Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

PEMBERANTASAN KORUPSI ANTARA INDONESIA DENGAN JEPANG

Disusun Oleh:

Nama : Shella Selina

NIM : 011191014

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

FAKULTAS KEPERAWATAN

PRODI S1 KEPERWATAN

2019/2020
A. Pengertian Korupsi

 Secara Umum
Korupsi merupakan tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang
Negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang
lain.

 Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi
Korupsi adalah setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

 Menurut Para Ahli


1. Alatas (1987)
Korupsi adalah pencurian yang melalui penipuan dalam situasi yang
menghkianati kepercayaan.

2. Kusuma (2003)
Korupsi merupakan pemanfaatan kekuasaan untuk mendapatkan
keuntungan pribadi.

3. Asyumardi Mazhar
Korupsi merupakan tindakan gelap dan tidak sah (illicit or illegal
activities) untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.

4. Nurdjana (1990)
Korupsi merupakan kegiatan tidak baik, buruk, atau curang, dapat disuap,
tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma
agama materiil, mental dan hukum.

5. Kartono (1983)
Korupsi merupakan tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi atau merugikan
kepentingan umum dan Negara.
B. Indonesia

Tindakan korupsi yang semakin merekah terjadi di Indonesia ini membuat


proses seluruh sector terhambat mulai dari pembangunan, perekonomian, pendidikan,
pertahanan, dan keamanan.

Berikut dampak yang ditimbulkan:


1. Pendidikan: Proses pengajaran terhambat karena penyaluran dana pendidikan
yang kurang terealisasi dengan sempurna.
2. Perekonomian: Merosotnya sector ekonomi karena ketidakpercayaan investor
untuk menanam modal di Indonesia.
3. PembangunanL Sarana prasarana kurang memadai akibat dana untuk
pembangunan dan perbaikan tidak disalurkan dengan baik.
4. Penegakan hukum: Hukum tidak berjalan karena korupsi telah mengikis banyak
kemampuan pemerintah untuk melakukan fungsi yang seharusnya.
5. Kerusakan lingkungan: Menurunnya kualitas lingkungan karena hutan di
eksploitasi besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan.

Solusi yang bisa dilakukan oleh pemerintah kepada pelaku korupsi:


1. Pemberian hukuman yang tegas kepada para pelaku korupsi
2. Memberitahukan kepada para generasi muda tentang hukuman yang didapat jika
terlibat tindak korupsi
3. Memberi informasi melalui sosialisasi maupun seminar tentang bahaya korupsi agar
generasi muda menjauhi tindakan korupsi yang merugikan diri sendiri dan juga
merugikan Negara.

C. Jepang

Jepang merupakan sebuah Negara Monarki Konstitusional dengan luas


wilayah 377.944 km² yang memiliki penduduk berjumlah sekitar 126,7 juta jiwa dan
pendapatan perkapita sebesar USD39.321 atau setara dengan Rp450.000.000 dan
merupakan Negara termaju di dunia.

Kemakmuran dan kemajuan Republik Jepang tidak terlepas dari komitmen


rakyat dan pemerintahannya untuk mencegah dan memberantas korupsi. Hal ini
terlihat dari hasil survey Lembaga Transparansi Internasional yang memberikan
peringkat ke-18 dunia untuk Jepang dengan skor 74 pada tahun 2013.
D. Penanganan Korupsi di Indonesia

Pada tahun 2007, Indonesia tergelincir enam peringkat yakni peringkat 96 dari
180 pada Indeks Persepsi Korupsi Transparency International. Indonesia Corruption
Watch (ICW) baru-baru ini melaporkan bahwa pada paruh pertama tahun 2018
terdapat 139 kasus korupsi yang banyak melibatkan partai politik, politisi, dan pejabat
pemerintah di berbagai tingkat. ICW selanjutnya memperkirakan bahwa selama
periode ini pemerintah kehilangan 1,9 triliun rupiah (US$75 juta) akibat korupsi dan
uang suap sebesar 42,1 miliar rupiah telah terbayarkan.

Korupsi di layanan publik Indonesia telah menjadi kekhawatiran nyata bagi


para investor asing. Keharusan perusahaan untuk membayar suap guna mempercepat
layanan publik atau untuk melindungi kepentingan bisnis mereka, telah menjadi hal
yang biasa. Hal ini telah memperlambat pertumbuhan investasi asing yang tentunya
sangat penting bagi pembangunan Negara.

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memerangi korupsi untuk


waktu yang lama. Hampir 20 tahun lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
memberlakukan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Indonesia
juga telah meratifikasi Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC). Namun dalam
praktiknya, lembaga penegak hukum masih belum secara efektif menerapkan undang-
undang antikorupsi.

Indonesia masih belum sepenuhnya mengadopsi ketentuan UNCAC dalam


undang-undang nasionalnya. Hal ini membuat lebih sulit untuk menangani kasus-
kasus kompleks, terutama yang melibatkan korupsi di sektor swaata, perdagangan
pengaruh, pengayaan ilegal, penyuapan pejabat publik atau organisasi internasional
asing, dan pemulihan aset.

Koordinator Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo mengatakan


para pelaku korupsi tidak mendapat efek jera yang sepadan atas tindakan yang
dilakukannya. Diperlukan sanksi lebih berat dibandingkan hanya dengan menjatuhkan
sanksi pidana.

Seperti diketahui, di Indonesia sendiri hukuman bagi koruptor tertuang dalam


pasal 2 ayat 1 UU Tipikor yang berbunyi, “Setiap orang yang melawan hukum,
melakukan perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara, maka dipidana penjara dengan
pidana seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun,
sementara untuk denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Namun sepanjang perjalanan tidak semua terpidana kasus korupsi
menyelesaikan masa tahanan sesuai dengan vonis yang dijatuhkan, dikarenakan
sistem hukum di Indonesia yang memberikan remisi kepada para tahanannya.
Hebatnya lagi di Indonesia, terpidana kasus korupsi bisa mendapatkan fasilitas sel
mewah bahkan seperti menginap dihotel selama mendekam di lembaga
pemasyarakatan.

E. Penanganan Korupsi di Jepang

Negara Jepang tidak memiliki Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi seperti di Indonesia. Hukuman bagi koruptor maksimal hanya 7 tahun penjara
saja. Kata “korupsi” tidak terlalu familiar dalam kosakata orang Jepang. Hukum di
Jepang mengenal tindakan penyuapan, penggelapan uang Negara, dan penipuan.
Namun tindak pidana korupsi tersebut hanya menjadi bagian dari tindak pidana umum
saja. Hal ini dikarenakan orang Jepang memilikin nilai-nilai yang tertanam sejak
dahulu, diantaranya:
1. Malu
Di Jepang, budaya malu sudah ada sejak zaman Ke-Shogun-an
Kamakura yang didirikan oleh samurai dari Klan Minamato. Ketika salah
satu samurai bernama Minamato Yorishama lebih memilih melakukan
bunuh diri dengan cara menyobek perutnya dengan sebilah belati daripada
menerima kekalahan dari Klan Taira pada tahun 1180 M. Semenjak saat
itu, setiap samurai memiliki komitmen untuk melakukan bunuh diri
ketimbang menanggung malu akibat kalah perang.

2. Jujur
Menurut orang jepang, melakukan pengkhianatan atas kepercayaan
adalah hal yang sangat memalukan. Dengan demikian, secara naluri
masyarakat Jepang akan berusaha jujur untuk mempertahankan
kepercayaan yang diraihnya.

3. Tertib dan Disiplin


Masyarakat Jepang juga terkenal dengan sikap tertib dan patuh
terhadap aturan. Kepatuhan terhadap norma hukum, sosial dan budaya
menimbulkan kedisiplinan yang tinggi.
4. Setia
Masyarakat Jepang terkenal dengan loyalitas yang tinggi. Hal ini
dipengaruhi oleh kesamaan nasib antar orang Jepang sebagai penduduk
pendatang dari daratan Cina yang mengadu nasib di kepulauan sebelah
timur raya yang pada saat itu dihuni oleh suku Ainu. Kesetiaan orang
Jepang sangat terlihat jelas dalam peristiwa Kamikaze, yaitu ketika seluruh
pemuda Jepang dituntut untuk berperang atas nama Kaisar untuk
memperluas kekuasaan Jepang di dunia ini. Setiap prajurit menerima
doktrin bahwa kematian adalah suatu penghargaan dan menjadi tujuan
hidup mereka yang dapat membuat Jepang menjadi Negara didaya.
F. Kesimpulan

Perbedaan pemberantasan tindak korupsi antara Indonesia dengan Jepang


memang sangatlah berbeda. Hal ini dapat dilihat dari hukuman yang diberikan kepada
pelaku korupsi. Jika di Indonesia, para pelaku koruptor yang menjalani masa tahanan
mendapatkan sel dengan fasilitas selayaknya tinggal di hotel, sehingga justru tidak
menimbulkan efek jera.

Lain halnya jika di Jepang. Di Jepang. para pelaku korupsi lebih memilih
untuk melakukan bunuh diri sebagai rasa malu akibat perbuatannya daripada harus
menjalani masa tahanan. Dengan demikian, orang Jepang lainnya akan merasa jera
dan enggan untuk melakukan tindak korupsi.

Sayangnya pemerintah di Indonesia belum berani menerapkan hukuman yang


sama seperti di Jepang atau di Negara lain, hal ini dikarenakan dua faktor, yaitu:
1. Adanya tokoh-tokoh humanisme yang kebablasan memiliki pengaruh
dalam kebijaksanaan pemerintah, menganggap manusia tidak berhak
mencabut nyawa manusia apapun alasannya.
2. Tingkat korupsi di Indonesia yang sudah mencapai taraf yang sistemik
bahkan telah merasuki lembaga pondasi Negara, lembaga yang sangat
penting dalam menjaga kestabilan Negara yaitu Mahkamah Konstitusi.
Jika hukuman mati ini diterapkan, dikhawatirkan bisa mengganggu sistem
pemerintahan karena banyaknya koruptor-koruptor yang berada di posisi-
posisi penting dalam sistem pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai