Anda di halaman 1dari 119

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

SIKAP PETANI PADI TERHADAP SISTEM TANAM BENIH


LANGSUNG (TABELA) DI KABUPATEN KARANGANYAR

Oleh:
OKTAVIARINI NURCAHYANTI
H0407054

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 1
digilib.uns.ac.id

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor penting bagi masyarakat Indonesia. Sektor
pertanian menjadi penyokong perekonomian masyarakat, yaitu sebagai
penghasil pangan, penyedia bahan baku industri, penyedia lapangan kerja,
sumber devisa negara, serta sebagai salah satu unsur pelestarian sumber daya
alam dan lingkungan. Oleh karena itu perlu adanya perhatian pada sektor ini
agar pertanian di Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri
bahkan manca negara. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan dalam
negeri, maka dibutuhkan peningkatan produksi pertanian, khususnya padi.
Upaya peningkatan produksi pertanian juga ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya. Upaya tersebut
tentunya tidak terlepas dari peran penyuluhan pertanian. Menurut Samsudin
(1982), tujuan penyuluhan pertanian dibedakan antara tujuan jangka pendek
dan tujuan jangka panjang. Tujuan penyuluhan pertanian jangka pendek yaitu
untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah dalam
kegiatan usaha tani petani di pedesaan. Perubahan-perubahan yang dimaksud
adalah dalam bentuk pengetahuan, kecakapan, sikap, dan motif tindakan
petani. Sedangkan tujuan penyuluhan pertanian jangka panjang yaitu untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat tani, atau agar kesejahteraan hidup
petani lebih terjamin.
Penyuluhan pertanian merupakan suatu bentuk pendidikan non formal
yang ditujukan untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani
dan keluarganya dalam kegiatan usaha tani. Melalui penyuluhan pertanian
inilah, penemuan-penemuan baru di bidang pertanian dapat diperkenalkan
kepada petani. Salah satu penemuan di bidang pertanian yang sedang
dikembangkan saat ini adalah sistem Tabela (Tanam Benih Langsung) dari
Bayer. Bayer adalah perusahaan global yang berasal dari Jerman, berdiri
sejak tahun 1863 dengan kompetensi inti di bidang kesehatan, gizi dan
material berteknologi tinggi.commit
Produktoperusahaan
user dan layanan yang dirancang

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

untuk memberi manfaat bagi masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup


mereka. Pada saat yang sama Bayer menciptakan nilai melalui inovasi,
pertumbuhan dan daya produktif tinggi (Bayer, 2010).
Tanam Benih Langsung sendiri adalah cara menanam padi dengan
secara langsung menaruh benih padi ke lahan garap. Cara ini berbeda dengan
cara tanam persemaian yang biasa dilakukan petani, di mana sebelum
ditanam benih padi terlebih dahulu disemaikan (JogloSemar, 2010). Tabela
merupakan salah satu inovasi dalam pertanian, sistem ini memperbaiki cara
tanam yang dilakukan oleh petani selama ini. Tabela memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan sistem bercocok tanam secara tapin (tanam
pindah) antara lain: masa produksi lebih pendek, penghematan tenaga kerja
serta penggunaan air, peningkatkan hasil persatuan luas dan penurunan
jumlah anakan yang tidak produktif.
Dalam rangka untuk meningkatan produksi pertanian, khususnya
komoditas tanaman pangan di Kabupaten Karanganyar, diperkenalkanlah
sistem Tabela dari Bayer tersebut. Melalui sistem Tabela ini, diharapkan
dapat meningkatkan produksi panen sehingga nantinya mampu
meningkatkan produksi pertanian di Kabupaten Karanganyar, khususnya
komoditas padi. Dua tahun terakhir ini, Sistem Tabela tengah diterapkan oleh
petani padi di Kabupaten Karanganyar. Walaupun demikian, sistem Tabela
tidak serta merta diterapkan oleh petani. Meskipun petani dari beberapa
kecamatan di Kabupaten Karanganyar telah menerapkan Tabela, tetapi masih
sangat terbatas jumlahnya. Adanya inovasi di bidang pertanian ini akan
mempengaruhi kecenderungan atau sikap petani, baik itu untuk menerima
inovasi ataupun menolak inovasi yang ada. Kecenderungan petani, baik itu
menerima maupun menolak sistem Tabela tersebut tidak terlepas dari
beberapa faktor yang dapat membentuk sikap petani dalam menerapkan
sistem tanam tersebut. Sikap petani inilah yang akan menjadi acuan berhasil
atau tidaknya inovasi tersebut ditandai dengan diterapkannya inovasi secara
berkelanjutan. Oleh karena itu, bagaimanakah sikap petani terhadap sistem
commit to user
Tabela perlu diteliti lebih lanjut.
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

B. Rumusan Masalah
Tanam Benih Langsung (Tabela) telah diterapkan oleh sebagian petani
di Kabupaten Karanganyar. Tabela merupakan inovasi di bidang teknologi
pertanian perusahaan Bayer dari Jerman. Melalui sistem Tabela ini
diharapkan petani mampu meningkatkan hasil panen khususnya padi. Sistem
Tanam Benih Langsung (Tabela) memiliki beberapa keuntungan, diantaranya
: masa produksi lebih pendek, menghemat tenaga kerja, menghemat
penggunaan air, meningkatkan hasil persatuan luas, jumlah anakan tidak
produktif menurun. Tabela telah diterapkan oleh sebagian petani selama dua
tahun terakhir ini.
Mengacu pada keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan sistem
Tabela ini, seharusnya selama dua tahun terakhir ini banyak petani yang
mencoba menerapkan Tabela. Pada kenyataannya masih menunjukkan
terbatasnya jumlah petani yang mencoba menerapkan sistem Tabela, bahkan
ada beberapa petani yang sudah pernah menerapkan justru memutuskan
untuk berhenti menggunakan sistem Tabela. Keputusan petani untuk
menerapkan ataupun menolak sistem tabela merupakan suatu bentuk sikap
petani terhadap sistem Tabela tersebut. Dalam hal ini tentunya terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap. Adapun faktor
pembentuk sikap menurut Azwar (1998) meliputi : pengalaman pribadi,
pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media
massa (informasi), pendidikan formal, pendidikan non formal, serta pengaruh
faktor emosional. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih mendalam tentang
hubungan faktor pembentuk sikap dengan sikap petani padi terhadap sistem
Tabela di Kabupaten Karanganyar.
Dari uraian tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) di
Kabupaten Karanganyar ?
2. Bagaimana sikap petani padi terhadap sistem Tanam Benih Langsung
commit to user
(Tabela) di Kabupaten Karanganyar ?
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap berkaitan


dengan sikap petani padi terhadap sistem Tanam Benih Langsung
(Tabela) di Kabupaten Karanganyar ?
4. Seberapa jauh hubungan antara faktor-faktor pembentuk sikap dengan
sikap petani padi terhadap sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) di
Kabupaten Karanganyar ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini :
1. Menelaah penerapan sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) di
Kabupaten Karanganyar.
2. Mengkaji sikap petani padi terhadap sistem Tanam Benih Langsung
(Tabela) di Kabupaten Karanganyar.
3. Mengkaji faktor-faktor pembentuk sikap petani padi terhadap sistem
Tanam Benih Langsung (Tabela) di Kabupaten Karanganyar.
4. Menganalisis hubungan antara faktor-faktor pembentuk sikap dengan
sikap petani padi terhadap sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) di
Kabupaten Karanganyar.

D. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai setelah melakukan penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, mendapat wawasan terkait dengan hubungan antara faktor-
faktor pembentuk sikap dengan sikap petani padi terhadap sistem Tanam
Benih Langsung (Tabela), menambah pengalaman serta sebagai syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi instansi terkait, sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk
menentukan kebijakan yang terkait dengan penerapan sistem Tanam
Benih Langsung (Tabela).
3. Bagi peneliti lain, dapat dipergunakan sebagai referensi dan bahan
pembanding dalam penelitian sejenis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Penyuluhan Pertanian
a. Pengertian Penyuluhan Pertanian
Menurut Kartasapoetra (1991), penyuluhan pertanian adalah
suatu usaha atau upaya untuk mengubah perilaku petani dan
keluarganya, agar mereka mengetahui dan mempunyai kemauan serta
mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha atau kegiatan-
kegiatan meningkatkan hasil usahanya dan tingkat kehidupannya.
Menurut Mardikanto (1993), penyuluhan pertanian diartikan
sebagai proses penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya
perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani demi tercapainya
peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan perbaikan
kesejahteraan keluarga atau masyarakat yang diupayakan melalui
kegiatan pembangunan pertanian.
Pengertian tentang penyuluhan tidak sekedar diartikan sebagai
kegiatan penerangan, yang bersifat searah (one way) dan pasif. Tetapi
penyuluhan adalah proses aktif yang memerlukan interaksi antara
penyuluh dan yang disuluh agar terbangun proses perubahan
”perilaku” (behaviour) yang merupakan perwujudan dari :
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan seseorang yang dapat diamati
oleh orang/pihak lain, baik secara langsung (berupa : ucapan,
tindakan, bahasa tubuh, dll) maupun tidak langsung (melalui kinerja
dan atau hasil kerjanya) (Mardikanto, 2009).
b. Tujuan Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan pertanian bagian dari sistem pembangunan
pertanian yang merupakan sistem pendidikan di luar sekolah
(pendidikan non formal) bagi petani beserta keluarganya dan anggota
masyarakat lainnya yang terlibat dalam pembangunan pertanian,
commit to pertanian
dengan demikian penyuluhan user adalah suatu upaya untuk

5
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

terciptanya iklim yang kondusif guna membantu petani beserta


keluarga agar dapat berkembang menjadi dinamis serta mampu untuk
memperbaiki kehidupan dan penhidupannya dengan kekuatan sendiri
dan pada akhirnya mampu menolong dirinya sendiri
(Soeharto N.P, 2005 dalam Kartono, 2008).
Penyuluhan pertanian merupakan upaya pemberdayaan petani
beserta keluarganya dan pelaku usaha pertanian lainnya untuk
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap agar mau dan
mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya untuk bekerja
saling menguntungkan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas,
efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraan (Wastutiningsih, 2006).
Tujuan penyuluhan pertanian dibedakan antara tujuan jangka
pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan penyuluhan pertanian
jangka pendek yaitu untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang
lebih terarah dalam kegiatan usaha tani petani di pedesaan. Perubahan-
perubahan yang dimaksud adalah dalam bentuk pengetahuan,
kecakapan, sikap, dan motif tindakan petani. Sedangkan tujuan
penyuluhan pertanian jangka panjang yaitu untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat tani, atau agar kesejahteraan hidup petani lebih
terjamin (Samsudin, 1982).
Menurut Suhardiyono (1992), perubahan pada diri manusia yang
diharapkan dapat terjadi karena adanya kegiatan penyuluhan adalah
pengetahuan, ketrampilan, dan sikapnya. Dalam pelaksanaan kegiatan
penyuluhan pertanian, sasaran yang ingin dicapai juga berupa
peningkatan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap petani sehingga
mereka akan mampu untuk mandiri, karena tanpa adanya penambahan
pengetahuan dan ketrampilan, serta perbaikan sikap mereka, akan sulit
untuk memperbaiki kehidupan mereka yang masih tradisional.
c. Lingkup Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Menurut Lippit (1961) dalam Mardikanto (2009), lingkup
commit
kegiatan penyuluh sebagai to pembaruan
agen user diantaranya :
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

1) Penyadaran
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menyadarkan
masyarakat tentang “keberadaanya”, baik keberadaanya sebagai
individu dan anggota masyarakat, maupun kondisi lingkungannya
yang menyangkut lingkungan fisik/teknis, sosial-budaya, ekonomi,
dan politik.
2) Menunjukkan adanya masalah
Menunjukkan kondisi yang tidak diinginkan yang berkaitan
dengan : keadaan sumberdaya, lingkungan fisik/teknis, sosial
budaya, dan politis.
3) Membantu pemecahan masalah
Melakukan analisis akar masalah, alternatif pemecahan
masalah, serta pemilihan alternatif pemecahan terbaik yang dapat
dilakukan sesuai dengan kondisi internal maupun kondisi eksternal.
4) Menunjukkan pentingnya perubahan
Menunjukkan pentingnya perubahan yang sedang dan akan
terjadi di lingkungannya, baik lingkungan organisasi dan
masyarakat, serta mengantisipasi perubahan melalui kegiatan
perubahan yang terencana.
5) Melakukan pengujian dan demonstrasi
Pengujian dan demonstrasi sebagai bagian dan implementasi
perubahan terencana yang berhasil dirumuskan.
6) Memproduksi dan publikasi informasi
Memproduksi dan publikasi informasi, baik yang berasal dari
luar (penelitian, kebijakan, produsen/pelaku bisnis) maupun yang
berasal dari dalam (pengalaman, indegenuous technology, maupun
kearifan tradisional dan nilai-nilai adat yang lain).
7) Melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas
Pemberian kesempatan kepada kelompok lapisan bawah untuk
bersuara dan menentukan sendiri pilihannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

Menurut Suhardiyono (1992), penyuluhan merupakan proses


interaksi antara tiga komponen pokok, yaitu adanya program/proyek,
penyuluh lapangan, dan petani, yang mana prosesnya dapat
dinyatakan sebagai berikut :
1) Proses pertama, terdapat kesenjangan pengetahuan dan ketrampilan
yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas usaha tani.
2) Proses kedua, upaya mengumpulkan informasi dari lembaga
penelitian untuk menyusun paket-paket bantuan kepada petani
dalam rangka meningkatkan usaha tani mereka.
3) Proses ketiga, proses penyampaian paket teknologi yang telah
dirumuskan kepada penyuluh lapang melalui latihan maupun
kursus.
4) Proses keempat, adalah proses penyampaian paket-paket teknologi
dari penyuluh lapang kepada petani melalui kelompok tani.
5) Proses kelima, yaitu proses umpan balik tentang hasil penerapan
paket-paket teknologi yang dilakukan petani.
2. Sikap
a. Pengertian Sikap
Pengertian attitude itu dapat kita terjemahkan dengan sikap
terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau
sikap perasaan. Tetapi sikap tersebut disertai oleh kecenderungan
untuk bertindak sesuai dengan sikapnya terhadap obyek tadi itu. Jadi
sikap itu tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan bereaksi
terhadap suatu hal. Sikap senantiasa terarahkan terhadap suatu hal,
suatu obyek. Tidak ada sikap tanpa ada obyeknya (Gerungan, 2004).
Sikap merupakan tendensi untuk memberi reaksi yang positif
(menguntungkan) atau negatif (tidak menguntungkan) terhadap orang-
orang, obyek atau situasi-situasi tertentu. Karena itu sikap merupakan
suatu kecenderungan untuk memberi reaksi yang bersifat emosional
dalam arah tertentu (Susanto, 1988).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Sikap ditunjukkan oleh luasnya rasa suka atau tidak suka


terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut adalah obyek sikap. Mengukur
sikap seseorang adalah mencoba untuk menempatkan posisinya pada
suatu kontinum afektif berkisar dari sangat positif hingga sangat
negatif terhadap suatu obyek sikap. Dalam penskalaan likert
kuantifikasi dilakukan dengan mencatat penguatan respon dan untuk
pernyataan kepercayaan positif dan negatif tentang obyek sikap
(Mueller, 1996).
One common definition was developed by G. W. Allport (1935) in
Taylor (1997), who proposed that "an attitude is a mental and neural
state of readiness, organized through experience, exerting a directive
or dinamic influence upon the individual's response to all objects and
situations with which it is related."
Menurut G. W. Allport (1935) dalam Taylor (1997), sikap
adalah suatu mental dan status kesiapsiagaan, yang diorganisir melalui
pengalaman, menggunakan suatu pengaruh yang dinamik ketika
individu menjawab semua obyek dan situasi yang terkait.
Attitudes are relatively lasting organizations of beliefs which made
you tend to respond to things in particular ways. Attitudes are never
seem directly. You infer their existence from what people do. Attitudes
include positive or negative evaluations, emotional feelings, and
certain positive or negative tendencies in relation to objects, people,
and events. Attitudes are human responses and can be examined along
three dimensions : their direction, their intensity, and their salience
(Myers,1992).
Myers (1992) mendefinisikan sikap sebagai bentuk evaluasi
yakni sikap merupakan pengorganisasian terakhir secara relatif dari
kepercayaan dimana terdapat kecenderungan untuk merespons benda-
benda dalam keadaan yang nyata. Sikap tidak pernah dilihat secara
langsung. Seseorang harus mengambil kesimpulan keberadaan sikap
dari apa yang dilakukan orang lain. Sikap melibatkan evaluasi-evaluasi
yang positif dan negatif, perasaan-perasaan emocional, dan
kecenderungan positif atau negatif secara pasti yang berhubungan
dengan obyek, orang dan kejadian atau peristiwa. Sikap merupakan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

respons manusia dan dapat diuji melalui tiga dimensi yaitu arahnya,
intensitasnya, dan ketenangannya.
Sikap merupakan faktor yang menentukan perilaku, karena sikap
itu berhubungan dengan persepsi, kepribadian, belajar, dan motivasi.
Sikap (attitude) adalah kesiap-siagaan mental, yang diorganisasi
melalui pengalaman, yang mempunyai pengaruh tertentu kepada
tanggapan seseorang terhadap orang, obyek, dan situasi yang
berhubungan dengannya (Gibson et all, 1994).
Beberapa definisi tentang sikap (Ahmadi, 1999) :
1) LL Thurstone (1946)
Sikap sebagai tindakan kecenderungan yang bersifat positif
atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi. Obyek
psikologi meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide.
2) Zimbardo dan Ebbesen
Sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah
terpengaruh) terhadap seseorang, ide, atau obyek yang berisi
komponen-komponen cognitive, affective, dan behaviour.
3) D. Krech and RS. Crutchfield
Sikap adalah organisasi yang tetap dari proses motivasi,
emosi, persepsi, atau pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan
individu.
4) John H. Harvey dan William P. Smith
Kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk positif
atau negative terhadap obyek atau situasi.
Ahmadi (1999) mengelompokkan fungsi atau tugas sikap
menjadi empat golongan yaitu :
1) Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri.
2) Sikap berfungsi sebagai pengatur tingkah laku.
3) Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman.
4) Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Ciri-ciri sikap menurut Ahmadi (1999) meliputi :


1) Sikap itu dipelajari (learnability)
2) Memiliki kestabilan (stability)
3) Personal societal significance
4) Berisi cognisi dan affeksi
5) Approach-avoidance directionality
Gerungan (2004) menyatakan ciri-ciri sikap sebagai berikut :
1) Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk
atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam
hubungannya dengan obyeknya.
2) Sikap itu dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari orang
atau sebaliknya, sikap-sikap itu dapat berubah pada orang-orang
bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu.
3) Sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi
tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu
terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan
suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4) Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat
juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap itu
dapat berkenaan dengan satu obyek saja, tetapi juga berkenaan
sederetan obyek-obyek serupa.
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat
inilah yang membeda-bedakan sikap dari kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
b. Komponen Sikap
Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana
seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jika
sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri
terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan
ketersediaan untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap obyek.
commit
Komponen sikap ada tiga to komponen
yaitu, user kognisi yang hubungannya
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

dengan belief, ide dan konsep. Komponen afektif yang menyangkut


kehidupan emosional seseorang. Komponen konasi yang merupakan
kecenderungan bertingkah laku (Mar’at, 1984).
Attitudes are determinants of behavior because they’re linked with
perception, personality, and motivation. An attitude is a positive or
negative feeling or mental state of readiness, learned and organized
through experience, that exerts specific influence on a person’s
response to people, objects, and situations. The theory proposes that
affect, cognition, and behavior determine attitudes and that attitudes,
in turn, determine affect, cognition, and behavior.
1) Affect. The emotional or feeling, component of an attitude is
learned from parents, teachers, and peer group members.
2) Cognition. The cognitive component of an attitude consists of the
person’s perceptions, opinions, and beliefs. It refers to the
thought processes, with special emphasis on rationality and
logic.
3) Behavior. The behavioral component of an attitude refers to a
person’s intention to act toward someone or something in a
certain way (Gibson et all, 2000).
Menurut Gibson et all (2000), sikap adalah faktor penentu
perilaku sebab sikap dihubungkan dengan persepsi, kepribadian, dan
motivasi. Sikap adalah suatu hal positif atau hal negatif yang dirasakan
melalui peristiwa yang dialami. Sikap menggunakan pengaruh spesifik
atas tanggapan seseorang ke orang-orang, objek, dan situasi. Teori
tersebut mengusulkan bahwa sikap terdiri dari komponen afektif,
kognitif, dan perilaku yang dapat mencerminkan sikap dan sikap itu,
pada gilirannya, mencerminkan afektif, kognitif, dan perilaku.
1) Afektif
Komponen afektif merupakan faktor emosional atau perasaan
dari suatu sikap yang dapat dipelajari dari orang tua, para guru, dan
anggota kelompok panutan.
2) Kognitif
Komponen teori dari suatu sikap terdiri dari persepsi orang,
pendapat, dan kepercayaan. Hal tersebut mengacu pada proses
berpikir dengan penekanan khusus pada rasionalitas dan logika.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

3) Perilaku
Komponen tingkah laku dari suatu sikap mengacu pada niat
seseorang untuk memelihara sesuatu dengan suatu cara tertentu.
Menurut Ahmadi (1999), tiap-tiap sikap memiliki tiga aspek :
1) Aspek Kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal
pikiran.
2) Aspek Afektif berwujud proses yang menyangkut perasaan-
perasaan tertentu yang ditujukan kepada obyek-obyek tertentu.
3) Aspek Konatif berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk
berbuat sesuatu obyek.
Attitudes often are described as having three dimensions :
1) A cognitive or thingking dimension. This represents a person's
thoughts or beliefs about another person, object, or situation. His
attitude therefore is determined partly by how much he knows.
2) An affective or feeling dimension. This represent a person's
emotional response to another person, object or situation.
3) A behavioral or action dimension. This represent the actions a
person takes as a result of his attitude (Hawkins et all, 1982).
Menurut Hawkins et all (1982), Sikap sering diuraikan memiliki
tiga dimensi :
1) Dimensi pikiran, yaitu kepercayaan atau pemikiran seseorang
tentang orang lain, obyek, atau situasi. Sikap ditentukan sebagian
atau seberapa banyak ia mengetahui.
2) Dimensi perasaan, yaitu tanggapan emosional seseorang terhadap
orang lain, obyek atau situasi.
3) Suatu tingkah laku atau dimensi tindakan, yaitu tindakan seseorang
sebagai hasil atas sikapnya.
Psychologists often describe attitudes as having three components :
what we think or believe about something (the emotional component),
how we feel about it (the emotional component) and how we act
toward it (the behavioral component). Sometimes these three
components are consistent with one another (Wortman, 1999).
Psikologi pada umumnya menggambarkan bahwa sikap
mempunyai tiga komponen yaitu apa yang kita pikirkan atau percaya
tentang suatu hal (komponen
commit to kognitif),
user bagaimana kita merasakan
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

tentang hal tersebut (komponen emosional) dan bagaimana kita


bereaksi terhadap hal itu (komponen perilaku). Sering kali tiga
komponen itu berkaitan antara satu dengan yang lainnya
(Wortman, 1999).
c. Pembentukan Sikap
Menurut Azwar (1998), sikap sosial terbentuk dari adanya
interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosial,
individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai
obyek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalalah pengalaman pribadi, orang
lain yang dianggap penting, kebudayaan, media massa, institusi atau
lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri
individu. Peranan masing-masing faktor tersebut dalam pembentukan
sikap manusia, yaitu :
1) Pengalaman pribadi
Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi
penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan
menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat menjadi
dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi harus meninggalkan
kesan yang kuat (Azwar, 1998).
Cara kita mempersepsi situasi sekarang tidak bisa terlepas dari
adanya pengalaman sensoris terdahulu. Kalau pengalaman
terdahulu itu sering muncul, maka reaksi kita lalu menjadi salah
satu kebiasaan. Karena kebanyakan aktivitas kita sehari-hari
bergantung pada pengalaman yang terdahulu, kita mereaksi kepada
isyarat dan lambang daripada kepada keseluruhan stimulus aslinya.
Jadi dalam kebanyakan situasi, persepsi itu pada umumnya
merupakan proses informasi yang didasarkan atas pengalaman-
pengalaman masa lampau (Mahmud, 1990).
Mardikanto (1996), menyatakan bahwa pengalaman yang
dimiliki seseorang commit to user
akan mempengaruhi semangatnya untuk belajar.
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Contohnya petani yang pernah gagal dalam mengadopsi inovasi,


