Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENILAIAN KONSUMSI PANGAN

PENGARUH PENGOLAHAHN TERHADAP GIZI PANGAN

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

MIR ATIL HAYATI


NIM : 2005902020055

PUTRI AUDINI
NIM : 2005902020059

FAKULTAS : Kesehatan Masyarakat


PRODI : GIZI

DOSEN PENGAMPU : TEUKU MULIADI Str.GZ.,M.KM


SUCI EKA PUTRI, S,Gz.,M.Gz

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ALUE PEUNYARENG-MEULABOH
2020/2021
KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kekuatan dan petunjuk untuk
menyelesaikan tugas makalah ini. Tanpa pertolongan dari-Nya kami sekelompok tidak akan bisa
menyelesaikan makalah ini.
            Makalah ini disusun berdasarkan tuas dan proses pembelajaran yang telah dititipkan
kepada kelompok kami. Makalah ini disusun dengan menghadapi berbagai rintangan, namun
dengan penuh kesabaran kami mencoba sebisa mungkin untuk menyelesaikannya.
            Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan, baik dari segi susunan
kalimat maupun tata baahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima
berbagai saran yang bersifat membangun untuk dapat memperbaiki cara penulisan makalah kami
kedepannya.
            Akhir kata, kami berharap semoga makalah yang membahas mengenai “FOOD
RECALL” ini dapat memberikan manfaat dan motivasi terhadap pembaca.

Meulaboh, 22 Mei 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1.............................................................................................................LATAR BELAKANG
...............................................................................................................................................1
1.2.........................................................................................................RUMUSAN MASALAH
...............................................................................................................................................2
1.3..................................................................................................................................TUJUAN
...............................................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................3
2.1. TUJUAN PENGOLAHAN BAHAN PANGAN.................................................................3
2.2. USAHA MEMPERKECIL KEHILANGAN ZAT GIZI.....................................................4
2.3. PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP GIZI PROTEIN..........................................4
2.4. PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP GIZI KARBOHIDRAT..............................7
2.5. PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP GIZI LEMAK.............................................7
2.6. PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP GIZI VITAMIN..........................................8
2.7. PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP GIZI MINERAL.......................................10

BAB 3 KESIMPULAN...........................................................................................................11
3.1 KESIMPULAN...................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua bahan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak, sejak dipanen, bahan
pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian
reaksi biokimiawi. Kecepatan kerusakan sangat bervariasi, dapat terjadi secara cepat hingga
relatif lambat. Satu faktor utama kerusakan bahan pangan adalah kandungan air aktif secara
biologis dalam jaringan. Bahan mentah dengan kandungan air aktif secara biologis yang tinggi
dapat mengalami kerusakan dalam beberapa hari saja, misalnya sayur-sayuran dan daging-
dagingan. Sementara itu, biji-bijian kering yang hanya mengandung air struktural dapat disimpan
hingga satu tahun pada kondisi yang benar.

Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering menyebabkan terjadinya


perubahan nilai gizinya, yang sebagain besar tidak diinginkan. Zat gizi yang terkandung dalam
bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar proses pengolahan karena sensitif terhadap pH,
oksigen, sinar dan panas atau kombinasi diantaranya. Zat gizi mikro terutama tembaga dan zat
besi serta enzim kemungkinan sebagai katalis dalam proses tersebut.

