Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Teoritis

1. Pembelajaran IPS
Semua mata pelajaran walaupun bobotnya berbeda-beda dapat berperan dalam
mengatasi atau mengurangi masalah dan perilaku penyimpangan sosial. Akan
tetapi mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) memegang peran yang lebih
besar. IPS merupakan terjemahan dari Social Studies, memiliki perkembangan
definisi antara lain dikemukakan P. Mathias (1973) menyatakan bahwa IPS
adalah “the study of man in society” pada tahapan berikutnya dia memberikan
definasi “the study of man in society in the past, present, and future”. Manusia
berikut aktivitasnya menjadi obyek kajian IPS termasuk dasar-dasar karakter
sosial, komparasi keragaman ras dan suku bangsa serta lingkungan hidup
manusia yang terdiri lingkungan fisik, sosial dan budaya.

Di Amerika semula IPS merupakan kumpulan kajian dari ilmu sejarah,


pemerintahan (ilmu politik) dan geografi. Kemudian bertambah soisologi,
ekonomi, antropologi, psikoogi, filsafat, dan hukum. IPS didefinisikan sebagai
“a pattern of values which imposes a pattern of behavior on its disciplines”.
Konsep tersebut dinilai berhasil mensitesakan berbagai unsur dari beberapa
komponen hingga menjadi suatu kesatuan yang bulat (Depdiknas, 2004).

Selannjutnya EB. Wesley menyebutkan bahwa IPS merupakan penyederhanaan


dari ilmu-ilmu sosial yang sudah diseleksi dan diadaptasi atau disesuaikan untuk
diterapkan di sekolah-sekolah (Husein Achmad, 1981). Untuk menyamakan
persepsi pengertian, IPS didefinisikan sebagai integrasi dari berbagai cabang
ilmu-ilmu sosial: sejarah, ekonomi, geografi, politik, hukum, dan budaya yang
dirumuskan secara interdisipliner setelah disesuaikan materinya untuk
kepentingan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Ruang lingkup kajian IPS
sangat luas, seluas obyek kajian Ilmu-Ilmu Sosial yang menjadi sumber materi
pembelajaran IPS, sebagaimana skema berikut:
Sejarah

Ekonomi

Geografi

Politik

IPS
Psikologi

Antropologi

Sosiologi

Hukum

Melalui pembelajaran IPS, diharapkan dapat membantu para siswa untuk


mendapatkan: (1) jawaban yang bermakna mengenai masalah-masalah yang
dijumpai dalam kehidupan mereka; (2) membina kesadaran terhadap perjuangan
manusia dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka; (3) membina kecakapan
intelektualnya dalam menarik generalisasi dari masalah-masalah sosial yang
telah diusahakan pemecahannya oleh para ahli (Depdiknas, 2004).

Kemampuan pribadi dan sosial berkenaan dengan penguasaan karakteristik,


nilai-nilai sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat serta kemampuan untuk
hidup bermasyarakat. Penguasaan karakteristik dan nilai-nilai pribadi dan warga
masyarakat banyak dikembangkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan, sedang
kemampuan untuk hidup bermasyarakat banyak dikembangkan dalam pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
memfokuskan kajiannya kepada hubungan antar manusia dan proses membantu
pengembangan kemampuan dalam hubungan tersebut. Pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang dikembangkan melalui kajian ini ditujukan untuk
mencapai keserasian dan keselarasan dalam kehidupan masyarakat.

Pembelajaran IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam


kurikulum-kurikulum di Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan
dasar/menengah. Pendidikan ini tidak dapat disangkal telah membawa beberapa
hasil, walaupun belum optimal. Secara umum penguasaan pengetahuan sosial
atau kewarganegaraan lulusan pendidikan dasar relatif cukup, tetapi penguasaan
nilai dalam arti penerapan nilai, keterampilan sosial dan partisipasi sosial
hasilnya belum menggembirakan. Kelemahan tersebut sudah tentu terkait atau
dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses pendidikan atau
pembelajarannya, kurikulum, para pengelola dan pelaksanaanya serta faktor-
faktor yang berpengaruh lainnya.

Beberapa temuan penelitian dan pengamatan ahli memperkuat kesimpulan


tersebut. Dalam segi hasil atau dampak pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau
IPS terhadap kehidupan bermasyarakat, masih belum begitu nampak.
Perwujudan nilai-nilai sosial yang dikembangkan di sekolah belum nampak
dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan sosial para lulusan pendidikan
dasar/menengah khususnya masih memprihatinkan, partisipasi dalam berbagai
kegiatan kemasyarakatan semakin menyusut.

Banyak penyebab yang melatarbelakangi mengapa pembelajaran IPS belum


dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan. Faktor penyebabnya dapat
berpangkal pada kurikulum, rancangan, pelaksana, pelaksanaan ataupun faktor-
faktor pendukung pembelajaran. Berkenaan dengan kurikulum dan rancangan
pembelajaran IPS, beberapa penelitian sebelumnya memberi gambaran tentang
kondisi tersebut. Hasil penelitian sebagaimana kajian Balitbang Depdikbud
antara laian menyebutkan bahwa:

1) Kurikulum tidak disusun berdasarkan basic competencies melainkan pada


materi, sehingga dalam kurikulumnya banyak memuat konsep-konsep teoretis.
Hasil Evaluasi Kurikulum IPS SD dan Menengah Tahun 1994 menggambarkan
adanya kesenjangan kesiapan siswa dengan bobot materi, sehingga materi yang
disajikan dianggap terlalu sulit bagi siswa, kesenjangan antara tuntutan materi
dengan fasilitas pembelajaran dan buku sumber, kesulitan manajemen waktu,
serta keterbatasan kemampuan melakukan pembaharuan metode mangajar
(Depdikbud, 1999).

2) Dalam implementasi materi, IPS lebih menekankan aspek pengetahuan,


berpusat pada guru, mengarahkan bahan berupa informasi yang tidak
mengembangkan berpikir nilai serta hanya membentuk budaya menghafal dan
bukan berpikir kritis. Dalam pelaksanaan Soemantri, N. (1998) menilai
pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton dan
ekspositoris sehingga siswa kurang antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang
menarik padahal menurut Sumaatmadja, N. (1996) guru IPS wajib berusaha
secara optimum merebut minat siswa karena minat merupakan modal utama
untuk keberhasilan pembelajaran IPS.

3) Model pembelajaran IPS yang diimplementasikan masih bersifat konvensional


sehingga siswa sulit memperoleh pelayanan secara optimal (Syafruddin, 2001).
Dengan pembelajaran seperti itu maka perbedaan individual siswa di kelas tidak
dapat terakomodasi sehingga sulit tercapai tujuan–tujuan spesifik pembelajaran
terutama bagi siswa berkemampuan rendah. Model pembelajaran IPS saat ini
juga lebih menekankan pada aspek kebutuhan formal dibanding kebutuhan riil
siswa sehingga proses pembelajaran terkesan sebagai pekerjaan administratif dan
belum mengembangkan potensi anak secara optimal.

Berdasarkan hal-hal di atas nampak, bahwa pada satu sisi betapa pentingnya
peranan pembelajaran IPS dalam mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan
keterampilan sosial agar para siswa menjadi warga masyarakat, bangsa dan
negara Indonesia yang baik. namun di pihak lain masih banyak ditemukan
kelemahan dalam pembelajaran IPS, baik dalam rancangan maupun proses
pembelajaran. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diperlukan
pemahaman mendalam konsep pembelajaran IPS sesuai dinamika perkembangan
masyarakat, sehingga dapat membantu meningkatkan mutu bagi pelaku
pendidikan dan dapat menjadi referensi dalam mempelajari IPS.

2. Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah


Merujuk pada pembelajaran IPS di Amerika Serikat, tempat pertumbuhan Studi
Sosial yang dikoordinasikan oleh National Council for Sosial Studies (NCSS),
lembaga nasional yang aktif mengembangkan bidang kajian ini, menyebutkan
bahwa tujuan Studi Sosial (IPS) adalah meninkatkan harkat manusia sebagai
makhluk sosial dan untuk mencapainya diperlukan proses sosialisasi secara
rasional. Selanjutnya dikatakan, bahwa agar siswa dapat mencapai tujuan-tujuan
tersebut, sekolah harus memberikan bekal empat macam kemampuan, terdiri
dari:

1. Pengetahuan tentang harkat manusia sebagai makhluk sosial, yang


bersumber pada konsep generalisasi ilmu-ilmu sosial serta ilmu-ilmu lain
sebagai penunjang;
2. Keterampilan menerapkan pengetahuan tersebut, untuk proses
pengambilan keputusn yang rasional terhadap masalah yang dihadapi
siswa. Keterampilan intelektual ini mencakup cara-cara mendapatkan,
menghimpun, dan menganalisis data (informasi), untuk kemudian
dijadikan dasar pengambilan keputusan secara tepat;
3. Nilai dan sikap, klarifikasi nilai (mengenai hal-hal yang baik dan buruk)
juga menjadi dasar pengambilan keputusan dan menentukan sikap yang
hendak diambil terhadap permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian
sikap yang diambil sudah didasari pertimbangan akal (rasional) dan
akhlak (moral);
4. Keikutsertaan dalam kegiatan sosial, tiga macam kemampuan tersebut
harus diwujudkan dalam tindakan praktis, yaitu kemauan berpartisipasi
dalam kegiatan sosial yang nyata, dalam hal ini keterampilan berperilaku
sosial sangat penting perannya.
Berbeda dengan tujuan Studi Sosial di Negara Jepang yang menekankan dua hal
yaitu: meningkatkan pengertian dan kesadaran manusia sebagai makhluk sosial
dan mengembangkan kualitas manusia yang mutlak diperlukan bagi
pembangunan Negara dan bangsa yang demokratis dan hidup dalam damai
(Depdiknas, 2004). Untuk mencapai tujuan seperti itu, siswa perlu dibekali hal-
hal sebagai berikut:

1. Kesadaran yang tinggi mengenai manusia sebagai pribadi dan makhluk


sosial;
2. Pengetahuan tentang perkembangan masyarakat dalam berbagai aspek
(historis, geografis, ekonomi, politik) agar siswa menjadi terbiasa berfikir
kritis dalam memecahkan masalah-masalah sosial;
3. Pengertian tentang hubungan antar bangsa, serta peran bangsa dalam
kerjasama internasional, dalam rangka perdamaian dunia dan
kesejahteraan umat manusia;
4. Pengertian mengenai perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat
cepat, baik di dalam maupun di luar negeri, dalam hubungannya dengan
proses pengambilan keputusan yang tepat terhadap masalah-masalah
sosial pada tingkat nasional dan internasional.

Berdasarkan kajian tujuan studi sosial dari Negara-negara tersebut, pembelajaran


IPS di sekolah pendidikan dasar dan menengah dimaksudkan agar siswa
memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang positif bagi calon warga
Negara dan warga masyarakat yang demokratis dan pada gilirannya mampu
mengambil keputusan terkait hak dan kewajiban sebagai pribadi dan warga
masyarakat.

Jika disederhanakan, tujuan utama pembelajaran IPS adalah untuk membentuk


dan mengembangkan pribadi menjadi warga negara yang baik (good citizen).
Secara umum ciri-ciri warga negara yang baik menurut Barr, R.D, Barth, J.L,
(1977) seperti ditulis Saripudin (1989), dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Memiliki sikap patriotisme (cinta kepada tanah air, bangsa dan negara);
2. Mempunyai penghargaan dan pengertian terhadap nilai-nilai, pranata, dan
praktek kehidupan kemasyarakatan;
3. Memiliki sikap integritas sosial dan tanggung jawab sebagai warga
negara;
4. Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya atau
tradisi yang diwariskan oleh bangsanya;
5. Mempunyai motivasi untuk turut serta secara aktif dalam pelaksanaan
kehidupan demokrasi;
6. Memiliki kesadaran (tanggap akan) masalah-masalah sosial;
7. Memiliki ide, sikap, dan keterampilan yang diharapkan sebagai warga
negara;
8. Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap sistem ekonomi yang
berlaku.

Secara khusus tujuan pengajaran IPS di sekolah dapat dikelompokkan menjadi


empat komponen (Chapin, J.R. dan Messick, R.G. 1992) :

1. Memberikan kepada siswa pengetahuan (knowledge) tentang pengalaman


manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang, dan
di masa datang;
2. Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan (skill) untuk
mencari dan mengolah/memproses informasi;
3. Menolong siswa untuk mengembangkan nilai/sikap (values) demokrasi
dalam kehidupan bermasyarakat;
4. Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil
bagian/berperan serta dalam kehidupan sosial (social participation).

Keempat tujuan tersebut tidak terpisah atau berdiri sendiri-sendiri, melainkan


menjadi satu kesatuan dan saling berhubungan. Tujuan tersebut sesuai dengan
perkembangan pembelajaran IPS sampai pada saat sekarang. Terdapat sumber
lain yang mengatakan bahwa, warga negara yang dihasilkan oleh pembelajaran
IPS akan mempunyai sifat sebagai warga negara yang reflektif, mampu atau
terampil, dan peduli (Martorella, Peter H., 1994). Reflektif berarti dapat berpikir
kritis yang dapat membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah atas
dasar bukti-bukti terbaik yang dapat diperolehnya. Mampu atau terampil berarti
mempunyai sejumlah keterampilan untuk menolong seseorang dalam mengambil
keputusan dan memecahkan masalah. Sikap peduli berarti kemampuan untuk
menyelidiki kehidupan sosial dan memperhatikan issu-issu yang penting,
melaksanakan hak-haknya dan tanggung-jawabnya sebagai anggota dari
masyarakatnya.

Tujuan pengajaran IPS dalam aspek keterampilan (skill) menurut Fraenkel, J.R.
(1980) menyebutkan ada tiga kelompok keterampilan yang perlu dilatihkan
kepada siswa :

1. Keterampilan berpikir (thinking skill) : misalnya mengamati/melakukan


pengamatan, menjelaskan, membandingkan, dan mempertentangkan,
mengembangkan konsep, membedakan, merumuskan definisi,
merumuskan hipotesa, merumuskan generalisasi, meramalkan,
meramalkan, menggambarkan, dan mengemukakan alternatif
pemikiran/pendapat.
2. Keterampilan akademik/studi : misalnya membaca, melakukan observasi,
mendengarkan, merumuskan garis besar/outline, membuat catatan,
menuliskan judul pada suatu karangan/papan flanel/dsb., membuat
bagan/skema, membaca dan menafsirkan peta, membuat diagram,
membuat tabulasi, membuat bagan urutan waktu, dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang relevan.
3. Keterampilan sosial : misalnya merencanakan bekerja dengan orang lain,
mengambil bagian dalam proyek penelitian, mengambil bagian secara
produktif dalam diskusi kelompok, menjawab/menanggapi secara sopan
pertanyaan orang lain, memimpin diskusi kelompok, bertindak secara
bertanggung jawab, dan bersedia membantu/menolong orang lain.
Dalam sistem nilai (values) pengajaran IPS harus dapat mengembangkan pribadi
siswa untuk menghayati dan menghargai nilai-nilai dasar (core values) dari
masyarakat dan bangsanya, memahami pentingnya nilai bagi dirinya dan orang
lain dalam menelaah masalah-masalah lokal sampai global dan menghargai
keaneka-ragaman nilai yang dipunyai oleh berbagai kebudayaan. Atas
pertimbangan tersebut Edwin Fenton menyebutkan tiga jenis nilai yang
berhubungan dengan pengajaran IPS :

1. Nilai perilaku, atau nilai yang berhubungan dengan perilaku siswa di


kelas, misalnya : hak siswa untuk didengar pendapatnya, harapan guru
bahwa siswa akan mengikuti pengajaran dengan baik, siswa harus
mengikuti peraturan tata tertib kelas, dsb.
2. Nilai prosedural atau nilai yang sesuai dengan cara-cara penyelidikan
ilmiah, misalnya : menghargai bukti-bukti, berpikir kritis, dan kemauan
untuk mengambil bagian dalam diskusi yang rasional, dsb.
3. Nilai subtantif atau nilai yang dimiliki seseorang sebagai hasil dari
pengalamannya dalam kehidupan keluarga, suku/golongan bangsa,
agama, atau kebudayaan.

Untuk dapat melakukan pembelajaran IPS dengan baik, perlu menguasai fakta,
konsep, proposisi, generalisasi dan teori dari ilmu-ilmu sosial yang menjadi
bahan utama penyusunan mataeri IPS di sekolah. Selanjutnya bahan-bahan
tersebut dipadukan dengan berbagai sumber lain untuk mendapatkan materi yang
mendukung ‟tema tertentu‟ yang membutuhkan kajian mendalam dari lintas
disiplin ilmu.

Materi IPS memiliki ciri khusus seperti yang dirumuskan oleh J.U. Mechaelis
tentang karakteristik IPS menjadi 8 macam seperti berikut :

1. Batasan, yang menunjukkan identitas sudi sosial yang berbeda dengan


bidang studi lainnya mengenai sasaran, ruang lingkup, wilayah yang
dipelajarinya.
2. Landasan, memiliki 4 landasan kajian :
a. Landasan filosofis, berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai
melalui pendidikan;
b. Landasan sosiologis, mempertimbangkan faktor sosial, situasi dan
kondisi siswa berada;
c. Landasan psikologis, mempertimbangkan perbedaan karakteristik
siswa dari aspek perkembangan unsur kejiwaan;
d. Landasan disiplin ilmu, kajian IPS tentang manusia dalam
masyarakat, maka bahan-bahan utamanya bersumber dari masyarakat;
3. Tujuan, memiliki tujuan yang jelas baik tujuan edukatif maupun tujuan
yang lain dan tidak semata-mata tentang disiplin keilmuan itu sendiri.
4. Pengorganisasian, agar mempermudah pencapaian tujuan,maka bahan
pengajaran disusun sistematis dengan memperhatikan sumber-sumber
dari :
a. disiplin ilmu meliputi fakta, konsep dan generalisasi;
b. kemasyarakatan menyangkut hal-hal yang ada dimasyarakat;
c. pengalaman murid, meliputi pengembangan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap.
5. Ketenagaan, memerlukan profesionalisasi pengelolaan baik di bidang
administrasi, kecakapan guru (pengetahuan, ketrampilan dan sikap),
pelatihan-pelatihan dan penataran.
6. Evaluasi, revisi dan pertanggungan jawab, perlu dipersiapkan pedoman
pelaksanaan dan prosedur penguatan yang baik.
7. Strategi belajar mengajar, kelas dihidupkan secara optimal melalui
penciptaan situasi pembelajaran yang mengembangkan potensi siswa.
8. Teknologi pengetahuan, perlu dikembangkan alat/media pengajaran
untuk mempermudah alih pengetahuan oleh siswa.

4. Hakekat Pembelajaran IPS


Hakikat IPS, adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai
makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dalam kehidupannya
manusia harus mengahadapi tantangan-tantangan yang berasal dari
lingkungannya maupun sebagai hidup bersama. IPS memSaudarang manusia dari
berbagai sudut pSaudarang. IPS melihat bagaimana manusia hidup bersama
dengan sesamanya, dengan tetangganya dari lingkungan dekat sampai yang jauh.
Bagaimana keserasian hidup dengan lingkungannya baik dengan sesama manusia
maupun lingkungan alamnya. Bagaimana mereka melakukan aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain bahan kajian atau bahan
belajar IPS adalah manusia dan lingkungannya.

A. Hakikat IPS

Setiap manusia sejak lahir telah berinteraksi dengan manusia lain, misalnya
dengan ibu yang melahirkannya, ayahnya, dan keluarganya. Selanjutnya setelah
usia taman Kanak-kanak ia akan berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya,
dan dengan gurunya. Sesuai dengan bertambahnya umur, maka interaksi tersebut
akan bertambah luas, begitu juga ia akan mendapat pengalaman dan hubungan
sosial dari kehidupan masyarakat disekitarnya. Dari pengalaman tersebut anak
akan mengenal bagaimana seluk beluk kehidupan. Misalnya bagaimana cara
seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya, cara menghormati orang yang lebih
tua, sebagai anggota masyarakat harus mentaati aturan atau norma-norma yang
berlaku, mengenal hal-hal yang baik dan buruk, maupun benar dan salah.

Semua pengetahuan yang telah melekat pada diri anak tersebut dapat dikatakan
sebagai “pengetahuan sosial” Dengan demikian dalam diri kita masing-masing
dengan kadar yang berbeda, sebenarnya telah terbina pengetahuan sosial tersebut
sejak kecil, hanya namanya belum kita kenal dan dikenal setelah secara formal
memasuki bangku sekolah.

Selanjutnya saudara pahami pula dalam kehidupan bermasyarakat itu banyak


kegiatan atau aspek yang dilakukan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya, dan masing-masing aspek tersebut saling kait mengkait. Dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya manusia dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku
di dalam lingkungannya. Sebagai anggota masyarakat, kita harus mentaati aturan
atau norma, misalnya cara berpakaian kita harus sopan bahkan jenis pakaian ada
aturan pemakaiannya, misalnya pakaian sehari-hari, pakaian dinas, pakaian
pesta, pakaian berkabung. Walaupun aturan ini tidak tertulis tetap dipatuhi oleh
semua anggota masyarakat. Manusia butuh makan untuk mempertahankan hidup
sehingga kita dapat melakukan kegiatan dan berhubungan dengan orang lain.
Tidak kalah pentingnya manusia butuh rumah sebagai tempat berlindung,
sehingga  kita tidak kedinginan dan kepanasan. Namun dengan adanya
perkembangan jaman, fungsi pakaian, makan, dan rumah menjadi berubah
karena hal itu tidak sekedar memenuhi kebutuhan pokok melainkan karena ada
nilai sosialnya. Dengan memakai pakaian yang mewah maka kedudukan sosial
seseorang akan naik peringkatnya, makan tidak sekedar makan nasi melainkan
makan makanan produk instant, roti, hamburger, kentuky, pizza. Begitu juga
tempat tinggal tidak sekedar sebagai tempat berteduh melainkan sudah
merupakan istana tempat melakukan segala kegiatan. Dengan bertindak seperti
itu manusia merasa status sosialnya tinggi.

Dari kenyataan di atas dapat kita ketahui bahwa antara aspek-aspek kehidupan
itu saling ada keterkaitan, aspek ekonomi terkait dengan aspek psikologi dan
sosial budaya. Kebutuhan hidup manusia tidak sekedar memenuhi aspek
ekonomi tetapi manusia juga perlu untuk menambah pengetahuan, seperti yang
saudara lakukan sekarang ini. Tanpa penambahan pengetahuan kita akan tersisih
oleh orang-orang yang berpengatahuan tinggi, coba hayati bagaimana jika
Saudara hanya lulusan SD, SMP, atau SMU. Tentu akan tersaing oleh mereka
yang berpendidikan S1 dan S2 bahkan S3. Apalgi Saudara sebagai guru SD yang
sekarang dituntut harus berpendidikan S-I, bagaimana jika Saudara hanya lulusan
D-II PGSD atau bahkan hanya lulusan SPG? Jelas bahwa pengetahuan akan
membantu manusia memanfaatkan sumber daya bagi kesejahteraan. Ilmu
pengetahuan dan  teknologi (Iptek) merupakan ungkapan kemampuan manusia
memanfaatkan akal, pikirannya dalam memenuhi kebutuhan hidup
bermasyarakat. Aspek kehidupan tersebut merupakan aspek kehidupan budaya.

Perkembangan Iptek yang sangat cepat nampak pada penggunaan komputer dan
satelit. Dengan teknologi, sekarang orang dapat dengan cepat dapat menghimpun
informasi dunia dengan rinci tentang segala hal, misalnya kekayaan laut, hutan,  
Pengembangan situasi politik suatu negara, dan peristiwa-peristiwa aktual
lainnya. Dengan kemajuan Iptek yang begitu kuat pengaruhnya sehingga dapat
mengubah sikap, pandangan, dan perilaku sesorang. Dengan kemajuan teknologi
pula sekarang ini orang dapat berkomunikasi dengan cepat di manapun mereka
berada melalui handphone dan   internet. Kemajuan Iptek menyebabkan cepatnya
komunikasi antara orang yang satu dengan lainnya, antara negara satu dengan
negara lainnya. Dengan demikian maka arus informasi akan semakin cepat pula
mengalirnya.

Oleh karena itu diyakini bahwa “orang yang menguasai informasi itulah yang
akan menguasai dunia”. Cobalah amati keadaan lingkungan Saudara baik
lingkungan desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, propinsi, maupun negara,
apa yang terjadi? Betapa cepatnya perubahan lingkungan sebagai akibat
pemanfaatan dan penerapan Iptek. Semua kegiatan manusia telah didominasi
tenaga mesin, misalnya bidang pertanian, menebang pohon, membangun rumah
dan gedung, jembatan, jalan, dan sebagainya. Coba bandingkan keadaan
sekarang dengan ketika Saudara masih kecil apa yang telah terjadi? Dalam
kehidupan bermasyarakat, urutan waktu dengan peristiwa sangat bermakna
dalam menelaah perkembangan serta kemajuan.

Urutan waktu dan peristiwa di atas merupaka aspek sejarah yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dengan mengkaji peristiwa-peristiwa masa
lalu kita dapat mengambil hikmahnya, mengambil hal-hal yang baik dan
menguntungkan, sebaliknya kita dapat menghindari pengalaman buruk yang
mengakibatkan malapetaka bagi manusia. Selanjutnya kita dapat membuat
keputusan untuk apa yang akan kita perbuat di masa sekarang dan yang akan
datang. Kehidupan manusia juga terkait dengan aspek tempat atau ruang dan
waktu, misalnya kita bertemu dengan orang baru maka yang akan ditanyakan
tentunya “siapa namanya?” kemudian “dimana tempat tinggalnya” Begitu juga
jika terjadi peristiwa kerusuhan pasti yang akan ditanyakan adalah “kapan” dan
“dimana” Ini menunjukkan bahwa antara waktu dan tempat mempunyai kaitan
yang erat. Suatu tempat atau ruang dipermukaan bumi, secara alamiah dicirikan
oleh kondisi alamnya yang meliputi iklim dan cuaca, sumber daya air, ketinggian
dari permukaan laut, dan sifat-sifat alamiah lainnya. Jadi bentuk muka bumi
seperti daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi, dan daerah pegunungan
akan mempengaruhi terhadap pola kehidupan penduduk yang menempatinya.

Lebih jelasnya Saudara dapat mencermati contoh berikut ini.

  Corak kehidupan masyarakat di tepi pantai utara Jawa yang bentuknya


landarai dengan laut yang tenang dan tidak begitu tinggi serta arus angin yang
tidak begitu kencang, sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk mencari
ikan. Hal ini disebabkan  ikan banyak berkumpul di kawasan laut yang dangkal
yang masih tertembus sinar matahari. Oleh karena itu mayoritas masyarakatnya
bermata pencaharian sebagai nelayan. Hampir semua pelabuhan-pelabuhan besar
di pulau Jawa sebagian besar terletak di pantai utara Jawa.

  Dataran rendah yang meliputi daerah pantai sampai ketinggian 700 meter di
atas permukaan laut merupakan kawasan yang cadangan airnya cukup, didukung
oleh iklimnya yang cocok, merupakan potensi alam yang cocok untuk
dikembangkan sebagai areal pertanian, misalnya Karawang, Bekasi, Indramayu,
Subang dan sebagainya. Dataran tinggi yang beriklim sejuk, dengan cadangan air
yang sudah semakin berkurang maka sistem pertanian yang dikembangkan
adalah pertanian lahan kering dan holtikultura seperti sayuran, buah-buahan, da
tanaman hias.

  Lain dengan daerah pegunungan yang memiliki corak tersendiri. Karena


sedikitnya persediaan air tanah, mengakibatkan pemukiman penduduk terpusat di
lembah-lembah atau mendekati alur sungai. Hal ini dikarenakan  mereka
berusaha untuk mendapatkan sumber air yang relatif mudah. Ladang yang
mereka usahakan biasanya terletak di lembah pegunungan.
Dengan demikian hubungan keruangan antara keadaan alam dan faktor manusia,
(kualitas, mata pencaharian, dan penguasaan Iptek memberikan corak atau
karakter kehidupannya masyarakat setempat. Keadaan seperti itu dalam
kehidupan manusia termasuk aspek geografi. Aspek ini dapat dijadikan petunjuk
tentang karakteristik setempat yang berhubungan dengan kehidupan manusia
yang terkait dengan kondisi setempat. Apabila Saudara amati dengan cermat,
apakah  ungkapan tersebut tepat  jika kita melihat perkembangan Iptek sekarang 
ini? Karena jika Saudara amati masyarakat daerah pantai tidak tentu mata
pencahariaanya sebagai nelayan, tetapi mereka ada yang menjadi pegawai
negeri, wiraswata, atau yang lainnya. Berikutnya cobalah Saudara cermati juga,
mengapa di masyarakat itu terjadi suatu keutuhan, dan kemantapan kehidupan.
Kondisi seperti ini tidak lain karena di dalam masyarakat tersebut ada norma,
nilai, dan kepemimpinan.

Agar hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana


sebagaimana yang diharapkan, maka dirumuskanlah norma-norma yang
mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai suatu tata tertib. Mula-
mula norma tersebut terbentuk tidak disengaja, namun lama-kelamaan norma
tersebut dibentuk secara sadar. Misalnya, dahulu dalam jual beli seorang
perantara tidak perlu diberi bagian dari keuntungan. Tetapi lama kelamaan
terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagian keuntungan, sekaligus
ditetapkan siapa yang menanggung, pembeli atau penjual? Contoh lain masalah
utang piutang yang menggunakan perjanjian tertulis, hal ini dahulu tidak pernah
dilakukan. Semuanya itu tidak lain bahwa norma sangat penting dalam hidup
bermasyarakat untuk mencapai ketertiban. Selanjutnya apabila Saudara amati
dalam kehidupan berkeluarga, mengapa keutuhan dapat tetap terjaga, tidak lain
karena ada norma-norma tertentu.

Ada nilai yang menjadi pegangan dan ada kepemimpinan yang dikendalikan oleh
kepala keluarga (ayah atau suami). Walaupun norma tidak tertulis, namun
menjadi aturan main dalam menggariskan kepemimpinan, hak dan kewajiban 
masing-masing anggota keluarga. Di dalam keluarga terdapat pengembangan
kebijakan yang mengatur keluarga untuk menciptakan keamanan, ketenteraman,
dan kesejahteraan keluarga. Kebijakan mengatur seperti ini, bagaimana  jika
terjadi dalam “pemerintahan” atau  “negara”? Aspek pengaturan dan kebijakan
ini termasuk aspek politik.

Marilah kita cermati kembali apa yang sudah kita pelajari di atas.

Setelah kita pelajari ternyata kehidupan itu banyak aspeknya, meliputi aspek-
aspek :

1. hubungan sosial: semua hal yang berhubungan dengan interaksi manusia


tentang proses, faktor-faktor, perkembangan, dan permasalahannya dipelajari
dalam ilmu sosiologi

2.  ekonomi: berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia,


perkembangan, dan permasalahannya dipelajari dalam ilmu ekonomi

3.   psikologi: dibahas dalam ilmu psikologi

4.   budaya: dipelajari dalam ilmu antropologi

5.   sejarah: berhubungan dengan waktu dan perkembangan kehidupan manusia


dipelajari dalam ilmu sejarah

6.  geografi: hubungan ruang dan tempat  yang sangat berpengaruh terhadap


kehidupan manusia dipelajari dalam ilmu geografi

7. politik: berhubungan dengan norma, nilai, dan kepemimpinan untuk mencapai


kesejahteraan masyarakat dipelajari dalam ilmu politik.

5. Efektivitas Belajar
Miarso (2004) mengata-kan bahwa efektivitas pembelajaran merupakan salah
satu standart mutu pendidikan dan sering kali diukur dengan tercapainya tujuan,
atau dapat juga diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi,
”doing the right things”. Menurut Supardi (2013) pembe-lajaran efektif adalah
kombinasi yang tersusun meliputi manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan
dan prosedur diarahkan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang positif dan
lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa untuk
mencapai tujuan pembe-lajaran yang telah ditetapkan. Hamalik (2001)
menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang
menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya
kepada siswa untuk belajar. Penye-diaan kesempatan belajar sendiri dan
beraktivitas seluas-luasnya diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami
konsep yang sedang di pelajari.

Vigotsky (Mulyasa, 2012) juga berpendapat bahwa pengalaman interaksi sosial


merupakan hal penting bagi perkembangan keterampilan berfikir (thinking skill).
Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi
antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari
aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, respon siswa terhadap
pembelajaran dan penguasaan konsep siswa. Untuk mencapai suatu konsep
pembela-jaran yang efektif dan efisien perlu adanya hubungan timbal balik
antara siswa dan guru untuk mencapai suatu tujuan secara bersama, selain itu
juga harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekolah, sarana dan
prasarana, serta media pembelajaran yang dibutuhkan untuk membantu
tercapainya seluruh aspek perkem-bangan siswa.

John Carroll (Supardi, 2013) yang termasyhur dalam bidang pendidikan


psikologi, dan dalam bukunya yang berjudul “A Model of School Learning”,
menyatakan bahwa Instructional Effectiveness tergantung pada lima faktor: 1)
Attitude; 2) Ability to Understand Instruction; 3) Perseverance; 4) Opportunity;
35) Quality of Instruction.
Dengan mengetahui beberapa indikator tersebut menunjukkan bahwa suatu
pembelajaran dapat berjalan efektif apabila terdapat sikap dan kemauan dalam
diri anak untuk belajar, kesiapan diri anak dan guru dalam kegiatan
pembelajaran, serta mutu dari materi yang disampaikan. Apabila kelima
indikator tersebut tidak ada maka kegiatan belajar mengajar anak tidak akan
berjalan dengan baik. Kegiatan pembelajaran yang efektif sangat dibutuhkan
anak untuk membantu mengembangkan daya pikir anak dengan tanpa
mengesampingkan tingkat pema-haman anak sesuai dengan usia
perkembangannya. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran
keberhasilan dari proses interaksi dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dilihat dari aktivitas selamapembelajaran, respon dan penguasaan
konsep.1

5. Intensitas Pembelajaran
a. Pengertian Intensitas

Kata intensitas berasal dari Bahasa Inggris yaitu intense yang berarti semangat,
giat (John M. Echols, 1993: 326). Sedangkan menutrut Nurkholif Hazim (t.t:
191), bahwa: “Intensitas adalah kebulatan tenaga yang dikerahkan untuk suatu
usaha”. Jadi intensitas secara sederhana dapat dirumuskan sebagai usaha yang
dilakukan oleh seseorang dengan penuh semangat untuk mencapai tujuan.

Seseorang yang belajar dengan semangat yang tinggi, maka akan menunjukan
hasil yang baik, sebagaimana pendapat Sadirman A.M.(1996: 85), yang
menyatakan bahwa intensitas belajar siswa akan sangat menentukan tingkat
pencapaian tujuan belajarnya yakni meningkatkan prestasinya.

Perkataan intensitas sangat erat kaitannya dengan motvasi, antara keduanya tidak
dapat dipisahkan sebab untuk terjadinya itensitas belajar atau semangat belajar
harus didahului dengan adanya motivasi dai siswa itu sendiri. Sebagaimana
Sardiman AM.(1996: 84), Menyatakan: Belajar diperlukan adanya intensitas atau
semangat yang tinggi terutama didasarkan adanya motivasi. Makin tepat

1
Rohmawati, Afifatu. 2015. “Efektivitas Pembelajaran.” Jurnal Pendidikan Usia Dini 
motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi
akan senantiasa menentukan intensitas balajar siswa.

Intensitas merupakan realitas dari motivasi dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan yaitu peningkatan prestasi, sebab seseorang melakukan usaha dengan
penuh semangat karena adanya motivasi sebagai pendorong pencapaian prestasi.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Intensitas dalam belajar siswa

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas balajar siswa, adalah:

Adanya keterkaitan dengan realitas kehidupan

Harus mempertimbangkan minat pribadi si murid

Memberikan kepercayaan pada murid untuk giat sendiri

Materi yang diberikan harus bersifat praktis

Adanya peran serta dan keterlibatan siswa, (Kurt Singers,1987: 92)

 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa intensitas atau semangat yang tinggi
yang dilakukan siswa untuk belajar baik dikelas atau dalam kegiatan belajar
privat Pendidikan Agama Islam akan sangan berpengaruh terhadap presatasi
kognitif mereka pada bidang studi Pendidikan Agama Islam.

C. Indikator Intensitas dalam belajar siswa

a.  Motivasi

Menurut Gletmen dan Reber yang dikutip Muhibbin Syah (1994: 136) bahwa
pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme (baik manusia
maupun hewan) yang mendorongnya untiuk melakukan sesuatu. Disini motivasi
berarti pemasok daya untuk berbuat atau bertingkah laku secara terarah. Hal ini
sejalan dengan pendapat M.C. Donal yang memberikan pengertian bahwa
“Motivasi adalah perubahan energi di dalam diri seseorang yang ditandai dengan
timbulnya reaksi untuk mencapai tujuan”. (Sardiman A.M  1992: 173).
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah keadaan yang berasal dari dalam
diri individu yang dapat melakukan tindakan belajar, termasuk didalamnyan
adalah perasaan menyukai materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang mendorong untuk
melakukan tindakan karena adanya rangsangan dari luar individu, pujian , dan
hadiah atau peraturan sekolah, suri tauladan orang tua, guru dan seterusnya,
merupakan contoh konkrit motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa
untuk belajar.

Dalam hal ini Sadirman A.M. (1990: 84-85), mengemukakan bahwa fungsi
motivasi dalam belajar adalah untuk mendorong manusia untuk berbuat, jadi
sebagai penggerak motor yang  melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini
merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dicapai;

Jadi, fungsi motivasi dalam belajar dalah:

Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai;

Mendorong manusia untuk berbuat.

Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus


dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Dengan demikian, cukup jelaslah bahwa motivasi itu akan mendorong seseorang
yang belajar untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Dengan kata lain,
bahwa dengan adanya usaha yang tekun yang terutama didasari adanya motivasi,
maka seseorang yang belajar itu akan dapat mencapai prestasi yang baik.
Intensitas meotivasi seseorang peserta didik/mahasiswa akan sangat menentukan
tingkat pencapaian prestasi belajar.

b. Durasi kegiatan
Durasi kegiatan yaitu berapa lamanya kemampuan penggunaan untuk melakukan
kegiatan. Dari indicator ini dapat dipahami bahwa motivasi akan terlihat dari
kemampuan seseorang menggunakan waktunya untuk melakukan kegiatan. Yaitu
dengan lamanya siswa menyediakan waktu untuk belajar setiap harinya.

c. Frekuensi kegiatan

Frekuensi dapat diartikan dengan kekerapan atau kejarangan kerapnya


(Porwadarminta, 1984: 283), frekuensi yang dimaksud adalah seringnya kegiatan
itu dilaksanakan dalam periode waktu tertentu. Misalnya dengan seringnya siswa
melakukan belajar baik disekolah maupun diluar sekolah.

d. Presentasi

Presentasi yang dimaksud adalah gairah, keinginan atau harapan yang keras yaitu
maksud, rencana, cita-cita atau sasaran, target dan idolanya yang hendak dicapai
dengan kegiatan yang dilakukan. Ini bsia dilihat dari keinginan yang kuat bagi
siswa untuk belajar.

e. Arah sikap

Sikap sebagai suatu kesiapan pada diri seseorang untuk bertindak secara tertentu
terhadap hal-hal yang bersifat positif ataupun negative. Dalam bentuknya yang
negativ akan terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,
bahkan tidak menyukai objek tertentu. Sedangkan dalam bentuknya yang positif
kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek
tertentu. Contohnya, apabila siswa menyenangi materi tertentu maka dengan
sedirinya siswa akan mempekajari dengan baik. Sedangkan apabila tidak
menyukai materi tertentu maka siswa tidak akan mempelajari kesan acuh tak
acuh.

f. Minat

Minat timbul apabila individu tertari pada sesuatu karena sesuai dengan
kebutuhannya atau merasakan bahwa sesuatu yang akan digeluti memiliki makna
bagi dirinya, Slamteo (1998: 182)  mengatakan bahwa minat adalah suatu rasa
lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang
menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penermiaan akan suatu hubungan antara
diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya.

Sedangkan menurut Kartini Kartono (1990: 112) mengatakan bahwa minat


meripakan moment dari kecendrungan yang terarah dan intesnsif  kepada suatu
objek yang dianggap penting. Minat ini erat kaitannya dengan kepribadian dan
selalu mengandung unsur afektif, kognitif, dan kemauan. Ini memberikan
pengertian bahwa individu tertarik dan kecendrungan pada suatu objek secara
terus menerus, hingga pengalaman psikisnya lainnya terabaikan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Usman Efendi (1985: 122) menyatakan bahwa
minat timbul apabila individu tertarik kepada sesuatu karena sesuai dengan
kebutuhannya atau merasakan bahwa sesuatu yang akan dipelajari dirasakan
bermakna bagi dirinya.

Minat juga dapat diartikan sebagai kecendrungan jiwa kepada sesuatu, karena
kita merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu pada umumnya disertai dengan
perasaan senang akan sesuatu itu (Ahmad D. Marimba, 1989: 79). Hal ini senada
dengan pendapat Muhibbin Syah (1995: 136) yang menyatakan bahwa minat
adalah kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu.

W.S. Winkel (1991: 105), mendefinisikan minat sebagai kecendrungan subjek


yang menetap untuk merasa tertarik pada mata pelajaran atau pokok bahasan
tertentu dan merasa senang. Disamping adanya ketertarikan yang disadari
individu, minat juga ditunjukkan oleh adanya rasa lebih suka pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 1998: 180), seseorang memiliki
minat terhadap sesuatu akan merasa senang dan cenderung memusatkan
perhatian terhadap objek atau kegiatan yang diminatinya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa minat adalah
kemauan, perhatian, hasrat dan kecenderungan individu untuk aktif melakukan
kegiatan dalam rangka mencapai tujuan. Minat erat kaitannya dengan merasa
senang seseorang terhadap sesuatu. Minat juga merupakan hasrat atau keinginan
individu terhadap sesuatu objek untuk memenuhi kebutuhan psikis maupun fisik,
sehingga individu dapat menikmati hal yang diinginkan.

Adapun ciri-ciri siswa yang mempunyai minat tinggi adalah :

1. Pemusatan perhatian

Pemusatan perhatian dapat mempengaruhi terhadap prestasi. Sebab dengan


perhatian siswa terhadap materi dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil
belajar siswa dalam bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang
menaruh perhatian besar terhadap matematika akan meusatkan perhatiannya
lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian
yang intensif terhadap materi itulah yang meingkinkan siswa tadi untuk belajar
lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.

2. Keingintahuan

Kadar keingintahuan siswa dalam belajar dapat terlihat dari partisipasinya ketika
kegiatan itu berlangsung. Misalnya ketika kegiatan itu berlangsung, siswa aktif
untuk berperan dalam latihan dengan selalu mengikuti kegiatan tersebut atau
bertanya. Ketika dalam suatu hal yang belum dipahami dan juga mampu
mengomentari terhadap suatu permasalahan.

3. Kebutuhan

Siswa yang merasa butuh dan tertarik atau menaruh minat pada suatu kegiatan
atau pelajaran maka ia akan selalu menekuni kegiatan itu dengan giat belajar
baik pada waktu acara formal maupun diluar acara formal. Misalnya apabila
siswa merasa butuh pada pelajaran maka, siswa itu akan berusaha dengan cara
apapun juga.

g. Aktivitas
Aktivitas diartikan sebagai suatu kegiatan yang mendorong atau membangkitkan
potensi-potensi yang dimiliki oleh seorang anak. Sertiap gerak yang dilakukan
secara sadar oleh seorang dapat dikatakan sebagai aktivitas. Aktivitas merupakan
cirri dari manusia, demikian pula dalam proses belajar mengajar itu sendiri
merupakan sejumlah aktivitas yang sedang berlangsung. Itulah sebabnya prinsip
atau azas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar aktivitas W.J
Poerdarminta (1985: 26) bahwa aktivitas sebagai atau kesibukan.

Pada dasarnya aktivitas dipandang sebagai sarana kelangsungan pengajaran,


memiliki bobot dan kualitas dalam proses belajar mengajar, sehingga
mempengaruhi keberhasilan belajarnya serta dapat membangkitkan potensi-
pontensi anak dalam berbagai pekerjaan yang mereka senangi dan mewujudkan
kecendrungan kepribadian mereka sesuai dengan kesiapannya, membangkitkan
kesenangan, gairah dan optimisme.

J.J Rouseau yang dikutif oleh Sadirman A.M (2001: 94) memberikan penjelasan
bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,
pengalaman sendiri, dengan faslitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani
maupun takhnis. Ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri,
tanpa ada aktifitas maka proses belajar mengajar tidak mungkin terjadi.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dalam
kegiatan belajar mengajar subjek didik atau siswa harus aktif berbuat dengan
kata lain bahwa belajar sangat diperlukan adanya aktifitas karena tanpa adanya
aktifitas belajar itu tidak mungkin berlangsung dengan baik.

Ada beberapa aktifitas siswa sewaktu berlangsungnya suatu kegiatan yaitu:

1. Membaca

Membaca merupakan aktifitas belajar. Belajar merupakan set maka belajar atau
membaca untuk keperluan belajar harus menggunakan set, maka belajar atau
membaca untuk keperluan belajar harus menggunakan set. Misalnya dengan
mulai memperhatikan judul bab, topic-topik utama, dengan berorientasi kepada
tujuan dan keperluan (Wasty Sumanto, 1990: 110).

2.  Bertanya

Bertanya merupakan proses aktif, bila siswa tidak atau bahkan kurang dilibatkan
maka hasil belajar yang dicapai akan rendah. Bentuk keterlibatan siswa itu
misalnya, dengan bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami atau menjawab
pertanyaan yang diajukan.

3.  Mencatat

Mencatat erat kaitannya sebagai aktivitas belajar adalah mencatat yang didorong
oleh kebutuhan dan tujuan, dengan menggunakan set tertentu agar catatannya itu
berguna.

4.  Mengignat

Mengingat yang termasuk aktivitas belajar adalah mengingat yang didadasari


untuk suatu tujuan, misalnya menghafal suatu materi

5.  Latihan

Latihan termasuk aktivitas belajar, orang yang melaksanakan latihan tentunya


mempunyai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat
mengembangkan suatu aspek pada dirinya. Dalam latihan terjadi interaksi yang
interaktif antara subjek dengan lingkungannya hasil belajar akan berupa
pengalamannya yang dapat mengubah dirinya yang kemudian akan
mempengaruhi terhadap lingkungan sekitarnya.

6.  Mendengarkan

Dalam proses belajar mengajar seorang guru sering menggunakan metode


ceramah dalam penyampaian materi disamping metode lainnya. Dalam hal ini,
tugas pokok siswa ketika guru sedang menyampaikan materi adalah
mendengarkan yang didorong oleh minat dan tujuan. Untuk memahami suatu
materi seseorang siswa tidak hanya dipengaruhi oleh kerajinan saja tetapi
dipengaruhi juga oleh ketelitian dan ketekunan seseorang siswa dalam
mendengarkan materi yang disampaikan.

1. Pandemi
B. Penelitian yang Relavan

Anda mungkin juga menyukai