akan sulit untuk mengadopsi inovasi yang lain.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara
komponen sosial yang dapat mempengaruhi sikap kita. Seseorang
yang kita anggap penting bagi kita, seseorang yang kita harapkan
persetujuannya bagi setiap gerak tindak dan pendapat kita,
seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang
berarti khusus bagi kita, akan banyak mempenagruhi pembentukan
sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasanya
dianggap penting bagi individu adalah orangtua, orang yang status
sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman
kerja, isteri atau suami (Azwar, 1998).
Kebanyakan keputusan tentang pertanian masih dibuat petani
secara perorangan. Akan tetapi, ia membuat keputusan-keputusan
tersebut dalam rangka memenuhi hasrat untuk memberikan sesuatu
yang lebih baik bagi keluarganya. Oleh karena itu, mereka
tergantung kepada hasil yang didapat dari usahatani. Anggota-
anggota keluarganya mungkin memberikan tekanan kepada petani
dalam mengambil keputusan. Di pihak lain hasrat petani untuk
memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya
merupakan dorongan yang efektif dalam banyak hal untuk
meningkatkan produktivitas usahatani. Keputusan-keputusan yang
diambil oleh petani juga dapat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku
serta hubungan-hubungan dalam masyarakat setempat di mana
mereka hidup. Bagi petani, masyarakat di sekitarnya mempunyai
arti yang penting (Soetriono et all, 2006).
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Tanpa disadari,
commit to usergaris pengaruh sikap kita terhadap
kebudayaan telah menanamkan
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota


masyarakatnya karena kebudayaan pulalah yang yang memberikan
corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota
kelompok masyarakat asuhannya (Azwar, 1998).
Kebudayaan adalah cara berfikir, cara merasa, cara meyakini
dan menganggap. Kebudayaan adalah pengetahuan yang dimiliki
warga kelompok yang diakumulasi (dalam memory manusia,
dalam buku dan obyek-obyek) untuk digunakan di masa depan.
Suatu kebudayaan diperoleh melalui proses belajar oleh individu-
individu sebagai hasil interaksi anggota-anggota kelompok satu
sama lain, sehingga kebudayaan juga bersifat dimiliki bersama
(Suparlan, 1984).
Kebudayaan merupakan suatu sistem menyeluruh yang terdiri
dari cara-cara dan aspek-aspek pemberian arti pada laku ujaran,
laku ritual dan berbagai jenis laku atau tindakan lain dari sejumlah
manusia yang mengadakan tindakan antar satu dengan lain.
Kebudayaan yang dianggap sebagai suatu sistem, sistem budaya
berhubungan erat dengan masyarakat yang ditanggapi sebagai
suatu sistem sosial yang dibentuk oleh tindakan antar sejumlah
manusia biasanya berjumlah besar. Sistem sosial yang lebih
terbatas, seperti birokrasi pemerintah, berhubungan erat dengan
sistem budaya yang juga lebih terbatas (Alfian, 1985).
4) Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabat, majalah dan lain-lain
mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan
orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,
media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang
dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya sikapcommit to user
terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan


memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar, 1998).
Media massa merupakan suatu penemuan teknologi yang luar
biasa, yang memungkinkan orang untuk mengadakan komunikasi
bukan saja dengan komunikan yang mungkin tidak akan pernah
dilihat, akan tetapi juga dengan generasi yang akan datang. Dengan
demikian media massa berhasil mengatasi hambatan berupa
pembatasan yang diadakan oleh waktu, tempat, dan kondisi
geografik. Penggunaan media massa karenanya memungkinkan
komunikasi dengan jumlah orang yang lebih banyak
(Susanto, 1988).
Shannon dalam Saleh (2004) informasi adalah sesuatu yang
membuat pengetahuan kita berubah, yang secara logis mensahkan
perubahan, memperkuat atau menemukan hubungan yang ada pada
pengetahuan yang kita miliki. Sedangkan pengertian informasi
seperti yang disebutkan dalam Hartono (1989) adalah data yang
diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi
yang menerimanya.
Fungsi informasi bisa berkembang sesuai dengan bidang
garapan yang disentuhnya. Namun, setidaknya yang utama adalah
sebagai data dan fakta yang dapat membuktikan adanya suatu
kebenaran, sebagai penjelas hal-hal yang sebelumnya masih
meragukan, sebagai prediksi untuk peristiwa-peristiwa yang
mungkin akan terjadi pada masa yang akan datang. Nyatanya,
informasi itu banyak fungsinya. Tidak terbatas pada salah satu
bidang atau aspek saja, melainkan menyeluruh, hanya bobot dan
manfaatnya yang berbeda karena disesuaikan dengan kondisi yang
membutuhkannya (Yusup, 1995).
Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-
ide baru, biasanya commit to userdibanding orang-orang yang pasif
lebih inovatif
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang


baru. Golongan yang inovatif, biasanya banyak memanfaatkan
beragam sumber informasi, seperti : lembaga
pendidikan/perguruan tinggi, lembaga penelitian, dinas-dinas yang
terkait, media massa, tokoh-tokoh masyarakat (petani) setempat
maupun dari luar lembaga-lembaga komersial (pedagang, dll)
(Lionberger dalam Mardikanto, 1996).
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduannya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam
diri individu (Azwar, 1998).
The goal of education is to offer experiences that will change
people in a good direction. Good may be defined theologically, and
from this definition deductions may be logically made about course
content and student decorum. Or good may be defined as success in
a particular society at a given time, and again curriculum and
approved social behavior will follow. Whether education is
preparation for the good life or is the good life itself makes a great
difference and is an example of how the nature of theories affect
behavior (Krasner dan Ullman, 1973).
Tujuan pendidikan adalah untuk menawarkan pengalaman
yang akan mengubah sesorang ke arah yang lebih baik. Hal
tersebut dicontohkan dengan adanya kesopanan siswa, atau
mungkin digambarkan sebagai bentuk kesuksesan seseorang dalam
masyarakat tertentu. Pendidikan formal memiliki kurikulum yang
dapat mempengaruhi perilaku sosial bagi yang mengikutinya.
Apakah pendidikan adalah persiapan untuk hidup yang baik atau
hidup yang baik itu akan membuat suatu perbedaan besar adalah
contoh bagaimana pendidikan mempengaruhi perilaku
(Krasner dan Ullman, 1973).
Pendidikan mengajarkan aneka macam kemampuan kepada
individu. Pendidikan memberikan nilai- nilai tertentu bagi
manusia, terutama commit to user pikirannya serta menerima hal-
dalam membuka
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah


(Soekanto, 2007).
Formal education starts form a theoretical or conceptual
framework and leads to practical or actual field work. In this type
of education there is a fixed or pre-decided cirriculum. Extension
education is practical, field and farmer's problem-oriented, thus it
starts from a practical and develops into a theorotical or basic
understanding. In extension education there is no fixed cirriculum.
It has also possible flexibilities depending on the needs of the
learners (Singh, 2006).
Pendidikan formal dimulai dari suatu kerangka teori atau
konsep dan menuju ke arah praktek atau kerja lapang. Dalam
pendidikan jenis ini terdapat suatu kurikulum yang telah ditetapkan
ataupun yang belum ditetapkan. Sedangkan pendidikan penyuluhan
adalah latihan, yang berorientasi pada pemecahan masalah petani,
dimulai dari suatu latihan yang kembang;kan dari teori atau
pemahaman dasar. Dalam penyuluhan tidak terdapat penetapan
kurikulum. Di samping itu juga memungkinkan disesuaikan
dengan kebutuhan sasaran (Singh, 2006).
Penyuluhan pertanian adalah suatu cara atau usaha pendidikan
yang bersifat non formal untuk para petani dan keluarganya di
pedesaan (Samsudin, 1982).
Menurut Sastraatmadja (1993), ciri-ciri pendidikan non
formal diantaranya :
a) Pendidikan non formal tidak mengenal batas umur bagi petani
yang akan mengikuti pendidikan penyuluhan.
b) Pendidikan non formal tidak mengenal kurikulum tertentu yang
harus diselesaikan, pokoknya tidak ditentukan kapan selesainya
batas waktu pendidikan.
c) Pendidikan non formal tidak mengenal uang sekolah, apakah
itu yang dinamakan uang pendaftaran, uang sekolah per bulan,
dan lain-lain.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

d) Pendidikan non formal tidak mengenal ruangan tertentu artinya


setiap pendidikan pertanian tidak harus menggunakan ruangan
beton, tembok, atau kelas.
e) Pendidikan non formal tidak mengenal waktu.
6) Pengaruh Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan
dan pengalaman peibadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk
sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat
merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi
telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih
persisten dan bertahan lama (Azwar, 1998).
Menurut Walgito (2003), secara garis besar pembentukan atau
perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor yang pokok, yaitu :
1) Faktor individu itu sendiri atau faktor dalam
2) Faktor luar atau faktor ekstern, yang dimaksud dengan faktor luar
adalah hal-hal atau keadaan yang ada di luar diri individu yang
merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.
Dalam hal ini dapat terjadi secara langsung antara individu dengan
individu yang lain, antara individu dengan kelompok, atau antara
kelompok dengan kelompok. Di samping itu dapat terjadi secara
tidak langsung, yaitu dengan perantaraan alat-alat komunikasi,
misal media massa baik yang elektronik maupun yang non
elektronik.
Herbert Kelman (1982) list three conditions :
1) Compliance. A person appears to change his attitude only because
he hopes to receive a favourable reaction from another person or
because he wishes to avoid punishment.
2) Identification. A person may change his attitude towards a new
idea because he finds it satisfying to relate to the person or group
thet proposed the idea.
3) Internalisation. The deepest and most lasting attitude change takes
place when a commit to useran idea completely on the basis of its
person accept
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

value on meaning to him rather than on the influence of the person


who gave it to him.
Menurut Herbert Kelman dalam Hawkins et all (1982), kondisi
di bawah perubahan sikap yang berlangsung, menentukan posisi
permanen perubahan ini. Ia mendaftar tiga kondisi-kondisi :
1) Pemenuhan
Seseorang nampak untuk berubah sikapnya hanya karena ia
berharap untuk menerima suatu reaksi baik dari orang lain atau
sebab ia mengharapkan untuk menghindari hukuman.
2) Identifikasi
Seseorang dapat berubah sikapnya ke arah suatu gagasan
baru karena ia menemukan sesuatu yang memuaskan untuk
menjalin hubungan dengan orang atau sekelompok orang yang
mengusulkan suatu gagasan tertentu.
3) Internalisasi
Perubahan sikap yang paling dalam berlangsung ketika
seseorang menerima suatu gagasan yang sepenuhnya atas dasar
nilai atau kehendaknya bukan karena pengaruh orang lain.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap
(Ahmadi, 1999), terdiri dari :
1) Faktor intern yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu
sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang
untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang
dari luar.
2) Faktor ekstern yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia.
Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok.
Menurut Widiyatun (1999), faktor intrinsik ekstrinsik individu
yang mempengaruhi sikap diantaranya kepribadian, intelegensi, bakat,
minat, perasaan, serta kebutuhan dan motivasi seseorang.
Di luar teori pembentukan sikap yang dikemukakan oleh Azwar
(1998), terdapat pula commit
beberapa faktor lain yang turut berpengaruh
to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

dalam pembentukan sikap, diantaranya yaitu : umur, karakteristik


sosial dan ekonomi. Mardikanto (2009), mengemukakan bahwa
karakteristik pribadi mencakup jenis kelamin, umur, suku/etnis,
agama. Sedangkan status sosial ekonomi meliputi tingkat pendidikan,
tingkat pendapatan, dan keterlibatannya dalam kelompok/organisasi
kemasyarakatan. Beberapa faktor yang turut berpengaruh dalam
pembentukan sikap, diantaranya :
1) Umur
Menurut De Cecco (1968) dalam Mardikanto (1996), umur
akan berpengaruh kepada tingkat kematangan seseorang (baik
kematangan fisik maupun emosional) yang sangat menentukan
kesiapannya untuk belajar. Berkaitan dengan itu, Vacca dan Valker
(1980), mengemukakan bahwa selaras dengan bertambahnya umur,
seseorang akan menumpuk pengalaman-pengalamannya yang
merupakan sumberdaya yang sangat berguna bagi kesiapannya
untuk belajar lebih lanjut.
2) Karakteristik sosial
a) Status keanggotaan dalam kelompok/ organisasi
Status keanggotaan petani dalam kelompok tani akan
menentukan terhadap keaktifan anggota dalam berpartisipasi.
Anggota yang berperan aktif dalam kelompok tani biasanya
memiliki pendidikan serta pengalaman yang lebih daripada
anggota pasif (Kuswardhani, 1998).
Menurut Mardikanto (2001), Keanggotaan dalam
kelompok adalah status keanggotaan seseorang dalam kelompok
tani yang diukur dengan skala ordinal dari 1-5, yaitu :
1 – bukan anggota
2 – anggota biasa
3 – anggota aktif
4 – anggota pengurus
5 – ketua commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

b) Banyaknya organisasi yang diikuti


Warga masyarakat yang suka bergabung dengan orang-
orang di luar sistem sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif
dibanding mereka yang hanya melakukan kontak pribadi dengan
warga masyarakat setempat
(Lionberger dalam Mardikanto, 1996).
c) Lamanya berkecimpung dalam organisasi
Dengan membentuk kelompok, maka petani mempunyai
organisasi yang merupakan wadah untuk belajar dan
mengorganisasi berbagai kegiatan pertanian secara bersama-
sama dan diatur sedemikian rupa sehingga ada pembagian tugas
dan wewenang diantara para anggotanya (Supanggyo, 2007).
3) Karakteristik ekonomi
a) Luas pemilikan lahan
Menurut Mubyarto (1969) dalam Mardikanto (1994),
golongan ekonomi lemah adalah golongan yang lemah di dalam
permodalannya, lemah di dalam pengetahuan dan
ketrampilannya, dan kerap kali juga lemah di dalam semangat
dan keinginannya untuk maju. Mereka “lambat” menerapkan
teknologi baru, bukan saja karena modal yang lemah. Melainkan
mereka menjadi tidak mudah “begitu saja” menerima setiap
teknologi baru yang dianjurkan, karena dengan pemilikan tanah
yang sempit itu mereka selalu dihantui oleh ketakutan akan
terjadinya kegagalan panen yang berarti malapetaka buat dirinya
sekeluarga.
b) Luas penguasaan lahan
Menurut Hernanto (1993), berdasarkan luas penguasaan
lahan petani dapat digolongkan sebagai berikut:
i. Golongan petani luas ( > 2 hektar)
ii. Golongan petani sedang ( 0,5-2 hektar)
commit
iii. Golongan petani to user
sempit ( < 0,5 hektar)
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

iv. Golongan buruh tani ( tidak bertanah)


Luas lahan garapan digolongkan ke dalam 3 kelompok,
yaitu:
i. Sangat sempit : kurang dari 0,25 hektar
ii. Sempit : 0,25-0,49 hektar
iii. Sedang : 0,5-0,99 hektar
(Prayitno dan Arsyad, 1987).
c) Pendapatan
Menurut Mardikanto (1994), pendapatan petani yang
rendah disebabkan oleh ketidakmampuan petani untuk
menggunakan tenaga kerja (keluarga) secara efisien, karena :
i. Sifat pekerjaan yang selalu mengalami fluktuasi terhadap
musim.
ii. Munculnya “pengangguran tak kentara” karena terbatasnya
kesempatan kerja yang dapat dilakukan di lahan usahatani
yang sempit.
iii. Tidak tersedianya peralatan dan ketrampilan khusus untuk
memanfaatkan waktu luang yang tersedia.
Di Indonesia para petani merupakan golongan terendah
pendapatannya. Pendapatan yang rendah itu terutama
disebabkan oleh produksi yang rendah. Produksi yang rendah ini
disebabkan lahan usahataninya sangat sempit dan dikelola
dengan teknologi sederhana serta peralatan yang terbatas.
Keadan ini akan lebih buruk lagi jika lahan garapannya milik
orang lain yang harus dibayar dengan uang sewa atau dengan
bagi hasil. Secara lebih sederhana, sumber pendapatan petani
miskin dapat dikelompokkan ke dalam tiga sumber yaitu :
usahatani sendiri, usahatani orang lain sebagai penggarap atau
pembagi hasil, serta luar usahatani (Prayitno dan Arsyad, 1987).
Sasaran bertani ada dua, yaitu sasaran sebelum panen atau
commit
sasaran pra panen to usersesudah panen atau sasaran pasca
dan sasaran
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

panen. Sasaran pra panen adalah hasil pertanian yang setinggi-


tingginya. Sasaran itu merupakan sasaran tahap pertama atau
fisis. Sasaran tahap kedua yaitu sasaran ekonomi ialah
pendapatan atau keuntungan yang sebanyak-banyaknya tiap
satuan luas yang diusahakan (Soetriono et all, 2006).
Petani dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi maka
semakin cepat dalam mengambil keputusan untuk mau
menerapkan inovasi yang ditawarkan
(Lionberger dalam Mardikanto, 1993).
Berdasarkan beberapa teori di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh dua faktor, diantaranya :
a. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari diri individu tersebut,
meliputi : umur, pengalaman menerapkan Tabela, pendidikan formal,
keaktifan mengikuti penyuluhan, karakteristik sosial (status
keanggotaan dalam kelompok/ organisasi, banyaknya organisasi yang
diikuti, lamanya berkecimpung dalam organisasi), karakteristik
ekonomi (luas pemilikan lahan, luas penguasaan lahan, pendapatan).
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu tersebut,
meliputi : informasi, pengaruh orang lain yang dianggap penting.
3. Petani
Manusia berusaha mengatur atau mengusahakan tumbuh-tumbuhan
dan hewan serta memanfaatkan hasilnya. Mereka mengubah tempat
tumbuhan dan hewan serta lingkungannya agar dapat memenuhi
kebutuhan manusia. Manusia seperti itu disebut petani atau pengusaha
pertanian. Dalam kegiatan usahatani, petani merangkap dua peranan yaitu
sebagai penggarap dan manajer. Peranan petani sebagai penggarap adalah
memelihara tanaman dan hewannya agar mendapatkan hasil yang
diperlukan. Sedangkan petani berperan sebagai manajer yaitu
ketrampilan dalam menjalankan usahanya menyangkut kegiatan otak
yang didorong oleh keinginan dalam pengambilan keputusan atau
commit
pemilihan alternatif tanaman atautoternak
user (Soetriono et all, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Petani sebagai orang desa yang bercocok tanam artinya meerka


bercocok tanam dan beternak di daerah pedesaan, tidak di dalam
ruangan- ruangan tertutup (greenhouse). Petani pedesaan merupakan
bagian dari satu masyarakat yang lebih besar dan lebih kompleks. Petani
pedesaan tidak melakukan usaha dalam arti ekonomi, ia mengelola
sebuah rumah tangga, bukan sebuah perusahaan bisnis (Wolf, 1985).
Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi
sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti
luas yang meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan dan
pemungutan hasil laut. Peranan petani sebagai pengelola usahatani
berfungsi mengambil keputusan dalam mengorganisir faktor-faktor
produksi yang diketahui (Hernanto, 1993).
Para petani dalam arti ekonomi adalah para manajer sumber daya
yang memanipulasi tenaga kerja, lahan, modal, dan sumber daya lainnya
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan atau sasaran ini bervariasi
sesuai dengan tanggung jawab petani dan kadang-kadang juga sesuai
dengan ambisi untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Hampir semua
petani tradisional menerima teknologi beru yang relevan, dalam bentuk
apapun karena mereka menjadi lebih baik melalui satu atau lain cara, dan
mungkin memperoleh laba yang lebih banyak, dengan mengadopsi
teknologi itu (Makeham dan Malcolm, 1991).
The amount of land in farms and ranches has been relatively
constant, this means the average farms size has increased
considerably. Several factors have contributed to this change.
First, labor-saving technology in the form of larger agricultural
machinery, automated equipment and specialized livestock
buildings has made it possible for fewer farm workers to produce
more. Second, employment oppurtunities outside agriculture have
become more attractive and plentiful, encouraging labor to move
out of agriculture. Third, farms and ranch operators have aspired
to earn higher levels of income and to enjoy a standard of living
comparable to that of nonfarms families. Fourth, some new
technology is available only in a minimum size or scale
(Kay and William, 1999).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

Kay dan William (1999), mengemukakan bahwa peranan bidang


pertanian selalu menjadi faktor yang utama dalam kelangsungan hidup
manusia. Oleh karena itu terdapat beberapa alasan seseorang (petani)
bekerja di bidang pertanian, yaitu antara lain sebagai berikut :
a. Tenaga kerja tidak hanya pada kegiatan di lapang, tetapi dalam sektor
pertanian yang luas sangat diperlukan tenaga terampil dalam
pembuatan mesin-mesin pertanian, peralatan pertanian, serta staf ahli
di bidang peternakan.
b. Bekerja di bidang pertanian menjadi menarik dan diminati banyak
orang karena memberi harapan bagi petani akan hasil panen yang
nantinya akan diperoleh.
c. Hasil yang diperoleh dari bekerja di bidang pertanian tidak kalah
pentingnya (keuntungan) dibanding dengan bekerja di bidang non
pertanian.
d. Teknologi yang tersedia hanya dalam ukuran atau skala minimum.
Sehingga ini mendorong petani untuk memperluas produksi dengan
biaya-biaya tetap menyangkut teknologi secara ekonomis dan efisien.
Di Indonesia, batasan petani kecil telah disepakati pada seminar
petani kecil di Jakarta pada tahun 1975. Pada pertemuan tersebut
ditetapkan bahwa yang dinamakan petani kecil adalah :
a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg
beras per kapita per tahun.
b. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 hektar
lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa.
c. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas
d. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamik
(Soekartawi, et all, 1984).
4. Tanam Benih Langsung (Tabela) Bayer
Dalam cara tanam benih secara langsung (Tabela), benih biasanya
dikecambahkan terlebih dulu sebelum disebarkan di lahan sawah yang
commit
telah diolah dan diratakan secarato baik.
user Tabela biasanya berkembang di
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

daerah yang tenaga kerjanya kurang dan mahal. Selain itu cara ini dinilai
menghemat penggunaan air (Syam, 2007).
Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya : masa produksi lebih pendek, menghemat
tenaga kerja, menghemat penggunaan air, meningkatkan hasil persatuan
luas, jumlah anakan tidak produktif menurun. Adapun langkah-langkah
Tabela Bayer sebagai berikut :
a. Persiapan Lahan
Pada prinsipnya pengolahan tanah untuk persiapan lahan
bertanam padi bayer tabela hampir sama dengan persiapan lahan
untuk bertanam padi tapin atau persemaian. Langkah-langkah
pengolahan tanah bayer tabela dilakukan dengan pembajakan dua
arah, galengan ditamping dan dipopok agar air tidak keluar ke petak
yang lain. Akan lebih baik lagi setelah dibajak lahan diratakan agar
distribusi dan penyebaran air pengairan rata. Setelah dilakukan
pembajakan untuk mengolah tanah dilakukan pembuatan caren.
Caren adalah selokan kecil yang dibuat sedalam 10-20 cm, dengan
menggunakan cangkul atau untuk lebih cepat, memakai alat hasil
modifikasi. Caren dibuat untuk memudahkan pengaturan air
pengairan selama 30 hari pertama, caren juga berfungsi untuk
mengeluarkan genangan air saat atau setelah turun hujan. Caren
memudahkan petani saat melakukan penyemprotan dan pemupukan,
serta membantu pengendalian keong mas.
b. Persiapan bibit
Sebelum dilakukan penanaman benih direndam selama 24 jam
kemudian diperam 24 jam, sebagai tanda benih mempunyai daya
tumbuh yang baik, calon akar sudah keluar sekitar 1 mm setelah
diperam selama 24 jam. Sebelum disebar, benih diberi perlakuan
dengan Gaucho yang berfungsi sebagai anti stress sehingga padi dan
sistem perakaran tumbuh lebih kuat serta melindungi tanaman padi
dari serangan hama commit
werengtodan
usertungau dengan dosis 80 ml/ ha
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

kemudian diangin-anginkan selama kurang lebih 30 menit. Benih


yang sudah diberi perlakuan gaucho dimasukkan ke dalam tabung
lewat kedua pusat roda, pengisian benih cukup 75 % dari volume
peralon, atau sekitar 5-6 kg per baytani, supaya saat baytani ditarik,
benih dengan lancar keluar dari lubang. Sebelum ditarik, baytani
sedikit digoyang-goyangkan, sehingga benih di dalam tabung tersebar
merata.
Penanaman segera dilakukan setelah olah tanah dan pembuatan
caren selesai, dalam kondisi tanah masih berlumpur atau tidak keras.
Kondisi air saat tanam harus macak-macak dan ada air, sehingga
benih terendam atau masuk dalam lumpur untuk menghindari
gangguan burung dan tikus. Baytani dapat ditarik dengan berjalan
mundur atau berjalan miring, usahakan ada hentakan setiap langkah
sehingga tercipta jarak tanam yang teratur. Penanaman dengan
menggunakan baytani sangat menghemat waktu dan tenaga kerja,
tabela dari bayer dapat diterapkan untuk jenis dan varietas padi apa
saja, baik non hibrida maupun hibrida.
c. Pengairan
Hindari genangan air di bedengan saat benih baru sebar sampai
umur 10 hari, lahan dipertahankan dalam kondisi lembab saja. Umur
10-30 hari setelah sebar pengairan cukup 2-3 hari sekali, lahan tidak
perlu digenangi terus menerus. Karena padi bayer tabela mempunyai
akar lebih dalam dan lebih banyak, maka cenderung tahan
kekeringan, sehingga tidak perlu penggenangan seperti tapin (tanam
pindah) atau tanam persemaian.
d. Pemupukan
Waktu dan dosis pemupukan bayer tabela pada prinsipnya
sama dengan padi tapin, dari beberapa pengalaman petani, dosis
pemupukan bayer tabela lebih hemat karena akar padi yang lebih
dalam dan banyak, membuat akar sangat responsif terhadap
commit to user
pemupukan. Saat pemupukan dapat dicampur Curaterr untuk
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

melindungi padi dari serangan hama penggerek batang dan


semprotkan antracol sebagai tambahan suplemen Zinc untuk tanaman
padi.
e. Pemberantasan hama dan penyakit
1) Pengendalian tikus
Pengendalian hama tikus harus dilakukan terpadu, dengan
menggabungkan beberapa teknik pengendalian seperti racun tikus,
plastik pelindung, dan gropyokan. Plastik pelindung digunakan
disekeliling areal tanaman padi untuk mencegah masuknya ke
dalam areal tanaman padi. Pemasangan plastik tikus paling efektif
berjarak 50 cm dari pematang dan bagian bawah plastik
dibenamkan dalam lumpur.
2) Pengendalian keong mas
Bayluscide sangat efektif mengendalikan keong mas dari
mulai menetas, stadia muda, sampai dewasa. Dosis yang digunakan
adalah 1000 ml/ ha, diaplikasikan pada kondisi air tergenang 3-5
cm. Jika bayluscide diaplikasikan dengan benar, keong mas akan
mati 10 menit setelah aplikasi.
3) Pengendalian wereng
Curbix insektisida generasi baru dengan dosis 500 ml/ ha
sangat efektif mengendalikan hama wereng. Waktu aplikasi curbix
saat populasi wereng melewati ambang ekonomi, semprotkan pada
pangkal batang padi dimana wereng biasa bersembunyi. Curbix
bersifat sistemik dan kontak, sehingga akan ditranslokasikan
merata ke seluruh bagian tanaman padi dan akan melindungi dalam
jangka waktu lama (long lasting effect).
4) Pengendalian gulma
Ricestarxtra dengan dosis 500 ml/ ha sangat efektif
mengendalikan gulma daun sempit, teki, dan daun lebar. Waktu
aplikasi saat padi berumur 10-15 hari setelah sebar, dimana hampir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

semua gulma tumbuh dengan membentuk 2-6 daun, kondisi tanah


macak-macak, dan air tidak tergenang.
5) Pengendalian penyakit
Folicur dosis 180 g/ ha dengan dua kali aplikasi sangat
efektif untuk mengendalikan berbagai macam penyakit tanaman
padi seperti busuk pangkal batang, bercak daun, dan gabah kotor.
Waktu aplikasi pertama folicur adalah saat padi bunting, dan
aplikasi kedua saat padi keluar malai 5 %. Folicur bersifat sistemik,
sehingga akan melindungi tanaman padi dan mengendalikan
penyakit dengan lebih efektif. Dua kali aplikasi folicur akan
menghasilkan gabah bening dan bernas, presentase gabah utuh
lebih banyak (rendemen lebih tinggi), menghasilkan beras kepala
lebih banyak dengan warna yang bening.
6) Pengendalian kresek
Nativo dosis 200 g/ ha dengan dua kali aplikasi sangat
efektif untuk melindungi dari penyakit kresek yang disebabkan
oleh bakteri Xanthomonas sp.
Waktu aplikasi pertama Nativo adalah saat pertumbuhan
vegetatif dan aplikasi kedua saat padi bunting. Nativo disarankan
untuk daerah-daerah yang endemik kresek (Bayer, 2010).

