Asam Borat Praktikum

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA DASAR

KOEFISIEN PARTISI ASAM BORAT

OLEH

KELOMPOK I :

I KETUT ADY WIJAYANTARA (1948202001)

PUTU AYUDIA SEPTIARINI (1948202002)

NI KOMANG AYU PARIDA (1948202003)

I MADE BAYU JAYA KUSUMA (1948202004)

NI KADEK DWI LALA WULANDARI (1948202005)

SARJANA FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS

FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan/Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ALAT DAN BAHAN

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PENUTUP

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi farmasis, ditambah
berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya
terhadap distribusi obat didalam tubuh manusia. Hal-hal yang termasuk didalam koefisien
partisi  ialah kerja obat pada tempat organ target serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh
bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik.

Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat


(sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan
suatu harga tetap pada suhu tertentu.

Fenomena distribusi termasuk di dalamnya adalah koefisien distribusi yang erat


hubungannya dengan ilmu farmasi (ilmu resep). Satu hal penting dari fenomena distribusi
adalah sifat senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein
atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.

Asam borat juga disebut hidrogen borat, asam boraks, asam ortoborat dan acidum
boricum adalah monobasa asam Lewis boron yang sering digunakan sebagai antiseptik,
insektisida, penghambat nyala, penyerap neutron, atau prekursor untuk senyawa kimia
lainnya. Senyawa ini memiliki rumus H3BO3 atau B(OH)3 dan ada dalam bentuk kristal
tidak berwarna atau serbuk putih yang larut dalam air. Ketika berbentuk mineral, senyawa ini
disebut sasolit (anonim 2014).

Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara mencampur dua
zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak saling  bercampur yaitu asam borat dan asam
benzoat. Dengan percobaan ini, diharapkan dapat diketahui tentang fenomena distribusi suatu
obat jika terdapat dalam tubuh.
1.2 Tujuan/Manfaat
a. Mengetahui cara penentuan koefisien partisi suatu zat dalam pelarut yang tidak saling
campur.
b. Dapat mengetahui nilai koefisien partisi asam borat dalam pelarut air dan minyak
kelapa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi farmasis, ditambah
berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya
terhadap distribusi obat didalam tubuh manusia. Hal-hal yang termasuk didalam koefisien
partisi  ialah kerja obat pada tempat organ target serta distribusi dan absorbsinya ke
seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik.
Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat
(sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan
suatu harga tetap pada suhu tertentu.
Fenomena distribusi termasuk di dalamnya adalah koefisien distribusi yang erat
hubungannya dengan ilmu farmasi (ilmu resep). Satu hal penting dari fenomena distribusi
adalah sifat senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein
atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.
Asam borat juga disebut hidrogen borat, asam boraks, asam ortoborat dan acidum
boricum adalah monobasa asam Lewis boron yang sering digunakan sebagai antiseptik,
insektisida, penghambat nyala, penyerap neutron, atau prekursor untuk senyawa kimia
lainnya. Senyawa ini memiliki rumus H3BO3 atau B(OH)3 dan ada dalam bentuk kristal
tidak berwarna atau serbuk putih yang larut dalam air. Ketika berbentuk mineral, senyawa
ini disebut sasolit (anonim 2014).
Ekstraksi pelarut adalah suatu metode pemisahan berdasarkan transfer suatu zat
terlarut dari suatu pelarut ke dalam pelarut lain yang tidak saling bercampur. Menurut
Nerst, zat terlarut akan terdistribusi pada kedua solven sehingga perbandingan konsentrasi
pada kedua solven tersebut tetap untuk tekanan dan suhu yang tetap (G Shevla, 1985;139)
Ekstraksi pelarut terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi
tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena
kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi
cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaltu pencampuran secara intensif bahan
ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin.
(Shevla, 1985;139)
Mekanisme ekstraksi dengan proses distribusi dari zat yang terekstraksi ke fase
organik, tergantung pada bermacam faktor,antara lain: kebasaan ligan, faktor stereokimia
dan adanya garam pada sistem ekstraksi. Kelarutan kompleks logam selain ditetapkan
oleh perbandingan koefisien distribusinya juga ditentukan oleh perubahan aktivitas zat
terlarut pada masing-masing fase. (Khopkar, 2008;90)
Pengaruh adanya pelarut lain yang tercampur pada pelarut pertama dapat menambah
kelarutannya bila pelarut keduatersebut bereaksi dengan zat terlarut. Jenis ikatan
mempengaruhi kelarutan kompleks pada fase organik. Kelarutan elektrolit pada medium
yang sangat polar akan bertambah dengan gaya elektrostatik. Kelarutan zat pada air atau
alkohol lebih ditentukan oleh kemampuan zat tersebut membentuk ikatan hidrogen.
Kelarutan zat-zat aromatik pada fase organik sebanding dengan kerapatan elektron pada
inti aromatik dari senyawa-senyawa tersebut. Garam-garam logam tidak dapat larut sebab
bersifat sebagai elektrolit kuat. Sifat kelarutan khelat atau asosiasi ion sangat penting
pada mekanisme ekstraksi. (Khopkar, 2008;92)
Bilamana suatu zat seperti asam oleat, dituangkan di atas permukaan air, maka ia akan
menyebar sebagai lapisan jika gaya adhesif antara molekul-molekul asam oleat dan
molekul-molekul air lebih besar daripada gaya kohesif di antara molekul-molekul asam
oleat sendiri. Yang dimaksud dengan lapisan di sini adalah lapisan dupleks, untuk
membedakannya dengan lapisan monomolekular. Lapisan dupleks adalah cukup tebal
sehingga permukaannya (batas antara asam oleat dan udara) terpisah dari antarmukanya
(batas antara air dan asam oleat). (Martin, Alfred, 1990;116)
Kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan yang
tidak bercampur, zat itu akan mendistribusikan diri di antara kedua fase sehingga masing-
masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur dalam
jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan maka zat tersebut tetap berdistribusi
di antara kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu. (Martin, Alfred,
1990;622)
Dengan melihat penyebaran minyak pada permukaan air, Harkins menyatakan, jika
minyak lebih suka pada dirinya sendiri daripada air, maka minyak tidak akan menyebar,
sedangkan jika ia lebih suka pada air dibandingkan dirinya sendiri, maka minyak akan
menyebar melapisi permukaan. Dengan perkataan lain, penyebaran terjadi jika kerja dari
adhesi (suatu ukuran gaya tarik menarik antara minyak dengan air) lebih besar dari kerja
kohesi. Dinyatakan dengan cara lain, jika Wa-Wc nilainya positif, atau ditulis secara
matematis, jika Wa-Wc>0, minyak akan menyebar melapisi permukaan air. Selisih
tersebut dikenal sebagai koefisien penyebaran(Moechtar, 1989;118)
Jika C1 dan C2 adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam pelarut 1 dan pelarut 2,
persamaan kesetimbangan menjadi:
K =C1
C2
Tetapan kesetimbangan K dikenal sebagai perbandingan distribusi, koefisien
distribusi atau koefisien partisi. C1 dan C2 adalah konsentrasi masing masing solute,
masing-masing dalam solvent 1 dan solvent. Persamaan yang dikenal dengan hukum
distribusi, Dan satu hal yang penting untuk di ingat bahwa Hukum Distribusi tersebut
hanya dapat ditrapkan pada zat-zat yang tak mengalami disosiasi dan asosiasi serta tidak
bereaksi dengan solvent. (Martin, Alfred, 1990;622)
Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling
bercampur. Jika ada kelebihan cairan atau suatu zat padat ditambahkan kedalam
campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusikan diri diantara dua
fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut
tidak bercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat
tersebut akan didistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu
(Mirawati, 2011)

Monografi bahan

1. Aquadest

Nama resmi : Aqua destillata

Nama lain : Aquadest, air suling

Rumus molekul : H2O

Berat molekul : 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbai, dan tidak berasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut, media distribusi


2. Asam borat

Nama resmi : Acidum boricum

Nama lain : Asam borat

Rumus molekul : H3BO3

Berat molekul : 61,83

Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap, tidak berwarna,
tidak berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel

Penetapan kadar : 1 mL natrium hidroksida setara dengan 61,83 mg H3BO3

3. Aluminuim foil

4. Indikator fenolftalein

Nama resmi : Phenolphtalein

Nama lain : Fenolftalein

Rumus molekul : C20H14)4 / 318,00

Struktur molekul :

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah, tidak berbai, stabil
di udara

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar larut
dalam eter
Kegunaan : Sebagai indikator

5. Minyak goreng

Nama resmi : Oleum cocos

Nama lain : Minyak kelapa

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat, bauk has tidak tengik

Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P, sangat mudah larut dalam
kloroform P dan dalam eter

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut, media distribusi

6. NaOH 1%

Nama resmi : Natrii hydroxidum

Nama lain : Natrium hidroksida

Rumus molekul : NaOH

Berat molekul : 40,00

Pemerian : Bentuk batang, butiran, merasa hablur atau keeping, kering, keras,
rapuh, putih, mudah meleleh basah, sangat alkalis dan korosif, segera menyerap CO2

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai larutan penitrasi

7. Kertas perkamen
BAB III
ALAT DAN BAHAN

A. Alat
1. Batang pengaduk
2. Buret 25 ml
3. Corong pisah
4. Erlenmeyer 250ml
5. Gelas kimia 250 ml dan 500 ml
6. Gelas ukur 50ml
7. Pipet tetes
8. Sendok tanduk
9. Statif dan klem
10. Timbangan analitik

B. Bahan
1. Aquadest
2. Asam borat
3. Aluminium foil
4. Indikator fenolftalein
5. Minyak kelapa
6. NaOH 1%
7. Kertas perkamen
BAB IV
PROSEDUR KERJA

1. Menimbang 100 mg asam borat di atas timbangan analitik /timbangan


milligram, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
2. Melarutkan dengan aquadest secukupnya hingga tidak ada partikel sampel
yang tertinggal pada dasar (melarut seluruhnya), kemudian dicukupkan
volume larutan hingga 100 mL dengan aquadest.
3. Larutan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu larutan untuk dilakukan titrasi
langsung (Csebenarnya) dan diekstraksi menggunakan corong pisah (Csolut).

Penentuan C awal (Csebenarnya)


a. Memasukkan 25 mL larutan asam borat kedalam erlenmeyer.
b. Menambahkan indikator fenolftalein sebanyak tiga tetes ke dalam
erlenmeyer yang berisi larutan asam benzoat.
c. Mentitrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 1 N sampai terjadi
perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda.
d. Titrasi dihentikan setelah tercapai titik akhir titrasi, ditandai dengan
perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda.

Penentuan Cair (Csolut)


a. Memasukkan 25 mL larutan asam borat ke dalam corong pisah dan
ditambahkan dengan 25 mL minyak kelapa ke dalam corong pisah tersebut
b. Mengocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah tadi, dan
didiamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
c. Membuka tutup corong pisah, lalu ditampung cairan yang berada sebelah
bawah corong pisah dalam sebuah erlenmeyer 250 mL, cairan lainnya dibuang
d. Menambahkan indikator fenolftalein sebanyak tiga tetes ke dalam erlenmeyer
yang berisi cairan fase air asam borat yang dikeluarkan dari corong pisah
e. Mentitrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 1 N sampai terjadi
perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda
f. Titrasi dihentikan setelah tercapai titik akhir titrasi, ditandai dengan perubahan
warna indikator dari bening menjadi merah muda
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang berbeda atau tidak
saling bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi ke dalam dua pelarut dengan
kemampuan kelarutannya. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi
kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang
mempengaruhi koefisien distribusi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut
2, dirumuskan :

(C 1)
Koefisi en Distribusi=
(C 2)

Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua
fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut
dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul.

Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling
bercampur. Jika kelebihan campuran atau zat padat ditambahkan ke dalam cairan yang tidak
saling bercampur tersebut maka zat tersebut akan mendistribusi diri di antara dua fase
sehingga masing-masing menjadi jenuh.

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam larutan yaitu larutan jenuh, larutan tidak
jenuh dan larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada
dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut), larutan tidak jenuh atau hampir jenuh
adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk
penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu, sedangkan larutan lewat jenuh adalah larutan
yang mengandung jumlah zat terlarut dalam konsentrasi yang lebih banyak daripada yang
seharusnya pada temperatur tertentu.

Untuk asam borat, diketahui kelarutannya adalah dapat larut dalam 20 bagian air,
dalam 3 bagian air mendidih, dalam 16 bagian etanol serta dalam 5 bagian gliserol. Jadi,
asam borat memiliki kelarutan yang cukup baik dalam beberapa pelarut organicDalam
percobaan ini kita menggunakan dua sampel yaitu asam borat dan asam benzoat. Mula-mula
dilakukan standarisasi NaOH dengan asam oksalat ditimbang 0,3154 g. Selanjutnya
dilarutkan dengan 100 mL aquadest di labu takar 100 mL. Larutan asam oksalat dipipet
sebanyak 25 ml menggunakan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan
dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,05 N menggunakan indikator pp.

CARA MENGGUNAKAN CORONG PISAH

Corong pisah adalah alat yang paling umum digunakan dalam pekerjaan ekstraksi
rutin dalam kimia organik. Akan tetapi alat ini juga paling sering ditangani secara salah di
dalam laboratorium kimia organik. Untuk penanganan yang benar, harus memperhatikan
secara seksama semua fase proses ekstraksi dan pemisahan. Ada aturan-aturan dasar yang
seharusnya diikuti dalam melakukan ekstraksi.

Penyiapan Corong Pisah

biasanya terbuat dari gelas tipis dan karenanya seharusnya ditangani dengan hati-hati.
Bagian terpenting dari alat ini adalah kran yang terbuat dari gelas atau teplon. Kran gelas
sebaiknya diolesi dengan vaselin sebelum corong digunakan. Gunakan vaselin secukupnya
agar kran mudah diputar, penggunaan vaselin yang berlebih akan dapat menyumbat lubang
kran atau mengotori larutan organik. Kran yang terbuat dari bahan teflon lebih baik daripada
bahan gelas karena mempunyai koefisien gesekan yang rendah, dan tidak perlu vaselin. Akan
tetapi teflon sangat lembut dan rusak oleh pemanasan atau tekanan. Corong pisah dengan
kran pada posisi tertutup, ditempatkan di atas klem cincin besi. Idealnya cincin harus dibalut
dengan plastik untuk mencegah kontak langsung dengan gelas dan mengurangi bahaya
keretakan corong. Letakkan Erlenmeyer atau gelas piala di bawah corong. Hal ini sangat
berguna ketika corong diisi cairan dan terjadi kebocoran. Rangkaian lengkap alat ini dapat
dilihat dalam Gambar 3.2
Pastikan bahwa penutup benar-benar cocok dengan leher corong pisah.
Pertimbangkan apakah perlu atau tidak perlu menggunakan vaselin penutup. Penggunaan
vaselin akan memudahkan pelepasan penutup, akan tetapi mengandung resiko kontaminasi
vaselin terhadap larutan organik, terutama pelarut yang dapat merembes masuk ke celah
penutup. Basahi dengan air penutup yang tidak bervaselin untuk mencegah perembesan
pelarut ke dalam celah penutup.

Pengocokan

Untuk mengefisienkan ekstraksi, fase air dan fase organik harus bercampur secara
keseluruhan. Tujuan ini dicapai dengan cara penggoyangan memutar (swirling) dan
pengocokan (shaking) corong pisah. Setelah memasukkan cairan ke dalam corong pisah dan
sebelum memasang penutup, sebaiknya corong digoyang memutar secara pelan-pelan terlebih
dahulu. Pegang bagian atas corong, angkat dan goyang memutar pelan-pelan. Hal ini sangat
penting jika ekstraksi melepaskan gas karbondioksida, seperti ekstrasi yang melibatkan
larutan karbonat atau bikarbonat, atau netralisasi asam. setelah pemutaran, letakkan corong di
atas klem cincin dan tutup rapat-rapat. Selanjutnya perlu penggoyangan memutar atau
pengocokan yang lebih keras untuk membuat kedua fase saling bercampur seluruhnya. Setiap
orang mempunyai metode tersendiri memegang corong, salah satu cara memegang corong
diperlihatkan dalam Gambar 3.3. Kapan saja melakukan ekstraksi maka perlu mengingat hal-
hal sebagai berikut.

1. Pegang corong dengan kedua tangan.

2. Dengan tangan yang satu, pegang corong dengan satu jari tetap di atas penutup.
3. Pengan corong disekitar kran dengan tangan yang satu untuk menjaga agar kran
tetap berada pada posisinya, yang lebih penting lagi agar anda dapat membukatutup
kran dengan cepat.

4. Jika Anda masih ragu, lakukan hal ini dengan corong yang masing kosong.

Dalam percobaan ini kita menggunakan sampel yaitu asam borat. Mula-mula sampel
asam borat ditimbang asam borat sebanyak 0,100 gram Selanjutnya sampel dilarutkan dengan
100 mL aquadest di labu takar 100 mL. Larutan asam borat dipipet sebanyak 25 ml lalu
dimasukkan ke dalam corong pisah dan kemudian ditambahkan dengan 25 ml minyak kelapa
dan diakukan pengocokan kuat dan dilakukan selama 5 menit. Pengocokan dilakukan dengan
maksud untuk mendistribusikan zat terlarut ke dalam pelarut dengan perbandingan
konsentrasi tertentu. Setelah pengocokan dilakukan, maka dibiarkan beberapa saat selama 10-
15 menit, dengan tujuan untuk memisahkan antara kedua pelarut bisa sempurna.
Ketidakcampuran antara air dan minyak ini disebabkan oleh sifat fisikanya yang berbeda
yaitu perbedaan bobot jenis, perbedaan tegangan permukaan dan tingkat kepolaran dimana air
bersifat polar dibandingkan dengan minyak kelapa. Hal ini disebabkan karena pada minyak
kelapa terdapat atom karbon sehingga menyebabkan bentuk stereokimianya simetris sehingga
tidak memiliki momen dipol. Momen dipol inilah yang menentukan kepolaran dari suatu zat.

Setelah memisah, lapisan air yang berada di bawah ditampung dalam Erlenmeyer,
sedangkan lapisan minyaknya dibuang. Hal ini dikarenakan lapisan air dari pengocokan akan
digunakan sebagai zat sampel yang akan dititrasi untuk ditentukan kadarnya. Apabila lapisan
minyak yang digunakan sebagai sampel dititrasi maka akan terjadi saponofikasi atau
penyabunan sehingga titik akhir titrasinya tidak jelas. Lapisan air yang telah ditampung
kemudian dititrasi dengan NaOH 0,05 jhkjN menggunakan indikator pp catat volume sebagai
(Va). Hal yang sama diberlakukan saat penambahan pelarut eter di dalam corong pemisah dan
catat volume titik akhir titrasi sebagai (Vb)

Metode titrasi yang dilakukan pada percobaan ini adalah metode alkalimetri yaitu
suatu metode penentuan kadar suatu sampel asam menggunakan larutan baku basa dan
indikator yang digunakan yaitu indikator pp dengan tryek pH 8,3-10 (indikator basa).

Pada titrasi alkalimetri menggunakan indikator pp, titik akhir titrasi diperoleh jika
terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Mekanisme terjadinya
perubahan warna tersebut yaitu pada saat larutan pentiter mulai diteteskan dari atas buret
maka akan terjadi reaksi antara analit yang bersifat asam, dalam hal ini digunakan asam
benzoat dan asam borat dan pentiter yang bersifat basa, yaitu NaOH membentuk suatu larutan
garam. Periatiwa ini terjadi terus menerus hingga larutan asam tepat habis bereaksi dengan
NaOH yang disebut dengan titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen, perubahan warna belum
terjadi. Kelebihan satu tetes saja dari larutan NaOH akan menyebabkan perubahan warna
larutan dari tidak berwarna menjadi merah muda. Perubahan warna ini berasal dari reaksi
antara kelebihan basa dengan indikator pp.

Berdasarkan hasil percobaan, telah dipeeroleh data yakni pada penentuan C. Awal
titrasi I, menghabisakan 0,6 larutan titran, pada titrasi ke 2 yakni 0,7 ml. Dengan
penjumlahan yang didapatkan yaiti 1,3 ml dan rata ratanya 0,65 ml. Sedangkan C. Air
( Solut) padatitrasi pertama menghabiskan 1,7ml larutan titran, pada titrasi ke II yakni 0,7
ml . dengan penjumlahan yang didapatkan yaitu 2,4 ml dan rata ratanya 1,2 ml.

Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan dimana hasil yang diperoleh tidak sesuai
dengan literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena
 Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut.
 Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan fasa air untuk
titrasi.
 Kesalahan dalam menitrasi.
 Pada saat pengambilan fase air dari campuran larutan dan minyak menggunakan pipet
tetes dalam Erlenmeyer, masih ada bagian minyak yang ikut bersama dengan fase air
sehingga mempengaruhi titik akhir titrasi.
 Kelarutan sampel yang tidak sempurna
BAB VI
PENUTUP

KESIMPULAN

Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase
cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan
senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul.Suatu zat dapat larut dalam dua
macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan campuran atau zat
padat ditambahkan ke dalam cairan yang tidak saling bercampur tersebut maka zat tersebut
akan mendistribusi diri di antara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh.

Corong pisah adalah alat yang paling umum digunakan dalam pekerjaan ekstraksi rutin dalam
kimia organik. Akan tetapi alat ini juga paling sering ditangani secara salah di dalam
laboratorium kimia organik.biasanya terbuat dari gelas tipis dan karenanya seharusnya
ditangani dengan hati-hati. Bagian terpenting dari alat ini adalah kran yang terbuat dari gelas
atau teplon. Kran gelas sebaiknya diolesi dengan vaselin sebelum corong digunakan.
Gunakan vaselin secukupnya agar kran mudah diputar, penggunaan vaselin yang berlebih
akan dapat menyumbat lubang kran atau mengotori larutan organik.Untuk mengefisienkan
ekstraksi, fase air dan fase organik harus bercampur secara keseluruhan. Tujuan ini dicapai
dengan cara penggoyangan memutar (swirling) dan pengocokan (shaking) corong pisah.

Berdasarkan hasil percobaan, telah dipeeroleh data yakni pada penentuan C. Awal titrasi I,
menghabisakan 0,6 larutan titran, pada titrasi ke 2 yakni 0,7 ml. Dengan penjumlahan yang
didapatkan yaiti 1,3 ml dan rata ratanya 0,65 ml. Sedangkan C. Air ( Solut) padatitrasi
pertama menghabiskan 1,7ml larutan titran, pada titrasi ke II yakni 0,7 ml . dengan
penjumlahan yang didapatkan yaitu 2,4 ml dan rata ratanya 1,2 ml
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press : Jakarta

Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Universitas Indonesia
Press : Jakarta

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI :Jakarta

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia  Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI: Jakarta

Ernest. 1999. Dinamika Obat. Institut Teknologi Bandung : Bandung.

Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik jilid I Edisi III. Universitas Indonesia Press : Jakarta

Mirawati. 2014. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika I. Universitas Muslim Indonesia

: Makassar

Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. PAU Bioteknologi  Universitas Gadjah


Mada : Yogyakarta.

Dirjen POM, (1979), ” Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga”, Departemen Kesehatah RI,

Jakarta.

Dirjen POM, (1995), ” Farmakope Indonesia, Edisi Keempat ”, Departemen Kesehatah RI,

Jakarta.

Martin, Alfred, (1990), ” Farmasi Fisik, Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu
Farmasetika”,UIP Press, Jakarta.

Moechtar, (1989), ”Farmasi Fisika, Bagian Larutan dan Sistem Dispersi”, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Mirawati. 2011. “ Penuntun Praktikum Farmasi FisikaI”. Universitas Muslim Indonesia :


Makassar

Svehla, G. (1985). VOGEL : “ Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro ” , Bagian 1, Edisi V, PT. Kalma Media Pustaka, Jakarta.

Khopkar, S.M., 2008, “ Konsep Dasar Kimia Analitik ”, UI Press, Jakarta, Hal. 90 -111
https://wawasanilmukimia.wordpress.com/2014/01/08/asam-borat-dan-kegunaannya/
(diakses pada tanggal 06 maret 2018 pada Pk 11.02 WIB)

Harjadi W. 1986.“ Ilmu Kimia Analitik Dasar ”. Jakarta: Gramedia.

Irawan, Candra . 2009.“ Buku pengantar Kimia Organik 1”.

\
LAMPIRAN PRAKTIKUM

Anda mungkin juga menyukai