Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dislokasi  atau luksasio adalah  kehilangan hubungan yang normal
antara kedua permukaan sendi secara komplet atau lengkap yaitu
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi dan bisa
komponen tulangnya saja yang bergeser dari posisinya yang normal
(Santosa 2013).
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi
sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya,
maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah
sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya
menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi
(Santosa 2013).
Berdasasarkan data Riskesdas (2018), prevalensi penyakit sendi di
Indonesia tercatat sekitar 7,3% dan osteoarthritis atau radang sendi
merupakan penyakit sendi yang umum terjadi. Osteoartritis sampai saat ini
masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia. World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa osteoartritis merupakan salah
satu penyebab utama kegagalan fungsi yang mengurangi kualitas hidup
manusia di dunia seperti terhambatnya ruang gerak penderita dan
penurunan kemampuan kerja (Cross, di dalam Dian, 2020).
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital) (Santosa, 2013).
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari dislokasi?
b. Apa etiologi dari dislokasi?
c. Apa saja tanda dan gejala dari dislokasi
d. Bagaimanakah patofisiologis pada dislokasi?
e. Bagaimana patway dari dislokasi?
f. Bagaimana diagnosis dan tindakan keperawatan atau pembedahan
dislokasi?
g. Bagaimana rehabilitasi dislokasi?
h. Bagaiaman asek legal etik dislokasi?
i. Apa saja fungsi advokasi dislokasi?
j. Apa saja health education dislokasi?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dislokasi
b. Untuk mengetahui etiologi dari dislokasi
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari dislokasi
d. Untuk mengetahui patofisiologis pada dislokasi
e. Untuk mengetahui patway dari dislokasi
f. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan atau
pembedahan dislokasi
g. Untuk mengetahui rehabilitasi dislokasi
h. Untuk mengetahui apsek legal etik dislokasi
i. Untuk mengetahui fungsi advokasi dislokasi
j. Untuk mengetahui health education dislokasi

D. Mafaat

Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan tentang dislokasi
b. Mengembangkan kreatifitas dan bakat penulis.
c. Menilai sejauh mana penulis memahami teori yang sudah di dapati.
2. Untuk Institusi Stikes Zainul Hasan Genggong
a. Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar.
b. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian
materi tentang dislokasi
3. Untuk pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang dislokasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Dislokasi  atau luksasio adalah  kehilangan hubungan yang normal
antara kedua permukaan sendi secara komplet atau lengkap yaitu
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi dan bisa
komponen tulangnya saja yang bergeser dari posisinya yang normal
(Melati, 2019).
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
dari tempat yang seharusnya. Sebuah sendi yang ligamen-ligamennya
pernah mengalami dislokasi, biasanya menjadi kendor. Akbibatnya sendi
itu gampang mengalami dislokasi kembali (Melati, 2019).

Dislokasi sendi jika tidak segera ditangani dapat mengakibatkan


kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah, dan juga
mengakibatkan paralysis syaraf. Dislokasi sendi dapat dibagi menjadi tiga
yaitu (Brunner and Suddarth, 2012).:
1. Dislokasi Congonital: Dislokasi sendi yang terjadi sejak lahir
akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi Patologik: Dislokasi sendi akibat penyakit sendi atau
jaringan sekitar sendi.
3. Dislokasi Traumatic : Dislokasi sendi akibat cedera dimana sendi
mengalami kerusakan akibat kekerasan.
B. Etiologi
Dislokasi sendi dapat disebabkan oleh (Melati, 2019):
1. Cedera Olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola
dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya: terperosok
akibat bermain keeper sepak bola paling sering mengalami dislokasi
pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola
dari pemain lain, senam.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang
licin.

C. Tanda Gejala
1. Nyeri akut
2. Perubahan kontur sendi
3. Perubahan panjang ekstremitas misalnya dislokasi anterior sendi
panggul.
4. Kehilangan mobilitas normal (Gangguan gerakan)
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. Gangguan gerakan
7. Kekakuan
8. Pembengkakan
9. Deformitas pada persendian (Brunner and Suddarth, 2012).
D. Patofisiologi

Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena


kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen
sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat
dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya
penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal
tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan
yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Terjadi deformitas pada tulang,
sehingga kesulitan dalam menggerakkan sendi dan terjadi gangguan
mobilitas fisik maka terjadilah kesulitan saat menggerakkan sendi
sehingga muncul masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik (Melati,
2019).
E. WOC

Trauma Kelainan Kongietal

Dislokasi Pada Sendi

Trauma Joint Dislocation

Deformatis Tulang

Gangguan Bentuk
dan Pergerakan

Kesulitan Dalam Ketidaknyamanan Akibat


Menggerakkan Sendi Bentuk yang tidak normal

Gangguan
mobilitas Pengungkapan secara Rasa tidak nyaman
fisik Verbal merasa malu, karena inflamasi
cemas dan takut tidak
di terima

Gangguan
citra tubuh

Tidak nafsu
nyeri Makan

Ketidaksei
mbangn
nutrisi
F. Diagnosis Dan Tindakan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat,
agama, bahasa yang digunakan, stattus perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi golongan darah, nomor
registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit, (MRS) , dan
diagnosis medis. Dengan fokus, meliputi :
1. Umur
Pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang
sehingga menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara
kurang normal dan dislokasi cenderung terjadi pada
orang dewasa dari pada anak-anak, biasanya klien jatuh
dengan keras dalam keadaan strecth out
2. Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh
kecelkaan yang mengakibatkan trauma atau ruda
paksa, biasaya terjadi pada klien yang mempunyai
pekrjaan buruh bangunan. Seperti terjatuh, atupun
kecelakaan di tempat kerja, kecelakaan industri
dan atlit olahraga, seperti pemain basket, sepak
bola dll
3. Jenis kelamin
Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki–
laki dari pada permpuan karna cenderung dari segi
aktivitas yang berbeda .
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan
kelumpuhan, ekstermitas, nyeri tekan otot, dan deformitas
pada daerah trauma, untuk mendapatkan pengkajian yang
lengkap mengenai nyeri klien dapat menggunakan metode
PQRS.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu
lintas, kecelekaan industri, dan kecelakaan lain, seperti
jatuh dari pohon atau bangunan, pengkajian yang di dapat
meliputi nyeri, paralisis extermitras bawah, syok .
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
penyakit, seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang
memungkinkan terjadinya kelainan, penyakit alinnya
seeperti hypertensi, riwayat cedera, diabetes milittus,
penyakit jantung, anemia, obat-obat tertentu yang sering di
guanakan klien , perlu ditanyakan pada keluarga klien .
e. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Kaji bagaimana  pola interaksi klien terhadap orang–orang
disekitarnya seperti hubungannya dengan keluarga, teman
dekat, dokter, maupun dengan perawat.
2. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien
pemekrisaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian
anamnesis sebaiknya dilakukan persistem B1-B6
a. Keadaan umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak
mengalami penurunan kesadaran, periksa adanya perubahan
tanda-tanda vital, yang meliputi brikardia, hipotensi dan tanda-
tanda neurogenik syok.
Berdasarkan B1-B6
a. B1(Breathing)
Inspeksi: Tidak ada perubahan yang menonjol seperti
bentuk dada ada tidaknya sesak nafas, pernafasan cuping
hidung, dan
pengembangan paru antara kanan dan kiri simetris.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan (apabila ada nyeri tekan
berarti adanya fraktur) dan tidak ada benjolan.
Perkusi: Bunyi paru resonan.
Auskultasi: Suara nafas vesikuler tidak ada suara tambahan
seperti whezzing atau ronchi. Pada pemeriksaan system
pernafasan didapatkan bahwa klien fraktur tidak mengalami
kelainan.
b. B2 Blood (Sistem Kardiovaskuler)
Inspeksi: Kulit dan membran mukosa pucat.
Palpasi: Tidak ada peningkatan frekuensi dan irama denyut
nadi, tidak ada peningkatan JVP, CRT menurun >3detik
pada ekstermitas yang mengalami dislokasi.
Perkusi: Bunyi jantung pekak
Auskultasi: tekanan darah normal atau hipertensi ( kadang
terlihat sebagai respon nyeri), bunyi jantung I dan II
terdengar lupdup tidak ada suara tambahan seperti mur mur
atau gallop.
c. B3 ( brain)
Inspeksi: Mengkaji kesadaran (Composmentis, apatis,
samnolen, supor, koma, atau gelisah), tidak ada kejang.
Palpasi: Tidak ada gangguan yaitu normal, simetris dan
tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri kepala.
d. B4 Bledder (Sistem Urinaria)
Inspeksi: Pada miksi klien tidak mengalami gangguan,
warna orange gelap, Memakai kateter.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih.
e. B5 usus besar (Bowel)
Inspeksi: Keadaan mulut bersih, mukosa lembab, keadaan
abdomen normal tidak asites.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan atau massa pada abdomen.
Perkusi: Normal suara tympani
Auskultasi: Peristaltik normal 20x/menit. Bising usus
mengalami penurunan karena efek obat anastesi total.
f. B6 (Musculoskeletal)
Inspeksi: Aktivitas dan latihan mengalami
perubahan/gangguan sehingga kebutuhan perlu dibantu
baik oleh perawat atau keluarga, misalnya kebutuhan
sehari-hari, mandi, BAB, BAK dilakukan diatas tempat
tidur. Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem
integumen seperti warna kulit, adanya jaringan parut/lesi,
adanya perdarahan, adanya pembengkakan, tekstur kulit
kasar dan suhu kulit hangat serta kulit kotor.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan citra tubuh
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Ketidakseimbangn nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Nyeri
B. Intervensi
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
SLKI
a. Berat badan
b. Moblitas fisik
c. Fungsi sensori
d. Keseimbangan
SIKI
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnyya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
c. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
d. Fasilitasi melakukan mobolisasi fisik jika perlu
e. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
f. Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
g. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
SLKI
a. Tingkat nyeri
b. Fungsi gastrointestinal
c. Control nyeri
d. Pola tidur
e. Tingkat cedera
SIKI
a. Identifikasi lokal, karakterisktik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon non verbal
d. Identifikasi faktor Yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Fasilitasi istirahat dan tidur
f. Identifikasi riwayat alergi obattor efektifitas analgesik
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan panjang
ekstremitas
SLIKI
a. Citra tubuh
b. Berat badan
c. Kesadaran diri
d. Tingkat agitasi
SIKI
a. Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi
sosial
b. Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
c. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
d. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra
tubuh
e. Identifikasi adanya peran yang tidak terpenuhi
f. Ajarkan perilaku baru yang dibutuhkan oleh pasien atau
orangtua tuntuk memenuhi peran
g. Ciptakan lingkungan yang tenang

