Anda di halaman 1dari 16

SEMINAR MANAJEMEN KEUANGAN

MANAJEMEN MODAL KERJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

DOSEN PENGAMPU

Dr. HAMDI AGUSTIN, SE.,MM

DISUSUN OLEH:

HERU ARMANDA

AHMAD HIDAYAT

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

FAKULTAS EKONOMI

MANAJEMEN

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia usaha, peningkatan kegiatan usaha selalu menghadapi masalah-masalah pelik.
Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh pemimpin atau pemilik perusahaan ialah
menyediakan modal kerja yang diperlukan untuk menunjang kegiatan-kegiatan dalam
perusahaan. Pimpinan perusahaan harus selalu aktif meneliti sumber-sumber dan penggunaan
modal kerja agar perusahaan selalu tercukupi. Modal kerja dapat diperoleh dari hasil operasional
perusahaan maupun dari luar. Kegagalan memperoleh modal kerja akan menimbulkan hambatan,
meski hal itu juga turut dipengaruhi oleh faktor pengelolaan dalam meningkatkan mutu produksi
dan faktor lain yang sifatnya eksternal.

Peran modal kerja sangat penting bagi setiap perusahaan, misalnya salah satu peranan modal
kerja ialah menjamin kontinuitas perusahaan. Namun, pada dasarnya, modal kerja dan modal
memiliki hubungan yang sangat erat. Modal, disamping kontinuitas, juga menjaga likuiditas
perusahaan. Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk menguraikan perbedaan antara modal
dan modal kerja. Uraian berikutnya, akan membahas materi yang berhubungan dengan modal
kerja. Uraian akan meliputi, pembahasan mengenai pengertian modal kerja, konsep serta
komponennya, klasifikasi modal kerja, jenis-jenis kebijakan, perhitungan perputaran modal,
penentuan besarnya modal keja, konsep zero working capital, serta prinsip modal kerja menurut
perspektif Islam.

B. Rumusan Masalah

Dari makalah yang kami buat ini, yang dapat kami paparkan adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian modal dan modal kerja ?

2. Apa saja konsep-konsep modal kerja dan komponennya?

3. Apa modal kerja permanen dan variabel itu?

4. Apa saja jenis-jenis kebijakan modal kerja ?

5. Bagaimana perhitungan perputaran modal kerja itu?


6. Bagaimana cara menentukan besarnya modal kerja ?

7. Apa konsep modal kerja nol (zero working capital) ?

8. Bagaimana prinsip modal kerja menurut perspektif islam ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Modal dan Modal Kerja

1. Pengertian Modal

Sebelum pembahasan tentang modal kerja secara spesifik, terlebih dahulu perlu dilakukan
penjelasan tentang modal, karena modal merupakan faktor produksi yang harus dimiliki oleh
perusahaan agar aktifitasnya dapat berjalan dengan lancar. Modal dalam pengertian klasik berarti
hasil produksi yang digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya. Dalam konteks ini modal
diterjemahkan secara fisik (physical oriented). Pada perkembangan selanjutnya, pengertian
modal mengalami pergeseran dari sifat fisik menjadi non fisik (non physical oriented). Dalam
pengertian ini modal ditekankan pada nilai, daya beli atau kekuasaan memakai atau
menggunakan yang terkandung dalam barang-barang modal.[1]

2. Pengertian Modal Kerja

Suatu analisis modal kerja adalah penting, baik bagi analisis internal maupun bagi analisis
eksternal, oleh karena ada hubungan yang erat antara modal kerja dan kegiatan sehari-hari
perusahaan.

Apabila pengurusan modal kerja tidak dilakukan sebagai mana mestinya, maka hal itu dapat
menyebabkan kegagalan perusahaan. Ada dua definisi mengenai modal kerja:

a. Modal kerja adalah selisih lebih antara aktiva lancar dan utang lancar.

b. Modal kerja adalah aktiva lancar.[2]

Modal kerja (working capital) adalah investasi perusahaan dalam jangka pendek yang melekat
pada aktiva lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan. Modal kerja bersih
(net working capital) adalah selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar atau jumlah aktiva
lancar di atas hutang lancar. Termasuk dalam hutang lancar adalah hutang dagang, hutang bank,
hutang promis, hutang upah, hutang pajak dan hutang jangka pendek lainnya.[3]

Dalam operasinya, perusahaan selalu membutuhkan dana harian misalnya untuk membeli bahan
mentah, membayar gaji karyawan, membayar rekening listrik, membayar biaya transportasi,
membayar hutang dan sebagainya. Dana yang dialokasikan tersebut diharapkan akan diterima
kembali dari hasil penjualan produk yang dihasilkan dalam waktu yang tidak lama (kurang dari
setahun). Uang yang diterima tersebut dipergunakan lagi untuk kegiatan operasi perusahaan
selanjutnya, dan seterusnya dana tersebut berputar selama perusahaan masih beroperasi. Dana
yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari disebut modal
kerja (working capital).

