Anda di halaman 1dari 19

Perbandingan Kadar Feritin Serum Pada Kehamilan Preeklampsia

Berat Dengan Kehamilan Normal


Muhammad Nurul Asmi1, Deviana Soraya Riu2, Eddy Hartono3, Isharyah
Sunarno2, Elizabeth C. Jusuf3, Nusratuddin Abdullah4

1
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin,
Makassar, Indonesia
2
Divisi Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
3
Divisi Obstetri dan Ginekologi Sosial, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
4
Divisi Fertilitas, Endokrinologi, dan Reproduksi, Departemen Obstetri dan Ginekologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

Korespondensi Penulis. Email: muhammadnurulasmi2018@gmail.com


Abstrak

Tujuan : Menganalisis perbandingan kadar serum feritin pada pasien preeklampsia berat
dengan kehamilan normal.
Metode: Peneltian ini merupakan uji deskriptif potong lintang, pada 74 ibu hamil, terdiri
atas 37 ibu hamil dengan preeklampsia berat dan 37 ibu hamil tanpa preeklamsia berat
(kelompok kontrol). Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Wahidin
Sudirohusodo, RSIA Sitti Khadijah I, RSKDIA Sitti Fatimah dan RSKDIA Pertiwi
Makassar dengan waktu penelitian 01 Januari 2021 sampai 09 September 2021.
Dilakukan pemeriksaan kadar ferritin serum pada subjek penelitian. Data yang terkumpul
dianalisa secara statistik.
Hasil: Sebagian besar pasien memiliki karakteristik usia 20-35 tahun dengan tingkat
Pendidikan rendah, paritas multipara, IMT <30 dan kehamilan trimester III. Beberapa
parameter laboratorium seperti hematokrit, trombosit dan ferritin yang memperlihatkan
perbedaan secara statistik, dimana terdapat peningkatan pada pasien preeklampsia berat
dibandingkan dengan kontrol.
Kesimpulan : Terdapat pengingkatan kadar ferritin serum pada pasien preeklampsia
berat dibandingkan dengan kehamilan normal. Beberapa parameter laboratorium seperti
hematokrit dan trombosit juga meningkat pada pasien preeklampsia berat.
Kata kunci: Preeklampsia berat, Feritin serum, kehamilan normal, trombosit, hematokrit
COMPARISON OF FERRITINE SERUM LEVELS IN PREGNANCY WITH
SEVERE PREECLAMPSIA AND NORMAL PREGNANCY

Muhammad Nurul Asmi1, Deviana Soraya Riu2, Eddy Hartono3, Isharyah


Sunarno2, Elizabeth C. Jusuf3, Nusratuddin Abdullah4

1
Department of Obstetrics and Gynecology, Medical Faculty of Hasanuddin University,
Makassar, Indonesia
2
Division of Maternal Fetal Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology,
Medical Faculty of Hasanuddin University, Makassar, Indonesia
3
Division of Social Obstetrics and Gynecology, Department of Obstetrics and
Gynecology, Medical Faculty of Hasanuddin University, Makassar, Indonesia
4
Division of Fertility, Endocrinology, and Reproduction, Department of Obstetrics and
Gynecology, Medical Faculty of Hasanuddin University, Makassar, Indonesia

Corresponding Author. Email: muhammadnurulasmi2018@gmail.com

ABSTRACT

Aim : To analyze the comparison of serum ferritin levels in patients with severe
preeclampsia and normal pregnancies
Methods : A cross sectional study on 74 pregnant women, consist of 37 pregnant women
with severe preeclampsia and 37 pregnant women without preeclampsia (control
groups). This study was conducted in Dr. Wahidin Sudirohusodo hospital, Sitti Khadijah
I hospital, Sitti Fatimah hospital and Pertiwi hospital Makassar from the 1st January
2021 to 9th September 2021. Ferritin serum, hematocrit, and platelet assessment were
performed. Collected data was analyzed statistically.
Results: Most of the patients are between 20-35 years with low education level,
multiparity, body mass index less than 30 and on the third trimester of pregnancy. The
ferritin serum level was significantly higher in pregnancy with severe preeclampsia (p =
0.005 OR 1.000 95%CI 0.998-1.010). Statistic analysis also showed that hematocrit and
platelet is higher in severe preeclampsia, respectively p = 0.000 and p = 0.043.
Conclusion: There is an increase in serum ferritin levels in patients with severe
preeclampsia compared to normal pregnancies. Several laboratory parameters such as
hematocrit and platelets are also elevated in severe preeclampsia patients.

Keywords: ferritin serum, hematocrit, pregnancy, platelet, pre-eclampsia.


Pendahuluan

Preeklampsia merupakan sebuah penyakit sistemik yang ditandai dengan hipertensi

yang baru muncul atau memburuk setelah usia kehamilan 20 minggu, proteinuria dan

kerusakan organ.1,2 Sekitar 3-5% kehamilan dipersulit oleh preeklampsia. Preeclampsia

Foundation melaporkan bahwa secara global, preeklampsia menyebabkan 76.000

kematian maternal dan 500.000 kematian janin setiap tahun. Prevalensi preeklampsia di

Negara maju adalah 1,3 -6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8-18%. Insiden

preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.

Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan

yang nyata terhadap insiden preeklampsia.2–4 Data dari Kementrian Kesehatan tahun

2012 menyebutkan bahwa di Sulawesi, kasus hipertensi dalam kehamilan merupakan

penyebab kematian terbanyak yaitu 65 per 100.000 kelahiran hidup (UNFPA, 2012).

Secara spesifik, data dari divisi fetomaternal di RSUD Wahidin Sudirohusodo Makassar

menunjukkan bahwa selama tahun 2016-2017 terdapat 252 kasus preeklamsia berat dari

total 385 kasus hipertensi dalam kehamilan.

Preeklampsia merupakan sindrom kehamilan yang spesifik berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan

tekanan darah dan proteinuria. Penyebab dan perjalanan penyakit preeklampsia sampai

saat ini masih didasarkan pada teori yang dikaitkan dengan kejadian tersebut. Itulah

sebabnya preeklampsia sampai saat ini masih disebut sebagai “disease of theories”.5
Pada preeklampsia, terjadi terjadi kegagalan "remodelling” arteri spiralis, dengan

akibat plasenta mengalami iskemia. Membran sel darah merah menjadi kurang stabil,

diikuti turnover sel darah merah sehingga terjadi pelepasan besi di dalam darah. Hal ini

mengakibatkan induksi pada sistim feritin. Induksi sistim feritin akan terjadi pula pada

keadaan hipoksia jaringan. Aktifitas protein pengatur besi (IRP: Iron Regularity Protein)

akan menurun pada keadaan hipoksia, sehingga kadar feritin akan meningkat.6

Beberapa penelitian mengungkapkan terdapat hubungan antara peningkatan kadar

feritin dengan kejadian preeklampsia. Rayman dkk6 menyatakan hasil nilai median kadar

feritin serum berkisar 6 kali lebih tinggi pada pasien dengan preeklampsia dibandingkan

dengan subjek kontrol penelitian. Penelitian lain juga menggambarkan terjadinya

peningkatan kadar serum besi dan ferritin pada wanita preeklampsia.7 Sementara itu Zafar

dkk8, menunjukkan tidak hanya terjadi peningkatan kadar serum besi tetapi juga

peningkatan secara signifikan kadar hemoglobin, haematokrit, serum ferritin dan saturasi

transferrin, sedangkan kadar Total Iron Binding Capacity (TIBC) secara signifikan lebih

rendah pada pasien preeklampsia dibandingkan pada pasien hamil normal.

Hingga saat ini belum banyak penelitian yang menilai perbandingan kadar ferritin

serum pada kehamilan preeklampsia dengan kehamilan normal. Penelitian ini bertujuan

untuk membandingkan “Kadar Ferritin serum Pada Kehamilan Preeklampsia dengan

Kehamilan Normal”.
Metode Penelitian

Penelitian dengan desain potong lintang pada seluruh wanita hamil yang

menjalani pemeriksaan antenatal di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Wahidin

Sudirohusodo, RSIA Sitti Khadijah I, RSKDIA Sitti Fatimah dan RSKDIA Pertiwi

Makassar pada periode 01 Januari 2021 sampai 09 September 2021. Penelitian dan

seluruh prosedur penelitian telah disetujui oleh komisi etik Penelitian Biomedis pada

Manusia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar dengan nomor:

24/UN4.6.4.5.31/PP36/2021. Penjelasan terkait penelitian dan persetujuan tertulis

didapatkan sebelum penelitian dimulai.

Kriteria inklusi penelitian adalah seluruh wanita hamil tanpa preeklampsia dan

preeklampsia berat dengan kehamilan tunggal janin hidup serta bersedia mengikuti

penelitian. Wanita yang memiliki kelainan darah, penyakit kronik seperti diabetes serta

memiliki penyakit autoimun yang terkonfirmasi diekslusikan dari penelitian ini.

Aspek sosiodemografi dikumpulkan melalui kuesioner, berupa usia ibu (risiko

tinggi= <20 tahun dan >35 tahun, risiko rendah= 20-35 tahun), usia kehamilan,

pendidikan dan paritas. Pemeriksaan laboratorium menggunakan sampel darah dilakukan

untuk mengukur kadar Hemoglobin (g/dL), Feritin (g/L), Hematokrit (%) dan jumlah

Leukosit (/mm3). Selain itu dilakukan pengukuran berat badan menggunakan timbangan

digital dengan presisi 0,1 kg dan tinggi badan menggunakan stadiometer. Indeks masa
tubuh (IMT) dihitung setelah berat badan dan tinggi badan diperoleh menggunakan

rujukan IMT WHO Asia-Pasifik (kg/m2).

Data yang dikumpulkan dan diinput kemudian diolah dengan perangkat lunak

SPSS (Versi 26, IBM). Data deskriptif yang bersifat numerik disajikan dengan

menggunakan rerata dan simpangan baku, sementara data kategorik ditampilkan sebagai

jumlah dan persentase. Pada data numerik, uji perbandingan dilakukan menggunakan uji

Chi-Square (p <0,05), uji T tidak berpasangan jika distribusi normal (p > 0,05) dan jika

didapatkan distribusi tidak normal (p < 0,05) digunakan uji Mann-Whitney untuk

membandingkan kadar Ferritin antara kelompok kasus dan kontrol.

Hasil Penelitian

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan paritas, usia, pendidikan, indeks massa

tubuh dan usia kehamilan tidak berbeda bermakna antara pasien preeklampsia berat

dengan kehamilan normal, sehingga karakteristik subjek penelitian adalah homogen

(Tabel 1.).
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok

PEB Kontrol Jumlah


Kategori Nilai p
n % n % n %
Paritas
Primigravida 14 37,8% 10 27,0% 24 32.4 %
0,372*
Multigravida 23 62,2% 27 73.0 % 50 67.6 %
Usia
Risiko tinggi 18 48,6 10 27.0% 28 37,80%
0,145*
Risiko Rendah 19 51.4% 27 73.0% 46 62.2%
Pendidikan
Pendidikan tinggi 17 45.9% 10 27.0% 27 36.5%
0,147*
Pendidikan rendah 20 54.1% 27 73.0% 47 63.5%
IMT > 30
Ya 15 41,7% 18 48,6% 33 45,2%
0.640*
Tidak 22 58,3% 19 51,4% 40 54,8%
Usia Kehamilan
Trimester II 1 2,7% 0 0,0% 1 1,4%
1,000*
Trimester III 36 97,3% 37 100% 73 98,6%
*Uji Chi-Square

Pada Tabel 2. variabel white blood cell (leukosit) dan hemoglobin (Hb) menunjukkan

tidak terdapat perbedaan secara statistik rerata leukosit maupun hemoglobin pasien

preeklamsia berat dengan pasien hamil normal. Baik kelompok preeklampsia berat

maupun kehamilan normal terjadi leukositosis dimana hal ini merupakan hal yang umum

terjadi dan bersifat fisiologis. Hal ini dikarenakan selama masa kehamilan terjadi suatu

stres fisiologis dan peningkatan respon inflamasi. Respon inflamasi tersebut merupakan
bentuk suatu toleransi imun selektif tubuh, imunosupresi dan imunomodulasi dari fetus.

Berbeda halnya dengan untuk variabel HCT (hematokrit), trombosit (PLT) dan ferritin

yang memperlihatkan perbedaan secara statistik, dimana terdapat peningkatan variable

HCT, PLT dan Ferritin pada pasien preeklampsia berat dibandingkan pasien dengan

kehamilan normal.

