Anda di halaman 1dari 18

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No.

56/DIKTI/Kep/2005

Pendekatan Fenomenologi:
Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial
dan Komunikasi

O. Hasbiansyah

ABSTRACT

Phenomenology, initially, is a philosophy made popular by Edmund Husserl. Phenomenology,


in essential, taught people to interact and learn more from phenomenon so that the meaning
of reality, and the natural essence of reality, could be grasped by the observer.
Phenomenology today develops as one of fundamental research method whose assumptions
respect human uniqueness and subjective experiences. Phenomenon as experienced consciously
by human was analyzed by two descriptions: textual description and scriptural description.

Kata kunci: fenomenologi, fenomena, metode riset.

1. Pendahuluan “bercerita” kepada kita.


Kata Brouwer (1984:3), seorang fenomenolog
Fenomenologi, pada awalnya, merupakan senang melihat gejala (fenomena). Melihat gejala
kajian filsafat dan sosiologi. Edmund Husserl merupakan dasar dan syarat mutlak untuk semua
sendiri, penggagas utamanya, menginginkan aktivitas ilmiah. Ia bukan ilmu, tetapi merupakan
fenomenologi akan melahirkan ilmu yang lebih bisa cara pandang, metode pemikiran, a way of look-
bermanfaat bagi kehidupan manusia, setelah sekian ing at things. Untuk meyakinkan orang atas suatu
lama ilmu pengetahuan mengalami krisis dan fenomena, seorang fenomenolog akan mengajak
disfungsional. Fenomenologi, kemudian, orang untuk menyaksikan langsung fenomena
berkembang sebagai semacam metode riset yang yang bersangkutan, atau menujukkannya melalui
diterapkan dalam berbagai ilmu sosial, termasuk di bahasa. Untuk memahami suatu gejala, maka tak
dalamnya komunikasi, sebagai salah satu varian ada jalan lain, kita harus sabar menyaksikannya,
dalam penelitian kualitatif dalam payung paradigma mendengarkannya, menyelami bahasa yang
interpretif. diungkapkannya.
Dalam pengertian sederhana, sesungguhnya Bagi Brouwer, fenomenologi tidak bisa hilang
kita pada waktu-waktu tertentu mempraktikkan dan menjadi syarat mutlak bagi seseorang yang
fenomenologi dalam keseharian hidup kita. Kita mau memikirkan dasar dari usaha ilmiah atau dasar
mengamati fenomena, kita membuka diri, kita dari hidupnya sendiri. Lebih jauh, fenomenologi
membiarkan fenomena itu tampak pada kita, lalu mengajarkan kita untuk membiasakan diri, tidak lagi
kita memahaminya. Kita memahaminya dalam melihat benda-benda, melainkan melihat fenomena.
perspektif fenomena itu sendiri, bagaimana ia Fenomenologi, dengan demikian, secara

O. Hasbiansyah. Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial ... 163
sederhana dapat dipandang sebagai sikap hidup fenomenologi merupakan seperangkat pendekatan
dan sebagai metode ilmiah. Sebagai sikap hidup, dalam studi filosofis dan sosiologis, serta studi
fenomenologi mengajarkan kita untuk selalu tentang seni (Edgar dan Sedgwick, 1999:271).
membuka diri terhadap berbagai informasi dari mana Kemunculan fenomenologi oleh Husserl
pun berasal, tanpa cepat-cepat menilai, dilatarbelakangi oleh kenyataan terjadinya krisis
menghukumi, atau mengevaluasi berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam krisis ini, ilmu
prakonsepsi kita sendiri. Kita berdialog dengan pengetahuan tidak bisa memberikan nasihat apa-
fenomena yang kita hadapi. Kita membiarkan apa bagi manusia. Ilmu pengetahuan senjang dari
fenomena itu “membuka mulutnya”, bercerita praktik hidup sehari-hari. Hal ini, menurut Husserl,
tentang dirinya: kita bertanya, mendengarkan, dan konsep teori sejati telah banyak dilupakan oleh
menangkap pola serta maknanya. Sebagai metode banyak disiplin yang maju dalam kebudayaan
ilmiah, fenomenologi menunjukkan jalan ilmiah dewasa ini. Sehubungan dengan itu, Husserl
perumusan ilmu pengetahuan melalui tahap-tahap mengajukan kritik terhadap ilmu pengetahuan
tertentu, di mana suatu fenomena yang dialami sebagai berikut:
manusia menjadi subjek kajiannya. Tulisan ini (1) Ilmu pengetahuan telah jatuh pada
membatasi diri hanya akan menguraikan objektivisme, yaitu cara memandang dunia
fenomonlogi sebagai metode ilmiah dalam sebagai susunan fakta objektif dengan kaitan-
penelitian ilmu-ilmu sosial. kaitan niscaya. Bagi Husserl, pengetahuan
seperti itu berasal dari pengetahuan prailmiah
2. Sekilas Latar Belakang Historis sehari-hari, yang disebut lebenswelt.
Fenomenologi (2) Kesadaran manusia atau subjek ditelan oleh
tafsiran-tafsiran objektivistis itu, karena ilmu
Pada awalnya, istilah fenomenologi pengetahuan sama sekali tidak membersihkan
diperkenalkan oleh J.H. Lambert, tahun 1764, untuk diri dari kepentingan-kepentingan dunia
menunjuk pada Teori Kebenaran (Bagus, 2002:234). kehidupan sehari-hari itu.
Setelah itu, istilah ini diperluas pengertiannya. (3) Teori yang dihasilkan dari usaha membersihkan
Sedangkan menurut Kockelmans (1967, dalam pengetahuan dari kepentingan-kepentingan
Moustakas 1994:26), fenomenologi digunakan itu adalah teori sejati yang dipahami tradisi
dalam filsafat pada tahun 1765, yang kadang- pemikiran Barat.
kadang ditemukan dalam karya-karya Immanuel
Kant, yang kemdian didefinisikan secara baik dan Dengan demikian, menurut Husserl, krisis ilmu
dikonstruksikan sebagai makna secara teknis oleh pengetahuan itu disebabkan oleh kesalahpahaman
Hegel. Menurut Hegel, fenomenologi berkaitan disiplin-disiplin ilmiah itu terhadap konsep teori
dengan pengetahuan yang muncul dalam sejati itu. Melalui fenomenologi, Husserl berusaha
kesadaran, sains yang mendeskripsikan apa yang menemukan hubungan antara teori dengan dunia-
dipahami seseorang dalam kesadaran dan kehidupan yang dihayati, yang tujuan akhirnya
pengalamannya. untuk menghasilkan teori murni yang dapat
Fenomenologi dicetuskan secara intens diterapkan pada praktik (Hardiman, 1993: 5).
sebagai kajian filsafat pertama kali oleh Edmund Dengan kata lain, fenomenologi Husserl ini
Husserl (1859-1938), sehingga Husserl sering berangkat dari filsafat ilmu. Dalam hal ini, ia
dipandang sebagai Bapak Fenomenologi. mengsusulkan bahwa fenomena-fenomena itu,
Filsafatnya sangat populer sekitar tahun 1950-an. untuk dipahami, harus didekati dengan cara-cara
Tujuan utama filsafat ini adalah memberi landasan yang khas.
bagi filsafat agar dapat berfungsi sebagai ilmu yang Edmund Husserl menyatakan bahwa
murni dan otonom (Kuper dan Kuper, ed., pengetahuan ilmiah sebenarnya telah terpisahkan
1996:749). Pada awal perekembangannya, dari pengalaman sehari-hari dari kegiatan-kegiatan
di mana pengalaman dan pengetahuan itu berakar

164 M EDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

(Maliki, 2003:233). Maka itu, ia menawarkan kaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya.


fenomenologi. Konsep fenomenologi Husserl Setelah Husserl, fenomenologi berkembang,
dipengaruhi oleh konsep verstehen dari Max We- antara lain, dalam pemikiran Morleau-Ponty, Alfred
ber. Verstehen adalah pemahaman. Realitas adalah Schutz, Peter L. Berger, dan Thomas Luckmann.
untuk dipahami, bukan untuk dijelaskan. Pandangan Husserl berbeda dengan padangan
Menurut Bertens (1981:99), apa yang disebut para fenomenolog berikutnya. Bagi Husserl,
“metode fenomenologi” saat ini kerap kali hampir pengalaman merupakan sesuatu yang bersifat
tidak berkaitan lagi dengan fenomenologi menurut objektif, terpisahkan dari individu.
konsepsi Husserl. Ia memahami fenomenologi Maurice Morleau-Ponty banyak dipengaruhi
sebagai suatu analisis deskriptif serta introspektif pemikiran Husserl. Tetapi, ia menolak idealisme
mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran Husserl. Bagi Morleau-Ponty, manusia adalah
dan pengalaman langsung (Bagus, 2002:236). kesatuan dari dimensi fisik dan nonfisik yang
Fokus filsafat, baginya, adalah lebenswelt (dunia menciptakan makna dalam dunia. Seseorang,
kehidupan) dan erlebnisse (kehidupan subjektif sebagai subjek pengamat, memiliki relasi dengan
dan batiniah). Bagi Husserl, fenomenologi sesuatu di dunia ini. Ia dipengaruhi oleh dunia dan
merupakan kajian filosofis yang melukiskan segala pada gilirannya ia pun memaknai dunia itu.
bidang pengalaman manusia. Manusia mengalami Dunia yang kita alami merupakan hasil ciptaan
pengalaman hidupnya dalam sebuah kesadaran. kesadaran kita. Fenomenologi memang mengakui
Baginya, fenomenolgi merupakan sebuah kajian adanya realitas eksternal sebagai hal yang benar-
yang tak pernah berakhir, sehingga ia menjuluki benar ada, tetapi hal itu hanya bisa dipahami melalui
dirinya sebagai pemula yang abadi. Oleh karena kesadaran yang kita miliki.
itu, fenomenologi, kini, telah banyak dikupas, dan Menurut Alfred Schutz, proses pemaknaan
diberi penjelasan yang begitu luas dan beragam. diawali dengan proses penginderaan, suatu proses
Husserl sendiri bercita-cita, fenomenologi menjadi pengalaman yang terus berikesinambungan. Arus
ilmu rigorous, yakni ilmu yang “ketat” yang pengalaman inderawi ini, pada awalnya, tidak
penjelasannya punya batasan, tidak meragukan. memiliki makna. Makna muncul ketika dihubungkan
Setiap konsep terdefinisikan dengan jelas. dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya
Husserl mengembangkan sistem filosofis serta melalui proses interaksi dengan orang lain.
yang berakar dari keterbukaan subjektif, sebuah Karena itu, ada makna individual, dan ada pula
pendekatan radikal terhadap sains yang terus makna kolektif tentang sebuah fenomena.
dikritisi. Fenomenologi, bagi Husserl, tak berguna Kesadaran kita memproses data inderawi. Bagi
bagi mereka yang berpikiran tertutup (lihat Schutz, tindakan manusia selalu punya makna –
Moustakas, 1994:25). Seorang fenomenolog adalah menurut Weber makna itu identik dengan motif
orang yang terbuka pada realitas dengan segala tindakan. Namun, makna itu tidak ada yang bersifat
kemungkinan rangkaian makna di baliknya, tanpa aktual dalam kehidupan.
tendensi mengevaluasi atau menghukumi. Lebih jauh, Peter L. Berger dan Thomas
Fenomenologi Husserl, menurut Bertens, Luckmann menyatakan bahwa manusia
pada akhirnya berdimensi sejarah. Suatu fenomena mengonstruksi realitas sosial melalui proses
tidaklah sebagai sesuatu yang statis, tetapi subjektif, tetapi dapat berubah menjadi objektif.
dinamis. Fenomena itu memiliki sejarah. Sejarah Proses konstruksi terjadi melalui pembiasaan di
berkaitan dengan riwayat individual manusia, juga antara para aktor. Hubungan antarindividu dengan
manusia secara keseluruhan. Kesadaran kita institusi terjadi secara dialektik. “Masyarakat
mengalami perkembangan; sejarah kita selalu hadir adalah produk manusia, masyarakat adalah realitas
dalam cara kita menghadapi realitas. Setiap objektif, dan manusia produk masyarakat.” Proses
fenomena mengandung muatan sejarah. Suatu itu terjadi melalui hubungan memori dari
fenomena tidak beridiri sendiri, tetapi memiliki pengalaman dan peran individu. Manusia adalah

O. Hasbiansyah. Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial ... 165
produk dari masyarakat yang diciptakannya dunia itu ada, real. Dunia, dengan segala isinya,
sendiri. itu nyata ada, tanpa pengaruh kehadiran pikiran
Selain itu, fenomenologi berfokus pada kita. Ada atau tidak ada kita, kita berpikir atau tidak,
pengalaman personal, termasuk bagaimana para dunia itu hadir sebagaimana adanya. Tetapi
individu mengalami satu sama lain (Littlejohn, fenomenologi tidak sama dengan realisme yang
2002:13). Oleh karena itu, komunikasi dipandang hanya percaya atas realitas sebagai hal objektif
sebagai hubungan antarpribadi secara bersama terpisah dari kesadaran. Di sisi lain, fenomenologi
melalui dialog. juga mengajarkan bahwa realitas itu muncul dalam
proses aktif dalam kesadaran, tetapi tidak sama
3. Beberapa Pengertian dan Kosep seperti idealisme yang menafikan realitas objektif
Dasar Fenomenologi (lihat Delfgaauw, 2001:105). Jadi, fenomenologi
menempati kedudukan sebelum terdapatnya
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, pembedaan antara realisme dengan idealisme.
phaenesthai, berarti menunjukkan dirinya sendiri, Namun, Husserl secara berangsur-angsur
menampilkan. Fenomenologi juga berasal dari berpaling ke arah idealisme. Sementara, murid-
bahasa Yunani, pahainomenon, yang secara muridnya lebih menuju ke bandul realisme.
harfiah berarti “gejala” atau apa yang telah Fenomenologi juga berupaya mengungkapkan
menampakkan diri” sehingga nyata bagi si tentang makna dari pengalaman seseorang. Makna
pengamat. Metode fenomenologi yang dirintis tentang sesuatu yang dialami seseorang akan
Edmund Husserl bersemboyan: Zuruck zu den sangat tergantung bagaimana orang berhubungan
sachen selbst (kembali kepada hal-hal itu sendiri) dengan sesuatu itu (lihat Edgar dan Sedgwick,
(Dister Ofm, dalam Suprayogo dan Tobroni, 1999:273). Sejalan dengan itu, menurut Littlejohn
2003:102). Untuk memahami apa yang dan Foss (2005:38), fenomenologi berkaitan
sesungguhnya terjadi perceraian di kalangan artis, dengan penampakan suatu objek, peristiwa, atau
misalnya, menurut semboyan ini, maka peneliti suatu kondisi dalam persepsi kita. Pengetahuan
harus menanyakannya kepada artis yang berasal dari pengalaman yang disadari, dalam
mengalaminya, bukan kepada yang lain. persepsi kita. Dalam hal ini, fenomenologi berarti
Fenomenologi, sesuai dengan namanya, membiarkan sesuatu datang mewujudkan dirinya
adalah ilmu (logos) mengenai sesuatu yang tampak sebagaimana adanya. Dengan demikian, di satu
(phenomenon). Dengan demikan, setiap penelitian sisi, makna itu muncul dengan cara membiarkan
atau setiap karya yang membahas cara penampakan realitas/fenomena/pengalaman itu membuka
dari apa saja merupakan fenomenologi (Bertens, dirinya. Di sisi lain, makna itu muncul sebagai hasil
1987:3). Dalam hal ini, fenomenologi merupakan interaksi antara subjek dengan fenomena yang
sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada dialaminya.
analisis terhadap gejala yang membanjiri kesadaran Berikut adalah bebeapa pengertian
manusia (Bagus, 2002:234). Fenomenologai adalah fenomenologi lainnya:
studi tentang pengetahuan yang berasal dari - Fenomenologi adalah studi tentang esensi-
kesaradan, atau cara memahami suatu objek atau esensi, misalnya esensi persepsi, esensi
peristiwsa dengan mengalaminya secara sadar kesadaran, dsb.
(Littlejohn, 2003:184). Namun, bagi Brouwer - Fenomenlogi merupakan filsafat yang
(1984:3), fenomenologi itu bukan ilmu, tetapi suatu menempatkan kembali esensi-esensi dalam
metode pemikiran (a way of looking at things). eksistensi; bahwa manusia dan dunia tak dapat
Dalam fenomenologi tidak ada teori, tidak ada dimengerti kecuali dengan bertitik tolak pada
hipotesis, tidak ada sistem. aktivitasnya.
Fenomenologi bukan realisme, juga bukan - Fenomenologi adalah suatu filsafat
idealisme. Di satu sisi, fenomenologi percaya bahwa transendental yang menangguhkan sikap natu-

166 M EDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

ral dengan maksud memahaminya secara lebih Pengetahuan tidak disimpulkan dari pengalaman
baik. tetapi ditemukan langsung dalam pengalaman
- Fenomenologi merupakan filsafat yang kesadaran. Kedua, makna dari sesuatu terdiri dari
menganggap dunia selalu “sudah ada”, potensi-potensi dalam kehidupan seseorang.
mendahului refleksi, sebagai suatu kehadiran Bagaimana hubungan seseorang dengan suatu
yang tak terasingkan, yang berusaha objek akan menentukan bagaimana makna objek
memulihkan kembali kontak langsung dan wajar itu bagi yang bersangkutan. Ketiga, bahasa
dengan dunia sehingga dunia dapat diberi sta- merupakan sarana bagi munculnya makna. Kita
tus filosofis. mengalami dunia dan mengekspresikannya melalui
- Fenomenologi adalah ikhtiar untuk secara bahasa.
langsung melukiskan pengalaman kita Untuk memahami fenomenologi, terdapat
sebagaimana adanya, tanpa memperhatikan asal- beberapa konsep dasar yang perlu dipahami, antara
usul psikologisnya dan keterangan kausal yang lain konsep fenomena, epoche, konstitusi,
dapat disajikan oleh ilmuwan, sejarawan, dan kesadaran, dan reduksi.
sosiolog (lihat Merleau-Ponty dalam Bertens,
3.1 Fenomena2
ed., 1987: 27).
Lebih jauh, berkaitan dengan ilmu Secara etimologis, istilah fenomena berasal
pengetahuan, Merleau-Ponty (dalam Bertens, ed. dari kata Yunani: phaenesthai, artinya
(1987: 30) menulis: memunculkan, meninggikan, menunjukkan dirinya
sendiri. Menurut Heidegger (Moustakas, 1994:26),
Saya tidak dapat mengerti diri saya sebagai
istilah fenomena, yang juga dibentuk dari istilah
sebagian dari dunia saya atau sebagai semata-mata
phaino, berarti membawa pada cahaya,
objek penyelidikan biologi, psikologi, dan
menempatkan pada terang-benderang,
sosiologi. Saya juga tidak dapat membiarkan diri
menunjukkan dirinya sendiri di dalam dirinya,
saya terkurung dalam dunia ilmu pengetahuan. Apa
totalitas dari apa yang tampak di balik kita dalam
saja yang saya ketahui tentang dunia, bahkan
cahaya.
melalui ilmu pengetahuan, saya mengetahuinya dari
Objek yang muncul dalam kesadaran berbaur
sudut pandangan saya yang khas atau berdasarkan
dengan objek yang ada secara alamiah, sehingga
pengalaman saya tentang dunia. Dan tanpa
makna diciptakan dan pengetahuan
pengalaman-pengalaman itu, simbol-simbol
dikembangkan. Suatu hubungan berada antara
pengetahuan takkan mempunyai arti apa pun.
yang ada dalam kesadaran yang disadari dan apa
Seluruh ilmu pengetahuan dibangun atas di atas
yang berada dalam dunia. Apa yang muncul dalam
dunia yang dialami. Dan kalau kita ingin
kesadaran adalah realitas absolut sedangkan apa
merefleksikan ilmu pengetahuan secara mendalam
yang muncul di dunia adalah suatu produk belajar
dan menentukan dengan tepat makna serta
(Moustakas, 1994:27).
jangkauannya, maka terlebih dahulu perlu kita
Fenomena adalah suatu tampilan objek,
menghidupkan kembali pengalaman kita tentang
peristiwa, dalam persepsi. Sesuatu yang tampil
dunia. Ilmu pengetahuan hanyalah pengungkapan
dalam kesadaran. Bisa berupa hasil rekaan atau
kedua tentang dunia. Ilmu pengetahuan belum
kenyataan. Menurut Moustakas (1994:26),
pernah dan tidak akan pernah mempunyai arti yang
fenomena adalah apa saja yang muncul dalam
sama seperti dunia yang kita alami secara langsung,
kesadaran. Fenomena, dalam konsepsi Huesserl,
karena ilmu pengetahuan itu hanya sekadar
adalah realitas yang tampak, tanpa selubung atau
penentuan dan keterangan lebih lanjut dari
tirai antara manusia dengan realitas itu. Fenomena
pengalaman kita.
adalah realitas yang menampakkan dirinya sendiri
Intisari fenomenologi dikemukakan Stanley
kepada manusia. Sementara itu, dalam
Deetz (dalam Littlejohn dan Foss, 2005:38).
mengahadapi fenomena itu manusia melibatkan
Pertama, pengetahuan adalah hal yang disadari.

O. Hasbiansyah. Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial ... 167
kesadarannya, dan kesadaran selalu berarti 3.3 Intensionalitas
kesadaran akan sesuatu (realitas) (Bertens,
Menurut Husserl, kesadaran bersifat
1981:201).
intensionalitas, dan intensionalitas merupakan
Perlu dipahami, bahwa fenomena, menurut
struktur hakiki kesadaran manusia. Oleh karena itu,
Brouwer (1984), bukanlah suatu benda, bukan
fenomena harus dipahami sebagai hal yang
suatu objek di luar diri kita, dan lepas dari kita
menampakkan dirinya (Bertens, 1981:201). Dalam
sendiri. Ia adalah suatu aktivitas. Bila saya melihat
fenomenologi, intensionalitas mengacu pada
sebuah rumah, maka terdapat aktivitas akomodasi,
keyakinan bahwa semua tindakan (aktus)
konvergensi, dan cerapan dari mata saya, sehingga
kesadaran memiliki kualitas; atau seluruh
rumah itu tampak terlihat, sehingga ia muncul
kesadaran akan objek-objek. Tindakan kesadaran
sebagai fenomena. Secara sederhana, maka terjadi
disebut tindakan intensional dan objeknya disebut
dialektis antara subjek dan objek. Tak mungkin ada
objek intensional (Bagus, 2002:261-362). Menurut
yang dilihat jika tidak ada yang melihat.
konsep ini, manusia menampakkan dirinya sebagai
Lebih lanjut, setiap fenomena
yang transenden, sintesis dari subjek dan objek.
merepresentasikan titik permulaan yang pas bagi
Manusia mengada dalam alam, menjadi satu dalam
suatau investigasi (Moustakas, 1994:26).
alam. Oleh karena itu, kata Brouwer (1984:6), tidak
Fenomena menjadi sesuatu yang menjadi objek
ada bedanya antara saya-mengalami-alam dengan
yang dikaji dalam studi fenomenologi.
alam-yang saya-alami. Intensi sendiri berarti
3.2 Kesadaran orientasi pikiran pada suatu objek. Intensionalitas
berkaitan dengan kesadaran, pengalaman internal
Kesadaran adalah pemberian makna yang
mengenai kesadaran akan sesuatu.
aktif. Kita selalu mempunyai pengalaman tentang
diri kita sendiri, tentang kesadaran yang identik 3.4 Konstitusi
dengan diri kita sendiri. Dunia sebagai kebertautan
Konstiusi adalah proses tampaknya
fenomena-fenomena diantisipasi dalam kesadaran
fenomena ke dalam kesadaran (Bertens, 1981:202).
akan kesatuan kita dan bahwa dunia itu merupakan
Ia merupakan aktivitas kesadaran, sehingga realitas
sarana bagi kita untuk merealisasikan diri kita
itu tampak. Dunia nyata itu dikonstitusi oleh
sebagai kesadaran.
kesadaran. Kenyataan real bukan berarti ada karena
Kesadaran adalah kemampuan untuk
diciptakan oleh kesadaran, tetapi kehadiran
memperlakukan subjek untuk menjadi objek bagi
aktivitas kesadaran ini diperlukan agar
dirinya sendiri, atau menjadi objektif tentang
penampakan fenomena itu dapat berlangsung.
dirinya sendiri (Bagus, 2002:232). Saya menjumpai
Bertens (1981:202) menegaskan:
hakikat kesadaran, bila saya menemukan kembali
kehadiran saya pada diri saya sendiri, kenyataan Tidak ada kebenaran-pada-dirinya, lepas dari
kesadaran yang akhirnya mau ditunjukkan oleh kesadaran. Dan karena yang disebut “realitas” itu
kata dan pengertian “kesadaran” (Bertens, 1987:45). tidak lain daripada dunia sejauh dianggap benar,
Dunia adalah apa yang kita persepsi akan maka realitas itu harus dikonstitusi oleh kesadaran.
sesuatu. Dalam hal ini, Merleau-Ponty menekankan Konstitusi itu berlangsung dalam proses
bahwa kesadaran tidak berfungsi di atas, melainkan penampakan yang dialami oleh dunia ketika
di dalam dunia yang dimengertinya, dalam arti menjadi fenomen bagi kesadaran intensional.
prareflektif dan praobyektif (Bertens, 1987:48).
Dengan kata lain, konstitusi itu semacam
Kesadaran, tak lain, adalah keterbukaan dan
proses konstruksi dalam kesadaran manusia.
kelangsungan hubungan dengan yang lain, di
Ketika kita melihat satu bentuk benda, yang tampak
mana dirinya dengan yang lainnya tidak memiliki
pada indra kita selalu hanya sebagian. Ia tampak
pemisahan yang tegas.
dari mana kita melihat. Tetapi, kesadaran kita

168 M EDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

melakukan konstitusi, sehingga kita menyadarinya kesadaran transendental itu, dunia terentang
tentang (kemungkinan) bentuk benda itu bila dengan kejernihan tanpa kegelapan apa pun (lihat
dilihat dari sisi lain. Konstiusi adalah hal yang Bertens, 1987:36). Dunia adalah dunia-sebagai-
dilihat dari sudut pandang subjek, memaknakan makna dan reduksi fenomenologis adalah idealistis
dunia dan alam semesta yang dialami. dalam arti suatu idealisme transendental yang
menganggap dunia sebagai suatu kesatuan-nilai
3.5 Epoche
tak terpisahkan yang dimiliki bersama oleh dua
Epoche merupakan konsep yang orang, di mana perspektif-perspektif mereka
dikembangkan oleh Husserl, yang terkait dengan bercampur baur. Dengan demikian, mereka bisa
upaya mengurangi atau menunda penilaian saling berkomunikasi.
(bracketing) untuk memunculkan pengetahuan di Reduksi fenomenologis. Kita harus memilah
atas setiap keraguan yang mungkin. Sejalan pengalaman-pengalaman kita untuk mendapatkan
dengan Descartes dan Kant, Husserl berpendapat fenomena dalam wujud semurni-murninya. Segala
bahwa pengetahuan berasal dari intuisi, dan esensi sesuatu tampak pada kita .... Fenomena yang
mendahului pengetahuan empiris. menyodorkan diri sebagai hal yang nyata ada itu
Epoche berasal dari bahasa Yunani, yang tidak boleh kita terima begitu saja... Keputusan itu
berarti menahan diri untuk menilai. Dalam sikap harus ditangguhkan. .. Setelah itu kita harus
alamiah sehari-hari, kita memperoleh pengetahuan memandang atau menilik apa yang kita alami di
melalui penilaian terhadap sesuatu. Epohe dalam kesadaran kita. Apa yang kita tunda itu
merupakan cara pandang lain yang baru dalam adalah berbagai pandangan kita yang sudah kita
melihat sesuatu. Kita belajar menyaksikan apa miliki sebelum kita menyelidiki apa yang tampak
yang tampak sebelum mata kita memandang, kita itu (Bagus, 2002:940-941).
menyaksikan apa yang dapat kita bedakan dan Reduksi-fenomenologis-transendental.
deskripsikan. Dalam istilah ini, digunakan kata transendental
Dalam epoche, menurut Moustakas (1994:33), karena hal itu berlangsung di luar keseharian
pemahaman, penilaian, dan pengetahuan sehari- menuju ego-murni di mana segala sesuatu dipahami
hari dikesampingkan dahulu, dan fenomena secara segar, seolah-oleh untuk pertama kalinya.
dimunculkan dan direvisi secara segar, apa adanya, Reduksi ini juga disebut fenomenologis karena hal
dalam pengertian yang terbuka, dari tempat yang ini mentransformasikan dunia ke dalam suatu
menguntungkan dari ego murni atau ego fenomena. Disebut reduksi, karena hal ini
transendental. mengarahkan kita ke belakang pada sumber makna
dan eksistensi dunia yang dialami (Schmitt, 1967,
3.6 Reduksi
dalam Moustakas, 1994:34).
Reduksi merupakan kelanjutan dari epoche. Dengan demikian, seorang fenomenolog
Bagi Husserl, manusia memiliki sikap alamiah yang hendaknya menanggalkan segenap teori,
mengandaikan bahwa dunia ini sungguh ada praanggapan, serta prasangka, agar dapat
sebagaimana diamati dan dijumpai. Namun, untuk memahami fenomena sebagaimana adanya
memulai upaya fenomenoloogis, kita harus (Delfgaauw, 2001: 105).
menangguhkan kepercayaan ini. Inilah yang
3.7 Intersubjektivitas
dimaksud dengan reduksi fenomenologis, atau
disebut pula reduksi transendental, atau epoche Kita hidup bersama orang lain. Kita berada
itu sendiri. Melalui reduksi ini, kita melakukan dalam orang lain, dan orang lain pun berada dalam
semacam netralisasi, bahwa ada tidaknya dunia kita. Dengan demikian, hal ini memungkinkan kita
bukanlah hal yang relevan (Bertens, 1981:103). saling berkomunikasi untuk terus saling memahami.
Reduksi dilukiskan sebagai gerak kembali Pengalaman saya tentang orang lain muncul
kepada suatu kesadaran transendental. Di depan sejalan dengan pengalaman orang lain tentang

O. Hasbiansyah. Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial ... 169
saya. Dan segala sesuatu yang saya pahami yang tampak, dapat dilihat, didengar, dibayangkan,
tentang orang lain didasarkan pada pengetahuan atau dipikirkan. Tetapi, seorang fenomenolog harus
dan pengalaman masa lalu saya. belajar tidak lagi melihat benda-benda, melainkan
fenomena.
4. Fenomenologi sebagai Metode Fenomenologi menjelaskan fenomena dan
Penelitian maknanya bagi individu dengan melakukan
Fenomenologi merupakan upaya wawancara pada sejumlah individu. Temuan ini
pemberangkatan dari metode ilmiah yang kemudian dihubungan dengan prinsip-prinsip
berasumsi bahwa eksistensi suatu realitas tidak filosofis fenomenologi. Studi ini diakhiri dengan
orang ketahui dalam pengalaman biasa. esensi dari makna (Creswell, 1998:40).
Fenomenologi membuat pengalaman yang dihayati Fenomenologi menjelaskan struktur kesadaran
secara aktual sebagai data dasar suatu realitas. dalam pengalaman manusia. Pendekatan
Kata What dan Berg (1995:417), fenomenologi berupaya membiarkan realitas
Phenomenologist, . . ., are not at all in the mengungkapkan dirinya sendiri secara alami.
bussiness of trying to to explain why pepople do Melalui “petanyaan pancingan”, subjek penelitian
what they do. Rather, they interested in explain- dibiarkan menceritakan segala macam dimensi
ing how people do what they do; according to pengalamannya berkaitan dengan sebuah
costructs they manage to organize their daily fenomena/peristiwa. Studi fenomenologi
lives, especially their communications between berasumsi bahwa setiap individu mengalami suatu
each other. Jadi, peneliti dalam studi fenomenologi fenomena dengan segenap kesadarannya. Dengan
tidak tertarik mengkaji aspek-aspek kausalitas kata lain, studi fenomenologi bertujuan untuk
dalam suatu peristiwa, tetapi berupaya menggali kesadaran terdalam para subjek mengenai
menggeledah tentang bagaiamana orang pengalamannya dalam suatu peristiwa.
melakukan sesuatu pengalaman beserta makna Dalam memahami fenomena, fenomenologi
pengalaman itu bagi dirinya. memiliki metode atau langkah. Pertama, melihat
Fenomenologi juga mempelajari dan fenomena sebagai esensi, sebagai fenomena murni.
melukiskan ciri-ciri intrinsik dari gejala sebagaimana Fenomenolog melakukan reduksi. Yakni semacam
gejala itu menyingkapkan dirinya pada kesadaran abstraksi, melihat sesuatu dan menutup mata untuk
(Bagus, 2002:236). Metode yang digunakan adalah hal lain. Reduksi yang pertama adalah menghadap
deskriptif, dan bertujuan mengungkap sesuatu fenomena sebagai hal yang menampakkan
intensionalitas, kesadaran, dan “dunia-kehidupan” diri dan tidak melihat hal itu sebagai hal yang ada.
(Kuper dan Kuper, ed., 1996:749). Sebagai metode, Reduksi yang kedua adalah kita melihatnya sebagai
fenomenologi merupakan persiapan bagi setiap sesuatu yang umum. Kita melihat esensi. Kita tidak
penyelidikan di bidang filsafat dan bidang ilmu melihat orang sedang mengajar di kelas, misalnya,
pengetahuan positif. Satu-satunya alat untuk itu tetapi memandangnya sebagai dunia pendidikan.
adalah bahasa. Reduksi ketiga adalah kita menutup mata untuk
Di lain pihak, menurut Brouwer (1984:3), hal yang berhubungan dengan kebudayaan.
fenomenologi itu merupakan suatu cara berpikir Reduksi terakhir, reduksi transendental, adalah
khas yang berbeda dengan seorang ahli suatu ilmu. bahwa fenomena dilihat dari segi supra individual
Jika ilmuwan positivis meyakinkan orang dengan sebagai objek untuk suatu subjek umum.
menunjukkan bukti, maka fenomenolog Persoalan Objektivitas. Suatu fakta yang
menunjukkan orang lain mengalami seperti diteliti dalam perspektif fenomenologi bersifat
fenomenolog mengalaminya. Atas dasar ini, maka subjektif, yakni berdasarkan penuturan para subjek
fenomenologi dapat dikatakan sebagai lukisan yang mengalami fakta atau fenomena yang
gejala dengan menggunakan bahasa. Seorang bersangkutan. Bagaimana mengatasi subjektivitas
positivis, terbiasakan hanya melihat objek-objek si subjek yang diteliti atau peneliti itu sendiri?

170 M EDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Objektivitas dalam fenomenologi berarti 4.2 Pengumpulan Data


membiarkan fakta berbicara untuk dirinya sendiri.
Hal ini bisa dilakukan melalui epoche dan eiditik. Teknik pengumpulan data utama dalam studi
Epoce adalah proses di mana si peneliti fenomenologi adalah wawancara mendalam
menangguhkan atau menunda penilaian terhadap dengan subjek penelitian. Untuk memperoleh hasil
fakta/fenomena yang diamatinya walaupun ia telah wawancara yang utuh, maka wawancara itu harus
memiliki prakonsepsi atau penilian tertentu direkam. Kelengkapan data dapat diperdalam
sebelumnya terhadap fenomena itu. Biarkanlah dengan menggunakan teknik lain, seperti observasi
fenomena itu berbicara apa adanya, tanpa partisipan, penelusuran dokumen, dan lain-lain.
intervensi penilaian baik-buruk, positif-negatif,
bermoral-tidakbermoral, dsb. dari si peneliti. 4.3 Analisis Data
Eiditik adalah memahami fenomena melalui Terdapat prosedur penting dalam
pemahaman atas ungkapan-ungkapan atau melaksanakan studi fenomenologis — sebagai
eksspresi-ekspresi yang digunakan subjek. Dalam hasil adaptasi dari pemikiran Stevick, Colaizzi, dan
hal ini, peneliti melakukan empati, mencoba Keen — (lihat Creswell, 1998:54-55, 147-150;
memasuki wilayah pengalaman pemikiran subjek Moustakas, 1994:235-237) sebagai berikut:
melalui proses imajinatif. (1) Menetapkan lingkup fenomena yang akan
diteliti: Peneliti berusaha memahami perspektif
4.1 Prosedur dan Fokus Penelitian
filosofis di balik pendekatan yang digunakan,
Studi fenomenologi mencari jawaban tentang terutama konsep mengenai kajian bagaimana
makna dari suatu fenomena (lih. Denzin dan Lin- orang mengalami sebuah fenomena. Peneliti
coln, 1988:64) menetapkan fenomena yang hendak dikaji
Pada dasarnya, ada dua hal utama yang melalui para informan.
menjadi fokus dalam penelitian fenomenologi, (2) Menyusun daftar pertanyaan: Peneliti
yakni: menuliskan pertanyaan penelitian yang
- Textural description: apa yang dialami oleh mengungkap makna pengalaman bagi para
subjek penelitian tentang sebuah fenomena. Apa individu, serta menanyakan kepada mereka
yang dialami adalah aspek objektif, data yang untuk menguraikan pengalaman penting setiap
bersifat faktual, hal yang terjadi secara empiris. harinya.
- Structural description: bagaimana subjek (3) Pengumpulan data: Peneliti mengumpulkan
mengalami dan memaknai pengalamannya. data dari individu yang mengalami fenomena
Deskripsi ini berisi aspek subjektif. Aspek ini yang diteliti. Data diperoleh melalui wawancara
menyangkut pendapat, penilaian, perasaan, yang cukup lama dan mendalam dengan sekitar
harapan, serta respons subjektif lainnya dari 5 – 25 orang. Jumlah ini bukan ukuran baku.
subjek penelitian berkaitan dengan Bisa saja subjek penelitiannya hanya 1 orang.
pengalamannya itu. Teknik pengumpulan data lain yang dapat
Dengan demikian, pertanyaan penelitian digunakan: observasi (langsung dan
dalam studi fenomenologi mencakup pertanyaan- partisipan), penelusuran dokumen.
pertanyaan sebagai berikut: (4) Analisis data: Peneliti melakukan analisis data
- Apa pengalaman subjek tentang sutu fenomena/ fenomenologis.
peristiwa? (a) Tahap awal: peneliti mendeskripsikan
- Apa perasaannya tentang pengalaman sepenuhnya fenomena yang dialami subjek
tersebut? penelitian. Seluruh rekaman hasil wawancara
- Apa makna yang diperoleh bagi subjek atas mendalam dengan subjek penelitian
fenomena itu? ditranskripsikan ke dalam bahasa tulisan.

O. Hasbiansyah. Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial ... 171
(b) Tahap Horizonalization: dari hasil transkripsi, Penelitian ini mencoba memahami fenomena
peneliti menginventarisasi pernyataan- perawatan para pasien yang dilakukan para
pernyataan penting yang relevan dengan perawat di rumah sakit. Pada bagian pengantar,
topik. Pada tahap ini, peneliti harus bersabar peneliti menjelaskan pengertian perawatan dan
untuk menunda penilaian (bracketing/ penjelasan mengenai masih sedikitnya penelitian
epoche); artinya, unsur subjektivitasnya tentang perawatan.
jangan mencampuri upaya merinci point-point Dalam identifikasi masalah/pernyataan
penting, sebagai data penelitian, yang masalah, peneliti mengajukan pertanyaan utama
diperoleh dari hasil wawancara tadi. dalam penelitiannya: Berdasarkan sudut pandang
(c) Tahap Cluster of Meaning: Selanjutnya pasien, bagaimanakah struktur penting dari
peneliti mengklasifikasikan pernyataan- interaksi perawatan antara perawat-pasien? Secara
pernyataan tadi ke dalam tema-tema atau unit- deskriptif, ia pun memaparkan tujuan dari peneliti
unit makna, serta menyisihkan penyataan yang ini. Selain itu, peneliti juga memberikan justifikasi
tumpang tindih atau berulang-ulang. Pada tentang pentingnya penelitian di bidang ini dengan
tahap ini, dilakukan: (a) Textural description ditunjang oleh beberapa testimoni.
(deskripsi tekstural): Peneliti menuliskan apa Pada tinjauan teoretis, peneliti menujukkan
yang dialami, yakni deskripsi tentang apa yang beberapa prinsip fenomenologi yang relevan,
dialami individu; (b) Structural description yakni pandangan dari Martin Buber tentang
(deskripsi struktural): Penulis menuliskan konsep I-thou relationship dan I-it relationship;
bagaimana fenomena itu dialami oleh para dan Gabriel Marcel tentang konsep
individu. Peneliti juga mencari segala makna intersubjectivity. Pada bagian ini, dipaparkan pula
yang mungkin berdasarkan refleksi si peneliti bagaimana fenomena yang akan diteliti dalam
sendiri, berupa opini, penilaian, perasaan, kacamata fenomenologi.
harapan subjek penelitian tentang fenomena Pada bagian metodologi, peneliti menjelaskan
yang dialaminya. konsep-konsep kunci dalam penelitiannya.
(5) Tahap deskripsi esensi: peneliti Selanjutunya, ia mengemukakan reviu hasil-hasil
mengonstruksi (membangun) deskripsi penelitian terdahulu yang relevan. Pengumpulan
menyeluruh mengenai makna dan esensi data dilakukan dengan melakukan wawancara
pengalaman para subjek. dengan para pasen yang direkam, dengan meminta
(6) Peneliti melaporkan hasil penelitiannya. izin terlebih dahulu kepada pasien yang
Laporan ini memberikan pemahman yang lebih bersangkutan. Pada saat ini, pasien diminta: (1)
baik kepada pembaca tentang bagaimana mendeskripsikan pengalaman interaksi dengan
seseorang mengalami sesuatu fenomena. perawat tertentu yang dipandang sebagai
Laporan penelitian menunjukkan adanya “tindakan perawatan”; (2) menjelaskan bagaimana
kesatuan makna tunggal dari pengalaman, di perasaan pasien dalam interaksi tersebut; (3)
mana seluruh pengalaman itu memiliki mendeskripsikan pengalaman interaksi dengan
“struktur” yang penting. perawat tertentu yang dipandang sebagai “bukan
tindakan perawatan”; (4) menjelaskan bagaimana
4.4 Contoh Penelitian perasaan pasien dalam interaksi tersebut; (5)
menjelaskan selengkap mungkin apa yang sedang
Untuk memberikan gambaran yang lebih ril,
didiskusikan, tanpa berhenti. Pada bagian ini,
saya akan mencoba menyajikan sebuah contoh
dijelaskan pula tahap-tahap analisis data dengan
penelitian berjudul “The Essential Structure of a
menggunakan metodologi yang dikembangkan
Caring Interaction: Doing Phenomenology” yang
Colaizzi.
dilakukan oleh Doris J. Riemen (dalam Creswell,
1998:271-295).

172 M EDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Tabel 1: Pernyataan Penting dari Pasien Wanita


mengenai “Tindakan Peraw atan”

1. Mendengarkan dengan baik – betul-betul 20. Saya merasa sebagai manusia.


mendengarkan. 21. Bertindak cukup – tenang – gentle
2. Berempati. 22. Betul-betul perhatian.
3. Berskap memahami. 23. Menghibur
4. Mendukung masalah saya. 24. Ia mengetahui sesuatu yang mengganggu
5. Berbicara. saya.
6. Berbicara kepada saya tentang segala sesuatu 25. Perawat yang menjelaskan.
selain masalah penyakit. 26. Saya merasa sangat lega.
7. Memebuat saya merasa seperti orang sehat. 27. Saya merasa dirawat dengan baik.
8. Menyukai saya sebagai manusia 28. Keibuan.
9. Duduk-duduk di pinggir tempat tidur saya. 29. Menyapa dan menghampiri bila saya
10. Memegang tangan saya. memerlukan sesuatu.
11. Bertanya kepada saya tentang sesuatu. 30. Berbicara “manis”.
12. Melihat muka saya secara langsung. 31. Mencoba membangkitkan harapan saya.
13. Beberapa ungkapan verbal mengenai rasa 32. Ia mengetahui apa yang sedang ia lakukan.
tidak amannya. 33. Perhatian pada keluarga juga.
14. Mengizinkan saya untuk mengetahuinya apa- 34. Saya merasa sangat akrab kepadanya.
apa yang seharusnya ditakuti. 35. Saya ingin melakukan sesuatu untuknya.
15. Kembali beberapa menit kemudian 36. Saya merasa nyaman bersamanya.
menanyakan apakah saya merasa nyaman. 37. Memahami pasien dan keluarga sebagai
16. Merasa aman dengan adanya ia di sana individu.
17. Merasa lebih rileks. 38. Perhatian pada saya.
18. Merasa damai dalam pikiran. 39. Perhatian pada apa yang saya katakan.
19. Saya tidak merasa sebagai sesuatu dalam
pajangan.

Contoh: Pernyataan 9-13 berasal dari transkripsi berikut: “Situasi yang saya temukan adalah, perawat
mendengarkan dan sangat menunjukkan minat. Ia menunjukkan perhatian pada penyakit saya, juga
pada saya sebagai manusia dan individu. Ia duduk di pinggir tempat tidur saya, yang menurut saya
baik. Saya senang kedekatan seperti itu. Ia mendenarkan saya, ia memegang tangan saya, dan ia
menanyakan sejumlah pertanyaan kepada saya, yang benanr-benar membuat saya tahu bahwa ia
sungguh-sungguh mendengarkan saya. Terdapat perpedaan antara mendenagar sesuatu dan
mendengarkan, dan ketika berbincang dengannya, ia akan menatap langsung pada muka saya. Ia
tampak sangat pengertian. Ia tidak bersimpati dengan saya, tetapi saya dapat merasakan empati di
antara kami berdua, memegang tangan saya, dan duduk pada pinggir tempat tidur. Ia bahkan
mengemukakan beberapa perasaan tidak amannya sendiri.”
Frase-frase dari transkripsi berikut merupakan beberapa duplikasi dari pernyataan-pernyataan penting
dari transkripsi sebelumnya dan oleh karena itu tidak diulang lagi dalam daftar penyataan penting yang
final: listened duplkasi dari nomor 1 (mendengarkan dengan baik – betul-benar mendengarkan);
menyukai saya sebagai manusia merupakan duplikasi dari nomor 8; empati di antara kami berdua
merupakan duplikasi dari nomor 2 (berempati).

Sumber: Creswell (1998:282).


Keterangan: Item-item pernyataan yang dicetak miring merupakan contoh deskripsi struktural, sedangkan yang
dicetak normal adalah contoh deskripsi tekstural. Pada tabel berikutnya, silakan cermati, mana pernyataan yang
termasuk kategori deskripsi tekstural dan deskripsi struktural.

O. Hasbiansyah. Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial ... 173
Tabel 2: Pernyataan Penting dari Pasien Pria
mengenai “Tindakan Perawatan”

1. Perawat ada di sana. 14. Membuat saya merasa baik.


2. Memegang tangan saya dan menelusur 15. Menunjukkan minat pada saya sebagai
kening saya. manusia.
3. Membuat saya merasa nyaman. 16. Memberikan pada saya apa yang saya
4. Mencoba membuat saya nyaman. butuhkan terlebih dahulu, kemudian
5. Perawat akan datang jika saya mengebelnya. melakukan tugas keperawatan.
6. Datang dengan sukarela. 17. Menjelaskan kepada saya.
7. Duduk. 18. Bertanya kalau-kalau ada hal yang saya
8. Berbicara kepada Anda. butuhkan.
9. Benar-benar mendengarkan. 19. Menghabiskan waktu dengan Anda.
10. Merasa seperti saudara perempuan saya 20. Menyenangkan
merawat saya. 21. Baik.
11. Pergi keluar dengan cara dia. 22. Merasa nyaman dalam sentuhan tangannya
12. Secara rutin ia datang kembali bila ia dapat 23. Bersikap lembut.
membantu. 24. Mengibur.
13. Ia menjaga saya sepajang waktu. 25. Betul-betul memperhatikan Anda merasa
senang.

Contoh: Pernyataan 6-10 berasal dari transkripsi berikut: “Ia akan datang secara sukarela, duduk, dan
berbicara dan mendengarkan – benar-benar mendengarkan. Ia selalu merapikan tempat tidur saya dan
meyakinkan saya merasa nyaman. Hal itu membuat saya merasa dirawat oleh saudara perempuan
saya.”
Karena frase meyakinkan saya merasa nyaman merupakan duplikasi dari nomor 3, maka frase itu tidak
dituliskan kembali.

Sumber: Creswell (1998:283).

Pada bagian pembahasan hasil penelitian, - Selanjutnya, dicari formulasi makna dari
peneliti menyajikan data penelitian dalam bentuk pernyataan-pernyataan penting dari Tabel 1-
tabel. Pertama-tama, peneliti memisahkan data yang Tabel 4. Hasilnya disajikan pada Tabel 5 dan Tabel
berasal dari pasien laki-laki dan perempuan. Selain 6. Agar hasilnya akurat, peneliti membaca ulang
itu, peneliti pun membedakan data “tindakan keseluruhan hasil wawancara secara cermat.
perawatan” dan “bukan tindakan perawatan”. - Peneliti mengorganisasikan makna-makna
- Hasil wawancara terekam, oleh peneliti, sebagaimana tersaji pada Tabel 5 dan 6 ke dalam
ditranskripsikan secara tertulis. kelompok-kelompok tema umum. Hasilnya
- Peneliti menyarikan pernyataan-pernyataan dipresentasikan pada Tabel 7.
penting dari hasil wawancara tersebut sebagai - Setelah itu, peneliti melakukan deskripsi
unit-unit makna, dan menyisihkan pernyataan mendalam tentang fenomena yang diamati, dan
yang berulang. Hasilnya disajikan dalam Tabel 1 menghasilkan uraian pada Tabel 8 dan Tabel 9.
sampai dengan Tabel 4.

174 M EDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Tabel 3: Pernyataan Penting dari Pasien Perempuan


mengenai “Tindakan yang Bukan Perawatan”

1. Saya merasa seolah-olah tangan saya 27. Tak bisa mencontohkan apa yang
terbanting. berlangsung.
2. Peraturan lebih penting dibanding manusia. 28. Ia tak peduli apa yang ia katakan.
3. Ada kesewenangan dan sikap berubah-ubah 29. Saya merasa sekadar sebuah “kasus”
pada diri perawat. 30. Saya dalam keadaan gelisah.
4. Ia memperhatikan alat-alat alih-alih 31. Pergi begitu saja, dan ia tidak akan datang.
memperhatikan saya. 32. Ia mengatakan “ya-ya” dan tidak datang.
5. Selalu muncul dengan ketergesa-gesaan. 33. Ia tidak dapat menjelaskan – “sekedar tanda”.
6. Tidak memiliki waktu untuk berbincang. 34. Menakutkan saya pada kematian.
7. Tidak mau berbincang. 35. Bertindak seperti ia punya pekerjaan yang
8. Ia tidak menunjukkan minat pada apa yang harus dikerjaka.
harus saya katakan. 36. Tak mau memberikan perhatian ketika saya
9. Ia berada di sana mengerjakan tugas-tuasnya bicara dengannya – karena saya lebih tua.
dan kemudian pulang. 37. Membuat saya merasa marah
10. Ia tak mau mendekat – berdiri menjaga jarak. 38. Merasa tidak percaya diri bersamanya.
11. Merasa seolah-olah saya memiliki penyakit 39. Takut.
menular yang akan menggasaknya. 40. Berjingkrakan ketika dokter ada di sana.
12. Tak mau melihat saya pada mata. 41. Meninggalkan peralatan di kepala saya, dan
13. Ia begitu bergegas. pergi dari ruangan.
14. Defensif. 42. Menuruh saya angun dan menjaga diri
15. Tidak menunjukkan minat pada orang sebagai sendiri.
keseluruhan. 43. Saya merasa takut dan lemah.
16. Saya tidak merasa dalam kemudahan. 44. Ia tak mau datang dan membantu.
17. Saya merasa tidak nyaman. 45. Saya merasa pusing
18. Saya menjadi tertekan. 46. Saya menangis.
19. Saya merasa saya harus menjaga agar tak 47. Saya tak mau ia menyentuh saya.
bicara. 48. Ia terlalu sibuk berbincang dengan para
20. Bersikap efisien ag berlebihan. perawat lain untuk berbincang dengan saya.
21. Tamapaknya tak ada sesuatu yang 49. Ia tak tahu apa yang sedang dilakukannya.
mengganggunya. 50. Saya tidak diobati sebagai manusia.
22. Tampak ia sungguh kasar. 51. Seakan-akan saya ini tidak ada.
23. Ia membuat saya lebih tegang. 52. Tidak mau kembali ke rumah sakit itu.
24. Ia menunjukkan ia frustrasi. 53. Bersikap tak memberi perawatan.
25. Membuat saya frustrasi dan takut. 54. Bertindak seperti jam kerja.
26. Saya sedih.

Contoh: Pernyataan 35-38 berasal dari transkripsi berikut: “Perawat bertindak seperti ia mempunyai
pekerjaan yang harus dikerjakan dan saya harus bangun sendiri dan menjaga diri sendiri. Ia tidak
menaruh perhatian ketika saya berbicara kepadanya (tidak dikira untuk membangunkan) karena saya
lebih tua. Baik, yah, hal itu membuat saya merasa sangat marah untuk satu hal, dan itu membuat saya
memiliki rasa kurang percaya pada perawat.”

Sumber: Creswell (1998:284)

O. Hasbiansyah. Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial ... 175
Tabel 4: Pernyataan Penting dari Pasien Pria
mengenai “Tindakan yang Bukan Perawatan”

1. Tidak menaruh perhatian pada apa yang Anda 14. Merasa seperti anak kecil yang diomeli.
perlukan. 15. Tidak datang ke ruangan.
2. Sekadar mengerjakan apa yang harus ia 16. Kurang memberikan kontak.
kerjakan. 17. Efisien – tetapi tanpa aspek kemaunisaan.
3. Ia tak berprinsip “tidak mengasihi berarti 18. Bel berdering tapi tidak datang.
tidak memiliki kehormatan”. 19. Tidak memberikan informasi apa pun.
4. Berbinang dengan Anda singkat sekali. 20. Memandikan saya seolah-olah menangani
5. Ia benar-benar tidak lembut. seekor anjing.
6. Tampak ia sekadar merawat apa adanya. 21. Ini penghinaan.
7. Memberi suatu jawaban cepat pada Anda dan 22. Mengikat saya ke tempat tidur – tak pernah
pergi mengerjakan urusannya. bicara pada saya dan keluar.
8. Tidak mau bercerita padamu apa yang sedang 23. Bicara keras dan lambat seolah-olah saya
dikerjakannya. akan kehilangan kelereng saya.
9. Meberi Anda jawaban sederhana seolah-olah 24. Dapat memberikan “perawatan-kecil” tentang
Anda tak mungkin dapat memahami. apa yang seya derita.
10. Bertindak seperti hal itu sebagai kebiasaan 25. Sangat kasar – seakan-akan mencoret saya.
sehari-hari. 26. Tanpa kesadaran personal mengenai
11. Melakukan suatu pekerjaan – melihat Anda kenyamanan saya.
seperti sebuah objek. 27. Bunyi suaranya dingin – tanpa perhatian.
12. Memandang Anda seperti Anda berusia 10 28. Merasa tidak dibantu.
tahun. 29. Membasuh saya seolah-olah saya sebuah
13. Mengangkat dan mengguncangkan jarinya boneka.
pada saya. 30. Saya tak punya nilai bagi dia.

Contoh: Pernyataan 7-12 berasal dari transkripsi berikut: “Hal lain, ia akan membawa Anda ke dalam
pengobatan atau sesuatu, Anda akan mengajukan sejumlah pertanyaan dan ia akan memberikan
jawaban cepat dan pergi lagi untuk urusannya. Ia tidak akan menceritakan apa yang sedang ia kerjakan
atau lainnya, ia akan memberimu jawaban sederhana seolah-olah Anda tidak mungkin mampu
memahami. Ia akan akan bertindak seperti perawatan itu sebagai urusan tiap hari. Ketika ia
melakukan sesuatu seperti menggunakan termometer pada mulut Anda, itu sekadar melakukan sebuah
pekerjaan dan ia akan berdiri di sana dan menatap Anda seakan-akan Anda tak lebih sebuah objek.”

Sumber: Creswell (1998:285).

176 M EDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Tabel 5: Makna yang Terbentuk dari Pernyataan-Pernyataan Penting


mengenai “Tindakan Perawatan”

Wanita

1. Perawat benar-benar mendengarkan terhadap apa yang dikatakan pasien, merespon pada keunikan
individu.
2. Perawat perseptif dan suportif pada masalah-masalah pasien yang dinyatakan dan tidak dinyatakan.
3. Kehadiran perawat secara fisik ketika duduk, berbincang, kontak mata langsung, mengenggam
tangan, mendekatkan dirinya, membuat pasien merasa bebas berbicara.
4. Ineteraksi dalam tindakan perawatan (mencakup perilaku dan sikap) membuat pasien merasa
sebagai manusia yang berharga dan tidak seperti benda tak bernyawa atau objek dalam pajangan.
5. Sikap kesukarealaan perawat untuk kembali melihat pasien, tanpa harus diminta, mengindikasikan
dengan jelas sebagai sikap tindakan perawatan.
6. Perhatian yang bersifat individual pada pasien membuat pasien merasa nyaman, aman, damai, dan
rileks.
7. Suara yang lembut dan perilaku yang mempesona mengesankan pada pasien sebagai perawatan,
bukan ancaman atau merendahkan.
8. Rasa aman dirasakan pasien ketika dalam perawatan itu merasa diperlakukan oleh anggota
keluarga.
9. Pertemuan dalam perawatan menimbulkan perasaan hangat pada pasien dalam melakukan sesuatu
secara timbal balik dengan perawat.

Pria

1. Kehadiran perawat secara fisik ketika duduk, berbicara, dan memegang tangan membuat pasien
merasa perawat sunguh-sungguh memperhatikannya sebagai seorang individu yang berharga.
2. Sikap kesukarealaan perawat untuk kembali melihat pasien, tanpa harus diminta, mengindikasikan
dengan jelas sebagai sikap tindakan perawatan.
3. Tindakan perawatan dari perawat membuat dia merasa nyaman, rileks, aman, seolah-olah ia sedang
dirawat oleh seoarang anggota keluarga.
4. Perhatian oleh perawat terhadap kenyamanan dan kebutuhan pasien sebelum mengerjakan tugas-
tugas keperawatan diinterpretasikan oleh pasien sebagai tindakan perawatan.
5. Suara dan sikapnya baik, lembut, menyenangkan, mengesankan pada pasien dalam memberikan
tindakan perawatan dan tidak merendahkan.

Sumber: Creswell (1998:286).

O. Hasbiansyah. Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial ... 177
Tabel 6: Makna yang Terbentuk dari Pernyataan-Pernyataan Penting
mengenai “Tindakan yang Bukan Perawatan”

Wanita
1. Tindakan perawat yang selalu dalam tergesa-gesa, tanpa menyediakan waktu untuk sungguh-sungguh
berbicara atau mendengarkan, merupakan indikasi bagai pasien mengenai kurangnya perhatian perawat
pada pasen sebagai seorang individu.
2. Sikap perawat yang kurang menunjukkan minat terhadap pasien sebagai manusia diinterpretasikan pasien
bahwa tugas keperawatan tak lebih “hanyalah sebagai pekerjaan”.
3. Tindakan perawat secara fisik dan cara bicaranya yang yang meremehkan dan merendahkan dipandang
pasien sebagai tindakan yang bukan perawatan.
4. Perilaku fisik yang ditunjukkan perawat yang dingin, kasar, efisien yang berlebihan, secara kaku mengikuti
aturan, menghindari kontak mata, tidak menaewarkan penjelasan, dan melihat hanya sekilas pada pasien
membuat pasien merasa frustrasi, takut, tertekan, marah, khawatir, dan sedih.
Pria
1. Perawat yang tidak menaruh perhatian pada kebutuhan pasien tetapi memandang tugas keperawatan
sebagai sebuah pekerjaan dipandang pasien sebagain tidakan bukan perawatan.
2. Ketidakhadiran secara fisik atau hanya hadir sebentar, penampilan yang superfisial perawat
diinterpretasikan pasien bahwa perawat tidak memandang pasien sebagai seorang manusia yang berharga.
3. Suara perawat yang dingin, tindakan yang kasar dimaknai pasien di mana dirinya dianggap sebagai subjek
yang bukan manusiawi manusia atau objek yang tak bernyawa.
4. Komunikasi secara verbal dan fisik dari seorang perawat yang membuat pasen merasa seperti anak malang
merupakan penghinaan dan merendahkan, dan membuat pasien merasa tidak dibantu dan frustrasi.

Tabel 7: Pengelompokan Tema-Tema Umum

Tindakan Perawatan
1. Kehadiran Perawat
a. Kehadiran perawat secara fisik dan mental memudahkan pasien bila satu saat butuh.
b. Bagi pasien, kehadiran perawat terasa bermakna bukan saja ketika memanggilnya, tapi juga
ketika memerlukan kehadiran perawat tanpa diminta.
2. Keunikan Pasien
a. Perawat mengenali keunikan pasien dengan sungguh-sungguh mendengarkan dan merespon
kepada pasien sebagai individu yang berharga.
b. Pasien memandang dirinya diperlakukan oleh perawat sebagai manusia yang berharga.
3. Konsekuensi
Perhatian perawat secara individual kepada pasien menimbukan perasaan nyaman, aman, damai, dan
rileks.
Tindakan yang Bukan Perawatan
1. Kehadiran Perawat
a. Kehadiran perawat secara fisik sekadar untuk melaksanakan pekerjaan.
b. Untuk pasien, kehadiran perawat secara fisik bermanfaat sedikit atau tidak sama sekali, bahkan
ketika diminta.
2. Keunikan Pasien
a. Perawat tidak mengenali keunikan pasien karena perawat tidak “sungguh-sungguh
mendengarkan” atau “terlalu sibuk” untuk menaruh perhatian pada pasiesn secara individual.
b. Pasien tidak dihargai sebagai individu yang unik oleh tindakan-tindakan perawat yang
menghinakan dan merendahkan.
3. Konsekuensi
Kurangnya perhatian perawat kepada pasien menimbukan perasaan frustrasi, takut, tertekan, marah,
khawatir, dan sedih.

Sumber: Creswell (1998:288).

178 M EDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Tabel 8: Deskripsi Mendalam mengenai “Tindakan Perawatan”

Dalam suatu interaksi perawatan, kehadiran perawat secara eksistensial dipersepsikan oleh pasien
sebagai lebih dari sekadar kehadiran fisik. Terdapat aspek kerelaan dirinya untuk pasien. Kerelaan
perawat tersebut mungkin timbul untuk merespons permintaan pasien, tetapi lebih sering merupakan
usaha sukarela dan tanpa diminta pasien. Kehendak perawat untuk memberi pada umumnya dipandang
pasien sebagai sikap dan perilaku ketika duduk dan sungguh-sungguh mendengarkan dan merespon
akan keunikan individu sebagai manusia yang berharga. Ketenangan, kenyamanan, dan rasa aman yang
dialami pasien secara fisik dan mental merupkan hasil yang timbul langsung dan segera dari kebutuhan-
kebutuhan pasien yang dinyatakan ataupun tidak dinyatakan, yang didiengar dan direspon oleh perawat.

Sumber: Creswell (1998:289)

Tabel 9: Deskripsi Mendalam mengenai “Tindakan bukan Perawatan”

Kehadiran perawat dengan pasien dipersepsikan pasien sebagai sekadar sebuah kehadiran minimal
perawat secara fisik bagi perawatnya sendiri. Perawat dipandang sebagai berada di sana karena hal itu
sebagai pekerjaannya dan tidak untuk membantu pasien atau memenuhi kebutuhan-kekbutuhan pasien.
Berbagai respons dari perawat dilakukan dengan pengeluaran energi yang menimal dan terikat oleh
aturan-aturan. Pasien memandang perawat yang tidak merespon permintaan untuk membantu sebagai
tindakan bukan perawatan. Oleh karena itu, suatu interaksi yang tak pernah terjadi diberi label sebagai
interaksi tindakan bukan perawatan. Perawat terlalu sibuk dan tampak terburu-buru untuk
menghabiskan waktu bersama pasien dan oleh karena itu tidak duduk dan mendengarkan sungguh-
sungguh pada masalah pasien secara individual. Pasien jauh lebih tidak dihargai sebagai manusia yang
unik karena ia diomeli, diperlakukan seperti anak-anak, atau diperlakukan sebagai bukan manusia atau
objek. Dikarenakan tak ada penghargaan dan kurangnya perhatian, kebutuhan-kebutuhan pasien tidak
terpenuhi, dan pasien memiliki perasaan negatif, yakni frustrasi, takut, tertekan, marah, khawatir, dan
sedih.

Sumber: Creswell (1998:289).

Data penelitian ini selanjutnya ditunjukkan praktek keperawatan, dan teori keperawatan.
kepada para pasien yang menjadi informan untuk Laporan penelitian ini ditutup dengan
diminta pendapatnya, apakah sesuai atau tidak Ringkasan.
dengan kenyataan yang mereka alami.
Pada bagian pembahasan (diskusi), peneliti 5. Penutup
melakukan refleksi dengan cara mengaitkan hasil
Praktik penelitian fenomenologi sebenarnya
temuan penelitian dengan prinsip-prinsip
tidak serumit bayangan kebanyakan orang ketika
fenomenologi.
memahami fenomenologi dalam kajian filsafat. Pada
Pada bagian kesimpulan dan implikasi, peneliti
dasarnya, penelitian fenomenologi ingin menggali
mengajukan kesimpulan dan implikasi bagi
dua dimensi saja: apa yang dialami subjek (orang
pendidikan keperawatan, penelitian keperawatan,

O. Hasbiansyah. Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial ... 179
yang diteliti) dan bagaimana subjek tersebut Delfgaauw, Bernard. 2001. Filsafat Abad 20. Terj.
memaknai pengalaman tersebut. Pengalaman Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara
subjek, dalam hal ini, merupakan fenomena yang Wacana Yogya.
menjadi subject matter yang diteliti. Dimensi
Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln, 1988.
pertama merupakan pengalaman faktual si subjek,
Straegies of Qualitative Inquiry. Thousand
bersifat objektif bahkan fisikal. Sedangkan dimensi
Oaks: Sage Publications.
kedua merupakan opini, penilaian, eveluasi,
harapan, dan pemaknaan subjek terhadap Edgar, Andrew dan Peter Sedgwick. 1999. Key
fenomena yang dialaminya. Dimensi kedua bersifat Concept in Cultural Theory. London and New
subjektif. York: Routledge.
Namun, seorang peneliti fenomenologi tetap Hardiman, F. Budi. 1993. Menuju Masyarakat
perlu memahami terlebih dahulu prinsip-prinsip Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik &
fenomenologi. Tanpa memahaminya, ia tidak akan Posmodernisme Menurut Jurgen Habermas.
mampu menganalisis data penelitian yang sudah Yogyakarta: Kanisius.
ditranskripsikan ke dalam uraian atau tabel dalam
konteks fenomenolgi. Kuper, Adam dan Jessica Kuper, ed., 1996.
Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa Esiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Terj. Haris
tahapan-tahapan penelitian yang dikemukakan di Munandar, Aris Aanda, Meri J. Binsar, Yanto
atas bukanlah prosedur baku dalam penelitian Mustof, dan Tri Wibowo Budi Santoso. Edi-
fenomenologi. Apa yang telah diuraikan hanyalah tor Zubaidi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
salah satu variasi metodologi penelitian Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Com-
fenomenologi yang dapat dipakai. Di luar itu, masih munication. 7th edition. Belmont, USA:
ada sejumlah prosedur yang dapat digunakan. Thomson Learning Academic Resource Center.
Littlejohn, S.W. and K.A. Foss. 2005. Theories of
Human Communication. 8th edition. Belmont,
Daftar Pustaka USA: Thomson Learning Academic Resource
Center.
Bertens, K. 1981. Filsafat Barat dalam Abad XX. Maliki, Zainuddin. 2003. Narasi Agung: Tiga Teori
Jakarta: Gramedia. Sosial Hegemonik. Surabaya: PAM.
_____. 1987. Fenomenologi Eksistensial. Jakarta: Moustakas, Clark. 1994. Phenomenological Re-
Gramedia. search Methods. New Delhi: Sage Publica-
tions.
Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.s Suprayogo, Imam, dan Tobroni, 2003. Metodologi
Penelitian Sosial-Agama. Cetakan ke-2.
Brouwer, M.A.W. 1984. Psikologi Fenomenologis.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jakarta: Gramedia.
Watt, James H. dan Sjef A. Van den Berg, 1995.
Creswell, 1998. Qualitative Inquiry: Choosing
Research Methods for Communication Sci-
Among Five Tradtions. Sage Publications.
ence. Boston: Allyn and Bacon.

180 M EDIATOR, Vol. 9 No.1 Juni 2008

Anda mungkin juga menyukai