Anda di halaman 1dari 29

I.

Teori Dasar
I.1. Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam
dasar yang cocok. Salep tidak berbau tengik (Anief, 2006). Sedangkan menurut
Farmakope Indonesia Edisi III salep adalah sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan dan digunakan sebagai obat luar (Dirjen POM, 1979).
I.2. Peraturan Pembuatan Salep
Dalam pembuatan salep, harus memperhatikan beberapa peraturan berikut ini,
yaitu:
1. Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan kedalamnya,
jika perlu dengan pemanasan
2. Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturan-
peraturan lain, dilarutkan terlebih dahulu kedalam air, asalkan jumlah air
yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep, jumlah air
yang dipakai dikurangi dari basis
3. Peraturan Salep Ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya dapat larut dalam lemak dan dalam air
harus diserbukkan dahulu, kemudian diayak dengan ayakan no 40.
4. Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan cara mencairkan, campurannya harus
digerus sampai dingin (Depkes, 1979).
I.3. Persyaratan Salep
Adapun pada dasarnya salep yang baik mengandung kualitas yang baik
pula. Kualitas dasar salep yang baik adalah :

a. Mudah dipakai
b. Lunak, harus halus dan homogen
c. Dasar salep yang cocok
d. Dapat terdistribusi secara merata
e. Stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban dan harus bebas dari
inkompatibilitas selama pemakaian (Syamsuni, 2006).

Sedangkan menurut FI Edisi III, persyaratan salep yaitu (Depkes, 1979):

a. Pemerian : tidak boleh berbau tengik


b. Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung
obat keras atau narkotik, kadar bahan obat adalah 10%
c. Dasar salep : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis
salep) digunakan vaselin putih (vaselin album).
I.4. Jenis-Jenis Dasar Salep
Dasar salep/basis salep dibagi menjadi :
 Dasar Salep Hidrokarbon (berminyak)
Bersifat lemak (bebas air), preparat yang berair mungkin dapat
dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja. Dasar salep ini terutama
dipakai untuk efek emolien. Contoh : Vaselin Album, Vaselin flavum,
Parafin Encer.
 Dasar Salep Serap (Absorbsi)
Dasar salep ini dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu yang memungkinkan
percampuran larut berair dan yang sudah berupa emulsi air-minyak.
Contoh : Adeps Lanae, Hidrophylic Petrolatum
 Dasar Salep Mudah Dicuci Air
Merupakan emulsi minyak dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan
pakaian dengan air. Contoh : emulsifying ointment
 Dasar Salep Larut Air
Dasar salep ini tidak mengandung bahan berlemak dan biasanya disebut
sebagai Grea Seless. Contoh : PEG (Ansel, 1989).

I.5. Macam-Macam Salep


Menurut efek terapinya, salep terbagi menjadi:

a. Salep Epidermic (Salep Penutup)


Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi
kulit dan menghasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak diabsorbsi.
Dasar salep yang terbaik adalah senyawa hidrokarbon (vaselin).

b. Salep Endodermic

Salep dimana obatnya menembus kedalam, tetapi tidak melalui kulit dan
terabsorbsi sebagian. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.

c. Salep Diadermic

Salep dimana bahan obatnya menembus kedalam melalui kulit dan


mencapai efek yang diinginkan karena diabsorbsi sepenuhnya. Dasar salep
yang baik adalah Adeps Lanae dan Oleum Cacao (Ansel, 1989).

I.6. Pengertian Gel


A. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli,
merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan.
B. Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek,
berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau
makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling
terserap oleh cairan.
C. Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat
yang terdiri dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik
yang terkecil atau molekul organic yang besar dan saling diresapi cairan.

I.7. Penggolongan Gel

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi


menjadi dua yaitu:

1. Gel sistem fase tunggal


Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari gom alam misanya
tragakan.

2. Gel sistem dua fase

Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma
bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk
semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus
dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.

I.8. Sifat dan Karakteristik Gel

Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:

1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah
inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan
yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan
diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam
botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topical.
3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan
yang diharapkan.
4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau
BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau
digunakan.
5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu.
6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation.
I.9. Karakteristik Sediaan Gel
Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (Lachman, 1994):

1. Swelling

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat


mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan
gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar
polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen
gel berkurang.

2. Sineresis

Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel
yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase
relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya
perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks
berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan.
Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.

3. Efek suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui


penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah
pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya
pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu
larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan
fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.

4. Efek elektrolit

Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel


hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap
pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut).
5. Elastisitas dan rigiditas

Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas
dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Struktur gel dapat bermacam-
macam tergantung dari komponen pembentuk gel.

6. Rheologi

Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang


terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan
menunjukkan jalan aliran non–newton yang dikarakterisasi oleh penurunan
viskositas dan peningkatan laju aliran.

I.10. Komponen Gel

Untuk kompenen gel di bagi menjadi dua yaitu; gilling agents dan bahan
tambahan. Disetiap sedian gel harus memiliki kedua komponen seperti yang ada
di bawah ini (Lachman, 1994):

1. Gelling Agent.

Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk


jaringan yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam
kelompok ini adalah gom alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan
dari sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk
gel dalam cairan non-polar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku
sebagai pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang
tinggi dari beberapa surfaktan non-ionik dapat digunakan untuk menghasilkan
gel yang jernih di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak
mineral.

2. Bahan tambahan
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba,
tetapi semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan
pengawet sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus
memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.

b. Penambahan bahan higroskopis

Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol,


propilenglikol dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %.

c. Chelating agent

Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap


logam berat. Contohnya EDTA.

I.11. Kekurangan dan Kelebihan Gel

Keuntungan dan kerugian (Lachman, 1994) :

1. Keuntungan sediaan gel

Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan


sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering
meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air,
pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik.

2. Kekurangan sediaan gel

Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar
gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat
mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi
dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

I.12. Kegunaan Gel

Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat (Lachman,
1994):
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,
dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat
dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan
secara intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi
tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada
sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan
rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril)
atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).

II. Data Preformulasi


II.1. Data Preformulasi Zat Tambahan Salep
1. Vaselin album
Pemerian : Putih atau kekuningan, massa berminyak, transparan
dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu 0C.
Kelarutan : tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dingin, atau
panas dan dalam etanol mutlak dingin, mudah larut dalam
benzene, karbon disulfit, dalam kloroform, larut dalam
heksan dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak
atsiri.
Konsentrasi : 10-30%
Kegunaan : emolien dan basis salep.
Stabilitas : jika teroksidasi dapat menimbulkan warna dan bau yang
tidak dikehendaki. Untuk mencegah ditambahkan
antioksidan.
Inkompatibilitas : merupakan bahan inert yang tidak dapat bercampur
dengan banyak bahan.
(Dirjen POM, 1997 hal. 822; Handbook of Excipients 6th edition hal. 331)
2. Adeps Lanae

Pemerian : Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.

Kelarutan : tidak larut dalam, air dapat bercampur dengan air lebih
kurang 2x beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin,
lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter dan
kloroform.

Kegunaan : Emulsifying agent, basis salep.

Stabilitas : dapat mengalami autooksidasi selama penyimpanan.


Untuk mencegah ditambahkan antioksidan.

Inkompatibilitas : dapat mengandung pro oksidan dan dapat mempengaruhi


stabilitas.

( Dirjen POM, 1997 hal. 57)

3. Propilenglikol
Pemerian : Cairan kental, jernih,tidak berwarna ,rasa khas, praktis
tidak berbau, menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton dan dengan
kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak essensial
tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Bobot jenis : 1,038 g/cm3
Konsentrasi : 10-25%
Khasiat : Bersifat antimikroba, desinfektan, pelembab, plastisazer,
pelarut, stabilitas untuk vitamin.
Stabilitas : Higroskopis dan harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat, lindungi dari cahaya, ditempat dingin dan kering. Pada suhu
yang tinggi akan teroksidasi menjadi propionaldehid asam
laktat, asam piruvat& asam asetat. Stabil jika dicampur
dengan etanol, gliserin, atau air.
Inkompatibilitas : Dengan zat pengoksidasi seperti Pottasium Permanganat
( Dirjen POM, 1997 hal. 712, Excipient edisi 6 hal. 592 )
4. Setil Alkohol
Pemerian : granul; warna putih; berasa lemah; berbau khas.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol (95%) P dan dalam eter,
larut dengan adanya peningkatan temperatur, praktis tidak
larut dalam air.
Titik lebur : 45,52°C. (Depkes RI, 72).
Pemakaian : emulgator 2%-5%.
Stabilitas : stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya, dan air.
Inkompatibilitas : tidak bercampur dengan oksidator kuat. Bertanggung
jawab untuk menurunkan titik leleh ibuprofen.
(Rowe, 156).
5. Aquadest (air suling)
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Stabilitas : Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam bentuk
Fisik (es , air , dan uap). Air harus disimpan dalam wadah
yang sesuai. Pada saat penyimpanan dan penggunaannya harus
terlindungi dari kontaminasi partikel - pertikel ion dan bahan
organik yang dapat menaikan konduktivitas dan jumlah
karbon organik. Serta harus terlindungi dari partikel - partikel lain
dan mikroorganisme yang dapat tumbuh dan merusak fungsi air.
Inkompatibilitas: Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan eksipient
lainya yang mudah terhidrolisis.
(Dirjen POM, 1979 hal. 96)

II.2. Data Preformulasi Zat Tambahan Gel


1. Trietanolamin (TEA)
Pemerian : Berwarna sampai kuning pucat, cairan kental.
Kelarutan : bercampur dengan aseton, dalam benzene 1 : 24, larut
dalam kloroform, bercampur dengan etanol.
Konsentrasi : 2-4%
Kegunaan : Zat pengemulsi
Stabilitas : dapat berubah menjadi warna coklat dengan paparan udara
dan cahaya.
Inkompatibilitas : akan bereaksi dengan asam mineral menjadi bentuk garam
kristal dan ester dengan adanya asam lemak tinggi.
(Handbook of Excipients 6th edition hal. 663)
2. Hidroksi Propil Selulosa (HPCM)

Pemerian : Serbuk atau granul berwarna putih atau putih kekuningan;


praktis tidak berbau higroskopis.

Kelarutan : Larut dalam air dingin, alcohol, chloroform, methanol dan


propilenglikol; membentuk larutan koloid, praktis tidak
larut dalam air panas
Konsentrasi : 2-6 %
Kegunaan : Basis gel
Titik Lebur : 190-200℃
Bobot Jenis : 2208, 2906 dan 2910
Stabilitas : Merupakan bahan yang stabil, hamper higroskopis setelah
dikeringkan
Inkompatibilitas : Dengan beberapa agen pengoksidasi kuat.
(Handbook of excipient hal. 223, Martindale 30th edition
hal. 1219)
3. Carbopol 940
Pemerian : berwarna putih, asam, serbuk higroskopis dengan bau
khas
Kelarutan : larut dalam air, setelah netralisasi, dalam etanol 95%
Titik Lebur : 260℃
Stabilitas : merupakan bahan yang higroskopis
Inkompatibilitas : resorsin, fenol, kation polimer, asam kuat, elektrolit.
(Handbook of excipient hal. 297)
4. Natrium Alginat
Pemerian : Natrium alginat berupa serbuk warna putih atau kuning-
coklat pucat, tidak berbau dan tidak berasa.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter, kloroform,
dan etanol atau campuran air dimana kandungan etanol
lebih dari 30%. Larut perlahan dalam air yang membentuk
larutan koloidal lengket.
Stabilitas : Pada pH 4-10
Inkompatibilitas : Derivat oksidan, Kristal violet, logam berat, alcohol
(Rowe et al, 2009 hal 622)
5. Aquadest (air suling)
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Stabilitas : salah satu bahan kimia yang stabil dalam bentuk Fisik (es ,
air , dan uap).. Pada saat penyimpanan dan penggunaannya
harus terlindungi dari kontaminasi partikel - pertikel ion
dan bahan organik yang dapat menaikan konduktivitas dan
jumlah karbon organik. Serta harus terlindungi dari partikel
- partikel lain dan mikroorganisme yang dapat tumbuh dan
merusak fungsi air.

Inkompatibilitas : dapat bereaksi dengan bahan eksipient lainya yang mudah


terhidrolisis.
(Dirjen POM, 1979 halaman 96)

III. Alat dan Bahan


3.1. Salep
Alat Bahan
Beaker glass Adeps Lanae
Cawan Penguap Propilenglikol
Mortir dan Stamper Setil Alkohol
Penangas Air Vaselin Album / Flavum
Pot Salep Kertas Perkamen
Spatel
Timbangan Analitik

3.2. Gel

Alat Bahan
Beaker Glass Carbopol 940
Cawan Porselen HPMC
Gelas Ukur Natrium Alginat
Matkan Tea
Mortir dan Stamper Kertas Perkamen
Pot Salep Aquadest
Stirrer
Spatel
Timbangan Analitik

IV. Perhitungan dan Penimbangan Bahan


IV.1. Perhitungan dan Penimbangan Salep
1. Perhitungan
 Adeps lanae 5%

5
X 20 gram=1 gram
100

1 gram + 10% = 1,1 gram

 Vaselin album untuk adeps lanae

20 gram – 1 gram = 19 gram

19 gram + 10% = 20,9 gram


 Propilenglikol 10%

10
X 20 gram=2 gram
100

2 gram + 10% = 2,2 gram

 Vaselin album untuk propilenglikol

20 gram – 2 gram = 18 gram

18 gram + 10% = 19,8 gram

 Setil alkohol 5%

5
X 20 gram=1 gram
100

1 gram + 10% = 1,1 gram

 Vaselin album untuk setil alkohol

20 gram – 1 gram = 19 gram

19 gram + 10% = 20,9 gram

2. Penimbangan

Nama Zat Bobot


Adeps Lanae 1,1 gram
Vaselin album 20,9 gram
Propilenglikol 2,2 gram
Vaselin album 19,8 gram
Setil Alkohol 1,1 gram
Vaselin album 20,9 gram

IV.2. Perhitungan dan Penimbangan Gel


1. Perhitungan
 Carbopol 940 1,5%
1,5
X 20 gram=0,3 gram
100

0,3 gram + 10% = 0,33 gram

 HPMC 3%

3
X 20 gram=0,6 gram
100

0,6 gram + 10% = 0,66 gram

 Natrium alginate 3%

3
X 20 gram=0,6 gram
100

0,6 gram + 10% = 0,66 gram

 Aquadest

Untuk Carbopol 940 = 20 – 0,3 gram = 19,7 gram


= 19,7 gram + 10% = 21,67 mL
Untuk HPMC = 20 – 0,6 gram = 19,4 gram

= 19,4 gram + 10% = 21,34 mL

Untuk Na. alginate = 20 – 0,6 gram = 19,4 gram


= 19,4 gram + 10% = 21,34 mL
2. Penimbangan

Nama Zat Bobot


Carbopol 940 330 mg
Aquadest 21,67 mL
Na Alginate 660 mg
Aquadest 21,34 mL
HPMC 660 mg
TEA 10 tetes
Aquadest 21,34 mL
V. Prosedur Pembuatan dan Prosedur Evaluasi
A. Salep
a. Metode Fusion (Pelelehan)

Alat dan bahan disiapkan lalu semua bahan-bahan ditimbang. Kemudian


setil alkohol dan vaselin album dimasukkan kedalam cawan penguap, lalu dilebur
diatas waterbath hingga mencair. Campuran yang telah mencair kemudian
dimasukkan ke dalam mortar, lalu digerus sampai terbentuk massa salep. Setelah
terbentuk massa salep, dimasukkan kedalam pot salep dan dilakukan evaluasi.

Alat dan bahan disiapkan lalu semua bahan-bahan ditimbang. Kemudian


propilenglikol dan vaselin album dimasukkan kedalam cawan penguap, lalu
dilebur diatas waterbath hingga mencair. Campuran yang telah mencair kemudian
dimasukkan ke dalam mortar, lalu digerus sampai terbentuk massa salep. Setelah
terbentuk massa salep, dimasukkan kedalam pot salep dan dilakukan evaluasi.

b. Metode Triturasi (pencampuran)

Alat dan bahan disiapkan lalu semua bahan-bahan ditimbang. Kemudian


dicampurkan adeps lanae dan vaselin album sambil diaduk hingga terbentuk
massa semisolid. Lalu ditimbang sebanyak 20 gram dan dimasukkan kedalam pot
salep, lalu dilakukan evaluasi.

B. Gel
a. Carbopol 940 + TEA

Alat dan bahan disiapkan lalu semua bahan-bahan ditimbang. Panaskan


aquadest hingga suhu 40˚C. Kemudian carbopol 940 dikembangkan didalam
matkan dengan cara ditaburkan diatas aquadest panas. Setelah mengembang, Lalu
diaduk menggunakan stirrer sambil diteteskan TEA hingga mengental kisaran pH
basis 6 sampai 7. pH basis dicek menggunakan indikator universal. Setelah
terbentuk basis gel dan pH nya sesuai, lalu dimasukkan kedalam wadah dan
dilakukan evaluasi.
b. HPMC + Aquadest

Alat dan bahan disiapkan lalu semua bahan-bahan ditimbang. Aquadest


dipanaskan hingga suhu 40˚C. lalu HPMC 0,66 gram dikembangkan didalam
matkan diatas aquadest panas 21,34 mL. Kemudian diaduk menggunakan stirrer
hingga homogen. Setelah terbentuk basis gel dimasukkan kedalam wadah dan
dilakukan evaluasi.

c. Natrium Alginat + Aquadest

Alat dan bahan disiapkan lalu semua bahan-bahan ditimbang. Aquadest


dipanaskan hingga suhu 40˚C. lalu natrium alginat 0,66 gram dikembangkan
didalam matkan diatas aquadest panas 21,34 mL. Kemudian diaduk menggunakan
stirrer hingga homogen. Setelah terbentuk basis gel dimasukkan kedalam wadah
dan dilakukan evaluasi.

PROSEDUR EVALUASI

a. Evaluasi Fisik

Penampilan : Diamati bau dan warna sediaan semisolid tersebut.

Homogenitas : Dilakukan dengan cara dioleskan tipis pada kaca objek,


kemudian susunannya diamati apakah homogen atau tidak.

b. Viskositas dan Rheologi

Kekentalan dan sifat alirnya diuji dengan menggunakan alat Viskometer


Brookfield.

c. Stabilitas
a) Sentrifugasi : sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (>30000
RPM), diamati adanya pemisahan atau tidak.
b) Manipulasi suhu : Salep dioleskan pada kaca objek, kemudian
dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60 dan 70˚C. lalu ditambahkan
indikator (contoh sudan merah) dan diamati pemisahannya terjadi
pada suhu berapa.
VI. Hasil Pengamatan
8.1. Salep

Organoleptis Stabilitas
Jenis Sediaan Homogenitas Hari ke-
Warna Bau Konstitensi
1 2 3 4 5
Vaselin Album +++
Putih Bau Khas Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
+ Adeps Lanae
Vaselin Album + +++
Putih Bau Khas Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Setil Alkohol
Vaselin album + +++
Putih Bau Khas Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Propilenglikol

Organoleptis Stabilitas
Jenis Sediaan Homogenitas Hari ke-
Warna Bau Konstitensi
1 2 3 4 5
Vaselin Album
Putih Bau Khas +++ Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
+ Adeps Lanae
Vaselin Album + +++
Putih Bau Khas Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Setil Alkohol
Vaselin album + +++
Putih Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Propilenglikol Bau Khas

Keterangan Konsistensi :
+ = Kurang Homogen
++ = Homogen
+ + + = Sangat Homogen
8.2. Gel

Organoleptis Stabilitas
Jenis Sediaan Homogenitas Hari ke-
Warna Bau Konstitensi 1 2 3 4 5

Carbopol 940 + Putih Bau +++ Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Tea Transparan Lemah

Agak
HPMC + Tidak +
Bening Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Aquadest Berbau
Transparan

Agak Tidak
Na. Alginat + ++ Homogen Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Bening Berbau
Aquadest Transparan

Keterangan Konsistensi :
+ = Kurang Homogen
++ = Homogen
+ + + = Sangat Homogen
VII. Pembahasan
VII.1. Pembahasan Salep

Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan pembuatan salep dengan


basis salep yang berbeda komposisinya. Tujuan dari percobaan ini yaitu dapat
mengetahui komposisi dasar salep manakah yang paling baik digunakan sebagai
basis salep. Menurut Farmakope Indonesia edisi ketiga salep adalah sediaan
setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan
obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
Formula utama pada sediaan salep selain zat aktif adalah basis, basis salep
merupakan komponen terbesar dalam sediaan salep, yang sangat menentukan
baik atau buruknya salep tersebut. Basis memiliki fungsi sebagai pembawa,
pelindung, dan pelunak kulit harus dapat melepaskan obat atau zat aktif secara
optimum. ( Anief, 2010).

Pada formulasi pembuatan salep kali ini, tidak ditambahkan zat aktif,
sehingga hanya membuat basis salep saja. Hal ini dilakukan karena hanya untuk
optimasi konsentrasi basis gel dengan cara melalukan variasi konsentrasi dari
setiap basis, kemudian dipilih salah satu konsentrasi basis dengan stabilitas yang
memenuhi syarat atau standar yang telah ditetapkan. Pada percobaan diamati
basis salep manakah yang baik digunakan sebagai basis dalam sediaan salep
yang memenuhi persyaratan. Dimana, basis yang digunakan adalah vaselin
album, adeps lanae, propilenglikol dan setil alkohol. Pada praktikum ini, dibuat
3 formula basis salep. Formula 1 yaitu vaselin album dengan adeps lanae 5%.
Formula 2 yaitu vaselin album dengan propilenglikol 10%. Formula 3 yaitu
vaselin album dengan setilalkohol 5%.

Dalam pembuatan salep terdapat dua metode, yaitu metode pelelehan dan
triturasi. Dalam metode pelelehan dilakukan pada dasar salep yang memiliki
konsistensi yang berbeda, dicampurkan dengan cara meleburkan/memanaskan
basis salep yang padat, kemudian basis lain yang berbentuk cair dan obat
dicampurkan ke dalam basis sambil didinginkan dan terus diaduk. Pada metode
ini, hanya sebagian basis salep tertentu yang dapat dilelehkan. Dimana, basis
salep tersebut harus tahan terhadap pemanasan. Sedangkan pada metode triturasi
obat larut dalam air/minyak, maka dapat dilarutkan dalam air/minyak. Kemudian
larutan tersebut ditambahkan basis yang telah dingin sedikit demi sedikit sambil
diaduk sampai homogen. Jika bahan obatnya tidak larut (kelarutannya sangat
rendah), maka partikel bahan obat harus dihaluskan, dan kemudian
disuspensikan ke dalam bahan pembawa. ( Syamsuni, 2007 )

Pada praktikum pembuatan salep pada formula 1 yaitu vaselin album


dengan adeps lanae 5%. pertama yang dilakukan setelah penimbangan bahan
adalah mencampurkan vaselin album dan adeps lanae dan digerus sampai
homogen. Digunakan basis salep vaselin album yang merupakan dasar salep
hidrokarbon dengan kemampuan menyerap air sebanyak 5% dan dapat
digunakan sebagai emolien yang dapat bertahan pada kulit dalam waktu yang
lama.( Anief, 1994). Dimana mekanisme kerjanya adalah memperpanjang
waktu kontak dengan kulit. Maka dari itu pada sediaan salep ini digunakan
vaselin album agar zat aktif yang ada pada salep bekerja/ berefek lebih lama
dalam mengobati. Adeps lanae atau lemak bulu domba/lanolin merupakan basis
salep sera yang umun digunakan dalam pembuatan salep. Adeps lanae basis
salep absorpsi dengan kandungan air sebanyak 25%. Basis ini juga dapat
digunakan sebagai emolien dan dapat juga digunakan untuk pencampuran
larutan berair kedalam larutan berlemak, dimana larutan berair mula-mula dapat
diabsorpsi kedalam dasar salep berlemak. (Munson, 1991). Sehingga dengan
kombinasi dasar basis salep dengan jenis yang berbeda akan menghasilkan suatu
sediaan salep yang baik. Pada percobaan ini digunakan metode triturasi untuk
membuat sediaan salep, karena metode yang paling efisien digunakan yaitu
metode triturasi. Setelah sediaan jadi kemudiaan dilakukan proses evaluasi yang
bertujuan untuk menjaga kualitas sediaan yang telah diproduksi. Uji yang
pertama dilakukan adalah evaluasi organoleptis menggunakan panca indra,
mulai dari aroma, warna dan konsistensi sediaan. Evaluasi ini dilakukan agar
mengetahui sediaan yang dibuat sesuai dengan standar salep yang ada, dalam
arti basis salep tersebut stabil dan tidak menyimpang dari standar. Dalam
farmakoe dijelaskan bahwa sediaan salep tidak boleh berbau tengik. Hasil yang
didapat pada sediaan salep tersebut warnanya putih dan berbau khas. Uji yang
selanjutnya dilakukan adalah uji homogenitas, pengujian homogenitas salep
dilakukan dengan cara mengambil sedikit sediaan yang telah dibuat kemudian
diletakan pada sekeping kaca objek. Sediaan kemudian dioleskan dan diratakan
pada kaca objek tersebut dan dilihat homogenitasnya. Sediaan terlihat homogen
karena tidak terbentuk butiran- butiran ataupun partikel- partiekel kasar pada
kaca. Kemudiaan diamati kesetabilannya pada hari pertama sampai hari kelima
sediaan salep memiliki kestablian yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak
terjadinya perubahan warna, bau dan viskositas dari setiap basis.

Pada formula 2 yaitu sediaan vaselin album dengan propilenglikol 10%.


Pertama yang dilakukan adalah vaselin album dan propilenglikol dimasukan
kedalam cawan dan dipanaskan diatas penangas air. Pemanasan bertujuan untuk
mengubah bentuk fase minyak yang berupa padatan menjadi bentuk cairan
sehingga dapat dilakukan pencampuran untuk pembuatan salep. Propilenglikol
merupakan basis salep larut air yang terdiri dari konstituen larut air sehingga
dapat dicuci dengan air. Propilengliko banyak digunakan untuk basis salep
dengan zat aktif yang memiliki kelarutan dalam air cukup tinggi. ( Anief, 1994 ).
Setelah vaselin album dan propilengliko dipanaskan kemudian dimasukan
kedalam mortir dan digerus sampai homogen.

Setelah sediaan jadi kemudiaan dilakukan proses evaluasi sama seperti


formula sebelumnya, yang bertujuan untuk menjaga kualitas sediaan yang telah
diproduksi. Uji yang pertama dilakukan adalah evaluasi organoleptis
menggunakan panca indra, mulai dari aroma, warna dan konsistensi sediaan.
Hasil yang didapat pada sediaan salep tersebut warnanya putih dan berbau khas.
Uji yang selanjutnya dilakukan adalah uji homogenitas, pengujian homogenitas
salep dilakukan dengan cara mengambil sedikit sediaan yang telah dibuat
kemudian diletakan pada sekeping kaca objek. Sediaan kemudian dioleskan dan
diratakan pada kaca objek tersebut dan dilihat homogenitasnya. Sediaan terlihat
homogen karena tidak terbentuk butiran- butiran ataupun partikel- partiekel
kasar pada kaca. Kemudiaan diamati kesetabilannya pada hari pertama sampai
hari kelima sediaan salep memiliki kestablian yang baik. Hal tersebut dapat
dilihat dari tidak terjadinya perubahan warna, bau dan viskositas dari setiap
basis.

Pada formula 3 yaitu vaselin album dengan setil alkohol 5%, dimana hal
pertama yang dilakukan sesudah semua bahan ditimbang, vaselin album dan setil
alkohol dimasukan kedalam cawan dan dipanaskan diatas cawan penguap.
Metode ini dibuat dengan menggunakan metode pelelehan, hal ini dilakukan
karena pada formula terdapat basis yang berbeda konsistensinya, dimana setil
alkohol konsistensinya padat dan vaselin yang konsistensinya semi padat.
Sehingga untuk memudahkan pencampuran digunakan suhu yang tinggi agar
basis salep homogen secara sempurna. Kemudian basis salep yang telah meleleh,
digerus didalam mortir sampai dingin dan terbentuk massa salep.

Setelah sediaan jadi kemudiaan dilakukan proses evaluasi sama seperti


formula sebelumnya, yang bertujuan untuk menjaga kualitas sediaan yang telah
diproduksi. Uji yang pertama dilakukan adalah evaluasi organoleptis
menggunakan panca indra, mulai dari aroma, warna dan konsistensi sediaan.
Hasil yang didapat pada sediaan salep tersebut warnanya putih dan berbau khas.
Uji yang selanjutnya dilakukan adalah uji homogenitas, pengujian homogenitas
salep dilakukan dengan cara mengambil sedikit sediaan yang telah dibuat
kemudian diletakan pada sekeping kaca objek. Sediaan kemudian dioleskan dan
diratakan pada kaca objek tersebut dan dilihat homogenitasnya. Sediaan terlihat
homogen karena tidak terbentuk butiran- butiran ataupun partikel- partiekel
kasar pada kaca. Kemudiaan diamati kesetabilannya pada hari pertama sampai
hari kelima sediaan salep memiliki kestablian yang baik. Hal tersebut dapat
dilihat dari tidak terjadinya perubahan warna, bau dan viskositas dari setiap
basis.
Diantara ke 3 formula tersebut pada waktu penyimpanan mengalami
perubahan , dimana warna dari semua formula tersebut stabil yang artinya tidak
mengalami perubahan, namun bau dari basis salep berubah menjadi tengik. Hal
ini menunjukan bahwa basis salep dalam penyimpanan tidak stabil,
ketidakstabilan ini ditunjukan dengan berubahnya bau basis salep menjadi
tengik. Tengik dapat terjadi karena adanya senyaw lemak yang teroksidasi.
Sehingga pada formula 1 yang mengandung adeps lanae dan senyawa lemak
lainnya perlu ditambahkan antioksidan untuk mencegah terjadiya oksidasi.
Antioksidan yang ditambahkan tentunya merupakan zat yang dapat larut atau
bercampur dengan lemak contohnya seperti a-tocopherol, BHA dan BHT.
Adanya antioksidan dapat meningkatkan stabilitas pada sediaan salep.senyawa
lemak yang teroksidasi. Seyawa lemak yang terdapat pada formula 1 yaitu
vaselin dengan adeps lanae.

VII.2. Pembahasan Gel

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli,


merupakan sistem  semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan (Ditjen POM, 1995). Adapun pengertian lain yaitu, gel adalah sediaan
bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan
organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan
saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315). Gel digunakan
untuk pemakaian luar, biasanya untuk ke ranah kosmetik seperti pemulihan atau
perawatan kulit.
Sediaan gel diperlukan basis gel untuk membetuk massa gel, terdapat
pembagian basis gel yaitu polimer alam, polimer semi sintetik, polimer sintetik,
senyawa inorganik, dan surfaktan. Mekanisme kerja dari basis gel ini yaitu
meningkatkan viskositas dengan cara mengabsorpsi cairan.
Pada praktikum ini hanya digunakan bahan tambahan saja yang
dimaksudkan untuk melihat basis gel yang baik dari beberapa basis gel yang
digunakan. Untuk basis gel HPMC (Hidroksipropil metil selulosa) termasuk
polimer semi sintetik (derivat selulosa), derivat selulosa ini rentan terhadap
degradasi enzimatik sehingga harus dicegah adanya kontak dengan sumber
selulosa, dan Natrium alginat termasuk polimer alam yang merupakan
polisakarida terdiri dari berbagai proporsi asam D-mannuronik dan asam L-
guluronik yang didapatkan dari rumput laut coklat dalam bentuk garam
monovalent dan divalent, konsentrasi basis gel untuk Natrium alginate ini yaitu
5 – 10% (Rowe et al, 2009: 622), kedua basis gel ini dikembangkan dengan
menggunakan akuades panas, pemakaian air panas ini bertujuan untuk
mempercepat pengembangan basis gel dikarenakan faktor suhu dan apabila
memakai air biasa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
mengembangkan basis gel tersebut, setelah itu diaduk sampai membetuk massa
gel menggunakan stirrer yang bertujuan untuk melarutkan basis gel tersebut.
Dan untuk basis gel carbopol 940 (carbomer) termasuk polimer sintetik,
carbomer ini merupakan gelling agent yang kuat, membentuk gel pada
konsentrasi 0,5 – 2,0% (Rowe et al, 2009: 110), kemudian dikembangkan
dengan menggunakan akuades panas, setelah itu diaduk sampai membetuk
massa gel menggunakan stirrer sambil ditetesi dengan TEA (Tri Etanolamin),
TEA ini berfungsi sebagai pembasa, ditambahkan pada sediaan yang memakai
carbopol 940 sebagai basis gel yaitu dikarenakan viskositas carbopol 940 akan
meningkat pada suasana basa, pH aktif dari carbopol yaitu dari pH 7-11 (Rowe
et al, 2009: 112).
Hasil yang didapatkan dari basis gel carbopol 940 yaitu berupa sediaan
semipadat dikarenakan ditambahkan dengan TEA yang sehingga hasil yang
didapatkan sediaan yang sangat kental. Untuk hasil yang didapatkan dari basis
gel Natrium alginat yaitu berupa cairan yang kental. Dan untuk hasil yang
didapatkan dari basis gel HPMC yaitu berupa cairan yang agak kental. Setelah
semua sediaan gel jadi, selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap masing –
masing sediaan. Evaluasi sediaan gel meliputi organoleptis yaitu warna, bau, dan
konsistensi; homogenitas, dan pengujian stabilitas sediaan gel selama 5 hari.
Untuk evaluasi organoleptis ketiga formula menunjukan hasil warna
putih transparan. Hasil tersebut cukup baik dikarenakan sediaan gel pada
umumnya yaitu transparan atau tembus cahaya, dan untuk HPMC sudah cukup
baik karena telah menunjukkan hasil putih transparandikarenakan HPMC ini
merupakan derivat selulosa yang memiliki kejernihan tinggi karena bebas dari
pengotor yang tidak dapat larut serta memberikan lapisan film bila mongering
pada kulit. Kemudian Bau dari masing-masing sediaan jadi tergolong lemah.
Sementara dari segi kosistensi atau kekentalan sediaan gel yang mengandung
basis gel carbopol 940 merupakan sediaan yang kental. Sediaan yang kental ini
terbentuk karena adanya gelling agent yang membentuk matriks, dimana matriks
tersebut dapat mengabsorpsi air sebaik mungkin sehingga viskositas sediaan
meningkat, sedangkan pada sediaan gel yang mengandung basis gel HPMC dan
Na alginat tergolong cukup cair, hasil tersebut dapat dikarenakan konsentrasi
HPMC dan NA alginat yang kurang. Semakin banyak konsentrasi HPMC yang
ditambahkan maka viskositasnya semakin besar.
Setelah itu dilakukan evaluasi homogenitas gel. Evaluasi homogenitas
gel ini dilakukan untuk melihat kembali apakah setiap bahan yang dimasukkan
ke dalam sediaan telah homogen atau belum. Pada hasil pengamatan semua hasil
sediaan dari ketiga formula tersebut telah homogen, hal ini ditunjukkan dari
hasil tes homogenitas pada kaca arloji yang tidak terdapat gumpalan.
Kemudian dilakukan evaluasi stabilitas dari sediaan gel yang telah dibuat
oleh praktikan, evaluasi stabilitas ini dilakukan selama 5 hari yang bertujuan
untuk mengamati seberapa tahan sediaan yang telah dibuat oleh praktikan dapat
stabil dalam masa penyimpanan. Pada evaluasi ini dilakukan 3 pengamatan yaitu
warna, bau, dan terjadinya sineresis. Sineresis ini merupakan keadaan dimana
pada sediaan gel air atau pelarut pada gel keluar atau naik ke atas permukaan
dari matriks gel. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan, pada saat sediaan gel
diaduk udara masih terdapat di dalamnya atau dikarenakan adanya tekanan
selama pengadukan, namun saat gel telah masuk dalam masa penyimpanan,
sudah tidak ada lagi tekanan, air dalam matriks gel akhirnya keluar ke atas
permukaan gel. Dari hasil pengamatan selama 5 hari masing- masing sediaan gel
tetap stabil. Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya perubahan warna serta bau
dari sediaan gel yang telah dibuat. Pada masing-masing gel juga tidak terjadi
sineresis, ditunjukkan oleh tidak adanya air yang keluar dari gel. Data tersebut
menunjukkan hasil yang baik dari setiap sediaan yang telah dibuat.
VIII. Usulan Formula
VIII.1. Usulan Formula Salep

Setelah dibandingkan dengan formula yang lain, salep yang lebih baik
adalah salep formula 3 karena lebih stabil dibandingkan dengan formula salep
lainnya. Karena masih ada zat tambahan yang kurang dan untuk memperbaiki
salep itu sendiri maka kami mengusulkan penambahan butylated hydroxytoluena
(BHT) sebagai antioksidan. karena pada formula 1 yang mengandung adeps
lanae dan senyawa lemak lainnya perlu ditambahkan antioksidan untuk
mencegah terjadiya oksidasi. Antioksidan yang ditambahkan tentunya
merupakan zat yang dapat larut atau bercampur dengan lemak contohnya seperti
a-tocopherol, BHA dan BHT. Adanya antioksidan dapat meningkatkan stabilitas
pada sediaan salep senyawa lemak yang teroksidasi

Berikut usulan Formulasi salep :

Vaselin Album 95%

Adeps Lanae 5%

Propilenglikol 10%

Setil Alkohol 5%

butylated hydroxytoluena 0,02%

VIII.2. Usulan Formula Gel

Dari hasil evaluasi, gelling agent pada ketiga formula tersebut membentuk
sediaan gel yang cukup baik dan tetap stabil dalam penyimpanan selama 5 hari
sehingga sediaan gel yang paling baik tidak bisa ditentukan karena kurangnya
waktu dan jenis evaluasi. Namun dilihat dari viskositas sediaan gel tersebut
pada formula HPMC dan Natrium alginate ditambahkan konsentrasinya
dikarenakan kurang kental atau viskositasnya lebih rendah dibandingkan pada
formula carbopol 940. Formula yang diusulkan yaitu sebagai berikut:
R/
Carbopol 1,5 %
940 1,5 %
TEA Ad 20 gram
Aquadest

R/
Natrium Alginat 5%
Aquadest Ad 20 gram

R/
HPMC 5%
Aquadest Ad 20 gram
IX. Kesimpulan
IX.1. Kesimpulan Salep

Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan basis yang paling baik
untuk digunakan pada sediaan salep adalah basis formula 3 vaselin album
dengan setil alkohol, karena mempunyai stabilitas yang baik dengan
homogenitas yang baik pula.

Salep dengan formula 1,2, 3 memiliki homogenitas yang baik, dilihat


dari uji pada kaca objek. Sediaan terlihat homogen karena tidak terbentuk
butiran- butiran ataupun partikel- partiekel kasar pada kaca.

IX.2. Kesimpulan Gel

Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel kecil anorganik dan molekul besar organik dan terpenetrasi
oleh suatu cairan. Dari hasil evaluasi ketiga formula menunjukkan hasil yang
baik, namun dilihat dari viskositas formula dengan basis gel carbopol yang
ditambahkan TEA menghasilkan sediaan gel yang viskositasnya lebih tinggi dan
memudahkan untuk digunakan sehingga formula ini bisa dikatakan lebih baik
dibandingkan formula yang lain.

X. Daftar Pustaka

Anief, Moh., 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.

Anief, M., 1994. Ilmu Meracik Obat cetakan 6.Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Ansel, H., C.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia


Press : Jakarta.

Dirjen POM., 1978. Formularium Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dirjen POM., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Dirjen POM., 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI :


Jakarta.

Lachman L, dkk., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.Edisi Ketiga.


Volume III. Diterjemahkan oleh Suyatmi. Jakarta: UI Press.

Munson, J.W., 1991, Analisis Farmasi, diterjemahkan oleh Harjana. Surabaya:


Universitas Air Langga.
Rowe, Raymond, et all., 2009. Handbook of Pharmaceutical Exipien Sixth
Edition. London: Pharmaceutical Press.
Syamsuni., 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Syamsuni., 2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai