Disusun oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2021
Pelajar yang Tidak Biasa
1. Siapa Anak yang Menderita Ketidakmampuan Itu?
Kurang lebih 11 persen anak dari usia enam sampai tujuh belas tahun di AS mendapatkan
pendidikan atau pelayanan khusus. Tabel berikut menunjukkan perkiraan persentase
anak-anak yang mengalami gangguan, yang memperoleh pendidikan khusus (U.S.
Department of Education, 2000). Dalam kelompok ini, lebih dari se- paruhnya menderita
gangguan atau ketidakmampuan belajar (learning disability). Juga ada banyak murid
yang mengalami gangguan bicara atau bahasa (19 persen dari kelompok anak yang
menderita gangguan kemampuan), retardasi mental (11 persen), atau gangguan emosional
serius (8 persen).
Dahulu istilah “ketidakmampuan” (disability) dan “cacat” (handicap) dapat dipakai bersama-
sama, namun kini kedua istilah itu dibedakan. Disability adalah keterbatasan fungsi yang
membatasi kemampuan seseorang. Handicap adalah kondisi yang dinisbahkan pada
seseorang yang menderita ketidakmampuan. Kondisi ini boleh jadi disebabkan oleh
masyarakat, lingkungan fisik, atau sikap orang itu sendiri (Lewis, 2002). Para pendidik lebih
sering menggunakan istilah “children with disabilities" (anak yang menderita
gangguan/ketidakmampuan) ketimbang “disabled children" (anak cacat). Tujuannya adalah
memberi penekanan pada anaknya, bukan pada cacat atau ketidakmampuannya. Anak-anak
yang menderita ketidakmampuan juga tidak lagi disebut sebagai “handicapped” (penyandang
cacat), walaupun istilah handicapping condition masih digunakan untuk mendeskripsikan
hambatan belajar dan hambatan fungsi dari seseorang yang mengalami ketidakmampuan.
Misalnya, ketika anak yang menggunakan kursiroda tidak memiliki akses yang memadai
untuk ke kamar transportasi, dan sebagainya, maka ini disebut sebagai handicapping
condition. Kita akan mengelompokkan ketidakmampuan dan gangguan (disorder) sebagai
berikut: gangguan organ indra (sensory), gangguan fisik, retardasi mental, gangguan bicara
dan bahasa, gangguan belajar (learning disorder), attention deficit hyper activity disorder, dan
gangguan emosional dan perilaku.
A. Gangguan Indera
Ketikdakmampuan yang disebabkan karena kerusakan penglihatan dan pendengeran.
B. Gangguan/Ketidakmampuan Fisik
Fisik adalah faktor penting dalam pembentukan gambaran tubuh dan dalam
perkembangan self-concept. Seseorang yang memiliki keterbatasan motorik dan fisik
akan mempengaruhi gambaran diri seseorang. Tuna daksa sering diartikan sebagai
keadaan yang rusak atau terganggu karena gangguan bentuk atau hambatan tulang,
otot, sendi dalam fungsinya yang normal. Tuna daksa dalam kepustakaan asing
disebut dengan Physical and health impairment dikarenakan gangguan fisik juga ada
kaitannya dengan kesehatan seperti cerebral palsy, epilepsi dan spina bifida. Keadaan
tuna daksa dapat disebabkan oleh pembawaan sejak lahir, penyakit atau kecelakaan.
Krik (1962:p.242) menjelaskan bahwa kesalahan pada otak baik luka atau infeksi
dapat mengakibatkan kelainan pada fisik, emosi atau fungsi mental. Anak tuna daksa
dapat di kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelainan sistem serebral (cerebral
system) dan kelainan sistem otot dan rangka (musculoskeletal system).
1. Klasifikasi
Penggolongan anak tuna daksa berdasarkan jenis gangguan atau kerusakan fisik
yang dialami dan kesehatan dibedakan menjadi:
a. Cerebral plasy, yaitu ketidakmampuan fungsi motorik yang diakibatkan oleh
kerusakan otak.
b. Spina bifida, yaitu keadaan dimana terjadi kerusakan bawaan pada
perkembangan urat syaraf tulang belakang.
c. Muscular dystrophy, yaitu suatu keadaan melemahnya dan mengurusnya otot-
otot tubuh sedikit demi sedikit.
d. Osteogenesis imperfecta, yaitu kondisi tulang yang tidak sempurna. Biasanya
karena keturunan yang ditandai tulang mudah patah, pertumbuhan kerangka
tulang tidak sempurna.
e. Epilepsi, yaitu kegiatan elektrik yang tak normal pada otak dan dapat
mengganggu gerak anak, penglihatan, tingkah laku dan kesadaran.
C. Retardasi Mental
Retardasi Mental (tuna grahita) adalah istilah untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Secara harfiah tuna berarti merugi dan grahita adalah
pikiran. Kauffman dan Hallahan (dalam Sutjihati Somantri, 1996:84) menyebut bahwa
keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata yang disertai
ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan. Adapun
AAMD menjelaskan bahwa retadasi mental adalah kondisi intelektual di bawah rata-rata dengan
IQ dibawah 84 yang muncul sebelum usia 16 tahun dan menunjukkan adanya hambatan dalam
perilaku adaptif.
1. Klasifikasi
Berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders, WHO, Geneva tahun
1994. Klasifikasi retardasi mental tergolong menjadi 4, yaitu:
Gagap biasanya diderita oleh anak-anak dan biasanya hilang seiring pertambahan
usianya. Namun demikian, tidak sedikit orang dewasa yang menderita gagap. Orang
yang gagap sebenarnya tahu bahwa tuturan yang dihasilkannya tidak benar, namun
mereka tidak mampu mengendalikan ujarannya. Selain gangguan komunikasi, orang
yang mengalami kegagapan juga dapat mengalami gangguan psikologis seperti minder
dan enggan bergaul.
