1
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin,
Makassar, Indonesia
2
Divisi Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
3
Divisi Obstetri dan Ginekologi Sosial, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
4
Divisi Fertilitas, Endokrinologi, dan Reproduksi, Departemen Obstetri dan Ginekologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
Tujuan : Menganalisis perbandingan kadar serum feritin pada pasien preeklampsia berat
dengan kehamilan normal.
Metode: Peneltian ini merupakan uji deskriptif potong lintang, pada 74 ibu hamil, terdiri
atas 37 ibu hamil dengan preeklampsia berat dan 37 ibu hamil tanpa preeklamsia berat
(kelompok kontrol). Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Wahidin
Sudirohusodo, RSIA Sitti Khadijah I, RSKDIA Sitti Fatimah dan RSKDIA Pertiwi
Makassar dengan waktu penelitian 01 Januari 2021 sampai 09 September 2021.
Dilakukan pemeriksaan kadar ferritin serum pada subjek penelitian. Data yang terkumpul
dianalisa secara statistik.
Hasil: Sebagian besar pasien memiliki karakteristik usia 20-35 tahun dengan tingkat
Pendidikan rendah, paritas multipara, IMT <30 dan kehamilan trimester III. Beberapa
parameter laboratorium seperti hematokrit, trombosit dan ferritin yang memperlihatkan
perbedaan secara statistik, dimana terdapat peningkatan pada pasien preeklampsia berat
dibandingkan dengan kontrol.
Kesimpulan : Terdapat pengingkatan kadar ferritin serum pada pasien preeklampsia
berat dibandingkan dengan kehamilan normal. Beberapa parameter laboratorium seperti
hematokrit dan trombosit juga meningkat pada pasien preeklampsia berat.
Kata kunci: Preeklampsia berat, Feritin serum, kehamilan normal, trombosit, hematokrit
COMPARISON OF FERRITINE SERUM LEVELS IN PREGNANCY WITH
SEVERE PREECLAMPSIA AND NORMAL PREGNANCY
1
Department of Obstetrics and Gynecology, Medical Faculty of Hasanuddin University,
Makassar, Indonesia
2
Division of Maternal Fetal Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology,
Medical Faculty of Hasanuddin University, Makassar, Indonesia
3
Division of Social Obstetrics and Gynecology, Department of Obstetrics and
Gynecology, Medical Faculty of Hasanuddin University, Makassar, Indonesia
4
Division of Fertility, Endocrinology, and Reproduction, Department of Obstetrics and
Gynecology, Medical Faculty of Hasanuddin University, Makassar, Indonesia
ABSTRACT
Aim : To analyze the comparison of serum ferritin levels in patients with severe
preeclampsia and normal pregnancies
Methods : A cross sectional study on 74 pregnant women, consist of 37 pregnant women
with severe preeclampsia and 37 pregnant women without preeclampsia (control
groups). This study was conducted in Dr. Wahidin Sudirohusodo hospital, Sitti Khadijah
I hospital, Sitti Fatimah hospital and Pertiwi hospital Makassar from the 1st January
2021 to 9th September 2021. Ferritin serum, hematocrit, and platelet assessment were
performed. Collected data was analyzed statistically.
Results: Most of the patients are between 20-35 years with low education level,
multiparity, body mass index less than 30 and on the third trimester of pregnancy. The
ferritin serum level was significantly higher in pregnancy with severe preeclampsia (p =
0.005 OR 1.000 95%CI 0.998-1.010). Statistic analysis also showed that hematocrit and
platelet is higher in severe preeclampsia, respectively p = 0.000 and p = 0.043.
Conclusion: There is an increase in serum ferritin levels in patients with severe
preeclampsia compared to normal pregnancies. Several laboratory parameters such as
hematocrit and platelets are also elevated in severe preeclampsia patients.
yang baru muncul atau memburuk setelah usia kehamilan 20 minggu, proteinuria dan
kematian maternal dan 500.000 kematian janin setiap tahun. Prevalensi preeklampsia di
Negara maju adalah 1,3 -6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8-18%. Insiden
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan
yang nyata terhadap insiden preeklampsia.2–4 Data dari Kementrian Kesehatan tahun
penyebab kematian terbanyak yaitu 65 per 100.000 kelahiran hidup (UNFPA, 2012).
Secara spesifik, data dari divisi fetomaternal di RSUD Wahidin Sudirohusodo Makassar
menunjukkan bahwa selama tahun 2016-2017 terdapat 252 kasus preeklamsia berat dari
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah dan proteinuria. Penyebab dan perjalanan penyakit preeklampsia sampai
saat ini masih didasarkan pada teori yang dikaitkan dengan kejadian tersebut. Itulah
sebabnya preeklampsia sampai saat ini masih disebut sebagai “disease of theories”.5
Pada preeklampsia, terjadi terjadi kegagalan "remodelling” arteri spiralis, dengan
akibat plasenta mengalami iskemia. Membran sel darah merah menjadi kurang stabil,
diikuti turnover sel darah merah sehingga terjadi pelepasan besi di dalam darah. Hal ini
mengakibatkan induksi pada sistim feritin. Induksi sistim feritin akan terjadi pula pada
keadaan hipoksia jaringan. Aktifitas protein pengatur besi (IRP: Iron Regularity Protein)
akan menurun pada keadaan hipoksia, sehingga kadar feritin akan meningkat.6
feritin dengan kejadian preeklampsia. Rayman dkk6 menyatakan hasil nilai median kadar
feritin serum berkisar 6 kali lebih tinggi pada pasien dengan preeklampsia dibandingkan
peningkatan kadar serum besi dan ferritin pada wanita preeklampsia.7 Sementara itu Zafar
dkk8, menunjukkan tidak hanya terjadi peningkatan kadar serum besi tetapi juga
peningkatan secara signifikan kadar hemoglobin, haematokrit, serum ferritin dan saturasi
transferrin, sedangkan kadar Total Iron Binding Capacity (TIBC) secara signifikan lebih
Hingga saat ini belum banyak penelitian yang menilai perbandingan kadar ferritin
serum pada kehamilan preeklampsia dengan kehamilan normal. Penelitian ini bertujuan
Kehamilan Normal”.
Metode Penelitian
Penelitian dengan desain potong lintang pada seluruh wanita hamil yang
Sudirohusodo, RSIA Sitti Khadijah I, RSKDIA Sitti Fatimah dan RSKDIA Pertiwi
Makassar pada periode 01 Januari 2021 sampai 09 September 2021. Penelitian dan
seluruh prosedur penelitian telah disetujui oleh komisi etik Penelitian Biomedis pada
Kriteria inklusi penelitian adalah seluruh wanita hamil tanpa preeklampsia dan
preeklampsia berat dengan kehamilan tunggal janin hidup serta bersedia mengikuti
penelitian. Wanita yang memiliki kelainan darah, penyakit kronik seperti diabetes serta
tinggi= <20 tahun dan >35 tahun, risiko rendah= 20-35 tahun), usia kehamilan,
untuk mengukur kadar Hemoglobin (g/dL), Feritin (g/L), Hematokrit (%) dan jumlah
Leukosit (/mm3). Selain itu dilakukan pengukuran berat badan menggunakan timbangan
digital dengan presisi 0,1 kg dan tinggi badan menggunakan stadiometer. Indeks masa
tubuh (IMT) dihitung setelah berat badan dan tinggi badan diperoleh menggunakan
Data yang dikumpulkan dan diinput kemudian diolah dengan perangkat lunak
SPSS (Versi 26, IBM). Data deskriptif yang bersifat numerik disajikan dengan
menggunakan rerata dan simpangan baku, sementara data kategorik ditampilkan sebagai
jumlah dan persentase. Pada data numerik, uji perbandingan dilakukan menggunakan uji
Chi-Square (p <0,05), uji T tidak berpasangan jika distribusi normal (p > 0,05) dan jika
didapatkan distribusi tidak normal (p < 0,05) digunakan uji Mann-Whitney untuk
Hasil Penelitian
tubuh dan usia kehamilan tidak berbeda bermakna antara pasien preeklampsia berat
(Tabel 1.).
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok
Pada Tabel 2. variabel white blood cell (leukosit) dan hemoglobin (Hb) menunjukkan
tidak terdapat perbedaan secara statistik rerata leukosit maupun hemoglobin pasien
preeklamsia berat dengan pasien hamil normal. Baik kelompok preeklampsia berat
maupun kehamilan normal terjadi leukositosis dimana hal ini merupakan hal yang umum
terjadi dan bersifat fisiologis. Hal ini dikarenakan selama masa kehamilan terjadi suatu
stres fisiologis dan peningkatan respon inflamasi. Respon inflamasi tersebut merupakan
bentuk suatu toleransi imun selektif tubuh, imunosupresi dan imunomodulasi dari fetus.
Berbeda halnya dengan untuk variabel HCT (hematokrit), trombosit (PLT) dan ferritin
HCT, PLT dan Ferritin pada pasien preeklampsia berat dibandingkan pasien dengan
kehamilan normal.
Pada Tabel 3 memperlihatkan variabel hematokrit meningkat 1,3 kali pada pasien
95%Confidence Interval
Variabel Koefisien Error Standard Odds Ratio
Lower Upper
HCT 0,276 0,082 1,318 1,122 1,547
PLT 0,000 0,000 1,000 1,000 1,000
Ferritin 0,004 0,003 1,004 0,998 1,010
Diskusi
disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap inflamasi sistemik dengan aktivasi
endotel dan koagulasi. Preeklampsia ditegakkan apabila hipertensi yang mulai timbul saat
kondisi yang hanya terjadi di kehamilan manusia, tanda dan gejala yang akan mucul pada
selama kehamilan dan akan menghilang dengan cepat setelah melahirkan plasenta dan
janin.1,9 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek berada di usia 20-35
tahun sebanyak 64,4%.Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Gourdazi dkk dalam penelitianya menemukan dari 2,601 ibu hamil ditemukan
kejadian preklamsia sebanyak 58,1 % pada usia <35 tahun. Penelititian di dapatkan
bahwa kasus preeklampsia lebih banyak ditemukan pada usia ibu hamil dengan umur 20-
35 tahun dengan 64,61%. Kasus preeklampsia lebih banyak terjadipada usia 20-35 tahun
dengan 68,8%. Penelitian tersebut mendukung hasil riset yang dilakukan peneliti dimana
terdapat kasus preeklampsia terbanyak dengan umur 20-35 tahun. Sedangkanhasil
penelitian yang dilakukan Montolalu pada tahun 2014 dimana hasil preeklampsia
terbanyak pada umur <20 tahun dengan 56,5%. Hasil dari penelitian ini bertentangan
dengan hasil yang dilakukan oleh peneliti dimana pada usia 21- 35 tahun mengalami
preeklampsia lebih banyak. Hal yang berbeda diungkapkan bahwa kehamilan yang
mengalami preeklampsia cenderung pada ibu hamil yang berusia <20 tahun dan >35
tahun. Hasil ini sependapat dalam penelitianya menemukan bahwa preklamsia banyak
terjadi pada usia> 35 tahun. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat menetukan
kesehatan ibu hamil.Akan tetapi pada kasus preeklampsia umur tidak menjadi satu-
satunya faktor resiko kemunculan preeklampsia, melainkan ada faktor lainnya seperti
kehamilan sebelumnya.10 Berdasarkan hasil penelitian, faktor lain yang dapat memicu
preklamsia yaitu hipertensi, diabetes militus, dan usia pernikahan. Pada penelitian
Penelitian yang dilakukan Thalor dkk menunjukkan kadar leukosit secara signifikan
Perubahan signifikan secara statistik dalam jumlah lekosit juga diamati pada kelompok
preeklamisia berat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ditemuka juga jumlah lekosit
yang lebih tinggi pada preeklamsia berat dari pada kelompok kontrol. Perubahan ini
terkait aktivasi tinggi lekosit dalam sirkulasi ibu dan di plasenta pada preeklamsia.
Leukositosis dianggap sebagai bukti peningkatan respons inflamasi selama kehamilan
normal dan pada preeklampsia. Pada penelitian ini didapatkan bahwa baik kelompok
preeklampsia berat maupun kehamilan normal terjadi peningkatan lekosit dimana hal ini
merupakan hal yang umum terjadi dan bersifat fisiologis selama kehamilan. Hal ini
dikarenakan selama masa kehamilan terjadi suatu stres fisiologis dan peningkatan respon
inflamasi. Respon inflamasi tersebut merupakan bentuk suatu toleransi imun selektif
perbedaan kadar hemoglobin yang bermakna pada kelompok preeklampsia dan hamil
jaringan. Semua organ bisa terpengaruh, termasuk hati, otak, dan paru-paru. Penurunan
volume darah dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi hemoglobin ibu. Hal ini
khususnya terjadi pada preeklampsia onset dini, sehingga bisa saja subjek preeklampsia
sehingga tampak sebagai kadar hemoglobin normal, yang dapat menyebabkan kadar
hemoglobin pada penelitian ini tidak berbeda bermakna antara kelompok preeklampsia
dan hamil normal. Selain hal tersebut, diketahui bahwa preparat zat besi banyak
digunakan selama kehamilan dan hal ini dapat mempengaruhi nilai hemoglobin. Tidak
semua subjek preeklampsia pada penelitian ini memiliki data tentang penggunaan zat besi
selama kehamilan, Hal ini dapat mempengaruhi nilai hemoglobin pasien kehamilan
normal maupun pasien preeklampsia berat.11 Hal ini juga didukung penelitian oleh Putra
dkk, dimana tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kadar hemoglobin (14.2 ± 1.3
dan 13.5 ± 2.9) dan kadar hematokrit (39.8 ± 2.8 dan 41.8 ± 4.3) pada kelompok
Faktanya, hematokrit adalah parameter yang lebih tepat daripada hemoglobin untuk
menentukan rasio volume eritrosit terhadap volume darah total. Viskositas darah dapat
berubah, yang berhubungan dengan geometri pembuluh darah dan tingkat aliran darah,
konsentrasi plasma darah, konsentrasi volume sel darah dan hematokrit. Oleh karena itu,
perubahan parameter tersebut dapat menjadi peringatan kehamilan berisiko tinggi.12 Nilai
persentase sel darah merah dalam darah - nilai hematokrit 42 berarti sel darah merah
membentuk 42% dari volume darah. Nilai hematokrit normal untuk wanita tidak hamil
adalah antara 36% dan 44%. Selama kehamilan, nilai hematokrit biasanya menurun dan
cairan dalam darah (plasma) meningkat, membuat sel darah merah kurang terkonsentrasi.
Darah menjadi lebih pekat, menghasilkan nilai hematokrit tinggi yang tidak normal.13
morbiditas dan mortalitas ibu, dengan komplikasi 3–8% kehamilan. Telah dikemukakan
bahwa perubahan dalam koagulasi dan fibrinolisis berperan dalam patogenesis
distribusi trombosit meningkat baik pada kelompok preeklamsia dan wanita hamil
normotensif, tetapi nilainya secara signifikan lebih tinggi pada preeklamsia. Peningkatan
Mean Platelet Volume (MPV) dan Platelet Distribution Width (PDW) diamati pada
preeklamsia. MPV dan PDW menunjukkan korelasi yang signifikan dengan peningkatan
tekanan darah. Hal tersebut sejalan dengan penelitian ini, dimana terdapat perbedaan yang
normal.
perbedaan rerata kadar ferritin serum antara pasien preeklampsia berat dengan pasien
normal atau kelompok kontrol. Kadar ferritin serum yang didapatkan pada penelitian ini
normal meskipun perbedaan rerata kadar ferritin sekitar 2 kali lipat. Pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Putra dkk.15 didapatkan kadar ferritin pada kelompok
hamil normal dan preeklampsia berbeda bermakna secara statistik, dimana kadar ferritin
lebih tinggi pada kelompok preeklampsia (43 ng/mL vs 32.9 ng/mL; p < 0.05). Hasil ini
juga didukung oleh penelitian oleh Ulfah dkk.16 yang menunjukkan rerata kadar ferritin
pada preeklampsia lebih tinggi dan berbeda bermakna dibandingkan kelompok hamil
normal (50,46 ± 4,37 ng/mL vs. 17,64 ±1,6 ng/mL; p=0.004). Namun pada penelitian
maupun kelompok kehamilan normal memiliki kadar feritin serum 200 ng/ml. Selama
kehamilan kadar feritin berubah sesuai penambahan gestasi dan mencapai kadar
maksimum pada usia gestasi 12-16 minggu, lalu menurun hingga mencapai kadar
minimum pada trimester III. Peningkatan konsentrasi serum feritin selama trimester
ketiga mungkin menjadi bagian dari respon fase akut, yang menunjukkan peningkatan
risiko kehamilan. Hasil penelitian ini tidak menunjukan adanya kelebihan besi sebagai
faktor kausal terjadinya preeklampsia.17 Hal ini ditandai dengan rerata kadar feritin serum
pada kelompok preeklampsia dalam batas normal (95,00 ± 144,0 ng/mL) dan tidak
ditemukan responden yang memiliki kadar feritin tinggi (> 200 ng/ml). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kadar ferritin serum tidak berperan terhadap kejadian preeklampsia.
Namun demikian, konsentrasi feritin yang tinggi tidak selalu menggambarkan simpanan
zat besi yang melimpah. Infeksi saluran genital dan saluran kemih juga dapat
selama trimester ketiga mungkin merupakan bagian dari respons fase akut, yang
menunjukkan adanya infeksi pada ibu dan peningkatan risiko luaran kehamilan yang
buruk. Patogen (jamur, bakteri, protozoa) dan sel neoplastik membutuhkan zat besi
sebagai nutrisi penting untuk pertumbuhannya. Sel penjamu akan bertahan melawan
invasi dengan mempertahankan dan menarik zat besi. Protein pengikat besi akan
mengikat logam, dan produksi feritin ditingkatkan untuk memungkinkan retensi besi
intraseluler dan mengurangi ketersediaan zat besi untuk dilepaskan ke serum. Penyerapan
zat besi usus juga menurun. Perubahan kadar feritin selama infeksi dan peradangan
Selama kehamilan, kadar feritin berubah sesuai penambahan gestasi dan mencapai
kadar maksimum pada usia gestasi 12-16 minggu lalu menurun hingga mencapai kadar
minimum pada trimester III. Peningkatan konsentrasi serum feritin selama trimester
ketiga mungkin menjadi bagian dari respon fase akut, yang menunjukkan peningkatan
risiko kehamilan Kadar serum feritin adalah parameter yang paling berguna, mudah, dan
dipertimbangkan sebagai penanda indirek terbaik dari cadangan besi yang tersedia untuk
Feritin merupakan protein fase akut yang juga mungkin meningkat selama infeksi
Hal ini menyebabkan nilai plasma feritin menjadi normal atau meningkat palsu sehingga
perlu kehati-hatian dalam interpretasi untuk penegakan defisiensi besi. Wanita hamil
sangat rentan terjadi anemia defisiensi besi karena pada kehamilan kebutuhan oksigen
plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun peningkatan volume
plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan
hamil membutuhkan 1000 mg besi perhari untuk pertambahan volume darah maternal
dan masa sel-sel darah merah fetal. Meskipun tingkat penyerapannya cukup tinggi namun
anemia tetap terjadi, umumnya anemia defisiensi besi. Transfer zat besi akan mengalami
gangguan akibat defisiensi tersebut. Transfer tersebut diatur oleh plasenta. Feritin
merupakan protein yang penting dalam metabolisme besi. Pada kondisi normal, ferritin
menyimpan besi yang dapat diambil kembali untuk digunakan sebagai kebutuhan.
Kelemahan penelitian ini adalah metode penelitian yang dipakai adalah metode
crossectional dimana metode tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat, apakah
Kesimpulan
metode intervensi diperlukan untuk menegaskan kaitan kadar ferritin dengan kejadian
laboratorium yang berpengaruh terhadap kejadian preeklampsia pada ibu hamil, sehingga
2022;386(19):1817–32.
2013;6(4):292–300.
patients with preeclampsia between China and the US (Review). Exp Ther Med.
2003;49(2):69–115.
6. Rayman MP, Barlis J, Evans RW, Redman CW, King LJ. Abnormal iron parameters
8.
7. Siddiqui IA, Jaleel A, Al Kadri HM, Saeed WA, Tamimi W. Iron status parameters
10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS. Williams obstetrics,
in first trimester as risk factor for pregnancy induced hypertension. Casp J Intern
Med. 2011;2(1):194.
trimester hematocrit level with the birth weight and preeclampsia. Iran J Nurs.
2008;21(54):41–9.
hematocrit in the first and second half of pregnancy with pregnancy outcome. Iran
2019;41:129–33.
15. Putra RA, Effendi JS, Sabarudin U. Heme Oxygenases1 (Hmox1) and Serum
Gynecol. 2017;8–11.
16. Ulfah M, Masrul M, Amir A. Peranan Kadar Feritin Serum terhadap Kejadian
17. Scholl TO, Reilly T. Anemia, iron and pregnancy outcome. J Nutr.
2000;130(2):443S-447S.
18. Serdar Z, Gür E, Develioğlu O. Serum iron and copper status and oxidative stress in
severe and mild preeclampsia. Cell Biochem Funct Cell Biochem Its Modul Act