Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nabila Wantika Maharani

NIM : B0520043

Kekerasan dalam rumah tangga di kala pandemi covid-19

Pandemi Covid-19 dan pembatasan sosial ternyata juga membuat dampak lain yang tak kalah
mengkhawatirkan: kekerasan terhadap perempuan meningkat sangat tajam. Kondisi ini sebuah ironi
karena kekerasan terhadap perempuan sesungguhnya sempat menurun selama 2017 dan 2018.

Kenyataan pahit ini terekam dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan. Data di atas merupakan
kompilasi dari laporan berbagai lembaga, instansi pemerintah, dan Komnas Perempuan yang
memiliki Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR). Komnas Perempuan menyediakan media pengaduan
secara daring melalui google form.

Setelah turun selama 2017-2018, tren kekerasan mulai menanjak kembali pada 2019, dan tahun lalu
merupakan yang terburuk dengan kenaikan lebih dari 68 persen menjadi 2.389 laporan. Kekerasan
terbanyak terjadi di ranah privat, mulai dari kekerasan dalam pacaran, kekerasan oleh mantan pacar,
hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sejumlah kasus bahkan sudah masuk ke ranah hukum, termasuk kekerasan yang dialami sejumlah
artis. Kekerasan tak hanya dilakukan secara fisik, tapi juga verbal. Banyak di antaranya akibat
pernikahan di usia dini.

Proporsi kasus di ranah privat atau personal mencapai 1.404 kasus (65 persen). Selain itu, pada 2020
Komnas Perempuan juga menerima pengaduan langsung kekerasan terhadap perempuan di ranah
publik atau komunitas sebanyak 706 kasus (33 persen) dan kekerasan oleh negara 24 kasus (1
persen).

Merujuk laporan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perempuan (UN Women) jumlah
kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat selama pandemi karena kekhawatiran akan
keamanan, kesehatan, dan uang meningkatkan tensi dan ketegangan akibat kondisi kehidupan yang
sempit dan terbatas.

Komnas Perempuan menyebut akar masalah dari KDRT adalah relasi kuasa yang timpang antara
lelaki dan perempuan, dimana perempuan berada subordinat di bawah laki-laki. Di Indonesia yang
masih kental dengan kultur patriarki, lelaki umumnya memiliki kontrol dan kuasa terhadap anggota
keluarga yang lain.

Salah satu contoh kasus :

Kronologi Suami Aniaya Istri di Prabumulih, Dipicu Depresi karena Setahun Menganggur
akibat Pandemi

Seorang istri di Kelurahan Gunung Ibul, Kota Prabumulih, mengalami nasib malang. Puspa Dewi,
sempat kritis hingga nyaris meninggal akibat dianiaya suaminya, Firmansyah. Pelaku tega
menganiaya istrinya lantaran kesal dan putus asa dengan masalah ekonomi rumah tangganya yang
semakin terpuruk.Firmansyah sudah hampir setahun menganggur karena pandemi Covid-19.Ia juga
mengalami masalah kesehatan, namun tidak diketahui penyakit apa yang diidap oleh pelaku.

Kronologi kasus :

Sebelum sahur, pelaku memukul kepala korban menggunakan kayu balok, kemudian menindih perut
dan mencekik bagian leher korban. Tak hanya itu, Firmansyah juga memasukkan jari korban ke
tenggorokan, dan mematahkan jari tangan korban hingga putus. Akibat penganiayaan yang dialami,
Puspa Dewi mengalami sejumlah luka di sekujur tubuh, bahkan jari telunjuk tangan kiri korban
putus. Jari tengah dan jari manis korban juga patah.Selain itu korban mengalami luka dibagian
kepala belakang akibat dipukul pakai balok kayu, leher bekas cekikan, perut lebam, lebam di mata
sebelah kiri dan luka robek pada mulut.
Tindakan itu diduga sengaja dilakukan pelaku untuk membunuh istrinya, Puspa Dewi. "Dio tu
memang nak bunuh aku," kata Puspa Dewi ketika dibincangi wartawan di RSUD Prabumulih. Dilansir
oleh TribunSumsel.com, Puspa Dewi menyebut, sejak menikah, suaminya memang sering memukuli
dirinya. Puspa Dewi mempertahankan pernikahannya dengan Firmansyah karena alasan anak. Ia
meminta bantuan kepada pihak kepolisian untuk segera menangkap sang suami, karena dirinya
sudah tidak tahan lagi.

Bahkan ia mengatakan rela jika suaminya masuk penjara. Sementara itu, ibu korban bersama
keluarga melaporkan penganiayaan itu ke Unit PPA Polres Prabumulih. Selain itu, keluarga korban
juga meminta bantuan dari Satgas P2TP2A. "Kami minta agar diproses hukum, kasian anak kami,
berikan hukuman setimpal," harap Milawati (51), ibu korban.Kapolres Prabumulih AKBP Siswandi
melalui Kasat Reskrim AKP Abdul Rahman, membenarkan adanya peristiwa tersebut.Pihaknya juga
telah menerima laporan dari keluarga korban.Kasat Reskrim saat ini masih memburu pelaku yang
merupakan suami korban. Sementara korban masih menjalani perawatan intensif di RSUD
Prabumulih.

Landasan Teori :

Kasus ini berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara,makna dan arti pentingnya sebuah
perlindungan Wanita.Secara Nasional perlindungan hukum terhadap Wanita telah diatur dalam
perundang-undangan Republik Indonesia,yaitu :

1. Undang-Undang Dasar Warga Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Pasal 28 D


menyebutkan bahwa : Setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan,perlindungan,dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2. Undang-Undang Nomor : 7 tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk diksriminasi
terhadap Wanita.
Pasal 4 menetapkan,diksriminasi tersebut dianggap tidak terjadi dengan peraturan khusus
sementara untuk mencapai persamaan antara pria dan Wanita ( affirmative action).
3. Undang-Undang 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).Pasal 3,yaitu :
a. Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan
sederajat serta dikaruniai akal dan hati Nurani untuk hidup
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
b. Setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan perlindungan dan perlakuan hukum
yang adil serta mendapat kepastian hukum dalam semangat di depan hukum.
c. Setiap orang berhak perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan manusia tanpa
dikriminasi.

Muatan perlindungan hak-hak tersebut antara lain :

Pasal 45 hak Wanita adalah bagian HAM ; Pasal 46 pengakuan hak politik wanita ; Pasal 47 hak
wanita atas kewarganegaraan ; Pasal 48 hak Wanita atas pendidikan dan pengajaran ; Psaal 49 hak
wanita atas kesehatan reproduksi ; Pasal 50 hak Wanita atas perbuatan hukum yang mandiri ; Pasal
51 hak Wanita dalam perkawinan,penceraian dan pengasuhan anak;

4. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga (UUPKDRT).UU PKDRT ini tidak secara spesifik mengatur Wanita saja,karena
sejatinya KDRT bisa terjadi juga pada laki-laki (suami atau anak) ataupun orang lain yang
tinggal ataupun berkerja dalam rumah tangga tersebut.Namun,kasus-kasus selama ini
menunjukkan bahwa Wanita,utama para istri,memang lebih banyak menjadi korban
kekerasan dalam rumah tangga.Apakah kekerasan fisik,seksual,psikis maupun ekonomi.
Solusi/Pendapat Mahasiswa

Pandemi ini telah menyebabkan banyak orang mengalami pemotongan gaji, bahkan kehilangan
pekerjaan. Ketika pendapatan rumah tangga berkurang, ketegangan dalam rumah tinggi akan
meningkat. Perempuan akan menjadi sasaran bagi para pelaku kekerasan, yang sering kali
menggunakan kesulitan finansial sebagai alasan di balik kekerasan yang dilakukan.

Ketika perempuan menjadi lebih rentan karena meningkatnya beban domestik dan kesulitan
ekonomi, kebijakan pemerintah untuk mencegah penyebaran COVID-19 justru menyebabkan
perempuan kesulitan untuk mencari bantuan ketika mengalami kekerasan.

Walaupun kebijakan PSBB Indonesia tidak terlalu ketat dibandingkan negara lain, akses terhadap
kesehatan dan pendidikan menjadi sangat terbatas. Menurut Yayasan Pulih, sebuah yayasan yang
menawarkan layanan psikologis bagi korban KDRT dan trauma lainnya, korban KDRT mengalami
penderitaan yang semakin besar karena mereka terisolasi dari berbagai sistem yang dapat
membantu mereka.

Maria Ulfa Anshor, anggota Komnas Perempuan, juga mengatakan bahwa kesulitan paling signifikan
yang organisasinya hadapi adalah membantu korban dalam mengakses bantuan.Saat ini, ketika
hendak melapor korban KDRT diwajibkan membawa hasil tes yang menyatakan mereka negatif dari
COVID-19, sebuah proses yang cukup merepotkan bagi para korban.

Berbagai organisasi di Indonesia juga berusaha memberikan layanan sejenis. Organisasi seperti
Yayasan Pulih menyediakan layanan psikologis dalam bentuk artikel, konten sosial media dan
webinar yang membahas topik-topik tentang kekerasan.

Diahhadi Setyonaluri, peneliti buruh perempuan dari Universitas Indonesia merekomendasikan


pendekatan berbasis komunitas.“Pelaporan dan pengawasan di tingkat komunitas juga penting,
apalagi ketika korban sendiri bahkan tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalami KDRT,
padahal sering kali tetangganya yang malah menyadarinya. Tetangga dapat membantu korban untuk
menjaga jarak fisik dengan pelaku, ketika kekerasan bertambah parah. Hal ini merupakan pekerjaan
bersama dalam suatu komunitas untuk saling menjaga satu sama lain,” ujarnya.

KDRT jelas sekali merupakan suatu tindak pelanggaran Hak Asasi Manusia,seperti yang saya bahas di
atas yaitu kasus penganiayaan istri hingga nyaris meninggal. Oleh karenanya,tidaklah salah
peraturan undang-undang dan peraturan lain yang saling berkaitan dengan KDRT haruslah dipahami
dan dijunjung tinggi. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) jika ditengok kaitannya dengan nilai
dan norma Pancasila,sudah sangat jelas merupakan tindakan yang tidak sesuai terutama dengan sila
ke-2,yaitu “kemanusiaan yang adil dan beradab”,begitu juga butir-butir nilai dari sila ini yang
bertentangan dengan tindak kekerasan terutama KDRT adalah saling mencintai sesama
manusia,menjunjung tinggi nilai kemanusiaan,dan tidak semena-mena terhadap orang lain. Saya
harap,pelaku dapat segera ditemukan dan mendapat balasan yang setimpal dengan apa yang dia
lakukan karena telah melanggar perlindungan wanita.

Anda mungkin juga menyukai