Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalahyang berjudul “Reproduksi
Kuda” dalam rangka memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Reproduksi Vertebrata.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan dari teman-teman mahasiswa seangkatan tahun 2012 dan orang tua yang selalu
memberikan dukungan moral pada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Serta penulia
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat di masyarakat.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kuda yang dikenal sebagai hewan herbivora-non ruminansia memiliki manfaat cukup
banyak bagi kehidupan manusia. Dalam sejarah tercatat bahwa kuda dapat digunakan
sebagai bahan pangan melalui pemanfaatan daging dan susu. Selain itu kuda juga dapat
dimanfaatkan untuk olahraga atau rekreasi, keperluan pertanian secara luas dan sebagai
alat. Melalui peranannya ini maka penting untuk dilakukan pelestarian melalui budidaya
yang intensif. Selain pengawinan secara alamiah, inseminasi buatan (IB) merupakan salah
satu teknologi reproduksi yang digunakan untuk peningkatan produksi dan perbaikan
mutu genetik ternak dan sebagai alat dalam pelaksanaan kebijakan pemuliaan secara
nasional. Di Indonesia IB pada kuda telah dilaksanakan sejak tahun 2000-an, meskipun
demikian sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal, dibandingkan dengan
IB pada ternak lainnya. Tingkat keberhasilan pengawinan kuda yang masih rendah baik
secara inseminasi maupun kawin alam di Indonesia sudah selayaknya menjadi suatu titik
perhatian.
Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan pengawinan ini
adalah minimnya informasi mengenai lama siklus dan periode estrus pada kuda, sehingga
peternak tidak mampu untuk menentukan waktu optimal kawin pada kuda. Hal ini
berbeda jika dibandingkan dengan ternak lainnya seperti pada sapi, kambing, domba dan
babi tingkat keberhasilan pengawinannya relatif lebih tinggi. Observasi mengenai lama
siklus dan periode estrus secara intensif sangat dibutuhkan untuk memperoleh tingkat
efisiensi reproduksi. Hal ini dapat dicerminkan melalui tingkat keberhasilan pengawinan
yang tinggi. Detasemen Kavaleri Berkuda merupakan satuan operasional dibawah pusat
kesenjataan kavaleri yang menyelenggarakan peternakan kuda serta menyelenggarakan
tugas-tugas protokoler dan pengembangan olah raga berkuda nasional. Hal ini dapat
dijadikan 2 dasar sebagai suatu sarana untuk dilakukannya observasi mengenai lama
siklus dan periode estrus pada kuda.
B. Tujuan
1. Kita dapat mengetahui alat-alat reproduksi pada kuda betina dan kuda jantan
2. Kita dapat mengetahui mekanisme reproduksi pada kuda
3. Kita dapat mengetahui teknologi yang dikembangkan untuk reproduksi kuda
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 2 Uterus
Sumber: Mottershead (1999)
Serviks (Gambar 3) atau leher uterus adalah suatu urat daging sphinctertubular
yaitu otot polos yang sangat kuat yang terletak antara uterus dan vagina.Serviks
mempunyai panjang antara 5-10 cm dengan diameter antara 1,5-1,7 cm. Saluran
serviks dikenal dengan nama Canalis cervicalis, mempunyai bentuk berkelok-belok
karena dibentuk oleh Annulus cervicalis. Annulus cervicalis yaitusuatu cincin yang
melingkar di Canalis cervicalis. Cairan mukus yang dikenal sebagai lendir serviks
dapat menutupi lumen pada saat hewan dalam keadaan bunting, tetapi akan kembali
mencair pada saat estrus atau saat proses kelahiranberlangsung. Adapun fungsi
serviks adalah sebagai gerbang yang kuat, melindungiuterus dari infeksi lingkungan
luar (Manan, 2002).
Serviks dalam kondisi tidak estrus akan tertutup rapat dan kuat, berwarna pucat
dan mempunyai ukuran panjang rataan6-8 cm dengan diameter 4-5 cm, sedangkan
dalam kondisi estrus otot serviks akan mengalami relaksasi yang akan memudahkan
penis masuk kedalamnya, selain itu serviks berwarna merah muda dan terlihat
menonjol sehingga vagina kuda yang sedang estrus akan terlihat lebih besar dan tidak
terdapat lipatan (Morel, 2008).
Serviks adalah barier fisik bagi pergerakan mikroorganisme kedalam saluran
reproduksi. Fungsi serviks difasilitasi oleh sekresi lendir yang kental dan dapat
menutupi lumen serviks selama terjadi kebuntingan. Sekresi lendir pada serviks ini
juga mengandung bahan yang disebut lactoferin yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Lestari, 2006)
Gambar 3 Serviks
Sumber: Mottershead (1999)
Vagina termasuk kedalam organ reproduksi bagian luar dan merupakan gerbang
bagi mikroorganisme memasuki tubuh ternak betina. Vagina memiliki diameter 10
-15 cm dan panjang rata-rata 18 - 23 cm. Dinding vagina yang elastis ini merupakan
otot yang dilapisi oleh mukosa dan dengan keelastisannya dapat membantu dalam
proses kelahiran. Vagina merupakan perlindungan pertama dalam sistem dan saluran
reproduksi yang memiliki pH asam sehingga dapat membunuh bakteri (Morel, 2008).
Vagina mempunyai fungsi sebagai tempat terjadinya pengawinan, tempat
peletakan semen pada pengawinan alam, dan juga sebagai tempat penyimpanan
vaginal pessary atau spons vaginal pada saat sinkronisasi estrus. Vestibula adalah
bagian tubular dari saluran reproduksi antara vagina dan labia vulva. Vestibula vagina
memiliki beberapa urat daging sirkuler atau serupa sphincter yang menutup saluran
kelamin dari lingkungan luar sehingga dapat memperkecil kemungkinan masuknya
mikroorganisme kedalam vagina (Lestari, 2006).
Vulva berada kurang lebih tujuh cm dibawah anus termasuk ke dalam organ
reproduksi bagian luar, yang akan dilalui pada saat kopulasi sebelum vagina. Otot
sphincter vulva memperkecil kemungkinan masuknya mikroorganisme ke dalam
vagina, demikian pula otot sphincter vestibula memperkecil pergerakan mikroba
menuju arah anterior vagina (Lestari, 2006).
Vulva terletak lurus secara vertikal terhadap anus dan hal ini memberikan peluang
untuk terjadinya kontaminasi yang berasal dari kotoran. Vulva kuda yang normal
tidak boleh memiliki kemiringan lebih dari 10° dari kondisi vertikal yang sewajarnya
(Gambar 4 dan 5), kondisi bibir vulva harus rapat dan normal (England, 2004).
Gambar 4 Konformasi Vulva Normal dan Abnormal
Sumber : England (2004)
(a) (b)
Gambar 5 Vulva Kuda Normal (a) dan Vulva Kuda Abnormal (b)
Sumber : Morel, 2008
Pada bagian dalam vulva terdapat klitoris dan tiga sinus yang menghasilkan
lingkungan yang tidak diinginkan oleh pertumbuhan bakteri yang menyebabkan
penyakit (Morel, 2008). Vulva terdiri dari dua labia (commissural dorsalis dan
ventralis). Klitoris terdiri dari dua krura atau akar, badan dan kepala (glans). Klitoris
terdiri dari jaringan erektil yang tertutup oleh ephitel dan dengan sempurna
memperoleh inervansi dari ujung-ujung saraf sensori (Manan, 2002).
2. Organ Reproduksi Jantan
Poros gerakan dan glans penis memperpanjang cranioventrally daerah umbilikus
dari dinding perut. Tubuhnya berbentuk silinder tapi dikompresi lateral. Ketika diam,
penis secara perlahan, termanpatkan, dan panjang sekitar 50 cm. Lima belas sampai
20 cm terletak bebas dalam preputium. Ketika maksimal tegak, penis sampai tiga kali
lebih panjang daripada saat berada dalam keadaan diam.
Gambar : Ujung kranial penis di bagian median secara in situ di kuda, aspek medial.
a, penis corpus cavernosum, b, corpus spongiosum glandis, c, uretra, d, proses uretra,
e, fossa glandis, f, orifice preputial eksternal, g, rongga preputial (internal), h, plica
preputialis, i, preputium.
Gambar : Representasi grafis dari saluran urogenital dari kuda tersebut. a, penis, b,
testis, c, ginjal, d, ureter, e, kandung kemih, f, duktus deferens, g, vesikula seminalis,
h, kelenjar prostat, i, kelenjar Cowper.
Gambar : Penis kuda jantan yang diperpanjang (menonjol dari preputium),
meninggalkan aspek lateral. a, glans penis, b, bagian bebas dari penis, c, lampiran
lapisan tipis bagian dalam lipatan preputial ke penis, d, lapisan tipis bagian dalam
lipatan preputial, e, cincin preputial, f, lamina luar lipatan preputial; g, lamina internal
lipatan eksternal preputium, h, fossa glandis, i, proses uretra, k, corona glandis, l,
collum glandis.
B. Mekanisme Reproduksi
1. Pubertas
Pubertas atau dewasa kelamin didefinisikan sebagai kondisi dimana organ-organ
reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi. Menurut Tulang
pelvis Tulang pelvis England (2004) dan Morel (2002) pubertas pada kuda terjadi
pada umur kurang lebih 18-24 bulan, sedangkan menurut Hafez dan Hafez (2000c)
umur pubertas pada kuda dapat dicapai antara 15 hingga 18 bulan. Pada hewan jantan,
pubertas ditandai dengan kesanggupannya berkopulasi dan menghasilkan
spermatozoa yang motil diikuti dengan perubahan-perubahan kelamin sekunder
lainnya. Pubertas pada kuda betina ditandai oleh terjadinya estrus (England, 2004)
Kuda yang memiliki kerja berat, dewasa kelaminnya akan tertunda hingga umur 3 – 4
tahun (Laing, 1979). Kuda betina yang sudah mengalami pubertas sebaiknya tidak
dikawinkan sebelum mencapai umur dua tahun dan bahkan sebaiknya setelah berumur
tiga tahun. Kuda betina yang dikawinkan pada umur yang lebih muda, biasanya
tingkat kebuntingannya rendah (Blackely dan Bade, 1991).
2. Siklus Estrus
Siklus estrus merupakan satu periode dari satu estrus ke estrus berikutnya atau
interval antara timbulnya satu periode estrus ke permulaan periode estrus berikutnya
(Slusher et al., 2004). Kuda betina digolongkan kedalam "seasonallypolyestrus" yang
berarti kuda betina mengalami siklus estrus dalam waktu yang tertentu setiap
tahunnya (pada musim semi dan panas). Hal ini bertujuan untuk menghindari
kelahiran anak kuda dalam kondisi cuaca yang tidak baik atau ekstrim (Mottershead,
2001). Lama siklus estrus kuda bervariasi yaitu antara 21 hingga 23 hari (Slusher et
al, 2004; England, 2004). Beberapa kuda memperlihatkan keinginan kawin yang
besar pada awal musim kawin selama periode estrus yang panjang tetapi tidak terjadi
ovulasi. Kuda ini mungkin tidak akan subur sampai periode estrusnya menjadi lebih
pendek dan lebih teratur. Kuda lain mungkin hanya mengalami estrus tenang atau
silent heat dimana terjadi ovulasi tetapi tidak memperlihatkan keinginan untuk kawin.
Banyak kuda semacam ini akan dapat bunting apabila saat estrus dapat diidentifikasi
melalui palpasi rektal serta diamati perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada
vulva, vagina dan serviksnya (Frandson, 1992). Fase awal dari siklus estrus ini
dianggap sebagai fase penumpukan atau pemantapan dimana folikel ovarium yang
berisi ovum membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi cairan
estrogenik. Estrogen yang diserap dari
folikel kedalam aliran darah merangsang peningkatam vaskularisasi dan
pertumbuhan sel gamet dalam persiapan untuk estrus dan kebuntingan yang terjadi
(Frandson, 1992). Siklus estrus pada kuda terdiri dari estrus dan diestrus. Diestrus
adalah periode terakhir dan terlama pada siklus estrus, yaitu suatu kondisi dimana sel-
selgranulosa dari folikel yang berovulasi pada akhir estrus berubah menjadi sel lutein
dan membentuk corpus luteum (CL). Selanjutnya CL menjadi matang dan konsentrasi
progesteron semakin meningkat. Progesteron ini menghambat sekeresi Follicle
stimulating hormone (FSH) oleh hipofisa anterior sehingga menghambat pertumbuhan
folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus. Jika kuda itu tidak bunting, CL akan
teregresi dan terjadi perkembangan folikel yang baru. Diestrus biasanya berlangsung
selama 15 sampai dengan 19 hari (Slusher et al., 2004). Menurut Hafez dan Hafez
(2000b) dan (England, 2004) diestrus pada kuda terjadi masing masing selama 14 hari
dan 14-16 hari. Lama diestrus yang bervariasi ini, dapat disebabkan oleh tiga hal
yaitu, terjadinya ovulasi akan tetapi tidak terlihat gejala estrus atau yang dinamakan
dengan silent ovulasi, adanya keberadaan CL yang persisten yang tidak dapat dilisis
oleh PGF2α atau PGF2α yang dihasilkan tidak cukup untuk melisis CL dan yang
terakhir adalah adanya ovarium yang tidak aktif baik pada masa transisi maupun
bukan musim kawin. Beberapa hal tersebut dapat menyebabkan perhitungan lama
diestrus yang bervariasi (Morel, 2002). Siklus estrus terbagi menjadi dua fase yaitu
fase luteal dan fase folikuler. Fase luteal dapat disebut juga dengan diestrus
merupakan suatu kondisi dimana CL dominan, sedangkan fase folikuler (estrus)
adalah fase disaat terjadi perkembangan folikel dominan. Kuda betina merupakan
ternak yang efisien, dia dapat estrus selama laktasi, tidak seperti ternak lainnya yaitu
domba yang sama-sama tergolong kedalam seasonally polyestrus. Kuda betina
bahkan mampu bunting dan laktasi dalam satu waktu yang sama. Kuda betina akan
terlihat estrus 4-10 hari setelah beranak yang dinamakan dengan “foal heat”. Setelah
itu kuda betina akan kembali pada siklus estrus yang regular yaitu 21 hari (Morel,
2002). Kuda betina dapat dikawinkan kembali 2-3 minggu setelah beranak (Reilas,
2001).
3. Periode Estrus
Periode estrus pada kuda rata-rata adalah tujuh hari dengan kisaran 4-8 hari.
Ovulasi biasanya terjadi secara spontan menjelang akhir estrus. Ovulasi akan terjadi
pada 24 hingga 48 jam menjelang akhir estrus dan sebaiknya kuda dikawinkan dua
hari menjelang akhir estrus dan diteruskan pada hari terakhir sebelum masa estrus
berakhir (Hafez dan Hafez, 2000c). Lamanya periode estrus bervariasi antara 4-7 hari
(England, 2004) dan 5-6 hari (Malinowski, 2008) bahkan dapat mencapai 2-10 hari
(Morel, 2002). Hafez dan Hafez (2000c), menyatakan lama dan siklus estrus dapat
berbeda antar individu kuda betina. Selama estrus vulva kuda betina terlihat lebih
besar dan lipatan pada vulva melonggar dan akan mudah jika ingin dilakukan
pemeriksaan. Selaput mukosa vulva membengkak, memerah, basah dan mengkilap
karena dilapisi oleh lendir yang transparan. Selain itu kuda yang sedang estrus selalu
berdiri dalamkeadaan seperti akan urinasi, mengangkatkan ekornya dan terjadi
kontraksi pada klitoris. Kuda betina estrus pada saat didekati kuda jantan akan urinasi,
terdiam, ekor diangkat dan mengambil posisi siap untuk kawin dengan kondisi vulva
yang menutup dan membuka (Morel, 2008).
4. Peranan Hormon Selama Siklus Estrus
Hormon yang berperan dalam siklus estrus meliputi: gonadotropin
releasinghormone (GnRH), follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH), estrogen, progesteron, prostaglandin F2α, serta inhibin dan activin
(Mottershead, 2001). Level hormon dan aktivitas ovarium dalam siklus estrus dapat
dilihat secaralengkap pada Gambar 6.
(a) (b)
Gambar 21. Ekor Kuda Betina Estrus (a) dan Ekor Kuda Betina yang Tidak
Estrus(b)
Beberapa gejala estrus yang teramati sesuai dengan pendapat dari Hafez dan
Hafez (2000c) yang menyatakan bahwa selama estrus vulva kuda betina terlihat lebih
besar dan lipatan pada vulva melonggar dan akan mudah jika ingin dilakukan
pemeriksaan, selaput mukosa vulva membengkak, memerah, basah dan mengkilap
karena dilapisi oleh lendir yang transparan. Selain itu kuda yang sedang estrus berdiri
dalam keadaan seperti akan urinasi, mengangkatkan ekornya dan terjadi kontraksi
pada klitoris. Begitu pula dengan pendapat Morel (2008), bahwa kuda betina estrus
pada saat didekati kuda jantan akan urinasi, terdiam, ekor diangkat dan mengambil
posisi siap untuk kawin dengan keadaan vulva yang menutup dan membuka
(winking).
7. Siklus dan Periode Estrus
Pengamatan deteksi estrus yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
menggunakan kuda teaser (Gambar 22) dan selain itu juga dilakukan pengamatan
secara visual. Pengamatan kuda estrus dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu hari
yaitu pada pagi, siang dan sore hari.
England (2004) menyatakan bahwa lama siklus estrus kuda adalah 21 ± 2 hari,
dengan periode estrus 4-7 hari dan lama diestrus 14-16 hari. Menurut Morel (2002)
siklus estrus dari kuda adalah 21 hari dan lama periode estrus dapat mencapai 2-10
hari dengan rataan lima hari. Hal ini sedikit berbeda jika dibandingkan dengan
keledai, menurut Blanchard et al. (1999) lama siklus estrus keledai adalah 23,3 ± 2,6
hari dengan lama estrus 5,9 ± 2,1 hari dan ini hampir sama dengan pernyataan
Taberner et al. (2008) yang menyatakan bahwa keledai mempunyai lama siklus estrus
24,90 ± 0,26 hari dengan lama periode estrus 5,64 ± 0,20 hari dan lama diestrus 19,83
± 0,36 hari. Berdasarkan hasil observasi, kuda yang berada di memiliki lama diestrus
14,86 ± 3,58 hari.
Menurut Samper (2008) untuk meningkatkan laju kebuntingan pada kuda,
sebaiknya dikawinkan 48 jam sebelum ovulasi dengan kawin alam, 12-24 jam
sebelum ovulasi jika dilakukan dengan inseminasi menggunakan semen cair atau <12
jam sebelum ovulasi sampai <6 jam dengan inseminasi menggunakan semen beku,
akan tetapi untuk inseminasi dengan semen beku, deteksi estrus sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan metode USG, karena dalam hal ini semen beku memiliki angka
konsepsi yang sangat rendah. Berdasarkan data hasil lama estrus pada kuda maka
pengawinan secara alami sebaiknya dilakukan pada hari ke-dua untuk kuda dengan
lama estrus empat hari, atau pada hari ke- 3-4 untuk kuda yang mempunyai lama
estrus lima hari. Inseminasi menggunakan semen cair dapat dilakukan pada hari
ketiga untuk kuda dengan lama estrus empat hari dan hari ke-empat untuk kuda
dengan lama estrus lima hari. Apabila inseminasi dengan menggunakan semen beku
sebaiknya dilakukan pada hari ke-empat untuk kuda dengan lama estrus empat hari
dan hari ke-lima untuk kuda dengan lama estrus lima hari, dengan catatan deteksi
estrus harus dilakukan melalui USG. Ovulasi terjadi 24 jam sebelum akhir estrus
sehingga biasanya kuda yang memiliki lama estrus lima hari dikawinkan pada hari ke-
empat atau ke-lima. Selain itu hal ini didasarkan pada kemampuan sperma yang diuji
secara in vitro dapatbertahan 24-72 jam didalam saluran reproduksi betina dan ovum
hanya dapat bertahan 8-12 jam (Morel, 2002). Pengawinan kuda induk di Denkavkud
dilakukan secara berturut-turut dari hari pertama estrus hingga hari ke-tiga. Hal ini
dapat dikatakan kurang efektif, karena hasil rataan lama periode estrus yang telah
diketahui adalah 4,95±0,5 hari. Dengan demikian alangkah baiknya apabila kuda
tersebut dikawinkan pada 48 jam menjelang akhir estrus. Berdasarkan hasil observasi
kuda yang tergolong kedalam umur yang lebih tua cenderung memiliki lama siklus
estrus yang lebih panjang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Carnevale (2008), bahwa
kuda betina yang berumur lebih tua akan menunjukkan siklus estrus yang lebih
panjang jika dibandingkan dengan kuda yang berumur muda, sedangkan untuk lama
periode estrus tidak begitu berbeda diantara kuda yang tergolong umur muda (13-17
tahun) dengan kuda yang tergolong kedalam umur tua (20-21 tahun).
8. Faktor yang Mempengaruhi Lama Siklus dan Periode Estrus
Faktor-faktor yang mempengaruhi lama siklus dan periode estrus ini adalah faktor
iklim, pencahayaan (fotoperioditas), pakan dan umur. Kuda yang berada di negara
empat musim bersifat seasonally polyestrus (estrus yang berulang pada musim
kawinnya) yang terjadi pada akhir musim semi, panas hingga awal musim gugur
sekitar bulan Mei hingga Oktober (England, 2004). Terjadinya musim kawin pada
kuda di daerah subtropis terkait dengan pembentukan hormon melatonin yang
dibentuk pada saat gelap, dikarenakan pada musimgugur dan musim dingin kondisi
gelap jauh lebih panjang dibandingkan dengan terang, hal ini mengakibatkan
konsentrasi melatonin yang terbentuk tinggi, sehingga menekan pelepasan GnRH dari
hipothalamus. Dengan tidak disekresikannya GnRH, maka FSH dan LH tidak
dihasilkan oleh hipofisa, padahal FSH dan LH adalah hormon yang berperan dalam
perkembangan folikel dan ovulasi. Kondisi ini disebut dengan anestrus dimana kuda
tidak mengalami estrus (England, 2004). Kuda di negara empat musim akan
mengalami beberapa fase menuju siklus estrus yang normal yaitu terdiri dari kondisi
anestrus, masa transisi, dan fase ovulatori (masa estrus) (Gambar 13). Pada musim
dingin pertengahan November hingga pertengahan Februari kuda pada umumnya
berada dalam kondisi anestrus. Masa transisi dimulai pada saat menjelang musim
semi pertengahan Februari hingga Mei, folikel pada kondisi ini berukuran kecil dan
tidak memiliki kemampuan untuk berovulasi, sehingga membutuhkan waktu yang
cukup lama sampai folikel tersebut matang dan mampu berovulasi yang ditandai
sebagai awal dimulainya siklus estrus secara normal.
Gambar 13. Fase Siklus Estrus Kuda Betina pada Iklim Subtropis
Sumber : Slusher et al. (2004)
Lamanya estrus pada kuda betina dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
(1)ovarium kebanyakan dikelilingi oleh sebuah lapisan serosa dan beberapa folikel
bermigrasi untuk mencapai foosa ovulatoris sehingga terjadi ovulasi; (2) ovarium
kurang sensitif terhadap hormon FSH daripada spesies lain (unggas dan domba),
sehingga proses sebelum ovulasi (pre ovulatory) dalam perkembangan folikelnya
memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran yang maksimal; dan (3) kadar
LH yang rendah dibandingkan dengan kadar FSH dan hal tersebut menyebabkan
tertundanya ovulasi (Hafez dan Hafez, 2000c). Kuda atau pun ternak lain dapat
mengalami keterlambatan ovulasi. Ovulasi yang tidak sempurna atau ovulasi yang
tertunda dapat terjadi akibat adanyakekurangan nutrisi yang dibutuhkan. Kekurangan
nutrisi pada ternak dapat menyebabkan penurunan perkembangan folikel ovarium
(Gil, 2003; Robinson, 1996). Schillo et al. (1992) menyatakan bahwa energi tubuh
yang cukup diperlukan untuk memproduksi LH. Selain itu dinyatakan pula bahwa
pengaruh nutrisi dan musim lebih menentukan mekanisme fisologis reproduksi pada
ternak dibandingkan dengan manajemen, terutama dalam pencapaian umur pubertas.
Menurut Carnevale (2008) umur akan mempengaruhi fungsi dari ovarium dinyatakan
pula bahwa kuda betina yang berumur 17-19 tahun akan menunjukkan siklus estrus
yang lebih panjang jika dibandingkan dengan kuda umur 5-7 tahun. Pada kuda betina
umur 17-19 tahun fase folikuler semakin pendek dengan laju pertumbuhan folikel
yang lambat. Hal ini disebabkan konsentrasi FSH yang tinggi pada saat fase luteal
sehingga terdapat folikel dominan pada akhir fase luteal, tanpa diiringi aleh
peningkatan LH, dan pada saat fase folikuler konsentrasi hormon estrogen yang
dihasilkan rendah. Lama fase luteal (diestrus) tidak terjadi perbedaan diantara kuda
yang berumur 17-19 tahun dengan kuda yang berumur 5-7 tahun. Selain itu ukuran
folikel yang diovulasikan oleh kuda betina yang tua cenderung memiliki ukuran yang
lebih kecil.
9. Perkawinan
Umur kuda betina yang dikawinkan paling tidak harus mencapai 3-4 tahun,
sedangkan untuk kuda pejantan adalah empat tahun keatas. Konformasi tubuh kuda
dapat dilihat secara kasat mata. Konformasi dalam hal ini merupakan suatu keadaan
dari bagian tubuh kuda yang mendukung dalam aktiviatas reproduksi, misalnya
memiliki tulang punggung dan kaki yang kuat, dengan konformasi tulang pelvis yang
baik, semua ini berperan dalam menunjang dan memudahkan proses kebuntingan.
Konformasi yang baik adalah konformasi yang seimbang pada setiap bagian tubuh
kuda. Kondisi umum tubuh kuda dilakukan melalui kontrol kesehatan, sehingga kuda
pejantan maupun betina hanya boleh dikawinkan jika berada dalam kondisi sehat.
Kuda dikawinkan secara alami (Gambar 14). Kuda yang siap kawin berada di
kandang. Kuda betina dikawinkan sebanyak 2-3 kali setelah diketahui estrus secara
berturut-turut dari hari pertama estrus. Menurut Morel (2002) kawin alam pada kuda
merupakan suatu kondisi dimana ternak kuda jantan akan menghampiri kuda betina
yang sedang estrus dengan sendirinya untuk dikawini. Pengawinan pada kuda hanya
dilakukan pada pagi hari.
A. Kesimpulan
Organ genitalia kuda betina terdiri atas dua buah ovarium, dua buah tuba fallopii,
uterus, vagina dan vulva. Organ genitalia jantan terdiri atas testis, vas deferens, k.prostat,
vesikula seminalis, k.cowper, dan penis. Lama siklus estrus kuda adalah 19,21 ± 3,67 hari
denganlama periode estrus 4,95 ± 0,5 hari. Berdasarkan rataan periode estrus tersebut,
sebaiknya kuda dikawinkan pada hari ke-dua untuk kuda dengan periode estrus empat
hari, atau pada hari ke- 3-4 untuk kuda yang mempunyai periode estrus lima hari.
Inseminasi dengan semen cair dapat dilakukan pada hari ke-tiga untuk kuda dengan
periode estrus empat hari dan hari ke-empat untuk kuda dengan periode estrus lima hari.
Apabila inseminasi dengan semen beku sebaiknya dilakukan padaakhir estrus dengan
bantuan USG. Gejala kuda estrus meliputi nafsu makan menurun, bersautan suara dengan
pejantan, urinasi saat melihat pejantan, winking, mengeluarkan lendir, tidak menolak jika
didekati pejantan dan berada dalam posisi siap kawin atau menghampiri pejantan, vulva
kuda yang sedang estrus terlihat besar dan frekuensi urinasi yang cenderung meningkat
dan mengangkatkan ekornya dalam waktu yang relatif lama.
B. Saran
Perbaikan manajemen pengawinan kuda perlu dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas dan keberhasilan pengawinan kuda. Beberapa hal yang dapat dilakukan
meliputi: (1) Mengikat ekor kebelakang saat mengawinkan agar tidak menghalangi
pejantan saat melakukan kopulasi; (2) Menjaga kebersihan induk yang akan dikawinkan;
(3) Pendeteksian estrus yang dilakukan setiap hari secara teratur dan konsisten minimal
dua kali yaitu pada pagi dan sore hari, sehingga adanya gejala estrus dapat teramati dan
tidak terlewatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifiantini, R.I., B Purwantara, T.L. Yusuf, D. Sajuthi, dan Amrozi. 2010. Angkakonsepsi hasil
inseminasi semen cair versus semen beku pada kuda yang disinkronisasi estrus dan ovulasi.
J. Med. Pet. Vol 33 No.1: 1-5.
Blanchard, T.L., T.S Taylor and C.L. Love. 1999. Estrous cycle characteristics and response to
estrous synchronization in mammoth asses (Equus Asinusamericannus). J. Theriogenology.
TX 77843-4475: 830-832.
Blanchard, T.L. and T.S. Taylor. 2005. Estrous Cycle Characteristics of Donkeys with Emphasis
on Standard and Mammoth Donkeys. Texas Veterinary Medical Center, Texas A&M
University, College Station, TX, USA. http://www.ivis.org/.[1 Juni 2010].
Blakely, J. dan H. D. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Terjemahan: Bambang
Srigandono dan Soedarsono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Carnevale, E. M.
2008. The mare model for follicular maturation and reproductive aging in the woman. J.
Theriogenology. 69: 23–30.
England, G.C.W. 2004. Fertility and Obstetries in the Horse. 3 rd Ed. Republika Press Pvt.Ltd,
Kundli.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Ke-4. Terjemahan: Srigandono, B dan
Praseno, K. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gaman, P.M. dan Sherrington K.B. 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi
ke-2. Terjemahan: Murdjiati, Naruki, Murdiati dan Sardjono. Gadjah Mada Unversity
Press, Yogyakarta.
Gil, C. V. 2003. Effect of nutrition on follicle development and ovulation rate in the ewe. Thesis.
Swedish University of Agricultural Sciences, Uppsala. Hafez, E.S.E and B Hafez. 2000a.
Anatomy of Female Reproduction. In: Hafez E.S.E and B Hafez (Eds). Reproduction in
Farm Animals. 7th ed. Lippincot Willkins & Wilkins, Philadephia.
Hafez, E.S.E and B Hafez. 2000b. Reproductive Cycle. In: Hafez E.S.E and B Hafez (Eds).
Reproduction in Farm Animals. 7th ed. Lippincot Willkins & Wilkins, Philadephia.
Hafez, E.S.E and B Hafez. 2000c. Horses. In: Hafez E.S.E and B Hafez (Eds). Reproduction in
Farm Animals. 7th ed. Lippincot Willkins & Wilkins, Philadephia. Hartadi, H., Hilman,
A.D,
Kilgour, R. and Dalton, C. 1984. Liverstock Behaviour a Particial Guide. Granada, Publishing,
Great Britian.
Laing, J.A. 1979. Fertility and Infertility in Domestic Animals.The English Language Book
Society, Bailliere Tindall.