Selain proses pengolahan yang tidak diinginkan karena banyak merusak zat-zat gizi yang
terkandung dalam bahan pangan, proses pengolahan dapat bersifat menguntungkan terhadap
beberapa komponen zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut, yaitu perubahan
kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan
berbagai senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya. Proses pemanasan bahan pangan
dapat meningkatkan ketersediaan zat gizi yang terkandung di dalamnya, misalnya pemanasan
kacang-kacangan (kedelai) mentah dapat meningkatkan daya cerna dan ketersediaan protein
yang terkandung di dalamnya. Proses fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe
misalnya, juga dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein yang akan meningkatkan daya
cerna protein tersebut. Pada umumnya pemanasan akan meningkatkan daya cerna bahan pangan
sehingga meningkatkan keguanaan zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Namun demikian,
pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan nilai sensoris dan nilai gizi produk
pangan olahan. Untuk itu, maka kunci utama dalam proses pengolahan bahan pangan, baik di
tingat rumah tangga maupun di industri adalah melakukan optimisasi proses pengolahan untuk
menghasilkan produk olahan yang secara sensoris menarik dan tinggi nilai gizinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dari pengolahan bahan pangan
2. Bagaimana usaha memperkecil kehilangan zat gizi karena pengolahan
3. Bagaimana pengaruh pengolahan terhadap gizi protein
4. Bagaimana pengaruh pengolahan terhadap gizi karbohidrat
5. Bagaimana pengaruh pengolahan terhadap gizi lemak
6. Bagaimana pengaruh pengolahan terhadap gizi vitamin
7. Bagaimana pengaruh pengolahan terhadap gizi mineral

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tujuan dari pengolahan bahan pangan
2. Untuk mengetahui usaha memperkecil kehilangan zat gizi karena pengolahan
3. Untuk mengetahui pengaruh pengolahan terhadap gizi protein
4. Untuk mengetahui pengaruh pengolahan terhadap gizi karbohidrat
5. Untuk mengetahui pengaruh pengolahan terhadap gizi lemak
6. Untuk mengetahui pengaruh pengolahan terhadap gizi vitamin
7. Untuk mengetahui pengaruh pengolahan terhadap gizi mineral.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Tujuan Pengolahan Bahan Pangan


1. Untuk pengawetan (pengeringan,pembekuan, pengalengan dll.
2. Membuat produk yg disukai (roti, kue, keju, sirup dll.)
3. Membuat bhn pangan dpt segera disajikan (pengupasan, penyisiran, pemanasan dll.)
4. Keamanan pangan (membunuh mikrobia patogen, menghilangkan antigizi dan racun)
Kondisi pengolahan pada ph, oksigen, panas, cahaya
dapat berpengaruh terhadap nilai gizi bahan pangan, aktifitas mikroba dan aktifitas enzim.

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin lama proses pengolahan (prosessing)
bahan pangan maka jumlah mikroba semakin sedikit, aktifitas enzim semakin sedikit dan
kehilangan nilai zat gizi semakin banyak.
2.2 Usaha Memperkecil Kehilangan Zat Gizi Karena Pengolahan

1. Menghentikan proses pada saat tertentu hanya untuk menginaktifkan enzim dan mikroba
patogen/pembusuk
2. Penggunaan panas yg tdk terlalu tinggi  pasteurisasi
3. Kombinasi sistem pengolahan, misal pemanasan + zat additive
4. Penggunaan pH rendah
5. Nutrifikasi/fortifikasi (penambahan zat gizi dr luar)

2.3. Pengaruh Pengolahan Terhadap Gizi Protein


Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Secara umum pengolahan bahan pangan
berprotein dapat dilakukan secara fiisik, kimia atau biologis. Secara fisik biasanya dilakukan
dengan penghancuran atau pemanasan, secara kimia dengan penggunaan pelarut organik,
pengoksidasi, alkali, asam atau belerang dioksida; dan secara biologis dengan hidrolisa enzimatis
atau fermentasi.

Diantara cara pengolahan tersebut, yang paling banyak dilakukan adalah proses
pengolahan menggunakan pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan dan pengeringan. Sementara
itu kita ketahui bahwa protein merupakan senyawa reaktif yang tersusun dari beberapa asam
amino yang mempunyai gugus reaktif yang dapat berikatan dengan komponen lain, misalnya
gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk oksidasinya serta bahan tambahan kimia lainnya
seperti alkali, belerang dioksida atau hidrogen peroksida.