Tabel 2. Hubungan antara beberapa parameter laboratorium dan Preeklampsia Berat


Preeklampsia Tanpa Preeklampsia
Variabel Nilai p*
RerataSD RerataSD
WBC 12828,65 2466,82 12902,163208,30 0.733
Hb 11,421,49 11,341,12 0.792
HCT 37,104,07 33.550,14375 0.000
PLT 306772,0066274,51 271743 69422,58 0.043
Ferritin 95,00144,03 45,93 100,41 0.005
*Uji Mann-Whitney

Pada Tabel 3 memperlihatkan variabel hematokrit meningkat 1,3 kali pada pasien

preeklampsia berat dibandingkan variabel lainnya, sedangkan variabel ferritin meningkat

1,004 pada preeklampsia berat.


Tabel 3. Regresi Logistik varibel hematokrit, platelet dan feritin

95%Confidence Interval
Variabel Koefisien Error Standard Odds Ratio
Lower Upper
HCT 0,276 0,082 1,318 1,122 1,547
PLT 0,000 0,000 1,000 1,000 1,000
Ferritin 0,004 0,003 1,004 0,998 1,010

Diskusi

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai adanya

disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap inflamasi sistemik dengan aktivasi

endotel dan koagulasi. Preeklampsia ditegakkan apabila hipertensi yang mulai timbul saat

usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Preeklamsia merupakan

kondisi yang hanya terjadi di kehamilan manusia, tanda dan gejala yang akan mucul pada

selama kehamilan dan akan menghilang dengan cepat setelah melahirkan plasenta dan

janin.1,9 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek berada di usia 20-35

tahun sebanyak 64,4%.Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Gourdazi dkk dalam penelitianya menemukan dari 2,601 ibu hamil ditemukan

kejadian preklamsia sebanyak 58,1 % pada usia <35 tahun. Penelititian di dapatkan

bahwa kasus preeklampsia lebih banyak ditemukan pada usia ibu hamil dengan umur 20-

35 tahun dengan 64,61%. Kasus preeklampsia lebih banyak terjadipada usia 20-35 tahun

dengan 68,8%. Penelitian tersebut mendukung hasil riset yang dilakukan peneliti dimana
terdapat kasus preeklampsia terbanyak dengan umur 20-35 tahun. Sedangkanhasil

penelitian yang dilakukan Montolalu pada tahun 2014 dimana hasil preeklampsia

terbanyak pada umur <20 tahun dengan 56,5%. Hasil dari penelitian ini bertentangan

dengan hasil yang dilakukan oleh peneliti dimana pada usia 21- 35 tahun mengalami

preeklampsia lebih banyak. Hal yang berbeda diungkapkan bahwa kehamilan yang

mengalami preeklampsia cenderung pada ibu hamil yang berusia <20 tahun dan >35

tahun. Hasil ini sependapat dalam penelitianya menemukan bahwa preklamsia banyak

terjadi pada usia> 35 tahun. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat menetukan

kesehatan ibu hamil.Akan tetapi pada kasus preeklampsia umur tidak menjadi satu-

satunya faktor resiko kemunculan preeklampsia, melainkan ada faktor lainnya seperti

nulipara,kehamilan ganda, obesitas, riwayat penyakit, genetik dan preeklampsia pada

kehamilan sebelumnya.10 Berdasarkan hasil penelitian, faktor lain yang dapat memicu

preklamsia yaitu hipertensi, diabetes militus, dan usia pernikahan. Pada penelitian

terjadinya preklamsia merupakan faktor utama kematian pada janin.12,13

Penelitian yang dilakukan Thalor dkk menunjukkan kadar leukosit secara signifikan

lebih tinggi pada perempuan preeklamsia dibandingkan perempuan hamil normal.

Perubahan signifikan secara statistik dalam jumlah lekosit juga diamati pada kelompok

preeklamisia berat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ditemuka juga jumlah lekosit

yang lebih tinggi pada preeklamsia berat dari pada kelompok kontrol. Perubahan ini

terkait aktivasi tinggi lekosit dalam sirkulasi ibu dan di plasenta pada preeklamsia.
Leukositosis dianggap sebagai bukti peningkatan respons inflamasi selama kehamilan

normal dan pada preeklampsia. Pada penelitian ini didapatkan bahwa baik kelompok

preeklampsia berat maupun kehamilan normal terjadi peningkatan lekosit dimana hal ini

merupakan hal yang umum terjadi dan bersifat fisiologis selama kehamilan. Hal ini

dikarenakan selama masa kehamilan terjadi suatu stres fisiologis dan peningkatan respon

inflamasi. Respon inflamasi tersebut merupakan bentuk suatu toleransi imun selektif

tubuh, imunosupresi dan imunomodulasi dari fetus.12,14

Pada perbandingan kadar hemoglobin, pada penelitian ini tidak didapatkan

perbedaan kadar hemoglobin yang bermakna pada kelompok preeklampsia dan hamil

normal. Pada preeklampsia, hilangnya protein serum dan peningkatan permeabilitas

endotel kapiler menyebabkan penurunan volume intravaskular dan peningkatan edema

jaringan. Semua organ bisa terpengaruh, termasuk hati, otak, dan paru-paru. Penurunan

volume darah dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi hemoglobin ibu. Hal ini

khususnya terjadi pada preeklampsia onset dini, sehingga bisa saja subjek preeklampsia

mengalami anemia, namun karena patogenesis yang mendasari preeklampsia terjadi

penurunan volume intravaskular, sehingga konsentrasi hemoglobin ibu meningkat

sehingga tampak sebagai kadar hemoglobin normal, yang dapat menyebabkan kadar

hemoglobin pada penelitian ini tidak berbeda bermakna antara kelompok preeklampsia

dan hamil normal. Selain hal tersebut, diketahui bahwa preparat zat besi banyak

digunakan selama kehamilan dan hal ini dapat mempengaruhi nilai hemoglobin. Tidak
semua subjek preeklampsia pada penelitian ini memiliki data tentang penggunaan zat besi

selama kehamilan, Hal ini dapat mempengaruhi nilai hemoglobin pasien kehamilan

normal maupun pasien preeklampsia berat.11 Hal ini juga didukung penelitian oleh Putra

dkk, dimana tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kadar hemoglobin (14.2 ± 1.3

dan 13.5 ± 2.9) dan kadar hematokrit (39.8 ± 2.8 dan 41.8 ± 4.3) pada kelompok

preeklampsia dan hamil normal.

Faktanya, hematokrit adalah parameter yang lebih tepat daripada hemoglobin untuk

menentukan rasio volume eritrosit terhadap volume darah total. Viskositas darah dapat

berubah, yang berhubungan dengan geometri pembuluh darah dan tingkat aliran darah,

konsentrasi plasma darah, konsentrasi volume sel darah dan hematokrit. Oleh karena itu,

perubahan parameter tersebut dapat menjadi peringatan kehamilan berisiko tinggi.12 Nilai

hematokrit yang tinggi dapat menjadi tanda preeklamsia. Hematokrit menunjukkan

persentase sel darah merah dalam darah - nilai hematokrit 42 berarti sel darah merah

membentuk 42% dari volume darah. Nilai hematokrit normal untuk wanita tidak hamil

adalah antara 36% dan 44%. Selama kehamilan, nilai hematokrit biasanya menurun dan

cairan dalam darah (plasma) meningkat, membuat sel darah merah kurang terkonsentrasi.

Namun preeklamsia seringkali menyebabkan jaringan tubuh menyerap plasma darah.

Darah menjadi lebih pekat, menghasilkan nilai hematokrit tinggi yang tidak normal.13

Preeklamsia merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang menyebabkan

morbiditas dan mortalitas ibu, dengan komplikasi 3–8% kehamilan. Telah dikemukakan
bahwa perubahan dalam koagulasi dan fibrinolisis berperan dalam patogenesis

preeklamsia. Penanda aktivasi trombosit meliputi jumlah trombosit, distribusi trombosit,

volume trombosit rata-rata dan trombositkrit. Penelitian Nitesh dkk.14 mengatakan

distribusi trombosit meningkat baik pada kelompok preeklamsia dan wanita hamil

normotensif, tetapi nilainya secara signifikan lebih tinggi pada preeklamsia. Peningkatan

Mean Platelet Volume (MPV) dan Platelet Distribution Width (PDW) diamati pada

preeklamsia. MPV dan PDW menunjukkan korelasi yang signifikan dengan peningkatan

tekanan darah. Hal tersebut sejalan dengan penelitian ini, dimana terdapat perbedaan yang

bermakna antara trombosit pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan

normal.

Berdasarkan rerata variabel Feritin serum dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan rerata kadar ferritin serum antara pasien preeklampsia berat dengan pasien

normal atau kelompok kontrol. Kadar ferritin serum yang didapatkan pada penelitian ini

menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok preeklampsia dan hamil

normal meskipun perbedaan rerata kadar ferritin sekitar 2 kali lipat. Pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Putra dkk.15 didapatkan kadar ferritin pada kelompok

hamil normal dan preeklampsia berbeda bermakna secara statistik, dimana kadar ferritin

lebih tinggi pada kelompok preeklampsia (43 ng/mL vs 32.9 ng/mL; p < 0.05). Hasil ini

juga didukung oleh penelitian oleh Ulfah dkk.16 yang menunjukkan rerata kadar ferritin

pada preeklampsia lebih tinggi dan berbeda bermakna dibandingkan kelompok hamil
normal (50,46 ± 4,37 ng/mL vs. 17,64 ±1,6 ng/mL; p=0.004). Namun pada penelitian

tersebut didapatkan bahwa keseluruhan responden baik dari kelompok preeklampsia

maupun kelompok kehamilan normal memiliki kadar feritin serum 200 ng/ml. Selama

kehamilan kadar feritin berubah sesuai penambahan gestasi dan mencapai kadar

maksimum pada usia gestasi 12-16 minggu, lalu menurun hingga mencapai kadar

minimum pada trimester III. Peningkatan konsentrasi serum feritin selama trimester

ketiga mungkin menjadi bagian dari respon fase akut, yang menunjukkan peningkatan

risiko kehamilan. Hasil penelitian ini tidak menunjukan adanya kelebihan besi sebagai

faktor kausal terjadinya preeklampsia.17 Hal ini ditandai dengan rerata kadar feritin serum

pada kelompok preeklampsia dalam batas normal (95,00 ± 144,0 ng/mL) dan tidak

ditemukan responden yang memiliki kadar feritin tinggi (> 200 ng/ml). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa kadar ferritin serum tidak berperan terhadap kejadian preeklampsia.

Namun demikian, konsentrasi feritin yang tinggi tidak selalu menggambarkan simpanan

zat besi yang melimpah. Infeksi saluran genital dan saluran kemih juga dapat

menyebabkan peningkatan kadar ferritin serum. Peningkatan konsentrasi serum feritin

selama trimester ketiga mungkin merupakan bagian dari respons fase akut, yang

menunjukkan adanya infeksi pada ibu dan peningkatan risiko luaran kehamilan yang

buruk. Patogen (jamur, bakteri, protozoa) dan sel neoplastik membutuhkan zat besi

sebagai nutrisi penting untuk pertumbuhannya. Sel penjamu akan bertahan melawan

invasi dengan mempertahankan dan menarik zat besi. Protein pengikat besi akan
mengikat logam, dan produksi feritin ditingkatkan untuk memungkinkan retensi besi

intraseluler dan mengurangi ketersediaan zat besi untuk dilepaskan ke serum. Penyerapan

zat besi usus juga menurun. Perubahan kadar feritin selama infeksi dan peradangan

mencerminkan penanda reaktan fase akut lainnya.18

Selama kehamilan, kadar feritin berubah sesuai penambahan gestasi dan mencapai

kadar maksimum pada usia gestasi 12-16 minggu lalu menurun hingga mencapai kadar

minimum pada trimester III. Peningkatan konsentrasi serum feritin selama trimester

ketiga mungkin menjadi bagian dari respon fase akut, yang menunjukkan peningkatan

risiko kehamilan Kadar serum feritin adalah parameter yang paling berguna, mudah, dan

dipertimbangkan sebagai penanda indirek terbaik dari cadangan besi yang tersedia untuk

menilai defisiensi besi. Kadar di bawah 15 μg/L dapat menegakkan diagnostik.

Feritin merupakan protein fase akut yang juga mungkin meningkat selama infeksi

Hal ini menyebabkan nilai plasma feritin menjadi normal atau meningkat palsu sehingga

perlu kehati-hatian dalam interpretasi untuk penegakan defisiensi besi. Wanita hamil

sangat rentan terjadi anemia defisiensi besi karena pada kehamilan kebutuhan oksigen

lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume

plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun peningkatan volume

plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan

eritrosit sehingga penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi.Perempuan

hamil membutuhkan 1000 mg besi perhari untuk pertambahan volume darah maternal
dan masa sel-sel darah merah fetal. Meskipun tingkat penyerapannya cukup tinggi namun

anemia tetap terjadi, umumnya anemia defisiensi besi. Transfer zat besi akan mengalami

gangguan akibat defisiensi tersebut. Transfer tersebut diatur oleh plasenta. Feritin

merupakan protein yang penting dalam metabolisme besi. Pada kondisi normal, ferritin

menyimpan besi yang dapat diambil kembali untuk digunakan sebagai kebutuhan.

Kelemahan penelitian ini adalah metode penelitian yang dipakai adalah metode

crossectional dimana metode tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat, apakah

peningkatan ferritin serum yang menyebabkan preeklampsia atau sebaliknya.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi pengingkatan ferritin pada pasien

preeklampsia berat. Penelitian peran ferritin pada preeklampsia dengan menggunakan

metode intervensi diperlukan untuk menegaskan kaitan kadar ferritin dengan kejadian

preeklampsia. Selain itu penelitian selanjutnya perlu memperhatikan beberapa parameter

laboratorium yang berpengaruh terhadap kejadian preeklampsia pada ibu hamil, sehingga

data yang disajikan lebih akurat dan representatif.


Referensi

1. Magee LA, Nicolaides KH, von Dadelszen P. Preeclampsia. N Engl J Med.

2022;386(19):1817–32.

2. Rana S, Lemoine E, Granger JP, Karumanchi SA. Preeclampsia: pathophysiology,

challenges, and perspectives. Circ Res. 2019;124(7):1094–112.

3. Shamsi U, Saleem S, Nishter N, Ameen A. Epidemiology and risk factors of

preeclampsia; an overview of observational studies. Al Ameen J Med Sci.

2013;6(4):292–300.

4. Shi P, Zhao L, Yu S, Zhou J, Li J, Zhang N, et al. Differences in epidemiology of

patients with preeclampsia between China and the US (Review). Exp Ther Med.

2021 Sep 1;22(3):1–8.

5. Schlembach D. Pre-eclampsia–still a disease of theories. Fukushima J Med Sci.

2003;49(2):69–115.

6. Rayman MP, Barlis J, Evans RW, Redman CW, King LJ. Abnormal iron parameters

in the pregnancy syndrome preeclampsia. Am J Obstet Gynecol. 2002;187(2):412–

8.

7. Siddiqui IA, Jaleel A, Al Kadri HM, Saeed WA, Tamimi W. Iron status parameters

in preeclamptic women. Arch Gynecol Obstet. 2011;284(3):587–91.

8. Zafar T, Iqbal Z. Iron status in preeclampsia. Prof Med J. 2008;15(01):74–80.


9. Jim B, Karumanchi SA. Preeclampsia: Pathogenesis, Prevention, and Long-Term

Complications. Semin Nephrol. 2017 Jul 1;37(4):386–97.

10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS. Williams obstetrics,

24e. Mcgraw-hill New York, NY, USA; 2014.

11. Aghamohammadi A, Zafari M, Tofighi M. High maternal hemoglobin concentration

in first trimester as risk factor for pregnancy induced hypertension. Casp J Intern

Med. 2011;2(1):194.

12. Goudarzi M, Yazdin-Nik A, Bashardoost N. The relationship of the first/third

trimester hematocrit level with the birth weight and preeclampsia. Iran J Nurs.

2008;21(54):41–9.

13. Khoigani MG, Goli S, HasanZadeh A. The relationship of hemoglobin and

hematocrit in the first and second half of pregnancy with pregnancy outcome. Iran

J Nurs Midwifery Res. 2012;17(2 Suppl1):S165.

14. Thalor N, Singh K, Pujani M, Chauhan V, Agarwal C, Ahuja R. A correlation

between platelet indices and preeclampsia. Hematol Transfus Cell Ther.

2019;41:129–33.

15. Putra RA, Effendi JS, Sabarudin U. Heme Oxygenases1 (Hmox1) and Serum

Ferritin Level between Preeclampsia and Normal Pregnancy. Indones J Obstet

Gynecol. 2017;8–11.
16. Ulfah M, Masrul M, Amir A. Peranan Kadar Feritin Serum terhadap Kejadian

Preeklampsia. J Kesehat Andalas. 2015;4(3).

17. Scholl TO, Reilly T. Anemia, iron and pregnancy outcome. J Nutr.

2000;130(2):443S-447S.

18. Serdar Z, Gür E, Develioğlu O. Serum iron and copper status and oxidative stress in

severe and mild preeclampsia. Cell Biochem Funct Cell Biochem Its Modul Act

Agents Dis. 2006;24(3):209–15.

Anda mungkin juga menyukai