Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Analisa Situasi

Yayasan pengembangan potensi anak ( YPPA) merupakan sekolah autis

yang didirikan pada tahun 2005 yang berada di Provinsi Sumatera Barat.

Beralamat di jalan Garuda II, Kel. Andalas Kec. Padang Timur, terletak di

pusat kota. Dengan jumlah terapis 18 orang, yang mana 4 orang memiliki

pendidikan SI PLB, 3 orang memiliki SI Sastra, 4 orang PGTK, 1 orang D III

Comp, 5 orang SI IAIN, 1 orang SPd.

Sedangkan Sekolah Luar Biasa (SLB) Harapan Bunda Padang

merupakan sekolah khusus autis di Provinsi Sumatera Barat, dan beralamat di

jalan Elang Raya No.14 Air Tawar Padang. Yang dipimpin oleh satu orang

kepala sekolah. Dengan jumlah terapis 13 orang, diantara nya 2 orang

memiliki pendidikan SI PLB, 2 orang PGTK, 1 orang AIP, 1 orang SI Sos, 2

orang SI Geo, 3 orang D2 PGSD, 1 orang D1 Comp, 1 orang S1 SKI.

Penelitian ini dilakukan terhadap terapis sebanyak 31 orang yang ada di

sekolah khusus autisme, dengan kriteria terapis yang telah melakukan terapi.

41
42

2. Karakteristik responden

a. Umur

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Terapis di
Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) dan Sekolah Luar
Biasa (SLB) Harapan Bunda Padang
Tahun 2011

Umur Frekuensi %
36-45 14 45,1
26-35 17 54,9
Jumlah 31 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diamati bahwa dari 31 responden,

17 orang responden (54,9%) berada pada rentang usia 26-35 tahun.

b. Jenis Kelamin

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis kelamin Terapis
di Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) dan Sekolah Luar
Biasa (SLB) Harapan Bunda Padang
Tahun 2011

Umur Frekuensi %
laki-laki 3 9,6
perempuan 28 90,4
Jumlah 31 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diamati bahwa dari 31 responden,

28 orang responden (90,4%) berjenis kelamin perempuan.

3. Analisa Univariat

a. Pengetahuan Terapis
43

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terapis
Tentang Pelaksanaan Terapi di YPPA dan
SLB Harapan Bunda Padang
Tahun 2011

Pengetahuan Frekuensi Persentase


Rendah 15 48,4%
Tinggi 16 51,6 %
Jumlah 31 100 %

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diamati bahwa dari 31 responden

yang diteliti, yang memiliki pengetahuan rendah tentang pelaksanaan

terapi pada anak autis sebanyak 15 responden (48,4%).

b. Sikap Terapis

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Terapis Tentang
Pelaksanaan di YPPA dan SLB Harapan Bunda
Padang Tahun 2011

Sikap Frekuensi Persentase


Negatif 12 38,7 %
Positif 19 61,3%
Jumlah 31 100 %

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diamati bahwa dari 31 responden

yang diteliti, yang memiliki sikap negatif tentang pelaksanaan terapi

pada anak autis sebanyak 12 responden (38,7%) .

c. Pelaksanaan Terapis

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Terapi Pada
Anak Autis di YPPA dan SLB Harapan Bunda Padang
Tahun 2011
44

Pelaksanaan Terapis Frekuensi Persentase


Tidak Sesuai 13 41,9 %
Sesuai 18 58,1 %
Jumlah 31 100 %

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diamati bahwa dari 31 responden

yang diteliti, yang melaksanakan terapi pada anak autis yang tidak

sesuai sebanyak 13 responden (41,9%) .

4. Analisa Bivariat

a. Hubungan Pengetahuan Terapis Dengan Pelaksanaan Terapi

Pada Anak Autis

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan Terapis Dengan
Pelaksanaan Terapi Pada Anak Autis di YPPA dan
SLB Harapan Bunda Padang
Tahun 2011

Pelaksanaan Terapi
Total
Pengetahuan Sesuai Tidak sesuai
f % f % f %
Rendah 5 33,3 10 66,7 15 100
Tinggi 13 81,3 3 81,8 16 100
Jumlah 18 58,1 13 41,9 31 100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diamati bahwa dari 15 responden

yang memiliki pengetahuan rendah tentang pelaksanaan terapi pada

anak autis, sebanyak 10 responden (66,7%) melaksanakan terapi pada

anak autis yang tidak sesuai, dibandingkan 16 responden yang

memiliki pengetahuan tinggi tentang pelaksanaan terapi pada anak

autis sebanyak 13 responden (81,3%) melaksanakan terapi pada anak

autis yang sesuai.


45

Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan terdapat

hubungan yang bermakna antara pengetahuan terapis terhadap

pelaksanaan terapi pada anak autis di Yayasan Pengembangan Potensi

Anak ( YPPA) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Harapan Bunda Padang

dengan nilai p = 0,019 ( p < 0,05).

b. Hubungan Sikap Terapis Dengan Pelaksanaan Terapi Pada Anak

Autis

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Hubungan Sikap Terapis Dengan Pelaksanaan
Terapi Pada Anak Autis di YPPA dan SLB Harapan Bunda
Padang Tahun 2011

Pelaksanaan Terapi
Total
Sikap Sesuai Tidak sesuai
f % f % f %
Negatif 3 25,0 9 75,0 12 100
Positif 15 78,9 4 21,1 19 100
Jumlah 18 41,9 13 58,1 31 100

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diamati bahwa dari 12 responden

yang memiliki sikap negatif terhadap pelaksanaan terapi pada anak

autis, sebanyak 9 responden (75,0%) melaksanakan terapi pada anak

autis yang tidak sesuai, dibandingkan 19 responden yang bersikap

positif sebanyak 15 responden (78,9%) yang sesuai dalam

melaksanakan terapi.

Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan terdapat

hubungan yang bermakna antara sikap terapis terhadap pelaksanaan

terapi pada anak autis di Yayasan Pengembangan Potensi Anak


46

(YPPA) dan SLB Harapan Bunda Padang dengan nilai p = 0,010

(p<0,05).

B. Pembahasan

1. Analisa Univariat

a. Pengetahuan Terapis Terhadap Pelaksanaan Terapi Pada Anak

Autis

Berdasarkan Hasil penelitian yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa lebih dari separoh, yaitu 15 responden (48,4%)

memiliki pengetahuan rendah terhadap pelaksanaan terapi pada anak

autis, dibandingkan yang memiliki pengetahuan tinggi adalah

sebanyak 16 responden (51,6%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Marda Sari (2010). Pada penelitiannya tentang” Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Orang Tua dengan Pelaksanaan Terapi

Interaksi Sosial Pada Anak Autis di Yayasan Bima Padang”juga

ditemukan lebih sebagian responden (68,9%) sudah memiliki

pengetahuan tinggi.

Seorang terapis anak autis harus memiliki dedikasi, ketelatenan,

keuletan, dan kreativitas didalam pempelajarkan anak didiknya.

Sehingga terapis harus memahami prinsip-prinsip pendidikan dan


47

pengetahuan yang cukup dalam proses pengajaran untuk kemajuan

perkembangan anak autis (Pandreadi, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil

dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa

dan peraba, sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Selain itu, Notoatmodjo juga mengemukakan bahwa

pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat diupayakan melalui

pendidikan, pengalaman usia, semakin tinggi pengetahuan seseorang,

semakin tinggi pengalaman seseorang terhadap sesuatu.

Sesuai dengan pendapat teori Notoatmodjo (2003).

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pada seseorang. Selain

itu dapat diperoleh melalui kegiatan-kegiatan yang menyangkut

dengan kebutuhan masyarakat (community organization) atau melalui

metode komunikasi seperti konsultasi, poster dan lain sebagainya.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti dapatkan ternyata

masih ditemukan responden yang memiliki pengetahuan rendah

tentang program terapi. Hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor

pendidikan terapis yang masih rendah, yang mana peneliti melihat dari

data yang didapatkan masih adanya responden yang berpendidikan DII


48

atau pun disiplin ilmu yang dimiliki tidak sesuai untuk mengajar pada

anak autis, seperti tamatan di bidang agama, geografi. Selain itu, dapat

dilihat dari hasil kuesioner tentang bagaimana menciptakan situasi

yang menyenangkan dalam pelaksanaan terapi dan dari hasil

pengamatan ternyata responden juga tidak memiliki kreativitas dalam

menciptakan suasana yang nyaman seperti memperagakan benda-

benda yang disukai anak dan peraga visual menarik lainnya dan

menerangkannya dalam intonasi bahasa yang menarik seperti sambil

bernyanyi.

b. Sikap Terapis Terhadap Pelaksanaan Terapi Pada Anak Autis

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan

bahwa lebih dari separoh, yaitu 12 responden (38,7%) memiliki sikap

negatif terhadap pelaksanaan terapi pada anak autis, dibandingkan

yang memiliki sikap positif sebanyak 19 responden (61,3%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Marda Sari (2010). Pada penelitiannya tentang” Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Orang Tua dengan Pelaksanaan Terapi

Interaksi Sosial Pada Anak Autis di Yayasan Bima Padang”juga

ditemukan lebih sebagian responden (70,1%) memiliki sikap positif.

Hal ini relevan dengan teori yang dikemukakan oleh

Notoatmodjo (2003). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih


49

tertutup dari seseorang terhadap suatu stumulus atau objek.

Manifestasi dari sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap itu

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Lebih dari sebagian responden ternyata sudah menunjukkan

sikap positif dalam pelaksanaan terapi, yaitu 61,3%, namun 12 orang

responden masih dijumpai belum memiliki sikap yang positif. Hal ini

tergambar jelas dari sikap responden yang akan memaksakan diri

untuk mengajak anak berbicara walaupun anak belum bisa berbicara.

Merujuk teori di atas, kesiapan atau kesediaan untuk bertindak

itulah yang tampaknya belum dimiliki oleh responden yang bersikap

negatif. Menurut asumsi peneliti hal ini dapat disebabkan karena

masih kurangnya pengalaman terapis dalam mengajar, hal ini sesuai

dari data awal yang didapatkan sebagian besar responden belum

memiliki pengalaman yang banyak sehingga mereka belum terbiasa

dan terlatih dalam kesabaran menghadapi anak autis.

c. Pelaksanaan Terapi Pada Anak Autis

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan

bahwa lebih dari separoh, yaitu 13 responden (41,9%) melaksanakan

terapi tidak sesuai pada anak autis, dibandingkan 18 responden

(58,1%) dalam pelaksanaan terapi yang sesuai.


50

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Marda Sari (2010). Pada penelitiannya tentang” Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Orang Tua dengan Pelaksanaan Terapi

Interaksi Sosial Pada Anak Autis di Yayasan Bima Padang”juga

ditemukan lebih sebagian responden (72,3%) pelaksanaan terapi yang

diberikan sudah sesuai.

Terapi merupakan suatu ilmu dan kiat yang mempelajari

perilaku komunikasi normal dan abnormal yang digunakan untuk

memberikan terapi (proses penyembuhan) pada penderita gangguan

perilaku komunikasi yang meliputi kemampuan bahasa, kemampuan

bicara, kemampuan suara dan irama, sehingga penderita

gangguan/kelainan perilaku komunikasi mampu berinteraksi dengan

lingkungan secara wajar, tidak mengalami gangguan psiko-sosial serta

mampu meningkatkan hidup optimal (Bambang Setyono, 2000).

Anak sering merasa kesulitan untuk mengungkapkan sesuatu

karena keterbatasan pemahaman bahasa. Semua hal yang ingin

dikatakan anak sebaiknya diberitahukan bahasanya dalam suasana

percakapan yang santai dan mudah dipahami oleh anak (Prasetyono,

2008).

Hampir sebagian responden ditemukan masih belum

melaksanakan pelaksanaan terapi dengan sesuai. Ketidak sesuian terapi

ini tampaknya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan responden

dalam memahami cara terapi yang sesuai untuk anak autisme.


51

Responden tampaknya perlu meningkatkan lagi pengetahuannya agar

tujuan dari terapi dapat dicapai dengan baik.

Dilihat dari hasil observasi yang peneliti lakukan, terapi yang

kurang baik yang banyak ditemukan adalah kurangnya dilakukan

ekspresi wajah yang ramah, juga masih banyak anak dibiarkan bermain

tanpa diberi penjelasan yang bisa menuntun anak. Menurut analisis

peneliti dalam hal ini terapis yang kurang berpengalaman perlu

didampingi oleh terapis yang lebih berpengalaman, sehingga

kekurangan yang ditunjukkan bisa diarahkan menjadi lebih baik.

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Pengetahuan Terapis Terhadap Pelaksanaan Terapi

Pada Anak Autis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa dari 15 responden yang memiliki pengetahuan

rendah, sebanyak 10 responden (66,7%) dalam pelaksanaan terapi

yang tidak sesuai dan yang memiliki pengetahuan rendah dengan

pelaksanaan terapi yang sesuai sebanyak 5 responden (33,3%).

dibandingkan 16 responden yang memiliki pengetahuan tinggi,

sebanyak 13 responden (81,3%) dalam melaksanakan terapi yang

sesuai, dan yang memiliki pengetahuan tinggi dengan pelaksanaan

terapi yang tidak sesuai sebanyak 3 responden (18,8%).


52

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan

yang bermakna antara pengetahuan terapis terhadap pelaksanaan terapi

pada anak autis di Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) dan

SLB Harapan Bunda Padang dengan nilai p = 0,019 (p<0,05).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mirawati

(2007), dimana pada penelitaannya tentang “Hubungan Tingkat

Pengetahuan Dan Sikap Terapis Dalam Pemberian Terapi Pada Anak

Autis di Yayasan Bima Padang, juga didapatkan adanya hubungan

antara pengetahuan terapis tengan pemberian terapi pada anak autis.

Pengetahuan yang luas tentang terapi dapat mengupayakan,

meningkatkan kemampuan para terpis dalam memberikan pelayanan

terapi bermutu, profesional dengan menjunjung tinggi kode etik, serta

para responden lebih meningkatkan kemampuan dan memgembangkan

ilmu pengetahuan dan teknologi terapi , melalui pemberdayaan para

responden dan menetapkan etika profesi, kompetensi profesi dan

kemandirian profesi responden (Pandreadi, 2007).

Menurut asumsi peneliti terhadap hasil penelitian yang telah

dilakukan, bahwa 81,3% pelaksanaan terapi yang sesuai dilakukan

responden dipengaruhi oleh faktor tingginya pengetahuan responden

mengenai terapi. Untuk menurunkan persentase dari pelaksanaan terapi

yang tidak sesuai, maka pihak yayasan tampaknya perlu lebih

meningkatkan lagi pengetahuan tenaga responden, hal ini bisa dengan


53

memberikan pelatihan kepada terapis, khususnya pada terapis yang

masih kurang pengalaman.

b. Hubungan Sikap Terapis Terhadap Pelaksanaan Terapi Pada

Anak Autis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa dari 12 responden yang memiliki sikap negatif,

sebanyak 9 responden (75,0%) dalam pelaksanaan terapi yang tidak

sesuai dan yang memiliki sikap negatif dengan pelaksanaan terapi yang

sesuai sebanyak 3 responden (25,0%). Dibandingkan 19 responden

yang memiliki sikap positif, sebanyak 15 responden (78,9%) dalam

melaksanakan terapi yang sesuai, dan yang memiliki sikap positif

dengan pelaksanaan terapi yang tidak sesuai sebanyak 4 responden

(21,1%).

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan

yang bermakna antara pengetahuan terapis terhadap pelaksanaan terapi

pada anak autis di Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) dan

SLB Harapan Bunda Padang dengan nilai p = 0,010 (p<0,05).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mirawati

(2007), dimana pada penelitaannya dengan judul “Hubungan Tingkat

Pengetahuan Dan Sikap Terapis Dalam Pemberian Terapi Pada Anak

Autis di Yayasan Bima Padang, juga didapatkan faktor pengetahuan

terapis memberi pengaruh terhadap pemberian terapi pada anak autis.


54

Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa semakin tinggi sikap

yang diperoleh seseorang semakin baik pula hasil yang didapat. Sikap

merupakan suatu pertanyaan atau tanggapan. Dalam hal ini ada

kesesuaian antara teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo dengan

hasil yang peneliti dapatkan dimana dominan responden yang bersikap

positif dominan sesuai tindakannya dalam pemberian terapi .

Sikap negatif yang ditunjukkan oleh terapis terhadap

pelaksanaan terapi ternyata memberi kontribusi yang berarti terhadap

pembentukan tindakan responden yang tidak sesuai dalam memberikan

pada anak autis. Hal ini ditunjukkan dari anggapan terapis bahwa anak

yang sedang asyik bermain sebaiknya dibiarkan saja. Dalam hal ini

seharusnya terapis menemani dan memberi petunjuk pada anak autis

tentang permainan yang dilakukannya dan mengarahkan anak untuk

melakukan permainan tersebut.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:
55

1. Hampir dari separoh responden (48,4%) terapis di Yayasan Pengembangan

Potensi Anak (YPPA) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Harapan Bunda

Padang memiliki pengetahuan rendah dalam pelaksanaan terapi pada

anak autis

2. Hampir separoh responden (38,7%) terapis di Yayasan Pengembangan

Potensi Anak (YPPA) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Harapan Bunda

Padang memiliki sikap negatif dalam pelaksanaan terapi pada anak autis

3. Hampir separoh responden (41,9%) terapis di Yayasan Pengembangan

Potensi Anak (YPPA) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Harapan Bunda

Padang tidak sesuai dalam pelaksanaan terapi pada anak autis

4. Adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan terapis terhadap

pelaksanaan terapi pada anak autis di Yayasan Pengembangan Potensi

Anak (YPPA) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Harapan Bunda Padang

dengan nilai p= 0,019 (p<0,05)

5. Adanya hubungan yang bermakna antara sikap terapis terhadap

pelaksanaan terapi pada anak autis di Yayasan Pengembangan Potensi

Anak (YPPA) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Harapan Bunda Padang

dengan nilai p < 0,05 yaitu 0,010 .

B. Saran
56

Setelah dilakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan terapis

terhadap pelaksanaan terapi pada anak autis, maka ada beberapa hal yang

dapat disarankan :

1. Bagi Terapis

Disarankan kepada terapis untuk lebih meningkatkan lagi

pengetahuannya mengenai terapi pada anak autisme, sehingga tindakan

yang diberikan dalam pelaksanaan terapi bisa lebih tepat, kesabaran dalam

pelaksanaan terapi harus lebih ditingkatkan lagi.

2. Bagi Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) dan Yayasan

Harapan Bunda Padang

Diharapkan pihak yayasan untuk menerapkan terapi sesuai dengan

program terapi. Yayasan diharapkan dapat lebih meningkatkan lagi

pengetahuan dan keterampilan terapisnya dengan mengikuti pelatihan

untuk terapi sehingga penerapan program terapi lebih sesuai.

3. Bagi Peneliti Berikutnya

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor

lain yang berhubungan dengan pelaksanaan terapi pada anak autisme.

Anda mungkin juga menyukai