Teori Dasar
I.1. Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam
dasar yang cocok. Salep tidak berbau tengik (Anief, 2006). Sedangkan menurut
Farmakope Indonesia Edisi III salep adalah sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan dan digunakan sebagai obat luar (Dirjen POM, 1979).
I.2. Peraturan Pembuatan Salep
Dalam pembuatan salep, harus memperhatikan beberapa peraturan berikut ini,
yaitu:
1. Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan kedalamnya,
jika perlu dengan pemanasan
2. Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturan-
peraturan lain, dilarutkan terlebih dahulu kedalam air, asalkan jumlah air
yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep, jumlah air
yang dipakai dikurangi dari basis
3. Peraturan Salep Ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya dapat larut dalam lemak dan dalam air
harus diserbukkan dahulu, kemudian diayak dengan ayakan no 40.
4. Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan cara mencairkan, campurannya harus
digerus sampai dingin (Depkes, 1979).
I.3. Persyaratan Salep
Adapun pada dasarnya salep yang baik mengandung kualitas yang baik
pula. Kualitas dasar salep yang baik adalah :
a. Mudah dipakai
b. Lunak, harus halus dan homogen
c. Dasar salep yang cocok
d. Dapat terdistribusi secara merata
e. Stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban dan harus bebas dari
inkompatibilitas selama pemakaian (Syamsuni, 2006).
b. Salep Endodermic
Salep dimana obatnya menembus kedalam, tetapi tidak melalui kulit dan
terabsorbsi sebagian. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.
c. Salep Diadermic
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma
bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk
semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus
dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:
1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah
inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan
yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan
diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam
botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topical.
3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan
yang diharapkan.
4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau
BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau
digunakan.
5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu.
6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation.
I.9. Karakteristik Sediaan Gel
Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (Lachman, 1994):
1. Swelling
2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel
yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase
relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya
perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks
berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan.
Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
4. Efek elektrolit
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas
dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Struktur gel dapat bermacam-
macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Untuk kompenen gel di bagi menjadi dua yaitu; gilling agents dan bahan
tambahan. Disetiap sedian gel harus memiliki kedua komponen seperti yang ada
di bawah ini (Lachman, 1994):
1. Gelling Agent.
2. Bahan tambahan
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba,
tetapi semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan
pengawet sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus
memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
c. Chelating agent
Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar
gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat
mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi
dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat (Lachman,
1994):
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,
dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat
dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan
secara intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi
tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada
sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan
rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril)
atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).
Kelarutan : tidak larut dalam, air dapat bercampur dengan air lebih
kurang 2x beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin,
lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter dan
kloroform.
3. Propilenglikol
Pemerian : Cairan kental, jernih,tidak berwarna ,rasa khas, praktis
tidak berbau, menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton dan dengan
kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak essensial
tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Bobot jenis : 1,038 g/cm3
Konsentrasi : 10-25%
Khasiat : Bersifat antimikroba, desinfektan, pelembab, plastisazer,
pelarut, stabilitas untuk vitamin.
Stabilitas : Higroskopis dan harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat, lindungi dari cahaya, ditempat dingin dan kering. Pada suhu
yang tinggi akan teroksidasi menjadi propionaldehid asam
laktat, asam piruvat& asam asetat. Stabil jika dicampur
dengan etanol, gliserin, atau air.
Inkompatibilitas : Dengan zat pengoksidasi seperti Pottasium Permanganat
( Dirjen POM, 1997 hal. 712, Excipient edisi 6 hal. 592 )
4. Setil Alkohol
Pemerian : granul; warna putih; berasa lemah; berbau khas.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol (95%) P dan dalam eter,
larut dengan adanya peningkatan temperatur, praktis tidak
larut dalam air.
Titik lebur : 45,52°C. (Depkes RI, 72).
Pemakaian : emulgator 2%-5%.
Stabilitas : stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya, dan air.
Inkompatibilitas : tidak bercampur dengan oksidator kuat. Bertanggung
jawab untuk menurunkan titik leleh ibuprofen.
(Rowe, 156).
5. Aquadest (air suling)
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Stabilitas : Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam bentuk
Fisik (es , air , dan uap). Air harus disimpan dalam wadah
yang sesuai. Pada saat penyimpanan dan penggunaannya harus
terlindungi dari kontaminasi partikel - pertikel ion dan bahan
organik yang dapat menaikan konduktivitas dan jumlah
karbon organik. Serta harus terlindungi dari partikel - partikel lain
dan mikroorganisme yang dapat tumbuh dan merusak fungsi air.
Inkompatibilitas: Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan eksipient
lainya yang mudah terhidrolisis.
(Dirjen POM, 1979 hal. 96)
3.2. Gel
Alat Bahan
Beaker Glass Carbopol 940
Cawan Porselen HPMC
Gelas Ukur Natrium Alginat
Matkan Tea
Mortir dan Stamper Kertas Perkamen
Pot Salep Aquadest
Stirrer
Spatel
Timbangan Analitik
5
X 20 gram=1 gram
100
10
X 20 gram=2 gram
100
Setil alkohol 5%
5
X 20 gram=1 gram
100
2. Penimbangan
HPMC 3%
3
X 20 gram=0,6 gram
100
Natrium alginate 3%
3
X 20 gram=0,6 gram
100
Aquadest
B. Gel
a. Carbopol 940 + TEA
PROSEDUR EVALUASI
a. Evaluasi Fisik
c. Stabilitas
a) Sentrifugasi : sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (>30000
RPM), diamati adanya pemisahan atau tidak.
b) Manipulasi suhu : Salep dioleskan pada kaca objek, kemudian
dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60 dan 70˚C. lalu ditambahkan
indikator (contoh sudan merah) dan diamati pemisahannya terjadi
pada suhu berapa.
VI. Hasil Pengamatan
8.1. Salep
Organoleptis Stabilitas
Jenis Sediaan Homogenitas Hari ke-
Warna Bau Konstitensi
1 2 3 4 5
Vaselin Album +++
Putih Bau Khas Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
+ Adeps Lanae
Vaselin Album + +++
Putih Bau Khas Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Setil Alkohol
Vaselin album + +++
Putih Bau Khas Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Propilenglikol
Organoleptis Stabilitas
Jenis Sediaan Homogenitas Hari ke-
Warna Bau Konstitensi
1 2 3 4 5
Vaselin Album
Putih Bau Khas +++ Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
+ Adeps Lanae
Vaselin Album + +++
Putih Bau Khas Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Setil Alkohol
Vaselin album + +++
Putih Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Propilenglikol Bau Khas
Keterangan Konsistensi :
+ = Kurang Homogen
++ = Homogen
+ + + = Sangat Homogen
8.2. Gel
Organoleptis Stabilitas
Jenis Sediaan Homogenitas Hari ke-
Warna Bau Konstitensi 1 2 3 4 5
Carbopol 940 + Putih Bau +++ Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Tea Transparan Lemah
Agak
HPMC + Tidak +
Bening Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Aquadest Berbau
Transparan
Agak Tidak
Na. Alginat + ++ Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Bening Berbau
Aquadest Transparan
Keterangan Konsistensi :
+ = Kurang Homogen
++ = Homogen
+ + + = Sangat Homogen
VII. Pembahasan
VII.1. Pembahasan Salep
Pada formulasi pembuatan salep kali ini, tidak ditambahkan zat aktif,
sehingga hanya membuat basis salep saja. Hal ini dilakukan karena hanya untuk
optimasi konsentrasi basis gel dengan cara melalukan variasi konsentrasi dari
setiap basis, kemudian dipilih salah satu konsentrasi basis dengan stabilitas yang
memenuhi syarat atau standar yang telah ditetapkan. Pada percobaan diamati
basis salep manakah yang baik digunakan sebagai basis dalam sediaan salep
yang memenuhi persyaratan. Dimana, basis yang digunakan adalah vaselin
album, adeps lanae, propilenglikol dan setil alkohol. Pada praktikum ini, dibuat
3 formula basis salep. Formula 1 yaitu vaselin album dengan adeps lanae 5%.
Formula 2 yaitu vaselin album dengan propilenglikol 10%. Formula 3 yaitu
vaselin album dengan setilalkohol 5%.
Dalam pembuatan salep terdapat dua metode, yaitu metode pelelehan dan
triturasi. Dalam metode pelelehan dilakukan pada dasar salep yang memiliki
konsistensi yang berbeda, dicampurkan dengan cara meleburkan/memanaskan
basis salep yang padat, kemudian basis lain yang berbentuk cair dan obat
dicampurkan ke dalam basis sambil didinginkan dan terus diaduk. Pada metode
ini, hanya sebagian basis salep tertentu yang dapat dilelehkan. Dimana, basis
salep tersebut harus tahan terhadap pemanasan. Sedangkan pada metode triturasi
obat larut dalam air/minyak, maka dapat dilarutkan dalam air/minyak. Kemudian
larutan tersebut ditambahkan basis yang telah dingin sedikit demi sedikit sambil
diaduk sampai homogen. Jika bahan obatnya tidak larut (kelarutannya sangat
rendah), maka partikel bahan obat harus dihaluskan, dan kemudian
disuspensikan ke dalam bahan pembawa. ( Syamsuni, 2007 )
Pada formula 3 yaitu vaselin album dengan setil alkohol 5%, dimana hal
pertama yang dilakukan sesudah semua bahan ditimbang, vaselin album dan setil
alkohol dimasukan kedalam cawan dan dipanaskan diatas cawan penguap.
Metode ini dibuat dengan menggunakan metode pelelehan, hal ini dilakukan
karena pada formula terdapat basis yang berbeda konsistensinya, dimana setil
alkohol konsistensinya padat dan vaselin yang konsistensinya semi padat.
Sehingga untuk memudahkan pencampuran digunakan suhu yang tinggi agar
basis salep homogen secara sempurna. Kemudian basis salep yang telah meleleh,
digerus didalam mortir sampai dingin dan terbentuk massa salep.
Setelah dibandingkan dengan formula yang lain, salep yang lebih baik
adalah salep formula 3 karena lebih stabil dibandingkan dengan formula salep
lainnya. Karena masih ada zat tambahan yang kurang dan untuk memperbaiki
salep itu sendiri maka kami mengusulkan penambahan butylated hydroxytoluena
(BHT) sebagai antioksidan. karena pada formula 1 yang mengandung adeps
lanae dan senyawa lemak lainnya perlu ditambahkan antioksidan untuk
mencegah terjadiya oksidasi. Antioksidan yang ditambahkan tentunya
merupakan zat yang dapat larut atau bercampur dengan lemak contohnya seperti
a-tocopherol, BHA dan BHT. Adanya antioksidan dapat meningkatkan stabilitas
pada sediaan salep senyawa lemak yang teroksidasi
Adeps Lanae 5%
Propilenglikol 10%
Setil Alkohol 5%
Dari hasil evaluasi, gelling agent pada ketiga formula tersebut membentuk
sediaan gel yang cukup baik dan tetap stabil dalam penyimpanan selama 5 hari
sehingga sediaan gel yang paling baik tidak bisa ditentukan karena kurangnya
waktu dan jenis evaluasi. Namun dilihat dari viskositas sediaan gel tersebut
pada formula HPMC dan Natrium alginate ditambahkan konsentrasinya
dikarenakan kurang kental atau viskositasnya lebih rendah dibandingkan pada
formula carbopol 940. Formula yang diusulkan yaitu sebagai berikut:
R/
Carbopol 1,5 %
940 1,5 %
TEA Ad 20 gram
Aquadest
R/
Natrium Alginat 5%
Aquadest Ad 20 gram
R/
HPMC 5%
Aquadest Ad 20 gram
IX. Kesimpulan
IX.1. Kesimpulan Salep
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan basis yang paling baik
untuk digunakan pada sediaan salep adalah basis formula 3 vaselin album
dengan setil alkohol, karena mempunyai stabilitas yang baik dengan
homogenitas yang baik pula.
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel kecil anorganik dan molekul besar organik dan terpenetrasi
oleh suatu cairan. Dari hasil evaluasi ketiga formula menunjukkan hasil yang
baik, namun dilihat dari viskositas formula dengan basis gel carbopol yang
ditambahkan TEA menghasilkan sediaan gel yang viskositasnya lebih tinggi dan
memudahkan untuk digunakan sehingga formula ini bisa dikatakan lebih baik
dibandingkan formula yang lain.
X. Daftar Pustaka
Anief, Moh., 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Anief, M., 1994. Ilmu Meracik Obat cetakan 6.Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.