NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh :
Bella Riska Ayu
1810104415
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh :
Bella Riska Ayu
1810104415
1
2
by using total sampling technique, the study revealed that in 2017, the abnormal
creatinine level was 40% (6 respondents) and the abnormal creatinine level in 2018
was 36.8% (7 respondents). The 13 respondents with abnormal creatinine level were
majority experienced increase namely in the case of severe preeclampsia with 11
respondents (84.6%) and increase level of 0.11–0.31 mg/dL. Health officers are
expected to perform self-screening as early as possible in order to prevent
preeclampsia further. Both women with severe and mild preeclampsia have the risk
of eclampsia and thus, monitoring to women with preeclampsia should be done fairly
without any discrimination.
Keywords : Creatinine, Preeclampsia
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, tetapi ada beberapa keadaan
yang dapat menyebabkan kehamilan menjadi berisiko. Hipertensi dalam kehamilan
(preeklampsia atau eklampsia) merupakan salah satu risiko yang harus diwaspadai
oleh ibu hamil. Komplikasi terberat dari hipertensi dalam kehamilan adalah
kematian. Ada beberapa penyebab dari kematian maternal seperti perdarahan
(27,1%), hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia atau eklampsia) (14%), infeksi
(10,7%), aborsi (7,9%), emboli dan penyebab langsung lainnya (12,8%). Hipertensi
dalam kehamilan (preeklampsia atau eklampsia) menduduki peringkat kedua sebagai
penyebab langsung kematian setelah perdarahan dan mengalami peningkatan setiap
tahunnya (Ezeh et al., 2016).
Preeklampsia mengakibatkan perubahan pada beberapa sistem dan organ tidak
terkecuali pada organ ginjal. Secara umum preeklampsia menyebabkan terganggunya
fungsi ginjal, baik di prerenal ataupun di renal. Pada preeklampsia terjadi
vasokontriksi, yang mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah ke ginjal,
sehingga Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) menurun dan laju ekskresi kreatinin dan
urea juga menurun. Selain itu, pada bagian renal terjadi perubahan parenkim ginjal,
mengalami pembesaran glomerulus yang diikuti dengan pembengkakan sel endotel
dan hilangnya fenestra endotel glomerulus (glomerular capillary endotheliosis),
sehingga secara klinis, yang dapat dijadikan kriteria terkait perubahan sistem ginjal
adalah kreatinin dan urea (Angsar, 2010).
Terjadi kelainan endotel vaskular pada pasien preeklampsia, sehingga terjadi
gangguan dan vasospasme vaskular. Akibatnya, perfusi ke organ khususnya ginjal
akan menurun, terutama akan menyebabkan gangguan di glomerulus, tempat
terjadinya filtrasi kreatinin. Sehingga secara patogenesis, terdapat hubungan yang
erat antara kreatinin dengan beratnya preeklampsia, yaitu adanya peningkatan serum
kreatinin dibanding yang tidak preeklampsia (Maynard & Thadhani, 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari 2019
di bagian rekam medis RSU PKU Muhammadiyah Bantul, pada tahun 2017 terdapat
sebanyak 15 kasus preeklampsia dan tahun 2018 sebanyak 19 kasus. Dilihat dari data
yang sudah diambil terdapat peningkatan kasus preeklampsia dari tahun 2017 ke
tahun 2018. Dan merujuk dari beberapa data pada latar belakang di atas, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Kadar
Kreatinin Serum pada Pasien Preeklampsia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
Tahun 2017-2018”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif
yang dilakukan dengan cara observasi. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel
tunggal yaitu kadar kreatinin pada pasien preeklampsia. Metode pengumpulan data
3
menggunakan data sekunder dengan menggunakan format isian dalam bentuk tabel
berupa checklist. Terdapat 34 sampel ibu preeklampsia yang diperoleh melalui teknik
total sampling. Penelitian ini menggunakan analisis univariat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden pada Pasien Preeklampsia
di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
Frekuensi Persentase
No. Karakteristik
(n=34) (%)
1. Usia (Tahun)
Beresiko (<20 dan >35) 20 58,8
Tidak Beresiko (20-35) 14 41,2
2. Paritas
Beresiko (<2 dan >3) 18 52,9
Tidak Beresiko (2-3) 16 47,1
3. Riwayat Preeklampsia
Ada 5 14,7
Tidak Ada 29 85,3
4. Diagnosa
Preeklampsia Berat (PEB) 23 67,6
Preeklampsia Ringan (PER) 11 32,4
Sumber: Rekam Medik RSU PKU Muhammadiyah Bantul 2017-2018.
