Nyoman Rema
Balai Arkeologi Denpasar
Jl. Raya Sesetan No. 80 Denpasar 80223
nyomanrema@yahoo.co.id
Abstrak
Dewa Ganesha adalah dewa pujaan Sekte Ganapatya yang digambarkan sebagai manusia berkepala
gajah. Sekte ini merupakan salah satu sekte yang banyak meninggalkan tinggalan budaya berupa
arca. Hal ini sebagai indikasi bahwa sekte ini adalah salah satu sekte populer sejak kemunculannya
sampai sekarang, meskipun telah tergabung ke dalam Sekte Ṥiwa Siddhanta di Bali. Secara umum,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identitas arca, dan secara khusus untuk mengetahui bentuk,
fungsi, serta makna arca Ganesa di Subak Bubunan, Sukawati, Gianyar. Penelitian ini diawali dengan
studi pustaka, kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan observasi di lapangan dalam rangka untuk
mendapatkan data yang relevan. Data dianalisis secara ikonografi kemudian disajikan secara naratif
dilengkapi dengan gambar, kemudian diakhiri dengan menarik kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah
penggambaran Ganesha dengan sikap swastikasana yang berfungsi untuk menolak malapetaka.
Perwujudan Ganesha itu bermakna sebagai harmonisasi diri dengan alam untuk mencapai
kesejahteraan.
Abstract
Ganesha, often depicted as elephant-headed, is a deity worshipped by Ganapatya sect. This
Ganapatya sect is known to have left statues as the cultural heritage. Such a heritage indicates
Ganapatya’s popularity from its birth until today despite its unification to Ṥiwa Siddhanta sect in Bali.
This research generally aims at identifying the Ganesha statue, which was discovered in Subak
Bubunan, Sukawati, Gianyar, more specifically its shape, function, and philosophy. Started with library
studies, the research continued with field observations for relevant data. The acquired data was then
analyzed iconographically, presented through pictorial narrations, and ended with a conclusion. This
research came to a conclusion that the Ganesha discovered was the swastikasana Ganesha that
functions as a disaster repellent. It is an embodiment of a self harmony with the nature to achieve
prosperity.
konsep agama, yakni yantra dari Dewa Arca Ganesha di Subak Bubunan
Ganesha (Mantra dikutip Astawa 2010, sebagaimana diungkapkan oleh tetua adat
kita pada salah satu simbol grafis dewa- sangat dikeramatkan warga. Perlakuan ini
dewa Hindu yakni swastika, yang dikaitkan terkait dengan fungsinya yang penting
gaya lokal yang tanpa alasan. Gaya lokal keselamatan pertanian dan hasilnya, juga
di Pura Samuan Tiga, yang salah satu penyelenggaraan upacara di Pura Dalem
kepahlawanan (Geria 2000, 125). dengan menghaturkan sesaji pada arca ini
Ganesha begaya lokal juga dapat dilihat sebagai pemberitahuan (matur piuning)
pada koleksi Museum Negeri Propinsi Bali sekaligus memohon air suci sebagai
nomor koleksi 2690, digambarkan dengan berkat, agar proses upacara yang akan
Penyusun 1993, 11, 12). Di Pura Ganter, adalah tempat pemujaan Dewa Ṥiwa dan
Desa Siangan, Kecamatan Gianyar, Ṥakti-Nya, merupakan ayah dan ibu dari
terdapat Arca Ganesha membawa pisau Ganesha, hubungan ketiganya juga terkait
Ganesha di Subak Bubunan yang polos, salah satu fungsinya sebagai tempat
serta bertangan dua tanpa atribut senjata memohon keselamatan desa, demikian
pula dalam berbagai acara yang
kedamaian abadi (Sudharta 2007, 3). Ambarawati, Ayu. 2000. “Sebaran Arca-
arca Klasik di Kecamatan Tejakula
Dengan penggambaran arca Ganesa dan Sawan; Kajian Periodisasi”
dengan sikap swastikàsana, berdasarkan dalam Forum Arkeologi (2).
Denpasar: Balai Arkeologi Denpasar.
makna yang tersimpan pada simbol Hlm. 102-111.
swastika, memberikan pemahaman bahwa --------------------.2003. “Fungsi dan Peranan
Arca Dewa dan Arca Perwujudan di
Ganesha di Subak Bubunan dipuja untuk Kompleks Candi Wasan”, dalam
memohon keberuntungan, keselamatan Forum Arkeologi (1). Denpasar: Balai
Arkeologi Denpasar. Hlm. 49-56.
dari pengaruh negatif alam, sehingga --------------------.2004. “Arca-Arca Terakota
tercapai keharmonisan alam, kesucian dan di Kabupaten Klungkung Tinjauan
Deskripsi”, dalam Forum Arkeologi
kedamaian. (1). Denpasar: Balai Arkeologi
Denpasar. Hlm. 92-103.