Anda di halaman 1dari 5

STASE TRAVEL MEDICINE

HUBUNGAN ANTARA AKTIFITAS FISIK YANG BERLEBIHAN AKAN


MEMILIKI POTENSI DALAM MENYEBABKAN TIMBULNYA PENYAKIT
SELAMA BERWISATA ATAU TREVELLING KE TEMPAT TERTENTU DENGAN
TUJUAN TERTENTU

OLEH :

PUTU ADHIKA SATRIA UTAMA WICAKSANA AJI AMERTHA

2002631062

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
A. Pendahuluan

Travelling atau berwisata merupakan kegiatan yang digemari banyak orang.

Mereka yang memiliki hobi berwisata biasanya melakukan perjalanan dari tempat ke

tempat dengan tujuan untuk menikmati objek wisata dan daya tarik yang disuguhkan pada

tempat yang disinggahi secara sukarela dan bersifat sementara. Kelompok atau individu

yang memiliki kegemaran untuk melakukan wisata disebut dengan wisatawan. Wisatawan

secara epidemiologi memiliki mobilitas yang tinggi, berpindah dari destinasi wisata satu

ke yang lainnya dengan cepat, sehingga membutuhkan keadaan tubuh yang fit karena

aktivitas dengan mobilitas tinggi tersebut menuntut para wisatawan ini untuk melakukan

aktivitas fisik yang berlebih agar dapat memenuhi tujuan wisata yang ingin dikunjungi

sehingga wisatawan-wisatawan ini berpotensi untuk terkena penyakit selama berwisata.

(Wirawan, 2016). Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan

keindahan alamnya yang banya serta adat istiadat dan kebudayaan yang beragam sehingga

menjadi daya tarik tersendiri untuk wisatawan lokal maupun inter-lokal untuk dinikati.

Objek wisata yang beragam, baik wisata alam maupun wisata budaya sehingga membuat

Indonesia sebagai salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan

dunia. (Bahiyah, et al., 2018).

Berwisata umumnya akan membuat wisatawan memiliki mobilitas yang tinggi

sehingga akan membuat para wisatawan ini untuk melakukan aktivitas-aktivitas fisik

berlebih yang berhubungan dengan wisata yang dikunjunginya. Aktivitas fisik merupakan

kontraksi dari otot-otot tubuh beserta sistem penunjang lainnya yang menyebabkan tubuh

manusia dapat bergerak. (Febrian, et al., 2017). Aktivitas fisik berlebih merupakan
munculnya tanda-tanda kelelahan yang bertahan lama serta penurunan kinerja dengan

upaya untuk mengembalikan kondisi fisik akibat aktivitas yang dilakukan dalam waktu

yang lama (>4 jam/hari). Tidak tercukupinya waktu istirahat dan waktu pemulihan dan

tingginya aktivitas fisik yang dilakukan ketika berwisata dapat menyebabkan munculnya

keluhan-keluhan ketika berwisata. Salah satu keluhan yang paling sering muncul akibat

ketidak seimbangan waktu istirahat dan aktivitas fisik selama berwisata ini adalah myalgia

atau nyeri otot. (Sogaard & Sjogaard, 2017).

B. Pembahasan

Myalgia merupakan salah satu kondisi yang dapat muncul pada wisatawan akibat

tingginya mobilitas sehingga menyebabkan aktivitas fisik yang berlebih yang merupakan

hal lumrah dilakukan oleh wisatawan ketika berwisata. Myalgia merupakan istilah yang

digunakan untuk menggambarkan nyeri otot, baik yang bersifat ringan maupun berat.

Munculnya nyeri atau rasa tidak nyaman serta pembengkakan pada otot, terbatasnya

lingkup gerak sendi (LGS), munculnya spasme pada otot serta penurunan performa dan

kekuatan otot merupakan gejala yang muncul pada kondisi myalgia. Kontraksi otot yang

berlebihan akibat tingginya mobilitas dan aktivitas fisik yang dilakukan oleh wisatawan

biasanya yang menyebabkan munculnya myalgia. (Puntillo, 2021)

Aktivitas fisik berlebih selama berwisata akan meningkatkan jumlah asam laktat

pada otot akibat adanya kontraksi otot secara terus-menerus. Pembentukan asam laktat

berperan penting dalam proses terjadinya myalgia sebagai salah satu bentuk dari

pertahanan tubuh dalam menjaga kondisi homeostatis saat tubuh dalam kondisi kelelahan

dan kekurangan oksigen. Dengan mengubah glikogen menjadi asam laktat dibanding ATP
akan mengakibatkan proses glikolisis berlangsung lebih lama dan berujung pada kelelahan

otot yang memicu nyeri otot atau disebut juga myalgia (Puntillo, 2021)

Aktivitas fisik yang berlebih akan memicu otot untuk melakukan kontraksi secara

terus-menerus, sehingga menyebabkan munculnya cidera pada jaringan otot yang akan

membuat munculnya gangguan structural dari myofilament pada otot tersebut. Mediator

nyeri (leukotriene, prostaglandin dan histamine) akan keluar akibat adanya rasa nyeri pada

area otot yang cidera sehingga akan merangsang nosiseptor. Nosiseptor akan meneruma

impuls nyeri yang akan diteruskan menuju kornu dorsalis medulla spinalis sepanjang

traktus sensorik menuju ke otak untuk diinterpretasikan sebagai nyeri. (Bahrudin, 2017).

C. Penutup

Aktivitas fisik berlebih yang dilakukan wisatawan ketika berwisata dapat menimbulkan

kelelahan yang bertaahn lama dan penurunan kinerja dengan tujuan untuk mengembalikan

kondisi fisik. Kondisi kelelahan disertai mobilitas yang tinggi serta aktivitas wisata yang

dilakukan secara berlebih agar dapat memenuhi keinginan wisatawan untuk mengunjungi

destinasi wisata yang mereka inginkan dapat menyebabkan timbulnya keluhan ketika

berwisata, salah satunya myalgia.


DAFTAR PUSTAKA

Bahiyah, C., Hidayat, W., Sudarti. 2018. Strategi Pengembangan Potensi Pariwisata Di Pantai

Duta Kabupaten Probolinggo. Jurnal Ilmu Ekonomi Vol 2 Jilid 1 Hal 95 – 103.

Bahrudin, M., 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Malang, 13(1).

Febrian, N., R., Zubir, N. & Manaf, A., 2017. Pengaruh Aktivitas Fisik Yang Berlebihan Terhadap

Perubahan Sistem Imun Seluler Spesifik. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Puntillo, F., Giglio, M., Paladini, A., Perchiazzi, G., Viswanath, O., Urits, I., Sabbà, C., Varrassi,

G., & Brienza, N. (2021). Pathophysiology of musculoskeletal pain: a narrative

review. Therapeutic Advances in Musculoskeletal Disease.

Sogaard, K. & Sjogaard, G., 2017. Physical Activity as Cause and Cure of Muscular Pain:

Evidence of Underlying Mechanisms. Departement of Sports Science and Clinical

Biomechanics, University of Southern Denmark, 45(3).

Wirawan, I. M. A., 2016. Kesehatan Pariwisata: Aspek Kesehatan Masyarakat di Daerah Tujuan

Wisata. Arc. Com. Health, 3(1), pp. ix-xiv.

Anda mungkin juga menyukai