Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL SKRIPSI

PROGRAM SARJANA KEDOKTERAN FK UKRIDA

UNTUK KEPERLUAN SEKRETARIAT

Mahasiswa/i
Nama Inggrid Since Yuliana Frans NIM 102015061

Pembimbing Tim pembimbing skripsi tidak boleh melebihi dua orang

Nama dr Andri Gelar dr, SpKJ, FAPM

Nama dr Elly Tania Gelar dr, SpKJ

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


3

Judul Skripsi Harus informatif dan singkat jangan. melebihi 20 kata

Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Grogol
Petamburan

Kata Kunci 3-5 kata kunci (key words)

Kecemasan Diabetes Melitus

Kualitas Tidur

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


5

Persetujuan Pembimbing

dr. Andri, SpKJ, FAPM

Nama Tanda Tangan Tanggal

dr. Elly Tania, SpKJ

Nama Tanda Tangan Tanggal

] 6
3

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Persetujuan Penilai Proposal

Nama Penilai & Gelar


Institusi

Tanggal dan Tanda tangan


Penilaian (mohon diberi tanda √ )

†Diterima tanpa perbaikan


†Diterima dengan perbaikan
( mohon diberikan komentar)
†Tidak diterima
(mohon diberikan komentar)

7
4

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Komentar Penilai (apabila tidak mencukupi dapat dituliskan di lembar tambahan)

8
5

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Latar Belakang Jangan melebihi 2 halaman yang disediakan. Gunakan spasi tunggal (12 pts Font )

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit serius dan kronis yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan
insulin yang cukup (yaitu hormon yang mengatur gula darah), atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang

1
dihasilkan secara efektif. Prevalensi DM di Amerika Serikat pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 7.8% (23.6
juta) dan lebih dari 90% kasusnya adalah DM tipe 2 sedangkan di Inggris diperkirakan jumlah penderita diabetes
melitus sebanyak 1.8 juta jiwa. Perkiraan prevalensi DM dan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) pada usia 20-79
tahun di Asia Tenggara pada tahun 2025 prevalensi DM sebesar 7.5% dan TGT sebesar 13.5%. 2,3 Berdasarkan data
International Diabetes Federation (IDF) tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah pasien DM di Indonesia pada
kelompok umur antara 20-79 tahun pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 7 juta yang menempatkan Indonesia
pada urutan ke 9, sedangkan pada tahun 2030 diperkirakan jumlahnya meningkat menjadi 12 juta dan
menempatkan Indonesia pada urutan ke 6. 3,4 Prevalensi DM menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007 secara nasional adalah sebesar 5.8% dan menempatkan DM pada urutan ke-6 sebagai penyakit penyebab
kematian terbanyak dimana sekitar 1.5% merupakan pasien yang sudah terdiagnosis DM dan 4.2% diagnosis DM
diketahui saat penelitian.5
Gangguan tidur pada pasien DM tipe 2 berhubungan gejala yang dirasakan seperti nokturia, kecemasan,
depresi, dan nyeri akibat neuropati. Kecemasan ditimbulkan akibat dari penderita DM mengalami banyak
perubahan dalam hidupnya, mulai dari pengaturan pola makan, olah raga, kontrol gula darah, dan lain-lain yang
harus dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan dalam hidup yang mendadak membuat penderita DM menunjukan
beberapa reaksi psikologis yang negatif diantaranya adalah marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang
meningkat dan depresi. Selain perubahan tersebut jika penderita DM telah mengalami komplikasi maka akan
menambah kecemasan pada penderita karena dengan adanya komplikasi akan membuat penderita mengeluarkan
lebih banyak biaya, pandangan negatif tentang masa depan.Kecemasan juga merupakan suatu penyakit penyerta
yang sering muncul pada pasien diabetes melitus. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkann prevalensi
kecemasan pada pasien diabetes melitus, menurut li 19,5%,Collins 32,0%, Mitsonis 41,7%, dan Nikibakht
67%.Penelitian pada penderita diabetes melitus di RSUD Salatiga dengan sampel yang digunakan adalah 40 orang
dan 75% dari sampel tersebut mengalami kecemasan. Sebanyak 72,5% sampel memiliki kadar gula darah dengan
nilai buruk. Berdasarkan uji korelasi Spearman didapatkan nilai p = 0,000 dan R = 0,902. Hal tersebut
menunjukkan kekuatan korelasi positif antara kecemasan dengan kadar gula darah penderita DM tipe 2. Semakin
tinggi kecemasan maka kadar gula darah juga semakin tinggi. 6
Gangguan tidur merupakan masalah umum pada pasien diabetes melitus begitupun sebaliknya gangguan
pasien diabetes melitus dapat menimbulkan gangguan tidur akibat adanya keluhan nokturia ( seringnya kencing
pada malam hari ) nyeri dan kecemasan. Adanya gangguan tidur yang didapat mengakibatkan kualitas tidur yang

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


buruk atau terganggu. Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,sehingga seseorang tersebut tidak
memperlihatkan perasaan lelah,mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak
mata bengkak,konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau
mengantuk. Gangguan tidur dapat mempengaruhi terjadinya resistensi insulin dan penyakit DM tipe 2 baik secara
langsung mapun tidak langsung. Secara langsung gangguan tidur mempengaruhi terjadinya resistensi insulin terkait
dengan adanya gangguan pada komponen pengaturan glukosa sedangkan secara tidak langsung berhubungan
dengan perubahan nafsu makan yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan berat badan dan obesitas dimana
obesitas merupakan salah satu faktor resiko terjadinya resistensi insulin dan DM.
Hasil penelitian Tahihoran,dkk, didapatkan hasil penelitian pasien DM Tipe 2 sebagian besar memiliki
kualitas tidur yang buruk yaitu berjumlah 18 orang (60%). 7 Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Najatullah
didapatkan hasil penelitan menunjukan bahwa responden dengan kualitas tidur baik terdapat 13 (5,4%)mengalami
kontrol glukosa darah baik, sedangkan kontrol glukosa darah buruk terdapat 3 orang (10,6%) dari jumlah 16
responden yang mempunyai kualitas tidur baik. Pada responden dengan kualitas tidur buruk terdapat 8 orang
(15,6%) yang memiliki kontrol glukosa darah baik, sedangkan kontrol glukosa darah buruk terdapat 38 orang
(30,4%) dari jumlah 46 responden yang mempunyai kualitas tidur buruk. 8 Penelitian tentang masalah tidur pada
pasien DM juga dilakukan oleh Teixeira dimana hasil studi kasus yang dilakukan pada pasien DM di Sao Paolo
menunjukkan bahwa sebanyak 32% pasien mengalami gangguan tidur. 9
Hasil penelitian di RSU Propinsi Nusa Tenggara Barat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara kualitas tidur dengan kadar glukosa darah responden di Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat
dengan pola hubungan yang positif (r = 0.277) dan nilai p-value (p = 0.006). Hal tersebut menunjukkan bahwa
semakin tinggi skor Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) maka semakin tinggi kadar glukosa darah puasa. Rata-
rata skor PSQI responden dalam penelitian ini adalah 8.25. Penilaian tentang kualitas tidur dengan PSQI
berdasarkan jumlah skor dari 7 komponen yang meliputi penilaian kualitas tidur secara subyektif, efeisiensi tidur,
lamanya tidur, keakuratan tidur, riwayat penggunaan obat untuk membantu tidur, hal-hal yang mengganggu tidur,
dampak yang dirasakan terkait dengan masalah tidur. Hasil penjumlahan skor dari PSQI akan menggambarkan
tentang kualitas tidur dimana skor yang tinggi menunjukkan kualitas tidur yang buruk. Penelitian tentang kualitas
tidur pada pasien DM tipe 2 pernah dilakukan oleh Cunha, Zanetti dan Hass terhadap 31 pasien DM tipe 2 yang
menunjukkan bahwa sebanyak 52% pasien mempunyai kualitas tidur kurang. 10
Berdasarkan hasil penelitiannya didapatkan nilai rata-rata kualitas tidur pasien DM tipe 2 yang juga diukur
dengan instrumen the Pittsburgh Sleep Quality index (PSQI) didapatkan nilai rata-rata kualitas tidur pasien 5
dengan jumlah pasien yang memiliki nilai PSQI kurang dari 5 sebanyak 26 orang (52%) dan 24 orang (48%)
mempunyai nilai PSQI lebih dari 5. Sedangkan hasil penelitian tentang kualitas tidur dan faktor yang
mempengaruhi gangguan tidur pada 397 pasien di Cina oleh Zhang didapatkan rata-rata nilai kualitas tidur pasien
lebih tinggi 7.34 (SD : 4.01) dan dari 397 pasien yang menjadi responden dalam penelitian tersebut didapatkan
sebanyak 45.6 % memiliki kualitas tidur yang buruk. Berdasarkan hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


sebagian besar responden yaitu 61.5 % memiliki skor kurang dari skor rata-rata sedangkan 38.5 % mempunyai skor
diatas 8.25, dimana skor diatas rata-rata dapat menggambarkan bahwa responden memiliki kualitas tidur yang
buruk.11
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin meneliti apakah ada hubungan antara tingkat kecemasan dan kualitas tidur
pasien diabetes melitus di Puskesmas Grogol Petamburan.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


9

Permasalahan Cantumkan juga hipotesis (bila ada) atau pertanyaan penelitian.

Masalah:

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah “apakah ada
hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pederita Diabetes Melitus di Puskesmas Grogol
Petamburan”.

Hipotesis:
Tidak ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderita diabetes melitus

10

Tujuan Penelitian Uraikan tujuan khusus dan makna penelitian harus diuraikan dengan jelas.
9

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Tujuan Umum :
Menganalis hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderita Diabetes Melitus
Tujuan Khusus :
• Mengidentifikasi karakteristik reponden
• Mengetahui gambaran tingkat kecemasan penderita diabetes
• Mengetahui gambaran kualitas tidur penderita Diabetes
• Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderita diabetes

Manfaat Penelitian :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, meliputi :
• Bagi Rumah Sakit : Dapat dijadikan informasi oleh institusi pelayanan kesehatan tentang kecemasan pada
penderita diabetes yang mempengaruhi pola tidur.Semoga lewat penelitian ini juga bentuk pelayanan kesehatan
dapat ditingkatkan mutu serta standar kesehatan dalam pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur pada pasien
diabetes
• Bagi Institusi Pendidikan : Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan pembelajaran atau pengetahuan
khususnya yang terkait dalam bidang kesehatan.
• Bagi Peneliti Selanjutnya : Harapannya hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar pemgembangan atau
pedoman dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas
tidur penderita diabetes

11

Landasan Teori
10

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Kecemasan
Pengertian kecemasan
Kecemasan merupakan gangguan alam sadar (effective) yang ditandai perasaan takut atau khawatir yang
mendalam dan berkelanjutan,tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas ( reality testing Ability/RTA )
Kepribadiannya masih utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian / splitting of personality,perilakunya dapat
12
terganggu tapi masih dalam batas normal. Kecemasan adalah perasaan subjektif tentang ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai suatu reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa
aman. Perasaan yang berubah yang awalnya tidak menyenangkan kemudian akan menimbulkan atau disertai
perubahan baik fisiologi maupun psikologis. 13 Berdasarkan pendapat Kaplan,Sadock, dan Grebb definisi kecemasan
yaitu suatu respon atas situasi atau kondisi tertentu yang mengancam dan merupakan hal normal yang terjadi dalam
menyertai perkembangan,perubahan,pengalaman baru,maupun dalam menimbulkan identitas diri serta arti hidup.
Kecemasan yang tidak normal adalah cemas yang berlebih sehingga mengganggu fungsi seseorang dalam
kehidupannya.13 Nevid, menjelaskan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri-ciri
seperti keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif atau keadaan
khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan merupakan keadaan
suasana- perasaan (mood) yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran
tentang masa depan.14 Nevid,menjelaskan bahwa kecemasan dapat ditandai oleh ciri-ciri fisik, behavioral, dan
kognitif. Ciri-ciri fisik meliputi: (a) gangguan pada tubuh seperti berkeringat, panas dingin, dan lemas atau mati
rasa, (b) gangguan kepala seperti pusing atau sakit kepala, (c) gangguan pernapasan seperti sulit bernapas, jantung
berdebar atau berdetak kencang, (d) gangguan pencernaan seperti mual, diare, dan sering buang air kecil, (e)
merasa sensitif atau “mudah marah”, (f ) gelisah/gugup. Ciri-ciri behavoiral meliputi: (a) perilaku menghindar, dan
penerimaan diri, makakecemasan menghadapi dunia kerja semakun rendah, dan begitu juga sebaliknya. Gejala
kognitif atau worry, seperti : pesimis dirinya tidak mampu mengerjakan soal matematika, khawatir kalau hasil
pekerjaan matematikanya buruk, tidak yakin dengan pekerjaan matematikanya sendiri, ketakutan menjadi bahan
tertawaan jika tidak mampu mengerjakan soal matematika. 15

Tingkat Kecemasan

Setiap orang yang mengalami kecemasan memiliki tingkat atau derajat tertentu,Pepleu mengidentifikasikan ada 4
tingkatan atau derajat kecemasan antara lain :13
• Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan adalah kecemasan yang dialami berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Seperti
kecemasan dapat memotivasi belajar menghasilkan pertumbuhan serta kretaifitas. Tanda dan gejala dari
kecemasan ringan yaitu persepsi dan perhatian meningkat,waspada,sadar akan stimulus internal dan
eksternal,mampu mengatasi masalah secara efektif serta terjadi kemampuan belajar.Perubahan fisiologi
11

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


yang mucul yaitu ditandai dengan gelisah,sulit tidur,hipersensitif terhadap suara,tanda vital dan pupil
normal.
• Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan
yang lain, sehingga individu mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah.Respon fisiologi : sering nafas pendek,nadi dan tekanan darah naik, mulut kering,
gelisah,konstipasi. Sedangkan respon kognitif yang ditimbulkan adalah persepsi meyempit,rangsangan luar
tidak mampu diterima,berfokus pada apa yang menjadu perhatiannya
• Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mempengaruhi persepsi individu,individu cenderung untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikiir tentang hal-hal yang lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan.Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu : persepsinya sangat
kurang, berfokus pada hal yang detail,rentang perhatian yang terbatas,tidak dapat berkonsentrasi atau
meyelesaikan masalah,serta tidak dapat belajar secara efektif.Pada tingkatan ini individu mengalami sakit
kepala, pusing, mual, gemetar, insomnia, palpitasi, takikardi, hiperventlasi, sering buang air kecil maupun
besar, dan diare. Secara emosi individu mengalami ketakutan serta seluruh perhatian terfokus pada dirinya.
• Panik
Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah,ketakutan dan teror. Karena mengalami
kehilangan kendali,individu yang mengalami panik tidak dapat melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Panik meyebabkan peningkatan aktifitas motorik,menurunnya kemampuan berhubungan
dengan orang lain,persepsi yang menyimpang,kehilangan pemikiran yang rasional.Kecemasan ini tidak
sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu tidak dapat fokus pada suatu kejadian.

Faktor yang mempengaruhi kecemasan


Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah: 13
• Faktor fisik :Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan timbulnya
kecemasan
• Taruma atau konflik : Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu,dalam arti bahwa
pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala
kecemasan.
• Lingkungan awal yang tidak baik : Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang daat mempengaruhi kecemasan
individu,jika faktor tersebut kurang baik maka akan menghalangi pembentukan kepribadian sehinga muncul
gejala-gejala kecemasan. Cara hidup orang di masyarakat juga sangat mempengaruhi pada timbulnya kecemasan.
Individu yang mempuyai cara hidup sangat teratur dan mempunyai falsafah hidup yang jelas maka pada
12

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


umumnya lebih sukar mengalami kecemasan.Budaya seseorang juga dapat menjadi pemicu terjadinya
kecemasan. Hasil survei yang dilakukan oleh Mudjadid,dkk tahun 2006 dilima wilayah pada masyarakat DKI
Jakarta didapatkan data bahwa tingginya angka kecemasan disebabkan oleh perubahan gaya hidup serta kultur
dan budaya yang mengikuti perkembangan kota. Namun demikian, faktor predisposisi diatas tidak cukup kuat
menyebabkan seseorang mengalami kecemasan apabila tidak disertai faktor presipitasi atau pencetus. 16

Pengukuran tingkat kecemasan


Alat untuk mengukur tingkat kecemasan,peneliti menggunakan kuisioner dengan metode Zung-Self Rating
Anxiety Scale, Zung- Self Rating Anxiety Scale ( SAS ) merupakan instrumen untuk mengukur tingkat kecemasan.
Penilaian berdasarkan skala Likert dari 1-4, dimana skor 4 menggambarkan hal negatif dengan penilaian : Sangat
jarang (1),kadang-kadang(2), Sering(3),selalu (4). Dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari 20 pertanyaan,
yang terdiri dari 5 gejala untuk sikap dan 15 pertanyaan untuk gejala somatis. Tingkat kecemasan dikategorikan
menjadi empat, yaitu : Normal, jika hasil penelitian dari kuisioner didapatkan nilai 25-44, Cemas berat,jika hasil
penilaian dari kuisioner didapatkan nilai 60-74, Cemas ekstrim,jika hasil penilaian dari kuisioner didapatkan nilai
75-80.13

Tidur
Definisi tidur
Tidur merupakan keadaan tidak sadar yang relatif lebih responsif terhadap rangsangan internal. Perbedaan
tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respons
terhadap rangsang visual, auditori dan rangsangan lingkungan lainnya. Tidur dianggap sebagai keadaan pasif yang
dimulai dari input sensorik walaupun mekanisme inisiasi aktif juga mempengaruhi keadaan tidur. Faktor
homeostatik ( faktor S ) maupun faktor sirkadian ( faktor C) juga berinteraksi untuk menentukan waktu dan
kualitas tidur.
Tidur merupakan aktifitas susunan saraf pusat, saraf perifer,endokrin, kardiovaskuler, respirasi, dan
muskuloskeletal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur antara lain adalah :18
➢ Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang.Banyak penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur,
misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi ( Infeksi limfa ) akan memerlukan lebih banyak waktu
tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan
tidak bisa tidur.
➢ Latihan dan kelelahan
Kelelahan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan
energi yang telah dikeluarkan. Hal ini terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai

13

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


kelelahan. Maka orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya
diperpendek
➢ Stres Psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseoarang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut dapat terlihat ketika
seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.
➢ Obat
Obat juga dapat mempengaruhi proses tidur, beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur
adalah jenis golongan obat diuretik menyebabkan sesorang menjadi insomnia, antidepresan dapat menekan
REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta
blocker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga
mudah mengantuk.
➢ Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercapat proses tidur. Protein yang tinggi dapat
mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya trytophan yang merupakan asam amino dari protein
yang dicerna. Demikian juga sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang juga dapat mempengaruhi proses
tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.
➢ Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang juga dapat mempercepat terjadinya proses
tidur.
➢ Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi
proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses
tidur.

Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran
dan kebugaran ketika terbangun. Kualitas tidak mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur,latensi tidur, serta
aspek subjektif seperti tidur dalam dan istirahat.
Menurut Hidayat dalam Khasanah & Hidayati, kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukan
tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tandanya kekurangan tidur
dapat dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis.Tanda-tanda fisik akibat kekurangan tidur antara lain:
ekspresi wajah ( area gelap dibawah mata, bengkak dikelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat
cekung ), kantuk yang berlebihan, tidak mampu berkonsentrasi, terlihat tanda-tanda keletihan. Sedangkan tanda-
tanda psikologis antara lain : menarik diri, apatis, merasa tidak enak badan, malas, daya ingat menurun, bingung,
halusinasi, ilusi penglihatan dan kmampuan mengambil keputusan menurun . Kualitas tidur dapat diukur

14

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


menggunakan Pittsburg Quality of Sleep Index ( PSQI ). Alat ini merupakan alat untuk menilai kualitas tidur. Alat
ini terdiri dari 19 poin pertanyaan yang berada di dalam 7 komponen nilai dan 5 pertanyaan untuk teman sekamar.
19 pertanyaan itu mengkaji secara luas faktor yang berhubungan dengan tidur seperti durasi tidur, latensi tidur, dan
masalah tidur. Setiap komponen skor memiliki rentang nilai 0-3. Ketujuh komponen dijumlahkan sehingga terdapat
skor 0-21, dimana skor lebih tinggi dari 5 menandakan kualitas tidur yang buruk. 13
Tahapan Tidur
Tahapan tidur terdapat tidur tenang atau nonREM ( non rapid eye movement ) dan tidur aktif atau REM,dengan
penjelasan sebagai berikut :13
Tidur NonREM
Tidur nonREM terdiri dari 4 tahap, dimana setiap tahapnya mempunyai ciri tersendiri. Pada tidur tahap I
terjadi bila merasakan ngantuk dan mulai tertidur. Gelombang listrik otak memperlihatkan ‘gelombang alfa’
dengan penurunan voltase. Tahap I ini berlangsung 30 detik sampai 5 menit pertama dari siklus tidur. 13
Tidur tahap II, seluruh tubuh kita seperti berada pada tahap tidur yang lebih dalam. Tidur masih mudah
dibangunkan, meskipun kita benar-benar berada dalam keadaan tidur. Periode tahap II berlangsung dari 10 sampai
40 menit. Kadang - kadang selama tahap tidur II seseorang dapat terbangun karena sentakan tiba-tiba dari
ekstremitas tubuhnya. Ini normal, kejadian sentakan ini sebagai akibat masuknya tahapan REM. 13
Tahap III dan IV. Tahap ini merupakan tahap tidur nyenyak. Pada tahap III, orang yang tertidur cukup
pulas,rileks sekali karena tonus otot lenyap sama. Tahap IV mempunyai karakter : tanpa mimpi dan sulit
dibangunkan, dan orang akan bingung bila terbangun langsung dari tahap ini, dan memerlukan waktu beberapa
menit untuk meresponnya. Pada tahap ini, diproduksi hormon pertumbuhan guna memulihkan tubuh, memperbaiki
sel,membangun otot dan jaringan pendukung. Perasaan enak dan segar setelah tidur nyenyak, setidaknya
disebabkan karena hormon pertumbuhan bekerja baik. 13
Tahapan NonREM mempunyai karakter sebagai berikut : NonREM tahap I keadaan ini masih dapat
merespon cahaya,berlangsung beberapa menit, aktifitas fisik menurun, tanda vital dan metabolisme menurun, bila
terbangun terasa sedang mimpi. NonREM Tahap II tubuh mulai relaksasi otot, berlangsung 10-20 menit, fungsi
tubuh berlangsung lambat, dapat dibangunkan dengan mudah. NonREM Tahap III adalah awal dari keadaan tidur
nyenyak, sulit dibangunkan,relaksasi otot meyeluruh, tekanan darah menurun, berlangsung 15-30 menit. NonREM
Tahap IV sudah terdapat tidur nyenyak, sulit untuk dibangunkan, untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun,
sekresi lambung menurun, gerak bolamata cepat.13
Tidur REM
Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur NonREM. Tidur REM adalah tahapan tidur yang sangat aktif.
Pola nafas dan denyut jantung tak teratur dan tidak terjadi pembentukan keringat. Kadang-kadang timbul twitching
pada tangan,kaki, atau muka, dan pada laki-laki dapat timbul ereksi pada periode tidur REM. Walaupun ada
aktifitas demikian orang masih tidur lelap sulit untuk dibangunkan. Sebagian besar anggota gerak tetap lemah dan

15

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


rileks. Tahap tidur ini diduga berperan dalam memulihkan pikiran, menjernihkan rasa khawatir dan daya ingat dan
mempertahankan fungsi sel-sel otak.13
Siklus tidur pada orang dewasa biasanya terjadi setiap 90 menit. Pada 90 menit pertama seluruh tahapan
tidurnya adalah NonREM. Setelah 90 menit, akan muncul periode tidur REM, yang kemudian kembali ketahap
tidur NonREM. setelah itu hampir setiap 90 menit tahap tidur REM terjadi. Pada tahap awal tidur,periode REM
sangat singkat, berlangsung hanya beberapa menit. Bila terjadi gangguan tidur, periode REM akan muncul lebih
awal pada malam itu, setelah kira-kira 30-40 menit. Orang itu akan mendapatkan tidur tahap III dan IV lebih
banyak. Selama tidur, tahapan tidur akan berpindah-pindah dari satu tahap ke tahapan yang lain, tanpa harus
menuruti aturan yang biasanya terjadi. Artinya suatu malam, mungkin saja tidak ada tahap III atau IV . Tapi malam
lainnya seluruh tahapan tidur akan didapatkannya. 13 Karakteristik tidur REM meliputi : mata cepat tertutup dan
terbuka, kejang otot kecil, otot besar imobilisasi,pernapasan tidak teratur, kadang dengan apnea, nadi cepat dan
ireguler, tekanan darah meningkat atau fluktuasi, sekresi gaster meningkat, temperatur tubuh naik, siklus tidur :
sulit dibangunkan.18

Pola Tidur Normal


• Bayi : Pada bayi baru lahir membutuhkan tidur selama 14-18 jam sehari,pernapasan teratur,gerak tubuh 50%
adalah tahap REM dan terbagi dalam 7 periode. Dan pada bayi tidur selama 12-14 jam sehari, sekitar 20-30%
tidur REM, tidur lebih lama pada malam hari dan punya pola terbangun sebentar. 11
• Toddler : Kebutuhan tidur pada toddler menurun menjadi 10-12 jam/hari, tahap REM 20-25%. Tidur siang dapat
hilang pada usia 3 tahun karena sering terbangun pada malam hari yang menyebabkan mereka tidak ingin tidur
pada malam hari.12
• Preschooler : Prescholer memerlukan waktu tidur 11-12 jam pada malam hari, tahap REM 20%. Bisa jadi anak
usia 4-5 tahun mengalami kurang istirahat dan mudah sakit jika kebutuhan tidurnya kurang terpenuhi. 12
• Usia sekolah : Tidur antara 8-12 jam pada malam hari tanpa tidur siang, tahap REM berkurang sekitar 20%. Anak
usia 8 tahun membutuhkan waktu kurang lebih 10 jam setiap malam. 12
• Adolensia :Tidur 8-10 jam pada malam hari untuk mencegah kelemahan dan kerentanan terhadap infeksi, tahap
REM 20% . Pada remaja laki-laki mengalami Nocturnal Emission( orgasme dan mengeluarkan cairan semen
pada tidur malam hari ) yang bisa kita kenal dengan mimpi basah. 19
• Dewasa Muda : Masa dewasa muda umumnya mereka sangat aktif membutuhkan waktu tidur 7-8 jam/hari, tahap
REM 20%. Dewasa muda yang sehat membutuhkan cukup tidur untuk berpartisipasi dalam kesibukan aktifitas
karena jarang sekali mereka tidur siang.12
• Dewasa Akhir : Kebutuhan akan tidur kurang dari 6 jam/hari, tahap REM 20-25% dan tidur tahap IV mengalami
penurunan.12

16

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Diabetes
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan
metabolisme karbohidrat,lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari
kerja dan atau sekresi dari insulin.20

Faktor Resiko
Faktor resiko dari diabetes ada dua yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah, faktor resiko yang dapat
diubah, dan faktor resiko lain. Menurut American Diabetic Association ( ADA ) diabetes berhubungan dengan
faktor resiko yang tidak dapat diubah antara lain : riwayat keluarga penderita Diabetes ( first degree relative ),
umur lebih dari sama dengan 45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir > 4000 gram atau
riwayat pernah menderita diabetes melitus gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah (< 2,5 kg ). 21,22
Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah yaitu : obesitas berdasarkan IMT lebih dari sama dengan 25kg/m2 atau
lingkar perut lebih dari sama dengan 80cm pada wanita dan lebih dari sama dengan 90 cm pada laki-laki,
kurangnya aktifitas fisik,hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat. 20 Dan untuk resiko faktor lain adalah penderita
polycisticnovarysindrome ( PCOS ), penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
( TGT ) atau glukosa darah puasa terganggu ( GDPT ) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
( stroke, PJK, Peripheral arrterial Disease atau PAD ), konsumsi alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis
kelamin, konsumsi kopi dan kafein.20,23,24,
• Obesitas ( Kegemukan )
Obesitas dengan kadar glukosa darah mempunyai korelasi atau hubungan bermakna, derajat kegemukan
dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%. 20
• Hipertensi
Hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam
dan juga air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
• Riwayat Keluarga Diabetes Melitus
Seorang yang menderita diabetes melitus memiliki gen diabetes, karena diduga bakat diabetes merupakan
gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita diabetes
melitus.
• Dislipidemia
Dislipidemia merupakan suatu kondisi ditandai adanya kenaikan kadar lemak darah ( Trigliserida >
250mg/dL ). Pada pasien diabetes sering ditemukan adanya hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL ( < 35mg/dL ).
• Umur
Berdasarkan penelitian usia terbanyak yang menderita diabetes melitus yaitu usia > 45 tahun.
• Faktor Genetik
17

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Orang yang mempunyai faktor genetik mempunyai resiko lebih besar menderita diabetes melitus
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai faktor genetik atau riwayat diabetes melitus dalam
keluarga.
• Alkohol dan Rokok
Alkohol dapat mengganggu metabolismee gula darah dalam tubuh terutama untuk pasien yang menderita
diabetes melitus, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan juga akan meningkatkan tekanan
darah. Tekanan darah seseorang dapat meningkat jika orang tersebut mengkonsumsi etil alkohol lebih dari
60ml/hari.20

Gejala Klinis
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi gejala yang akut dan gejala kronik : 25
Gejala akut diabetes melitus yaitu : Poliphagia ( banyak makan ), Polidipsia ( banyak minum ), Poliuria ( banyak
kencing ), nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat ( 5-10kg dalam waktu 2-4 minggu ),
mudah lelah.
Gejala kronik diabetes melitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk- tusuk jarum, rasa kebas
di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau
kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.

Klasifikasi Diabetes Melitus


Menurut American Diabetes Association 2010 ( ADA 2010 ) Diabetes Melitus diklasifikasikan dalam 4 jenis yaitu :
26,27

1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/ IDDM


DM ( diabetes melitus ) tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun.
Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level
protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinis pertama dari
penyakit ini adalah ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-sependent Diabetes Mellitus/NIDDM
Penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk kedalam
jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena
terjadinya resistensi insulin ( reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi
dalam darah ) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan

18

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


oleh karena itu gejalanya asimptomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan
sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang,DM tipe ini sering didiagnosis setelah terjadi komplikasi
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi oleh karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik,
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus,
penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa
kehamilan, biasanya pada trisemester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan
meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki resiko lebih besar untuk menderita
DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

Hubungan Tingkat Kecemasan Penderita Diabetes Melitus dengan Kualitas Tidur Penderita Diabetes
Melitus
Gangguan tidur pada pasien DM tipe 2 berhubungan gejala yang dirasakan seperti nokturia, kecemasan,
depresi, dan nyeri akibat neuropati. 28 Penelitian tentang hubungan kecemasan dengan kadar gula darah penderita
DM tipe 2 telah dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Salatiga pada bulan Desember 2014. Sampel
didistribusikan berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, lama menderita DM, kadar gula darah dan
skor kecemasannya berikut uraiannya :
• Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sampel perempuan berjumlah 28 orang (70%).
Hal ini menunjukkan jenis kelamin perempuan lebih banyak bila dibandingkan dengan laki-laki. Wanita akan
mengalami menopause sehingga akan terjadi penurunan kadar estrogen. Salah satu fungsi hormon estrogen
adalah untuk menjaga keseimbangan kadar gula darah. Setelah menopause, perubahan kadar hormon akan
meningkatkan kadar gula darah. 29 Adanya penurunan hormon estrogen akan dikompensasi dengan peningkatan
androgen sehingga akan membuat peningkatan distribusi lemak tubuh sehingga wanita beresiko menderita DM
tipe 2.30

• Distribusi sampel berdasarkan usia menunjukkan bahwa rentang usia 41-50 tahun merupakan yang paling banyak
yaitu berjumlah 19 orang (47,5%). Menurut Arisman, salah satu faktor resiko DM adalah dengan bertambahnya
usia. Jumlah sel beta yang produktif akan berkurang, serta sel tubuh akan menjadi resisten terhadap insulin. 31
Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan menunjukkan bahwa sampel dengan pekerjaan IRT ibu rumah tangga )
merupakan pekerjaan terbanyak dengan jumlah 13 orang (32,5%). Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi
tingkat aktivitas fisiknya. Aktivitas fisik dapat menyebabkan tersedianya reseptor insulin yang lebih banyak dan
lebih aktif, sehingga kadar gula darah bisa terkontrol. 32 Meskipun sampel terbanyak pada penelitian ini adalah

19

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


IRT, namun tidak bekerja belum tentu memiliki aktivitas fisik yang rendah. Ibu rumah tangga justru melakukan
berbagai aktivitas seperti memasak, mencuci dan menyapu. 30

• Distribusi sampel berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa sampel terbanyak adalah pendidikan terakhir SD
yaitu 12 orang (30%). Tingkat pendidikan cukup mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan seseorang untuk
menerapkan hidup sehat, termasuk untuk mencegah DM

• Distribusi sampel berdasarkan lama menderita DM menunjukkan bahwa penderita DM dengan lama menderita <
5 tahun merupakan sampel terbanyak dengan jumlah 18 orang (45%). Peningkatan prevalensi DM dari waktu ke
waktu lebih banyak disebabkan oleh faktor gaya hidup dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan terutama
peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan prevalensi DM. 29

• Distribusi sampel berdasarkan kadar gula darah menunjukkan bahwa sampel dengan kadar gula darah dengan
nilai buruk paling besar jumlahnya yaitu 29 orang (72,5%). Kadar gula darah pada penderita DM tergantung dari
individu masing-masing. Gaya hidup yang buruk dapat menyebabkan kadar gula darah yang buruk juga. 29

• Distribusi sampel berdasarkan skor kecemasan menunjukkan bahwa sampel dengan skor kecemasan ≥ 21 atau
sampel yang cemas ada sebanyak 30 orang (75%). Diagnosis DM akan meningkatkan stresor pada seseorang
dimana stresor ini dapat menimbulkan kecemasan. Risiko terjadi kecemasan cenderung lebih tinggi pada orang
yang menderita DM.33

Seseorang yang menderita penyakit DM memerlukan banyak sekali penyesuaian di dalam hidupnya,
sehingga penyakit DM ini tidak hanya berpengaruh secara fisik, namun juga berpengaruh secara psikologis pada
penderita. Saat seseorang didiagnosis menderita DM maka respon emosional yang biasanya muncul yaitu
penolakan, kecemasan dan depresi, tidak jauh berbeda dengan penyakit kronis lain. Penderita DM memiliki tingkat
depresi dan kecemasan yang tinggi, yang berkaitan dengan treatment yang harus dijalani dan terjadinya komplikasi
serius. Kecemasan yang dialami penderita berkaitan dengan treatment yang harus dijalani seperti diet atau
pengaturan makan, pemeriksaan kadar gula darah, konsumsi obat dan juga olah raga. Selain itu, resiko komplikasi
penyakit yang dapat dialami penderita juga menyebabkan terjadinya kecemasan. Gangguan kecemasan adalah
perasaan yang tidak menyenangkan yang meliputi perasaan khawatir, takut, was-was yang ditimbulkan oleh
pengaruh ancaman atau gangguan terhadap sesuatu yang belum terjadi dan dapat mempengaruhi aktivitas.
Alexander dan Seyle mengatakan konflik psikologis, kecemasan, depresi, dan stres dapat menyebabkan semakin
memburuknya kondisi kesehatan atau penyakit yang diderita oleh seseorang. Penderita DM jika mengalami
kecemasan, akan mempengaruhi proses kesembuhan dan menghambat kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pasien diabetes yang mengalami kecemasan memiliki kontrol gula darah yang buruk dan meningkatnya gejala-
gejala penyakit.34

20

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Penelitian yang didapatkan dari hasil uji korelasi Spearman dengan p =0,000 dan r =0,902. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan kadar gula penderita DM tipe 2
di RSUD Salatiga. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Murdiningsih dan Ghofur,
bahwa seseorang dengan penyakit kronis termasuk DM rentan mengalami kecemasan. Penelitian tersebut dilakukan
di wilayah Puskesmas Banyuanyar dengan jumlah sampel adalah 34 responden. 35 Penelitian mengenai kecemasan
dengan kontrol glikemik juga telah dilakukan di Meksiko. Memiliki tingkat kecemasan tinggi dikaitkan dengan
kontrol glikemik yang buruk dan komplikasi diabetes yang lebih banyak. 36Penderita DM memang umumnya
mengalami kecemasan terhadap kondisinya yang sekarang. Mereka akan khawatir dengan kadar gula darah yang
tinggi dan komplikasi yang dapat terjadi, sehingga akan menimbulkan kecemasan. 37 Munculnya gejala psikologis
ini dapat berdampak negatif dengan mempengaruhi kontrol glikemik. 38 Terdapat hubungan langsung antara
kecemasan dengan kontrol glikemik melalui mekanisme fisiologis.39 Kecemasan menyebabkan aktivasi HPA axis
dan sistem saraf simpatik. 40 Aktivasi sistem saraf simpatis dapat menyebabkan respon flight or fight. Respon
tersebut terjadi didasari karena adrenalin.41 Adrenalin ini dilepaskan oleh kelenjar adrenal di dalam darah, sehingga
menyebabkan proses pelepasan glikogen hati (glikogenolisis) menjadi meningkat. Glikogen yang telah didapat dari
proses glikogenolisis selanjutnya akan diubah menjadi karbohidrat. Karbohidrat ini dapat masuk ke aliran darah,
sehingga menyebabkan kadar gula darah meningkat. 42

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien Diabetes Melitus :

 Derajat Diabetes

Nike Dwi Nindyasari menyimpulkan adanya kecenderungan penderita DM tipe I lebih cemas dibandingkan
34
dengan penderita DM tipe II. Pada pasien DM tipe I merasa sering cemas akan hidupnya. Hal tersebut
menjadikan subyek menjadi bosan dan malas minum obat. Selain itu subjek juga merasa tidak nyaman
dengan penyakitnya yang harus tergantung pada insulin yang harus disuntikkan setiap hari, sehingga
subyek merasa stres yang disebabkan oleh rasa takut akan kematian dan rasa takut akan ditinggalkan
keluarga. Sedangkan pada pasien DM tipe II subjek hanya merasa kaget ketika pertama kali di vonis
menderita diabetes (DM-II), karena subyek harus merubah pola hidupnya, yaitu subjek harus diet untuk
menurunkan kadar gula dalam tubuh, subjek juga harus rutin meminum obat, sehingga subyek menjadi
sedikit cemas akibat perubahan dalam hidupnya. Pada penderita DM tipe I ini penderita tergantung pada
insulin, rentan terhadap ketosis, dan tampak lebih kurus sedangkan pada penderita DM tipe II penderita
tidak tergantung pada insulin, tidak rentan terhadap ketosis, dan tampak lebih gemuk.Maka dengan adanya
perbedaan-perbedaan tersebut timbul permasalahan psikologis yaitu kecemasan pada penderita DM. 34

 Tingkat pengetahuan dengan kecemasan pasien DM

21

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang mengalami tingkat kecemasan berat lebih besar
pada penderita berpengetahuan rendah sebesar 7,8% dibanding tingkat pengetahuan tinggi 1,9%. Pada
penelitian di RS Bhayangkara Andi Mappa Oudang Makassar yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi,
sebagian besar mengetahui dengan jelas apa itu penyakit DM, apa penyebab dan bagaimana
pencegahannya sehingga responden merasa tidak perlu cemas terhadap penyakitnya sebab reponden
merasa sudah mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan terhadap penyakitnya. 45 Hasil
penelitian ini sejalan dengan pernyataan WHO bahwa tingkat pengetahuan seseorang memiliki hubungan
positif terhadap tingkat kecemasan yang dirasakan seseorang. 46 Jika pengetahuan tentang penyakit diabetes
melitus baik diharapkan akan mempengaruhi tindakan penderita dalam mengelola penyakitnya. 47
 Komplikasi
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara komplikasi DM dengan tingkat kecemasan. Komplikasi yang dialami penderita DM diantaranya
kebutaan, gangguan saraf gagal ginjal, gangren, dan stroke. Penderita yang mengalami DM sangat berisiko
terjadinya ulkus atau gangren serta berisiko untuk dilakukan amputasi, sehingga timbul kecemasan dari
perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.45
 Aktifitas Fisik
Penelitian yang dilakukan oleh Sudirman dan Baequni, yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik berkaitan
dengan psikologis penderita diabetes.Kegiatan fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik
maupun psikis.48 Teori dari American Association of Diabetes Educator, yang menyatakan bahwa aktivitas
fisik dapat mengurangi perasaan stres dan kecemasan, meningkatkan rasa kesejahteraan, mengurangi risiko
penyakit kronis seperti diabetes melitus, kanker dan osteoporosis, dan mengurangi penurunan fungsional
yang terjadi karena penuaan.49
 Dukungan sosial
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa dukungan keluarga memiliki pengaruh secara signifikan
terhadap tingkat kecemasan penderita DM tipe 2. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Desy, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara dukungan
sosial keluarga dengan kecemasan terhadap penyakit DM. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa
ada hubungan negatif antara dukungan sosial keluarga dengan kecemasan terhadap penyakit DM.
Hubungan kecemasan yang didukung dengan Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2016
Mahmudal:Faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan penderita diabetes.Dukungan sosial
keluarga yang tinggi pada penderita DM, maka kecemasan akan rendah sehingga proses penyembuhan
penyakit DM tipe 2 akan membaik. Sebaliknya, dukungan keluarga yang rendah pada penderita DM tipe 2
akan berdampak pada kecemasan tinggi.50 Teori Buffering Hipothesis yang berpandangan bahwa dukungan
sosial mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi individu dari efek negatif stres. Perlindungan ini
akan efektif hanya ketika individu menghadapi stresor yang berat. Dukungan keluarga pada penderita DM
22

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


tipe 2 dapat menumbuhkan perasaan tenang, aman, dan nyaman sehingga dapat mempengaruhi kecemasan
penderita DM tipe 2.
 Lama menderita diabetes
Penelitian oleh Hayati,menyatakan adanya hubungan antara lama menderita DM tipe 2 dengan tingkat
kecemasan.Tingkat kecemasan yang terjadi pada pasien DM tipe 2 disebabkan oleh ketakutan pribadi
terhadap komplikasi yang mungkin muncul akibat dari penyakit yang dialaminya. Akibat terbatasnya
informasi mengenai DM tipe 2 dan karena adanya perasaan tidak yakin, putus asa, tertekan, serta gugup
dalam menjalani kehidupan setelah didiagnosa DM tipe 2. 52

Faktor psikososial seperti kecemasan diatas juga berpengaruh terhadap kualitas tidur. Gangguan tidur
dilaporkan oleh 90% individu yang mengalami stres, perasaan cemas, dan depresi. Hal ini terjadi untuk orang yang
mempunyai suatu penyakit.Seseorang dapat mengalami stres emosional karena suatu penyakit. Untuk itu emosi
seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Stres emosional dan cemas menyebabkan seseorang
menjadi tegang dan seringkali mengarah ke frustasi apabila tidak tidur. Stres juga membuat seseorang mencoba
terlalu keras untuk tidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres yang berkepanjangan
dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk. Dapat juga mengubah pola tidur seseorang dalam beberapa
waktu.Adanya stres psikologis, waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur meningkat. Perasaan cemas
menyebabkan waktu untuk memulai tidur sangat lama, tahap tidur NonREM ke IV dan tidur REM menurun.

Gangguan tidur pada pasien DM tipe 2 berhubungan gejala yang dirasakan seperti nokturia, kecemasan,
depresi, dan nyeri akibat neuropati. Hal ini didukung oleh penelitian cross-sectional yang dilakukan pada pasien
DM tipe 2 yang menunjukkan adanya hubungan antara DM tipe 2 dengan kesulitan untuk memulai tidur (r=0.29, p
< 0.05) dan kesulitan untuk mempertahankan tidur (r=0.24, p < 0.05). Kesulitan untuk memulai dan
mempertahankan tidur antara lain disebabkan karena adanya keluhan nyeri, nokturia,cemas.28 Penelitian tentang
kualitas tidur pada pasien DM tipe 2 yang dilakukan oleh Cunha terhadap 31 pasien DM tipe 2 di Sao Paolo yang
menunjukkan bahwa sebanyak 52% pasien mempunyai kualitas tidur kurang. Kualitas tidur yang kurang
berhubungan dengan adanya insomnia, Rest Legs Syndrome (RLS) dan Obstructive Sleep Apnea (OSA).10\
Penelitian tentang masalah tidur pada pasien DM juga dilakukan oleh Teixeira dimana hasil studi kasus yang
dlakukan pada pasien DM di Sao Paolo menunjukkan bahwa sebanyak 32% pasien mengalami gangguan tidur. 9
Menurut Colten & Altevogt terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tidur seperti faktor fisik,
psikologis, sosial dan lingkungan. Adanya perubahan pada aspek fisik, psikologis, sosial dan lingkungan dapat
mengakibatkan berkurangnya waktu tidur.11

Tidur yang kurang dapat menyebabkan beberapa gangguan pada respon imun, metabolisme endokrin dan
fungsi kardiovaskuler.43 Akibat berkurangnya waku tidur dapat mempengaruhi fungsi sistem endokrin terutama
terkait dengan gangguan toleransi glukosa, resistensi insulin dan berkurangnya respon insulin. Perubahan sistem
23

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


endokrin yang terjadi selama periode tidur malam berhubungan dengan adanya sekresi beberapa hormon. Selama
periode awal tidur malam sekresi hormon pertumbuhan (GH) meningkat sedangan kadar Adreno Corticotropin
Hormon (ACTH) dan kortisol menurun. Adapun pada periode akhir tidur sekresi ACTH dan kortisol mengalami
peningkatan sedagkan kadar hormon pertumbuhan (GH) menurun. Selama periode tidur malam hari juga terjadi
hubungan yang bersifat timbal balik antara Hypothalamus-pituitarysomatotrophic (HPS) dan Hypothalamus-
pituitary- adrenocortical (HPA). Peningkatan kadar glukosa darah terkait dengan sistem neuroendokrin yaitu
melalui jalur Hipotalamus-Pituitary-Adrenal (HPA axis). Aktivitas Stres menyebabkan hipotalamus mensekresi
Corticotropin Releasing Factor yang menyebabkan pengeluaran adrenocorticotropin dan merangsang korteks
adrenal untuk mensekresi hormon glukokortikoid seperti kortisol. Kortisol mempengaruhi pemacahan karbohidrat,
protein dan lemak melalui proses glukoneogenesis yang menghasilkan glukosa sebagai sumber energi serta
berperan dalam mempengaruhi fungsi tubuh selama periode istirahat. 11 DM tipe 2 berhubungan dengan adanya
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin . 44 Gangguan tidur dapat mempengaruhi terjadinya resistensi insulin
dan penyakit DM tipe 2 baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung gangguan tidur
mempengaruhi resistensi insulin terkait dengan adanya gangguan pada komponen pengaturan glukosa sedangkan
secara tidak langsung berhubungan dengan perubahan nafsu makan yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan
berat badan dan obesitas dimana obesitas yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya resistensi insulin dan
DM. Menurut DeLaune & Ladner gangguan tidur dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan motorik, penurunan
produktivitas, perubahan mood, penurunan daya ingat, disorientasi serta adanya keluhan fatique sehingga dapat
mempengaruhi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 11 Sedangkan menurut Cappuccio
gangguan tidur dapat menyebabkan adanya perubahan pada metabolisme, sistem endokrin dan sistem imun serta
dapat mempengaruhi berbagai aspek baik fisiologis, psikologis, tingkah laku, sosial dan lingkungan. 53 Gangguan
tidur pada pasien DM tipe 2 dapat mempengaruhi motivasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.54 Penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat mempengaruhi pelaksanaan manajamen
pengelolaan DM tipe 2. Manajemen pengelolaan DM tipe 2 terkait dengan pemantauan status metabolik yang
bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal serta mencegah terjadinya hipoglikemia
dan hiperglikemia. Asuhan keperawatan merupakan bentuk pelayanan yang bersifat holistik. Pelayanan
keperawatan menekankan pada respon manusia baik yang bersifat fisiologis, psikologis, sosial maupun spiritual
pada pasien sehingga tercapai status kesehatan yang optimal dan kesejahteraan. Asuhan keperawatan bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien termasuk salah satunya adalah kebutuhan akan istirahat dan tidur.
Menurut DeLaune & Ladner istirahat dan tidur merupakan komponen utama kesejahteraan. 11 Tidur merupakan
proses fisiologis yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan atau sebaliknya gangguan tidur juga dapat
disebabkan oleh suatu penyakit atau pengaruh lingkungan. 11Empat gejala utama yang menandai sebagian besar
gangguan tidur yaitu : insomnia, hipersomnia, parasomnia, dan gangguan jadwal tidur-bangun.55

24

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Gangguan tidur membuat kualitas tidur terganggu. Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap
tidur,sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah,mudah terangsang dan gelisah, lesu dan
apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata bengkak,konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah,
sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk. 56 Kualitas tidur yang buruk seperti OSA ( Obstruktive Sleep
Apnea ) juga merupakan salah satu faktor resiko dari DM. Sebuah penelitian yang dilakukan di University of
Toronto mengumpulkan koresponden sejumlah 8.600 orang dewasa yang diduga menderita OSA. Pada penelitian
ini tingkat keparahan OSA setiap orang dievaluasi menggunakan pengukuran yang dikenal sebagai Apnea
Hypopnea Index ( AHI ), yang menunjukkan berapa kali seseorang berhenti bernapas setiap jam. Selama periode
penelitian 1994 hingga 2010, sekitar 11,7% dari peserta OSA bertendensi mengidap DM tipe 2. 57 Menurut riset
University of Chicago,Amerika Serikat,Keseimbangan metabolisme terganggu bila kurang tidur minimal tiga hari
dan dapat dihubungkan dengan kuantitas dan kualitas tidur. 58 Keluhan yang sering dikeluhkan penderita diabetes
melitus adalah sering berkemih,merasa haus, merasa lapar, rasa gatal-gatal pada kulit, dan keluhan fisik lainnya
seperti mual,pusing dan lain-lain. Hal ini dapat mengganggu juga pada malam hari sehingga mengganggu tidurnya.
Akibat dari gangguan tidur akan berdampak pada meningkatnya frekuensi terbangun, sulit tertidur kembali,
ketidakpuasan tidur yang akhirnya menyebabkan penurunan kualitas tidur.Kurangnya tidur dalam waktu lama
dapat menyebabkan penyakit lain atau memperburuk penyakit yang ada. dan juga mempengaruhi proses
penyembuhan.59 Gambaran Kualitas Tidur Penderita DM dapat Berdasarkan Beberapa Kriteria yaitu :
➢ Karakteristik Umur
Beberapa penelitian mengungkapkan DM tipe 2 banyak terjadi pada usia diatas 60 dikarenakan terjadi
proses penuaan yang menyebabkan kemampuan sel beta pankreas dalam memproduksi insulin
menurun.23.Penelitian ini sejalan dengan penelitian Darmojo yang mengungkapkan bahwa seiring
bertambahnya usia, terdapat penurunan periode tidur. pada lansia< tidur REM cenderung
memendek.Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4, dan beberapa lansia
hampir tidak memiliki tahap 4 atau tidur yang dalam. Lansia lebih sering terbangun pada malam hari, dan
membutuhkan banyak waktu untuk jatuh tertidur.60
➢ Karakteristik Merokok
Nikotin merupakan terbanyak dalam rokok, dimana ketika penderita DM mengkonsumsinya akan
memperburuk kontrol metabolik.Nikotin didalam rokok akan memacu hormon dopamin di dalam tubuh
manusia. Dimana hormon dopamin tersebut berfungsi untuk meberikan sensasi rasa senang,
bahagia,merasa segar dan tidak mengantuk, meningkatkan konsentrasi, daya pikir, dan daya ingat. berhenti
merokok pada pasien DM salah satu cara untuk memperbaiki kontrol gula darah dan perkembangan
penyakit.61
➢ Karakteristik Indeks Masa Tubuh
Penderita Dm yang memiliki indeks masa tubuh ( IMT ) yang masuk kategori obesitas II atau lebih dari
sama dengan 30kg, sebanyak 72,7 % memiliki kualitas tidur buruk. Penelitian dixon dkk, ditemukan

25

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


tingginya prevalensi gangguan tidur yang terkait dengan gangguan pernafasan terkait tidur pada obesitas
pria dan wanita pada penderita diabetes mellitus ( BMI > 35 kg) dan menunjukkan sebuah peningkatan
yang nyata setelah pengurangan body mass index ( BMI ). Penderita DM tipe 2 yang mengalami obesitas
cenderung memiliki kualitas tidak buruk dikaitkan dengan salah satu bentuk dikaitkan dengan salah satu
bentuk gangguan tidur yang muncul akibat obesitas yaitu obstructive sleep apnea ( OSA ). Obesitas
dikaitkan dengan terjadinya penumpukan lemak yang dapat menyebabkan terjadinya penumpukan lemak
yang dapat menyebabkan terjadinya penyempitan jalan nafas sehingga terjadi disfungsi diafragma dan
didalam dinding dada yang bisa menekan paru-paru, mengganggu upaya ventilasi saat tidur dan jaringan
lemak pada leher dan lidah menurunkan diameter saluran nafas yang merupakan predisposisi terjadinya
penutupan premature saat jaringan otot relaksasi waktu tidur, sehingga timbul gangguan pernafasan dan
sesak nafas.61,62
➢ Karakteristik Jenis Kasur
Dalam penelitian ditemukan penderita diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan kasur kapuk memiliki
kualitas tidur buruk sebanyak 65,7%.61
➢ Karakteristik berdasarkan kadar gula darah
Ketidakseimbangan kadar metabolik pada penderita diabetes melitus tipe 2, baik hiperglikemik maupun
hipoglikemik dapat mempengaruhi kualitas tidur sesorang. Kondisi hiperglikemik, yaitu kadar glukosa
darah tinggi, menyebabkan glukosa tidak bisa dimetabolisme sehingga akan ikut terbuang melalui urin. hal
ini menyebabkan urin menjadi lebih kental, sehingga membutuhkan air untuk mengencerkannya.
Akibatnya tubuh akan mengalami dehidrasi sehingga membutuhkan banyak minum. Jika seseorang banyak
minum, maka buang air kecilnya juga akan menjadi lebih sering, mungkin sering pergi ke kamar mandi
untuk buang air kecl pada beberapa jam pada malam hari.Sedangkan pada kondisi hipoglikemik, yaitu
kadar gula darah rendah dapat menyebabkan mimpi buruk, berkeringat pada malam hari, atau sakit kepala,
selain itu juga menyebabkan seseorang lapar.Terjadinya gangguan tidur akan berdampak pada
meningkatnya frekuensi terbangun, sulit tertidur kembali,ketidakpuasan tidur yang akhirnya
mengakibatkan penurunan kualitas tidur61
➢ Karakeristik berdasarkan tingkst stress
Gangguan psikologis sering dikaitkan dengan stresor jangka panjang seperti penyakit kronis,diantaranya
diabetes melitus tipe 2. Kondisi psikologis seseorang pada orang dengan diabetes berkaitan dengan kontrol
glikemik dan metabolik yang lebih buruk, percepatan timbulnya komplikasi yang lebih cepat, dan resiko
61,63
morbiditas dua kali lebih besar. Kompier menyebutkan bahwa stres dan tidur mempunyai hubungan
yang erat.Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan sering kali mengarah frustasi
apabila tidur. Stres merusak keseimbangan alamiah dalam diri manusia. Mengalami keadaan tidak normal
secara terus menerus akan merusak kesehatan tubuh dan berdampak pada berragam gangguan fungsi
tubuh.Salah satu dampaknya adalah kesulitan tidur ( mimpi buruk ). Stres juga menyebabkan seseorang

26

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


mencoba terlalu keras untuk tidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Sres yang
berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur buruk. 61

Pasien DM Tingkat kecemasan Kualitas Tidur


Kerangka Teori

27

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Ringan Faktor-faktor yang
Sedang mempengaruhi :
Berat Penyakit
Panik Latihan dan kelelahan
Stres Psikologi
Obat
Nutrisi
Lingkungan
Motivasi

Kerangka Konsep

Berikut adalah kerangka konsep dalam penelitian ini :


Variabel independen Variabel dependent
Kualitas Tidur : Baik,Buruk

Tingkat Kecemasan
Ringan,Sedang,Berat,Panik

Faktor-faktor yang
mempengaruhi :
1. Derajat Diabetes
2. Lama Menderita
Diabetes
3. Dukungan Sosial
4. Pendidikan
5. Komplikasi

Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
12

Rencana Penelitian Uraikan dengan jelas tetapi ringkas strategi umum dari penelitian yang diusulkan serta
pendekatan khusus dan metode yang akan digunakan. Apabila diperlukan fasilitas di institusi lain, tunjukan bahwa

28

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


lembaga yang bersangkutan telah dihubungi dan memberikan persetujuan. Jangan melebihi 3 halaman spasi tunggal
(12 pts Font)
12.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian descriptif dengan pendekatan cross sectional untuk
mengetahui hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderita DM.

12.2 Tempat dan Waktu penelitian


12.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan diadakan di Puskesmas Grogol Petamburan.
12.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian terhitung mulai Juni hingga September 2018.

12.3 Subjek Penelitian


Subjek penelitian adalah Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Grogol Petamburan.

12.4 Sampling (menyebutkan teknik sampling dan menghitung besar sampel dengan rumus yang
sesuai)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien DM di Puskesmas Grogol Petamburan.
Dengan kriteria inklusi: pasien DM dewasa dan bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi :
pasien DM anak dan pasien DM yang disertai penyakit lainnya. Teknik sampling yang digunakan
metode random sampling .Dengan begitu peneliti mengambil sampel dari seluruh pasien Diabetes
Melitus di Puskesmas Grogol Petamburan. Untuk menentukan jumlah sampel penelitian
digunakan rumus:

n = Zα2 x P x Q
d2

Keterangan :
Zα = derifat baku alfa (untuk penelitian ini nilai Z = 1,960 untuk α = 5%)
P = proporsi kategori variable yang diteliti (P =0,5)
Q = 1- P (1 - 0,5 = 0,5)
d = Presisi 10%

29

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Peneliti menetapkan nilai P (pravelensi) sebesar 50% karena perkalian P x Q akan maksimal jika
nilai P = 50%. Sehingga nilai Q (derajat kepercayaan ) adalah 1- P. Nilai α sebesar 5% sehingga
nilai Zα = 1,96 dengan nilai presisi (d) 10%. Dengan demikian, besar sampel yang digunakan
adalah :
n = Zα2 x P x Q
d2
= (1,96)2 x 0,5 x 0,5 = 96,04 (dibulatkan jadi 97)
0,102
Jumlah sampel minimal berdasarkan rumus diatas adalah 97 orang. Dalam penelitian ini, teknik
pemilihan sampel menggunakan teknik consecutive sampling.

12.5 Bahan, alat dan cara pengambilan data


12.6.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.Kualitas tidur dapat diukur menggunakan
Pittsburg Quality of Sleep Index ( PSQI ).Kuesioner ini terdiri dari 19 poin pertanyaan yang berada di
dalam 7 komponen nilai dan 5 pertanyaan untuk teman sekamar. 19 pertanyaan itu mengkaji secara luas
faktor yang berhubungan dengan tidur seperti durasi tidur, latensi tidur, dan masalah tidur. Untuk
mengukur tingkat kecemasan,peneliti menggunakan kuisioner dengan metode Zung-Self Rating Anxiety
Scale, Zung- Self Rating Anxiety Scale ( SAS ) merupakan instrumen untuk mngukur tingkat kecemasan.
Penilaian berdasarkan skala Likert dari 1-4, dimana skor 4 menggambarkan hal negatif dengan penilaian
: Sangat jarang (1),kadang-kadang(2), Sering(3),selalu (4). Dengan menggunakan kuisioner yang terdiri
dari 20 pertanyaan, yang terdiri dari 5 gejala untuk sikap dan 15 pertanyaan untuk gejala somatis.

12.6.2 Alat Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas kuesioner.

12.6.3 Cara

a. Responden diminta kehadiran dan kesediaannya untuk mengisi kuesioner.


b. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian serta prosedur yang
dilakukan.
c. Responden diminta untuk mengisi dan menandatangani informed consent.
d. Selanjutnya peneliti akan menjelaskan cara mengisi kuesioner dan responden dipersilakan

30

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


untuk bertanya jika masih belum jelas tentang pengisian kuesioner.
e. Responden dipersilahkan untuk mengisi kuesioner. Waktu untuk mengisi kuesioner
disediakan sekitar 20 menit. Pengisian kuesioner akan didampingi oleh peneliti.

12.6 Parameter yang diperiksa :


Hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderita Diabetes Melitus

12.7 Variabel penelitian


• Variabel terikat: kualitas tidur pada pasien Diabetes Melitus,
• Variabel bebas: Kecemasan Pada pasien Diabetes melitus

12.8 Dana Penelitian


Perkiraan dana penelitian
Kuesioner = 2x100 x Rp.500 = 100.000
Souvenir = 100 x Rp. 5.000 = 500.000

12.9 Analisis Data


1. Analisis Univariat
Analisa data ini dilakukan terhadap tiap variabel dari penelitian dan pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel. Adapun variabel yang dianalisis adalah
tingkat kecemasan dan kualitas tidur pada pasien asma.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap kedua variabel yang diduga berhubungan atau
berkorelasi. Yaitu untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderita
diabetes di RSUD Kabupaten Karanganyar. Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara variabel dependen dan independen. Teknik analisa yang dilakukan yaitu dengan Uji Spearman’s
Rho. Analisa ini bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel, sehingga
diketahui ada atau tidaknya hubungan yang bermakna secara statistik.Derajat kepercayaan yang
digunakan adalah 95% dengan α 5% sehingga jika nilai P (p value) < 0,05 berarti terdapat hubungan
bermakna (signifikan) antara variabel yang diteliti. Jika nilai P > 0,05 berarti tidak ada hubungan
bermakna antara variabel yang diteliti.31

31

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


12.10 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala


1. kondisi jiwa yang Kuesioner dengan Ordinal
penuh dengan
Kecemasan kriteria :
ketakutan dan
penderita kekhawatiran dan ringan ( 20-44 ),
ketakutan akan apa
Diabetes sedang ( 45-59 ),
yang mungkin terjadi,
Melitus baik berkaitan dengan berat ( 60-74 ),
permasalahan yang
panik ( 75-80).
terbatas maupun hal-
hal yang aneh.
2. Kualitas Kualitas tidur adalah Alat ukur yang Ordinal
kemampuan setiap
tidur digunakankuesion
orang untuk
penderita mempertahankan er dengan
keadaan tidur dan
Diabetes kriteria : kualitas
untuk mendapatkan
Melitus tahap tidur REM dan tidur baik ≤ 5,
NREM yang pantas.
kualitas tidur
buruk > 5.

3. Jenis Perbedaan bentuk, Kuesioner Nominal


Kelamin
sifat, dan fungsi
bioogi laki-laki dan
peempuan
4. Usia satuan waktu untuk Kuesioner Nominal
megukur dari
lahirnya sampai
waktu penelitian

32

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


13

Jadwal Penelitian Cantumkan lama penelitian dan rincian jadwal secara skematis.

Bulan (Tahun2018/2019)
De Mare
No Kegiatan Mei Juni Juli Agus Sept s t Aprl Mei Juni
1 Studi pustaka ✓
Persiapan alat
dan bahan
2 penelitian ✓
3 Penelitian ✓ ✓ ✓ ✓
4 Penulisan ✓ ✓

33

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


14

Persyaratan Etik Bagian dibawah ini harus diisi apabila penelitian yang diusulkan berkaitan dengan
eksperimentasi pada manusia dan hewan. Metode yang digunakan harus memenuhi ketentuan etik penelitian pada
manusia dan hewan (Human and Animal Ethics). Persyaratan ini dianut oleh semua jurnal ilmiah berbobot.
Implikasi Etik Eksperimental pada Manusia Berikan pernyataan singkat mengenai permasalahn etik
yang dapat timbul dari eksprimentasi, dan jelaskan bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. Permasalahan etik termasuk
(a) bahaya dan komplikasi perlakuan, (b) kerahasiaan data (confidentiality), (c) Informed consent, dan sebagainya.

a) Informed consent : lembar persetujuan akan digunakan sebagai pernyataan persetujuan


responden untuk diteliti. Peniliti tidak akan memaksa dan akan tetap menghormati keputusan
responden apabila responden menolak.
b) Confidentiallity : Peneliti akan menjamin kerahsiaan dari hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya.
c) Anonnimity : Kerahasiaan nama akan dijamin oleh peneliti dengan cara, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden pada pengumpulan data. Esponden cukup mengisikan inisial
nama pada saat pengisian kuesioner
d) Beneficiene : Peneliti akan memberikan informasi bagi orang lain termasuk responden
penelitian. Peneliti akan memberikan informasi tentang prevalensi kejadian kejang demam
berulang dan juga faktor risiko yang mempengaruhi kejang demam berulang.
e) Veracity : Peneliti akan memberikan penjelasan kepada responden terkait informasi
penelitian yang dilakukan .
f) Justice : Peneliti akan memberikan perlakuan yang sama pada setiap responden tanpa
membeda-bedakan.

Implikasi Etik Eksperimental pada Hewan

34

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


15

Daftar Pustaka Harus relevan dengan usulan.


1. WHO. Global Report On Diabetes [Internet]. Wold Health Organization. Geneva: World Health
Organization; 2016. Available from: http://apps.who. int/iris/bitstream/10665/20487
1/1/9789241565257_eng.pdf

2. Ligaray PK.Diabetes mellitus type 2 (http://emedicine. medscape.com/article/117853-overview).International


Diabetes Federation (IDF). http://www.idf.org diunduh tanggal 24 Januari 2011). 2010

3. Holt T, Kumar S. ABC of diabetes. Sixth Edition. Chicester. West Sussex : Wiley-Blackwel. A John Wiley &
Sons, ltd. 2010

4. Dunning T. Care of people with diabetes. A manual of nursing practice. (Third Edition). Chicester. West
Sussex : Wiley-Blackwell. Blackwell Publishing Ltd. 2009

5. SoegondoS, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Panduan penatalaksanaan


diabetes melitus bagi dokter dan edukator. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI;2009

6. Syari’ati AW.Hubungan kecemasan dengan kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD
Salatiga. Surakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta;2015

7. Tarihoran, Agustina, dkk. Hubungan kualitas tidur dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe
2. http://journal. stikesmb.ac.id/ index.php/ caring/article/ download/8/7 (diakses 12 Maret 2016);2015

8. Najatullah, Ibnu Wahyu.Hubungan kualitas tidur dengan kontrol glukosa darah pasien diabetes mellitus tipe 2
di Klinik Spesialis Perawatan Luka, Stoma dan Inkontinesia “Kitamura” Pontianak. https://drive. google.
com(diakses 11 Maret 2016);2015

9. Teixeira CR,de S, Zanetti ML, Pereira MCA. Nursing diagnosis in people with diabetes mellitus according to
Orem’s theory of self-care. Original Article. Acta Paul Enferm. ;2008.22(4):385-91.

10. Cunha,, Zanetti L, Hass J. Sleep quality in type 2 diabetics. Artigo Original. Rev Latino-am
Enfermagem;2008 16(5):850-5.

11. Arifin Z.Tesis:Analisis hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2 di
Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat.Depok:Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Medikal Bedah;2011
35

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


12. Asmandi.Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.Jakarta:Salemba Medika;

13. Budayani SS. Skripsi hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur penderita asma di RSUD Kabupaten
Karanganyar.Surakarta:Program Studi S-1 Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta;2015

14. American Psychiatric Association, 1994; Barlow, 2002. (Jurnal Psikologi Klinis dan Ke Vol. 1 No. 02 , Juni
2012 Kesehatan Mental )

15. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Vol.3 No. 1, Juni 2008

16. Ghufron M,Nur Wati S,dkk. Cara tepat menghilangkan kecemasan anda.Yogyakarta:Galang Press;2012

17. Suzanne M,Steven G.Normal sleep,sleep physiology and sleep deprivation;2009

18. Alimul H,aziz.Pengantar kebutuhan dasar manusia.Jakarta:Salemba Medika;2009

19. Potter & Perry.Fundamental of nursing .Mosby:st.Louis;2010

20. Buraerah,Hakim.Analisis faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dipuskesmas tanrutedong,sidenreg


Rappan.jurnal Ilmiah Nasional;2010

21. Bennet,P. Epidemiology of type 2 diabetes melitus.InLeRoithet.al,Diabetes militusa fundamental and clinical
text.Philadelphia:Lippincott William & Wikins;2008

22. Wild S,Roglic G dkk. Global prevalence of diabetes:estimates for the year 2000 and projections for
2030.Diabetis Care.2011

23. Hastuti,Rini T.Faktor-faktor risiko ulkus diabetika pada penderita diabetes melitus studi kasus di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta.Semarang:Universitas Diponegoro;2008

24. Harding,Anne Helen dkk.Dietary fat and risk of clinic type diabetes.American Journal of Epidemiology.2008

25. Fatimah RN.Diabetes melitus tipe 2.Lampung:Medical Faculty,Lampung University;2015

26. American Diabetes Association.Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus.Diabetes Care ;2011

27. Ndraha S.Diabetes melitus tipe 2 dan tatalaksana terkini.Jakarta:Departemen Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta;2014

28. Lamond et al. (2000) dalam Taub M. Leisle., Redeker S. Nancy (2008) sleep disorder, glucose regulation and
type 2 diabetes. Biology Research Nursing. Volume 9 Number 3 : 231-243.

36

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


29. Isworo, A., Saryono., 2010. Hubungan Depresi dan Dukungan Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Sragen. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of
Nursing). 5(1) : 37-46.

30. Trisnawati, S., Setyorogo, S., 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 5(1) : 6-11.

31. Arisman., 2010. Diabetes Melitus. Obesitas, Diabetes Melitus, & Dislipidemia. Jakarta : EGC. pp. 44-86.

32. Ilyas, E., 2013. Olahraga bagi Diabetisi dalam : Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Editor.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta :FKUI. pp 69-75.

33. Ganasegeran, K., Renganathan, P., Manaf, R., Al-Dubai, S., 2014. Factors Associated with Anxiety and
Depression Among Type 2Diabetes Out Patients in Malaysia : a Descriptive Cross-Sectional Single-Centre
Study. BMJ Open. 4(4): 1-7.

34. Nindyasar ND.Skripsi:PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA PENDERITA DIABETES


MELLITUS (DM) TIPE I DENGAN DIABETES MELLITUS (DM) TIPE II.Surakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret;2010

35. Murdiningsih, D., Ghofur, G., 2013. Pengaruh Kecemasan Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita
Diabetes Melitus di Wilayah Puskesmas Banyuanyar Surakarta. Talenta Psikologi. 2(II) : 180-197.

36. Kendzor, D., Chen, M., Reininger, B., Businelle, M., Stewart, D., Fisher-Hoch, S., Rentfro, A., Wetter, D.,
McCormick, J., 2014. The Association of Depression and Anxiety with Glycemic Control among Mexican
American with Diabetes Living Near The U.S.-Mexico Border. BMC Public Health. 14(176) : 1471-2458.

37. Semiardji, G., 2013. Stres Emosional Pada Penyandang Diabetes dalam: Soegondo, S., Soewondo, P.,
Subekti, I., Editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FKUI. pp 337-346.

38. Luyckx, K., Krenke, I., Hampson, S., 2010. Glycemic Control, Coping, and Internalizing and Externalizing
Symptoms in Adolescent With Type 1 Diabetes. Diabetes Care. 33(7) : 1424-1429.

39. Hessler, D., Fisher, L., Glasgow, R., Strycker, L., Dickinson, L., Arean, P., Masharani, U., 2014. Reductions
in Regimen Distress Are Associated With Improved Management and Glycemic Control Over Time. Diabetes
Care. 37 : 617-624.

40. Tsenkova, V., Albert, M., Georgiades, A., Ryff, C., 2013. Trait Anxiety and Glucose Metabolism in People
Without Diabetes: Vulnerabilites Among Black Women. Diabet Med. 24(6) : 803-806.

37

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


41. Anxiety Care UK., 2014. The Biological Effects and Consequences of Anxiety.
www.anxietycare.org.uk/biologicaleffects.asp. (diakses pada tanggal 26 April 2014).

42. Mudjadid, E., 2009. Aspek Psikosomatik Pasien Diabetes Melitus dalam: Sudoyo, A., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibatra, M., Setiati, S., Editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. pp 2159-2175.

43. Caple & Grose. (2011). Sleep and hospitalization. Evidence-Based Care Sheet. Sleep and Hospitalization.
Cinahl Information System. ICD-9. V69.4. ICD- 10. G47.8.

44. West, S.D., Groves, D.C., Lipinski, H.J., Nicoli, D.j., Mason, R.H., Scanlon, P.H., and Stradling, J.R. (2010).
Original Article: Complications The prevalence of retinopathy in men with Type 2 diabetes and obstructive
sleep apnoea. Diabet. Med. (27) : 423–430.

45. Ragil Wahyuni R,dkk.Faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pada penderita diabetes melitus
tipe 2 di RS Bhayangkara Andi Mappa Oudang .Makasar.:Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universita Hasanuddin;2009

46. Hartoyo, Budi. Hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien flu burung di ruang EID dan ICU RSUP Dr. Kariadi. Skripsi.Semarang: Program
Studi Ilmu keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang;2008

47. Rahmadiliyani, Nina, Abi M.Hubungan antara pengetahuan tentang penyakit dan komplikasi pada penderita
diabetes mellitus dengan tindakan mengontrol kadar gula darah di wilayah kerja di Puskesmas Gatak
sukoharjo. Artikel ilmiah: berita ilmu keperawatan ISSN 1997-2697, Vol.1 No.2;2008. hal.63-68

48. Pedak, M. Metode supernol menaklukkan stres.Jakarta: Hikmah Publising House; 2009.

49. Zamzamy WA. Hubungan aktivitas fisik dengan stres pada pendrita diabetes mellitus Kecamatan Sumowono
Kabupaten Semarang.[Internet].[diakses tanggal 6 September 2016] . Available
from;http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/4855.pdf;2015

50. Desy KA. Kecemasan terhadap penyakit DM ditinjau dari dukungan sosial keluarga dan locus of control
internal . Tesis. Semarang:Prodi Psikologi Unika Soegijapranata Semarang;2015

51. Sholochah DR. Hubungan antara dukungan sosial dengan derajat depresi pada penderita diabetes melitus
dengan komplikasi. Skripsi.Surakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta;2009

52. Hayati PK. Hubungan lama menderita diabetes melitus tipe 2 terhadap tingkat kecemasan pada pasien di
poliklinik endokrin RSU Banda Aceh. Skripsi. Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala; 2016.

38

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


53. Cappuccio, F.P., D’Elia, L., Strazzullo, P., and Miller, M.A. (2010). A systematic review and meta-analysis.
Quantity and quality of sleep and incidence of type 2 diabetes. Diabetes Care (33) : 414–420, 2010.

54. Chasens Eileen R., Olshansky Ellen. (2008). Daytime sleepiness, diabetes and psychological well-being.
Issues in Mental Health Nursing. (29) : 1134- 1150.

55. Sadock JB,Sadock VA.Tidur normal dan gangguan tidur.In:Muttaqin H,Sihombing RNE,editors.Kaplan &
Sadock: Buku kedokteran EGC;2010

56. Sagala VP,Budiatri F. Kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur ( journal ).Medan: Universitas
Sumatera Utara;2013

57. Supriyanto B,Deviani R. Obstructive sleep apnea syndrome pada anak.Sari Pediatri;2008

58. Gustimigo ZP.Kualitas tidur penderita diabetes melitus.Lampung:Fakultas Kedokteran Universitas


Lampung;2015

59. Seugnet L.dkk.Identifying sleep,regulatory genes using a drosophila model of insomnia.J Neurosci;2009

60. Riyadi S,HW. Kebutuhan dasar manusia aktivitas istirahat diagnosa nanda.Jakarta:Gosyen;2015

61. Simanjuntak TD, sawaraswati LD dkk. gambaran kualitas tidur pada penderita diabetes melitus tipe 2
diwilayah kerja puskesmas ngesrep.Jurnal kesehatan masyarakat volume 6,nomor 1.FKM UNDIP;2018

62. Rahman UB,Handoyo,dkk.Hubungan obesitas dengan risiko obstructive sleep apnea (OSA) pada remaja.Ilmu
kesehatan keperawatan;2010

63. Harista RA,Lisiswanti R. Depresi pada penderita diabetes melitus tipe 2.2015

64. Arikunto,S.Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek.Jakarta:Rineka Cipta;2010

39

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Anda mungkin juga menyukai