Manajemen modal kerja (working capital management) merupakan manajemen dari elemen-
elemen aktiva lancar dan elemen-elemen hutang lancar. Kebijkan modal kerja (working capital
policy) menunjukkan keputusan-keputusan mendasar mengenai target masing-masing elemen
(unsur) aktiva lancar dan bagaimana aktiva lancar tersebut dibelanjai. Tujuan manajemen modal
kerja adalah mengelola aktiva lancar dan hutang lancar sehingga diperoleh modal kerja neto
yang layak dan menjamin tingkat likuiditas perusahaan. Dengan demikian dapat dikemukakan
bahwa perhatian utama dalam manajemen modal kerja adalah pada manajemen aktiva lancar
perusahaan, yaitu kas, sekuritas, piutang dan persediaan serta pendanaan (terutama kewajiban
lancar atau jangka pendek) yang diperlukan untuk mendukung aktiva lancar.[4]

B. Konsep-konsep modal kerja dan komponennya

Pengertian modal kerja di atas masih umum sehingga masih mengalami kesulitan untuk
menetapkan elemen-elemen modal kerja. Untuk memudahkan dalam menetapkan elemen-elemen
modal kerja, dikenal 3 konsep modal kerja, yaitu:

1. Konsep kuantitatif

Modal kerja menurut konsep kuantitatif adalah jumlah keseluruhan aktiva lancar yang disebut
juga modal kerja bruto (gross working capital). Umumnya elemen-elemen dari modal kerja
kuantitatif meliputi kas, surat-surat berharga (sekuritas), piutang persediaan.

2. Konsep kualitatif

Pada konsep ini modal kerja dihubungkan dengan besarnya hutang lancar atau hutang yang
segera harus dilunasi. Sebagai aktiva lancar dipergunakan untuk melunasi hutang lancar seperti
hutang dagang, hutang wasel, hutang pajak, dan sebagian lagi benar-benar dipergunakan untuk
membelanjai kegiatan operasi perusahaan. Dengan demikian modal kerja menurut konsep
kualitatif merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancar yang juga disebut modal kerja
neto (net working capital).

3. Konsep fungsional

Konsep fungsional mendasarkan pada fungsi dana yang digunakan untuk memperoleh
pendapatan. Setiap dana yang dialokasikan pada berbagai aktiva dimaksudkan untuk
memperoleh pendapatan (income), baik pendapatan saat ini (current income) maupun
pendapatan masa yang akan datang (future income). Konsep modal kerja fungsional merupakan
konsep mengenai modal yang digunakan untuk menghasilkan current income.

Untuk memperoleh gambaran ketiga konsep modal kerja tersebut dapat dilihat pada contoh
berikut:

PT “LANCAR”

Neraca Per 31

Desember 1999 (rupiah)

Kas dan Efek 20.000.000

Piutang Dagang 60.000.000

Persediaan 80.000.000

Total Aktiva Lancar 160.000.000

Mesin 70.000.000

Penyusutan Mesin (14.000.000)

Gedung 120.000.000

Penyusutan Gedung (24.000.000)

Total Aktiva 312.000.000

Hutang dagang 40.000.000

Hutang wesel 25.000.000

Hutang lainnya 35.000.000

Total Hutang 100.000.000

Modal Sendiri (MS):

Modal Saham 200.000.000

Laba Ditahan 12.000.000

Total Hutang & MS 312.000.000


Dari data di atas dapat dihitung:

1. Modal Kerja Kuantitatif:

Kas dan Efek Rp. 20.000.000

Piutand Dagang Rp. 60.000.000

Persediaan Rp. 80.000.000

Modal kerja bruto Rp. 160.000.000

2. Modal Kerja Kualitatif:

Total aktiva lancar Rp. 160.000.000

Total hutang lancar Rp. 100.000.000

Modal kerja neto Rp 60.000.000

Berdasarkan contoh diatas, apabila disertai informasi tentang marjin laba sebesar 25% dan surat-
surat berharga (efek-efek) sebesar Rp 12.000.000 maka:[5]

3. Modal kerja fungsional adalah terdiri dari:

a. Modal kerja riil:

Kas Rp 8.000.000

Piutang Dagang (75%) Rp 45.000.000

Persediaan Rp 80.000.000

Penyusutan Mesin Rp 14.000.000

Penyusutan Gedung Rp 24.000.000

Modal Kerja Riil Rp 171.000.000

b. Modal kerja potensial:

Efek-efek Rp 12.000.000

Marjin laba Piutang (25%) Rp 15.000.000

Modal Kerja Potensial Rp 27.000.000


c. Sedangkan yang termasuk bukan Modal Kerja dalam konsep fungsional:

Mesin Rp 7.000.000

Gedung Rp 120.000.000

Bukan Modal Kerja Rp 127.000.000

C. Modal kerja permanen dan variabel

1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)

Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada
pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya. Atau dengan kata lain modal kerja yang
secara terus-terusan diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanent working capital ini dapat
dibedakan dalam :[6]

a. Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) yaitu jumlah modal kerja minimum yang
harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.

b. Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan
untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal. Pengertian “normal” di sini adalah dalam
artian yang dinamis. Apabila suatu perusahaan misalnya selama 4 atau 5 bulan rata-rata per
bulannya mempunyai produksi 1000 unit maka dapat dikatakan luas produksi normalnya adalah
1000 unit. Apabila kemudian ternyata bahwa selama 4 atau 5 bulan berikutnya luas produksi
rata-rata per bulannya 2000 unit, maka luas produksi normalnya disinipun berubah menjadi 2000
unit.

2. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)

Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-
ubah sesuai dengan perubahan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara:

a. Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya
berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim.

b. Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-
ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur.

c. Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital) yaitu modal kerja yang besarnya
berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya
pemogokan buruh, banjir, perobahan keadaan ekonomi yang mendadak).

D. Jenis-jenis kebijakan modal kerja


Setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam mencapai tujuannya. Untuk mencapai
tujuan perusahaan, kebijakan dalam pengelolaan modal kerja juga berbeda ada 3 tipe kebijakan
modal kerja yang kemungkinan digunakan oleh perusahaan, yaitu:[7]

1. Kebijakan konservatif

Kebijakan modal kerja konservatif merupakan manajemen modal kerja yang dilakukan secara
hati-hati. Pada kebijakan konservatif ini model kerja permanen dan sebagian modal kerja
variabel dibelanjai dengan sumber dana jangka panjang, sedangkan sebagian modal kerja
variabel lainnya dibelanjai dengan sumber dana jangka pendek.

2. Kebijakan agresif

Pada kebijakan ini sebagian modal kerja permanen dibelanjai dengan sumber dana jangka
panjang, sedangkan sebagian modal kerja permanen dan modal kerja variabel dibelanjai dengan
sumber dana jangka pendek.

3. Kebijakan moderat

Pada kebijakan ini aktiva yang bersifat tetap yaitu aktiva tetap dan modal kerja permanen
dibelanjai dengan sumber dana jangka panjang, sedangkan modal kerja variabel dibelanjai
dengan sumber dana jangka pendek. Kebijakan moderat mencerminkan kebijakan manajemen
yang konservatif sekaligus agresif. Kebijakan ini memisahkan secara tegas bahwa kebutuhan
modal kerja yang sifatnya tetap dibelanjai dengan sumber modal yang permanen atau sumber
dana yang berjangka panjang. Sumber modal yang permanen seperti saham, sedangkan sumber
modal yang berjangka panjang yang lain adalah obligasi (hutang jangka panjang).

