Anda di halaman 1dari 84

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH

DALAM PENGANGKATAN TENAGA KERJA HONORER


DI KABUPATEN MIMIKA PAPUA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat

Magister Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan

Konsentrasi Pemerintahan Daerah

Diajukan Oleh :
IRYANTO KOSAY
18610005

Kepada

PROGRAM MAGISTER (S-2)

SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”

YOGYAKARTA

2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BADAN KEPEGAWAIAN


DAERAH DALAM PENGANGKATAN TENAGA KERJA
HONORER DI KABUPATEN MIMIKA

Dinas Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten


Mimika, Provinsi Papua Tahun 2019

Disusun Oleh :
Iryanto Kosay
18610019

Disahkan oleh Tim Penguji


Pada tanggal: 14 April 2020

Susunan Tim Penguji

Pembimbing (Ketua Tim Penguji)

Rr. Leslie Retno Angeningsih, Ph.d

Penguji I

Dr. Supardal, M.Si

Penguji II

Dr. Sunarto, MPA

Yogyakarta, 14 April 2020

Mengetahui,
Direktur Program Magister
Program Studi Ilmu Pemerintahan

Dr. Supardal, M.Si

ii
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Iryanto Kosay

NIM : 18610005

Prodi : Ilmu Pemerintahan

Konsentrasi : Pemerintahan Daerah

Perguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa


“APMD” Yogyakarta

Menyatakan dengan sungguh bahwa tesis berjudul ”Implementasi

Kebijakan Badan Kepegawaian Daerah Dalam Pengankatan Tenaga

Kerja Honorer di Kabupaten Mimika Papua” adalah betul-betul karya

sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan.

Apabila ternyata setelah kemudian hari terbukti ada ketidakbenaran

dalam pernyataan penulis diatas, maka penulis akan bertanggung jawab

sepenuhnya.

Yogyakarta, 9 Maret 2020


Yang Menyatakan

Iryanto Kosay

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha

Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ” Implementasi

Kebijakan Badan Kepegawaian Daerah Dalam Pengankatan Tenaga

Kerja Honorer di Kabupaten Mimika Papua”. Tesis ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi Ilmu

Pemerintahan, Konsentrasi Pemerintahan Daerah, Sekolah Tinggi

Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta. Penulis

menyadari bahwa tidak mungkin tesis ini dapat terselesaikan tanpa

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis

ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Sutoro Eko Yunanto, M.Si selaku ketua pimpinan Sekolah

Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Supardal, M.Si selaku Direktur Magister Ilmu

Pemerintahan sekaligus sebagai penguji I Sekolah Tinggi

Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.

3. Ibu Rr. Leslie Retno Angeningsih, Ph.D selaku Dosen Pembimbing.

4. Bapak Dr. Sunarto selaku penguji II.

5. Seluruh dosen pengajar yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu,

terima kasih atas segala jasa dan ilmu pengetahuan yang telah

diberikan.

iv
6. Orang tua terutama Bapak dan ibu, juga seluruh keluarga kami

tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya baik moril

maupun materiil.

7. Seluruh pegawai Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten

Mimika yang telah memberi kemudahan bagi penulis untuk

mendapatkan data yang dibutuhkan.

8. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu baik secara

langsung maupun tak langsung yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan dan kesalahan yang ada karena keterbatasan penulis.

Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak

sangat diharapkan untuk mencapai kesempurnaan dalam penulisan yang

lebih baik. Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat dan menambah

wacana pengetahuan bagi pembaca serta dapat dijadikan referensi

pembelajaran kedepan.

Yogyakarta, 9 Maret 2020

Iryanto Kosay

v
MOTTO

• Yohanes 16:22 ; Demikian juga sekarang kamu diliputi

dukacita, tetapi aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan

bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas

kebahagianmu itu dari padamu.

• Ibrani 11;1 ; Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita

harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.

• Bersyukurlah apa yang kau dapatkan hari ini karena belum

tentu kau dapatkan itu hari esok.

• Jika engkau tak tahan lelahnya belajar, maka engkau akan

menanggung perihnya kebodohan

• Kecerdasan bukan penentu kesuksesan, tetapi kerja keras

merupakan penentu kesuksesanmu yang sebenarnya.

vi
PERSEMBAHAN

Yang utama dari segalanya…Sembah sujud serta syukur

kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta

cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan,

membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan

cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan

akhirnya karya tulis yang sederhana ini dapat terselesaikan.

Puji Syukur dan sembah selalu kuhaturkan ke hadirat-Mu

YangKudus . Kupersembahkan karya sederhana ini kepada

Mu.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

INTISARI......................................................................................................... xii

ABSTRAK ...................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1


B. Fokus Penelitian ........................................................................... 10
C. Rumusan Masalah ........................................................................ 10
D. Tujuan Penelitian .......................................................................... 11
E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 11
F. Kerangka Konseptual ................................................................... 12
G. Metode Penelitian ......................................................................... 31
1. Jenis Penelitian ................................................................. 31
2. Teknik Pengumpulan data ................................................ 33
3. Pembatasan Masalah ........................................................ 37
4. Teknik Analisa Data ......................................................... 37

viii
5. Prosedur Penelitian ........................................................... 39

BAB II PROFIL KABUPATEN MIMIKA PAPUA

A. Letak Geografis dan Sejarah Perkembangan Kabupaten Mimika


Kabupaten Papua ......................................................................... 42
1. Sejarah Perkembangan Kabupaten Mimika ..................... 42
2. Letak Geografis ............................................................... 43
3. Jumlah dan Luas Distrik Per Kilometer Persegi .............. 44
B. Kependudukan Kabupaten Mimika............................................... 46
1. Jumlah Penduduk ............................................................. 46
2. Wilayah Administratif ....................................................... 47
3. Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan ............................... 48
C. Pegawai Negeri Sipil .................................................................... 50
1. Ketenagakerjaan ............................................................... 51
2. Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan tingkat Pendidikan .... 53
3. Pegawai Non PNS ............................................................. 55
D. Bagan Struktur Organisasi Daerah Kabupaten Mimika ............... 56

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Kecukupan Dalam Evaluasi Kebijakan Badan Kepegawaian


Daerah Di Kabupaten Mimika ..................................................... 65
B. Perataan Dalam Evaluasi Kebijakan Badan Kepegawaian
Daerah Di Kabupaten Mimika ..................................................... 69
C. Responsifitas Dalam Evaluasi Kebijakan Badan Kepegawaian
Daerah Di Kabupaten Mimika ..................................................... 73
D. Responsifitas Dalam Evaluasi Kebijakan Badan Kepegawaian
Daerah Di Kabupaten Mimika ..................................................... 78
E. Evaluasi Kebijakan Badan Kepegawaian Daerah Terhadap
Pengangkatan Honorer .................................................................. 82

ix
F. Kendala dalam menerapkan kebijakan Badan Kepegawaian
Daerah terhadap pengangkatan Honorer UU No 5 Pasal 7 Ayat 2
Tahun 2014 di Kabupaten Mimika ............................................... 86
G. Pembahasan .................................................................................. 88

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 96
B. Saran ............................................................................................. 99

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
Daftar Tabel
Tabel II.1 Luas Distrik per Kilometer Persegi ................................................. 45
Tabel II.2 Wilayah Administratif di Kabupaten Mimika................................. 47
Tabel II.3 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama
Seminggu Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin ..................... 48
Tabel II.4 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Pendidikan Tertinggi......... 50
Tabel II.5 Pencari Kerja Terdaftar Sesuai Dengan Tingkat Pendidikan Tinggi yang
ditamatkan Sesuai Dengan Jenis Kelamin ....................................................... 51
Tabel II.6 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Tingkat Pendidikan ..... 53
Tabel II.7 Jumlah Non PNS di Lingkungan Kabupaten Mimika..................... 55

xi
INTISARI

Kebijakan pengangkatan/perekrutan tenaga honorer menjadi CPNS


berkaitan erat dengan manajemen pegawai negeri sipil. Sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Sedangkan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) memiliki kedudukan hampir sama,
namun tidak secara otomatis bagi pegawai honorer sekarang bisa menjadi PPPK.
Permasalahan yang ditemui di pemerintah Kabupaten Mimika Papua pegawai
tidak tetap yang telah bekerja belasan tahun, bahkan ada yang sudah mendekati
masa pensiun harus segera diangkat menjadi PNS. Adapun Undang-Undang
nomor 5 tahun 2014 tentang ASN hanya mengatur tentang ASN/PNS dan PPPK.
Sedangkan tenaga honorer, kontrak, PTT, sukarelawan dan pegawai tetap non
PNS yang bekerja di pemerintahan secara terus menerus tidak diakomodir. Proses
perekrutan PPPK telah berlangsung, namun lebih dikhususkan bagi pegawai
honorer yang berusia diatas 35 tahun. Perekrutan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah nomor 49 tahun 2018 tentang manajemen Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK).
Penelitian ini bersifat deskriftif analisis dengan mengunakan pendekatan
kualitatif. Sesuai dengan judulnya penelitian ini menganalisis kebijakan dlalam
pengangkatan pegawai honorer daerah terutama dalam konteks pembangunan
profesionalisme sumber daya aparatur. Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu wawancara dan dokumentasi.
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa keberadaan Honorer tidak
lah masuk dari ASN, digantikan kedudukannya dengan PPPK, walaupun antara
PPPK dengan Pegawai Honorer berbeda. Begitu juga dengan yang terjadi di
Mimika Papua. Terdapat jumlah ratusan Pegawai Honorer dengan berbagai
kategori, yang setelah terbitnya Undang-undang ini masih berkedudukan sebagai
Honorer, bagian paling banyak dari honorer yang dipertahankan adalah pendidik.
Kabupaten Mimika Papua pada umumnya sudah menerapkan PP No. 48 tahun
2005 dan UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 7 Ayat 2 yaitu tentang kebijakan yang
menerapkan ruang lingkup ASN yang dibatasi pada dua kepegawaian: yaitu 1)
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 2) PPPK. Pada masalah PPPK, sudah
menerapkan kontrak kerja, dengan opsi perpanjangan jika pekerjaan yang
dilakukan telah selesai masa kontraknya. Tetapi, pada jenis pengumuman
lowongan kerja dengan kontrak dan Non PNS, penyebutan PPPK tidak ada, hanya
ada surat pernyataan yang berisi tidak ada tuntutan untuk menjadi pegawai tetap
ataupun PNS. Berdasarkan hasil analisis penelitian maka dapat disimpulkan
bahwa pengangkatan honorer menjadi PNS dalam Pasal 7 Undang-undang-
undang No. 5 Tahun 2014 adalah penyeragaman penerimaan PNS melalui proses
seleksi dengan persyaratan seperti pendidikan dan usia, serta tergantung pada
formasi dan kebutuhan.

Kata Kunci: Kebijakan, Perekrutan, Tenaga Honorer

xii
ABSTRACT
The policy of hiring / recruiting temporary workers to become CPNS is
closely related to the management of civil servants. As stated in Act Number 5 of
2014 concerning ASN. Whereas Government Employees with Work Agreements
(PPPK) have almost the same position, but not automatically for honorary
employees can now become PPPK. Problems encountered in the Mimika Regency
Government of Papua, temporary employees who have worked for dozens of
years, even those who are nearing retirement must immediately be appointed as
civil servants. Law Number 5 of 2014 concerning ASN only regulates ASN / PNS
and PPPK. While honorary staff, contracts, PTT, volunteers and non-PNS
permanent employees who work in government are continuously not
accommodated. The PPPK recruitment process has taken place, but it is more
specifically for honorary employees aged over 35 years. Recruitment is guided by
Government Regulation number 49 of 2018 concerning the management of
Government Employees with Work Agreements (PPPK).
This research is a deskriftif analysis using a qualitative approach. In
accordance with the title of this research analyzes the policy of the adoption of
regional honorary officers especially in the context of the professionalism
development of apparatus resources. The data collection methods used in this
study are interviews and documentation.
The results in this study showed that the existence of Honorer was not
entered from the ASN, replaced by its position with PPPK, although between the
PPPK with the Honorer employees are different. So does that happen in Mimika
Papua. There are a number of hundreds of honorary officers in various categories,
which, after the issuance of this law, are still domiciled as honorary, the most part
of the honorary retained is the educator. Papua Mimika District has generally
implemented PP No. 48 year 2005 and UU No. 5 Year 2014 Article 7 paragraph 2
which is about policy of implementing ASN scope which is limited to two
personnel: namely 1) civil servants (PNS) and 2) PPPK. In the issue of PPPK,
already implemented a work contract, with renewal option if the work done has
completed the contract period. However, in the type of job announcements with
contracts and Non PNS, the mention of PPPK does not exist, there is only a
statement letter that contains no claim to be a permanent officer or civil servant.
Based on the results of research analysis, it can be concluded that the honorary
appointment of civil servants in article 7 of the Law No. 5 of 2014 is uniformity
of civil servant acceptance through the selection process with requirements such
as education and age, and depend on formations and needs.
Keywords: Policy, Recruitment, Honorary Staff

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil (CPNS) berkaitan erat dengan manajemen pegawai negeri sipil.

Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna

dan berhasil guna. Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan

dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Uundang-Undang Nomor 5

Tahun 2014 pasal 12 ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang

profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang

dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang diti-

tikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 amandemen ke-IV menyatakan

salah satu tujuan Negara Indonesia adalah membentuk suatu pemerintahan

Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia. Penegasan dalam pembukaan UUD 1945 merupakan

bagian dari upaya untuk mencapai tujuan nasional, baik berupa sumber daya

manusia maupun sarana yang berbentuk benda, karena negara tidak mampu

melakukannya sendiri (Hartini, Sri dkk, 2008). Untuk mewujudkan suatu

pemerintahan yang baik tersebut banyak hal yang harus diperhatikan, salah

satunya dengan menciptakan aparatur yang mampu menjalankan roda

1
pemerintahan sesuai dengan tujuan pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945. Membuat regulasi yang benar melalui peraturan perundang-undangan

merupakan langkah kongkrit dalam menciptakan aparatur yang baik tersebut.

Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) UUD Republik Indonesia 1945 bahwa;

(1) Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung dan pemerintahan itu dengan tidak ada

kecualinya. (2) tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

yang layak bagi kemanusiaan. Kedua ayat tersebut diatas merupakan landasan

konstitusional bagi setiap orang agar mendapatkan persamaan kedudukan

dihadapan hukum serta mendapatkan pekerjaan yang dianggap layak untuk

penghidupan dan kemakmuran. Menjadi aparatur pemerintah merupakan

salah satu contoh pekerjaan yang dapat ditempati bagi setiap warga negara.

Namun, pada kenyataannya masih banyak kendala yang dihadapi sehingga

kemakmuran masih jauh dari yang diharapkan.

Pada saat sekarang ini sedang berlangsung perubahan paradigma dalam

menata dan meyelenggarakan birokrasi pemerintahan. Paradigma yang diikuti

pada kurun waktu beberapa dasawarsa yang lalu telah banyak berubah.

Perubahan itu sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman yang semakin

hari kian maju dan dinamis (Thoha, 2014). Dalam rangka melakukan revisi

atau membuat undang-undang baru tentang kepegawaian, perlu diperhatikan

pula latar belakang politik yang terjadi:

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 43


Tahun 1999 amat berbeda, apalagi dengan situasi dan sistem politik yang
saat sekarang berlangsung. Seperti yang tergambar dalam paparan berikut
ini: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, situasi politik dan sisitem

2
pemerintahannya berbeda sekali dengan tahun 1999 awal Reformasi dan
direvisi undang-undang tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999. Apalagi Undang-Undang Nomor 43 sendiri berbeda sekali
dengan kondisi dan situasi sistem politik dan paradigma pemerintah yang
demokratis.

Reformasi yang terjadi di Indonesia menghendaki adanya perubahan

dalam tatanan pemerintahan yang ada menuju kearah yang lebih baik dan

demokratis. Salah satu tuntutan reformasi 1998 adalah dilakukannya

amandemen terhadap UUD 1945. Satu dekade lebih pasca reformasi undang-

undang mengenai kepegawaian baru dilakukan revisi dengan tujuan

penyempurnaan dan reformasi birokrasi dalam pemerintahan. Melalui kajian

panjang hingga pada tahun 2014 undang-undang tentang Aparatur Sipil

Negara (ASN) terwujud.

Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) inisiatif DRP

merupakan langkah yang maju dalam menghadapi realisasi terhadap

reformasi birokrasi pemerintah. Selama ini sejak era reformasi hal ihwal

mengenai pelaksanaan manajeman kepegawaian ditangani oleh dua undang-

undang yang memiliki jiwa amat berbeda (Thoha, 2014). Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1974 diundangkan pada masa Orde Baru, sedangkan

Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 merupakan hasil revisi pasca

reformasi.

Perubahan suatu peraturan perundang-undangan harus mendatangkan

manfaat yang selaras dengan tujuan hukum yang ada. Setiap hukum yang

dibuat memiliki tujuan. Tujuan hukum yang utama ada tiga (Erwin, 2012),

yaitu:

3
1. Keadilan untuk keseimbangan

2. Kepastian untuk ketepatan

3. Kemanfaatan untuk kebahagiaan

Ketiga tujuan tersebut mutlak harus dipenuhi dalam suatu undang-

undang yang berkedudukan sebagai hukum bagi setiap orang. Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 mempengaruhi kedudukan dan

perlindungan hukum bagi tenaga honorer sebab dalam ketentuan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2014 istilah tenaga honorer dihapus (Saputro dkk,

2014). Dibandingkan dengan Undang-Undang kepegawaian sebelumnya

yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 mengklasifikasikan pegawai

Negeri sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) adalah:

Pegawai Negeri:

a. Pegawai Negeri Sipil

b. Anggota Tentara Nasional Indonesia

c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Kemudian pada Pasal 2 ayat (3) disebutkan bahwa “di samping

Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pejabat yang

berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap”. Artinya dalam

menjalankan suatu roda pemerintahan pejabat yang berwenang diberikan

kewenangan untuk mengangkat pegawai tidak tetap yang kemudian disebut

tenaga honorer, dalam mempermudah beban kerja Pegawai Negeri dan untuk

tujuan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.

Kemudian kedudukannya dipertegas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48

4
tahun 2005 kemudian dirubah dengan PP Nomor 56 tahun 2012 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

Sedangkan dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN),

terjadi perubahan jenis pegawai negeri, sebagaimana yang tercantum dalam

Pasal 6, yaitu Pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK

PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat

tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN yang diangkat Sebagai pegawai tetap

oleh Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan

dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. Pengertian ini tidak jauh

berbeda dengan pengertian sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang

sebelumnya. Sedangkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

(PPPK) yaitu warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang

diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam

rangka melaksanakan tugas pemerintahan (Saputro dkk, 2014).

Walaupun PPPK dengan Pegawai honorer memiliki kedudukan hampir

sama, namun tidak serta secara otomatis bagi pegawai honorer sekarang dapat

langsuang menjadi PPPK. Dikarena secara prinsip kedua jenis pegawai ini

sangat berbeda, PPPK diangkat dengan suatau perjanjian kerja yang jelas

sehingga hal ini yang membuat berbeda dengan pegawai honorer. Selanjutnya

perbedaan yang terlihat, PPPK tidak dapat diangkat langsung menjadi

Pegawai Negeri Sipil, ini berbeda dengan pegawai honorer yang dapat

diangkat secara langusung dengan ketentuan PP No. 55 Tahun 2012 dengan

masa kerja minimal satu tahun.

5
Menurut Azwar Abu Bakar (Mantan Mentri PAN-RB), dengan adanya

UU ASN tidak ada lagi pegawai honorer/pegawai tidak tetap, yang dikenal

dalam UU No. 5 Tahun 2014 adalah PNS dan Pegawai Pemerintah dengan

Perjanjian Kerja (PPPK) (www.jpnn.com diakses tanggal 27 Juli 2019). Hal

ini berarti tidak ada kejelasan status dan jaminan hukum tenaga honorer

diangkat menjadi PNS atau PPPK, karena proses rekrutmen PNS dan PPPK

harus mengikuti peraturan seperti harus dilaksanakan secara terbuka,

mengedepankan keterampilan dan kecakapan, berdasarkan analisis jabatan

dan proyeksi kebutuhan pegawai yang jelas, evaluasi beban kerja dll (Fatimah

dan Gusminarti, 2015).

Permasalahan yang sama juga ditemui dilingkungan Pemerintah

Kabupaten Mimika Papua. pegawai tidak tetap yang telah bekerja belasan

tahun, bahkan ada yang sudah mendekati masa pensiun, harus segera diangkat

menjadi PNS tanpa melalui tes. Adapun UU Nomor 5 tahun 2014 tentang

ASN hanya mengatur soal ASN/PNS dan Pegawai Pemerintah dengan

Perjanjian Kerja (P3K). Sedangkan tenaga honorer, kontrak, PTT,

sukarelawan dan pegawai tetap non PNS yang bekerja di pemerintahan secara

terus menerus tidak diakomodir. DPR Papua, Pemprov Papua, DPRD dan

bupati/walikota di Papua yang telah mendukung revisi UU ASN.

Ribuan tenaga honorer se-Papua didampingi Anggota Komisi I DPR

Papua, Yonas Nussy dan Mathea Mameyau menggelar konsolidasi akbar

mendorong revisi Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur

Sipil Negara (ASN). Merespon kebijakan pemerintah, yakni menyelesaikan

6
persoalan honorer K2 yang berusia 35 tahun melalui perjanjian kerjasama,

maka nasib honorer yang bekerja di pedalaman dengan segala keterbatasan,

apalagi di provinsi paling timur Indonesia, tentu harus diperjuangkan.

(http://timikaexpress.com/?p=12531).

Pengangkatan Tenaga Honorer karena keterbatasan jumlah PNS yang

ada dengan mempedomani Undang- Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok

Kepegawaian kemudian dikuatkan dengan peraturan Pemerintah Nomor 56

tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48

tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil yang dilakukan sejak undang-undang dan peraturan pemerintah

ini berlaku dan menimbulkan permasalahan dengan lahirnya Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Proses perekrutan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja

(PPPK) telah berlangsung. Penerimaannya lebih dikhususkan bagi pegawai

homorer yang umurnya sudah di atas 35 tahun. Perekrutan berpedoman pada

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Profesi yang diambil

mulai dari tenaga pengajar, tenaga medis dan tenaga penyuluh pertanian.

Penelitian yang dilakukan oleh Baiq Sriastuti (2017) dengan judul

Kedudukan Tenaga Honorer Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2014. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan

dan pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan

7
mengadakan sistematisasi kemudian dilakukan analisa deskriptif kualitatif

dan menarik kesimpulan dengan cara deduktif. Berdasarkan hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa, setelah berlakunya Undang-undang Nomor 5

Tahun 2014 semua Tenaga Honorer dapat diangkat menjadi CPNS

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005. Akan tetapi, bagi

Tenaga Honorer yang diangkat di bawah tahun 2005 mempunyai kesempatan

untuk diangkat menjadi CPNS sesuai ketentuan yang diatur dalam PP Nomor

48 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012, sedangkan bagi Tenaga

Honorer yang pengangkatannya diatas tahun 2005 mempunyai kesempatan

untuk diangkat menjadi PPPK dan/ atau CPNS setelah adanya ketentuan yang

mengatur lebih lanjut mengenai hal tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurbaya (2017) dengan judul

Implementasi Kebijakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS di Kabupaten

Ponorogo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengangkatan

tenaga honorer di Kabupaten Ponorogo telah sesuai dengan pedoman yang

ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini telah mengacu pada Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer

Menjadi CPNS. Tetapi dari hasil wawancara masih ditemui permasalahan

yaitu masih adanya tenaga honorer yang sudah lama mengabdi tapi belum

8
termasuk menjadi calon pegawai negeri sipil. Dengan adanya Peraturan

Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang pengangkatan tenaga honorer

untuk menuntaskan masalah tenaga honorer yang ada, akan tetapi pemerintah

Kabupaten Ponorogo mengeluarkan surat keputusan bahwa sudah tidak ada

proses pengangkatan untuk tenaga honorer dan itu menjadi masalah sendiri

untuk Pemerintah Kabupaten Ponorogo untuk mengatasi permasalahan.

Dalam penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian

terdahulu, yaitu mempunyai tujuan yang sama yang memfokuskan pada

implementasi kebijakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang

pengangkatan Tenaga Honorer.

Dalam penelitian ini juga mempunyai perbedaan antara peneliti

terdahulu dengan peneliti yang sekarang lain:

1) Peneliti terdahulu lebih fokus kepada Peraturan Pemerintah Nomor 43

Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48

Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS,

sedangkan peneliti sekarang lebih memfokuskan kepada UU No 5 Tahun

2014;

2) Dalam melakukan penelitian ini metede yang digunakan oleh peneliti

terdahulu adalah metode penelitian secara pendekatan perundang-

undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus sedangkan

peneliti sekarang lebih pada metode secara kualitatif; dan

3) Lokasi yang menjadi tempat penelitian oleh peneliti terdahulu adalah di

Kabupaten Ponorogo, sedangkan penelitian yang sekarang mengambil

9
tempat penelitian di Dinas Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Mimika Papua tahun 2018.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian bertempat di Dinas Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Mimika Papua tahun 2018, dalam fokus penelitian ini peneliti

memfokuskan pada:

1) Proses pengangkatan calon PPPK;

2) Proses seleksi calon PPPK;

3) Proses pengangkatan tenaga honorer menjadi calon PPPK;

Berdasarkan dari penjelasan yang telah penulis jabarkan, maka penulis

dalam penelitian ini hendak mengangkat sebuah judul yaitu, Implementasi

Kebijakan Badan Kepegawaian Daerah dalam Pengangkatan Tenaga Honorer

di Kabupaten Mimika Papua.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang tersebut, yang menjadi

pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah :

1) Bagaimana pelaksanaan kebijakan Badan Kepegawaian Daerah (BKD)

dalam Pengangkatan Tenaga Honorer berdasarkan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2014 di Kabupaten Mimika Papua?

10
2) Bagaimana kendala dalam menerapkan kebijakan Badan Kepegawaian

Daerah (BKD) terhadap pengangkatan Honorer berdasarkan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2014 di Kabupaten Mimika Papua?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1) Untuk menggambarkan pelaksanaan kebijakan badan kepegawaian

daerah dalam pengangkatan Honorer Undang-Undang No 5 Tahun 2014

di Kabupaten Mimika Papua.

2) Untuk menggambarkan kendala dalam menerapkan kebijakan badan

kepegawaian daerah terhadap pengangkatan Honorer Undang-Undang

No 5 Tahun 2014 di Kabupaten Mimika Papua.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah:

a) Manfaat Teoritis

1) Untuk menambah dan memperluas ilmu pengetahuan serta melatih

kemampuan dalam melakukan penelitian ilmu pemerintahan dan

menuangkannya kedalam bentuk tulisan.

2) Mengembangkan penalaran dan khasanah ilmu pemerintahan

membentuk pola pikir yang dinamis dan mengetahui kemampuan

penulis dalam menerapkan ilmu pemerintahan selama ini khususnya

dalam lingkup Kepegawaian Daerah.

11
3) Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan kontribusi pemikiran

menunjang perkembangan ilmu pemerintahan.

b) Manfaat Praktis

1) Masyarakat, dapat memberikan manfaat serta kontribusi bagi setiap

individu dan masyarakat.

2) Aparatur Sipil Negara, untuk menambah pengetahuan yang

berhubungan dengan Kepegawaian bagi pihak-pihak yang

berkepentingan

3) Peraturan Daerah, dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikirian

pada pihak–pihak yang terkait dengan kegiatan Pengadaan Calon

Pegawai Negeri Sipil dalam pengambilan kebijakan.

F. Kerangka Konseptual

1. Kebijakan Publik

a. Definisi Kebijakan Publik

Seiring dengan berkembangnya masalah-masalah didunia,

berkembang pulalah usaha yang yang dilakukan untuk memecahkan

masalah-masalah tersebut. Dalam usaha untuk memecahkan masalah-

masalah yang terdapat di tengah-tengah kehidupan masyakarat,

pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan.

Recently the terms "governance" and "good governance" are


being increasingly used in development literature. The concept of
"governance" is not new. It is as old as human civilization. Simply
put "governance" means: the process of decision-making and the
process by which decisions are implemented (or not

12
implemented).(http://www.unescap.org/pdd/prs/Project Activities/
Ongoing/gg/governance.asp)

Batasan di atas menjelaskan bahwa baru-baru ini istilah

pemerintahan (goverment) dan tata pemerintahan (good governance)

yang baik sering digunakan dalam literatur pembangunan. Konsep

pemerintahan bukan merupakan hal yang baru karena sudah ada sejak

adanya peradaban manusia. Secara sederhana tata (good) berarti :

proses pengambilan keputusan atau kebijakan dan proses dengan mana

keputusan/kebijakan itu diimplementasikan (atau tidak

diimplementasikan). Dari pengertian tersebut diperoleh gambaran

bahwa good governance adalah cara bagaimana kekuasaan pemerintah

baik pusat maupun daerah digunakan untuk mengelola sumber daya-

sumber daya ekonomi dan sosial untuk tercapainya kesejahteraan

masyarakat.

Thomas R Dye (Warassih, 2005) menjelaskan bahwa kebijakan

negara atau public policy is whatever goverments choose to do or not

to do (pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin

dilakukan oleh pemerintah). Menurut Anderson dan Dye,9 ada 3 (tiga)

alasan mempelajari kebijakan negara yaitu, pertama dilihat dari sudut

alasan ilmiah (scientific reason), kebijakan negara dipelajari dengan

maksud untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam

mengenai hakekat dan asal mula kebijakan negara, berikut

prosesproses yang mengantarkan perkembangannya serta akibat-

13
akibatnya pada masyarakat; kedua dilihat dari sudut alasan profesional

(profesional reason), maka studi kebijakan negara dimaksudkan untuk

menerapkan pengetahuan ilmiah di bidang kebijakan negara guna

memecahkan masalah-masalah sosial sehari-hari.

Sehubungan dengan ini, terkandung suatu pemikiran tentang

faktor-faktor yang membentuk kebijakan negara, atau akibat-akibat

yang ditimbulkan oleh kebijakan tertentu, maka perlu dipertimbangkan

bagaimana individu, kelompok atau pemerintah dapat bertindak guna

mencapai tujuan mereka; ketiga, dilihat dari sudut alasan politis

(political reason), maka mempelajari kebijakan negara pada dasarnya

dimaksudkan agar pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat,

guna mencapai tujuan yang tepat pula. Dengan kata lain, studi

kebijakan negara dalam hal ini dimaksudkan untuk menyempurnakan

kebijakan negara yang dibuat oleh pemerintah.

Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijakan

sebagai suatu pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktekpraktek yang

terarah, sedang Carl J. Friedrich mendefinisikan kebijakan sebagai

”...serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau

pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan

hambatan-hambatan dan kesempatankesempatan terhadap pelaksanaan

usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan

tertentu.”(Purwono, 1989)

14
Ragam kebijakan yang dibuat ada beberapa jenis, pertama

kebijakan yang dibuat oleh legislatif secara tunggal (Undang-undang

Dasar, Ketetapan MPR), kedua kebijakan yang dibuat dalam bentuk

kerja sama antara legislatif dan eksekutif (undang-undang). Ketiga

adalah kebijakan yang dibuat oleh eksekutif saja, karena di dalam

perkembangan kebijakannya peran eksekutif tidak cukup hanya

melaksanakan kebijakan yang dibuat legislatif. Semakin meningkatnya

kompleksitas kehidupan bersama diperlukan kebijakan-kebijakan

untuk melaksanakan kebijakan yang bersifat umum yang dibuat

legislatif (UUD, TAP MPR, UU, dll).

Di Indonesia ragam kebijakan yang dibuat/ditangani eksekutif

bertingkat, contoh (Nugroho, 2004)

Di tingkat pusat yaitu :

1) Peraturan Pemerintah (PP),

2) Keputusan Presiden (Kepres),

3) Keputusan Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintah Non

Departemen, dll.

Di tingkat daerah yaitu :

1) Keputusan Gubernur,

2) Keputusan Bupati dan bertingkat-tingkat keputusan di

bawahnya,

3) Keputusan Walikota dan bertingkat-tingkat keputusan di

bawahnya.

15
Dalam studi kebijakan publik, maka kebijakan-kebijakan tertulis

formal inilah yang menjadi pusat perhatian. Proses implementasi

sangat erat dengan kebijakan. Kebijakankebijakan yang diputuskan

dan ditetapkan bermuara untuk mengatasi masalah yang terjadi dalam

masyarakat (publik), menurut Friedrich mendefinisikan kebijakan

sebagai :”serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok

atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman

dan peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut

ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan

yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.

Sedangkan James E Anderson menyatakan bahwa kebijakan

adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang

diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau kelompok pelaku

guna memecahkan masalah tertentu (Islami, 2004). WI. Jenkins

merumuskan kebijakan sebagai : serangkaian keputusan yang saling

berkaitan yang diambil oleh seseorang aktor politik atau sekelompok

aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-

cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-

keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas

kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.

Sedangkan kebijakan menurut Heins Eulau dan Keneth Prewith

adalah keputusan yang teguh yang disifati oleh adanya perilaku yang

konsisten dan pengulangan pada bagian dari keduanya yakni bagi

16
orang-orang yang membuatnya dan bagi orang-orang yang

melaksanakannya. Kebijakan publik dipahami sebagai pilihan

kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam

bidang tertentu.

Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat

kebijakan publik, maka ketika itu pula pemerintah mengalokasikan

nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung

seperangkat nilai di dalamnya. Sedangkan Harold Laswell dan

Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya

berisi tujuan, nilai-nilai dan praktika-praktika sosial yang ada dalam

masyakarat. Ketika kebijakan publik berisi/mengandung nilai-nilai

yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyakarat,

maka kebijakan publik tersebut akan mendapat resistensi ketika

diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan publik harus mampu

mengakomodasikan nilai-nilai dan praktika-praktika yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat.

Kebijakan menurut Graycar (Keban, 2004) dapat dilihat sebagai

konsep filosofis, sebagai suatu produk, sebagai suatu proses, dan

sebagai suatu kerangka kerja. Dalam konsep filosofis, kebijakan

merupakan serangkaian prinsip, atau kondisi yang diinginkan; sebagai

suatu produk, kebijakan dipandang sebagai suatu serangkaian

kesimpulan dan rekomendasi; sebagai suatu proses, kebijakan

dipandang sebagai suatu sistem organisasi, sehingga dapat mengetahui

17
apa yang diharapkan dari program dan mekanisme kerja dalam

mencapai produknya serta sebagai suatu kerangka kerja. Kebijakan

merupakan suatu proses tawar menawar dan negosiasi untuk

merumuskan isuisu dan metode implementasinya.

2. Evaluasi Kebijakan

Menurut Anderson dalam Winarno (2008:166), secara umum

evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut

estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi dan dampak

pelaksanaan kebijakan tersebut. Menurut Lester dan Stewart (Winarno,

2008:166) evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang

berbeda, tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensi-

konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara

menggambarkan dampaknya.

Sedangkan tugas kedua adalah untuk menilai keberhasilan atau

kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar atau kriteria yang telah

ditetapkan sebelumnya. Evaluasi kebijakan merupakan persoalan fakta

yang berupa pengukuran serta penilaian baik terhadap tahap implementasi

kebijakannya maupunterhadap hasil (outcome) atau dampak (impact) dari

bekerjanya suatu kebijakan atau program tertentu, sehingga menentukan

langkah yang dapat diambil dimasa yang akan datang.

a. Tipe-tipe Evaluasi Kebijakan

James Anderson dalam Winarno (2008 : 229) membagi evaluasi

kebijakan dalam tiga tipe, masing-masing tipe evaluasi yang

18
diperkenalkan ini didasarkan pada pemahaman para evaluator terhadap

evaluasi, sebagai berikut:

1) Tipe pertama

Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Bila

evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, evaluasi

kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan

kebijakan itu sendiri.

2) Tipe kedua

Merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya

kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi ini lebih

membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam

melaksanakan program.

3) Tipe ketiga

Tipe evaluasi kebijakan sistematis, tipe kebijakan ini melihat secara

obyektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk

mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauhmana

tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai.

Berdasarkan ketiga tipe tersebut yang paling sesuai dalam penelitian ini

adalah tipe yang ketiga, yakni tipe evaluasi kebijakan sistematis, di

mana peneliti ingin melihat sejauh mana pelaksanaan Kebijakan

Program Jamkesta, dengan mencari tahu apakah kebijakan yang

dijalankan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

19
Menurut Edi Suharto (2012:61), tujuan kebijakan publik sosial, dalam

konteks pembangunan sosial, kebijakan sosial merupakan suatu

perangkat, mekanisme, dan sistem yang dapat mengarahkan dan

menterjemahkan tujuan-tujuan pembangunan. Kebijakan sosial

senantiasa berorientasi kepada pencapaian tujuan sosial. Tujuan sosial

ini mengandung dua pengertian yang saling terkait, yakni memecahkan

masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial.

Menurut Edi Suharto (2012: 86), model-model yang umumnya

digunakan dalam analisis kebijakan publik adalah:

1) Model Prospektifadalah bentuk kebijakan yang mengarahkan

kajiannya pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan sebelum suatu

kebijakan diterapkan. Model ini dapat disebut juga model prediktif

2) Model Retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan

terhadap akibat-akibat kebijakan setelah kebijakan

diimplementasikan. Model ini biasa disebut model evaluatif, karena

banyak melibatkan pendekatan evaluasi terhadap dampak-dampak

kebijakan yang sedang atau telah diterapkan

3) Model Integratif adalah model perpaduan antara kedua model diatas.

Model ini kerap disebut sebagai model komprehensif atau model

holistik, karena analisis dilakukan terhadap konsekuensi-

konsekuensi kebijakan yang mungkin timbul, baik sebelum maupun

sesudah suatu kebijakan dioperasikan.

b. Dimensi Evaluasi Kebijakan

20
Menurut Winarno (2002: 171-174) setidaknya ada lima dimensi yang

harus dibahas dalam meperhitungkan dampak dari sebuah kebijakan.

Dimensi-dimensi tersebut meliputi:

1) Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak

kebijakan pada orang-orang yang terlibat

2) Kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan atau

kelompok-kelompok diluar sasaran atau tujuan kebijakan

3) Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan

sekarang dan yang akan datang

4) Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain yakni biaya langsung

yang dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan

publik

5) Biaya-biaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau

beberapa anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik.

Menurut M Solly Lubis (2007: 35), pada bidang ekonomi pemerintah

harus mengatasi masalah ekonomi, perbedaan yang menyolok antara

kaya dan miskin, antara ekonomi lemah dan ekonomi kuat, ketidak

merataan kesempatan kerja dan ketidakrataan pendapatan nasional.

Menurut Subarsono (2012: 122) dampak merupakan akibat lebih jauh

pada masyarakat sebagai konsekuensi adanya kebijakan yang

diimplementasikan.

Evaluasi kebijakan secara sederhana menurut William Dunn dalam

Agustino (2008:187), berkenaan dengan produksi informasi mengenai

21
nilai-nilai atau manfaat-manfaat kebijakan hasil kebijakan. Ketika ia

bernilai bermanfaat bagi penilaian atas penyelesaian masalah, maka

hasil tersebut member sumbangan pada tujuan dan sasaran bagi

evaluator, secara khusus, dan pengguna lainnya secara umum. Hal ini

dikatakan bermanfaat apabila fungsi evaluasi kebijakan memang

terpenuhi dengan baik. Salah satu fungsi evaluasi kebijakan adalah

harus memberi informasi yang valid dan dipercaya mengenai kinerja

kebijakan.

c. Indikator Evaluasi Kebijakan

Penilaian (evaluasi) kinerja kebijakan yaitu menekankan pada

penciptaan premis-premis nilai dengan kebutuhan untuk menjawab

pertanyaan “ apa perbedaan yang dibuat ?” kriteria untuk evaluasi

kebijakan sama dengan kriteria rekomendasi kebijakan yaitu:

1) Efektifitas

2) Efisiensi (Nugroho, 2008)

Deskripsi utama Evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutan

tuntutan yang bersifat evaluasi.Pertanyaan yang terlontar tentang

evaluasi bukanlah mengenai fakta (apakah sesuatu ada?) atau aksi

(apakah yang harus dilakukan?).

Tetapi berhubungan dengan nilai (berapa nilainya?) karena evaluasi

mempunyai karakteristik yang membedakan dengan metode analisis

kebijakan lainnya seperti yang dipaparkan Dunn yaitu :

22
1) Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada

penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan

program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan

manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, bukan sekedar

usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan

yang terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan

dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk

mengevaluasi tujuan tujuan dan sasaran itu sendiri.

2) Interpendensi Fakta Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik “Fakta”

maupun nilai untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program

tertentu telah mencapai tingkat kinerja tertinggi (atau rendah)

diperlukan tidak hanya hasil hasil kebijakan berharga bagi sejumlah

individu, kelompok ataupun seluruh masyarakat. Untuk menyatakan

yang demikian harus didukung oleh bukti bukti bahwa hasil

kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi aksi yang

dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu, karena itu

pemantauan merupakan prasarat bagi evaluasi.

3) Orientasi masa kini dan masa lampau, tuntutan evaluasi berbeda

dengan tuntutan tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekrang dan

masa lalu, dibangdingkan hasil masa desan. Evaluasi bersifat

retrospektif dan setelah.

4) Dualitas nilai. Nilai nilai yang mendasari tuntutan evaluasi

mempunyai kualitas ganda, karena dipandang sebgai tujuan dan

23
sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan

dengan nilai yang ada. Dapat dianggap sebagai intrisik maupun

ekstrinsit. Nilai nilai sering ditata dalam suatu yang merefleksikan

kepentingan dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.

3. Pegawai Negeri Sipil

Kamus Umum Bahasa Indonesia memberi penjelasan mengenai arti

pegawai adalah orang yang bekerja pada pemerintah, perusahaan, dst.

Sedangkan pengertian negeri adalah arti Negara, pemerintahan atau kota,

tempat tinggal. Arti Sipil adalah berkenaan dengan orang biasa bukan

militer, hal-hal yang mengenai pemerintahan bukan militer (Hartanto,

2001).

Berdasarkan pengertian menurut kamus umum Bahasa Indonesia itu,

pengertian pegawai negeri sipil adalah orang yang bekerja pada

pemerintah dan bukan pegawai militer. Karena pemerintahan dilaksanakan

berdasar Undang-Undang, maka orang yang menjadi pegawai negeri sipil

diangkat berdasar peraturan perundang-undangan mengenai kepegawaian.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil sesuai Pasal 1 angka 1

Undangundang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dengan

perumusan sebagai berikut :

“ Pegawai Negeri adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia


yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku” (UU no 43 Tahun
1999).

24
Dari definisi tersebut di atas maka pengertian Pegawai Negeri

mencakup 4 ( empat ) hal yaitu :

1) Setiap WNI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan.

2) Diangkat oleh pejabat yang berwenang.

3) Diserahi tugas negeri atau diserahi tugas negara lainnya.

4) Digaji berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Mereka yang memenuhi keempat syarat-syarat tersebut termasuk

Pegawai Negeri.

Menurut pasal 2 ayat ( 1 ) Undang - undang Nomor 43 Tahun 1999,

Pegawai Negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara

Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia .

Tahun 2006 jumlah Pegawai Negeri Sipil di Indonesia secara drastis

meningkat sekitar 3,6 juta. Pegawai Negeri Sipil di Indonesia dibedakan

dalam tiga sistem penggajian : (Prasojo dkk, 2007)

1) Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Pusat, yaitu Pegawai Negeri

Sipil yang pembayaran gajinya dengan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Nasional (APBN);

2) Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Daerah Otonom, yaitu Pegawai

Negeri Sipil yang pembayaran gajinya dengan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); dan

3) Pegawai Negeri Sipil Usaha Negara, yaitu Pegawai Negeri yang

pembayaran gajinya dengan menggunakan aktiva pajak tangguhan.

25
Sedangkan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang dimaksud dalam

pasal 2 ayat ( 1 ) huruf a terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan

Pegawai Negeri Sipil Daerah .

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat

Menurut penjelasan dari Undang - undang Nomor 43 Tahun 1999

maka yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah:

1) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang gajinya dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada

Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariat

Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah -

daerah dan Kepaniteraan Pengadilan.

2) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada Perusahaan Jawatan.

3) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan

pada Daerah Otonom.

4) Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan sesuatu peraturan

perundang-undangan diperbantukan atau dipekerjakan pada badan

lain, seperti Perusahaan Umum, Yayasan lain-lain.

5) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas negara

lainnya, seperti Hakim pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan

Tinggi dan lain-lain.

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah

Pengertian Pegawai Negeri Sipil Daerah menurut penjelasan

Undang - Undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah Pegawai Negeri Sipil

26
Daerah Otonom . Sedangkan Derah Otonom menurut menurut Undang

- undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah adalah

kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu

yang berhak , berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri.

Pegawai Negeri Sipil Daerah Otonom pada pokoknya berlaku

ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sesuai dengan

peraturan-peraturan yang berlaku sebagaimana disebutkan dalam pasal

129 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah :

1) Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri

sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen

pegawai negeri sipil secara nasional.

2) Manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi penetapan formasi, pengadaan,

pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun,

gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban, kedudukan

hukum, pengembangan kompetensi dan pengendalian jumlah.

Sistem manajemen pegawai sesuai dengan kondisi pemerintahan

saat ini tidak murni menggunakan unified system namun sebagai

konsekuensi kebijakan desentralisasi maka dalam hal ini menggunakan

gabungan unified system dan separated system, artinya ada bagian-

bagian kewenangan yang diserahkan kepada daerah untuk selanjutnya

27
dilaksanakan oleh pembina kepegawaian daerah. Prinsip lain yang

dianut adalah memberikan suatu kejelasan dan ketegasan bahwa ada

pemisahan antara pejabat politik dan pejabat karier baik tata cara

mengenai rekruitmennya maupun kedudukan, tugas, wewenang, fungsi

dan pembinaannya. Berdasarkan prinsip dimaksud, maka pembina

kepegawaian daerah adalah pejabat karier tertinggi pada pemerintah

daerah.

4. Tenaga Honorer

Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk

melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau penghasilannya

menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pejabat Pembina Kepegawaian berwenang untuk mengangkat tenaga

honorer dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan sebagian tugas –

tugas pemerintahan dan pembangunan yang selama ini pelaksanaanya

kurang maksimal dikarenakan terbatasnya jumlah pegawai yang ada.

Tenaga honorer yang telah lama bekerja dan atau tenaganya sangat

dibutuhkan oleh Pemerintah dan memenuhi syarat yang ditentukan dalam

Peraturan Pemerintah dapat diangkat menjadi

Calon Pegawai Negeri Sipil, dimaksudkan untuk memenuhi

kebutuhan tenaga tertentu pada instansi pemerintah. Pengangkatan Tenaga

28
Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan bagi yang

melaksanakan tugas sebagai :

a. Tenaga guru;

b. Tenaga kesehatan pada unit pelayanan kesehatan;

c. Tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan peternakan; dan

d. Tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.

Pengangkatan tenaga honorer dilakukan melalui seleksi administrasi,

disiplin, integritas, kesehatan dan kompetensi dan diprioritaskan pada

tenaga honorer yang usianya paling tinggi dan/atau mempunyai masa kerja

lebih banyak. Mereka juga diwajibkan mengisi/menjawab daftar

pertanyaan mengenai pengetahuan tata pemerintahan/kepemerintahan.

Tenaga honorer yang akan diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil harus memenuhi kriteria antara lain :

a. Disiplin dan integritas yang tinggi.

Disiplin dan integritas adalah bahwa selama menjadi tenaga honorer

melakukan tugasnya dengan baik dan disiplin serta mempunyai

integritas tinggi yang dibuktikan dengan surat pernyataan oleh atasan

langsungnya serta disahkan kebenarannya oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk sekurangkurangnya

pejabat struktural eselon II.

b. Sehat jasmani dan rohani.

Tenaga honorer harus sehat jasmani dan rohani yang ditunjukan

dengan surat keterangan dari Dokter Pemerintah

29
c. Memiliki kompetensi.

Kompetensi adalah bahwa tenaga honorer tersebut mempunyai

pendidikan, kecakapan, keahlian, atau ketrampilan yang sesuai dengan

jabatan yang akan diduduki.

Pengertian diatas memberikan penjelasan bahwa kompetensi

merupakan bagian integral dari reportoar perilaku individu sebagai

mediator yang membantu atau menghalangi kinerja mereka,

mencakup aspek kinerja seperti pengetahuan teknis, kemampuan dan

ketrampilan yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan

terhadap kinerja (Davis and Scully, 2008).

d. Tidak terlibat tindak pidana.

e. Bebas dari Zat aditif, narkoba dan zat – zat terlarang lainnya

(NAPZA).

Tenaga honorer yang telah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri

mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan Pegawai Negeri Sipil

lainnya yang tidak diperoleh selama menjadi tenaga honorer, sesuai

dengan Undang – Undang Kepegawaian Nomor 43 tahun 1999. Setiap

Pegawai negeri wajib dan setia dan taat kepada Pancasila, Undang –

undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah, serta wajib menjaga

persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia. (Undang Undang Kepegawaian Nomor 43 tahun 1999, Pasal 4).

Sedangkan haknya tercantum dalam ketentuan pasal 7 ayat (1) s/d

(3) :

30
1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak

sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya

2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu

produktivitas dan menjamin kesejahteraannya

3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerinyah.

Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan bagi

yang bersangkutan, yang tidak diperoleh selama menjadi tenaga honorer.

Walaupun belum menerima gaji penuh, karena sebelum PNS penuh CPNS

baru menerima gaji 80 % dari gaji pokok, namun secara ekonomi

kesejahteraannya mereka meningkat cukup signifikan.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan mengunakan metode

deskriptif kualitatif. Sesuai dengan judulnya penelitian ini menganalisis

kebijakan dalam pengangkatan pegawai honorer daerah terutama dalam

konteks pembangunan profesionalisme sumber daya aparatur. Moleong

(2009:6) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan

lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-

31
kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Dari beberapa definisi yang dipaparkan dapat disimpulkan bahwa

suatu penelitian kualitatif dimaksudkan suatu penelitian yang dilakukan

secara deskriptif untuk memahami suatu fenomena yang terjadi di

masyarakat. Mengunakan deskriptif analisis diharapkan penelitian ini

dapat menggali permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan

pengangkatan pegawai honorer daerah, penempatan, penugasan yang

dilakukan, penempatan hak dan kewajiban, serta dimensi-dimensi

pengelolaan pegawai honorer daerah lainnya. Penggunaan pendekatan

kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan agar penelitian ini mampu

mengungkapkan fakta di lapangan secara lebih dalam dan lebih intensif

pada daerah atau kabupaten yang dijadikan lokasi pengumpulan data

secara primer dan sekunder.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Mimika, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

1. Peneliti sudah melakukan observasi sementara dan tertarik untuk

meneliti di Dinas Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Mimika;

2. Peneliti mempertimbangkan Kabupaten Mimika adalah tempat

dimana peneliti berasal.

Pengumpulan data secara primer akan dilakukan dengan cara

wawancara para informasi dan observasi oleh peneliti sedangkan

32
pengumpulan data secara sekunder akan dilakukan dengan cara

pengumpulan dokumen, arsip dari lembaga yang terkait, sehingga pada

akhirnya pengumpulan data tersebut akan mendeskripsikan mengenai

kebijakan pengangkatan tenaga honorer daerah menjadi CPNS di

Kabupaten Mimika Papua serta mendeskripsikan faktor kendala yang

dihadapi oleh tim teknis daerah pada Pemerintahan Kabupaten Mimika

Papua.

3. Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Mimika.

4. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah ASN serta tenaga kerja

honorer di Kabupaten Mimika Papua.

5. Teknik Penentuan Informan

Teknik pemilihan subyek sering disebut dengan metode

penentuan sumber data, yaitu menentukan informan sebagai tempat

untuk memperoleh data. Teknik pemilihan subyek penelitian ini

menggunakan purposive sampling yaitu teknik untuk menetukan data

penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar

data yang diperoleh nantinya bisa representatif. Teknik penentuan

informan dalam penelitian ini adalah orang yang bertanggung jawab

dan dianggap berkompeten di bidangnya yaitu:

33
1. Kepala, sekretaris dan kepala Bidang Admistrasi Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Mimika selaku penaggung jawab

dalam menjalankan Proses Pengangkatan Tenaga Honorer Daerah

di Kabupaten Mimika Papua;

2. Kepala bagian Pengangkatan pegawai Kabupaten Mimika

3. Pegawai bagian Informasi dan Penerimaan Pegawai Kabupaten

Mimika

4. 6 Pegawai Honorer Badan Kabupaten Mimika.

5. 6 Pegawai PNS Kabupaten Mimika

Seluruh informan berjumlah 15 orang.

6. Teknik Pengumpulan Data

Moleong menyatakan cara terbaik yang ditempuh dengan

mempertimbangkan substansi dan menjajaki lapangan dan untuk

mencari kesesuaian dengan melihat kenyataan di lapangan. Lokasi yang

diambil dalam penelitian ini adalah pada Badan Kepegawaian Daerah

(BKD) Kabupaten Mimika Papua.

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) ini merupakan suatu Badan

Kepegawaian Daerah yang Merekrutmen Pegawai yang berlandasakan

untuk menambah jumlah pegawai, kebutuhan struktur pegawai

merupakan tuntunan dan visi, misi organisasi itu sendiri. Akan tetapi,

dalam realitanya banyaknya tenaga honorer yang belum dikeluarkan SK

nya agar dapat diangkat menjadi CPNS dikarenakan dalam pola

penataan pegawai masih lemah atau tidak terkontrol oleh Badan

34
Kepegawaian Daerah (BKD) dan memiliki potensi sumber daya

manusia dengan latar belakang pendidikan yang beragam yang

seharusnya bisa dimanfaatkan secara baik di daerah ini.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

meliputi:

a. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan untuk

mengumpulkan data primer yang dibutuhkan dengan melakukan

pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Observasi dalam

penelitian kualitataif dilakukana terhadap situasi sebenarnya yang

wajar, tanpa dipersiapkan, dirubah atau bukan diadakan khusus untuk

keperluan penelitian. Observasi dilakukan pada obyek penelitian

sebagai sumber data dalam keadaan asli atau sebagaimana keadaan

sehari-hari.

Marshall dalam Sugiono (2010: 310) menyatakan bahwa “through

observation, the researcher learn about behavior and he meaning

attached to those behavior”. Jadi melalui observasi, peneliti belajar

tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Berkaitan dengan

observasi yang dilakukan dalam penelitian kualitatif maka observasi

yang digunakan yaitu observasi langsung. Dalam penelitian ini peneliti

melakukan evaluasi dalam proses pengangkatan tenaga honorer Daerah

menjadi CPNS di BKD Kabupaten Mimika Papua.

b. Wawancara Mendalam

35
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2009:186).

Wawancara yaitu mengumpulkan data primer dengan jalan

mewawancarai sumber-sumber data dengan mengajukan beberapa

pertanyaan yang berkaitan dengan Proses Pengangkatan Tenaga

Honorer Daerah di Kabupaten Mimika Papua terhadap Penataan

Pegawai Honorer atau THLS pada sumber daya aparatur.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen

bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang. Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang

yang lebih luas mengenai pokok penelitian, dapat dijadikan bahan

triangulasi untuk mengecek kesesuaian data, dan merupakan bahan

utama dalam penelitian.

Menurut Djam’an Satori (2011: 149), studi dokumentasi yaitu

mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam

permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat

mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu

kejadian. Dokumen yang digunakan pada penelitian ini berupa:

36
1) Daftar responden penelitian yang mencakup pemerintah selaku

pemberi pelayanan dan masyarakat Kabupaten Mimika selaku yang

di layani;

2) Foto hasil wawancara dengan pemerinta selaku pemberi pelayanan

dan juga foto responden yaitu masyarakat Kabupaten Mimika

selaku di layani.

Menurut Maryadi dkk (2010:14), teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian kualitatif adalah teknik yang

memungkinkan diperoleh data detail dengan waktu yang relatif lama.

Menurut Sugiyono (2005:62), Teknik pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama

dari penelitian ini adalah mendapatkan data.Teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, teknik

wawancara, dan dokumentasi.

7. Pembatasan Masalah

Batasan masalah adalah upaya membatasi ruang lingkup masalah

yang terlalu luas atau lebar sehingga penelitian itu lebih bisa fokus

untuk dilakukan. Batasan masalah, dengan demikian, adalah pemilihan

satu atau dua masalah dari beberapa masalah yang sudah teridentifikasi.

8. Teknik Analisis Data

Tahap selanjutnya setelah data-data yang berkaitan dengan

penelitian ini, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data yang

terkumpul dengan menganalisis data, mendeskripsikan data, serta

37
mengambil kesimpulan. Untuk menganalisis data ini menggunakan

teknik analisis data kualitatif, karena data-data yang diperoleh

merupakan keterangan-keterangan.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang

sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar, foto

dan sebagainya. Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif yaitu:

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh dilokasi penelitian (data lapangan) dituangkan

dalam uraian laporan yang lengkap dan terperinci. Dalam bentuk

analisa yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,

membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara

sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat

ditarik dan diverifikasi.

b. Penyajian Data

Penyajian data berguna untuk memudahkan peneliti melihat

gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian.

Batasan yang diberikan dalam penyajian data adalah sekumpulan

informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian

ini, penyajian data diwujudkan dalam bentuk uraian dengan teks

naratif, foto, gambar bagan, table dengan tujuan mempermudah

penyampaian makna penelitian.

38
c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah melakukan verifikasi secara terus

menerus sepanjang proses penelitian berlangsung,yaitu sejak awal

memasuki lokasi penelitian dan selama proses pengumpulan data.

Peneliti menganalisis dan mencari pola, tema, hubungan persamaan,

hal-hal yang sering timbul, yang dituangkan dalam kesimpulan.

Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan dilakukan dengan

pengambilan intisari dari rangkaian kategori hasil penelitian

berdasarkan observasi, wawancara serta dokumentasi hasil

penelitian.

Penarikan kesimpulan ini merupakan tahap akhir dari pengolahan

dataSiklus Analisis di Tunjukan dalam Bentuk Skema Berikut ini.

Gambar : 1.7.3.1 Skema Komponen-Komponen Analisis Data

Pengumpulan
Penyajian Data
data

Penarikan
Reduksi data
Kesimpulan

9. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian atau teknik validitas dalam penelitian ini

menggunakan validitas kualitatif. Pemeriksaan keabsahan data yang

39
dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber sebagai upaya

pemeriksaan keabsahan data (Moleong, 2013). Triangulasi adalah

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

pembanding terhadap data itu.

Denzin (Moelong, 2013) membedakan empat macam triangulasi

sebagai teknik pemeriksaan sumber, metode, penyidik, dan teori.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat yang

berbeda dalam penelitian kualitatif.

a) peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara

b) peneliti membandingkan apa yang dikatakan orang di depan

umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi

c) peneliti membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu

dokumen yang berkaitan.

Peneliti menggunakan teknik triangulasi data yang didapat dari

sumber yang berbeda untuk kemudian dipisahkan sesuai dengan tema-

tema yang sama berdasarkan perspektif dari informan. Kemudian

melakukan member checking langsung kepada informan setelah

penelitian selesai untuk menguji validitas dan reliabilitas hasil

penelitian dibantu dengan pedoman pengambilan data yang sebelumnya

40
telah dibuat. Hal-hal yang didokumentasikan oleh peneliti berupa

kondisi tempat tingal informan.

41
BAB II

PROFIL KABUPATEN MIMIKA PAPUA

A. Letak Geografis dan Sejarah Perkembangan Kabupaten Mimika

1. Sejarah Perkembangan Kabupaten Mimika

Mimika merupakan kabupaten yang relatif baru berada di Papua bagian

selatan. Berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 54 tahun 1996 Mimika

ditetapkan menjadi Kabupaten Administratif. Selanjutnya berdasarkan

Undang-Undang nomor 45 Tahun 1999 sebagai kabupaten defenitif yang

pelaksanaanya baru dimulai 18 Maret 2000 dengan Timika sebagai ibukota

Kabupaten. Sebelumnya timika merupakan bagian dari distrik mimika timur

yang pusatnya 22 km ke arah selatan dari Timika. Distrik mimika Timur

masih termasuk bagian dari Kabupaten Fak-Fak. (Sumber :Profil Koperasi

Pertambangan Rakyat Wawia Pronggo hal 21).

Di kabupaten Mimika didiami oleh dua suku asli, yaitu suku Amungme

yang mendiami wilayah pegunungan dan suku Kamoro di wilayah

pesisir/pantai. Selain itu ada 5 suku kerabatnya yakni suku Dani, Damal,

Nduga, Moni, Mee.

Sejarah masa lalu diatas yang kemudian menjadi semangat dan motivasi

perjuangan pemekaran kabupaten Mimika untuk meningkatkan kualitas

42
pelayanan pemerintahan kepada masyarakata di daerah Mimika yang tentunya

membutuhkan perhatian dan pelayanan dari pemerintah.

2. Letak Geografis

Kabupaten Mimika yang beribukota di timika, terletak antara 134o31’-

138o 31’ bujur timur dan 4o60’ – 5o18’ lintang selatan. Memiliki luas wilayah

19.592 km2 atau 4,75% dari luas wilayah propinsi papua. Kabupaten ini

memiliki 18 distrik. Distrik – distrik tersebut yaitu mimika baru, kwamki

narama, wania, iwaka, kuala kencana, mimika timur, mimika timur jauh,

mimika tengah, mimika barat, amar, mimika barat tengah, mimika barat jauh,

jita, alama, hoya dan tembagapura.

Gambar II.1 Peta Wilayah Kabupaten Mimika

(Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat


Statistik Kabupaten Mimika. Mimika Dalam Angka 2016, hal 1).

43
3. Jumlah dan Luas Distrik Per Kilometer Persegi

Kabupaten ini memiliki 18 distrik, distrik – distrik tersebut yaitu distrik

agimuga, amar, alama hoya, iwaka, jila, jita, kuala kencana, kwamki narama,

mimika barat, mimika barat jauh, mimika barat tengah, mimika baru, mimika

tengah, mimika timur, mimika timur jauh, tembagapura, wania, berikut adalah

penjelasan mengenai luas wilaya distrik per kilometer persegi :

44
Tabel II.1 Luas Distrik per Kilometer Persegi

No Distrik Luas (Km2)


1 Agimuga 2.198,56
2 Amar 1.801,50
3 Alama 365,92
4 Hoya 563,78
5 Iwaka 492,73
6 Jila 622,83
7 Jita 1.962,33
8 Kuala Kencana 860,74
9 Kwamki Narama 12,86
10 Mimika Barat 1.187,85
11 Mimika Barat Jauh 2.485,89
12 Mimika Barat Tengah 2.292,46
13 Mimika Baru 1.509,48
14 Mimika Tengah 526,67
15 Mimika Timur 290,48
16 Mimika Timur Jauh 2.035,36
17 Tembagapura 2.586,86
18 Wania 197,32
Jumlah 21.693,51

(Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik


Kabupaten Mimika, Mimika Dalam Angka 2016, hal 17).
Pada tabel di atas dapat dijelaskan bahwa Distrik Tembagapura adalah

distrik terluas dengan luas 2.586,86 diikuti Distrik Agimuga pada posisi kedua

mempunyai luas 2.198,56 km2 kemudian distrik sedangkan luas terkecil

adalah distrik kwamki narama dengan luas 12,86. wilayah kabupaten mimika

memiliki topografi dataran tinggi dan dataran rendah. Distrik yang

45
bertopografi dataran tinggi adalah tembagapura, agimuga dan jila. Distrik –

distrik selain ketiga distrik tersebut merupakan distrik – distrik yang memiliki

topografi dataran rendah. Distrik mimika baru, kuala kencana, tembagapura

dan jila adalah distrik yang tidak memiliki pantai. Sedangkan distrik mimika

barat, distrik mimika barat tengah, distrik mimika barat jauh, distrik mimika

timur, distrik mimika timur tengah, distrik mimika timur jauh, agimuga dan

jita sebagaian wilayah – wilayahnya berbatasan dengan laut, sehingga distrik

– distrik ini memiliki pantai (Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Mimika Mimika Dalam Angka

2016, hal 10).

B. Kependudukan

1. Jumlah Penduduk di Kabupaten Mimika

Penduduk kabupaten mimika berdasarkan proyeksi penduduk tahun

2015 sebanyak 201.677 jiwa yang terdiri atas 113.126 jiwa penduduk laki –

laki dan 88.551 jiwa perempuan. dibandingkan dengan proyeksi penduduk

tahun 2014. sementara itu besarnya angka resiko jenis kelamin tahun 2015

penduduk laki – laki terhadap penduduk perempuan sebesar 127,75.

Kepadatan penduduk di kabupaten mimika tahun 2014 mencapai 223

jiwa/km2 dengan rata – rata jumlah penduduk per rumah tangga 4 orang.

kepadatan penduduk di 17 distrik cukup berragam dengan kepadatan

penduduk tertinggi terletak di distrik mimika baru dengan kepadatan

46
sebesar 1.533 jiwa/km2. (Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Mimika Mimika Dalam

Angka 2016, hal 50).

2. Wilayah Administratif

Tabel II.2 Wilayah Administratif di Kabupaten Mimika


No Distrik Desa Kelurahan
1 Agimuga 8 0
2 Amar 6 0
3 Alama 11 0
4 Hoya 6 0
5 Iwaka 7 0
6 Jila 12 0
7 Jita 10 0
8 Kuala Kencana 8 2
9 Kwamki Narama 9 1
10 Mimika Barat 7 0
11 Mimika Barat Jauh 5 0
12 Mimika Barat Jauh 5 0
13 Mimika Barat Tengah 9 0
14 Mimika Baru 3 11
15 Mimika Tengah 5 0
16 Mimika Timur 5 1
17 Mimika Timur Jauh 5 0
18 Tembagapura 13 1
19 Wania 4 3
Jumlah 138 18

(Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat


Statistik Kabupaten Mimika Mimika Dalam Angka 2016, hal 33)
Pada tabel diatas menunjukan, distrik tembagapura adalah distrik

dengan jumlah desa terbanyak yaitu 13 desa, di susul distrik jila dengan 13

47
desa, dan distrik alama dengan jumlah 11 desa. pada jumlah kelurahan

distrik mimika baru mempunyai 11 kelurahan, kemudian distrik wania

dengan 3 kelurahan.

3. Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan

Seperti halnya Kabupaten kota lainnya, kabupaten mimika juga

dibanjiri oleh penduduk dengan profesi yang berbeda – beda seperti yang

terdapat pada tabel berikut ini:

Tabel II.3 Jumlah penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja selama
seminggu menurut Status pekerjaan utama dan Jenis Kelamin.
No Status Pekerjaan Laki – laki % Perempuan % Jumlah %
Utama
1 Berusaha Sendiri 26325 38,96 5197 26,64 31432 36,1

2 Berusaha dibantu
buruh tidak 5184 7,67 1035 5,30 6219 7,14
tetap/buruh tak dibayar
3 Berusaha dibantu
buruh tetap/buruh 1543 2,28 136 0,69 1679 1,92
dibayar
4 Buruh/Karyaw 30471 45,10 8350 42,80 38821 44,5
an/Pegawai
5 Pekerja bebas 1708 2,52 0 0 1708 1,96

6 Pekerja 2422 3,61 4789 24,55 7211 8,28


keluarga /tak
dibayar
Jumlah 67563 100 19507 100 87070 100

(Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik


Kabupaten Mimika, Mimika Dalam Angka 2016, hal 65).

48
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan mayoritas penduduk usia 15

tahun ke atas yang bekerja selama seminggu baik laki-laki (45,10%)

maupun perempuan (42,80%) bekerja sebagai buruh karyawan/pegawai.

Selanjutnya sebagai berusaha sendiri laki-laki (38,96%) dan perempuan

sebesar (26,64%). Sedangkan untuk laki-laki yang bekerja sebagai

pengusaha yang dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar sebesar (7,67%)

dan perempuan pekrja keluarga tidak dibayar sebesar (24,55%). Sehingga

pada ketiga sektor pekerjaan tersebut memiliki persentase yang besar.

Pada sektor pekerja bebeas di mana laki-laki adalah sebesar (2,52%)

dan perempuan adalah sebesar (0%). Sedangkan pada sektor pekerja

dibantu buruh tetap/buruh dibayar di mana laki-laki adalah sebesar (2,28%)

dan perempuan adalah sebesar (0,69%). Sehingga pada kedua sektor

pekerjaan ini memiliki persentase yang sangat kecil.

Berdasarkan tebal di atas mendeskripsikan bahwa penduduk pada usia

15 tahun ke atas baik laki-laki maupun perempuan banyak yang bekerja

pada tiga sektor pekerjaan yaitu, bekerja sebagai buruh karyawan/pegawai,

pekerja berusaha sendiri, pekerja berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh

tidak dibayar.

49
C. Pegawai Negeri Sipil

Berikut adalah tabel Pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintahan kabupaten

mimika :

Tabel II.4 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Pendidikan Tertinggi.

No Pendidikan Terakhir Laki – laki % Perempuan % Jumlah


1 Sampai dengan SD 62 3,33 37 1,78 99
2 SLTP/Sederajat 139 7,46 54 2,61 193
3 SMA / Sederajat 656 35,24 534 25,82 1190
4 Diploma I, II, 125 6,71 327 15,81 452
5 Diploma III/Sarjana 108 5,80 324 15,66 432
6 Tingkat 771 41,42 792 38,29 1563
Sarjana/Dokt
or/Ph.d
Jumlah 1861 100 2068 100 3929
(Sumber : Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah di Kutip dalam Badan

Perncanaan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Mimika. Mimika Dalam

Angka 2016, hal 38).

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa Pegawai Negeri Sipil

(PNS) berdasarkan pendidikan untuk laki-laki ada pada tingkat

Sarjana/Doktor/Ph.d yaitu sebesar 41,32% maupun perempuan yaitu sebesar

38,29%. Berikutnya pada tingkat pendidikan SMA/sederajat untuk laki-laki

sebesar 35,24% maupun perempuan adalah sebesar 25,82%. Sedangkan untuk

laki-laki yang mencapai tingkat pendidikan SLTP/sederajat adalah sebesar 7,46%

50
dan perempuan yang mencapai tingkat pendidikan Diploma I, II, III adalah

sebesar 15,81%.

Pada tingkat pendidikan hanya sampai dengan Sekolah Dasar (SD) dan

Diploma III/Sarjana Muda menunjukkan persentase yang sangat kecil. Di mana

pada pendidikan tingkat SD laki-laki hanya sebesar 3,33% dan perempuan adalah

sebesar 1,78%. Kemudian untuk pendidikan Diploma III/Sarjana Muda laki-laki

adalah sebesar 5,80% dan perempuan adalah sebesar 15,66%. Dari data tersebut

maka bisa disimpulkan bahwa sudah banyak Pegawai Negeri Sipil mengenyam

pendidikan hingga Sarjana/Doktor/Ph.d. Sedangkan untuk Pegawai Negeri Sipil

Yang hanya mengenyam pendidikan di bawah dari pada Sarjana/Doktor/Ph.d

hanya sedikit.

1. Ketenagakerjaan

Berikut ini adalah jumlah pencari kerja terdaftar menurut tingkat pendidikan

tertinggi yang di tamatkan dan jenis kelamin di kabupaten mimika :

Tabel II.5 Pencari Kerja Terdaftar Sesuai Dengan Tingkat Pendidikan Tinggi
yang di Tamatkan Sesuai Dengan Jenis Kelamin.
Pendidikan Teringgi yang Jenis Kelamin
Ditamatkan Laki-laki Perempuan Jumlah

Tidak/ Belum Pernah 5,6% 3,57% 562


Sekolah

Tidak/Belum Tamat SD 2,39% 1,08% 230

Sekolah Dasar 1,19% 0,36% 111

51
Sekolah Menengah Pertama 3,80% 0,95% 349

Sekolah Menengah 37,86% 29,32% 3909


Atas

Sekolah Menengah Atas 30,91% 15,97% 3015


Kejuruan

Diploma 5,39% 20,58% 920


I/II/III/Akademi

Universitas 12,81% 28,14% 1726

Jumlah 100% 100% 10822


(Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat

Statistik Kabupaten Mimika Mimika Dalam Angka 2016, hal 66).

Pada tabel diatas menjelaskan bahwa mayoritas pencari kerja berada pada

tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas baik laki – laki (37,76%) maupun

perempuan (29,32%). Sedangkan untuk untuk pencari kerja pada tingkat

pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan laki-laki adalah sebesar 30,91% dan

perempuan berada pada tinkat pendidikan Universitas adalah sebesar 28,14%.

Kemudian pada tingkat pendidikan Universitas laki-laki adalah sebesar 12,81%

dan perempuan berada pada tingkat pendidikan Diploma I, II, III/Akademi yaitu

sebesar 20,58%.

Berdasarkan data dari tabel di atas minoritas pencari kerja baik laki-laki

maupun perempuan dengan tingkat pendidikan tidak/belum pernah sekolah,

tidak/belum tamat SD, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP)

menunjukkan persentase yang sangat sedikit. Di mana untuk yang tidak/belum

52
pernah sekolah menunjukkan laki-laki adalah sebesar 5,6% dan perempuan

adalah sebesar 3,57%. Pada tingkat pendidikan yang tidak/belum tamat SD

menunjukkan laki-laki adalah sebesar 2,39% dan perempuan adalah sebesar

1,08%. Pada tingkat pendidikan yang hanya mencapai Sekolah Dasar

menunjukkan laki-laki sebesar 1,19% dan perempuan sebesar 0,36%. Pada

tingkat pendidikan yang hanya mencapai Sekolah Menengah Pertama

menunjukkan laki-laki sebesar 3,80% dan perempuan sebesar 0,95%.

Berdasarkan data dari tabel diatas dapat di simpulkan bahwa Laki – laki

yang mengenjam Pendidikan berjumlah 8612 orang dan perempuan berjumlah

2210 orang, dengan jumlah secara keseluruhan adalah 10822 Orang

2. Pegawai Negeri Sipil Menurut tingkat Pendidikan

Berikut tabel mengenai jumlah pegawai negeri sipil menurut dinas atau

instansi Pemerintahan dan jenis Kelamin di Kabupaten Mimika berdasarkan

tingkat pendidikan.

Tabel II.6 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan tingkat Pendidikan

No Dinas/Instansi Pemerintahan Jenis Kelamin


L P Jumlah
1 Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah 36 32 68
2 Badan Lingkungan Hidup 13 8 21
3 Badan Pemberdayaan Masyarakat 18 18 36
4 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 35 18 53

53
5 Bagian Hukum 5 2 7
6 Bagian Organisasi dan Tata Laksana 5 4 9
7 Bagian Pemerintahan 9 6 15
8 Bagian Pemerintahan Kampung 6 5 11
9 Bagian Perlengkapan 0 0 0
10 Bagian Pertahanan 3 3 6
11 Bagian Umum dan Perlengkapan 12 3 15
12 Bagian Kesehatan Terpadu Ibu dan Anak 1 13 14
13 Dinas Energi Sumber Daya Mineral 27 13 40
14 Dinas Kehutanan 26 16 42
15 Dinas Kelautan dan Perkanan 23 11 34
16 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 19 15 34
17 Dinas Kesehatan 35 36 71
18 Dinas Koperasi dan Ekonomi Kreatif 12 9 21
19 Dinas Pekerjaan Umum 48 16 64
20 Dinas Pemuda, Olah Raga dan Pariwisata 18 12 30
21 Dinas Pendapatan daerah 40 19 32
22 Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan 47 21 68
23 Dinas Pendidikan Menengah 21 15 36
24 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan TI 50 15 68
25 Dinas Perindustrian dan Perdagangan 25 18 47
26 Dinas Pertanian, Tanaman dan Perkebunan 29 22 51
27 Dinas Peternakan 26 22 44
28 Dinas Tata Kota 26 18 37
29 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 27 11 42
30 Distri Distrik 180 15 229
31 Inspektorat Daerah 19 49 41

54
32 Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan 29 22 42
33 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 41 13 51
34 Kelurahan Kelurahan 30 10 45
35 Puskesmas Puskesmas 145 15 503
36 Rumah Sakit 41 358 223
37 Sekolah Sekolah 564 908 1472
Jumlah 1.691 1.958 3.649
Sumber: Badan Pegawai dan Diklat Kabupaten Mimika, 2016.

Tabel diatas memperlihatkan bahwa Kabupaten Mimika terdapat 3.649

jumlah Pegawai Negeri Sipil dari semua Dinas yang ada dan Jenis Kelamin

menunjukkan bahwa Pegawai Negeri Sipil Perempuan lebih banyak yaitu 1.958

(53,65%) dibandingkan dengan Pegawai Negeri Sipil Laki Laki yang berjumlah

1.691 (46,34%).

3. Pegawai Non PNS

Berdasarkan data yang diambil dari rekapitulasi dari Badan

Kepegawaian dan Diklat Daerah Kabupaten Mimika, jumlah non PNS yang

bekerja di lingkungan Pemerintahan Mimika pada kondisi terakhir Juli 2018

dapat dilihat pada tabel berikut ini;

Tabel II.7 Jumlah Non PNS di lingkungan Pemerintahan Mimika


Pegawai Tidak Tetap 111
Pegawai Harian Lepas 439
BLUD 1
Jumlah Total 551
Sumber: Data Kepegawaian Pemerintahan Daerah Mimika 2019

55
Berdasar data pada tabel menunjukkan data non PNS di Kabupaten Mimika
dengan rentang usia antara 26-35 tahun. Pegawai tidak tetap berjumlah 4,96%
dan pegawai harian lepas 1,25%.

D. Bagan Struktur Organisasi Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Mimika

Gambar 2.18 Bagan Struktur Struktur Organisasi Kepegawaian dan Diklat


Kabupaten Mimika
Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Mimika, beralamat di Nayaro, Kec.

Mimika Baru, Kabupaten Mimika,

a) Landasan Hukum pembentukan BKD Kabupaten Mimika;

1) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

56
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4737 );

2) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor89,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk

Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;

4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 159 tahun 2000 tentang

Pedoman Pembentukan Badan Kepegawaian Daerah;

5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk

Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah

6) Peraturan Daerah Kabupaten Mimika Nomor 03 Tahun 2008 tentang Urusan

Pemerintahan Daerah Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten

Mimika (Lembaran Daerah Kabupaten Mimika Tahun 2008 Nomor 21,

Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Mimika Nomor 01);

7) Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan

Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Mimika (Lembaran Daerah Kabupaten

Mimika Tahun 2008 Nomor 27, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten

Mimika Nomor 04);

57
8) Peraturan Bupati Mimika Nomor 37 Tahun 2008 tentang Urusan Tugas

Pokok dan Fungsi Badan Kepegawaian daerah Kabupaten Mimika

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah

Kabupaten Mimika.

b. Tupoksi BKD Kabupaten Mimika;

1) Tupoksi BKD

Tugas Pokok Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Mimika berdasarkan

pada pasal 11 ayat (1) Perda Kab.Mimika Nomor 06 Tahun 2008 yaitu

memberikan dukungan kepada Bupati dalam menyusun dan melaksanakan

kebijakan daerah dibidang kepegawaian daerah

2) Fungsi BKD

3) Selanjutnya pada pasal 11 ayat (2) fungsi Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Mimika yaitu :

a) perumusan kebijakan teknis di bidang kepegawaian daerah

b) pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di

bidang kepegawaian daerah

c) pembinaan pelaksanaan tugas di bidang kepegawaian daerah;

d) pelaksanaan urusan tata usaha badan;

e) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati.

4) Gambaran Umum PNS Kabupaten Mimika.

58
1. Bagan Struktur Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan
Rakyat Kabupaten Mimika

Gambar 2.7 Bagan Struktur DinasTenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mimika

Dinas Disnaker Kabupeten Mimika, beralamat di Jl. Yos Sudarso, Utikini baru, Kec.
Kuala Kencana. Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Mimika Nomor 7 tahun
2014 tentang organisasi dan tata kerja dinas daerah pasal 11 mengatur tentang tata
kerja dinas Disnaker yaitu;

1) Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan Rakyat mempunyai tugas

melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas

pembantuan dibidang Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan Rakyat.

2) Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan Rakyat dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan

fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;

59
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan urusan, sesuai

dengan lingkup tugasnya;

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya;

dan

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

3) Susunan Organisasi Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan

Rakyat, terdiri dari:

a. Kepala Dinas;

b. Sekretariat terdiri dari :

i. Sub Bagian Umum dan Program.

ii. Sub Bagian Kepegawaian.

iii. Sub Bagian Keuangan.

c. Bidang Penempatan dan Pelatihan Tenaga Kerja, terdiri dari :

i. Seksi Penempatan Tenaga Kerja.

ii. Seksi Pengembangan dan Perluasan Kesempatan Kerja.

iii. Seksi Pelatihan Kerja.

d. Bidang Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri dari :

i. Seksi Pembinaan dan Norma Ketenagakerjaan.

ii. Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan.

iii. Seksi Perlindungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja;

60
e. Bidang Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga

Kerja, terdiri dari :

i. Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

ii. Seksi Pembinaan Hubungan Industrial dan Syarat Kerja.

iii. Seksi Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

f. Bidang Transmigrasi, terdiri dari :

i. Seksi Penertiban Pemukiman dan lahan Penduduk.

ii. Seksi Pemberdayaan Transmigrasi.

g. Bidang Perumahan, terdiri atas :

i. Seksi Perumahan dan Permukiman.

ii. Seksi Prasarana, Sarana dan Utilis (PSU).

h. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD);

i. Kelompok Jabatan Fungsional.

4) Sekretariat, Bidang, Subbagian dan Seksi masing – masing dipimpin oleh

seorang Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian dan Kepala Seksi.

5) Bagan Struktur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) tercantum pada lampiran VIII, dan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

61
2. Bagan Struktur Dinas Dukcapil Kabupaten Mimika

Gambar 2.8 Bagan Struktur Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Mimika

Dinas Dukcapil Kabupaten Mimika, beralamat di Jl. Yos Sudarso, Utikini Baru, Kec.
Kuala Kencana. Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Mimika Nomor 7 tahun
2014 tentang organisasi dan tata kerja dinas daerah pasal 12 mengatur tentang tata
kerja dinas Dukcapil yaitu;

1. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil mempunyai tugas melaksanakan

urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan

dibidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil .

2. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan fungsi :

2) Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya;

3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan urusan, sesuai

dengan lingkup tugasnya;

4) Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan

62
5) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

1. Susunan Organisasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil terdiri dari

6) Kepala Dinas;

7) Sekretariat terdiri dari :

a. Sub Bagian Umum dan Program.

b. Sub Bagian Kepegawaian .

c. Sub Bagian Keuangan.

8) Bidang Kependuduk, terdiri dari :

a. Seksi Penerbitan Identitas dan Pendaftaran Penduduk.

b. Seksi Pendataan dan Mutasi Penduduk.

9) Bidang Informasi dan Administrasi Kependudukan,terdiri dari :

a. Seksi Pengumpulan dan Pengelolaan Data Penduduk.

b. Seksi Pengendalian Sistem, Teknologi dan Pelayanan Informasi

Kependudukan.

10) Bidang Pencatatan Sipil, terdiri Atas:

a. Seksi Pencatatan Perkawinan, Perceraian, Pengakuan dan Pengesahan

Anak.

b. Seksi Pencatatan kelahiran, kematian, adopsi anak dan ganti nama, serta

perubahan Kewarganegaraan.

c. Seksi Dokumentasi dan Informasi Pencatatan Sipil.

63
11) Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD);

12) Kelompok Jabatan Fungsional.

1. Sekretariat, Bidang, Subbagian dan Seksi masing – masing dipimpin oleh

seorang Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian dan Kepala Seksi.

2. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran IX, dan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

64
DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2009, Dasar dasar Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta


Djam'an Satori, 2011, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung,. Alfabeta.
Dunn, William N., 2000, Analisis Kebijakan Publik, Yogjakara: Gadjah Mada
University Press.
Dunn, William. 2003. Analisa Kebijakan Publik. Yogjakarta: Hanindita Graha
Widya.
Dwiyanto, Agus. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia,Yogyakarta:
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada.
Dwiyanto, Agus., dkk, 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia,
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Erwin, Muhammad. 2012. Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Fatimah dan Gusminarti, 2015. “Meningkatkan Hasil Belajar Energi Mekanik
Melalui Snowball Throwing Siswa Kelas X TAV SMK Negeri 1 Bireuen”.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu Vol 20. No 1. Hal 18.
Hartanto, 2001. Sebuah Upaya Memutus Impunitas : Tanggung Jawab Komando
Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia, Jakarta, Jurnal HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, Vol. 2 No. 2.
Hasibuan Malayu S.P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT.
Bumi Aksara.
Hartini, Sri, dkk. 2008. Psikologi Pendidikan. Surakarta: FKIP UMS
Islamy, Irfan. 2004. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:
Bina Aksara.
Keban, T. Yeremias. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi ... Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Lubis, M. Solly, 2004. Paradigma Kebijakan Hukum Pasca Reformasi Dalam
Rangka Ultah Ke-80 Prof. Solly Lubis, Jakarta: Sofmedia,
Maryadi, dkk. 2010. Pedoman Penulisan Skripsi FKIP. Surakarta: Universitas.
Muhammadiyah Surakarta.
Moleong, J. Lexi. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT.
Remaja Rosdakarya.
Mustafa, Delly, 2013.Birokrasi Pemerintahan, Bandung: Alfabeta
Nugroho, Riant D. 2003. Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta:
Media Komputindo
Nurbaya, Siti. 2017. Implementasi Kebijakan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer
Menjadi Cpns Di Kabupaten Ponorogo. Karya Ilmiah
Saputro dkk, 2014. Status Hukum Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja
(Pppk) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara. Karya Ilmiah
Sondang, P, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sriastuti, Baiq. 2017. Kedudukan Tenaga Honorer Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014. Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Kota Mataram.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suharto, Edi. membangun masyarakat memberdayakan rakyat, bandung:Refika
Aditama, 2005.
Thoha, Miftah, 2014, Perspektif Perilaku Birokrasi,Jakarta: Rajawali.
Warassih, Esmi. 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Wibawa, Samodra, Yuyun Purbokusumo, & Agus Pramusinto, 1994, Evaluasi
Kebijakan Publik, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Widodo, Joko. 2006. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Jakarta:
Bayumedai Publishing.
Winarno, Budi, 2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik,,Yogjakarta: Media
Presindo.

Sumber Lain:

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2007
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2012
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018
(http://www.unescap.org/pdd/prs/Project Activities/ Ongoing/gg/governance.asp)
(www.jpnn.com diakses tanggal 27 Juli 2019)
(http://timikaexpress.com/?p=12531).

http://www.unescap.org/pdd/prs/Project Activities/ Ongoing/gg/governance.asp


Lampiran

Struktur Organisasi Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kabupaten Mimika


Wawancara dengan Kepala Dinas BKD Kabupaten Mimika bapak Paskalis Kirwelakubun

Wawancara dengan Ibu Melan


Wawancara dengan bapak Fidelis

Wawancara dengan Pegawai Honorer, bapak Edo


Wawancara dengan Pegawai Honorer, bapak Yakobus

Anda mungkin juga menyukai