Anda di halaman 1dari 13

Diphyllobothrium latum & Sparganosis

1. Diphyllobothrium latum (Tenia lata, Dibothriocephalus latus, broad tapeworm, fish


tapeworm)

Kingdom              : Animalia

Phylum                 : Platyhelminthes

Class                     : Cestoda

Subclass               : Eucestoda

Order                    : Pseudophyllidea

Family                   : Diphyllobothriidae

Genus                   : Diphyllobothrium

Spesies : D. latum

Sejarah

1602 : Cacing pita ikan dikenal sebagai spesies yang berbeda oleh Plater di Switzerland

1977 : Bonet dapat membedakan  cacing ini dengan T. solium dengan mendeskripsikan
skolexnya

1858 : Pertama kali diperiksa oleh Wemland di Amerika

1879 : Pemeriksaan pada penderita yang terinfeksi cacing ini oleh Leidy di Eropa.

1906 : Perkembangan fokus endemik di Amerika utara oleh imigran yang terinfeksi pertama
kali

1935 : kasus Autokton digambarkan di Filipina


1963 : dilaporkan 2 kasus dari 141 penduduk asli Farmosa dan keadaan endemik di Papua
Nugini

Hospes dan Nama Penyakit

Macam-Macam Hospes

Hospes Definitif : Manusia

Hospes Reservoar : Anjing, kucing dan 22 jenis mamalia lainnya, seperti: walrus, singa laut,
babi dan serigala.

Hospes Perantara I : Cyclops

Hospes Perantara II : Ikan

Nama Penyakit : Difilobotriasis

Distribusi Geografik

Parasit ini ditemukan di Amerika, kanada, Eropa, daerah danau di Swiss, Rumania,
Turkestan, Israel, Mancuria, Jepang, Afrika, Malagasi dan Siberia.

Morfologi

Cacing Dewasa

}  Berwarna gading

}  Panjang sampai 10m

}  Terdiri dari 3000-4000 prologtid; tiap proogtid terdiri dari alat kelamin jantan dan betina
yang lengkap
Telur

}  Mempunyai operkulum

}  Berukuran 70×45 mikron

Daur hidup

Telur  → dikeluarkan melalui lubang uterus proglotid gravid di tinja → menetas dalam air →
Larva (koradisium) → dimakan H P pertama, anggota Cepepoda (ex. Cyclops dan
Dioptomus) → larva menjadi proserkoid → cyclops dimakan H P kedua, ikan (ex. Salem) →
proserkoid berubah menjadi larva pleroserkoid (sparganum) → termakan manusia →
sparganum menjadi cacing dewasa di rongga usus halus manusia
Patologi dan Gejala Klinis

Gejala yang ditimbulkan tidak begitu berat, misalnya :

}  Gejala saluran cerna (ex. Diare)

}  Tidak nafsu makan

}  Tidak enak di perut

Bila cacing sudah hidup di permukaan usus, gejala yang ditimbulkan:

–          Anemia  hiperkrommakrositer

–          Defisiensi B12

–          Sumbatan usus secara mekanis bila cacing banyak

–          Obstruksi usus → cacing membentuk benang kusut

Diagnosis

Menemukan telur atau proglotid dalam tinja

Pengobatan

}  Obat Atabrin dalam keadaan perut kosong, disertai Na-Bikarbonas, dosis 0,5 gr
}  Niclosamid (Yomesan), 4 tablet (2gr) dikunyah setelah makan hidangan ringan

}  Paromomisin, 1 gram aetiap 4 jam sebanyak 4 dosis

}  Prazikuantel dosis tunggal 10 mg/kg BB

Prognosis

Prognosis difilobotriasis baik, walaupun dengan anemia berat, karena setelah cacing
dikeluarkan anemianya akan sembuh.

Epidemiologi

}  Penyakit Jarang ditemukan di Indonesia akan tetapi di tempat yang banyak makan ikan
salem mentah atau kurang matang.

}  Untuk mencegah terjadinya infeksi ikan harus dimasak sempurna sebelum dihidangkan,
Anjing sebagai H R diberikan obat cacing.

2. Sparganosis

Sejarah

}  1882 : Manson mendapatkan sparganosis jaringan dari penduduk asli yang diautopsi di
Amoy-RRC

}  Larva pleroserkoid dari berbagai spesies  Diphyllobothrium telah ditemukan pada manusia
dan diketahui sebagai sparganum dan penyakitnya disebut sparganosis

}  Diphyllobothrium pada binatang mis. D. mansoni memerlukan anjing, kucing dan binatang
lainnya sebagai hospes definitifnya
}  Manusia dapat bertindak sebagai hospes perantara kedua apabila mengandung sparganum
(pleroserkoid)

Daur Hidup

}  Sparganum → mengembara di otot dan fasia → larva tidak bisa menjadi dewasa.

}  Daur hidup menyerupai D. latum,

H P pertama : Cyclops, dibentuk proserkoid

H P kedua : Hewan pengerat kecil, ular dan kodok, ditemukan pleroserkoid atau sparganum

Patologi dan Gejala Klinis

Larva dapat ditemukan di seluruh daerah badan, pada mata, kulit, jaringan otot, toraks, perut,
paha, daerah inguinal dan dada bagian dalam. Sparganum dapat menyebar ke seluruh
jaringan.

Perentangan dan pengerutan larva dapat

menyebabkan:

1. Peradangan

2. Edema jaringan sekitar yang nyeri

Larva yang rusak menyebabkan peradangan lokal yang dapat menyebabkan nekrosis
Menunjukkan sakit lokal, urtikaria raksasa  yang timbu secara periodik, edema dan
kemerahan yang disertai dengan menggigil, demam dan hipereosinofilia

Infeksi pada bola mata menyebabkan konjungtivitis disertai dengan bengkak dan lakrimasi
dan ptosis.

Diagnosis

Menemukan larva di tempat kelainan, Untuk mengidentifikasi diperlukan binatang percobaan

Pengobatan

}  Pembedahan

}  Pengangkatan larva

Prognosis

prognosis terkandung pada lokasi parasit dan pembedahan yang berhasil

Epidemiologi

Parasit ditemukan di Asia Timur dan Asia Tenggara, Jepang, Cina, Afrika, Eropa, Australia,
Amerika utara-Selatan dan Indonesia

Penyebab

}  Mengandung air yang mengandung cyclops yang infektif

}  Makan kodok, ular atau binatang pengerat yang mengandung pleroserkoid

}  Mempergunakan daging kodok yang infektif untuk obat

Pencegahan

}  Air minum dimasak atau disaring

}  Memasak daging hospes perantara sempurna

}  Pencegahan penggunaan daging kodok sebagai pengobatan pada daerah mukosa-kutan


yang meradang

https://www.anses.fr/en/system/files/MIC2012sa0059FiEN.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196812012001122-RITA_SHINTAWATI/RITA-1/CESTODA.pdf
Diphyllobothrium adalah cacing pita datar (kelas Cestoda, Orde Pseudophylidia,
keluarga Diphyllobothriidae) sekitar sepuluh meter panjang yang dapat hidup selama
beberapa
tahun. Hal ini bertanggung jawab untuk infeksi parasit gastrointestinal disebut
diphyllobothriasis.
Siklus hidup parasit (Gambar 1) melibatkan sejumlah definitif (2): manusia
(dan lainnya ikan-makan mamalia) dan setidaknya dua host intermediate (3):
crustacea planktonik dan satu atau lebih ikan air tawar. Dalam menguntungkan
kondisi lingkungan, telur (45 x 65 m), setelah dibebaskan di air tawar dengan kotoran host
definitif, menyelesaikan pematangan mereka di 8-12 hari dan kemudian menetas dan
melepaskan embrio bersilia, coracidium tersebut Ini tertelan oleh krustasea mikroskopis
Cyclops genera atau Eudiaptomus dan berubah menjadi larva (disebut procercoids) dalam
tubuh rongga. Ketika ikan karnivora mencerna Crustacea planktonik ini, larva berubah
menjadi tipe kedua larva (disebut plerocercoids), beberapa milimeter panjang. Ini menjadi
encysted di otot atau jeroan ikan. Manusia dan mamalia pemakan ikan lain kemudian menjadi
terkontaminasi setelah menelan daging mentah atau setengah matang dari ikan air tawar ini.
Setelah di usus dari tuan rumah definitif, larva plerocercoid tumbuh oleh beberapa
sentimeter sehari dan telur pertama dilepaskan dengan kotoran, sekitar satu bulan setelah
infestasi. Beberapa spesies parasit ini bersifat patogen bagi manusia, tetapi hanya D. latum
dapat dikontrak dari ikan air tawar yang ditemukan di daratan Perancis. Namun, kasus
infestasi oleh
D. nihonkaiense (spesies Pasifik) telah diamati di kalangan konsumen dari
salmon (Onchorynchus sp.) diimpor dari Pasifik (Kanada).

a.      Kepala (scolex)


Berfungsi untuk melekat ( biasanya membulat)

Pada eucestoda biasanya mempunyai 4 sucker (acetabulum) yang dapat dilengkapi dengan
kait. Pada bagian skoleks dapat juga dijumpai adanya rostellum (penonjolan/moncong) yang
sering dilengkapi dengan kait.

Pada cotyloda tidak mempunyai organ melekat seperti eucestoda (acetabulum) tetapi
mempunyai bothria (celah panjang dan sempit serta berotot lemah).

b.      Leher

Tidak bersegmen, sesudah scoleks melanjut ke leher.

c.       Tubuh atau badan

Terdiri dari segmen-segmen (Proglottid) yang dipisahkan oleh garis-garis transversal, tiap-
tiap proglotid biasanya mengandung 1 atau 2 set organ reproduksi.

d.      Proglottid

Dibentuk mulai dari leher yang makin menjahui scoleks semakin dewasa/masak. Dikenal tiga
macam proglotid, yaitu proglottid muda, proglottid dewasa (organ reproduksi berkembang
dan berfungsi sempurna) dan proglotid gravid (penuh telur, organ reproduksi mengalami
degenerasi). Pada banyak cacing pita, telur tidak dikeluarkan tetapi mengumpul di proglotid
gravid, selanjutnya proglotid ini lepas dan keluar bersama feses. Pada eucestoda proglotid-
proglotid jelas terpisah tetapi pada cotyloda tidak jelas (pembentukannya sama-sama dalam
satu waktu, contoh: pada plerocercoid yang tidak bersegmen).

Infeksi yang disebabkan oleh D. latum adalah karena konsumsi mentah, buruk dimasak atau
acar ikan air tawar. Gejala yang berhubungan dengan infeksi D. latum mungkin tidak ada
atau minimal dengan eosinofilia. Mungkin ada obstruksi usus sesekali, diare, sakit perut.
Gejala yang paling serius adalah timbulnya anemia pernisiosa. Hal ini disebabkan
kekurangan vitamin B12, yang disebabkan oleh penyerapan berlebihan dari vitamin oleh
cacing dewasa dan penyerapan cobalamins dari usus host (terjadi hanya dalam persentase
kecil orang)

he fish tapeworm is a broad, long worm, often growing to lengths of 3-7 feet at maturity and capable
of attaining 30 feet. It is the longest tapeworm invading humans with as many as 4,000 segments
(proglottids). The main body of the worm is virtually filled with male and female reproductive organs
allowing it to produce an incredible number of eggs, often more than 1,000,000 a day. The adult
attaches to the wall of the intestine with the aid of two sucking grooves located in its head (scolex).
This tapeworm is sometimes called a broad fish tapeworm, because the reproductive segments are
usually broader than they are long. The adult is ivory or grayish-yellow in color and can live in
humans for 20 years. Humans are the final host of this worm, but first it must pass through a tiny
freshwater crustacean, and then to a fish. The larva that infects people, a 'plerocercoid', is frequently
found in the intestines of freshwater and marine fish. It is sometimes found in the flesh of
freshwater fish or in fish that are migrating from salt waters to fresh water for breeding.

You can be infected by eating raw, lightly cooked, under-processed freshwater or certain migratory
species of salmon, perch, pike, pickerel, and turbot. The popularity of eating raw fish dishes, such as
Japanese sushi and sashimi, helps to spread this disease. Cooks who sample their fish dishes before
they are properly cooked put themselves at risk of being infected. Fish tapeworms are found
wherever humans, bears, and other fish-eating mammals defecate in the same lakes and streams
from which this fish are obtained.

Most infected people do not produce any symptoms. During the acute stage of infection, which has
its onset about 10 days after eating raw or insufficiently cooked fish, the symptoms may be similar to
other tapeworm infections. This includes symptoms such as diarrhea, abdominal discomfort and
pain, flatulence, vomiting, nausea, and weakness. Chronic infestations may produce some of the
same symptoms or only vague discomforts including fullness in the upper abdomen, water
retention, loss of weight, and malnutrition. Some people are constantly hungry because the
tapeworms are eating most of the food. There are times when the worm gets so large that it will
cause a colon blockage. In some people a severe anemia may develop, because of this tapeworm's
ability to consume most of its host's vitamin B12. Folate may be reduced as well. With the anemia
that results, neurological symptoms can manifest including numbness, loss of vibration sense, and
even some eye symptoms.

Evidence of Diphyllobothrium spp. has been found in 4,000-10,000 year old human remains on the
western coast of South America. There is no clear point in time when Diphyllobothrium latum and
related species were 'discovered' in humans, but it is clear that diphyllobothriasis has been endemic
in human populations for a very long time.

Life Cycle Diagram (Courtesy of the DPD)


Immature eggs are passed in feces . Under appropriate conditions, the eggs mature
(approximately 18 to 20 days) and yield oncospheres which develop into a coracidia
. After ingestion by a suitable freshwater crustacean (the copepod first intermediate
host) the coracidia develop into procercoid larvae . Following ingestion of the copepod
by a suitable second intermediate host, typically minnows and other small freshwater
fish, the procercoid larvae are released from the crustacean and migrate into the fish
flesh where they develop into a plerocercoid larvae (sparganum) . The plerocercoid
larvae are the infective stage for humans. Because humans do not generally eat
undercooked minnows and similar small freshwater fish, these do not represent an
important source of infection. Nevertheless, these small second intermediate hosts can
be eaten by larger predator species, e.g., trout, perch, walleyed pike . In this case, the
sparganum can migrate to the musculature of the larger predator fish and humans can
acquire the disease by eating these later intermediate infected host fish raw or
undercooked . After ingestion of the infected fish, the plerocercoid develop into
immature adults and then into mature adult tapeworms which will reside in the small
intestine. The adults of D. latum attach to the intestinal mucosa by means of the two
bilateral groves (bothria) of their scolex . The adults can reach more than 10 m in
length, with more than 3,000 proglottids. Immature eggs are discharged from the
proglottids (up to 1,000,000 eggs per day per worm) and are passed in the feces .
Eggs appear in the feces 5 to 6 weeks after infection. In addition to humans, many other
mammals can also serve as definitive hosts for D. latum.
Proglottids of Diphyllobothrium latum.
These proglottids tend to be passed in strands of variable length in the stool.

Diphyllobothrium latum egg. Diphyllobothrium latum proglottids.


Displaying the operculum and knob. Each proglottid length measures 2 mm.

Anda mungkin juga menyukai