perlu memperhatikan beberapa faktor, misalnya :
kelelahan, tumbukan dan pengaruh konsentrasi tegangan bila menggunakan poros
bertangga ataupun penggunaan alur pasak pada poros tersebut. Poros yang
dirancang tersebut harus cukup aman untuk menahan beban-beban tersebut.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup aman dalam
menahan pembebanan tetapi adanya lenturan atau defleksi yang terlalu besar akan
mengakibatkan ketidaktelitian (pada mesin perkakas), getaran mesin (vibration)
dan suara (noise). Oleh karena itu disamping memperhatikan kekuatan poros,
kekakuan poros juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang
akan ditransmisikan dayanya dengan poros tersebut.
3. Putaran kritis
Bila putaran mesin dinaikan maka akan menimbulkan getaran (vibration)
pada mesin tersebut. Batas antara putaran mesin yang mempunyai jumlah putaran
normal dengan putaran mesin yang menimbulkan getaran yang tinggi disebut
putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor bakar, motor listrik, dll.
Selain itu, timbulnya getaran yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada
poros dan bagian-bagian lainnya. Jadi dalam perancangan poros perlu
mempertimbangkan putaran kerja dari poros tersebut agar lebih rendah dari
putaran kritisnya,
4. Korosi
Apabila terjadi kontak langsung antara poros dengan fluida korosif maka
dapat mengakibatkan korosi pada poros tersebut, misalnya propeller shaft pada
pompa air. Oleh karena itu pemilihan bahan-bahan poros (plastik) dari bahan yang
tahan korosi perlu mendapat prioritas utama.
5. Material poros
Poros yang biasa digunakan untuk putaran tinggi dan beban yang berat
pada umumnya dibuat dari baja paduan (alloy steel) dengan proses pengerasan
kulit (case hardening) sehingga tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya
adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel molebdenum, baja khrom, baja khrom
molibden, dll. Sekalipun demikian, baja paduan khusus tidak selalu dianjurkan
jika alasannya hanya karena putaran tinggi dan pembebanan yang berat saja.
Dengan demikian perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis proses heat
treatment yang tepat sehingga akan diperoleh kekuatan yang sesuai.
Dalam menentukan diameter suatu poros agar poros tersebut dapat menahan
beban yang bekerja, dapat menggunakan analisa Tresca+Sodenberg dengan
rumusan
Se = Cr.Cs.Cf.Cw.Ct.Sn 2.24
[(avg+KfB ( ) a)2 + 4(avg+KfT ( ) a)2]1/2 2.25
C 3R1 R2 2.26
Keterangan :
C = Center Of Distance
R1 = JariJari Pulley 1
R2 = JariJari Pulley 2
Kecepatan keliling pulley (Vp) bisa dicari dengan persamaan 19.29 dari buku
Mechanical Design Handbook - McGraw Hill :
D1 n1
Vp
60 1000 2.27
D = diameter pulley
(R2 R1)
2
L 2 . c ( R2 R1 )
c 2.28
Dimana : L = panjang belt
C = jarak antar jari-jari
Sudut kontak ( ):
D2 D1
sin
2c 2.29
= 180 - 2.30
Bantalan merupakan salah satu bagian dari elemen mesin yang memegang
peranan cukup penting karena fungsi dari bantalan yaitu untuk menumpu sebuah
poros agar poros dapat berputar tanpa mengalami gesekan yang berlebihan.
Bantalan harus cukup kuat untuk memungkinkan poros serta elemen mesin
lainnya bekerja dengan baik. Pada umumya bantalan dapat diklasifikasikan
menjadi 2 bagian yaitu.
a. Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros
Bantalan luncur
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan lapisan
pelumas.
Bantalan gelinding
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan
yang diam melalui elemen gelinding seperti bola, rol, dan rol bulat.
2.7 Pasak
Pasak adalah elemen mesin yang disamping berfungsi menyambung juga
digunakan untuk menjaga hubungan putaran relatif antara poros dari mesin ke
peralatan mesin yang lain dalam hal ini roda gigi. Tipe pasak yang akan
digunakan dalam perencanaan ini adalah tipe pasak datar (square key) yang
merupakan tipe pasak dimana mempunyai dimensi W (lebar) dan H (tinggi) yang
sama.
