Anda di halaman 1dari 3

ISI

Kasus mengenai HPL ini memang cukup menjadi perbincangan yang serius
belakangan ini di kalangan masyarakat. Penyebabnya tidak lain adalah dikarenakan
banyaknya apartemen dan rusun yang semakin hari semakin membludak. Kondisi dimana
bangunan-bangunan ini tidak bertambah sedikit, justru sebaliknya bertambah banyak
menyebabkan persoalan izin menjadi hal yang diperhatikan. Pengembang properti apartemen
kerap mengecoh konsumen. Informasi soal apartemen dibangun di atas lahan milik negara
disembunyikan rapi. Pengembang juga pelit membuka dokumen izin mendirikan bangunan
(IMB), sertifikat laik fungsi (SLF), hingga pertelaan apartemen. Banyak yang izinnya
menjadi tidak jelas berakibat fatal yang dapat menyebabkan hilangnya izin untuk menempati
tempat tinggal tersebut yang seharusnya sudah dibeli. Padahal, jika tanah berstatus HPL,
konsumen hanya berhak menghuni selama 30 tahun dan dapat memperpanjang 20 tahun,
dengan rekomendasi persetujuan pengembang. Puncak masalahnya, hak guna bangunan
konsumen akan hilang apabila pengembang tidak menyetujui perpanjangan. Masalahnya bisa
menumpuk di masa mendatang. Perlindungan hukum pemegang hak atas suatu bidang tanah
dipangkas. Status tanah HPL cuma mendapatkan sertifikat kepemilikan bangunan gedung
satuan rumah susun (SKBG Sarusun). Dampaknya, nilai bangunan lebih murah dibandingkan
sertifikat hak milik satuan rumah susun (SHM Sarusun). Contohnya yang paling menyita
perhatian publik ada pada kasus Apartemen Mangga Dua Court (MDC). Pada apartemen ini,
apartemennya dibangun pada tanah Hak Guna Bangunan (HGB) yang berada di atas Hak
Pengelolaan (HPL). Ini yang kemudian menimbulkan sengketa antara perhimpunan penghuni
Apartemen MDC dengan pengembangnya, PT Duta Pertiwi, Tbk. Menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang sudah tertera di dalam rumusan masalah, Di atas HPL memang bisa
diberikan hak atas tanah, termasuk HGB. Menurut pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak
atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya, penyerahan penggunaan
tanah yang merupakan bagian dari tanah HPL kepada pihak ketiga oleh pemegang HPL wajib
dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang HPL dan pihak ketiga
yang antara lain memuat tentang jangka waktu pemberian hak atas tanah tersebut serta
kemungkinan untuk memperpanjangnya.
HGB di atas tanah HPL diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang
HGB setelah mendapat persetujuan dari pemegang HPL (Pasal 26 ayat [3] PP No. 40 Tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah/PP 40/1996).
Jadi, untuk perpanjangan/pembaruan HGB tersebut memang harus atas persetujuan
pemegang HPL. Akan tetapi, tidak ada jaminan permohonan perpanjangan HGB di atas HPL
tersebut pasti akan disetujui oleh pemegang HPL. Jika pemegang HPL tidak memberikan
persetujuan, maka jangka HGB tidak diperpanjang/diperbarui. Ini artinya jangka waktu HGB-
nya berakhir, dan HGB-nya hapus. Hal ini sesuai dengan pasal 35 ayat (1) huruf a PP
40/1996, yang menyatakan bahwa salah satu alasan hapusnya HGB adalah berakhirnya
jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau
dalam perjanjian pemberiannya. Tanah yang bersangkutan kembali ke dalam penguasaan
sepenuhnya dari pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan (Pasal 36 ayat [2] PP
40/1996).

Mengenai pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (“HMSRS”) yang
dibangun di tanah HGB di atas HPL, sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur
secara jelas bagaimana status HMSRS-nya jika HGB tersebut habis masa berlakunya. Pakar
Hukum Agraria Boedi Harsono dalam persidangan kasus Apartemen MDC pernah
berpendapat bahwa pemilik apartemen masih berhak atas sertifikat yang dimilikinya.
Persoalannya adalah apakah perusahaan yang memelihara gedung itu bersedia membayar
ganti rugi kepada para pemilik unit apartemen yang memegang sertifikat, apabila nanti terjadi
keadaan memaksa (force majeur) atas apartemen tersebut.
KESIMPULAN

Mengenai apartemen-apartemen yang dibangun di atas HPL, sangatlah penting bagi


masyarakat (konsumen) untuk memahami dengan benar mengenai izin hak yang dimilikinya
berkenaan dengan apa yang mereka beli. Pihak penjual sangat wajib untuk memberikan
informasi setransparan mungkin mengenai izin yang digunakan di atas tanah tersebut,
terutama apabila berkaitan dengan HGB di atas HPL yang bisa memicu kontroversi kelak
apabila tidak diinformasikan terlebih dahulu ketika proses jual beli. Dokumen-dokumen yang
penting yang berurusan langsung dengan HPL tersebut perlu diberitahukan kepada konsumen
sebelum transaksi dilakukan. Salah satu dokumen yang terpenting yang harus diperhatikan
berkaitan dengan pengalihan atau pemberian jaminan atas Tanah HGB atau Hak Pakai yang
berada di atas tanah HPL adalah Surat Perjanian Penyerahan Penggunaan Tanah (SP3T).
Semua ketentuan yang terdapat di dalam SP3T tersebut harus dipatuhi oleh pemegang HPL,
pemegang HGB/Hak Pakai yang betsangkutan, pihak bank maupun Notaris/PPAT di dalam
melakukan perbuatan hukum atas tanah HGB atau Hak Pakai tersebut, baik perbuatan hukum
peralihan hak atau pembeban hak.

PENDAPAT JJW: Menurut saya sangat riskan untuk membeli apartemen yang
berstatus HGB di atas HPL. Karena untuk memperpanjang sangat bergantung kepada pemilik
HPL yang umumnya dikuasai oleh negara. Bukan tidak mungkin, tetapi memiliki
kemungkinan tidak dapat diperpanjang yang cukup besar pula dibandingkan dengan HGB
yang tidak di atas HPL. Selain itu, masyarakat atau investor juga harus hati-hati bahwa tidak
seluruh HPL dalam kondisi bersih and jelas dari sengketa. Terlebih, HPL-HPL yang
diterbitkan pada zaman Presiden Soeharto kebanyakan masih belum jelas dan bersih
perolehannya. HGB di atas HPL memang untuk sekarang terlihat aman. Namun perlu
diperhatikan apakah status lahan HPL-nya sudah bersih dan jelas. Jangan sampai terulang
kasus-kasus seperti yang sudah terjadi mengenai sulitnya perpanjangan HGB seperti kasus
HPL di Batam, Riau, HPL di Jalan Enggano milik PT Pelindo (Persero), dan HPL yang
dikelola Pusat Pengelolaan Kompleks (PPK) Gelora Bung Karno Senayan.

Anda mungkin juga menyukai