Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL SKRIPSI

PROGRAM SARJANA KEDOKTERAN FK UKRIDA

UNTUK KEPERLUAN
SEKRETARIAT

1
Mahasiswa/i

Nama: Deamira Meralda NIM 102015237

2 Pembimbing Tim pembimbing skripsi tidak boleh melebihi dua orang

Nama Dr. Ritsia Anindita Wastitiamurti Gelar Sp.M

Nama Dr. Michael Indra Lesmana Gelar Sp.M

3 Judul Skripsi

Efek Penggunaan Laser Fotokoagulasi terhadap Tekanan Intraokular pada Pasien Diabetik Retinopati

4 Kata Kunci 3-5 kata kunci (key words)

Fotokoagulasi Laser

Tekanan Intraokular Diabetik Retinopati

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


5 Persetujuan Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Dr. Ritsia Anindita Wastitiamurti, ________2018


Sp.M

Nama Tanda Tangan Tanggal

Dr. Michael Indra Lesmana, Sp.M _______2018

6 Persetujuan Penilai Proposal

Nama Penilai & Gelar Institusi


Dr. Ritsia Anindita Wastitiamurti, Sp.M
Dr. Michael Indra Lesmana, Sp.M

Tanggal dan Tanda tangan Penilaian (mohon diberi tanda  )

 Diterima tanpa perbaikan


 Diterima dengan perbaikan
(mohon diberikan komentar)
 Tidak diterima
(mohon diberikan komentar)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


7 Komentar Penilai (apabila tidak mencukupi dapat dituliskan di lembar tambahan)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


8 Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang banyak diderita di seluruh dunia. Prevalensi
penderita diabetes melitus mencapai angka 2,8% atau sebanyak 171 juta penderita di seluruh dunia pada
tahun 2000, angka prevalensi ini diperkirakan meningkat menjadi 4,4% atau 366 juta penderita pada
tahun 2030.1 Prevalensi penderita diabetes melitus menurut estimasi International Diabetes Federation
(IDF) mencapai angka 382 juta penderita di seluruh dunia pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan
ke-4 di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat sebagai negara dengan penderita diabetes sebesar
6,9% atau sekitar 12 juta penderita pada tahun 2013 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta
penderita pada tahun 2030.2
Diabetes melitus rentan terhadap berbagai macam komplikasi yang diakibatkan oleh kelainan
vaskular. Komplikasi yang terjadi dibagi menjadi makrovaskular dan mikrovaskular. Kelainan
makrovaskular dapat mengakibatkan terjadinya penyakit kardiovaskular, penyakit serebrovaskular dan
kelainan pembuluh darah perifer. Komplikasi mikrovaskular meliputi diabetik neuropati, diabetik
nefropati dan retinopati diabetik.3,8
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes
melitus. Penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011 menunjukkan retinopati diabetik
merupakan komplikasi diabetes melitus terbanyak kedua setelah katarak yaitu 33,4%.4 Retinopati akibat
diabetes melitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak. Retinopati
diabetes merupakan penyulit penyakit diabetes yang paling penting. Hal ini disebabkan karena
insidennya cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes dan prognosisnya yang kurang baik
terutama bagi penglihatan.5 Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan
bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9
juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan. The DiabCare Asia 2008
Study melibatkan 1.785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan
melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya
merupakan retinopati DM proliferatif.6
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan 4,8 persen penduduk di seluruh dunia
menjadi buta akibat retinopati diabetik. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global, retinopati
diabetik menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula.7 Di Indonesia, data
resmi mengenai jumlah penderita retinopati diabetik belum ada sehingga angka kebutaan yang
diakibatkan oleh retinopati diabetik di Indonesia belum diketahui, tetapi dalam Survei Kesehatan Rumah
4

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Tangga Depkes RI tahun 1995, kebutaan yang diakibatkan oleh retinopati masuk ke dalam kategori
“kebutaan akibat penyakit lain” sebanyak 28%.9
Penatalaksanaan retinopati diabetik dibuat berdasarkan pada tingkat kelainan penyakitnya. Salah satu
cara adalah dengan menggunakan terapi fotokoagulasi laser. Laser fotokoagulasi merupakan terapi baku
emas pada proliferative diabetic retinopathy (PDR) dan severe nonproliferative diabetic retinopathy
(NPDR) berdasarkan Diabetic Retinopathy Study (DRS).10 Tujuan laser fotokoagulasi adalah untuk
menangkap atau menyebabkan regresi neovaskularisasi. Laser fotokoagulasi memiliki komplikasi yang
signifikan seperti penurunan penglihatan visual dengan menyebabkan edema makula atau kerutan makula
dan kadang-kadang menyebabkan peningkatan sementara tekanan intraokular (IOP) yang dapat
11,12
berlangsung selama 1-2 minggu. Efek samping lain yang ditimbulkan yaitu inflamasi, skotoma,
penurunan lapang penglihatan, choroidal neovascularization, pelebaran jaringan parut paska laser,
tractional retinal detachment, perdarahan vitreus, choroidal detachment, glaukoma akut, edema macula
dan nyeri.13,14
Penelitian oleh departemen mata di India pada pasien yang dilakukan laser fotokoagulasi
membuktikan bahwa laser fotokoagulasi pada pasien diabetik retinopati dapat meningkatkan tekanan
intra okular. Hal ini jelas terbukti dari penelitian ini bahwa setelah fotokoagulasi laser yang luas pada
pasien diabetes retinopati terdapat peningkatan TIO dapat muncul segera atau 1-2 jam atau 1-2 hari
kemudian dan ini berlangsung selama 2-3 hari. Dalam kebanyakan kasus, sudut ruang anterior awalnya
terbuka tetapi dalam beberapa kasus, penutupan sudut menambah obstruksi aliran keluar.15 Mekanisme
elevasi tekanan intraokular dianggap sebagai penutupan sudut sekunder terhadap pembengkakan tubuh
siliaris atau karena pencurahan cairan dari koroid ke vitreous dengan perpindahan depan lensa diafragma
lensa-iris. Pasien dengan glaukoma sudut terbuka atau sudut tertutup atau glaukoma yang dicurigai
dengan diabetik retinopati cenderung mengalami peningkatan risiko peningkatan tekanan intraocular
paska laser fotokoagulasi.16
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka peneliti merasa perlu untuk melakukan
penelitian mengenai efek penggunaan laser fotokoagulasi terhadap tekanan intraokular pada pasien
diabetik retinopati, mengingat penelitian serupa baru sedikit dilakukan khususnya di Indonesia.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


9 Permasalahan Cantumkan juga hipotesis (bila ada) atau pertanyaan penelitian.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
apakah efek penggunaan laser fotokoagulasi terhadap tekanan intraokular pada pasien diabetik
retinopati?

Hipotesis
Ho : tidak ada peningkatan tekanan intraokular setelah penggunaan laser fotokoagulasi pada pasien
diabetik retinopati
Ha : ada peningkatan tekanan intraocular setelah penggunaan laser fotokoagulasi pada pasien diabetik
retinopati

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


10 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum
Mengetahui efek penggunaan laser fotokoagulasi terhadap tekanan intra okuler pada pasien diabetik
retinopati

Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi pasien dengan diabetik retinopati pada RS KMN Kebon Jeruk dan RS KMN
Kemayoran periode
2. Mengetahui faktor resiko pasien dengan diabetik retinopati di RS KMN Kebon Jeruk dan RS KMN
Kemayoran berdasarkan usia dan jenis kelamin
3. Mengetahui tekanan intraokular pasien diabetik retinopati di RS KMN Kebon Jeruk dan RS KMN
Kemayoran sebelum dilakukan laser fotokoagulasi
4. Mengetahui tekanan intraokular pasien diabetik retinopati di RS KMN Kebon Jeruk dan RS KMN
Kemayoran sesudah dilakukan laser fotokoagulasi
5. Mengetahui variasi penggunaan laser fotokoagulasi (power, durasi, dan jumlah tembakan) pasien
diabetik retinopati di RS KMN Kebon Jeruk dan RS KMN Kemayoran

Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pasien dengan diabetik
retinopati mengenai efek dari penggunaan laser fotokoagulasi
2. Manfaat bagi universitas
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber data dan informasi untuk penelitian selanjutnya di
tingkat universitas.
3. Manfaat bagi peneliti
Penerapan teori dari mata kuliah yang telah didapat dengan penelitian yang sebenarnya serta untuk
menyelesaikan tugas akhir skripsi.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


11 Landasan Teori

11.1 Retina
11.1.1 Definisi
Retina adalah lapisan yang tipis, terdapat pada bagian posterior dari mata dan terminasi di ora
serrata. Ketika di lihat menggunakan ophthalmoscope, maka akan terlihat fundus oculi, di mana
terdapat pembuluh darah yang masuk melalui ke diskus optikus. Bagian tengah, temporal, dan inferior
dari diskus adalah pusat dari retina, yang disebut sebagai macula (diameter 5 – 6 mm), di tengah
terdapat fovea dan foveolar, yang dapat dengan mudah diidentifikasi dengan oftalmoskop.17
11.1.2 Lapisan Retina
Retina terdiri dari sel epitel, neural, glial yang terdistribusi rata sehingga membentuk 10 lapisan (lihat
pada Gambar 1). Lapisan tersebut dapat terlihat melalui mikroskopik cahaya. Secara embriologis,
retina terbentuk dari hasil invaginasi dari vesikel optikus, sehingga membentuk dua lapisan sel.17

Gambar 1. Potongan transversal dari retina dan koroid. 10 lapisan dari retina: 1, lapisan epitel pigmen; 2,
lapisan fotoreseptor yang merupakan lapisan sel kerucut dan batang; 3, membrane limiting eksterna; 4,
lapisan nuklear luar; 5, lapisan pleksiform luar; 6, lapisan nuklear dalam; 7, lapisan pleksiform dalam; 8,
lapisan sel ganglion; 9, lapisan serabut saraf; 10, membrane limiting internal.
8

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Sumber: http://www.catatandokter.com/2015/08/branch-retinal-artery-occlusion.html
11.1.3 Modifikasi Sentral Retina
Sentral dari retina secara klinis dikenal sebagai macula, di mana terdiri dari 4 area konsentris,
dari yang paling dalam adalah foveolar (diameter 0,35 mm), fovea (diameter 1,5 mm), parafovea
(diameter 2,5 mm), dan perifovea (diameter 5-6 mm). Di foveolar tidak terdapat sel batang dan sel
S kerucut, lokasinya 3 mm dari temporal dan 1 mm inferior dari diskus optikus. Di foveolar dan
sekitar fovea, lapisan dalam dari retina akan tergeser perifer sehingga ketebalan retina di bagian
tersebut menjadi berkurang.17
Di fovea pit terdapat serat Henle, di mana serat Henle mengandung dua pigmen xanthofil
karotenoid, yaitu lutein dan zeaxanthin. Oleh karena itu, terbentuk warna kuning yang elips, di
kenal sebagai macula luea. Warna pada macula lutea berbeda di antara manusi, dan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti diet. Pigmen macula yang berkurang berhubungan
dengan patologis dari retina, contohnya pada degenerasi macular yang berhubungan dengan usia.
Pada pemeriksaan funduskopi dengan menggunakan ophthalmoscope akan memberikan gambaran
seperti Gambar 2.

Gambar 2. Gambaran funduskopi pada mata kanan


Sumber: https://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/retinopati-hipertensi/

11.1.4 Vaskularisasi Retina


Retina disuplai oleh dua arteri. Lima lapisan luar dari retina bersifat avaskular, dan sangat
tergantung pada suplai tidak langsung dari kapiler koroid. Lapisan yang lebih dalam mendapatkan
suplai langsung dari kapilar di mana merupakan cabang dari arteri dan vena sentralis retina. Arteri
sentralis retina masuk nervus optikus sebagai cabang dari arteri ophthalmicus 6,4 – 15,2 mm di

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


belakang bola mata, dan akan menuju hingga kepala dari nervus opticus, dengan menembus lamina
cribrosa. Di bagian ini, arteri sentralis di bagi merata menjadi cabang superior dan cabang inferior,
kemudia beberapa millimeter kemudian, di bagi lagi menjadi cabang nasal superior dan inferior, serta
cabang temporal superior dan inferior dengan memperdarahi masing-masing kuadran di retina.17
Zona yang bebas dari kapilar di fovea atau disebut sebagai FAZ (foveolar avascular zone).
Kapiler retina tersusun dari sel endotel, membrane basal dan perisit. Sel endotel berbentuk satu
lapisan sel dengan tight junction yang berperan dalam barrier darah-retina.10 Venula retina dan vena
akan mendrainase darah dari kepilar. Dari kapilar darah akan drainase terlebih dahulu ke venula kecil,
memiliki struktural yang mirip dengan kapiler, kemudian ke venula besar, di mana terdapat otot polos
yang kemudian masuk ke vena. Vena memiliki otot polos yang sedikit jumlahnya dan memiliki
dinding yang kurang elastis.18

11.2 Tekanan Intraokular


11.2.1 Definisi
TIO merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit glaukoma saat ini dan merupakan
satu-satunya faktor risiko yang dapat diterapi. TIO ditentukan oleh kecepatan produksi humor aquous,
tahanan terhadap aliran keluarnya humor aquous dari mata dan tekanan pada vena-vena episklera. 18
1. Pembentukan humor aquous
Humor aquous diproduksi oleh prosesus siliaris di corpus siliaris. Cairan ini dikeluarkan melalui
epitel ke dalam kamera okuli posterior. Selanjutnya akan mengalir dari kamera okuli posterior ke
kamera okuli anterior melalui pupil. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan tekanan dari
kedua ruangan tersebut Produksi humor aquous dapat menurun oleh karena umur, variasi diurnal,
dan olahraga. Faktor sistemik seperti hipotensi, menurunnya aliran darah ke badan siliaris,
hipothermia, dan asidosis juga dapat menyebabkan penurunan produksi humor aquous18
2. Aliran humor aquous
Humor aquous keluar dari mata melalui dua jalur. Jalur yang pertama yaitu melalui anyaman
trabekula. Sekitar 80% humor aquous keluar dari mata lewat anyaman trabekula ke dalam kanalis
Schlemm dan akhirnya menuju ke sirkulasi vena.19 Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas
jaringan kolagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan
dengan ukuran pori-pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi
otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran pori-pori di
anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase humor aquous juga meningkat. Aliran humor

10

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


aquous ke dalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular
siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan
12 vena aquous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. 18
Sekitar 20% humor aquous keluar lewat jalur yang kedua yaitu jalur uveosklera. Humor
aquous mengalir melewati korpus siliaris menuju ke ruang suprakhoroid untuk kemudian akan
ditarik keluar oleh sirkulasi vena yang ada di korpus siliaris, khoroid dan sklera. Tahanan utama
aliran keluar humor aquous dari bilik mata depan adalah jaringan jukstakanalisikular yang
berbatasan dengan lapisan endotel kanalis Schlemm, dan bukan sistem vena. Tekanan di jaringan
vena episklera menentukan nilai minimum tekanan intraokuler yang dapat dicapai oleh terapi
medis. Faktor yang mempengaruhi aliran humor aquous adalah usia, hormon kortikosteroid,
faktor genetik, miopia, diabetes mellitus, otot siliaris, dan obatobatan.18
3. Tekanan vena episklera
Tekanan vena epikslera merupakan tekanan dari vena-vena yang mengalirkan humor aquous
melewati anyaman trabekula. Tekanan vena episklera merupakan salah satu faktor yang juga
mempengaruhi TIO. Tekanan vena episklera normal berkisar antara 8-11,5 mmHg. Perubahan
posisi tubuh (duduk, berdiri, atau berbaring), kehamilan, terpapar air dingin, inhalasi oksigen,
hipotermi, dan α-adrenergic agonis merupakan faktor-faktor yang menaikkan atau menurunkan
TIO. Tekanan vena episklera relatif stabil, hal yang mempengaruhi tekanan vena episklera adalah
posisi tubuh dan penyakit bola mata. Kenaikan yang abnormal dari tekanan vena episklera dapat
menyebabkan kanalisis Schlemm kolaps dan meningkatnya hambatan aliran humor aquous. 18

11.2.2 Pemeriksaan Tekanan Intraokular


Tekanan intraocular terjadi karena keseimbangan antara produksi aqueous dan outflow.
Pemeriksaan TIO dapan menggunakan alat non kontak tonometry jenis tonometri ini tidak menyentuh
mata, tetapi menggunakan hembusan udara untuk meratakan kornea. Metode ini sering digunakan
sebagai cara sederhana untuk memeriksa TIO tinggi dan merupakan cara termudah untuk melakukan
pengujian pada anak-anak. Jenis tonometri ini tidak menggunakan obat tetes mata. Tekanan
intraocular yang normal bervariasi dalam sehari (irama sirkadian), denyut jantung, tekanan darah dan
respirasi. Tekanan intraocular akan meningkat pada pagi hari dan rendah pada siang dan sore hari.
Gambar 4. Terdapat banyak jenis tonometer lainnya yang dapat digunakan. Walaupun masing-
masing alat memiliki kelebihan dan kekurangan.10

11

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Gambar 4. Non Kontak Tonometri
(Sumber: http://www.millvalleyoptometry.com/comprehensive_exam )

11.3 Retinopati Diabetikum


11.3.1 Definisi
Retinopati diabetikum merupakan komplikasi mikrovaskular dari diabetes mellitus, di mana 1 dari
3 pasien diabetes mellitus akan menderita retinopati diabetikum. Retinopati diabetikum masih
merupakan penyebab buta pada usia produktif. Pada penderita dengan derajat yang berat, akan
mempengaruhi kualitas hidup dari pasien dan terjadinya penurunan fungsi fisik, emosional dan sosial.
Secara epidemiologis, kontrol gula darah, tekanan darah, dan kadar lipid yang optimal dapat
menurunkan risiko terjadinya retinopati diabetikum, serta memperlambat progresivitas dari retinopati
diabetikum.20
11.3.2 Klasifikasi Retinopati Diabetikum
Terdapat beberapa kategori pengelompokan dari retinopati diabetikum, salah satunya berdasarkan
pemeriksaan yang didapatkan secara klinis yaitu (1) background diabetic retinopathy (BDR), berupa
mikroaneurisme, dot and blot hemotthages, dan eksudat, ini merupakan tanda paling awal dari
retinopati diabetikum; (2) maculopathy diabetikum, merupakan klasifikasi yang menyatakan adanya
kelainan pada macula; (3) preproliferative diabetic retinopathy (PPDR), biasanya ditandai dengan
cotton wool spots (terjadi karena iskemik pada retina yang menyebabkan akumulasi dari debris
axoplasmic dalam sekitar serat saraf dan akson sel ganglion), intraretinal microvascular anomalies
(IRMA) dan deep retinal hemorrhages, kelompok ini sangat berisiko untuk berprogresif hingga

12

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


terbentuk neovaskular pada retina; (4) proliferative diabetic retinopathy (PDR), ditandai dengan
neovaskularisasi di discus dan/atau di fundus; (5) advanced diabetic eye disease, ditandai dengan
retinal detachment, perdarahan vitreous dan glaucoma neovaskular.21,22
Dari pertemuan tanda-tanda di atas, maka berdasarkan Studi Pengobatan Awal Retinopati
Diabetikum (SPARD) atau Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) dapat dibedakan
menjadi dua bagian besar, yaitu nonproliferative retinopati diabetikum atau nonproliferative diabetic
retinopathy (NPDR) dan proliferative retinopati diabetikum atau proliferative diabetic retinopathy
(PDR). Perbedaan dari kedua kelompok tersebut adalah dengan melihat adanya tanda
neovaskularisasi. Jika terdapat neovaskularisasi maka tergolong dalam proliferative retinopati
diabetikum. Klasifikasi dari retinopati diabetikum secara rinci akan di tampilkan dalam Tabel 2.1.
Edema macula diabetikum merupakan komplikasi yang penting, dan dibedakan dari kedua kelompok
di atas.20-22

Tabel 2.1 Klasifikasi Internasional dari Retinopati Diabetikum21


Retinopati Diabetikum
Temuan pada Opthalmoskopi yang Terdilatasi
(RD)
Tidak Retinopati Tidak tampak kelainan
Diabetikum
Nonproliferative Retinopati Hanya terdapat mikroaneurisma
Diabetukum ringan
Nonproliferative Retinopati Terdapat mikroaneunerisma dan tanda lain (seperti dot and
Diabetikum sedang blot hemorrhages, hard exudate, cotton-wool spots)
Nonproliferative Retinopati Nonproliferative RD sedang ditambah dengan:
Diabetikum berat - Hemorrhagik intraretinal (>20 di masing-masing kuadran)
- Venous beading (di dua kuadran)
- Abnormalitas mikrovaskular intraretinal (1 kuadran)
- tidak terdapat tanda retinopati proliferative
Proliferative Retinopati Nonproliferative RD berat dan 1 atau lebih dari tanda
Diabetikum dibawahi:
- neovaskularisasi
- perdarahan vitreous/preretinal

13

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


11.3.3 Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya retinopati, yang paling utama
adalah penyakit diabetes mellitus. Durasi diabetes mellitus merupakan faktor risiko terpenting dan
utama. Pada pasien yang terdiagnosis diabetes pada usia sebelum 30 tahun, insidensi untuk retinopati
diabetikum pada 10 tahun kemudian mencapai 50%, dan setelah 30 tahun mencapai sampai 90%.
Retinopati diabetikum jarang terjadi dalam 5 tahun setelah onset dari diabetes atau sebelum pubertas,
tetapi terdapat 5% penderita diabetes tipe 2 yang baru terdiagnosis telah menderita retinopati
diabetikum. Durasi diabetes ini merupakan prediktor kuat untuk penyakit yang proliferative daripada
maculopati. 20-22
Kontrol diabetes yang tidak optimal juga merupakan faktor risiko penting dalam terjadinya
retinopati diabetikum. Semakin cepat penanganan untuk mengontrol gula darah dengan optimal, maka
akan memberikan hasil yang lebih baik, dan dapat memperlambat terjadinya atau progresifnya
retinopati diabetikum. Pasien dengan DM tipe 1 yang telah kontrol gula darah dengan optimal
memiliki keuntungan yang lebih besar daripada DM tipe 2. Umumnya DM tipe 1 lebih sering
terdeteksi saat usia muda dan mendapatkan pengobatan yang lebih cepat, serta kontrol yang lebih
ketat sehingga progresivitas retinopati diabetikum dapat diperlambat. Sedangkan DM tipe 2 lebih
sering terdiagnosis telat, dan biasanya sudah terdapat komplikasi mikrovaskular.20,22
Hipertensi merupakan komorbiditi yang lebih sering terjadi bersama dengan diabetes tipe 2.
Tekanan darah harus dikontrol dengan baik, yaitu < 140/80 mmHg. Pengontrolan ketat pada tekanan
darah akan memberikan keuntungan pada pasien DM tipe 2 dengan makulopati. Penyakit
kardiovaskular dan stroke sebelumnya merupakan predisposisi untuk terjadinya retinopati diabetikum.
20-23

Nefropati yang berat akan juga memperberat retinopati diabetikum. Sebaliknya, pengobatan pada
penyakit ginjal (misalnya dengan transplantasi ginjal) akan memperbaiki retinopati dan memiliki
respons yang lebih baik terhadap fotokoagulasi. Faktor risiko lain yang juga dapat mempengaruhi
retinopati diabetikum, yaitu rokok, tindakan pembedahan katarak, obesitas dan anemia.22,23

11.3.4 Patogenesis dan Patofisiologi20,23-24


Mekanisme bagaimana diabetes dapat menyebabkan retinopati sampai saat ini masih tidak jelas,
tetapi terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan bagaimana proses dan
perjalanan dari penyakit tersebut.
Growth hormone tampaknya berperan dalam menyebabkan terbentuknya dan progresinya

14

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


retinopati diabetikum. Teori tersebut didapatkan berdasarkan kasus yang terjadi pada ibu paska
kehamilan dengan sindroma Sheehan, yaitu nekrosis yang terjadi pada kelenjar pituitary di mana
terjadi akibat perdarahan paskapersalinan. Pasien tersebut mengalami perbaikan dari retinopati
diabetikum setelah menananganin sindroma Sheehan.
Kelainan pada hematologis yang terdapat pada pasien diabetes seperti meningkatnya agregasi
eritrosit, deformitas eritrosit, meningkatnya agregasi trombosit, adhesi akan berisiko untuk
menyebabkan ketidaklancaran sirkulasi, kerusakan endotel dan oklusi pada kapiler fokal. Kejadian
tersebut menyebabkan iskemi pada retina yang akhirnya berkontribusi dalam terbentuknya retinopati
diabetikum.
Penyakit diabetes mellitus menyebabkan gangguan metabolisme glukosa sebagai hasil dari
menurunnya kadar atau aktivitas dari insulin. Peningkatan gula darah diperkirakan memberikan efek
negative pada fisiologis dan struktural dari kapiler retina sehingga terbentuk kelainan di pembuluh
darahnya. Peningkatan gula darah yang terus menerus akan menyebabkan metabolisme glukosa ke
jalur aldose reductase di beberapa jaringan, di mana jalur tersebut akan mengubah glukosa menjadi
alkohol (contohnya glukosa menjadi sorbitol, galaktosa menjadi dulsitol). Perisit dari kapiler retina
akan terpengaruhi oleh kadar sorbitol, di mana akan menyebabkan kehilangan dari fungsi utamanya,
yaitu autoregulasi dari kapiler retina. Oleh karena itu, dinding kapiler retina menjadi lemah dan
menjadi adanya mikroaneurisma. Inilah tanda paling awal yang dapat ditemukan pada retinopati
diabetikum. Jika mikroaneurisma menjadi pecah akan menghasilkan flame-shaped hemorrhages atau
di lapisan lebih dalam dari retina, yaitu dot and blot hemorrhages. Di temukan pada stadium yang
lebih lanjut dari nonproliferative retinopati diabetikum. Selanjutnya, dengan meningkatnya
permeabilitas dari pembuluh darah tersebut akan menyebabkan kebocoran cairan dan protein, yang
secara klinis akan tampak menjadi penebalan retina dan eksudat. Jika pembengkakkan dan eksudat
tersebut berada di macula, maka tajam penglihatan tersebut akan menurun dan terganggu.
Dengan berjalannya penyakit semakin kronis, kapiler retina yang rapuh, pecah, dan oklusia dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia. Infark pada serat saraf akan menyebabkan terbentuknya cotton-
wool spots, di mana terjadi akibat stasis dari aliran aksoplasmic. Semakin hipoksia pada mata, maka
akan terjadi mekanisme kompensasi untuk mencukupkan oksigen di jaringan. Akhirnya
mikrovaskular intraretina akan melalui remodeling pada pembuluh darah yang lama serta membentuk
pembuluh darah yang baru untuk mencukupkan kebutuhan oksigen pada jaringan tersebut. 20
Proses remodeling dan terbentuknya pembuluh darah baru disebut sebagai neovaskularisasi.
Neuvaskularisasi terjadi akibat jaringan yang mengalami hipoksia akan menstimulasi produksi dari

15

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


faktor vasoproliferatif, contohnya adalah vascular endothelial growth factor (VEGF). Matriks
ekstraselular awalnya akan dipecah oleh enzim protease, kemudian pembuluh darah baru muncul dari
venule retina dan mempenetrasi ke dalam membrane limiting interna dan membentuk jaringan kapiler
antara permukaan retina dan hialoid posterior. Pembuluh darah baru akan bertumuh di sepanjang
permukaan retina. Walaupun pembuluh darah tersebut jarang menyebabkan kompromais tajam
penglihatan, tetapi pembuluh darah tersebut rapuh dan permeabilitasnya tinggi. Oleh sebab itu,
pembuluh darah tersebut mudah pecah akibatnya terjadi perdarahan ke dalam ruang vitreous atau
ruang preretina.

11.3.5 Gejala Klinis


Umumnya pada stadium awal retinopati diabetikum, pasien lebih sering asimptomatik. Dengan
berkembangnya dan berlanjutnya penyakit, maka pasien dapat mengeluh keluhan seperti floater,
pandangan buram, distorsi, dan semakin lama penglihatan semakin berkurang. Pemeriksaan status
lokalis pada mata yang lengkap merupakan bagian yang penting untuk menegakkan diagnosis dari
retinopati diabetikum. Skrining dengan menggunakan ophthalmoscope juga memberikan prognosis
yang baik untuk mencegah berlanjutnya penyakit di daerah-daerah yang tidak memiliki dokter
spesialis mata. Tanda-tanda dari retinopati diabetikum akan dibahas satu per satu, guna untuk
mengetahui stadium dari retinopati diabetikum. Semakin awal stadium retinopati diabetikum
terdiagnosis, semakin baik prognosisnya karena dapat dilakukan penanganan lebih comprehensive
serta mengurangi risiko kehilangan penglihatan.18

11.3.6 Tatalaksana18, 20-22


Tatalaksana pada retinopati diabetikum perlu dilakukan secara komprehensif, dengan melibatkan
berbagai profesi seperti bagian penyakit dalam, bagian gizi, dokter mata, juga dokter keluarga.
Tatalaksana yang penting pada retinopati diabetikum adalah memberi edukasi kepada pasien akan
faktor risiko yang dapat memperburuk dan mempercepat progresifitas dari retinopati diabetikum.
Mengontrol gula darah dan menjada kadar HbA1c di rentangan 6-7% merupakan target tatalaksana
yang optimal pada diabetes dan retinopati diabetikum. Dari hasil studi menyatakan bahwa dengan
menurunnya 1% HbA1c dapat menurunkan risiko retinopati diabetikum sebesar 31% dan penurunan 10
mmHg tekanan darah sistolik juga menurunkan fotokoagulasi atau perdarahan vitreous sebesar 11%.
Dengan mengubah pola hidup seperti makan-makanan sehat dengan rendah indeks glycemic, dengan
semakin banyak beraktivitas, menggunakan obat antidiabetes baik oral atau suntik, dan kontrol gula

16

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


darah yang ketat akan memberikan hasil yang baik. Pioglitazone adalah obat antidiabetes yang harus
dihindari pada pasien dengan edema macula.
Selain mengontrol gula darah, faktor risiko lain seperti hipertensi dan hyperlipidemia juga harus di
jaga sesuai denga anjuran. Jika tekanan darah dan kadar lipid dapat mencapai optimal dan terus
dipertahankan, akan mengurangi progresivitas dari retinopati diabetikum. Pemeriksaan tekanan darah
di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk di lakukan, sehingga pemantauan tekanan darah dapat
dilakukan dengan lebih baik, untuk mencapai target, yaitu <140/90 mmHg. Pemberian obat
fenofibrate 200 mg sehari dapat mengurangi progresivitas dari retinopati diabetikum pada pasien DM
tipe 2, sehingga obat tersebut dapat diberikan. Selain fenofibrate, pemberian atorvastatin 10 mg per
hari, juga menunjukkan penurunan terapi laser tetapi tidak berefek pada progresivitas dari retinopati
diabetikum.
Merokok juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi progresivitas dari retinopati
diabetikum. Merokok berperan dalam terbentuknya nefropati tetapi bukan progresivitas pada nefropati
di pasien dengan DM tipe 1. Walaupun masih tidak terdapat hubungan yang jelas antara merokok
dengan retinopati. Merokok juga sangat penting dikaitkan dengan pasien DM tipe 1, karena sangat
berhubungan dengan mikroangiopati sebagai komplikasi yang awal muncul pada pasien DM tipe 1.
Secara studi, merokok menunjukan hubungan yang signifikan dan berperan dalam progresivitas untuk
berkembang menjadi retinopati diabetikum yang proliferative. Oleh sebab itu, berhenti merokok juga
harus diedukasikan kepada pasien karena sangat berbahaya. Pemeriksaan rutin untuk komplikasi dari
DM seperti pemeriksaan ginjal, jantung harus dilakukan untuk mencegah perburukan dari retinopati
diabetikum.
1. Tatalaksana Farmakologis
Obat yang dapat digunakan untuk pengobatan pada proliferative retinopati diabetikum (PRD)
dan edema macula diabetikum (EMD) berupa injeksi intravitreal anti-VEGF. Obat anti-VEGF
yang di gunakan secara klinis adalah ranibizumab, aflibercept, dan bevacizumab. Dari studi yang
dilakukan di Amerika Serikat, selama setahun pasien diberikan injeksi intravitreal, memberikan
hasil yang cukup baik. Visus awal pada pasien yang 20/32 atau 20/40 mengalami perbaikan dan
kemajuan sebesar 2 baris dengan menggunakan eye chart pada pemberian masing-masing 3 obat
tersebut yang berbeda. Namun, pada pasien dengan visus 20/50 atau yang lebih buruk saat awal
percobaan, pemberian aflibercept rata-rata mengalami kemajuan hampir 4 baris, bevacizumab
mengalami kemajuan 2,5 baris, sedangkan pemberian ranibizumab mengalami kemajuan hampir
3 baris.

17

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Aflibercept dan ranibizumab mengurangi edema pada macula lebih baik daripada
bevacizumab. Ranibizumab merupakan sediaan yang pertama kali disetujui untuk digunakan pada
pasien dengan retinopati diabetikum, khususnya pada pasien dengan edema macula diabetikum.
Indikasi untuk pengobatan dengan anti-VEGF adalah perdarahan vitreous persistent dengan
tujuan untuk menghindari vitrectomy, pengobatan awal rubeosis iridis, dan kontrol cepat pada
PRD yang berat untuk mencegah perdarahan.
2. Pengobatan dengan Laser
Sekali retinopati diabetikum terdiagnosis, maka pengobatan dengan laser fotokoagulasi
dikhususkan untuk dua komplikasi, yaitu neovaskularisasi retina (proliferative retinopati
diabetikum) dan edema macula. Sampai saat ini, laser fotokoagulasi merupakan pilihan utama
untuk pengobatan edema macula diabetikum, dengan menurunkan risiko kehilangan penglihatan
sebesar 50%. Panretinal laser fotokoagulasi merupakan cara yang terbaik untuk pengobatan
proliferative retinopati diabetikum. Jika terdapat regresi pembuluh darah dalam 3 bulan utama
terhadap fotokoagulasi, maka prognosis penglihatan biasanya sangat baik. Laser fotokoagulasi
panretina tidak diindikasikan pada NPRD yang ringan dan sedang, karena risiko progresif
menjadi proliferative sangat kecil. Sedangkan pada pasien dengan NPRD berat, perlu evaluasi
untuk pengobatan dengan laser fotokoagulasi. Laser fotokoagulasi dapat diindikasikan jika
terdapat tanda abnormal pada vena, abnormal pada mikrovaskular retina, dan meningkatnya
jumlah mikroaneurisma dan hemoragik serta ada tanda untuk berkembang menjadi PRD.10,13
Pada PRD, memerlukan pengobatan panretinal fotokoagulasi, perlu dilakukan informed
consent terlebih dahulu. Di mana pasien dengan pengobatan tersebut akan mengalamai gangguan
lapang pandang, sehingga pasien tidak diperbolehkan untuk membawa kendaraan. Penglihatan
saat malam hari dan warna juga akan terpengaruhi dan berubah. Kadang juga dapat dilakukan
anestesi pada mata. Ukuran spot yang rata-rata digunakan untuk panretinal fotokoagulasi adalah
dengan diameter sebersar 400 μm. Durasi yang diberikan dengan argon adalah 0,05 – 0,1 detik.
Saat ini, dengan laser yang baru maka durasi yang diberikan semakin pendek, yaitu 0,01 – 0,05
detik. 21,24

11.4 Hubungan laser fotokoagulasi dengan tekanan intraokular13,16


Mekanisme elevasi tekanan intraokular dianggap sebagai penutupan sudut sekunder terhadap
pembengkakan tubuh siliaris atau karena pencurahan cairan dari koroid ke vitreous dengan perpindahan
depan lensa diafragma lensa-iris. Pasien dengan glaukoma sudut terbuka atau sudut tertutup atau

18

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


glaukoma yang dicurigai dengan diabetik retinopati cenderung mengalami peningkatan risiko
peningkatan tekanan intraocular paska laser fotokoagul

11.4 Kerangka Teori


Diabetes
Melitus

Hipertensi

Riwayat penyakit kardiovaskular


& stroke

Faktor Resiko Nefropati

Patofisiologi Rokok

Riwayat operasi katarak

Obesitas

Anemia Floaters

Asimtomatik Pandangan
Gejala buram
Simtomatik
Diabetik Distorsi
Retinopati
Penglihatan
semakin↓

Ringan
Non
Sedang
Proliferative
Klasifikasi
Proliferative Berat

Injeksi Intravitreal anti


Farmakologi
VEGF

Terapi Power
Laser Durasi
Fotokoagulasi
 tembakan

Hubungan Tekanan Intraokular


19

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


11.5 Kerangka Konsep

Non
Proliferative
Diabetic
Retinopathy

Laser Fotokoagulasi

TIO Pre Laser TIO Pasca Laser

20

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


12 Rencana Penelitian19,25

21

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


12.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yakni sebuah
penelitian yang hanya melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan. Apabila didasarkan
pada waktu, penelitian ini termasuk penelitian cross-sectional, di mana peneliti melakukan observasi atau
pengukuran variabel pada satu saat tertentu.

12.2 Tempat dan Waktu penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di RS KMN Kebon Jeruk dan RS KMN Kemayoran periode

12.3 Populasi dan Sampel Penelitian


12.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian merupakan sejumlah besar subjek yang mempunyai karakteristik tertentu. Populasi
dalam penelitian ini adalah setiap pasien non proliferative diabetic retinopati yang melakukan tindakan
lsedr fotokoagulasi.
12.3.2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat
mewakili populasinya. Sampel yang ingin diteliti telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan terpilij
melalui suatu cara pemilihan sampel.
12.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Inklusi:
1) Pasien diabetik retinopati stage Non Proliferative Diabetic Retinopathy Severe sampai
Proliferative Diabetic Retinopathy
2) Menjalankan terapi fotokoagulasi
3) Pasien belum pernah mendapatkan terapi laser sebelumnya
b. Eksklusi
1) Hipertensi tanpa pengobatan
2) Pasien dengan ablasio retina, glaukoma, atau penyakit mata lain yang relevan secara klinis
yang dapat mempengaruhi pemeriksaan efek dari terapi.
3) Pasien dengan riwayat operasi okular dalam 3 bulan terakhir.
4) Pemakaian obat steroid jangka panjang yang dapat mempengaruhi tekanan intraokular
5) Kondisi mata yang tidak dapat dilakukan laser fotokoagulasi (mata merah, infeksi,

22

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


peradangan, TIO tinggi)
12.4 Sampling
Sampling merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mendapatkan sampel yang representatif terhadap
populasi penelitian. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara berurutan
(consecutive sampling), yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam
penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi.
12.4.1 Besar Sampel
Penentuan besar sampel pada penelitian cross sectional ini digunakan rumus penghitungan sampel untuk
data analitik kategorik, yaitu:
(𝑍𝑎)2 𝑝𝑞
𝑛=
𝑑2
n= jumlah sampel
Z𝑎= tingkat kemaknaan (ditetapkan peneliti)
P= proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari (dari kepustakaan)
d= derajat kesalahan yang masih dapat diterima (ditetapkan peneliti)
Dari kepustakaan diperoleh data bahwa prevalensi diabetik retinopati sebesar 33,4 %. Tingkat
kemaknaan yang digunakan adalah 1,96 dan derajat kesalah yang masih dapat diterima (d) yang
digunakan adalah 0,10, sehingga perhitungan sampel adalah sebagai berikut:
(1,96)2 . 0,34.0,67
𝑛=
(0,1)2
𝑛= 84,9 dibulatkan menjadi 85 orang
12.5 Bahan, alat dan cara pengambilan data
12.5.1 Alat dan bahan
1. Rekam Medik
2. Formulir Penelitian
12.5.2 Prosedur Pemeriksaan Tekanan Intraokular
a. Menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien
b. Mengatur ketinggian alat non kontak tonometri sehingga posisi pesien tepat
c. Pasien diharapkan untuk tidak berkedip atau menghindar apabila ada hembusan udara
mengenai matanya
d. Dibaca tekanan hasil pada layar monitor tekanan tersebut merupakan TIO dalam mmHg.

23

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


12.5.3 Prosedur Laser Fotokoagulasi
1. Alat dan bahan
a. Laser fotokoagulasi (Mesin A.R.C Laser)
b. Obat anastesi topikal dengsan tetes mata Pantocaine (tetracaine 2%)
2. Prosedur pemeriksaan
a. Pemberian terapi laser fotokoagulasi dilakukan oleh 1 (satu) orang dokter spesialis mata
yang memiliki kompetensi melakukan tindakan laser fotokoagulasi.
b. Laser fotokoagulasi dengan ditetesi terlebih dahulu anastesi topikal dengan tetes mata
pantocaine (teteracaine 2%) terlebih dahulu.
c. Parameter laser yang digunakan dan jumlah tembakan yang ditulis dalam formulir penelitian.
12.6 Variabel penelitian
12.6.1 Variabel terikat: Tekanan intraokuler
12.6.2 Variabel bebas: Laser fotokoagulasi

12.7 Dana Penelitian


Perkiraan dana penelitian yaitu:
Transportasi: Rp.500.000,-
Alat tulis (print, cover, formulir penelitian): Rp. 500.000,-

12.8 Analisis Data


Analisa data yang digunakan adalah teknik Dependent Sample T-Test atau sering diistilahkan
dengan Paired Sample T-Test adalah jenis uji statistika yang bertujuan untuk membandingkan
rata-rata dua grup yang saling berpasangan. Sampel berpasangan dapat diartikan sebagai sebuah
sampel dengan subjek yang sama namun mengalami 2 perlakuan atau pengukuran yang berbeda,
yaitu pengukuran yang berbeda, yaitu pengukuran sebelum dan sesudah dilakukan sebuat
treatment.

24

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


12.9 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala


Diabetik Suatu kelainan retina Rekam 1 Non Kategorik
yang ditemukan pada
Retinopati medik Proliferative RD
penderita diabetes
melitus berat
2 Proliveratife RD
Tekanan Tekanan intraocular yang Rekam 1 1-5 Numerik
2 6-10
intraokular diukur sebelum dan medik
3 11-15
sesudah treatment laser 4 16-20
5 21-25
6 26-30
Power Kekuatan yang Rekam 1 200 Numerik
2 210
digunakan pada saat medik
3 220
pelaksanaan treatment 4 230
5 240
laser.
6 250
Durasi Lama waktu pelaksanaan Rekam Numerik
treatment laser medik

 tembakan Jumlah tembakan yang Rekam 1 100-200 Numerik


2 201-300
dilakukan pada saat medik
3 301-400
pelaksanaan treatment 4 401-500
5 501-600
laser
6 601-700
7 701-800

25

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Usia Usia pasien yang Rekam 1 20-30 Numerik
2 31- 40
terdiagnosis menderita medik
3 41-50
diabetik retinopati 4 51-60
5 61-70
6 71-80

Jenis kelamin Jenis kelamin pasien Rekam 1 Laki-laki Kategorik


yang terdiagnosis medik 2 Perempuan
menderita diabetik
retinopati

26

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


13 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Bulan (Tahun 2017-2018)


Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agustus Sept
1 Studi
Pustaka
2 Persiapan alat
dan bahan
penelitian
3 Penelitian
4 Penulisan

27

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


14 Persyaratan Etik

Implikasi Etik Eksperimental pada Manusia

14.1 Anonimity (tanpa nama)


Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dangan cara tidak memberikan nama
responden pada lembar alat ukur. Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode.
14.2 Confidentiality (kerahasiaan)
Merupakan masalah etika dangan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi
maupun masalah – masalah lainnya. Kerahasian informasi responden dijamin peneliti hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
14.3 Jika ada efek samping

Jika tio meningkat diberi timol 0,5% 2x

28

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


15 Daftar Pustaka.

1. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes. Diabetes

Care 2004; 27: 1047-53. 


2. Kemenkes RI. Infodatin Diabetes. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta: 2014

3. Slamet, Kecendrungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes. Jakarta. FKUI. 2011

4. Sya’baniyah UN, Andayani G, Djatikusumo A. Prevalensi dan faktor risiko retinopati


diabetik pada pasien diabetes mellitus berdasarkan skrining fotografi fundus di RS Cipto
Mangunkusumo November 2010-

5. Oktober 2011. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Mata. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, 2012.

6. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga: “Retinopati Diabetes Melitus”. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia, 2008: 218-219. 


7. Sitompul, Ratna. Retinopati Diabetik. Departemen Ilmu Kesehatan Mata. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2011. 


8. Suyono, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Diabetes melitus di Indonesia. (Edisi 4

jilid III). Balai Penerbit FK UI, Jakarta, Indonesia, 2006. 


9. Victor, A.A. Retinopati Diabetik, Penyebab Utama Kebutaan Diabetes. 2008. Tersedia di:
http://nasional.kompas.com/read/2008/08/15/0534
4587/retinopati.diabetik.penyebab.utama.kebutaan .diabetesi. Di akses pada 4 November
2018

10. Sri Basuki, Penatalaksanaan Diabetes Dengan Pendekatan Keluarga. Jakarta FKUI.
2009

29

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


11. Ferris FL 3rd, Podgor MJ, Davis MD. Macular edema in diabetic retinopathy study
patients. diabetic retinopathy study report number 12. Ophthalmol. 1987;94(7):754-60.

12. Shimura M, Yasuda K, Nakazawa T, Tamai M. Visual dysfunction after panretinal


photocoagulation in patients with severe diabetic retinopathy and good vision. Am J
Ophthalmol. 2005;140(1):8-15.

13. Nagpal M, Marlecha S, Nagpal K. Comparison of laser photocoagulation for diabetic


retinopathy using 532-nm standard laser versus multispot pattern scan laser. RETINA
2010;30(3):452-8.

14. Talu SD. Researches concerning the use of the diode laser (810 nm) in the treatment of
the diabetic retinopathy. 1 st International Conference on Advancements of Medicine and
Health Care through Technology. Cluj-Napoca, Romania., 2007.

15. Sangeeta A, Amit K.P, Ramyash SY, Ram KJ, Shweta G. Varaibility of IOP following
laser photocoagulation used in the treatment of diabetic retinopathy. nt Surg J. 2017
Oct;4(10):3433-3440

16. Birinci H, Abidinoglu MR, Oge I. Anterior chamber depth and intraocular pressure
following parential argon laser photocoagulation for diabetic retinopathy. Ann Saudi
Med. 2006 Jan-Feb; 26(1): 73–75.

17. Douglas RH, Lawrenson JG. Eye. In: Standring S, editors. Gray’s Anatomy The
Anatomical Basis of Clinical Practice. 41st Ed. London: Elsevier; 2016.

18. International Council of Ophthalmology. Updated 2017 ICO Guidelines for Diabetic Eye
Care. January 2017.

19. Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung ALFABETA.
2009

30

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


20. The Royal Collefe of Ophthalmologists. Diabetic Retinopathy Guidelines. London; 2012.

21. Corcostegui B, Duran S, Olga MGA, Hernandez C, Maria JRM, Salvador J, et al. Update
on Diagnosis and Treatment of Diabetic Retinopathy: A Consensus Guideline of the
Working Group of Ocular Health (Spanish Society of Diabetes and Spanish Vitreous and
Retina Society). Hindawi Journal of Ophthalomology. 2017. Article ID 8234186.
Tersedia di : https://doi.org/10.1155/2017/8234186

22. Bhavsar AR, Atebara NH, Drouilhet JH. Diabetic retinopathy. Medscape. 2017.

23. Suyono. Patofisiologi Diabetes Militus. Jakarta. FKUI.2011

24. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 8th Ed. China:
Elsevier; 2016.

25. Notoatmojo,S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
2012

31

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Anda mungkin juga menyukai