Belum ada yang tahu penyebab yang pasti mengapa seseorang mengalami kegagapan.
Namun, para ahli menemukan bahwa 50% penderita gagap memiliki riyawat anggota
keluarga yang mengalami kegagapan. Hal ini menunjukan bahwa gagap merupakan
gangguan yang dibawa secara genetis. Para peneliti tersebut juga menemukan bahwa
laki-laki lebih banyak menderita gagap dari pada perempuan. Selain gagap, gangguan
kefasihan juga dapat berupa gangguan psikogenik seperti berbicara manja, berbicara
kemayu, dan latah.
2. Gangguan artikulasi
Artikulasi bunyi melibatkan organ bicara seperti lidah, gigi, bibir, dan palatal. Gangguan
artikulasi dapat diakibatkan oleh kangker mulut dan tenggorokan, kecelakaan, bawaan
lahir (seperti tanda lahir), atau faktor lain yang mengakibatkan rusaknya organ bicara.
Orang yang mengalami gangguan artikulasi biasanya bermasalah dalam melafalkan
bunyi atau melafalkan bunyi dengan keliru. Perubahan bunyi b menjadi w, seperti pada
pelafalan ‘wambut’ untuk kata ‘rambut’, penghilangan bunyi, seperti pada pelafalan
‘and’ untuk kata ‘hand’, salah pengucapan, seperti pada pelafalan ‘tsutsu’ untuk kata
‘susu’. Beberapa kesalahan artikulasi juga dipengaruhi oleh faktor bahasa ibu dan dialek
daerah.
Selain faktor organ wicara, faktor neurologis juga dapat mengakibatkan gangguan
artikulasi. Dysarthria adalah gangguan motorik yang diakibatkan oleh lesi pada otak di
daerah yang bertanggung jawab untuk perencanaan, eksekusi, dan pengendalian
gerakan oto yang dibutuhkan untuk berbicara. Dysarthria umumnya ditemukan pada
orang yang pernah mengalami stroke, tumor, dan penyakit degenerative seperti
Parkinson. Orang yang mengalami Dysarthria biasanya mengalami serak atau parau,
bahkan tidak dapat berbicara sama sekali. Penderita biasanya berbicara pelan, tidak
jelas, dan sulit dimengerti karena kesalahan artikulasi konsonan. Indikasi lain Dysarthria
biasanya penderita berbicara melalui hidung dan seperti bergumam. Namun demikian,
gejalanya tergantung pada lokasi dan kadar kerusakan sistem saraf.
Gangguan saraf lain yang dapat menimbulkan gangguan bicara adalah Apraxia atau
dikenal dengan motorik-fonetik, yaitu gangguan yang diakibatkan oleh kerusakan bagian
otak yang berhubungan dengan proses biacara yang mengakibatkan ketidakmampuan
menerjemahkan bentuk gramatikal kedalam susunan fonetik yang benar.Penderita
biasanya mengalami kesulitan, susunan fonetis, irama dan waktu, atau berbicara
sesuatu yang berbeda dari yang dimaksudkannya.
Apraxia pada orang dewasa (Acquire Apraxia) agak berbeda dengan Apraxia pada anak-
anak karena mereka telah memiliki bahasa. Gangguan pada orang dewasa biasanya
ditandai dengan ketidakmampuannya dalam menyusun kata atau silaba dengan benar.
Mereka biasanya sadar akan kesalahannya dan berusaha mengulangi tuturannya
dengan benar, seperti pada contoh berikut ini
Apraxia pada orang dewasa dapat disebabkan oleh stroke, tumor, atau penyakit lain
yang dapat mempengaruhi otak.
Spasmodic dysphonia merupakan gangguan suara disebabkan oleh kejangnya pita suara.
Hal tersebut menggangu aliran udara pada pita suara sehingga menghasilkan bunyi
tersendat, gemetar, suara merintih. Kejang pada pita suara juga dapat menyebabkan
Aphonia (hilangnya suara), puberphonia (rentang suara yang sangat tinggi) dan
dysphonia (penurunan kualitas suara).
4. Gangguan bahasa
Gangguan bahasa adalah kerusakan signifikan dalam bahasa seperti reseptif atau bahasa
ekspresif anak. Gangguan bahasa dapat menyebabkan problem belajar serius (Bernstein
& Tiegerman-Farber, 2002). Perawatan oleh ahli terapi bahasa biasanya bisa
memperbaiki gangguan bahasa si anak, namun problem ini biasanya tidak bisa hilang
sama sekali (Goldsten & hockenberger, 1991).
Gangguan bahasa mencakup tiga kesulitan:
a. Kesulitan menyusun pertanyaan untuk memperoleh informasi yang diharapkan
b. Kesulitan memahami dan mengikuti perintah lisan
c. Kesulitan mengikuti percakapan, terutama ketika percakapan itu berlangsung cepat
dan kompelks.
Kesulitan-kesulitan ini berkaitan dengan gangguan bahasa reseptif maupun ekspresif.
Bahasa reseptif adalah penerimaan dan pemahaman atas bahasa. Anak menderita gangguan
bahasa reseptif akan kesulitan untuk menerima informasi. Informasi masuk tetapi otak akan
sulit untuk memprosesnya secara efektif, yang menyebabkan anak kelihatan cuek atau
bengong saja.