Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Peggunaan Instrumen Kelautan di Laut atau Pesisir


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah akustik dan instrumentasi kelautan.

Oleh:
Muhammad Abror (H74216064)

Dosen Pengampu:
Andik Dwi Muttaqin, M.T

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang karena dengan rahmat, karunia serta taufiq dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Peggunaan Instrumen Kelautan di Laut dan
Pesisir" meskipun masih banyak kekurangan di dalamnya.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tetap terhaturkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, para sahabat, keluarga dan para pengikutnya karena atas jasa beliau kita
dapat mengenal dan mendalami agama yang rahmatan lil alamin yakni agama islam.

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Andik Dwi Muttaqin, M.T selaku pembimbing dan dosen pengampu mata
kuliah akustik dan instrumentasi kelautan.
2. Keluarga, Teman-teman, dan semua pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga
dan fikirannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Dalam penulisan makalah ini mungkin masih banyak kekurangan baik pada teknik
penulisan maupun materi, mengingat kemampuan kami yang masih dalam tahap belajar.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi
kesempurnaan pembuatan makalah ini kedepan.

Surabaya, 26 Oktober 2017

Penyusun

Muhammad Abror

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... 2

Daftar Isi ............................................................................................................................. 3

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 5

BAB II Pembahasan
2.1 Penggunaan alat-alat instrumentasi kelautan yang dapat digunakan dalam membantu
pekerjaan di laut atau pesisir ................................................................................... 6

BAB III Penutup


3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 15

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 16

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, mencapai hampir 13.446 pulau, dikenal
sebagai negara maritim karena luas wilayah lautan yang lebih besar dibandingkan
daratan, sekitar 2/3 luas total wilayah negara Indonesia. Luasnya areal lautan
menjadikan perairan Indonesia dapat disebut sebagai arteri dunia karena digunakan
sebagai jalur angkutan laut, aktivitas maritim, dan yang paling penting adalah
perdagangan lintas laut (Halida, 2013 dalam Wahab, 2014).

Hal ini mendorong bidang kelautan dan perikanan sebagai salah satu bidang yang
identik dengan masyarakat Indonesia. Wilayah perairan Indonesia yang sangat besar
tersebut memiliki potensi yang sangat besar bagi usaha, penelitian, serta pembelajaran
di bidang kelautan dan perikanan, khususnya penangkapan ikan (Manafe & Affandi,
2009 dalam Wahab, 2014). Dalam hal tersebut dibutuhkan alat-alat yang digunakan
untuk mempermudah pekerjaan di laut ataupun pesisir. Alat-alat tersebut kebanyakan
berasal dari alat instrumentasi laut.

Instrumentasi Kelautan adalah suatu bidang ilmu kelautan yang behubungan


dengan alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian
dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks dalam dunia kelautan.
Instrumentasi kelautan secara umum mempunyai 3 fungsi utama yaitu, sebagai alat
pengukuran, sebagai alat analisis, dan sebagai alat kendali (Nuriy, 2016).

Instrumentasi Kelautan sebagai alat pengukuran meliputi instrumentasi


survey/statistik, instrumentasi pasang-surut, gelombang, arah & kecepatan arus,
instrumentasi arah & kecepatan angin, instrumentasi pengukuran suhu, Disolve Oxigen
(DO), turbiditas, salinitas, pH perairan, kecerahan, plankton, sedimen, dll. Contoh dari
instrumentasi sebagai alat analisis dalam dunia kelautan misalnya; Echosounder, yang
dapat menganalisis dan mendeteksi bawah air.Sistem pengukuran, analisis dan kendali
dalam instrumentasi ini bisa dilakukan secara manual (hasilnya dibaca dan ditulis
tangan), tetapi bisa juga dilakukan secara otomatis dengan mengunakan komputer
(electronic circuit) (Nuriy, 2016).

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa alat-alat instrumentasi kelautan yang dapat digunakan dalam membantu
pekerjaan di laut atau pesisir?
2. Bagaimana penggunaan instrumen kelutan untuk pekerjaan di laut atau pesisir?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui alat-alat instrumentasi yang dapat digunakan dalam membantu
pekerjaan di laut atau pesisir.
2. Mengetahui penggunaan instrumen kelutan untuk pekerjaan di laut atau pesisir?

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penggunaan alat-alat instrumentasi kelautan yang dapat digunakan dalam
membantu pekerjaan di laut atau pesisir
Alat-alat instrumentasi yang digunakan dalam membantu di bidang kelautan
antara lain adalah ehcosounder dan side scan sonar.
2.1.1 Echosounder

Gambar 1. Echosounder

Echosounder adalah alat yang digunakan untuk mengukur kedalaman air laut.
Prinsip kerja dari alat ini adalah pengukuran kedalaman laut berdasarkan pulsa getaran
suara. Getaran pulsa-pulsa tersebut dipancarkan dari transducer kapal secara vertikal ke
dasar laut, selanjutnya permukaan dasar laut, selanjutnya permukaan dasar laut akan
memantulkan kembali pulsa-pulsa itu kemudian diterima oleh transducer kapal.
Prinsip kerja echosounder yaitu pada transmiter terdapat tranduser yang berfungsi
untuk merubah energi listrik menjadi suara. Kemudian suara yang dihasilkan
dipancarkan dengan frekuensi tertentu. Suara ini dipancarkan melalui medium air yang
mempunyai kecepatan rambat sebesar, v=1500 m/s. Ketika suara ini mengenai objek,
misalnya ikan maka suara ini akan dipantulkan. Sesuai dengan sifat gelombang yaitu
gelombang ketika mengenai suatu penghalang dapat dipantulkan, diserap dan
dibiaskan, maka hal yang sama pun terjadi pada gelombang ini.

Gambar 2. Prinsip Echosounder

6
Ketika gelombang mengenai objek maka sebagian enarginya ada yang
dipantulkan, dibiaskan ataupun diserap. Untuk gelombang yang dipantulkan energinya
akan diterima oleh receiver. Besarnya energi yang diterima akan diolah dangan suatu
program, kemudian akan diperoleh keluaran (output) dari program tersebut. Hasil yang
diterima berasal dari pengolahan data yang diperoleh dari penentuan selang waktu
antara pulsa yang dipancarkan dan pulsa yang diterima. Dari hasil ini dapat diketahui
jarak dari suatu objek yang deteksi.
Cara Pemakaian :
1. Memasang alat dan cek keadaan alat sebelum memulai pengambilan data.
2. Pastikan kabel single beam dan display sudah terpasang.
3. Pasang antena, jika diperlukan input satelit GPS.
4. Masukkan single beam kedalam air.
5. Set Skala kedalaman yang ditampilkan display.
6. Set frekuensi yang akan digunakan 200 Hz untuk laut dangkal atau 50 Hz
untuk laut dalam atau dual untuk menggunakan keduanya.
7. Set input data air yaitu salinitas, temperatur dan tekanan air.
8. Pengambilan data.
9. Pemrosesan data.

Pengolahan Data :
Perhitungan kedalaman diperoleh dari setengah waktu pemantulan signal dari
echosounder memantul ke dasar laut kemudian kembali ke echosounder. Nilai waktu
yang diperoleh di konversikan dengan kecepatan gelombang suara di dalam air.

Untuk data kedalaman yang lebih tepat, dimasukkan pula data-data temperatur
air, salinitas air dan tekanan air. Hal ini diperlukan untuk memperoleh konversi yang
tepat pada cepat rambat suara di dalam air.

Berikut adalah perhitungannya :


c = 1448.6 + 4.618T2 − 0.0523 + 1.25 * (S − 35) + 0.017D
dimana : c = kecepatan suara (m/s) S = salinitas (pro mille)
D = kedalaman T = temperatur (degrees
Celsius)
7
2.1.2 Side Scan Sonar

Gambar 3. Side Scan Sonar (SSS)

Prinsip dasar awal dari sonar adalah menggunakan suara untuk mendeteksi atau
menemukan objek yang secara khusus berada di laut (Hansen, 2011 dalam Lubis,
2017). Side scan sonar adalah instrumen yang digunakan dalam survei untukmelakukan
pencitraan dasar laut. Side scan sonar (SSS) merupakan pengembangan sonar yang
mampu menunjukkan dalamgambar dua dimensional permukaan dasar laut dengan
kondisi kontur, topografi, dan target secara bersamaan. Instrumen ini mampu
membedakan besar kecil partikel penyusun permukaan dasar laut seperti batuan,
lumpur, pasir, kerikil, atau tipe-tipe dasar perairan lainnya (Bartholoma, 2006 dalam
Lubis, 2017). SSS digunakan untuk berbagai kegunaan, seperti pendeteksian
keberadaan pipa dan kabel laut, pendeteksian struktur dangkal dasar laut, pelaksanaan
pengerukan, studi lingkungan, kemiliteran, arkeologi, perikanan, dan pertambangan
(Manik, 2011 dalam Lubis, 2017).

Sonar adalah istilah umum untuk setiap instrumen yang menggunakan deteksi
forremote suara benda bawah air (Haykin, 1985 dalam Lubis, 2017). Sistem sonar aktif
akan menghasilkan ledakan singkat (ping) dari suara frekuensi tinggi. Gelombang
akustik yang dibangkitkan dari transduser didalam kolom air dan dasar laut sehingga
akan menghasilkan gema yang diukur dengan empat kuadran dalam transduser beam
pattern (Manik, 2015 dalam Lubis, 2017).

Side Scan Sonar (SSS) adalah sebuah sistem peralatan survey kelautan yang
menggunakan teknologi akustik. Peralatan ini digunakan untuk memetakan dasar laut
yang juga dapat digunakan untuk mempelajari kehidupan di dasar laut. Sistem peralatan
ini merupakan strategi penginderaan untuk merekam kondisi dasar laut dengan
memanfaatkan sifat media dasar laut yang mampu memancarkan, memantulkan
dan/atau menyerap gelombang suara.

8
Gelombang suara yang digunakan dalam teknologi side scan sonar biasanya
mempunyai frekuensi antara 100 dan 500 KHz. Pulsa gelombang dipancarkan dalam
pola sudut yang lebar mengarah ke dasar laut, dan gemanya diterima kembali oleh
reciver dalam hitungan detik.

Side scan sonar mampu membuat liputan perekaman dasar laut dari kedua sisi
lintasan survey. Dalam kondisi laut yang tenang dan haluan kapal yang lurus, sonogram
dapat memberikan gambar atau image yang sangat tajam dan rinci seperti layaknya
sebuah foto.

Side Scan Sonar mempunyai kemampuan menggandakan (menduplikasikan)


beam yang diarahkan pada satu sisi ke sisi lainnya. Sehingga kita bias melihat ke kedua
sisi, memetakan semua area penelitian secara efektif dan menghemat waktu penelitian.
SSS menggunakan Narrow beam pada bidang horizontal untuk mendapatkan resolusi
tinggi di sepanjang lintasan dasar laut.

Prinsip kerja side scan sonar yaitu SSS menggunakan prinsip backscatter akustik
dalam mengindikasikan atau membedakan kenampakan bentuk dasar laut atau objek di
dasar laut.

Prinsip kerja Side Scan Sonar pada dasarnya menggunakan gelombang akuistik,
mirip dengan prinsip kerja echosounder. Namun pada peralatan ini ditekankan pada
penyapuan pada permukaan dari obyek baik ke kanan ataupun ke kiri, sehingga
peralatan side scan sonar mempunyai kemampuan untuk mendeteksi obyek yang berada
dipermukaan dasar laut baik itu yang berada di kiri kapal survei maupun di sebelah
kanannya. Biasanya peralatan ini menggunakan frekuensi 100KHz (Low) dan 500 Khz
(High). Secara umum peralatan ini terdiri dari transducer yang berupa towfish yang
ditarik dibelakang kapal, trans-receiver dan recorder seperi terlihat pada Gambar.

9
Gambar 4. Prinsip Dasar Side Scan Sonar
 Transducer berfungsi memantulkan gelombang akuistik yang akan dikirim ke
permukaan dasar laut kemudian hasil pantulan dari gelombang akuistik yang mengenai
objek atau dasar laut akan diterima oleh receiver yang kemudian akan ditampilkan oleh
recorder dalam bentuk citra yang menggambarkan kondisi permukaan dasar laut.

Gambar 5. Sistem Peralatan Side Scan Sonar


Prinsip pendeteksian dan interpretasi yakni, pengolahan data SSS terdiri dari dua
tahapan, yakni real time processing dan post processing. Tujuan real time processing
adalah untuk memberikan koreksi selama pencitraan berlangsung sedangkan tujuan
post processing adalah meningkatkan pemahaman akan suatu objek melalui
interprestasi. Penelitian yang dilakukan ini, pengolahan datanya adalah post processing.

Interpretasi pada post processing dapat dilakukan secara kulaitatif maupun


kuantitatif. Interprestai secara kualitatif dilakukan untuk mendapatkan sifat fisik
material dan bentuk objek, baik dengan mengetahui derajat kehitaman (hue saturation),
bentuk (shape) maupun ukuran (size) dari objek atau target.Secara umum, berdasarkan
bentuk eksternalnya, target dapat dibedakan menjadi buatan manusia (man made

10
targets) atau objek alam (natural targets). Pada umunya, objek buatan manusia memiliki
bentuk yang tidak beraturan.

Interprestasi secara kuantitatif bertujuan untuk mendefinisikan hubungan antara


posisi kapal, posisi towfish dan posisi objek sehingga diperoleh besaran horisontal dan
besaran vertikal. Besaran horisontal meliputi nilai posisi objek ketika lintasan towfish
sejajar dengan lintasan kapal maupun ketika lintasan dengan towfish membentuk sudut.
Besaran vertikal meliputi tinggi objek dari asar laut serta kedalaman objek.

Survei investigasi bawah air (side scan sonar) dimaksudkan untuk mendapatkan
kenampakan dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin
membahayakan. Dual-channel Side Scan Sonar System dengan kemampuan cakupan
jarak minimal hingga 75m digunakan untuk mendapatkan data kenampakan dasar-laut
(seabed features) di sepanjang koridor yang sama dengan survei Batimetri. Skala
penyapuan yang digunakan diatur sedemikian rupa sehingga terjadi overlap minimal
50% untuk area survei yang direncanakan. Lajur-lajur survei side scan sonar dapat
dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan survei Batimetri dan/atau disesuaikan
dengan kedalaman laut sehingga cakupan minimal tersebut dapat terpenuhi.

Apabila menggunakan towfish yang ditarik, panjang kabel towfish tersedia cukup
agar tinggi towfish di atas dasar laut dapat dijaga kira-kira 10% dari lebar cakupan/
penyapuan yang dipilih. Towfish sebaiknya dioperasikan dari winch bermotor lengkap
dengan electrical slip rings. Rekaman data sonar dikoreksi untuk tow fish lay back dan
slant range. Apabila menggunakan towfish yang dipasang pada lambung kapal (vessel-
mounted), sistim dilengkapi dengan heave compensator untuk mereduksi pengaruh
gelombang. Sistem yang digunakan mampu menghasilkan clear record dari keadaan
dasar laut, identifikasi adanya wrecks, obstacles, debris, sand waves, rock outcrops,
mud flows atau slides dan sedimen.

Kemungkinan adanya bahaya atau keadaan dasar laut yang perlu mendapatkan
perhatian khusus dilakukan investigasi untuk memperjelas jenis dan ukuran bahaya
tersebut. Investigasi tersebut dapat dilaksanakan dengan menjalankan lajur yang lebih
rapat pada arah yang berbeda dengan lajur umum yang telah dijalankan sebelumnya.
Penentuan posisi menggunakan jarak atau waktu tertentu ditandai pada rekaman sonar.

11
Data jarak antara towfish dan antena GPS, termasuk setiap perubahan jarak ini, harus
dicatat secara tertib pada Operator’s Log selama survei berlangsung untuk keperluan
pengolahan data lebih lanjut.

Survei side scan sonar ini akan menghasilkan peta yang berisi gambaran atau citra
dasar laut yang akan menampilkan objek-objek dasar laut yang berhasil dideteksi.
Objek-objek tersebut berupa benda-benda yang terdapat di permukaan dasar laut,
seperti pipa, batu-batu karang, kapal karam, bekas garukan jaring nelayan, dll. 

Gambar 6. Ilustrasi Survei Side Scan Sonar


Towfish side scan sonar (SSS) dapat dipasang pada badan kapal atau ditarik di
belakang kapal. Ilustrasi pemasangan SSS menggunakan towed body dapat dilihat pada
Gambar di atas. Dalam pengambilan data, ada kemungkinan terjadi distorsi, baik
distorsi geometrik maupun distorsi akibat deviasi dari hubungan linear antara intensitas
citra dan kekuatan pantulan objek dasar laut. Oleh karena itu, beberapa hal yang harus
diperhatikan pada saat pengambilan data untuk mengurangi distorsi adalah sebagai
berikut:
a. Panjang Layback
Layback atau stepback adalah jarak horizontal antara antena receiver GPS dengan
titik penghela ditambah jarak horisontal antara titik penghela dengan fish. Pada
saat kabel penghela digunakan untuk menarik fish di dalam air, kabel penghela
tidak akan terentang lurus, tetapi membentuk suatu lengkungan.

12
Gambar 7. Layback dan Kelengkungan Kabel Towing
 
b. Jarak Objek terhadap fish

Gambar 8. Jarak objek terhadap fish


Semakin jauh jarak yang ditempuh oleh pulsa gelombang akustik pada arah x
dalam perambatannya di medium air laut, maka ukuran cakupan pulsa bertambah besar,
sehingga objek-objek yang tersaji pada citra seolah-olah diregangkan dalam arah
penyapuan. Dengan besar peregangan semakin besar ke arah tepi citra.
c. Tinggi fish dari dasar laut
Hasil panjang suatu ukuran pada citra akan selalu lebih pendek dari ukuran
sebenarnya di lapangan. Sehingga penampakannya pada citra seolah-olah ditekan
sejajar arah lintasan fish. Besarnya derajat penekanan semakin kecil dengan semakin
rendahnya tinggi fish dasi dasar laut.

13
Tabel. Hubungan Antara Jangkauan Pencitraan Sonar Dengan Tinggi Towfish

Jangkauan
Jangkauan pencitraan
pencitraan teoritis Tinggi fish (m)
pada citra (m)
di lapangan (m)
75 7.5 74.5
100 10 99.5
150 15 149.5
200 20 199
300 30 298.5
Oleh karena itu agar diperoleh hasil pencitraan yang relatif baik, towfish ditarik dengan
ketinggian 1/10 dari jangkauan pencitraan di lapangan.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Echosounder adalah alat yang digunakan untuk mengukur kedalaman air laut.
Prinsip kerja dari alat ini adalah pengukuran kedalaman laut berdasarkan pulsa
getaran suara.
 Side Scan Sonar (SSS) adalah sebuah sistem peralatan survey kelautan yang
menggunakan teknologi akustik. Peralatan ini digunakan untuk memetakan dasar
laut yang juga dapat digunakan untuk mempelajari kehidupan di dasar laut. Sistem
peralatan ini merupakan strategi penginderaan untuk merekam kondisi dasar laut
dengan memanfaatkan sifat media dasar laut yang mampu memancarkan,
memantulkan dan/atau menyerap gelombang suara.

15
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Muhammad Zainuddin dan Wenang Anurogo. 2017. Identifikasi Profil Dasar
Laut Menggunakan Instrumen Side Scan Sonar Dengan Metode Beam Pattern
Discrete-Equi-Spaced Unshaded Line Array. Batam: Politeknik Negeri Batam.
Vol. 10(1)

Nuriy, Ahmad Sulthan. 2016. Laporan Praktikum Instrumentasi Kelautan. Banjarbaru:


Universitas Lambung Mangkurat

Wahab, Riva’atul Adaniah. 2014. Penggunaan Alat dan Perangkat Telekomunikasi


dalam Sistem Navigasi dan Komunikasi Aktivitas Perikanan di Pelabuhan
Perikanan Bitung. Manado: BPPKI Manado. Vol. 12(4). Hal 279 - 290

16

Anda mungkin juga menyukai