Anda di halaman 1dari 25

LUKA BAKAR

LAPORAN KASUS

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Program Internsip Dokter Indonesia

oleh:

dr. SUSAN TARAWIFA

Pendamping :

dr. Lydia Sauzie

dr. Arusta Sebayang

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PERIODE NOVEMBER 2015-2016

RSUD KH. DAUD ARIF KUALA TUNGKAL

2016

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Kasus :

LUKA BAKAR

disusun oleh :

dr. Susan Tarawifa

disetujui oleh pembimbing sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Program Internsip Dokter Indonesia

mengetahui,

pendamping pembimbing

dr. Lydia Sauzie dr. Budi. A, Sp B

2
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar atau combustio merupakan cedera yang cukup sering dihadapi
para dokter. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi. Hal ini disebabkan karena pada luka bakar terdapat keadaan
sebagai berikut :
- terdapat kuman dengan patogenitas tinggi
- terdapat banyak jaringan mati
- mengeluarkan banyak cairan, serum dan darah
- terbuka untuk waktu yang lama sehingga mudah terinfeksi dan terkena
trauma
- memerlukan jaringan untuk menutup
Luka bakar yang lebih luas dan dalam memerlukan perawatan lebih intensif
dibandingkan luka bakar yang hanya sedikit dan superfisial. Di Indonesia, luka
bakar masih menjadi masalah yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih
sukar dan memerlukan ketekunan, biaya pengobatan yang mahal, serta kurangnya
tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat
dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak,
bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam,
ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari
tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar
2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit
tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial
lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang
berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari
ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis
atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Kulit sangat kompleks,
elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh.
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel
epitel. Sel –sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel
terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan sel Langerhans.
Epidermis terdiri dari lima lapisan yang paling dalam yaitu stratum basale,
stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum corneum.
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah
dan pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar keringat,
kelenjar sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan
papillaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan
retikularis.

4
Gambar 1: Anatomi kulit
(Dikutip dari : Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com)

Fungsi kulit adalah sebagai berikut :


1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya
zat-zat kimiawi terutama yang bersifat iritan, misalnya lisol, karbol, asam,
dan alkali. Gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar
ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
2) Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel menembus sel-sel
epidermis atau melalui muara saluran kelenjar.
3) Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi atau
sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan amonia.
Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan ini selalu meminyaki
kulit jua menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi
kering.
4) Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan–badan
ruffinidermis dan sukutis.

5
5) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini
dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.
6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke epidermis
melalui tangan-tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya
dibawa oleh sel melanofag.
7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu
keratinosit, sel langerhans, melanosis.
8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.

II. DEFINISI DAN ETIOLOGI


Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase
syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau
menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti
solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)

6
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka
yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi
dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap
panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

III. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok hipovolemi dan neurogenik.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel
darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng pada luka bakar
derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,

7
nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurrang.
Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna
gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual
dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 – 24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali
cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis.
Terdapat beberapa respon tubuh terhadap luka bakar, yaitu :
a. Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu:
1 Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber panas dan
terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel disebabkan oleh
koagulasi constituent proteins.

2 Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, dimana zona ini mengalami
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga penurunan
perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas kapiler(kebocoran vaskuler)
dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selam 12-24 jam pasca
cedera, dan mungkin berkakhir dengan nekrosis jaringan.
3 Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya masih
viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali jika terjadi sepsis
berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.
b. Respon Sistemik

8
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka
bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan
tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa:
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial.
Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas
miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α).
Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan
hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan
pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome (RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali
lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic
menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi
sistem imun humoral dan seluler.
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat
dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi
ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan
akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan
perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.

IV. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, dan luas luka bakar.
a. Berdasarkan kedalaman.
1. Luka bakar derajat I (superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya
berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada
perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih

9
utuh. Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari
terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7
hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan
pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nyaman.
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai
dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis, luka bakar
ini dikenali sebagai superficial partial thickeness burns atau luka bakar derajat
II A. Luka bakar derajat II A ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan
ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah
karena permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari
struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar
keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini
dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama.
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis (deep
partial thickeness), atau luka bakar derajat II B. Luka bakar derajat II B ini
tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick
test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel
rambut, keratinosit dan kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai
akibat dari hilangnya dermis.
3. Luka bakar derajat III (full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke
lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri,
dan warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun
dermis sehingga luka harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-
thickness burns memerlukan eksisi dengan skin grafting.
4. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit
seperti otot dan tulang.

10
Gambar 2: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman
(Dikutip dari : 2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam)

b. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan
tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat
dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini
hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai
proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines
menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1
tahun.

Gambar 3: Wallence Rule of Nines


(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

11
Gambar 4: Lund and Browder
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

V. KRITERIA PERAWATAN
Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang
digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka
bakar adalah seperti berikut:
1. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur kurang dari
10 tahun atau lebih dari 50 tahun.
2. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia lainnya.
3. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin,
perineum, atau sendi utama.
4. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada
semua kelompok usia.
5. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
6. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang
bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau
mempengaruhi kematian.
7. Luka bakar kimia.
8. Trauma inhalasi
9. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka
bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.

12
10. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit perawatan
anak yang berkualitas maupun peralatannya.
11. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti sosial,
emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.

VI. PENATALAKSANAAN
a. Primary Survey
 Airway, yakni membebaskan jalan nafas agar pasien dapat tetap bernafas
secara normal
 Breathing, mengecek kecepatan pernafasan yakni sekitar 20x/ menit
 Circulation, melakukan palpasi pada nadi untuk mengecek pulsasi yang pada
orang normal berkisar antar 60 – 100x/ menit
 Disability
- Periksa kesadaran.
- Periksa ukuran pupil.
 Environment
- Jaga pasien dalam keadaan hangat.
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering and comforting. Untuk pertolongan pertama dapat
dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas
kesehatan
 Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian
yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada
fase cleaning.

 Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah
normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3
jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air sering diganti
agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia untuk luka yang
terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan vasokonstriksi
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk
luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air
mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar

13
berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang
mengalir.

 Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa


sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan
lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.

 Chemoprophylaxis : Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan


infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh
diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir,
ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan

 Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat
luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan
lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan
untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan
kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan
lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.

 Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.

b. Resusitasi cairan (jika berindikasi)


Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar > 10% pada anak-anak
atau > 15% pada dewasa. Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
 Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler
regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
 Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
 Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin
survival seluruh sel
 Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
Formula yang sering digunakan untuk manajemen cairan pada luka bakar
mayor yaitu Parkland, modified Parkland, Brooke, modified Brooke, Evans dan
Monafo’s formula.

14
Parkland formula
1. 24 jam pertama: cairan Ringer Laktat (RL) 4 mL/kgBB untuk setiap 1%
permukaan tubuh yang terbakar pada dewasa dan 3 mL/kgBB untuk setiap 1%
permukaan tubuh yang terbakar pada anak. Cairan RL ditambahkan untuk
maintenance pada anak:
- 4 mL/kg BB/jam untuk anak dengan berat 0-10 kg
- 40 mL/jam + 2 mL/jam untuk anak dengan berat 10-20 kg
- 60 mL/jam + 1 mL/kg BB/jam untuk anak dengan berat 20 kg atau lebih.
Formula ini direkomendasikan tanpa koloid di 24 jam pertama.
2. 24 jam selanjutnya: koloid diberikan sebesar 20-60% dari kalkulasi volume
plasma. Tanpa kristaloid, glukosa pada air ditambahkan untuk
mempertahankan output urin 0,5 – 1 mL/jam pada dewasa dan 1 mL/jam pada
anak.
Tekanan darah kadang sulit diukur dan hasilnya kurang dapat dipercaya.
Pengukuran produksi urin tiap jam merupakan alat monitor yang baik untuk
menilai volume sirkulasi darah. Pemberian cairan cukup untuk dapat
mempertahankan produksi urin 1,0 mL/kgBB/jam pada anak-anak dengan berat
badan 30 kg atau kurang, dan 0,5-1 ml/kgBB/jam pada orang dewasa.
Resusitasi luka bakar yang ideal adalah mengembalikan volume plasma
dengan efektif tanpa efek samping. Kristaloid isotonic, cairan hipertonik, dan
koloid telah digunakan untuk tujuan ini, namun setiap cairan memiliki kelebihan
dan kekurangan. Tak satupun dari mereka ideal, dan tak ada yang lebih superior
dibanding yang lain. Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid,
cairan hipertonik dan koloid:
1. Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah Ringer
Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam
plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan
normal, cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular karena
cairan ini banyak keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat
(RL) akan meningkatkan volume intravaskuer 300 ml.
2. Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam

15
hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %,
7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga
cairan akan berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam
hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan
cairan dari intraseluler.
3. Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran.
Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler,
oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang intravaskuler.
Pada luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
molekul akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk
edema interstisium yang ada. HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued
amilopectin sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan
fisiologik. T ½ dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek
samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah klinis.
HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah
interseluler pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan,
elektrolit dan protein. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki
efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan
oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti
inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah
efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler,
oksigen, PH buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor
keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi
dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian
orang berpendapat bahwa kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan
untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian pendapat
koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan
karakteristik masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan ciran di kompartemen interstisial secara

16
masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan
pemberian cairan kristaloid.
d. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar,
maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang
diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-
30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian
diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya
SIRS dan MODS.
e. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi
debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi),
pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal. Tujuan
perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses
reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan
untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk
membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan
setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang cukup berat.
Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran
besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis diatasnya.
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan
keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan
penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga
bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment
syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi
kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat
irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.

17
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau
dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa
lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan
occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle
(antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang
memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan
untuk mengatasi infeksi pada luka.
f. Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-
7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah
sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran
darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan
tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan
semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi
komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas
jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang
menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain
itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro – organisme
patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang
melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar
derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga

18
“skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga
tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Eksisi dini
diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi dini
terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode
ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka

VII. KOMPLIKASI
Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS), dan Sepsis
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap
berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma,
luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll. Respon ini merupakan
dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya
bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh
beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara
berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-
organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ
terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction
Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system Organ
Failure/MOF).
Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection,
injury, inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury.
Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of
Chest phycisians dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila
dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:
- Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)
- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

19
- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2
rendah (PaCO2 < 32 mmHg)
- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000
sel/mm3) atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan
dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS. Pada dasarnya MODS
adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasien akut
sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa
intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang
berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan
kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang
berawal dari SIRS.
MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien luka
bakar dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori
yang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya
terjadi secara simultan.
Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin
terjadi pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), dan pneumonia nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna dan
stres gastritis, anemia, Trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT),
hiperglikemia, dan Disseminated intravascular coagulation (DIC).
Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah
perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis.

VIII. PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.
Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita
juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

20
Penyulit juga mempengaruhi prognosis pasien. Penyulit yang timbul pada
luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,
serta parut hipertrofik dan kontraktur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Advances Trauma Life Support untuk Dokter. 2004.


2. Mehmet H, Ebru SA, Hamdi K. Fluid Management in Major Burn Injuries.
Indian J Plast Surg. 2010: S29-S36.
3. David G. Burn Resuscitation. Journal of Burn Care & Research. 2007: 4.
WHO. Management of Burns. WHO Surgical Care at the District Hospital.
2003: 1-7.
4. Shehan H, Peter D. Pathophysiology and Types of Burns. BMJ.
2004;328:1427–9. New Zealand Guidelines Group. Management of Burns and
Scalds in Primary Care. Accident Compensation Corporation. 2007: 4-6.

21
5. James M, Mahambrey T, Andrews F, Jeanrenaud P, Yao S, Wilkinson D. Adult
Acute Burn Fluid Resuscitation Guidelines. NHS: 1-4. The Dudley Group.
Clinical Guideline Burn Injury. 2012
6. Steffen Rex.Burn Injuries. 2012

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Usia : 50 tahun
Alamat : Jl. Ki Hajar Dewantara Kuala Tungkal
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Masuk RS : Rabu, 10 Agustus 2016 pukul 20.39
No MR : 119653

22
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Luka Bakar
Anamnesis Terpimpin :
Os datang dengan keluhan luka bakar hampir di seluruh tubuh yang dialami
sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit akibat tersambar api saat bekerja
mengaspal jalan. Terdapat kesan luka bakar pada lengan kanan dan punggung kiri
sampai ke leher. Nyeri (+) jika luka bakar ditusuk dengan jarum. Riwayat batuk
(-), riwayat sesak (-).
Riwayat penyakit dahulu
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
Riwayat alergi obat
Tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Sakit sedang/ Sadar (GCS15 E4M6V5)
BB = 69 kg

Status Vitalis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 22 x/menit, spontan, tipe thoracoabdominal
Suhu : 36,8oC per aksilla
Status Generalis
Kepala & wajah : deformitas (-)
Mata : edema (-), konjungtiva anemis (-), ikterus (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : sekret (-)
Dada : simetris kanan = kiri

23
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal,
Ekstremitas : akral hangat
Status Lokalis
- Regio Facialis
Inspeksi : tampak luka bakar grade II A 9%, hiperemis (+), oedem (+)
Palpasi : nyeri tekan (+)
- Regio Thorax anterior
Inspeksi : tampak luka bakar grade II A 9%, oedem (+), hiperemis (+),
bulla (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
- Extremitas superior dextra et sinistra
Inspeksi : Tampak luka bakar grade II A-II B 18%, warna kemerahan
sampai pucat, oedem (+), bulla (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+), nyeri tusuk (+)
- Extremitas Inferior dextra et sinistra
Inspeksi : tampak luka bakar grade II A-II B 27%, warna pucat, oedem
(+), bulla (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri tusuk (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium darah rutin
Tes Hasil
WBC 10.200
HGB 12.0
HCT 36
PLT 246
GDS 198

V. RESUME
Seorang laki-laki umur 50 thn masuk rumah sakit dengan keluhan luka
bakar yang dialami sejak ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terkena
sambaran api. Nyeri (+) kemerahan (+). Mekanisme Trauma : Pasien sedang
bekerja mengaspal jalan, kemudian ada seorang rekan kerja menghidupkan api

24
yang kemudian menyambar ke pasien dan beberapa rekan kerja pasien. Pasien
belum pernah berobat ke RS sebelumnya dengan keluhan yang sama.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak Sakit
sedang, Sadar (GCS15 E4M6V5). Status vitalis TD: 110/70 mmHg, Nadi: 92
x/menit, regular, kuat angkat Pernapasan: 22 x/menit, spontan, tipe
thoracoabdominal, Suhu: 36,8oC per aksilla. Status Lokalis: Regio Facialis
tampak luka bakar grade II A 9%, hiperemis (+), oedem (+), nyeri tekan (+).
Regio Thorax anterior tampak luka bakar grade II A 9%, oedem (+), hiperemis
(+), bulla (+), nyeri tekan (+). Extremitas superior dextra et sinistra, tampak luka
bakar grade II A-II B 18%, warna kemerahan sampai pucat, oedem (+), bulla (+),
nyeri tekan (+), nyeri tusuk (+). Extremitas Inferior dextra et sinistra, tampak luka
bakar grade II A-II B 27%, warna pucat, oedem (+), bulla (-), Palpasi: nyeri tekan
(-), nyeri tusuk (+)

VI. DIAGNOSIS KERJA


Luka bakar Grade II A- II B 63% ,

VII. PENATALAKSANAAN
1. o2 sungkup 10 L/i
2. Cairan : IVFD RL 4 x 69 x 63 = 17.388 cc => 8400 cc dalam 8 jam pertama
dan 8400 cc dalam 16 jam
3. Obat : - Ceftriaxon 1000 mg /12 jam / IV
- Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV
- Pantoprazole 40 mg / 24 jam / IV
- Tetagam 250 IU/ single dose / IM
4.Rawat luka : - cuci luka dengan air mengalir
- nekrotomi
- burnazin zalf + tutup luka dengan kasa basah
5. Balance cairan, kateter terpasang.

25

Anda mungkin juga menyukai