Perlakuan dengan alkali dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino,


perubahan bentuk L menjadi bentuk D. Selain itu juga dapat terjadi reaksi antara asam amino
yang satu dengan yang lain, misalnya terbentuknya lisiolalanin dari lisin dan alanin. Hal tersebut
dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat terjadinya penurunan daya cerna
protein dan ketersediaan atau availabilitas asam-asam amino esensial. Selain itu reaksi antara
protein dengan gula pereduksi yang dikenal dengan reaksi Maillard, juga merupakan penyebab
utama terjadinya kerusakan protein selama pengolahan dan penyimpanan.

a. Reaksi Maillard

Reaksi Mailard terjadi antara gugus aldehid dari gula pereduksi dengan gugus amina dari
asam amino terutama epsilon-amino-lisin dan alfa-amino asam amino N-terminal. Raksi ini
banyak terjadi pada pembakaran roti, pembuatan breakfast cereal, pemanasan daging terutama
apabila kontak dengan bahan nabati, serta pengolahan susu bubuk. Yang terakhir merupakan hal
yang paling penting karena susu bubuk banyak digunakan untuk bayi dan anak-anak, dimana
ketersediaan asam-asam aminonya sangat penting artinya untuk pertumbuhan. Selain itu di
dalam susu bubuk juga mengandung gula pereduksi, sehingga mudah bereaksi dengan asam-
asam amino yangterkandung di dalam susu tersebut.

Pada umumnya reaksi Maillar terjadi dalam dua tahapan, yairu tahap reaksi awal dan
reaksi lanjutan. Padatahap awal terjadi kondensasi antara gugus karbonil dari gula pereduksi
dengan gugus amino bebas dari asam amino dalam rangkaian protein. Produk hasil kondensasi
selanjutnya akan berubah menjadi basa Schiff karena kehilangan molekul air (H2O) dan
akhirnya tersiklisasi oleh Amadori rearangement membentuk senyawa 1-amino-1-deoksi-2-
ketosa. Senyawa deoksi-ketosil atau senyawa Amadori yang terbentuk merupakan bentuk utama
lisin yang terikat pada bahan pangan setelah terjadinya reaksi Maillard awal. Pada tahap ini
secara visual bahan pangan masih berwarna seperti aslinya, belum berubah menjadi berwarna
coklat, namun demikian lisin dalam protein bahan pangan tersebut sudah tidak tersedia lagi
secara biologis (bioavailabilitasnya menurun).

b. Reaksi dengan senyawa polifenol

Selain reaksi Maillard kerusakan protein (asam amino) lain yang dapat terjadi adalah
karena terjadinya reaksi dengan senyawa polifenol yang berasal dari tanaman seperti fenolat,
flavonoiddan tanin. Senyawa polifenol tersebut akan mudah teroksidasi dengan adanya oksigen
dalam suasana alkali atau terdapatnya enzim polifenolase, membentuk senyawa radikal orto-
kuinon. Senyawa orto-kuinon tersebut sangat reaktif dan apabila bereaksi dengan protein dapat
membentuk senyawa kompleks yang melibatkan asam amino lisin sehingga ketersediaannya
akan menurun. Selain itu senyawa kompleks protein-polifenol tersebut sulit ditembus oleh enzim
protease sehingga daya cerna proteinnya juga rendah, sehingga secara keseluruhan dapat
dikatakan bahwa nilai gizi protein tersebut juga akan turun.

c. Pembentukan lisinoalanin

Pada umumnya pengolahan protein dengan alkali dillakukan untuk memperbaiki sifat
fungsional protein. Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu pembentukan lisinolalanin
dan rasemisasi asam amino, yang keduanya dapat berakibat pada penurunan nilai gizi protein
tersebut. Lisinolalanin adalah senyawa N-epsilon-(DL-2-amino-karboksi-etil)-L-lisin yang
disingkat dengan LAL. Senyawa tersebut terdiri dari residu lisin yang gugus epsilon-aminonya
terikat pada gugus metil dari residu alanin. Terdapat dua mekanisme pembentukan lisinolalanin
yang diketahui, yaitu melalui reaksi beta-eliminasi dan reaksi substitusi.

Pembentukan lisinoalananin akan menurunkan daya cerna protein karena terbentuknya


ikatan silang (cross linkage). Selain itu lisinolalanin juga bersifat toksik apabila termakan, yang
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal (nephrocytomegaly), namun mekanismenya
belum diketahui dengan jelas. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mempelajari parameter
fisik dan kimia yang mempengaruhi pembentukan lisinolalanin. Tujuan utamanya adalah untuk
mengurangi atau menghilangkan LAL dari protein yang diberi perlakuan menggunakan alkali.

d. Rasemisasi asam amino


Selain terbentuknya lisinoalanin, terjadinya rasemisasi asam amino merupakan fenomena
lain yang terjadi pada saat protein diperlakukan dalam larutan alkali dan dapat mempengaruhi
nilai gizi protein. Rasemisasi juga dapat terjadi dalam suasana asam atau proses penyangraian
(roasting), terutama apabila terdapat lipidatau gula pereduksi. Pada kejadian ini, asam amino
bentuk L akan berubah menjadi bentuk D yang tidak dapat digunakan oleh tubuh. Demikian pila
ikatan peptida L-D, D-L atau D-D dari protein juga tidak dapatdiserang oleh enzim proteolitik,
sehingga daya cerna protein menurun. Asam-asam amino D-lisin, D-teronin, D-triptofan, D-
leusin, D-isoleusin dan D-valin sama sekali tidak dapat digunakanoleh tubuh. Sedangkan D-
fenilalanin dapat menggantikan L-fenilalanin dan D-metionin dapat digunakan sama baiknya
dengan L-metionin oleh tubuh.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, akan terjadi rasemisasi asam amino dalam larutan
alkali yang berakibat terjadinya penurunan nilai biologis beberapa asam mino tersebut. Arginin,
sistin, treonin dan sistein sebagian akan rusak, sementara itu glutamin dan asparagin akan
dideaminasi dalam larutan alkali. Dalam larutan asam, triptofan sedikit lebih mudah rusak,
sistein sebagian dikonversi menjadi sitin, serin dan treonin sebagian akan rusak. Fenilalanin dan
treonin sebagain akan rusak oleh sinar ultra violet. Semua asam amino dalam bahan pangan,
terutama lisin, treonin dan metionin bersifatsensitif terhadap pemanasan kering dan radiasi. Oleh
karena itu, dalam proses pembakaran dan (CH2)4 CH NH3 COOH NH2 (CH2)4 CH COOH
NH3 NH CH2 CH NH3 COOH + Residu Serin fosfat L-Lisin LL-LAL Fosfat CH2 CH NH3
COOH OModul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu & Teknologi Pangan-Fateta-IPB 2007
Topik 8. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan 8 pemanggang serealia, kacang-
kacangan dan campuran bahan pangan lain, akan terjadi penurunan nilai biologis protein secara
signifikan.

e. Interaksi antara protein dan lipid teroksidasi


Penurunan nilai gizi protein juga dapat disebabkan karena terjadinya interaski antara
protein dengan lipid teroksidasi, yang seringkali tidak diperhatikan dalam proses pengolahan
pangan. Oksidasi lipid yang mengandungasam lemak tidak jenuh berlangsung melalui tiga tahap:
(1) pembentukan produk primer seperti lipid hidroperoksida; (2) degradasi hidroperoksida
melalui radikal bebas dan membentuk produk-produk sekunder seperti aldehid, hidrokarbon dan
lain-lain; serta (3) polimerisasi produk primerdan sekunder membentuk produk akhir yang stabil.
Produk-produk yang terbentuk tersebut dapat bereaksi dengan protein, terutama dengan asam
amino lisin, membentuk protein modifikasi yang sulit dicerna oleh enzim proteolitik. Disamping
itu, asam amino triptofan dan asam amino lain yang mengandung sulfur juga dapat rusak
teroksidasi oleh adanya radikal bebas dan hidroperoksida.

2.4. Pengaruh Pengolahan Terhadap Gizi Karbohidrat


Ditinjau dari nilai gizinya, karbohidrat dalam bahan pangan dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu: (1) karbohidrat yang dapat dicerna, yaitu monosakarida (glukosa, fruktosa,
galaktosa dsb); disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa) serta pati; dan (2) karbohidrat yang tidak
dapat dicerna, seperti oligosakarida penyebab flatulensi (stakiosa, rafinosa dan verbaskosa) serta
serat pangan (dietary fiber) yang terdiri dari selulosa, pektin, hemiselulosa, gum dan lignin.
Pengaruh pemanggangan terhadap karbohidrat umumnya terkait dengan terjadinya
hidrolisis. Sebagai contoh, pemanggangan akan menyebabkan gelatinisasi pati yang akan
meningkatkan nilai cernanya. Sebaliknya, peranan karbohidrat sederhana dan kompleks dalam
reaksi Maillard dapat menurunkan ketersediaan karbohidrat dalam produk-produk hasil
pemanggangan.
Proses ekstrusi HTST (high temperature, short time) diketahui dapat mempengaruhi
struktur fisik granula pati metah, membuatnya kurang kristalin, lebih larut air dan mudah
terhidrolisis oleh enzim. Proses tersebut dikenal dengan istilah pemasakan atau gelatinisasi.
Karena kondisi kelembaban rendah pada ektruder, gelatinisasi secara tradisional yang melibatkan
perobekan (swelling) dan hidrasi granula pati tidak terjadi

2.5. Pengaruh Pengolahan Terhadap Gizi Lemak


Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan lemak
yang terkandung di dalamnya. Tin gkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang
digunakan serta lamanya waktu prosesModul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu & Teknologi
Pangan-Fateta-IPB 2007 Topik 8. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan 10
pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin intens.
Asam lemak esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif terhadap
sinar, suhu dan oksigen. Proses oksidasi lemak dapat menyebabkan inaktivasi fungsi biologisnya
dan bahkan dapat bersifat toksik. Suatu penelitian telah membuktikan bahwa produk volatil hasil
oksidasi asam lemak babi bersifat toksik terhadap tikus percobaan.
Pada proses pemanggangan yang ekstrim, asam linoleat dan kemungkinan juga asam
lemak yang lain akan dikonversi menjadi hidroperoksida yang tidak stabil oleh adanya aktivitas
enzim lipoksigenase. Perubahan tersebut akan berpengaruh pada nilai gizi lemak dan vitamin
(oksidasi vitamin larut-lemak) produk.

2.6. Pengaruh Pengolahan Terhadap Gizi Vitamin


Stabilitas vitamin dibawah berbagai kondisi pengolahan relatif bervariasi. Vitamin A
akan stabil dalam kondisi ruang hampa udara, namun akan cepat rusak ketika dipanaskan dengan
adanya oksigen, terutama pada suhu yang tinggi. Vitamin tersebut akan rusak seluruhnya apabila
dioksidasi dan didehidrogenasi. Vitamin ini juga akan lebih sensitif terhadap sinar ultra violet
dibandingkan dengan sinar pada panjang gelombang yang lain. Asam askorbat sedikit stabil
dalam larutan asam dan terdekomposisi oleh adanya cahaya.
Proses dekomposisi sangat diakselerasi oleh adanya alkali, oksigen, tembaga dan zat besi.
Sebesar 50% biotin akan hilang pada saatdirebus selama 6 jam dalam laritan 30% HCl atau 17
jam dalam KOH 1N, yang sebelumnya relatif stabil dalam udara dan oksigen atau ketika
diekspospada sinar ultra violet. Asam lemak esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam
larutan alkalidan sangat sensitif terhadap sinar, suhu dan oksigen. Apabila dioksidasi, akan
menjadi inaktif secara biologis dan kemungkinan bersifat toksik.
Stabilitas vitamin D dipengaruhi oleh pelarut pada saat vitamin tersebut dilarutkan,
namun akan sdtabil apabila dalam bentuk kristal disimpan dalam botol gelas tidak tembus
pandang. Pada umumnya vitamin D stabil terhadap panas, asam dan oksigen. Vitamin ini akan
rusak secara perlahan-lahan apabila suasana sedikit alkali, terutama dengan adanya udara dan
cahaya. Kelompok asam folat stabil dalam perebusan pada pH 8 selama 30 menit, namun akan
banyak hilang apabila diautoklaf dalam larutan asam dan alkali. Destruksi asam folat diakselerasi
oleh adanya oksigen dan cahaya.
Vitamin K bersifat stabil terhadap panas dan senyawa pereduksi, namun sangatlabil
terhadap alkohol, senyawa pengoksidasi, asam kuat dan cahaya. Niasinamid akan terhidrolisis
sebagian dalam asam dan alkali.namun masih mempunyai nilai biologis yang sama. Pada
umumnya niasin stabil terhadap udara, cahaya, panas, asam dan alkali. Asam pantotenat paling
stabil pada pH 5.5-7, secara cepat akan terhidrolisis dalam asam kuat dan kondisi alkali dan akan
labil dalam pemanasan kering, lartutan asam dan alkali panas.
Vitamin B12 (kobalamin) murni bersifat stabil terhadap pemanasan dalam larutan netral.
Vitamin ini akan rusak ketika dipanaskan dalam larutan alkali atau asam dalam bentuk kasar,
misalnya dalam bahan pangan. Kolin sangat alkalis dan sedikit tidak stabil dalam latutan yang
mengandung oksigen.
Kelompok vitamin B6 meliputi piridoksin, piridoksal dan piridoksamin. Piridoksin
bersifatstabil terhadap pemanasan, alkali kuat atau asam, tetapi sensitif terhadap sinar, terutama
sinat ultra violet, ketika berada dalam larutan alkali. Piridoksal dan piridoksamin secara cepat
akan rusak ketika diekspos di udara, panas dan sinar. Ketiganya sensitif terhadap sinar ultra
violet ketika berada di dalam larutan netral atau alkali. Piridoksamin dalam bahan pangan
bersifatsensitif terhadap pengolahan.
Riboflavin sangat sensitif terhadap sinar dan kecepatan destruksinya akan meningkat
seiring dengan meningkatnya Ph dan temperatur. Oleh karena itu, riboflavin dalam susu akan
hilang secara cepat (50% dalam 2 jam) ketika terekspos dengan sinar matahari dan akan
menghasilkan senyawa derivatif (lumiflavin) yang juga akan merusak asam askorbat dalam susu.
Vitamin ini akan stabil terhadap panas dalam bentuk kering atau dalam larutan asam.
Tiamin tampak tidak akan terdestruksi ketika direbus dalam kondisi asam untuk beberapa
jam, namun akan terjadi kehilangan hingga 100% apabila direbus dalam kondisi pH 9 selam 20
menit. Senyawa ini tidak stabil di uadara, terutama pada nilai pH lebih tinggi dan akan rusak
selama proses autoklaf, sulfitasi dan dalam larutan alkali.
Tokoferol bersifat stabil pada proses perebusan asam tanpa adanya oksigen dan juga akan
stabil terhadap sinat tampak (visible light). Vitamin ini bersifat tidak stabil pada suhu kamar
dengan adanya oksigen, alkali, garam feri dan ketika terekspos pada sinar ultra violet. Diduga
kehilangan tokoferol terjadi ketika terjadi oksidasi lemak dalam proses penggorengan terendam
(deep-fat frying). Hal ini terutama disebabkan karena terjadi destruksi tokoferol oleh derivat
asam lemak yang secara kimia aktif, yang terbentuk selama pemanasan dan oksidasi.
2.7. Pengaruh Pengolahan Terhadap Gizi Mineral
Pada umumnya garam-garam mineral tidak terpengaruh secara sigifikan dengan
perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan. Dengan adanya oksigen, beberapa mineral
kemungkinan teroksidasi menjadi mineral bervalensi lebih tinggi, namun tidak mempengaruhi
nilai gizinya. Meskipun beberapa komponen pangan rusak dalam proses pemanggangan bahan
pangan, proses tersebut tidak mempengaruhi kandungan mineral dalam bahan pangan.
Sebaliknya, perlakuan panas akan sangat mempengaruhi absorpsi atau penggunaan beberapa
mineral, terutama melalui pemecahan ikatan, yang membuat mineral-mineral tersebut kurang
dapat diabsorpsi meskipun dibutuhkan secara fisiologis. Fitat, fiber, protein dan mineral diduga
merupakan komponen utama sebagai penyusun kompleks tersebut.
Beberapa mineral seperti zat besi, kemungkinan akan teroksidasi (tereduksi) selama
proses pemanggangan dan akan mempengaruhi absorpsi dan nilai biologisnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dua senyawa besi yang digunakan dalam pengolahan krakers soda
mempunyai nilai biologis yang berbeda jauh (Tabel 8.2). Hasil tersebut diukur menggunakan
teknik hemoglobin depletion-repletion (pengosongan-pengisian hemoglobin). Selain itu, zat besi
Modul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu & Teknologi Pangan-Fateta-IPB 2007 Topik 8.
Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan 12 dalam krakers yang dibuat dengan soda,
tanpa soda dan ditambahkan pada tahap akhir mempunyai nilai biologis yang sama.
BAB 3
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering menyebabkan terjadinya
perubahan nilai gizinya, yang sebagain besar tidak diinginkan. Zat gizi yang terkandung dalam
bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar proses pengolahan karena sensitif terhadap pH,
oksigen, sinar dan panas atau kombinasi diantaranya. Zat gizi mikro terutama tembaga dan zat
besi serta enzim kemungkinan sebagai katalis dalam proses tersebut. Selain proses pengolahan
yang tidak diinginkan karena banyak merusak zat-zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan,
proses pengolahan dapat bersifat menguntungkan terhadap beberapa komponen zat gizi yang
terkandung dalam bahan pangan tersebut, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan
daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang
terkandung di dalamnya.
Cara pengolahan yang paling banyak dilakukan adalah menggunakan pemanasan seperti
sterilisasi, pemasakan dan pengeringan. Sementara itu protein merupakan senyawa reaktif yang
dapat berikatan dengan komponen lain, misalnya gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk
oksidasinya serta bahan tambahan kimia lainnya seperti alkali, belerang dioksida atau hidrogen
peroksida. Perlakuan dengan alkali dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino,
perubahan bentuk L menjadi bentuk D. Selain itu juga dapat terjadi reaksi antara asam amino
lisin dan alanin membentuk lisiolalanin. Selain itu reaksi antara protein dengan gula pereduksi
yang dikenal dengan reaksi Maillard, juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan
protein selama pengolahan dan penyimpanan. Rekasi-reaksi yang terjadi selama pengolahan
bahan pangan pangan dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat terjadinya
penurunan daya cerna protein dan ketersediaan atau availabilitas asam-asam amino esensial.
DAFTAR PUSTAKA

Palupi NS, Zakaria E, dan Prangdimurti E. 2007. Modul e-Learning ENBP. Bogor: Departemen
Ilmu & Teknologi Pangan-Fateta-IPB.

Anda mungkin juga menyukai