Untuk melindungi hubungan dari pecah apabila digunakan tipe pasak datar
maka panjang dari hubungan dibuat 25% lebih panjang dari ukuran diameter
porosnya dan juga panjang pasaknya dibuat paling tidak lebih besar 25% dari
ukuran diameter poros.
2.7.1 Macam macam Pasak
1. Pasak Datar Segi Empat ( Standart Square Key)
Tipe pasak ini adalah suatu tipe yang umumnya mempunyai dimensi
lebar dan tinggi yang sama, yang kira-kira sama dengan 0,25 dari
diameter poros.
2. Pasak Datar Standart ( Standart Flat Key)
Pasak ini adalah jenis pasak yang sama dengan diatas, hanya disini tinggi
pasak tidak sama dengan lebar pasak, tetapi tingginya mempunyai dimensi
yang tersendiri.
3. Pasak Tirus (Tapered Keys)
Pasak jenis ini pemakainya tergantung dari kontak gesekan antara hub
dengan porosnya untuk mentransmisikan torsi. Artinya torsi yang medium
level dan pasak ini terkunci pada tempatnya secara radial dan aksial
diantara hub dan porosnya oleh gaya dari luar yang harus menekan pasak
tersebut kearah aksial dari poros.
4. Pasak Bidang Lingakaran (Woodruff Keys)
Pasak ini adalah salah satu pasak yang dibatasi oleh satu buidang datar
pada bagian atas dan bidang bawah merupakan busur lingkaran hampir
berupa setengah lingkaran.
5. Pasak Bintang Lurus (Sraight Splines)
Pasak jenis ini adalah pasak bintang tertua yang pernah dibuat.
Gambar 2.15 Skema Gaya gaya pada Pasak Datar Segi Empat
Bila poros berputar dengan torsi yang besarnya T dalam lb.ft maka :
Peninjauan terhadap tegangan geser
Tegangan geser
Torsi ini akan menghasilkan gaya F yang bekerja pada diameter luar dari
poros dan gaya F inilah yang akan bekerja pada pasak
Besarnya F adalah
T
F (lb) 2.34
D/2
D : diameter poros (ft)
Gaya F akan menimbulkan tegangan geser sebesar :
F 2.T
SS
A W .L.D 2.35
Dimana :
A : luas bidang geser pada pasak
: W L = lebar pasak panjang pasak
W : lebar pasak (tabel 7-6 Deutchman Machine Design)(ft)
Lag bolts merupakan baut dengan ujung baut berbentuk lancip, menyerupai
konstruksi sekrup. Lag bolts kebanyakan digunakan pada pekerjaan konstruksi
lapangan
5. Shoulder bolts
Shoulder bolts merupakan baut yang pada umumnya digunakan sebagai sumbu
putar. Konstruksi shoulder bolts memungkinkan digunakan pada sambungan
maupun aplikasi yang dapat bergerak, bergeser, bahkan berputar. Shoulder bolts
dapat digunakan pada berbagai komponen yang terbuat dari logam, kayu, dan
bahan-bahan lainnya. Dikarenakan sering digunakan sebagai sumbu tumpuan,
maka shoulder bolts dibuat dari bahan logam yang memiliki ketahanan terhadap
gesekan.
Mur merupakan pasangan baut yang sama-sama memiliki fungsi sebagai
penyambung/pengikat permanen. Pada umumnya, bentuk mur adalah segi enam.
Namun, untuk pemakaian khusus, dapat dipakai mur dengan bentuk yang
bermacam-macam, seperti mur bulat, mur flens, mur tutup, mur mahkota dan mur
kuping. Mur biasanya terbuat dari baja lunak, meskipun untuk keperluan khusus
dapat juga digunakan beberapa logam atau paduan logam lain. Jenis mur yang
umum digunakan adalah :
1. Mur segi enam (hexagonal plain nut)
Mur segi enam digunakan pada semua industri,
2. Mur segi empat (square nut)
Mur segi empat digunakan pada industri berat dan pada pembuatan bodi kereta
ataupun pesawat.
3. Mur dengan mahkota atau dengan slot pengunci (castellated nut & slotted nut),
merupakan jenis mur yang dilengkapi dengan mekanisme penguncian. Tujuannya
adalah mengunci posisi mur agar tidak berubah sehingga mur tetap kencang.
4. Mur pengunci (lock nut), merupakan mur yang ukurannya lebih tipis
dibandingkan mur pada umumnya. Mur pengunci biasanya dipasangkan di bawah
mur utama, berfungsi sebagai pengunci posisi mur utama.
BAB III
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN
= (1 + 2) / 2 = [(916,732+831,503)/2] kg / m3
= 874,12 kg / m3
= VA
V = kecepatan tebu masuk
A = luas celah antara roller 1&3, dengan celah = 0,01m dan Lroll = 0,6 m
A = 0,01 m x 0,6 m = 0,006 m2
20.000 kg/jam = 874,12kg/m3 x V x 0,006m2
V = 20.000(874,12 0,006) m/jam = 3813,359 m/jam
V = (3813,359/60) m/menit
V = 63,556 m/menit
n = V / D = 63,556 m/menit / ( x 0,3m) =
n = 67,435rpm
1
P1 = 300 kgf/cm2 x 7,0307 104 /2 = 4267 psi = (4267 x 6,895) Pa
P1 = 2,942 MPa
Estainless.stell (AISI 302) = 180 GPa = 2,61 x 104 psi
Analisa daya yang dibutuhkan untuk menggiling tebu, digunakan analisa seperti
pada proses metal-rolling pada buku manufacturing dengan penulis Serope
Kalpakjian chapter 13.
6
= ln () = ln (1) = 1,792
dimana do = diameter awal batang tebu (6cm berasal dari jenis varietas tebu
terbesar)
df = diameter akhir batang tebu (celah antara roll 1 & 3)
= nilai ln dari perbandingan do dan df
1 + 1 2,942+1,792 2,942
Yavg = ( )=( ) MPa= 4,107 MPa
2 2
Dalam penggilingan tebu, terdapat gaya gesek antara tebu dengan permukaan
roller.
= 0,3 (rata-rata dari penelitian dalam jurnal eprint.jcu.edu.au/2113)
Fg = x F = 0,3 x 21,340 kN = 6,402 kN
dimana = koefisien gesek antara tebu dan roller.
Fg = gaya gesek
2 2 6,402 0,0866 67,435
hp2 = = = 7,118hp
33000 33000
Dengan material coupling adalah ASTM 20 dengan Shear strength = 32 ksi, maka
flange aman.
w = 0,012 lb/in
Dari SKF Xtra-Power Belt Catalogue, pada belt 5V dengan 1200rpm dan d1 =
7,5in, didapatkan daya yang kuat diterima belt sebesar 10,51kW = 14,088hp
Dari Catalogue didapat : C2 =1,2; C3=0,94; C1=0,89
35 1,2
Jumlah Belt = =3,563 4
14,088 0,94 0,89
(7,5+0,25)2 (7,5 cos(20 ))2 7,520 (2,5+0,25)2 (2,5 cos(20 ))2 2,520
contact ratio = 0,738
+ 0,738
Material gear 1 diganti yang lebih kuat, ASTM50 dengan So1 = 15000lb BHN =
223
. 3394,225 4
b = 1 . = 15000 = 2,829 in 3 in
1 0,32
600+ 600+224,225
Fd = x Ft = x 5148,996 lb = 7073,219 lb
600 600
3 25.500 1
Sad3 = = = 19.172,932psi
1 1,33
t =
1 55000 1
Sad1 = = = 41353,384 psi
1 1,33
1 1
1. mp1 = (4 2 ) = (4 (7,5)2 3) 0,284 /3 = 37,640 lbm
1 1
Wp1 = 1 32 2 [ ] = 37,64 32 2 [ ] = 37,64 lb
32 2 32 2
1 1
2. mp2 = (4 2 ) = (4 (15)2 3) 0,284 /3 = 150,561 lbm
1 1
Wp2 = 2 32 2 [ ] = 150,561 32 2 [ ] = 150,561 lb
32 2 32 2
1 1
3. mg1 = (4 2 ) = (4 (5)2 3) 0,284 /3 = 16,729 lbm
1 1
Wg1 = 1 32 2 [ ] = 16,729 32 2 [ ] = 16,729 lb
32 2 32 2
1 1
4. mg2 = (4 2 ) = (4 (15)2 3) 0,284 /3 = 150,561 lbm
1 1
Wg2 = 2 32 2 [ ] = 150,561 32 2 [ ] = 150,561 lb
32 2 32 2
1 1
5. mg3 = (4 2 ) = (4 (7,5)2 3) 0,284 /3 = 37,640 lbm
1 1
Wg3 = 3 32 2 [ ] = 37,64 32 2 [ ] = 37,64 lb
32 2 32 2
1 1
6. mg4 = (4 2 ) = (4 (22,5)2 3) 0,284 /3 = 338,762
lbm
1 1
Wg4 = 3 32 2 [ ] = 338,762 32 2 [ ] = 338,762 lb
32 2 32 2
1 1
7. mg5 = (4 2 ) = (4 (12,8471)2 3,25) 0,284 /3 =
119,647 lbm
1 1
Wg5 = 5 32 2 [ ] = 119,647 32 2 [ ] = 119,647 lb
32 2 32 2
1 1
8. mg6 = (4 2 ) = (4 (11,0112)2 3) 0,284 /3 = 87,894
lbm
1 1
Wg6 = 6 32 2 [ ] = 87,894 32 2 [ ] = 87,894 lb
32 2 32 2
1 1
9. mg7 = (4 2 ) = (4 (11,5624)2 3) 0,284 /3 = 96,914
lbm
1 1
Wg7 = 7 32 2 [ ] = 96,914 32 2 [ ] = 96,914 lb
32 2 32 2
1 1
10. mroll = (4 2 2 )
4
1 1
11. mcoupling = (4 2 ) = (4 (4)2 3) 0,260 /3 = 9,802 lbm
1 1
Wcoupling = 7 32 2 [ ] = 9,802 32 2 [ ] = 9,802 lb
32 2 32 2
[POROS 2]
Fr1
F1 F2
Ft1 Wp2
Wg1
# Horizontal
1 Ft1 2
3,5 in 13,5 in
BH AH
1 2
= 0 -Ft1(13,5in)+BH(17in) = 0
BH = Ft1(13,5in) / 17in = 1470lb x 13,5in / 17in = 1167,353 lb
F=0 Ft1-BH-AH=0
AH = Ft1-BH = 1470lb 1167,353lb = 302,647lb
Potongan 1-1
1
X1
M1
BH
1
3,5in 10 in 3,5in
B A
-1059,266
-4085,736
# Vertikal
1 2 3
3,5 in 10 in 3,5 in
BV Fr1 Fp = (F1+F2) AV
1 Wg1 2 3
Wp2
= 0
(Fp+Wp2)3,5in + (Fr1+Wg1)13,5in - BV.17in = 0
BV = [(Fp+Wp2)3,5in + (Fr1+Wg1)13,5in] / 17in
BV = [(577,5+150,561)lb.3,5in + (535,036+16,729)lb.13,5in] / 17in = 588,061 lb
F=0 AV+BV-(Fp+Wp2)-(Fr1+Wg1) = 0
AV = -BV+(Fp+Wp2)+(Fr1+Wg1) = -588,061
lb+(577,5+150,561)lb+(535,036+16,729)lb
AV = 691,765 lb
Potongan 1-1
1
X1
M1
BV
1
Potongan 3-3
3
X3
3,5 in 10 in
M3
BV Fr1 Fp = (F1+F2)
Wg1 3
Wp2
3,5in 10 in 3,5in
B A
Mp = (1059,266)2 + 2421,1742 = 2642,75 lb.in
4574,875 . ( ) 46599,297
= = 4
2
= psi
3
64
3675 . ( ) 18716,621
= = 4
2
= psi
3
32
[(avg+KfB ( ) a)2 + 4(avg+KfT ( ) a)2]1/2
46599,297 18716,621
avg = 0; a = 0; a = psi; avg = psi
3 3
[(KfB ( ) a)2 + 4(avg)2]1/2
58 46599,297 18716,621 58
[(2 x ( 21,035) ( psi) )2 + 4( psi)2]1/2
3 3 1,5
6 6,6037355+0,1401247607
= in = 1,887in d1 = 2in
0,1495136889
[POROS 3]
Fr2
Fr3 Ft2
Ft3 Wg2
Wg3
# Horizontal 1 2 3
Ft3 Ft2
3,5 in 8 in 3,5 in
DH CH
1 2 3
= 0 -Ft3(11,5in)-Ft2(3,5in)+DH(15in) = 0
DH = [Ft3(11,5in)+Ft2(3,5in)] / 15in = [2940lb(11,5in)+1470lb(3,5in)] / 15in =
2584,181 lb
F=0 Ft3+Ft2-CH-DH=0
CH = Ft3+Ft2-DH = 2940lb+1470lb-2584,181lb = 1809,099lb
Potongan 1-1
1
X1
M1
DH
1
-6331,842
-9044,634
# Vertikal
1 2 3
3,5 in 8 in 3,5 in
BV Fr3 Fr2 AV
1 Wg3 2 3
Wg2
= 0
(Fr2+Wg2)3,5in + (Fr3+Wg3)11,5in - DV.15in = 0
DV = [(Fr2+Wg2)3,5in + (Fr3+Wg3)11,5in] / 15in
DV = [(535,036+150,561)lb.3,5in + (1063,987+37,64)lb.11,5in] / 15in = 1004,553
lb
F=0 CV+DV-(Fr2+Wg2)-(Fr3+Wg3) = 0
CV = -DV+(Fr2+Wg2)+(Fr3+Wg3) = -1004,553 lb + (535,036+150,561) lb +
(1063,987+37,64) lb
CV = 782,671 lb
Potongan 1-1
1
X1
M1
BV
1
3515,936
2739.344
3,5in 8 in 3,5in
D C
9703,979 . ( ) 98843,919
= = 4
2
= psi
3
64
11025 . ( ) 56149,864
= = 4
2
= psi
3
32
[(avg+KfB ( ) a)2 + 4(avg+KfT ( ) a)2]1/2
98843,919 56149,864
avg = 0; a = 0; a = psi; avg = psi
3 3
[(KfB ( ) a)2 + 4(avg)2]1/2
104 98843,919 56149,864 104
[{2 x ( 26,352) ( psi) }2 + 4( psi)2]1/2
3 3 1,5
6 60,869+5,0445 3
= in = 2,271 in d2 = 2,375 in = 2 8 in
0,480711
[POROS 4]
Ft4
Fr4
Wg4
Wroll
Ft5
Ft5
300300
Fr5
Fr5
Wg5
# Horizontal
2 x Ft5cos300 2 Ft4
3
1
Potongan 1-1
2 x Ft5cos300
1
M1
1
X1
M1-1 = 0 M1 - 2xFt5cos300.x1 = 0
M1 = 2xFt5cos300.x1
dengan 0x13,625in
x1 = 0in M1 = 0
x1 = 3,625in M1 = 32328,920 lb.in
Potongan 2-2
2 x Ft5cos300 2
M2
3,625 in
FH 2
X2
2 x Ft5cos300
3
M3
3,625 in 27,622 in
FH EH
3
X3
25521,386 lb.in
24990,004 lb.in
3 (Wroll/23,622) lb/in
2 4 5
1
3,625 in
2 in 23,622 in 2 in 8,5 in
2 x Fr5cos300 FV 3 Fr4
2 4 EV
5
Wg5 1 Wg4
= 0
(2xFr5cos300+Wg5)31,247in - (Fr4+Wg4)8,5in - FV.27,622in +Wroll.13,811in =
0
FV = [(2xFr5cos300+Wg5)31,247in - (Fr4+Wg4)8,5in +Wroll.13,811in] / 27,622in
FV = [(3246,004+119,647)lb.31,247in-(1070,073+338,762)lb.8,5in +456,271lb.13,811in]
/ 27,622in
FV = 3601,946 lb
F=0 EV+FV-(2xFr5cos300+Wg5) - (Fr4+Wg4) - Wroll = 0
EV = -FV+(2xFr5cos300+Wg5)+(Fr4+Wg4)+Wroll
EV = -3601,946lb+(3246,004+119,647)lb+(1070,073+338,762)lb+456,271lb
EV = 1628,811 lb
Potongan 1-1
1
M1
2 x Fr5cos300
Wg5 1
X1
M1-1 = 0 M1 + (2xFr5cos300+Wg5).x1 = 0
M1 = -(2xFr5cos300+Wg5).x1
dengan 0x13,625in
x1 = 0in M1 = 0
x1 = 3,625in M1 = -12200,485 lb.in
Potongan 2-2
2
3,625 in M2
0
2 x Fr5cos30 FV
2
Wg5
X2
M2-2 = 0 M2+(2xFr5cos300+Wg5).(3,625+x2)-FV.x2 = 0
M2 = -(2xFr5cos300+Wg5).(3,625+x2)+FV.x2
dengan 0x22in
x2 = 0in M2 = -12200,485 lb.in
x2 = 2in M2 = -11727,895 lb.in
Potongan 3-3
(Wroll/23,622) lb/in
3
3,625 in M3
2 in
2 x Fr5cos300 FV 3
Wg5 X3
M3-3 = 0
M3 +(2xFr5cos300+Wg5).(5,625+x3)-FV.(2+x3)+(Wroll/23,622).x3.(0.5x3)= 0
M3 = -(2xFr5cos300+Wg5).(5,625+x3)+FV.(2+x3)-(Wroll/23,622).x3.(0.5x3)
dengan 0x223,622in
x3 = 0in M3 = -11727,895 lb.in
x3 = 23,625 in M3 = -11535,151 lb.in
(Wroll/23,622) lb/in
4
3,625 in M4
2 in 23,622 in
2 x Fr5cos300 FV
4
Wg5 X4
M4-4 = 0
M4 +(2xFr5cos300+Wg5).(29,247+x4)-FV.(25,622+x4)+Wroll(11,811+x4)= 0
M4 = -(2xFr5cos300+Wg5).(29,247+x4)+FV.(25,622+x4)-Wroll(11,811+x4)
dengan 0x22in
x4 = 0in M4 = -11535,151 lb.in
x4 = 23,625 in M4 = -11975,103 lb.in
Potongan 5-5
(Wroll/23,622) lb/in
5
3,625 in M5
2 in 23,622 in 2 in
2 x Fr5cos300 FV EV
5
Wg5
X5
M5-5 = 0
M5 +(2xFr5cos300+Wg5).(31,247+x5)-FV.(27,622+x5)+Wroll(13,811+x5) -EV.x5=
0
M5 = -(2xFr5cos300+Wg5).(31,247+x5)-FV.(27,622+x5)+Wroll(13,811+x5)+EV.x5
dengan 0x28,5in
x5 = 0in M2 = -11975,103 lb.in
x5 = 8,5 in M2 = 0 lb.in
-10282,245 lb.in
-11535,151 lb.in
-11727,895 lb.in
-11975,103 lb.in
-12200,485 lb.in
34554,464 . ( ) 1105742,848
= = 4
2
= psi
3
64
33074,835 . ( ) 529197,36
= = 4
2
= psi
3
32
[(avg+KfB ( ) a)2 + 4(avg+KfT ( ) a)2]1/2
1105742,848 529197,36
avg = 0; a = 0; a = psi; avg = psi
3 3
[(KfB ( ) a)2 + 4(avg)2]1/2
126 1105742,848 529197,36 126
[{2 x ( 42,764) ( psi) }2 + 4( psi)2]1/2
3 3 1,5
6 (4,24753+0,11202) 103
= in = 4,284 in d3 = 4,5in
0,7056
[POROS 5]
Wroll
Ft5
300
Fr5
Wg5
#Horizontal
Ft6cos300 2
1
3,625 in 27,622 in
HH 2 GH
0
Fr6sin30 1
Potongan 1-1
Ft6cos300
1
M1
Fr6sin300 1
X1
x1 = 0in M1 = 0
x1 = 3,625in M1 = 12767,689 lb.in
Potongan 2-2
Ft6cos300 2
M2
3,625 in
HH 2
0
Fr6sin30
X2
935,024 lb.in
3,625 in H 2 in 23,622 2 in G
in
#Vertikal
3 (Wroll/23,622) lb/in
2 4
1
3,625 in
2 in 23,622 in 2 in
Ft6sin300 HV 3
2 4 GV
0
Fr6cos30 1
Wg6
= 0
(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6)31,247in-HV.27,622in +Wroll.13,811in = 0
HV = [(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6)31,247in+Wroll.13,811in] / 27,622in
HV = [(2574,498+1623,002+87,894)lb.31,247in+456,271lb.13,811in] / 27,622in
HV = 5075,927 lb
F=0 -GV+HV-(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6) -Wroll = 0
GV = HV-(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6) -Wroll
GV = 5075,927lb-(2574,498+1623,002+87,894)lb-456,271lb
GV = 334,262 lb
Potongan 1-1
1
3,625 in M1
Ft6sin300
Fr6cos300 1
Wg6
X1
M1-1 = 0 M1+(Ft6sin30 +Fr6cos300+Wg6).x1 = 0
0
M1 = -(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).x1
dengan 0x13,625in
x1 = 0in M1 = 0 lb.in
x1 = 3,625in M1 = -15534,553 lb.in
Potongan 2-2
2
3,625 in M2
Ft6sin300 HV
2
Fr6cos300
X2
Wg6
M2-2 = 0 M2+(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(3,625+x2)-HV.x2 = 0
M2 = -(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(3,625+x2)+HV.x2
dengan 0x22in
x2 = 0in M2 = -15534,553 lb.in
x2 = 2 in M2 = -13953,487 lb.in
Potongan 3-3
3 (Wroll/23,622) lb/in
M3
3,625
2
Ft6sin30 in H 3
in
0
Fr6cos30 V X
0
Wg
M3-3 = 0
M3+(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(5,625+x3)-
HV.(2+x3)+(Wroll/23,622).x3.(0.5x3) = 0
M3 = -(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(5,625+x3)+HV.(2+x3)-
(Wroll/23,622).x3.(0.5x3)
dengan 0x323,622in
x3 = 0 in M3 = -13953,487 lb.in
x3 = 23,622 in M3 = -668,534 lb.in
Potongan 4-4
(Wroll/23,622) lb/in
4
3,625 in M4
2 in 23,622 in
Ft6sin300 HV
4
Fr6cos300 X4
Wg6
M4-4 = 0
M4+(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(29,247+x4)-
HV.(25,622+x4)+Wroll.(11,811+x4) = 0
M4 = -(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(29,247+x4)+HV.(25,622+x4)-
Wroll.(11,811+x4)
dengan 0x42in
x4 = 0 in M4 = -688,534 lb.in
x4 = 2 in M4 = 0 lb.in
3,625 in H2 in 23,622 in 2 in G
-668,534 lb.in
-13953,487 lb.in
-15534,553 lb.in
20108,098 . ( ) 643459,136
= = 4
2
= psi
3
64
28348.312 . ( ) 453572,992
= = 4
2
= psi
3
32
[(avg+KfB ( ) a)2 + 4(avg+KfT ( ) a)2]1/2
643459,136 453572,992
avg = 0; a = 0; a = psi; avg = psi
3 3
[(KfB ( ) a)2 + 4(avg)2]1/2
126 643459,136 453572,992 126
[{2 x ( 42,764) ( psi) }2 + 4( psi)2]1/2
3 3 1,5
6 (1,4378+0,082291) 103
= in = 3,594 in d4 = 3,625 in
0,7056
[POROS 5]
Wroll
Ft5
300
Fr5
Wg5
#Horizontal
Fr7sin300
2
0 1
Ft7cos30
3,625 in 27,622 in
JH 2 IH
1
Potongan 1-1
Fr7sin300
1
Ft7cos300
M1
3,625 in
1
X1
Fr7sin300 2
M2
Ft7cos300
3,625 in
JH 2
X2
1416,347 lb.in
3,625 in J 2 in 23,622 in 2 in I
#Vertikal
= 0
-(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).31,247in+JV.27,622in +Wroll.13,811in = 0
JV = [(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).31,247in-Wroll.13,811in] / 27,622in
JV = [(2574,498-1623,002-96,94)lb.31,247in-456,271lb.13,811in] / 27,622in
JV = 738,598 lb
F=0 -JV+IV+[(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7)-Wroll = 0
IV = JV-(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7)+Wroll
IV = 738,598lb-(2574,498-1623,002-96,94)lb+456,271lb
IV = 340,287 lb
Potongan 1-1
Ft7sin300
3,625 in
1
M1
Fr7cos300
Wg7 1
X1
M1-1 = 0 M1-(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).x1 = 0
M1 = (Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).x1
dengan 0x13,625in
x1 = 0in M1 = 0 lb.in
x1 = 3,625in M1 = 3097,860 lb.in
Potongan 2-2
Ft7sin300
2
3,625 in
1
M2
0
Fr7cos30
JV
2
Wg7 1
X2
M2-2 = 0 M2-(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).(3,625+x2)+JV.x2 = 0
M2 = (Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).(3,625+x2)-JV.x2
dengan 0x22in
x2 = 0in M2 = 3097,860 lb.in
x2 = 2 in M2 = 3329,828 lb.in
Potongan 3-3
M3-3 = 0
M3-(Ft7sin300-Fr7cos300-
Wg7).(5,625+x3)+JV.(2+x3)+(Wroll/23,622).x3.(0.5x3) = 0
M3 = (Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).(5,625+x3)-JV.(2+x3)-
(Wroll/23,622).x3.(0.5x3)
dengan 0x323,622in
x3 = 0 in M3 = 3329,828 lb.in
x3 = 23,622 in M3 = 680,585 lb.in
xmax 0 = (Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7)-JV-(Wroll/23,622).x3
didapat x3 = 6,005in M3 = 3720,782 lb.in
Potongan 4-4
M4-4 = 0
M4-(Ft7sin300-Fr7cos300-
Wg7).(29,247+x4)+JV.(25,622+x4)+Wroll.(11,811+x4) = 0
M4 = (Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).(29,247+x4)-JV.(25,622+x4)-
Wroll.(11,811+x4)
dengan 0x42in
x4 = 0 in M4 = 680,585 lb.in
x4 = 2 in M4 = 0 lb.in
3720,782 lb.in
3329,828
lb.in
3097,860 lb.in
680,585 lb.in
3,625 J 2 in 23,622 in 2 in I
in
19805,013 . ( ) 633760,416
= = 4
2
= psi
3
64
29767,376 . ( ) 476278,016
= = 4
2
= psi
3
32
[(avg+KfB ( ) a)2 + 4(avg+KfT ( ) a)2]1/2
633760,416 476278,016
avg = 0; a = 0; a = psi; avg = psi
3 3
[(KfB ( ) a)2 + 4(avg)2]1/2
126 633760,416 476278,016 126
[{2 x ( 42,764) ( psi) }2 + 4( psi)2]1/2
3 3 1,5
6 (1,39474+0,0907363) 103
= in = 3,58 in d5 = 3,625 in
0,7056
Fr = (1 2 + 1 2 ) = [(491,211)2 + (0 )2 ] = 491,211 lb
d2 = 2,375 in ; Dimension Series 03; Single-Row Deep Groove Ball Bearing (i=1)
dD = 2,1654 in ; DD = 4,7244 in ; width (B) = 1,1417 in
Co = 9400 lb ; C = 12400 lb ; b=3 ; inner ring rotation V = 1,0
= 0 ; = 0 < e ; maka X=1 dan Y=0
tahun
10032,813 tahun
tahun
Ft
Ft
n
D
L
W
2 2 3675
= = = 0,384
19.150 0,5 2
66.000
= = = 33.000
2 2
4 4 3675
= = = 0,446
33.000 0,5 2
2 2 33074,835
= = = 0,768
19.150 1 4,5
66.000
= = = 33.000
2 2
4 4 33074,835
= = = 0,891
33.000 1 4,5
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Dari perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan dimensi-dimensi dan
spesifikasi masing-masing elemen untuk perencanaan Mesin Penggiling Tebu.
6. Pasak
Pasak pada pulley 1 dan 2
7. Bearing
Bearing pada poros 1
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore : 1,772 in
Lebar : 0,984 in
Bearing pada poros 2
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore : 1,772 in
Lebar : 0,984 in
Bearing pada poros 2
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore : 1,772 in
Lebar : 0,984 in
Bearing pada poros 3
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore : 2,165 in
Lebar : 1,1417 in
Bearing pada poros 4
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore : 5,118 in
Lebar : 1,575 in
Bearing pada poros 5
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore : 4,134 in
Lebar : 1,417 in
Bearing pada poros 6
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore : 4,134 in
Lebar : 1,417 in
8. Roller
Diameter dalam : 250mm (9,843in)
Daftar Pustaka
LAMPIRAN