G. Farmakologi
1. Farmakologi (Melati, 2019)
a. Pemberian obat-obatan: analgesik non narkotik
1) Analgesik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi,
sakit kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini
adalah agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa:
sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.
2) Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan
atau sedang, kondisi akut atau kronik termasuk nyeri
persendian, nyeri otot, nyeri setelah melahirkan. Efek
samping dari obat ini adalah mual, muntah, agranulositosis,
aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg
tiap 6 jam.
b. Nonfarmakologi
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
2. RICE
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi/pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)

H. Diet Atau Nutrisi


1. Mengontrol berat badan agar tdk kegemukan/obesitas
a. Mengurangi asupan gula murni, lemak, sodium, kolesterol
b. Konsumsi roti gandum utuh (whole wheat) & sereal.
c. Susu, keju & yogurt rendah lemak.
d. Ikan, unggas dan daging tidak berlemak
e. Banyak serat (>25 gr/hr)
2. Konsumsi suplemen glikosamin alami (kerang, udang, teripang,
kepiting, rajungan).
3. Penderita Ghout (asam urat) membatasi protein (purin) :
a. Purine tinggi (100 – 1000 mg purin dlm 100 gr bahan)
sebaiknya dihindari : otak, hati, ginjal, jeroan, ekstrak daging,
bebek, ikan sardin, makarel & kerang
b. Purine sedang (9 – 100 mg purin dlm 100 gr bahan ) sebaiknya
dibatasi : daging, ikan, unggas, ayam, udang, kepiting/rajungan,
tahu, tempe, kacang kering, bayam, asparagus, daun singkong,
kangkung, daun & biji mlinjo.
4. Tidak minum alkohol
5. Konsumsi air putih (> 2 liter/hr)
I. Pemeriksaan Penunjang
Untuk melakukan diagnose terhadap penyakit Dislokasi dapat
dilakukan beberapa cara pemeriksaan, seperti (Brunner and Suddarth,
2012):
1. Sinar-X (Rontgen)

Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik


noninvasif untuk membantu menegakkan diagnosa medis. Pada
pasien dislokasi sendi ditemukan adanya pergeseran sendi dari
mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.
2. CT Scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan
bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih
detail dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada psien
dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada
pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang
magnet dan frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau
bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh
(terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya
CTScan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran
sendi dari mangkuk sendi.

J. Managemen Perawatan dan Pembedahan


Sendi yang terkena harus diimobilisasi saat pasien dipindahkan.
Dislokasi direduksi (misal bagian yang bergeser dikembalikan ke tempat
semula yang normal, biasanya dibawah anestesia. Kaput tulang yang
mengalami dislokasi harus dimanipulasi dikembalikan ke rongga sendi.
Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips, atau traksi dan
dijaga tetap dalam posisi stabil.
Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi, gerakan aktif lembut tiga
atau empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran gerak sendi. Sendi
harus tetap disangga diantara dua saat latihan (Brunner and Suddarth,
2012).
1. Managemen perawatan
a. Lakukan reposisi segera (Noor, 2014)
Dislokasi sendi kecil dapat diresposisi dengan atau anestesi,
misalnya dislokasi sikua, dislokasi jari, dislokasi bahu, dan
dislokasi bahu. Sementara itu, pada dislokasi sendi besar misalnya
panggul memrlukan anestesi umum
b. Imobilisasi pasca resposisi
c. Latihan fisik
2. Pembedahan (Rendy, 2012)
Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki
kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama,
pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah
penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
meliputi Reduksi Terbuka dengan FiksasiInterna atau disingkat
ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-
jenis pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan:
a. Reduksi Terbuka: melakukan reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.
b. Fiksasi Interna: stabilisasi tulang patah yang telah direduksi
dengan skrup, plat, paku dan pin logam.
c. Graft Tulang: penggantian jaringan tulang (graft autolog
maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk
menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.
d. Amputasi: penghilangan bagian tubuh.
e. Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop
(suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi
dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui
pembedahan sendi terbuka.
f. Menisektomi: eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g. Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan
logam atau sintetis.
h. Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan
artikuler dalam sendidengan logam atau sintetis.

