Anda di halaman 1dari 12

RUANG LINGKUP FILSAFAT

HUKUM
oleh :
LANNY KUSUMAWATI
Dosen FH Universitas Surabaya
HUBUNGAN HUKUM ALAM & HUKUM POSITIF
Pada dasarnya orang selalu mempermasalahkan
keadilan.
Hukum alam mengarah kepada hukumnya Tuhan
yang naturalis, mencari kebenaran untuk
menemukan keadilan.
Hukum positif mengarah kepada kepastian
hukum, sesuai tujuan hukum, sehingga sering
kali tidak memperoleh keadilan.Keduanya sama –
sama untuk mencari keadilan.
Kajian filsafat hukum hanya mempersoalkan
ontology (hakekat) hukum, axiology (nilai) hukum,
epistemology (Ilmu pengetahuan), bahkan
metodologi hukum diperlukan → untuk mencari
substansi hukum, ditemukan dan diterapkan.
PERSOALAN ILMU HUKUM
Persoalan ini tidak lepas dari filsafat hukum,
orang berfilsafat melahirkan persoalan filsafat
hukum, tentang ontology, axiology dan
epistemology hukum.
Filsafat hukum memiliki tugas yg lebih rigit,
karena membahas secara fundamental dan
substansi setiap persoalan yg muncul dalam
masyarakat, yg membutuhkan pemecahan segera
secara hukum.
Filsafat tidak hanya menjadi pemikiran para
filosof saja, melainkan para jurist, lawyer dan
birokrat.
FILSAFAT HUKUM SUATU KEBUTUHAN
Filsafat hukum menjadi suatu kebutuhan bagi
para teoritis dan praktisi hukum, karena dalam
menghadapi tugasnya sehari – hari, selalu dan
sering berhadapan dengan persoalan kepastian
hukum, ketertiban sosial, keamanan warga
negara, keadilan sosial dan kesejahteraan→
persoalan ini menjadi kompleks dan rumit. Maka
seorang pemikir perlu merenungkan persoalan –
persoalan hukum dalam masyarakat, untuk
menemukan hakekat hukum.
Persoalan pokok dalam Filsafat Hukum yg
menjadi garapan, a.l. hubungan hukum dengan
kekuasaan, dengan nilai-nilai social budaya,
pertanggung jawaban, kontrol social dan sejarah
perkembangan hukum.
PERSOALAN POKOK FILHUM
I. Keadilan
Persoalan keadilan sejalan dengan evolusi
filsafat hukum. Evolusi filsafat huum sebagai
bagian dari evolusi filsafat secara
keseluruhan, berputar sekitar keadilan,
kesejahteraan dan kebenaran.
Hukum & undang – undang seharusnya
mencerminkan keadilan, tetapi fakta keadilan
terabaikan, bahkan berkebalikan.
Hukum selalu terkait dgn keadilan, fakta kurang disadari
sepenuhnya.
Cicero berpendapat : jangan mengingkari karakter hukum
yang adil, sebab seharusnya hukum itu adil. Hukum tanpa
keadilan diibaratkan memasak gulai tanpa daging, hampa
tak bermakna. Sebaliknya keadilan tanpa hukum ibarat
menyeberangi sungai tanpa jembatan, tertatih – tatih.
Keadilan merup persoalan fundamental dalam
hukum kaum naturalis.
Tujuan utama hukum : keadilan, didalamnya ada
sifat relativisme, krn sifatnya abstrak, luas dan
kompleks, maka tujuan hukum sering kali
ngambang, tidak dapat diterapkan. Seharusnya
hukum harus realistis, yaitu kepastian hukum
dan manfaat.
Positivisme → kepastian hukum
Fungsionalis → kemanfaatan hukum
Summum ius, summa injuria, summa lex,
summa crux = hukum yg keras dapat melukai,
kecuali keadilan yg dapat menolongnya.
Aristoteles : unicuique suum tribuere
(memberikan kepada setiap orang sesuatu yang
menjadi haknya) dan neminem laedere (janganlah
merugikan orang lain)
Immanuel Kant :honeste vivere, neminem
kaedere, suum quique tribuere/tribuendi.
Para pejuang keadilan berusaha memperjuangkan
agar negara memberikan keadilan kpd yg berhak
unt memperolehnya.
Dua (2) macam hak :
1. Dibawa sejak lahir secara alami yakni hak yg
diperoleh krn manusia, subyek hukum alami
yg disebut hak asasi manusia.
2. Hak yg lahir krn hukum, yaitu hak yg
diberikan oleh dan berdasarkan hukum.
Pepatah Yunani : judicium semper pro veritate
accipiur = suatu keputusan diambil selalu
demi kebenaran.
Seorang pejabat negara akan dikukum lebih
berat daripada warga masyarakat biasa jika
keduanya melakukan kesalahan yg sama →
Mengapa ?

Unt melahirkan ketertiban, keadilan dan


kemanfaatan tidak harus dengan kekerasan.
Kekerasan adalah musuh dari huum, vis
legibus est inimica.
Keadilan yg dibangun tanpa hukum,
dikhawatirkan perbuatan itu tidak terkontrol
dan dapat melanggar hak asasi orang lain.
Semua warga negara berhak mendapat
perlindungan, shg dapat menikmati kehidupan
dgn aman, tenteram dan dalami dalam keadilan
menuju kesejahteraan.
Keadilan merujuk pada 3 hal :
1. Keadilan sbg keadaan yg berhak’
2. Keadilan sebagai tuntutan;
3. Keadilan sbg keutamaan
fiat justitia bereat mundus=memberikan kpd
setiap orang yg menjadi haknya.
Plato : keadilan dan hukum memiliki ikatan yg
sangat kuat, diperoleh melalui penegakan
hukum. Membuat kriteria keadilan adalah
kebaikan, dlm arti harmoni dan perimbangan
dari dalam, yg tdk dapat diketahui atau
diterangkan dengan argumentasi ‘rasional’.

Aristoteles : keadilan adalah memberikan kpd


setiap orang yg menjadi haknya.
- Keadilan korektif (justitia corrective)
- Keadilan distributif

Thomas van Aquinas : keadilan refitikator


yaitu keadilan didasarkan atas transaksi, baik
secara sukarela maupun paksaan
Thomas van Aquinas :
- Keadilan umum → menurut UU dan wajib
ditaati
- Keadilan khusus → berdasarkan kebersamaan
atau proprtionalitas, yg dibagi 3, yaitu
a. Keadilan distributif;
b. Keadilan kebersamaan (justitia commulativa)
c. Keadilan memberi (justitia vindikativa)

Hans Kelsen : keadilan adalah persoalan filsafat


hukum, bukan persoalan hukum. Keadilan tdk
memberi jawaban ttg kekuatan berlakunya
hukum.
Kelsen →. Keadilan hrs dipisahkan dgn hukum,
sebab hukum dan keadilan adl 2 konsep yg
berbeda. Keadilan adl preposisi, mendptkan
relevansinya sbg norma dlm hub nya dgn
manusia.
Nilai keadilan berbeda dgn nilai hukum, oleh
rnnya membebaskan idea keadilan dan hukum
sangat sulit, sebab secara terus menerus
dicampur-adukan secara politis bertendensi
ideologi unt membuat hukum terlihat sbg
keadilan→ nampak teori hukum murni Kelsen yg
telahmenjadi ideologi hukum setiap negara
modern tdk selaras dgn apa yg diteorikan oleh
Kelsen sendiri.

Anda mungkin juga menyukai