Anda di halaman 1dari 44

Makalah Case 3

PARASITOLOGI

Anggota : Ihsan Febrianto Rahman 1910211042


Rahayu Dewi Kusumawardhani 1910211051
Raden Ayu Salsabila Rifdah 1910211052
Deandra Atya Maharani 1910211053
Audrey Alvura Digna 1910211089
Enrico Yusuf 1910211102
Ismah Nurul Sittah Fitriya 1910211116
Maishariifa Isfahani Saptowati 1910211127

Tutor : dr. Retno

S1 KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAKARTA
2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha kuasa. Begitu
banyak dan berlimpah nikmat yang telah diberikan.
Dalam rangka memenuhi tugas tutorial, kami menyusun makalah ini
membahas tentang parasitologi. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa
masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi tim penulis
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………….............................................................................2
Daftar Isi…………………………………………………........................................3

Lampiran LPR……………......................................................................................4

I. DEFINISI 5
II. TERMINOLOGI 5
A. Parasitisme ……………………………………………………………..5
B. Hospes dan Vektor……………………………………………………..8
C. Daur Hidup……………………………………………………………11
D. Segitiga Epidemiologi………………………………………………...16

III. KLASIFIKASI……………………………………………………….17
A. Helminthologi…………………………………………………..18
B. Protozoologi…………………………………………………….25
C. Entomologi ……………………………………………………..37
D. Mikologi ………………………………………………………..40

IV. RESPONS IMUN TERHADAP PARASIT………………………...43

3
4
I. DEFINISI

Parasitologi ialah ilmu yang mempelajari jasad-jasar yang hidup


untuk sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad
lain dengan maksud untuk mengambil makanan sebagian atau
seluruhnya dari jasad itu

II. TERMINOLOGI
A. Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan majemuk antara parasit dengan satu
atau lebih inang dan lingkungannya. Hubungan majemuk ini
menyebabkan suatu parasit disebut sebagai parasit obligat, parasit
temporer, parasit fakultatif, dan parasit adaptif.
Parasit obligat adalah organisme yang seluruh atau sebagian besar
daur hidupnya bersifat parasitis. Parasit temporer merupakan organisme
yang parasitis untuk periode waktu tertentu, baik pada periode waktu
makan atau reproduksi. Parasit fakultatif yaitu organisme yang
normalnya tidak bersifat parasitis namun secara kebetulan dapat menjadi
parasitis dalam organisme lain dalam waktu terbatas. Parasit adaptif
adalah organisme yang mempunyai kemampuan hidup baik sebagai
tahap hidup bebas atau sebagai organisme parasitis.
Istilah lain yang dapat digunakan ketika membahas parasitisme
adalah simbiosis, yang berarti "hidup bersama-sama ”. Simbiosis adalah
fenomena di mana dua atau lebih organisme yang berbeda secara
filogenetik (istilah yang menunjukkan keturunan yang berbeda secara
genetik) ada selama periode waktu yang substansial, meskipun keduanya

5
sama sekali tidak berhubungan. Hubungan ini dapat dihentikan setelah
kematian salah satu organisme, baik parasit atau inang.
Sejumlah istilah tambahan digunakan untuk menggambarkan
hubungan parasit. Simbiosis meliputi komensalisme. Komensalisme
tidak melibatkan interaksi fisiologis atau ketergantungan antara
keduanya, mitra, tuan rumah dan komensal. Secara harfiah
komensalisme berarti "makan di meja yang sama," di mana dua
organisme hidup berdampingan di ruang yang sama sementara satu
organisme mendapat manfaat tetapi tidak membantu atau
membahayakan lain. Dengan kata lain, komensalisme adalah jenis
simbiosis di mana kedekatan spasial memungkinkan komensal untuk
memberi makan pada zat yang ditangkap atau dicerna oleh tuan rumah.
Kedua pasangan bisa bertahan hidup secara mandiri. Meskipun kadang-
kadang organisme nonpathogenik tertentu (mis., Protozoa) disebut
sebagai komensal, penafsiran ini tidak benar karena secara fisiologis
tergantung pada inang dan parasit. Contoh dari komensalisme adalah
asosiasi hermits crabs dan anemon laut yang mereka membawa
cangkang yang dipinjam.
Istilah mutualisme mengacu pada suatu kondisi di mana kedua
spesies mendapat manfaat dari interaksi. Contoh klasik dari jenis
hubungan ini terjadi antara spesies protozoa bercambuk tertentu dan
rayap yang memiliki usus hidup. Flagellate, yang hampir seluruhnya
bergantung pada diet karbohidrat, memperoleh nutrisi dari serpihan kayu
yang tertelan rayap tuan rumah. Sebagai imbalannya, flagellate
mensintesis dan mengeluarkan selulase, enzim pencerna selulosa,
produk akhir dari rayap yang akan dimanfaatkan. Karena tidak mampu
mensintesis selulanya sendiri, rayap bergantung pada mutualis dan pada
gilirannya, memberikan rangsangan perkembangan kepada mutualis

6
yang ramah lingkungan untuk reproduksi. Jika rayap dinon-aktifkan ia
akan mati dan sebaliknya flagellate tidak dapat bertahan hidup di luar
rayap.
Dalam infestasi parasit sejati manusia, hubungan organisme ini
disebut sebagai "parasitisme". Dalam hubungan ini, satu organisme,
yang merupakan parasit, umumnya berukuran lebih kecil di antara
keduanya. Parasit mengambil manfaat dari hubungan yang terjadi,
sementara yang lain, yang disebut dengan host, akan dirugikan.
Di samping itu, terdapat pula bentuk-bentuk parasitisme yang
istimewa, yaitu sebagai superparasitisme, hiperparasitisme, dan
poliparasitisme.
1. Superparasitisme
Superparasitisme, yaitu parasit yang berparasit pada parasit
lain. Contoh: Cotylurus flabelliformis adalah cacing daun bentuk
primitif yang berparasit dalam usus halus itik. Sebagai stadium
serkaria parasit-parasit tersebut dapat ditemukan dalam stadium
sporokista atau redia dari Trematoda lain yang hidup sebagai parasit
dalam siput air tawar Planorbis sp. Jadi, parasit C. flabelliformis
muda berparasit pada parasit lain (stadium sporokista atau redia
Trematoda) yang berparasit pada siput Planorbis sp.
2. Hiperparasitisme
Hiperparasitisme, yaitu kondisi berupa infestasi oleh parasit
yang jumlahnya kelewat batas. Di sini satu individu inang ditempati
parasit dari satu jenis yang jumlahnya jauh lebih besar dari
biasanya. Contoh, seekor ayam muda berumur 4 bulan menderita
infestasi cacing Ascaridia galli yang berjumlah sekitar 1.000 ekor,
dapat disebut kasus hiperparasitisme.
3. Poliparasitisme (Multiparasitisme)

7
Poliparasitisme, yaitu kondisi berupa infestasi oleh
bermacam-macam jenis parasit dalam satu individu (inang). Contoh,
di Indonesia poliparasitisme pada manusia biasanya disebabkan
oleh malaria, skistosomiasis, filariasis dan cacing-cacing
gastrointestinal. Di negara Afrika, biasanya oleh malaria,
skistosomiasis, filariasis, trypanosomiasis dan leishmaniasis. Pada
hewan ternak disebabkan oleh tripanosomiasis, anaplasmosis,
babesiosis, koksidiosis, fassioliasis, theileriasis dan cacingcacing
gastrointestinal.

B. Hospes dan Vektor


Hospes (inang) adalah organisme (manusia atau hewan) yang
ditempati oleh organisme lain yang bersifat parasit, di mana organisme
kedua merugikan inang yang ditumpanginya karena mengambil
makanan. Sebagai contoh cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang
hidup di dalam usus manusia, maka manusia dapat disebut inang dan
cacing gelang (Ascaris lumbricoides) disebut sebagai parasit.
1) Inang Difinitif (Inang Definitif)
Inang difinitif adalah inang yang membantu hidupnya parasit
dalam stadium dewasa/stadium seksual. Sebagai contoh, bentuk
dewasa cacing pita sapi (Taenia saginata) yang hidup pada usus
manusia maka manusia tersebut disebut inang difinitif.
2) Inang Perantara (Inang Intermedier)
Inang perantara dapat juga disebut inang sementara atau inang
intermedier. Inang perantara adalah organisme yang dirugikan tetapi
membantu hidup parasit dalam bentuk belum dewasa/aseksual.
Contoh Fasciola hepatica, bentuk belum dewasanya adalah
miracidium, sporokista, redia, dan cercaria. Stadium tersebut

8
berparasit dalam tubuh siput Lymnaea sp. Oleh sebab itu, siput
tersebut disebut inang perantara. Contoh lain adalah Taenia
saginata, bentuk belum dewasa adalah larva Cysticercus bovis yang
terdapat pada daging sapi maka sapi merupakan inang perantara
untuk cacing pita sapi (Taenia saginata).
Pembagian inang menjadi inang definitif dan inang perantara
tersebut disebabkan oleh dalam siklus hidup suatu parasit
memerlukan adanya 2 atau lebih inang yang berbeda jenis. Masing-
masing jenis inang tersebut membantu untuk siklus hidup parasit
pada stadium-stadium tertentu.
3) Inang Predileksi (Inang Predileksi)
Parasit di alam bebas menunjukkan kecenderungan atau
kesenangan dalam menyerang inangnya. Inang yang menjadi
incaran utama tersebut disebut inang/inang predileksi. Contoh
Stomoxys calcitrans (lalat kandang) di alam bebas lebih menyukai
menghisap darah kuda daripada darah hewan lain. Lalat kandang
dapat menyebabkan penyakit surra. Akan tetapi, apabila di daerah
tempat lalat itu hidup tidak banyak atau tidak lagi terdapat kuda
maka lalat kandang itu juga menghisap darah sapi atau kerbau
bahkan mamalia lain termasuk manusia. Seperti yang terjadi
sekarang ini ada gejala umum di suatu daerah di mana kuda sebagai
alat pengangkut beban secara drastis berkurang karena diganti
dengan alat angkut bermotor. Sebagai akibatnya, terjadi perubahan
pola penyebaran penyakit surra baik musiman maupun geografis.
4) Inang Reservoir (Inang Reservoir)
Inang reservoir, yaitu inang yang mengandung jenis parasit
yang sama dan dapat ditularkan antara manusia dan hewan sehingga
berkaitan dengan zoonosis parasitik. Contoh Entamoeba histolytica

9
yang merupakan parasit patogen pada manusia juga dapat
ditemukan pada babi, anjing dan kucing. Pada umumnya reservoir
itu walaupun mengandung parasit, tidak menunjukkan gejala-gejala
penyakit. Jadi, babi, anjing dan kucing yang mengandung
Entamoeba jarang yang menunjukkan gejala penyakit.

Selain inang, terkait dengan daur hidup parasit dikenal adanya


vektor. Secara luas vektor berarti pembawa atau pengangkut, yaitu
mengangkut agen penyakit patogen baik virus, bakteri, rickettsiales
ataupun hewan. Dalam bidang parasitologi, vektor adalah hewan yang
memindahkan parasit stadium infektif dari penderita ke hewan/manusia
penerima. Organisme yang berperan sebagai vektor adalah Artropoda
dan sebagian besar adalah insekta. Berbagai jenis parasit, baik cacing
maupun protozoa dapat berkembang dan menyelesaikan sebagian dari
hidupnya dalam tubuh Artropoda tertentu atau hanya menggunakan
sebagian tubuh Artropoda itu sebagai tempat tinggal sementara tanpa
mengalami perkembangan.

Berdasarkan perkembangan parasit dalam tubuh Artropoda tersebut


maka vektor dapat dibedakan menjadi vektor mekanis dan biologis.

a. Vektor mekanis
Adalah hewan pengangkut di mana parasit yang ada dalam
tubuh vektor tersebut tidak mengalami pertumbuhan dan
perkembangbiakan. Vektor mekanis tersebut biasanya tidak esensial
untuk siklus hidupnya suatu parasit, tetapi penting untuk penyebaran
penyakit. Dalam tubuh vektor mekanis biasanya parasit telah
mencapai stadium infektif dan parasit tidak tinggal lama. Oleh karena
itu, vektor mekanis hanya semata-mata berfungsi sebagai pemindah.
Contohnya, lalat rumah (Musca domestica) yang membawa telur

10
cacing parasit atau kista dari suatu protozoa parasit. Protozoa tadi
merupakan telur atau kista melekat pada sayap, kaki atau seluruh
tubuhnya. Ketika lalat hinggap pada makanan sehingga
meninggalkan agen penyakit tersebut pada makanan yang
dihinggapinya. Kemudian, apabila makanan tersebut termakan oleh
manusia maka akan tertular oleh jenis-jenis parasit tersebut.
b. Vektor biologis
Vektor biologis adalah hewan pengangkut, biasanya
Artropoda penghisap darah, yang mengangkut parasit patogen dan
sebelum dipindahkan ke inang yang baru maka patogen tersebut
tumbuh dan berkembang biak. Contoh: Plasmodium sp. penyebab
malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkembang biak hingga
mencapai stadium infektif, yaitu sporozoit yang siap ditularkan ke
dalam tubuh manusia.
Vektor biologis tersebut biasanya tertentu jenisnya bagi
parasit jenis tertentu dan merupakan sarana yang esensial bagi
kelangsungan hidup parasit yang bersangkutan, sehingga penyebaran
geografis vektor biologis menentukan penyebaran geografis parasit.
Contoh, dahulu selesai perang saudara di Korea pernah diberitakan
bahwa di semenanjung Korea tersebut ditemukan penyakit tidur pada
seorang ras Afrika anggota tentara PBB yang bertugas di sana. Oleh
karena di Korea tersebut tidak terdapat lalat tse-tse maka penyakit
tidur itu hilang dengan sendirinya.

C. Daur Hidup
Daur hidup parasit adalah serangkaian fase-fase fenomena sejarah
hidup suatu jenis parasit. Sejarah hidup itu, meliputi serangkaian urutan
kejadian dalam kehidupan, baik kehidupan endogenis maupun

11
kehidupan eksogenis. Fase-fase fenomena sejarah hidup tersebut selalu
sama dan terulang kembali pada setiap progeni berikutnya. Dengan
demikian, jenis organisme parasit tersebut dapat dipertahankan.
Jika dalam fase-fase atau suatu fase fenomena sejarah hidup tersebut
ada kelainan-kelainan yang disebabkan oleh pengaruh faktor luar atau
faktor dalam, mungkin akan terbentuk jenis baru atau galur baru.
Hilangnya suatu jenis parasit atau timbulnya suatu jenis parasit baru,
baik karena adanya beda morfologi atau derajat patogenitasnya adalah
suatu fenomena yang senantiasa dapat diduga akan terjadi. Suatu jenis
parasit yang ada sekarang ini mungkin hilang dan sebaliknya mungkin
akan terbentuk jenis baru. Selama waktu menyelesaikan daur hidupnya
tiap individu parasit mengalami fase seksual dan fase aseksual, tetapi
adakalanya kita tidak mampu secara praktis membeda-bedakan fase
tersebut. Contohnya, pada protozoa parasit yang berlipat ganda melalui
pembelahan biner atau secara pembelahan vegetatif, tetapi tidak dapat
membedakan fase-fase seksual itu. Fase muda suatu jenis parasit tumbuh
dan berkembang seperlunya, sedang fase dewasa dan fase aseksual
mengalami reproduksi atau pelipatgandaan.
Tumbuh dan berkembang tersebut bersama-sama merupakan suatu
agregat perubahan yang disebut pertumbuhan. Tumbuh diartikan sebagai
bertambah besar sehingga bertambah ukurannya. Berkembang diartikan
sebagai adanya perubahan struktur dan bentuk yang disebabkan karena
tidak adanya keseimbangan perubahan bagian-bagian tubuhnya sehingga
terjadilah perubahan komposisi alat-alat tubuh. Perubahan tersebut
disebabkan karena hilangnya atau tereduksinya atau terbentuknya alat
tubuh atau otot tambahan tubuh. Jadi, dalam daur hidup suatu parasit
(demikian pula untuk organisme hidup pada umumnya) terdapat fase-
fase pertumbuhan, perkembangan, dan pelipatgandaan.

12
Daur hidup parasit kebanyakan sangat majemuk. Untuk kelangsungan
urutan fenomena-fenomena hidup tersebut diperlukan persyaratan
kondisi fisik dan biologis yang optimum. Daur hidup parasit pada
umumnya dapat dibedakan menjadi 2 tipe, ialah tipe langsung dan tipe
tidak langsung. Cara infeksinya pun dapat dibedakan menjadi 3 macam,
yaitu per os atau melalui mulut, tertelan bersama makanan atau
minuman dan per kutan atau melalui kulit.
Pada daur hidup tipe langsung, parasit hanya membutuhkan satu
inang (inang), yaitu inang definitif dan tidak memerlukan inang
perantara. Parasit yang bersiklus langsung, mempunyai atau mengalami
bentuk mandiri. Di dalam fase bentuk mandiri tersebut, parasit
menyiapkan diri untuk menghasilkan bentuk atau stadium infektif.
Pada daur hidup tipe tidak langsung, parasit membutuhkan satu
inang definitif sebagai inang akhir, dan di samping itu diperlukan pula
satu atau lebih inang perantara. Di dalam tubuh inang perantara tersebut
parasit tumbuh atau tumbuh dan berbiak secara aseksual menjadi bentuk
infektifnya, sedangkan di dalam tubuh inang definitif, parasit tumbuh
menjadi bentuk dewasa dan berbiak secara seksual. Baik inang definitif
ataupun inang perantara bagi masing-masing jenis parasit sangat spesifik
spesiesnya.
Beberapa contoh daur hidup parasit tipe langsung dan tidak langsung
dapat dipelajari di bawah ini:
1) Daur Hidup Tipe Langsung
Daur hidup sebagian besar Nematoda parasit usus memiliki
tipe langsung. Sebagai contoh daur hidup Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura, dan cacing tambang. Telur cacing-cacing tersebut
keluar bersama faeces (tinja) penderitanyad\ dan membutuhkan
waktu tertentu untuk tumbuh menjadi telur berlarva, di tanah yang

13
lembab, terlindung dari sinar matahari secara langsung. Telur yang
berlarva tersebut merupakan stadium infektifnya bagi cacing A.
lumbricoides dan T. trichiura. Manusia (inang definitifnya) terinfeksi
apabila menelan stadium infektifnya, yaitu telur berlarva tersebut.
Jadi, cara infeksi bagi kedua cacing tersebut, yaitu perOS (melalui
mulut), sedangkan bagi cacing tambang, telur berlarva tersebut akan
menetas, keluarlah larva rhabditiform yang selanjutnya tumbuh
menjadi larva filariform. Larva inilah merupakan bentuk infektifnya.
Manusia (inang definitif) akan terinfeksi apabila bersentuhan dengan
larva filariform (stadium infektifnya). Jadi, cara infeksinya perkutan
(melalui kulit), larva dengan cepat akan menembus kulit masuk ke
dalam pembuluh darah yang selanjutnya melanjutkan daur hidupnya
di dalam tubuh manusia.

2) Daur Hidup Tipe Tidak Langsung


Sebagian besar Nematoda parasit darah dan jaringan, Cestoda
dan Trematoda daur hidupnya termasuk tipe tidak langsung. Daur
hidup Nematoda tersebut hampir selalu melibatkan vektor. Salah satu
contoh daur hidup Wuchereria bancrofti yang dikenal sebagai cacing
filaria penyebab penyakit filariasis yang melibatkan nyamuk sebagai
vektornya. Manusia terinfeksi parasit tersebut melalui gigitan
vektornya (nyamuk) yang telah mengandung microfilaria infektifnya
(larva infektif). Nyamuk dapat mengandung larva tersebut, apabila
telah menggigit penderita filariasis yang di dalam darahnya masih
mengandung microfilaria pralarva. Kemudian larva tersebut di dalam
tubuh vektornya mengalami pertumbuhan menjadi larva infektif yang
siap diinfeksikan ke dalam tubuh inangnya. Jadi, cara infeksinya
ialah perkutan oleh nyamuk sebagai vektornya.

14
Salah satu contoh daur hidup Cestoda yaitu Taenia saginata
yang dikenal sebagai cacing pita sapi, melibatkan satu inang
perantara, yaitu sapi atau herbivora lain. Manusia sebagai satu-
satunya inang definif, akan terinfeksi apabila menelan daging sapi
yang mengandung kista cacing pita tersebut yang dikenal dengan
nama Cysticercus bovis, dalam keadaan mentah atau pemasakan yang
tidak sempurna, sedangkan sapi (sebagai inang perantaranya) dapat
terinfeksi atau mengandung kista tersebut, apabila menelan telur
cacing pita yang bersangkutan dan di dalam tubuh sapi selanjutnya
membentuk kista. Jadi, manusia terinfeksi karena menelan kista
dalam jaringan inang perantaranya atau per-OS.
Kebanyakan daur hidup Trematoda parasit yang hermaprodit
melibatkan dua inang perantara dan satu inang definitif. Salah satu
contoh, yaitu daur hidup Fasciola hepatica yang dikenal sebagai
cacing parasit hati (cacing hati). Sebagai inang perantara I adalah
siput dari jenis Limnea dan Succina (inang perantara I utama) dan
inang perantara II berupa tanaman air. Inang definitif utama adalah
domba, sedangkan manusia dapat sebagai inang definitif kebetulan.
Siput terinfeksi oleh stadium mirasidium dan di dalam tubuh siput
tumbuh dan berkembang biak menghasilkan cercaria. Cercaria akan
berenang-renang menuju ke tanaman air terutama pada daunnya,
menginfeksi daun dan tumbuh menjadi kista pada daun yang disebut
metacercaria. Domba ataupun manusia dapat terinfeksi apabila
menelan tanaman air yang mengandung metacercaria dalam keadaan
mentah. Jadi, cara infeksi jenis trematoda ini adalah per-OS (melalui
mulut). Perlu diketahui pula bahwa sumber infeksi berasal dari faeces
(tinja) domba ataupun manusia penderita fascioliasis (penyakit cacing
hati). Faeces tersebut mengandung telur cacing, dan apabila jatuh di

15
suatu perairan atau di persawahan, beberapa saat kemudian (9-15
hari) telur menetas, dan mirasidium yang ke luar dari telur tersebut
berenang-renang mencari siput yang sesuai sebagai inang
perantaranya, untuk mengadakan infeksi. Di dalam tubuh siput
tersebut terjadilah pertumbuhan dan pembiakan yang menghasilkan
cercaria.
Maka dengan mempelajari daur hidup berbagai jenis parasit,
diharapkan dapat diperkirakan, bilamana, di mana, dan bagaimana
manusia atau hewan akan dapat terinfeksi serta akibat yang dapat
ditimbulkan oleh parasit sehingga untuk selanjutnya akan dapat pula
menentukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehubungan dengan
usaha pencegahan, pengendalian bahkan kalau mungkin
pemberantasan penyakit yang ditimbulkannya.

D. Segitiga Epidemiologi

Merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberi


gambaran hubungan tiga faktor yang berperan dalam terjadinya
penyakit dan masalah kesehatan lainnya (Host,Agent,Environment
diperantai Vektor).

16
Gambar 01 : Segitiga Epidemiologi

Keadaan di masyarakat dikatakan ada masalah kesehatan jika terjadi


ketidakseimbangan antara Host , Agent , dan Environment.

Gambar 02 : Segitiga Epidemiologi

III. KLASIFIKASI

A. Klasifikasi Secara Umum :


1. Zooparasit (Parasit berupa hewan)
a. Protozoa (Hewan bersel satu seperti amoeba)

b. Metazoa (Hewan bersel banyak)

2. Fitoparasit (Parasit berupa tumbuh-tumbuhan)

a. Bakteri

17
b. Fungi

3. Spirochaeta dan Virus


B. Klasifikasi Secara Khusus
1. Helmintologi Kedokteran
Ialah ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing. Berdasarkan
taksonomi , helmin dibagi menjadi :
a. Nemathelminthes (cacing gilik)
Kelasnya yaitu Nematoda, dalam parasitologi kedokteran
dibagi menjadi nematoda usus dan nematoda jaringan.
Nematoda berbentuk bulat memanjang dan pada potongan
transversal tampak rongga badan dan alat-alat.
b. Platythelminthes (cacing pipih)
Kelasnya yaitu Trematoda dan Cestoda. Trematoda
berbentuk daun , badannya tidak bersegmen , mempunyai
alat penecernaan. Cestoda mempunyai badan berbentuk
pita dan terdiri atas skoleks,leher,dan badan (strobila)
bersegmen (proglotid).

Pada kertas kasus didapatkan tinja yang terinfeksi cacing


adalah cacing dengan spesies Ascaris Lumbricoides dan Ancylostoma
duodenale.

18
1. Ascaris lumbricoides

a. Taksonomi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Rhabditea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides
b. Hospes dan Nama Penyakit
Hospes : Manusia
Penyakit : askariasis
Lokasi : usus halus
c. Morfologi
Ukuran cacing dewasa
Jantan  Panjang: 15-30cm
Lebar: 0,2-0,4cm
Betina  Panjang: 20-35cm
Lebar: 0,3-0,6cm
Ukuran telur  Panjang: 60-70 µm
19
Lebar: 40-50µm
Jumlah telur/hari: 200.000 telur

Gambar: telur cacing Ascaris lumbricoides


d. Cara infeksi : Oral
e. Distribusi : Kosmopolit
f. Daur Hidup:

20
Cacing Ascaris lumbricoides betina bertelur 100.000-200.000
setiap harinya. Telur tersebut kemudian dibuahi oleh cacing Ascaris
lumbricoides jantan. Telur yang dibuahi akan berkembang menjadi
bentuk infektif setelah kurang lebih dua minggu. Bentuk infektif dari
telur Ascaris lumbricoides tersebut biasanya ditemukan pada tanah
dan berasal dari tinja manusia. Bentuk infektif telur cacing tersebut
akan masuk ke dalam tubuh manusia bila tertelan. Setelah tertelan
telur akan masuk ke saluran gastrointerestinal dan kemudian sampai
ke lumen usus halus.
Ketika berada di dalam lumen usus halus, telur tersebut menetas
lalu larvanya masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limfa
pada usus halus. Larva cacing Ascaris lumbricoides kemudian masuk
ke sistem sirkulasi melalui pembuluh darah dan pembuluh limfa dan
akhirnya sampai di paru-paru. Di dalam paru-paru larva cacing akan
menghancurkan alveolus agar dapat merayap dan berdiam diri di
dalam bronkus. Sesudah sampai di dalam bronkus, penderita yang
terinfeksi larva cacing ini akan merasakan gatal di tenggorokkannya
dan batuk. Ketika terjadi batuk, larva cacing ini akan terdorong ke
dalam mulut dan kemudian tertelan sehingga masuk ke saluran
gastrointerestinal. Cacing ini lalu tumbuh dan berkembang di dalam
usus halus. Proses dari tertelannya bentuk infektif sampai cacing
menjadi dewasa di dalam usus halus membutuhkan waktu kira-kira
dua sampai tiga bulan.
g. Gejala Klinis
Infeksi larva cacing Ascaris lumbricoides dapat ditandai dengan
tenggorokan gatal, batuk-batuk, pendarahan pada alveolus, dan
timbulnya dahak. Sedangkan infeksi cacing dewasa ditandai dengan
rasa mual, nafsu makan berkurang, diare, dan konstipasi. Infeksi
berat cacing Ascaris lumbricoides dapat menyebabkan malnutrisi,
penurunan status kognitif, obstruksi usus, dan dapat menyebar
sampai ke saluran empedu, apendiks, dan bronkus.

h. Diagnosis
Diagnosis infeksi cacing Ascaris lumbricoides dapat dilakukan
dengan mengecek ada atau tidaknya telur cacing Ascaris
lumbricoides pada tinja segar manusia. Pada infeksi berat cacing

21
Ascaris lumbricoides dewasa dapat keluar dengan sendirinya melalui
hidung, mata, dan anus.

2. Ancylostoma duodenale

a. Taksonomi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo : Strongylida
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma
Spesies : Ancylostoma duodenale
b. Hospes dan Nama Penyakit
Hospes : manusia
Penyakit : ankilostomiasis
Lokasi : usus halus
c. Morfologi

22
Ukuran cacing dewasa
Jantan  Panjang: 8-11 mm
Lebar: 0,4 mm
Betina  Panjang: 10-13 mm
Lebar: 0,6cmm
Ukuran telur  Panjang: 60-70 µm 
Lebar: 40-50 µm
Jumlah telur/hari: 25.000 telur

Gambar: telur cacing tambang


Tipe A berisi pembelahan sel:1-4 sel
Tipe B berisi pembelahan sel: >4 sel
Tipe C berisi larva
d. Cara infeksi : larva filariform menembus kulit /perkutan atau
tertelan/oral
Distribusi : seluruh daerah khatulisti

23
e. Daur Hidup

N. americanus bertelur sebanyak 5000-10.000 setiap harinya.


Sedangkan A. duodenale bertelur sebanyak 10.000-25.000 setiap harinya.
Pada tinja seseorang yang terinfeksi cacing tersebut akan ditemukan telur
cacing. Telur di dalam tinja tersebut akan menetas setelah satu sampai satu
setengah hari menjadi larva rabditiform. Lalu setelah tiga hari larva
rabditiform akan berkembang menjadi larva filariform yang merupakan
bentuk infektif dari cacing N. americanus atau A. duodenale. Larva
filariform dapat masuk melalui kulit atau oral. Larva filariform yang masuk
ke dalam tubuh manusia kemudian masuk ke sistem sirkulasi dan akhirnya
sampai di paru-paru. Di dalam paru-paru larva filariform akan
menghancurkan alveolus agar dapat merayap dan berdiam diri di dalam
bronkus. Sesudah sampai di dalam bronkus, penderita yang terinfeksi larva
filariform akan merasakan gatal di tenggorokkannya dan batuk. Ketika
terjadi batuk, larva filariform ini akan terdorong ke dalam mulut dan
kemudian tertelan sehingga masuk ke saluran gastrointerestinal. Cacing ini
lalu tumbuh dan berkembang di dalam usus halus.

24
f. Gejala Klinis

Infeksi larva filariform melalui kulit ditandai dengan adanya


ground itch. Sedangkan infeksi larva filariform melalui oral ditandai
dengan rasa mual, muntah, batuk, iritasi laring, sakit leher, dan serak.

Infeksi cacing dewasa dapat menimbulkan anemia. Cacing N.


americanus menghisap 0.05-0.1 cc darah/hari. Sedangkan cacing A.
duodenale menghisap darah lebih banyak, yaitu 0.08-0.34 cc
darah/hari. Infeksi cacing juga dapat menyebabkan eosinofilia dan
penurunan daya tahan tubuh.

g. Diagnosis

Diagnosis infeksi cacing Ascaris lumbricoides dapat dilakukan


dengan mengecek ada atau tidaknya telur cacing Ascaris
lumbricoides pada tinja segar manusia. Pada infeksi berat cacing
Ascaris lumbricoides dewasa dapat keluar dengan sendirinya melalui
hidung, mata, dan anus.

2. Protozoologi Kedokteran

Ialah ilmu yang mempelajari parasit berupa hewan bersel satu.


Terdapat 4 kelas protozoa yaitu Rhizopoda , Mastigophora ,
Ciliophora , Sporozoa.

Morfologi:

a. Kebanyakan hidup di alam bebas


b. Ada yang hidup sebagai parasit setelah adaptasi terhadap
kehidupan dalam tubuh hospes
c. Hidup sendiri-sendiri atau dalam koloni

25
A. Sporozoa
1. Coccidia
 Penemuan baru dalam dua dekade terakhir
 genus Eimeria, genus Isospora, dan genus Toxoplasma
 Hospes dan nama penyakit : berbagai mamalia, burung, ikan, dan
manusia. Nama penyakit yang disebabkan adalah koksidiosis
 Distribusi geografik : seluruh dunia, terutama yang beriklim panas
 Morfologi : digolongkan berdasarkan bentuk ookista yang khas dan
ukuran besarnya bervariasi, bentuk dan jumlah sporoblast serta
sporozoit yang berbeda.
 Daur hidup : ookista mempunya dinding. Sitopasma terdapat satu inti,
intinya membelah dan membentuk sporoblast, sporoblast membentuk
dinding jadi sporokista yang di dalamnya dibentuk sporozoit. Bila
sporokista termakan oleh hospes, di rongga usus halus dindingnya akan
terbelah dan keluar sporozoit. Sporozoit masuk ke epitel dan menjadi
trofozoit. Trofozoit membesar, intinya membelah jadi banyak (skizon),
terbentuk merozoite. Bila skizon matang pecah, merozoit memasuki sel
hospes lain, tumbuh jadi trofozoit dan mulai skizogoni beberapa kali.
Sebagian merozoite mulai sporogoni. Pada genus Isospora, ookista
matang berisi 2 sporokista mengandung 4 trofozoit. Genus Eimeria,
ookista matang berisi 4 sporokista mengandung 2 sporozoite.

a. Genus Eimeria
 Hospes : binatang
 Contoh : Eimeria clupearum hidup dalam hati ikan haring, Eimeria
sardinae hidup dalam ikan sardine, Eimeria perforans hidup dalam
sel epitel usus kelinci.

b. Genus Isospora
 Hospes dan nama penyakit : kebanyakan pada burung. Namun,
Isospora belli pada manusia. Penyakitnya disebut isosporiasis.

26
 Distribusi geografik : penyebarannya luas namun jarang ditemukan.
Daerah endeminya antara lain Afrika Selatan, Amerika Selatan,
RRC, India, Jepang, Filipina, Indonesia, dan pulau di Pasifik
Selatan.
 I. belli
a. Morfologi : berbentuk oval, berukuran 25—33 mikron,
dinding berlapis 2, rata dan tidak berwarna, sitoplasma
bergranula dan punya satu inti, ookista matang dalam waktu 1
—5 hari, sporokista hasilkan 4 sporozoite yang bentuknya
memanjang dan punya satu inti.
b. Daur hidup : ookista yang belum matang akan keluar bersama
dengan tinja orang terinfeksi yang mengandung sporoblast,
dalam pematangan lebih lanjut (setelah ekskresi), sporoblast
membelah 2 lalu menyekresi dinding kista sehingga jadi
sporosit, lalu sporosit membagi 2 kali untuk hasilkan 4
sporozoit. Di fase ini, sporokista sudah matang. Infeksi terjadi
jika sporokista matang tertelan. Sporokista ini akan menuju
vili usus manusia dan melepas sporozoit.
c. Patologi dan gejala klinis : masa inkubasi kurang dari 1
minggu. Biasanya infeksi berlangsung tanpa ada gejala atau
gejala usus ringan. Infeksi yang berat menimbulkan diare.
Infeksi I. belli dapat menyebabkan penyakit serius dan fatal.
Gejalanya berupa diare, steatore, sakit kepala, demam,
malaise, nyeri abdomen, muntah, dehidrasi, dan penurunan
berat badan. Penyakit lebih berat pada bayi dan anak muda
dibandingkan dewasa. I. belli pada pasien AIDS sering
sebabkan diare persisten sangat cair dan seperti sekretori
akibatkan dehidrasi.
d. Diagnosis : dibuat dengan menemukan ookista dalam tinja.
e. Pengobatan : pada kelompok imunokompeten kemoterapi
tidak diperlukan karena penyakit dapat sembuh sendiri. Bila

27
perlu obat, pilihannya adalah kombinasi trimethoprim (TMP)
dan sulfametoksazol (SMX). Kombinasi pirimetamin dan
sulfonamide juga efektif.
f. Epidemiologi : penularan terjadi melalui makanan dan air
yang terkontaminasi ookista atau sporokista. Infeksi sering
ditemukan pada pasien AIDS.

c. Genus Toxoplasma
 Sejarah : pada tahun 1908 di hewan pengerat, daur hidup
menjadi jelas pada tahun 1970.
 Hospes dan nama penyakit : kucing dan binatang sejenisnya
merupakan hospes definitif. Manusia, mamalia lain, dan burung
merupakan hospes perantara. Menyebabkan toksoplasmosis
kongenital dan toksoplasmosis akuisita.
 Distribusi geografik : ditemukan kosmopolit pada manusia dan
binatang.
 Morfologi : Secara morfologi dikenal ada 3 bentuk yang dapat
ditemukan dan diamati, yaitu trophozoit, pseudo-kista, dan
ookista. Trophozoit berbentuk seperti pisang (banana form atau
piriform), bentuk ini tidak memiliki alat gerak, namun bagian
ujungnya dapat digunakan sebagai penggeraknya. Pseudo
Kista, merupakan bentuk resisten (pertahanan) dari
Toxoplasma gondii, pseudo kista ini terbentuk di dalam
jaringan tubuh host, tujuannya adalah untuk
melindungi Toxoplasma gondii. Dinding pseudo kista ini
terbuat dari jaringan tubuh host (misal jaringan otot atau
jaringan otak), bukan dari bahan yang dimiliki oleh
Toxoplasma gondii itu sendiri, sehingga dinamakan pseudo
kista. Ookista merupakan bentuk resisten (pertahanan) dari
parasit Toxoplasma gondii ketika berada di dunia luar (diluar

28
host), awal terbentuknya saat berada di usus kucing, kemudian
ookista akan terbawa sampai kedunia luar ketika kucing buang
air besar (keluar bersama fesesnya), dalam bentuk ookista maka
Toxoplasma gondii akan mampu bertahan hidup didunia bebas.
 Daur hidup : siklus di dalam tubuh kucing, kucing dapat
terinfeksi Toxoplasma gondii apabila si kucing memakan tikus,
burung yang mengandung kista Toxoplasma gondii atau
makanan yang terkontaminasi ookista, ketika termakan maka
kista atau ookista ini akan pecah kemudian bradizoit
didalamnya akan berhamburan kemudian menembus sel epitel
usus si kucing kemudian berdiferensiasi menjadi takhizoit.
Takhizoit akan berdiferensiasi lagi menjadi mikrogamet dan
makrogamet, kemudian akan dihasilkan zigot, setelah itu
barulah menjadi ookista. Ookista akan keluar bersama feses
kucing dan mampu bertahan di dunia bebas sampai pada
saatnya hoseps baru tidak sengaja menelannya. Siklus di dalam
tubuh manusia atau hewan perantara lain, Ookista yang tertelan
akan sampai ke usus kemudian pecah dan mengeluarkan
takhizoit, takhizoit akan menembus usus, beredar dalam darah
(memanfaatkan sel fagosit sebagai transporter), kemudian
menginvasi sel-sel lain, takhizoit akan terus melakukan
multiplikasi di dalam sel-sel yang di invasi (biasanya sel pada
jaringan otot dan otak), kemudian pada fase kronis akan
membentuk pseudo kista. Takhizoit yang terbungkus oleh
pseudo kista dinamakan bradizoit, selain memiliki ciri
dibungkus oleh pseudo kista, bradizoit cenderung diam dan
tidak melakukan multiplikasi. Pertumbuhan biasanya berhenti
pada fase pseudo kista, namun bila pseudo kista tersebut pecah,
maka siklus akan berulang kembali.
 Patologi dan gejala klinis : parasitemia berlangsung selama
beberapa minggu. T.gondii dapat menyerang semua organ dan

29
jaringan tubuh hospes kecuali sel darah merah. Gejala yang
terjadi biasanya limfadenitis, retinokhoroiditis, uveitis, katarak,
mikroftalmia, anoftalmia, fitreosis, dan demam.
 Diagnosis : sampai saat ini, cara diagnosis paling praktis adalah
dengan cara uji serologik Sabin Feldman untuk mendeteksi
adanya antibodi spesifik terhadap Toxoplasma gondii. Tetapi,
akhir-akhir ini dikembangkan PCR untuk deteksi DNA parasite
pada cairan tubuh dan jaringan.
 Pengobatan : obat yang dipakai sampai saat ini hanya
membunuh stadium takizoit T.gondii dan tidak membasmi
stadium kista, sehingga obat dapat memberantas infeksi akut,
tapi tidak infeksi menahun.

2. Cryptosporidium
 Hospes dan nama penyakit : mamalia (manusia, sapi, domba, babi,
mencit, kelinci, monyet, anjing, kucing), burung, dan reptilia (ular).
Penyakitnya disebut kriptosporidiosis
 Distribusi geografik : ditemukan kosmopolit pada manusia
 Morfologi dan daur hidup : Coccidia yang mirip Isospora dan
Toxoplasma.
 Patologi dan gejala klinis : ditemukan di faring, esophagus, lambung,
duodenum, yeyunum, ileum, apendiks, kolon, rectum, kantung empedu,
dan saluran pancreas. Merupakan penyebab diare terutama pada anak-
anak.
 Diagnosis : ditetapkan dengan menemukan ookista dalam tinja segar
atau yang diawetkan dengan formalin 10% atau dengan polivinil alcohol
dengan pemeriksaan langsung.
 Pengobatan : berbagai antibiotik dan kemoterapi telah dicoba tapi tidak
ada yang efektif.

30
3. Cyclospora cayetanensis
 Sejarah : pertama kali pada tahun 1979.
 Hospes : manusia
 Morfologi dan daur hidup : termasuk Coccidia. Ukurannya berkisar 8—
10 mikron.
 Patologi dan gejala klinis : ditemukan intraselular dalam enterosit
yeyunum. Gejala klinis muncul kira-kira seminggu setelah infeksi.
Menyebabkan diare, namun keluhan utamanya adalah konstipasi. Gejala
klinis lain terdiri atas anoreksia, berat badan turun, kembung, sering
flatus, nteri ulu hati, mual, muntah, nyeri otot, demam ringan, dan lelah.
 Diagnosis : ditegakkan dengan menemukan ookista dalam tinja segar
atau tinja yang diawetkan dengan iodium, formalin 10 %, kalium
bikromat 2,5%.
 Pengobatan : yang efektif untuk dewasa adalah trimethoprim 160 mg
dan sulfametoksazol 800 mg.
 Epidemiologi : ditemukan sebagai penyebab diare pada orang
berpergian.

4. Blastocystis hominis
 Sejarah : pertama kali dilaporkan pada tahun 1911.
 Hospes dan nama penyakit : manusia, monyet, kera, babi, mungkin pada
marmut, reptilia, kecoa, tikus, dan hewan lainnya. Menyebabkan
blastokistosis.
 Distribusi geografik : daerah tropic, subtropik.
 Morfologi dan daur hidup : terdapat 4 bentuk yaitu vacuolar, granular,
ameboid, dan kista. Vakuolar paling sering ditemukan dalam tinja
maupun biakan. Granular mudah dilihat dengan mikroskop fase kontras.
Ameboid, punya banyak bentuk yang tidak teratur, banyak ditemukan
dalam tinja dan biakan, aktivitasnya sulit dilihat. Berkembang biak

31
secara aseksual. Ada 4 macam pembelahan : belah pasang, plasmotomi,
skizogoni, dan endodiogeni.
 Patologi dan gejala klinis : merupakan parasit yang patogen. Gejalanya
berupa diare, flatulens, kembung, anoreksia, berat badan turun, muntah,
nausea, konstipasi, dan lain-lain.
 Diagnosis : ditegakkan dengan menemukan B.hominis di dalam tinja
dengan pemeriksaan langsung, pewarnaan trikrom, Teknik Kinyoun acid
fast.
 Pengobatan : dianjurkan hanya bila ditemukan B.hominis di tinja dan
disertai gejala gastrointestinal.

5. Microsporidia
 Sejarah : pertama dilaporkan pada tahun 1959.
 Hospes dan nama penyakit : terdapat di table. Penyakitya disebut
mikrosporidiosis.
 Distribusi geografik : di seluruh dunia.
 Morfologi dan daur hidup : berukuran 1—20 mikron. Spora dapat
berbentuk sferis, oval, atau memanjang.
 Patologi dan gejala klinis : lesi dan respons imun yang ditimbulkan
tergantung pada status imun hospes. Pada hospes imunokompeten
infeksi dapat jadi kronis dan subklinis, tapi pada hospes
imunokompromais, infeksi dapat menyebabkan kematian. Dapat
menyebabkan berbagai penyakit pada manusia yang melibatkan berbagai
sistem organ.
 Diagnosis : pada umumnya berdasarkan pemeriksaan dengan mikroskop
cahaya atau electron, metode molekuler, dan uji serologi.
 Pengobatan : albendazole untuk Microsporidia invasive terutama genus
Encephalitozoon.

6. Parasit malaria

32
 Sejarah : sudah diketahui sejak zaman Yunani.
 Hospes : termasuk genus Plasmodium, pada manusia ditemukan 4
spesies (Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae, dan Plasmodium ovale). Pada kera ditemukan spesies yang
serupa dengan spesies di manusia.
 Distribusi geografik : Archangel di Rusia sampai ke Cordoba di
Argentina. 400 m di bawah permukaan laut mati sampai 2600/2800 m di
atas permukaan laut. Di Indonesia, di seluruh kepulauan terutama
wilayah timur.

a. Plasmodium vivax
 Hospes dan nama penyakit : hospes perantaranya adalah
manusia. Hospes definitifnya adalah nyamuk Anopheles betina.
Menyebabkan penyakit malaria vivax atau malaria tersiana.
 Distribusi geografik : di daerah subtropik (Korea Selatan, Cina,
Mediterania Timur, Turki, beberapa negara Eropa pada musim
panas, Amerika Selatan dan Utara). Di daerah tropic ditemukan
di Asia Timur. Di Afrika, terutama Afrika Barat dan Utara,
spesies ini jarang ditemukan. Di Indonesia, tersebar di seluruh
kepulauan dan pada musim kering, di daerah endemi, umunya
mempunyai frekuensi tertinggi disbanding spesies lain.
 Morfologi dan daur hidup : berbentuk tidak teratur yang tidak
memiliki struktur lokomotif. Daur hidupnya, nyamuk betina
dari genus Anopheles menyuntikkan ke dalam kulit manusia
dengan bentuk parasite yang dikenal sebagai sporozoit,
mencapai hati melalui peredaran darah. Di hati, mereka
menjadi trofozoit, dalam pembelahan berturut-turut banyak
merozoite dihasilkan kemudian dituangkan kembali ke aliran
darah. Di darah, trofozoit menyerang eritrosit, setelah
pembelahan parasite baru, eritrosit lepaskan lebih banyak
merozoite. Sel yang diproduksi berkembang jadi gametosit,

33
micro dan macro. Nyamuk mengekstraksi gametosit. Gamet
lalu berfusi dalam usus nyamuk membentuk zigot yang diubah
jadi bentuk bergerak dikenal sebagai ooquineto kemudian
ookista. Ookista hasilkan sporozoite yang bermigrasi ke
kelenjar ludah nyamuk.
 Patologi dan gejala klinis : masa tunas intrinsic biasanya
berlangsung 12—17 hari, tapi beberapa strain P.vivax dapat
sampai 6—9 bulan atau lebih lama. Serangan pertama dimulai
sindrom prodromal sakit kepala, nyeri punggung, mual, dan
malaise umum. Gejalanya bisa demam yang tidak teratur.
 Diagnosis : ditetapkan dengan menemukan parasite P.vivax
pada sediaan darah yang dipulas Giemsa.
 Pengobatan : prinsip dasar malaria vivaks adalah pengobatan
radikal yang ditujukan terhadap stadium hipnozoit di sel hati
dan stadium lain yang ada di eritrosit.
 Prognosis : biasanya baik, tidak menyebabkan kematian.

b. Plasmodium malariae
 Nama penyakit : menyebabkan malaria malariae atau malaria
kuartana, karena serangan demam berulang pada hari keempat.
 Distribusi geografik : di daerah tropik, tetapi frekuensinya
cenderung rendah. Di Indonesia ditemukan di Papua Barat,
NTT, dan Sumatra Selatan.
 Morfologi dan daur hidup : daur praeritrosit belum pernah
ditemukan pada manusia. Tapi ditemukan pada simpanse.
Parasit ini dapat hidup pada simpanse yang merupakan hospes
reservoir potensial. Skizon praeritrosit jadi matang 13 hari
setelah infeksi. Skizon matang, merozoite dilepas ke aliran
darah tepi. P.malariae hanya menginfeksi sel darah merah tua
dan siklus eritrosit aseksual.

34
 Patologi dan gejala klinis : masa inkubasi pada infeksi ini
berlangsung 18 hari kadang 30—40 hari. Gambaran klinis
serangan pertama mirip malaria vivaks. Demam lebih teratur
dan terjadi sore hari.
 Diagnosis : dapat dilakukan dengan menemukan parasite dalam
darah yang dipulas dengan Giemsa.
 Pengobatan : dapat diobati dengan pemberian klorokuin basa
yang akan mengeliminasi semua stadium di sirkulasi darah.
 Prognosis : tanpa pengobatan, malaria malariae dapat
berlangsung sangat lama dan rekurens pernah tercatat 30—50
tahun sesudah infeksi.
 Epidemiologi : frekuensi malaria malariae di Indonesia sangat
rendah sehingga bukan masalah.

c. Plasmodium ovale
 Nama penyakit : malaria ovale.
 Distribusi geografik : di daerah tropik Afrika bagian Barat,
Pasifik Barat, dan beberapa lainnya. Di Indonesia, di Pulau Owi
di Irian Jaya dan Pulau Timor.
 Morfologi dan daur hidup : morfologi P.ovale punya
persamaan dengan P.malariae tapi perubahan eritrosit sama
dengan P.vivax. Trofozoit muda berbentuk kira-kira 2 mikron.
Titik schuffner terbentuk sangat dini dan tampak jelas. Pada
stadium ini, eritrosit tampak membesar dan sebagaian besar
berbentuk lonjong. Stadium praeritrosit punya periode prapaten
9 hari. Skizon hati sebesar 70 mikron dan mengandung 15000
merozoite. Perkembangan siklus aseksual berlangsung 50 jam.
Stadium skizon bentuk bulat dan bila matang mengandung 8—
10 merozoite yang letaknya teratur di tepi mengelilingi granula
pigmen yang berkelompok di tengah. Siklus sporogony dalam
nyamuk anopheles memerlukan waktu 12--14 hari di suhu 27.

35
 Patologi dan gejala klinis : mirip malaria vivaks. Serangannya
sama hebat tapi penyembuhan sering secara spontan dan
relapsnya lebih jarang.
 Diagnosis : dilakukan dengan menemukan parasit P.ovale
dalam sediaan darah yang dipulas Giemsa.
 Prognosis : malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan
 Epidemiologi : di Indonesia bukan merupakan masalah
kesehatan.

d. Plasmodium falciparum
 Nama penyakit : malaria falsiparum atau malaria tropika atau
malaria tersiana maligna.
 Distribusi geografik : daerah tropik terutama di Afrika dan Asia
Tenggara. Di Indonesia, tersebar di seluruh kepulauan.
 Morfologi dan daur hidup : Selama menghisap darah, nyamuk
Anopheles betina yang terinfeksi malaria menginokulasi
sporozoite ke host manusia. Sporozoit menginfeksi sel-sel hati
matang menjadi skizon skizon pecah dan melepaskan
merozoite. Setelah replikasi awal ini di hati (schizogonyexo-
eritrositik), parasite mengalami perbanyakan aseksual pada
eritrosit (schizogony eritrositik). Merozoites menginfeksi sel
darah merah. Cincin tropozoit yang matang ke dalam skizon,
yang pecah melepaskan merozoite. Beberapa parasite
berdiferensiasi menjadi tahap eritrositik seksual (gametosit).
Para stadium darah bertanggung jawab atasmani festasi klinis
dari penyakit. Gametosit, jantan (mikrogametosit) dan betina
(makrogametosit), tertelan oleh seekor nyamuk Anopheles saat
menghisap darah, Penggandaan parasite dalam nyamuk dikenal
sebagai siklus sporogonik. Sementara di perut nyamuk,
mikrogametosit menembus makrogametosit yang menghasilkan

36
zigot. Zigot pada gilirannya menjadi motil dan memanjang
(ookinet) yang menyerang dinding midgut nyamuk di mana
mereka berkembang menjadi ookista. Ookista tumbuh, pecah,
dan dilepaskan sporozoite menuju ke kelenjar ludah nyamuk.
Inokulasi sporozoite menjadi tuan rumah manusia baru.
Kembali menginfeksi manusia.
 Patologi dan gejala klinis : masa tunas intrinsic malaria
falsiparum berlangsung 9—14 hari. Penyakitnya mulai dengan
nyeri kepala, punggung dan ekstrimitas, perasaan dingin, mual,
muntah atau diare ringan.

3. Entomologi Kedokteran

Ialah ilmu yang mempelajari tentang vektor,kelainan,dan


penyakit yang disebankan oleh arthropoda. Delapan puluh
lima persen atau kira-kira 600.000 spesies hewan adalah
arthropoda.

Morfologi :

a. Badan beruas-ruas
b. Umbai-umbai yang juga beruas-ruas
c. Eksoskeleton
d. Bentuk badan simetri bilateral

37
Arthropoda juga mempunyai sistem pencernaan , sistem
pernapasan ( dengan trakea ) , saraf (otak dan ganglion) ,
peredaran darah (terbuka) dan sistem reproduksi

Gambar 03: Simetri Tubuh Animalia

Umbai-umbai tubuh menurut fungsinya:

a. Pada kepala tumbuh menjadi antenna dan mandibula


b. Pada toraks menjadi kaki dan sayap
c. Pada abdomen menjadi kaki pengayuh

Fungsi Eksoskeleton:

a. Penguat tubuh
b. Pelindung alat dalam
c. Tempat melekat otot

38
d. Pengatur penguapan air
e. Penerus rangsang yang berasal dari luar badan

Daur Hidup pada Arthropoda Pertumbuhan arthropoda


dipengaruhi hormone juvenile yang dikeluarkan oleh kelenjar
korpora alata. Kadar hormone juvenile paling tinggi pada larva instar
I , selanjutnya kadar hormon berkurang sesuai dengan bertambahnya
umur dan paling rendah pada larva instar IV. Berkurangnya hormone
juvenile merupakan pertanda bagi kelenjar protorak untuk
mengeluarkan hormone ekdison yang berfungsi untuk merangsang
pengelupasan kulit/eksoskeleton yang biasanya dinamakan proses
ekolisis. Eksoskelet bersifat keras dan kaku sehingga pada saat
pertumbuhan eksoskelet harus dilepaskan.

Pengelompokkan arthropoda berdasarkan besarnya peran


dalam ilmu kedokteran :

a. Arthropoda yang menularkan penyakit (vektor dan hospes


perantara)

c. Arthropoda yang menyebabkan pennyakit (parasit)


d. Arthropoda yang menimbulkan kelainan karena toksin yang
dikeluarkan
e. Arthropoda yang menyebabkan alergi
f. 5.Arthropoda yang menimbulkan entomofobia

Taksonomi Arthropoda , Dibagi menjadi 5 kelas yaitu :

1.Insekta

39
2.Arachnida

3.Crustacea

4.Chilopoda

5.Diplopoda

Penyakit yang disebabkan arthropoda adalah sebagai berikut

1. Skabies. Disebabkan Sarcoptes scabiei


2. Demodisiosis. Disebabkan Demodex folliculorum
3. Pedikulosis. Disebabkan Pediculus humanus
4. Ftririasis. Disebabkan Phthirus pubis

4. Mikologi Kedokteran

Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan


eukariotik. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan
mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan
glukan , dan sebagian kecil terdiri atas selulosa dan kitosan. Jamur
mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti , tidak
mempunyai klorofil dan berkembang biak secara aseksual , seksual
,atau keduaanya.

Ialah ilmu yang mempelajari jamur dan serta penyakit yang


ditimbulkannya pada manusia. Penyakit yang disebabkan jamur
disebut mikosis. Mikosis yang mengenai kulit , rambut , dan kuku
disebut mikosis superfisialis. Mikosis yang mengenai alat dalam
disebut mikosis profunda / mikosis sistemik.

Sifat Umumnya sebagai berikut :

40
a. Heterotropik

Organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat


membuat makanannya sendiri. Jamur memerlukan zat organik dr
hewan dan tumbuhan yang nantinya dengan enzim zat organik akan
diubah menjadi zat anorganik yang kemudian diserao oleh jamur
sebagai makanannya.

b. Umumnya tumbuh baik ditempat lembab

Namun dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga


dapat ditemukan di seluruh dunia.

Jamur mencakup:

1. Khamir

Sel-sel yang berbentuk bulat ,lonjong,atau memanjang


yang berkembang biak dengan membentuk tunas dan
membentuk koloni yang basah atau berlendir

2. Kapang

Sel-sel memanjang dan bercabang yang disebut hifa. Hifa


bersekat disebut hifa multiseluler sedangkan hifa tidak
bersekat disebut hifa senositik. Anyaman hifa disebut
miselium

3. Hifa dapat bersifat


1. Hifa Vegetatif berfungsi mengambil makanan untuk
pertumbuhan
2. Hifa Reproduktif berfungsi membentuk spora
3. Hifa Udara berfungsi mengambil oksigen

41
4. Hifa sendiri dapat berwarna atau tidak berwarna dan
jernih

Reproduksi terbagi menjadi dua yaitu Seksual dan Aseksual


sebagai berikut :

a. Spora Aseksual ( thallospora ) yaitu langsung dibentuk dari hifa


reproduktif
1. Blastospora
2. Artrospora
3. .Klamidospora
4. Aleuriospora
5. Sporangiospora
6. Konidia
b. Spora Seksual dibentuk dari fusi dua sel / hifa
1. Zigospora
2. Oospora
3. Askospora
4. Basidiospora
c. Spora dapat berwarna atau tidak berwarna dan jernih

Terakhir terdapat 6 kelas jamur yaitu :

1. Actinomycetes
2. Mxyomycetes
3. Chytrudiomycetes
4. Zygomycetes
5. Ascomycetes
6. Basidiomycetes

42
IV. RESPONS IMUN TERHADAP PARASIT

Kemampuan tubuh untuk mengelminiasi sel-sel atau zat asing


yang berpotensi merugikan bagi tubuh.

a. Sistem imun non spesifik


Pada sistem imun nonspesifik yang bekerja adalah sel
fagosit.Sel-sel fagosit menyerang cacing dengan
mengeluarkan sekresi yang bersifat mikrobasidal. Namun
karena kulit yang tebal dan sifatnya yang multiselluler cacing
terkadang resisten terhadap efek litik dan sitosidal.
b. Sistem imun spesifik
Sistem imun spesifik umumnya lebih kompleks karena
pathogen lebih besar dan tidak bisa ditelan fagosit. Pertahanan
terhadap infeksi cacing diperankan oleh sel Th2. Cacing yang
masuk merangsang sel Th2 untuk mengeluarkan IL-4 dan IL-
5.Dimana IL-4 berfungsi untuk rangsang produksi IgE dan
IL-5 untuk rangsang perkembangan dan aktivasi eosinofil.
Kemudian IgE akan menempel pada permukaan cacing dan
diikat oleh eosinofil.
Eosinofil yang telah diaktifkan akan menyekresi
granul enzim yang dapat menghancurkan parasit. Eosinofil
memiliki granul yang bersifat lebih toksik terhadap parasit
dibandingkan dengan PMN lainnya, oleh karena itu eosinofil
lebih efektif. Selanjutnya reaksi inflamasi yang ditimbulkan
akan mencegah cacing menempel.
Eosinofil diproduksi di dalam sumsum tulang dan
dilepaskan ke sirkulasi dan akan memasuki jaringan yang

43
diinvasi oleh cacing. Berbagai kemokin golongan C-C
Chemokine telah diketahui bekerja untuk menarik eosinofil ke
jaringan, diantaranya adalah Monocyte Chemotactic Protein-1
(MCP- 1), MCP-3, MCP-5 dan eotaxin.
Basofil mempunyai peran dalam terjadinya eosinofilia
dan migrasi eosinofil ke dalam jaringan dengan cara
memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-5 dikenal sebagai
sitokin yang mampu meningkatkan produksi eosinofil di
dalam sumsum tulang dan pelepasan eosinofil ke dalam
sirkulasi serta memperpanjang masa hidup eosinofil. IL-4 dan
IL-13 merangsang endotel untuk mengekspresikan molekul
adhesi yang memudahkan proses masuknya eosinofil ke
dalam jaringan serta merangsang endotel untuk memproduksi
dan mengekspresikan eotaxin-3 yang merupakan kemotaktik
untuk eosinofil. IL-4 dan IL-13 juga merangsang sel epitel
usus untuk memproduksi eotaxin yang merupakan faktor
kemotaktik kuat untuk eosinofil.

44

Anda mungkin juga menyukai