Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

“TUMOR PARU ”

RUANGAN ICU (INTENSIVE CARE UNIT)

RSUD DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Disusun Oleh

Nama : Christina Eka Yulianti

Nim : PO.62.20.1.19.049

Prodi : DIII Keperawatan Reguler XXII B

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA

T.A 2020/2021
1. PENGERTIAN
Tumor merupakan sebuah benjolan abnormal dalam tubuh yang dapat bersifat jinak atau
ganas dan biasanya disebabkan oleh penyebaran sel abnormal yang tumbuh tidak terkontrol
dan tidak terkendali (keganasan) maupun infeksi (Iqbalawaty, et al., 2019). Tumor ganas
paru berasal dari tumor ganas epitel primer saluran nafas yang dapat menginvasi struktur
jaringan disekitarnya dan berpotensi menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan
sistem limfatik (Tandi, Tubagus, & Simanjuntak, 2016). Tumor ganas yang berasal dari
epitel paru akan berkembang menjadi kanker paru primer (Kemenkes RI, 2017).
Tumor dibagi mejadi dua golongan besar yaitu tumor jinak (benign) adenoma 5% dan
tumor ganas (malignant) 90% adalah karisoma bronkogenik atau yang popular dengan
sebutan kanker. Dan defenisi kanker paru adalah tumor ganas primer yang berasal dari
saluran nafas (Bronkhus).
Kanker paru merupakan penyakit keganasan yang mengancam nyawa dan paling sering
terjadi pada pria (Puruhito, 2015). WHO (2018) menyatakan bahwa kanker merupakan
penyebab kematian terbanyak di dunia dengan presentase sebesar 9.6 juta jiwa meninggal
ditahun 2018 dan 2.09 juta jiwa diantaranya meninggal akibat kanker paru. Sebanyak 51%
kanker paru terjadi pada laki-laki dan 49% diantaranya menyerang perempuan yang sering
terpapar dengan asap rokok (LungEvity Foundation, 2019).

2. ETIOLOGI
Umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi
paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor
penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :
1. Merokok, menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting,
yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia,
diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada
perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap
hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok.
2. Perokok pasif, semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok
pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup,
dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
pada orangorang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko
mendapat kanker paru meningkat dua kali.
3. Polusi udara, kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker
paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah
pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan
pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang
pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih
dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar
oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada
asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.
4. Paparan zat karsinogen, beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker
paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali
lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan
asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
5. Diet, beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,
selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru.
6. Genetik, terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa
mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam
timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen
(termasuk juga gen-gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor
(termasuk gen rb, p53, dan CDKN2).
7. Penyakit paru, seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko
empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok
dihilangkan (Price dan Wilson, 2016)
3. TANDA & GEJALA
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala klinis.Bila sudah
menunjukkan gejala berarti pasien sudah dalam stadium lanjut.
1) Gejala dapat bersifat local( tumor tumbuh setempat) :
a) Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b) Hemoptisis
c) Mengi(wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
d) Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
2) Invasi local
a) Nyeri dada
b) Dispnea karena efusi pleura
c) Sindrom vena cava superior
3) Gejala penyakit metastasi
a) Pada otak, tulang, hati, adrenal
b) Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
4) Sindrom paraneoplastik( terdapat pada 10 % kanker paru ) dengan gejala :
a) Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b) Hematologi : leukositosis. Anemia, hiperkoagulasi
c) Hipertrofi osteoartropati
d) Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e) Neuromiopati
f) Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
g) Dermatologic : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h) Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
i) Asimtomatik dengan kelainan radiologis
j) Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara radiologis
Asimtomatik dengan kelainan radiologis
k) Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara
radiologis
l) Kelainan berupa nodul soliter.
4. PATOFISIOLOGI
Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor. Onkogen
merupakan gen yang diyakinin sebagai penyebab seseorang untuk terkena kanker. Proto-
onkogen berubah menjadi onkogen jika terpapar karsinogen yang spesifik. Pada proto-
onkogen mutasi yang terjadi yaitu K-ras menyebabkan adenokarsinoma paru sampai 10-30%.
Epidermal growth factor reseptor (EFGR) mengatur proliferasi sel, apoptosis, angiogenesis,
serta invasi tumor. Berkembangnya EFGR serta mutasi sering dijumpai pada kanker paru
non-small sel sehingga menjadikan dasar terapi menggunakan penghambat EFGR.
Kerusakan kromosom menyebabkan kehilangan sifat keberagaman heterezigot,
menyebabkan inaktivasi gen supresor tumor. Kerusakan kromosom 3p, 5q, 13q dan 17p ini
paling sering menyebabkan karsinoma paru non-small sel. Gen p53 tumor supresor berada
dikromosom 17p yang didapatkan 60-75% dari kasus.19 Sejumlah gen polimorfik berkaitan
dengan kanker paru, termasuk gen polimorfik yang mengkode interleukin-1, sitokrom P450,
caspase-8 sebagai pencetus apoptosis serta XRCC1 sebagai molekul DNA repair. Individu
yang terdapat gen polimorfik seperti ini lebih sering terkena kanker paru apabila terpapar zat
karsinogenik.
PATHWAY TUMOR PARU

Asap Rokok, Polusi Udara,


Pemajanan Okupasi

Iritasi Mukosa Bronkus

Peradangan Kronik

Pembelahan sel yang tidak


terkendali

Karsinoma Paru

Iritasan oleh massa tumor Adanya massa dalam Paru

Nyeri Peningkatan Sekresi Kerusakan membrane Alveoli


mukus

Gangguan Pertukaran Gas


Batuk

Penurunan Ekspansi Paru

Bersihan Jalan
Nafas tidak Efektif Sesak Nafas

Pola Nafas
Tidak Efekti

Malaise

Intoleran
Aktivitas
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kanker paru ini adalah pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk (Purba & Wibisono, 2015):
1) menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru;
2) kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan
analisis gas;
3) menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-
organ lainnya; dan
4) menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan
tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah (Purba & Wibisono,
2015):
1) Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk
mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat
ukuran tumor, kelenjar getah bening, dan metastasis ke organ lain.
2) Sitologi
Merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang
tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari
sel pada jaringan. Pemeriksaan sitology dapat menunjukkan gambaran perubahan sel,
baik pada stadium prakanker maupun kanker. Pemeriksaan sputum adalah salah satu
teknik pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan sitologik.
3) Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk
bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik
mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan
lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di
perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.
4) Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor
pada paru terutama yang terletak di perifer.
5) Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan
histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat
torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan
mengambil sebagian jaringan

6. PENATALAKSANAAN
1) Keperawatan
- Penatalaksanaan keperawatan adalah Terapi Oksigen. Jika terjadi
hipoksemia, perawat dapat memberikan oksigenvia masker atau nasal kanula sesuai
dengan permintaan. Bahkan jika klien tidak terlalu jelas hipoksemianya, dokter dapat
memberikan oksigen sesuai yang dibutuhkan untuk memperbaiki dispnea dan
kecemasan.
- Monitor asupan dan keluaran sertapertahankan hidrasi
- Anjurkan mobilisasi secara dini
- Periksa tanda tanda vital dan awasi serta laporkan bila terjadi respirasi abnormal dan
perubahan lainnya.
- Lakukan penghisapan secret sesuai kebutuhan dan anjurkan untuk melakukan
pernapasan dalam dan batuk sesegera mungkin. Periksa sekresi lebih sering.
2) Medis
- Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru –paru yang tidak terkena kanker.
- Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
- Pneumonektomi (pengangkatan paru)
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
- Lobektomi (pengangkatan lobus paru)
- Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesisbleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
- Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi
efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
- Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk
melengkapi bedah atau terapi radiasi

7. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan kegiatan menganalisis informasi yang di hasilkan dari pengkajian,
skrining untuk menilai suatu keadaan normal atau abnormal, kemudian nantinya akan
digunakan sebagai pertimbangan dengan diagnosa keperawatan yang berfokus pada masalah
atau resiko. Pengkajian harus dilakukan dengan dua tahap yaitu pengumpulan data (informasi
subjektif maupun objektif) dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekaman medic
(Nanda, 2018).
Dalam hal ini yang diambil termasuk ke dalam kategori psikologis dan subkategori nyeri
dan kenyamanan. Pengkajian pada masalah Hipertensi meliputi :
- Riwayat penyakit dahulu : Untuk mengkaji riwayat penyakit dahulu atau riwayat
penyakit sebelumnya, perawat harus mengkaji apakah gejala yang berhubungan
dengan ansietas, stress, alergi, makan atau minum terlalu banyak, atau makan terlalu
cepat. Selain itu perawat juga harus mengkaji adakah riwayat penyakit lambung
sebelumnya atau pembedahan lambung
- Riwayat kesehatan keluarga : Dalam riwayat kesehatan keluarga perawat mengkaji
riwayat keluarga yang mengkonsumsi alkohol, mengidap gastritis, kelebihan diet,
serta diet sembarangan. 18 Selain itu perawata juga mananyakan tentang penyakit
yang pernah dialami oleh keluarga.
1) Genogram : Genogram adalah pohon keluarga yang menggambarkan faktor
biopsikososial individu dan keluarga dalam 3 generasi. Genogram dapat pula
menggambarkan siklus hidup keluarga, penyakit, dan hubungan antaranggota keluarga.
2) Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah proses medis yang harus dijalani saat diagnosis penyakit. Hasilnya
dicatat dalam rekam medis yang digunakan untuk menegakkan diagnosis dan merencanakan
perawatan lanjutan. Pemeriksaan fisik akan dilakukan secara sistematis, mulai dari kepala
hingga kaki (head to toe) yang dilakukan dengan empat cara (inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi). Berdarkan dari format yang tertera maka Observasi dan Pemeriksaan fisik
meliputi : Kejadian Umum, Tanda-tanda, Body systems, pernapasan (B1 : Breathing),
pengindraan, kardiovaskuler (B2 Breathing), Persyaratan, Perkemihan, pencernaan, Tulsng
otot-kulit (Muskuloskeletal-Integumen), Reproduksi, Pola Fungsi Kesehatan(presepsi
terhadap kesehatan dan penyakit, fungsi kesehatan, kognitif, presepsi diri/konsep diri,
peran/berhubungan, koping-toleransi stress, Nilai-Pola Keyakinan, Psikososial-Spritual, Data
Penunjang (Lab, foto, Rontgen, pemeriksaan Diagnostik dll), terapi & Implikasi keperawatan

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN/PRIORITAS
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau respon
individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada resiko masalah kesehatan
atau pada proses kehidupan . Diagnosa keperawatan merupakan bagian vital dalam
menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu pasien mencapai kesehatan
yang optimal (PPNI, SDKI 2016). Diagnosa yang mungkin muncul menurut SDKI, 2016 :

1) Pola Nafas Tidak Efektif (SDKI : D.D.0005, Hlm 28)


Inspirasi dan.atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
2) Nyeri Akut (SDKI : D.0077, Hlm 172)
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
3) Defisit Pengetahuan (SDKI : D.0111, Hlm 246)
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu
4) Defisit Perawatan Diri (SDKI : D.0109,Hlm 240)
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri

9. INTERVENSI
Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan
dan pemulihan kesehatan pasien individu, keluarga, dan komunitas.(PPNI, 2016)

No.Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Rencana Tindakan


Keperawata
n
Dx1 (SLKI : L.01.004, Hlm 95) (SIKI : I.01.014, Hlm 247 )
Luaran utama : Pola Napas Intervensi utama : Pemantauan Respirasi

Setelah dilakukan tindakan Observasi


keperawatan selama 1x4 jam - Monitor frekuensi napas, kedalaman,
dan upaya napas
diharapkan Meningkat,
- Monitor pola napas
dengan kriteria hasil : - Monitor kemampuan batuk efektif
- Dispnea menurun - Monitor adanya produksi sputum
- Penggunaan otot bantu - Monitor adanya sumbatan jalan napas
napas menurun - Auskultasi bunyi napas
- Pemanjangan fase - Monitor saturasi oksigen
ekspirasi menurun
- Frekuensi napas membaik Terapeutik
- Kedalaman napas - Atur interval pemantauan respirasi
membaik sesuai kondisi pasien
- Kesulitan bernapas - Informasikan hasil pemantauan, jika
menurun perlu

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan proedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Dx2 (SLKI : L.08066, Hal. 145) (SIKI : I.08238, Hal. 201-202)
Intervensi Utama :
Luara Utama :
Menajemen Nyeri
Tingkat Nyeri
Observasi
Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan selama 1x4 jam frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

diharapkan Tingkat Nyeri - Identifikasi skala nyeri


Menurun, dengan kriteria - Identifikasi respons nyeri non verbal
hasil : - Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
- Kemampuan menuntaskan
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
aktivitas meningkat tentang nyeri
dengan skor 5
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
- Keluhan Nyeri menurun
dengan skor 5 - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
- Meringis menurun dengan - Monitor keberhasilan terapi
skor 5 komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
- Sikap protektif menurun analgetik
dengan skor 5 Terapeutik

- Gelisah menurun dengan - Berikan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
skor 5 hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
- Kesulitan tidur menurun teknik imajinasi terbimbing, kompres
dengan skor 5 hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat
- Menarik diri menurun rasa (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
dengan skor 5 kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Berfokus pada diri
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri
sendiri menurun dengan dalam pemilihan strategis meredakan
skor 5
- Diaforesis menurun nyeri
dengan skor 5 Edukasi

- Perasaan depresi - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu


nyeri
(tertekan) menurun
- Jelaskan strategis meredakan nyeri
dengan skor 5
- Anjurkan memonitor nyeri secara
- Perasaan takut mengalami mandiri
cedera berulang menurun - Anjurkan menggunakan analgetik secara
dengan skor 5 tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
- Anoreksia menurun mengurangi rasa nyeri
dengan skor 5

- Perineum terasa tertekan Kolaborasi


menurun dengan skor 5 - Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
- Uterus teraba membulat
menurun dengan skor 5

- Ketegangan otot menurun


dengan skor

- Pupil dilatasi menurun


dengan skor 5

- Muntah menurun dengan


skor 5

- Mual menurun dengan


skor 5

Dx3 (SLKI : L.08066, Hal. 145) (SIKI : I.12383, Hal. 65)


Intervensi Utama :
Luara Utama :
Edukasi Kesehatan
Tingkat Pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3 x 24
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
jam diharapkan Tingkat
menerima informasi
pengetahuan Meningkat,
- Identifikasi factor-faktor yang dpaat
dengan kriteria hasil :
meningkatkan dan menurunkan motivasi
- Perilaku sesuai anjuran perilaku hidup bersih dan sehat
verbalisasi minat dalam
Terapeutik
belajar meningkat dengan
skor 5 - Sediakan materi dan media pendidikan
- Kemampuan menjelaskan kesehatan
pengetahuan tentang suatu - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
topik meningkat dengan kesepatakan
skor 5 - Berikan kesempatan untuk bertanya
- Kemampuan
menggambarkan
pengalaman sebelum yang Edukasi
sesuai dengan topik
- Jelaskan factor resiko yang dapat
meningkat dengan skor 5
mempengaruhi kesehatan
- Perilaku sesuai dengan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
pengetahuan meningkat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan
dengan skor 5
untuk meningkatkan hidup bersih dan
- Pertanyaan tentang
sehat
masalah yang dihadapi
menurun dengan skor 5
- Persepsi yang keliru
terhadap masalah
menurun dengan skor 5
- Menjalani pemeriksaan
yang tidak tepat membaik
dengan skor 5
Dx4 SLKI : L.08066, Hal. 145) (SIKI : I.12383, Hal. 65)
Intervensi Utama : Dukuangan
Luara Utama :
Perawatan diri : mandi
Perawatan Diri - Identifikasi usia dan budaya dalam
membantu kebersihan diri
Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi jenis bantuan yang
dibutuhkan
keperawatan selama 3 x 24 - Monitor kebersihan tubuh (mis.rambut,
jam diharapkan Tingkat kuku, kulit, mulut)
- Monitor integritas kulit
mampu melakukan aktivitas
perawatan diri Meningkat,
dengan kriteria hasil : Terapeutik
- Sediakan peralatan mandi (mis.sabun,
- Kemmapuan mandi sikat gigi, shampoo, pelembab kulit)
meningkat dengan skor 5 - Sediakan lingkungan yang aman dan
nyaman
- Kemampuan mengenakan - Fasilitasi menggosok gigi, sesuai
pakaian meningkat kebutuhan
- Fasilitasi mandi, sesuai kebutuhan
dengan skor 5 - Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
- Kemmapuan makan - Berikan bantuan sesuai tingkat
kemandirian
meningkat dengan skor 5
Edukasi
- Kemampuan ke toilet
meningkat dengan skor 5 - Jelaskan manfaat mandi dan dampak
tidak mandi terhadap kesehatan
- Verbalisasi keinginan - Ajarkan kepada keluarga cara
melakukan perawatan diri memandikan pasien, jika perlu

meningkat dengan skor 5


- Minat melakukan
perawatan diri meningkat
dengan skor 5
- Mempertahankan
kebersihan mulut
meningkat dengan skor 5
10. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil (Wijayanigsih,2018).
S = Subjektif
O = Objektif
A = Analisa
P = Planning
DAFTAR PUSTAKA
Puruhito, (2015) Buku Ajar Primer: Ilmu Bedah Thoraks, Kardiak, Dan Vaskular. 1 ed.Surabaya:
Airlangga University Press.
LungEvity Foundation. (2019). Cancer. Diakses di longevity.org pada tanggal 26 April 2020
Price, S.A., dan Wilson, L.M., 2016, Patofisiologi, Konsep Klinis ProsesProses Penyakit,Edisi 6,
hal. 1271; Huriawati H, Natalia S, Pita Wulansari, Dewi Asih (eds), Penerbit Buku Kedokteran,
EGC, Jakarta.
Wijayaningsih, K. S. (2018). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.inna-
ppni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.
Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Anda mungkin juga menyukai