Anda di halaman 1dari 146

UNIVERSITAS DIPONEGORO

ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN PADA SENSOR


FIBER OPTIK DIPENGARUHI OLEH TEKANAN
MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar hesarjanaan


Strata Satu (S-1) di Program Studi S-1 Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro

GHANI NURHAKIM
21050114120073

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN
SEMARANG
AGUSTUS 2019
TUGAS SARJANA

Diberikan kepada:
Nama : Ghani Nurhakim
NIM : 210501141 20073
Dosen Pembimbing I : Ojo Kurdi, ST , MT. PhD
Dosen Pembimbing II : Rusnaldy, ST,MT, PhD

Jangka Waktu : 7 (tujuh) bulan


Judu : Analisis Tegangan Dan Regangan Pada Sensor Serat
Optik Dipengaruhi Oleh Tekanan Menggunakan Metode
Elemen Hingga

lsi Tugas

1. Menganalisis tegangan serta regangan pada fiber


optik polimer model MZI menggunakan metode
elemen hingga
2. Menentukan range tekanan yang dapat di terima oleh
fiber optic polimer model MZI dalam keadaan aman.
3. Menentukan jenis pemodelan fiber optic polimer
model MZI yang paling optimal sebagai sensor
dengan metode taguchi.

Semarang, 23 Agustus 2019

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

O’o urdi ST MT. PhD. Rusnaldy ST MT PhD


NIP. 973303171990031001 NIP. 197005201999031002
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tugas akhir in i adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

NAMA . Ghani Nurhakim


NIM 21050141 0073
Tanda Tangan

Tanggal Semarang, 23 Agustus 2019


HALA!¥IAN PENGESAHAN

NAMA
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Diponegoro, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Nama : Ghani Nurhakim
NIM 210500114120073
Jurusan/Program Studi : Teknik Mesin
Fakultas Teknik
Jenis Karya Tugas Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Diponegoro Hak Bebas Royalti Noneksklusif {None-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya dan dosen pembimbing yang berjudul:

“ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN PADA SENSOR FIBER OPTIK


DIPENGARUHI OLEH TEKANAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN
RINGGA“

beserta pemngkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas


Royalti/Noneksklusif ini Universitas Diponegoro berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data ldatabase },
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama kami sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyatmn ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di Semarang
Pada Tanggal 23 Agustus 2019
Yang menya kan

Ghani Nurhakim
NIM. 21050114120073
HALAMAN MOTTO

MOTTO

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan ”


(QS. Ash-Sharh: 5)

“If you don’t have a dream, there is no way to make one come true”
-Steven Tyler-

vi
Abstrak

Di era modern ini pengaplikasian fiber optik sangatlah pesat, saat ini fiber
optik digunakan sebagai sensor suhu dan tekanan yang cukup baik yang di
tanamkan di struktur bangunan dan juga downhole pada industri minyak. Fiber
optik plastik atau Polymer optical fibre (POF) adalah salah satu jenis fiber optik
yang terbuat dari bahan plastik, dimana material yang digunakan POF pada
penelitian ini adalah Poly methyl methacrylate (PMMA), dimana PMMA dapat
digunakan menjadi sebuah sensor tekanan. Penelitian ini dilakukan untuk
mengamati pengaruh tekanan terhadap tegangan dan regangan yang terjadi pada
fiber optik berbasis Interferometer Mach-Zehnder dengan metode elemen hingga.
Fiber optik polymer ini berbasis Interferometer Mach-Zehnder (POF-MZI)
dimana fiber optik mengalami penyempitan (tapered) pada area tertentu, sehingga
pada penelitian kali ini penulis memvariasikan sudut tapered dan panjang
celahnya dengan variasi 20°,25°,30° dan 0.5 mm, 0.75 mm dan 1 mm. Dengan
setiap pemodelan di beri pembebanan berupa tekanan yang di variasikan, sehingga
di dapat nilai tekanan yang aman sebelum tegangan mencapai nilai yield strength
pada setiap pemodelan. Kemudian dilakukan simulasi dengan software abaqus
pada setiap pemodelan untuk menganalisis tegangan dan regangan akibat
pengaruh tekanan. Selanjutnya metode taguchi digunakan untuk menentukan
pemodelan yang optimum dengan prinsip small is better dan lebih efisien. Dengan
hasil ialah pada permodelan fiber optik dengan sudut tapered 20°, 25° dan 30°
tekanan yang aman dapat di terima oleh POF-MZI berkisar 60-70 MPa, 45-50
MPa, dan 20-30 MPa. Dan berdasarkan metode taguchi, pemodelan yang
optimum ialah sudut tapered 20°, panjang celah 1 mm dengan tekanan sebesar 65
MPa dengan nilai tegangan von mises maksimum 44.12 MPa dan nilai regangan
0.011.

Kata Kunci : fiber optik;metode elemen hingga;metode taguchi; POF-MZI;


tegangan von Misses
Abstract

In this modern era, the application of optical fiber is very rapid, optical
fiber is also used as a temperature sensors and pressure are quite good which is
embedded in the structure of the building and also downhole in the oil industry.
Plastic optical fiber (POF) is one type of optical fiber made of plastic material,
where the material used by POF in this study is Poly methyl methacrylate
(PMMA), and it can be used as a pressure sensor. This study aims to observe the
effect of pressure on stress and strain that occurs in optical fiber based on Mach-
Zehnder interferometer with the finite element method. This polymer fiber optic is
based on the Mach-Zehnder Interferometer (POF-MZI) where the optical fiber is
tapered in certain areas, so that in this study the author varied the tapered angle
and the gap length with variations of 20 °, 25 °, 30 ° and 0.5 mm, 0.75 mm and 1
mm. With each modeling given a load in the form of varied pressure, so that a
safe pressure value can be obtained before the stress reaches the value of yield
strength in each model. Then the simulation is done with Abaqus software in each
modeling to analyze stress and strain due to the affect of pressure. Then the
taguchi method is used to determine the optimum modeling with the principle of
small is better more efficiently. The result are in optical fiber modeling with
tapered angles of 20 °, 25
° and 30 ° the safe pressure can be received by POF-MZI ranging from 60-70
MPa, 45-50 MPa, and 20-30 MPa. And based on the Taguchi Method, the
optimum modeling is a tapered angle of 20°, a gap length of 1 mm with a pressure
of 65 Mpa with a maximum von mises stress value of 44.12 MPa and strain value
of 0.011.

Keywords : optical fiber; finite element method; taguchi method; POF-MZI; von
Misses stress
HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk:

 Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua.
 Ayahanda Misbah, Ibunda Suratmi, Sayid Ridho, Kholil Aziz, Wafa Agil

Kurnia dan adik terkecil Hafis alwano yang selalu memberikan do’a dan

dukungan baik moril maupun material, semoga Kalian bahagia dan bangga

atas segala usaha kerja keras yang telah penulis capai.

 Tetangga kos saya dulu Prasetyo primandaru, dan saudara seperjuangan

teknik mesin angkatan 2014 yang selalu memberikan semangat dan

rostingan dalam bentuk dukungan kepada saya.

 Teman-teman perantauan dari Sumatra selatan yang selalu memberikan

semangat dan dukungannya.


KATA PENGATAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, karena hanya dengan izin-Nya
maka penulis dapat melewati masa studi dan menyelesaikan Tugas Akhir yang
merupakan tahap akhir dari proses untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Mesin
di Universitas Diponegoro. Sholawat dan salam semoga selalu dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, karena dengan cinta, kasih dan tauladanmu setiap
umat manusia yang mengikutimu dapat menuju ke kebahagiaan abadi.
Pada dasarnya karya ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan
penulis untuk mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak, diantaranya:

1. Ojo Kurdi, ST, MT. PhD dan Rusnaldy, ST, MT. PhD selaku dosen
pembimbing Tugas Akhir yang telah begitu banyak memberikan pengarahan,
masukan, nasihat, dan berbagai nilai positif kepada Penulis.
2. Teman - teman Teknik Mesin angkatan 2014 yang telah memberikan arti dari
kebersamaan semasa kuliah.
3. Dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penyelesaian laporan tugas akhir ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini terdapat
kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
untuk kemajuan penulis dimasa datang sangat diharapkan. Akhir kata penulis
berharap semoga hasil laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Semarang, 23 Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i
HALAMAN TUGAS SARJANA..........................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...............................v
HALAMAN MOTTO.............................................................................................vi
ABSTRAK.............................................................................................................vii
ABSTRACT.........................................................................................................viii
HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................ix
KATA PENGANTAR............................................................................................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv
DAFTAR TABEL................................................................................................xx
NOMENKLATUR..............................................................................................xxi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...................................................................................3
1.3 Batasan Masalah........................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................................4
1.5 Metode Penelitian......................................................................................4
1.6 Sistematika Penulisan................................................................................5

BAB II DASAR TEORI


2.1 Fiber Optik.................................................................................................6
2.1.1 Struktur Fiber Optik............................................................................6
2.1.2 Jenis-Jenis Fiber Optik........................................................................7
2.2 PMMA (Polymethymethacrylate/Acrylic).................................................8
2.3 Fiber Optik Polymer..................................................................................8
2.4 Interferometer Mach-Zehnder berbasis Fiber Optik Polimer....................9
2.5 Aplikasi Sensor Fiber Optik....................................................................10
2.6 Konsep Tegangan....................................................................................11
2.6.1 Normal Stress....................................................................................11
2.6.2 Bending Stress..................................................................................12
2.6.3 Hoop Stress.......................................................................................13
2.6.4 Hukum Hooke’s................................................................................14
2.7 Teori Kegagalan.......................................................................................15
2.7.1 Teori Tegangan Normal Maksimum.................................................15
2.7.2 Teori Tegangan Geser Maksimum....................................................16
2.7.3 Teori Tegangan Von Mises...............................................................16
2.8 Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke).............................17
2.9 Metode Elemen Hingga (MEH)...............................................................17
2.9.1 Definisi Metode Elemen Hingga.......................................................18
2.9.2 Konsep Dasar Analisis Metode Elemen Hingga...............................19
2.9.3 Jenis Elemen Pada Metode Elemen Hingga......................................22
2.9.4 Menurunkan Matriks Kekakuan Dan Persamaan..............................23
2.10 Metode Taguchi.......................................................................................26
2.10.1 Tahap Perencanaan.........................................................................27
2.10.2 Tahap Pelaksanaan Eksperimen......................................................27
2.10.3 Tahap Analisa..................................................................................27
2.10.3.1 Analisis Varian (ANOVA).......................................................27
2.10.3.2 Uji F.........................................................................................28
2.10.3.3 Pooling Up...............................................................................28
2.10.3.4 Rasio S/N.................................................................................28
2.10.3.5 Interpretasi Hasil Eksperimen..................................................29
2.11 Faktor Keamanan.....................................................................................30

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Diagram Alir Penilitian...........................................................................32
3.2 Pemilihan Material..................................................................................34
3.2.1 Aspek-aspek Pemilihan Material......................................................34
3.2.2 Prinsip Pemilihan Material...............................................................34
3.2.3 Jenis Material....................................................................................34
3.2.4 Material yang Digunakan..................................................................35
3.3 Pemodelan...............................................................................................36
3.4 Flow Chart Pemodelan Menggunakan ABAQUS 6.13..........................37
3.5 Pre-Processing.........................................................................................39
3.5.1 Pembuatan Komponen Fiber Optik..................................................39
3.5.2 Pemberian Properti Material pada Part............................................41
3.5.3 Part Assembling................................................................................42
3.5.4 Menentukan Jenis analisis FEM (Step).............................................43
3.5.5 Menentukan Pasangan Kontak (Interaction)....................................44
3.5.6 Pembebanan dan Pemberian Kondisi Batas......................................48
3.5.7 Meshing.............................................................................................51
3.5.8 Pemecahan Masalah (Solving)..........................................................43
3.6 Post-Processing......................................................................................53
3.7 Penentuan Ukuran Mesh.........................................................................54
3.8 Pengolahan data Dengan Metode Taguchi............................................56
3.8.1 Variabel Penelitian............................................................................56
3.8.1 Identifikasi Faktor-Faktor.................................................................56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Pembebanan Polymer Optic Fiber (POF) jenis MZI pada ABAQUS....59
4.2 Hasil dan Analisis Simulasi pada POF-MZI Menggunakan Metode Elemen
Hingga.....................................................................................................59
4.2.1 Hasil Simulasi POF-MZI dengan Sudut 20 derajat.........................59
4.2.1.1 Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Tapered 0.5
mm........................................................................................60
4.2.1.2 Hasil simulasi pada Core POF-MZI Panjang Tapered 0.5 mm
.............................................................................................. 62

4.2.1.3 Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Tapered 0.75


mm........................................................................................63
4.2.1.4 Hasil simulasi pada Core POF-MZI Panjang Tapered 0.75
mm......................................................................................65
4.2.1.5 Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Tapered 1
mm......................................................................................67
4.2.1.6 Hasil simulasi pada Core POF-MZI Panjang Tapered 1 mm
........................................................................................... 69
4.2.2 Hasil Simulasi POF-MZI dengan Sudut 25 derajat.........................71
4.2.2.1 Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Tapered 0.5
mm...........................................................................................72
4.2.2.2 Hasil simulasi pada Core POF-MZI Panjang Tapered 0.5mm
................................................................................................ 73
4.2.2.3Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Tapered 0.75
mm...........................................................................................75
4.2.2.4 Hasil simulasi pada Core POF-MZI Panjang Tapered 0.75 mm
................................................................................................ 77
4.2.2.5 Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Tapered 1
mm...........................................................................................79
4.2.2.6 Hasil simulasi pada Core POF-MZI Panjang Tapered 1 mm 81
4.2.3 Hasil Simulasi POF-MZI dengan Sudut 30 derajat.........................83
4.2.3.1 Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Tapered 0.5
mm...........................................................................................84
4.2.3.2 Hasil simulasi pada Core POF-MZI Panjang Tapered 0.5mm
................................................................................................ 85
4.2.3.3 Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Tapered 0.75
mm...........................................................................................87
4.2.3.4Hasil simulasi pada Core POF-MZI Panjang Tapered 0.75 mm
89
4.2.3.5Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Tapered 1
mm...........................................................................................91

4.2.3.6 Hasil simulasi pada Core POF-MZI Panjang Tapered 1 mm


93 4.3 Data Hasil Simulasi................................................................95
4.3.1 Pengaruh Tekanan Terhadap Nilai Tegangan dan regangan pada
cladding............................................................................................96
4.3.2 Pengaruh Tekanan Terhadap Nilai Tegangan dan Regangan pada
core...................................................................................................97
4.4 Faktor Keamanan....................................................................................99
4.5 Optimasi................................................................................................102
4.6 Data Optimasi.......................................................................................103
4.6.1 Pengolahan dan Perhitungan Data Optimasi Tegangan.................105
4.7 Pembahasan...........................................................................................111
4.7.1 Analisis tegangan dan regangan POF-MZI....................................111
4.7.2 Analisis tegangan Optimum pada POF-MZI.................................111
4.3.1 Simulasi Konfirmasi......................................................................112

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan...........................................................................................114
5.2 Saran.....................................................................................................114
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
LAMPIRAN..............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur serat optik....................................................................7


Gambar 2.2 PMMA......................................................................................8
Gambar 2.3 Skema Interferometer Mach-Zehnder.......................................10
Gambar 2.4 Aplikasi sensor fiber optic pada downhole...............................11
Gambar 2.5 Normal stress............................................................................11
Gambar 2.6 Bending stress...........................................................................13
Gambar 2.7 Shear stress...............................................................................14
Gambar 2.8 Grafik teori tegangan normal maksimum.................................15
Gambar 2.9 Aplikasi penggunaan FEM pada masalah teknik......................18
Gambar 2.10 Elemen garis..............................................................................22
Gambar 2.11 Elemen Bidang..........................................................................22
Gambar 2.12 Elemen Volum..........................................................................23
Gambar 2.13 Segmen elemen balok sebelum berdeformasi...........................25
Gambar 2.14 Segmen elemen balok setelah berdeformasi.............................25
Gambar 3.1 Diagram Alir................................................................................33
Gambar 3.2 Arah fiber optik model MZI........................................................35
Gambar 3.3 Flow chart pemodelan dalam ABAQUS 6.13.............................39
Gambar 3.4 Desain fiber optic sudut 20° dengan panjang 0.5 mm.................39
Gambar 3.5 Desain fiber optic sudut 20° dengan panjang 0.75 mm...............39
Gambar 3.6 Desain fiber optic sudut 20° dengan panjang 1 mm....................39
Gambar 3.7 Desain fiber optic sudut 25° dengan panjang 0.5 mm.................39
Gambar 3.8 Desain fiber optic sudut 25° dengan panjang 0.75 mm...............40
Gambar 3.9 Desain fiber optic sudut 25° dengan panjang 1mm.....................40
Gambar 3.10 Desain fiber optic sudut 30° dengan panjang 0.5 mm.................40
Gambar 3.11 Desain fiber optic sudut 30° dengan panjang 0.75 mm...............40
Gambar 3.12 Desain fiber optic sudut 30° dengan panjang 1 mm....................40
Gambar 3.13 Property module tab....................................................................41
Gambar 3.14 Pemberian properti massa jenis untuk material PMMA..............41
Gambar 3.15 Pemberian properti Young Modulus dan Poisson Ratio..............42

xiv
Gambar 3.16 Langkah part assembling............................................................42
Gambar 3.17 Kotak dialog Create Instance......................................................43
Gambar 3.18 Langkah membuat step pemodelan.............................................43
Gambar 3.19 Create step...................................................................................44
Gambar 3.20 Langkah pembuatan interaction..................................................44
Gambar 3.21 Langkah pemilihan surface.........................................................46
Gambar 3.22 Kotak dialog Edit Interaction dan Create Interaction Property.46
Gambar 3.23 Pemberian properti kontak Tangential dan Normal Behavior....46
Gambar 3.24 Master Surface.............................................................................47
Gambar 3.25 Slave Surface...............................................................................47
Gambar 3.26 created load.................................................................................48
Gambar 3.27 fiber optik yang di beri tekanan...................................................49
Gambar 3.28 Kondisi batas BC-1 pada fiber optic...........................................50
Gambar 3.29 Kondisi batas BC-2 pada ujung fiber optik.................................50
Gambar 3.30 Kotak dialog Mesh Controls........................................................51
Gambar 3.31 Kotak dialog Global Seeds..........................................................52
Gambar 3.32 Mesh part.....................................................................................52
Gambar 3.33 Membuat job untuk solving pemodelan......................................53
Gambar 3.34 Contoh tegangan von Mises pada cladding fiber optik...............54
Gambar 3.35 Contoh tegangan von Mises pada core fiber optik......................54
Gambar 3.36 Study meshing fiber optik............................................................55
Gambar 4.1 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,5 dan
tekanan 60 Mpa............................................................................60
Gambar 4.2 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered waist 0,5
dan tekanan 65 Mpa.....................................................................60
Gambar 4.3 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered waist 0.5
mm dan tekanan 70 Mpa..............................................................61
Gambar 4.4 Nilai regangan maksimal sudut 20°.............................................61
Gambar 4.5 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,5 mm dan
tekanan 60 Mpa............................................................................62
Gambar 4.6 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,5 dan
tekanan 65 Mpa............................................................................62
Gambar 4.7 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,5 mm dan
tekanan 70 Mpa............................................................................63
Gambar 4.8 Nilai regangan maksimal sudut 20°...............................................63
Gambar 4.9 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,75 dan
tekanan 60 Mpa............................................................................64
Gambar 4.10 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,75 dan
tekanan 65 Mpa............................................................................64
Gambar 4.11 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,75 mm
dan tekanan 70 Mpa........................................................................65
Gambar 4.12 Nilai regangan maksimal sudut 20°............................................65
Gambar 4.13 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,75 mm dan
tekanan 60 Mpa..........................................................................66
Gambar 4.14 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,75 dan
tekanan 65 Mpa..........................................................................66
Gambar 4.15 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,75 mm dan
tekanan 70 Mpa..........................................................................67
Gambar 4.16 Nilai regangan maksimal sudut 20°............................................67
Gambar 4.17 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 1 mm
dan tekanan 60 Mpa...................................................................68
Gambar 4.18 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered waist 1
mm dan tekanan 65 Mpa............................................................68
Gambar 4.19 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered waist 1
mm dan tekanan 70 Mpa................................................................69
Gambar 4.20 Nilai regangan maksimal sudut 20°.............................................69
Gambar 4.21 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 60 Mpa............................................................................70
Gambar 4.22 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 65 Mpa............................................................................70
Gambar 4.23 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 70 Mpa............................................................................71
Gambar 4.24 Nilai regangan maksimal sudut 20°.............................................71
Gambar 4.25 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,5 mm
dan tekanan 40 Mpa........................................................................72
Gambar 4.26 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,5 dan
tekanan 45 Mpa............................................................................72
Gambar 4.27 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,5 mm
dan tekanan 50 Mpa.....................................................................73
Gambar 4.28 Nilai regangan maksimal sudut 25°.............................................73
Gambar 4.29 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,5 mm dan
tekanan 40 Mpa..............................................................................74
Gambar 4.30 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,5 dan
tekanan 45 Mpa............................................................................74
Gambar 4.31 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,5 mm dan
tekanan 50 Mpa............................................................................75
Gambar 4.32 Nilai regangan maksimal sudut 25°.............................................75
Gambar 4.33 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,75 mm
dan tekanan 40 Mpa.....................................................................76
Gambar 4.34 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,75 dan
tekanan 45 Mpa..............................................................................76
Gambar 4.35 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,75 mm
dan Tekanan 50 Mpa....................................................................77
Gambar 4.36 Nilai regangan maksimal sudut 25°.............................................77
Gambar 4.37 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,75 mm dan
tekanan 40 Mpa............................................................................78
Gambar 4.38 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,75mm dan
tekanan 45 Mpa............................................................................78
Gambar 4.39 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,75 mm dan
tekanan 50 Mpa............................................................................79
Gambar 4.40 Nilai regangan maksimal sudut 25°.............................................79
Gambar 4.41 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 40 Mpa............................................................................80
Gambar 4.42 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 45 Mpa............................................................................80
Gambar 4.43 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 1 mm
dan tekanan 50 Mpa........................................................................81
Gambar 4.44 Nilai regangan maksimal sudut 25°.............................................81
Gambar 4.45 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 40 Mpa............................................................................82
Gambar 4.46 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 1 dan tekanan
45 Mpa..........................................................................................82
Gambar 4.47 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 50 Mpa............................................................................83
Gambar 4.48 Nilai regangan maksimal sudut 25°.............................................83
Gambar 4.49 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,5 mm
dan tekanan 20 Mpa.....................................................................84
Gambar 4.50 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,5 dan
tekanan 25 Mpa............................................................................84
Gambar 4.51 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,5 mm
dan tekanan 30 Mpa.....................................................................85
Gambar 4.52 Nilai regangan maksimal sudut 30°..............................................85
Gambar 4.53 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,5 mm dan
tekanan 20 Mpa............................................................................86
Gambar 4.54 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,5 dan
tekanan 25 Mpa............................................................................86
Gambar 4.55 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,5 mm dan
tekanan 30 Mpa............................................................................87
Gambar 4.56 Nilai regangan maksimal sudut 30°.............................................87
Gambar 4.57 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,75 mm
dan tekanan 20 Mpa.....................................................................88
Gambar 4.58 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,75 dan
tekanan 25 Mpa............................................................................88
Gambar 4.59 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 0,75 mm
dan tekanan 30 Mpa.....................................................................89
Gambar 4.60 Nilai regangan maksimal sudut 30°.............................................89
Gambar 4.61 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,75 mm dan
tekanan 20 Mpa............................................................................90
Gambar 4.62 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,75 dan
tekanan 25 Mpa............................................................................90
Gambar 4.63 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 0,75 mm dan
tekanan 30 Mpa............................................................................91
Gambar 4.64 Nilai regangan maksimal sudut 30°.............................................91
Gambar 4.65 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 20 Mpa............................................................................92
Gambar 4.66 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 25 Mpa............................................................................92
Gambar 4.67 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang tapered 1 mm
dan tekanan 30 Mpa.....................................................................93
Gambar 4.68 Nilai regangan maksimal sudut 25°.............................................93
Gambar 4.69 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 20 Mpa............................................................................94
Gambar 4.70 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 1 dan tekanan
25 Mpa..........................................................................................94
Gambar 4.71 Von Mises Stress pada core dengan panjang tapered 1 mm dan
tekanan 30 Mpa............................................................................95
Gambar 4.72 Nilai regangan maksimal sudut 30°.............................................95
Gambar 4.73 Salah satu titik tegangan von Mises pada POF-MZI...................96
Gambar 4.74 Grafik factor keamanan sudut 20 derajat...................................100
Gambar 4.75 Grafik factor keamanan sudut 25 derajat...................................101
Gambar 4.76 Grafik factor keamanan sudut 30 derajat...................................102
Gambar 4.77 hasil simulasi konfirmasi...........................................................113
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Mechanical properties PMMA (Akrilik)........................................36


Tabel 3.2 Faktor dan level penelitian..............................................................56
Tabel 3.3 Derajat Kebebasan..........................................................................56
Tabel 3.4 Orthogonal array L9(33).................................................................57
Tabel 3.5 Orthogonal array L9(32) dengan faktor dan level..........................58
Tabel 4.1 Nilai tegangan dan regangan pada sudut 20°..................................96
Tabel 4.2 Nilai tegangan dan regangan pada sudut 25°................................. 96
Tabel 4.3 Nilai tegangan dan regangan pada sudut 30°................................. 97
Tabel 4.4 Nilai tegangan dan regangan pada sudut 20°..................................98
Tabel 4.5 Nilai tegangan dan regangan pada sudut 25°..................................98
Tabel 4.6 Nilai tegangan dan regangan pada sudut 30°..................................99
Tabel 4.7 Nilai faktor kemanan pada sudut 20°..............................................99
Tabel 4.8 Nilai faktor kemanan pada sudut 25°............................................100
Tabel 4.9 Nilai faktor kemanan pada sudut 30°............................................101
Tabel 4.10 Matriks Orthogonal.......................................................................104
Tabel 4.12 Hasil simulasi tegangan dengan software Abaqus........................105
Tabel 4.13 Rata-rata Respon Terhadap Level Parameter................................106
Tabel 4.14 Rata-rata Rasio S/N Terhadap Level Parameter...........................108
Tabel 4.15 ANOVA Tegangan von mises......................................................110

xx
NOMENKLATUR

Simbol Keterangan Satuan


𝜎. Tegangan [N/m2]
ρ Densitas [kg/m3]
Kf Konduktivitas termal [W/(m.K)]
P Tekanan [Mpa]
l panjang [m]
E Modulus elastisitas [N/m2]
𝜎𝑚𝑎𝑥 Ultimate Tensile [N/m2]
𝜎𝑦 Strength Yield Strength [N/m2]

∠ Sudut [°]

D Diameter [m]

r Jari-jari [m]

A Luas [𝑚2]

xxi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Serat optik merupakan sebuah media transmisi gelombang elektromagnetik
yang terbuat dari bahan kaca atau plastik. Prinsip kerjanya menggunakan prinsip
pemantulan sempurna (total internal reflection) dengan memanfaatkan perbedaan
indeks bias antara lapisan core atau cladding-nya (Udd, 1991). Keuntungan utama
sensor serat optik adalah kemampuan dalam ketelitian pengukuran yang tidak
dapat dicapai dengan teknologi lain. Salah satu jenis sensor serat optik adalah
sensor modulasi fasa atau sering disebut dengan sensor interferometer. Sensor ini
menggunakan teknik modulasi fasa, selain itu sensor ini juga dapat digabungkan
dengan suatu alat yang disebut interferometer. Berdasarkan strukturnya, serat
optik dibedakan dua macam yaitu serat optik single mode dan serat optik multi
mode.
Mach Zehnder Interferometer (MZI) menggunakan multi mode. Sumber
cahaya yang digunakan adalah laser. Pada serat multi mode terjadi intermodal
dispersion, Sedangkan pada serat single mode tidak terjadi intermodal dispersion
(Herdyanto, 2007). Sebelumnya Sensor interferometrik serat inline atau FIIS telah
menarik minat besar dalam beberapa tahun terakhir karna sensor tersebut memiliki
sensitivitas tinggi, kemudahan fabrikasi, dan kelayakan dalam berbagai
pengukuran seperti pengukuran pada suhu, regangan, dan indeks bias
(Jasim,A.,dkk,2014). Beberapa konfigurasi FIIS yang telah dikembangkan,
termasuk interferometer Mach Zehnder (MZIs) yang mana sebelumnya Fabry-
Perot interferometer (FP) dan Sagnac interferometer (SI). FIIS yang
terkonfigurasi pada FP dan SI memiliki kelemahan karena membutuhkan serat
khusus berbiaya tinggi, memiliki ukuran dimensi yang relative besar dan
memerlukan komponen optik tambahan (optical circulator dan optical splitter)
dalam proses pendeteksian keluarannya. Maka dari itu FIIS dikembangkan dengan
menggunakan serat optik tirus pada bagian tertentu (Tapered) dengan konfigurasi
MZI, dengan begitu MZI tidak terlalu mahal, ukuran yang lebih kecil dan tidak
memerlukan komponen optik tambahan (Tian,Z,.dkk.2008).

1
2

Telah dilakukan penelitian menggunakan MZI untuk deteksi nikel (Ni2+)


dengan menggabungkan photonic crystal fiber (PCF) dengan single mode silica
fiber (SMF). Namun, struktur ini memerlukan teknik yang rumit dalam proses
fabrikasinya (Tou et al.,2014). Sehingga solusi untuk struktur MZI dengan teknik
fabrikasi yang lebih sederhana dapat diperoleh dengan menggunakan fiber optik
polimer (polymer optical fiber-POF). Serat optik plastik atau Polymer optical
fibre (POF) adalah serat optik yang terbuat dari plastik yang terdiri dari
Polymethyl methacrylate (PMMA) adalah bahan inti, dan polimer fluorinated
adalah bahan penutupnya. Serat optik kaca yang terlalu rapuh untuk menahan
galur di luar sekitar 3% sehingga mengganti serat optik kaca dengan serat optik
plastik (atau polimer) (POFs) adalah hal yang menjanjikan (Jasim,A.,dkk,2014).
Penelitian mengenai sensor fiber optik terhadap tekanan dengan berbagai
konfigurasi/model seperti MZI,FBG, FP dan SI telah dilakukan, maka di pilihlah
sensor MZI ini karna memiliki fleksibilitas yang relatif besar, kelebihannya dari
segi biaya dan fabrikasi yang mudah dan memungkinkan sensor ini cocok dengan
situasi yang berbeda serta MZI memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi (Xie We-
gen, Dkk.,2017). Dalam pengaplikasian sensor fiber optik polimer MZI dapat di
aplikasikan pada struktur bangunan, pesawat terbang, medical, industri minyak
dan masih banyak lagi. Pada penelitian mengenai MZI kali ini di harapkan dapat
digunakan khususnya pada industri minyak dengan mengaplikasikan sensor MZI
di area downhole. Mengingat struktur MZI memiliki banyak kelebihan seperti
yang telah disebutkan diatas, maka perlu dilakukan kajian terhadap karakteristik
dari MZI terhadap pengaruh tekanan terhadap tegangan dan regangan, karena
dalam pemakaian MZI harus di pastikan dalam keadaan aman.
Aplikasi Metode Elemen Hingga dapat digolongkan menurut tiga kategori
(Huebner,1975). Salah satunys adalah jenis permasalahan mekanika benda pejal
yakni analisis tegangan (stress) dan regangan (strain) pada tongkat lansia,
Metode elemen hingga yang dipergunakan adalah 3D dalam hal ini elemen
bidang segitiga dengan 3 node didasarkan untuk keperluan analisa suatu
continuum yang berupa luasan. Permasalahan yang dapat dipecahkan oleh elemen
bidang segitiga ini menyangkut matrik kekakuan elemen, plain strain dan plain
stress
3

serta vector- vector gaya yang bekerja pada elemen dari produk tongkat lansia
tersebut (Mulyadi S, 2011).
Pada penelitian kali ini sensor fiber optik model MZI dengan material yang
digunakan adalah polimer masih belum banyak di gunakan dan belum di ketahui
tingkat keamanannya untuk di aplikasikan sebagai sensor, maka penulis berupaya
menganalisis tegangan yang terjadi pada serat optik polimer dengan model MZI
menggunakan metode elemen hingga, karna penelitian mengenai tegangan dan
regangan dengan metode elemen hingga pada fiber optik ini masih belum ada.
.Spesifikasi MZI selain cladding dan core, MZI ini juga mengalami pengecilan di
area fiber optik yang nantinya akan digunakan sebagai sensor, bagian ini bisa di
sebut tapered, pada daerah ini memiliki sudut tapered atau kemiringan antara
bagian yang mengalami tapered dan tidak yang mempengaruhi terhadap diameter
tapered itu sendiri. sehingga penulis mencoba meneliti dengan memvariasikan
panjang celah dan sudut tapered menggunakan metode elemen hingga. Penulis
menggunakan software Abaqus 6.13 untuk menganalisis tegangan dan regangan
pada serat optik model MZI-POF (fiber optic polymer- interferometer Mach
Zehnder). Material yang digunakan Polymethyl methacrylate.
Penelitian yang akan dilakukan nantinya adalah mengamati pengaruh tekanan
yang terjadi pada fiber optik polymer model interferometer Mach Zehnder (POF-
MZI) terhadap sifat mekanik yang diuji dengan metode elemen hingga. Dari
pengujian pada POF-MZI tersebut nantinya dapat diketahui nilai maksimum
tegangan dan regangan dari hasil analisis menggunakan metode elemen hingga,
sehingga dapat ditentukan pembebanan yang sesuai dengan kekuatan maksimal
material Polymethyl methacrylate tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pada pendahuluan dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang
dievaluasi saat ini adalah :
1. Belum adanya penelitian mengenai tegangan maksimum serta regangan
yang bisa di tahan oleh fiber optik polymer model MZI dengan desain
tertentu menggunakan metode elemen hingga.
4

2. Range tekanan yang dapat di terima oleh fiber optik polimer model MZI
dalam keadaan aman belum diketahui.

1.3 Batasan Masalah


Beberapa batasan masalah yang diambil pada Tugas Akhir ini adalah:
1. Pemodelan sistem pembebanan menggunakan software Abaqus 6.13.
2. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah Polymethyl
methacrylate.
3. Pembebanan dalam kondisi statis.
4. Variasi yang dilakukan berupa panjang celah, sudut tapered dan tekanan

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis tegangan serta regangan pada fiber optik polymer model
MZI dengan desain tertentu menggunakan metode elemen hingga
2. Menentukan range tekanan yang dapat di terima oleh fiber optik polimer
model MZI dalam keadaan aman menggunakan metode elemen hingga.
3. Menentukan jenis pemodelan fiber optik polymer model MZI yang paling
optimal sebagai sensor dengan metode taghuci.

1.5 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan tugas akhir
adalah: 1.) Studi Pustaka
Studi pustaka adalah suatu metode yang dipergunakan dalam penelitian
ilmiah yang dilakukan dengan membaca dan mengolah data yang diperoleh
dari literatur. Langkah awal penelitian adalah studi pustaka yaitu mempelajari
materi penelitian tentang analisa tegangan dan regangan dengan
menggunakan metode elemen hingga.
2.) Studi pemodelan
5

Metode pemodelan dilakukan untuk menggambarkan atau mendesain suatu


produk baru yang berfungsi untuk memecahkan suatu kasus yang dihadapi.
Pemodelan ini menggunakan bantuan software Abaqus 6.13.
3.) Studi Simulasi
Metode simulasi dilakukan dengan cara mensimulasikan kasus yang dihadapi
kedalam pemodelan sesuai dengan program yang digunakan. Dan selanjutnya
hasil dari pemodelan dianalisa dengan teori-teori yang sudah ada dan
membandingkannya dengan data pustaka. Analisa kontak ini menggunakan
metode elemen hingga (FEM) dengan bantuan software Abaqus 6.13 Adapun
flowchart penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 5.1.
4.) Bimbingan
Bertujuan untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan masukan dari
dosen pembimbing serta koreksi terhadap kesalahan-kesalahan yang terjadi
dalam penyusunan laporan tugas akhir.

1.6 Sistematika Penulisan


Penulisan laporan Tugas Akhir ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu pada
bab 1 pendahuluan, bab ini berisikan tentang latar belakang, tujuan, rumusan
masalah, pembatasan masalah, metodologi penyelesaian masalah, dan sistematika
penulisan. Dilanjutkan bab 2 yaitu landasan teori, berisi tentang permasalah dalam
analisis yang dilakukan pada fiber optik dengan menggunakan metode elemen
hingga. Teori ini dikutip dari buku, paper, atau website internet yang berhubungan
dengan simulasi fiber optik dengan metode elemen hingga. Selanjutnya bab 3
metodologi penelitian, bab ini berisikan langkah-langkah pengerjaan penelitian.
Langkah- langkah ini terdiri dari perancangan atau pemodelan dan simulasi untuk
mendapatkan nilai maksimum tegangan dan regangan. Kemudian bab 4 tentang
analisis dan pembahasan, berisi tentang pengolahan data dan hasil menggunakan
software Abaqus 6.13 sehingga dapat diketahui nilai maksimum tegangan dan
regangan dari hasil analisis yang dilakukan. selanjutnya bab 5 tentang kesimpulan
dan saran, berisi tentang kesimpulan dan saran yang diambil dari hasil analisis
bab- bab sebelumnya.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Fiber Optik


Dalam sistem perkembangan informasi dan komunikasi yang demikian
cepat, jaringan fiber optik sebagai media transmisi banyak digunakan dan
dipercaya dapat memenuhi kebutuhan layanan saat ini dan di masa mendatang.
fiber optik merupakan media transmisi yang menggunakan media cahaya sebagai
penyalur informasi (data) dimana menawarkan kecepatan data yang lebih besar
sepanjang jarak yang lebih jauh.
Fiber optik terdiri dari dua jenis yaitu fiber optik kaca dan fiber optik
plastik (FOP). Fiber optik kaca banyak digunakan untuk transmisi jarak jauh
sementara FOP hanya digunakan untuk komunikasi jarak pendek. Fiber optik
banyak dibuat dari bahan kaca atau bahan silika (SiO2), yang biasanya diberi
doping untuk menaikkan indeks biasnya. FOP tidak jauh berbeda dengan fiber
optik kaca, hanya saja fiber optik kaca dilengkapi dengan kevlar untuk penguat
fiber optik sedangkan FOP tidak.
Sistem komunikasi fiber optik dengan cepat mampu bersaing menggantikan
sistem-sistem lain dengan kelebihan fiber optik yaitu memiliki bandwith yang
besar, redaman transmisi kecil, ukuran kecil, kemudahan penambahan kapasitas,
performansi yang lebih baik, tingkat ketersediaan yang tinggi dan jaringan
transport yang handal. Fiber atau serat adalah sebutan singkat yang sering
digunakan untuk kedua hal di atas di dalam berbagai situasi praktis. Maka, boleh
juga dikatakan bahwa fiber digunakan pada sebuah sistem fiber (Crisp dan Elliot,
2008: 10).

2.1.1 Struktur Fiber Optik


Fiber optik terdiri dari dua bagian utama yaitu core dan cladding (Gambar
2.1). Core merupakan bagian utama dari serat optik karena pada core ini
informasi yang berupa pulsa cahaya ditransmisikan (Zanger, 1991, Thomas, 1995)

6
7

cladding

core

Gambar 2.1. Struktur serat optik (Sumber: Samuel, 1988)


Core dan cladding terbuat dari bahan silica, kaca, atau plastik yang
berkulitas tinggi dan bebas air. Core memiliki indeks bias yang lebih besar dari
pada cladding (n1> n2) hingga pada batas kritis, sehingga memungkinkan
terjadinya pembiasan dalam total (total internal reflection). Dengan demikian
cahaya akan selalu merambat dalam core hingga ke ujung serat. Penambahan
Coating (jacket) berfungsi sebagai pelindung core dan cladding dari tekanan
fisik luar, terbuat dari bahan plastik yang sangat berkualitas (Zanger, 1991)

2.1.2 Jenis-Jenis Fiber Optik


Jenis fiber optik dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu singlemode
dan multimode. Fiber singlemode mempunyai ukuran diameter core yang sangat
kecil yaitu sekitar (4-10) μm dan diameter cladding sebesar 125 μm. Secara teori
fiber ini hanya dapat mentransmisikan sinyal dalam satu mode. Karena hanya
singlemode mentransmisikan sinyal pada mode utama, maka fiber singlemode
dapat mencegah terjadinya dispersi kromatik. Oleh karena itu fiber optik
singlemode cocok untuk kapasitas besar dan komunikasi fiber optik jarak jauh.
Pada Multimode panjang gelombang operasi tertentu, jika fiber optik
mentransmisikan sinyal dalam berbagai mode, disebut fiber multimode. Fiber
multimode biasanya memiliki diameter core antara (50 – 70) μm dan diameter
cladding antara (100 – 200) μm. Jenis fiber ini biasanya memiliki performansi
transmisi yang buruk, bandwidth yang sempit dan kapasitas transmisi yang
kecil.
8

2.2 PMMA (Polymethymethacrylate)

PMMA (Polymethymethacrylate/Acrylic) merupakan plastik yang


bentuknya menyerupai kaca. Namun, Polymethymethacrylate ternyata mempunyai
sifat-sifat yang membuatnya lebih unggul dibandingkan dengan kaca. Salah satu
perbedaanya adalah kelenturan yang dimiliki oleh PMMA. PMMA merupakan
bahan yang tidak mudah pecah, ringan, dan juga mudah untuk dipotong, dikikir,
dibor, dihaluskan, dikilapkan atau dicat. PMMA dapat dibentuk secara thermal
menjadi berbagai macam bentuk yang rumit.
Namun, seiring dengan perkembangan dan teknologi sekarang ini PMMA
juga dapat digunakan sebagai media sensor berbasis fiber optik. serat optik kaca
rentan patah sehingga serat optik plastik (Plastic Optical Fiber) yang juga disebut
serat optik polimer mampu mengatasi hal tersebut dimana serat ini menggunakan
Polymethymethacrylate untuk bahan inti, dan polimer fluorinated sebagai bahan
cladding (Thorat, 2014).

Gambar 2.2. PMMA (www.dhgate.com)

2.3. Fiber Optik Polymer


Fiber Optik Polymer atau biasa disebut (POF) adalah fiber optik yang
terbuat dari plastik. Polymethymethacrylate adalah bahan inti dan polimer
fluorinated adalah bahan selongsong. Fiber optik plastik dikembangkan sebagai
sensor karena lebih mudah diberi perlakuan. Perlakuan ini dapat berupa
pemanasan, memberi bahan sambungan, tekanan, lekukan ataupun dengan
9

memberi perlakuan dengan penggantian selongsong dan jaket pelindung (Crisp


dan Elliot, 2008)
Polymer optical fiber (POF) memiliki keuntungan yang lebih jelas dari serat
kaca, seperti fleksibilitas dan besarnya diameter inti, yang memungkinkan
koneksi tersambung dengan efisien sehingga menghasilkan sistem berbiaya
rendah untuk jaringan area lokal. Selain itu, POF memiliki beberapa kelebihan
antara lain bandwidth yang sangat lebar, ukuran yang kecil, bebas dari Electro
Magnet Interference (EMI), lebih ringan, tidak mengalirkan arus sehingga tidak
akan terjadi percikan api, dan sinyal dalam serat optik ini terjamin keamanannya.
Di sisi lain, serat optik telah digunakan untuk mengukur kadar cairan dalam
berbagai bentuk, seperti sensor yang tidak mengganggu atenuasi cahaya saat
melewati dinding tangki, namun ini hanya berlaku untuk tangki transparan (
David Sanchez Montero. et. al, 2009).

2.4 Interferometer Mach-Zehnder berbasis Fiber Optik Polimer (POF-MZI)


Prinsip dasar sensor MZI adalah membagi cahaya agar menjalar di dua lintasan
yang berbeda dan kemudian menyatukannya kembali. Salah satu lintasan diatur
agar dipengaruhi oleh gangguan luar sehingga fase gelombangnya berubah,
akibatnya terjadi pola interferensi yang berbeda sesuai dengan gangguan yang
mempengaruhinya. Pada perkembangan selanjutnya, berbagai metode baru telah
digunakan untuk membentuk konfigurasi MZI intrinsik. Wang et al. (2016)
melakukan pemisahan gelombang dengan menggunakan fiber optik SMF yang
bagian intinya telah dimodifikasi sehingga menjadi sferis.
konfigurasi MZI yang diuraikan diatas menggunakan fiber optik berbahan
silika sebagai bahan dasarnya. Oleh karenanya, konfigurasi tersebut kurang baik
dari segi kekuatannya karena ukuran fiber optik silika yang sangat kecil (dalam
orde mikro). Selain itu, konfigurasi tersebut memerlukan proses fabrikasi yang
rumit. Konfigurasi MZI dengan teknik fabrikasi yang sederhana telah dilakukan
oleh Jasim et al. (2014) dengan menggunakan POF graded index (GI-POF). GI-
POF dipanaskan untuk kemudian mendapatkan struktur POF yang lancip. Dengan
adanya struktur yang lancip (taper), sebagian cahaya yang dipandu di dalam inti
10

fiber akan tersebar dan menjalar di bagian selubung. Untuk memadukan lagi
cahaya yang merambat di dalam inti dan selubung, maka struktur POF taper
kedua dibentuk pada jarak tertentu. Selain proses fabrikasi yang sederhana,
metode ini juga menawarkan MZI yang lebih kuat karena menggunakan POF
yang memiliki diameter yang lebih besar, Struktur MZI ini digunakan untuk
sensor regangan dan suhu.

Sudut panggul

Gambar 2.3. skema Interferometer Mach-Zehnder (Ahmad h, dkk,.2016)

2.5 Aplikasi Sensor Fiber Optik


Fiber optik digunakan sebagai sensor karena mempunyai keunggulan
dibanding sensor yang lainnya, diantaranya adalah tidak kontak langsung dengan
obyek pengukuran, tidak menggunakan listrik sebagai isyarat, akurasi pengukuran
tinggi, relatif kebal terhadap induksi listrik dan magnet, dapat dimonitoring dari
jarak jauh, dapat dihubungkan dengan sistem komunikasi dara melalui perangkat
antar muka (interface), serta ukurannya yang kecil dan ringan. Prinsip kerja dari
sensor serat optik dibangun dari 3 macam modulasi, yaitu modulasi intensitas,
modulasi fase dan mosulasi panjang gelombang (Akhiruddin Maddu, 2007: 38).
Dalam dunia tenologi sensor, fiber optik banyak diaplikasikan dalam
industri sebagai sistem kontrol sistem monitoring pada bahan deformasi bahan,
strain, temperatur, tekanan dan berat benda yag bergerak dan masih banyak lagi
aplikasi lainnya dari sensor fiber optik di dalam bidang industri. Pada sub-bab kali
ini di jelaskan aplikasi sensor fiber optik sebagai sensor monitoring tekanan pada
industri perminyakan, pemasangan sensor fiber optik pada sumur observasi
(downhole) , sensor terletak pada casing electrical submersible pump (ESP)
seperti pada gambar
11

(2.4). berdasarkan literatur pengaplikasian sensor fiber optik pada downhole


khususnya pada level cairan harus dapat menahan tekanan 40 Mpa
(Qiao,X.,dkk.,2017), dengan safety factor pada fiber optic tersebut 1.5.

Gambar 2.4. Aplikasi sensor fiber optik pada downhole (luthfie,dkk.,2001)

2.6 Konsep Tegangan


Tegangan didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap
satuan luas bahan. Tegangan yang terjadi ketika suatu material dibebani oleh gaya
aksial disebut dengan tegangan normal. Nilai dari tegangan normal untuk berbagai
luas area irisan secara sederhana dapat didekati dengan gaya yang bekerja dibagi
dengan luas area irisan (Shigley, 1991).

2.6.1 Normal stress


Syidad (2016) mengatakan tegangan normal adalah intensitas gaya yang
bekerja normal (tegak lurus) terhadap irisan yang mengalami tegangan. Bila gaya-
gaya luar yang bekerja pada suatu batang yang sejajar terhadap sumbu utamanya
dan potongan batang penampang tersebut konstan, tegangan internal yang
dihasilkan adalah sejajar pada sumbu-sumbu tersebut.
12

Sebuah tegangan normal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 yang
terjadi ketika dimuat oleh gaya aksial. Nilai gaya normal untuk setiap bagian
prismatik yaitu hanya gaya dibagi dengan luas penampang.

Gambar 2.5 Normal stress (Mechanics of material, 2012).


Rumus perhitungan tegangan normal :
P
 (2.1)
A
Dimana :
σ = tegangan normal (N/m²)
P = gaya hidrostatik (N)
A = luas penampang (m²)

2.6.2 Bending stress


Tegangan lentur (bending stress) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6
adalah tegangan yang diakibatkan karena adanya gaya yang menumpu pada titik
tengah suatu beban sehingga mengakibatkan benda tersebut seakan-akan
melengkung.
13

Gambar 2.6 Bending stress (Beer dkk, 2015).


Rumus perhitungan bending stress :

M
b (2.2)
I
Dimana :
σ = tegangan normal akibat bending
M = momen luar
I = momen inersia pada sumbu x
y = jarak tegangan yang ditinjau ke garis netral

2.6.3 Hoop Stress


hoop stress adalah tegangan yang terjadi pada benda-benda melingkar
simetris (pipe,tube, dll) (Bai.Q,.dkk,2014). Hoop stress terjadi pada arah
melingkar di bidang tegak lurus dengan sumbu longitudinal pipa, Sedangkan
maximum allowable hoop stress merupakan besarnya nilai hoop stress maksimum
yang diizinkan saat operasional. Hoop stress memiliki nilai dua kali lebih besar
dari longitudinal stress, sehingga hoop stress (maximum allowable hoop stress)
menjadi aspek penting dalam menentukan tegangan desain atau tekanan operasi
pada pipa
Hoop stress adalah hasil dari gaya yang bekerja secara sirkumferensial,
Gambar 2.7 menunjukkan tegangan yang disebabkan oleh tekanan (P) di dalam /
luar silinder.
14

Gambar 2.7 hoop stress (Bai. Q.,dkk, 2014).


Rumus perhitungan shear stress :
𝜎ℎ =(𝑃 −𝑃 ) (2.3)
𝐷
Dimana : 𝑖 0 2𝑡

σh = Hoop stress
Pi = internal pressure
Po = external pressure
D = diameter pipa, t = tebal dinding

2.6.4 Hukum Hooke’s


Sesuai dengan hukum Hooke’s, tegangan adalah sebanding dengan
regangan. Kesebandingan tegangan terhadap regangan dinyatakan sebagai
perbandingan tegangan satuan terhadap regangan satuan. Pada bahan kaku tetapi
elastis seperti baja, kita peroleh bahwa tegangan satuan yang diberikan
menghasilkan perubahan bentuk satuan yang relatif kecil.
Perkembangan hukum Hooke’s tidak hanya pada hubungan tegangan-
regangan saja, tetapi berkembang menjadi modulus young atau modulus
elastisitas.
Rumus modulus elastisitas ( E ) adalah :
𝐸 = 𝜎/𝜀 (2.4)
Dimana : E = Modulus elastisitas(N/ m²) atau Mpa
𝜎 = Tegangan (N/ m²)
𝜀 = Regangan (strain)
15

2.7 Teori Kegagalan


Dalam suatu rekayasa teknik, hal yang mendasar adalah menentukan
batasan tegangan yang menyebabkan kegagalan dari material tersebut. Dalam
menggunakan teori kegagalan yang terpenting adalah menentukan tegangan utama
(principal stress). Tegangan yang telah dihitung dibandingkan dengan tegangan
yang diijinkan oleh kekuatan material yang didapat dari hasil pengujian. Jika
tegangan yang dihitung melebihi tegangan yang diijinkan oleh material, kegagalan
dari material akan terjadi. Ada tiga teori kegagalan yang sering digunakan, yaitu :

2.7.1 Teori tegangan normal maksimum


Teori tegangan normal maksimum merupakan sebuah teori kegagalan yang
sederhana, Santoso (2007) mengatakan kegagalan akan terjadi bila tegangan
normal maksimum terjadi melebihi dari tegangan luluhnya.
Teori ini menyatakan bahwa kegagalan terjadi bila salah satu dari tegangan
utama (principal stress) sama dengan kekuatan dari material. Sebagai contoh
untuk tegangan utama setiap keadaan disusun dalam bentuk : σ1 > σ2 > σ3.

Gambar 2.8 Grafik teori tegangan normal maksimum (Budynas, dkk., 2008)

Berdasarkan Gambar 2.8 grafik teori tegangan normal maksimum diatas,


jika tegangan maksimum suatu material yang terkena beban diluar area tersebut,
maka desain dinyatakan masih aman. Jika kriteria kegagalan adalah titik luluh
(yield), teori ini memperkirakan kegagalan akan terjadi bila :

1  syt atau 3  (2.5)


syc
16

Dimana Syi dan Syc adalah kekuatan luluh terhadap gaya tarik dan gaya
tekan. Kalau yang dipakai adalah kekuatan akhir, seperti pada bahan yang rapuh,
maka kegagalan terjadi jika :
1  sui atau  3  (2.6)
suc

2.7.2 Teori tegangan geser maksimum


Teori ini sering disebut juga dengan teori Tresca. Tresca menulis suatu
paper yang penting, berhubungan dengan teori tegangan geser maksimum pada
tahun 1864, dan J Guest dari Inggris menguji penggunaan teori ini sekitar tahun
1900. Oleh karena itu teori tegangan geser ini kemudian disebut dengan teori
Tresca atau teori Guest.
Guest J (1900) menyatakan bahwa konstruksi akan berada di daerah aman
apabila beban yang diberikan memberikan tegangan normal yang tidak lebih dari
tegangan luluhnya dan tegangan geser tidak lebih dari setengah tegangan luluhnya.
Teori ini mengatakan bahwa kegagalan akan terjadi bila tegangan geser
maksimum pada setiap elemen mesin sama dengan kekuatan geser dari material.
Jika tegangan utama disusun dalam bentuk σ1 > σ2 > σ3 teori tegangan geser
maksimal memperkirakan bahwa kegagalan akan terjadi bila :

 max  Sy
2 atau   (2.7)
1 3 sy
Teori ini menyatakan bahwa kekuatan luluh pada kekuatan geser diberikan oleh
persamaan :

Ssy  (2.8)
0,5sy

2.7.3 Teori Tegangan Von Mises


Von mises (1913) menyatakan bahwa akan terjadi luluh bilamana invarian
kedua deviator tegangan melampaui harga kritis tertentu. Dengan kata lain luluh
akan terjadi pada saat energi distorsi atau energi regangan geser dari material
mencapai suatu nilai kritis tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
energi distorsi adalah bagian dari energi regangan total per unit volume yang
terlibat di dalam perubahan bentuk.
17

1
𝜎 = √ [(𝜎 − 𝜎 )2 + (𝜎 − 𝜎 )2 + (𝜎 − 𝜎 )2] (2.9)
ℎ 1 1 𝑟 ℎ 𝑟
2
Hal ini akan terjadi kegagalan jika
:
 ' S (2.10)
y
Dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan, menunjukan bahwa teori
distorsi energi (Von Mises) memperkirakan kegagalan dengan ketelitian tertinggi
pada semua kuadran (Budynas dan Nisbeth, 2008).

2.8 Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke)


Pada kebanyakan bahan teknik terdapat hubungan antara tegangan dan
regangan.Untuk setiap peningkatan tegangan terjadi peningkatan regangan yang
sebanding, sebelum batas tegangan dicapai. Jika tegangan mencapai nilai batas,
hubungan regangan tidak lagi proporsional dengan tegangan.Hubungan
proporsional tegangan dan regangan awalnya dinyatakan oleh RobertHooke pada
tahun 1678 dan menjadi hukurn Hooke. Pada bahan yangnmengikuti
hukumHooke, beban yangbekerja PA dan PB akan menyebabkan tegangan sA dan
sB, danperbandingan duanilai menjadi konstan, yaitu:
𝑆𝐴 𝑆𝐵 (2.11)
𝜀𝐵 = 𝜀𝐵

Konstanta ini sekarang dikenal sebagai modulus elastisitas atau


modulusYoung(sesudah Thomas Young mendefinisikannya pada 1807). Modulus
Young dinotasikan dengan simbol E dan berlaku untuk tarik atau tekan,
dinyatakan dengan persamaan :

𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑆
𝐸= = (2.12)
𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜀

2.9 Metode Elemen Hingga (MEH)


Metode elemen hingga atau Finite Element Method (FEM) adalah prosedur
numeris yang dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam bidang
rekayasa (engineering), seperti analisis tegangan pada struktur, frekuensi pribadi
dan mode shape-nya, perpindahaan panas, elektromagnetis, dan aliran fluida.
18

Metode ini digunakan pada masalah-masalah rekayasa dimana exact solution atau
analytical solution tidak dapat menyelsaikannya. Inti dari metode elemen hingga
adalah membagi suatu benda yang akan dianalisis, menjadi beberapa bagian
dengan jumlah hingga (finite). Bagian-bagian ini disebut elemen yang tiap elemen
satu dengan elemen lainnya dihubungkan dengan titik nodal (node). Kemudian
dibangun persamaan matematika yang menjadi reprensentasi benda tersebut.
Proses pembagian benda menjadi beberapa bagian disebut meshing.
Metode analisis elemen hingga pertama kali diperkenalkan oleh Turner dkk.
pada tahun 1956 (Madenci, dkk., 2006). Saat ini, metode dan analisis desain telah
banyak menggunakan perhitungan matematis yang rumit dalam penggunaan
sehari- hari. Metode elemen hingga (MEH) banyak memberikan andil dalam
melahirkan penemuan-penemuan bidang riset dan industri, hal ini dikarenakan
dapat berperan sebagai research tool pada pengujian secara numerik. Aplikasi dari
gagasan ini dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari yang sama baiknya
dalam keteknikan, seperti permainan bongkar pasang, bangunan, perkiraan area
lingkaran dan lain sebagainya, seperti terlihat pada Gambar 2.7 (Madenci, dkk.,

2006).

Gambar 2.9 Aplikasi penggunaan FEM pada masalah teknik (Madenci, dkk.,
2006).

2.9.1 Definisi Metode Elemen Hingga


Metode elemen hingga merupakan suatu teknik numerik. Dalam metode
elemen hingga, semua kompleksitas dari sebuah problem tetap dipertahankan
sebagaimana adanya, seperti variasi bentuk, syarat batas, dan beban. Solusi
19

penyelesaian yang dicapai dari metode elemen hingga merupakan pendekatan dari
solusi eksaknya (Bhavikatti, 2005)

Metode elemen hingga adalah metode numerik domain diskritisasi dari


struktur secara berkelanjutan sehingga kesalahan pun mungkin terjadi.
Kesalahannya yaitu :

1. Kesalahan komputasi
Kesalahan ini adalah karena perhitungan komputer dan formulasi dari
skema integrasi numerik yang digunakan. Untuk tujuan komersial kebanyakan
kode batasan elemen adalah berkonsentrasi pada pengurangan dalam kesalahan ini
dan akibatnya analisis umumnya berkaitan dengan diskritisasi faktor.

2. Kesalahan diskritisasi
Pada proses diskritisasi terdapat 2 terminologi yaitu frekuensi interval
(banyaknya nilai dalam satu interval) dan jumlah interval (banyaknya interval
yang terbentuk oleh algoritma diskritisasi tertentu. Dua terminologi tersebut bisa
menimbulkan masalah classification error karena tidak tepatnya penyettingan
nilai atau kesalahan diskritisasi (Handayani, 2012).

2.9.2 Konsep Dasar Analisis Metode Elemen Hingga


1. Diskritisasi/meshing dan pemilihan jenis elemen
Pemilihan jenis elemen berkait dengan idealisasi yang ingin dilakukan
terhadap struktur yang dimodelkan. Pilihan yang ada berkait dengan jenis
elemen(1 dimensi 2 dimensi atau 3 dimensi) dandimensi, 2dimensi,
atau3dimensi), dan berlanjut dengan tingkat kesulitan dari jenis elemen yang
ditunjukkan oleh jumlah titik (nodes) dalam elemen beserta jumlah derajat
kebebasan (degree of freedom atau DOF) dari masing-2 titik (node).
Penentuan jumlah elemen berkait dengan ukuran elemen yang penentuan
dan penyebarannya berkenaan dengan konsentrasi dari deformasi, regangan, serta
tegangan yang akan terjadi pada struktur yang dimodelkan yang disebabkan oleh
bentuk geometri dari struktur serta penyebaran beban dan syarat batasnya.
2. Pilih Fungsi Deformasi (Displacement Function)
20

Penentuan fungsi deformasi adalah berkait dengan fungsi deformasi adalah


berkait dengan jumlah titik dalam satu elemen serta DOF yang dimodelkan pada
tiap titik atau tingkat/derajat polinomial dalam asumsi fungsi deformasi
dalamdalamasumsifungsideformasidalam elemen tersebut.
3. Menentukan persamaan hubungan antara regangan {ℇ} dan deformasi {d}
serta antara tegangan {𝛿} dan regangan {ℇ}.
 Regangan: ℇ x =du/dx ;;𝜀 Y =dv/dy ;;ℇZ =dw/dz
 Tegangan:𝛿X = Eℇ x ; 𝛿 Y = Eℇ Y ; 𝛿 Z = Eℇ Z
4. Menentukan Matriks Persamaan dan Kekakuan Elemen
 Ada tiga metode dalam penentuan persamaan tiga metode dalam penentuan
persamaan kekakuan elemen:
 Metode Kesetimbangan Langsung (Direct Equilibrium Method). Matriks
persamaan elemen yang menunjukkan hubungan antara gaya, kekakuan dan
deformasi pada elemen ditentukan, dan deformasi pada elemen ditentukan
berdasarkan pada prinsip kesetimbangan gaya.
 Metode Kerja atau Energi (Work or Energy Method). Metode ini adalah
pendekatan yang dapat mencakup hampir semua tingkat kerumitan dari
suatu model yang mencakup komponen material, dimensi, beban,dan syarat
batas. Metode yang menggunakan prinsip energi/kerja lainnya: Metode
Castigliano dan Metode yang berdasarkan Prinsip Energi Potensial
Minimum. Keduanya hanya berlaku untuk penurunan dengan material
elastis.
 Metode dengan Pemberatan pada Energi Sisa (Methods of Weighted
Residual). Metode ini yang terkenal adalah Metode Galerkin. Metode ini
memberikan hasil yang sama untuk semua penyelesaian Metode Energi.
Metode ini sebagai penyelesaian saat metode energi tidak bisa digunakan.
Metode ini dapat mengadopsi langsung persamaan diferensial.
 Persamaan elemen yang dihasilkan secara umum adalah sebagai berikut:
21

5. Penggabungan Persamaan Elemen pembentuk persamaan global/ total dari


sistem dan menentukan syarat batas.
Penggabungan persamaan elemen dilakukan dengan prinsip superposisi
dengan mempergunakan prinsip kontunyuitas dan kompatibilitas. Kontinyuitas
tiap elemen saling berhubungan sehingga dapat menyalurkan beban berupa
tegangan keelemen disekitarnya. Sehingga terlihat pada bentuk deformasinya
yang kontinyu. Kompatibilitas: tiap elemen mempunyai titik (nodes) dengan tiap
elemen mempunyai titik (nodes) dengan jumlah dan sifat DOF tertentu, kesamaan
DOF dari titik dalam tiap elemen yang digunakan merupakan syarat
kompatibilitas dari tiap titik dalam tiap elemen dan tiap elemen menggunakan
titik-titik tersebut sesuai dengan tingkat kesulitan dari tiap elemen yang
digunakan. Bentuk persamaan global dari sistem struktur secara matriks adalah
sebagai berikut:
{F} = [K] {d}= [K]{d}
Dimana:
{F} = adalah vektor gaya global pada titik baik yang diketahui maupun yang tidak
diketahui
[K] = adalah matriks kekakuan global dari sistem struktur; sifatnya singular atau
det[K] = 0
{d} = adalah vektor deformasi yang diketahui dan yang tidak diketahui

6. Penyelesaian dari DOF yang tak diketahui, setelah syarat batas


diberikan. Persamaan dari sistem menjadi:
22

7. Penyelesaian Regangan dan Tegangan Elemen


Hasil regangan dan tegangan adalah output yang umum digunakan untuk
menentukan kualitas dari desain struktur yang dilakukan.

8. Interpretasi Hasil
Output yang berupa: deformasi, tegangan, dan regangan adalah sebagai
acuan dalam menilai desain yang dimodelkan. Dari analisis yang dilakukan, maka
dapat ditentukan perubahan-perubahan untuk perbaikan desain maupun kualitas
model.

2.9.3 Jenis Elemen Pada Metode Elemen Hingga


1. Elemen satu dimensi (garis)
Jenis elemen ini meliputi pegas (spring), truss, beam, pipe dan lain
sebagainya, seperti terlihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Elemen garis (Madenci, dkk., 2006)


2. Elemen dua dimensi (bidang)
Jenis elemen ini meliputi membran, plate, shell dan lain sebagainya seperti
pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Elemen bidang (Madenci, dkk., 2006)


23

3. Elemen tiga dimensi (volume)


Jenis elemen ini meliputi (3-D Fields-temperature, defleksi, stress, flow
velocity), seperti pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Elemen volume (Madenci, dkk., 2006)

2.9.4 Menurunkan Matriks Kekakuan dan Persamaan


Awalnya, pengembangan matriks elemen kekakuan dan persamaan elemen
didasarkan pada konsep pengaruh koefisien kekakuan (stiffness), yang
mensyaratkan latar belakang dalam analisis struktural. Salah satu metode adalah
metode kesetimbangan langsung. Menurut metode ini, matriks kekakuan dan
persamaan elemen yang berkaitan pembebanan noda untuk perpindahan noda
diperoleh dengan kondisi kesetimbangan gaya untuk elemen dasar, bersama
dengan hubungan gaya atau deformasi. Karena metode ini paling mudah
beradaptasi dengan garis atau bidang (elemen satu atau dua dimensi).
Dengan menggunakan metode di atas akan menghasilkan persamaan untuk
menggambarkan perilaku suatu elemen. Persamaan ini ditulis dengan mudah
dalam bentuk matriks sebagai berikut:
{f} = (K) {d} (2.13)
Keterangan :
{f} = Vector gaya noda elemen
(K) = Matriks kekakuan elemen
{d}= Vector dari elemen yang tidak diketahui derajat kebebasan noda
Berikut adalah langkah dalam menyelesaikan permasalahan dalam matriks
kekakuan untuk elemen balok (beam) :

1. Menentukan persamaan defleksi dari struktur balok


Diasumsikan persamaan defleksi arah transversal adalah sebagai berikut:
𝑣(𝑥) = 𝑎1𝑥3 + 𝑎 2𝑥 2 + 𝑎3𝑥 + 𝑎4 (2.14)
24

Persamaan defleksi di atas dapat digunakan karena untuk balok terdapat 4


(empat) derajat kebebasan, yaitu defleksi di 2 (dua) nodal dan rotasi di 2 (dua)
nodal. Setelah itu kita sederhanakan persamaan (2.14) di atas dengan
menggunakan
persamaan 𝑑𝑣 = 𝜙 dan syarat-syarat batas yang ada, yaitu :
𝑑𝑥

𝑣(0) = 𝑑1𝑦 = 𝑎4 (2.15)


𝑑𝑣 (0)
=𝜙 = (2.16)
𝑎
𝑑𝑥 1 3

𝑣(𝐿) = 𝑑2𝑦 = 𝑎1𝐿3 + 𝑎2𝐿 + 𝑎3𝐿 + 𝑎4 (2.17)


𝑑𝑣(𝐿)
= 𝜙 = 𝑎 𝐿3 + 𝑎 𝐿2 + 𝑎 𝐿 + 𝑎 (2.18)
2 2 3 4
𝑑𝑥 1

Kemudian akan didapat persamaan defleksi transversal yang baru, yaitu :


1 3 1
𝑣 = [ 2 (𝑑 − 𝑑 ) + (𝜙 − )] 𝑥 3 + (− (𝑑 − 𝑑 ) − (2𝜙 −
𝜙
1𝑦 2𝑦 1 1𝑦 2𝑦 1
𝐿3 𝐿2 2 𝐿2 𝐿

𝜙2]𝑥2 + 𝜙1𝑥 + 𝑑1𝑦 (2.19)

Persamaan (2.19) di atas diubah kedalam bentuk matriks dengan persamaan


dasarnya adalah sebagai berikut :
𝑣 = [𝑁][𝑑] (2.20)

Dimana dan [𝑁] = [𝑁1 𝑁2 𝑁3 𝑁4 ] (2.21)

Sehingga didapat:
(2.22)

N1, N2, N3, dan N4 merupakan fungsi bentuk (shape function) dari elemen balok.

2. Menetapkan hubungan antara regangan dan defleksi serta antara tegangan


dan regangan.
Pada balok dapat diasumsikan bahwasannya hubungan antara regangan axial
dapat ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut :

(2.23)
25

Dimana u adalah fungsi dari pada defleksi axial, sedangkan hubungan antara
defleksi axial dengan defleksi axial adalah sebagai berikut :
𝑑𝑣
𝑢 = −𝑦 (2.24)
𝑑𝑥

Gambar 2.13 Segmen elemen balok sebelum berdeformasi (Madenci, dkk.,


2006)

Gambar 2.14 Segmen elemen balok setelah berdeformasi (Madenci, dkk.,


2006)

Dengan menggabungkan persamaan (2.23) dan (2.24) akan didapatkan


peramaan regangan yang baru yang berbentuk sebagai berikut :

(2.25)
Dari persamaan dasar balok dapat dituliskan hubungan factor momen dan
tegangan geser dengan defleksi transversal. Hubungan ini nantinya akan
digunakan untuk mendapatkan matriks kekakuan dari sebuah elemen balok.
Hubungan momen dan tegangan geser dengan defleksi transversal tersebut adalah
sebagai berikut :

(2.26)

3. Turunkan persamaan dan matriks kekakuan dari elemen balok


Dengan menggunakan persamaan (2.25) dan (2.26) dan pendekatan
kesetimbangan gaya 25actor gaya-gaya dalam (momen dan tegangan geser)
dengan
26

gaya-gaya pada tiap nodal maka akan didapatkan persamaan kesetimbangan gaya
di tiap nodal seperti berikut :

(2.27)

Kemudian persamaan gaya dia atas diubah kedalam bentuk matriks,


sehingga didapatkan :

(2.28)

Dengan persamaan matriks kekakuannya adalah

(2.39)

2.10 Metode Taguchi


Salah satu metode yang mulai banyak digunakan metode taguchi. Metode
ini dicetuskan oleh Dr. Genichi Taguchi pada tahun 1949 saat mendapatkan tugas
untuk memperbaiki sistem telekomunikasi Jepang. Metode taguchi merupakan
metodelogi baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas
produk dan proses dalam waktu yang bersamaan menekan biaya dan sumber
seminimal mungkin. Sasaran metode taguchi adalah menjadikan produk kokoh
(robust) atau tidak sensitif terhadap berbagai faktor ganguan (noise), karena itu
sering disebut sebagai desain kokoh (robust design) (Soejanto, 2009). Pada
umumnya desain eksperimen taguchi dibagi menjadi tiga tahap utama yang
menyangkut semua pendekatan eksperimen, yaitu: tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan eksperimen, dan tahap analisa.
27

2.10.1 Tahap Perencanaan


Merupakan tahap terpenting, dimana seorang peneliti harus menentukan
kemana penelitian ini akan dibawa. Adapun kegiatan yang termasuk tahap
perencanaan, yaitu (Soejanto, 2009) :
1. Perumusan masalah.
2. Tujuan eksperimen.
3. Penentuan variabel tak bebas (variabel terikat).
4. Identifikasi faktor-faktor (variabel bebas).
5. Pemisahan faktor kontrol dan faktor gangguan.
6. Penentuan jumlah level dan nilai faktor.
7. Perhitungan derajat kebebasan.
8. Pemilihan matrik orthogonal.
2.10.3 Tahap Pelaksanaan Eksperimen
Merupakan tahapan dimana eksperimen akan dilaksanakan, adapun
tahapan ini meliputi:
1. Jumlah replikasi
Replikasi adalah pengulangan kembali perlakuan yang sama dalam suatu
percobaan dengan kondisi yang sama.
2. Pengacakan
Secara umum pengacakan dimaksudkan untuk meratakan pengaruh faktor
yang tidak dapat dikendalikan dan memberikan kesempatan yang sama pada
semua unit eksperimen.
2.10.3 Tahap Analisa
Pada tahap analisa dilakukan pengumpulan, pengaturan, dan perhitungan
data serta penyajian hasil dalam bentuk layout tertentu. Adapun tahapan ini
meliputi:
2.10.3.1 Analisis Varian (ANOVA) Taguchi
ANOVA merupakan teknik yang digunakan dalam menganalisa data
yang telah disusun dalam perencanaan eksperimen secara statistik. ANOVA
digunakan untuk membantu mengidentifkasi kontribusi faktor sehingga akurasi
perkiraan
28

model dapat ditentukan. ANOVA untuk matriks orthogonal dilakukan berdasarkan


perhitungan jumlah kuadrat untuk masing-masing kolom.
a. Jumlah kuadrat total (𝑆𝑆𝑇)
𝑁

𝑆𝑆𝑇 = ∑ 𝑦𝑖2
(2.30)
𝑖=1

b. Jumlah kuadrat factor (sum square)


𝐾𝐴
𝐴
2
𝑇2
𝑆𝑆𝐴 = [∑ 𝑖 )] − (2.31)
( 𝑛𝐴𝑖 𝑁
𝑖=1

c. Jumlah kuadrat karena rata-rata (𝑆𝑆𝑚)


𝑆𝑆𝑚 = 𝑛. 𝑦̅2 (2.32)
d. Jumlah kuadrat error (𝑆𝑆𝑒)
𝑆𝑆𝑒 = 𝑆𝑆𝑇 − 𝑆𝑆𝑚 − 𝑆𝑆𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 (2.33)
e. Rata-rata kuadrat atau mean square (𝑀𝑆)
𝑆𝑆𝐴
𝑀𝑆 = (2.34)
𝑉𝐴
2.10.3.2 Uji
F
Hasil analisa varian tidak membuktikan adanya perbedaan perlakuan dan
pengaruh 28actor dalam percobaan, pembuktian dilakukan dengan uji F.
𝑀𝑆𝐴
(2.35)
𝐹𝐴 =
𝑀𝑆𝑒
2.10.3.3 Pooling
up
Pooling up dirancang taguchi untuk mengestimasi variasi error pada
analisa varian sehingga estimasi yang dihasilkan akan menjadi lebih baik. Pooling
up dilakukan dengan menjumlahkan factor yang tidak berpengaruh menjadi error.

2.10.3.4 Rasio S/N (Signal to Noise Ratio)


Rasio S/N digunakan untuk memilih factor yang memiliki kontribusi
pada pengurangan variasi suatu respon. Rasio S/N terdiri atas karakteristik
berikut:
a. Semakin kecil semakin baik (smaller the better)
Adalah karakteristik kualitas dengan batas nol dan negatif. Nilai semakin
kecil (mendekati nol) adalah yang diinginkan.
29

𝑆 𝑛

1 ∑ 𝑦 2] (2.36)
= −10 log [ 𝑖=𝑛
𝑁 𝑛

b. Tertuju pada nilai tertentu (nominal the best)


Karakteristik kualitas dimana ditetapkan suatu nilai nominal tertentu, jika
nilainya semakin mendekati nilai nominal tertentu maka kualitasnya semakin baik.
𝑆 𝑦̅2
= 10 log 2 (2.37)
𝑁 𝑆
dimana, 𝑦̅= respon rata-rata (mean respon)
𝑛
1
𝑦̅= ∑ 𝑦𝑖 (2.38)
𝑛 𝑖=𝑛

𝑛
Standar deviasi (𝑆) = (𝑦𝑖 − 𝑦̅)2 (2.39)
√∑
𝑛−1
𝑖=𝑛

c. Semakin besar semakin baik (larger the better)


Karakteristik kualitas dimana semakin besar nilainya, maka kualitas
semakin baik.
𝑛
𝑆 1 1
= −10 log [ ∑ 2 ] (2.40)
𝑁 𝑛 𝑖=𝑛 𝑦𝑖

2.10.3.5 Interpretasi Hasil Eksperimen


Untuk menginterpretasikan hasil eksperimen dengan menggunakan
metode taguchi dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a. Persen Kontribusi
Merupakan porsi masing-masing faktor dan atau interaksi faktor yang
signifikan terhadap total variasi yang diamati. Persen kontribusi merupakan
persen dari jumlah kuadarat (𝑆𝑆) dari masing-masing factor yang signifikan.
Pada analisis varian nilai rata-rata kuadrat (𝑀𝑆) untuk suatu faktor sebenarnya
(misalkan faktor
A) yaitu:
𝑆𝑆′𝑒 = 𝑆𝑆𝐴 − (𝑉𝐴 ). (𝑀𝑆𝑒 ) (2.41)
Sehingga persen kontribusi:
30

𝑆𝑆′𝐴
𝜌= × 100% (2.42)
𝑆𝑆𝛾
Pada persen kontribusi akan dihitung persen kontribusi maupun interaksi
maupun interaksi faktor yang signifikan dan error. Jikan persen kontribusi error
≤ 15% berarti tidak ada faktor yang berpengaruh terabaikan. Tetapi jika persen
kontribusi error ≥ 50% artinya terdapat faktor yang berpengaruh terabaikan dan
error yang hadir terlalu besar. .
b. Interval kepercayaan (convidence interval)
Analisa hasil eksperimen taguchi dihitung dalam tiga kondisi, yaitu:
1. Interval kepercayaan untuk level faktor (𝐶𝐼1)
𝐹(𝛼;𝑉1 ;𝑉𝑒 ) 𝑀𝑆𝑒
𝐶𝐼1 = √ (2.43)
𝑛

𝜇𝐴𝐾 = 𝐴̅
𝐾 ± 𝐶𝐼1

𝐴̅ ̅
𝐾 − 𝐶𝐼1 ≤ 𝜇𝐴𝐾 ≥ 𝐴𝐾 + 𝐶𝐼1

2. Interval kepercayaan untuk perkiraan rata-rata

1
𝐶𝐼1 = ±√𝐹(𝛼;𝑉1 ;𝑉𝑒 ) × 𝑀𝑆𝑒 × ( ) (2.44)
𝑛𝑒𝑓𝑓

dimana, 𝑛𝑒𝑓𝑓= jumlah pengamatan efektif

𝑛𝑒𝑓𝑓 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑖𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎

3. Interval kepercayaan untuk eksperimen konfirmasi

1 1
𝐶𝐼1 = ±√𝐹(𝛼;𝑉1 ;𝑉𝑒 ) × 𝑀𝑆𝑒 × ( + ) (2.45)
𝑛𝑒𝑓𝑓 𝑟

dimana, r = jumlah replika yang dilaksanakan

2.11 Faktor Keamanan


Disamping itu juga faktor yang perlu diperhatikan dalam desain kontruksi
adalah faktor keamanan. Keamanan suatu desain dapat ditunjukan dengan suatu
nilai yang disebut faktor keamanan atau safety factor (SF). Nilai dari safety factor
dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada kontruksi. Hubungan tegangan dan
safety factor dapat digambarkan melalui persamaan berikut (Timoschenko, 1976):
31

𝑆
𝑛=
𝜏 (2.46)
Dimana n = safety factor ( angka keamanan) (N/mm2)
S = yield strength (kekuatan) (N/mm2)
𝜏 = tegangan (N/mm2)
BAB III
METODE PENELITIAN DAN PEMODELAN

3.1 Diagram Alir Penilitian


Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

Mulai

Studi Pustaka

Perancangan Desain Penelitian


Penentuan Parameter
Penentuan Jumlah Level
Penentuan Matriks Ortogonal

Persiapan Simulasi Desain


fiber optik

Simulasi Statik
menggunakan Abaqus 6-13

Melakukan study Meshing

tidak

Mendapatkan ukuran elemen yang konvergen

Ya

32
33

Memvariasikan nilai tekanan pada setiap pemodelan

Analisis hasil simulasi dan menentukan nilai tekanan maksimum pada setiap pemodelan

Menentukan jenis pemodelan dengan metode Taguchi:


Pengolahan Respon Rata-rata
Perhitungan S/N Ratio
Penentuan kombinasi Parameter

Perhitungan Nilai Respon yang optimal

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir


Dari gambar 3.1 diatas dapat dilihat alur penelitian untuk analisis
tegangan pada fiber optik polymer model MZI (POF-MZI). Pertama penulis
melakukan studi literatur untuk memahami tegangan dan regangan pada fiber
optik dengan material PMMA. Setelah itu, penulis menentukan parameter berupa
pemilihan material serta desain dari POF-MZI tersebut. Selanjutnya penulis
melakukan smulasi dengan menggunakan software abaqus 16.3. Setelah
melakukan simulasi dengan Software abaqus didapatkan data hasil analisis.
Selanjutnya menentukan pemodelan yang optimum menggunakan metode taguchi.
34

3.2 Pemilihan Material


Dalam pembuatan suatu produk banyak aspek-aspek penting yang harus kita
perhatikan seperti desain geometri, estetik , dan sebagainya. Sebenarnya ada hal
yang lebih penting dari semua itu yaitu pemilihan material. Pemilihan material
yang tidak tepat akan membuang banyak waktu dan uang. Pemilihan material
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dari suatu produk itu sendiri.

3.2.1 Aspek – aspek Pemilihan Material


Berikut adalah aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
material.
1. Mengetahui sifat/karekteristik material.
2. Ketersedian material di pasaran.
3. Harga-harga material di pasaran.
4. Estetika/keindahan.
5. Pengaruhnya terhadap alam.
6. Mampu bentuknya.

3.2.2 Prinsip Pemilihan Material


Berikut adalah beberapa prinsip yang digunakan dalam proses manufaktur.
1. Gunakan harga yang murah.
2. Cari raw material yang paling mudah untuk diproses.
3. Buatlah sebuah desain yang sederhana.
4. Menggunakan komponen sederhana yang mudah didapatkan dan dibeli.
5. Design for communally with other products.
6. Meminimkan kegiatan machining.
7. Meminimkan estetika produk.
8. Memahami manufaktur sebagai salah satu bagian untuk merealisasikan
produk.

3.2.3 Jenis Material


Material komposit didefinisikan sebagai kombinasi dari material-material
yang berbeda, dengan tujuan tidak hanya mengkombinasikan property nya
(additive effect) namun juga untuk menciptakan property yang baru (synergetic
effect).
35

Material komposit dapat digolongkan sebagai isotropik atau anisotropik.


Komposit isotropik adalah komposit yang penguatnya memberikan penguatan
yang sama untuk berbagai arah (baik dalam arah transversal maupun
longitudinal) sehingga segala pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan
mempunyai nilai kekuatan yang sama. (Suryadi, Agung. 2009).
Sedangkan komposit anisotropik adalah komposit yang penguatnya
memberikan penguatan tidak sama terhadap arah yang berbeda, sehingga segala
pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang
tidak sama (baik arah transversal maupun longitudinal). (Callister Jr, W.D)
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan material PMMA,
material ini kemudian akan dianalisis guna mengetahui nilai dari tegangan von
Mises nya. Sifat material PMMA diasumsikan sebagai material yang bersifat
isotropik. Dengan catatan arah polimer pada akrilik diasumsikan kearah X
sebagaimana ditunjukan pada Gambar 3.2, sehingga poisson ratio yang digunakan
juga diasumsikan searah dengan polimer PMMA yaitu ke arah X. Hal tersebut
dikarenakan agar arah polimer PMMA dapat searah dengan fiber optik, sehingga
dapat diketahui perubahan panjang pada fiber optik akibat adanya tekanan yang
diberikan.

Gambar 3.2 Arah fiber optik model MZI.

3.2.4 Material yang Digunakan


Dalam penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan material PMMA
,material ini kemudian akan dianalisis guna mengetahui nilai dari tegangan von
36

Mises nya. Berikut mechanical properties dari material yang telah di pilih dapat
dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Mechanical properties PMMA.

Properties Nilai
Density 1180
kg/𝑚3
Ultimate Tensile Strength 98 MPa

Tensile Yield Strength 64,8 MPa

Modulus of Elasticity 2760 MPa

Poisson's Ratio 0,37

3.3 Pemodelan
Simulasi dilakukan untuk pemodelan pemberian tekanan pada fiber optik,
dimana fiber optik yang di gunakan berjenis Interferometer Mach-Zehnder (MZI)
yang memiliki penyempitan di area yang akan di jadikan sensor seperti yang di
tunjukan pada gambar 3.2. Sehingga di salah satu area penyempitan tersebut akan
dilakukan beberapa variasi yakni dengan mem-variasikan sudut kemiringan,
panjang di area yang di jadikan sebagai sensor tegangan-regangan. Gambaran
kasus dari penelitian ini dimodelkan dalam bentuk 3 dimensi (3D) dengan
geometri dijelaskan pada sub-bab berikutny. Penyelesaian kasus ini dilakukan
menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan software Abaqus 6.13.
Desain fiber optik memiliki variasi sudutnya dari 20°, 25° dan 30° serta variasi
panjang 1 mm, 0,75 mm dan 0,5 mm dengan setiap variasi yang akan diberikan
tekanan yang berbeda- beda. Hasil yang didapat nantinya berupa tegangan
maksimal serta regangan yang akan dianalisis kemudian untuk menentukan nilai
optimum yang sesuai untuk di jadikan sensor.
Langkah-langkah pemodelan dengan metode elemen hingga menggunakan
software Abaqus 6.13 meliputi:
37

1. Pre-processing
Meliputi: pembuatan komponen (sketch), pemberian properti material pada
komponen, assembly komponen, pemilihan step, pemilihan interaksi
(kontak), pembebanan dan pemberian kondisi batas, meshing.
2. Pemecahan masalah (solving)
3. Post processing
Sebuah model FEA terdiri dari beberapa komponen yang secara bersamaan
menjelaskan masalah fisik yang akan dianalisis dan hasil yang akan diperoleh.
Minimal model harus berisi informasi berikut: geometri, sifat unsur, sifat material,
beban dan kondisi batas, jenis analisis dan format file output. Informasi ini
terdapat dalam dek masukan, yang merupakan sarana komunikasi antara pre-
processing dan pemecah analisis.

3.4 Flow Chart Pemodelan Menggunakan ABAQUS 6.13


Dari flow chart pada Gambar 3.2 bisa dilihat bahwa gambar tersebut
menunjukan urutan pengerjaan pemodelan fiber optik yang dilakukan dari awal
sampai akhir dan mendapatkan hasil dari simulasi material PMMA. Pemodelan
komponen material PMMA dimulai dengan menentukan parameter dari model
yang meliputi parameter material, kondisi batas dan pembebanan dari material
PMMA.
38

Mulai

Parameter dari model :


Material parameter meliputi : modulus elastisitas E, poisson’s ratio, dencity
Kondisi batas dan pembebanan system
Variasi model

Pemodelan dalam FEM (Abaqus 6.13)

Pre_processing

Import Model Material Assembly

Meshing Load Manager Step Manager


Solving

Create Job Submit


job
Post Processing

Pembahasan

kesimpulan

Selesai

Gambar 3.3 Flow chart pemodelan dalam ABAQUS 6.13.


39

3.5 Pre-Processing
3.5.1 Pembuatan Komponen Fiber Optik
Pembuatan desain fiber optik menggunakan bantuan software Solidwork.
Fiber optik ini memiliki diameter cladding 1 mm dan diameter core 0.98 mm.
Terdapat tiga variasi sudut dan panjang yang akan digunakan dalam penulisan
untuk penelitian. Desain kemudian di import ke dalam ABAQUS. Gambar 3.4 dan
Gambar 3.12 menunjukkan variasi sudut dan panjang.

Gambar 3.4 Desain fiber optik sudut 20° dengan panjang 0.5 mm .

Gambar 3.5 Desain fiber optic sudut 20° dengan panjang 0.75 mm ..

Gambar 3.6 Desain fiber optic sudut 20° dengan panjang 1 mm .

Gambar 3.7 Desain fiber optic sudut 25° dengan panjang 0.5 mm .
40

Gambar 3.8 Desain fiber optic sudut 25° dengan panjang 0.75 mm .

Gambar 3.9 Desain fiber optic sudut 25° dengan panjang 1mm .

Gambar 3.10 Desain fiber optic sudut 30° dengan panjang 0.5 mm .

Gambar 3.11 Desain fiber optic sudut 30° dengan panjang 0.75 mm .

Gambar 3.12 Desain fiber optic sudut 30° dengan panjang 1 mm .

3.5.2 Pemberian Properti Material pada Part


Setelah pembuatan komponen selesai selanjutnya adalah pendefinisian
properti material pada setiap komponen dimana material cladding dan core pada
fiber optik sama. Material yang digunakan pada simulasi yaitu PMMA/akrilik
dengan nilai propertiesnya pada tabel 3.1. Ubah module tab menjadi property,
seperti terlihat pada gambar 3.13.
41

Gambar 3.13 Property module tab


Pada Abaqus pilih Module > Property > Create Material, akan muncul
kotak dialog Edit Material. Pada kolom Name isikan PMMA, lalu pilih General >
Density seperti terlihat pada Gambar 3.14(a). Masukkan nilai pada Mass Density
sesuai tabel 3.1 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.14(b)

(a) (b)
Gambar 3.14 Pemberian properti massa jenis untuk material PMMA
Langkah terakhir adalah masukkan nilai elastic pada komponen cladding
dan core dengan cara Mechanical > Elasticity > Elastic. Ikuti petunjuk sesuai
Gambar 3.15 di bawah ini. Masukkan nilai Young Modulus dan Poisson Ratio
sesuai pada tabel 3.1.
42

Gambar 3.15 Pemberian properti Young Modulus dan Poisson Ratio

3.5.3 Part Assembling


Assembly adalah penggabungan beberapa part untuk dijadikan satu model.
Pada module tab ubah menjadi assembly. Kemudian klik ikon create instance
seperti pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16 Langkah part assembling


Muncul kotak dialog Create Instance, pilih Parts pada Create instances
from. Pada isian Parts, pilih cladding dan core. Pastikan memilih make
independent (mesh on part) pada pilihan Instance Type seperti pada Gambar 3.17.
43

Gambar 3.17 Kotak dialog Create Instance

3.5.4 Menentukan Jenis Analisis FEM (Step)


Step adalah langkah yang nantinya digunakan dalam proses simulasi
Abaqus, step sendiri berfungsi untuk menentukan langkah – langkah analisa,
menentukan out put yang diinginkan dan membatasi analisa sesuai dengan analisa
yang dikehendaki. Berikut ini adalah cara untuk membuat step pada pemodelan.
Dari Module > Step > Create Step seperti pada Gambar 3.18

Gambar 3.18 Langkah membuat step pemodelan


Pada langkah ini hanya memberi 1 step pada pemodelan fiber optik yaitu
step pressure. Step pressure adalah langkah dimana fiber optik menerima tekanan
pada saat keadaan statis. Gambar 3.19 menunjukkan pembuatan step pada fiber
optik.
44

Gambar 3.19 Create step.

3.5.5 Menentukan Pasangan Kontak (Interaction)


Interaction digunakan untuk membuat contact antara cladding dan core.
Yang harus dilakukan pertama kali untuk membuat interaction adalah pilih module
> interaction > create Interaction > pilih Suface-to-Surface contact (standard) >
Continue maka akan muncul kotak dialog seperti pada gambar 3.20

Gambar 3.20 Langkah pembuatan interaction


Pada bagian cladding sebagai first surface lalu setelah itu pilih surface
region bagian core sebagai second surface seperti pada Gambar 3.20, kemudian
klik continue.
45

. Gambar 3.21 Langkah pemilihan surface


Seketika akan muncul kotak dialog Edit Interaction, pada kolom
Mechanical constraint formulation pilih Penalty contact method seperti pada
Gambar 3.22(a). Selanjutnya klik ikon Create Interaction Property, seperti
terlihat pada Gambar 3.22(b). Kotak dialog Create Interaction Property akan
muncul, pilih Contact pada kolom Type seperti pada Gambar 3.22(c), kemudian
klik Continue. Selanjutnya akan muncul kotak dialog Edit Contact Property. Lalu
klik tab Mechanical dan pilih Tangential Behavior dan Normal Behavior. Pada
Tangential Behavior yang berisikan pemberian nilai koefisien gesek, klik Friction
formulation > pilih Penalty
> lalu masukkan nilai Friction Coeff sebesar 0.45 (www.matweb.com), dan pada
Normal Behavior pilih “Hard” Contact pada Pressure-Overclosure, terlihat
seperti Gambar 3.27 dibawah ini > Ok.
46

(a) (b)

(c)
Gambar 3.22 Kotak dialog Edit Interaction dan Create Interaction Property

Gambar 3.23 Pemberian properti kontak Tangential dan Normal Behavior


47

Pemodelan kontak dengan menggunakan elemen kontak surface-to-surface


ini bertujuan agar core yang berada didalam cladding dapat terkena tekanan yang
diberikan pada permukaan cladding. permukaan material yang menerima tekanan
secara langsung (master surface) dan permukaan material kedua (slave surface)
yang saling bersentuhan seperti ditunjukkan pada gambar 3.24 dan gambar 3.25
berikut.

Gambar 3.24 Master Surface

Gambar 3.25 Slave Surface


Dengan menggunakan pemodelan kontak surface-to-surface seperti pada
gambar 3.24 dan gambar 3.25 maka nilai tegangan dapat diperoleh dari kedua
material yang disimulasikan tersebut.
48

3.5.6 Pembebanan dan Pemberian Kondisi Batas


Langkah ini bertujuan untuk memberikan input gaya dan kondisi batas pada
model. Pemberian beban pada fiber optik ditempatkan pada permukaan atas
cladding pada fiber optik, dimana pada titik ini dinilai memiliki posisi yang cukup
untuk mendapat pembebanan. Jenis beban merupakan tekanan pada permukaan
cladding seperti pada Gambar 3.12. Pemberian gaya bersifat 3D resultan dimana
beban sesuai dengan beban fiber optik dengan material PMMA yang didapat pada
bab berikutnya. Terdapat beberapa percobaan variasi tekanan yang diberikan pada
fiber optik. Pembebanan ini bersifat seragam. Hal ini berlaku untuk semua
permodelan yang digunakan.
Untuk menentukan tekanan pilih module > load > create load pada tab
create load pilih pressure klik continue. Setelah itu masukan nilai tekanan seperti
pada gambar 3.26

Gambar 3.26 created load

Setelah di lakukan pemberian tekanan pada tab created load maka hasilnya
seperti pada gambar 3.27
49

Gambar 3.27 Fiber optik yang di beri tekanan

Gambar 3.27 juga menampilkan titik dimana menitik beratkan pembebanan


yang diterima oleh fiber optik.
Kondisi batas yang diberikan pada PMMA (diberi nama BC-1 dan BC-2),
BC-1 adalah kondisi batas jenis encastre pada sisi amping sumbu –X pada Fiber
optik. Maksud dari pemberian kondisi batas ini adalah agar tidak terjadi
pergerakan secara translasi maupun rotasi pada bagian tersebut pada arah x, y
maupun z. Tampilan BC-1 ditampilkan pada Gambar 3.28. Tujuan dari pemberian
kondisi batas ini adalah ketika step Tekan, fiber optik hanya mengalami translasi
dan tidak terjadi rotasi. Centang pada kolom UR1, UR2, dan UR3 dan isi dengan
nilai 0, pilih step dengan Tekan. Sedangkan BC-2 merupakan kondisi batas jenis
displacement pada ujung fiber optik sumbu X, kemudian centang kolom U1.
Maksud dari pemberian kondisi batas ini adalah agar pada saat simulasi fiber
optik tidak mengalami translasi ke arah sumbu z, tampilan BC-2 ditampilkan pada
Gambar 3.29.
50

Gambar 3.28 Kondisi batas BC-1 pada fiber optic.

Gambar 3.29 Kondisi batas BC-2 pada ujung fiber optik


51

Dari Gambar 3.28 dan gambar 3.29 dapat dilihat dua jenis kondisi batas
yang diberikan pada permodelan fiber optik. Pada setiap model diasumsikan
memiliki kondisi batas yang sama. Asumsi ini bertujuan agar nilai yang dihasilkan
dapat dengan mudah dibandingkan satu sama lain.

3.5.7 Meshing
Dalam penelitian yang menggunakan metode elemen hingga, langkah
meshing sangatlah penting. Meshing adalah langkah membagi sebuah part
menjadi bagian – bagian kecil. Ukuran dari mesh sangat penting untuk melihat
keakuratan dari penelitian ini. Berikut ini adalah cara untuk memberikan meshing
pada pemodelan. Pertama lakukan meshing pada object assembly. Pilih Mesh pada
modul
,lalu klik ikon Assign Mesh Controls seperti Gambar 3.30(a). Muncul kotak dialog
Mesh Controls, pilih mesh hexagonal pada Element Shape dan Free pada
Technique seperti pada Gambar 3.30(b), klik OK.

(a) (b)
Gambar 3.30 Kotak dialog Mesh Controls
Kemudian pilih ikon Seed Part seperti Gambar 3.30(a). Masuk kotak
dialog Global Seeds, isikan nilai 0.08 pada kolom Approximate global size, seperti
Gambar 3.30 (b) klik OK.
52

(a) (b)
Gambar 3.31 Kotak dialog Global Seeds
Terakhir, klik ikon Mesh Part dan pilih Yes pada OK to mesh the part?
Seperti Gambar 3.32.(a), akan terjadi proses meshing yang akan menampilkan
part hasil meshing seperti Gambar 3.32 (b).

(a)

(b)
Gambar 3.32 Mesh part
53

3.5.8 Pemecahan Masalah (Solving)


Berikutnya adalah langkah solving untuk model yang telah dibuat pada
langkah pre-processing dalan Abaqus 6.13. Job adalah proses akhir dari
pemecahan masalah pada pemodelan yang dibuat. Langkahnya adalah pada modul
pilih Job, klik ikon Create Job seperti Gambar 3.33(a). Muncul kotak dialog
Create Job, klik Continue seperti Gambar 3.33(b). Masuk kotak dialog Edit Job,
pilih Full Analysis pada Job Type seperti Gambar 3.33(c), lalu klik OK. Terakhir,
klik ikon Job Manager dan pada kotak dialog Job Manager pilih Submit seperti
pada Gambar 3.33(d).

(a) (b) (c)

(d)
Gambar 3.33 Membuat job untuk solving pemodelan

3.6 Post-Processing
Langkah Post-processing adalah proses untuk menunjukkan hasil dari
analisis yang telah dilakukan. Pada simulasi fiber optik MZI, data yang akan
diambil pada proses ini adalah tegangan von mises. Seperti yang ditunjukkan pada
54

Gambar 3.34 dan Gambar 3.35. Tegangan von Mises pada software ABAQUS
6.13 dapat dilihat melalui Plot > Contours, selanjutnya Result > Field output > S
> Mises.

Gambar 3.34 Contoh tegangan von mises pada cladding fiber optik.

Gambar 3.35 Contoh tegangan von mises pada core fiber optik.

3.7 Penentuan Ukuran Mesh


Topologi mesh adalah bentuk hubungan yang semua perangkat/node saling
terhubung satu sama lain. Pada penelitian ini, menggunakan mesh jenis hexa.
Setelah jenis mesh sudah ditetapkan untuk langkah selanjutnya yaitu menentukan
untuk variasi ukuran. Secara teori, semakin kecil ukuran mesh maka akan semakin
presisi hasil pengujian FEM dan mendekati dengan hasil dari pengujian
55

experimental. Adapun ukuran mesh yang di uji cobakan adalah 0.1-0.08 dengan
tipe mesh yang digunakan adalah hexahedron.
Pengaturan jumlah mesh dipengaruhi oleh kapasitas dari RAM (random
acces memory) yang dimiliki oleh computer yang digunakan untuk pengujian.
Semakin besar kapasitas RAM yang digunakan semakin kecil ukuran mesh yang
dapat diterapkan.
Sebelum menentukan nilai meshing pada model yang telah dibuat dengan
variasi pemodelan yang di gunakan untuk melakukan stady mesing yakni sudut
tapered 20°, panjang celah 1 mm dengan pressure 20Mpa. langkah awal yang
harus dilakukan adalah melakukan study meshing. Study meshing merupakan
metode untuk menentukan nilai meshing secara optimal dengan cara
membandingkan beberapa nilai meshing hingga memperolah nilai tegangan yang
mendekati stabil. Dalam kasus ini nilai meshing yang dibandingkan yaitu
0,4;0,3;0,2; 0,1;0,09;0.08;0.07. Setelah melakukan meshing dengan variasi nilai
tersebut, maka didapatkan nilai tegangan seperti pada Gambar 3.37 berikut.
Stress von misses

Study Meshing
21.95
25
20 17.93 17.54 18.73 18.32 17.93 17.95
15
10
5
0

0.40.30.2 0.1 0.09 0.08 0.07


Meshing

stress von misses

Gambar 3.36 Study meshing fiber optik


Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa perbedaan nilai tegangan
yang diperoleh dari ketujuh variasi meshing tersebut hanya mengalami perbedaan
yang cenderung kecil. Kemudian dari penulis menentukan nilai meshing yang
akan diterapkan yaitu sebesar 0,08 dengan jumlah element 33330 dan jumlah node
42164.
56

3.8 Pengolahan Data Dengan Metode Taguchi


3.8.1 Variabel Penelitian
Secara garis besar variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel
yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang memengaruhi atau yang menjadi
sebab timbulnya variabel terikat, sehingga tanpa variabel bebas maka tidak akan
ada variabel terikat. Jika variabel bebas berubah, maka akan muncul variabel
terikat yang berbeda. Adapun variabel bebas yang digunakan sebagai parameter
yaitu: sudut tapered, panjang celah dan tekanan
2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Ada atau tidaknya variabel terikat tergantung
dari ada atau tidaknya variabel bebas. Adapun variabel terikat pada penelitian ini
yaitu: nilai tegangan.
3.8.2 Identifikasi Faktor-Faktor (Variabel Bebas)
Variabel bebas (factor) adalah variable yang perubahannya tidak
tergantung pada variabel lain. Pada tahap ini akan di pilih factor-faktor mana saja
yang akan di selidiki pngaruhnya terhadap variable tak bebas yang berangkuta.
Pada penelitian ini digunakan 3 buah faktor, dan setiap faktor terdiri dari 3
level, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.2 Faktor dan level penelitian.
No. Parameter Faktor Level 1 Level 2 Level 3
1. Sudut (°) A 20 25 30
2. Panjang (mm) B 0.5 0.75 1
3. Tekanan (Mpa) C 40 45 50

Tabel 3.3 Derajat kebebasan.


Faktor Interaksi Derajat Kebebasan (df) Keterangan
Faktor A 3-1 2
Faktor B 3-1 2
57

Faktor C 3-1 2
Total DoF 6

Berdasarkan total derajat kebebasan (DoF) yang tercantum pada Tabel 3.3,
maka matriks orthogonal yang dipilih adalah L9(33) dimana dapat dilihat pada
Tabel 3.4. Didapatkan 9 kali percobaan, dimana percobaan yang dimaksud
merupakan percobaan dari simulasi software abaqus. Percobaan pada matrik
tersebut dan telah melebihi dari jumlah derajat kebebasan yang digunakan.
Orthogonal array adalah suatu matriks dari sejumlah kolom dan baris, masing-
masing kolom mewakili faktor-faktor dari percobaan yang dilakukan. Orthogonal
array memenuhi asumsi orthogonalitas, yaitu level dari masing-masing faktor
adalah seimbang dan dapat dipisahkan dari masing-masing faktor lain dalam
percobaan.
Tabel 3.4 Orthogonal array L9(33)
Kondisi
A B C
simulasi
1 1 1 1
2 1 2 2
3 1 3 3
4 2 1 2
5 2 2 3
6 2 3 1
7 3 1 3
8 3 2 1
9 3 3 2
Setelah kombinasi dari tiap faktor ditemukan, data pada Tabel 3.2
dimasukkan ke dalam Tabel 3.4 sehingga akan diperoleh rancangan percobaan
yang dapat dilihat pada Tabel 3.5 di bawah ini.
58

Tabel 3.5 Orthogonal array L9(33) dengan faktor dan level


Kondisi Sudut Panjang Tekanan
tapered (°) celah (mm) (Mpa)
simulasi
1 20 0.5 40
2 20 0.75 45
3 20 1 50
4 25 0.5 45
5 25 0.75 50
6 25 1 40
7 30 0.5 50
8 30 0.75 40
9 30 1 45
BAB IV
HASIL SIMULASI METODE ELEMEN HINGGA (MEH)
DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembebanan Polymer Optic Fiber (POF) jenis MZI pada ABAQUS

Berdasarkan hasil gaya reaksi fiber optic saat diberi beban, beban tersebut
lalu diinput kedalam ABAQUS berupa parameter pressure pada titik yang
ditentukan oleh penulis. Fiber optik yang di gunakan berjenis polymer optic fiber
(POF) dimana material cladding dan core adalah PMMA. Dimana tekanan yang
diujikan bervariasi dari 10,15,20,25,30,35,40,45,55, 60, 65 dan 70 Mpa pada
setiap pemodelan untuk mendapatkan tegangan maksimum sebelum mencapai
nilai yield strength pada material PMMA sebesar 64,8 Mpa (www.matweb.com),
dengan safety factor mendekati yield strength-nya adalah ≥ 1.

4.2 Hasil dan Analisis Simulasi pada POF-MZI Menggunakan Metode


Elemen Hingga

Berdasarkan data material pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2, serta penjelasan
pada sub bab 4.1, dilakukan simulasi untuk mengetahui nilai tegangan maksimal
akibat di beri tekanan. Simulasi dilakukan pada saat keadaan statis yang dijadikan
pertimbangan dalam penelitian utama ini, dan hasil yang akan ditentukan yaitu
nilai tegangan von mises dari hasil simulasi POF-MZI tersebut.

4.2.1 Hasil Simulasi POF-MZI dengan Sudut tapered Tapered 20 derajat


Fiber optik yang dianalisis ini terdiri dari cladding dan core, ketika di
berikan pembebanan berupa tekanan di area cladding, secara otomatis cladding
dan core akan mengalami kontak dimana telah di jelaskan di dasar teori, dengan
memasukkan nilai koefisien gesek sebesar 0,45 sehingga keduanya mengalami
tegangan von misses dan regangan.
Hasil simulasi terdiri dengan memasukkan variasi nilai tekanan yang telah
ditentukan sebelumnya dengan panjang celah 0,5 mm, 0,75 dan 1 mm, sehingga di
dapat nilai variasi tekanan maksimum yang aman sebesar 60,65,dan 70 Mpa.
Hasil

59
60

simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.1 hingga Gambar 4.8 dengan data yang
ditunjukkan adalah Tegangan Von Mises yang terjadi pada POF-MZI.

4.2.1.1 Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Celah 0,5 mm


Berikut contour tegangan von misses pada cladding:

Gambar 4.1 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 60 Mpa.

Gambar 4.2 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 65 Mpa.
61

Gambar 4.3 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 70 Mpa
Hasil simulasi pada cladding POF-MZI dengan panjang celah 0,5 mm dan
di beri tekanan sebesar 60,65 dan 70 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang
dapat di terima POF-MZI dengan sudut tapered tapered 20° sebesar 65 MPa
dengan tegangan von mises maksimal sebesar 63,16 MPa dengan nilai regangan
maksimal sebesar 0,00168 yang dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Nilai regangan maksimal sudut tapered 20°


62

4.2.1.2 Hasil Simulasi pada core POF-MZI Panjang Celah 0.5 mm


Berikut contour tegangan von misses pada core:

Gambar 4.5 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 60 Mpa

Gambar 4.6 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 65 Mpa.
63

Gambar 4.7 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 70 Mpa
Hasil simulasi pada core POF-MZI dengan panjang celah 0.5 mm dan di
beri tekanan sebesar 60,65 dan 70 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 20° sebesar 65 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 62,00 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0,00164 yang dapat dilihat pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Nilai regangan maksimal sudut tapered 20°

4.2.1.3 Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Celah 0,75 mm


Berikut contour tegangan von misses pada cladding:
64

Gambar 4.9 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 60 Mpa.

Gambar 4.10 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 65 Mpa.
65

Gambar 4.11 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 70 Mpa
Hasil simulasi pada cladding POF-MZI dengan panjang celah 0.75 mm
dan di beri tekanan sebesar 60,65 dan 70 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang
dapat di terima POF-MZI dengan sudut tapered 20° sebesar 70 MPa dengan
tegangan von mises maksimal sebesar 64,8 MPa dengan nilai regangan maksimal
sebesar 0,00169 yang dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Nilai regangan maksimal sudut tapered 20°

4.2.1.4 Hasil Simulasi pada core POF-MZI Panjang Celah 0,75 mm


Berikut contour tegangan von misses pada core:
66

Gambar 4.13 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 60 Mpa

Gambar 4.14 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 65 Mpa.
67

Gambar 4.15 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 70 Mpa
Hasil simulasi pada core POF-MZI dengan panjang celah 0.5 mm dan di
beri tekanan sebesar 60,65 dan 70 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 20° sebesar 70 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 63,75 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0,00165 yang dapat dilihat pada gambar 4.7.

Gambar 4.16 Nilai regangan maksimal sudut tapered 20°


4.2.1.5 Hasil simulasi pada Cladding POF-MZI Panjang Celah 1 mm
Berikut contour tegangan von misses pada cladding:
68

Gambar 4.17 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 60 Mpa.

Gambar 4.18 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 65 Mpa.
69

Gambar 4.19 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 70 Mpa
Hasil simulasi pada cladding POF-MZI dengan panjang celah 0.75 mm
dan di beri tekanan sebesar 60,65 dan 70 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang
dapat di terima POF-MZI dengan sudut tapered 20° sebesar 70 MPa dengan
tegangan von mises maksimal sebesar 62,09 MPa dengan nilai regangan maksimal
sebesar 0.001603 yang dapat dilihat pada gambar 4.20.

Gambar 4.20 Nilai regangan maksimal sudut tapered 20°

4.2.1.6 Hasil Simulasi pada core POF-MZI Panjang Celah 1 mm


Berikut contour tegangan von misses pada core:
70

Gambar 4.21 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 60 Mpa

Gambar 4.22 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 65 Mpa.
71

Gambar 4.23 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 70 Mpa
Hasil simulasi pada core POF-MZI dengan panjang celah 0.5 mm dan di
beri tekanan sebesar 60,65 dan 70 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 20° sebesar 70 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 61,05 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0,00156 yang dapat dilihat pada gambar 4.7.

Gambar 4.24 Nilai regangan maksimal sudut tapered 20°

4.2.2 Hasil Simulasi POF-MZI dengan Sudut tapered 25°


Hasil simulasi terdiri dengan memasukkan variasi nilai tekanan yang telah
ditentukan sebelumnya dengan panjang celah 0,5 mm, 0,75 dan 1 mm sesuai pada
tabel 4.1, sehingga di dapat nilai variasi tekanan maksimum yang aman sebesar
40,45,50 Mpa. Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.25 hingga Gambar 4.48
72

dengan data yang ditunjukkan adalah Tegangan Von Mises yang terjadi pada fiber
optik.

4.2.2.1 Hasil simulasi pada cladding POF-MZI Panjang Celah 0,5 mm

Berikut contour tegangan von misses pada cladding:

Gambar 4.25 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 40 Mpa

Gambar 4.26 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 45 Mpa.
73

Gambar 4.27 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 50 Mpa
Hasil simulasi pada cladding POF-MZI dengan panjang celah 0,5 mm dan
di beri tekanan sebesar 40,45 dan 70 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang
dapat di terima POF-MZI dengan sudut tapered 25° sebesar 40 MPa dengan
tegangan von mises maksimal sebesar 60,08 MPa dengan nilai regangan maksimal
sebesar 0,00183 yang dapat dilihat pada gambar 4.28.

Gambar 4.28 Nilai regangan maksimal sudut tapered 25°

4.2.2.2 Hasil Simulasi pada core POF-MZI Panjang Celah 0,5 mm


Berikut contour tegangan von mises pada core:
74

Gambar 4.29 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 40 Mpa

Gambar 4.30 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 45 Mpa.
75

Gambar 4.31 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 50 Mpa.

Hasil simulasi pada core POF-MZI dengan panjang celah 0.5 mm dan di
beri tekanan sebesar 40,45 dan 50 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 25° sebesar 40 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 61,08 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0.00183 yang dapat dilihat pada gambar 4.32.

Gambar 4.32 Nilai regangan maksimal sudut tapered 25°

4.2.2.3 Hasil simulasi pada cladding POF-MZI Panjang Celah 0,75 mm


Berikut contour tegangan von misses pada cladding:
76

Gambar 4.33 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 40 Mpa

Gambar 4.34 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 45 Mpa.
77

Gambar 4.35 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 50 Mpa
Hasil simulasi pada cladding POF-MZI dengan panjang celah waist 0.75
mm dan di beri tekanan sebesar 40,45 dan 50 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan
yang dapat di terima POF-MZI dengan sudut tapered 25° sebesar 45 MPa dengan
tegangan von mises maksimal sebesar 62,53 MPa dengan nilai regangan maksimal
sebesar 0,00185 yang dapat dilihat pada gambar 4,36.

Gambar 4.36 Nilai regangan maksimal sudut tapered 25°

4.2.2.4 Hasil Simulasi pada core POF-MZI Panjang Celah 0.75 mm


Berikut contour tegangan von mises pada core:
78

Gambar 4.37 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 40 Mpa

Gambar 4.38 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,75mm dan
tekanan 45 Mpa.
79

Gambar 4.39 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 50 Mpa.

Hasil simulasi pada core POF-MZI dengan panjang celah 0,5 mm dan di
beri tekanan sebesar 40,45 dan 50 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 25° sebesar 45 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 62,31 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0,00183 yang dapat dilihat pada gambar 4.40.

Gambar 4.40 Nilai regangan maksimal sudut tapered 25°


4.2.2.5 Hasil simulasi pada cladding POF-MZI Panjang Celah 1 mm
Berikut contour tegangan von misses pada cladding:
80

Gambar 4.41 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 40 Mpa

Gambar 4.42 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 45 Mpa.
81

Gambar 4.43 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 50 Mpa
Hasil simulasi pada cladding POF-MZI dengan panjang celah 1 mm dan di
beri tekanan sebesar 40,45 dan 50 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 25° sebesar 50 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 64,57 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0,00183 yang dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.44 Nilai regangan maksimal sudut tapered 25°

4.2.2.6 Hasil Simulasi pada core POF-MZI Panjang Celah 1 mm


Berikut contour tegangan von mises pada core:
82

Gambar 4.45 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 40 Mpa

Gambar 4.46 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 1 dan tekanan 45
Mpa.
83

Gambar 4.47 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 50 Mpa.

Hasil simulasi pada core POF-MZI dengan panjang celah 1 mm dan di


beri tekanan sebesar 40,45 dan 50 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 25° sebesar 50 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 64.10 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0.00184 yang dapat dilihat pada gambar 4.48.

Gambar 4.48 Nilai regangan maksimal sudut tapered 25°

4.2.3 Hasil Simulasi Fiber Optik dengan Sudut tapered 30°


Hasil simulasi terdiri dengan memasukkan variasi nilai tekanan yang telah
ditentukan sebelumnya dengan panjang celah 0,5 mm, 0,75 dan 1 mm, sehingga
di dapat nilai variasi tekanan maksimum yang aman sebesar 20,25,30 Mpa. Hasil
simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.49 hingga Gambar 4.72 dengan data yang
ditunjukkan adalah Tegangan Von Mises yang terjadi pada fiber optik model
MZI..
84

4.2.3.1 Hasil simulasi pada cladding POF-MZI Panjang Celah 0,5 mm

Berikut contour tegangan von misses pada cladding:

Gambar 4.49 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 20 Mpa

Gambar 4.50 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 25 Mpa.
85

Gambar 4.51 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 30 Mpa
Hasil simulasi pada cladding POF-MZI dengan panjang celah 0,5 mm dan
di beri tekanan sebesar 20,25 dan 30 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang
dapat di terima POF-MZI dengan sudut tapered 30° sebesar 25 MPa dengan
tegangan von mises maksimal sebesar 64,34 MPa dengan nilai regangan maksimal
sebesar 0,00194 yang dapat dilihat pada gambar 4.52.

Gambar 4.52 Nilai regangan maksimal sudut tapered 30°

4.2.3.2 Hasil Simulasi pada core POF-MZI Panjang Celah 0.5 mm


Berikut contour tegangan von mises pada core:
86

Gambar 4.53 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 20 Mpa

Gambar 4.54 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 25 Mpa.
87

Gambar 4.55 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,5 mm dan
tekanan 30 Mpa.

Hasil simulasi pada core POF-MZI dengan panjang celah 0,5 mm dan di
beri tekanan sebesar 20,25 dan 30 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 30° sebesar 40 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 64,48 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0,00191 yang dapat dilihat pada gambar 4.56.

Gambar 4.56 Nilai regangan maksimal sudut tapered 30°


4.2.3.3 Hasil simulasi pada cladding POF-MZI Panjang Celah 0,75 mm
Berikut contour tegangan von misses pada cladding:
88

Gambar 4.57 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 20 Mpa

Gambar 4.58 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 25 Mpa.
89

Gambar 4.59 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 30 Mpa
Hasil simulasi pada cladding POF-MZI dengan panjang celah 0,75 mm
dan di beri tekanan sebesar 20,25 dan 30 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang
dapat di terima POF-MZI dengan sudut tapered 30° sebesar 25 MPa dengan
tegangan von mises maksimal sebesar 56,24 MPa dengan nilai regangan maksimal
sebesar 0,00179 yang dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.60 Nilai regangan maksimal sudut tapered 30°

4.2.3.4 Hasil Simulasi pada core POF-MZI Panjang Celah 0,75 mm


Berikut contour tegangan von mises pada core:
90

Gambar 4.61 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 20 Mpa

Gambar 4.62 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 25 Mpa.
91

Gambar 4.63 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 0,75 mm dan
tekanan 30 Mpa.
Hasil simulasi pada core POF-MZI dengan panjang celah 0.5 mm dan di
beri tekanan sebesar 20,25 dan 30 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 30° sebesar 25 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 57,77 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0,00184 yang dapat dilihat pada gambar 4.64.

Gambar 4.64 Nilai regangan maksimal sudut tapered 30°


4.2.3.5 Hasil simulasi pada cladding POF-MZI Panjang Celah 1 mm
Berikut contour tegangan von misses pada cladding:
92

Gambar 4.65 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 20 Mpa

Gambar 4.66 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 25 Mpa.
93

Gambar 4.67 Von Mises Stress pada cladding dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 30 Mpa
Hasil simulasi pada cladding POF-MZI dengan panjang celah 1 mm dan di
beri tekanan sebesar 20,25 dan 30 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 30° sebesar 30 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 58,75 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0,00183 yang dapat dilihat pada gambar 4.68.

Gambar 4.68 Nilai regangan maksimal sudut tapered 25°

4.2.3.6 Hasil Simulasi pada core POF-MZI Panjang Celah 1 mm


Berikut contour tegangan von mises pada core:
94

Gambar 4.69 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 20 Mpa

Gambar 4.70 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 1 dan tekanan 25
Mpa.
95

Gambar 4.71 Von Mises Stress pada core dengan panjang celah 1 mm dan
tekanan 30 Mpa.

Hasil simulasi pada core POF-MZI dengan panjang celah 1 mm dan di


beri tekanan sebesar 20,25 dan 30 Mpa. menunjukkan bahwa tekanan yang dapat
di terima POF-MZI dengan sudut tapered 30° sebesar 30 MPa dengan tegangan
von mises maksimal sebesar 58,9 MPa dengan nilai regangan maksimal sebesar
0,00185 yang dapat dilihat pada gambar 4.72.

Gambar 4.72 Nilai regangan maksimal sudut tapered 30°

4.3. Data hasil simulasi


Berdasarkan hasil simulasi, dapat dilihat tegangan dan regangan maksimal
pada fiber optic polymer model MZI (POF-MZI) terjadi di area tapered yang
dapat dilihat pada gambar 4.73.
96

Tegangan Maksimum

Gambar 4.73 Salah satu titik tegangan von Mises pada POF-MZI
4.3.1 Pengaruh Tekanan Terhadap Nilai Tegangan dan regangan pada
cladding
Pada Tabel 4.1 sampai Tabel 4.3 menunjukkan pengaruh tekanan terhadap
nilai tegangan dan regangan pada cladding berdasarkan sudut tapered nya dari
hasil simulasi yang telah dilakukan.
Tabel 4.1 Nilai tegangan dan regangan pada sudut tapered 20°
POF-MZI sudut tapered 20°
Panjang celah Tekanan Tegangan von mises Regangan
(mm) (Mpa) (Mpa)
60 58,19 0,00155
0,5 65 63,16 0,00168
70 68,13 0,00181
60 55,34 0,00145
0,75 65 60,07 0,00157
70 64,8 0,00169
60 53,08 0,00138
1 65 57,57 0,00148
70 62,09 0,00160

Tabel 4.2 Nilai tegangan dan regangan pada sudut tapered 25°
POF-MZI sudut tapered 25°
Panjang celah Tekanan Tegangan von mises Regangan
(mm) (Mpa) (Mpa)
40 60,84 0,00183
0,5
45 68,55 0,00207
97

50 76,27 0,00230
40 55,49 0,00164
0,75 45 62,53 0,00185
50 69,57 0,00206
40 51,48 0,00150
1 45 58,03 0,00169
50 64,57 0,00188

Tabel 4.3 Nilai tegangan dan regangan pada sudut tapered 30°
POF-MZI sudut tapered 30°
Panjang Tekanan Tegangan von mises Regangan
(mm) (Mpa) (Mpa)
20 51,41 0,00168
0,5 25 64,38 0,00190
30 79,70 0,00210
20 45,01 0,00143
0,75 25 56,24 0,00179
30 67,47 0,00194
20 39,17 0,00122
1 25 48,96 0,00153
30 58,75 0,00184

4.3.2 Pengaruh Tekanan Terhadap Nilai Tegangan dan Regangan pada core
Pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.6 menunjukkan pengaruh tekanan terhadap nilai
tegangan dan regangan pada core berdasarkan sudut tapered, dari hasil simulasi
yang telah dilakukan.
98

Tabel 4.4 Nilai tegangan dan regangan pada sudut tapered 20°
POF-MZI sudut tapered 20°
Panjang Tekanan Tegangan von mises Regangan
(mm) (Mpa) (Mpa)
60 57,23 0,00151
0.5 65 62 0,00164
70 66,76 0,00176
60 54,66 0,00142
0.75 65 59,21 0,00154
70 63,75 0,00165
60 52,35 0,00133
1 65 56,70 0,00144
70 61,05 0,00156

Tabel 4.5 Nilai tegangan dan regangan pada sudut tapered 25°
POF-MZI sudut tapered 25°
Panjang Tekanan Tegangan von mises Regangan
(mm) (Mpa) (Mpa)
40 61,08 0,00183
0,5 45 68,70 0,00206
50 76,33 0,00229
40 55,40 0,00164
0,75 45 62,31 0,00185
50 69,22 0,00203
40 51,30 0,00148
1 45 57,70 0,00166
50 64,10 0,00183
99

Tabel 4.6 Nilai tegangan dan regangan pada sudut tapered 30°
POF-MZI sudut tapered 30°
Panjang Tekanan Tegangan von mises Regangan
(mm) (Mpa) (Mpa)
20 39,25 0,00123
0,5 25 49,07 0,00154
30 58,90 0,00185
20 46,20 0,00147
0,75 25 57,77 0,00184
30 69,33 0,00221
20 39,25 0,00123
1 25 49,07 0,00154
30 58,90 0,00185

4.4 Faktor Keamanan


Faktor kemanan yang akan di terapkan yakni pada daerah cladding-nya,
karena daerah ini merupakan daerah yang paling luar dan lebih awal yang akan
terkena tekanan. Pada Tabel 4.7 sampai 4.9 dapat dilihat nilai faktor keamanan
pemodelan pada POF-MZI. Nilai ini berdasar pada persamaan 2.27 yaitu =𝑆/𝜏
Tabel 4.7 Nilai faktor kemanan pada sudut tapered 20°
POF-MZI sudut tapered 20°
Panjang Tekanan Tegangan von mises Faktor
(mm) (Mpa) (Mpa) keamanan
60 58,19 1,114

0,5 65 63,16 1,026

70 68,13 0,952

60 55,34 1,171
0,75
65 60,07 1,079
100

70 64,8 1

60 53,08 1,221

1 65 57,57 1,126

70 62,09 1,044

Berdasarkan Tabel 4.7 nilai factor keamanan cendrung menurun ketika nilai
tekanan naik yakni kurang dari 1 yang membuat desain tersebut tidak aman lagi,
hal tersebut dapat di tunjukan dalam bentuk grafik seperti pada gambar 4.74.

gambar 4.74 Grafik faktor keamanan sudut tapered 20 derajat


Tabel 4.8 Nilai faktor keamanan pada sudut tapered 25°
POF-MZI sudut tapered 25°
Panjang Tekanan Tegangan von mises Faktor
(mm) (Mpa) (Mpa) Keamanan
40 60,84 1,065
0,5 45 68,55 0,946
50 76,27 0,844
0,75 40 55,49 1,168
101

45 62,53 1,036
50 69,57 0,931
40 51,48 1,259
1 45 58,03 1,117
50 64,57 1,004

Berdasarkan Tabel 4.8 nilai faktor keamanan cendrung menurun ketika nilai
tekanan naik yang membuat desain tersebut tidak aman lagi, hal tersebut dapat di
tunjukan dalam bentuk grafik seperti pada gambar 4.75.

gambar 4.75 Grafik factor keamanan sudut tapered 25 derajat


Tabel 4.9 Nilai faktor kemanan pada sudut tapered 30°
POF-MZI sudut tapered 30°
Panjang Tekanan Tegangan von mises Faktor
(mm) (Mpa) (Mpa) Keamanan
20 51,41 1,260

0.5 25 64,38 1,007

30 79,70 0,813

0.75 20 45,01 1,440


102

25 56.24 1,152

30 67.47 0,960

20 39.17 1,654

1 25 48.96 1,324

30 58.75 1,103

Berdasarkan Tabel 4.9 nilai faktor keamanan cendrung menurun ketika nilai
tekanan naik yang membuat desain tersebut tidak aman lagi, hal tersebut dapat di
tunjukan dalam bentuk grafik seperti pada gambar 4.76.

gambar 4.76 Grafik faktor keamanan sudut tapered 30 derajat

4.5 Optimasi
Optimasi adalah proses yang digunakan untuk mendapatkan respon terbaik
berdasarkan parameter-parameter yang digunakan selama pengujian berlangsung.
Optimasi memerlukan ketelitian yang baik karena perubahan nilai atau eror
sedikit saja dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pengujian yang dilakukan,
sehingga
103

untuk meminimalisir eror dilakukan beberapa kali replikasi selama pengujian agar
hasil yang didapatkan akurat.
Pada penelitian tugas akhir ini optimasi digunakan untuk menentukan
kombinasi parameter yang diperlukan untuk mendapatkan nilai tegangan yang
terbaik pada POF-MZI sebagai sensor yang di aplikasikan pada downhole industri
minyak. Parameter yang digunakan pada optimasi ada 3, yaitu sudut tapered,
panjang celah, dan tekanan yang di berikan, dimana masing-masing parameter
memiliki 3 level yang berbeda. Level sudut tapered 20, 25, dan 30 derajat dengan
panjang diameter 0,5 mm, 0,75 mm, dan 1 mm. Untuk level tekanan yang
digunakan meliputi 40 Mpa, 45 Mpa, dan 50 Mpa seperti pada tabel 4.11. Dalam
penelitian ini hanya dilakukan 1 kali Percobaan. Kombinasi parameter
menggunakan metode Taguchi.
Setelah kombinasi parameter dan level sudah ditentukan, dilakukan simulasi
dengan software ABAQUS dan hasilnya berupa tegangan yang dapat dilihat pada
tabel 4.12. Setiap kombinasi parameter dan level dilakukan perhitungan seberapa
besar pengaruhnya terhadap nilai tegangannya. Metode optimasi menggunakan
metode Taguchi. Metode ini menggabungkan antara perhitungan respon setiap
parameter dan anova yang menentukan parameter yang kesimpulan hasilnya bisa
diterima atau ditolak.

4.6 Data Optimasi


Data yang digunakan untuk optimasi adalah data hasil simulasi tegangan
von misses dengan variasi parameter yang berbeda-beda. Seperti yang telah
dijelaskan pada bab II, penyusunan matriks orthogonal dilakukan menggunakan
persamaan (2.6) dan (2.7), maka untuk 3 level parameter :
Matriks Orthogonal = La(bc)
= L9(33)
dimana memiliki derajat kebebasan sebesar
Derajat Kebebasan Matriks = 3 x (3 – 1) = 6
Derajat Kebebasan Eksperimen = 3 x (3 – 1) = 6
104

Dari perhitungan diatas, maka syarat matriks terpenuhi, dimana memilik


derajat kebebasan lebih besar dari derajat kebebasan eksperimen. Maka setelah
diplot ke dalam taguchi pada minitab, matriks orthogonal yang didapatkan adalah:

Tabel 4.10 Matriks Orthogonal


Sudut tapered Panjang celah
simulasi Tekanan (Mpa)
(°) (mm)
1 20 0.5 40
2 20 0.75 45
3 20 1 50
4 25 0.5 45
5 25 0.75 50
6 25 1 40
7 30 0.5 50
8 30 0.75 40
9 30 1 45

Tabel 4.11 hasil simulasi berdasarkan matrik orthogonal


Sudut Tegangan Regangan
Panjang Tekanan
tapere von misses maksimal SF
(mm) (Mpa)
d
(°)
20 0,5 40 38,55 0,00103 1,7
20 0,75 45 41,31 0,0084 1,6
20 1 50 44,12 0,0011 1,5
25 0,5 45 68,55 0,00207 0,9
25 0,75 50 69,57 0,00206 0,9
25 1 40 51,48 0,00150 1,3
30 0,5 50 130,5 0,00424 0,5
30 0,75 40 89,19 0,00284 0,7
30 1 45 84,38 0,00261 0,8
105

4.6.1 Pengolahan dan Perhitungan Data Optimasi Nilai Tegangan.


Setelah dilakukan pengujian dengan simulasi, maka dapat diolah
menggunakan persamaan (2.31) hingga (2.40). Untuk mempermudah perhitungan,
sudut tapered diberi simbol (A), panjang celah diberi simbol (B), dan Tekanan
diberi simbol (C).
Tabel 4.12 Hasil simulasi tegangan dengan software Abaqus
Percobaan Tegangan
A B C
simulasi von misses
1 20 0,5 40 38,55

2 20 0,75 45 41,31

3 20 1 50 44,12

4 25 0,5 45 68,55

5 25 0,75 50 69,57

6 25 1 40 51,48

7 30 0,5 50 130,5

8 30 0,75 40 89,19

9 30 1 45 84,38

Kemudian dilakukan perhitungan untuk rata-rata tegangan untuk tiap level


parameter.
a. Rata-rata Respon Terhadap Level Sudut tapered (A)
38,55 + 41,31 + 44,12
𝐴1 = = 41,326
3
68,55 + 69,57 +
𝐴2 = 51,48 = 63,2
3
𝐴3 = 130,5 + 89,19 + = 101,36
84,38
3
b. Rata-rata Respon Terhadap Level Panjang Celah(B)
38,55 + 68,55 + 130,5
𝐵1 = = 79,2
3
106

41,31 + 69,57 + 89,19


𝐵2 = = 66,69
3
44,12 + 51,48 +
𝐵3 = 84,38 = 59,99
3
c. Rata-rata Respon Terhadap Level tekanan (C)
38,55 + 51,48 + 89,19
𝐶1 = 59,74
= 3
41,31 + 68,55 +
84,38 = 64,747
𝐶2
= 3
44,12 + 69.57 +
𝐶3 = 130,5 = 81,39
3
Dari perhitungan di atas, dapat disusun ranking untuk setiap level parameter
beserta selisihnya.
Tabel 4.13 Rata-rata Respon Terhadap Level Parameter
sudut Panjang
Level Tekanan
tapered celah
1 41,326 79,20 59,74
2 63,20 66,69 64,75
3 101,36 59,99 81,39
Selisih 60.36 19,54 21,32
Rank 1 3 2

Selanjutnya dilakukan perhitungan rasio S/N untuk setiap kombinasi parameter


serta level pengujian.
1
𝜂1
= − 10𝑙𝑜𝑔10 (38,55)2] = −31,72
[
2
1
𝜂2 [ (41,31)2] = −32,321
= − 10𝑙𝑜𝑔10
2
1
𝜂3 [ (44,12)2] = −32,693
= − 10𝑙𝑜𝑔10
2
1
𝜂4 [ (68,55)2] = −36,72
= − 10𝑙𝑜𝑔10
2
1
𝜂5
= − 10𝑙𝑜𝑔10 [ (69,57)2] = −36,848
2
1
𝜂6 [ (51,48)2] = −34,232
= − 10𝑙𝑜𝑔10
2
107

1
𝜂7 = − 10𝑙𝑜𝑔10 [ (130,5)2] = −42,312
2
1
𝜂8 = − 10𝑙𝑜𝑔10 [ (89,19)2] = −39,006
2
1
𝜂9 = − 10𝑙𝑜𝑔10 (84,38)2] = −38,524
[
2
Setelah rasio S/N didapatkan, dilakukan perhitungan rata-rata rasio S/N untuk tiap
level parameter.
a. Rata-rata Rasio S/N Terhadap Level sudut tapered (A)
−31,72 + (−32,321) + (−32,694)
𝐴1 = −32,25
= 3
−36,72 + (−36,848) + (−34,233)
= −35,93
𝐴2 3
=
−42,312 + (−39,006) + (−38,525)
𝐴3 = = −39,95
3
b. Rata-rata Rasio S/N Terhadap Level Panjang celah (B)
−31,72 + (−36,72) + (−42,312)
𝐵1 = = −36,92
3
−32,321 + (−36,848) + (−39,006)
𝐵2 = = −36,06
3
−32,694 + (−34,233) + (−38,525)
𝐵3 = = −35,15
3
c. Rata-rata Rasio S/N Terhadap Level Tekanan (C)
−31,72 + (−34,232) + (−39,006)
𝐶1 = −34,987
= 3
−32,32 + (−36,720) + (−38,524)
= −35,855
𝐶2 3
=
−32,693 + (−36,848) + (−42,3122)
𝐶3 = = −37,285
3
Dari perhitungan di atas, dapat disusun ranking untuk setiap level parameter
beserta selisihnya.
108

Tabel 4.14 Rata-rata Rasio S/N Terhadap Level Parameter


Sudut Panjang
Level Tekanan
tapered celah
1 −32,25 −36,92 −34,99
2 −35,93 −36,06 −35,86
3 −39,95 −35,15 −37,28
Selisih 7.70 1.77 2,30
Rank 1 3 2

Setelah nilai rasio S/N didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah


perhitungan ANOVA. Untuk perhitungan ANOVA diawali dari perhitungan
derajat kebebasan, dan terdiri dari perhitungan jumlah kuadrat total, kuadrat rata-
rata, kuadrat parameter, dan kuadrat error.

a. Derajat Kebebasan
DFT  n  1
DFT  9 – 1 = 8
DFA,B,C  k 1
DFA,B,C  3 1 = 2
DFE = DFT – 3 x DFA,B,C
DFE = 8 – 3 x 2 = 2

b. Jumlah Kuadrat Total


𝑆𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ∑𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛2
𝑆𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = (-31,72)2 + (-32,321)2 + (-32,693)2 + (-36,720)2 + (-34,848)2 + (−34,232)2
+ (−42,312)2 + (-39,006)2 + (-38,524)2
𝑆𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 11793,7

c. Kuadrat Rata-rata
𝑆𝑟𝑎𝑡𝑎2 = 𝑛 × 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑟𝑎𝑡𝑎22
𝑆𝑟𝑎𝑡𝑎2 = 9 × (−36,042)2
𝑆𝑟𝑎𝑡𝑎2 = 11691,4
109

d. Kuadrat Parameter
[𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛 𝑙𝑣 1]2 [𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛 𝑙𝑣 2]2 [𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛 𝑙𝑣 𝑛]2 [𝑇𝑜𝑡. 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛]2
𝑆𝑝𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = + +. . −
+ 𝑎 𝑎×𝑛
𝑎 𝑎
[−96,735]2 [−107,8]2 [−119,84]2 [−324,38]2
𝑆𝐴 = + + = 89,05 −
3 3 9 3
[−110,75]2 [−108,18]2 [−105,45]2
[−324,38]2
𝑆𝐵 + + − = 4,685
3 3 3 9
=
[−104,96]2 [−107,566] [−111,854]2 [−324,38]2
+ 2 − = 8,079
𝑆𝐶 = 3 + 3 9
3

e. Kuadrat Error
𝑆𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = 𝑆𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑆𝑟𝑎𝑡𝑎2 − 𝑆𝑝𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 1 − ⋯ − 𝑆𝑝𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑛
𝑆𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = 11793,7 − 11691,4 − 89,05 − 4,685 − 8,079
𝑆𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = 0.56
Dari perhitungan di atas, maka nilai rata-rata kuadart total, distribusi F, dan
prosentase kontribusi dapat dihitung.

a. Rata-rata Kuadrat Total


𝑆𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟⁄
𝑀𝑠= 𝑣𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟
89,05
𝑀𝐴 = ⁄2 = 44,525
4,685
𝑀𝐵 = ⁄2 = 2,342
8,079
𝑀𝐶 = ⁄2 = 4,0399

𝑀𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = 0.56 ⁄2 = 0.283

b. Distribusi F
𝑀𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟
𝐹𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = ⁄
𝑀𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟
44,525
𝐹𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐴 = ⁄0,283 = 157,167
2,342
𝐹𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐵 = ⁄0.283 = 8,270
4,0399
𝐹𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐶 = ⁄0,283 = 14,26
110

c. Prosentase Kontribusi
𝑆𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟
𝑝% = × 100%
𝑆𝑡

𝑝% 𝐴 89,0507 × 100% = 86,978%


=
11793,7 − 11691,4
4,685
𝑝% 𝐵 = × 100% = 4,576 %
11793,7 − 11691,4
8,0798
𝑝% 𝐶 = × 100% = 7,891%
11793,7 − 11691,4
0,567
𝑝% 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 × 100% = 0.553%
= 11793,7 − 11691,4

Nilai dari perhitungan ANOVA di atas kemudian disajikan dalam table untuk
mempermudah Analisa.
Tabel 4.15 ANOVA Tegangan terhadap S/N Ratio
Sumber Ssumber v Kontribusi
Msumber Fratio Ftotal
Sudut
89,051 2,00 44,525 157,17 5.14 86,97%
tapered

Panjang
4,685 2,00 2,342 8,27 5.14 4,57 %
celah

Tekanan 8,079 2,00 4,039 14,26 5.14 7,89 %

Error 0.567 2,00 0.283 - - 0.55 %

Total-1 102,383 8,00 - - - 100%


111

4.7 Pembahasan
4.7.1 Analisis tegangan dan regangan POF-MZI
Acuan dasar yang digunakan dalam penentuan keamanan dari sebuah
perancangan akibat pemberian beban adalah faktor keamanan lebih dari 1,25,
penulis mengansumsikan faktor yang aman yang dapat diterapkan pada POF-MZI
lebih dari 1,00. Berdasarkan Tabel hasil simulasi yang telah dilakukan untuk POF-
MZI maka akan di jelaskan untuk sudut tapered 20° dengan panjang celah 0,5 mm
dan tekanan yang direkomendasikan 65 Mpa dengan tegangan von misses
mencapai 63,16 Mpa dengan nilai regangan maksimal mencapai 0,00168, faktor
keamanan 1,026, lebih besar dari faktor keamanan yang di syaratkan. Sedangkan
untuk panjang celah 0,75 mm tekanan yang direkomendasikan mencapai 70 Mpa
dengan nilai tegangan von misses dan regangan maksimal mencapai 64,80 Mpa
dan 0,00169, faktor keamanan 1, ini lebih kecil dari sebelumnya namun masih
sesuai dengan yang di syaratkan. Untuk panjang celah 1 mm, tekanan yang
direkomendasikan 70 Mpa dengan nilai tegangan von misses dan regangan
maksimal mencapai 62,09 Mpa dan 0,001603, faktor keamanan 1,044, lebih besar
dari faktor keamanan yang di syaratkan.
Penjelasan tersebut sama halnya dengan sudut tapered 25° dan 30° yang
dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9. Sehingga dapat disimpulkan untuk fiber optik
polimer model MZI semakin besar sudut tapered dengan tekanan yang sama maka
tegangannya akan lebih besar, dan semakin panjang celah untuk sudut tapered dan
tekanan yang sama maka tegangannya semakin kecil.

4.7.2 Analisis Tegangan optimum pada POF-MZI


Dari hasil perhitungan, dapat dilihat pada gambar 4.12 dan 4.13 serta tabel
4.8 dan 4.9, pada sudut tapered fiber optik menempati peringkat pertama pada
pengaruh tegangan von misses. tekanan menempati urutan kedua pada pengaruh
tegangan fiber optik polymer jenis MZI. Pada tabel 4.12 dapat dilihat secara
langsung nilai tekana yang sesuai dengan tegangan pada pemodelan. Sehingga
kita dapat menentukan nilai yang optimum yang baik digunakan sebagai sensor
fiber optik yang di aplikasikan pada downhole di industri minyak yang memiliki
tekanan pada level cair 0-40 Mpa dengan safety factor 1.5, berdasarkan tabel 4.12
112

didapatkan pemodelan optimum yaitu sudut tapered 20°, panjang fiber 1 mm dan
di beri tekanan maksimal 50 mpa.
Berdasarkan hasil perhitungan ANOVA pada tabel 4.16, dapat dilihat bahwa
pada tegangan, parameter yang memiliki kontribusi tertinggi adalah sudut tapered,
yaitu sebesar 86,97%. Pada urutan kedua dan ketiga adalah tekanan dan panjang
penahanan yaitu sebesar 7,89 % dan 4,57 %. Hasil perhitungan kontribusi sejalan
dengan perhitungan pengaruh masing-masing parameter menggunakan nilai
respon rata-rata dan rasio S/N. Kesimpulan yang didapatkan dari perhitungan
ANOVA adalah sebagai berikut:
1. Faktor Sudut tapered
Fratio (157,17) > Ftotal (5,14). Maka H1 diterima, artinya ada pengaruh
signifikan sudut tapered terhadap nilai tegangan pada fiber optik.
2. Faktor Panjang
Fratio (8,27) >Ftotal (5,14). Maka H1 di terima, artinya ada pengaruh signifikan
panjang terhadap nilai tegangan pada fiber optik.
3. Faktor Tekanan
Fratio (14,26) > Ftotal (5,14). Maka H1 diterima, artinya ada pengaruh
signifikan tekanan terhadap nilai tegangan pada fiber optik.

4.7.3 Simulasi konfirmasi


Simulasi konfirmasi adalah percobaan yang dilakukan untuk memeriksa
kesimpulan yang didapat. Tujuan simulasi konfirmasi adalah untuk
memverifikasi:
1. Dugaan yang dibuat pada saat model performasi penentuan faktor dan
interaksinya.
2. Merancang parameter (faktor) yang optimum hasil analisis dari hasil
percobaan pada performasi yang diharapkan.
Level parameter optimal untuk tegangan berdasarkan tabel 4.12 adalah
Sudut tapered 20°, Panjang celah 1 mm dan tekanan maksimal 50 Mpa. Nilai
maksimum tegangan efektif yang diperoleh berdasarkan tabel 4.12 adalah 44,12
MPa seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 4,77 dengan safety factor 1,5 yang
merupakan minimum dari semua nilai yang diperoleh dari percobaan Taguchi
113

Gambar 4.77 hasil simulasi konfirmasi


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil analisis dengan melakukan variasi tekanan pada fiber optik
polimer model (POF-MZI), maka didapatkan hasil semakin besar sudut
dengan tekanan yang sama maka tegangannya akan semakin besar, dan
semakin panjang tapered untuk sudut dan tekanan yang sama maka
tegangannya mengecil.
2. Tekanan yang dapat di terima oleh POF-MZI untuk setiap pemodelan
sampai batas aman bervariasi, untuk sudut tapered 20° range tekanan
berkisar 60-70 Mpa, untuk sudut tapered 25° range tekanan 40-50 Mpa dan
pada sudut tapered 30° range tekanan 20-30 Mpa.
3. Jenis pemodelan yang optimum berdasarkan metode taguchi ialah pada
permodelan fiber optik dengan sudut tapered 20° panjang celah 1 mm dan di
beri tekanan sebesar 50 Mpa dengan nilai tegangan 44,12 Mpa dan nilai
regangan 0.0011. dan di anggap sensor fiber tersebut cukup aman dengan
safety factor 1,5. Parameter paling berpengaruh pada tegangan dan regangan
adalah sudut pada fiber optik pada level 1 yaitu sudut dengan kontribusi
90,1
%.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai sensor fiber optik polymer
jeni MZI.
2. Perlu dilakukan simulasi lebih lanjut dengan adanya penambahan variasi
pembebanan lainnya dan variasi model.
3. Perlu di lakukan kajian lebih lanjut mengenai desain MZI dan material yang
di gunakan agar mampu menahan tekanan yang cukup tinggi.

114
DAFTAR PUSTAKA
Antunes PFC, Lima HFT, Alberto NJ, et al. (2009) Optical Fiber Accelerometer
System for Structural Dynamic Monitoring. Sensors Journal, IEEE, 9,1347-
1354.
Beer, F.P., DeWolf, E.R., & Mazurek, D.F., 2015. Mechanics of Materials 7th
Edition. New York : McGraw-Hill Education.
Bhandari, V.B., 1994. Design of Machine Elements. New Delhi: Tata McGraw-Hill
Budynas, R.G., 1977. “Advanced Strength and Applied Stress Analysis”, McGrawHill,
New York.
Callister, W.D., 2007. Materials Science and Engineering: An Introduction (7th edition,
JohnWiley and Sons, Inc., United States of America).
Crisp, John & Elliott, Barry. (2008). Serat Optik: Sebuah Pengantar.
Jakarta:Erlangga.
Dong, Y.,dkk.2005.Determination of critical Material Parameters for Numerical
simulation of acrylic sheet forming. Jurnal Material.hlm 399-400.
Ghatak, A., & Thyagarajan, K., 2010. Introduction To Fiber Optics. England:
Cambrige University Press.
Harper, C.A., & Petrie, E.M., 2003. Plastics materials and processes: A concise
encyclopedia. Hoboken, New Jersey.
Jasmin, A.,Dkk.2014. Refractive index and strain sensing using inline Mach–Zehnder
interferometer comprising perfluorinated graded-index plastic optical
fiber.Jurnal Sensors dan Aktuator.Malaysia:Universitas of malaya
John., & Crisp, B.E., 2008. Serat Optik: Sebuah Pengantar. Jakarta:Erlangga
Jong, C, & Springer., W.,2009. Teaching von Mises Stress: From Principal Axes To Non-
Principal Axes. Jurnal Engineering Education: University of Arkansas
Keiser, G., 1991. Optical Fiber Communications. Mc Graw-Hill Publishing
Company. Singapura.
Krohn, D.A., 2000.Fiber Optic Sensor, Fundamental and Application, 3rd. New York :
ISA.

1
Luthfi, E & Rustam, R,A. 2001. Aplikasi Teknologi Serat OptikUntuk Monitoring
Temperatur Reservoar Pada Proyek Injeksi Uap Minyak Ringan Di Lapangan
Minas. Proceeding Simposium Nasional Iatmi 2001.PT Caltex Pacific Indonesia.
Maddu, A., 2007. Pengembangan Sensor. Universitas Indonesia.
Madenci., Erdogan., Ibrahim., & Guven., 2006. The Finite Element Method and
Application in Engineering using Ansys.
Material Property Data. Poly(methyl methacrylate) 1996.
http://www.matweb.com/search/DataSheet.aspx?MatGUID=b2eee64829ac468b
307fd6a9cbf0e34. 12 januari 2019.
Milton, G., Stanley, M., Brodsky., & Wolkoff, H., 1979. Statics and Strength of
Materials, Third Edition. McGraw-Hill: New York.
Mott, R.L., 2009. Elemen-Elemen Mesin dalam Perancangan Mekanis. Yogyakarta.
Mulyadi, S.,2011. Analisa Tegangan-Regangan Produk Tongkat Lansia Dengan
Menggunakan Metode Elemen Hingga. Jurnal ROTOR, V 4 hlm 1.
Palm, G., Dupaix, R.B., & Castro, J., 2006. Large strain mechanical behavior of
polymethyl methacrylate (PMMA) near the glass transition temperature.
Ohio State University, Columbus, OH.
Pamenang, A.S., 2009. Pengembangan Material Komposit Lokal Berbasis Polimer.
Paper, Jakarta.
Qioa, X.,dkk.,2017. Fiber Bragg Grating Sensors for the Oil Industry.,jurnal sensor:
Northwest University,hlm:429
Rambe, A.M.,. 2003. Penggunaan Serat Optik Plastik Sebagai Media Transmisi
Untuk Alat Ukur Temperatur Jarak Jauh. Medan: Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara
Rankine, W.J.M., 1895. Applied Mechanics. 15th ed. Griffin and Co., London,
England.
Rao., Singiresu, S., 2005. The Finite Element Method in Engineering. United
Kingdom: Elseiver Butterworth-Heinemann.
Segerlind., Larry, J., 1984. Applied Finite Element Analysis. Edisi Kedua.
Canada:John Wiley and Sons Inc.
Shigley, J.E., Mitchell, L.D., & Harahap, G., 1991. Perencanaan Teknik Mesin,

2
Edisi Keempat, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Soejanto, I.,2009. Desain Eksperimen Dengan Metode Taguchi. Yogyakarta: Graha Ilmu
Timoshenko, S., 1976. Strength of Materials. Robert E, Third Edition. Krieger
Publishing Company Huntington, New York.
Udd, Eric. 1991.Fiber Optic Sensors : An Introduction for Engineers and Scientist .
Canada : JohnWiley and Sons.
Volterra, E., & Gaines, J.H., 1971. Advanced Strength of Materials. Prentice Hall, Inc.,
Englewood Cliffs, N.J.
Zubia, J., & Arrue, J., 2002. Plastic Optical Fibers: An Introduction to Their
Technological Processes and Applications. ETSI de Bilbao (School of
Telecommunications Engineering), Spain.

3
LAMPIRAN
05O

12âO

019
13 10

Anda mungkin juga menyukai