B. Kerangka Berpikir
Sistem tanam benih langsung (Tabela) dari Bayer merupakan salah
satu inovasi yang sedang dikembangkan di Kabupaten Karanganyar dua
tahun terakhir ini. Sistem ini memiliki keunggulan lebih hemat dari segi
waktu, tenaga kerja, penggunaan pupuk dan dapat meningkatkan hasil
produksi. Penggunaan input yang lebih hemat ini dikarenakan dalam sistem
Tabela memanfaatkan penggunaan teknologi yaitu berupa alat yang disebut
Baytani untuk menanam benih. Dimana alat ini akan menghemat waktu dan
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses penanaman.
Sikap petani padi di Kabupaten Karanganyar terhadap sistem Tabela
commit to user
dipengaruhi oleh beberapa faktor pembentuk sikap. Beberapa faktor
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

pembentuk sikap diantaranya : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor


internal meliputi : umur, pengalaman pribadi, pendidikan formal, keaktifan
mengikuti penyuluhan, karakteristik sosial (status keanggotaan dalam
kelompok/ organisasi, banyaknya organisasi yang diikuti, lamanya
berkecimpung dalam organisasi), karakteristik ekonomi (luas pemilikan
lahan, luas penguasaan lahan, pendapatan). Sedangkan faktor eksternal
meliputi : informasi, pengaruh orang lain yang dianggap penting.
Sikap petani padi terhadap sistem Tabela, meliputi sikap terhadap :
konsep, kegiatan atau penerapan, hasil yang diperoleh dari
kegiatan/penerapan, serta dampak yang ditimbulkan.
Skema hubungan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap petani
padi terhadap sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) dapat digambarkan
sebagai berikut :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Sangat setuju/
Faktor Internal : Sikap petani padi
1. Umur terhadap sistem sangat positf
2. Pengalaman Tabela :
menerapkan Tabela 1. Konsep
3. Pendidikan formal a. Pengertian Setuju/positif
A.4. Hipotesis
Keaktifan mengikuti b. Keunggulan
penyuluhan 2. Kegiatan
5. Karakteristik sosial 1) Persiapan lahan Tidak tahu/
a) Status 2) Perlakuan ragu-ragu
keanggotaan benih
dalam kelompok/ 3) Penanaman
organisasi 4) Pengairan Tidak setuju/
b) Banyaknya 5) Pemupukan
organisasi yang 6) Pemberantasan negatif
diikuti hama dan
c) Lamanya penyakit
berkecimpung 3. Hasil Sangat tidak
dalam organisasi 1) Segi waktu setuju/sangat
6. Karakteristik 2) Segi biaya
ekonomi 4. Dampak negatif
a) Luas pemilikan 1) Produksi panen
lahan 2) Pendapatan
b) Luas penguasaan petani
lahan
c) Pendapatan

Faktor Eksternal :
1. Informasi
2. Pengaruh orang lain
yang dianggap
penting

Gambar 1. Kerangka Berpikir Pengaruh Faktor Pembentuk Sikap terhadap


Sikap Petani di Kabupaten Karanganyar.
C. Hipotesis
Diduga ada hubungan signifikan antara faktor-faktor pembentuk sikap
dengan sikap petani padi terhadap sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) di
Kabupaten Karanganyar.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

D. Pembatasan Masalah
1. Faktor yang mempengaruhi sikap pada penelitian ini dibatasi pada faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : umur, pengalaman
menerapkan Tabela, pendidikan formal, keaktifan mengikuti penyuluhan,
karakteristik sosial (status keanggotaan dalam kelompok/ organisasi,
banyaknya organisasi yang diikuti, lamanya berkecimpung dalam
organisasi), karakteristik ekonomi (luas pemilikan lahan, luas penguasaan
lahan, pendapatan). Sedangkan faktor eksternal meliputi : informasi,
pengaruh orang lain yang dianggap penting.
2. Sikap petani padi terhadap sistem Tabela dibatasi pada sikap terhadap
konsep (pengertian dan keunggulan sistem Tabela), kegiatan budidaya
padi dengan sistem Tabela (pengolahan lahan, persiapan benih,
penanaman, pengairan, pemupukan, serta pemberantasan hama dan
penyakit), hasil penggunaan sistem Tabela (segi waktu, segi biaya),
dampak dari sistem Tabela (produksi panen, pendapatan petani).
3. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah petani padi di
Kabupaten Karanganyar yang belum maupun yang telah menerapkan
sistem Tanam Benih Langsung (Tabela), khususnya di Kecamatan
Karanganyar dan Jumantono.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


1. Definisi Operasional
a. Faktor Pembentuk Sikap
Faktor pembentuk sikap yaitu faktor yang diduga mampu
mempengaruhi pola perilaku petani sehingga dapat membentuk sikap
terhadap sistem Tabela.
1) Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu
yang dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil sikap
terhadap sistem Tabela.
a) Umur merupakan usia petani responden pada saat penelitian
dilakukan yang dinyatakan dalam tahun, diukur dalam skala
commit to user
ordinal.
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

b) Pengalaman menerapkan Tabela adalah pengalaman petani padi


dalam menerapkan sistem Tabela selama dua tahun terakhir,
dan diukur dengan skala ordinal.
c) Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan yang pernah
ditempuh oleh petani responden di bangku sekolah, diukur
dengan skala ordinal.
d) Keaktifan mengikuti penyuluhan adalah keikutsertaan petani
responden dalam mengikuti penyuluhan sistem Tabela setiap
musim tanam, dan diukur dengan skala ordinal.
e) Karakteristik sosial adalah keadaan sosial petani responden
yang akan menjadi pertimbangan dalam menerapkan sistem
Tabela yang dilihat dari :
i. Status keanggotaan dalam kelompok/ organisasi, yaitu
jabatan atau kedudukan petani responden dalam kelompok
atau organisasi, diukur dengan skala ordinal.
ii. Banyaknya organisasi yang diikuti, yaitu jumlah organisasi
yang diikuti petani responden, diukur dengan skala ordinal.
iii. Lamanya berkecimpung dalam organisasi, yaitu lamanya
petani responden menjadi bagian dari organisasi, diukur
dengan skala ordinal.
f) Karakteristik ekonomi adalah keadaan ekonomi petani
responden yang akan menjadi pertimbangan dalam menerapkan
sistem Tabela yang ditinjau dari tiga hal, diantaranya :
i. Luas pemilikan lahan, yaitu ukuran luas lahan pertanian
yang dimiliki petani responden, dinyatakan dalam satuan
Ha, diukur dalam skala ordinal.
ii. Luas penguasaan lahan, yaitu ukuran luas lahan garapan
petani responden, dinyatakan dalam satuan Ha, diukur
dalam skala ordinal.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

iii. Pendapatan, yaitu tingkat kesejahteraan petani dari kegiatan


usahatani dan diluar usahatani setiap musim tanam, diukur
dalam skala ordinal.
2) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu
yang turut mempengaruhi seseorang dalam menentukan sikapnya
terhadap sistem Tabela.
a) Informasi merupakan frekuensi petani memperoleh informasi
sistem tabela setiap kali musim tanam, yang diukur dengan
skala ordinal.
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan saran,
ajakan, bujukan dari orang yang dianggap penting seperti
pengaruh dari Field Assisten Bayer, PPL, ketua kelompok tani/
petani baik dalam satu kelompok tani maupun di luar
kelompok tani, aparat desa, keluarga setiap musim tanam yang
mempengaruhi pembentukan sikap yang berkaitan dengan
penerapan sistem Tabela, diukur dalam skala ordinal.
b. Sikap petani terhadap sistem Tabela
Sikap petani terhadap Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)
diartikan sebagai tanggapan atau respon evaluatif petani responden
terhadap sistem Tabela yang berupa sikap sangat setuju/ sangat positf,
setuju/ positif, tidak tahu/ ragu-ragu, tidak setuju/ negatif, sangat
tidak setuju/ sangat negatif dilihat dari pengetahuan responden
tentang :
1) Konsep adalah suatu pandangan atau penilaian seseorang terhadap
sistem Tabela.
a) Pengertian, sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) adalah cara
menanam padi dengan secara langsung menaruh benih padi ke
lahan garap.
b) Keunggulan merupakan sisi positif yang dapat diperoleh dari
penerapan sistem Tabela.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

2) Kegiatan/ penerapan sistem Tabela yaitu segala bentuk kegiatan


teknis di lapang terkait dengan penerapan sistem Tabela.
a) Persiapan lahan adalah suatu perlakuan terhadap tanah atau
lahan yang akan ditanami. Kegiatan persiapan lahan yaitu
terdiri dari pembajakan dan pembuatan caren.
b) Perlakuan benih adalah upaya menyiapkan benih sebelum
benih ditanam di lahan. Perlakuan benih terdiri dari tiga
kegiatan yaitu perendaman benih selama 24 jam, benih diberi
perlakuan dengan Gaucho, dan pengisian benih ke dalam
Baytani.
c) Penanaman merupakan kegiatan yang dilakukan setelah
pengolahan tanah dan pembuatan caren. Hal-hal yang harus
diperhatikan saat penanaman diantaranya jarak tanam, kondisi
tanah, dan penggunaan Baytani.
d) Pengairan adalah suatu kegiatan yang dilakukan setelah tanam
dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan air. Pengairan
cukup 2-3 hari sekali pada umur 10-30 hari setelah sebar.
e) Pemupukan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan setelah
tanam dengan tujuan untuk mencukupi kandungan unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman.
f) Pemberantasan hama dan penyakit merupakan suatu tindakan
yang ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan hama dan
penyakit yang menyerang tanaman.
3) Hasil adalah keseluruhan output yang didapat dari proses yang
dilakukan terkait dengan penerapan sistem Tabela.
a) Segi waktu yaitu banyaknya waktu yang dikorbankan petani
dalam kegiatan penanaman setiap musim tanam sistem Tabela.
b) Segi biaya yaitu besarnya biaya yang dikeluarkan petani dalam
setiap musim tanam sistem Tabela.
4) Dampak merupakan suatu konsekuensi dari tindakan yang diambil
commitsistem
terkait dengan penerapan to userTabela.
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

a) Produksi panen yaitu hasil panen (kuantitas maupun kualitas)


komoditas padi yang diupayakan petani melalui sistem Tabela.
b) Pendapatan petani yaitu pendapatan yang diperoleh petani dari
usaha tani dengan sistem Tabela.
2. Pengukuran Variabel
a. Faktor Pembentuk Sikap
Pengukuran faktor pembentuk sikap ini meliputi : faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari : umur,
pengalaman pribadi, pendidikan formal, keaktifan mengikuti
penyuluhan, karakteristik sosial (status keanggotaan dalam
kelompok/ organisasi, banyaknya organisasi yang diikuti, lamanya
berkecimpung dalam organisasi), karakteristik ekonomi (luas
pemilikan lahan, luas penguasaan lahan, pendapatan). Sedangkan
faktor eksternal terdiri dari : informasi, pengaruh orang lain yang
dianggap penting.
1) Faktor internal
a) Umur
Umur petani saat penelitian dilakukan
Umur > 50 tahun : skor 5
Umur > 40 - 50 tahun : skor 4
Umur > 30 - 40 tahun : skor 3
Umur > 20 - 30 tahun : skor 2
Umur ≤ 20 tahun : skor 1
b) Pengalaman menerapkan Tabela
Pengalaman petani dalam menerapkan sistem Tabela (dalam
kurun waktu 2 tahun)
Menerapkan dan mengembangkan : skor 5
Selalu menerapkan sampai sekarang : skor 4
Pernah, berhenti, dan berlanjut kembali : skor 3
Pernah tetapi berhenti : skor 2
commit to user
Belum pernah : skor 1
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

c) Pendidikan formal
Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh responden di bangku
sekolah
Perguruan Tinggi : skor 5
SLTA/Tamat SLTA : skor 4
SLTP/Tamat SLTP : skor 3
SD/Tamat SD : skor 2
Tidak Sekolah : skor 1
d) Keaktifan mengikuti penyuluhan
Frekuensi responden mengikuti kegiatan penyuluhan tentang
sistem Tabela (dalam 1x musim tanam)
Sangat sering (>3 kali) : skor 5
Sering (3 kali) : skor 4
Kadang-kadang (2 kali) : skor 3
Pernah (1 kali) : skor 2
Tidak Pernah : skor 1
e) Karakteristik sosial
i. Status keanggotaan dalam kelompok/ organisasi
Jabatan atau kedudukan petani dalam kelompok/ organisasi
Ketua : skor 5
Pengurus : skor 4
Anggota aktif : skor 3
Anggota pasif : skor 2
Bukan anggota : skor 1
ii. Banyaknya organisasi yang diikuti
Jumlah organisasi yang diikuti petani
> 3 (lebih dari tiga) : skor 5
3 (tiga) : skor 4
2 (dua) : skor 3
1 (satu) : skor 1
0 commit to user : skor 0
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

iii. Lamanya berkecimpung dalam organisasi


Lamanya petani menjadi bagian dari organisasi (tahun)
≥5 : skor 5
3–4 : skor 4
1–2 : skor 3
<1 : skor 2
0 : skor 1
f) Karakteristik ekonomi
i. Luas pemilikan lahan
Luas lahan pertanian yang dimiliki petani
Sangat luas ( > 1 Ha ) : skor 5
Luas ( > 0,75-1 Ha ) : skor 4
Sedang ( > 0,50-0,75 Ha ) : skor 3
Sempit ( 0,25-0,50 Ha ) : skor 2
Sangat sempit ( < 0,25 Ha ) : skor 1
ii. Luas penguasaan lahan
Luas lahan pertanian yang digarap petani
Sangat luas ( > 1 Ha ) : skor 5
Luas ( > 0,75-1 Ha ) : skor 4
Sedang ( > 0,50-0,75 Ha ) : skor 3
Sempit ( 0,25-0,50 Ha ) : skor 2
Sangat sempit ( < 0,25 Ha ) : skor 1
iii. Pendapatan
Kondisi ekonomi petani dari pendapatan usaha tani maupun
di luar usaha tani (dalam 1x musim tanam)
Lebih dari cukup (dapat menabung) : skor 5
Tidak pernah kekurangan : skor 4
Terkadang kurang : skor 3
Sering kurang : skor 2
Selalu kurang : skor 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

2) Faktor eksternal
a) Informasi
Frekuensi memperoleh informasi tentang sistem Tabela (dalam
1x musim tanam)
Sangat sering (> 6 kali) : skor 5
Sering (5-6 kali) : skor 4
Kadang-kadang (3-4 kali) : skor 3
Pernah (1-2 kali) : skor 2
Tidak pernah : skor 1
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Saran dan ajakan untuk meningkatkan produksi dan
pendapatan melalui penerapan sistem Tabela (Field Assisten
Bayer, PPL, ketua kelompok tani/ petani lain, aparat desa,
keluarga) dalam satu kali musim tanam.
Sangat sering (> 6 kali) : skor 5
Sering (5-6 kali) : skor 4
Kadang-kadang (3-4 kali) : skor 3
Pernah (1-2 kali) : skor 2
Tidak pernah : skor 1
b. Sikap petani terhadap sistem Tabela
Pengukuran variabel sikap petani terhadap sistem Tabela yaitu
dengan memberikan pernyataan- pernyataan positif dan negatif
kepada responden tentang sikap terhadap konsep sistem Tabela, sikap
terhadap kegiatan/penerapan, sikap terhadap hasil sistem Tabela, serta
sikap terhadap dampak sistem Tabela. Pernyataan- pernyataan
tersebut mencakup :
1) Konsep sistem Tabela
a) Pengertian
b) Keunggulan
i. Menghemat tenaga
commit to user
ii. Menghemat penggunaan air
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

iii. Peningkatan hasil per satuan luas


iv. Masa produksi lebih pendek
v. Penurunan jumlah anakan yang tidak produktif
2) Kegiatan/ penerapan sistem Tabela
a) Persiapan lahan
b) Perlakuan benih
c) Penanaman
d) Pengairan
e) Pemupukan
f) Pemberantasan hama dan penyakit
3) Hasil sistem Tabela
a) Segi waktu
i. Menghemat waktu saat penanaman
ii. Panen lebih cepat
b) Segi biaya
i. Menghemat pemakaian benih
ii. Menghemat penggunaan tenaga kerja
iii. Menghemat penggunaan pupuk
4) Dampak sistem Tabela
a) Produksi panen
i. Kuantitas panen
ii. Kualitas panen
b) Pendapatan
i. Peningkatan pendapatan tiap musim tanam
ii. Perbedaan pendapatan petani Tabela dengan petani tapin
Sikap petani terhadap sistem Tabela mulai dari konsep,
kegiatan/ penerapan, hasil, serta dampak dari sistem Tabela diukur
dengan menggunakan pernyataan-pernyataan positif dan negatif yang
nantinya dihubungkan dengan jawaban yang diberikan oleh
responden. Jawaban dari pernyataan positif dan negatif yang
commit
disediakan untuk petani to userberjumlah 5, yaitu sebagai berikut:
responden
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

1) Pernyataan Positif
i. Sangat setuju/ sangat positif (SS) : skor 5
ii. Setuju/ positif (S) : skor 4
iii. Tidak tahu/ragu-ragu (R) : skor 3
iv. Tidak setuju/ negatif (TS) : skor 2
v. Sangat tidak setuju/ sangat negatif (STS) : skor 1
2) Pernyataan Negatif
i. Sangat setuju/ sangat positif (SS) : skor 1
ii. Setuju/ positif (S) : skor 2
iii. Tidak tahu/ragu-ragu (R) : skor 3
iv. Tidak setuju/ negatif (TS) : skor 4
v. Sangat tidak setuju/ sangat negatif (STS) : skor 5

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian


Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang melibatkan lima komponen informasi ilmiah yaitu teori,
hipotesis, observasi, generalisasi empiris dan penerimaan atau penolakan
hipotesis. Mengandalkan adanya populasi dan teknik penarikan sampel.
Kemudian menggunakan kuisioner untuk mengumpulkan datanya. Selanjutya
mengemukakan variabel penelitian dalam analisis datanya dan yang terakir
berusaha menghasilkan kesimpulan secara umum, baik yang berlaku untuk
populasi dan/atau sampel yang diteliti (Singgih, 2006 dalam Suyanto dan
Sutinah, 2007).
Penelitian ini menggunakan teknik survey. Menurut Singarimbun dan
Effendi (2006) penelitian dengan teknik survey adalah penelitian dengan cara
pengambilan sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai
alat pengumpul data dengan maksud menjelaskan hubungan kausal antara
variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.

B. Pemilihan Lokasi Penelitian


Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu cara
penentuan lokasi dengan sengaja karena alasan-alasan tertentu yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 2006).
Lokasi yang dipilih adalah Kabupaten Karanganyar. Pemilihan kabupaten ini
dengan dasar pertimbangan bahwa beberapa kecamatan di Kabupaten
Karanganyar telah terdapat petani yang menerapkan Sistem Tanam Benih
Langsung (Tabela), namun masih sangat terbatas jumlahnya. Diantara
beberapa kecamatan tersebut terdapat dua kecamatan yang memiliki petani
Tabela terbanyak dibandingkan kecamatan yang lain yaitu Kecamatan
Karanganyar dan Jumantono.

commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

Tabel 3.1. Jumlah Petani Tabela (berhenti maupun berlanjut) di Kabupaten


Karanganyar
No Kecamatan Jumlah Petani Tabela
1. Jaten 10
2. Kebakkramat 11
3. Tasikmadu 7
4. Karanganyar 23
5. Jumantono 26
6. Mojogedang 3
7. Matesih 3
Jumlah 83
Sumber : Data Sekunder, Tahun 2011

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah petani padi di Kabupaten
Karanganyar baik yang belum menerapkan maupun yang telah
menerapkan Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela), khususnya di
Kecamatan Karanganyar dan Jumantono. Alasan pemilihan kecamatan
tersebut dikarenakan di dua kecamatan tersebut terdapat petani Tabela
yang jumlahnya lebih besar dibandingkan beberapa kecamatan yang lain.
Adapun populasi dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2. Populasi Penelitian di Kabupaten Karanganyar

No Kecamatan Desa Populasi (orang) Total Populasi


(orang)
a b c
1 Karanganyar Tegalgede 49 5 9 63
Popongan 64 2 1 67
Bolong 27 2 1 30
Bejen 0 1 0 1
Jantiharjo 0 1 0 1
Gedong 0 1 0 1
Total 140 12 11 163
2 Jumantono Genengan 1 0 7 8
Gemantar 45 7 9 61
Sringin 0 0 1 1
Tunggulrejo 0 0 2 2
Total 46 7 19 72
Sumber : Data Sekunder,commit to user
Tahun 2011
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

Keterangan :
a = belum menerapkan
b = menerapkan-berhenti
c = menerapkan-berlanjut
2. Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Multiple Stage Cluster Random Sampling, yaitu dengan
cara mengelompokkan populasi ke dalam kelas-kelas yang merupakan
satuan-satuan dari mana sampel akan diambil (Mantra dan Kasto dalam
Singarimbun dan Effendi, 2006). Penentuan jumlah responden tiap sub
populasi menggunakan metode proportional random sampling yaitu
pengambilan responden dengan menetapkan jumlah tergantung besar
kecilnya sub populasi atau kelompok yang akan diwakilinya
(Mardikanto, 2001). Penentuan jumlah responden untuk masing-masing
kelompok tani ditentukan dengan rumus :
nk
ni = n
N
Keterangan :
ni = Jumlah responden dari masing-masing kelompok tani
nk = Jumlah petani dari tiap kelompok tani sebagai responden
N = Jumlah populasi atau jumlah petani seluruh kelompok tani
n = Jumlah petani responden yang diambil
Responden dalam penelitian ini adalah petani padi baik yang
belum maupun yang telah menerapkan sistem Tabela di Kecamatan
Karanganyar dan Jumantono, Kabupaten Karanganyar. Adapun jumlah
responden dalam penelitian ini sesuai dengan rumus di atas dapat dilihat
pada Tabel 3.3 berikut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

Tabel 3.3.Jumlah Sampel Petani (Responden) di Kabupaten Karanganyar


No Kecamatan Desa Populasi Total Sample Total
(orang) Populasi (orang) Sample
(orang) (orang)
a b c a b c
1 Karanganyar Tegalgede 49 5 9 63 5 1 1 7
Popongan 64 2 1 67 6 0 0 6
Bolong 27 2 1 30 3 0 0 3
Bejen 0 1 0 1 0 0 0 0
Jantiharjo 0 1 0 1 0 0 0 0
Gedong 0 1 0 1 0 0 0 0

Total 140 12 11 163 14 1 1 16


2 Jumantono Genengan 1 0 7 8 0 0 1 1
Gemantar 45 7 9 61 4 1 1 6
Sringin 0 0 1 1 0 0 0 0
Tunggulrejo 0 0 2 2 0 0 0 0
Total 46 7 19 72 4 1 2 7
Total Sample 23
(orang)
Sumber : Data Sekunder, Tahun 2011
Keterangan :
a = belum menerapkan
b = menerapkan-berhenti
c = menerapkan-berlanjut

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

D. Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
Tabel 3.4. Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan
Sifat data
Data yang digunakan Sumber
Pr Sk Kn Kl
Data pokok
1. Identitas Responden √ √ Responden
2. Faktor Pembentuk Sikap
a. Faktor Internal
1) Umur √ √ Responden
2) Pengalaman menerapkan √ √ Responden
Tabela
3) Pendidikan formal √ √ Responden
4) Keaktifan mengikuti √ √
penyuluhan Responden
5) Karakteristik sosial
a) Status keanggotaan √ √ Responden
dalam kelompok/
organisasi
b) Banyaknya organisasi √ √ Responden
yang diikuti
c) Lamanya berkecimpung √ √ Responden
dalam organisasi
6) Karakteristik ekonomi
a) Luas pemilikan lahan √ √ Responden
b) Luas penguasaan lahan √ √ Responden
c) Pendapatan √ √ Responden
b. Faktor Eksternal
1) Informasi √ √ Responden
2) Pengaruh orang lain yang √ √ Responden
dianggap penting
3. Sistem Tanam Benih Langsung
a. Konsep
1) Pengertian √ √ Brosur
2) Keunggulan √ √ Brosur
b. Kegiatan/ penerapan
1) Persiapan lahan √ √ Brosur
2) Perlakuan benih √ √ Brosur
3) Penanaman √ √ Brosur
4) Pengairan √ √ Brosur
5) Pemupukan √ √ Brosur
6) Pemberantasan hama dan √ √ Brosur
penyakit
c. Hasil
1) Segi waktu √ √ F. A. Bayer
2) Segi biaya √ √ F. A. Bayer
d. Dampak
1) Produksi panen √ √ F. A. Bayer
2) Pendapatan petani √ √ F. A. Bayer
Data Pendukung
Data jumlah petani √ √ BPP kecamatan
Keadaan wilayah commit to user
√ √ BPS
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id

Keterangan :
Pr = primer Kn = kuantitatif
Sk = sekunder Kl = kualitatif

E. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode sebagai berikut :
1. Wawancara adalah pengumpulan data primer dan sekunder dengan
mengajukan pertanyaan yang sistematis dan langsung kepada responden
dengan menggunakan pedoman kuisioner.
2. Observasi adalah pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
secara langsung kepada objek yang diteliti.
3. Dokumentasi, adalah pengumpulan data dengan mengutip dan mencatat
sumber-sumber informasi dari pustaka, internet, maupun instansi-instansi
yang terkait dengan penelitian ini.

F. Teknik Analisis Data


Sikap Petani terhadap Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)
diketahui dengan menggunakan skala Likert. Menurut Mueller (1996),
Mengukur sikap seseorang adalah mencoba untuk menempatkan posisinya
pada suatu kontinum afektif berkisar dari sangat positif hingga sangat negatif
terhadap suatu obyek sikap. Dalam penskalaan Likert kuantifikasi dilakukan
dengan mencatat penguatan respon dan untuk pernyataan kepercayaan positif
dan negatif tentang obyek sikap. Sikap petani terhadap sistem Tabela dibagi
menjadi 5 kategori, yaitu sangat setuju/ sangat positif, setuju/ positif, tidak
tahu/ ragu-ragu, tidak setuju/ negatif, sangat tidak setuju/ sangat negatif.
Faktor pembentuk sikap terdiri dari umur, pengalaman menerapkan
Tabela, pendidikan formal, keaktifan mengikuti penyuluhan, karakteristik
sosial, karakteristik ekonomi, informasi, dan pengaruh orang lain yang
dianggap penting. Pengkategorian faktor pembentuk sikap maupun sikap
petani terhadap sistem Tabela menggunakan rumus median score, yaitu
dengan menentukan nilai tengah dari data yang sudah diurutkan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

Untuk menguji derajat hubungan faktor pembentuk sikap dengan sikap


petani terhadap sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) Bayer di Kabupaten
Karanganyar digunakan uji korelasi jenjang rank spearman (rs) dengan
menggunakan rumus (Siegel, 1997) :
n
6å di 2
t -1
rs = 1 -
N -N
3

dimana: rs = koefisien korelasi rank spearman


N = jumlah sampel
di = selisih atau ranking dari variabel pengamatan
Untuk mengetahui tingkat signifikansi hubungan antara faktor
pembentuk sikap dengan sikap petani terhadap sistem Tanam Benih
Langsung (Tabela) Bayer digunakan uji student-t, karena sampel yang
digunakan lebih dari 10 maka digunakan rumus:

N -2
t = rs
1 - rs 2
Kriteria pengambilan keputusan :
1. Apabila t hitung ³ t tabel (0,05), maka Ho ditolak. Berarti ada hubungan
yang signifikan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap petani
terhadap sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) Bayer di Kabupaten
Karanganyar.
2. Apabila t hitung < t tabel (0,05), maka Ho diterima. Berarti tidak ada
hubungan yang signifikan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap
petani terhadap sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) Bayer di
Kabupaten Karanganyar.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam
1. Letak Geografis dan Topografi
Secara geografis Kabupaten Karanganyar terletak diantara 70 28’ - 70
46’ Lintang Selatan, dan 1100 40’ sampai 1100 70’ Bujur Timur dengan
rata-rata curah hujan 2.601 mm dan ketinggian rata-rata 511 meter di atas
permukaan laut serta beriklim tropis dengan temperatur 220-310C. Secara
administratif Kabupaten Karanganyar termasuk ke dalam wilayah Propinsi
Jawa Tengah. Batas-batas Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Sragen
Sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Wonogiri
Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali dan Kota Surakarta
Kabupaten Karanganyar terdiri dari 17 Kecamatan yang meliputi 162
desa dan 15 kelurahan. Desa/ Kelurahan tersebut terdiri dari 1.091 dusun,
2.313 dukuh, 1.876 RW, dan 6.130 RT. Adapun kecamatan-kecamatan di
Kabupaten Karanganyar adalah Jatipuro, Jatiyoso, Jumapolo, Jumantono,
Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso, Karangpandan, Karanganyar,
Tasikmadu, Jaten, Colomadu, Gondangrejo, Kebakkramat, Mojogedang,
Kerjo dan Jenawi.
2. Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan
Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,64 Ha yang
terdiri dari tanah sawah dan tanah kering. Luas wilayah dan tata guna
lahan di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 4.1.

commit51to user
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id

Tabel 4.1. Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan di Kabupaten Karanganyar

Prosentase
No Tata Guna Lahan Luas (Ha)
(%)
1. Tanah a. Irigasi teknis 12.922,74 16,70
Sawah b. Irigasi non teknis 7.586,76 9,80
c. Tidak berpengairan 1.955,61 2,53
Jumlah (Ha) 22.465,11
2. Tanah a. Pekarangan/bangunan 21.197, 69 27,39
Kering b.Tegalan/ kebun 17.847,48 23,07
c. Padang Gembala 219,67 0,28
d.Tambak/ kolam 25,53 0,03
e. Rawa - -
f. Hutan Negara 9.729,50 12,57
g. Perkebunan 3.251,51 4,20
h. Lain-lain 2.641,14 3,41
Jumlah (Ha) 54.912,53
Jumlah Total (Ha) 77.378,64 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 4.1, tata guna lahan sebagian besar digunakan
untuk tanah kering yaitu seluas 54.912,53 Ha, dengan sebagian besar
lahannya digunakan untuk pekarangan/ bangunan seluas 21.197, 69 Ha
(27,39%). Di samping untuk pekarangan/ bangunan, tanah kering juga
digunakan untuk tegalan/ kebun seluas 17.847,48 Ha (23,07%). Tanah
kering untuk tegalan/ kebun dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
mengembangkan potensi yang ada, sehingga dengan adanya tegal dapat
menambah penghasilan masyarakat. Sedangkan untuk tanah sawah seluas
22.465,11 Ha yang sebagian besar lahannya merupakan sawah irigasi
teknis seluas 12.922,74 Ha (16,70%).

B. Keadaan Penduduk
Kabupaten Karanganyar berpenduduk 872.821 jiwa yang dapat
dibedakan menurut jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, dan
mata pencaharian.
1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Keadaan penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk
mengetahui besarnya sex ratio
commitatau
to perbandingan
user antara jumlah penduduk
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id

laki-kaki dan perempuan. Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di


Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten
Karanganyar
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)
1. Laki-laki 433.840 49,71
2. Perempuan 438.981 50,29
Jumlah 872.821 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
Berdasarkan pada Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah
penduduk di Kabupaten Karanganyar sebesar 872.821, yang terdiri dari
penduduk laki-laki sebesar 433.840 jiwa (49,71%), sedangkan penduduk
perempuan sebesar 438.981 jiwa (50,29%). Berdasarkan jumlah tersebut
dapat diketahui sex ratio (SR) yaitu :

Sex ratio =
å penduduk laki - laki x 100
å penduduk perempuan
433.840
= ×100
438.981
= 98,83 ~ 99
Sex Ratio (SR) penduduk sebesar 98,83 artinya dalam setiap 100
orang penduduk perempuan terdapat kurang lebih 99 orang penduduk laki-
laki. Apabila angka SR (Sex Ratio) di bawah 100, maka dapat
menimbulkan berbagai masalah, dimana berarti di wilayah tersebut
kekurangan penduduk laki-laki, sehingga berakibat terjadinya kekurangan
tenaga kerja laki-laki untuk melaksanakan pembangunan. Akan tetapi,
angka SR (Sex Ratio) di atas tidak terlalu jauh dari 100 sehingga dapat
dikatakan bahwa jumlah penduduk laki-laki tidak selisih jauh dengan
penduduk perempuan, sehingga tidak akan berdampak terhadap
pelaksanaan pembangunan.
Perbandingan jumlah penduduk perempuan yang lebih besar
dibandingkan penduduk laki- laki cukup memberikan kontribusi di bidang
pertanian yaitu sebagai tenaga kerja pertanian. Sebagian pekerjaan laki-

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

laki dapat dikerjakan oleh perempuan, seperti : pemeliharaan tanaman,


panen, dan pasca panen.
2. Keadaan Penduduk Menurut Umur
Keadaan penduduk menurut umur dapat digunakan untuk
mengetahui besarnya penduduk usia produktif dan penduduk usia non
produktif dalam kurun waktu tertentu di suatu wilayah.
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten
Karanganyar
Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Prosentase (%)
0–4 70.008 8,02
5–9 74.374 8,52
10 – 14 79.132 9,07
15 – 19 82.514 9,45
20 – 24 77.456 8,87
25 – 29 72.359 8,29
30 – 34 66.920 7,67
35 – 39 61.259 7,02
40 – 44 55.538 6,36
45 – 49 48.854 5,60
50 – 54 41.577 4,76
55 – 59 35.997 4,12
60 – 64 31.648 3,63
65 – 69 28.091 3,22
70 – 74 24.042 2,75
75+ 23.052 2,64
Jumlah 872.821 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
Berdasarkan data di atas dapat diketahui Angka Beban Tanggungan
(ABT) yang merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang tidak
produktif dengan jumlah penduduk produktif dalam 100 jiwa penduduk,
yang berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk usia produktif harus
menanggung sejumlah penduduk usia nonproduktif.
Menurut Mantra (1995), usia nonproduktif adalah usia 0 – 14 tahun
dan ≥ 60 tahun sedangkan usia produktif adalah usia 15 – 59 tahun,
sehingga besar Angka Beban Tanggungan di Kabupaten Karanganyar
dapat diketahui sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

ABT =
å Penduduknon Pr oduktif ´100
å Penduduk Pr oduktif
330.347
= ×100
542.474
= 60,89 ~ 61

Angka ini menunjukkan bahwa 100 penduduk usia produktif harus


menanggung 61 orang usia non produktif. ABT (Angka Beban
Tanggungan) di Kabupaten Karanganyar termasuk tinggi. Menurut Mantra
(2003), tingginya ABT (Angka Beban Tanggungan) merupakan faktor
penghambat pembangunan ekonomi, karena sebagian dari pendapatan
yang diperoleh oleh golongan produktif terpaksa harus dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhan mereka yang belum produktif atau sudah tidak
produktif.
Dalam bidang pertanian, besarnya ABT sangat berpengaruh
terhadap ketenagakerjaan. Semakin tinggi ABT berarti jumlah tenaga kerja
yang produktif untuk sektor pertanian semakin berkurang sehingga akan
menghambat pelaksanaan pembangunan pertanian.
3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor penting dalam menunjang kelancaran
pembangunan. Tingkat pendidikan digunakan sebagai parameter sumber
daya manusia dan kemajuan suatu wilayah. Orang yang berpendidikan
cenderung berpikir lebih rasional dan umumnya cenderung menerima
adanya pembaharuan. Masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan
tinggi akan mudah mengadopsi suatu inovasi baru sehingga akan
memperlancar proses pembangunan. Sebaliknya masyarakat yang
memiliki tingkat pendidikan rendah akan sulit untuk mengadopsi suatu
inovasi baru. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat
pada tabel berikut :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Tertinggi yang


Ditamatkan di Kabupaten Karanganyar
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Prosentase (%)
1. Tamat D III, S1, S2, S3 28.500 3,55
2. Tamat SLTA, D I, D II 128.523 16,01
3. Tamat SLTP/ MTs 142.537 17,75
4. Tamat SD/ MI 298.921 37,23
5. Tidak Tamat SD/ MI 60.966 7,59
6. Belum Tamat SD/ MI 82.444 10,27
7. Tidak/ Belum Pernah Sekolah 60.923 7,59
Jumlah 802.814 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
Dari data diatas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan
penduduk Kabupaten Karanganyar tergolong rendah. Sebagian besar
penduduk tamat SD yaitu sebanyak 298.921 jiwa (37,23%). Tingkat
pendidikan penduduk Kabupaten Karanganyar tergolong rendah karena
kurangnya kesadaran penduduk akan pentingnya pendidikan. Dalam
bidang pertanian, tingkat pendidikan penduduk yang tergolong rendah
akan berdampak pada sikapnya dalam menerima inovasi pertanian.
Penduduk yang rendah tingkat pendidikannya akan memiliki SDM yang
rendah. Seseorang yang memiliki SDM rendah cenderung kurang
kooperatif dan kurang terbuka terhadap perubahan, sehingga adanya
inovasi di bidang pertanian tidak mudah diterima masyarakat.
4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian dapat menggambarkan besarnya tingkat
pendapatan seseorang sehingga akan berpengaruh pada kehidupan sosial
dalam masyarakat. Penduduk akan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan
yang layak sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki. Keadaan
penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kabupaten


Karanganyar
Lapangan Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Prosentase (%)
Petani Sendiri 134.487 18,46
Buruh Tani 88.324 12,13
Nelayan - -
Pengusaha 9.846 1,35
Buruh Industri 105.536 14,49
Buruh Bangunan 49.619 6,81
Pedagang 45.320 6,22
Pengangkutan 6.427 0,88
PNS/ TNI/ Polri 19.908 2,73
Pensiunan 9.976 1,37
Lain-lain 258.995 35,55
Jumlah 728.438 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar mata
pencaharian penduduk adalah dari sektor pertanian yaitu sebanyak 134.487
jiwa (18,46%). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih
memegang peranan utama bagi masyarakat untuk menggantungkan
hidupnya. Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian
disebabkan karena adanya sumber daya alam yang potensial yang mampu
mendukung pelaksanaan kegiatan usahatani di Kabupaten Karanganyar.
Selain itu juga disebabkan adanya budaya dan sikap mental penduduk
yang menganggap bahwa petani adalah mata pencaharian turun temurun
dari generasi ke generasi, dan mereka hanya memiliki keahlian dalam
bercocok tanam. Mata pencaharian lain yang diperoleh oleh sebagian
penduduk karena adanya kesempatan yang mendukung mereka untuk
memperoleh mata pancaharian tersebut.

C. Keadaan Pertanian
Sektor pertanian sebagai salah satu sektor primer, memang masih
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Karanganyar. Sektor pertanian dirinci menjadi beberapa subsektor,
yaitu tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan
perikanan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

1. Tanaman Pangan
Pertanian tanaman pangan merupakan salah satu sektor dimana
produk yang dihasilkan menjadi kebutuhan pokok hidup rakyat.
Kabupaten Karanganyar sebagian tanahnya merupakan tanah pertanian
yang memiliki potensi cukup baik bagi pengembangan tanaman agro
industri.
Tabel 4.6. Luas Areal Panen dan Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten
Karanganyar
Tanaman Pangan Luas Panen Produksi
(Ha) (Ton)
Padi sawah 46.263 281.234
Padi gogo 1.364 4.368
Jagung 7.497 65.675
Ubi Kayu 6.074 159.837
Ubi Jalar 535 10.012
Kedelai 303 427
Kacang Tanah 5.413 6.328
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
Prioritas komoditas yang dibudidayakan oleh penduduk di suatu
wilayah dapat dipengaruhi oleh adanya kebiasaan penduduk di wilayah
tersebut dan tingkat kebutuhan penduduk terhadap suatu komoditas
tertentu. Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa luas panen terbesar
yaitu pada tanaman padi sawah dengan produksi rata-rata 281.234 ton per
hektar. Hal ini dapat menunjukkan bahwa tanaman padi menjadi prioritas
utama untuk dibudidayakan petani karena komoditas ini merupakan
makanan pokok bagi penduduk. Selain itu, yang menjadi komoditas
unggulan yaitu tanaman ubi kayu dengan produksi mencapai 159.837 ton.
2. Perkebunan
Di samping tanaman bahan pangan, di Kabupaten Karanganyar juga
terdapat perkebunan yang memiliki beberapa komoditas sayuran dan buah-
buahan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

Tabel 4.7. Luas Areal Panen dan Produksi Tanaman Sayuran di


Kabupaten Karanganyar
Tanaman Perkebunan Luas Panen Produksi
(sayuran) (Ha) (Kw)
Bawang merah 117 7.129
Bawang putih 51 1.329
Kentang 92 11.985
Kobis 109 12.508
Sawi 624 34.334
Cabe 148 4.923
Tomat 65 5.603
Terong 43 1.460
Buncis 142 4.891
Wortel 548 98.517
Kacang panjang 231 7.877
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
Sebagian tanah di Kabupaten Karanganyar merupakan tanah
pegunungan/ perbukitan yang sangat potensial untuk tanaman sayur-
sayuran. Produksi sayuran yang terbesar adalah wortel yaitu sebesar
98.517 Kw. Sedangkan produksi buah-buahan di Kabupaten Karanganyar
dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8. Produksi Tanaman Buah-buahan di Kabupaten Karanganyar
Tanaman Perkebunan Pohon Produksi
(buah-buahan) (batang) (Kw)
Jeruk keprok 5.085 642
Pepaya 85.072 7.571
Durian 109.458 21.007
Pisang 324.665 50.956
Rambutan 139.979 20.567
Mangga 272.873 91.102
Alpokat 24.509 9.644
Duku/ langsat 66.593 13.814
Jambu biji 4.340 143
Manggis 8.710 975
Belimbing 392 102
Sawo 1.355 286
Nangka 197.028 58.430
Salak 23.829 2.104
Nanas 1.385 11
Sukun 6.885 1.330
Sirsat 1.464 127
commit to user
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

Produksi buah terbesar yaitu mangga yang mencapai 91.102 kw.


Selain mangga, komoditas unggulan lainnya adalah nangka yang mencapai
58.430 kw dan pisang dengan produksi sebesar 50.956 kw.
3. Kehutanan
Hasil dari tanaman perkebunan rakyat di kabupaten karanganyar
dapat dilihat pada tabel berikut 4.9.
Tabel 4.9. Luas Areal Panen dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat
di Kabupaten Karanganyar
Tanaman Perkebunan Luas Produksi
Rakyat (Ha)
Cengkeh 1.508,50 95,71 kg
Kelapa 35,75 17,45 kg
Mete 408,83 380,52 kg
Kopi Arabica 19,40 5,33 kg
Kopi Robusta 35,75 17,45 kg
Tebu 2.229,49 8.868,49 kw
Kapuk 19,75 5,33 kg
Lada 3,74 1,53 kg
Tembakau 52,00 390,00 ton
Vanili 1,51 0,30 kg
Jahe 1.259.560,00 960.575,00 kg
Kencur 78.598,00 31.280,00 kg
Kunir 515.743,00 373.996,00 kg
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
Tanaman perkebunan rakyat di Kabupaten Karanganyar yang
potensial untuk dikembangkan selain cengkeh adalah kelapa, mete, tebu
dan jahe. Sementara itu, untuk tanaman perkebunan besar yang potensial
adalah teh dan karet.
4. Peternakan
Populasi ternak di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada tabel
4.10 berikut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

Tabel 4.10. Populasi Ternak Menurut Jenis Ternak di Kabupaten


Karanganyar
Jenis Ternak Jumlah (ekor)

Kuda 268
Sapi potong 49.498
Sapi perah 353
Kerbau 720
Kambing 22.185
Domba 115.488
Babi 38.215
Ayam ras 1.742.630
Ayam buras 847.349
Itik 105.800
Kelinci 10.941
Burung puyuh 328.983
Ayam pedaging 2.517.500
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
Jenis ternak di Kabupaten Karanganyar yang potensial untuk
dikembangkan adalah ayam ras yang mencapai 1.742.630 ekor. Hasil-
hasil produksi dari ternak di atas terdiri dari telur ayam buras 352.529 kg,
telur ayam ras 14.518.097 kg, telur itik 563.636 kg, telur puyuh 662.664
kg, daging 5.179.263 kg dan susu 301.475 lt. Hasil dari produksi ternak
yang paling potensial adalah telur ayam ras.
5. Perikanan
Produksi perikanan di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada
tabel 4.11 berikut.
Tabel 4.11. Luas dan Produksi Ikan Menurut Jenis Perairan di Kabupaten
Karanganyar
Jenis Perairan Luas Produksi
(Ha) (kg)
Cek DAM 85,9700 68.490
Kolam air tenang 34,4181 982.005
Sungai 429,1200 331.815
Waduk 130,0000 55.125
KJA 0,2245 27.250
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009
Jenis perairan untuk perikanan terluas di Kabupaten Karanganyar
commit to user
adalah sungai seluas 429,1200 Ha. Sedangkan produksi perikanan yang
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

paling potensial di Kabupaten Karanganyar yaitu ikan kolam air tenang


yang mencapai 982.005 kg.

D. Keadaan Sarana Perekonomian


Keberadaan sarana perekonomian di suatu wilayah merupakan suatu hal
yang sangat dibutuhkan untuk mendukung laju kegiatan perekonomian
penduduk di wilayah tersebut. Semakin banyak terjadi kegiatan jual beli maka
akan semakin tinggi pula laju kegiatan perekonomian penduduk, dan akan
semakin besar pula tingkat pendapatan daerah. Dengan adanya sarana
perekonomian maka dapat mempermudah masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan dan juga dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Sarana perekonomian di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel
4.12 berikut.
Tabel 4.12. Sarana Perekonomian di Kabupaten Karanganyar
No Sarana perekonomian Jumlah (unit )
1. Pasar 52
2. Toko/ Kios Warung 607
3. KUD/ BUUD 17
4. Koperasi Simpan Pinjam/ USP 954
5. Industri sedang 104
6. Industri besar 78

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, Tahun 2009


Sarana perekonomian yang terbanyak yaitu berupa Koperasi Simpan
Pinjam sebesar 954 unit. Besarnya jumlah koperasi akan membuka
kesempatan kerja yang cukup besar sehingga akan menyokong perekonomian
Kabupaten Karanganyar. Selain Koperasi Simpan Pinjam, sarana
perekonomian yang turut menunjang adalah toko/ kios warung. Perekonomian
Kabupaten Karanganyar juga ditunjang oleh adanya industri, yang dapat
berperan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat karena terjadi
penyerapan tenaga kerja industri.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

E. Kondisi Umum Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) di Kabupaten


Karanganyar
Tabela ( Tanam Benih Langsung ) merupakan metode budidaya padi
lewat tanam benih langsung yang dikembangkan oleh Bayer Cropscience di
Indonesia dengan menggunakan alat termodifikasi yang sederhana dan efisien
yang disebut “Baytani”. Baytani disediakan untuk petani dan merupakan
bagian dari program Tabela. Petani dapat meminjam Baytani dan jika
mencapai 5 Ha lahan Tabela/ musim tanam baik dalam satu kelompok tani
ataupun tidak dalam satu kelompok tani, alat Baytani tersebut diberikan secara
gratis sebanyak satu alat. Baytani singkatan dari Bayer dan petani atau Bayer-
Tabela-Harmani. Baytani dirancang oleh Harmani Dwidjowinoto pada tahun
2005 yang pada saat itu masih menjadi karyawan PT Bayer Indonesia, Bayer
CropScience.
Bayer Cropscience memulai pengembangan Tabela pada tahun 2007.
Pada tahun 2008, Bayer memperkenalkan metode ini di tujuh kabupaten di
Jawa Tengah, meliputi : Klaten, Bantul, Sukoharjo, Boyolali, Sragen,
Pemalang, Tegal, dan di dua kabupaten di Jawa Timur yaitu Ngawi dan
Madiun, serta empat kabupaten di Jawa Barat diantaranya Indramayu, Subang,
Karawang, Sumedang.
Tabela Bayer di Kabupaten Karanganyar itu sendiri bermula dari
pengembangan Tabela di Kabupaten Sragen. Penerapan sistem Tabela di
Kabupaten Sragen cukup berhasil, dari sinilah Bayer mencoba mengenalkan
inovasinya di Kabupaten Karanganyar. Sistem Tabela di Kabupaten
Karanganyar telah diterapkan petani selama dua tahun, bahkan hampir tiga
tahun ini. Di beberapa kecamatan telah terdapat petani Tabela, tetapi masih
terbatas jumlahnya. Petani Tabela dengan jumlah terbanyak terdapat di dua
kecamatan yaitu Kecamatan Karanganyar dan Jumantono. Awalnya sistem
Tabela disosialisasikan melalui BPP. Pihak BPP mengundang perwakilan dari
tiap kelompok tani untuk mengikuti sosialisasi sistem Tabela. Perwakilan
tersebut pada umumnya ketua Gapoktan, ketua masing- masing kelompok
tani, aparat desa. Kemudian commit to user
beberapa tokoh tersebut berperan meneruskan
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

informasi tersebut kepada anggotanya. Dalam sosialisasi tersebut, selain


penjelasan tentang Tabela, juga ditampilkan demonstrasi cara menggunakan
Baytani agar petani lebih mudah memahami. Baytani itu sendiri
Sistem tabela merupakan cara menanam padi dengan secara langsung
menaruh benih padi ke lahan garap. Sistem Tabela memiliki beberapa
keunggulan diantaranya :
a. Menghemat tenaga
Tabela mampu menghemat tenaga tanam yaitu cukup dilakukan oleh
dua orang dengan menggunakan alat Baytani untuk sawah seluas satu
hektar, dan memakan waktu kurang lebih 6-8 jam. Tenaga tanam yang
lebih hemat maka akan turut menghemat biaya yang dikeluarkan untuk
membiayai tenaga kerja penanaman.
b. Menghemat penggunaan air
Tabela tidak membutuhkan penggenangan secara terus menerus pada
saat setelah tanam. Tabela menghemat penggunaan air karena ketika umur
padi 10-30 HST pengairan cukup 2-3 hari sekali, bahkan jika kondisi tanah
masih lembab, pengairan dapat dilakukan 5-10 hari sekali.
c. Peningkatan hasil per satuan luas
Tabela mampu meningkatkan hasil per satuan luas. Peningkatan
hasil panen Tabela mencapai 1-2 ton/Ha lebih besar daripada tapin. Panen
Tabela mencapai 7-8 ton/Ha, sedangkan tapin 6 ton /Ha. Dengan
meningkatnya hasil panen Tabela maka berdampak pada peningkatan
pendapatan petani. Pendapatan bersih petani Tabela per musim tanam
kurang lebihnya Rp 2.509.000/ 0,2 Ha sedangkan pendapatan bersih petani
tapin per musim tanam Rp 1.119.000/ 0,2 Ha.
d. Masa produksi lebih pendek
Masa produksi Tabela lebih pendek karena Tabela tidak mengalami
proses pembenihan. Tabela panen pada 100-115 HST, tanpa melalui
proses pembenihan, sedangkan tapin melalui proses pembenihan selama
20 hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

e. Penurunan jumlah anakan yang tidak produktif


Tabela dapat dikatakan mampu menurunkan jumlah anakan yang
tidak produktif karena semua anakannya keluar malai. Pada umumnya
tapin memiliki anakan sekitar 15 anakan, tetapi tidak semua anakan dapat
mengeluarkan malai. Sedangkan Tabela mencapai 20-25 anakan, dan
semua anakannya keluar malai. Malai keluar pada 50 HST.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Penerapan Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) di


Kabupaten Karanganyar
1. Metode dan Teknik Penyuluhan Sistem Tanam Benih Langsung
(Tabela)
Pelopor sistem Tabela di Kabupaten Karanganyar diantaranya ketua
kelompok tani, ketua Gapoktan, aparat desa. Dari ketiga tokoh tersebut,
sistem Tabela dapat dikenal bahkan diterapkan oleh petani- petani lainnya.
Sebagai upaya menindaklanjuti sosialisasi sistem Tabela, pihak
perusahaan memiliki asisten lapang di setiap kabupaten yang menjadi
sasaran, yang bertugas memberikan penyuluhan kepada petani baik yang
belum maupun yang sudah menerapkan sistem Tabela. Di Kabupaten
Karanganyar terdapat dua asisten lapang yang memiliki wilayah kerja
masing- masing menyesuaikan kecamatan yang akan dijadikan sasaran
penyuluhan.
Dalam rangka memperkenalkan inovasi tersebut kepada petani,
pihak Bayer menggunakan metode penyuluhan yaitu metode pendekatan
perorangan dan metode pendekatan kelompok. Metode pendekatan
perorangan menggunakan teknik kunjungan rumah dan kunjungan tempat
kerja. Sedangkan metode pendekatan kelompok menggunakan teknik
diskusi, demonstrasi, dan karyawisata. Setiap musim tanam diadakan
sebanyak 4-5 kali penyuluhan yang meliputi kunjungan rumah ataupun
kunjungan tempat kerja, yang ditujukan untuk petani yang sudah
menerapkan Tabela. Untuk diskusi hanya dilakukan satu kali dalam tiap
musim tanam yaitu menjelang musim tanam, yang ditujukan untuk petani
yang sudah menerapkan Tabela. Diskusi ini dimaksudkan untuk persiapan
musim tanam berikutnya dan mengevaluasi musim tanam yang telah
berlalu.
Demonstrasi “Temu Lapang” diadakan di lahan petani Tabela, di
commit
mana sasaran dari penyuluhan initoadalah
user petani yang belum menerapkan

66
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

Tabela. Demonstrasi “Temu Lapang” ini diadakan 3-4 kali tiap musim
tanam yang yaitu ketika kegiatan penanaman, pemupukan, penyemprotan,
dan panen. Petani yang belum menerapkan Tabela diundang oleh pihak
Bayer melalui kontak tani untuk mengikuti demonstrasi. Kontak tani
merupakan petani Tabela yang sudah mampu mengembangkan Tabela
secara mandiri dan menjadi perantara Asisten Lapang Bayer dengan petani
yang belum menerapkan Tabela. Dari sinilah, sebagian besar petani yang
belum menerapkan Tabela dapat mengetahui tentang tata cara sistem
Tabela beserta keunggulan-keunggulan yang ditawarkan Tabela sehingga
petani yang semula tidak tahu tentang Tabela menjadi tahu akan Tabela,
dan beberapa petani tertarik untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
Bagi petani yang tertarik tentang informasi Tabela lebih lanjut, pihak
Bayer menindaklanjuti dengan memberikan penyuluhan berupa
karyawisata yang dinamakan “Field Trip” yaitu kunjungan secara
berkelompok bagi petani yang belum menerapkan Tabela ke lahan petani
Tabela di kecamatan lain dalam satu wilayah Kabupaten. Namun pada
umunya petani tidak meminta untuk ditindaklanjuti melalui “Filed Trip”.
Hal ini dikarenakan petani merasa sungkan jika sudah mengikuti “Field
Trip” tetapi tidak juga menerapkan Tabela sehingga hanya petani- petani
tertentu yang sudah yakin akan menerapkan Tabela yang mengikuti “Field
Trip”. Kunjungan “Field Trip” ini diadakan hanya satu kali tiap musim
tanam. Petani diajak untuk melihat lahan petani Tabela di lain kecamatan
kemudian petani mendapatkan penyuluhan yang lebih mendalam mulai
dari kegiatan persiapan lahan sampai panen. Petani yang memutuskan
untuk menerapkan Tabela, akan ditindaklanjuti dengan penyuluhan secara
kunjungan rumah ataupun kunjungan di tempat kerja/ di lahan sebagai
upaya pendampingan di lapang. Pihak Bayer juga membagikan leaflet
untuk sasaran penyuluhan yaitu petani yang belum menerapkan Tabela,
sedangkan untuk sasaran penyuluhan petani Tabela digunakan brosur.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id

2. Penerapan Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)


Adapun penerapan sistem Tabela di Kabupaten Karanganyar yaitu:
a. Persiapan lahan
Pembajakan dilakukan pada saat sawah berair. Pembuatan caren
dengan menggunakan cangkul dengan kedalaman maksimal 20 cm dan
lebar 25 cm. Caren dibuat untuk memudahkan pengaturan air. Jarak
tanam pada umumnya 25x25 cm.
b. Perlakuan benih
Benih direndam selama 24 jam dan diperam selama 24 jam. Benih
yang sudah siap, diberi perlakuan dengan Gaucho dengan dosis 100
mL/Ha, dicampur dengan air, diaduk, kemudian diangin-anginkan
selama 5-10 menit. Kebutuhan benih Tabela maksimal 30 kg/Ha atau
rata-rata 25 kg/Ha. Kebutuhan benih Tabela lebih hemat dibandingkan
tapin, untuk tapin minimal 45 kg/Ha atau rata-rata 50 kg/Ha.
c. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan menggunakan alat Baytani. Baytani
memiliki satu sekat yang terletak di tengah. Ukuran Baytani terdiri dari
dua macam yaitu Baytani dengan panjang 1,5 meter dan Baytani
dengan panjang 2 meter. Baytani dengan ukuran panjang 1,5 meter
dalam satu tabung terdapat 7 lubang melingkar dan 6 lubang
memanjang, sedangkan Baytani dengan ukuran panjang 2 meter dalam
satu tabung terdapat 7 lubang melingkar dan 8 lubang memanjang.
Benih yang sudah siap dimasukkan ke dalam tabung Baytani.
Penanaman seharusnya dilakukan saat kondisi macak-macak yaitu
ketinggian 1-2 cm di atas lahan. Tetapi sebagian besar petani Tabela
melakukan penanaman tidak dalam kondisi lahan macak-macak.
Kebutuhan benih tiap lubang tergantung dari cepat lambatnya alat
Baytani ditarik. Jika alat Baytani ditarik lambat, maka akan keluar 5-6
benih/lubang. Jika alat Baytani ditarik cepat, maka akan keluar 2-3
benih/lubang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id

d. Pengairan
Hindari genangan air di bedengan saat benih baru sebar sampai
umur 10 hari, lahan dipertahankan dalam kondisi lembab saja. Umur
10-30 hari setelah sebar pengairan cukup 2-3 hari sekali. jika kondisi
tanah masih lembab, pengairan dapat dilakukan 5-10 hari sekali.
e. Pemupukan
Pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada 10 HST, 20
HST dan 30 HST. Saat pemupukan pertama aplikasi pupuk N sebanyak
50 kg/Ha, terkadang dicampur dengan Curaterr untuk melindungi dari
serangan hama penggerek batang. Pada saat 20 HST aplikasi pupuk
NPK dengan rician N sebanyak 50 kg/Ha dan P sebanyak 150 kg/Ha.
Pada saat 30 HST aplikasi pupuk Za sebanyak 150 kg/Ha dan P
sebanyak 150 kg/Ha.
f. Pemberantasan hama dan penyakit
Beberapa pestisida yang diaplikasikan oleh petani Tabela
diantaranya : Ricestarxtra dosis 500 mL/Ha aplikasi 12-18 HST untuk
mengendalikan gulma, Antracol dosis 1 sendok makan aplikasi minimal
30 HST untuk tambahan suplemen Zinc dan pengendalian jamur,
Folicur aplikasi 2 kali tiap musim tanam yaitu saat padi bunting dan
ketika malai muncul ± 5 % untuk pengendalian penyakit busuk batang
dan bercak daun, Nativo dosis 200 g/Ha untuk melindungi dari penyakit
kresek. Beberapa pestisida tersebut sifatnya tidak memaksa, dalam arti
petani Tabela dapat menggunakan pestisida selain dari produk Bayer,
perkecualian Ricestar Xtra yang memang disediakan dalam bentuk
paketan yaitu satu paket dengan Gaucho.
3. Kendala Penerapan Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)
Kendala teknis yang dialami petani Tabela selama ini diantaranya
yaitu :
a. Masalah perawatan khususnya untuk gulma rumput
Menurut sebagian besar petani, yang menjadi kendala sistem
commit
Tabela adalah rumput yang to user cukup banyak dalam satu bulan
jumlahnya
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id

pertama sehingga memerlukan kesabaran untuk menyiangi. Bahkan


dalam proses penyiangan juga mengalami kendala yaitu penyiangan
hanya dapat dilakukan satu arah yaitu arah memanjang. Hal ini
disebabkan karena jarak tanam ke arah memanjang setiap larikan tidak
selalu sama sehingga letak padi tidak rapi. Letak padi yang tidak rapi
ini menyebabkan petani tidak dapat menyiangi di sela-sela larikan. Oleh
karena itu, petani tidak puas melihat lahannya yang tidak bersih dari
rumput. Meskipun petani sudah beberapa musim tanam menerapkan
Tabela, terkadang masih ragu karena kebiasaan jarak tanam untuk
tanam pindah lebih rapi. Penyebab jarak tanam yang tidak bisa selalu
sama ini dikarenakan saat alat Baytani ditarik, kemungkinan langkah
antara petani yang satu dengan yang lain tidak sama sehingga jatuhnya
benih juga tidak bisa tepat. Selain itu juga faktor alat Baytani tidak
seluruhnya dalam kondisi baik.
b. Kendala musim penghujan
Petani juga merasakan kendala musim penghujan yang akan
mengacaukan letak benih jika setelah tanam turun hujan. Hal ini selain
membuat petani rugi akan kebutuhan benih, petani juga akan direpotkan
kegiatan penyulaman pada 12-18 HST untuk mengganti benih yang
hanyut. Penyulaman ini dilakukan jika terdapat tanaman yang rusak
dimana ketika tanam telah dipersiapkan benih cadangan sebanyak 1-2
kg yang disebar di sekitar galengan. Pada dasarnya, kendala ini dapat
diatasi yaitu ketika tanam, kondisi lahan harus dalam keadaan macak-
macak yaitu terdapat 1-2 cm air di atas permukaan lahan sehingga
ketika turun hujan, benih tidak ikut hanyut. Namun, petani tidak puas
jika tidak melihat terjatuhnya benih di lahan, sehingga petani
melakukan penanaman tidak dalam kondisi lahan macak-macak.
B. Identitas Responden
Identitas responden yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jenis
kelamin dan macam responden. Untuk mengetahui jenis kelamin dan macam
commit
responden dalam penelitian ini dapat to user pada tabel 5.1. berikut :
dilihat
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id

Tabel 5.1. Identitas responden


No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase (%)
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 23 100,0
b. Perempuan - 0,0
Jumlah 23 100,0
2. Macam responden
a. Belum menerapkan Tabela 18 78,3
b. Menerapkan- berhenti 2 8,7
c. Menerapkan- berlanjut 3 13,0
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer 2011.
Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini
adalah laki-laki. Sedangkan jenis atau macam responden terbanyak yaitu
petani yang belum menerapkan Tabela sebesar 78,3%. Jumlah sampel
responden yang belum menerapkan Tabela lebih besar dibandingkan sampel
responden yang telah menerapkan Tabela. Hal ini dikarenakan populasi
petani yang belum menerapkan Tabela lebih besar daripada petani yang sudah
menerapkan Tabela.

C. Sikap Petani Padi terhadap Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)


Sikap petani terhadap Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) dalam
penelitian ini menggunakan penskalaan Likert. Dalam penskalaan Likert
kuantifikasi dilakukan dengan mencatat penguatan respon dan untuk
pernyataan kepercayaan positif dan negatif tentang obyek sikap. Sikap petani
terhadap sistem Tabela dibagi menjadi 5 kategori, yaitu sangat setuju/ sangat
positif, setuju/ positif, tidak tahu/ ragu-ragu, tidak setuju/ negatif, sangat tidak
setuju/ sangat negatif. Agar distribusi dari sikap petani terhadap Sistem
Tanam Benih Langsung (Tabela) dapat dikategorikan menjadi sangat setuju/
sangat positif, setuju/ positif, tidak tahu/ ragu-ragu, tidak setuju/ negatif,
sangat tidak setuju/ sangat negatif, maka digunakan median score untuk

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id

mengukur kategori, yaitu dengan menentukan nilai tengah dari data yang
sudah diurutkan.
1. Sikap Petani Padi terhadap Konsep Sistem Tanam Benih Langsung
(Tabela)
Sikap petani terhadap variabel y (konsep sistem Tabela) terdiri dari
dua sub variabel yaitu pengertian dan keunggulan dari sistem Tabela.
Masing- masing sub variabel tersebut diukur melalui indikator berupa
pernyataan positf dan negatif, dimana masing-masing pernyataan tersebut
memiliki kriteria/ kategori mulai dari sangat setuju/ sangat positif sampai
sangat tidak setuju/ sangat negatif.
Tabel 5.2. Sikap Petani terhadap Konsep Sistem Tabela
No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat setuju/sangat 5 4 17,4
positif
2 Setuju/ positif 4 12 52,2
3 Antara ragu-ragu dan 3,5 2 8,7 4
setuju
4 Tidak tahu/ragu-ragu 3 4 17,4
5 Antara tidak setuju dan 2,5 1 4,3
ragu-ragu
6 Tidak setuju/negatif 2 0 0
7 Sangat tidak setuju/ 1 0 0
sangat negatif
Jumlah 23 100,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, sikap petani terhadap konsep sistem
Tabela tergolong setuju/ positif yaitu sebesar 52,2%. Sikap positif ini
dikarenakan menurut sebagian besar petani, sistem Tabela mudah untuk
diterapkan karena cara pengelolaannya tidak jauh berbeda dengan sistem
tanam pindah (tapin), hanya saja perlu kesabaran dalam perawatannya
karena Tabela lebih banyak rumput dibandingkan tapin. Di samping itu,
menurut sebagian besar petani, sistem Tabela lebih unggul daripada tanam
pindah. Beberapa keunggulan Tabela diantaranya :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id

a. Lebih hemat tenaga karena sistem Tabela menggunakan alat Baytani


untuk penanaman, dimana alat tersebut dijalankan cukup oleh dua
orang dalam waktu enam jam per hektarnya.
b. Lebih hemat air karena lahan tidak perlu digenangi terus menerus.
c. Masa produksi lebih pendek karena tanpa melalui proses pembenihan.
2. Sikap Petani Padi terhadap Kegiatan Sistem Tanam Benih Langsung
(Tabela)
Sikap petani terhadap variabel y (kegiatan sistem Tabela) terdiri dari
enam sub variabel diantaranya persiapan lahan, perlakuan benih,
penanaman, pengairan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit.
Masing- masing sub variabel tersebut diukur melalui indikator berupa
pernyataan positf dan negatif, dimana masing-masing pernyataan tersebut
memiliki kriteria/ kategori mulai dari sangat setuju/ sangat positif sampai
sangat tidak setuju/ sangat negatif.
Tabel 5.3. Sikap Petani terhadap Kegiatan Sistem Tabela
No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat setuju/sangat 5 3 13,0
positif
2 Setuju/ positif 4 18 78,3
3 Tidak tahu/ragu-ragu 3 2 8,7 4
4 Tidak Setuju/ negatif 2 0 0
5 Sangat tidak setuju/ 1 0 0
sangat negatif
Jumlah 23 100,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, sikap petani terhadap kegiatan sistem
Tabela tergolong setuju/ positif yaitu sebesar 78,3%. Sikap positif ini
dikarenakan menurut sebagian besar petani, sistem Tabela mudah
diterapkan mulai dari persiapan lahan, perlakuan benih, penanaman,
pengairan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit. Selain itu juga
aturan atau anjuran untuk setiap kegiatan tidak rumit atau mudah
dipahami. Sebagian besar petani juga berpendapat bahwa kebutuhan benih
untuk sistem tabela lebihcommit
hemat,topenggunaan
user alat Baytani lebih efisien
perpustakaan.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id

waktu dan tenaga. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan untuk benih,
dan tenaga penanaman juga dapat ditekan.
3. Sikap Petani Padi terhadap Hasil Sistem Tanam Benih Langsung
(Tabela)
Sikap petani terhadap variabel y (hasil sistem Tabela) terdiri dari dua
sub variabel diantaranya hasil dari segi waktu dan segi biaya. Masing-
masing sub variabel tersebut diukur melalui indikator berupa pernyataan
positf dan negatif, dimana masing-masing pernyataan tersebut memiliki
kriteria/ kategori mulai dari sangat setuju/ sangat positif sampai sangat
tidak setuju/ sangat negatif.
Tabel 5.4. Sikap Petani terhadap Hasil Sistem Tabela
No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat setuju/sangat 5 2 8,7
positif
2 Antara setuju dan 4,5 1 4,3
sangat setuju
3 Setuju/ positif 4 10 43,5
4 Antara ragu-ragu dan 3,5 4 17,4 4
setuju
5 Tidak tahu/ragu-ragu 3 4 17,4
6 Antara tidak setuju dan 2,5 2 8,7
ragu-ragu
7 Tidak Setuju/ negatif 2 0 0
8 Sangat tidak setuju/ 1 0 0
sangat negatif
Jumlah 23 100,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.5 di atas, sikap petani terhadap hasil sistem
Tabela tergolong setuju/ positif yaitu sebesar 43,5%. Sikap positif ini
dikarenakan menurut sebagian besar petani, sistem Tabela lebih
menghemat waktu dan biaya serta memberikan hasil lebih cepat. Tabela
mampu menghemat waktu penanaman melalui penggunaan alat Baytani,
sehingga biaya untuk tenaga tanam tidak terlalu besar. Tabela juga lebih
menghemat biaya pembelian benih. Hal ini dikarenakan untuk kebutuhan
benih lebih hemat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 75
digilib.uns.ac.id

4. Sikap Petani Padi terhadap Dampak Sistem Tanam Benih Langsung


(Tabela)
Sikap petani terhadap variabel y (dampak sistem Tabela) terdiri dari
dua sub variabel diantaranya produksi panen dan pendapatan petani dari
sistem Tabela. Masing- masing sub variabel tersebut diukur melalui
indikator berupa pernyataan positf dan negatif, dimana masing-masing
pernyataan tersebut memiliki kriteria/ kategori mulai dari sangat setuju/
sangat positif sampai sangat tidak setuju/ sangat negatif.
Tabel 5.5. Sikap Petani terhadap Dampak Sistem Tabela
No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat setuju/sangat 5 2 8,7
positif
2 Setuju/ positif 4 9 39,1
3 Antara ragu-ragu dan 3,5 2 8,7
setuju
4 Tidak tahu/ragu-ragu 3 8 34,8 3,5
5 Antara tidak setuju 2,5 1 4,3
dan ragu-ragu
6 Tidak Setuju/ negatif 2 1 4,3
7 Sangat tidak setuju/ 1 0 0
sangat negatif
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.6 di atas, sikap petani terhadap dampak sistem
Tabela tergolong antara ragu-ragu dan setuju/positif yaitu sebesar 8,7%.
Hal ini dikarenakan sebagian besar sampel dalam penelitian ini adalah
petani yang sudah mengetahui tentang sistem tabela tetapi belum
menerapkan sistem tersebut, sehingga petani kurang mengetahui tentang
dampak produksi panen seperti kuantitas dan kualitas panen, serta dampak
pendapatan bersih dari penerapan sistem Tabela karena petani belum
mengalami secara langsung. Berbeda halnya dengan aspek konsep,
kegiatan, maupun hasil sistem Tabela, meskipun sebagian besar petani
belum menerapkan sistem Tabela tetapi petani dapat memberikan
commit to user ketiga aspek tersebut. Hal ini
penilaian atau sikap positif terhadap
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id

dikarenakan ketiga aspek tersebut dapat dinilai hanya melalui observasi


atau pengamatan oleh petani yang belum menerapkan terhadap petani yang
sudah menerapkan Tabela. Sedangkan untuk aspek dampak sistem Tabela,
petani lebih cenderung memberikan penilaian atau sikap tidak tahu/ ragu-
ragu karena adanya ketidakpuasan memberikan penilaian atau sikap hanya
melalui observasi atau pengamatan. Ketidakpuasan ini disebabkan karena
belum benar-benar merasakan sendiri dampaknya.
5. Sikap Petani Padi terhadap Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)
Sikap petani padi terhadap sistem Tabela merupakan sikap petani
padi secara umum.
Tabel 5.6. Sikap Petani terhadap Sistem Tabela
No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat setuju/sangat 5 3 13,0
positif
2 Setuju/ positif 4 12 52,2
3 Antara ragu-ragu dan 3,75 1 4,3
setuju
4 Antara ragu-ragu dan 3,5 1 4,3 4
setuju
5 Antara ragu-ragu dan 3,25 3 13,0
setuju
6 Tidak tahu/ragu-ragu 3 3 13,0
7 Tidak Setuju/ negatif 2 0 0,0
8 Sangat tidak setuju/ 1 0 0,0
sangat negatif
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.7 di atas, sikap petani terhadap sistem Tabela
tergolong setuju/ positif yaitu sebesar 52,2%. Hal ini didukung dari sikap
petani secara khusus (sikap terhadap konsep, kegiatan, hasil, dan dampak)
adalah setuju/ positif sehingga sikap petani secara umum tergolong positif.
Meskipun sikap petani terhadap sistem Tabela tergolong positif, tetapi
petani tidak serta merta menerapkan Tabela. Hal ini dikarenakan terdapat
hal-hal yang masih menjadi pertimbangan petani selama ini. Beberapa hal
yang menjadi pertimbangan atau kendala bagi petani diantaranya yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id

a. Luas lahan garapan yang tergolong sempit


Lahan garapan petani yang tergolong sempit (rata-rata 0,25 Ha)
menyebabkan petani enggan mencoba inovasi baru. Hal ini dikarenakan
lahan tersebut merupakan lahan garapan dengan sistem bagi hasil
dengan pemilik lahan sehingga jika sampai terjadi gagal panen, petani
akan mengalami kerugian yang cukup besar. Selain tidak mendapatkan
pemasukan, petani juga masih harus mengganti sebagian hasilnya
kepada pemilik lahan. Lebih buruknya lagi, jika petani tidak lagi
mendapatkan kepercayaan oleh pemilik lahan untuk menggarap
lahannya. Oleh sebab itu, meskipun petani menyikapi Tabela secara
positif, petani tidak dapat begitu saja menerapkan Tabela di lahan
garapannya.
b. Keterbatasan alat Baytani
Alat Baytani memang disediakan dengan cuma-cuma kepada
petani Tabela setiap musim tanam. Namun jumlah alat tersebut terbatas
dan penggunaannya harus dijadwal terlebih dahulu sehingga petani
harus mengantre. Melihat hal tersebut, petani yang belum menerapkan
Tabela merasa akan kerepotan jika hendak tanam.
c. Ketidaksesuaian sistem Tabela dengan kondisi lahan
Sistem Tabela cocok diterapkan di lahan yang datar, sehingga
untuk daerah-daerah tertentu yang kondisi lahannya tidak datar akan
menjadi kendala bagi petani. Meskipun menghemat tenaga tanam
melalui penggunaan Baytani, tetapi penggunaan alat tersebut di lahan
yang tidak datar akan mengalami kesulitan. Kemungkinan jarak tanam
pun akan semakin tidak sama setiap larikannya.
d. Masalah perawatan khususnya untuk gulma rumput
Menurut sebagian besar petani, kendala sistem Tabela salah
satunya yaitu rumput yang jumlahnya cukup banyak sehingga
memerlukan kesabaran untuk menyiangi. Bahkan dalam proses
penyiangan juga mengalami kendala yaitu penyiangan hanya dapat
commit
dilakukan satu arah yaitu arah tomemanjang.
user Hal ini disebabkan karena
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id

jarak tanam ke arah memanjang setiap larikan tidak selalu sama


sehingga letak padi tidak rapi. Jarak tanam yang tidak sama ini
menyebabkan tanaman tidak rapi dipandang sehingga petani kurang
puas. Hal ini dikarenakan sudah menjadi kebiasaan petani dalam tanam
pindah tanaman dapat rapi.
e. Kendala musim penghujan
Petani juga beranggapan bahwa musim penghujan menjadi kendala
dalam penanaman yaitu akan mengacaukan letak benih jika setelah
tanam turun hujan. Hal ini akan membuat petani rugi akan kebutuhan
benih. Meskipun dalam demonstrasi “Temu Lapang” sudah diberikan
penjelasan jika pada waktu tanam kondisi lahan macak-macak, benih
tidak akan hanyut meskipun hujan. Akan tetapi petani tidak percaya jika
tidak mengalami secara langsung.
f. Mahalnya harga pestisida Bayer
Petani beranggapan bahwa harga pestisida yang ditawarkan oleh
Bayer cukup mahal. Hal ini juga menjadi pertimbangan petani.

D. Faktor Pembentuk Sikap Petani Padi terhadap Sistem Tanam Benih


Langsung (Tabela)
Faktor pembentuk sikap yaitu faktor yang diduga mampu
mempengaruhi pola perilaku petani sehingga dapat membentuk sikap
terhadap sistem Tabela. Faktor pembentuk sikap dalam penelitian ini terdiri
dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal, dimana masing-masing
faktor tersebut terdiri dari beberapa variabel yang diduga dapat
mempengaruhi pembentukan sikap petani terhadap sistem Tabela. Agar
distribusi dari faktor pembentuk sikap petani terhadap Sistem Tanam Benih
Langsung (Tabela) dapat dikategorikan, maka digunakan median score untuk
mengukur kategori, yaitu dengan menentukan nilai tengah dari data yang
sudah diurutkan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 79
digilib.uns.ac.id

1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu
yang dapat mempengaruhi petani dalam mengambil sikap terhadap sistem
Tabela. Faktor internal terdiri dari umur, pengalaman menerapkan Tabela,
pendidikan formal, keaktifan mengikuti penyuluhan, karakteristik sosial,
dan karakteristik ekonomi.
a. Umur
Umur merupakan usia petani responden pada saat penelitian
dilakukan yang dinyatakan dalam tahun.
Tabel 5.7. Usia Petani Responden Saat Penelitian Dilakukan
No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 > 50 tahun 5 13 56,5
2 > 40- 50 tahun 4 3 13,0
3 > 30- 40 tahun 3 5 21,7 5
4 > 20- 30 tahun 2 2 8,7
5 ≤ 20 tahun 1 0 0
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.7, umur petani tergolong dalam kategori
>50 tahun yaitu sebesar 56,5%. Menurut De Cecco (1968) dalam
Mardikanto (1996), umur akan berpengaruh kepada tingkat
kematangan seseorang (baik kematangan fisik maupun emosional)
yang sangat menentukan kesiapannya untuk belajar. Berkaitan dengan
itu, Vacca dan Valker (1980), mengemukakan bahwa selaras dengan
bertambahnya umur, seseorang akan menumpuk pengalaman-
pengalamannya yang merupakan sumberdaya yang sangat berguna
bagi kesiapannya untuk belajar lebih lanjut.
Berdasarkan teori tersebut, usia petani akan mempengaruhi
sikapnya dalam mengambil keputusan terkait dengan adanya inovasi.
Semakin tua usia petani, semakin banyak pengalaman usaha tani yang
didapatkannya sehingga semakin positif sikapnya terhadap inovasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id

b. Pengalaman Menerapkan Tabela


Pengalaman menerapkan Tabela adalah pengalaman petani padi
dalam menerapkan sistem Tabela selama dua tahun terakhir.
Tabel 5.8. Pengalaman Petani Padi Menerapkan Sistem Tabela
No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat tinggi 5 2 8,7
2 Tinggi 4 1 4,3
3 Sedang 3 0 0 1
4 Rendah 2 2 8,7
5 Sangat rendah 1 18 78,3
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.8, pengalaman petani tergolong dalam
kategori sangat rendah yaitu sebesar 78,3%. Hal ini dikarenakan
sebagian besar petani responden dalam penelitian ini adalah petani
yang sudah mengetahui tentang sistem Tabela tetapi belum
menerapkan sistem Tabela pada lahan miliknya maupun lahan
garapannya.
Menurut Azwar (1998), apa yang kita alami akan membentuk
dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk
dapat menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi harus
meninggalkan kesan yang kuat. Berdasarkan teori tersebut, maka
pengalaman seseorang akan mempengaruhi pembentukan sikapnya
terhadap suatu inovasi. Semakin tinggi pengalaman petani maka akan
semakin positif sikapnya terhadap inovasi.
c. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan yang pernah
ditempuh oleh petani responden di bangku sekolah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id

Tabel 5.9. Tingkat Pendidikan Formal Petani


No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat tinggi 5 2 8,7
(Perguruan Tinggi)
2 Tinggi (SLTA/ Tamat 4 7 30,4
SLTA)
3 Sedang (SLTP/ Tamat 3 4 17,4 3
SLTP)
4 Rendah (SD/ Tamat 2 9 39,1
SD)
5 Sangat rendah (Tidak 1 1 4,3
Sekolah)
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.9, pendidikan formal petani tergolong
dalam kategori sedang (SLTP/ Tamat SLTP) yaitu sebesar 17,4%.
Menurut Azwar (1998), lembaga pendidikan serta lembaga agama
sebagai sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap
dikarenakan keduannya meletakkan dasar pengertian dan konsep
moral dalam diri individu.
Berdasarkan teori tersebut, maka tingkat pendidikan petani akan
mempengaruhi pola pikirnya, yang mana pola pikir tersebut akan
berpengaruh terhadap sikapnya menyikapi inovasi di bidang pertanian.
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
lebih positif sikapnya terhadap perubahan dan pembaharuan
dibandingkan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan lebih
rendah.
d. Keaktifan Mengikuti Penyuluhan
Keaktifan mengikuti penyuluhan adalah keikutsertaan petani
responden dalam mengikuti penyuluhan terkait sistem Tabela setiap
musim tanam.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id

Tabel 5.10. Keaktifan Petani Mengikuti Penyuluhan


No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat tinggi 5 3 13,0
2 Tinggi 4 4 17,4
3 Sedang 3 5 21,7 3
4 Rendah 2 7 30,4
5 Sangat rendah 1 4 17,4
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.10, keaktifan petani dalam mengikuti
penyuluhan tergolong sedang yaitu sebesar 21,7%. Hal ini
dikarenakan rata- rata petani yang belum menerapkan Tabela
mengikuti penyuluhan demonstrasi “Temu Lapang” dari Bayer hanya
sebanyak 2 kali tiap musim tanamnya padahal demonstrasi diadakan
3-4 kali tiap musim tanam. Hal ini disebabkan karena pada saat
diadakan demonstrasi 3-4 kali tiap musim tanam, petani belum tentu
dapat mengikuti. Demonstrasi tersebut diadakan pada pagi hari
dimana pada waktu-waktu tersebut petani juga melakukan
aktivitasnya sendiri di lahan garapannya, sehingga hanya petani-petani
yang lahannya berdekatan dengan lokasi demonstrasi yang dapat
mengikuti.
Keaktifan petani dalam mengikuti penyuluhan akan
menentukan sikap petani terhadap inovasi karena melalui penyuluhan,
petani memperoleh pengetahuan (kognitf) yang mana nantinya akan
mempengaruhi sikap petani. Semakin aktif petani dalam mengikuti
penyuluhan, maka akan semakin positif sikapnya terhadap suatu
inovasi. Hal ini sesuai dengan teori Mardikanto (1993) bahwa
penyuluhan pertanian sebagai proses perubahan perilaku
(pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) di kalangan masyarakat
(petani) agar mereka tahu, mau, dan mampu melaksanakan perubahan-
perubahan dalam usahataninya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id

e. Karakteristik Sosial
Karakteristik sosial dalam penelitian ini adalah keadaan sosial
petani responden yang akan menjadi pertimbangan dalam menerapkan
sistem Tabela yang dilihat dari : status keanggotaan dalam kelompok/
organisasi, banyaknya organisasi yang diikuti, lamanya berkecimpung
dalam organisasi. Dari ketiga sub variabel tersebut, dicari nilai
tengahnya sehingga diperoleh data pada tabel 5.11.
Tabel 5.11. Tingkat Karakteristik Sosial Petani
No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat tinggi 5 7 30,4
2 Tinggi 4 4 17,4
3 Sedang 3 10 43,5 3
4 Rendah 2 2 8,7
5 Sangat rendah 1 0 0
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.11, tingkat karakteristik sosial petani
tergolong sedang yaitu sebesar 43,5%. Hal ini dikarenakan tingkat
karakteristik sosial yang meliputi status keanggotaan dalam
kelompok/ organisasi, banyaknya organisasi yang diikuti, lamanya
berkecimpung dalam organisasi tergolong sedang.
Menurut Lionberger dalam Mardikanto (1996), warga
masyarakat yang suka bergabung dengan orang-orang di luar sistem
sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif dibanding mereka yang
hanya melakukan kontak pribadi dengan warga masyarakat setempat.
Berdasarkan teori tersebut, maka petani dengan tingkat karakteristik
sosial yang semakin tinggi akan semakin positif dalam menyikapi
suatu inovasi.
f. Karakteristik Ekonomi
Karakteristik ekonomi adalah keadaan ekonomi petani
responden yang akan menjadi pertimbangan dalam menerapkan sistem
Tabela yang ditinjau dari tigatohal,
commit userdiantaranya : luas pemilikan lahan,
perpustakaan.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id

luas penguasaan lahan, pendapatan. Dari ketiga sub variabel tersebut,


dicari nilai tengahnya sehingga diperoleh data pada tabel 5.12.
Tabel 5.12. Tingkat Karakteristik Ekonomi Petani
No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat tinggi 5 4 17,4
2 Tinggi 4 2 8,7
3 Sedang 3 2 8,7 2
4 Rendah 2 6 26,1
5 Sangat rendah 1 9 39,1
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.12, tingkat karakteristik ekonomi petani
tergolong rendah yaitu sebesar 26,1%. Hal ini dikarenakan tingkat
karakteristik ekonomi yang meliputi status keanggotaan dalam
kelompok/ organisasi, banyaknya organisasi yang diikuti, lamanya
berkecimpung dalam organisasi tergolong rendah.
Menurut Lionberger dalam Mardikanto (1993), petani dengan
tingkat pendapatan yang lebih tinggi maka semakin cepat dalam
mengambil keputusan untuk mau menerapkan inovasi yang
ditawarkan. Berdasarkan teori tersebut, maka petani dengan tingkat
karakteristik ekonomi yang semakin tinggi akan semakin positif dalam
menyikapi suatu inovasi.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu
yang turut mempengaruhi seseorang dalam menentukan sikapnya
terhadap sistem Tabela. Faktor eksternal terdiri dari informasi dan
pengaruh orang lain yang dianggap penting.
a. Informasi
Informasi merupakan frekuensi petani memperoleh informasi
setiap kali musim tanam.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id

Tabel 5.13. Frekuensi Petani Memperoleh Informasi Sistem Tabela


No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat tinggi 5 3 13,0
2 Tinggi 4 2 8,7
3 Sedang 3 12 52,2 3
4 Rendah 2 6 26,1
5 Sangat rendah 1 0 0
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.13, frekuensi petani memperoleh informasi
sistem Tabela tergolong sedang yaitu sebesar 52,2%. Hal ini
dikarenakan petani hanya memperoleh informasi melalui demonstrasi
“Temu Lapang” yang diikuti oleh petani rata- rata sebanyak 2 kali tiap
musim tanamnya, melalui kontak pribadi antar petani, dan melalui
media cetak yaitu leaflet yang dibagikan saat demonstrasi. Petani tidak
mengakses informasi melalui media elektronik.
Perolehan informasi tentang sistem Tabela tersebut sangat
penting karena dapat mempengaruhi pola pikir petani yang nantinya
dapat berpengaruh terhadap sikap mereka dalam menilai suatu
inovasi. Menurut Lionberger dalam Mardikanto (1996), golongan
masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru, biasanya
lebih inovatif dibanding orang-orang yang pasif apalagi yang selalu
skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru. Golongan yang
inovatif, biasanya banyak memanfaatkan beragam sumber informasi.
Berdasarkan teori tersebut, maka petani yang aktif mencari informasi
tentang Tabela akan semakin inovatif. Dengan kata lain, semakin
sering frekuensi petani memperoleh informasi, akan semakin
bertambah wawasannya, sehingga akan lebih positif dalam menyikapi
inovasi.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan saran,
ajakan, bujukan dari commit
orang yang dianggap penting seperti pengaruh
to user
perpustakaan.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id

dari Field Assisten Bayer, PPL, ketua kelompok tani, aparat desa,
petani di luar kelompok tani yang mempengaruhi pembentukan sikap
yang berkaitan dengan penerapan sistem Tabela.
Tabel 5.14. Frekuensi Petani Memperoleh Saran dari Orang Lain
No Kategori Skor Jumlah Persentase Median
(orang) (%)
1 Sangat tinggi 5 0 0,0
2 Tinggi 4 1 4,3
3 Sedang 3 4 17,4 2
4 Rendah 2 12 52,2
5 Sangat rendah 1 6 26,1
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.14, frekuensi petani memperoleh saran dari
orang lain terkait sistem Tabela tergolong rendah yaitu sebesar 52,2%.
Hal ini dikarenakan petani jarang mendapatkan saran untuk
menerapkan sistem tabela. Sebagian besar petani hanya memperoleh
saran satu hingga dua kali setiap musim tanam baik itu dari Asisten
Lapang Bayer, ketua kelompok tani ataupun petani yang sudah
menerapkan Tabela.
Saran dari orang lain akan mempengaruhi sikap petani dalam
menilai inovasi. Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Ahmadi (1999), orang akan mempunyai kecenderungan untuk
menerima suatu pandangan, pendapat, atau norma-norma dan
sebagainya, apabila norma-norma itu mendapatkan dukungan orang
banyak atau mayoritet, dimana sebagian besar dari kelompok atau
golongan itu memberikan sokongan atas pendapat, pandangan-
pandangan tersebut. Berdasarkan teori tersebut maka semakin besar
saran dan dukungan dari orang-orang di sekitar petani yang dianggap
penting, maka akan semakin positif sikap petani terhadap suatu
inovasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 87
digilib.uns.ac.id

E. Hubungan antara Faktor Pembentuk Sikap dengan Sikap Petani Padi


terhadap Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor-
faktor pembentuk sikap dengan sikap petani padi terhadap Sistem Tanam
Benih Langsung (Tabela) di Kabupaten Karanganyar. Faktor-faktor
pembentuk sikap yang diteliti adalah umur, pengalaman menerapkan Tabela,
pendidikan formal, keaktifan mengikuti penyuluhan, karakteristik sosial,
karakteristik ekonomi, informasi, dan pengaruh orang lain yang dianggap
penting. Sedangkan sikap petani terhadap Sistem Tanam Benih Langsung
(Tabela) diukur dengan empat parameter yaitu : sikap petani terhadap konsep
sistem Tabela, sikap petani terhadap kegiatan sistem Tabela, sikap petani
terhadap hasil sistem Tabela, dan sikap petani terhadap dampak sistem
Tabela.
Untuk mengetahui hubungan antara faktor pembentuk sikap dengan
sikap petani padi terhadap Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) di
Kabupaten Karanganyar digunakan uji korelasi Rank Spearman (rs). Hasil
analisisnya dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut.
Tabel 5.15. Analisis Hubungan antara Faktor Pembentuk Sikap dengan Sikap Petani Padi
terhadap Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)
Sikap Petani Padi terhadap Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)
No X
Y1 thit Y2 thit Y3 thit Y4 thit Ytotal thit
(rs) (rs) (rs) (rs) (rs)
1. X1 -.402 -2,011 -.233 -1,097 -.314 -1,515 -.280 -1,336 -.385 -1,911
2. X2 .539** 2,932 .634** 3,756 .612** 3,546 .379 1,876 .597** 3,410
3. X3 .128 0,591 .264 1,254 .439* 2,239 .461* 2,380 .287 1,372
4. X4 .737** 4,996 .581** 3,271 .749** 5,180 .596** 3,401 .697** 4,454
5. X5 .185 0,862 .041 0,188 .076 0,349 -.030 -0,137 .011 0,050
6. X6 -.227 -1,068 -.100 -0,460 -.142 -0,657 -.016 -0,073 -.138 -0,638
7. X7 .671** 4,147 .592** 3,366 .745** 5,117 .637** 3,786 .679** 4,238
8. X8 .570* 3,179 .309 1,488 .449* 2,302 .228 1,073 .390 1,940
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Keterangan :
X : Faktor pembentuk sikap
X1 : Umur
X2 : Pengalaman menerapkan Tabela
X3 : Pendidikan formal
X4 : Keaktifan mengikuti penyuluhan
X5 commit to user
: Karakteristik sosial
perpustakaan.uns.ac.id 88
digilib.uns.ac.id

X6 : Karakteristik ekonomi
X7 : Informasi
X8 : Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Y1 : Sikap Petani terhadap Konsep Sistem Tanam Benih Langsung
Y2 : Sikap Petani terhadap Kegiatan Sistem Tanam Benih Langsung
Y3 : Sikap Petani terhadap Hasil Sistem Tanam Benih Langsung
Y4 : Sikap Petani terhadap Dampak Sistem Tanam Benih Langsung
Ytotal : Sikap Petani terhadap Sistem Tanam Benih Langsung
T tabel (α = 0,05) : 2,069
** : Sangat Signifikan (α = 0,01)
* : Signifikan (α = 0,05)

1. Hubungan antara umur dengan sikap petani terhadap Sistem Tanam


Benih Langsung
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,385 dan t
hitung sebesar -1,911 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel pada
tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang tidak
signifikan antara umur dengan sikap petani terhadap sistem Tabela. Hal ini
menunjukkan bahwa tua mudanya umur tidak berhubungan dengan
positifnya sikap petani terhadap sistem Tabela. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan terdapat korelasi negatif yang signifikan antara umur dengan
sikap petani terhadap sistem Tabela di tingkat kepercayaan < 95%.
Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa semakin tua usia petani maka
akan semakin negatif sikapnya terhadap sistem Tabela. Hal ini
dikarenakan semakin tua usia petani akan semakin tidak produktif
sehingga petani semakin lambat dalam mengadopsi inovasi.
Keterlambatan mengadopsi inovasi ini dikarenakan sikap petani yang pasif
dalam menanggapi informasi Tabela yang ada dan cenderung melakukan
kebiasaan tanam pindah secara turun temurun. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Lionberger (1960) dalam Mardikanto (1996),
semakin tua petani biasanya semakin lambat mengadopsi inovasi dan
cenderung melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan
oleh warga masyarakat setempat. Hubungan antara umur dengan sikap
petani terhadap sistem Tabela dapat dikaji dari beberapa aspek sikap
petani yaitu terhadap konsep, kegiatan, hasil, serta dampak sistem Tabela.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 89
digilib.uns.ac.id

a. Hubungan antara umur dengan sikap petani terhadap Konsep Sistem


Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,402 dan
t hitung sebesar -2,011 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang
tidak signifikan antara umur dengan sikap petani terhadap konsep
sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa umur tidak dengan sikap
petani dalam menyikapi konsep Tabela yang meliputi pengertian dan
keunggulan Tabela. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat
korelasi negatif yang signifikan antara umur dengan sikap petani
terhadap sistem Tabela di tingkat kepercayaan < 95%. Korelasi negatif
ini menunjukkan bahwa semakin tua usia petani maka akan semakin
negatif sikapnya terhadap konsep Tabela. Hal ini dikarenakan semakin
tua usia petani akan semakin tidak produktif sehingga petani semakin
lambat dalam mengadopsi inovasi. Keterlambatan mengadopsi inovasi
ini dikarenakan sikap petani yang pasif dalam menanggapi informasi
Tabela.
b. Hubungan antara umur dengan sikap petani terhadap Kegiatan Sistem
Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,233 dan
t hitung sebesar -1,097 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang
tidak signifikan antara umur dengan sikap petani terhadap kegiatan
sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa umur petani tidak
berhubungan dengan sikapnya terhadap kegiatan Tabela yang meliputi
persiapan lahan, perlakuan benih, penanaman, pengairan, pemupukan,
pemberantasan hama dan penyakit. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan terdapat korelasi negatif yang signifikan antara umur
dengan sikap petani terhadap sistem Tabela di tingkat kepercayaan <
95%. Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa semakin tua usia petani
commit
maka akan semakin negatif to user terhadap kegiatan Tabela. Hal ini
sikapnya
perpustakaan.uns.ac.id 90
digilib.uns.ac.id

dikarenakan semakin tua usia petani akan semakin tidak produktif


sehingga petani semakin lambat dalam mengadopsi inovasi.
Keterlambatan mengadopsi inovasi ini dikarenakan sikap petani yang
cenderung melakukan kebiasaan tanam pindah secara turun temurun.
c. Hubungan antara umur dengan sikap petani terhadap Hasil Sistem
Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,314 dan
t hitung sebesar -1,515 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang
tidak signifikan antara umur dengan sikap petani terhadap hasil sistem
Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa umur tidak berhubungan dengan
sikap petani dalam menyikapi hasil sistem Tabela yang meliputi hasil
dari segi waktu dan biaya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan
terdapat korelasi negatif yang signifikan antara umur dengan sikap
petani terhadap sistem Tabela di tingkat kepercayaan < 95%. Korelasi
negatif ini menunjukkan bahwa semakin tua usia petani maka akan
semakin negatif sikapnya terhadap hasil Tabela. Hal ini dikarenakan
semakin tua usia petani akan semakin tidak produktif sehingga petani
semakin lambat dalam mengadopsi inovasi. Keterlambatan
mengadopsi inovasi ini dikarenakan sikap petani yang pasif dalam
menanggapi informasi Tabela yang ada dan cenderung melakukan
kebiasaan tanam pindah secara turun temurun.
d. Hubungan antara umur dengan sikap petani terhadap Dampak Sistem
Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,280 dan
t hitung sebesar -1,336 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang
tidak signifikan antara umur dengan sikap petani terhadap dampak
sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tua mudanya umur tidak
berhubungan dengan sikap petani terhadap dampak sistem Tabela yang
commit
meliputi produksi panen dantopendapatan
user petani. Akan tetapi tidak
perpustakaan.uns.ac.id 91
digilib.uns.ac.id

menutup kemungkinan terdapat korelasi negatif yang signifikan antara


umur dengan sikap petani terhadap sistem Tabela di tingkat
kepercayaan < 95%. Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa semakin
tua usia petani maka akan semakin negatif sikapnya terhadap dampak
Tabela. Hal ini dikarenakan semakin tua usia petani akan semakin
tidak produktif sehingga petani semakin lambat dalam mengadopsi
inovasi. Keterlambatan mengadopsi inovasi ini dikarenakan sikap
petani yang cenderung melakukan kebiasaan tanam pindah secara
turun temurun.
2. Hubungan antara pengalaman menerapkan Tabela dengan sikap
petani terhadap Sistem Tanam Benih Langsung
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa bahwa nilai rs 0,597
dan t hitung sebesar 3,410 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara pengalaman menerapkan Tabela dengan sikap petani
terhadap sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya
pengalaman menerapkan Tabela berhubungan dengan positifnya sikap
petani terhadap sistem Tabela, yaitu semakin tinggi pengalaman
menerapkan Tabela maka akan semakin positif sikapnya terhadap sistem
Tabela.
Kondisi yang terjadi di lapang adalah tingkat pengalaman
menerapkan Tabela tergolong sangat rendah tetapi sikap petani terhadap
sistem Tabela tergolong positif. Rendahnya pengalaman petani
menerapkan Tabela disebabkan sebagian besar petani responden dalam
penelitian ini adalah petani yang sudah mengetahui tentang sistem Tabela
tetapi belum menerapkan sistem tersebut. Meskipun sebagian besar petani
belum menerapkan sistem Tabela tetapi sikap petani terhadap sistem
Tabela tergolong positif. Hal ini disebabkan karena petani memang tidak
secara langsung menerapkan Tabela di lahan miliknya maupun lahan
garapannya. Akan tetapi sebagian besar petani bekerja sampingan sebagai
buruh di lahan petani laincommit to user
yang menerapkan sistem Tabela. Dari sinilah,
perpustakaan.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id

petani memperoleh pengetahuan tentang Tabela yang mampu


mempengaruhi sikap atau penilaiannya terhadap Tabela. Tidak pula
menutup kemungkinan terjadinya kontak langsung antara buruh tani
dengan petani Tabela terkait sistem Tabela, baik itu tentang keunggulan
Tabela ataupun kegiatan Tabela. Di samping itu, rata-rata petani juga
pernah mengikuti demonstrasi Tabela. Oleh karena itu, meskipun sebagian
besar petani belum berpengalaman menerapkan Tabela di lahan miliknya
ataupun garapannya, mereka dapat memberikan sikap positif terhadap
sistem Tabela. Hubungan antara pengalaman menerapkan Tabela dengan
sikap petani terhadap sistem Tabela dapat dikaji dari beberapa aspek sikap
petani yaitu terhadap konsep, kegiatan, hasil, serta dampak sistem Tabela.
a. Hubungan antara pengalaman menerapkan Tabela dengan sikap petani
terhadap Konsep Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa bahwa nilai rs
0,539 dan t hitung sebesar 2,932 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung
> t tabel pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi
positif yang signifikan antara pengalaman menerapkan Tabela dengan
sikap petani terhadap konsep sistem Tabela. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi pengalaman menerapkan Tabela maka akan
semakin positif sikapnya terhadap konsep Tabela. Sedangkan kondisi
yang terjadi di lapang adalah pengalaman menerapkan Tabela
tergolong sangat rendah tetapi sikap petani terhadap konsep Tabela
tergolong positif. Hal ini dikarenakan sikap petani yang tergolong
positif tidak hanya bersumber dari pengalaman menerapkan Tabela
secara langsung baik itu di lahan miliknya ataupun garapannya, tetapi
juga bisa bersumber dari pengalaman-pengalaman lain. Pengalaman-
pengalaman lain itu seperti pekerjaan sampingan petani sebagai buruh
di lahan petani yang menerapkan Tabela, sehingga dari sinilah petani
dapat mengetahui keunggulan Tabela.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 93
digilib.uns.ac.id

b. Hubungan antara pengalaman menerapkan Tabela dengan sikap petani


terhadap Kegiatan Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa bahwa nilai rs
0,634 dan t hitung sebesar 3,756 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung
> t tabel pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi
positif yang signifikan antara pengalaman menerapkan Tabela dengan
sikap petani terhadap kegiatan sistem Tabela. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi pengalaman menerapkan Tabela maka akan
semakin positif sikapnya terhadap kegiatan Tabela. Kondisi yang
terjadi di lapang adalah pengalaman menerapkan Tabela tergolong
sangat rendah tetapi sikap petani terhadap kegiatan Tabela tergolong
positif. Hal ini dikarenakan positifnya sikap petani tidak hanya berasal
dari pengalaman menerapkan Tabela secara langsung di lahan
miliknya atau garapannya, tetapi juga bisa bersumber dari pengalaman
sebagai buruh di lahan petani lain yang menerapkan Tabela, sehingga
dari sinilah petani dapat mengetahui kegiatan Tabela. Dengan
mengetahui kegiatan Tabela yang meliputi persiapan lahan, perlakuan
benih, penanaman, pengairan, pemupukan, pemberantasan hama dan
penyakit, maka petani mampu menyikapi kegiatan sistem Tabela
tersebut secara positif.
c. Hubungan antara pengalaman menerapkan Tabela dengan sikap petani
terhadap Hasil Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa bahwa nilai rs
0,612 dan t hitung sebesar 3,546 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung
> t tabel pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi
positif yang signifikan antara pengalaman menerapkan Tabela dengan
sikap petani terhadap hasil sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi pengalaman menerapkan Tabela maka akan semakin
positif sikapnya terhadap hasil sistem Tabela. Kondisi yang terjadi di
lapang adalah pengalaman menerapkan Tabela tergolong sangat rendah
commit tohasil
tetapi sikap petani terhadap usersistem Tabela tergolong positif.
perpustakaan.uns.ac.id 94
digilib.uns.ac.id

Positifnya sikap petani tidak hanya dipengaruhi oleh pengalaman


menerapkan Tabela secara langsung baik itu di lahan miliknya ataupun
garapannya, tetapi juga dapat bersumber dari pengalaman-pengalaman
lain. Pengalaman-pengalaman lain itu seperti pekerjaan sampingan
petani sebagai buruh di lahan petani yang menerapkan Tabela,
sehingga dari sinilah petani dapat mengetahui hasil sistem Tabela yang
ditinjau dari segi waktu dan biaya.
d. Hubungan antara pengalaman menerapkan Tabela dengan sikap petani
terhadap Dampak Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa bahwa nilai rs
0,379 dan t hitung sebesar 1,876 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung
< t tabel pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi
positif yang tidak signifikan antara pengalaman menerapkan Tabela
dengan sikap petani terhadap dampak sistem Tabela. Hal ini
menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pengalaman menerapkan Tabela
tidak berhubungan dengan sikap petani terhadap dampak sistem Tabela
yang meliputi produksi panen dan pendapatan petani. Semakin tinggi
pengalaman petani menerapkan Tabela tidak menjamin semakin positif
sikapnya. Hal ini dikarenakan dampak sistem Tabela lebih dapat
dirasakan jika petani menerapkan sistem Tabela di lahan garapannya,
sehingga semakin petani berpengalaman menerapkan Tabela, petani
tidak hanya semakin mengetahui keunggulan Tabela tetapi bisa juga
mengetahui kekurangannya sehingga petani belum tentu menyikapi
dampak Tabela secara positif.
3. Hubungan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap
Sistem Tanam Benih Langsung
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,287 dan t
hitung sebesar 1,372 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel pada
tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang tidak
signifikan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap sistem
commit
Tabela. Hal ini menunjukkan to user
bahwa tinggi rendahnya pendidikan formal
perpustakaan.uns.ac.id 95
digilib.uns.ac.id

tidak berhubungan dengan positifnya sikap petani terhadap sistem Tabela.


Hubungan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap sistem
Tabela tidak signifikan dikarenakan sikap atau penilaian petani terhadap
tabela baik itu positif ataupun negatif, tidak dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan formalnya. Hubungan antara pendidikan formal dengan sikap
petani terhadap sistem Tabela dapat dikaji dari beberapa aspek sikap
petani yaitu terhadap konsep, kegiatan, hasil, serta dampak sistem Tabela.
a. Hubungan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap
Konsep Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,128 dan
t hitung sebesar 0,591 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
tidak signifikan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap
konsep sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya
pendidikan formal tidak berhubungan dengan sikap petani terhadap
konsep Tabela yang meliputi pengertian dan keunggulan Tabela.
Semakin tinggi pendidikan formal petani tidak menjamin semakin
positif sikapnya terhadap konsep Tabela.
b. Hubungan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap
Kegiatan Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,264 dan
t hitung sebesar 1,254 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
tidak signifikan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap
kegiatan sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya
pendidikan formal tidak berhubungan dengan sikap petani terhadap
kegiatan Tabela yang meliputi persiapan lahan, perlakuan benih,
penanaman, pengairan, pemupukan, pemberantasan hama dan
penyakit. Jadi semakin tinggi pendidikan formal petani tidak menjamin
semakin positif sikapnya terhadap kegiatan sistem Tabela.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 96
digilib.uns.ac.id

c. Hubungan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap


Hasil Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,439 dan
t hitung sebesar 2,239 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap hasil
sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan
formal petani maka akan semakin positif sikapnya terhadap hasil
sistem Tabela. Kondisi di lapang yaitu tingkat pendidikan formal
petani tergolong sedang dan sikap petani terhadap hasil sistem Tabela
tergolong positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa baik itu petani
yang memiliki pendidikan formal tinggi maupun petani yang
berpendidikan formal rendah, sama-sama memiliki sikap positif
terhadap hasil sistem Tabela. Hal ini dikarenakan sikap positif tersebut
tidak semata-mata terbentuk dari tinggi rendahnya pendidikan formal
mereka. Kemungkinan yang terjadi dari pendidikan formal yang petani
miliki adalah secara tidak mereka sadari pendidikan formal akan
membentuk sikap lebih terbuka dalam menerima informasi-informasi
baru atau dengan kata lain petani akan lebih inovatif dengan adanya
inovasi. Pendidikan petani yang tergolong sedang ini menyebabkan
petani tidak apatis dalam menyikapi inovasi. Petani terbuka dalam
mendapatkan pengetahuan tentang hasil sistem tabela yang meliputi
hasil dari segi waktu dan biaya tersebut diperoleh melalui kontak
langsung dengan petani, penyuluh, maupun dari pengamatan petani
terhadap lingkungan di sekitarnya, yang turut memepengaruhi
pandangan atau sikap petani.
d. Hubungan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap
Dampak Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,461 dan
t hitung sebesar 2,380commit to user
sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
perpustakaan.uns.ac.id 97
digilib.uns.ac.id

pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang


signifikan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap
dampak sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
pendidikan formal maka akan semakin positif sikapnya terhadap
dampak sistem Tabela. Kondisi di lapang yaitu tingkat pendidikan
formal petani tergolong sedang dan sikap petani terhadap dampak
sistem Tabela tergolong antara ragu-ragu dan setuju. Meskipun
pendidikan formal petani tergolong sedang sehingga petani cukup
terbuka dalam menyikapi inovasi tetapi untuk menyikapi dampak
Tabela, petani tidak dapat memberikan penilaian atau sikap hanya
melalui observasi atau pengamatan. Hal ini disebabkan karena petani
belum benar-benar merasakan sendiri dampaknya karena sebagian
besar petani belum menerapkan Tabela. Oleh sebab itu, meskipun
pendidikan formal petani tergolong sedang tetapi sikap mereka
terhadap dampak sistem Tabela tergolong antara ragu-ragu dan setuju/
positif.
4. Hubungan antara keaktifan mengikuti penyuluhan dengan sikap
petani terhadap Sistem Tanam Benih Langsung
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,697 dan t
hitung sebesar 4,454 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel pada
tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara keaktifan mengikuti penyuluhan dengan sikap petani
terhadap sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya
keaktifan mengikuti penyuluhan berhubungan dengan positifnya sikap
petani terhadap sistem Tabela, yaitu semakin aktif mengikuti penyuluhan
maka akan semakin positif sikapnya terhadap sistem Tabela.
Kondisi yang terjadi di lapang adalah keaktifan petani dalam
mengikuti penyuluhan Tabela yang diadakan Bayer tergolong sedang
tetapi sikap petani terhadap sistem Tabela tergolong positif. Hal ini
dikarenakan petani yang kurang aktif mengikuti penyuluhan terkait sistem
committersebut
Tabela bukan berarti petani to user memberikan penilaian negatif
perpustakaan.uns.ac.id 98
digilib.uns.ac.id

terhadap sistem Tabela. Pada prakteknya, petani yang belum menerapkan


Tabela memang tidak mendapatkan kunjungan rumah ataupun kunjungan
tempat kerja. Namun, petani diundang dalam demonstrasi “Temu Lapang”
yang diadakan sebanyak 3-4 kali tiap musim tanam yang meliputi kegiatan
penanaman, pemupukan, penyemprotan, dan panen. Akan tetapi, belum
tentu setiap diadakan demonstrasi petani dapat menghadiri. Rata- rata
petani mengikuti 2 kali untuk setiap musim tanamnya. Meskipun
demikian, melalui demonstrasi inilah petani yang belum menerapkan
Tabela mendapatkan pengetahuan tentang Tabela secara langsung
sehingga mempengaruhi sikap atau penilaiannya. Di samping itu, petani
juga mendapatkan leaflet yang berisikan tentang tahap kegiatan sistem
Tabela dan keunggulan- keunggulan yang ditawarkan Tabela. Tidak pula
menutup kemungkinan, diantara petani saling berbagi pengetahuan yaitu
petani yang mengikuti demonstrasi membagikan informasi tersebut kepada
petani lain yang pada saat itu tidak dapat mengikuti demonstrasi. Oleh
karena itu, meskipun keaktifan petani dalam mengikuti penyuluhan Tabela
tergolong sedang, tetapi sikap petani tergolong positif karena petani
memperoleh pengetahuan Tabela selain dari kegiatan penyuluhan juga bisa
didapatkan melalui kontak antar petani. Hubungan antara keaktifan
mengikuti penyuluhan dengan sikap petani terhadap sistem Tabela dapat
dikaji dari beberapa aspek sikap petani yaitu terhadap konsep, kegiatan,
hasil, serta dampak sistem Tabela.
a. Hubungan antara keaktifan mengikuti penyuluhan dengan sikap petani
terhadap Konsep Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,737 dan
t hitung sebesar 4,996 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara keaktifan mengikuti penyuluhan dengan sikap petani
terhadap konsep sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
aktif petani mengikuti kegiatan penyuluhan maka akan semakin positif
commitTabela.
sikapnya terhadap konsep to user Kondisi yang terjadi di lapang
perpustakaan.uns.ac.id 99
digilib.uns.ac.id

adalah keaktifan petani dalam mengikuti penyuluhan tergolong sedang


tetapi sikap petani terhadap konsep Tabela tergolong positif. Hal ini
dikarenakan petani yang kurang aktif mengikuti penyuluhan terkait
sistem Tabela bukan berarti petani tersebut memberikan penilaian
negatif terhadap konsep Tabela. Petani yang tidak menerapkan Tabela
memang tidak mendapatkan kunjungan rumah ataupun kunjungan
tempat kerja, sehingga petani mendapatkan pengetahuan tentang
Tabela hanya melalui demonstrasi “Temu Lapang” yang diadakan 3-4
kali setiap musim tanam, tetapi belum tentu dapat selalu mengikuti,
rata- rata petani hanya mengikuti 2 kali tiap musim tanamnya. Namun,
dari sinilah petani yang belum menerapkan Tabela mendapat
pengetahuan tentang konsep Tabela sehingga meskipun petani belum
menerapkan Tabela di lahan garapannya, tetapi mereka dapat
menyikapi konsep Tabela secara positif karena petani mendapatkan
leaflet yang berisikan tentang keunggulan- keunggulan yang
ditawarkan sistem Tabela.
b. Hubungan antara keaktifan mengikuti penyuluhan dengan sikap petani
terhadap Kegiatan Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,581 dan
t hitung sebesar 3,271 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara keaktifan mengikuti penyuluhan dengan sikap petani
terhadap kegiatan sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
aktif petani mengikuti kegiatan penyuluhan maka akan semakin positif
sikapnya terhadap kegiatan sistem Tabela. Kondisi yang terjadi di
lapang adalah keaktifan petani dalam mengikuti penyuluhan tergolong
sedang tetapi sikap petani terhadap kegiatan Tabela tergolong positif.
Petani yang tidak menerapkan Tabela memang tidak mendapatkan
kunjungan rumah ataupun kunjungan tempat kerja, sehingga petani
mendapatkan informasi Tabela hanya melalui demonstrasi “Temu
commit
Lapang” yang diadakan 3-4 to
kaliuser
setiap musim tanam, tetapi belum
perpustakaan.uns.ac.id 100
digilib.uns.ac.id

tentu dapat selalu mengikuti, rata- rata petani hanya mengikuti 2 kali
tiap musim tanamnya. Namun, dari sinilah petani yang belum
menerapkan Tabela mendapat pengetahuan tentang kegiatan Tabela
mulai dari persiapan lahan, perlakuan benih, penanaman, pengairan,
pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit karena petani
mendapatkan leaflet yang berisikan tentang tahap- tahap kegiatan
Tabela. Oleh sebab itu, petani dapat menyikapi kegiatan Tabela secara
positif.
c. Hubungan antara keaktifan mengikuti penyuluhan dengan sikap petani
terhadap Hasil Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,749 dan
t hitung sebesar 5,180 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara keaktifan mengikuti penyuluhan dengan sikap petani
terhadap hasil sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
aktif petani mengikuti kegiatan penyuluhan maka akan semakin positif
sikapnya terhadap hasil Tabela. Kondisi yang terjadi di lapang adalah
keaktifan petani dalam mengikuti penyuluhan tergolong sedang tetapi
sikap petani terhadap hasil Tabela tergolong positif. Petani yang tidak
menerapkan Tabela memang tidak mendapatkan kunjungan rumah
ataupun kunjungan tempat kerja, sehingga petani mendapatkan
pengetahuan tentang Tabela hanya melalui demonstrasi “Temu
Lapang” yang diadakan 3-4 kali setiap musim tanam, tetapi belum
tentu dapat selalu mengikuti, rata- rata petani hanya mengikuti 2 kali
tiap musim tanamnya. Namun, dari sinilah petani yang belum
menerapkan Tabela cukup mendapatkan pengetahuan atau gambaran
tentang hasil Tabela yang meliputi hasil dari segi waktu dan hasil dari
segi biaya. Oleh sebab itu, petani dapat menyikapi hasil Tabela secara
positif.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 101
digilib.uns.ac.id

d. Hubungan antara keaktifan mengikuti penyuluhan dengan sikap petani


terhadap Dampak Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,596 dan
t hitung sebesar 3,401 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara keaktifan mengikuti penyuluhan dengan sikap petani
terhadap dampak sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
aktif petani mengikuti kegiatan penyuluhan maka akan semakin positif
sikapnya terhadap hasil Tabela. Kondisi yang terjadi di lapang adalah
keaktifan petani dalam mengikuti penyuluhan tergolong sedang dan
sikap petani terhadap dampak Tabela tergolong antara ragu-ragu dan
setuju. Meskipun keaktifan mengikuti penyuluhan Tabela tergolong
sedang sehingga petani cukup mendapatkan pengetahuan tentang
dampak Tabela, tetapi petani tidak dapat memberikan penilaian atau
sikap hanya melalui penjelasan, dan observasi atau pengamatan. Hal
ini disebabkan karena petani belum benar-benar merasakan sendiri
dampaknya karena sebagian besar petani belum menerapkan Tabela.
Oleh sebab itu, meskipun keaktifan mengikuti penyuluhan Tabela
tergolong sedang tetapi sikap mereka terhadap dampak sistem Tabela
tergolong antara ragu-ragu dan setuju/ positif.
5. Hubungan antara karakteristik sosial dengan sikap petani terhadap
Sistem Tanam Benih Langsung
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,011 dan t
hitung sebesar 0,050 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel pada
tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang tidak
signifikan antara karakteristik sosial dengan sikap petani terhadap sistem
Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya karakteristik sosial
petani tidak berhubungan dengan positifnya sikap petani terhadap sistem
Tabela. Hal ini disebabkan status keanggotaan dalam kelompok/
organisasi, banyaknya organisasi yang diikuti, lamanya berkecimpung
commit to user
dalam organisasi tidak berhubungan dengan penilaian atau sikap petani
perpustakaan.uns.ac.id 102
digilib.uns.ac.id

terhadap sistem Tabela. Kemungkinan yang terjadi adalah petani yang


karakteristik sosialnya tinggi akan lebih inovatif dalam menerima inovasi.
Namun, keinovatifan tersebut tidak berhenti pada penilaian positif ataupun
negatif karena penilaian atau sikap tersebut memerlukan proses penggalian
informasi lebih lanjut terkait inovasi tabela. Hubungan antara karakteristik
sosial dengan sikap petani terhadap sistem Tabela dapat dikaji dari
beberapa aspek sikap petani yaitu terhadap konsep, kegiatan, hasil, serta
dampak sistem Tabela.
a. Hubungan antara karakteristik sosial dengan sikap petani terhadap
Konsep Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,185 dan
t hitung sebesar 0,862 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
tidak signifikan antara karakteristik sosial dengan sikap petani
terhadap konsep sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya karakteristik sosial tidak berhubungan dengan sikap petani
terhadap konsep Tabela yang meliputi pengertian dan keunggulan
Tabela. Semakin tinggi karakteristik sosial petani tidak menjamin
semakin positif sikapnya terhadap konsep Tabela.
b. Hubungan antara karakteristik sosial dengan sikap petani terhadap
Kegiatan Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,041 dan
t hitung sebesar 0,188 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
tidak signifikan antara karakteristik sosial dengan sikap petani
terhadap kegiatan sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya karakteristik sosial tidak berhubungan dengan sikap petani
terhadap kegiatan Tabela yang meliputi persiapan lahan, perlakuan
benih, penanaman, pengairan, pemupukan, pemberantasan hama dan
penyakit. Semakin tinggi karakteristik sosial petani tidak menjamin
commit
semakin positif sikapnya to user
terhadap kegiatan Tabela.
perpustakaan.uns.ac.id 103
digilib.uns.ac.id

c. Hubungan antara karakteristik sosial dengan sikap petani terhadap


Hasil Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,076 dan
t hitung sebesar 0,349 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
tidak signifikan antara karakteristik sosial dengan sikap petani
terhadap hasil sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya karakteristik sosial tidak berhubungan dengan sikap petani
terhadap hasil Tabela, baik itu hasil dari segi waktu maupun biaya.
Semakin tinggi karakteristik sosial petani tidak menjamin semakin
positif sikapnya terhadap hasil sistem Tabela.
d. Hubungan antara karakteristik sosial dengan sikap petani terhadap
Dampak Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,030 dan
t hitung sebesar -0,137 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang
tidak signifikan antara karakteristik sosial dengan sikap petani
terhadap dampak sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya karakteristik sosial tidak berhubungan dengan sikap petani
terhadap dampak Tabela, baik itu dampak produksi panen maupun
pendapatan petani. Semakin tinggi karakteristik sosial petani tidak
menjamin semakin positif sikapnya terhadap dampak sistem Tabela.
6. Hubungan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani
terhadap Sistem Tanam Benih Langsung
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,138 dan t
hitung sebesar -0,638 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel pada
tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang tidak
signifikan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani terhadap
sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya karakteristik
ekonomi petani tidak berhubungan dengan positifnya sikap petani terhadap
sistem Tabela. Akan tetapicommit to user kemungkinan terdapat korelasi
tidak menutup
perpustakaan.uns.ac.id 104
digilib.uns.ac.id

negatif yang signifikan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani


terhadap sistem Tabela di tingkat kepercayaan < 95%. Korelasi negatif ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi karakteristik ekonomi petani maka
akan semakin negatif sikapnya terhadap sistem Tabela. Karakteristik
ekonomi meliputi luas pemilikan lahan, luas penguasaan lahan, dan
pendapatan. Sesuai dengan teori Lionberger dalam Mardikanto (1993),
bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka akan semakin cepat dalam
mengambil keputusan untuk mau menerapkan inovasi. Namun kondisi
yang terjadi justru berkorelasi negatif yaitu semakin besar pendapatan
petani dengan luas lahan yang besar justru semakin negatif sikapnya
terhadap sistem Tabela. Hal ini dikarenakan rata-rata petani kaya dan
berlahan luas di Kabupaten Karanganyar tidak secara langsung menggarap
lahannya. Petani lain disuruh menggarap lahannya dengan sistem bagi
hasil sehingga petani pemilik lahan tidak mau rugi karena coba-coba
menerapkan inovasi baru yang sebelumnya belum pernah diterapkan oleh
petani pada umumnya. Petani pemilik lahan tersebut karena tidak
menggarap secara langsung lahannya sehingga mereka lebih cenderung
tidak mengikuti perkembangan teknologi pertanian melalui inovasi-inovasi
baru. Oleh sebab itu meskipun tingkat karakteristik ekonomi mereka tinggi
tetapi sikap terhadap sistem Tabela justru negatif. Hubungan antara
karakteristik ekonomi dengan sikap petani terhadap sistem Tabela dapat
dikaji dari beberapa aspek sikap petani yaitu terhadap konsep, kegiatan,
hasil, serta dampak sistem Tabela.
a. Hubungan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani terhadap
Konsep Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,227 dan
t hitung sebesar -1,068 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang
tidak signifikan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani
terhadap konsep sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
commit
rendahnya karakteristik to usertidak berhubungan dengan sikap
ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id 105
digilib.uns.ac.id

petani terhadap konsep Tabela yang meliputi pengertian dan


keunggulan Tabela. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat
korelasi negatif yang signifikan antara karakteristik ekonomi dengan
sikap petani terhadap konsep Tabela di tingkat kepercayaan < 95%.
Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi karakteristik
ekonomi petani maka akan semakin negatif sikapnya terhadap sistem
Tabela. Hal ini dikarenakan rata-rata petani kaya dan berlahan luas di
Kabupaten Karanganyar tidak secara langsung menggarap lahannya.
Petani lain disuruh menggarap lahannya dengan sistem bagi hasil
sehingga petani pemilik lahan tidak mau rugi karena coba-coba
menerapkan inovasi baru yang sebelumnya belum pernah diterapkan
oleh petani pada umumnya. Petani pemilik lahan tersebut karena tidak
menggarap secara langsung lahannya sehingga mereka lebih
cenderung tidak mengikuti perkembangan teknologi pertanian melalui
inovasi-inovasi baru.
b. Hubungan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani terhadap
Kegiatan Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,100 dan
t hitung sebesar -0,460 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang
tidak signifikan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani
terhadap kegiatan sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya karakteristik ekonomi tidak berhubungan dengan sikap
petani terhadap kegiatan Tabela yang meliputi persiapan lahan,
perlakuan benih, penanaman, pengairan, pemupukan, pemberantasan
hama dan penyakit. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat
korelasi negatif yang signifikan antara karakteristik ekonomi dengan
sikap petani terhadap kegiatan Tabela di tingkat kepercayaan < 95%.
Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi karakteristik
ekonomi petani maka akan semakin negatif sikapnya terhadap sistem
commitrata-rata
Tabela. Hal ini dikarenakan to user petani kaya dan berlahan luas di
perpustakaan.uns.ac.id 106
digilib.uns.ac.id

Kabupaten Karanganyar tidak secara langsung menggarap lahannya.


Petani lain disuruh menggarap lahannya dengan sistem bagi hasil
sehingga petani pemilik lahan tidak mau rugi karena coba-coba
menerapkan inovasi baru yang sebelumnya belum pernah diterapkan
oleh petani pada umumnya. Petani pemilik lahan tersebut karena tidak
menggarap secara langsung lahannya sehingga mereka lebih
cenderung tidak mengikuti perkembangan teknologi pertanian melalui
inovasi-inovasi baru.
c. Hubungan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani terhadap
Hasil Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,142 dan
t hitung sebesar -0,657 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang
tidak signifikan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani
terhadap hasil sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya karakteristik ekonomi tidak berhubungan dengan sikap
petani terhadap hasil Tabela, baik itu hasil dari segi waktu maupun
biaya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat korelasi
negatif yang signifikan antara karakteristik ekonomi dengan sikap
petani terhadap hasil Tabela di tingkat kepercayaan < 95%. Korelasi
negatif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi karakteristik ekonomi
petani maka akan semakin negatif sikapnya terhadap sistem Tabela.
Hal ini dikarenakan rata-rata petani kaya dan berlahan luas di
Kabupaten Karanganyar tidak secara langsung menggarap lahannya.
Petani lain disuruh menggarap lahannya dengan sistem bagi hasil
sehingga petani pemilik lahan tidak mau rugi karena coba-coba
menerapkan inovasi baru yang sebelumnya belum pernah diterapkan
oleh petani pada umumnya. Petani pemilik lahan tersebut karena tidak
menggarap secara langsung lahannya sehingga mereka lebih
cenderung tidak mengikuti perkembangan teknologi pertanian melalui
inovasi-inovasi baru. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 107
digilib.uns.ac.id

d. Hubungan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani terhadap


Dampak Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,016 dan
t hitung sebesar -0,073 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi negatif yang
tidak signifikan antara karakteristik ekonomi dengan sikap petani
terhadap dampak sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya karakteristik ekonomi tidak berhubungan dengan sikap
petani terhadap dampak Tabela, baik itu dampak produksi panen
maupun pendapatan petani. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan
terdapat korelasi negatif yang signifikan antara karakteristik ekonomi
dengan sikap petani terhadap dampak Tabela di tingkat kepercayaan <
95%. Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
karakteristik ekonomi petani maka akan semakin negatif sikapnya
terhadap sistem Tabela. Hal ini dikarenakan rata-rata petani kaya dan
berlahan luas di Kabupaten Karanganyar tidak secara langsung
menggarap lahannya. Petani lain disuruh menggarap lahannya dengan
sistem bagi hasil sehingga petani pemilik lahan tidak mau rugi karena
coba-coba menerapkan inovasi baru yang sebelumnya belum pernah
diterapkan oleh petani pada umumnya. Petani pemilik lahan tersebut
karena tidak menggarap secara langsung lahannya sehingga mereka
lebih cenderung tidak mengikuti perkembangan teknologi pertanian
melalui inovasi-inovasi baru.
7. Hubungan antara informasi dengan sikap petani terhadap Sistem
Tanam Benih Langsung
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,679 dan t
hitung sebesar 4,238 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel pada
tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara informasi dengan sikap petani terhadap sistem Tabela.
Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya frekuensi memperoleh
commitpositifnya
informasi berhubungan dengan to user sikap petani terhadap sistem
perpustakaan.uns.ac.id 108
digilib.uns.ac.id

Tabela, yaitu semakin tinggi frekuensi memperoleh informasi maka akan


semakin positif sikapnya terhadap sistem Tabela.
Kondisi yang terjadi di lapang adalah frekuensi petani dalam
memperoleh informasi tentang Tabela tergolong sedang, sedangkan sikap
petani terhadap sistem Tabela tergolong positif. Hal ini dikarenakan petani
hanya memperoleh informasi melalui demonstrasi “Temu Lapang” yang
diikuti oleh petani rata- rata sebanyak 1-2 kali tiap musim tanamnya,
melalui kontak pribadi antar petani, dan melalui media cetak yaitu leaflet
yang dibagikan saat demonstrasi. Petani tidak mengakses informasi
melalui media elektronik.
Petani tidak mengakses informasi melalui media elektronik sehingga
frekuensi petani dalam memperoleh informasi tidak tergolong tinggi tetapi
sedang. Meskipun demikian, informasi yang didapatkan petani mampu
mempengaruhi sikap atau penilaian petani, dalam hal ini petani memiliki
sikap positif terhadap sistem Tabela. Hubungan antara informasi dengan
sikap petani terhadap sistem Tabela dapat dikaji dari beberapa aspek sikap
petani yaitu terhadap konsep, kegiatan, hasil, serta dampak sistem Tabela.
a. Hubungan antara informasi dengan sikap petani terhadap Konsep
Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,671 dan
t hitung sebesar 4,147 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara informasi dengan sikap petani terhadap konsep
sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya frekuensi
memperoleh informasi berhubungan dengan positifnya sikap petani
terhadap konsep Tabela. Semakin tinggi frekuensi memperoleh
informasi maka akan semakin positif sikapnya terhadap konsep sistem
Tabela yang meliputi pengertian dan keunggulan Tabela. Kondisi
yang terjadi di lapang adalah frekuensi petani dalam memperoleh
informasi tentang Tabela tergolong sedang, sedangkan sikap petani
commit
terhadap konsep Tabela to user
tergolong positif. Hal ini dikarenakan petani
perpustakaan.uns.ac.id 109
digilib.uns.ac.id

hanya memperoleh informasi melalui demonstrasi “Temu Lapang”


yang diikuti oleh petani rata- rata sebanyak 1-2 kali tiap musim
tanamnya, melalui kontak pribadi antar petani, dan melalui media
cetak yaitu leaflet yang dibagikan saat demonstrasi. Petani tidak
mengakses informasi melalui media elektronik. Namun, informasi
yang diperoleh petani tersebut mampu meyakinkan petani bahwa
Tabela memiliki keunggulan.
b. Hubungan antara informasi dengan sikap petani terhadap Kegiatan
Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,592 dan
t hitung sebesar 3,366 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara informasi dengan sikap petani terhadap kegiatan
sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya frekuensi
memperoleh informasi berhubungan dengan positifnya sikap petani
terhadap kegiatan Tabela. Semakin tinggi frekuensi memperoleh
informasi maka akan semakin positif sikapnya terhadap kegiatan
sistem Tabela yang terdiri dari persiapan lahan, perlakuan benih,
penanaman, pengairan, pemupukan, pemberantasan hama dan
penyakit. Kondisi yang terjadi di lapang adalah frekuensi petani dalam
memperoleh informasi tentang Tabela tergolong sedang, sedangkan
sikap petani terhadap kegiatan Tabela tergolong positif. Hal ini
dikarenakan petani hanya memperoleh informasi melalui demonstrasi
“Temu Lapang” yang diikuti oleh petani rata- rata sebanyak 1-2 kali
tiap musim tanamnya, melalui kontak pribadi antar petani, dan melalui
media cetak yaitu leaflet yang dibagikan saat demonstrasi. Petani tidak
mengakses informasi melalui media elektronik. Namun, informasi
yang diperoleh petani tersebut mampu meyakinkan petani bahwa
kegiatan Tabela mudah dipahami.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 110
digilib.uns.ac.id

c. Hubungan antara informasi dengan sikap petani terhadap Hasil Sistem


Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,745 dan
t hitung sebesar 5,117 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara informasi dengan sikap petani terhadap hasil sistem
Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya frekuensi
memperoleh informasi berhubungan dengan positifnya sikap petani
terhadap hasil Tabela. Semakin tinggi frekuensi memperoleh
informasi maka akan semakin positif sikapnya terhadap hasil sistem
Tabela baik itu hasil dari segi waktu maupun biaya. Kondisi yang
terjadi di lapang adalah frekuensi petani dalam memperoleh informasi
tentang Tabela tergolong sedang, sedangkan sikap petani terhadap
hasil sistem Tabela tergolong positif. Hal ini dikarenakan petani hanya
memperoleh informasi melalui demonstrasi “Temu Lapang” yang
diikuti oleh petani rata- rata sebanyak 1-2 kali tiap musim tanamnya,
melalui kontak pribadi antar petani, dan melalui media cetak yaitu
leaflet yang dibagikan saat demonstrasi. Petani tidak mengakses
informasi melalui media elektronik. Namun, informasi yang diperoleh
petani tersebut mampu meyakinkan petani bahwa Tabela memiliki
keunggulan dari segi waktu maupun biaya.
d. Hubungan antara informasi dengan sikap petani terhadap Dampak
Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,637 dan
t hitung sebesar 3,786 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara informasi dengan sikap petani terhadap dampak
sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya frekuensi
memperoleh informasi berhubungan dengan positifnya sikap petani
terhadap dampak Tabela. Semakin tinggi frekuensi memperoleh
commit to
informasi maka akan semakin user sikapnya terhadap dampak sistem
positif
perpustakaan.uns.ac.id 111
digilib.uns.ac.id

Tabela baik itu dampak produksi panen maupun pendapatan petani.


Kondisi yang terjadi di lapang adalah frekuensi petani dalam
memperoleh informasi tentang Tabela tergolong sedang, sedangkan
sikap petani terhadap dampak sistem Tabela tergolong antara ragu-
ragu dan setuju/ positif. Meskipun frekuensi memperoleh informasi
tergolong sedang sehingga petani cukup mendapatkan pengetahuan
tentang dampak Tabela, tetapi petani tidak dapat memberikan
penilaian atau sikap hanya melalui penjelasan, dan observasi atau
pengamatan. Hal ini disebabkan karena petani belum benar-benar
merasakan sendiri dampaknya karena sebagian besar petani belum
menerapkan Tabela. Oleh sebab itu, meskipun frekuensi memperoleh
informasi tergolong sedang tetapi sikap mereka terhadap dampak
sistem Tabela tergolong antara ragu-ragu dan setuju/ positif.
8. Hubungan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan
sikap petani terhadap Sistem Tanam Benih Langsung
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,390 dan t
hitung sebesar 1,940 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel pada
tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang tidak
signifikan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan sikap
petani terhadap sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya pengaruh orang lain yang dianggap penting tidak berhubungan
dengan positifnya sikap petani terhadap sistem Tabela. Hubungan antara
pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan sikap petani terhadap
sistem tabela tidak signifikan dikarenakan pengaruh dari orang yang
dianggap penting tidak dapat mempengaruhi sikap atau penilaian petani
mengenai sistem Tabela. Hubungan antara pengaruh orang lain yang
dianggap penting dengan sikap petani terhadap sistem Tabela dapat dikaji
dari beberapa aspek sikap petani yaitu terhadap konsep, kegiatan, hasil,
serta dampak sistem Tabela.
a. Hubungan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan
commit Sistem
sikap petani terhadap Konsep to userTabela
perpustakaan.uns.ac.id 112
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,570 dan


t hitung sebesar 3,179 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan
sikap petani terhadap konsep sistem Tabela. Hal ini menunjukkan
bahwa tinggi rendahnya pengaruh dari orang yang dianggap penting
berhubungan dengan positifnya sikap petani terhadap konsep Tabela,
yaitu semakin tinggi pengaruh dari orang yang dianggap penting maka
akan semakin positif sikapnya terhadap konsep sistem Tabela. Kondisi
yang terjadi di lapang yaitu pengaruh orang lain yang dianggap penting
tergolong rendah sedangkan sikap petani terhadap konsep Tabela
tergolong positif. Hal ini dikarenakan, meskipun orang- orang yang
berpengaruh bagi petani jarang memberikan saran dan ajakan untuk
menerapkan Tabela, tetapi orang- orang tersebut setidaknya telah
berperan dalam memberikan informasi terkait konsep Tabela kepada
petani yang bersangkutan sehingga cukup mempengaruhi petani dalam
menyikapi konsep Tabela. Oleh karena itu, meskipun pengaruh dari
orang yang dianggap penting tergolong rendah, tetapi sikap petani
terhadap konsep sistem Tabela tergolong positif.
b. Hubungan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan
sikap petani terhadap Kegiatan Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,309 dan
t hitung sebesar 1,488 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
tidak signifikan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting
dengan sikap petani terhadap kegiatan sistem Tabela. Hal ini
menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pengaruh dari orang yang
dianggap penting tidak berhubungan dengan sikap petani terhadap
kegiatan Tabela yang meliputi persiapan lahan, perlakuan benih,
penanaman, pengairan, pemupukan, pemberantasan hama dan
commit
penyakit. Semakin tinggi to userdari orang yang dianggap penting
pengaruh
perpustakaan.uns.ac.id 113
digilib.uns.ac.id

tidak menjamin semakin positif sikapnya terhadap kegiatan sistem


Tabela.
c. Hubungan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan
sikap petani terhadap Hasil Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,449 dan
t hitung sebesar 2,302 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung > t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
signifikan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan
sikap petani terhadap hasil sistem Tabela. Hal ini menunjukkan bahwa
tinggi rendahnya pengaruh dari orang yang dianggap penting
berhubungan dengan positifnya sikap petani terhadap hasil Tabela,
yaitu semakin tinggi pengaruh dari orang yang dianggap penting maka
akan semakin positif sikapnya terhadap hasil sistem Tabela, baik itu
hasil dari segi waktu maupun biaya. Kondisi yang terjadi di lapang
yaitu pengaruh orang lain yang dianggap penting tergolong rendah
sedangkan sikap petani terhadap hasil Tabela tergolong positif. Hal ini
dikarenakan, meskipun orang- orang yang berpengaruh bagi petani
jarang memberikan saran dan ajakan untuk menerapkan Tabela, tetapi
orang- orang tersebut setidaknya telah berperan dalam memberikan
informasi terkait hasil sistem Tabela kepada petani yang bersangkutan
sehingga cukup mempengaruhi petani dalam menyikapi hasil Tabela.
Oleh karena itu, meskipun pengaruh dari orang yang dianggap penting
tergolong rendah, tetapi sikap petani terhadap hasil sistem Tabela
tergolong positif.
d. Hubungan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan
sikap petani terhadap Dampak Sistem Tabela
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa nilai rs 0,228 dan
t hitung sebesar 1,073 sedangkan t tabel 2,069, jadi t hitung < t tabel
pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga terdapat korelasi positif yang
tidak signifikan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting
dengan sikap petanicommit to user
terhadap dampak sistem Tabela. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id 114
digilib.uns.ac.id

menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pengaruh dari orang yang


dianggap penting tidak berhubungan dengan sikap petani terhadap
dampak Tabela, baik itu dampak produksi panen maupun pendapatan
petani. Semakin tinggi pengaruh dari orang yang dianggap penting
tidak menjamin semakin positif sikapnya terhadap dampak sistem
Tabela.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 115
digilib.uns.ac.id

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang menganalisis
hubungan antara faktor- faktor pembentuk sikap dengan sikap petani padi
terhadap sistem Tanam Benih Langsung (Tabela), maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Metode penyuluhan Tabela oleh Bayer yaitu metode pendekatan
perorangan dan metode pendekatan kelompok. Metode pendekatan
perorangan menggunakan teknik kunjungan rumah dan kunjungan tempat
kerja. Sedangkan metode pendekatan kelompok menggunakan teknik
diskusi, demonstrasi, dan karyawisata. Petani yang menerapkan sistem
Tabela di Kabupaten Karanganyar masih terbatas. Menurut petani Tabela,
yang menjadi kendala sistem Tabela adalah rumput yang jumlahnya cukup
banyak sehingga memerlukan kesabaran untuk menyiangi. Selain itu juga,
kendala musim penghujan yang akan mengacaukan letak benih jika setelah
tanam turun hujan.
2. Sikap petani padi terhadap sistem Tabela, diantaranya:
a. Petani memiliki sikap setuju/ positif terhadap konsep sistem Tabela,
karena sistem tabela mudah untuk diterapkan, selain itu tabela dianggap
memiliki keunggulan dibandingkan tanam pindah.
b. Petani memiliki sikap setuju/ positif terhadap kegiatan sistem Tabela,
karena kegiatan Tabela mudah diterapkan, selain itu juga aturan atau
anjuran untuk setiap kegiatan tidak rumit atau mudah dipahami.
c. Petani memiliki sikap setuju/ positif terhadap hasil sistem Tabela,
karena sistem Tabela lebih menghemat waktu dan biaya serta
memberikan hasil lebih cepat.
d. Petani memiliki sikap antara ragu-ragu dan setuju/ positif terhadap
dampak sistem Tabela, karena petani belum secara langsung
menerapkan tabela di lahan garapannya.
commit to user

115
perpustakaan.uns.ac.id 116
digilib.uns.ac.id

e. Petani memiliki sikap setuju/ positif terhadap sistem Tabela. Hal ini
didukung dari sikap petani secara khusus (sikap terhadap konsep,
kegiatan, hasil, dan dampak) adalah setuju/ positif sehingga sikap petani
secara umum tergolong positif. Akan tetapi petani tidak serta merta
menerapkan Tabela karena pertimbangan bahwa : luas lahan garapan
sempit, keterbatasan jumlah alat Baytani, ketidaksesuaian lahan, gulma
rumput, kendala musim penghujan, mahalnya harga pestisida Bayer.
3. Faktor- faktor pembentuk sikap, diantaranya:
a. Umur petani tergolong dalam kategori >50 tahun.
b. Pengalaman petani tergolong sangat rendah dikarenakan petani yang
sudah mengetahui tentang sistem Tabela, belum menerapkan sistem
tersebut.
c. Pendidikan formal petani tergolong sedang yaitu sebagian besar
pendidikan terakhir mereka adalah SLTP/ Tamat SLTP.
d. Keaktifan petani dalam mengikuti penyuluhan tergolong sedang
dikarenakan petani hanya mengikuti penyuluhan demonstrasi “Temu
Lapang” dua kali setiap musim tanam.
e. Tingkat karakteristik sosial petani tergolong sedang karena status
keanggotaan dalam kelompok/ organisasi, banyaknya organisasi yang
diikuti, lamanya berkecimpung dalam organisasi tergolong sedang.
f. Tingkat karakteristik ekonomi petani tergolong rendah karena luas
pemilikan lahan, luas penguasaan lahan, dan pendapatan tergolong
rendah.
g. Frekuensi petani memperoleh informasi sistem tabela tergolong sedang
karena petani hanya memperoleh informasi melalui “Temu Lapang”,
kontak pribadi antar petani, dan leaflet. Petani tidak mengakses
informasi melalui media elektronik.
h. Frekuensi petani memperoleh saran dari orang lain terkait sistem tabela
tergolong rendah karena petani jarang mendapatkan saran dari orang
lain untuk menerapkan sistem Tabela.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 117
digilib.uns.ac.id

4. Hubungan antara faktor yang membentuk sikap dengan sikap petani padi
terhadap sistem tabela adalah:
a. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman menerapkan
Tabela dengan sikap petani terhadap sistem Tabela karena meskipun
petani tidak secara langsung menerapkan Tabela di lahan miliknya
maupun lahan garapannya, tetapi petani bekerja sampingan sebagai
buruh di lahan petani lain yang menerapkan sistem Tabela.
b. Terdapat hubungan yang signifikan antara keaktifan mengikuti
penyuluhan dengan sikap petani terhadap sistem Tabela karena petani
mengikuti demonstrasi “Temu Lapang” sehingga petani yang belum
menerapkan Tabela mendapat pengetahuan tentang Tabela yang akan
mempengaruhi sikap atau penilaiannya.
c. Terdapat hubungan yang signifikan antara informasi dengan sikap
petani terhadap sistem Tabela karena petani yang belum menerapkan
Tabela melakukan kontak langsung dengan petani Tabela, mengikuti
demonstrasi “Temu Lapang” sehingga petani memperoleh informasi
tentang sistem tabela yang mana informasi tersebut mempengaruhi
sikap atau penilaian mereka terhadap Tabela.
d. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan
formal, karakteristik sosial, karakteristik ekonomi, pengaruh orang lain
yang dianggap penting dengan sikap petani terhadap sistem Tabela
dikarenakan beberapa faktor tersebut tidak mempengaruhi sikap atau
penilaian petani terhadap sistem Tabela.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka saran yang dapat
diajukan terkait penelitian tersebut adalah :
1. Bagi petani, sebaiknya petani lebih rasional dalam menyikapi setiap
inovasi yang ditawarkan. Dalam arti memikirkan jangka panjang apakah
inovasi tersebut bermanfaat kedepannya ataukah tidak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 118
digilib.uns.ac.id

2. Bagi PPL, sebaiknya PPL aktif memperhatikan penyuluhan yang


dilakukan pihak ketiga.
3. Bagi PT Bayer Indonesia, sebaiknya memberikan solusi untuk kendala-
kendala yang dihadapi petani, melalui : penyediaan alat Baytani yang
memenuhi standard kualitas untuk setiap kelompok tani, memberikan
kredit untuk berbagai pestisida minimal untuk paket Gaucho dan Ricestar
Xtra.
4. Bagi Pemerintah Daerah, sebaiknya pemerintah setempat mempelajari
lebih dalam tentang Sistem Tabela baik dalam hal keunggulan maupun
kelemahan Sistem Tabela sehingga lebih dini mengadopsi inovasi tersebut
dengan cara menjadikan Tabela sebagai salah satu program pertanian di
Kabupaten Karanganyar apabila dirasa inovasi tersebut bermanfaat bagi
petani.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai