Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS PENGARUH PEMUPUKAN PETANI KOPI DI UB FOREST

TERHADAP KEMASAMAN TANAH

Oleh :
SCANIA OPELLIA NASTITI
(145040207111088)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2021
ANALISIS PENGARUH PEMUPUKAN PETANI KOPI DI UB FOREST
TERHADAP KEMASAMAN TANAH

Oleh :
SCANIA OPELLIA NASTITI
(145040207111088)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

SKRIPSI
Diajukan sebagai alah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian Strata Satu (S1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PRTANIAN
JURUSAN TANAH
MALANG
2021
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Skripsi ini tidak
pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapaun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dengan jelas ditujukkan rujukannya
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, 22 Maret 2021

Scania Opellia Nastiti


NIM. 145040207111088
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH PEMUPUKAN PETANI KOPI DI UB FOREST


TERHADAP KEMASAMAN TANAH

Disetujui :

Pembimbing Utama

Syahrul Kurniawan, SP., MP., Ph. D.


NIP. 197910182005011002
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Analisis Pengaruh Pemupukan Petani Kopi di UB Forest


Terhadap Kemasaman Tanah
Nama Mahasiswa : Scania Opellia Nastiti
NIM : 145040207111088
Jurusan : Tanah
Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui :

Pembimbing Utama

Syahrul Kurniawan, SP., MP., Ph. D.


NIP. 197910182005011002

Diketahui :

Ketua Jurusan

Syahrul Kurniawan, SP., MP., Ph. D.


NIP. 197910182005011002

Tanggal Persetujuan :
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang
mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna
mencapai gelar Sarjana Pertanian di Universitas Brawijaya.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa


dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Kedua orang tua, bapak tercinta (alm) Arya Teguh Budiyanto dan bunda
tercinta Hermawati Koentariani yang telah memberikan dukungan materiil,
nasihat, semangat serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi.
2. Dosen Pembimbing terbaik dan tersabar sedunia, bapak Syahrul Kurniawan,
SP., MP., Ph. D. yang senantiasa sabar dalam membimbing dan membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan sepenuh hati.
3. Kakak terbaik, Nareswari Seruni Dini Astari yang selalu membantu penulis
dalam menyelesaikan kuliah dan memberi bantuan serta menyemangati
selama proses penyusunan skripsi. Juga adik laki-laki, Arga Narayana yang
walaupun tidak ada kontribusinya sama sekali akan tetap disebutkan .
4. Nenek tersabar, mbah-uti yang selalu mendoakan penulis agar dilancarkan
dalam seluruh proses perkuliahan hingga penulis menyusun skripsi ini.
5. Teman-teman tersayang, Aam Dema Sari dan Syahida Ari Nova yang selalu
mendorong agar penulis segera menyelesaikan penulisan skripsi dan ikut
menyumbangkan pemikiran selama penulis menyusun skripsi. Sukses untuk
kita bertiga ya sayang-sayangku .
6. Teman-teman penelitian, Ainun Nur Khalifah dan Puji Hariyanto yang
menemani berjuang menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi,
terimakasih atas segala dukungan dan bantuannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan semua pihak khususnya dalam bidang pertanian.

Malang, 22 Maret 2021

Penulis,

(Scania Opellia Nastiti)


DAFTAR ISI

PERNYATAAN ...................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...........................................................................................................v
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 3
1.4 Hipotesis ........................................................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
1.6 Alur Pikir ....................................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5
2.1 Pentingnya Komoditi Kopi di Indonesia ....................................................... 5
2.2 Agroforestri Berbasis Kopi............................................................................ 7
2.3 Karakteristik dan Syarat Tumbuh Kopi ......................................................... 8
2.4 Pupuk Organik dan Anorganik ...................................................................... 9
2.4.1 Pupuk Organik ........................................................................................ 9
2.4.2 Pupuk Anorganik .................................................................................. 10
2.5 Pengaruh Pemupukan Terhadap Kemasaman Tanah .................................. 10
2.6 Jenis tanah dan kesuburan tanah di UB Forest ............................................ 11
III. METODOLOGI ...................................................................................................23
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................................. 23
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 23
3.2.1 Alat........................................................................................................ 23
3.2.2 Bahan .................................................................................................... 24
3.3 Rancangan Penelitian .................................................................................. 24
3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................ 25
3.4.1 Persiapan ............................................................................................... 25
3.4.2 Penentuan Plot dan Pengambilan Sampel Tanah.................................. 26
3.4.3 Analisis Laboratorium .......................................................................... 27
3.5 Analisis Data ............................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................28
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditi utama negara Indonesia,
baik untuk kebutuhan dalam negeri atau kepentingan ekspor. Pada tahun 2012
produksi kopi Indonesia mencapai 8,8% dari total produksi dunia atau
menempatkan Indonesia sebagai produsen kopi terbesar ketiga secara global setelah
Brazil dan Kolombia, Proporsi produk kopi Indonesia yang diekspor mencapai 67%
dari total produksi dan sisanya untuk konsumsi dalam negeri. (Sahat, dkk., 2016).
Pada tahun 2020, posisi Indonesia sebagai Negara penghasil kopi di dunia turun
satu tingkat menjadi negara ke-4 penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil,
Vietnam, dan Kolombia, dengan produksi kopi mencapai 642.000 ton (Index
Mundi, 2021). Namun demikian, produksi kopi di Indonesia dalam kurun waktu
2016-2018 mengalami fluktuasi (BPS, 2018).
Adapun tantangan untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan
produksi nasional menghadapi kendala salah satunya penurunan luas areal budidaya
kopi. Dalam kurun waktu 2001 sampai dengan 2017, luas areal kopi di Indonesia
mengalami penurunan dari 1.313.383 ha menjadi 1.238.466 ha (turun 5,7%; BPS,
2018). Dari total luasan budidaya kopi di tahun 2017, mayoritas kebun kopi yang
ada di Indonesia adalah perkebunan rakyat (smallholders) yaitu seluas 1.191.646
ha atau 96% dari total luas areal budidaya kopi di Indonesia, sedangkan sisanya
merupakan perkebunan besar swasta (1,87%) dan perkebunan besar negara
(1.91%). Hal ini menyebabkan perkebunan rakyat memainkan peranan vital dalam
produksi kopi nasional.
Jawa Timur termasuk 4 besar propinsi di Indonesia dalam hal luas areal
budidaya kopi, dengan luas mencapai 106.545 ha (8,6% dari total luas budidaya
kopi di Indonesia tahun 2017; BPS, 2018). Produksi kopi yang dihasilkan oleh
propinsi Jawa Timur pada tahun 2017 mencapai 64.804 ton atau 9% dari total
produksi kopi di Indonesia. Salah satu wilayah penghasil kopi di Jawa Timur adalah
UB Forest yang terletak di Kabupaten Malang.
UB Forest merupakan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk
Pendidikan (KHDTK) yang dikelola oleh Universitas Brawijaya mulai tahun 2016
berdasarkan mandat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan
luas mencapai 544 ha dan terletak di lereng gunung Arjuna. Sebelum menjadi
KHDTK, UB Forest berdasarkan fungsinya tergolong ke dalam Hutan Produksi
karena terdapat tanaman yang dapat memproduksi hasil yaitu berupa kayu.
Berbagai macam sistem agroforestri terdapat di UB Forest, salah satunya adalah
agroforestri berbasis kopi dengan naungan pinus. Pengelolaan lahan dilakukan
dengan kerjasama bersama masyarakat sekitar dengan sistem Pengelolaan
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Berbagai pengelolaan lahan dilakukan oleh petani untuk mengoptimalkan
produksi kopi di UB Forest dan salah satunya adalah pengaplikasian pupuk pada
tanaman kopi, baik pupuk organik maupun anorganik. Penambahan bahan organik
adalah salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah keharaan dalam
tanah (Tan, 2010). Pemupukan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara tanah,
juga mempengaruhi kemasaman tanah (pH), bahan organik tanah dan sifat kimia
tanah seperti kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah,
serta cadangan unsur hara tanah. Kekurangan bahan organik dapat menyebabkan
pH tanah rendah (masam). Menurut Hairiah (2000) tanah masam umumnya
berkembang dari bahan induk tua, dengan pH kurang dari 5,5 dan aluminium yang
dapat ditukar (Al-dd) dalam tanah yang tinggi. Rendahnya pH tanah dapat
menyebabkan tanah mengalami keracunan Fe dikarenakan penigkatan kandungan
unsur Fe.
Menurut Barek (2013), tanah pada lahan hutan cenderung memiliki sifat
kimia yang lebih baik yang dicirikan dengan pH yang cenderung netral (6,59), C-
organik (5,16%), N-total (0,53%), P-tersedia (27,05%), dan KTK yang lebih tinggi
(24,80) dibandingkan dengan lahan agroforestri dan perkebunan. Agroforestri
merupakan sistem yang paling ramah terhadap ekosistem dan juga didesain agar
memiliki sifat kimia yang tidak jauh berbeda dari lahan hutan (karena merupakan
kombinasi dari penggunaan lahan hutan dan perkebunan/tanaman semusim). Pada
sistem pengelolaan lahan agroforestri berbasis kopi yang dikelola petani di UB
Forest, penambahan pupuk organik dan anorganik diharapkan dapat menambah
kandungan hara sehingga mengoptimalkan kualitas dan kuantitas kopi. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemupukan organik dan anorganik
dengan berbagai dosis terhadap kemasaman tanah serta kandungan Al-dd dan Fe-
dd dan pengaruhnya terhadap ketersediaan hara dalam tanah.

1.2 Rumusan Masalah


Penelitian ini akan mengkaji bagaimana dampak praktek pemupukan yang
telah dilakukan oleh petani kopi di UB Forest terhadap tingkat kemasaman tanah
(pH) dan ketersediaan Al-dd dan Fe-dd di tanah?

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah menganalisis dampak praktek
pemupukan baik organik dan anorganik yang dilakukan oleh petani kopi di UB
Forest terhadap tingkat kemasaman tanah (pH) dan ketersediaan Al-dd dan Fe-dd
di tanah.

1.4 Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah perbedaan praktek
pemupukan yang dilakukan oleh petani (jenis dan dosis pupuk) diduga berpengaruh
terhadap tingkat kemasaman tanah (pH) dan ketersediaan Al-dd dan Fe-dd di tanah.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang dampak pemberian
jenis dan dosis pupuk terhadap kemasaman tanah. Diharapkan dengan adanya
penelitian ini dapat menjadi informasi dasar di dalam mengoptimalkan praktek
pemupukan untuk tanaman kopi di UB Forest.
1.6 Alur Pikir

Kopi sebagai komoditi penting di Indonesia

Perkebunan kopi (Coffea sp.) di UB Forest

Jenis penggunaan Pemberian pupuk


lahan Agroforestri (pengelolaan lahan)

Pupuk organik: Pupuk


organik+anorganik:
1. PO 5 kg
2. PO 10 kg 1. MPO 5 kg
3. PO 15 kg 2. MPO10 kg
3. MPO 15 kg

Pemberian pupuk empengaruhi kemasaman


tanah (pH) serta kandungan Al dan Fe
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pentingnya Komoditi Kopi
Kopi telah dikenal sebagai salah satu jenis tanaman perkebunan yang
memiliki peluang pasar domestik maupun mancanegara. Menurut Chandra (2013)
Peran komoditas kopi bagi perekonomian Indonesia cukup penting, baik sebagai
sumber pendapatan bagi petani kopi, sumber devisa, penghasil bahan baku industri,
maupun penyedia lapangan kerja melalui kegiatan pengolahan, pemasaran, dan
perdagangan (ekspor dan impor). Indonesia menduduki posisi tiga tertinggi dalam
pangsa pasar kopi internasional sejak tahun 1984 pangsa ekspor kopi setelah Brazil
dan Kolombia, bahkan peringkat pertama di dunia sebagai eksportir kopi jenis
robusta. 94% dari total ekspor kopi Indonesia merupakan kopi jenis robusta dan
sisanya adalah arabika. Pada tahun 2012, Indonesia merupakan penghasil kopi
ketiga terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia dengan volume
ekspor kopi mencapai 10.620.000 kantung 748 ribu ton atau 6,6 % dari produksi
kopi dunia. Dari jumlah tersebut, produksi kopi Robusta mencapai lebih dari 601
ribu ton (80,4%) dan produksi kopi Arabika mencapai lebih dari 147 ribu ton
(19,6%) (ICO, 2012).

Kementerian Perdagangan meng-kategorikan kopi sebagai salah satu dari


sepuluh produk prospektif ekspor yang terus didorong ekspornya agar terus bisa
menyokong performa ekspor Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian nomor 3399/Kpts/PD.310/10/2009 di-tentukan kopi
bersama 14 komoditas lainnya sebagai komoditas strategis yang menjadi unggulan
nasional agar diprioritaskan untuk difasilitasi dan dikembangkan. (Direktorat
Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019). Komoditas unggulan nasional ini
merupakan komoditas yang menjadi prioritas penanganan untuk dikembangkan
dalam periode pembangunan pertanian di masa yang akan datang (Direktorat
Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019).

Badan Pusat Statistik Kopi Indonesia (2018) menyatakan bahwa menurut


pengusahaannya perkebunan kopi Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu Perkebunan
Besar (PB) dan Perkebunan Rakyat (PR). Perkebunan besar terdiri dari Perkebunan
Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Lahan PBN kopi
Indonesia tercatat seluruh 222,366 ribu hektar pada tahun 2016 dan meningkat
menjadi 23,634 hektar pada tahun 2017. Pada tahun 2018 Mengalami penurunan
menjadi 19,923 ribu hektar atau sekitar 15,70% dari tahun 2017. Lahan PBS kopi
Indonesia tercatat seluas 23,186 ribu hektar pada tahun 2017 dan menurun menjadi
22,247 hektar pada tahun 2018. Sedangkan Data PR kopi di Indonesia tercatat
seluas 1,192 juta hektar pada tahun 2017 dan meningkat menjadi 1,194 juta hektar
pada tahun 2018. Persebaran perkebunan besar (PB) dan perkebunan rakyat (PR)
tersebar di seluruh provinsi Indonesia kecuali wilayah Provinsi DKI Jakarta Jakarta.
provinsi Sumatera Selatan baru merupakan provinsi dengan areal perkebunan kopi
yang terluas di Indonesia yaitu seluas 250,91 ribu hektar pada tahun 2018 atau
seluas 20,30% dari total luas areal kopi di Indonesia.
Dari data Badan Pusat Statistik Kopi Indonesia (2018), diketahui
perkembangan produksi kopi baik di Perkebunan Besar (PB) ataupun di
Perkebunan Rakyat (PR) mengalami fluktuasi dari tahun 2016 sampai tahun 2018.
Produksi kopi pada PB tahun 2016 sebanyak 31,87 ribu ton yang mengalami
penurunan pada tahun 2017 Menjadi 30,29 ribu ton dan terus mengalami penurunan
pada tahun 2018 menjadi 28,14 ribu ton. Produksi terbanyak kopi PB berasal dari
provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 28, 87 ribu ton atau 3,53 persen dari total
produksi Indonesia. Perkebunan Rakyat (PR) cenderung mengalami peningkatan
produksi kopi setiap tahunnya. dari data yang didapat produksi kopi pada
perkebunan rakyat mencapai 632 ribu ton pada tahun 2016 dan meningkat menjadi
685, 80 ribu 1000 ton pada tahun 2017 (meningkat 8,51%) dan pada tahun 2018
produksi kopi PR sebanyak 685,79 ribu ton (menurun 0,002%). Tercatat bahwa
Provinsi Sumatera Selatan merupakan produksi kopi PR terbanyak yaitu sebesar
184,17 ribu ton atau sekitar 25,80% dari total produksi nasional.
Wilayah ekspor kopi alam Indonesia menjangkau hampir semua benua yaitu
Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa. Badan Pusat Statistik Kopi Indonesia
(2018) menerangkan bahwa Amerika merupakan pengimpor utama kopi Indonesia
selain itu ada Malaysia, Jepang, Mesir dan Italia yang menjadi 5 besar pengimpor
kopi Indonesia. Total ekspor kopi Indonesia pada tahun 2011 mencapai 346,49 ribu
ton dengan total nilai sebesar 1036,67 juta US Dollar dan menurun menjadi 279, 96
ribu ton pada tahun 2018 2018 dengan nilai sebesar 815,93 juta US Dolar.
Indonesia mengekspor sebanyak 52,10 ribu ton (18,61% dari total volume ekspor
kopi) ke Amerika dengan nilai 254,213 juta US Dollar, 38,80 ribu ton (13,86%) ke
Malaysia dengan nilai 70,897 juta US Dollar, 30,37 ribu ton (10,35%) ke Jepang
dengan nilai 84,357 juta US Dollar, Mesir mengimpor sebanyak 29,31 ribu ton
(10,47%) dengan nilai 56,953 juta US Dollar dan Italia sebanyak 27,93 ribu
ton (9,98%) dengan nilai 54,049 juta US Dollar. Sisanya di ekspor ke berbagai
negara seperti Filipina, Jerman, Rusia, Kanada, dan negara lainnya.

2.2 Agroforestri Berbasis Kopi


Berdasarkan data Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata
Lingkungan (PKTL) KLHK, hasil pemantauan hutan Indonesia Tahun 2019,
menunjukkan bahwa luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 94,1 juta
ha atau 50,1% dari total daratan. Deforestasi Indonesia tahun 2018-2019 terjadi
kenaikan sebesar 5,2% yaitu 439,4 ha (KLHK, 2020). Kebijakan top-down dengan
pengelolaan tunggal yang dilakukan Perhutani nampaknya tidak berhasil dalam
mencegah berlangsungnya deforestasi dan degradasi sumber daya hutan, sehingga
mulai menerapkan sistem kemitraan dengan masyarakat sekitar lahan hutan
(Suprapto, 2014). Dalam upaya mengatasi permasalahan degradasi hutan,
masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan lahan, dengan menyelenggarakan
suatu sistem budidaya yang menjamin keberlangsungan baik secara ekonomi
maupun ekologi dimana hal itu akan mendorong masyarakat untuk mengelola
sumber daya alam dengan benar.

Selain berperan sebagai zona penyangga, menurut beberapa penelitian


terdahulu membuktikan bahwa sistem agroforestri berbasis menyediakan berbagai
layanan ekosistem antara lain; sebagai habitat fauna dan avifauna, mengatur tata air
dengan memperlambat limpasan permukaan oleh tajuk pohon dan serasah serta
menurunkan tingkat erosi, memperbaiki kondisi sumber mata air (Hadiyanti, 2014),
pelestarian keanekaragaman hayati dengan terbangunnya koridor-koridor lanskap
(Moguel & Toledo, 1999), membantu mempertahankan suplai bahan organik tanah
(Mendez, et al., 2009), mengatur iklim lokal melalui proses penyerapan dan
penyimpanan C-stock dengan adanya keanekaragaman pohon penaung (Van
Noordwijk, et al, 2006), pengendalian hama secara terpadu yang dilakukan oleh
fauna yang menghuni ekosistem agroforestri tersebut (Millenium Ecosystem
Assessment, 2005).
2.3 Karakteristik dan Syarat Tumbuh Kopi

Tanaman Kopi yang memiliki nama latin Coffea sp. merupakan spesies
tanaman pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Kopi
memiliki batang yang tegak dan bercabang dengan tinggi pohon dapat mencapai 12
m. Kopi memiliki bentuk daun yang bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun
tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya (Sitanggang, dkk.,
2013). Pada umumnya tanaman kopi akan berbunga pada usia kurang lebih dua
tahun. Bunga akan muncul di ketiak daun yang terletak pada batang utama dan
cabang reproduksi dengan jumlah yang terbatas dan tumbuh pada tanaman kopi
yang masih berusia muda. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak
daun yang terletak pada cabang primer. Bunga kopi berasal dari kuncup-kuncup
sekunder reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga yang akan
berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol. Kesesuaian lahan
kopi dapat ditentukan dari berbagai aspek, baik secara lingkungan fisik dan sifat/
karakteristik media tumbuhnya.

Secara umum, kesesuaian lahan tanaman kopi dirangkum dari Balai


Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (2017) sebagai berikut: (1) ketinggian
tempat, untuk kopi Robusta, Arabika dan Liberika bervariasi yaitu masing-masing
berkisar: 100 – 600; 1.000 – 2.000 dan 0 – 900 m dpl; (2) suhu udara untuk ke tiga
jenis kopi Robusta, Arabika dan Liberika masing-masing berkisar 21 – 24; 15 – 25
dan 21 – 30°C; (3) curah hujan, untuk kopi Robusta dan Arabika sama yaitu berkisar
1.250 – 2.500 mm/tahun sedangkan kopi Liberika berkisar 1.250 – 3.500 mm/tahun;
(4) bulan kering (curah hujan kurang dari 60 mm/bulan), untuk kopi Robusta dan
Liberika sekitar 3 bulan/tahun sedangkan untuk kopi Arabika berkisar 1- 3
bulan/tahun.

Karakteristik umum lahan (tanah) yang sesuai untuk tumbuh kembang


tanaman kopi jenis Robusta, Arabika maupun Liberika dapat dikatakan hampir
sama yaitu: (1) kemiringan tanah kurang dari 30 %; (2) kedalaman tanah efektif
lebih dari 100 cm; (3) tekstur tanah berlempung (loamy) dengan struktur tanah
lapisan atas remah; (4) kadar bahan organik di atas 3,5 % atau kadar karbon (C) di
atas 2 %; (5) nisbah C dan nitrogen (N) antara 10 — 12; (6) kapasitas tukar kation
(KTK) di atas 15 me/100 g; (6) kejenuhan basa (KB) di atas 35 %; (7) kemasaman
(pH) tanah berkisar 5,5 — 6,5; dan (8) kadar unsur hara N, posfor (P), kalium (K),
kalsium (Ca) serta magnesium (Mg) cukup sampai tinggi. Kopi tergolong kelompok
tanaman yang membutuhkan unsur hara dalam jumlah banyak. Berdasarkan hasil
penelitian dilaporkan bahwa setiap hektar tanaman kopi (Arabika dan Robusta)
mengangkut unsur makro N, P, K, Mg dan Ca dari tanah, masingmasing berkisar
53,2–172,0 kg N, 10,5–36,0 kg P2O5, 80,7–180,0 kg K2O, 16,5–25,0 kg MgO, dan
28,0–90,6 kg CaO per tahun (Malavolta, 1990; Schnug et al., 1996).
2.4 Pupuk Organik dan Anorganik
Pupuk merupakan formula dari satu atau lebih unsur yang diaplikasikan ke
tanah atau media tanam dengan tujuan untuk menambah atau mengembalikan hara
agar tanaman mampu berproduksi secara optimal. Hal ini sejalan dengan Nyanjang
(2003) yang menyatakan bahwa untuk mengganti unsur hara yang hilang dan
menambah persediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta meningkatkan
produksi dan mutu tanaman perlu dilakukan pemupukan. Lingga, dkk (2007)
berpendapat pada umumnya terdapat dua jenis pupuk yaitu pupuk organik seperti
pupuk kandang, kompos, humus, dan pupuk hijau dan pupul anorganik seperti
contohnya urea (pupuk N), TSP atau SP-36 (pupuk P) dan KCl (pupuk K).
Sedangkan, pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik
dan atau biologis dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk.
Sedangkan (Dewanto, dkk., 2013).
2.4.1 Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari
bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses
rekayasa, dapat dibentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan
organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Dewanto, dkk., 2013).
Adapun menurut Firmansyah (2010) pupuk organik yang baik memiliki beberapa
kretiria sebagai berikut:
a. Untuk pupuk padatan mengandung bahan organik minimal 25%.
b. Untuk pupuk cair mengandung senyawa organik minimal 10%.
c. Pupuk padat mempunyai rasio C:N maksimal 15.

Karena pupuk organik tersusun dari bahan organik sehingga tujuannya lebih
ditunjukkan kepada kandungan C-organik atau bahan organik dari pada kadar
haranya. Nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik
(Dwicaksono, 2013). Selain itu, pupuk organik juga memiliki peran lain seperti
meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air, aerasi, mengurangi resiko
erosi air, mempermudah penetrasi akar, penyetabil suhu tanah dan memperbaiki
sifat kimia tanah seperti stabilitas kemasaman tanah (pH), penyedia nutrisi hara
bagi tanah, meningkatkan ketersediaan mineral dan dapat membantu merangsang
aktifitas mikrobiologi yang menguntungkan tanaman.
2.4.2 Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik dan
atau biologis dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk (Dewanto,
dkk., 2013). Pupuk ini dibuat oleh pabrik dengan kandungan unsur dan dosis yang
beragam disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Terdapat dua jenis pupuk
anorganik yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk, pupuk tunggal merupakan
pupuk yang mengandung hanya satu jenis unsur hara seperti contohnya pupuk Urea
yang mengandung unsur hara N, pupuk SP-36 yang mengandung unsur hara P dan
pupuk KCl yang mengandung unsur hara K. sedangkan pupuk majemuk merupakan
pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara seperti contohnya pupuk NPK
yang mengandung tiga unsur hara yaitu unsur N, P, dan K sekaligus.

Berikut beberapa keunggulan dari pupuk anorganik; (1) kandungan hara yang
diformulasikan dengan tepat; (2) pengaplikasian pada tanaman dapat disesuaikan;
(3) pupuk anorganik dapat diakses dengan mudah dan relatif lebih murah; (4) tidak
membutuhkan pupuk dalam jumlah banyak dan mudah ditransportasikan; dan (5)
dapat langsung diaplikasikan pada tanah/tanaman (Prihmantoro, 2007).
2.5 Pengaruh Pemupukan Terhadap Kemasaman Tanah
Selain fungsinya sebagai penyedia hara bagi tanaman, pupuk organik dan
anorganik berperan dalam pengatur kemasaman tanah. Menurut Pane (2014) bahan
organik juga dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, pH tanah,
dan hasil tanaman. Tanah yang memiliki kadar pH yang rendah akan berpengaruh
pada ketersediaan hara tanah. Hal ini disebabkan oleh pH masam menyebabkan
kelarutan unsur hara mikro meningkat, sebaliknya kelarutan hara makro menurun.
Menurut Mensvoort (1998) tanah dengan pH rendah mengandung senyawa pirit
(ferit) yang merupakan sumber masalah. Jika tanah masam dikeringkan atau
teroksidasi, maka senyawa pirit akan membentuk senyawa feri hidroksida (Fe(OH) 3
sulfat SO42- dan ion hidrogen H+ sehingga tanah menjadi sangat masam. Akibatnya
kelarutan ion-ion Fe2+, Al3+ dan Mn2+ bertambah di dalam tanah dan dapat bersifat
racun bagi tanaman. Al dan Fe mengikat Fosfat dalam bentuk aluminium fosfat atau
besi fosfat sehingga ketersediaan fosfat didalam tanah berkurang. Menurut Putu dan
Widjaya-Adhi (1990), bila tanah masam kejenuhan basa menjadi rendah, akibatnya
terjadi kekahatan unsur hara di dalam tanah. Pada tanah masam, kandungan hara P
berkorelasi negatif dengan Al dan Fe, di mana semakin tinggi kandungan Al atau
Fe dalam tanah maka semakin rendah kandungan P tersedia (Nasution dan Al-Jabri
1999).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
menurut Herviyanti, dkk (2012) adalah dengan penambahan bahan organik yang
dalam proses dekomposisinya akan melepaskan asam-asam organik yang dapat
mengikat Al dan Fe membentuk senyawa kompleks atau khelat, sehingga Al dan
Fe menjadi tidak larut. Pemberian bahan organik dalam bentuk bahan humat ke
dalam tanah dapat mempercepat proses ameliorasi tanah, karena bahan humat
merupakan komponen bahan organik yang paling reaktif di dalam tanah.

2.6 Jenis Tanah dan Kesuburan Tanah di UB Forest


UB Forest merupakan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk
Pendidikan (KHDTK) yang dikelola oleh Universitas Brawijaya mulai tahun 2016
berdasarkan mandat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan
luas mencapai 544 ha dan terletak di lereng gunung Arjuna. Sebelum menjadi
KHDTK, UB Forest berdasarkan fungsinya tergolong ke dalam Hutan Produksi
karena terdapat tanaman yang dapat memproduksi hasil yaitu berupa kayu.
Berbagai macam sistem agroforestri terdapat di UB Forest, salah satunya adalah
agroforestri berbasis kopi dengan naungan pinus. Pengelolaan lahan dilakukan
dengan kerjasama bersama masyarakat sekitar dengan sistem Pengelolaan
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
UB Forest yang terletak di lereng selatan Gunung Arjuna (3.339 m dpl)
dengan ketinggian 900 - 1.300 m dpl memiliki suhu udara rata-rata tahunan 22°C.
Beberapa plot di UB Forest merupakan hutan lindung pegunungan bawah yang
rusak dan sebagian besar telah diubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan
kopi. Kawasan lindung ini memiliki kemiringan 40-45% dengan aliran sementara
di dasarnya (M. Yusuf et al., 2019). UB Forest memiliki beberapa jenis penggunaan
lahan di antaranya kawasan hutan lindung, sistem agroforestri kopi naungan pinus,
sistem agroforestri tanaman semusim naungan pinus, sistem agroforestri kopi
naungan mahoni, dan sistem agroforestri tanaman semusim naungan mahoni. Umur
pohon pinus berkisar antara 26-40 tahun sedangkan untuk umur pohon mahoni
memiliki umur lebih tua yaitu 40 tahun keatas. Tanaman kopi (rata-rata berumur 5
tahun) dan tanaman semusim lainnya seperti wortel, kubis, tomat, cabai, kembang
kol dan talas ditanam di bawah pohon pinus dan mahoni.
Tanah di UB Forest terbentuk dari tanah andik atau tanah vulkanik yang wajar
terjadi karena lokasi UB Forest sendiri yang berada di kaki Gunung Arjuno
meskipun tidak diklasifikasikan kedalam ordo Andisols. Menurut Yatno et al
(2016) pada umumnya tanah yang terbentuk dari aktifitas gunung vulkanik (abu
vulkanik) dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa ordo tanah diantaranya:
Andisols, Isenptisols, Entisols, dan Mollisols yang dibedakan dari tahapan
pelapukan bahan induk dan proses pembentukan tanahnya. Dari penelitian
Kurniawan et al. (2019) diketahui bahwa tanah di UB Forest didominasi oleh fraksi
silt atau debu dan memiliki kelas tekstur liat berdebu (silty clay) dan ada
peningkatan partikel lempung pada lapisan bawah permukaan pada beberapa sistem
penggunaan lahan yang menunjukkan adanya proses eluviasi. 74% dari seluruh
tanah di wilayah UB Forest merupakan golongan Inseptisols (terindikasi tanah
muda) yang memiliki ciri horizon kambik dan dominan sub-kelompok andic
humudept hampir diseluruh plot dengan variasi penggunaan lahan dan beberapa
plot di kawasan hutan lindung yang memiliki sub-kelompok typic humudept
(Kurniawan et al,. 2019).
Menurut Resman et al. (2006) sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol antara
lain; bobot jenis 1,0 g/cm3, kalsium karbonat kurang dari 40 %, kejenuhan basa
kurang dari 50 % pada kedalaman 1,8 m, COLE (Coefficient of Linear
Extensibility) antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68 % sampai 85 %, air yang
tersedia cukup banyak pada 0,1 – 1 atm. Inceptisols merupakan ordo tanah mud
yang belum berkembang lanjut dengan ciri-ciri bersolum tebal antara 1.5-10 meter
di atas bahan induk, reaksi tanah yang cendering masam dengan pH sekitar 4.5-6.5,
bila mengalami perkembangan lebih lanjut pH bisa menjadi kurang dari 5.0, dan
kejenuhan basa dari rendah sampai sedang. Hal ini sesuai dengan beberapa
penelitian di UB Forest yang menyatakan bahwa rerata reaksi tanah pada tiap
penggunaan lahan tergolong agak masam sampai masam dengan pH sekitar 5,3-6,2
(Oktari et al., 2019). Surdija (2007) menerangkan bahwa tekstur seluruh solum
Inseptisols ini umumnya adalah liat, sedang strukturnya remah dan konsistensi
adalah gembur. Secara umum, kesuburan dan sifat kimia Inceptisols relatif rendah,
akan tetapi masih dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan penanganan dan
teknologi yang tepat.
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini berlokasi di Hutan Pendidikan Universitas Brawijaya (UB
Forest) yang berada di kawasan lereng Gunung Arjuno, tepatnya di Dusun
Sumbersari, Desa Tawang Argo, Karangploso, Kabupaten Malang, UB Forest
berada pada ketinggian 1.100 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut.
Pengambilan sampel berada pada lahan agroforestri kopi dengan naungan pinus
Blok 1, 2, 4, dan 5. Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2020 hingga April
2021 (4 bulan). Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah dan Fisika
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

Gambar 1. Peta Blok dan Petak UB Forest


3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan untuk survei lapangan meliputi; 1) Peta Blok dan
Petak UB Forest untuk mencari lokasi penelitian; 2) Global Positioning System
(GPS) untuk menentukan koordinat lokasi; 3) Klinometer untuk mengetahui
kelerengan.

Pengambilan sampel tanah menggunakan beberapa alat meliputi; 1) bor tanah


Belgi untuk mengambil sampel tanah hancuran pada 2 kedalaman dan 2 jarak; 2)
pisau lapang untuk mengeluarkan tanah dari bor; 3) kantong plastik 1 kg. untuk
wadah sampel tanah; 4) plastik ziplock untuk wadah sampel tanah; 5) spidol
permanen untuk menuliskan kode pada sampel tanah; 6) kamera untuk
dokumentasi.

Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah utuh (BI)


meliputi; 1) ring sample untuk mengambil sampel tanah utuh pada 2 kedalaman dan
2 jarak; 2) ring master untuk pendorong ring sample; 3) balok penekan untuk
mendorong ring master; 4) cangkul untuk menggali tanah; 5) cetok untuk
mencongkel ring sample; 6) pisau untuk meratakan sisa tanah pada ring sample; 7)
gunting untuk memotong akar yag terikut kedalam ring sample; 8) kantong plastik
1 kg. untuk wadah sampel tanah; 9) plastik pelabel untuk melabeli kode sampel
tanah; 10) spidol permanen untuk menuliskan kode pada label sampel tanah; 11)
kamera untuk dokumentasi.
Peralatan yang digunakan dalam analisis laboratorium adalah; Tabung Film,
Tabung Erlenmeyer, Tabung Sentrifuge, Pipet Volume, Beaker Glass, Gelas Ukur,
Mesin Pengocok, Statif, Oven, Timbangan, pH Meter, Botol Kaca, Ayakan tanah
(2mm dan 0,5 mm),AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer), Pengaduk Listrik,
Kertas Saring Whatman.
3.2.2 Bahan
Bahan yang diperlukan dalam penelitian meliputi; Sampel Tanah (lolos
ayakan 2 mm dan 0,5 mm) (10 gr untuk pH, 5 gr untuk Al-dd dan Fe-dd), Aquadest,
KCl 1 N, standar pH 4 dan pH 7, Indikator pp, Larutan NaF 4%, HCl 0,1 N, NaOH
0,1 N, Larutan Supernatant.
3.3 Rancangan Penelitian
Pengamatan dilakukan dengan metode survei pada lahan agroforestri berbasis
kopi dengan naungan pinus menggunakan dua faktor yaitu jenis penggunaan pupuk
dan dosis pupuk. Setiap perlakuan lahan akan di ulang sebanyak 3 ulangan (plot).
Pengambilan sampel dilakukan dalam plot dengan ukuran 60 m x 40 m. dengan 5
titik pengambilan sampel sebagai sub plot, 5 titik sub plot pengamatan dalam satu
plot bertujuan agar sampel tanah dapat mewakili kondisi aktual dari plot
pengamatan, dengan total plot sebanyak 18 plot.
Pengambian sampel tanah dilakukan pada 2 jarak, yaitu 50 cm dan 100 cm
dari batang kopi dengan kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm pada masing-masing
jarak. Sehingga pada satu sub plot didapatkan 4 sampel tanah. Tanah yang telah di
ambil dimasukkan ke dalam wadah plastik dan diberi kode sesuai titik pengambilan,
jarak dari pohon utama dan kedalamannya. Kemudian sampel tanah dikering
anginkan, sampel tanah akan di timbang lalu dikompositkan menjadi satu sesuai
dengan jarak dan kedalamannya untuk di analisis kimia tanah. Adapun sumber
keragaman yang digunakan daam rancangan ini yaitu: Jenis Pupuk (JP), Dosis
Pupuk (DP), Jarak Rentang (JR) dan Kedalaman Tanah (KT).

Tabel 1. Lokasi Pengambilan Sampel dan Kode Lokasi


Lokasi Pengambilan Sampel Ulangan Kode
1 PO5. U1
Penggunaan Organik + Dosis 5 kg 2 PO5. U2
3 PO5. U3
1 PO10. U1
Penggunaan Organik + Dosis 10 kg 2 PO10. U2
3 PO10. U3
1 PO15. U1
Penggunaan Organik + Dosis 15 kg 2 PO15. U2
3 PO15. U3
1 PO5A. U1
Penggunaan Organik + Dosis 5 kg + Anorganik 2 PO5A. U2
3 PO5A. U3
1 PO10A. U1
Penggunaan Organik + Dosis 10 kg + Anorganik 2 PO10A. U2
3 PO10A. U3
1 PO15A. U1
Penggunaan Organik + Dosis 15 kg + Anorganik 2 PO15A. U2
3 PO15A. U3
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan
Pada tahap persiapan diakukan pengumpulan data sekunder untuk
mendukung kegiatan penelitian. Data sekunder akan digunakan untuk survei
pendahuluan. Selain itu melakukan wawancara bersama penggarap lahan terkait
manajemen lahan baik dari pemupukan maupun sejarah lahan yang dapat
mendukung analisis hasil penelitian.

3.4.2 Penentuan Plot dan Pengambilan Sampel Tanah


Pengamatan menggunakan metode survei pada lahan agroforestri berbasis
kopi dengan naungan pinus. Pengambilan sampel dilakukan dalam plot di setiap
ulangan lahan dengan ukuran lahan 60 m x 40 m pada 5 titik pengambilan sampel
sebagai sub plot. Sehingga total plot dalam penelitian ini adalah 18 plot.

Gambar 1. Skema Plot Pengamatan


Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan bor tanah pada
plot yang berukuran 60 m x 40 m. Pada satu plot dilakukan pengambilan sampel
tanah pada 5 sub plot (titik). Jarak pengambilan sampel dari satu sub plot ke sub
plot lainnya adalah minimal 10 m.

Gambar 2. Skema Sub Plot (titik) pengamatan tampak samping


Pengambian sampel tanah dilakukan pada 2 jarak, yaitu 50 cm dan 100 cm
dari batang kopi dengan kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm pada masing-masing
jarak. Sehingga pada satu sub plot didapatkan 4 sampel tanah. Tanah yang telah di
ambil dimasukkan ke dalam wadah plastik dan diberi kode sesuai titik pengambilan,
jarak dari pohon utama dan kedalamannya. Kemudian sampel tanah dikering
anginkan, sampel tanah akan di timbang lalu dikompositkan menjadi satu sesuai
dengan jarak dan kedalamannya untuk di analisis kimia tanah.
3.4.3 Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan denagan mengkompositkan sampel pada 5
subplot menjadi satu pada setiap plot. Analisis laboratorium berguna untuk
mengetahui sifat kimia tanah untuk memeperoleh data kuantitatif pada setiap
sampel tanah yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 4. Variabel Pengamatan


Aspek Jenis Analisis Metode
Tanah pH H2O dan pH KCl Elektrode Glass
Al-dd Volumetri
Fe-dd 1N KCl (AAS)
Berat Isi Metode Ring
Tekstur Pipet
3.5 Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik dengan
menggunakan uji Linear Mixed Effect Model (LME) untuk mengetahui dampak
praktek pemupukan terhadap kemasaman tanah. Apabila hasil menunjukkan
pengaruh nyata, maka akan dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNJ pada taraf
5% untuk mengetahui praktek pemupukan petani yang memberikan paling tinggi
terhadap peningkatan kemasaman tanah. Sedangkan uji korelasi dan regresi
digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan serta pegaruh antar
variabel pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Atmaji, E., Priyadi, U., Achiria, S. 2019. Perdagangan Kopi Vietnam dan Indonesia
di Empat Negara Tujuan Ekspor Kopi Utama: Penerapan Model Constant
Market Share. JIEP Volume 19 No.1. Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS). 2018. Statistik Kopi Indonesia 2018. ISBN:
978-602-438-297-1.
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri). 2017. Persiapan dan
Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi. Kementrian Pertanian
(http://balittri.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita/info-teknologi/474-
persiapan-dan-kesesuai-lahan-tanaman-kopi?start=1).
Barek. 2013. Sifat Kimia Tanah Pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Desa
Leboni Kecamatan Pamona Puselembo Kabupaten Poso, Skripsi. Universitas
Tadulako. Palu.
Chandra, D., Ismono, RH., Kasyimir, E. 2013. Prospek perdagangan Kopi Robusta
Indonesia di Pasar Internasional. Jurnal Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. JIIA Volume 1 No. 1. Lampung.
Dewanto, F.G., Londok, J.J.M.R., Tuturoong, R.A.V., dan Kaunang, W.B. 2013.
Pengaruh Pemupukan Anorganik dan Organik Terhadap Produksi Tanaman
Jagung Sebagai Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi.
Jurnal Zootek Volume 32 No: 5. Manado.
Firmansyah, M. A. 2010. Teknik Pembuatan Kompos. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP). Kalimantan Tengah.
Hadiyanti, Y. 2014. Evaluasi PHBM Dengan Sistem Agroforestri Berbasis Kopi
Melalui Pendekatan Ecosystem Management. Tesis. Bandung: Program Studi
Magister Ilmu Lingkungan Universitas Padjadjaran.
Hairiah, K., Widianto, SR. Utami, D. Suprayogo, Sunaryo, SM. Sitompul, B.
Lusiana, R. Mulia, MV. Noordwijk dan G. Cadisch. 2000. Pengelolaan Tanah
Masam Secara Biologi; Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. SMT
Grafika Desa Putera, Jakarta. 187 hlm.
Herviyanti, T.B. Prasetyo, T. Agita, A. Alif. 2005. Upaya Pengendalian keracunan
Besi (Fe) dengan asam humat dan pengelolaan air untuk meningkatkan
produktifitas tanah sawah bukaan baru. Laporan Penelitian hibah bersaing.
Oktober 2005.
International Coffee Organization. 2012. Development of Coffee Trade Flows.
International Cofee Council, 121st Sesion, Mexico City. Mexico
(http://.ico.org).
KLHK. 2020. Hutan dan Deforestasi Indonesia Tahun 2019. Siaran Pers Nomor:
SP.162/HUMAS/PP/HMS.3/4/2020.
(pppid.menlhk.go.id/siaranpers/browse/2435).
Kurniawan, S., Utami, S. R., Mukharomah, M., Navarette, I. A., & Prasetya, B.
2019. Land use systems, soil texture, control carbon and nitrogen storages in
the forest soil of UB Forest, Indonesia. AGRIVITA Journal of
AgriculturalScience, 41(3), 416-427.
M. Yusuf, A. A. R. Fernandes, S. Kurniawan, and E. Arisoesilaningsih. 2019. Initial
soil properties of the restored degraded area under different vegetation cover
in UB Forest, East Java, Indonesia. ICOLSSTEM 2019, Journal of Physics:
Conference Series.
Mendez, V.E. & Bacon, C.M. 2006. Ecological Processes and Farmer Livelihoods
In Shaded Coffee Production. Leisa Magazine.
Millennium Ecosystem Assessment (MEA). 2005. Ecosystems and Human Well-
Being: Synthesis. Washington: Island Press.
Moguel, P. & Toledo, V.M. 1999. Biodiversity Conservation in Traditional Coffee
Systems of Mexico. Conservation Biology, Volume 13, No. 1, February 1999.
Pages 11-21.
Nyanjang, R., A. A. Salim., Y. Rahmiati. 2003. Penggunaan Pupuk Majemuk NPK
25-7-7 Terhadap Peningkatan Produksi Mutu Pada Tanaman Teh
Menghasilkan di Tanah Andisols. PT. Perkebunan Nusantara XII. Prosiding
Teh Nasional. Gambung. Hal 181- 185.
Pane, M.A., Damanik, M.M.B. dan Sitorus, B. 2014. Pemberian Bahan Organik
Kompos Jerami dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimia Tanah
Ultisol serta Pertumbuhan Tanaman Jagung. Jurnal Online Agroekoteknologi
Vol. 2(4): 1426- 1432.
Prihmantoro, H. 2007. Memupuk Tanaman Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Resman, A.S. Syamsul, dan H.S. Bambang. 2006. Kajian beberapa sifat kimia dan
fisika inceptisol pada toposekuen lereng selatan gunung merapi kabupaten
sleman. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 6 (2):101-108.
Sahat, SF., Nuryartono, N., Hutagaol, MP. 2016. Analisis Pengembangan Ekspor
Kopi di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Vol 5 No 1,
hlm. 63-89.
Schnug, E., J. Heym, and F. Achwan. 1996. Establishing critical values for soil and
plant analysis by means of the boundary line development system.
Communications in Soil Science and Plant Analysis 27:2739–2748.
Setiana, H. 2012. Strategi Pengembangan Kelembagaan Bidang Agroforestry Di
Wilayah Bkph Tanggung Kph Semarang. Masters thesis, Program
Pascasarjana Undip.
Sitanggang, Jujur TN., Sembiring, SA. Pengembangan Potensi Kopi Sebagai
Komoditas Unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi. Jurnal
Ekonomi dan Keuangan Vol. 1 No.6, Juni 2013.
Sudirja R. 2007. Respons beberapa sifat Kimia Inceptisol asal rajamandala dan hasil
bibit Kakao melalui pemberian pupuk organik dan pupuk hayati. Lembaga
Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung.
Suprapto, E., ARuPA. 2014. Kemitraan Kehutanan Jawa Barat-Banten.
Yogyakarta: Policy Paper ARuPA No. 01/2014. Atas Kerjasama antara
Arupa, USAID dan Asian Foundation.
Tan, K.H. 2010. Principles of Soil Chemistry Fourth Edition. CRC Press Tailor and
Francis Croup. Boca Raton. London. New York. 362 p.
Van Noordwijk, M., Rahayu, S., Hairiah, K., Wulan, Y.C., Farida, A. & Verbist, B.
2002. Carbon Stock Assessment for A Forest To Coffee Conversion
Landscape In Sumberjaya (Lampung, Indonesia): From Allometric Equation
To Land Use Change Analysis. Science in China 45:75- 86.

Anda mungkin juga menyukai