Berdasarkan tabel 1 dari jumlah 34 responden menunjukkan bahwa
distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia mayoritas dalam
kategori usia beresiko (<20 dan >30 tahun) dengan jumlah 20 responden
(58,8%), karakteristik responden berdasarkan paritas mayoritas dalam kategori
paritas beresiko (<2 dan >3) dengan jumlah 18 responden (52,9%), karakteristik
responden berdasarkan riwayat preeklampsia mayoritas dalam kategori tidak ada
riwayat preeklampsia dengan jumlah 29 responden (85,3%), sedangkan
karakteristik responden berdasarkan diagnosa mayoritas dalam kategori
preeklampsia berat (PEB) dengan jumlah 23 responden (67,6%).
B. Analisis Univariat
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Gambaran Kadar
Kreatinin pada Pasien Preeklampsia
Tahun 2017 Tahun 2018
Kadar
No. Persentase Persentase Total
Kreatinin Frekuensi Frekuensi
(%) (%)
1. Tidak Normal
6 40 7 36,8 13
(>1,1 mg/dL)
2. Normal (0,6-
9 60 12 63,2 21
1,1 mg/dL)
Jumlah 15 100 19 100 34
Sumber: Rekam Medik RSU PKU Muhammadiyah Bantul 2017-2018.
Berdasarkan tabel 2 dari jumlah 34 responden menunjukkan bahwa
distribusi frekuensi kadar kreatinin pada pasien preeklampsia tahun 2017
mayoritas dalam kategori normal (0,6-1,1 mg/dL) dengan jumlah 9 responden
(60%), dan pada tahun 2018 mayoritas dalam kategori normal (0,6-1,1 mg/dL)
sejumlah 12 responden (63,2%).
4
dengan teori yang menyatakan bahwa usia yang paling aman dan baik untuk
hamil atau melahirkan berkisar antara 20-35 tahun. Pada usia tersebut alat
reproduksi wanita telah berkembang dan berfungsi secara maksimal. Sebaliknya
pada wanita dengan usia <20 atau >35 tahun kurang baik untuk hamil maupun
melahirkan, karena kehamilan pada usia ini memiliki resiko tinggi seperti
terjadinya keguguran, hipertensi dalam kehamilan atau kegagalan persalinan,
bahkan bisa menyebabkan kematian. Bagi wanita yang berusia 35 tahun keatas,
selain fisik melemah, juga kemungkinan munculnya berbagai resiko gangguan
kesehatan, seperti darah tinggi, diabetes dan berbagai penyakit lain (Gunawan S,
2010).
Berdasarkan karakteristik responden menurut paritas dengan kadar
kreatinin tidak normal terdapat 7 responden (53,8%) dalam kategori paritas
beresiko (<2 dan >3 tahun), dan 6 responden (46,2%) dalam kategori paritas
tidak beresiko (2-3 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan paritas dengan kadar kreatinin tidak normal
mayoritas dalam kategori paritas beresiko.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Prawirohardjo (2009) yang
menyatakan bahwa paritas merupakan salah satu penyebab paling banyak ibu
hamil mengalami preeklampsia. Semakin muda kehamilan seseorang
(primigravida) atau semakin banyak seseorang melahirkan (grandemulti) akan
semakin besar peluang ibu hamil tersebut mengalami preeklampsia. Hal ini
diakibatkan oleh karena wanita hamil pertama dan berusia muda lebih cenderung
rentan terhadap timbulnya preeklampsia yang diakibatkan oleh belum
matangnya alat reproduksi untuk hamil sedangkan pada wanita yang telah
berulang kali mengalami persalinan lebih diakibatkan karena kondisi tubuh dan
kesehatannya yang menjadi lemah sehingga kemungkinan untuk terkena
preeklampsia lebih besar. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aida
(2013) yang menyatakan bahwa paritas <2 atau >3 mempunyai resiko 2,229 kali
terjadi preeklampsia dibandingkan perempuan dengan paritas 2-3.
Berdasarkan karakteristik responden menurut riwayat preeklampsia
dengan kadar kreatinin tidak normal terdapat 1 responden (7,7%) dalam kategori
ada riwayat, dan mayoritas 12 responden (92,3%) dalam kategori tidak ada
riwayat. Menurut teori dari Cunningham (2009) yang menyatakan bahwa
perempuan mempunyai resiko lebih besar mengalami preeklampsia pada ibu
yang pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya atau telah
mengidap hipertensi kurang lebih 4 tahun.
Berdasarkan karakteristik responden menurut diagnosa medis dengan
kadar kreatinin tidak normal terdapat 11 responden (84,6%) dalam kategori
preeklampsia berat (PEB), dan 2 responden (15,4%) dalam kategori
preeklampsia ringan (PER). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan diagnosa medis dengan kadar kreatinin
tidak normal mayoritas didiagnosa preeklampsia berat (PEB).
Menurut teori yang dikemukakan oleh Maynard & Thadhani (2009) yang
menyatakan bahwa terjadi kelainan endotel vaskular pada pasien preeklampsia,
sehingga terjadi gangguan dan vasospasme vaskular. Akibatnya, perfusi ke
organ khususnya ginjal akan menurun, terutama akan menyebabkan gangguan di
glomerulus, tempat terjadinya filtrasi kreatinin. Sehingga secara patogenesis,
terdapat hubungan yang erat antara kreatinin dengan beratnya preeklampsia,
yaitu adanya peningkatan serum kreatinin dibanding yang tidak preeklampsia.
6
ibu dengan usia beresiko, paritas beresiko, ibu dengan obesitas dikarenakan
obesitas itu sendiri dapat mempengaruhi kinerja organ-organ tubuh yang lainnya
termasuk ginjal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam kadar
kreatinin normal, dimana dari 21 responden dengan kadar kreatinin normal
semuanya berada pada batasan kadar normal kreatinin (0,6-1,1 mg/dL). Batasan
nilai tengah dari kadar kreatinin normal adalah 0,85 mg/dL, dimana 12
responden berada pada batas atas diantara (0,86-1,06 mg/dL), 9 responden
berada pada batas bawah diantara (0,65-0,82 mg/dL).
Dimana dari semua responden dengan kadar kreatinin normal mayoritas
dengan diagnosa preeklampsia berat (PEB) sejumlah 12 responden, cenderung
dari 9 responden kadarnya berada pada batas atas yaitu antara (0,86-1,06
mg/dL), sisanya berada pada batas bawah antara (0,73-0,82 mg/dL). Sedangkan
dari 9 responden pada preeklampsia ringan (PER), mayoritas 6 diantaranya
berada pada batas bawah dengan kadar (0,65-0,82 mg/dL), sisanya pada batas
atas dengan kadar (0,89-0,93 mg/dL). Sehingga dapat dilihat dari hasil tersebut
bahwa responden dengan diagnosa PEB cenderung berada pada batas atas kadar
kreatinin normal, sedangkan dengan diagnosa PER cenderung berada pada batas
bawah kadar kreatinin normal.
Penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan penelitian yang ada
sebelumnya, berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 lebih didominasi oleh
responden dengan kadar kreatinin normal berjumlah 21 responden (61,8%). Dari
jumlah tersebut terdapat 11 responden (52,4%) dalam kategori usia beresiko
(<20 dan >35 tahun), dan 10 responden (47,6%) dalam kategori usia tidak
beresiko (20-35 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan usia dengan kadar kreatinin normal
mayoritas dalam kategori usia beresiko.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari Djannah dan Arianti (2010)
yang mengatakan bahwa kejadian preeklampsia lebih sering didapatkan pada
masa awal dan masa akhir usia reproduksi yaitu usia remaja atau diatas 35 tahun.
Pada ibu hamil <20 tahun akan mudah mengalami kenaikan tekanan darah dan
lebih cepat menimbulkan kejang, sedangkan ibu hamil usia >35 tahun juga
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia karena dengan
bertambahnya usia lebih rentan terjadinya insiden hipertensi kronik dan
menghadapi resiko lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan.
Berdasarkan karakteristik responden menurut paritas dengan kadar
kreatinin normal terdapat 12 responden (57,1%) dalam kategori paritas beresiko
(<2 dan >3 tahun), dan 9 responden (42,9%) dalam kategori paritas tidak
beresiko (2-3 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan paritas dengan kadar kreatinin normal
mayoritas dalam kategori paritas beresiko.
Menurut penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Saifuddin
(2009) menyebutkan bahwa pada primigavida semua rahim kosong tanpa ada
janin kemudian terjadi kehamilan sehingga tubuh ibu menyesuaikan terutama
pada saat plasenta mulai terbentuk akan terjadi iskemia implantasi plasenta,
bahan trofoblast akan diserap kedalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan
sensivitas terhadap angiotensin II, rennin dan aldosteron, spasme pembuluh
darah. Dan pada multigravida keempat atau lebih terjadi perubahan pada
jaringan alat-alat kandungan yang berkurang elastisitasnya termasuk pembuluh
8
darah, sehingga terjadi peningkatan cairan dan timbul hipertensi disertai oedema
dan proteinuria (Wiknjosastro, 2009).
Berdasarkan karakteristik responden menurut riwayat preeklampsia
dengan kadar kreatinin normal terdapat 4 responden (19%) dalam kategori ada
riwayat, dan 17 responden (81%) dalam kategori tidak ada riwayat. Hal ini
menunjukkan bahwa distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
riwayat preeklampsia dengan kadar kreatinin normal mayoritas dalam kategori
tidak ada riwayat. Menurut teori yang dikemukakan oleh Cunningham (2009),
perempuan mempunyai resiko lebih besar mengalami preeklampsia pada ibu
yang pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya atau telah
mengidap hipertensi kurang lebih 4 tahun.
Berdasarkan karakteristik responden menurut diagnosa medis dengan
kadar kreatinin normal terdapat 12 responden (57,1%) dalam kategori
preeklampsia berat (PEB), dan 9 responden (42,9%) dalam kategori
preeklampsia ringan (PER). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan diagnosa medis dengan kadar kreatinin
normal mayoritas didiagnosa preeklampsia berat (PEB).
Menurut teori yang dikemukakan oleh Effendi (2009), darah yang akan
disaring oleh ginjal dialirkan melalui pembuluh darah yang berada di sekitar
ginjal. Seiring dengan berjalannya waktu, jika kenaikan tekanan darah tidak
terkontrol, maka akan menyebabkan arteri di sekitar ginjal ini menyempit,
melemah, dan mengeras. Kerusakkan pada arteri ini menghambat darah yang
diperlukan oleh jaringan pada ginjal.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui
“Gambaran kadar kreatinin serum pada pasien preeklampsia di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul Tahun 2017-2018” dapat disimpulkan bahwa persentase
pasien preeklampsia dengan kadar kreatinin tidak normal di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul tahun 2017 sejumlah 6 responden (40%), dan pada tahun
2018 sejumlah 7 responden (36,8%), sedangkan persentase pasien preeklampsia
dengan kadar kreatinin normal di RSU PKU Muhammadiyah Bantul tahun 2017
sejumlah 9 responden (60%), dan pada tahun 2018 sejumlah 12 responden (63,2%).
Diharapkan sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan dan perawat untuk
melakukan screening sedini mungkin untuk mencegah terjadinya preeklampsia lebih
lanjut. Baik pada ibu dengan preeklampsia berat (PEB) maupun preeklampsia ringan
(PER) sama-sama mempunyai resiko untuk terjadinya eklampsia. Sehingga, dalam
melakukan pemantauan terhadap ibu dengan preeklampsia alangkah baiknya jika
tidak membedakan satu dengan lainnya. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G, Mac Donald dan Grant. (2014). Hipertensi dalam Kehamilan
dalam, Obstetri Williams Edisi 23. Jakarta: EGC.
Djannah, S.N dan Arianti I. (2010). Gambaran Epidemiologi Kejadian
Preeklampsia/Eklampsia di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
2007-2008. Jurnal Penelitian Sistem Kesehatan Volume 13 Nomor 4.
Hasmawati, D. (2014). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia
pada Kehamilan di RSUD Embung Fatimah Kota Batam 2012. Jurnal
Kesehatan Andalas 2014 Volume 3 Nomor 1.
9