Anda di halaman 1dari 9

FORMAT LAPORAN EVALUASI PROGRAM

Format laporan evaluasi (penilaian) program kesehatan adalah sebagai berikut.


1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Permasalahan
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.2. Tujuan Khusus
1.4. Manfaat
2. Tinjauan Pustaka
3. Metode Evaluasi
4. Penyajian Data
Gambaran Umum Wilayah Kerja
Data Khusus (data yang berhubungan dengan program yang dinilai)
5. Hasil Penilaian dan Pembahasan
Indikator dan Tolok Ukur Keluaran
Identifikasi Masalah
Prioritas Masalah
Kerangka Konsep Masalah
Identifikasi Penyebab Masalah
Alternatif Pemecahan Masalah
Prioritas Pemecahan Masalah
6. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Saran
7. Daftar Pustaka

Page | 1
Lampiran 1. Contoh Evaluasi Program

Tabel 1. Tabel penetapan prioritas masalah


Importance Jumlah
T R
No Daftar Masalah (I x T x R)
P S RI DU SB PB PC
1 Tidak diperolehnya data 4 4 2 4 3 1 2 2 2 80
mengenai keakuratan
pencatatan
2 Kurangnya 3 5 2 3 5 5 1 2 3 144
pengendalian
ketersediaan obat di
puskesmas
Kecamatan
Pekuncen
3 Belum adanya evaluasi 4 3 1 4 5 3 1 3 2 126
penggunaan obat yang
rasional dan tepat
4 Ketersediaan obat di 4 3 2 3 5 2 1 3 2 120
puskesmas kelurahan
tidak merata

Prevalensi
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu aspek penting dari pengelolaan obat yang ikut
menentukan keberhasilan seluruh rangkaian pengelolaan obat / perbekalan farmasi. Di
puskesmas Kecamatan Pekuncen, pencatatan dan pelaporan tiap bulan sudah dilaksanakan tepat
waktu, namun data mengenai keakuratan tidak ada. Pencatatan dan pelaporan data obat yang
akurat dapat memberikan perbaikan dalam efisiensi dan efektifitas manajemen obat. Oleh
karena itu besarnya masalah (prevalence) mendapat poin yang cukup besar. Kami berikan nilai
4. Pengendalian ketersediaan obat di puskesmas merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
pengelolaan obat. Apabila terjadi masalah dalam aspek ini, maka dapat menimbulkan masalah
lain dalam rangkaian proses pengelolaan obat. Bila keadaan ini tidak teratasi dapat
menyebabkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat menjadi buruk. Masalah ini

Page | 2
prevalensinya cukup besar karena tidak dapat mencapai 100% dari tolok ukur. Pembobotan yang
diberikan 3. Masalah ke 3, juga cukup besar (prevalence) mengingat evaluasi dalam pemakaian
obat yang rasional dan tepat terhadap pasien akan mempengaruhi masalah-masalah lain dalam
manajemen obat. Diberikan nilai 4. Ketersediaan obat di puskesmas kelurahan tidak merata,
masalah ini memiliki nilai prevalensi yang cukup besar karena ketersedian obat yang tidak
merata akan mengurangi ketepatan dalam pengobatan pasien secara langsung.

Severity
Pelaporan dan pencatatan pemakaian obat yang tidak akurat dapat mengakibatkan buruknya
laporan dan tingkat kepercayaan yang rendah terhadap pihak pengelola. Oleh karenanya untuk
severity diberikan nilai yang juga cukup besar. Untuk masalah ke dua, akibat yang ditimbulkan
oleh masalah ini cukup besar karena Puskesmas Kecamatan Pekuncen tidak melakukan
pengendalian ketersediaan obat dengan baik. Dampak yang dapat terjadi adalah terbatasnya
pemberian resep obat yang terbatas pada ketersediaan obat. Masalah ke tiga, bila keadaan ini tidak
teratasi, pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit pasien tidak terobati secara benar.
Sehingga memberikan nilai severity yang sedikit besar. Pada masalah ke empat, keparahan
penyakit pasien penyakit tidak langsung menjadi buruk dengan pengobatan yang kurang tepat,
sehingga akibat yang ditimbulkan dari masalah (severity) tidak besar.

Rate of increase, selanjutnya lakukan seperti prevalensi dan severity.

Page | 3
Gambar 2. Kerangka konsep dengan model diagram tulang ikan

Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah


Pemilihan/penentuan prioritas cara pemecahan masalah ini dilakukan dengan memakai teknik
kriteria matriks. Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat maka akan
dipilih satu cara pemecahan masalah yang dianggap paling baik dan memungkinkan.

Pemecahan masalah dengan koordinasi lintas sektor dan sosialisasi atau penyuluhan paling besar
dapat mengatasi masalah. Banyak penyebab masalah yang dapat diatasi oleh kedua alternatif
jalan keluar tersebut.

Koordinasi lintas sektoral berikut pembagian tugas dan tanggung jawab antara Puskesmas dan
pihak SD penting dilakukan karena hal ini dapat mengatasi penyebab masalah yang berupa
kurangnya tenaga kesehatan Puskesmas dalam pelaksanaan program BIAS dan tidak adanya
koordinasi berikut pembagian tugas dan tanggung jawab antara Puskesmas, Dinas Pendidikan,
dan pihak SD. Dengan koordinasi tersebut, pihak SD dapat mengetahui seberapa pentingnya

Page | 4
BIAS Campak dilaksanakan dan peranan mereka dalam pelaksanaan BIAS Campak ini. Peran
pihak sekolah dalam hal ini adalah dalam pendaftaran siswa yang ikut serta, penginformasian
kepada orangtua dan guru, penyediaan waktu dan tempat untuk BIAS Campak dan dapat
memberikan sumbangan tenaga dalam pelaksanaan program. Koordinasi tidak cukup hanya
Puskesmas dengan pihak SD tetapi juga diperlukan koordinasi antara Puskesmas dengan Dinas
Pendidikan. Hal ini penting karena jika tidak ada instruksi atau pemberitahuan dari Dinas
Pendidikan, maka tidak ada tenaga yang mampu mendorong pihak SD agar lebih proaktif
menyukseskan program BIAS ini.

Pertemuan koordinasi berikut pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas antara Puskesmas
Pekuncen, Dinas Pendidikan Banyumas, dan pihak SD se-Kecamatan Pekuncen membutuhkan
banyak waktu dan persiapan yang baik karena melibatkan anggota yang cukup banyak, yaitu
minimal 14 orang. Persiapan meliputi persiapan alat, waktu, tempat, menghubungi semua pihak
dan menyusun jadwal. Akan tetapi masalah dapat terselesaikan sesegera mungkin jika
pelaksanaan berhasil dilakukan. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini juga paling mahal,
yaitu Rp. 3.602.500,00.

Sosialisasi/penyuluhan tentang program BIAS kepada orangtua siswa dan guru dapat mengatasi
penyebab masalah berupa kurangnya sosialisasi/penyuluhan mengenai program BIAS kepada
orangtua siswa dan guru serta pengetahuan, sikap, dan perilaku orangtua dan guru terhadap
program BIAS yang masih kurang. Hal tersebut tercermin dari banyaknya siswa yang tidak
mendapat persetujuan dari orangtuanya untuk diimunisasi atas dasar alasan-alasan yang keliru
yang telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya. Banyaknya alasan ini menyebabkan tidak
tercapainya cakupan 100 % untuk program BIAS Campak. Penyuluhan langsung kepada
orangtua siswa dapat mengubah pandangan yang salah. Peran guru dalam hal ini juga penting
karena guru dapat membantu menginformasikan hal-hal yang perlu diketahui kepada para siswa
dan orangtua mereka jika ada orangtua yang tidak hadir dalam penyuluhan. Yang perlu
diperhatikan adalah penyuluhan tidak menjamin pandangan orangtua akan berubah. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor berupa keterbukaan orangtua, fleksibilitas (tidak bersikeras
mempertahankan pendapat), dan pengetahuan orangtua.

Page | 5
Penyuluhan membutuhkan persiapan baik alat, waktu dan tempat serta penginformasian kepada
pihak orangtua dan guru. Karena kegiatan langsung ditujukan pada orangtua dan guru, masalah
dapat terselesaikan sesegera mungkin jika kegiatan berhasil dilaksanakan. Biaya yang
dibutuhkan untuk kegiatan ini cukup besar tetapi tidak sebesar kegiatan pertemuan koordinasi
berikut pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas antara Puskesmas Kecamatan Pekuncen,
Dinas Pendidikan Banyumas, SD se-Kecamatan Pekuncen, yaitu Rp. 850.000,00.

Pembuatan dan penyebaran media promosi kesehatan hanya mengatasi masalah pengetahuan,
sikap, dan perilaku orangtua dan guru terhadap program BIAS yang masih kurang. Penyebaran
media ini tidak terlalu banyak berperan dalam mengatasi masalah karena tergantung dari
beberapa faktor, yaitu pengetahuan orangtua dan guru, keingintahuan orangtua dan guru, serta
kepedulian dari orangtua dan guru. Masalah juga tidak cepat teratasi dengan hanya menggunakan
alternatif jalan keluar ini. Jalan keluar ini hanya mendukung jalan keluar lain yang dilaksanakan.
Namun, biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini tidak terlalu besar dibandingkan kegiatan
sebelumnya, yaitu Rp 517.000,00.

Dari penjelasan di atas, untuk besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude), penulis
memberikan angka 5 pada alternatif pemecahan masalah koordinasi lintas sektoral dan
sosialisasi/penyuluhan karena keduanya dapat mengatasi masalah paling besar. Hal ini
disebabkan karena kedua alternatif pemecahan masalah ini masing-masing dapat menyelesaikan
2 penyebab masalah dibandingkan dengan alternatif pemecahan masalah pembuatan dan
penyebaran media promosi kesehatan yang hanya dapat menyelesaikan 1 penyebab masalah.
Makin banyak penyebab masalah yang diselesaikan, maka makin besar masalah yang dapat
terselesaikan. Penulis memberikan angka 2 pada alternatif pemecahan masalah pembuatan dan
penyebaran media promosi kesehatan karena besarnya masalah yang dapat diselesaikan sangat
kecil. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi alternatif pemecahan masalah
ini yang telah disebutkan di atas.

Dilihat dari besarnya masalah yang dapat diselesaikan, penulis menyatakan bahwa alternatif
pemecahan masalah koordinasi lintas sektoral dan sosialisasi/penyuluhan merupakan jalan keluar
yang penting (importance). Penulis memberikan angka 5 untuk alternatif pemecahan masalah

Page | 6
koordinasi lintas sektoral dan angka 4 untuk alternatif pemecahan masalah
sosialisasi/penyuluhan karena walaupun keduanya sama penting, jika hanya
sosialisasi/penyuluhan tanpa adanya koordinasi lintas sektoral, masalah tidak akan terselesaikan.
Di pihak lain, koordinasi lintas sektoral saja dapat menyelesaikan masalah walaupun hasilnya
tidak maksimal tanpa adanya sosialisasi/penyuluhan. Dengan demikian, koordinasi lintas
sektoral lebih penting daripada sosialiasi/penyuluhan. Alternatif pemecahan masalah pembuatan
dan penyebaran media promosi kesehatan dilihat dari besarnya masalah yang dapat diselesaikan
merupakan alternatif pemecahan masalah yang tidak terlalu penting tetapi mendukung alternatif
pemecahan lainnya sehingga diberikan angka 3.

Dilihat dari kecepatan terselesaikannya masalah (vulnerability), alternatif pemecahan masalah


koordinasi lintas sektoral dan sosialisasi/penyuluhan diberikan angka 4. Kedua alternatif
pemecahan masalah tersebut tidak diberikan angka 5 karena meskipun keduanya dapat sesegera
mungkin menyelesaikan masalah tetapi tidak sempurna dan memerlukan dukungan alternatif
pemecahan masalah yang lain agar lebih cepat menyelesaikan masalah. Di pihak lain, alternatif
pemecahan masalah pembuatan dan penyebaran media promosi kesehatan lambat menyelesaikan
masalah karena besarnya masalah yang dapat diselesaikan sangat kecil dengan adanya banyak
faktor yang disebutkan di atas yang menghambat terselesaikannya masalah. Dengan demikian,
alternatif pemecahan masalah ini diberikan angka 2.

Dengan mempertimbangkan biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan alternatif pemecahan


masalah (cost), penulis memberikan nilai 5 pada alternatif pemecahan masalah pembuatan dan
penyebaran media promosi kesehatan, nilai 4 untuk alternatif pemecahan masalah
sosialisasi/penyuluhan, dan nilai 3 untuk alternatif pemecahan masalah koordinasi lintas sektoral.
Hal ini disebabkan biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan penyebaran media promosi
kesehatan adalah yang paling murah (Rp 517.000,00) dibandingkan dengan biaya
sosialisasi/penyuluhan (Rp 850.000,00) dan koordinasi lintas sektoral (Rp 3.602.500,00).

Page | 7
Tabel 2. Tabel penentuan prioritas pemecahan masalah
Efektivitas Efisiensi Jumlah
No Alternatif jalan keluar
M I V C M x I x V/ C
1. Koordinasi lintas sektoral 5 5 4 3 33
2. Sosialisasi/penyuluhan 5 4 4 4 20
3. Pembuatan dan penyebaran 2 3 2 5 2,4
media promosi kesehatan

Dari tabel di atas diketahui bahwa yang mendapat nilai terbesar adalah alternatif jalan keluar
pertama, yaitu Pertemuan koordinasi berikut pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas
antara Puskesmas Kecamatan Pekuncen, Dinas Pendidikakn, dan pihak SD se-Kecamatan
Pekuncen.

DAFTAR PUSTAKA

Page | 8
1. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas. FKUI: 2014
2. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi 3, Binarupa Aksara, Jakarta;
1996.p.181-210, p.329-347.
3. Arief M.R. Penilaian Program Kesehatan Jiwa Periode 2003, di Puskesmas Cengkareng,
Jakarta Barat. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, FKUI 2004.
4. Hassarief M.I. Penilaian Program Pengelolaan Obat di Puskesmas Kecamatan
Pulogadung Periode Januari-Juli 2006. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI,
2006.
5. Maselia. Penilaian Program BIAS Campak Periode April 2006 di Puskesmas Kelurahan
Pulogadung, Jakarta Timur. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, FKUI, 2006.
6. Pyzdek T. The Six Sigma Handbook. Penerbit Salemba Empat, 2002.

Page | 9

Anda mungkin juga menyukai