Mahasiswa/i
Nama Inggrid Since Yuliana Frans NIM 102015061
Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Grogol
Petamburan
Kualitas Tidur
Persetujuan Pembimbing
] 6
3
7
4
8
5
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit serius dan kronis yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan
insulin yang cukup (yaitu hormon yang mengatur gula darah), atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang
1
dihasilkan secara efektif. Prevalensi DM di Amerika Serikat pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 7.8% (23.6
juta) dan lebih dari 90% kasusnya adalah DM tipe 2 sedangkan di Inggris diperkirakan jumlah penderita diabetes
melitus sebanyak 1.8 juta jiwa. Perkiraan prevalensi DM dan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) pada usia 20-79
tahun di Asia Tenggara pada tahun 2025 prevalensi DM sebesar 7.5% dan TGT sebesar 13.5%. 2,3 Berdasarkan data
International Diabetes Federation (IDF) tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah pasien DM di Indonesia pada
kelompok umur antara 20-79 tahun pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 7 juta yang menempatkan Indonesia
pada urutan ke 9, sedangkan pada tahun 2030 diperkirakan jumlahnya meningkat menjadi 12 juta dan
menempatkan Indonesia pada urutan ke 6. 3,4 Prevalensi DM menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007 secara nasional adalah sebesar 5.8% dan menempatkan DM pada urutan ke-6 sebagai penyakit penyebab
kematian terbanyak dimana sekitar 1.5% merupakan pasien yang sudah terdiagnosis DM dan 4.2% diagnosis DM
diketahui saat penelitian.5
Gangguan tidur pada pasien DM tipe 2 berhubungan gejala yang dirasakan seperti nokturia, kecemasan,
depresi, dan nyeri akibat neuropati. Kecemasan ditimbulkan akibat dari penderita DM mengalami banyak
perubahan dalam hidupnya, mulai dari pengaturan pola makan, olah raga, kontrol gula darah, dan lain-lain yang
harus dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan dalam hidup yang mendadak membuat penderita DM menunjukan
beberapa reaksi psikologis yang negatif diantaranya adalah marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang
meningkat dan depresi. Selain perubahan tersebut jika penderita DM telah mengalami komplikasi maka akan
menambah kecemasan pada penderita karena dengan adanya komplikasi akan membuat penderita mengeluarkan
lebih banyak biaya, pandangan negatif tentang masa depan.Kecemasan juga merupakan suatu penyakit penyerta
yang sering muncul pada pasien diabetes melitus. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkann prevalensi
kecemasan pada pasien diabetes melitus, menurut li 19,5%,Collins 32,0%, Mitsonis 41,7%, dan Nikibakht
67%.Penelitian pada penderita diabetes melitus di RSUD Salatiga dengan sampel yang digunakan adalah 40 orang
dan 75% dari sampel tersebut mengalami kecemasan. Sebanyak 72,5% sampel memiliki kadar gula darah dengan
nilai buruk. Berdasarkan uji korelasi Spearman didapatkan nilai p = 0,000 dan R = 0,902. Hal tersebut
menunjukkan kekuatan korelasi positif antara kecemasan dengan kadar gula darah penderita DM tipe 2. Semakin
tinggi kecemasan maka kadar gula darah juga semakin tinggi. 6
Gangguan tidur merupakan masalah umum pada pasien diabetes melitus begitupun sebaliknya gangguan
pasien diabetes melitus dapat menimbulkan gangguan tidur akibat adanya keluhan nokturia ( seringnya kencing
pada malam hari ) nyeri dan kecemasan. Adanya gangguan tidur yang didapat mengakibatkan kualitas tidur yang
Masalah:
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah “apakah ada
hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pederita Diabetes Melitus di Puskesmas Grogol
Petamburan”.
Hipotesis:
Tidak ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderita diabetes melitus
10
Tujuan Penelitian Uraikan tujuan khusus dan makna penelitian harus diuraikan dengan jelas.
9
Manfaat Penelitian :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, meliputi :
• Bagi Rumah Sakit : Dapat dijadikan informasi oleh institusi pelayanan kesehatan tentang kecemasan pada
penderita diabetes yang mempengaruhi pola tidur.Semoga lewat penelitian ini juga bentuk pelayanan kesehatan
dapat ditingkatkan mutu serta standar kesehatan dalam pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur pada pasien
diabetes
• Bagi Institusi Pendidikan : Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan pembelajaran atau pengetahuan
khususnya yang terkait dalam bidang kesehatan.
• Bagi Peneliti Selanjutnya : Harapannya hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar pemgembangan atau
pedoman dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas
tidur penderita diabetes
11
Landasan Teori
10
Tingkat Kecemasan
Setiap orang yang mengalami kecemasan memiliki tingkat atau derajat tertentu,Pepleu mengidentifikasikan ada 4
tingkatan atau derajat kecemasan antara lain :13
• Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan adalah kecemasan yang dialami berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Seperti
kecemasan dapat memotivasi belajar menghasilkan pertumbuhan serta kretaifitas. Tanda dan gejala dari
kecemasan ringan yaitu persepsi dan perhatian meningkat,waspada,sadar akan stimulus internal dan
eksternal,mampu mengatasi masalah secara efektif serta terjadi kemampuan belajar.Perubahan fisiologi
11
Tidur
Definisi tidur
Tidur merupakan keadaan tidak sadar yang relatif lebih responsif terhadap rangsangan internal. Perbedaan
tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respons
terhadap rangsang visual, auditori dan rangsangan lingkungan lainnya. Tidur dianggap sebagai keadaan pasif yang
dimulai dari input sensorik walaupun mekanisme inisiasi aktif juga mempengaruhi keadaan tidur. Faktor
homeostatik ( faktor S ) maupun faktor sirkadian ( faktor C) juga berinteraksi untuk menentukan waktu dan
kualitas tidur.
Tidur merupakan aktifitas susunan saraf pusat, saraf perifer,endokrin, kardiovaskuler, respirasi, dan
muskuloskeletal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur antara lain adalah :18
➢ Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang.Banyak penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur,
misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi ( Infeksi limfa ) akan memerlukan lebih banyak waktu
tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan
tidak bisa tidur.
➢ Latihan dan kelelahan
Kelelahan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan
energi yang telah dikeluarkan. Hal ini terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai
13
Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran
dan kebugaran ketika terbangun. Kualitas tidak mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur,latensi tidur, serta
aspek subjektif seperti tidur dalam dan istirahat.
Menurut Hidayat dalam Khasanah & Hidayati, kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukan
tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tandanya kekurangan tidur
dapat dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis.Tanda-tanda fisik akibat kekurangan tidur antara lain:
ekspresi wajah ( area gelap dibawah mata, bengkak dikelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat
cekung ), kantuk yang berlebihan, tidak mampu berkonsentrasi, terlihat tanda-tanda keletihan. Sedangkan tanda-
tanda psikologis antara lain : menarik diri, apatis, merasa tidak enak badan, malas, daya ingat menurun, bingung,
halusinasi, ilusi penglihatan dan kmampuan mengambil keputusan menurun . Kualitas tidur dapat diukur
14
15
16
Faktor Resiko
Faktor resiko dari diabetes ada dua yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah, faktor resiko yang dapat
diubah, dan faktor resiko lain. Menurut American Diabetic Association ( ADA ) diabetes berhubungan dengan
faktor resiko yang tidak dapat diubah antara lain : riwayat keluarga penderita Diabetes ( first degree relative ),
umur lebih dari sama dengan 45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir > 4000 gram atau
riwayat pernah menderita diabetes melitus gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah (< 2,5 kg ). 21,22
Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah yaitu : obesitas berdasarkan IMT lebih dari sama dengan 25kg/m2 atau
lingkar perut lebih dari sama dengan 80cm pada wanita dan lebih dari sama dengan 90 cm pada laki-laki,
kurangnya aktifitas fisik,hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat. 20 Dan untuk resiko faktor lain adalah penderita
polycisticnovarysindrome ( PCOS ), penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
( TGT ) atau glukosa darah puasa terganggu ( GDPT ) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
( stroke, PJK, Peripheral arrterial Disease atau PAD ), konsumsi alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis
kelamin, konsumsi kopi dan kafein.20,23,24,
• Obesitas ( Kegemukan )
Obesitas dengan kadar glukosa darah mempunyai korelasi atau hubungan bermakna, derajat kegemukan
dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%. 20
• Hipertensi
Hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam
dan juga air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
• Riwayat Keluarga Diabetes Melitus
Seorang yang menderita diabetes melitus memiliki gen diabetes, karena diduga bakat diabetes merupakan
gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita diabetes
melitus.
• Dislipidemia
Dislipidemia merupakan suatu kondisi ditandai adanya kenaikan kadar lemak darah ( Trigliserida >
250mg/dL ). Pada pasien diabetes sering ditemukan adanya hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL ( < 35mg/dL ).
• Umur
Berdasarkan penelitian usia terbanyak yang menderita diabetes melitus yaitu usia > 45 tahun.
• Faktor Genetik
17
Gejala Klinis
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi gejala yang akut dan gejala kronik : 25
Gejala akut diabetes melitus yaitu : Poliphagia ( banyak makan ), Polidipsia ( banyak minum ), Poliuria ( banyak
kencing ), nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat ( 5-10kg dalam waktu 2-4 minggu ),
mudah lelah.
Gejala kronik diabetes melitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk- tusuk jarum, rasa kebas
di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau
kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.
18
Hubungan Tingkat Kecemasan Penderita Diabetes Melitus dengan Kualitas Tidur Penderita Diabetes
Melitus
Gangguan tidur pada pasien DM tipe 2 berhubungan gejala yang dirasakan seperti nokturia, kecemasan,
depresi, dan nyeri akibat neuropati. 28 Penelitian tentang hubungan kecemasan dengan kadar gula darah penderita
DM tipe 2 telah dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Salatiga pada bulan Desember 2014. Sampel
didistribusikan berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, lama menderita DM, kadar gula darah dan
skor kecemasannya berikut uraiannya :
• Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sampel perempuan berjumlah 28 orang (70%).
Hal ini menunjukkan jenis kelamin perempuan lebih banyak bila dibandingkan dengan laki-laki. Wanita akan
mengalami menopause sehingga akan terjadi penurunan kadar estrogen. Salah satu fungsi hormon estrogen
adalah untuk menjaga keseimbangan kadar gula darah. Setelah menopause, perubahan kadar hormon akan
meningkatkan kadar gula darah. 29 Adanya penurunan hormon estrogen akan dikompensasi dengan peningkatan
androgen sehingga akan membuat peningkatan distribusi lemak tubuh sehingga wanita beresiko menderita DM
tipe 2.30
• Distribusi sampel berdasarkan usia menunjukkan bahwa rentang usia 41-50 tahun merupakan yang paling banyak
yaitu berjumlah 19 orang (47,5%). Menurut Arisman, salah satu faktor resiko DM adalah dengan bertambahnya
usia. Jumlah sel beta yang produktif akan berkurang, serta sel tubuh akan menjadi resisten terhadap insulin. 31
Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan menunjukkan bahwa sampel dengan pekerjaan IRT ibu rumah tangga )
merupakan pekerjaan terbanyak dengan jumlah 13 orang (32,5%). Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi
tingkat aktivitas fisiknya. Aktivitas fisik dapat menyebabkan tersedianya reseptor insulin yang lebih banyak dan
lebih aktif, sehingga kadar gula darah bisa terkontrol. 32 Meskipun sampel terbanyak pada penelitian ini adalah
19
• Distribusi sampel berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa sampel terbanyak adalah pendidikan terakhir SD
yaitu 12 orang (30%). Tingkat pendidikan cukup mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan seseorang untuk
menerapkan hidup sehat, termasuk untuk mencegah DM
• Distribusi sampel berdasarkan lama menderita DM menunjukkan bahwa penderita DM dengan lama menderita <
5 tahun merupakan sampel terbanyak dengan jumlah 18 orang (45%). Peningkatan prevalensi DM dari waktu ke
waktu lebih banyak disebabkan oleh faktor gaya hidup dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan terutama
peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan prevalensi DM. 29
• Distribusi sampel berdasarkan kadar gula darah menunjukkan bahwa sampel dengan kadar gula darah dengan
nilai buruk paling besar jumlahnya yaitu 29 orang (72,5%). Kadar gula darah pada penderita DM tergantung dari
individu masing-masing. Gaya hidup yang buruk dapat menyebabkan kadar gula darah yang buruk juga. 29
• Distribusi sampel berdasarkan skor kecemasan menunjukkan bahwa sampel dengan skor kecemasan ≥ 21 atau
sampel yang cemas ada sebanyak 30 orang (75%). Diagnosis DM akan meningkatkan stresor pada seseorang
dimana stresor ini dapat menimbulkan kecemasan. Risiko terjadi kecemasan cenderung lebih tinggi pada orang
yang menderita DM.33
Seseorang yang menderita penyakit DM memerlukan banyak sekali penyesuaian di dalam hidupnya,
sehingga penyakit DM ini tidak hanya berpengaruh secara fisik, namun juga berpengaruh secara psikologis pada
penderita. Saat seseorang didiagnosis menderita DM maka respon emosional yang biasanya muncul yaitu
penolakan, kecemasan dan depresi, tidak jauh berbeda dengan penyakit kronis lain. Penderita DM memiliki tingkat
depresi dan kecemasan yang tinggi, yang berkaitan dengan treatment yang harus dijalani dan terjadinya komplikasi
serius. Kecemasan yang dialami penderita berkaitan dengan treatment yang harus dijalani seperti diet atau
pengaturan makan, pemeriksaan kadar gula darah, konsumsi obat dan juga olah raga. Selain itu, resiko komplikasi
penyakit yang dapat dialami penderita juga menyebabkan terjadinya kecemasan. Gangguan kecemasan adalah
perasaan yang tidak menyenangkan yang meliputi perasaan khawatir, takut, was-was yang ditimbulkan oleh
pengaruh ancaman atau gangguan terhadap sesuatu yang belum terjadi dan dapat mempengaruhi aktivitas.
Alexander dan Seyle mengatakan konflik psikologis, kecemasan, depresi, dan stres dapat menyebabkan semakin
memburuknya kondisi kesehatan atau penyakit yang diderita oleh seseorang. Penderita DM jika mengalami
kecemasan, akan mempengaruhi proses kesembuhan dan menghambat kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pasien diabetes yang mengalami kecemasan memiliki kontrol gula darah yang buruk dan meningkatnya gejala-
gejala penyakit.34
20
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien Diabetes Melitus :
Derajat Diabetes
Nike Dwi Nindyasari menyimpulkan adanya kecenderungan penderita DM tipe I lebih cemas dibandingkan
34
dengan penderita DM tipe II. Pada pasien DM tipe I merasa sering cemas akan hidupnya. Hal tersebut
menjadikan subyek menjadi bosan dan malas minum obat. Selain itu subjek juga merasa tidak nyaman
dengan penyakitnya yang harus tergantung pada insulin yang harus disuntikkan setiap hari, sehingga
subyek merasa stres yang disebabkan oleh rasa takut akan kematian dan rasa takut akan ditinggalkan
keluarga. Sedangkan pada pasien DM tipe II subjek hanya merasa kaget ketika pertama kali di vonis
menderita diabetes (DM-II), karena subyek harus merubah pola hidupnya, yaitu subjek harus diet untuk
menurunkan kadar gula dalam tubuh, subjek juga harus rutin meminum obat, sehingga subyek menjadi
sedikit cemas akibat perubahan dalam hidupnya. Pada penderita DM tipe I ini penderita tergantung pada
insulin, rentan terhadap ketosis, dan tampak lebih kurus sedangkan pada penderita DM tipe II penderita
tidak tergantung pada insulin, tidak rentan terhadap ketosis, dan tampak lebih gemuk.Maka dengan adanya
perbedaan-perbedaan tersebut timbul permasalahan psikologis yaitu kecemasan pada penderita DM. 34
21
Faktor psikososial seperti kecemasan diatas juga berpengaruh terhadap kualitas tidur. Gangguan tidur
dilaporkan oleh 90% individu yang mengalami stres, perasaan cemas, dan depresi. Hal ini terjadi untuk orang yang
mempunyai suatu penyakit.Seseorang dapat mengalami stres emosional karena suatu penyakit. Untuk itu emosi
seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Stres emosional dan cemas menyebabkan seseorang
menjadi tegang dan seringkali mengarah ke frustasi apabila tidak tidur. Stres juga membuat seseorang mencoba
terlalu keras untuk tidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres yang berkepanjangan
dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk. Dapat juga mengubah pola tidur seseorang dalam beberapa
waktu.Adanya stres psikologis, waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur meningkat. Perasaan cemas
menyebabkan waktu untuk memulai tidur sangat lama, tahap tidur NonREM ke IV dan tidur REM menurun.
Gangguan tidur pada pasien DM tipe 2 berhubungan gejala yang dirasakan seperti nokturia, kecemasan,
depresi, dan nyeri akibat neuropati. Hal ini didukung oleh penelitian cross-sectional yang dilakukan pada pasien
DM tipe 2 yang menunjukkan adanya hubungan antara DM tipe 2 dengan kesulitan untuk memulai tidur (r=0.29, p
< 0.05) dan kesulitan untuk mempertahankan tidur (r=0.24, p < 0.05). Kesulitan untuk memulai dan
mempertahankan tidur antara lain disebabkan karena adanya keluhan nyeri, nokturia,cemas.28 Penelitian tentang
kualitas tidur pada pasien DM tipe 2 yang dilakukan oleh Cunha terhadap 31 pasien DM tipe 2 di Sao Paolo yang
menunjukkan bahwa sebanyak 52% pasien mempunyai kualitas tidur kurang. Kualitas tidur yang kurang
berhubungan dengan adanya insomnia, Rest Legs Syndrome (RLS) dan Obstructive Sleep Apnea (OSA).10\
Penelitian tentang masalah tidur pada pasien DM juga dilakukan oleh Teixeira dimana hasil studi kasus yang
dlakukan pada pasien DM di Sao Paolo menunjukkan bahwa sebanyak 32% pasien mengalami gangguan tidur. 9
Menurut Colten & Altevogt terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tidur seperti faktor fisik,
psikologis, sosial dan lingkungan. Adanya perubahan pada aspek fisik, psikologis, sosial dan lingkungan dapat
mengakibatkan berkurangnya waktu tidur.11
Tidur yang kurang dapat menyebabkan beberapa gangguan pada respon imun, metabolisme endokrin dan
fungsi kardiovaskuler.43 Akibat berkurangnya waku tidur dapat mempengaruhi fungsi sistem endokrin terutama
terkait dengan gangguan toleransi glukosa, resistensi insulin dan berkurangnya respon insulin. Perubahan sistem
23
24
25
26
27
Kerangka Konsep
Tingkat Kecemasan
Ringan,Sedang,Berat,Panik
Faktor-faktor yang
mempengaruhi :
1. Derajat Diabetes
2. Lama Menderita
Diabetes
3. Dukungan Sosial
4. Pendidikan
5. Komplikasi
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
12
Rencana Penelitian Uraikan dengan jelas tetapi ringkas strategi umum dari penelitian yang diusulkan serta
pendekatan khusus dan metode yang akan digunakan. Apabila diperlukan fasilitas di institusi lain, tunjukan bahwa
28
12.4 Sampling (menyebutkan teknik sampling dan menghitung besar sampel dengan rumus yang
sesuai)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien DM di Puskesmas Grogol Petamburan.
Dengan kriteria inklusi: pasien DM dewasa dan bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi :
pasien DM anak dan pasien DM yang disertai penyakit lainnya. Teknik sampling yang digunakan
metode random sampling .Dengan begitu peneliti mengambil sampel dari seluruh pasien Diabetes
Melitus di Puskesmas Grogol Petamburan. Untuk menentukan jumlah sampel penelitian
digunakan rumus:
n = Zα2 x P x Q
d2
Keterangan :
Zα = derifat baku alfa (untuk penelitian ini nilai Z = 1,960 untuk α = 5%)
P = proporsi kategori variable yang diteliti (P =0,5)
Q = 1- P (1 - 0,5 = 0,5)
d = Presisi 10%
29
12.6.3 Cara
30
31
32
Jadwal Penelitian Cantumkan lama penelitian dan rincian jadwal secara skematis.
Bulan (Tahun2018/2019)
De Mare
No Kegiatan Mei Juni Juli Agus Sept s t Aprl Mei Juni
1 Studi pustaka ✓
Persiapan alat
dan bahan
2 penelitian ✓
3 Penelitian ✓ ✓ ✓ ✓
4 Penulisan ✓ ✓
33
Persyaratan Etik Bagian dibawah ini harus diisi apabila penelitian yang diusulkan berkaitan dengan
eksperimentasi pada manusia dan hewan. Metode yang digunakan harus memenuhi ketentuan etik penelitian pada
manusia dan hewan (Human and Animal Ethics). Persyaratan ini dianut oleh semua jurnal ilmiah berbobot.
Implikasi Etik Eksperimental pada Manusia Berikan pernyataan singkat mengenai permasalahn etik
yang dapat timbul dari eksprimentasi, dan jelaskan bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. Permasalahan etik termasuk
(a) bahaya dan komplikasi perlakuan, (b) kerahasiaan data (confidentiality), (c) Informed consent, dan sebagainya.
34
3. Holt T, Kumar S. ABC of diabetes. Sixth Edition. Chicester. West Sussex : Wiley-Blackwel. A John Wiley &
Sons, ltd. 2010
4. Dunning T. Care of people with diabetes. A manual of nursing practice. (Third Edition). Chicester. West
Sussex : Wiley-Blackwell. Blackwell Publishing Ltd. 2009
6. Syari’ati AW.Hubungan kecemasan dengan kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD
Salatiga. Surakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta;2015
7. Tarihoran, Agustina, dkk. Hubungan kualitas tidur dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe
2. http://journal. stikesmb.ac.id/ index.php/ caring/article/ download/8/7 (diakses 12 Maret 2016);2015
8. Najatullah, Ibnu Wahyu.Hubungan kualitas tidur dengan kontrol glukosa darah pasien diabetes mellitus tipe 2
di Klinik Spesialis Perawatan Luka, Stoma dan Inkontinesia “Kitamura” Pontianak. https://drive. google.
com(diakses 11 Maret 2016);2015
9. Teixeira CR,de S, Zanetti ML, Pereira MCA. Nursing diagnosis in people with diabetes mellitus according to
Orem’s theory of self-care. Original Article. Acta Paul Enferm. ;2008.22(4):385-91.
10. Cunha,, Zanetti L, Hass J. Sleep quality in type 2 diabetics. Artigo Original. Rev Latino-am
Enfermagem;2008 16(5):850-5.
11. Arifin Z.Tesis:Analisis hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2 di
Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat.Depok:Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Medikal Bedah;2011
35
13. Budayani SS. Skripsi hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderita asma di RSUD Kabupaten
Karanganyar.Surakarta:Program Studi S-1 Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta;2015
14. American Psychiatric Association, 1994; Barlow, 2002. (Jurnal Psikologi Klinis dan Ke Vol. 1 No. 02 , Juni
2012 Kesehatan Mental )
16. Ghufron M,Nur Wati S,dkk. Cara tepat menghilangkan kecemasan anda.Yogyakarta:Galang Press;2012
21. Bennet,P. Epidemiology of type 2 diabetes melitus.InLeRoithet.al,Diabetes militusa fundamental and clinical
text.Philadelphia:Lippincott William & Wikins;2008
22. Wild S,Roglic G dkk. Global prevalence of diabetes:estimates for the year 2000 and projections for
2030.Diabetis Care.2011
23. Hastuti,Rini T.Faktor-faktor risiko ulkus diabetika pada penderita diabetes melitus studi kasus di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta.Semarang:Universitas Diponegoro;2008
24. Harding,Anne Helen dkk.Dietary fat and risk of clinic type diabetes.American Journal of Epidemiology.2008
26. American Diabetes Association.Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus.Diabetes Care ;2011
27. Ndraha S.Diabetes melitus tipe 2 dan tatalaksana terkini.Jakarta:Departemen Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta;2014
28. Lamond et al. (2000) dalam Taub M. Leisle., Redeker S. Nancy (2008) sleep disorder, glucose regulation and
type 2 diabetes. Biology Research Nursing. Volume 9 Number 3 : 231-243.
36
30. Trisnawati, S., Setyorogo, S., 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 5(1) : 6-11.
31. Arisman., 2010. Diabetes Melitus. Obesitas, Diabetes Melitus, & Dislipidemia. Jakarta : EGC. pp. 44-86.
32. Ilyas, E., 2013. Olahraga bagi Diabetisi dalam : Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Editor.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta :FKUI. pp 69-75.
33. Ganasegeran, K., Renganathan, P., Manaf, R., Al-Dubai, S., 2014. Factors Associated with Anxiety and
Depression Among Type 2Diabetes Out Patients in Malaysia : a Descriptive Cross-Sectional Single-Centre
Study. BMJ Open. 4(4): 1-7.
35. Murdiningsih, D., Ghofur, G., 2013. Pengaruh Kecemasan Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita
Diabetes Melitus di Wilayah Puskesmas Banyuanyar Surakarta. Talenta Psikologi. 2(II) : 180-197.
36. Kendzor, D., Chen, M., Reininger, B., Businelle, M., Stewart, D., Fisher-Hoch, S., Rentfro, A., Wetter, D.,
McCormick, J., 2014. The Association of Depression and Anxiety with Glycemic Control among Mexican
American with Diabetes Living Near The U.S.-Mexico Border. BMC Public Health. 14(176) : 1471-2458.
37. Semiardji, G., 2013. Stres Emosional Pada Penyandang Diabetes dalam: Soegondo, S., Soewondo, P.,
Subekti, I., Editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FKUI. pp 337-346.
38. Luyckx, K., Krenke, I., Hampson, S., 2010. Glycemic Control, Coping, and Internalizing and Externalizing
Symptoms in Adolescent With Type 1 Diabetes. Diabetes Care. 33(7) : 1424-1429.
39. Hessler, D., Fisher, L., Glasgow, R., Strycker, L., Dickinson, L., Arean, P., Masharani, U., 2014. Reductions
in Regimen Distress Are Associated With Improved Management and Glycemic Control Over Time. Diabetes
Care. 37 : 617-624.
40. Tsenkova, V., Albert, M., Georgiades, A., Ryff, C., 2013. Trait Anxiety and Glucose Metabolism in People
Without Diabetes: Vulnerabilites Among Black Women. Diabet Med. 24(6) : 803-806.
37
42. Mudjadid, E., 2009. Aspek Psikosomatik Pasien Diabetes Melitus dalam: Sudoyo, A., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibatra, M., Setiati, S., Editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. pp 2159-2175.
43. Caple & Grose. (2011). Sleep and hospitalization. Evidence-Based Care Sheet. Sleep and Hospitalization.
Cinahl Information System. ICD-9. V69.4. ICD- 10. G47.8.
44. West, S.D., Groves, D.C., Lipinski, H.J., Nicoli, D.j., Mason, R.H., Scanlon, P.H., and Stradling, J.R. (2010).
Original Article: Complications The prevalence of retinopathy in men with Type 2 diabetes and obstructive
sleep apnoea. Diabet. Med. (27) : 423–430.
45. Ragil Wahyuni R,dkk.Faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pada penderita diabetes melitus
tipe 2 di RS Bhayangkara Andi Mappa Oudang .Makasar.:Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universita Hasanuddin;2009
46. Hartoyo, Budi. Hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien flu burung di ruang EID dan ICU RSUP Dr. Kariadi. Skripsi.Semarang: Program
Studi Ilmu keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang;2008
47. Rahmadiliyani, Nina, Abi M.Hubungan antara pengetahuan tentang penyakit dan komplikasi pada penderita
diabetes mellitus dengan tindakan mengontrol kadar gula darah di wilayah kerja di Puskesmas Gatak
sukoharjo. Artikel ilmiah: berita ilmu keperawatan ISSN 1997-2697, Vol.1 No.2;2008. hal.63-68
48. Pedak, M. Metode supernol menaklukkan stres.Jakarta: Hikmah Publising House; 2009.
49. Zamzamy WA. Hubungan aktivitas fisik dengan stres pada pendrita diabetes mellitus Kecamatan Sumowono
Kabupaten Semarang.[Internet].[diakses tanggal 6 September 2016] . Available
from;http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/4855.pdf;2015
50. Desy KA. Kecemasan terhadap penyakit DM ditinjau dari dukungan sosial keluarga dan locus of control
internal . Tesis. Semarang:Prodi Psikologi Unika Soegijapranata Semarang;2015
51. Sholochah DR. Hubungan antara dukungan sosial dengan derajat depresi pada penderita diabetes melitus
dengan komplikasi. Skripsi.Surakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta;2009
52. Hayati PK. Hubungan lama menderita diabetes melitus tipe 2 terhadap tingkat kecemasan pada pasien di
poliklinik endokrin RSU Banda Aceh. Skripsi. Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala; 2016.
38
54. Chasens Eileen R., Olshansky Ellen. (2008). Daytime sleepiness, diabetes and psychological well-being.
Issues in Mental Health Nursing. (29) : 1134- 1150.
55. Sadock JB,Sadock VA.Tidur normal dan gangguan tidur.In:Muttaqin H,Sihombing RNE,editors.Kaplan &
Sadock: Buku kedokteran EGC;2010
56. Sagala VP,Budiatri F. Kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur ( journal ).Medan: Universitas
Sumatera Utara;2013
57. Supriyanto B,Deviani R. Obstructive sleep apnea syndrome pada anak.Sari Pediatri;2008
59. Seugnet L.dkk.Identifying sleep,regulatory genes using a drosophila model of insomnia.J Neurosci;2009
60. Riyadi S,HW. Kebutuhan dasar manusia aktivitas istirahat diagnosa nanda.Jakarta:Gosyen;2015
61. Simanjuntak TD, sawaraswati LD dkk. gambaran kualitas tidur pada penderita diabetes melitus tipe 2
diwilayah kerja puskesmas ngesrep.Jurnal kesehatan masyarakat volume 6,nomor 1.FKM UNDIP;2018
62. Rahman UB,Handoyo,dkk.Hubungan obesitas dengan risiko obstructive sleep apnea (OSA) pada remaja.Ilmu
kesehatan keperawatan;2010
63. Harista RA,Lisiswanti R. Depresi pada penderita diabetes melitus tipe 2.2015
39