E. Penghitungan perputaran modal kerja

Bedasarkan metode ini maka besarnya kebutuhan modal kerja ditentukan oleh perputaran dari
komponen-komponen (elemen-elemen) modal kerja yaitu perputaran kas, perputaran piutang dan
perputaran persediaan. Perputaran kas berputarnya kas menjadi kas kembali. Seperti halnya
perputaran modal, maka yang dimaksud dengan kas berputar satu kali berarti bahwa sejak kas
tesebut digunakan untuk proses produksi (barang dan jasa) dan akhinya mrenjadi kas kembali.
Demikian pula perputaran piutang dan persediaan, yaitu waktu yang diperlukan dari piutang atau
persediaan menjadi piutang atau persediaan kembali.[8]

Contoh:

Sebuah perusahaan memiliki Neraca dan Laporan Laba Rugi sebagai berikut:
Perusahan “ RIZKI JAYA”

Neraca per 31 Desember 2000

(dalam ribuan rupiah)

Kas

Piutang dagang

Persediaan

Aktiva tetap

Total aktiva

462.000

1.925.000

2.300.000

10.437.500

15.125.000

Hutang dagang

Hutang bank

Hutang wesel

Hutang jk panjang

Modal saham

Laba ditahan

Hutang & modal sendiri

1.375.000
437.000

875.000

4.500.000

4.750.000

3.187.000

15.125.000

Perusahaan “RIZKI JAYA”

Laporan Laba Rugi 2000

(dalam ribuan rupiah)

Penjualan Rp 60.000.000

Harga Pokok Penjualan 42.500.000

Laba Bruto 17.500.000

Biaya Operasi 6.250.000

Laba Sebelum Bunga (EBIT) 11.250.000

Bunga 3.750.000

Laba Sebelum Pajak (EBT) 7.500.000

Pajak 30% 2.250.000

Laba Setelah Pajak (EAT) Rp 5.250.000

Dan laporan keuangan diatas dapat dihitung perputaran dari tiap elemennya:

Perputaran kas = = 130 kali

Perputaran piutang = = 31 kali

Perputaran persediaan = = 18 kali

Catatan: Kas, piutang, dan persediaan dihitung rata-ratanya, namun karena tidak ada awal dan
akhir maka besarnya kas, piutang dan persediaan adalah data yang tercantum pada neraca (tanpa
dicari rata-ratanya).
Setelah perputaran setiap elemen modal kerja di ketahui selanjutnya dihitung periode terkaitnya
elemen modal kerja dan hasilnya dijumlahkan menjadi periode terikatnya modal kerja
(diasumsikan 1 tahun= 360 hari).

Periode terikatnya.modal kerja adalah sebagai berikut:

Kas = 360/130 = 3 hari

Piutang = 360/31 = 12 hari

Persediaan = 360/18 = 20 hari

Jumlah = 35 hari

Dengan demikian Periode terikatnya.modal kerja secara keseluruhan adalah 35 hari, sehingga
perputaran modal kerja adalah 360/35 x 1kali = 10 kali. Apabila pada tahun 2000 perusahaan
diperkirakan akan mampu menjual produknya seharga Rp75.000.000, maka kebutuhan modal
kerjanya = Rp 75.000.000/10= Rp7.500.000.

F. Penentuan besarnya modal

Besarnya modal kerja baik bersifat permanen ataupun variabel perlu ditentukan dengan baik agar
efektif dan efisien. Penggunaan modal kerja yaang tidak direncanakan dengan baik
mengakibatkan modal kerja yang ada tidak digunakan sesuai dengan kebijakan yang ada.[9]

Besar kecilnya kebutuhan modal kerja terutama tergantung kepada 2 faktor yaitu:

1. Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja, dan

2. Pengeluaran kas rata-rata setiap harinya.

Dengan jumlah pengeluaran setiap harinya yang tetap, tetapi dengan makin lamanya periode
perputarannya, maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan adalah makin besar.

Demikian pula halnya dengan periode perputaran yang tetap, dengan makin besarnya jumlah
pengeluaran kas setiap harinya, kebutuhan modal kerjapun makin besar. Periode perputaran atau
periode terikatnya modal kerja adalah merupakan keseluruhan atau jumlah dari periode-periode
yang meliputi jangka waktu pemberian kredit beli, lama penyimpanan bahan mentah digudang,
lamanya proses produksi, lamanya barang jadi disimpan digudang dan jangka waktu penerimaan
piutang. Sedangkan pengeluaran setiap harinya merupakan jumlah pengeluaran kas rata-rata
setiap harinya untuk keperluan pembelian bahan mentah, bahan pembantu, pembayaran upah
buruh, dan biaya-biaya lainnya.
Apabila perusahaan hanya menjalankan usaha satu kali saja maka kebutuhan modal kerja cukup
sebesar modal kerja yang dikeluarkan selama satu periode perputaran saja. Tetapi pada
umumnya perusahaan didirikan tidak dimaksudkan untuk menjalankan usaha satu kali saja,
melainkan untuk seterusnya dan di mana setiap hari ada aktivitas usaha. Bagi perusahaan yang
disebutkan terakhir ini dengan sendirinya kebutuhan modal kerjanya tidak cukup hanya sebesar
apa yang diperlukan selama satu periode perputaran saja, melainkan sebesar jumlah pengeluaran
setiap harinya dikalikan denga periode perputarannya.

Contoh: Sebuah perusahaan memiliki data mengenai modal kerja sebagai berikut:

Periode perputaran:

Lamanya proses produksi = 3 hari

Lamanya barang disimpan dalam gudang = 8 hari

Lamanya waktu peneriman piutang =15 hari

Periode perputaran modal kerja = 26 hari

Pengeluaran setiap harinya

Bahan mentah = Rp 350.000,-

Bahan pendukung = Rp 150.000,-

Upah tenaga kerja = Rp 250.000,-

Pengeluaran lain-lain = Rp 115.000,-

Total pengeluaran harian = Rp 865.000,-

Jadi jumlah modal kerja yang dibutuhkan untuk menjalankan aktivits perusahan adalah sebesar
26 hari x Rp 865.000,- = Rp 22.490.000,- untuk setiap bulannya.

Jika ada ketentuan jumlah kas minimal yang harus disediakan misalnyaa sebesar Rp 500.000,-
maka besar modal kerja yang harus disediakan adalah sebesar Rp 22.490.000,- + Rp 500.000,- =
Rp 22.990.000.[10]

G. Konsep modal kerja nol (zero working capital)

Modal kerja merupakan komponen yang harus ditangani secara hati-hati. Karakteristik yang
demikian membuat munculnya suatu konsep yang diajukan oleh para analisis financial dengan
nama Zero Working Capital.
Pendukung konsep modal kerja nol menyatakan bahwa suatu gerakan ke arah sasaran ini tidak
hanya menghasilkan uang kas, tetapi juga mempercepat produksi dan membantu perusahaan
melakukan penyerahan lebih tepat waktu dan beroperasi secara lebih efisien. Modal kerja =
persediaan + piutang – utang. Pengelolaan aktiva lancar salah satunya menggunakan konsep
modal kerja nol. Konsep tersebut adalah:

Persediaan dan piutang usaha adalah kunci untuk mengadakan penjualan, tetapi persediaan dapat
dibiayai oleh pemasok melalui utang usaha.

Faktor yang paling penting dalam konsep modal kerja nol adalah meningkatkan kecepatan.
Mencapai modal kerja nol mengharuskan setiap pesanan dan bagian produk bergerak pada
kecepatan maksimum, yang umumnya berarti mengganti kertas dengan data elektronik.

H. Prinsip modal kerja menurut perspektif Islam

Pembiayaan modal kerja syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada
perusahaan untuk mebiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasakan prinsip-prinsip syariah.
Jangka waktu pembiayaan modal kerja syariah maksimal 1 tahun dan dapat diperpanjang sesuai
dengan kebutuhan. Perpanjangan fasilitas pembiayaan modal kerja dilakukan atas dasar hasil
analisis terhadap debitur dan fasilitas pembiayaan secara kesuluruhan. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan analisis pemberian pembiayaan antara lain adalah; jenis usaha,
skala usaha, tingkat kesulitan usaha yang dijalankan dan karakter transaksi dalam sektor usaha
yang akan dibiayai. Adapun akad-akad yang dapat digunakan dalam proyek ini antara lain : (1)
Mudharabah, (2) istishna, (3) salam, (4) Murabahah, dan (5) ijarah.

1. Mudharabah

Mudharabah adalah Akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik
dana/shahibul mal) menyediakan seluruh dana sedangkan pihak kedua (pengelola
dana/mudharib) bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

2. Murabahah

Pembiayaan persediaan dalam usaha produksi terdiri dari biaya pengadaan bahan baku dan
penolong. Melalui proses produksi, bahan baku tersebut akan menjadi barang setengah jadi,
kemudian menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Apabila barang jadi tersebut dijual dengan
kredit, maka akan berubah menjadi piutang, dan melalui proses collection akan berubah menjadi
kas kembali. Pembiayaan ini juga dapat diberikan kepada nasabah yang hanya membutuhkan
dana untuk pengadaan bahan baku dan bahan penolong. Sementara itu, biaya proses produksi
dan penjualan, seperti upah tenaga kerja, biaya pengepakan, biaya distribusi, serta biaya-biaya
lainnya dapat ditutup dalam jangka waktu sesuai dengan lamanya perputaran modal kerja
tersebut, yaitu dari pengadaan persediaan bahan baku, sampai terjualnya hasil produksi, dan hasil
penjualan diterima dalam bentuk tunai (cash).

3. Istishna’

Melalui fasilitas ini bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati kedua
belah pihak (biasanya sebesar biaya pro-duksi ditambah keuntungan bagi produsen, tetapi lebih
rendah dari harga jual) dan dengan pembayaran di muka secara bertahap, sesuai dengan tahap-
tahap proses produksi. Setiap selesai satu tahap, bank meneliti spesifikasi dan kualitas work in
process tersebut, kemudian melakukan pembayaran untuk proses tahap berikutnya, sampai tahap
akhir dari proses produksi tersebut hingga berupa bahan jadi. Dengan demikian, kewajiban dan
tanggung jawab pengusaha adalah keberhasilan proses produksi tersebut sampai menghasilkan
barang jadi sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang telah diperjanjikan. Bila produksi gagal,
pengusaha berkewajiban menggantinya, apakah dengan cara memproduksi lagi ataupun dengan
cara membeli dari pihak lain.

Dengan adanya pembelian dari nasabah produsen dan penjualan kepada pihak pem-beli itu
menghasilkan skema pembiayaan berupa istishna’ paralel atau istishna’wal murabahah, dan bila
hasil produksi tersebut disewakan, skemanya menjadi istishna’ wal ijarah. Bank memperoleh
keuntungan dari selisih harga beli (istishna’) dengan harga jual (murabahah atau dari hasil sewa
(ijarah).

4. Salam

Melalui fasilitas ini bank melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran di
muka secara sekaligus, dan nasabah berkewajiban men-deliver barang tersebut pada tanggal yang
disepakati dalam kontrak. Pada waktu yang bersamaan bank dapat mencari pembeli atas produk
tersebut. Kombinasi ini disebut salam paralel.

5. Ijarah

Ijarah adalah akad perpindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Modal dalam pengertian klasik berarti hasil produksi yang digunakan untuk kegiatan
produksi selanjutnya. Dalam konteks ini modal diterjemahkan secara fisik. Sementara modal
kerja (working capital) adalah investasi perusahaan dalam jangka pendek yang melekat pada
aktiva lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan

2. Konsep-Konsep Modal Kerja meliputi : kuantitatif, kualitatif dan fungsional

3. Klasifikasi modal kerja ada 2, yaitu modal kerja permanen dan modal kerja variabel

4. Jenis-jenis kebijakan modal kerja adalah: konservatif, agresif dan moderat

5. Perhitungan perputaran modal kerja, makin pendek periodenya berarti makin cepat
perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya. Berapa lama periode perputaran modal
kerja adalah tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen
dari modal kerja tersebut.

6. Penentuan besarnya modal kerja menggunakan metode keterikatan data dan metode
perputaran modal kerja.

7. Konsep modal kerja nol bahwa suatu gerakan ke arah sasaran ini tidak hanya menghasilkan
uang kas, tetapi juga mempercepat produksi dan membantu perusahaan melakukan penyerahan
lebih tepat waktu dan beroperasi secara lebih efisien.

8. Prinsip modal kerja menurut perspektif Islam ada lima yaitu mudharabah, murabahah,
istisna’, salam dan ijarah.

B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, apabila ada kekurangan maupun kesalahan dalam penulisan
kami mohon maaf. Kritik dan saran yang mendukung senantiasa kami harapkan demi
kesempurnaan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Widjaja Tunggal. 1995. Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan. Jakarta:RINEKA

CIPTA.

Bambang Riyanto. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta:BPFE.

Martono dan Agus Harjito. 2001. Manajemen Keuangan. Yogyakarta : EKONISIA.

Siti Amaroh. 2010. Manajemen Keuagan. Kudus:STAIN Kudus.

Zulian Yamit. 2001. Manajemen Keuangan. Yogyakarta:EKONISIA.

Anda mungkin juga menyukai