K. Rehabilitasi
1. Latihan Fleksibilitas (Latihan ROM)
Latihan fleksibilitas merupakan teknik dasar yang digunakan untuk
meningkatkan jangkauan gerak (ROM). Gerakan akan mempengaruhi
semua struktur pada area tersebut termasuk persendian, kapsul sendi,
ligamen, fasia, pembuluh darah dan syaraf. Jangkauan gerak
dipengaruhi oleh jangkauan sendi dan jangkauan otot. Jangkauan sendi
dideskripsikan dalam istilah fleksi, ekstensi, abduksi, aduksi dan rotasi.
Aktivitas ROM diperlukan untuk memelihara mobilitas sendi dan otot
serta untuk meminimalkan kehilangan fleksibilitas jaringan dan
pembentukan kontraktur.
2. Latihan Beban
Performa otot dapat dinilai berupa kekuatan (strength), tenaga (power)
dan ketahanan (endurance). Keseluruhan performa otot tersebut dapat
dilatih dengan menggunakan latihan beban. Beberapa manfaat latihan
beban antaralain adalah:
a. Meningkatkan kekuatan jaringan ikat seperti tendon, ligamen dan
jaringan ikat intramuscular.
b. Peningkatan kepadatan masa tulang.
c. Peningkatan komposisi otot terhadap lemak
d. Peningkatan keseimbangan (Muttaqin, 2014)
L. Apsek Legal Etik
1. Autonomi
Yaitu hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembelaan diri.
2. Berbuat baik ( beneficience)
Yaitu melakukan sesuatu yang baik, kebaikan, memerlukan pencegahan
dari kesalahan atau kejahatan.
3. Keadilan (justice)
Yaitu prinsip Adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip moral,
legal dan kemanusiaan.
4. Tidak merugikan (nonmaleficence)
Yaitu prinsip Tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis
pada klien.
5. Kejujuran (veracity)
Prinsip yang berarti penuh dengan kebenaran, mengatakan segala yang
sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
6. Menepati janji (fidelity)
Prinsip yang dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien.
7. Kerahasiaan (confidentiality)
Informasi klien harus dijaga, segala sesuatu yang terdapat dalam
dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien.
8. Akuntabilitas (accountability)
Merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional
dapat dinilai dalam situasi yang tidal jelas atau tanpa terkecuali.
M. Fungsi Advokasi
Menurut Kohnke dalam KoZier,B et all,. tindakan seorang
advocator adalah menginformasikan dan mendukung secara obyektif,
berhati-hati agar tidak bertentangan dengan setuju atau tidak setuju
suatu keputusan yang dipilih klien. Seorang advokator
menginformasikan hak-hak klien dalam situasi apapun sehingga klien
dapat mengambil keputusan sendiri. Fokus peran advokasi perawat
adalah menghargai keputusan klien dan meningkatkan otonomi klien.
Hak-hak yang dimiliki oleh klien yakni hak untuk memilih nilai-nilai
yang sesuai dan penting bagi hidupnya, hak untuk menentukan jenis
tindakan yang terbaik untuk mencapai nilai-nilai yang diinginkan dan
hak untuk membuang nilai-nilai yang mereka pilih tanpa paksaan dari
orang lain.
Peran perawat sebagai advokasi:
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai
penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya
pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan
membantu klien memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan
tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus
mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan
fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya
kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan
peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat
melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam
pelayanan keperawatan.Selain itu, perawat juga harus dapat
mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak-hak klien
tersebut antara lain: hak atas informasi; pasien berhak
memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat klien
menjalani perawatan. Hak mendapat informasi yang meliputi
hal-hal berikut:
1. Penyakit yang dideritanya
2. Tindakan medik apa yang hendak dilakukan
3. Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan
tindakan untuk mengatasinya
4. Alternatif terapi lain beserta resikonya
5. Prognosis penyakitnya;
6. Perkiraan biaya pengobatan/rincian biaya atas penyakit
yang dideritanya
7. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur
8. Hak untuk memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan
yang bermutu sesuai dengan standar profesi keperawatan
tanpa diskriminasi
9. Hak menyetujui/ memberi izin persetujuan atas tindakan
yang akan dilakukan oleh perawat/ tindakan medik
sehubungan dengan penyakit yang dideritanya (informed
consent)
10. Hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap
dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas
tanggung jawab sesudah memperoleh informasi yang jelas
tentang penyakitnya
11. Hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
12. Hak menjalankan ibadah sesuai agama/ kepercayaan yang
mengganggu pasien lain
13. Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di rumah sakit;
14. Hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
rumah sakit terhadap dirinya
15. Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun
spiritual
16. Hak didampingi perawat keluarga pada saat diperiksa
dokter
17. Hak untuk memilih dokter, perawat atau rumah sakit dan
kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau sarana
pelayanan kesehatan
18. Hak atas rahasia medic atau hak atas privacy dan
kerahasian penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya
19. Hak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar
di rumah sakit tersebut (second opion), terhadap penyakit
yang dideritanya dengan sepengetahuan dokter yang
menangani.
20. Hak untuk mengetahui isi rekam medik.

N. Healt Education
1. Latihan Fleksibilitas (Latihan ROM)
2. Melakukan diet yang sudah dianjurkan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi
tulang yang memebentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis. Secara
kasar tulang terlepas dari sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen
tulangnya saja yang bergeser dari tempat yang seharusnya. Dislokasi sendi
dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Dislokasi Congonital: Dislokasi sendi yang terjadi sejak lahir
akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi Patologik: Dislokasi sendi akibat penyakit sendi atau
jaringan sekitar sendi.
3. Dislokasi Traumatic: Dislokasi sendi akibat cedera dimana sendi
mengalami kerusakan akibat kekerasan.

B. Saran
Pendidikan terhadap pengetahuan perawat secara berkelanjutan
perlu ditingkatkan baik secara formal dan informal khususnya pengetahuan
yang berhubungan dengan keperawatan medikal bedah III tentang konsep
asuhan keperawatan pada pasien dislokasi dengan harapan institusi
pendidikan mampu mengerjakan pengenalan terhadap berbagai
keperawatan medikal bedah. Semoga makalah tentang keperawatan
medikal bedah ini dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2013. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Egc.


Brunner And Suddarth. 2012. Keperawatan Medical Bedah Volume 3. Jakarta:
EGC.
Rendy, M.C, & Th, M. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam . Yogjakarta: Nuha Medika.
Melti Dan Zuriati. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda Nic & Noc.
Padang: Galeri Mandiri
Noor H, Ziarin. 2014. Buku Ajar Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Judith M. Wilkinson P. A(2017) Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Jakarta;
EEC.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai