Anda di halaman 1dari 12

GAMBARAN KADAR KREATININ SERUM PADA

PASIEN PREEKLAMPSIA DI RSU PKU


MUHAMMADIYAH BANTUL
TAHUN 2017-2018

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh :
Bella Riska Ayu
1810104415

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
GAMBARAN KADAR KREATININ SERUM PADA
PASIEN PREEKLAMPSIA DI RSU PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL
TAHUN 2017-2018

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Terapan Kebidanan
Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh :
Bella Riska Ayu
1810104415

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
i
GAMBARAN KADAR KREATININ SERUM PADA
PASIEN PREEKLAMPSIA DI RSU PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL
TAHUN 2017-2018¹
Bella Riska Ayu², Fitria Siswi Utami³
Universitas „Aisyiyah Yogyakarta
Email: bellariskayu@gmail.com

ABSTRAK: Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia atau eklampsia) menduduki


peringkat kedua sebagai penyebab langsung kematian setelah perdarahan dan
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Diantara lima Kabupaten di D.I Yogyakarta
tahun 2015, Kabupaten Bantul merupakan kabupaten tertinggi terhadap angka
kematian dengan kasus preeklampsia-eklampsia (13,8%). Dari hasil Audit Maternal
Perinatal (AMP) di Bantul menyimpulkan bahwa penyebab kematian ibu tahun 2017
adalah Pre Eklampsia Berat (PEB) sebesar 36% (4 kasus). Preeklampsia
mengakibatkan perubahan pada beberapa sistem dan organ tidak terkecuali pada
organ ginjal. Pada preeklampsia terjadi perubahan seperti peningkatan resistensi
arteri aferen ginjal dan perubahan bentuk endotel glomerulus. Filtrasi yang semakin
menurun menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran kadar kreatinin serum pada pasien preeklampsia di RSU
PKU Muhammadiyah Bantul tahun 2017-2018. Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang dilakukan dengan cara
observasi. Terdapat 34 sampel ibu preeklampsia yang diperoleh melalui teknik total
sampling. Pada penelitian ini menunjukan kadar kreatinin tidak normal pada tahun
2017 sejumlah 40% (6 responden), dan pada tahun 2018 sejumlah 36,8% (7
responden). Dimana dari total 13 responden dengan kadar kreatinin tidak normal
mayoritas yang mengalami kenaikan yaitu pada preeklampsia berat (PEB) sejumlah
84,6% (11 responden) dengan kenaikan kadar sekitar 0,11-0,31 mg/dL. Diharapkan
bagi tenaga kesehatan untuk dapat melakukan screening sedini mungkin untuk
mencegah terjadinya preeklampsia lebih lanjut. Baik pada ibu dengan preeklampsia
berat (PEB) maupun preeklampsia ringan (PER) sama-sama mempunyai resiko untuk
terjadinya eklampsia, sehingga dalam melakukan pemantauan terhadap ibu dengan
preeklampsia alangkah baiknya jika tidak membedakan pasien satu dengan yang
lainnya.
Kata Kunci : Kreatinin, Preeklampsia
ABSTRACT: Hypertension in pregnancy (preeclampsia or eclampsia) ranks the
second place of the direct mortality cause after hemorrhage and keeps improving
every year. Among 5 districts in Yogyakarta Special Province in 2015, Bantul
district has the highest number of mortality caused by preeclampsia-eclampsia
(13.7%). According to the Perinatal Maternal Audit (AMP) in Bantul, the cause of
maternal mortality in 2017 is Severe Pre Eclampsia namely 36% (4 cases).
Preeclampsia causes changes in some systems and organs especially kidneys. In
preeclampsia, changes such as kidneys afferent artery resistance and endotel
glomerulus form change. The decreasing filtration causes creatinine serum level
increasing. The study is to investigate the description of creatinine serum level in
preeclampsia patient at PKU Muhammadiyah public hospital of Bantul in 2017-
2018. The study was descriptive quantitative in type which was done through
observation. There were 34 samples of women with experiencing preeclampsia taken

1
2

by using total sampling technique, the study revealed that in 2017, the abnormal
creatinine level was 40% (6 respondents) and the abnormal creatinine level in 2018
was 36.8% (7 respondents). The 13 respondents with abnormal creatinine level were
majority experienced increase namely in the case of severe preeclampsia with 11
respondents (84.6%) and increase level of 0.11–0.31 mg/dL. Health officers are
expected to perform self-screening as early as possible in order to prevent
preeclampsia further. Both women with severe and mild preeclampsia have the risk
of eclampsia and thus, monitoring to women with preeclampsia should be done fairly
without any discrimination.
Keywords : Creatinine, Preeclampsia
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, tetapi ada beberapa keadaan
yang dapat menyebabkan kehamilan menjadi berisiko. Hipertensi dalam kehamilan
(preeklampsia atau eklampsia) merupakan salah satu risiko yang harus diwaspadai
oleh ibu hamil. Komplikasi terberat dari hipertensi dalam kehamilan adalah
kematian. Ada beberapa penyebab dari kematian maternal seperti perdarahan
(27,1%), hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia atau eklampsia) (14%), infeksi
(10,7%), aborsi (7,9%), emboli dan penyebab langsung lainnya (12,8%). Hipertensi
dalam kehamilan (preeklampsia atau eklampsia) menduduki peringkat kedua sebagai
penyebab langsung kematian setelah perdarahan dan mengalami peningkatan setiap
tahunnya (Ezeh et al., 2016).
Preeklampsia mengakibatkan perubahan pada beberapa sistem dan organ tidak
terkecuali pada organ ginjal. Secara umum preeklampsia menyebabkan terganggunya
fungsi ginjal, baik di prerenal ataupun di renal. Pada preeklampsia terjadi
vasokontriksi, yang mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah ke ginjal,
sehingga Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) menurun dan laju ekskresi kreatinin dan
urea juga menurun. Selain itu, pada bagian renal terjadi perubahan parenkim ginjal,
mengalami pembesaran glomerulus yang diikuti dengan pembengkakan sel endotel
dan hilangnya fenestra endotel glomerulus (glomerular capillary endotheliosis),
sehingga secara klinis, yang dapat dijadikan kriteria terkait perubahan sistem ginjal
adalah kreatinin dan urea (Angsar, 2010).
Terjadi kelainan endotel vaskular pada pasien preeklampsia, sehingga terjadi
gangguan dan vasospasme vaskular. Akibatnya, perfusi ke organ khususnya ginjal
akan menurun, terutama akan menyebabkan gangguan di glomerulus, tempat
terjadinya filtrasi kreatinin. Sehingga secara patogenesis, terdapat hubungan yang
erat antara kreatinin dengan beratnya preeklampsia, yaitu adanya peningkatan serum
kreatinin dibanding yang tidak preeklampsia (Maynard & Thadhani, 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari 2019
di bagian rekam medis RSU PKU Muhammadiyah Bantul, pada tahun 2017 terdapat
sebanyak 15 kasus preeklampsia dan tahun 2018 sebanyak 19 kasus. Dilihat dari data
yang sudah diambil terdapat peningkatan kasus preeklampsia dari tahun 2017 ke
tahun 2018. Dan merujuk dari beberapa data pada latar belakang di atas, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Kadar
Kreatinin Serum pada Pasien Preeklampsia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
Tahun 2017-2018”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif
yang dilakukan dengan cara observasi. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel
tunggal yaitu kadar kreatinin pada pasien preeklampsia. Metode pengumpulan data
3

menggunakan data sekunder dengan menggunakan format isian dalam bentuk tabel
berupa checklist. Terdapat 34 sampel ibu preeklampsia yang diperoleh melalui teknik
total sampling. Penelitian ini menggunakan analisis univariat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden pada Pasien Preeklampsia
di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
Frekuensi Persentase
No. Karakteristik
(n=34) (%)
1. Usia (Tahun)
Beresiko (<20 dan >35) 20 58,8
Tidak Beresiko (20-35) 14 41,2
2. Paritas
Beresiko (<2 dan >3) 18 52,9
Tidak Beresiko (2-3) 16 47,1
3. Riwayat Preeklampsia
Ada 5 14,7
Tidak Ada 29 85,3
4. Diagnosa
Preeklampsia Berat (PEB) 23 67,6
Preeklampsia Ringan (PER) 11 32,4
Sumber: Rekam Medik RSU PKU Muhammadiyah Bantul 2017-2018.
Berdasarkan tabel 1 dari jumlah 34 responden menunjukkan bahwa
distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia mayoritas dalam
kategori usia beresiko (<20 dan >30 tahun) dengan jumlah 20 responden
(58,8%), karakteristik responden berdasarkan paritas mayoritas dalam kategori
paritas beresiko (<2 dan >3) dengan jumlah 18 responden (52,9%), karakteristik
responden berdasarkan riwayat preeklampsia mayoritas dalam kategori tidak ada
riwayat preeklampsia dengan jumlah 29 responden (85,3%), sedangkan
karakteristik responden berdasarkan diagnosa mayoritas dalam kategori
preeklampsia berat (PEB) dengan jumlah 23 responden (67,6%).
B. Analisis Univariat
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Gambaran Kadar
Kreatinin pada Pasien Preeklampsia
Tahun 2017 Tahun 2018
Kadar
No. Persentase Persentase Total
Kreatinin Frekuensi Frekuensi
(%) (%)
1. Tidak Normal
6 40 7 36,8 13
(>1,1 mg/dL)
2. Normal (0,6-
9 60 12 63,2 21
1,1 mg/dL)
Jumlah 15 100 19 100 34
Sumber: Rekam Medik RSU PKU Muhammadiyah Bantul 2017-2018.
Berdasarkan tabel 2 dari jumlah 34 responden menunjukkan bahwa
distribusi frekuensi kadar kreatinin pada pasien preeklampsia tahun 2017
mayoritas dalam kategori normal (0,6-1,1 mg/dL) dengan jumlah 9 responden
(60%), dan pada tahun 2018 mayoritas dalam kategori normal (0,6-1,1 mg/dL)
sejumlah 12 responden (63,2%).
4

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Kadar Kreatinin


pada Pasien Preeklampsia Berdasarkan Diagnosa
Tidak Normal Normal
No. Diagnosa Total P (%)
F P (%) F P (%)
1. PEB 11 84,6 12 57,1 23 67,6
2. PER 2 15,4 9 42,9 11 32,4
Jumlah 13 100 21 100 34 100
Sumber: Rekam Medik RSU PKU Muhammadiyah Bantul 2017-2018.
Berdasarkan tabel 3 dari jumlah 34 responden menunjukkan bahwa
distribusi frekuensi hasil pemeriksaan kadar kreatinin pada pasien preeklampsia
berdasarkan diagnosa preeklampsia berat (PEB) mayoritas dalam kategori
normal (0,6-1,1 mg/dL) dengan jumlah 12 responden (57,1%), berdasarkan
diagnosa preeklampsia ringan (PER) mayoritas dalam kategori normal (0,6-1,1
mg/dL) sejumlah 9 responden (42,9%).
PEMBAHASAN
A. Gambaran Kadar Kreatinin Tidak Normal
Kadar kreatinin pada pasien preeklampsia dikelompokkan menjadi dua
kategori yaitu tidak normal (>1,1 mg/dL) dan normal (0,6-1,1 mg/dL). Dapat
dilihat dari tabel 2 bahwa kejadian preeklampsia di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul dari tahun 2017 ke tahun 2018 mengalami peningkatan sejumlah 4 kasus
(11,8%), dan didapatkan hasil pemeriksaan kadar kreatininnya mayoritas dalam
kategori normal.
Berdasarkan tabel 2 dari jumlah 34 responden menunjukkan bahwa
distribusi frekuensi kadar kreatinin pada pasien preeklampsia tahun 2017
mayoritas dalam kategori normal (0,6-1,1 mg/dL) dengan jumlah 9 responden
(60%), dan pada tahun 2018 mayoritas dalam kategori normal (0,6-1,1 mg/dL)
sejumlah 12 responden (63,2%). Sedangkan dalam kategori tidak normal tahun
2017 sejumlah 6 responden (40%), tahun 2018 sejumlah 7 responden (36,8%).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimana dari semua responden
dengan kategori kreatinin tidak normal berada pada rentang atas dari kadar
normal kreatinin (0,6-1,1 mg/dL) yaitu >1,1 mg/dL atau meningkat, kisaran
peningkatan kadarnya berada diantara 0,09-0,31 mg/dL, kenaikan yang dialami
tidak ada yang sampai berkali-kali lipat. Dimana dari total 13 responden dengan
kadar kreatinin tidak normal mayoritas yang mengalami kenaikan yaitu pada
preeklampsia berat (PEB) sejumlah 11 responden (84,6%) dengan kenaikan
kadar sekitar 0,11-0,31 mg/dL, sedangkan pada preeklampsia ringan (PER)
hanya sedikit yang mengalami kenaikan dengan kenaikan kadar 0,09 mg/dL dan
0,17 mg/dL. Dapat dilihat dari hasil tersebut bahwa responden dengan diagnosa
PEB cenderung mengalami kenaikan kadar kreatinin dibandingkan responden
dengan diagnosa PER. Peningkatan kadar kreatinin tersebut dapat dijadikan
petunjuk untuk mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 karakteristik responden menurut
usia dengan kadar kreatinin tidak normal terdapat 9 responden (69,2%) dalam
kategori usia beresiko (<20 dan >35 tahun), dan 4 responden (30,8%) dalam
kategori usia tidak beresiko (20-35 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa
distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia dengan kadar
kreatinin tidak normal mayoritas dalam kategori usia beresiko.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Langelo
dkk (2013), menunjukkan bahwa wanita usia <20 tahun dan >35 tahun memiliki
resiko 3,37 kali dibandingkan wanita usia 20-35 tahun. Penelitian ini sesuai
5

dengan teori yang menyatakan bahwa usia yang paling aman dan baik untuk
hamil atau melahirkan berkisar antara 20-35 tahun. Pada usia tersebut alat
reproduksi wanita telah berkembang dan berfungsi secara maksimal. Sebaliknya
pada wanita dengan usia <20 atau >35 tahun kurang baik untuk hamil maupun
melahirkan, karena kehamilan pada usia ini memiliki resiko tinggi seperti
terjadinya keguguran, hipertensi dalam kehamilan atau kegagalan persalinan,
bahkan bisa menyebabkan kematian. Bagi wanita yang berusia 35 tahun keatas,
selain fisik melemah, juga kemungkinan munculnya berbagai resiko gangguan
kesehatan, seperti darah tinggi, diabetes dan berbagai penyakit lain (Gunawan S,
2010).
Berdasarkan karakteristik responden menurut paritas dengan kadar
kreatinin tidak normal terdapat 7 responden (53,8%) dalam kategori paritas
beresiko (<2 dan >3 tahun), dan 6 responden (46,2%) dalam kategori paritas
tidak beresiko (2-3 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan paritas dengan kadar kreatinin tidak normal
mayoritas dalam kategori paritas beresiko.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Prawirohardjo (2009) yang
menyatakan bahwa paritas merupakan salah satu penyebab paling banyak ibu
hamil mengalami preeklampsia. Semakin muda kehamilan seseorang
(primigravida) atau semakin banyak seseorang melahirkan (grandemulti) akan
semakin besar peluang ibu hamil tersebut mengalami preeklampsia. Hal ini
diakibatkan oleh karena wanita hamil pertama dan berusia muda lebih cenderung
rentan terhadap timbulnya preeklampsia yang diakibatkan oleh belum
matangnya alat reproduksi untuk hamil sedangkan pada wanita yang telah
berulang kali mengalami persalinan lebih diakibatkan karena kondisi tubuh dan
kesehatannya yang menjadi lemah sehingga kemungkinan untuk terkena
preeklampsia lebih besar. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aida
(2013) yang menyatakan bahwa paritas <2 atau >3 mempunyai resiko 2,229 kali
terjadi preeklampsia dibandingkan perempuan dengan paritas 2-3.
Berdasarkan karakteristik responden menurut riwayat preeklampsia
dengan kadar kreatinin tidak normal terdapat 1 responden (7,7%) dalam kategori
ada riwayat, dan mayoritas 12 responden (92,3%) dalam kategori tidak ada
riwayat. Menurut teori dari Cunningham (2009) yang menyatakan bahwa
perempuan mempunyai resiko lebih besar mengalami preeklampsia pada ibu
yang pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya atau telah
mengidap hipertensi kurang lebih 4 tahun.
Berdasarkan karakteristik responden menurut diagnosa medis dengan
kadar kreatinin tidak normal terdapat 11 responden (84,6%) dalam kategori
preeklampsia berat (PEB), dan 2 responden (15,4%) dalam kategori
preeklampsia ringan (PER). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan diagnosa medis dengan kadar kreatinin
tidak normal mayoritas didiagnosa preeklampsia berat (PEB).
Menurut teori yang dikemukakan oleh Maynard & Thadhani (2009) yang
menyatakan bahwa terjadi kelainan endotel vaskular pada pasien preeklampsia,
sehingga terjadi gangguan dan vasospasme vaskular. Akibatnya, perfusi ke
organ khususnya ginjal akan menurun, terutama akan menyebabkan gangguan di
glomerulus, tempat terjadinya filtrasi kreatinin. Sehingga secara patogenesis,
terdapat hubungan yang erat antara kreatinin dengan beratnya preeklampsia,
yaitu adanya peningkatan serum kreatinin dibanding yang tidak preeklampsia.
6

Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar kreatinin pada ibu dengan diagnosa


preeklampsia berat (PEB) mayoritas dalam kategori normal (0,6-1,1 mg/dL)
dengan jumlah 12 responden (57,1%). Hal yang sama terjadi pada ibu dengan
diagnosa preeklampsia ringan (PER) mayoritas dalam kategori normal sejumlah
9 responden (42,9%). Hal ini menunjukkan bahwa kadar kreatinin tidak bisa
menjadi tolak ukur terjadinya preeklampsia ringan maupun preeklampsia berat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Farida (2012) menyatakan bahwa dimana kejadian preeklampsia tidak
banyak berpengaruh pada kerusakan hati maupun ginjal seseorang. Selain itu
menurut Lubis (2017) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa tidak ada
hubungan antara preeklampsia/eklampsia dengan kadar kreatinin, dimana p-
value bernilai 0,605.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu, disebutkan bahwa
peningkatan kadar kreatinin tidak berhubungan dengan kejadian preeklampsia
ringan maupun berat. Sesuai dengan hasil penelitian ini, dimana didapatkan hasil
dari 23 ibu dengan diagnosa preeklampsia berat, 12 responden (57,1%)
diantaranya memiliki hasil pemeriksaan kadar kreatinin normal. Sedangkan 11
responden (84,6%) lainnya memiliki hasil pemeriksaan kadar kreatinin tidak
normal.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan
sebelumnya yang menyebutkan bahwa preeklampsia mengakibatkan perubahan
pada beberapa sistem dan organ tidak terkecuali pada organ ginjal. Hal tersebut
bisa terjadi karena memiliki faktor resiko lain yang memicu terjadinya
preeklampsia. Diantaranya kemungkinan adanya faktor keturunan, riwayat
preeklampsia sebelumnya, usia beresiko, paritas beresiko, maupun obesitas
dikarenakan obesitas itu sendiri dapat memperberat kinerja organ-organ tubuh
yang lainnya termasuk ginjal. Tetapi disini peneliti tidak melakukan penelitian
karakteristik responden terkait obesitas, dikarenakan data rekam medik yang ada
di RSU PKU Muhammadiyah Bantul terkait BB sebelum hamilnya tidak tercatat
di rekam medik.
B. Gambaran Kadar Kreatinin Normal
Berdasarkan tabel 2 dari jumlah 34 responden menunjukkan bahwa
distribusi frekuensi kadar kreatinin pada pasien preeklampsia tahun 2017
mayoritas dalam kategori normal (0,6-1,1 mg/dL) dengan jumlah 9 responden
(60%), dan pada tahun 2018 mayoritas dalam kategori normal (0,6-1,1 mg/dL)
sejumlah 12 responden (63,2%). Selaras dengan penelitian yang dilakukan
Fadhila (2018) mengungkapkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara kejadian preeklampsia dengan menurunnya sistem ginjal. Karena
didapatkan hasil bahwa hubungan tekanan darah sistolik, dan diastolik dengan
kreatinin menunjukkan kekuatan hubungan yang sangat lemah dan tidak terdapat
hubungan yang bermakna (p>0,05).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Farida
(2012) yang menyatakan dalam penelitiannya terkait preeklampsia, didapatkan
nilai p=0,80 atau bisa dikatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara nilai kreatinin pada ibu preeklampsia dengan kejadian preeclampsia,
sehingga dapat dikatakan bahwasannya hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya. Dimana mayoritas ibu preeklampsia baik pada tahun
2017 maupun 2018 memiliki nilai kadar kreatinin normal. Sehingga, kadar
kreatinin bisa dijadikan sebagai salah satu tanda adanya preeklampsia dengan
beberapa catatan. Dimana ibu memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan,
7

ibu dengan usia beresiko, paritas beresiko, ibu dengan obesitas dikarenakan
obesitas itu sendiri dapat mempengaruhi kinerja organ-organ tubuh yang lainnya
termasuk ginjal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam kadar
kreatinin normal, dimana dari 21 responden dengan kadar kreatinin normal
semuanya berada pada batasan kadar normal kreatinin (0,6-1,1 mg/dL). Batasan
nilai tengah dari kadar kreatinin normal adalah 0,85 mg/dL, dimana 12
responden berada pada batas atas diantara (0,86-1,06 mg/dL), 9 responden
berada pada batas bawah diantara (0,65-0,82 mg/dL).
Dimana dari semua responden dengan kadar kreatinin normal mayoritas
dengan diagnosa preeklampsia berat (PEB) sejumlah 12 responden, cenderung
dari 9 responden kadarnya berada pada batas atas yaitu antara (0,86-1,06
mg/dL), sisanya berada pada batas bawah antara (0,73-0,82 mg/dL). Sedangkan
dari 9 responden pada preeklampsia ringan (PER), mayoritas 6 diantaranya
berada pada batas bawah dengan kadar (0,65-0,82 mg/dL), sisanya pada batas
atas dengan kadar (0,89-0,93 mg/dL). Sehingga dapat dilihat dari hasil tersebut
bahwa responden dengan diagnosa PEB cenderung berada pada batas atas kadar
kreatinin normal, sedangkan dengan diagnosa PER cenderung berada pada batas
bawah kadar kreatinin normal.
Penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan penelitian yang ada
sebelumnya, berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 lebih didominasi oleh
responden dengan kadar kreatinin normal berjumlah 21 responden (61,8%). Dari
jumlah tersebut terdapat 11 responden (52,4%) dalam kategori usia beresiko
(<20 dan >35 tahun), dan 10 responden (47,6%) dalam kategori usia tidak
beresiko (20-35 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan usia dengan kadar kreatinin normal
mayoritas dalam kategori usia beresiko.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari Djannah dan Arianti (2010)
yang mengatakan bahwa kejadian preeklampsia lebih sering didapatkan pada
masa awal dan masa akhir usia reproduksi yaitu usia remaja atau diatas 35 tahun.
Pada ibu hamil <20 tahun akan mudah mengalami kenaikan tekanan darah dan
lebih cepat menimbulkan kejang, sedangkan ibu hamil usia >35 tahun juga
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia karena dengan
bertambahnya usia lebih rentan terjadinya insiden hipertensi kronik dan
menghadapi resiko lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan.
Berdasarkan karakteristik responden menurut paritas dengan kadar
kreatinin normal terdapat 12 responden (57,1%) dalam kategori paritas beresiko
(<2 dan >3 tahun), dan 9 responden (42,9%) dalam kategori paritas tidak
beresiko (2-3 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan paritas dengan kadar kreatinin normal
mayoritas dalam kategori paritas beresiko.
Menurut penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Saifuddin
(2009) menyebutkan bahwa pada primigavida semua rahim kosong tanpa ada
janin kemudian terjadi kehamilan sehingga tubuh ibu menyesuaikan terutama
pada saat plasenta mulai terbentuk akan terjadi iskemia implantasi plasenta,
bahan trofoblast akan diserap kedalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan
sensivitas terhadap angiotensin II, rennin dan aldosteron, spasme pembuluh
darah. Dan pada multigravida keempat atau lebih terjadi perubahan pada
jaringan alat-alat kandungan yang berkurang elastisitasnya termasuk pembuluh
8

darah, sehingga terjadi peningkatan cairan dan timbul hipertensi disertai oedema
dan proteinuria (Wiknjosastro, 2009).
Berdasarkan karakteristik responden menurut riwayat preeklampsia
dengan kadar kreatinin normal terdapat 4 responden (19%) dalam kategori ada
riwayat, dan 17 responden (81%) dalam kategori tidak ada riwayat. Hal ini
menunjukkan bahwa distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
riwayat preeklampsia dengan kadar kreatinin normal mayoritas dalam kategori
tidak ada riwayat. Menurut teori yang dikemukakan oleh Cunningham (2009),
perempuan mempunyai resiko lebih besar mengalami preeklampsia pada ibu
yang pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya atau telah
mengidap hipertensi kurang lebih 4 tahun.
Berdasarkan karakteristik responden menurut diagnosa medis dengan
kadar kreatinin normal terdapat 12 responden (57,1%) dalam kategori
preeklampsia berat (PEB), dan 9 responden (42,9%) dalam kategori
preeklampsia ringan (PER). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan diagnosa medis dengan kadar kreatinin
normal mayoritas didiagnosa preeklampsia berat (PEB).
Menurut teori yang dikemukakan oleh Effendi (2009), darah yang akan
disaring oleh ginjal dialirkan melalui pembuluh darah yang berada di sekitar
ginjal. Seiring dengan berjalannya waktu, jika kenaikan tekanan darah tidak
terkontrol, maka akan menyebabkan arteri di sekitar ginjal ini menyempit,
melemah, dan mengeras. Kerusakkan pada arteri ini menghambat darah yang
diperlukan oleh jaringan pada ginjal.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui
“Gambaran kadar kreatinin serum pada pasien preeklampsia di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul Tahun 2017-2018” dapat disimpulkan bahwa persentase
pasien preeklampsia dengan kadar kreatinin tidak normal di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul tahun 2017 sejumlah 6 responden (40%), dan pada tahun
2018 sejumlah 7 responden (36,8%), sedangkan persentase pasien preeklampsia
dengan kadar kreatinin normal di RSU PKU Muhammadiyah Bantul tahun 2017
sejumlah 9 responden (60%), dan pada tahun 2018 sejumlah 12 responden (63,2%).
Diharapkan sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan dan perawat untuk
melakukan screening sedini mungkin untuk mencegah terjadinya preeklampsia lebih
lanjut. Baik pada ibu dengan preeklampsia berat (PEB) maupun preeklampsia ringan
(PER) sama-sama mempunyai resiko untuk terjadinya eklampsia. Sehingga, dalam
melakukan pemantauan terhadap ibu dengan preeklampsia alangkah baiknya jika
tidak membedakan satu dengan lainnya. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G, Mac Donald dan Grant. (2014). Hipertensi dalam Kehamilan
dalam, Obstetri Williams Edisi 23. Jakarta: EGC.
Djannah, S.N dan Arianti I. (2010). Gambaran Epidemiologi Kejadian
Preeklampsia/Eklampsia di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
2007-2008. Jurnal Penelitian Sistem Kesehatan Volume 13 Nomor 4.
Hasmawati, D. (2014). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia
pada Kehamilan di RSUD Embung Fatimah Kota Batam 2012. Jurnal
Kesehatan Andalas 2014 Volume 3 Nomor 1.
9

Langelo, W, A. Arsin dan S. Russeng. (2013). Faktor Resiko Kejadian Preeklampsia


di RSUD Ibu dan Anak Sitti Fatimah Makassar Tahun 2011-2012. Artikel
Ilmiah hlm 7-10. Makassar: Universitas Hasanudin.
Manjareeka M dan Nanda S. (2013). Elevated Levels of Serum Uric Acid, Creatinine
or Urea in Preeclamptic Women. International Journal of Medical Science
and Public Health Volume 2 Nomor 1 hlm 43-47.
Maynard, S.E dan Thadhani R. (2009). Pregnancy and The Kidney. J Am Soc
Nephrol Volume 20 Nomor 1 hlm 14-22.
Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Rozikhan. (2009). Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah
Sakit Dr. H. Soewando Kendal Tahun 2007. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Saifuddin, A.B. (2009). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, H. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai