Modul Mapel SKI - Modul 1 Sd. 6
Modul Mapel SKI - Modul 1 Sd. 6
MODUL 1
POSISI MATA PELAJARAN
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
DALAM KURIKULUM MADRASAH
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ................................................................................................................. v
Rasional dan Deskripsi Singkat ............................................................................................. v
Relevansi .................................................................................................................................... v
Petunjuk Belajar ........................................................................................................................ v
Rangkuman .............................................................................................................................. 41
Tugas ......................................................................................................................................... 41
Tes Formatif ............................................................................................................................. 41
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan diadakannya Pendidikan Profesi Profesi Guru (PPG) untuk guru-guru
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) adalah agar para guru SKI memiliki 4 kompetensi
(profesional, pedagogis, sosial, dan kepribadian) sehingga mereka mampu menjalankan
tugas-tugas pokoknya sebagai guru SKI secara profesional. Salah satu bentuk kompetensi
profesional yang harus dimiliki oleh seorang guru SKI adalah penguasaan terhadap materi
pembelajaran yang tercantum dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD)
SKI di MTs sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 165 Tahun 2014 tentang
Pedoman Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Akan
tetapi Penguasaan Materi harus disertai dengan penguasaan atas Standar Isi dan
Pengembangnya. Oleh sebab itu dalam Modul ini lebih mengarah kepada Proses Pemahaman
Dasar Pengembangan. Sementara Pemahaman Materi ada pada Modul 3-6.
Relevansi
Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam memiliki kontribusi dalam
memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah
kebudayaan Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih
kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik.
Petunjuk Belajar
Setiap bahan pada Modul 1 ini memiliki bagian-bagian tertentu. Oleh sebab itu, peserta
program harus membaca semua bagian dari Uraian materi sehingga mampu melngerjakan
tugas dan pada akhirnya mampu mengerjakan Ujian Formatifnya. Dan semua soal pada Ujian
Formatif diselaraskan dengan subcapaian Pembelajaran mata kegiatan.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Pengakuan Kemunculan Madrasah pada awal Kemerdekaan
Secara historis, lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia tumbuh dari dan oleh
masyarakat. Jauh sebelum Indonesia menjadi Negara, dan kemudian memunculkan
departemen yang mengurusi pendidikan, (Deliar Noer, 1983, Husni Rahim 2001) sudah
muncul lembaga-lembaga pendidikan yang tumbuh dari masyarakat seperti pesantren di
2 l Pendalaman Materi Sejarah Kebudayaan Islam
Jawa, surau di Minangkabau, rangkang dan meunasah di Aceh. Oleh karenanya masyarakat
punya peranan signifikan dalam pertumbuhan dan perkembangan pendidikan. Kemunculan
lembaga-lembaga pendidikan itu ada yang difasilitasi oleh organisasi keagamaan semacam
Muhammadiyah dengan sekolah-sekolah Muhammadiyahnya, NU dengan Ma'arifnya, Persis
dengan Pesantrennya di Bangil, Al lrsyad dengan sekolah dan pesantrennya di Salatiga,
Mathlaul Anwar dengan sekolah dan pesantrennya di Menes Banten, Persis dengan Pe-
santrennya di Bandung, Nahdlatul Wathan dengan pesantrennya di NTB, PUI dengan sekolah
dan pesantrennya di Majalengka dan sebagainya. Ada juga yang tumbuh oleh karena
ketokohan seseorang, semacam Pesantren Gontornya lmam Zarkasyi di Ponorogo, Adabiyah
Schoolnya Abdullah Ahmad di Padang, Sumatra Thawalibnya Syekh H. Abdul Karim Amrullah
dan sebagai-nya. (Soemarsono Mestoko, 1984)
Ketika Indonesia dideklarasikan sebagai sebuah negera beberapa pengakuan akan
eksistensi pendidikan agama dan madrasah muncul dalam beberapa produk hukum. Contoh
nyata dapat dilihat dalam Hasil Rapat BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat) tanggal 27 Desember 1945, yang berisi 10 (sepuluh) pokok-pokok usaha pendidikan
dan pengajaran. Pada poin 5 dijelaskan;
1. Pengajaran Agama hendaklah mendapat tempat yang teratur saksama, hingga cukup
mendapat perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-
golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang dipeluknya. Tentang cara
melakukan ini, baiklah kementerian mengadakan perundingan dengan Badan Pekerja.
2. Madrasah dan pesantren-pesantren yang pada hakekatnya adalah satu alat dan sumber
pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berakar dalam masyarakat
Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan yang nyata berupa
tuntunan dan bantuan materieel dari Pemerintah.
Sementara, meskipun tidak secara eksplisit menyebut madrasah, Undang-Undang
Nomer 4 Tahun 1950 jo. UU Nomer 12 Tahun 1954, pada pasal 10 ayat (2)
menyatakan,”Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama
dianggap telah memenuhi kewajiban belajar”. (Abdurrahman Shaleh, 1982)
Sejak Indonesia merdeka, sampai tahun 1960, posisi madrasah masih berada dibawah
pengawasan Departemen PP & K (Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan), tetapi sejak
munculnya ketetapan MPRS No. II/1960 Lampiran B (3) disarankan sebagai berikut,”
Madrasah hendaknya berdiri sendiri sebagai badan otonom di bawah Departemen Agama dan
bukan di bawah pengawasan Departemen P.P.&K, sedangkan dalam undang-undang pokok
pendidikan No. 4/1950 jo. 12/1954 pasal 10 (2) dicantumkan: Belajar di sekolah agama yang
telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban
belajar”.(I. Jumhur dan Dana Suoarta 1975)
B. Mata Pelajaran SKI dalam Kurikulum Madrasah dari 1973 dan 1976
Proses penyeragaman kurikulum Madrasah baru dilakukan sejak ditetapkannya hasil
musyawarah Kurikulum di Cibogo, Bogor pada tanggal 10 sampai dengan 20 Agustus 1970
dengan Surat Keputusan Menteri Agama Nomer 52 tahun 1971. Kurikulum ini kemudian
dikembangkan menjadi kurikulum 1973 dengan Struktur Kurikulum sebagai berikut.
(Abdurrahman Shaleh: 1982)
No. Mata Pelajaran Kelas
I II III
I. AGAMA 14 16 16
1. Al Qur’an/Tafsir 5 5 5
2. Hadits/Musthalah 2 3 3
3. Fiqhi/Ushulfiqhi 3 4 4
4. Tauhid 2 2 2
5. Tarikh Islam 2 2 2
II. BAHASA ARAB 10 10 10
6. Muthalaah/Muhadatsah 2 2 2
7. Nahwu/Sorf 4 4 4
8. Insya’ / Tarjamah 2 2 2
9. Mahfudzat 1 1 1
10. Imla’ / Chot 1 1 1
III. UMUM 20 20 22
11. Bahasa Indonesia 3 3 3
12. Bahasa Inggris 3 3 3
13. Ilmu Bumi 2 2 2
14. Sejarah 1 1 1
15. Ilmu Hayat /Kesehatan 2 2 2
16. Ilmu Alam 1 1 1
17. Aljabar/Ukur 3 3 3
18. a. Seni Suara ---- ------ -------
b. Menggambar ----- ----- ------
c. Pekerjaan Tangan 1 1 1
19. Tata Negara/Civics 1 1 1
20. Pendidikan Jasmani 2 2 2
21. Administrasi 1 1 1
22. Pendidikan/Jiwa --- --- ---
Jumlah 44 46 48
dimaksud Sekolah Umum, apa itu Madrasah, apa itu Struktur Program Kurikulum yang
mencakup Program wajib, Khusus (pilihan) dan Identitas Madrasah.
Sebagai tindak lanjut atas SKB 2 Menteri tersebut, Menteri Agama mengeluarkan Surat
Keputusan tentang Kurikulum Madrasah Tahun 1984. Masing Nomer 99 untuk Madrasah
Ibtidaiyah, Nomer 100 untuk Marasah Tsanawiyah dan Nomer 101 untuk Madrasah Aliyah
(Hasbullah : 1999)
Struktur Kurikulum Madrasah Tsanawiyah Tahun 1984 adalah berikut Dirjen Binbaga
Depag RI, 1986)
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mata Pelajaran: Sejarah Kebudayaan Islam. Keputusan tersebut
ditindaklanjut oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen
Agama RI dengan dicetak dan diedarkannya Kurikulum 1994 pada tahun anggranan
1994/1995. Pada bagian ini hanya dikutip lampiran II yang berisi. GBPP (Garis-garis Besar
Program Pengajaran (GBPP) Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mata Pelajaran: Sejarah
Kebudayaan Islam) karena berisi aspek operasional dari kurikulum tersebut.
Alokasi Waktu
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama Islam 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 5 5 5
4. Matematika 5 5 5
5. Sains 5 5 5
6. Pengetahuan Sosial 5 5 5
7. Bahasa Inggris 4 4 4
8. Pendidikan Jasmani 2 2 2
9. Kesenian 2 2 2
10. Ketrampilan / Teknologi Informasi 2 2 2
11. Pembiasaan 2 2 2
Jumlah 36 36 36
Secara lebih spesifik, kemunculan kurikulum ini berangkat dari argument bahwa
dengan munculnya berbagai perubahan yang sangat cepat pada hampir semua aspek dan
perkembangan paradigma baru dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat,
di awal melinium ketiga telah dikembangkan kurikulum Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Madrasah Tsanawiyah (MTs) secara nasional, yaitu Kurikulum yang ditandai dengan ciri-ciri
antara lain:
1. Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi (attainment) dari pada penguasaan
materi;
2. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang
tersedia;
3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk
mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
Walaupun kurikulum nasional ini lebih global dibanding kurikulum 1994, model ini
diharapkan lebih membantu guru, karena dilengkapi dengan pencapaian target yang jelas,
materi standar, standar hasil belajar peserta didik, dan prosedur pelaksanaan pembelajaran.
Meskipun demikian, keadaan sumber daya pendidikan di Indonesia sangat memungkinkan
munculnya keragaman pemahaman terhadap standar nasional, yang dampaknya akan
mempengaruhi pencapaian standar nasional kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Untuk
itu perlu adanya penjabaran tentang kurikulum melakui kurikulum yana berbasis pada
kompetensi dasar yang diharapkan dapat menjamin tercapainya kompetensi dasar nasional
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Oleh sebab itu, muncullah argument tentang urgensi Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam pada Kurikulum 2004 bahwa Kehidupan dan peradaban manusia di awal
melinium ketiga ini mengalami banyak perubahan. Dalam merespon fenomena itu, manusia
berpacu mengembangkan, pendidikan baik di bidang ilmu-ilmu sosial, ilmu alam, ilmu pasti
maupun ilmu-ilmu terapan. Namun bersamaan dengan itu muncul sejumlah krisis dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya krisis politik, ekonomi, sosial, hukum, etnis,
agama, golongan dan ras. Akibatnya, peranan serta efektivitas pembelajaran di Madrasah
sebagai pemberi nilai spiritual terhadap kehidupan keberagamaan masyarakat dipertanyakan
Tidak terkecuali pembelajaran SKI.
Kenyataannya, setelah ditelusuri, pendidikan SKI menghadapi beberapa kendala,
antara lain; waktu yang disediakan terbatas sedang materi begitu padat dan memang penting,
yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan keperibadian yang
berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya. Kelemahan lain, materi SKI,
lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap
(afektif). Dalam implementasinya juga lebih didominasi pencapaian kemampuan kognitif;
kurang mengakomodasikan kebutuhan afektif. Kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan
guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan
nilai-nilai SKI dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam
pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana
pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua peserta didik.
Memang tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara
harapan dan kenyataan itu kepada SKI di Madrasah, sebab SKI di Madrasah bukanlah satu-
satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
Dengan pertimbangan ini, maka disusun kurikulum nasional SKI Madrasah
Tsanawiyah yang berbasis pada kompetensi dasar (competency). Standar ini diharapkan
dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum SKI Madrasah
Tsanawiyah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
ekonomi, sosial, hukum, etnis, agama, golongan dan ras. Akibatnya, peranan serta efektivitas
pembelajaran di Madrasah sebagai pemberi nilai spiritual terhadap kehidupan keberagamaan
masyarakat dipertanyakan Tidak terkecuali pembelajaran SKI.
Kenyataannya, setelah ditelusuri, pendidikan SKI menghadapi beberapa kendala,
antara lain; waktu yang disediakan terbatas sedang materi begitu padat dan memang penting,
yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan keperibadian yang
berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya. Kelemahan lain, materi SKI,
lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap
(afektif). Datam implementasinya juga lebih didominasi pencapaian kemampuan kognitif;
kurang mengakomodasikan kebutuhan afektif. Kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan
guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan
nilai-nilai SKI dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam
pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana
pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua peserta didik.
Memang tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara
harapan dan kenyataan itu kepada SKI di Madrasah, sebab SKI di Madrasah bukanlah satu-
satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
Dengan pertimbangan ini, maka disusun kurikulum nasional SKI Madrasah
Tsanawiyah yang diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan datam mengembangkan
kurikulum SKI Madrasah Tsanawiyah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ada satu kemnadirain dari Kementerian agama, yaitu bahwa setelah kemunculan
Kurikulum 2006 secara khusus Menteri Agama mengeluarkan PERATURAN MENTERI
AGAMA REPUBLIK INDONESIANOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGSTANDAR
KOMPETENSI LULUSAN DAN STANDAR ISIPENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BAHASA
ARAB DI MADRASAH. Dalam peraturan inilah mata pelajaran agama di Madrasah termasuk
di dalamnya Sejarah Kebudayaan Islam diatur Standar Isinya. Dan dari Peraturan tersebut
terlihat Struktur Kurikulum madrasah sebagai berikut.
4. Bahasa Arab 2
5. Matematika 5
6. Ilmu Pengetahuan Alam 4
7. Ilmu Pengetahuan Sosial 3
8. Seni Budaya dan Keterampilan 4
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
4
Kesehatan
B. Muatan Lokal *) 2
C. Pengembangan Diri **) 2
Jumlah 31 31 33 39
B. Muatan Lokal *) 2 2 2
C. Pengembangan Diri **) 2 2 2
Jumlah 42 42 42
1. Kelas X
Alokasi Waktu
Komponen
Semester 1 Semester 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama Islam
a. Al-Qur'an-Hadis 2 2
b. Akidah-Akhlak 2 2
c. Fikih 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam - -
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4
4. Bahasa Arab 2 2
5. Bahasa Inggris 4 4
6. Matematika 4 4
7. Fisika 2 2
8. Biologi 2 2
9. Kimia 2 2
10. Sejarah 1 1
11. Geografi 1 1
12. Ekonomi 2 2
13. Sosiologi 2 2
14. Seni Budaya 2 2
15. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 2 2
16. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2
17. Keterampilan/Bahasa Asing 2 2
B. Muatan Lokal *) 2 2
C. Pengembangan Diri **) 2 2
Jumlah 46 46
2. Program IPA
Alokasi Waktu
Komponen Kelas XI Kelas XII
Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama Islam
a. Al-Qur'an-Hadis 2 2 2 2
b. Akidah-Akhlak 2 2 - -
c. Fikih 2 2 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4
4. Bahasa Arab 2 2 2 2
5. Bahasa Inggris 4 4 4 4
6. Matematika 4 4 4 4
7. Fisika 4 4 4 4
8. Kimia 4 4 4 4
9. Biologi 4 4 4 4
10. Sejarah 1 1 1 1
Rangkuman
Dari deskripsi di atas, jika diteliti dalam Struktur Kurikulum Madrasah, maka dapat
diketemukan bahwa telah terjadi perubahan nama mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
dari Kurikulum 1973, 1976, 1984, 1994, 2004 dan 2006 (2008). Pada Kurikulum 1973 disebut
dengan Tarikh Islam. Pada Kurikulum 1976 disebut Sejarah Islam. Dan mulai Kurikulum 1984
sampai 2006 disebut dengan Sejarah Kebudayaan Islam.
Tugas
Lakukanlah analisis terhadap perubahan nama mata pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam, yaitu dari Tarikh Islam ke Sejarah Islam dan kemudian menjadi Sejarah Kebudayaan
Islam.
Tes Formatif
1. Deskripsikan Pengakuan Kemunculan Madrasah pada awal kemerdekaan.
2. Deskripsikan posisi mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikukulum
Kurikulum 1973-1976
3. Deskripsikan posisi mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikukulum
Kurikulum 1984
4. Deskripsikan posisi Mendeskripsikan mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
dalam Kurikukulum Kurikulum 1994
5. Deskripsikan posisi mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikukulum
Kurikulum 2004
6. Deskripsikan posisi mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikukulum
Kurikulum 2006
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Unsur-unsur Kebudayaan Menurut E.B. Taylor.
Pendidikan merupakan cermin setiap kehidupan dalam bermasyarakat. Terpandang
dan tidaknya suatu masyarakat akan terlihat seberapa tinggi masyarakat dalam memiliki
sebuah keilmuan. Keilmuan dipandang sebagai anugrah seseorang dalam memahami aplikasi
budaya yang sudah ada. Kebudayaan yang selalu dinamis akan membutuhkan suatu
keilmuan yang sangat mendalam dalam memahami dan menganalisa. Sedikit banyak
masyarakat yang kolot dengan kebudayaan setempat, maka kebudayaan tidak akan
berkembang dan mengalami stagnan. Kekolotan masyarakat setempat dengan kebudayaan
yang dimiliki membuat ketidak tahuan kebudayaan yang baru. Begitu juga dengan masyarakat
sekolah, tuntutan kebudayaan inklusi selalu diharapkan untuk menciptakan kebudayaan baru
yang selalu dinamis.
Berbicara mengenai kebudayaan tidak akan lepas mengenai unsur unsur didalamnya.
Budaya merupakan suatu kebiasaan atau watak yang melekat pada diri seseorang
masyarakat dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Kebudayaan tidak bisa dipandang
sebelah mata dalam proses pembelajaran dalam tingkat sekolah. Sekolah memberikan
budaya melalui kegiatan proses belajar mengajar dan lingkungan yang nyata dalam kompleks
masyarakat kecil. Tak bisa dipungkiri bahwa kebudayaan akan melekat pada masyarakat
sekolah dikala dalam lingkungan sekolah menerapkan sesuai apa yang ada dalam buku buku
teks sejarah kebudayaan.
Buku buku kebudayaan yang telah dipegang dan dipelajari masyarakat sekolah
memiliki unsur yang dapat membantu mereka dalam menemukan dan mengamalkan
kebudayaan yang ideal. Menurut E. B. Taylor sebagaimana dikutip oleh Jaih Mubarok dalam
Sejarah Peradaban Islam karangan Dedi Supriyadi, kebudayaan adalah that complex whole
which includes knowlwdgw, belief, art, morals, laws, custom and any other capabilities and
habits acquired by man as a member of society (keseluruhan yang kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, serta kemampuan dan kebiasaaan lain
yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat.(Dedi supriyadi, 2008) maka akan
diuraiakan dalam pembahasan mengenai kebudayaan yang ada dalam buku teks sejarah
kebudayaan islam Madrasah Tsanawiyah 2008. Buku buku teks menunjukkan grafik
kebudayaan sehari dalam lingkup masyarakat.
Untuk memudahkan kajian, maka hanya diambil contoh satu buku berdasar Kurikulum
2008, yaitu buku Buku Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam I, 2, dan 3 untuk Madrasah
Tsanawiyah. Dan di analisis berdasar delapan unsur kebudayaan menurut E.B. Taylor
diketemukan unsur-unsur sebagai berikut.
memerintahkan Abu Aswad ad-Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu
ilmu yang mempelajari tata bahasa Arab.”(hal. 55)
Bab kelima, materi Dinasti Umayyah. Pada subbab C, diterangkan bahwa “Pusat ilmiah
pada Dinasti Umayyah adalah Kota Basrah dan Kufah di Irak. Perkembangan ilmu
pengetahuan itu ditandai dengan munculnya ilmuan-ilmuan muslim dalam berbagai
bidang.”(Hal. 59) Kemudian pada subbab E, diterangkan bahwa “Usaha Khalifah Umar bin
Abdul Aziz dibidang ilmu pengetahuan adalah memindahkan sekolah kedokteran yang ada di
Iskandariah (Mesir) ke Antiokia dan Harran (Turki).”(Hal. 72)
b. Kelas VIII
Bab ketiga, materi Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah. Pada subbab A,
diterangkan bahwa “Masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah merupakan masa keemasan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Bahasan tentang ilmu pengetahuan umum meliputi ilmu
filsafat, kedokteran, astronomi, tokoh-tokoh ilmuan, dan Baitul Hikmah.” (Hal. 39). Pada
subbab B, diterangkan bahwa “Disamping dalam bidang ilmu pengetahuan, pada dinasti ini
ilmu agama Islam juga mengalami perkembangan yang penting. Ilmu agama Islam yang
berkembang meliputi ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu fikih, ilmu tasawuf.”(Hal. 49).
Bab keempat, materi Sejarah Dinasti Ayyubiyah. Pada subbab D, diterangkan bahwa
“perkembangan ilmu pengetahuan pada Masa Dinasti Ayyubiyah ditandai dengan datangnya
ulama-ulama masyhur untuk mengajar di Al-Azhar.”(Hal. 86)
c. Kelas IX
Bab pertama, materi Masuknya Islam ke Indonesia. Pada subbab B, diterangkan
bahwa “Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai cara, salah satunya adalah pendidikan.
Penyebaran Islam melalui pendidikan, dilakukan melalui pesantren-pesantren, khususnya
oleh para kiai. Semakin terkenal kiai yang mengajar di sebuah pesantren itu, semakin besar
pula pengaruh pesantren tersebut di tengah masyarakat.”(Hal. 6)
2. Kepercayaan
a. Kelas VII
Bab pertama, materi Sejarah Kebudayaan Islam. Pada subbab A, diterangkan bahwa
“Perpindahan agama merupakan salah satu faktor penting yang mendukung munculnya
kebudayaan Islam. Perpindahan agama secara besar-besaran saat itu tidak hanya
disebabkan oleh peperangan. Akan tetapi, daerah taklukan yang sudah berbudaya tinggi itu
memang sudah menunggu datangnya agama baru.”(Hal. 4)
Bab kedua, materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. Di Mekah. Pada subbab A,
diterangkan bahwa “Islam lahir di Jazirah Arab. Pada saat itu, Jazirah Arab diapit oleh dua
kekaisaran, yaitu Kekaisaran Persia dan Kekaisaran Bizantium. Kekaisaran Persia
menetapkan agama Majusi sebagai agama resmi di seluruh wilayah mereka. Pemeluk agama
Majusi menyembah api dan mempunyai kitab suci yang bernama Zend Avesta. Adapun
Kekaisaran Romawi menetapkan agama Nasrani sebagai agama resmi dengan injil sebagai
kitab sucinya. Kedua kitab suci itu sudah banyak dicampuri oleh tokoh-tokoh agama saat itu
sehingga kemurniannya tidak terjamin.”(Hal. 15) Kemudian pada subbab B, diterangkan
bahwa “Misi dakwah Nabi Muhammad Saw. mengubah keadaan masyarakat jahiliah menjadi
masyarakat yang sejahtera berdasarkan agama tauhid.”(Hal. 19)
Bab ketiga, materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. Di Madinah. Pada subbab A,
diterangkan bahwa “Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Yastrib menganut agama Yahudi
dan Nasrani. Selain itu, sebagian masyarakat Yastrib menganut agama Pagan, yaitu
kepercayaan kepada benda dan kekuatan alam seperti matahari, bintang, dan bulan. Para
penganut agama ini berkeyakinan bahwa mereka adalah manusia pilihan dan agama yang
dianutnya adalah yang paling benar. Keadaan ini memicu perselisihan antaragama yang
berlangsung cukup lama sampai masuknya Islam di kota ini.”(Hal. 28)
Bab keempat, materi Khulafaur Rasyidin. Pada subbab A, diterangkan bahwa “setelah
Nabi Muhammad Saw. wafat, mereka menjadi contoh utama dalam menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam. Mereka melaksanakan prinsip-prinsip pemerintahan Islam
dengan baik. Masa pemerintahan mereka merupakan gambaran yang paling tepat bagi
pelaksanaan hukum dan pemerintahan Islam.”(Hal. 44)
Bab kelima, materi Dinasti Umayyah. Pada subbab B, diterangkan bahwa “Dalam
perkembangan kebudayaan/Peradaban Islam pada masa Dinasti Umayyah, Mu’awiyah bin
Abu Sufyan berhasil menduduki jabatan khalifah. Pada waktu itu, umat Islam terpecah menjadi
tiga golongan besar, yaitu golongan pendukung Dinasti Umayyah, golongan pendukung Ali
bin Abi Talib, dan golongan Khawarij.”(Hal. 67)
b. Kelas VIII
Bab ketiga, materi Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah. Pada subbab B,
diterangkan bahwa “Pada masa Dinasti Abbasiyah ilmu agama Islam mengalami
perkembangan yang penting. Ulama-ulama besar pun muncul pada Dinasti ini. Perkembangan
pada periode ini juga menjadi landasan pokok bagi perkembangan llmu agama Islam pada
periode berikutnya.”(Hal. 50).
Bab keempat, materi Sejarah Dinasti Ayyubiyah. Pada subbab A, diterangkan bahwa
“Kehidupan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan.
Peperangan hanya dilakukan untuk mempertahankan dan membela agama. Selain itu,
Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memiliki toleransi yang tinggi terhadap umat agama lain. Ketika
menguasai Iskandariyah, ia mengunjungi orang-orang Kristen. Ketika perdamaian tercapai
dengan tentara Salib, ia mengizinkan mereka untuk berziarah ke Baitulmakdis.”(Hal. 77-78)
c. Kelas IX
Bab pertama, materi Masuknya Islam ke Indonesia. Pada bab ini (subbab A,B, dan C),
diterangkan bahwa “Sebelum masuknya Islam, bangsa Indonesia menganut berbagai
kepercayaan yang telah mendarah daging, seperti animisme dan dinamisme. Pengaruh
kepercayaan ini sangat kuat dan berakar dalam masyarakat Indonesia. Akan tetapi, berkat
kegigihan dan ketabahan para penyiar Islam, ajaran Islam akhirnya dapat diterima. Saat ini,
mayoritas penduduk Indonesia telah memeluk agama Islam.”(Hal. 3)
Bab kedua, materi Kerajaan Islam di Indonesia. Pada bab ini (subbab A-H),
diterangkan bahwa “Seiring berjalannya waktu, pemeluk Islam di Indonesia semakin
bertambah. Selanjutnya, mereka mulai mendirikan kerajaan-kerajaan dan menerapkan sistem
pemerintahan yang islami.”( Hal. 21)
Bab ketiga, materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Pada bab ini (subbab A, B, dan C),
diterangkan bahwa “Perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peranan para
penyiar agama. Mereka memperjuangkan agama Islam dengan gigih. Kegigihan itu
membuahkan hasil. Akhirnya, Islam dapat diterima sebagai agama oleh sebagaian besar
penduduk Indonesia. Adapun tokoh-tokoh penyebar Islam yang terkemuka di Indonesia yaitu
Abdur Rauf Singkel, Wali Songo, dan Muhammad Arsyad al-Banjari.”(Hal. 53)
Bab keempat, materi Tradisi Islam Nusantara. Pada bab ini (subbab A dan B),
diterangkan bahwa “Nusantara terdiri atas beribu-ribu pulau dengan berbagai tradisi dan
budaya. Masuknya agama Islam di Nusantara sedikit banyak juga mempengaruhi
perkembangan tradisi dan budaya tersebut. Hal itu disebabkan ketika Islam masuk di
Nusantara sudah ada tradisi dan budaya yang dijalankan.”(Hal. 77)
3. Kesenian
a. Kelas VII
Bab keempat, materi Khulafaur Rasyidin. Pada subbab A, diterangkan bahwa “Prestasi
pada masa kekhalifahan Usman bin Affan salah satunya dibidang kesenian yaitu renovasi
Masjid Nabawi. Masjid yang mulai dibangun pada masa Khalifah Umar bin Khattab diperluas,
bentuk dan coraknya juga diperindah.”(hal. 53)
Bab kelima, materi Dinasti Umayyah. Pada subbab C, diterangkan bahwa “Bidang
kesusastraan juga mengalami kemajuan. Hal itu ditandai dengan munculnya sastrawan-
sastrawan terkemuka. Selain itu, pembangunan fisik juga mendapatkan perhatian besar.
Usaha yang dilakukan oleh Dinasti Umayyah dalam kaitannya dengan keberadaan bangunan
bersejarah salah satunya adalah mengubah istana Qusayr Amrah dan Istana al-Musatta yang
digunakan sebgai tempat peristirahatan di padang pasir.”(Hal. 70)
b. Kelas VIII
Bab kedua, materi Kebudayaan pada Masa Dinasti Abbasiyah. Pada subbab B,
diterangkan bahwa “Di masa Dinasti Abbasiyah banyak dibangun masjid yang berfungsi
sebagai pusat kegiatan umat Islam. Berdasarkan bentuk dan corak seninya, perkembangan
masjid terbagi dalam tiga periode, yaitu periode permulaan, periode pertengahan, dan periode
modern. Bentuk dan corak seni masjid yang dibangun pada masa Dinasti Abbasiyah termasuk
dalam periode permulaan.”(Hal. 9)
c. Kelas IX
Bab pertama, materi Masuknya Islam ke Indonesia. Pada subbab B, diterangkan
bahwa “Penyebaran agama Islam di Indonesia terlihat pula dalam kesenian Islam, seperti
peninggalan seni bangunan, seni pahat, seni musik, dan seni sastra. Hasil-hasil seni ini dapat
pula dilihat pada bangunan masjid-masjid kuno di Demak, Cirebon, Banten, dan Aceh.”(Hal.
6).
Bab kedua, materi Kerajaan Islam di Indonesia. Pada subbab C, diterangkan bahwa
“Sebagai akibat berkembangnya pengaruh ajaran agama Islam di Kerajaan Aceh Darussalam,
kebudayaan setempat juga mendapat pengaruh kebudayaan Islam. Pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Sani, terdapat dua orang sastrawan terkenal, yaitu Nuruddin ar-Raniri dan
Hamzah Fansuri. Kesusastraan Aceh Darussalam seperti Bustanussalatin dan Hikayat Putrou
Gumbok Meuh menunjukkan besarnya pengaruh agama Islam dalam sanjak khas Aceh
Darussalam.”(Hal. 30). Kemudian pada subbab E, diterangkan bahwa “Pengaruh agama Islam
dalam seni bangunan Banten dapat dilihat pada bangunan Masjid Agung Banten dan
kompleks Makam Raja-raja Banten di Kenari.”(Hal. 35)
Bab ketiga, materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Pada subbab B poin 3, diterangkan
bahwa dalam menyebarkan agama Islam, para wali songo selalu menyesuaikan diri dengan
kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik gamelan. Sunan
Bonang dianggap sebagai pencipta gending pertama (hal. 56). Pada poin 5, diterangkan
bahwa “Sunan Drajat juga tidak ketinggalan untuk menciptakan tembang Jawa yang sampai
saat ini masih digemari masyarakat, yaitu tembang Pangkur.”(Hal. 57). Pada poin 6,
diterangkan bahwa “Sunan Kalijaga merupakan orang yang paling berjasa dalam penggunaan
pendekatan kultural sebagai media dakwah. Sunan Kalijaga sangat berjasa dalam
perkembangan wayang purwa atau wayang kulit yang bercorak Islam seperti saat ini. Sunan
Kalijaga juga berjasa dalam pengembangan seni suara, seni ukir, seni busana, seni pahat,
dan kesusastraan.”(Hal. 57)
Bab keempat, materi Tradisi Islam Nusantara. Pada subbab B, diterangkan bahwa
“Banyak kesenian dan adat yang berkembang di Nusantara bernapaskan Islam seperti
wayang, kasidah, hadrah, sekaten, adat Melayu, adat Minang, adat Bugis, adat Madura, dan
adat Sunda. Semua itu dalam rangkaian dakwah Islam yang dilakukan pada masa itu.”(Hal.
77).
4. Moral
a. Kelas VII
Bab pertama, materi Sejarah Kebudayaan Islam. Pada subbab A poin 2, diterangkan
bahwa “Setelah ditaklukkan, penduduk di wilayah-wilayah taklukan yang sebelumnya tidak
beragama Islam berbondong-bondong memeluk agama Islam.” (Hal. 4). Pada subbab B poin
2, diterangkan bahwa “Kekayaan negara yang pada masa permulaan pemerintahan Islam
digunakan untuk kepentingan rakyat telah disalahgunakan untuk kepentingan para pejabat
dan keluarganya.” Pada poin 3, diterangkan bahwa “Suatu pemerintahan yang sedang berada
dalam puncak kejayaan biasanya cenderung bermewah-mewahan.”(Hal. 6)
Bab kedua, materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Mekah. Pada subbab A poin 1,
diterangkan bahwa “Pemeluk agama Majusi menyembah api dan mempunyai kitab suci yang
bernama Zend Avesta. Selain itu, ada sebagian masyarakat yang menganut agama asli nenek
moyangnya, yaitu menyembah berhala.”(Hal. 15) Pada poin 2, diterangkan bahwa “Dakwah
Nabi Muhammad Saw. bertujuan untuk menghindarkan manusia dari kemusyrikan dan
mengajak kepada ketauhidan.”(Hal.17). Pada poin 3, diterangkan bahwa “Selain berbentuk
bujukan atau siksaan fisik, usaha kaum kafir Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi
Muhammad Saw. juga dilakukan dengan pemboikotan selama 3 tahun.”(Hal. 19) Pada subbab
C, diterangkan bahwa “Sifat dan sikap Nabi Muhammad Saw. yang perlu diteladani dalam
perjuangan.”(Hal. 20)
Bab ketiga, materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Madinah. Pada subbab A,
diterangkan bahwa “Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Yasrib menganut agama Yahudi
dan Nasrani.”(hal. 28) Pada subbab C, diterangkan bahwa “Ketika pertempuran hampir
selesai, pasukan pemanah umat Islam meninggalkan posisi untuk mengambil harta rampasan.
Akibatnya, pasukan Islam mendapat serangan pasukan kafir dari arah belakang. Akhirnya,
pasukan Islam tidak mampu bertahan dan mengundurkan diri dari medan perang.”(Hal. 32)
Bab keempat, materi Khulafaur Rasyidin. Pada subbab A poin 1, diterangkan bahwa
“Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed menyatakan murtad atau
membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada.”(Hal. 44) Pada poin 2, diterangkan
bahwa “Umar bin Khattab juga memberikan santunan dari Baitul Mal kepada seluruh
rakyatnya.”(Hal.51) Pada poin 3, diterangkan bahwa “Khalifah Usman bin Affan meninggal
dunia karena ditikam oleh Abu Lu’luah saat menjadi imam salat Subuh.”(Hal. 51) Pada poin 4,
diterangkan bahwa “Khalifah Ali bin Abi Talib kemudian menyita harta para pejabat yang
diperoleh secara tidak benar. Harta tersebut kemudian disimpan di Baitul Mal dan digunakan
untuk kesejahteraan rakyat.”(Hal. 55)
Bab kelima, materi Dinasti Umayyah. Pada subbab E poin 1, diterangkan bahwa “Umar
bin Abdul Aziz dikenal sebagai gubernur yang adil, bijaksana, mengutamakan dan
memerhatikan kepentingan rakyat, serta mau mendiskusikan berbagai masalah penting yang
berkaitan dengan agama, urusan rakyat, dan pemerintahan.”(Hal. 71)
b. Kelas VIII
Bab pertama, materi Dinasti Abbasiyah. Pada subbab A poin 1, diterangkan bahwa
“Sebelum masa Hisyam, seperti yang ditunjukkan oleh Yazid II, para khalifah bahkan
menghabiskan waktu dengan berburu dan minum anggur.”(Hal. 3) Pada poin 3, diterangkan
bahwa “Keadaan istana dan pemerintahan yang tidak stabil serta mengancam kelangsungan
Dinasti Umayyah. Hal itu mendorong para pejabatnya melakukan korupsi dan mementingkan
diri sendiri.”(Hal. 5)
Bab ketiga, materi Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah. Pada subbab B poin 1,
diterangkan bahwa “Ia taat menjalankan ibadah pada siang hari dan malam hari, kukuh
membela sunah nabi, dan teguh dalam pendirian. Ia juga mengamalkan puasa Nabi
Daud.”(Hal. 54) Pada poin 3, diterangkan bahwa “Imam Hanafi dikenal rajin dan teliti dalam
bekerja serta fasih berbahasa. Meskipun anak saudagar kaya, Imam Hanafi menjauhi
kemewahan hidup. Hartanya lebih banyak didermakan daripada untuk kepentingan
sendiri.”(Hal. 58-59)
Bab keempat, materi Sejarah Dinasti Ayyubiyah. Pada subbab A, diterangkan bahwa
“Salahuddin Yusuf al-Ayyubi bukanlah seorang pemimpin yang tamak, haus kekayaan, dan
haus darah.”(Hal. 77). Pada subbab B poin 1, diterangkan bahwa “Salahuddin Yusuf al-Ayyubi
menghadapi pemberontakan dari kalangannya sendiri. Hal itu terjadi karena keirian dan
kedengkian terhadap keberhasilan yang dicapai oleh Salahuddin Yusuf al-Ayyubi.”(Hal. 82)
c. Kelas IX
Bab pertama, materi Masuknya Islam ke Indonesia. Pada subbab C, diterangkan
bahwa “Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan kasta.
Dalam ajaran agama Islam tidak dikenal adanya perbedaan golongan dalam
masyarakat.”(Hal. 34)
Bab kedua, materi Kerajaan Islam di Indonesia. Pada subbab E, diterangkan bahwa
“Sebagai gantinya, ia memerintahkan perampokan dan perusakan perkebunan tebu Belanda
serta berusaha menyaingi perdagangan belanda.”(Hal. 34)
Bab ketiga, materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Pada subbab B poin 4, diterangkan
bahwa “Sunan Giri terkenal sebagai pendidik yang berjiwa demokratis. Ia mendidik anak-anak
melalui berbagai permainan yang berjiwa agama.”(Hal. 56). Pada poin 5, diterangkan bahwa
“Dakwahnya selalu berorientasi pada kegotong-royongan. Ia selalu menekankan bahwa
pertolongan kepada masyarakat umum serta menyantuni anak yatim dan fakir miskin
merupakan suatu amalan yang diperintahkan agama Islam.”(Hal. 57)
Bab keempat, materi Tradisi Islam Nusantara. Pada subbab B poin 1, diterangkan
bahwa “Sunan Kalijaga terkenal sebagai ulama yang kreatif dan pandai menarik simpati
masyarakat. Beliau banyak menciptakan cerita pewayangan yang bernapaskan Islam.”(Hal.
78) Pada poin 9, diterangkan bahwa “Dengan harapan, bayi yang baru lahir sudah mendengar
kebesaran nama Allah Swt. sehingga kelak menjadi anak yang saleh, bijaksana, pandai, dan
taat menjalankan perintah agama. Kelahiran bayi ditandai dengan penyembelihan akikah
sebagai rasa syukur kepada Allah Swt.”(Hal. 82-83)
5. Hukum
a. Kelas VII
Bab pertama, materi Sejarah Kebudayaan Islam. Pada subbab C, diterangkan bahwa
“Kebudayaan Islam mencapai puncak kejayaan ketika diterapkannya hukum Islam. Di dalam
Islam, sumber hukum utama adalah Al-Qur’an dan hadis. Berbeda dengan agama-agama lain,
hukum Islam mencakup kehidupan beragama maupun kehidupan umum lainnya.”(Hal. 7)
Bab ketiga, materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Madinah. Pada subbab B,
diterangkan bahwa “Adapun kalangan masyarakat bukan Islam diikat dengan peraturan yang
dibuat oleh Nabi Muhammad Saw. yang tertuang dalam Piagam Madinah.”(Hal. 30)
Bab keempat, materi Khulafaur Rasyidin. Pada subbab subbab A, diterangkan bahwa
“beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed menyatakan murtad atau
membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak
membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh.”(Hal. 44).
Bab kelima, materi Dinasti Umayyah. Pada subbab B, diterangkan bahwa “Di bidang
hukum, warga negara mendapat hak perlindungan hukum dari pemerintah. Hal itu
dilaksanakan oleh Lembaga Kehakiman Negara (an-Nizam al-Qada’i). Lembaga ini dipimpin
oleh seorang hakim yang bertugas memutuskan suatu perkara dengan ijtihad berdasarkan Al-
Qur’an dan hadis.”(Hal. 69).
b. Kelas VIII
Bab ketiga, materi Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah. Pada subbab B,
diterangkan bahwa “Perkembangan ilmu fikih pada Dinasti Abbasiyah berlangsung pada
periode keempat dan kelima. Ilmu fikih mengalami perkembangan pesat pada periode
keempat. Hal itu disebabkan para tabiin telah meletakkan dasar-dasar ilmu fikih pada periode
sebelumnya.”(Hal. 58).
c. Kelas IX
Bab kedua, materi Kerajaan Islam di Indonesia. Pada subbab A, diterangkan bahwa
“Perkembangan Kerajaan Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam yang besar ditunjang
dengan diberlakukannya hukum atau syariah Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.”(Hal. 23). Pada subbab B, diterangkan bahwa “Kehidupan sosial masyarakat
Kerajaan Malaka diatur oleh undang-undang kerajaan yang harus ditaati oleh semua
golongan. Bahkan untuk para pendatang, terdapat undang-undang yang juga harus dipatuhi
dan dilaksanakan.”(Hal. 26). Pada subbab C, diterangkan bahwa “Masyarakat Aceh
Darussalam hidup dengan perpaduan dua dasar aturan masyarakat, yaitu adat istiadat
tradisional dan ajaran agama Islam.”(Hal. 29)
Bab ketiga, materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Pada subbab C, diterangkan bahwa
“Kesultanan Banjar memberlakukan hukum Islam, baik hukum perdata maupun hukum
pidana. Untuk melaksanakan hukum tersebut, dibentuk Mahkamah Syariah disamping
lembaga kekadian.”(Hal. 60)
6. Adat Kebiasaan
a. Kelas VII
Bab kedua, materi Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Mekah. Pada subbab A,
diterangkan bahwa “Kondisi masyarakat Kota Mekah itu mempengaruhi suku-suku bangsa
lainnya. Hal itu disebabkan setiap tahun Kota Mekah dikunjungi masyarakat lain yang
melakukan ibadah tawaf (haji). Para peziarah Ka’bah banyak yang tertarik dan meniru cara
ibadah masyarakat Kota Mekah.”(Hal. 15)
b. Kelas VIII
Bab kedua, materi Kebudayaan Pada Masa Dinasti Abbasiyah. Pada subbab B,
diterangkan bahwa “Pada masa itu, Bagdad dan Andalusia menjadi pusat peradaban dan ilmu
pengetahuan. Bangsa-bangsa non-Arab yang telah masuk dalam wilayah Islam memakai
bahasa Arab dan dan adat istiadat Arab dalam kehidupan sehari-hari.”(Hal. 17).
c. Kelas IX
Bab pertama, materi Masuknya Islam ke Indonesia. Pada subbab B, diterangkan
bahwa “Sebelum perkawinan berlangsung, wanita-wanita pribumi yang beragama Islam
diminta mengucapkan syahadat sebagai tanda menerima Islam sebagai agamanya. Melalui
proses ini, kelompok mereka semakin besar dan lambat laut berkembang dari komunitas kecil
menjadi kerajaan-kerajaan Islam.”(Hal. 9).
Bab kedua, materi Kerajaan Islam di Indonesia. Pada subbab C, diterangkan bahwa
“Masyarakat Kerajaan Aceh Darussalam hidup dengan perpaduan dua dasar aturan
masyarakat, yaitu adat-istiadat tradisional dan ajaran agama Islam. Ajaran Islam berhasil
meresap dalam kehidupan masyarakat Kerajaan Aceh Darussalam dan mempengaruhi
hubungan antarindividu dan kelompok. Kedua dasar peraturan bermasyarakat Aceh
Darussalam ini tidak dapat dipisahkan.”(Hal. 29).
Bab ketiga, materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Pada subbab B, diterangkan bahwa
“Dalam usahanya menarik umat Hindu dan Buddha, Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat
istiadat Jawa diberi warna Islam.”(Hal. 56)
Bab keempat, materi Tradisi Islam Nusantara. Pada bab ini (subbab A dan B),
diterangkan bahwa “Nusantara terdiri atas beribu-ribu pulau dengan berbagai tradisi dan
budaya. Masuknya agama Islam di Nusantara sedikit banyak juga memengaruhi
perkembangan tradisi dan budaya tersebut. Hal itu disebabkan ketika Islam masuk di
Nusantara sudah ada tradisi dan budaya yang dijalankan. Banyak kesenian dan adat yang
berkembang di Nusantara bernapaskan Islam.”(Hal. 77)
Kota Madinah menyebabkan adanya migrasi dari tempat lain. Masyarakat yang berada di
sekitar wilayah Madinah berdatangan dengan tujuan berdagang atau tujuan yang lain.
Keadaan yang demikian menyebabkan Madinah menjadi kota terbesar di Jazirah Arab.”(Hal.
29)
Bab keempat, materi Khulafaur Rasyidin. Pada subbab A, diterangkan bahwa
“Beberapa usaha dan prestasi yang dicapai oleh Khulafaur Rasyidin.”(Hal. 44-45)
b. Kelas VIII
Bab pertama, materi Dinasti Abbasiyah. Pada subbab A, diterangkan bahwa
“Kehidupan bangsawan Bizantium mulai memengaruhi dan akhirnya menjadi gaya hidup
keluarga Dinasti Umayyah. Mereka terbiasa menjalani kehidupan mewah dan jauh dari gaya
hidup islami seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Sebelum masa Hisyam,
seperti yang ditunjukkan oleh Yazid II, para khalifah bahkan menghabiskan waktu dengan
berburu dan minum anggur.”(Hal. 3).
Bab kedua, materi Kebudayaan Pada Masa Dinasti Abbasiyah. Pada subbab A,
diterangkan bahwa “Masyarakat muslim non-Arab memegang peranan yang penting dalam
pemerintahan.”(Hal. 15)
Bab ketiga, materi Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah. Pada subbab A,
diterangkan bahwa “Iskandar Agung tidak menghancurkan kebudayaan Persia, tetapi
berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia.”(Hal. 39) Sumbangan umat Islam pada
masa Dinasti Abbasiyah sangat berharga untuk mengembangkan ilmu astronomi(Hal. 43).
Kemudian pada subbab B, diterangkan bahwa “Usaha pemisahan hadis-hadis sahih dari
hadis-hadis yang tidak sahih dirintis oleh seorang ulama besar yang bernama Ishaq bin
Rahawaih.”(Hal. 50)
Bab keempat, materi Sejarah Dinasti Ayyubiyah. Pada subbab B, diterangkan bahwa
“Salahuddin Yusuf al-Ayyubi dianggap sebagai pembaharu di Mesir karena dapat
mengembalikan mazhab Sunni.”(Hal. 82)
c. Kelas IX
Bab kedua, materi Kerajaan Islam di Indonesia. Pada subbab A, diterangkan bahwa
“Kehidupan masyarakat selain bernapaskan Islam juga memperlihatkan kemiripan dengan
perkembangan masyarakat Timur Tengah yang berdagang di Samudra Pasai menularkan
cara hidup khas Timur Tengah.”(Hal. 23) Pada subbab B, diterangkan bahwa “Wilayah
strategis dan struktur masyarakat yang kebanyakan bekerja sebagai pedagang dan nelayan
menyebabkan kehidupan sosial masyarakat sangat dipengaruhi oleh pola hidup maritim.
Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Kerajaan Malaka mempergunakan
bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan bahasa pergaulan.”(Hal. 26) Pada subbab E,
diterangkan bahwa “Penduduk Kerajaan Pajajaran yang tidak menganut Islam, mengasingkan
diri ke pedalaman Jawa Barat.”(Hal. 35) Pada subbab H, diterangkan bahwa “Masyarakat
Maluku mulai membudiyakan rempah-rempah dalam bentuk perkebunan.”(Hal. 40)
Bab ketiga, materi Tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Pada subbab B poin 2, diterangkan
bahwa “Sunan Ampel tidak setuju dengan kebiasaan masyarakat Jawa, seperti kenduri,
selamatan, dan sesaji.”(Hal. 56) Pada poin 3, diterangkan bahwa “Sunan Bonang dalam
menyebarkan agama Islam selalu menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat Jawa
yang sangat menggemari wayang serta musik gamelan.”(Hal. 56)
Bab keempat, materi Tradisi Islam Nusantara. Pada subbab B poin 1, diterangkan
bahwa “Pada masa itu, setiap akan diadakan pentas atau pagelaran wayang, terlebih dahulu
Sunan Kalijaga memberikan wejangan atau nasihat keislaman. Kemudian, mereka diajak
mengucapkan dua kalimah syahadat.”(Hal. 78) Pada poin 2, diterangkan bahwa “Lagu-lagu
yang berasal dari zikir dan salawat itu biasanya disajikan dalam acara-acara perayaan, seperti
Maulid Nabi, Isra’ Mikraj, atau pernikahan.”(Hal. 79) Pada poin 3, diterangkan bahwa “Hadrah
biasanya dipentaskan dalam acara syukuran atas kelahiran anak, khitanan, pernikahan, atau
hal-hal yang berkaitan dengan keislaman.”(Hal. 79) Pada poin 4, diterangkan bahwa
“Masyarakat yang akan melihat perayaan sekaten tidak dipungut biaya sedikit pun. Mereka
hanya diminta supaya mengucapkan dua kalimah syahadat sebelum masuk ke arena sekaten
(alun-alun kerajaan).”(Hal.80) Pada poin 5, diterangkan bahwa “Anak yang baru lahir, jika laki-
laki segera diazankan, sedangkan bayi perempuan diiqomahkan.”(Hal.80). Pada poin 6,
diterangkan bahwa “Masyarakat minang mempunyai adat kebiasaan dalam rangka
mengantarkan anak laki-lakinya menuju masa kedewasaan. Misalnya, upacara khitanan.”(Hal.
81).
8. Politik
a. Kelas VII
Bab pertama, materi Sejarah Kebudayaan Islam. Pada subbab B, diterangkan bahwa
“Kebudayaan Islam mencapai puncak perkembangan pada abad ke-5 Hijriah atau abad
pertengahan Masehi. Setiap mencapai puncak kebudayaan itu juga mulai memasuki masa
kemunduran. Adapun kemunduran kebudayaan Islam salah satunya disebabkan oleh faktor
politik. Terpecahbelahnya kesatuan kaum muslimin mengakibatkan kelemahan politik. Disaat
yang sama, orang-orang Eropa yang beragama Kristen mulai menguat kedudukannya hingga
akhirnya terjadi Perang Salib.”(Hal, 5) Pada subbab C, diterangkan bahwa “Unsur yang
menjadi bentuk kebudayaan Islam adalah sistem politik, sistem kemasyarakatan, dan ilmu
pengetahuan.”(Hal. 6)
Bab keempat, materi Khulafaur Rasyidin. Pada subbab A poin 2, diterangkan bahwa
“Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, kepiawaian beliau di bidang politik diawali ketika
berhasil menyatukan kaum Muhajirin dan Ansar pada saat pemilihan khalifah yang
pertama.”(Hal. 49) Pada poin 4, diterangkan bahwa “Pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Talib,
menginginkan sebuah pemerintahan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, beliau kemudian
mengganti pejabat-pejabat yang kurang cakap dalam bekerja.”(Hal. 54).
Bab kelima, materi Dinasti Umayyah. Pada subbab A, diterangkan bahwa “Peristiwa
penyerahan kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan terjadi pada
tahun 661 M. Sejak saat itu, secara resmi pemerintahan Islam dipegang oleh Mu’awiyah bin
Abu Sufyan. Ia kemudian memindahkan pusat kekuasaan dari Madinah ke Damaskus
(Suriah).”(Hal. 66). Pada subbab B, diterangkan bahwa “Pada masa Dinasti Umayyah,
dibentuk lima lembaga pemerintahan dan dewan sekretaris negara (Diwanul-Kitabah). Dinasti
ini menganut politik ekspansionis, yaitu kebijakan untuk memperluas wilayah kekuasaan.”(Hal.
67-68).
b. Kelas VIII
Bab pertama, materi Dinasti Abbasiyah. Pada subbab A, diterangkan bahwa “Di
samping mengkhianati isi perjanjian Amul-Jama’ah, penunjukan khalifah juga berlawanan
dengan prinsip senioritas dalam pemilihan pimpinan di kalangan bangsa Arab. Hal itu tentu
saja membuat keadaan dalam istana serta pemerintahan menjadi tidak stabil serta
mengancam kelangsungan Dinasti Umayyah. Keadaan itu membuat administrasi
pemerintahan terlalaikan. Hal itu juga mendorong para pejabatnya melakukan korupsi dan
mementingkan diri sendiri.”(Hal. 5)
Bab kedua, materi Kebudayaan Pada Masa Dinasti Abbasiyah. Pada subbab C,
diterangkan bahwa “Perkembangan politik dan militer Dinasti Abbasiyah terbagi ke dalam lima
periode. Dalam setiap periode terjadi perubahan pemegang kekuasaan, sistem pemerintahan,
dan kebijakan militer.”(Hal. 19)
c. Kelas IX
Bab pertama, materi Masuknya Islam ke Indonesia. Pada subbab A, diterangkan
bahwa “Di Indonesia terdapat dua kelompok besar masyarakat penerima Islam, yaitu
golongan elite (para raja, bangsawan, dan penguasa) sebagai penguasa politik dan golongan
wong cilik (golongan lapisan bawah).”(Hal. 47) Kemudian pada subbab B, diterangkan bahwa
“Masuknya Islam di Indonesia pada umumnya berjalan damai. Akan tetapi, adakalanya
penyebaran harus diwarnai dengan cara-cara penaklukan. Hal itu terjadi jika situasi politik di
kerajaan-kerajaan itu mengalami kekacauan akibat perebutan kekuasaan.”(Hal. 48)
Bab kedua, materi Kerajaan Islam di Indonesia. Pada bab ini (subbab A-H),
diterangkan bahwa “Seiring berjalannya waktu, pemeluk Islam di Indonesia makin bertambah.
Rangkuman
Dari pemetaan tentang Unsur-unsur Kebudayaan menurut E.B. Taylor yang dipergunakan
dalam menemukan unsur unsur Kebudayaan dalam Buku Tonggak Sejarah Kebudayaan
Islam untuk Madrasah Tsanawiyah karya Darsono, T. Ibrahim, maka dapat diketemukan
unsur-unsur Kebudayaan dengan prosentase kajian yang menunjukkan unsur Kebudayaan
mana yang mendapatkajian paling banyak sampai yang paling sedikit, yaitu Moral 21 %,
Kepercayaan 19 %, Upaya dan Kebiasaan 19 %, Politik, 14 %, Kesenian 8 %, Hukum 7 % ,
Adat Istiadat 7 % dan Ilmu Pengethuan 4%. Jika ditabulasikan akan tampak sebagai berikut.
Ilmu
Presentase Pengetahua
n
6%
Politik
14%
Kepercayaan
Upaya dan 19%
Kebiasaan
19%
Kesenian
Hukum Moral 8%
7% 21%
Adat-istiadat
6%
Tugas
Lakukan analisis terhadap Buku Sejarah Kebudayaan Islam Kurikulum Madrasah 2013
sesuai jenjang tempat mengajar dengan mempergunakan teori E. B. Taylor.
Tes Formatif
1. Deskripsikan Unsur-unsur Kebudayaan Menurut E.B. Tailor
2. Bagimana cara Menemukenali Unsur Kebudayaan Dalam Buku Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di Madrasah.
Uraian Materi
A. Kritik Terhadap Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Salah satu kritik terhadap Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah
adalah stigma menghafal. Belajar SKI berarti harus menghafal materi-materi Sejarah
Kebudayaan Islam. Rumusan SKI dalam kurikulum 1973, 1976, 1994, misalnya memang
berorientasi materi. Bahkan dalam Kurikulum 2004 dan 2006 meskipun berorientasi
kompetensi, tetpai nilai afeksinya sangat sedikit. Kritik ini beralasan karena secara prakteknya,
SKI sering diajarkan hanya bersifat informatif saja atau hafalan. Meskipun secara normatif,
Sejarah Kebudayaan Islam di madrasah bertujuan menumbuh kembangkan kemampuan
peserta didik dalam memahami peristiwa sejarah dan produk peradaban Islam, menghargai
para tokoh perilaku sejarah dan pencipta peradaban itu yang membawa kemajuan dan
kejayaan Islam, sehingga tertanam nilai-nilai kepahlawanan, kepeloporan dan kreativitas(PMA
2 Tahun 2008).
Kondisi ini terjadi sebagai akibat dari diterapkannya pendekatan sentralisasi atau
model administratif dalam pengembangan kurikulum Tahun 1994. Model administratif adalah
model pengembangan kurikulum yang inisiatif, pelaksanannya ditentukan dan dilakukan oleh
pemerintah pusat. Kurikulum yang telah jadi disebarluaskan ke satuan pendidikan untuk
dilaksanakan. Guru pada satuan pendidikan tinggal menjalankan apa yang sudah tertuang
dalam kurikulum. Ini berbeda dengan model akar rumput atau model desentralisasi yaitu
model pengembangan kurikulum yang inisiatif dan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan
pendidikan dan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum. Upaya ini pada awalnya dilakukan
hanya pada cakupan terbatas baik area mata pelajaran maupun wilayah
pemberlakuannya.(Nana Syaodih Sukmadinata, 2006). Seiring dengan perkembangan waktu,
muncullah pendekatan dekonsentrasi, yaitu campuran antara sentralistik dan desentralistik
atau dalam istilah lain mengunakan pendekatan campuran model administratif dan model akar
rumput (grass root). (Dirjen PMPTK, 2008). Satu wujud dekonsentrasi kurikulum berbasis
kompetensi sejak tahun 2004 adalah munculnya Standar isi. Standar Isi menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 JO. 32/2013 tentang Standar Nasional Pendidikan adalah
“Ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang
kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.(PP. No. 19/1995 jo. 32/2003).
Secara riil Standar isi mencakup Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai
pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar adalah
sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu
sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.(Permendikns
41/2007, Permendikbud, 22/2016) Sedang bahasa kurikulum 2013 ditandai dengan
Kompetensi Inti dan Kompetensi dasar.( Keputusan Dirjen Diktis No. 2676 /2013 tentang SKL
dan SI PAI dan bahasa Arab di madrasah).
Meski begitu, secara eksplisit, dalam rasional kurikulum 2004 dan 2006 dikatakan, “…
Kenyataannya, setelah ditelusuri, pendidikan SKI menghadapi beberapa kendala, antara lain;
waktu yang disediakan terbatas sedang materi begitu padat dan memang penting, yakni
menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan kepribadian yang berbeda
jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya. Kelemahan lain, materi SKI, lebih
terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap
(afektif). Dalam implementasinya juga lebih didominasi pencapaian kemampuan kognitif;
kurang mengakomodasikan kebutuhan afektif. Kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan
guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan
nilai-nilai SKI dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam
pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana
pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua peserta didik.( Standar
Kompetensi Kurikulum Madrasah 2004).
Kelemahan yang ditampakkan oleh Kurikulum 1994 itu, terulang kembali pada
kurikulum 2004. Meskipun ruang lingkup kurikulum 2004 dan 2006 sangat dibatasi, akan tetapi
rumusan Kompetensi Dasar dan Indikator sangat minimalis nuansa Afeksinya. Kondisi itu
terlihat pada contoh berikut.
Tabel I Kompetendi Dasar dan Indikator Kurikulum SKI Kelas IX Madrasah Tsanawiyah
KD Indikator
Menganalisis • Mengidentifikasi kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan
kemajuan -kemajuan • Menjelaskan perkembangan ilmu filsafat, astronomi, kedokteran
Dinasti Abbasiyah di • Menjelaskan peran baitul hikmah dalam transformasi ilmu
bidang ilmu penegtahuan
pengetahuan • Mengungkapkan tokoh-tokoh dan hasil karyanya yang berperan
dalam pengetahuan
• Menjelaskan dampak kemajuan bidang ilmu pengetahuan bagi
perkembangan umat Islam.
Menganalisis • Mengidentifikasi kemajuan-kemajuan di bidang pendidikan
kemajuan-kemajuan Dinasti Al Ayyubiyah
Dinasti Al Ayyubiyah • Menjelaskan peran Al Azhar sebagai pusat perkembangan ilmu-
ilmu keislaman
• Meneladani Keperwiraan Shalahudin Al Ayyubi
Dari sejumlah Indikator yang terumuskan hanya ada satu yang mencerminkan nuansa
afeksi, yaitu Meneladani Keperwiraan Shalahuddin Al Ayyubi. Selebihnya bernuansa kognitif.
Dari permasalahan tersebut, maka muncul pertanyaan Bagaimana Standar Isi SKI
dalam kurikulum madrasah ? Apa saja Nilai yang terkandung dalam Pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam?
(way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan
pembiasaan. Dari sini dapat dikatakan bahwa Tidak ada perubahan signifikan antara
kurikulum 2004 dan kurikulum 2006 dari segi Standar isi. Karena Kurikulum 2006 yang dikenal
sebagai KTSP merupakan penyempurna kurikulum 2004 (KBK)
Jika dirunut, dalam kurikulum 2006 diketemukan sejumlah fungsi mata pelajaran
Sejarah dan Kebudayaan Islam, yaitu; pertama, Pengenalan peristiwa-peristiwa penting dari
sejarah Islam, kedua, Pengenalan produk-produk perudaban Islam serta tokoh-tokoh
pelopornya, ketiga, Pengembangan rasa kebangsaan / penghargaan, terhadap
kepahlawanan, kepeloporan, semangat keilmuan dan kreativitas para tokoh pendahulu,
keempat, Penanaman nilai bagi tumbuh dan berkembangnya sikap kepahlawanan,
kepeloporan, keilmuan dan kreativitas, pengabdian serta peningkatan rasa cinta tanah air dan
bangsa.
Pada kurikulum 2004 dan 2006, Standar isi madrasah merujuk kepada Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional. Khusus kurikulum 2006 terlihat pada Permendiknas Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar isi dan permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang SKL yang
pemberlakuan keduanya didasarkan kepada permendiknas nomor 24 tahun 2004 yang
kemudian disempurnakan dengan permendiknas nomor 6 Tahun 2007.
Dalam perjalanannya, pada tahun 2008, Kementerian Agama merasa perlu untuk
“meningkatkan” Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah. Oleh sebab itu terbitlah Kurikulum 2008.
Asumsinya adalah bahwa bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan pasal 5 ayat (1) dan
(2), pasal 25 ayat (1) dan pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan telah dikeluarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, maka
Kementerian Agama memandang perlu melaksanakan pengembangan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk madrasah sebagaimana amanat
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006. Permendikbud 24 Tahun
2016. Oleh sebab itu, ia juga berorintasi dekonsentrasi.
Sesuai cirinya, maka Standar isi telah ditetapkan oleh Kementerian Agama dengan
munculnya Peraturan menteri Agama Nomor 2 tahun 2008 tentang Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) mata pelajaran pendidikan Agama islam dan bahasa Aarab
di madrasah. Standar ini mewujud dalam Standar Kompetensi dan Kometensi dasar. Ia berisi
sejumlah rumusan kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik.
Secara eksplisit Kurikulum 2008 dan 2013 merumuskannya sebagai berikut.
Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah terdiri atas empat mata pelajaran, yaitu :
Al-Qur'an-Hadis,Akidah-Akhlak, Fikih, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Masing-masing mata
pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait, isi mengisi dan melengkapi. al-Qur'an-hadis
merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam arti ia merupakan sumber akidah-akhlak,
syari’ah/fikih (ibadah, muamalah), sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut. Akidah
(usuluddin) atau keimanan merupakan akar atau pokok agama. Syariah/fikih (ibadah,
muamalah) dan akhlak bertitik tolak dari akidah, yakni sebagai manifestasi dan konsekuensi
dari akidah (keimanan dan keyakinan hidup). Syari’ah/fikih merupakan sistem norma (aturan)
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan makhluk
lainnya. Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti
bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (ibadah dalam arti
khas) dan hubungan manusia dengan manusia dan lainnya (muamalah) itu menjadi sikap
hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya (politik,
ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan/seni, iptek, olahraga/kesehatan, dan
lain-lain) yang dilandasi oleh akidah yang kokoh. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan
perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam usaha bersyariah
(beribadah dan bermuamalah) dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem
kehidupannya yang dilandasi oleh akidah. (PMA 2/2003 dan PMA 165/2014)
Dari kerangka itu, maka Sejarah Kebudayaan Islam di madrasah merupakan salah
satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan
kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa
lampau, mulai dari perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan
Khulafaurrasyidin, Bani ummayah, Abbasiyah, Ayyubiyah sampai perkembangan Islam di
Indonesia. Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam memiliki kontribusi
dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati
sejarah kebudayaan Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk
melatih kecerdasan membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik.( (PMA 2/2003)
Implikasi dari idealitas itu, mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut.
a. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran,
nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah dalam rangka
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
b. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang
merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.
c. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan
didasarkan pada pendekatan ilmiah.
d. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah
Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.
e. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-
pengetahuan dan seni, sehingga peserta didik mampu mencontoh tentang kegigihan cara
menuntut ilmu dan mengembangkannya sehingga bermanfaat bagi umat.(KBK,2004)
Sementara dalam Kurikulum 2008 dikatakan bahwa Aspek sejarah kebudayaan Islam
menekankan pada kemampuan mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam),
meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya,
politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan
peradaban Islam. Catatan kaki.
Implementasi Rumusan Karakterisitik SKI tersebut terlihat dalam rumusan Standar Isi
sebagaimana rumusan-rumusan berikut.
Pada kurikulum 2008 diketemukan Kompetensi Dasar afeksi berikut.(PMA 2/2008)
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami sejarah 3.1 Mendeskripsikan sejarah Nabi Muhammad SAW dalam
Nabi Muhammad membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan
SAW periode perdagangan
Madinah 3.2 Mengambil ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW dalam
membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan
perdagangan untuk masa kini dan yang akan datang
3.3 Meneladani semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di
Madinah
Upaya sangat nyata untuk meneguhkan nuansa afektif dalam Sejarah Kebudayaan
Islam terlihat dalam Kurikulum 2013. Dalam Standar Isi SKI Kurikulum 2013 dapat dilihat KI-1
dan KI-2 yang merupakan rumusan eksplisit nilai afektif. KI-1 sebagai nilai spiritual sedang
KI-2 sebagai nilai sosial. Berikut contoh rumusan KI-1 dan KI-2.( SK Dirjen Pendis No. 2767 /
2013 )
1. Menghargai dan 1.1.Meyakini misi dakwah Nabi Muhammad Saw. sebagai
menghayati ajaran rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian,
agama yang dianutnya kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat
1.2.Meyakini kebenaran risalah Nabi Muhammad Saw
1.3.Meyakini kebenaran risalah Nabi Muhammad Saw di
Madinah
1.4.Menghayati pola dakwah Nabi Muhammad Saw di Mekkah
dan Madinah
2. Menghargai dan 2.1.Merespon keteladanan perjuangan Nabi dan para sahabat
menghayati perilaku dalam menghadapi masyarakat Mekah
jujur, disiplin, 2.2.Merespon keteladanan perjuangan Nabi dan para sahabat
tanggung jawab, dalam menghadapi masyarakat Madinah
peduli (toleransi, 2.3.Menghargai nilai-nilai dari misi Nabi Muhammad Saw. dalam
gotong royong), membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan
santun, percaya diri perdagangan untuk masa kini dan yang akan datang
dalam berinteraksi 2.4.Menghargai nilai-nilai dari misi Nabi Muhammad Saw.
secara efektif sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian,
dengan lingkungan kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat
sosial dan alam
dalam jangkauan
pergaulan dan
keberadaannya
siswa. Bukan hanya ikut/datang tetapi mereaksi sebuah stimulus. Sebagai contoh
sukarela membaca buku tanpa ditugaskan guru.
e. Melalui Valuing (penilaian/penghargaan), yaitu melalui memberikan penilaian pada suatu
kegiatan/obyek, ketika tidak mengerjakan akan membawa kerugian. Sehingga peserta
didik tidak hanya menerima konsep yang diajarkan tetapi telah melakukan penilaian
terhadap konsep.
f. Melalui Organizing (pengaturan), yaitu melalui pengaturan pertemuan perbedaan nilai
sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang membawa kepada perbaikan.
g. Melalui Characterization (pemeranan), yaitu melalui keterpaduan semua nilai yang
mempengaruhi atau mengontrol pola kepribadian dan tingkah lakunya sehingga memiliki
falsafat hidup yang mapan.
h. Melalui Pembinaan sikap mental (mental attitude) yang mantap dan matang.
i. Melalui sikap, yaitu wujud keberanian memilih secara sadar dan mempertahankannya
melalui argumentasi dan tanggungjawab.(Nana Sujana, 1992)
Oleh sebab itu, Jika dilihat lebih jauh, implementasi pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam tidak lepas dari pemahaman atas Sejarah Kebudayaan Islam sebagai
entitas yang di dalamnya terkandung nilai-nilai universal humanistik. Dan nilai-nilai humanistik
itu sangat mungkin beranjak dari nilai-nilai transenden sebagaimana diketemukan pada
wahyu.
Penemuan Nilai dalam SKI dapat dilacak keberadaannya dengan mempertanyakan
dulu tentang Nilai Islam kemudian Nilai Sejarah Kebudayaan Islam dan baru kepada Nilai
Pendidikan Sejarah Kebudayaan Islam. Pencarian nilai Islam merujuk kepada nilai-nilai yang
ada pada Islam sebagai agama. Nilai dimaksud adalah 3 (tiga) pilar Islam sebagaimana
diwartakan Nabi dalam Hadits yang fenomenal dan sering diletakkan pada bagian awal kitab-
kitab Hadits, (Musthafa al-Bugha dan Muhyiddin Mitsu, 1993) yaitu Trilogi Iman, Islam dan
Ihsan yang dalam bahasa lain adalah Aqidah, Syariah dan Akhlaq.
Jika Islam dipahami dalam peradaban hidup manusia, ia menjadi dasar moral dalam
pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia itu. Islam menjadi pendorong dan
penguat kebudayaan dan peradaban manusia. Oleh sebab itu, wahyu yang diturunkan Allah
kepada Nabi Muhammad dan Nabi-nabi sebelumnya menjadi kerangka acuan bagi
kebudayaan manusia. (Dudung Abdurrahman, 2002)
Sedang Nilai Sejarah Kebudayaan Islam adalah Nilai-Nilai Universal dalam Islam yang
tersublimasi dalam Kebudayaan Islam historis. Yaitu nilai-nilai yang muncul sebagai akibat
peristiwa, kejadian dan perubahan yang terjadi pada masa lalu dalam sejarah Islam.
Karenanya, nilai-nilai Islam yang tiga itu menjadi landasan bagi kemunculan nilai Sejarah
Kebudayaan Islam.
Berangkat dari peristiwa yang terjadi masa Rasulullah, misalnya, muncullah sejumlah
nilai sebegai peletak dasar kebudayaan Islam. Saat nabi Muhammad memproklamirkan
Piagam Madinah (Munawar Khalil, 1980), didalamnya dapat diketemukan sejumlah nilai-nilai
Kebudayaan Islam. Nilai-nilai itu antara lain al-Ikha’ (persaudaraan), al-musawah
(persamaan), al-tasamuh (Toleransi), al-tasyawur (Musyawarah), al-ta’awun (tolong
menolong) dan al-‘adalah (keadilan)( Maman A. Malik Sya’roni, dkk, 2005).
Kelahiran Muhammad memunculkan nilai kehancuran jahiliyah, ajaran Muhammad
memunculkan nilai al-musawah, equity, kesetaraan, ajaran Muhammad memunculkan nilai
kebebasan nir penindasan, hijrahnya muhajirin ke madinah dan penerimaan yang baik oleh
Anshar memunculkan nilai taawun dan Ikha’. Nilai taawaun terlihat dari realitas bahwa kaum
muhajirin yang hijrah ke Madinah kurang memiliki harta untuk kehidupannya karena mereka
tinggalkan di Makkah. Dan untuk menjaga kebersamaan antara Muhajirin dan Anshar nabi lalu
mempersaudarakan antar mereka yang lazim disebut sebagai sistem Muakhkhah.(Akram
Dhiyauddin Umari, 1999)
Nilai-nilai Sejarah Kebudayaan Islam tersebut dapat diteruskan dalam pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam sehingga diketemukan nilai-nilai Material, Formal, Fungsional dan
Substansial. (Zakiyah Darajat, 1985)
a. Nilai Material, yaitu nilai yang melekat pada substansi materi pelajaran, instructional
material, al-maddah. Dalam kurikulum 2004, materi pelajaran telah ditentukan oleh
pemerintah. Dalam Kurikulum 2006, 2008 harus dicari oleh guru melalui rumusan SK dan
KD serta indikator. Sedang pada kurikulum 2013 sudah dirumuskan oleh pemerintah
melalui buku pelajaran yang sudah dipersiapkan oleh pemerintah yang dikenal materi
pokok dan materi pembelajran. Materi pokok adalah materi yang asal kemunculannya
berasal dari KD pada KI-3 sebagai ranah kognitif. Ia merupakan materi atau substansi
yang harus difahami oleh siswa. Sebagai contoh, jika diketemukan rumusan KD
“Memahami Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah di Mekkah”, maka dapat diperoleh
materi pokok, “Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah di Mekah”. Dari materi
“Substansi dan Startegi Dakwah Rasulullah di Mekah” akan memunculkan sejumlah materi
pembelajaran seperti “strategi, substansi, reaksi komunitas Quraisy atas strategi dakwah
Rasulullah, Perjanjian Hudaibiyah antara Komunitas Muslim dengan Komunitas Non
Muslim”. Dengan demikian maka materi materialnya adalah materi pembelajaran itu.
Materi apa yang akan dipelajari oleh siswa yang dapat dirujuk pada buku teks, buku siswa
dalam bahasa Kurikulum 2013, buku pelajaran dan sebagainya.
Dari sini dapat diketahui, bahwa nilai material adalah materi pembelajaran dalam
aktualitasnya dalam buku teks, belum terimplementasi dalam pembelajaran. Sebagai
contoh dikutipkan nilai material dalam SKI sebagai berikut.
Materi ini masih berwujud rumusan-rumusan tertulis yang disiapkan oleh guru baik
dirumuskan sendiri berdasar indikator yang disusunnya atau secara langsung mengutip
teks yang sudah tertulis dalam buku pelajaran seoperti contoh teks diatas. Oleh sebab itu,
teks di atas menjadi tidak berfungsi ketika siswa tidak membacanya. Atau guru tidak
mempergunakannya dalam pembelajaran di kelas.
b. Nilai Formal, yaitu pemahaman siswa atas materi yang dipelajari. Nilai formal adalah nilai
yang muncul sebagai akibat pemahaman siswa atas materi pembelajaran sebagai nilai
material yang dipergunakan dalam pembelajaran. Dengan meminjam langkah pendekatan
saintifik dalam kurikulum 2013, maka saat materi pelajaran di baca oleh siswa, dijelaskan
oleh guru dan siswa menyimaknya, maka saat itu pula muncul kondisi faham tidaknya
siswa atas materi yang dibaca, ditelaah, disimak oleh siswa. Jika kemudian siswa
menemukan pemahaman atas materi yang dipelajarinya itu sehingga mendapatkan
kesimpulan, maka saat itu pula ia menemukan nilai formal.
Dalam implementasinya, ketika siswa sudah memepelajari materi pembelajaran,
maka dalam diri siswa muncul pemahaman. Sebagai contoh, sebuah kesimpulan atas teks
tersebut bahwa, pertama,”ternyata awalnya orang arab beragama hanif, tetapi karena
perilaku pemeluknya yang kurang bertanggungjawab maka mereka jatuh dalam
penyembahan berhala”. Kedua, “Kondisi geografis mempengaruhi cara hidup
masyarakatnya”. Patut dicatat bahwa pada level nilai formal ini, jika dilihat dalam perspektif
taksonomi bloom, maka siswa masih dalam ranah kognitif, meskipun sudah masuk wilayah
level C2 atau level pemahaman.
Nilai formal dapat diketemukan padannnya dalam kurikulum 2013 dengan melihat
pada KI- 3 kognitif seperti berikut.(SK. Dirjen Pendis No. 2767, 2013)
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
Memahami, menerapkan, 3.1. Memahami kondisi Masyarakat Mekah sebelum
menganalisis pengetahuan Islam
faktual, konseptual, 3.2. Memahami substansi dan strategi dakwah
prosedural berdasarkan rasa Rasulullah Saw. periode Mekah
ingintahunya tentang ilmu 3.3. Menganalisis faktor-faktor penyebab
pengetahuan, tehnologi, hijrahRasulullah Saw.
seni, budaya, dan 3.4. Memahami kondisi Masyarakat Medinah
humaniora dengan sebelumIslam
wawasan kemanusiaan, 3.5. Memahami subtansi dan strategi dakwah
kebangsaan, kenegaraan, Rasulullah Saw. periode Madinah
dan peradaban terkait 3.6. Memahami sifat/kepribadian dan peran para
penyebab fenomena dan sahabat as-sabiqunal awwalun
kejadian, serta menerapkan 3.7. Mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilanFathu
pengetahuan prosedural Makkah tahun 9 hijriyah
pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah
c. Nilai Fungsional : Nilai fungsional adalah nilai yang menunjukkan kepada berfungsinya
materi pelajaran yang telah difahami (nilai formal) dalam kehidupan sehari-hari. Jika
peserta didik memiliki pemahaman terhadap materi (nilai formal) bahwa suatu agama
menjadi jatuh dalam kehancuran karena perilaku pemeluknya, maka dalam diri siswa akan
tertanam bahwa sebagai pemeluk agama ia akan berusaha untuk tidak berperilaku yang
mampu menghancurkan agama yang dipeluknya. Jadi, ketika siswa paham nilai formal
tentang “kehancuran agama hanif sebelum kehadiran Islam karena perilaku pemeluknya”,
maka ketika ia memahami bahwa “Barang siapa yang menegakkan shalat berarti
menegakkkan agama, dan sebaliknya yang meninggalkan shalat berarti merubuhkan
agama”, peserta didik akan senantiasa menjalankan shalat agar agamanya tetap tegak.
Saat itulah nilai fungsional akan diperoleh oleh siswa dan mensublim dalam dirinya.
d. Nilai Substansial/ Esensial, yaitu nilai yang berhubungan dengan kehidupan post
duniawi. Ia bersifat ukhrawi. Artinya bahwa nilai fungsional yang sudah tertanam dalam
diri siswa dan di implementasikan dalam keseharian pada gilirannya mampu
menghantarkan dirinya dalam kehidupan akhirat. Itu artinya bahwa nilai material yang
didesain guru, kemudian dipelajari siswa sehingga menjadi nilai formal pada gilirannya
mampu memepengaruhi perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari karena ia sudah
menjadi nilai fungsional harus dipenuhi nilai-nilai yang berkesesuaian dengan kehidupan
akhir karena itulah nilai esensialnya. Oleh sebab itu, ia akan memiliki landasan agama
yang kuat.
Rangkuman
Sebagai sebuah mata pelajaran yang sering distigmakan sebagai mata pelajaran
hafalan, tidak memiliki nilai bagi kehidupan. Maka upaya mengeliminasi stigma tersebut dan
penelusuran atas nilai afeksi yang terkandung pada mata pelajaran sejarah Kebudayaan Islam
adalah sebuah keniscayaan. Sehingga, hasil penelusuran pada gilirannya mampu
memberikan kesadaran kepada pendidik dan peserta didik untuk senantiasa memiliki
pemahaman bahwa sejarah kebudayaan Islam bukan sekedar hafalan, tetapi lebih dari itu,
Sejarah Kebudayaan Islam adalah nilai yang mesti ditanamkan dan bukan sekedar dihafalkan
materinya.
Penelusuran nilai Sejarah Kebudayaan Islam harus dilakukan dengan menelusuri nilai
pada disiplin ilmu yang menaungi. Oleh sebab itu dapat dimulai dari penelusuran nilai-nilai
Islam dengan tiga pilarnya, yaitu aqidah, syariah dan akhlaq. Dari nilai-nilai islam tersebut
dapat ditelusuri nilai-nilai Sejarah Kebudayaan Islam, seperti al-ikha’, al-tasamuh, al-adalah.
Dari nilai-nilai itu diketemukanlah nilai-nilai Pembelajaran Sejarah kebudayaan Islam, yaitu
material, formal, fungsional dan esensial. Oleh karenanya, memiliki nilai material dan faham
nilai formal menjadi lebih bermakna jika disertai nilai fungsional dan nilai esensial dalam
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Tugas
Kutiplah Satu Materi Pelajaran Kognitif, kemudian lakukan analisis untuk
mendapatkan 4 (empat) nilai-nilai Afeksi.
Tes Formatif
1. Lakukan analisis atas Kritik Terhadap Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
2. Deskripsikan Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikulum Madrasah
3. Temukenali Nilai-nilai dalam Pembelajaran Materi Sejarah Kebudayaan Islam
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Materi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada PMA No. 165 Tahun 2014.
Kurikulum 2013 Madrasah merupakan implemetasi dari Peraturan Menteri Agama RI
Nomer 165 Tahun 2014 tentang Pedoman Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Bahasa Arab. Dalam Peraturan Menteri Agama Nomer 165 Tahun 2014 dikatakan
bahwa Struktur kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab dalam
kurikulum Madrasah meliputi: 1) Al-Qur’an Hadis, 2) Akidah Akhlak, 3) Fikih, 4) Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI), dan 5) Bahasa Arab. Masing-masing mata pelajaran tersebut pada
dasarnya saling terkait dan melengkapi. (PMA 165 Tahun 2014).
permasalahan dalam berinteraksi 2.3 Memiliki semangat hijrah ke arah yang lebih baik
secara efektif dengan lingkungan sebagai implementasi dari hikmah memahami peristiwa
sosial dan alam serta dalam hijrah
menempatkan diri sebagai 2.4 Membiasakan hidup tolong menolong sebagai
cerminan bangsa dalam impelementasi dari memahami kondisi masyarakat
pergaulan dunia Madinah sebelum Islam
2.5 Membiasakan hidup rukun dan tolong menolong
sebagai implemantasi dari memahami hubungan kaum
Anshar dan Muhajirin di Madinah
2.6 Meneladani sifat mulia dari para sahabat sahabat
as-sabiqunal awwalun
2.7.Memiliki sikap tangguh dan semangat menegakkan
kebenaran sebagai implementasi dari pemahaman
peristiwa Fathu Makkah
3 Memahami, menerapkan, 3.1 Memahami kondisi Masyarakat Mekah sebelum
menganalisis pengetahuan Islam
faktual, konseptual, prosedural 3.2 Memahami substansi dan strategi dakwah
berdasarkan rasa ingintahunya Rasulullah saw. periode Mekah
tentang ilmu pengetahuan, 3.3 Menganalisis faktor-faktor penyebab hijrah
tehnologi, seni, budaya, dan Rasulullah saw.
humaniora dengan wawasan 3.4 Memahami kondisi Masyarakat Madinah sebelum
kemanusiaan, kebangsaan, Islam
kenegaraan, dan peradaban 3.5 Memahami subtansi dan strategi dakwah
terkait penyebab fenomena dan Rasulullah saw. periode Madinah
kejadian, serta menerapkan 3.6 Memahami sifat/kepribadian dan peran para
pengetahuan prosedural pada sahabat as-sabiqunal
bidang kajian yang spesifik sesuai awwalun
dengan bakat dan minatnya untuk 3.7 Mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan Fathu
memecahkan masalah Makkah tahun 9 Hijriyah
4. Mengolah, menalar, dan 4.1 Menceritakan kondisi masyarakat Mekah sebelum
menyaji dalam ranah konkret dan Islam 4.2 Menyajikan dalam peta konsep mengenai
ranah abstrak terkait dengan faktor-faktor keberhasilan dakwah Rasulullah saw.
pengembangan dari yang periode Mekah
dipelajarinya di sekolah secara 4.3 Memetakan faktor-faktor penyebab hijrahnya
mandiri, dan mampu Rasulullah saw.
menggunakan metode sesuai 4.4 Menceritakan kondisi masyarakat Madinah sebelum
kaidah keilmuan Islam
4.5 Mempresentasikan hubungan antara kaum Anshor
dan Muhajirin
4.6 Menceritakan sikap-sikap utama dari assabiqunal
awwalun
4.7. Membuat peta konsep mengenai kunci
keberhasilan Fathu Makkah
Kompetensi dasar di atas menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan Materi
Pokok dan Materi Pembelajaran yang terkait dengan Indikator Pencapaian Kompetensi dan
Nilai atau sikap.
a. Fakta
Fakta sejarah adalah sesuatu unsur yang dijabarkan secara langsung atau tidak
langsung dari dokumen-dokumen sejarah dan dianggap kredibel setelah pengujian yang
seksama sesuai hukum-hukum metode sejarah. Louis Gottschalk 1986),
Fakta dapat berupa nama obyek, tempat, nama orang, lambang, peristiwa peristiwa,
kejadian, perubahan masa lampau. Oleh sebab itu, fakta dapat dikatakan sebagai segala
sesuatu yang berwujud kenyataan dan kebenaran. Fakta, menurut pandangan Contextual
Teaching & Learning, adalah hubungan antara dua obyek; fakta tidak pernah berdiri atau
berada dengan sendirinya, ia mempunyai hubungan dengan fakta atau konsep lain. Fakta-
fakta sejarah meliputi nama-nama orang, peristiwa, tempat atau benda-benda bersejarah
lainnya. Contoh dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah peristiwa peristiwa
Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad, Hijrah Nabi Muhammad baik ke Habsyi sebanyak dua kali, Misi
ke Thaif, maupun Hijrah Nabi ke Madinah Al Munawwarah pada tahun 623 Masehi sebagai
momentum perubahan dan keberhasilan dakwah Nabi, kota Mekah, Madinah, perang Uhud,
dan sebagainya.
b. Konsep
Sejarah memang identik dengan kumpulan data dan fakta. Meski begitu, dalam mata
pelajaran sejarah materi pelajaran juga mengandung konsep. Konsep-konsep dimaksud harus
dikuasai oleh peserta didik karena menjadi indicator akan pemahaman peserta didik atas
materi pelajaran. Bahkan ia menduduki posisi penting untuk dapat menjelaskan unsure lain,
baik fakta, dalil maupun prosedur.
Konsep adalah segala sesuatu berupa pengertian-pengertian baru sebagai akibat dari
proses pemikiran. Konsep dapat bebrupa pengertian, definisi, hakikat, inti. Sebagai contoh,
jika fakta menunjukaan peristiwa hijrah, bagaimana prosesnya, siapa yang membantu Nabi
dan sebagainya, maka konsep hijrah berarti pengertian hijrah. Apa yang dimaksud hijrah baik
secara bahasa maupun istilah. Oleh sebab itu dapat dikatakan, hijrah adalah peristiwa
perpindahan Nabi dari Mekkah ke Madinah;
sahabat Nabi adalah teman Nabi, yaitu orang yang menyertai Nabi Muhammad dalam
suka dan duka yang ikut melakukan dakwah menyebarkan agama Islam, Anshar adalah
sahabat Nabi yang berasal dari Medinah yang memberikan pertolongan kepada Nabi saat
melakukan hijrah dari Mekkah; Khulafa’urrasyidin adalah para pemimpin umat Muslim setelah
Nabi Muhammad wafat yang mengikuti petunjuk-petunjuk Allah dan Nabi-Nya.
c. Prinsip
Komponen ini merupakan hal utama dari mata pelajaran yang berisi hal-hal utama,
pokok dan memiliki posisi terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, postulat, paradigma, te
ori serta hubungan antar-konsep yang menggambarkan implikasi sebab akibat. Dalam materi
Sejarah Kebudayaan Islam, terdapat banyak prinsip yang harus dikuasai oleh peserta didik.
Contoh, hijrah adalah perintah Allah kepada Nabi Muhammad untuk pindah dari Mekkah ke
Medinah. Latar belakang turunnya perintah ini adalah gangguan, siksaan dan perlakuan buruk
kepada orang-orang Muslim di Mekkah; untuk melanjutkan dakwah penyebaran agama Islam,
Nabi diperintahkan pindah ke Medinah.
d. Prosedur
Bagian struktur ini berupa langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam
mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem atau peristiwa. Prosedur juga
menyangkut materi yang berisi urutan atau jenjang, yang satu dilakukan setelah yang lainnya.
Untuk kasus mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam, prosedur bisa berupa kronologi atau
rentetan satu peristiwa. Contoh, dakwah Nabi Muhammad ketika masih di Mekkah, pertama,
secara rahasia mengajarkan ayat-ayat al-Qur’an di rumah Arqam dan kedua, terang-terangan
dengan membacakan ayat-ayat al-Qur’an di tempat umum seperti seputar Ka’bah. Contoh
lain, langkah-langkah kebijakan Umar ketika menjadi khalifah.
e. Sikap atau Nilai
Ini merupakan struktur materi afektif yang berisi aspek sikap dan nilai, misalnya nilai
kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar dan bekerja, dan
sebagainya. Materi ajar yang baik tidak hanya memuat aspek kognitf dan psikomotor saja,
sebagaimana tercermin dari empat struktur di atas, melainkan juga harus sarat dengan
muatan afektif. Apalagi untuk mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, guru dituntut untuk
menampilkan struktur afektif dari materi ini yang berupa nilai dan sikap. Contoh, nilai-nilai
kejujuran, kerjasama dan saling membantu bisa ditunjukkan melalui peristiwa terusirnya
orang-orang Yahudi dari tanah Medinah. Mereka terusir bukan karena perbedaan agamanya
dengan orang-orang Muslim melainkan disebabkan oleh hilangnya nilai kerjasama, saling
membantu dan kejujuran di tengah-tengah masyarakat Medinah.
Dalam Kurikulum 2013 Materi Nilai / Sikap tidak dibelajarkan, tetapi dicapai.
(Permendikbud, 22 2016).
Langkah pengembangan materi ditujukan untuk menentukan keluasan dan kedalaman
materi, sehingga dapat dijadikan acuan bagi guru dalam merancang pembelajaran, memberi
input kepada peserta didik mengenai pokok-pokok utama kelilmuan maupun mengembangkan
alat evaluasi. Materi yang tidak jelas batasannya akan membuat guru kebingungan
menentukan apa saja yang harus diberikan kepada peserta didik. Akhirnya pembelajaran,
menjadi tidak efektif karena materi yang diberikan terlalu sedikit atau terlalu banyak, bahkan
mungkin tidak esensial.
materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar
menunjang tercapainya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, serta tercapainya
Indikator.
Materi pembelajaran harus dipilih dan dirancang seoptimal mungkin untuk membantu
peserta didik dalam mencapai standar-standar yang ditentukan. Hal-hal yang pertu
diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan
dan perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran.
Sebagai upaya mengembangkan materi yang hendak dipelajari bersama antara
pendidik dan peserta didik, berikut ditawarkan model pengembangan materi. Pengembangan
materi perlu dilakukan sampai rinci agar batasan keluasan dan kedalaman materi menjadi
jelas. Deskripsi materi yang rinci selanjutnya dituliskan dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang berfungsi sebagai acuan proses dan isi pembelajaran yang operasional.
Semakin rinci deskripsi materi semakin mudah guru menjalankan proses pembelajaran,
karena memiliki rambu-rambu pembatas keluasan dan kedalaman isi pembelajaran. Secara
teoritik, KTSP merumuskannya dengan bahasa materi pelajaran harus sesuai dengan potensi
peserta didik, relevansi dengan karakteristik daerah, tingkat perkembangan fisik, intelektual,
emosional, sosial dan spritual peserta didik, kebermanfaatan bagi peserta didik, struktur
keilmuan, aktualitas, kedalaman dan keluasan materi pembelajaran, relevansi dengan
kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan alokasi waktu.( Dirjen Binbaga Islam,
2006.) Kronologis atau urutan waktu, kausal atau penyebab/pendahulu sesuatu, struktural,
logis dan psikologis: bagian kepada keseluruhan atau sebaliknya, kongkrit ke abstrak, spiral :
topik atau bahasan tertentu, syarat : shahih, kebermanfaatan, menarik minat, layak
dipelajari.(Nana Syaodih Sukmadinata, 2006)
Ada beberapa prinsip yang harus pegang oleh guru yang melakukan pengembangan
materi pembelajaran. Prinsip-prinsip antara lain kesesuaian (relevansi), keajegan (konsistensi)
dan kecukupan (adequacy).(M. Hanafi, 2009)
1. Relevansi
Adanya relevansi atau kesesuaian antara materi yang dikembangkan dengan Standar
Isi yang menyangkut Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jika kemampuan yang
diharapkan dikuasai peserta didik berupa pengenalan fakta, maka materi pembelajaran yang
diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang lain. Apa
yang harus dikembangkan dari SK-SD ini adalah fakta-fakta sejarah dan konsepkonsep
terkait. Materi ini tidak sampai mencakup prinsip, prosedur dan nilai. Ketiga struktur materi
terakhir ini akan dikembangkan melalui SK-SD berikutnya.
2. Konsistensi
Prinsip ini berarti keajegan. Artinya, adanya keajegan antara bahan ajar dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai
siswa ada empat macam, maka materi atau bahan ajar yang harus diajarkan juga harus
meliputi empat macam. Maka materi yang dikembangkan hanya menyangkut penjelasan yang
bisa berupa pemaparan atau deskripsi bentuk dan jenis adat-istiadat dan kepercayaan yang
dianut oleh masyarakat Arab pra-Islam.
3. Kecukupan
Prinsip ini berarti kecukupan. Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam
membantu peserta didik menguasai Kompetensi Dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh
terlalu sedikit dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka kurang membantu
tercapainya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak maka
akan mengakibatkan keterlambatan dalam pencapaian target kurikulum (pencapaian
keseluruhan SK dan KD). Maka materi yang dikembangkan adalah perumusan atau
pengambilan pelajaran untuk aspek afektif dari fakta-fakta sejarah yang diberikan
sebelumnya,
Jika mengikuti Kurikulum 2006 (KTSP) ada sejumlah langkah awal yang harus
dilakukan guru dalam mengidentifikasi Materi Pembelajaran, yaitu:
1. Relevansi materi pokok dengan SK dan KD;
2. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik;
3. Kebermanfaatan bagi peserta didik;
4. Struktur keilmuan;
5. Kedalaman dan keluasan materi;
6. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
7. Alokasi waktu.( Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006)
Akan tetapi langkah tersebut tidak seluruhnya bisa dipergunakan karena posisi
Standar yang berbeda. Pada Kurikulum 2006 Standar Kompetensi (SK) itu milik/ terhubung
dengan mata pelajaran. Akan tetapi pada Kurikulum 2013 Kompetensi Isi (KI) itu milik /
terhubung dengan kelas. Artinya Kompetensi Inti (KI) pada kelas tertentu berleku untuk salutuh
mata pelajaran pada kelas yang sama. Oleh sebab itu, dalam kurikulum 2013, langkah
pngembangan materi pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi hubungan antara KD dari KI 1,2,3 dan 4.
2. Melakukan Pemetaan berdasar hasil identifikasi Hubungan antar KD
3. Merumuskan Materi Pokok yang akn diajarkan berdasar Hasil Pemetaan dterutama
berkaitan dengan KD 3 (Pengetahuan) dan KD 4 (Ketrampilan)
4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi berdasar Kompetensi Dasar KI 1,2,3, dan
4.
5. Merumuskan Materi Pembelajaran ( Cakupan/ Uraian Materi Pokok).
6. Merumuskan Nilai / Sikap yang akan dicapai berdasar KD 1 (Ketuhanan ) dan KD 2 (Sikap
Sosial) Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru dan harus dipelajari
siswa hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang
tercapainya Kompetensi Dasar.
Berikut ini adalah langkah-langkah pemilihan materi atau bahan ajar Kurikulum 203
yang bisa ditempuh.
Pertama, Mengidentifikasi Hubungan antar Kompetensi Dasar
Pada Kurikulum 2013, Kompetensi Dasar sebuah mata pelajaran terdiri atas 4 (empat)
kompetensi, Yaitu Kompetensi sikap Ketuhanan, Kompetensi Sikap sosial, KOmpetensi
Pengetahuan dan Kompetensi Ketrampilan. Sebagaimana terpapar pada pada Tabel I di atas.
Indikator Pencapai Kompetensi atau Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat
diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang
menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan
dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Indikator Pencapaian Kompetensi dirumuskan
berdasarkan Kompetensi Dasar. Hasil Perumusan Indikator pencapaian Kompetensi tampak
pada table berikut.
TABEL IV RUMUSAN INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
1
Dalam Kurikulum 2013 sejumalh aturan tentang Standar Proses tidak ada yang menjelskan konsep
Indikator Pencapaian KOmpetensi, sehingga dipinjam dari Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar
Proses Kurikulum 2006.
dihubungkan dengan struktur materi ajar, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur. Materi
jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang,
peristiwa, nama bagian atau komponen suatu benda dan lain sebagainya. Materi konsep
berupa pengertian, definisi, hakikat, inti isi. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat
adagium, paradigma. Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu
secara urut, misalnya langkah-langkah membuat mind map atau time line. Sedang Ranah
psikomotor, jika kompetensi yang ditetapkan meliputi gerak anggota badan seperti berdiri,
rukuk, sujud, duduk bersimpuh, cara melafalkan kata atau kalimat dan membawakan doa atau
qasidah.
Dengan demikian, maka secara Substansi materi Pokok diperoleh terutama dari
Kompetensi Dasar Pengetahuan dan terkadang dari Kompetensi Ketrampilan jika ada
rumusan yang berbeda dengan Kompetensi Pengetahauan. Sedang Materi Pembelajaran
atau Mataeri Ajar diturunkan dari Indikator pencapaian kompetensi.
Stuktur materi ajar yang tergolong ke dalam ranah ini adalah prinsip, sikap dan nilai.
Apakah Kompetensi Dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa mengingat nama suatu
objek, simbol atau suatu peristiwa? Kalau jawabannya “ya” maka materi pembelajaran yang
harus diajarkan adalah “fakta”.
Secara praksis, bisa dilakukan dengan mengajukan pertenyaan sebagai berikut.
Apakah Kompetensi Dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa kemampuan
untuk menyatakan suatu definisi, menuliskan ciri khas sesuatu, mengklasifikasikan atau
mengelompokkan beberapa contoh objek sesuai dengan suatu definisi ? Kalau jawabannya
“ya” berarti materi yang harus diajarkan adalah “konsep”.
Apakah Kompetensi Dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa menjelaskan atau
melakukan langkah-tangkah atau prosedur secara urut atau membuat sesuatu? Bila “ya” maka
materi yang harus diajarkan adalah “prosedur”.
Apakah Kompetensi Dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa menentukan
hubungan antara beberapa konsep atau menerapkan hubungan antara berbagai macam
konsep? Bila jawabannya “ya”, berarti materi pembelajaran yang harus diajarkan termasuk
dalam kategori “prinsip”.
Apakah Kompetensi Dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa melakukan
perbuatan secara fisik Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan
adalah aspek “motorik”. Motorik dapat dipilah menjadi 2 (dua), yaitu apa yang dapat ia buat
(produk) dan apa yang dapat ia kerjakan/tampilkan (performa).
Apakah Kompetensi Dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa melakukan
perbuatan secara fisik? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus
diajarkan adalah aspek “motorik”. Motorik dapat dipilah menjadi 2 (dua), yaitu apa yang dapat
ia buat (produk) dan apa yang dapat ia kerjakan/tampilkan (performa).
Dan untuk mendapatkan rumusan Materi Pembelajaran tampak pada Tabel berikut.
TABEL V RUMUSAN MATERI PEMBELAJARAN
Keenam, Merumuskan Nilai / Sikap yang akan dicapai berdasar KD 1 (Ketuhanan) dan
KD 2 (Sikap Sosial)
Kompetensi Sikap / Nilai sering disebut sebagai Ranah afektif. Ranah afektif, jika
kompetensi yang ditetapkan meliputi pemberian respon, apresiasi, penilaian dan internalisasi.
Apakah Kompetensi Dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa memilih berbuat atau
tidak berbuat berdasar pertimbangan baik buruk, suka tidak suka, indah tidak indah? Jika
jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan berupa aspek “sikap” atau
“nilai”
Langkah Penentuan atau perumusan Nilai atau sikap sebagai hasil dari proses
pembelajaran materi dari Kompetensi Dasar Pengetahun dan Kompetensi Dasar Ketrampilan
adalah dengan cara mengidentifikasi nailai pada Komepetensdi Dasar Sikap Ketuhanan dan
Sikap Sosial. Dari kedua siksp tersebut akan diperoleh Sikap yang akan muncul sebegei
nurturen effect dari Pembelajaran Langsung (direct Learning) Kompetensi Dasar Pengethuan
dan Ketrampilan. Karena Sikap Ketuhan dan Sosialitu diperoleh dan bukan diajarkan makai a
disebut sebagai Pembelajaran tidaK langsung (Indirect Learning). Dan hasil identifikasi dari
Kompetensi Sikap tersebut akan tampak sebagai berikut.
TABEL V RUMUSAN MATERI SIKAP/NILAI
Rangkuman
Meskipun memiliki pendekatan yang sama, yaitu pendekatan dekonsentrasi, kurikulum
1994 memiliki basis yang berbeda dengan kurikulum 2008 dan 2013. Kurikuklum 1994
berbasis materi, sedang kurikulum 2008 dan 2013 berbasis kompetensi. Perbedaan ini
berimplikasi terhadap banyak hal. Salah satunya adalah pengembangan materi
permbelajaran. Jika pada kurikulum 1994 materi sudah tersusun oleh tim pengembang, maka
kurikulum 2008 dan 2013 mengharuskan guru melakukan pengembangan materi sendiri
dengar mendasarkan kepada kompetensi yang sudah terumuskan oleh pengembang
kurikulum pusat. Keharusan ini, sering menjadi problem tersendiri bagi guru. Bagi yang memiliki
kesiapan atas perkembangan kurikulum kapanpun, akan menunjukkan ekspresi kewajaran. Tetapi
bagi yang tidak siap akan perkembangan yang terjadi kemudian memunculkan ekspresi yang bersifat
pejoratif yang mencerminkan sikap ketidaksetujuan bahkan penolakan.
Oleh sebab itu, diperlukan upaya lebih sistematis untuk mengeleminir tingkat gap antara
wilayah idealitas sebagaimana terpapar dalam standar kompetensi maupun kompetensi dasar dengan
wilayah realitas sebagaimana ditunjukkan oleh para praktisi pendidikan. Salah satu upaya itu adalah
model pengembangan materi pembalajaran sebagaimana diurai dalam tulisan ini.
Tugas
Lakukanlah Pengembangan Materi Pembelelajaran Sejarah Kebudayaan Islam berdasarkan
Standar Isi Kurikulum 2013 secra lebih khusus pada KMA No. 165 Tahun 2014.
Tes Formatif
1. Deskripsikan Materi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada PMA No. 165
Tahun 2014.
2. Deskripsikan Pengembangan Materi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
TUGAS AKHIR
Dari keempat Kegiatan belajar dalam modul tugas akhir yang harus dilakukan adalah :
1. Bacalah dengan seksama PMA No. 165 Tahun 2014 dan ketemukan hal-hal berikut.
a. Posisi SKI dalam Struktur Kurikulum Madrasah 2013.
b. Berdasar Kompetensi Dasar dari KI 1,2,3, dan 4 Lakukan Pemetaan Sehingga
dapat diketemukan Materi Pembelajaran SKI sesuai jenjang Pendidikan
madrasah.
TES SUMATIF
1. Deskripsikan Pengakuan Kemunculan Madrasah pada awal kemerdekaan.
2. Deskripsikan posisi mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikukulum
Kurikulum 1973-1976
3. Deskripsikan posisi mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikukulum
Kurikulum 1984
4. Deskripsikan posisi Mendeskripsikan mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
dalam Kurikukulum Kurikulum 1994
5. Deskripsikan posisi mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikukulum
Kurikulum 2004
6. Deskripsikan posisi mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikukulum
Kurikulum 2006
7. Deskripsikan Unsur-unsur Kebudayaan Menurut E.B. Tailor
8. Bagimana cara Menemukenali Unsur Kebudayaan Dalam Buku Mata Pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah.
9. Lakukan analisis atas Kritik Terhadap Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
10. Deskripsikan Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikulum Madrasah
11. Temukenali Nilai-nilai dalam Pembelajaran Materi Sejarah Kebudayaan Islam
12. Deskripsikan Materi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada PMA No. 165
Tahun 2014.
13. Deskripsikan Pengembangan Materi Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
DAFTAR PUSTAKA
MODUL 2
PENDEKATAN-PENDEKATAN KAJIAN
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
Daftar Isi
PENDAHULUAN ................................................................................................................ iv
Rasional dan Deskripsi Singkat ............................................................................................ iv
Relevansi ................................................................................................................................... iv
Petunjuk Belajar ....................................................................................................................... iv
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan diadakannya Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk guru-guru Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI) adalah agar para guru SKI memiliki 4 kompetensi (profesional,
pedagogis, sosial, dan kepribadian) sehingga mereka mampu menjalankan tugas-tugas
pokoknya sebagai guru SKI secara profesional. Salah satu bentuk kompetensi profesional
yang harus dimiliki oleh seorang guru SKI adalah penguasaan terhadap materi pembelajaran
yang tercantum dalam Kompetensi SKI di madrasah sesuai dengan Keputusan Menteri
Agama RI Nomor 165 Tahun 2014 tentang Pedoman Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pen-
didikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Akan tetapi Penguasaan Materi harus disertai dengan
penguasaan atas Standar Isi dan Pengembangnya. Oleh sebab itu dalam Modul ini lebih
mengarah kepada Proses Pemahaman Dasar Pengembangan berdasar Standar pada PMA
165 Tahun 2014 dan pemahaman atas Pengantar Studi Sejarah. Sementara Pemahaman
Materi ada pada Modul 3-6.
Relevansi
Keeempat kegiatan belajar itu sangat relevan bagi pamahaman peserta program terhadap
materi Sejarah Kebudayaan Islam yang harus diabelajarkan secara metodologis.
Petunjuk Belajar
Dari 4 (empat) Kegiatan belajar itu memiliki penekanan yang berbeda tetapi saling
mengkait. Oleh sebab itu, cara mempelajarinya adalah bacalah konsep dasarnya,
kemudian dapat diterapkan dalam perencanaan dan pembelajaran Sejarah Ke-
budayaan Islam.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
Sejarah Kebudayaan Islam sebagai Unsur Pendidikan Agama Islam.
Sejarah Kebudayaan Islam sebagai mata pelajaran di satuan Pendidikan, merupakan ba-
gian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
dalam kurikulum Madrasah meliputi: 1) Al-Qur’an Hadis, 2) Akidah Akhlak, 3) Fikih, 4) Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI), dan 5) Bahasa Arab. Masing-masing mata pelajaran tersebut pada
dasarnya saling terkait dan melengkapi.
1. Al-Qur’an-Hadis merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam arti keduanya merupakan
sumber akidah-akhlak, syari’ah/fikih (ibadah,muamalah), sehingga kajiannya berada di se-
tiap unsur tersebut.
2. Akidah merupakan akar atau pokok agama. Syari’ah/fikih (ibadah, muamalah) dan akhlak
bertitik tolak dari akidah, yakni sebagai manifestasi dan konsekuensi dari keimanan dan
keyakinan hidup. Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia,
2 l Pendalaman Materi Sejarah Kebudayaan Islam
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt. dan hubungan manusia dengan
manusia lainnya. Hal itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam men-
jalankan sistem kehidupannya.
3. Fikih merupakan sistem atau seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah swt. (Hablum-Minallah), sesama manusia(Hablum-Minan-nas), dan dengan
makhluk lainnya (Hablum -Ma‘al-Ghairi).
4. Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) merupakan catatan perkembangan perjalanan hidup
manusia muslim dari masa ke masa dalam beribadah, bermuamalah dan berakhlak serta
dalam mengembangkan sistem kehidupan atau menyebarkan ajaran Islam yang dilandasi
oleh akidah.
5. Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar untuk memahami ajaran Islam. Dengan Bahasa
Arab, ajaran Islam dapat dipahami secara benar dan mendalam dari sumber utamanya,
yaitu Al-Qur’an dan Hadis serta literatur-literatur pendukungnya yang berbahasa Arab sep-
erti Kitab Tafsir dan Syarah Hadis.
Selain saling terkait, masing masing mata pelajaran sebagai unsur Pendidikan Agama Is-
lam (PAI) dan Bahasa Arab di Madrasah memiliki karakteristik sendiri sendiri sebagai berikut:
1. Al-Qur’an Hadis, menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, me-
mahami makna secara tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan kandungannya da-
lam kehidupan sehari-hari.
2. Akidah Akhlak menekankan pada kemampuan memahami keimanan dan keyakinan Islam
sehingga memiliki keyakinan yang kokoh dan mampu mempertahankan keya-
kinan/keimanannya serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-Asma’ al-Husna.
Akhlak menekankan pada pembiasaan untuk menerapkan dan menghiasi diri akhlak ter-
puji (mahmudah) dan menjauhi serta menghindari diri dari akhlak tercela (mazmumah)
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Fikih menekankan pada pemahaman yang benar mengenai ketentuan hukum dalam Islam
serta kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) menekankan pada kemampuan mengambil ibrah/hikmah
(pelajaran) dari sejarah Islam, meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya
dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain, untuk
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam pada masa kini dan masa yang akan
datang.
5. Bahasa Arab merupakan mata pelajaran bahasa yang diarahkan untuk mendorong,
membimbing, mengembangkan, dan membina kemampuan serta menumbuhkan sikap
positif terhasap Bahasa Arab, baik reseptif maupun produktif. Kemampuan reseptif yaitu
kemampuan untuk memahami pembicaraan orang lain dan memahami bacaan. Kemam-
puan produktif yaitu kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi baik
secara lisan maupun secara tertulis. Kemampuan berbahasa Arab serta sikap positif ter-
hadap bahasa Arab tersebut sangat penting dalam membantu memahami sumber ajaran
Isalam yaitu AlQur’an dan al-Hadis, serta kitab-kitab berbahasa Arab yang berkenaan
dengan Islam bagi peserta didik. Untuk itu, Bahasa Arab di Madrasah dipersiapkan untuk
pencapaian kompetensi dasar berbahasa, yang mencakup empat keterampilan berbahasa
yang diajarkan secara integral, yaitu menyimak (maharatu al- istima’), berbicara (maharatu
al-kalam), membaca (maharatu al-qira’ah), dan menulis (maharatu al-kitabah). (PMA
165/2014).
Dari keterkaitan dan karakteristik tersebut, maka secara spesifik Sejarah Kebudayaan Is-
lam (SKI) merupakan catatan perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke
masa dalam beribadah, bermuamalah dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem
kehidupan atau menyebarkan ajaran Islam yang dilandasi oleh akidah. Sejarah Kebudayaan
Islam di MTs merupakan salah satu matapelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkem-
bangan,peranan kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yangberprestasi dalam sejarah
Islam di masa lampau, mulai dariperkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muham-
madsaw dan Khulafaurrasyidin, Bani ummayah, Abbasiyah,Ayyubiyah sampai perkembangan
Islam di Indonesia. Secarasubstansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam memiliki-
kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didikuntuk mengenal, memahami,
menghayati sejarah kebudayaanIslam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang
dapatdigunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak,dan kepribadian peserta
didik.
3. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw.. ke Yatsrib, keperwiraan Nabi Muhammad saw.,
peristiwa Fathu Makkah, dan peristiwa akhir hayat Rasulullah Saw.
4. Peristiwa-peristiwa pada masa Khulafaurrasyidin.
5. Sejarah perjuangan Walisongo.
Ruang lingkupSejarah Kebudayan Islam di Madrasah Tsanawiyah meliputi:
1. Memahami sejarah Nabi Muhammad saw. periode Makkah.
2. Memahami sejarah Nabi Muhammad saw. periode Madinah.
3. Memahami peradaban Islam pada masa Khulafaurrasyidin.
4. Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani Umaiyah.
5. Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani Abbasiyah.
6. Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Al Ayyubiyah.
7. Memahami perkembangan Islam di Indonesia.
Ruang lingkup mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam di Madrasah Aliyah meliputi:
1. Dakwah Nabi Muhammad saw. pada periode Makkah dan periode Madinah.
2. Kepemimpinan umat setelah Rasulullah saw. wafat.
3. Perkembangan Islam periode klasik/zaman keemasan (pada tahun 650 M–1250 M).
4. Perkembangan Islam pada abad pertengahan/zaman kemunduran (1250 M–1800 M).e)
5. Perkembangan Islam pada masa modern/zaman kebangkitan (1800-sekarang).
6. Perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia.
Rangkuman
Tugas
Bukalah PMA 165 Tahun 2014, Bandingkan Posisi Sejarah Kebudayaan Islam dengan
mata pelajaran lain sebagai unsur PAI, kemudian diskusikan Bagaimana Posisi Strategis Se-
jarah Kebudayaan Islam terhadap mata pelajaran lainnya.
Tes Formatif
1. Lakukan analisis terhadap posisi SKI sebagai unsur PAI dalam Kurikulum madrasah
2013.
2. Bandingkan Ruang Lingkup Sejarah Kebudayaan pada jenjang pendiidkan berbeda.
3. Lakukan analisis terhadap manfaat memepelajari Sejarah Kebudayaan Islam
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
Kompetensi inti mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Kompetensi Inti Kompetensi Inti (KI) kurikulum adalah pengikat berbagai kompetensi dasar
yang harus dihasilkan dengan mempelajari tiap mata pelajaran serta berfungsi sebagai inte-
grator horisontal antar mata pelajaran. Sejalan dengan filosofi progresivisme dalam pendidi-
kan, Kompetensi Inti ibaratanak tangga yang harus ditapaki peserta didik untuk sampai pada
kompetensi lulusan jenjang Madrasah Ibtidaiyah sampai pada jenjang Madrasah Aliyah. Kom-
petensi Inti (KI) meningkat seiring dengan meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan
dengan meningkatnya kelas. Melalui Kompetensi Inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi
dasar (KD) pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan Kompetensi Inti dalam buku ini
menggunakan notasi: 1) KI-1 untuk Kompetensi Inti sikap spiritual, 2) KI-2 untuk Kompetensi
Inti sikap sosial, 3) KI-3 untuk Kompetensi Inti pengetahuan (pemahaman konsep), 4) KI-4
untuk kompetensi inti keterampilan. Urutan tersebut mengacu pada urutan yang disebutkan
dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan
bahwa kompetensi terdiri dari kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Selanjutnya
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah dirumuskan untuk jenjang satuan pendidikan
Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), dan Mad-
rasah Aliyah Kejuruan (MAK) dipergunakan untuk merumuskan Kompetensi Dasar (KD). Inti.
Oleh sebab itu, Kompetensi Inti Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam kuriku-
lum 2013 adalah sama dengan Kompetensi Inti mata pelajaran lain dalam satu kelas. Kompe-
tensi inti kelas X Aliyah, misalnya. Adalah sama untuk semua mata pelajaran yang ada dalam
struktur kutikulum. Akan tetapi untuk kelas yang berbeda maka Kompetensi intinya berbeda
meskipun mata pelajarannya sama.
Konsep Kurikulum Inti muncul pada Kurikulum 2013. Oleh sebab itu harus dibandingkan
dengan Konsep Standar Kompetensi (SK) dalam Kurikulum 2006. Mari dibuka rumusan Kom-
petensi Inti dalam Kurikulum Madrasah pada KMA No. 165 Tahun 2014.
yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut
dikembangkan dengan memperhati-kan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta
ciri dari suatu mata pelajaran, mengingat standar kompetensi lulusan harus dicapai pada akhir
jenjang. Sebagai usaha untuk memudahkan operasional perumusan kompetensi dasar, diper-
lukan tujuan antara yang menyatakan capaian kompetensi pada tiap akhir jenjang kelas pada
setiap jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA),
dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Capaian kompetensi pada tiap akhir jenjang kelas dari
Kelas I sampai VI, Kelas VII sampai dengan IX, Kelas X sampai dengan Kelas XII disebut
dengan Kompetensi Inti.
KompetensiDasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. RumusanKompetensi Da-
sardikembangkan dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik, kemampuan awal,
serta ciri dari suatu mata pelajaran. Kompetensi Dasar dibagi menjadi 4 kelompok sesuai
dengan pengelompokkan Kompetensi Inti sebagai berikut:
1. Kelompok 1. Kelompok Kompetensi Dasar sikap spiritual dalamrangka menjabarkan KI-1;
2. Kelompok 2. Kelompok Kompetensi Dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;
dan
3. Kelompok 3. Kelompok Kompetensi Dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3;
4. Kelompok 4. Kelompok Kompetensi Dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.
fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengem-
bangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan-kemampuan sebagai berikut.
1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran,
nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah saw. dalam rangka
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
2. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupa-
kan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.
3. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan
didasarkan pada pendekatan ilmiah.
4. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Is-
lam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.
5. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peri-
stiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan
fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengem-
bangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran,
nilai-nilai dan normanorma Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah saw. Dalam rangka
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
2. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupa-
kan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan,
3. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan
didasarkan pada pendekatan ilmiah.
4. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Is-
lam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.
5. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa peri-
stiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan
fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni dan lain-lain untuk mengem-
bangkan Kebudayaan dan peradaban Islam.
Rangkuman
Pemahaman atas perbedaan konsep Kurikulum Madrasah 2006 sebagaimana terangkum
pada KMA No. 2 Tahun 2008 dengan Kurikulum Madrasah 2013 sebagaimana terangkum
dalam KMA No. 165 Tahun 2014 merupakan keniscayaan. Karena kedua kurikulum madrasah
tersebut memiliki sejumlah perbedaan.
Pertama, Konsep Kompetensi Inti harus dibedakan dengan Konsep Standar Kompetensi.
Karena Kompetensi Inti berlaku untuk semua mata pelajaran pada kelas yang sama. Sedang
Standar Kompetensi antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain berbeda.
Kedua, Posisi Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2006 berbeda pada Kompetensi Dasar
pada Kurikulum 20`13. Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2006 berdiri sendiri sehingga dalam
permusan perencanaan pembelajaran hanya diketemukan 1 (Satu) Kompetensi Dasar dalam
satu RPP. Sedang dalam Kurikulum 2013 antara Kompetensi Dasar dari Kompetensi Inti yang
berbeda akan terhubung dengan Kompetensi Dasar dari Kompetensi Inti yang lain. Sehingga
dalam Perencanaan pembelajaran diketemukan lebih dari satu Kompetendi Dasar.
Ketiga, Tujuan Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dari satu jenjang satu dengan
yang lain memiliki perbedaan. Sehingga dari perbedaan itu akan diketemukan kesinambungan
dari satu jenjang ke jenjang berikutnya.
Tugas
Bukalah KMA No. 165 Tahun 2014 bacalah dari bagian Awal dan temukan perbedaan Konsep
dengan Kurikulum Madrasah 2006 sebagimana tercantum dalam KMA No. 2 Tahun 2008.
Tes Formatif
1. Lakukan analisis Perbedaan Kompetensi Inti pada jenjang yang berbeda.
2. Lakukan analisis Perbedaan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti yang berbeda (KI-
1, 2, 3 dan 4).
3. Lakukan analisis terhadap Perbedaan Tujuan Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
pada jenjang yang berbeda (MI, MTs dan MA)
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
Pengertian Sejarah
Ketika mendengar kata sejarah, apa yang ada dalam benak kita? Masa lalu? Manusia
purba? Benda-benda purbakala di museum? Buku harian? Prasasti? Memang segala sesuatu
mempunyai sejarah. Rumah yang kita tempati mempunyai sejarah. Kendaraan yang kita
gunakan mempunyai sejarah. Buku yang kita gunakan untuk belajar juga mempunyai sejarah.
Bahkan diri kita sendiri juga mempunyai sejarah. Sejarah kita adalah cerita hidup kita.
harus dibedakan dari setiap peristiwa alam yang dapat dijelaskan berdasarkan sebab-sebab
efisiennya dan dengan demikian hanya merupakan salah satu contoh dari suatu hukum. Da-
lam arti sempit ini, sejarah merupakan suatu peristiwa manusiawi yang mempunyai
akarnya dalam realisasi diri dengan kebebasan dan keputusan daya rohani.
Tentang makna sejarah sebagai cerita tentang masa lampau juga ada benarnya. Sebab,
sejarah biasanya didefinisikan sebagai suatu studi tentang masa lampau. Di sini, yang penting
bagi sejarawan adalah meyakinkan apa yang ditulisnya benar dan mereka tidak memberikan
opininya. Ada juga yang mengatakan bahwa sejarah merupakan studi tentang sebab dan aki-
bat. Bagi mereka, suatu peristiwa menjadi bermakna jika mereka mengetahui mengapa hal itu
terjadi. Kebanyakan orang berpikir bahwa kita akan mencari makna dalam sejarah. Jika tidak,
mempelajari sejarah berarti hanya mengingat fakta dan data.
penelitian tentang hal-hal yang unik dan secara khas hanya berlaku pada sesuatu, di situ
dan waktu itu. Hal ini terlihat dalam topik-topik sejarah yang bersifat tunggal dan sekali
terjadi. Misalnya, Revolusi Perancis, Revolusi Indonesia, Perjuangan Sisingamangaradja.
Selain itu, sejarah juga bersifat empiris. Artinya, sejarah bersandar pada pengalaman
manusia yang sungguh-sungguh. Tanpa pengalaman empiris, sejarawan tidak bisa ber-
bicara.
4) Edward Hallett Carr mengatakan bahwa sejarah adalah sebuah proses interaksi secara
terus-menerus antara sejarawan dengan fakta-faktanya. Interaksi ini merupakan wujud se-
buah dialog tanpa akhir antara masa sekarang ketika sejarawan hidup dengan masa lalu,
yaitu fakta itu sendiri. Berdasarkan pengertian ini, kita dapat mengambil pengertian bahwa
yang memaknai masa lalu (fakta-fakta) adalah sejarawan. Ini berarti bahwa hasil pemak-
naan masa lalu tersebut sangat dipengaruhi oleh kecenderungan sang sejarawan. Sebab,
sangat mungkin terjadi beragam hasil rekonstruksi masa lalu disebabkan oleh perbedaan
kecenderungan para sejarawan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan latar belakang
keilmuan yang dimiliki, pengalaman yang dilalui, dan fakta-fakta yang dimiliki. Tidak
mengherankan jika, peristiwa Serangan Fajar atau yang lebih dikenal dengan Peristiwa
Janur Kuning di Yogyakarta terdapat dua versi, yaitu versi penguasa Orde Baru di mana
Suharto sebagai aktornya, dan versi pasca Orde Baru yang menempatkan Sri Sultan
Hamengku Buwono IX sebagai tokoh utamanya.
pelaku, tempat pun menjadi batasan sejarah. Contohnya, perkelahian di gedung DPR/MPR
Senayan tentu mempunyai nilai penting dibandingkan dengan perkelahian di tempat umum.
Sejarah sebagai peristiwa pada bersifat objektif. Hal ini terletak pada fakta yang berkaitan
dengan peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi. Dalam kehidupan manusia, peristiwa se-
jarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik dan penting. Peristiwa sejarah merupakan
peristiwa yang abadi karena peristiwa tersebut tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepan-
jang masa. Peristiwa sejarah merupakan peristiwa yang unik karena peristiwa itu hanya terjadi
satu kali dan tidak pernah terulang kembali secara persis. Peristiwa sejarah merupakan pe-
ristiwa yang penting karena peristiwa itu mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang
banyak.
seorang fisikawan. Oleh seorang yang mempunyai latar belakang keilmuan ekonomi, kisah
tersebut cenderung akan ditafsirkan dengan menggunakan perspektif ekonomi.
Pengaruh kemampuan bahasa seorang penutur sejarah sebagai kisah terlihat dari hasil
rekonstruksi penutur kisah sejarah. Hal ini akan sangat bergantung pada kemampuan bahasa
si penutur kisah sejarah. Jika kita mengaitkan penulisan sejarah ini dengan pandangan Kun-
towijoyo di atas, maka faktor sejarawan akan sangat mempengaruhi rekonstruksi terhadap
fakta-fakta yang dimiliki.
pada awal abad ke-17. Sejarah juga melihat kesinambungan yang terjadi dalam suatu
masyarakat. Misalnya, kolonialisme merupakan kelanjutan dari patriotisme.
Hal ini terlihat antara lain dari sikap Belanda meniru raja-raja pribumi dalam menarik upeti.
Sejarah juga melihat pengulangan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Misalnya, pada
zaman kolonial, kaum pemodal besar menyengsarakan penduduk dan menimbulkan protes
sosial. Sekarang mereka muncul lagi dan protes sosial terjadi di mana-mana sebagai reaksi
atas kehadiran mereka. Sejarah juga melihat perubahan yang terjadi di dalam masyarakat
yang biasanya disebabkan oleh pengaruh dari luar. Misalnya, gerakan nasionalisme di Indo-
nesia sering dianggap sebagai kepanjangan Gerakan Romatik di Eropa, Gerakan Pan Islam-
isme di Timur Tengah, Gerakan Turki Muda yang berhasil menjatuhkan kekuasaan monarki,
dan kemenangan Sun Yat Sen.
Dalam meneliti objeknya, sejarah berpegang pada teorinya sendiri. Teori-teori sejarah
ditemukan dalam setiap tradisi sejarah. Di Amerika yang berorientasi pragmatis tidak diajarkan
teori sejarah yang bersifat falsafi. Di negeri Belanda, yang mempunyai tradisi kontinental yang
lebih kontemplatif, diajarkan teori sejarah yang bersifat falsafi. Teori sejarah diajarkan sesuai
dengan keperluan peradaban masing-masing tradisi. Selain mempunyai teori, sejarah juga
mempunyai generalisasi. Seperti ilmu lain, sejarah juga menarik kesimpulan-kesimpulan
umum. Seringkali generalisasi sejarah merupakan koreksi atas kesimpulan-kesimpulan ilmu
lain. Misalnya, revolusi Indonesia bukan pekerjaan kaum ekstrimis, seperti propaganda Bel-
anda tetapi revolusi pemuda. Untuk itu, sejarah juga mempunyai metode sendiri. Berbeda
dengan hukum ilmu-ilmu sosial yang terlalu bersifat mekanis, metode sejarah bersifat terbuka
dan hanya tunduk pada fakta.
Walaupun sejarah merupakan ilmu yang terbuka dan menggunakan bahasa sehari-hari
dengan nalar umum sebagaimana digunakan oleh ibu-ibu yang emasak di dapur, sejarah juga
sebagaimana ilmu-ilmu lain membutuhkan riset, penulisan yang baik, penalaran yang teratur
dan sistematika yang runtut, serta konsep yang jelas.
akan menulis tentang perlawanan Arek-arek Surabaya. Ia dituntut untuk dapat memba-
yangkan keadaan kota Surabaya saat itu.
Penulisan sejarah juga memerlukan emosi. Penulisan sejarah dengan emosi sangat pent-
ing bagi pewarisan nilai asalkan penulisan itu tetap setia pada fakta. Penulisan sejarah dengan
melibatkan emosi sudah terjadi pada zaman Romantik di mana sejarah dianggap sebagai
cabang sastra. Dalam penulisan sejarah dengan melibatkan emosi, mengajak pembaca sea-
kan-akan hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa itu. Penulisan sejarah juga membutuhkan
gaya bahasa yang baik yang dapat menggambarkan detail-detail sejarah secara lugas dan
tidak berbelit-belit.
Sejarah sebagai seni mempunyai beberapa kekurangan. Pertama, sejarah sebagai seni
akan kehilangan ketepatan dan objektivitasnya karena seni merupakan hasil imajinasi.
Ketepatan dan objektivitas sangat perlu dalam penulisan sejarah. Ketepatan berarti kes-
esuaian antara fakta dan tulisan sejarah. Objektivitas berarti tidak ada pandangan yang indi-
vidual. Kedua, sejarah akan terbatas. Hanya sejarah yang dapat dideskripsikan sebagai karya
seni yang diakui. Sementara itu, tema-tema sejarah yang penting lainnya, seperti sejarah
ekonomi dan sejarah kuantitatif yang menyuguhkan angka-angka dan analisis tidak akan di-
tulis.
Walaupun demikian, seni juga memberikan sumbangan terhadap penulisan sejarah. Seni
memberikan karakterisasi yang dapat menggambarkan watak orang dalam biografi kolektif.
Misalnya, dalam penulisan sejarah tentang Perang Diponegoro, seorang sejarawan akan
terdorong untuk mengungkapkan berbagai peristiwa yang berkaitan dengan perang Dipone-
goro tersebut. Pengungkapan berbagai peristiwa ini akan semakin lengkap jika ada pelukisan
watak orang-orang yang terlibat di dalamnya. Di sinilah seni memainkan perannya. Selain itu,
seni juga memberikan struktur atau plot atau alur tulisan sejarah yang kerap kali dilupakan
oleh sejarawan.
Penggolongan Sejarah
Dilihat dari objek kajiannya, sejarah bisa digolongkan antara lain ke dalam sejarah politik,
sosial, sejarah ekonomi, sejarah kebudayaan, dan biografi.
a. Sejarah Politik
Pada mulanya politik adalah tulang punggung sejarah. Banyak buku teks sejarah berisi
tentang rentetan peristiwa politik, seperti masa pemerintahan seorang raja, kejatuhan seorang
raja dari tampuk kekuasaannya dan pemberontakan yang terjadi pada masa seorang raja me-
merintah. Namun menjelang Perang Dunia Kedua, sekelompok sejarawan Perancis mera-
gukan keterkaitan antara sejarah dan politik. Mereka memperluas ruang lingkup sejarah ke
dimensi kehidupan manusia yang lain, seperti sejarah sosial.
Mulanya sejarah politik merupakan sejarah kegiatan yang berhubungan dengan masalah
pemerintahan dan kenegaraan. Tetapi kemudian sejarah politik didefinisikan sebagai sejarah
kekuasaan. Redefinisi ini memperluas ruang lingkup sejarah politik karena kekuasaan pasti
ada di mana-mana. Di setiap institusi pasti ada sistem kekuasaan.
Sejarah politik dapat menggunakan berbagai pendekatan. Di antaranya adalah sejarah
intelektual yang kemudian berkembang menjadi sejarah mentalitas, sejarah konstitusional, se-
jarah institusional dan sejarah behavioral. Sejarah intelektual mencoba melihat bahwa pikiran-
pikiran mempengaruhi perilaku. Contohnya Pemikiran Politik Indonesia karangan Herbert
Feith dan Lance Castle. Sejarah konstitusional mencoba melihat bahwa dalam setiap konsti-
tusi dapat diketahui filsafat hidup, dasar pemikiran sewaktu membangun bangsa, dan struktur
pemerintahan yang dibangun. Contohnya dapat kita lihat di dalam karya Adnan Buyung Na-
sution yang berjudul Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal
atas Konstituante, 1956-1959. Sejarah institusional mencoba melihat perangkat yang ada da-
lam suatu sistem politik, seperti birikrasi, parlemen, militer, dan partai.
Pendekatan sejarah institusional ini antara lain dapat dilihat dalam tulisan Deliar Noer
yang berjudul Partai Islam di Pentas Nasional (1945-1965), dan tulisan Harold Crouch yang
berjudul Militer dan Politik. Sejarah behavioral mencoba untuk melihat perilaku negara dan
partai politik dalam sosialisasi gagasan, rekrutmen pimpinan dan anggota dan pelaksanaan
tindakan politis. Contohnya dapat kita lihat dalam buku karangan Donald K. Emerson yang
berjudul Indonesia's Elite: Political Culture and Culture Politics, atau buku Modern Indonesia:
Tradition and Transformation karangan Sartono Kartodirdjo.
b. Sejarah Sosial
Aliran penulisan sejarah Annales di Perancis yang dipelopori oleh Lucien Febvre dan
March Bloch mengawali generasi baru penulis sejarah sosial. Sejarah sosial mempunyai ru-
ang lingkup yang luas dan beraneka ragam. Selain meneliti masyarakat secara total dan
global, tema-tema seperti sejarah pada sebuah kelas sosial sepanjang tetap merupakan se-
jarah pada sebuah unit masyarakat dengan ruang lingkup dan waktu tertentu, akan menjadi
fokus dari sejarah sosial. Selain itu, institusi sosial dan fakta sosial juga menjadi bahan kajian
dari sejarah sosial.
Ada beberapa model yang dapat digunakan untuk penulisan sejarah sosial. Di antaranya
yakni model evolusi dan model interval yang telah dibicarakan dalam bab pertama. Model
yang lainnya adalah model tingkat perkembangan masyarakat yang diangkat dari sosiologi.
Model yang banyak dipakai untuk menerangkan perkembangan sejarah adalah model dari
Marx atau Rostow. Model tingkat perkembangan sejarah dapat juga dilihat dalam tulisan Neil
J. Smelser tentang Revolusi Industri. Smelser menggunakan model tujuh tingkat untuk men-
erangkan tingkatan-tingkatan perkembangan.
Tingkat pertama ditunjukkan dengan adanya ketidakpuasan dengan peranan yang sudah
dilembagakan. Misalnya, ketidakmampuan sistem pasar memberikan kemakmuran. Tingkat
kedua diperlihatkan dengan gejala yang diakibatkan oleh ketidakpuasana itu, seperti kek-
hawatiran, permusuhan dan fantasi tentang keruntuhan. Tingkat ketiga diperlihatkan dengan
penanganan dan penyaluran gejala kerusuhan sosial, di mana agen kontrol sosial, seperti
polisi, wartawan, dan pimpinan sosial mulai aktif menahan gejala yang mengancam kestabilan
sosial tersebut. Tingkat keempat diperlihatkan dengan munculnya gagasan baru untuk men-
cari jalan keluar. Tingkat kelima ditunjukkan dengan usaha institusional untuk meredakan
ketidakpuasan itu. Tingkat keenam digambarkan dengan adanya bentuk kelembagaan baru
baru secara bersama dengan berbagai macam inovasi di dalamnya. Tingkat ketujuh adalah
pengkondisian lembaga baru sebagai ciri permanen struktur sosial. Selain model tingkat
perkembangan, ada juga model dalam arti perubahan sosial. Model ini diambil dari tulisan
Thomas C. Cohran tentang perubahan sosial di Amerika.
c. Sejarah Ekonomi
Sejarah ekonomi merupakan studi sejarah tentang usaha-usaha manusia untuk menyedi-
akan barang dan jasa bagi dirinya, institusi-institusi dan hubungan antar manusia yang di-
akibatkan oleh usaha tersebut, teknik-teknik dan cara pandang yang berubah karena perkem-
bangan ekonomi serta keberhasilan dan kegagalan mereka.
Sebagaimana dalam sejarah pada umumnya, satuan waktu memegang peranan penting,
dalam sejarah ekonomi, terutama yang memperhatikansoal pertumbuhan ekonomi, masalah
tahap perkembangan selalu menjadi perhatian utama. Ada berbagai kriteria untuk tahap
perkembangan ini. Salah satu krietria adalah ukuran produktivitas sebagaimana dikemukakan
oleh Rostow dalam The Stages of Economic Growth. Berbeda dengan jenis sejarah yang lain,
sejarah ekonomi lebih banyak memerlukan penggunaan teori, model dan konsep-konsep ilmu
sosial, termasuk ilmu ekonomi sendiri.
d. Sejarah Kebudayaan
Burckhardt dan Huizinga adalah penulis klasik sejarah kebudyaan. Burckhardt memperli-
hatkan bahwa sejarah kebudayaan mendahului bermacam jenis penulisan sejarah
sesudahnya. Menurutnya, pendekatan sejarah kebudayaan bersifat sinkronis, sistematis, dan
tanpa kesalahan kronologis. Sejarah kebudayaan bagi Huizinga adalah studi tentang struktur
yang dapat melihat gejala-gejala yang mempunyai makna jelas dalam dirinya. Setiap detail
kebudayaan mempunyai maknanya sendiri dan bukan semata-mata sebagai ilustrasi dari kon-
sep umum. Tugas sejarah kebudayaan adalah mencari pola kehidupan, kesenian dan cara
berpikir bersama-sama dalam suatu zaman. Secara bersama-sama artinya tidak terpisah satu
sama lain. Oleh karena itu perlu ada konsep sentral untuk merangkai ketiganya.
Dalam buku The Waning of The Middle Ages: A Story of the Form s of Life, Thought, and
Art in France and the Netherlands in the Dawn of Renaissance, Huizinga memperlihatkan
contoh penulisan tentang sejarah kebudayaan. Dalam buku tersebut ditemukan pemaparan
tentang kehidupan emosional, sensitivitas keagamaan, simbolisme dan kesenian. Usaha ke
arah sejarah kebudayaan di Indonesia antara lain terlihat dalam tulisan Darsiti Suratman, yakni
Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830-1939. dalam tulisan ini, tekanan utamanya terletak
pada kehidupan, kostum dan upacara-upacara kraton.
e. Biografi
Selain jenis-jenis sejarah ini, biografi juga termasuk sejarah. Biografi sebagai catatan
tentang kehidupan seseorang merupakan mozaik sejarah yang lebih luas. Dengan biografi,
lingkungan sosial politiknya dapat dipahami. Contoh biografi ini dikisahkan riwayat hidup R.M.
Tirto Adhi Soerjo dengan penuh catatan pertanggungjawaban sumber dan lampiran karya-
karya fiksinya.selain biografi ada juga otobiografi atau riwayat hidup yang ditulis sendiri. Dari
suatu otobiografi, dapat diketahui pemahaman penulis atas dirinya, lingkungan sosial-budaya
dan zamannya. Contoh otobiografi adalah buku autobiografi Pramoedya Ananta Toer, yakni
Nyanyian Sunyi Seorang Bisu. Dalam bukunya, ia menggambarkan dirinya sebagai pejuang
demokrasi yang ditindas oleh suatu kejahatan politik.
biografisnya menyangkut nama tokoh-tokoh atau kelompok orang, seperti Soekarno, Moham-
mad Hatta BPUPKI, dan PPKI. Aspek geografis antara lain menyangkut nama pulau dan kota
di mana peristiwa itu terjadi, yakni Pulau Jawa serta Jakarta dan Rengasdengklok. Aspek kro-
nologisnya menyangkut periode-periode waktu pada proklamasi. Aspek fungsional antara lain
menyangkut jabatan-jabatan orang-orang yang terlibat dalam peristiwa itu.
Setelah fakta-fakta sejarah diseleksi, fakta-fakta tersebut disusun. Penyusunan fakta se-
jarah yang paling masuk akal adalah penyusunan secara kronologis dalam periode-periode
waktu. Selain itu, penyusunan fakta sejarah dapat dilakukan berdasarkan sudut pandang geo-
grafis di mana sejarah sedang terjadi, dan berdasarkan tokoh pelaku, baik orang maupun
kelompok orang. Untuk menghindari pengulangan kisah peristiwa-peristiwa yang sama, cara
penyusunan yang terakhir tetap harus diikuti dengan penyusunan kronologis.
Hasil penelitian sejarah dapat ditulis dalam suatu bentuk tulisan yang terdiri dari tiga
bagian besar. Pertama, pengantar. Dalam pengantar antara lain dikemukakan permasalahan,
latar belakang, historiografi dan pendapat penulis tentang tulisan orang lain, pertanyaan-per-
tanyaan yang akan dijawab melalui penelitian, teori dan konsep yang digunakan, dan sumber-
sumber sejarah. Kedua, hasil penelitian. Dalam bagian ini disajikan hasil penelitian penulisan.
Pertanggungjawaban penulis diperlihatkan dengan menampilkan catatan dan lampiran karena
setiap data yang ditulis harus disertai dengan data yang mendukung. Ketiga, kesimpulan.
Dalam kesimpulan dikemukakan generalisasi dari uraian yang disajikan pada bagian sebe-
lumnya. Selain itu, disajikan juga social significance. Dalam generalisasi ini akan tampak apa-
kah penulis melanjutkan, menerima, memberi catatan atau menolak generalisasi yang sudah
ada
Dalam arasy historiografi, Islam mendapatkan kontribusi berarti dari warisan kuno budaya
Arab berupa al-Anshab dan al-Ayyam. Dua bentuk pokok ini merupakan instrumen pewarisan
turun-temurun cerita tentang kepahlawanan seseorang, kemenangan di medan perang serta
tuturan dan sedikit catatan tentangsilsilah keluarga. Secara umum, terdapat masalah yang
dihadapi oleh historiografi masa awal Islam dan hingga kini belum tuntas. Antara legenda-
legenda dan tradisi-tradisi populer Arab masa pra-Islam dengan sejarah yang relatif ilmiah dan
eksak yang muncul pada abad kedua hijriyah, masih terbentang satu jurang yang belum dapat
dijelaskan.
Kemungkinan sebab terjadinya hal ini, ada dua pendapat. Pertama, para penulis pada
masa itu mengikuti pola penulisan Buku Raja-raja (Khuday-Nama), yang ditulis oleh orang
Persia. Kedua, kemungkinan hal ini muncul dari gabungan beberapa arus komposisi sejarah
dan quasi sejarah. Karena itu, perlu dikaji lebih lanjut tentang bentuk dasar historiografi Islam
untuk dapat memahami konsepsi keilmuan sejarah dalam khasanah intelektual Islam. Seka-
ligus untuk menjembatani jurang catatan sejarah yang selama ini terbentang lebar.
Tulisan ini akan memberikan penjelasan lebih rinci tentang: (1) bentuk-bentuk dasar histo-
riografi Islam: khabar, annalistik, catatan dinasti, thabaqat dan nasab. (2) karakteristik, tokoh
penulis dan manuskrip yang ditulis pada masa itu. (3) pengaruh historiografi Yunani, Persia
dan Byzantium terhadap historiografi Islam.
Bentuk-bentuk Dasar
Bentuk dasar berposisi sebagai karakter awal penulisan sejarah dalam tradisi Islam. Ben-
tuk-bentuk ini merupakan kerangka penulisan sejarah yang berisi kisah-kisah, syair-syair dan
bait puisi. Pendapat umum para peneliti historiografi tentang beberapa genre awal penulisan
sejarah di kalangan Islam dan Arab, adalah meliputi khabar, annalistik (kronologis), catatan
dinasti, thabaqat dan nasab.
a. Khabar
Khabar biasa diartikan sebagai ‘laporan’, ‘kejadian’ atau ‘cerita’. Biasanya lebih banyak
berisi tentang cerita-cerita peperangan dan kepahlawanan. Karakteristikkhabar ditekankan
dengan garis sanad yang mendahului tiap-tiap khabar, dan hal itu akan dihilangkan bila
menginginkan keringkasan khabar itu atau sekedar menyingkirkan munculnya kecermatan
pengetahuan.
Dalam khazanah historiografi, dapat disimpulkan tiga ciri khabar. Pertama, dalam kha-
bar tidak terdapat hubungan sebab akibat antara dua atau lebih peristiwa. Tiap-tiap khabar su-
dah melengkapi dirinya sendiri dan tidak membutuhkan referensi pendukung.
Kedua, sesuai dengan ciri khasnya yang berakar jauh sebelum Islam, cerita-cerita perang
dalam bentuk khabar tetap mempergunakan cerita pendek, memilih situasi dan peristiwa yang
disenangi dan kadang menyalahi kejadian yang sebenarnya. Peristiwa selalu disajikan dalam
bentuk dialog antar pelaku sehingga memudahkan ahli sejarah dalam melakukan pembacaan
dan analisa.
Ketiga, bentuk khabar cukup bervariasi, sebagai cerita pertempuran yang terus-menerus
dan sebagai suatu ekspresi yang artistik, khabar juga disajikan dalam bentuk puisi serta syair-
syair. Banyak sedikitnya syair tergantung kemauan dan ekspresi psikologis penulis.
Terdapat pertanyaan yang agak mengganjal tentang kapan karya pertama berbentuk kha-
bar ada dalam penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang Islam. Literatur Islam permulaan
tidak menyediakan jawaban, sementara sumber-sumber bibliografi dan kutipan penulis kon-
temporer juga tidak membantu. Dengan demikian terjadi jurang pemisah antara literatur Arab
yang asli dengan organisasi penerbit buku-buku Islam.
Bentuk khabar di dalam berbagai ragamnya terdapat pula dalam sejarah Muslim, walau-
pun mereka membatasi kepada catatan peristiwa-peristiwa saja atau menulis nama-nama
tanpa ada penjelasan lanjut. Sebagaimana bentuk-bentuk dasar lainnya, jarang sekali muncul
apa yang disebut bentuk murni. Biasanya selalu dikombinasikan dengan unsur-unsur lain da-
lam penulisan sejarah. Sehingga, sebagai misal, dalam menyajikan biografi Nabi Muhammad
sudah dilengkapi dengan nasab (silsilah) dan informasi lain seperti daftar nama sahabat yang
berjasa dan dikenang dalam perjuangannya.
Ilmuwan sejarah yang menulis dalam bentuk khabar ini diantaranya adalah: Abu Mihnaf
Luth Ibn Yahya (w. 774 M) dan al-Haitsam Ibn ‘Adi (w. 821 M) yang karyanya berupa kumpulan
monograf dalam bentuk khabar dan nasab. Juga terdapat nama ‘Ali Ibn Muhammad al-Ma-
daini (w. 831 M) yang salah satu karyanya berjudul Al-Murdifat min Quraisy (Wanita Quraisy
yang Poliandri).
Selanjutnya, pada tahun-tahun kehidupan penulis itu pula historiografi dalam bentuk kha-
bar sebagai bentuk yang berdiri sendiri dalam sejarah mulai berakhir, bentuk selanjutnya
mengarah pada kronologi.
b. Analitik
Analitik berasal dari kata dasar anno (tahun). Historiografi dalam bentuk analitik meru-
pakan bentuk khusus penulisan sejarah dengan menggunakan kronologis, yaitu pencantuman
kejadian tiap tahun. Biasanya dimulai dengan kalimat “dalam tahun pertama” atau “ketika ma-
suk tahun kesembilan”. Penyajian dalam bentuk ini sepenuhnya berkembang pada masa al-
Thabari (wafat 310 H). Karya sejarah permulaan terbit pada dasawarsa pertama abad ke-10
M dan diteruskan sampai tahun 915 M.
Al-Thabari bernama lengkap Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir ibn Yazid al-Thabari al-
‘Amuli, adalah seorang penulis sejarah yang terkemuka. Namun pada masanya beliau lebih
dikenal sebagai ahli fiqih, bahkan Ibn Nadhim menyejajarkannya dengan imam Malik dan
Syafi’i. Dalam perjalanan hidupnya, banyak kitab yang telah dikarang, seperti Tarikh al-Umam
wa al-Muluk, Adab al-Manasik, Adab al-Nufus dan Tahdzib Atsar. Yang masih diperdebatkan
adalah tentang afiliasi politik al-Thabari terhadap Syi’ah Rafidhah.
Namun, sebelum al-Thabari juga telah berkembang penulisan dalam bentuk analitik,
misalnya: (1) Sejarah Khalifah Ibn Hayyat yang ditulis sampai tahun 847 M sebagai bentuk
analitik yang memulai uraiannya mengenai arti tarikh dan uraian singkat mengenai sirah nab-
awiyah, (2) Kitab sejarah dari Ya’qub ibn Sufyan (wafat 891 M) yang ditulis berdasar urutan
tahun dengan beberapa kutipan. (3) Sejarah dari Ibn Abi Haitsamah (wafat 893 M).
Mu’in Umar menjelaskan, secara teori penulis-penulis muslim lebih dahulu berkenalan
dengan penggunaan data sejarah dan sejak diperkenalkan tahun Hijriyah, mereka sampai
pada kesimpulan bahwa bentuk analitik merupakan cara yang sangat menyenangkan dalam
penyajian sejarah. Karena kepraktisan dan muatan isi penulisan yang lebih padat. Mungkin itu
yang dijadikan alasan.
Contoh bentuk analitik ini, di antaranya ditunjukkan oleh Ibn Hajar yang berjudulal-
Durar al-Kaminah fi A’yan al-Miati al-Saminah yang menyajikan biografi tokoh-tokoh
terkemuka, termasuk guru-gurunya yang disusun menurut hijaiyah yang terdiri dari dua ba-
gian, pertama disajikan menurut riwayah dan kedua dengan cara dirayah, sesuai tahun
mereka meninggal.
Penulisan bentuk analitik, awalnya menggunakan klasifikasi tahun, sementara penyeb-
utan bulan sangat sedikit. Terjadi pengecilan scope lintasan waktu, pada abad 14 dan 15
pasca Kristus, pengecilan itu mencapai hitungan bulan dan hari. Sedangkan kristalisasi histo-
riografi seratustahunan (seabad) berlaku sampai akhir abad ke-13 masehi. Untuk pertama kali,
perkataan “qarn” (abad) muncul dalam judul yang berhubungan dengan abad itu, misalnya
karya Ibn al-Fuwaithi dan Lisanuddin ibn al-Khatib.
c. Catatan Dinasti
Tidak ada penulisan sejarah di masa lalu yang dapat lepas dari intervensi penguasa.
Hampir seluruh catatan sejarah adalah cerita tentang kekuasaan, kemenangan perang dan
kepahlawanan sang pendiri dinasti serta anak cucunya. Bahkan banyak terdapat biografi-bio-
grafi khusus yang menulis tentang raja-raja itu. Misalnya karya al-Qudla’i yang berjudul ‘Uyun
al-Ma’arif. Maka tidak heran jika muncul adagium bahwa sesungguhnya sejarah adalah milik
penguasa. Rakyat kecil maupun bawahan hanya menjadi footnote (catatan kaki) yang kadang
malah tidak tertulis sama sekali. Namun, bagaimanapun, biografi dinasti dan penguasanya
merupakan sebuah bentuk dasar historiografi Islam.
Perkataan “daulah” yang berarti peredaran dan pergiliran sebetulnya menjadi dasar
kultural linguistik bagi penulisan model historiografi dinasti ini. Teori penggantian penguasa
seperti pada masa al-Kindi, mengisyaratkan hal itu. Selain juga terdapat pengaruh yang besar
dari budaya intelektual Persia dan Syiah.
Model penulisannya adalah menurut pergantian kekuasaan khalifah secara berurutan.
Misalnya seperti Sinan ibn Tsabit yang terlebih dahulu menguraikan khalifah al-Mu’tadlid yang
semasa dengannya baru kemudian menguraikan khalifah sebelumnya. Contoh biografi raja
yang komprehensif adalah karya al-Haitsan ibn ‘Adi dan al-Madaini yang berjudul Biografi
Mu’awiyah dan Bani Umayyah pada pertengahan abad kedua hijriyah (lk. 767 M).
Susunan dunasti dalam sejarah Islam sama halnya dengan penyajian sejarah pra Is-
lam yang ditulis oleh penulis-penulis muslim dalam bentuk bangsa-bangsa dan dinasti-dinasti.
Uraian mengenai sejarah pra Islam pada umumnya mendapat kesulitan, karena orang Islam
tidak pernah menemukan sistem penentuan waktu untuk periode pra Islam, seperti waktu
Sebelum Masehi (SM) yang biasa dipergunakan oleh penulis-penulis Barat.
Untuk penulisan sejarah dinasti pra Islam, penulis Arab mendapat kontribusi berarti
dari khazanah Yunani, Byzantium dan Persia. Terdapat juga sedikit tambahan dari India dan
Cina, namun penerjemahan itu kurang begitu lancar sebab jiwa nasionalisme yang kuat dari
sejarawan kala itu macam al-Dinawari dan Miskawayh.
d. Thabaqat
Thabaqat berarti lapisan. Transisi masyarakat dari satu lapisan atau kelas dalam peng-
gantian kronologis generasi mudah dilakukan. Sebagaimana qarn yang mendahului arti tha-
baqat, yang dalam penggunaannya berarti generasi. Ahli-ahli leksikografi mencoba menetap-
kan ukuran panjang yang pasti dari thabaqat. Sebagian mereka menentukan suatu lapisan
generasi itu 20 tahun sedang lainnya 40 tahun. Ada juga yang berpendapat thabaqat itu 10
tahun.
Menurut penulis, thabaqat lebih mirip klasifikasi penulisan sejarah berdasarkan pada
“batasan waktu” hidupnya. Dalam sepuluh tahun pertama, misalnya, terdapat tokoh-tokoh
dengan kesamaan orientasi dan budaya intelektual. Maka jadilah klasifikasi sedemikian rupa
yang selanjutnya ini menjadi metode tersendiri.
Dalam tradisi Islam sendiri, thabaqat merupakan sesuatu yang amat lazim. Terutama
jika merujuk pada sejarah Muhammad; dalam lingkaran dan lintasan waktu perkembangan
agama Islam, terdapat lapisan shahabat, tab’in, tabi’ al-tabi’in dan seterusnya. Hal ini berhub-
ungan dengan kritik isnad dalam ‘ulum al-hadits.
Pada mulanya, sebagai contoh dalam karya ibn Sa’ad, penyusunan thabaqat di-
pergunakan sebagai biografi para penguasa yang penting dalam pemindahan hadits. Dalam
sejarah lokal, semacam karya Washal Sejarah Wasith di dalamnya hanya dibatasi para perawi
hadits. Kemudian dapat dipergunakan untuk kelas-kelas kelompok pribadi terutama yang ter-
golong ulama. Selanjutnya juga digunakan untuk klasifikasi kejadian-kejadian sebagaimana
yang terdapat dalam kitab al-Dzahabi yang berjudul Tarikh al-Islam wa Thabaqati Masyahir al-
‘Alam.
Yang penting dalam karya thabaqat ini ialah untuk memperoleh suatu gambaran yang
nyata tentang apa yang sebenarnya harus dicari dan diteliti. Dalam karya Abu Ishaq yang
berjudul Thabaqat al-Fuqaha’ seseorang menginginkan sebanyak mungkin informasi, se-
hingga memungkinkan mereka untuk mendapatkan biografi tokoh dalam suatu wilayah dan
lokasi.
Cara alfabetis penyusunan biografi ini banyak memberikan kemudahan bagi generasi
selanjutnya. Dalam kitab al-Dibaj yang disusun oleh Ibn Farhun (abad 14 M), ulama-ulama
Malikiyah diuraikan sesuai nama mereka, dan ini dibagi lagi ke dalam thabaqat kemudian tha-
baqat disusun menurut geografis.
e. Nasab
Nasab adalah catatan silsilah keluarga. Bagi orang Arab, menjaga jalur keturunan,
terutama bagi yang mempunyai nenek moyang tokoh terhormat menyebabkan mereka harus
menuliskannya. Keuntungan posisi dan status sosial ekonomi kadang membuat orang menya-
lahgunakan nasab ini. Nasab, kemudian menjadi bentuk dasar bagi historiografi Islam.
Selama abad kedelapan dan sembilan masehi, para ahli filsafat sejarah kuno, pada
saat yang bersamaan juga merupakan ahli dalam bidang garis keturunan. Karya-karya mereka
merupakan bentuk khabar yang berisi kumpulan berbagai kelompok kabilah (suku). Salah
satu monograf yang berkenaan dengan garis keturunan yang mula-mula sekali adalah Kitab
Hadzfu min Nasab Quraisymengenai keluarga kecil suku Quraisy tanpa nabi Muhammad yang
disusun oleh Mu’arrij ibn ‘Amr al-Sadusi. Selain itu terdapat nama al-Zubair ibn Abu Bakkar
(w. 870 M) yang menulis kitab berjudul Nasab Quraisy, walaupun kitab ini lebih banyak mem-
bahas budi pekerti orang Quraisy daripada pohon keluarganya. Sebuah kitab dari al-Baladzuri
berupa biografi tokoh berjudul Kitab al-Ansab didominasi biografi khalifah. Bentuknya ada-
lah khabar dan historiografi dinasti.
Bentuk penulisan nasab ini ada dua. Penulis bermadzhab Syi’ah, Tajuddin ibn Muham-
mad dalam pengantarnya untuk kitab Ghayat al-Ikhtishar fi Akhbari al-Buyutati al-‘Alawiyah,
memasukkan dua macam penyajian untuk informasi garis keturunan, yaitu bentuk pohon dan
bentuk datar/lajur (mabsuth).
Sebenarnya, orang-orang Arab sejak masa lalu telah terbiasa membuat jalur keturun-
annya sendiri, dan ini merupakan cabang ilmu pengetahuan yang khusus dan seringkali di-
hubungkan dengan syair. Kebanggaan keluarga, sangat tergantung pada apa yang telah dil-
akukan nenek moyangnya dalam peristiwaayyam al-A’rab (perang antara kabilah Arab) mau-
pun peristiwa lain dan itu disusun dalam bentuk syair.
Seorang sejarawan muslim India, Nizar Ahmed Faruqi dalam disertasinya ber-
judul Early Muslim Historiography (1979) menyatakan bahwa nasabmerupakan satu-satunya
sumber bagi penyusunan historiografi Islam, dengan mengambil dasar dari al-Quran surat al-
Hujurât [49] ayat 13.
a. Pengaruh Yunani
Dalam bentuk analitik, historiografi Yunani memberikan pengaruh besar. Kronik Yunani
pada periode itu ketika Islam datang menyajikan bentuk historiografi analitik secara jelas me-
lalui penulis muslim kontemporer. Ketika itu Ioannes Malalas, menggunakan struktur analitik
sehubungan kekuasaan kaisar-kaisar. Terdapat juga data-data tentang sarjana-sarjana, filosof
dan pemimpin gereja walaupun pada saat yang sama mereka juga politikus.
Yang menarik justru pernyataan Muin Umar, bahwa tidak pernah ada naskah klasik
historiografi Yunani yang pernah sampai ke dunia Arab. Alasan yang dikemukakan adalah
kecurigaan dari para ulama terhadap literatur sejarah lebih dari literatur pengetahuan lainnya.
Selain juga kurikulum Yunani-Persia sangat jarang dimasukkan dalam pendidikan tinggi Islam.
Model Yunani ini, masuk dalam lingkar intelektual Islam melalui Syiria, dimana mayori-
tas beragama Kristen yang sering melakukan kontak dengan masyarakat luar seperti Yunani
dan Byzantium. Dari segi jumlah, kurang tepat bila disebutkan bahwa historiografi analitik Is-
lam pada mulanya berasal dari model Syiria dan Yunani. Hal ini lebih karena masuknya orang-
orang Kristen ke dalam Islam.
Terdapat sebuah naskah sejarah Yunani, Akhbar al-Yunaniyiin, yang bentuk, isi dan
penulisannya tidak begitu jelas. Menurut riwayat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh
Habib ibn Bahrez dari Mosul Irak, yang hidup di masa al-Makmun dan penerjemahannya dil-
akukan oleh Hamzah al-Isfahani dan Qadli Waqi’ (wafat 918 M).
b. Pengaruh Byzantium
Dalam konteks persentuhan dengan Byzantium, lebih banyak berasal dari penganut
agama Kristen yang berbangsa Arab sehingga interaksi dengan kaum muslimin cukup sering
dan terjadi transfer pengetahuan terhadap mereka. Peradaban Byzantium yang Kristen itu
cukup memperhatikan penulisan sejarah, dan mereka cukup respek jika literatur historiografi
menempati posisi yang besar dalam literatur Byzantium. Perlu disebutkan bahwa Bibliotheca
of Photius abad sepuluh masehi, sebagian besar mencurahkan uraiannya mengenai sejarah
dari segala sisi.
Persentuhan dengan Byzantium melalui Syiria ini mencatatkan Kronik Edessapada
abad keenam masehi yang merupakan karya analitik. Juga oleh Jacob van Edessa pada abd
ke-7 M yang mahir menuliskan tentang peristiwa alam, bencana, gempa, kekeringan, hama
dan sebagainya. Walaupun dia mengalami kesulitan kronologis karena adanya perbedaan al-
manak dalam naskah klasik terakhir.
Informasi bagi orang Islam sekitar orang Romawi dan raja-raja Kristen kembali kepada
sumber-sumber Yunani Kristen atau Syiria, demikian pula mengenai Perjanjian Lama dan
Baru, juga berita tentang raja-raja Babylonia dan Asyiria juga kembali pada sumber-sumber
Kristen.
c. Pengaruh Persia.
Sebenarnya, bukti yang tersedia tentang bentuk historiografi Persia abad tujuh masehi
sangat kurang. Ketiadaan ini menyebabkan kesulitan penentuan penggunaan bentuk analitik
dalam historiografinya. Banyak yang menganggap, pendapat yang menekankan pengaruh
Persia pada keaslian histoiografi analitik Islam telah gugur. Namun kita masih dapat melacak
adanya pengaruh yang tidak kecil dalam konsepsional penulisan sejarah Islam.
Dalam contoh ini adalah penulisan sejarah Raja-raja. Shiddiqie memberikan argumen-
tasi dengan data masuknya tradisi intelektual Persia dalam khazanah Islam. Bahkan buku
Persia berjudul Khuday-nama—yang merupakan kisah raja-raja, dan dianggap menjadi buku
patokan penulisan biografi Arab—telah masuk dalam historiografi Arab satu abad sebelum Ibn
Mukhaffa (w. 139 H). Pengaruh Persia ini cukup negatif. Banyak kisah dalam Khuday-nama
yang memuat mitos pribadi dan spekulasi pendeta, juga legenda-legenda Avestik dan roman
Iskandar bahkan cerita-cerita tradisi asli Sasanian sering disepuh dengan epik dan retorika.
Rangkuman
Sejarah penulisan sejarah Islam ternyata telah melalui proses yang sedemikian pan-
jang dalam lintasan sejarah manusia. Dengan pedoman pada kitab suci al-Quran dan al-Had-
its. Hadits sendiri memiliki disiplin keilmuan yang hampir sama dengan disiplin historiografi.
Karena dalam al-Hadits, musti ada check and re-check bagi setiap statemen, bahkan terdapat
penilaian bagi individu narator dan transmiter materi (perawi) yang disebut dengan al-jarh wa
al-ta’dil.
Bersamaan dengan pengembangan keilmuan internal, hitoriografi Islam terus berkem-
bang melalui interaksinya dengan peradaban sekitar yang telah memiliki sejarah intelektual
dan catatan historiografi cukup panjang. Di sinilah, sejarawan muslim menimba ilmu dan
mengembangkan bentuk penulisan yang khas Islam; dengan spirit Islam dan materi-materi
sekitar kaum muslimin.
Warisan intelektual itu, hingga saat ini masih bisa dinikmati pada peminat sejarah. San-
gat membantu bagi ilmuwan yang akan meperdalam historiografi Islam dengan berbagai ben-
tuknya.
Tugas
Lakukan Diskusi dengan mengambil tema tentang penulisan Sejarah Kebudayaan
Islam.Secara lebih spesifik tentang Penulisan Buku Teks Pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam pada Kurikulum 2013 dengan mempergunakan alat analisis dari Kegiatan Belajar 3
(Tiga) ini.
Tes Formatif
1. Lakukan analisis terhadap pengertian sejarah dalam arti luas dan sempit.
2. Sejarah bisa dilihat dari berbagai perspektif. Bedakan perspektif-perspektif tersebut..
3. Bedakan penggolongan sejarah dari objek kajiannya !.
4. Menurut cara penyampaiannya, penulisan sejarah dibedakan menjadi dua, yaitu penuli-
san sejarah naratif dan penulisan sejarah strukturalis. Deskripsikan perbedaannya.
5. Lakukan analisis terhadap metodologi penulisan sejarah Islam !
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
Urgensi Pendekatan dalam Pembelajaran
Peraturan Menteri Agama Nomer 165Tahun 2014.menegaskan bahwa Pendidikan Agama
Islam (PAI) di Madrasah yang terdiri atas empat mata pelajaran yaitu Al-Qur’an Hadits, Akidah,
Akhlak dan Sejarah Kebudayaan Islam memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Al-Qur'an-hadis
menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara
tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.
Aspek akidah menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keya-
kinan/keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-asma’ al-husna.
Aspek Akhlak menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan men-
jauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Aspek fikih menekankan pada kemampuan
cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik. Aspek sejarah kebudayaan
Islam menekankan pada kemampuan mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Is-
lam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, bu-
daya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan
peradaban Islam. (PMA 165 Tahun 2014).
Meskipun memiliki karakterisitik yang berbeda, kenyataannya, dalam kurikulum Pendidi-
kan Agama Islam di madrasah, pendekatan yang dirumuskan oleh pengembang kurikulum
adalah sama untuk seluruh unsur Pendidikan Agama Islam. Artinya pendekatan yang di-
pergunakan pada seluruh mata pelajaran agama di madrasah mempergunakan pendekatan
yang sama tanpa membedakan karakteristik masing-masing mata pelajaran. Kondisi ini dapat
dilihat . Penamaan Pendidikan Agama islam merujuk kelima aspek itu. Meski di madrasah
mempergunakan nama secara khusus, tetapi di sekolah unsiuur PAI juga sama dengan
penamaan di madrasah. Lihat Rambu-rambu yang didalamnya termuat pendekatan dalam
kurikulum PAI tahun 1994, 2004 dan 2006.
Dalam aplikasinya, sejak diberlakukannya Kurikulum 2013 muncul sejumlah terma da-
lam standar Proses seperti Pendekatan, model dan metode Pembelajaran Ini sebagai jawa-
ban atas argument bahwa latar belakang bagi dilakukannya perubahan kurikulum sejarah
Kebudayaan Islam -- sekedar contoh -- tahun 1994 ke 2004 salah satunya adalah lemahnya
sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif. Pern-
yataan ini dapat diperhatikan dalam Rasional mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Ku-
rikulum Berbasis Kompetensi Tahun 2004 sebagai jawab atas problem Kurikulum 1994.
Secara lengkap alasan tersebut adalah “Kenyataannya, setelah ditelusuri, pendidikan SKI
menghadapi beberapa kendala, antara lain; waktu yang disediakan terbatas sedang materi
begitu padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga ter-
bentuk watak dan keperibadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran
lainnya. Kelemahan lain, materi SKI, lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif)
dan minim dalam pembentukan sikap (afektif). Dalam implementasinya juga lebih didominasi
pencapaian kemampuan kognitif; kurang mengakomodasikan kebutuhan afektif. Kendala lain
adalah kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada
peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai SKI dalam kehidupan sehari-hari. Lalu lemahnya
sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, min-
imnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua
peserta didik.
Berangkat dari paparan di atas, maka manjadi penting untuk membahas Pendekatan
Pembelajaran karena SKI memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan mata
pelajaran lain. Apalagi Ruang Lingkup Sejarah Kebudayaan Islam pada Kurikulum 2013 an-
tara Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah memiliki keterdeka-
tan.(PMA 165, 2014)
Lebih dari itu, dalam teori pembelajaran sering diketemukan beberapa iatilah-istilah yang
memiliki keterdekatan makna atau merupakan sebuah alur. Istilah-istilah tersebut adalah pen-
dekatan, model, strategi, metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Dalam beberapa referensi,
sering diketemukan pemaknaan yang berbeda antara terma satu dengan yang lain. Sebagai
contoh, jika pendekatan dimaknakan memiliki cakupan lebih luas dari pada metode, strategi,
model dan sebagainya, maka pendekatan akan menjadi titk tolak bagi kemunculan istilah
lain.”. Terkadang Strategi dianggap memiliki cakupan lebih luas. Akan tetapi jika ditelisik dari
judul bukunya Melvin L. Silberman yang berjudul Active Learning, maka akan diketemukan
pemaknaan strategi menjadi lebih sempit daripada pendekatan. Karena ia lebih merupakan
sebuah langkah-langkah teknis yang dalam batas tertentu lebih menyerupai teknik. Bahkan
dalam satu paparan Kokom Komalasari (2010 : 54-57) memposisikan Model sebagi rangkain
dari pendekatan, Strategi, Metode dan Teknik. Sementara Kurikulum 2013 meletakkan model
pembelajaran dibawah pendekatan. Sehingga muncullah pendekatan Saintifik. Dari pendeka-
tan saintifik muncul model pembelajarannya seperti Discovery Learning, Problem Based
Learning, Project based Learning.
1
Lihat kurikulum 2004, 2006 dan 2008. Lihat Dirjen Binbaga Islam, Kurikulum Berbasis Kompetensi
2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006; Standar Kompetensi Madrasah 2008.
b. Etika
Etika adalah kajian tentang nilai-nilai dan perilaku. Ia berusaha menjawab pertanyaan sep-
erti “apa yang harus kulakukan?’, apa itu kehidupan yang baik bagi semua orang?’, apa per-
ilaku yang baik itu?. Teori etika berorientasi pada pengajuan nilai-nilai yang benar sebagai
fondasi bagi tindakan-tindakan yang benar. George Knight, 2007). Dalam pendekatan ini se-
jarah diajarkan sebagai upaya menanamkan pengertian bahwa mereka hidup bersama orang,
masyarakat dan kebudayaan lain, baik yang dulu maupun sekarang. Pendekatan ini lebih
tepat dipergunakan pada Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah.
c. Kritis
Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi, ber-
pikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat
pribadi dan pendapat oranbg lain. Elaine B. Johnson, 2011) sejarah diajarkan untuk mengasah
daya kritis dengan cara mempertanyakan mengapa peristiwa itu terjadi, apa sebenarnya yang
terjadi, kemana arah kejadian tersebut. Pendekatan ini lebih cocok dipergunakan pada jenjang
Pendidikan Menengah, yaitu Sekolah Menengah Atas / Kejuruan dan Madrasah Aliyah.
d. Perubahan masyarakat
Dalam pendekatan Perubahan masyarakat, sejarah diajarkan secara akademis, sehingga
peserta punya gambaran tentang masyarakat yang dibicarakan, arah kesinambungan dan pe-
rubahan, dapat mengantisipasi perubahan. Pendekatan ini lebih cocok untuk jenjang
Perguruan Tinggi.(Koentowijoyo, 1993)
Dari pendekatan ini, maka untuk mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah
Aliyah dipergunakanlah pendekatan kritis, sehingga siswa mengasah daya kritis dengan cara
mempertanyakan mengapa peristiwa itu terjadi, apa sebenarnya yang terjadi, kemana arah
kejadian tersebut. Sehingga materi yang dikembangkan tidak sekedar mengagumi
kepahlawan seorang sahabat misalnya, tidak sekedar mendefinisikan hijrah misalnya, tetapi
sampai kepada pertanyaan mengapa nabi harus hijrah ke Madinah. Atas permintaan Nabi
ataukah karena perintah Allah, misalnya.
Sedang pada jenjang perguruan Tinggi sejarah diajaarken dengan pedekatan pengem-
bangan masyarakat. Pendekatan ini memiliki keterdekatan dengan sejumlah pendekatan
pembelajaran yang banyak diformulasikan oleh para ahli semacamFilsafat sejarahnya Nuruz-
zaman Shiddiqie (1982),
Agama Islam maupun mata pelajaran lainnya. Oleh sebab itu, dalam perspektif Kurikulum
2013, pendekatan yang bisa dipakai adalah pendekatan Saintifik.
Rangkuman
Sebagai mata mata pelajaran yang memiliki karakterisitik berbeda dengan aspek lain
dalam satu atap Pedidikan Agama Islam, merupakan keniscayaa jika ia memiliki pendekatan
pembelajaranb yang berbeda. Merski dalam batas tertentu, ia juga memiliki pednekatan yang
sama jika disebut sebagai unsur Pendidikan Agama Islam. Oleh sebab itu, Setidaknya ada 3
(tiga) model pendekatan berbeda. Pertama, Sejarah Kebudayaan Islam diposisikan sebagai
bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, maka ia memiliki pendekatan yang sama
dengan mata pelajaran Fiqh, Alqur’an Hadits, dan Aqidah Akhlaq. Kedua, Sejarah
Kebudayaan Islam diposisikan sebagai kajian Sejarah pada jenjang pendidikan berbeda.
Ketiga, Sejarah Kebudayaan Islam diposisikan sebagai mata pelajaran mandiri yang memiliki
tingkatan sama dengan mata pelajaran lain baik dalam Pendidikan Agama Islam maupun mata
pelajaran “umum” lainnya.
Tugas
Bukalah RPP SKI, implementasikan pendekatan pembelajaran dalam RPP yang saudara
susun.
Tes Formatif
1. Deskripsikan urgensi pendekatan dalam pembelajaran
2. Deskripsikan pendekatan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sebagai mata
pelajaran yang berdiri sendiri.
3. Bedakan Pendekatan-pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sebagai kajian
sejarah pada jenjang yang berbeda.
4. Bedakan pendekatan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sebagai unsur mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam.
TUGAS AKHIR
TES SUMATIF
1. Lakukan analisis terhadap posisi SKI sebagai unsur PAI dalam Kurikulum madrasah
2013.
2. Bandingkan Ruang Lingkup Sejarah Kebudayaan pada jenjang pendiidkan berbeda.
3. Lakukan analisis terhadap manfaat memepelajari Sejarah Kebudayaan Islam
4. Lakukan analisis Perbedaan Kompetensi Inti pada jenjang yang berbeda.
5. Lakukan analisis Perbedaan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti yang berbeda
(KI-1, 2, 3 dan 4).
6. Lakukan analisis terhadap Perbedaan Tujuan Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam pada jenjang yang berbeda (MI, MTs dan MA)
7. Deskripsikan urgensi pendekatan dalam pembelajaran
8. Lakukan analisis terhadap pengertian sejarah dalam arti luas dan sempit.
9. Sejarah bisa dilihat dari berbagai perspektif. Bedakan perspektif-perspektif tersebut..
10. Bedakan penggolongan sejarah dari objek kajiannya !.
11. Menurut cara penyampaiannya, penulisan sejarah dibedakan menjadi dua, yaitu
penulisan sejarah naratif dan penulisan sejarah strukturalis. Deskripsikan perbedaan-
nya.
12. Lakukan analisis terhadap metodologi penulisan sejarah Islam !
13. Deskripsikan pendekatan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sebagai mata
pelajaran yang berdiri sendiri.
14. Bedakan Pendekatan-pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sebagai kajian
sejarah pada jenjang yang berbeda.
15. Bedakan pendekatan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sebagai unsur mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
‘Abdul Mun’im Majid, Tarikh al-Hadharah al-Islamiyah; fi al-‘Ushur al-Wustha, (Kairo : Makta-
bah al-Anglu al-Miashriyyah, 1978)
A. Muin Umar, Historiografi Islam (Jakarta : Rajawali, 1988)
Elaine B. Johnson, Contextual Teaching & Learning; Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar
Mengasyikkan dan Bermakna, penerjemah : Ibnu Setiawan, (Bandung : Kaifa, 2011)
Franz Rosenthal, a History of Muslim Historiography, (Leiden: E.J.Brill, 1952)
George Knight, Filsafat Pendidikan, penerjemah : Mahmud Arif (Yogyakarta : Gama Media
dan CDIE, 2007).
Koentowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta : Bentang Budaya, 1993)
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual; Konsep dan Aplikasi, (Bandung: Refika
Aditama, 2010)
L Dirjen Binbaga Islam, Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan 2006; Standar Kompetensi Madrasah 2008.
Nourouzzaman Shiddiqie, Pengantar Sejarah Muslim, (Yogyakarta : Nur Cahaya, 1982)
Nourouzzaman Shiddiqie, Menguak Sejarah Muslim: Sebuah Kritik Metodologis, (Jakarta:
PLP2M, 1984)
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, Penerjemah : Mestika Zed dan Zulfami, (Jakarta : Obor,
2001)
PMA Nomer 165 Tahun 2014
Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta : Depag, 1985).
MODUL 3
PERKEMBANGAN ISLAM
MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Penulis:
Drs. Rofik, M.Ag.
Dr. Sigit Purnama, M.Pd.
Nurhadi, MA
DAFTAR ISI
Table of Contents
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
Rasional dan Deskripsi Singkat.......................................................................................... 4
Relevansi ............................................................................................................................... 4
Petunjuk Belajar ................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN
Modul ini dirancang untuk peserta Pelatihan Pendidikan Profesi Guru (PPG) agar mereka
terampil dalam membaca dan menganalisis peristiwa sejarah Islam pada masa Khulafaur
Rasyidin.
Modul ini dikemas dalam empat kegiatan belajar yang tersusun dengan urutan sebagai
berikut:
Setelah mempelajari modul ini peserta PPG diharapkan mampu mengambil hikmah dari
refleksi kepemimpinan keempat khalifah tersebut dalam kehidupan sehari-hari didasarkan
pada pemikiran logis-historis, kritis, dan reflektif.
Relevansi
Materi Perkembangan Islam masa Khulafaur Rasyidin merupakan materi workshop yang
dirancang untuk membekali peserta PPG dengan materi tentang kepemimpinan empat
khalifah masa Khulafaur Rasyidin. Materi ini harus dipahami dan dikuasi guru agama Islam
atau guru Tarikh Islam secara mendalam agar mereka mampu menyampaikannya kepada
para siswanya dengan baik. Pemahaman terhadap peristiwa sejarah pada masa lalu itu
penting karena peristiwa yang terjadi pada masa kini tidak dapat dipisahkan keterkaitannya
dengan peristiwa masa lalu. Bung Karno mengingatkan: “Jangan sekali-kali melupakan
sejarah” atau disingkat “Jas Merah”. Oleh karena itu guru agama Islam atau guru Tarikh Islam
harus benar-benar memahami dan mampu menganalisis peristiwa sejarah masa lalu dan
mengkaitkannya dengan peristiwa masa kini.
Petunjuk Belajar
Untuk membantu pemahaman modul Perkembangan Islam Masa Khulafaur Rasyidin anda
sebaiknya:
1. Mempelajari materi secara utuh (jangan beralih ke kegiatan belajar lain) jika yang anda
baca belum selesai.
2. Menggunakan kemampuan analisis dalam membaca dan kerjakan soal latihan yang
disediakan.
3. Apabila menemukan kesulitan, carilah kawan yang lebih memahami untuk melakukan
diskusi tentang materi sulit tersebut.
4. Keberhasilan proses pembelajaran Anda dalam modul ini sangat tergantung kepada
kesungguhan Anda dalam mengerjakan latihan. Untuk itu, berlatihlah secara mandiri
atau berkelompok dengan teman sejawat.
KEGIATAN BELAJAR 1:
MEREFLEKSI KEPEMIMPINAN ABU BAKAR
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Profil Abu Bakar
Abu Bakar Ash-Shiddiq (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H)
termasuk di antara orang-orang yang paling awal memeluk agama Islam atau yang
dikenal dengan sebutan as-sabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu
Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 Masehi.
Dia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur
Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar menjadi Khalifah selama 2 tahun,
2 bulan, dan 14 hari sebelum meninggal terkena penyakit.
Genealogi
Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bin Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin
Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan
nabi pada kakeknya bernama Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay dan ibu dari Abu Bakar adalah
Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti
ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya
adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi
menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Nabi memberinya gelar yaitu Ash-
Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra
Mi'raj yang diceritakan Nabi kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan
nama "Abu Bakar ash-Shiddiq"
Abu Bakar lahir di kota Mekah sekitar tahun 572, dari keluarga kaya dalam Bani
Taim. Ayah Abu Bakar bernama Uthman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) dan ibunya
bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair). Abu Bakar menghabiskan masa
kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku Badui yang menyebut diri
mereka dengan nama Ahl-i-Ba'eer atau rakyat unta. Pada masa kecilnya, Abu Bakar
sering sekali bermain dengan dengan unta dan kambing, dan kecintaannya terhadap unta
inilah yang memberinya nama "Abu Bakar" yang berarti, bapaknya unta.
Ketika umurnya berusia 10 tahun, Abu Bakar pergi ke Suriah bersama ayahnya dengan
kafilah dagang. Nabi Muhammad yang pada saat itu berusia 12 tahun juga bersama
kafilah tersebut. Pada tahun 591, Abu Bakar yang pada saat itu berusia 18 tahun pergi
untuk berdagang, berprofesi sebagai pedagang kain yang memang sudah menjadi bisnis
keluarga. Dalam tahun-tahun mendatang Abu Bakar sering sekali bepergian dengan
kafilahnya. Perjalanan bisnis membawanya ke Yaman, Suriah dan beberapa tempat
lainnya. Perjalanan bisnis inilah yang membuatnya semakin kaya dan semakin
berpengalaman dalam berdagang.
Sebuah cerita ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka'bah, dan
meminta Abu Bakar berdoa kepada berhala. Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus
urusan bisnis lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala
tersebut. Abu Bakar lalu berdoa kepada berhala, "Ya Tuhanku, aku sedang membutuhkan
pakaian, berikanlah kepadaku pakaian". Berhala tersebut tetap acuh tak acuh tidak
menanggapi permintaan Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa kepada berhala lainnya
dan mengatakan "Ya Tuhanku, berikanlah aku makanan yang lezat, lihatlah aku sangat
lapar". Berhala itu masih tidak memberikan jawaban apapun dan acuh tak acuh. Melihat
permintaannya tidak dikabulkan, kesabaran Abu Bakar habis lalu mengangkat sebuah
batu dan berkata kepada berhala tersebut. "Di sini saya sedang mengangkat batu dan
akan mengarahkannya kepadamu, kalau kamu memang tuhan, maka lindungilah dirimu
sendiri". Abu Bakar lalu melemparkan batu tersebut ke arah berhala dan meninggalkan
Ka'bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak pernah lagi datang ke Ka'bah untuk menyembah
berhala-berhala di Ka'bah.
2. Memeluk Islam
Setelah kembali dari perjalanan bisnis dari Yaman, Abu Bakar diberi tahu oleh teman-
temannya bahwa ketika beliau tidak berada di Mekah, Muhammad menyatakan dirinya
bahwa beliau adalah seorang utusan Allah.
Dalam bukunya Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir berpendapat bahwa wanita yang
pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang
masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam karena pada
waktu ia masuk Islam, Ali belum dewasa pada waktu itu. Adapun laki-laki dewasa yang
bukan budak yang pertama kali masuk Islam yaitu Abu Bakar.
Dalam kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah diajak
oleh Muhammad. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari Aisyah, ia berkata:
Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak
menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul
Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis
kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek
moyangmu dan lain lain lagi?" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan
Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu
Bakar langsung masuk Islam. Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada
seorang pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi
kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk
Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam.
Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam
Islam lainnya.
Istri pertama Abu Bakar yang bernama Qutaylah bint Abd-al-Uzza tidak menerima agama
Islam lalu Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain yang bernama Ummi Ruman
menjadi mualaf. Semua anak Abu Bakar menerima agama Islam kecuali Abdurrahman
bin Abi Bakar sehingga membuat mereka berpisah, walaupun pada akhirnya
Abdurrahman kelak menjadi seorang Muslim setelah Perjanjian Hudaibiyyah.
Masuk Islamnya Abu Bakar membuat banyak orang masuk Islam. Beliau membujuk
teman dekatnya untuk masuk Islam sehingga banyak temannya menerima ajakan
tersebut.
Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup
bersama Abu Bakar. Saat itu Muhammad menjadi tetangga Abu Bakar. Sejak saat itu
mereka berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia sama dan hanya berselisih
2 tahun 1 bulan lebih muda daripada muhammad, pedagang dan ahli berdagang.
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga
mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih
memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh
mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya
masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak
tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan
membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak
yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah.
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar
adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi
Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi
Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk
untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai
indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi SAW
telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang
paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah kematiannya,
dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah
bani Saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu
Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M.
5. Perang Riddah
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan
stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal
dari daerah Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada.
Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam
secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni
penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen
dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi.
Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan
nama perang Riddah. Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi "Ibnu
Habi al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazzab (Musailamah si
pendusta), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhamad.
Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin
Walid. Sedangkan Musailamah sendiri terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan
budak yang dibebaskan oleh Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan karena telah berhasil
membunuh Hamzah Singa Allah dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan
memeluk agama Islam serta mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap
Hamzah paman nabi Muhammad. Al Wahsyi pernah berkata, "Dahulu aku membunuh
seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang
yang sangat dibenci rasulullah (yaitu nabi palsu Musailamah al-Kazab)."
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa
setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab dalam
perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para penghafal Al
Qur'an yang terbunuh dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk
mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. Oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid
bin Tsabit, dikumpulkan lembaran al-Qur'an dari para penghafal al-Qur'an dan tulisan-
tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah
lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. Setelah Abu Bakar
meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah,
anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa
pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang
dikenal saat ini.
Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di kota Madinah karena sakit yang
dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah di
dekat Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.
Masalah kematian Rasulullah saw, memang telah membawa dampak yang sungguh
besar dalam ke-imanan seseorang kala itu. Krisis ini tidak hanya menerpa mereka yang
memang jauh dari Madinah, atau jauh dari Rasulullah, akan tetapi juga dialami beberapa
sahabat.
Masyarakat muslim kala itu memang tidaklah se-heterogen bila dibandingkan pada masa
selanjutnya, akan tetapi beberapa elemen penyusun dasar masyarakat sudah mulai
bervariasi. Otomatis tingkat kepatuhan, keyakinan, minat terhadap Islam, motivasi untuk
memeluk agama Islam pada masa Rasulullah pasti berbeda-beda. Bisa jadi ada yang
motivasinya hanyalah penyelamatan diri dari serangan-serangan Arab, atau juga bisa jadi
hanya menghindari beban upeti kepada mereka.
Kemudian dengan meninggalnya nabi Muhammad saw, anggapan bahwa zakat tidak
perlu lagi dibayar serta mertapun muncul. Meskipun beberapa kejadian ini mempunyai
indikasi lain yang tidak kalah pentingnya, yakni hanya sebuah usaha agar tidak membayar
pajak, akan tetapi kedoknya adalah benar-benar agama, hingga mereka yang
melancarkan gerakan nabi palsu, mogok zakat dan lain sebagainya disebut sebagai
murtad.
Ada beberapa kelompok yang melakoni gerakan riddah ini, mereka adalah:
Bani Amir dan Hawazan dan Sulaim.
Musailamah yang mengaku sebagai nabi baru.
Penduduk Bahrain.
Penduduk Oman dan Mahrah.
Penduduk Yaman dalam dua kali gelombang.
Penduduk Hadramaut dan Kinda
Abu Bakar sibuk untuk mengurusi masalah-masalah yang seperti ini yang semuanya
berlangsung pada tahun awal pemerintahannya yakni tahun 11 H, hingga beliau tidak
sempat memikirkan ekspansi ke luar kecuali hanya sedikit, selain memang masa
kepemimpinan beliau memang yang paling singkat dibanding para penerusnya. Tapi
akhirnya Abu Bakar berhasil meredam seluruh gerakan ini dengan mengirimkan
pasukannya. Karena memang riddah dalam keyakinan ummat Islam adalah harus
dibunuh hingga mati atau kembali ke dalam Islam maka begitu juga dengan perintah Abu
Bakar r.a kepada para pemimpin pasukan.
2. Dinamika Sosial.
Sebenarnya masyarakat Muslim, yang terdiri dari banyak element dan suku terancam
hancur persatuannya pada peristiwa Saqifah. Sejumlah kalangan pengungsi dari Mekkah
dan beberapa klan lemah di Madinah juga beberapa orang yang melepaskan diri dari
klannya bersatu untuk memikirkan suksesi Abu Bakar r.a dan menghalangi kalan Khazraj
untuk memilih pemimpin sendiri karena hal ini akan sangat rentan dengan munculnya
permusuhan di kalangan elit politik dan masyarakat.
Selain itu dalam beberapa kisah, yang coba diabaikan beberapa kalangan, disebutkan
bahwa terjadi ketegangan antara bani Hasyim dengan Abu Bakar dan suksesornya Umar
bin Khattab. Dalam beberapa riwayat seperti yang dituturkan oleh Muhammad Haikal
disebutkan bahwa Abu Bakar dan Umar bin Khattab mendatangi Ali bin Abi Thalib dengan
membawa sekelompok pasukan untuk meminta baiat Ali bin Abi Thalib. Aka tetapi Ali bin
Abi Thalib dan beberapa anggotanya menghadap mereka dengan pedang di tangannya,
hingga terjadi adu fisik antara Ali bin Abi Thalib r.a dan Umar bin Khattab r.a.
Abu Bakar r.a adalah salah satu figur yang dihormati oleh masyarakat, selain karena
beliau termasuk sahabat paling dekat dengan nabi, ia juga termasuk salah satu orang
yang paling pertama memeluk Islam dan mertua Rasulullah saw, akan tetapi Ali bin Abi
Thalib r.a sedikitpun tidak kalah wibawanya dibandingkan Abu Bakar r.a, beliau adalah
sepupu nabi, bahkan dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah
orang yang paling pertama kali masuk Islam, beliau juga adalah menantu Rasulullah saw.
Dua figur yang sangat dihormati di Madinah ini dan mempunyai banyak pendukung tentu
saja melahirkan paling sedikit dua blok masyarakat, yang mendukung Abu Bakar r.a dan
yang mendukung Ali bin Abi Thalib r.a. Tentu saja ini melahirkan suatu dilema tersendiri
bagi masyarakat.
3. Dinamika Politik.
Kestabilan politik yang telah dirintis oleh Rasulullah saw, berangsur-angsur memburuk
setelah kematian beliau. Ini terbukti dengan terjadinya beberapa pemberontakan di luar
Madinah, baik itu pemberontakan yang dimotivasi oleh keinginan melepaskan diri dari
kekuasaan Islam ataupun pemberontakan-pemberontakan yang dilancarkan oleh kaum-
kaum murtad.
Selain itu di Madinah, seperti yang kita sebutkan diatas, muncul dua blok kekuasaan
politik, satu pihak adalah Abu Bakar r.a yang telah diangkat menjadi khalifah, di pihak lain
adalah Ali bin Abi Thalib r.a-yang dalam pandangan beberapa sarjanawan disebutkan
bahwa beliau berpendapat dan disetujui oleh pengikutnya sebagai orang yang lebih
berhak untuk menduduki posisi kepemimpinan.
Anggapan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah orang yang lebih berhak untuk
mendapatkan tampuk kepemimpinan diawali dengan mengedepankan hadist Ghadir
Khum yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah pewaris nabi Muhammad
saw. Peristiwa Saqifah yang tidak dihadiri oleh Ali bin Abi Thalib r.a yang kala itu sibuk
dengan mengurusi jenazah Rasulullah saw, dimata beberapa kalangan merupakan awal
perampasan kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib r.a. Kesekongkolan antara Umar bin
Khattab r.a, Abu Bakar r.a dan Abu Ubaid bin Jarrah dianggap sebagai salah satu usaha
untuk tidak menggabungkan kepemimpinan politik dan agama pada Bani Hasyim.
Ada banyak versi yang menceritakan pertikaian politik antara dua blok politik terbesar di
Madinah. Akan tetapi ada juga riwayat yang menafikan pertikaian politik tersebut, seperti
riwayat shahih yang diceritakan oleh at-Thabari. Selain itu Haikal juga menuturkan bahwa
riwayat-riwayat yang menyebutkan terjadinya pertikaian politik baru muncul jauh sesudah
berakhirnya ke-khalifahan Abu Bakar r.a yakni pada masa Abbasyiah.
4. Stabilitas Negara.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a, tercatat beberapa pemberontakan yang
membahayakan bagi kesatuan negara Islam. Beberapa diantaranya adalah gerakan-
gerakan riddah yang muncul tidak lama setelah kematian Rasulullah saw.
Pemberontakan-pemberontakan itu bisa dilatari beberapa alasan baik alasan politik,
ekonomi ataupun agama. Beberapa pemberontakan dan gerakan yang mengancam
stabilitas negara itu dapat kita sebutkan sebagai berikut:
1. Pemberontakan Thulaihah yang mengklaim dirinya sebagai nabi sebelum wafatnya
Rasulullah saw.
2. Pemberontakan Sajjah dan Malik bin Nuwairoh di dari Yamamah.
3. Perang Yamamah, dan Musailamah yang menyebut dirinya sebagai nabi.
4. Gerakan riddah di Baharain.
5. Gerakan riddah di Omman dan Muhrah.
6. Gerakan riddah di Hadramaut dan Kindah.
Semua gerakan riddah dan pemberotakan ini berhasil diredamkan baik dengan
peperangan ataupun tidak.
Selain itu beliau juga mengangkat beberapa orang sebagai pemerintah di kota-kota
tertentu. Abu Bakar r.a mengangkat Umar bin Khattab r.a menjadi hakim di Madinah, Abu
Ubaidah menjadi pengurus baitul mal, Ali bin Abi Thalib r.a, Utsman bin Affan dan Zaid
bin Tsabit sebagai sekretaris, Uttab bin Usaid sebagai amir kota Mekkah, Utsman bin Abi
al-Ash sebagai amir di Thaif, al-Muhajir bin Abi Umayyah di Shun’a, Ziyad bin Lubaid di
Hadramaut, Abu Musa di Zubaid dan Rima’, Muadz bin Jabal di Jund, al-Ala’ bin al-
Hadramiy di Bahrain, Jarir bin Abdullah di Najran, Abdullah bin Tsaur di Jurasy, Iyadh bin
Ghanm di Daumatuljandal, Khalid bin Walid sebagai jendral besar pemimpin pasukan
penakluk Syam.
Sedangkan pada masa Abu Bakar r.a, kesatuan politik bangsa-bangsa Arab yang
terpecah belah dibawah beberapa kekuasan politik telah dirancang untuk disatukan
dibawah kekuasaan negara Islam. Kesatuan ini menjadi sistem pemerintahan negara
yang oleh bangsa Arab sebelumnya tidak diperhatikan. Selain itu, Abu Bakar r.a juga telah
merintis sistem pengambilan keputusan dengan keputusan syura. Lain halnya dengan
Rasulullah saw. yang keputusannya adalah mutlak karena memang beliau menjadi wadah
penerima wahyu. Pada pengambilan keputusan-keputusan genting, Abu Bakar sering
memanggil orang-orang yang menurutnya berkompeten untuk didengar pendapatnya,
yakni pada saat itu adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw. Dengan begitu beliau telah
mulai merintis pembangunan dasar-dasar pemerintahan Islam seperti syura.
Kemudian ketika Abu Bakar dibai’at di Saqifah, keesokan harinya beliau duduk di mimbar
sedang Umar berdiri di sampingnya memulai pembicaraan Abu Bakar berbicara.Umar
mulai mengucapkan pujian terhadap Allah sebagai pemilik segala pujian dan senjung.
Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah katakan kepada
kalian kemarin perkataan yang tidak ku dapati dalam kitabullah, dan tidak pula pernah
diberikan Rasulullah padaku. Aku berpikiran bahwa pastilah Rasulullah aku hidup dan
terus mengatur urusan kita maksudnya bahwa Rasulullah akan wafat belakangan setelah
para sahabat wafat dan sesungguhnya Allah telah meninggalkan untuk kita kitabnya yang
membimbing Rasulullah SAW, maka jika kalian berpegang teguh dengannya, Allah pasti
akan membimbing kalian sebagaimana Allah telah membimbing Nabinya. Dan
sesungguhnya Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang
yang terbaik dari kalian. Ia adalah sahabat Rasulullah SAW dan yang orang yang kedua
ketika ia dan Rasulullah bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah
bai’at kalian kepadanya. Maka orang-orang segera membai’at Abu Bakar secara umum
setelah sebelumnya dibai’at di Saqifah.
Selepas dibai’at, Abu Bakar mulai berpidato dan setelah memuji Allah Pemilik segala
pujian, beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia sesungguhnya aku telah dipilih
sebagai pimpinan atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik, maka jika aku berbuat
kebaikan, bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran
adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di
antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya
kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian, maka dialah yang
lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya.
Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada
mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab
Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku
mematuhi Allah dan Rasul-Nya.Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada
kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat,
semoga Allah merahmati kalian.’’(Al-Hafizh ibnu katsir, 2002: 58).
Umar bin Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-
ayat al-Quran yang tertulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta, dan lain-
lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan
tugas tersebut, karena belum pernah dilakasanakan pada masa Nabi Muhammad SAW.
Namun, karena alasan Umar bin Khabtab yang rasional, yaitu banyaknya sahabat
penghafal al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatir akan habis
seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Abu Bakar menugaskan kepada Zaid bin
Sabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk mengerjakan tugas
pengumpulan itu. (Rizem Aizid , 200-201).
Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar, maka jasa terbesar
Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia sekarang adalah usaha
pengumpulan al-Qur’an. Upaya pengumpulan al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf
Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci al-Qur’an
hingga menjadi kitab al-Qur’an yang menjadi pedoman utama kehidupan umat Islam
bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini. Oleh karena itu,
strategi/metode dakwah melalui pengumpulan al-Quran yang dilakukan oleh khalifah Abu
Bakar melahirkan strategi dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan seperti menerbitkan
kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan lain yang mengandung
pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan dalam bentuk tulisan memiliki rentang
waktu yang relative panjang karena tak lekang oleh zaman dan dapat dinikmati oleh
generasi-generasi berikutnya.
Disamping Baitul Mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar juga membentuk
lembaga Pertahanan dan Keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukan-
pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan.
Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di
antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, dan
Zaid bin Sufyan.
Selain sopan dan santun, Abu Bakar ash-Shiddiq juga terkenal tawadhu dan rendah hati.
Ia seorang pekerja keras sejak dahulu. Sebagai pengusaha sukses sejak sebelum Islam
datang. Hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad SAW. dan meninggalkan
usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW. dan Abu Bakar ash-
Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikit pun bekas-bekas orang kaya pada
dirinya. Tidak dijumpa pada diri Abu Bakar rasa gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin,
serta rasa ingin didengar dan dipuji. Selama berada di Madinah bersama Nabi
Muhammad SAW. Abu Bakar menerima jasa sebagai pemerah susu atau pemasak
gandum bagi orang-orang miskin dan janda yang tidak mampu.
Inilah bentuk ketawadhu’an Abu Bakar ash- Shiddiq. Ia tawadu’ bukan hanya dalam
kondisi miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi. Abu Bakar
pada mulanya adalah orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk perjuangan
Nabi Muhammad SAW. dan Islam. Abu Bakar merasa bahagia menafkahkan hartanya itu
sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melakukan pekerjaan-pekerjan orang
kecil seperti memerah susu, meskipun ia adalah pemimpin umat Islam. Abu Bakar yang
rendah hati bukan karena ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia memiliki segalanya
(Hidayatullah, 2014:122).
Pada masa Abu Bakar lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang
berarti. Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat Muslim telah menaklukan
beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Ketika
peserta didik selesai mengikuti pendidikan dikuttab mereka melanjutkan kejenjang
pendidikan yang lebih tinggi yakni di masjid. Di masjid ini ada dua tingkat, yakni tingkat
menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan diantara pendidikan itu adalah kualitas
gurunya. Pada tingkat menegah gurunya belum mencapai status Ulama Besar,
sedangkan pada tingkat tinggi para pengajarnya adalah ulama yang memiliki
pengetahuan yang mendalam dan integritas kesalehan dan kealiman yang diakui
masyarakat.
Materi-Materi Pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
- Al-Qur’an dan tafsirnya
- Hadist dan mengumpulkannya
- Fiqih
Adapun materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah Abu bakar untuk lembaga
pendidikan kuttab adalah:
- Belajar membaca dan menulis
- Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya
- Belajar pokok-pokok agama seperti, seperti cara wudlu, sholat, puasa dan sebagainya
Rangkuman
Selamat, Anda telah berhasil menyelesaikan modul tentang Merefleksi Kepemimpinan Abu
Bakar. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam modul ini adalah sebagai berikut.
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang berasal
dari keluarga kaya dan terpandang. Namun demikian ia bukanlah orang yang sombong
karena kekayaanya, melainkan tampil sebagai orang yang tawadhu’, rendah hati, lembut,
dan sederhana. Abu Bakar adalah sahabat Nabi Muhammad sejak remaja dan menjadi
sahabat paling dekat dengannya hingga tua.
2. Ketika menjabat sebagai khalifah pertama masa Khulafaur Rasyidin menggantikan
Rasulullah sebagai pemimpin umat Islam, Abu Bakar dihadapkan pada berbagai persoalan
agama seperti pembangkangan kaum riddah, pemberontakan nabi palsu, dan maraknya
kaum murtad. Untuk mengatasi masalah ini Abu Bakar bertindak tegas dengan memerangi
dan menumpas kelompok riddah dan makar tersebut. Dalam mengambil kebijakan terkait
urusan umat, Abu Bakar menerapkan sistem syura (musyawarah) dengan melibatkan
sahabat lainya dalam pengambilan keputusan.
3. Dalam berdakwah menegakkan dan menyebarkan ajaran agama Islam Abu Bakar
menempuh berbagai metode/strategi diantaranya adalah: Metode Bil-Lisan, Metode Bit-
Tadwin, Metode Bil-Yad, Metode Bil-Hal, dan Metode Bi Uswatin Hasanah.
4. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq perkembangan ilmu pengetahuan belum
pesat karena masa tersebut masih focus pada penumpasan nabi palsu, kaum riddah, kaum
murtad, dan perluasan wilayah ke Iraq dan Syam/Syiria. Pembelajaran agama Islam
diselenggarakan di kuttab dan di masjid dengan materi pembelajaran seperti membaca dan
menghafal al-Quran, tata cara beribadah (fiqh), al-Quran dan tafsirnya, serta hadist Nabi.
Tugas
Menurut apa yang telah Anda pelajari dari materi di atas:
apa sajakah prestasi Abu bakar sebagai khalifah pertama dalam Khulafaur Rasyidin?
menurut Anda, apakah kisah kepemimpinan Abu Bakar tersebut menarik untuk Anda
teladani?
tuliskan rencana Anda tentang apa saja yang akan Anda lakukan untuk meneladani
kepemimpinan Abu Bakar!
Tes Formatif
1. Dalam sejarah Islam, generasi sahabat yang terdekat yang memimpin pemerintahan
Islam dikenal dengan sebutan……………
a . Khulafaur Rasyidin
b. Abu Quhafah
c. Pemuda Kafir Quraisy
d. Perjanjian Madinah
2 Berikut ini adalah khalifah pertama dari sahabat Nabi yang memerintah masa Khulafaur
Rasyidin ………………..
a. Ali bin Abi Thalib
b. Umar bin Khattab
c. Abu Bakar
d. Utsman bin Affan
3. Nama aslinya Abu Bakar adalah……………
a. Ayyub al-Ansyari
b. Abdullah bin Abi Quhafa
c. Usman Abu Quhafa
d. Abdul Malik
4. Diantara nama nabi palsu yang muncul pada masa Khalifah Abu Bakar adalah sebagai
berikut KECUALI……
a. Musailamah
b. Thulaihah
c. Sajjah Tamimiyah
d. Abu Ubadah
5. Perang untuk menumpas nabi palsu yang melibatkan banyak sahabat penghafal al-
Quran dan sebagian dari mereka gugur dalam peperangan adalah perang…….
a. Yarmuk
b. Yamamah
c. Yaman
d. Riddah
6. Setelah Rasulullah SAW. meninggal dunia, ada kelompok orang Islam yang menolak
membayar zakat kepada Khalifah Abu Bakar dengan alasan …………
a. mereka tidak memiliki harta
b. mereka bukan orang Islam
c. mereka bukan penduduk Madinah
d. mereka hanya terikat kontrak dengan Rasulullah
7. Salah satu strategi dakwah Abu Bakar dalam menegakkan dan menyebarkan agama
Islam adalah Dakwah bil-Hal, yaitu dengan cara berikut ini KECUALI……….
a. mendirikan baitul mal
b. mendirikan lembaga peradilan
c. mendirikan pasar tradisional
d. melakukan pendelegasian tugas
8. Sesaat sebelum Abu Bakar meninggal dunia, beliau menunjuk Umar bin Khattab sebagai
penggantinya menjadi Khalifah. Penunjukan ini berdasarkan atas……..
a. permintaan Umar bin Khattab
b. hasil musyawarah dengan sahabat lainnya
c. kekhawatiran beliau akan keadaan kritis dan kacau bila tidak menunjuk penggantinya
d. wasiat Rasulullan SAW.
9. Prestasi yang dicapai oleh Abu Bakar Shiddiq diantaranya adalah sebagai berikut
KECUALI……………
a. Memerangi orang yang murtad
b. Menumpas nabi palsu
c. Manaklukkan Mesir
d. Mengumpulkan ayat-ayat al-Quran
10. Ilmu pengetahuan belum berkembang pesat pada masa Khalifah Abu Bakar karena
pemerintahan Abu Bakar masih focus pada…………
a. Memperluas daerah dan menumpas pemberontak
KEGIATAN BELAJAR 2:
MEREFLEKSI KEPEMIMPINAN UMAR BIN KHATAB
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
watak yang keras hingga dijuluki sebagai “Singa Padang Pasir”. Beliau termasuk
pemuda yang amat keras dalam membela agama tradisional Arab yang saat itu
masih menyembah berhala serta menjaga adat istiadat mereka.
Sebelum memeluk Islam beliau dikenal sebagai peminum berat, namun setelah
menjadi Muslim Beliau tidak lagi menyentuh alkohol (khamr) sama sekali,
meskipun saat itu belum diturunkan larangan meminum khomr secara tegas.
1. Memeluk Islam
Pada masa itu, ketika Nabi Muhammad menyebarkan Islam secara terbuka di
Mekkah, Umar bereaksi sangat antipati terhadap Nabi. Umar juga termasuk orang
yang paling banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa
pengikut Nabi Muhammad SAW.
Namun, Umar merasa iba ketika melihat saudarinya berdarah akibat pukulannya,
beliau kemudian meminta agar ia melihat bacaan tersebut. Beliau menjadi sangat
terguncang oleh isi Alquran, dan beberapa waktu setelah kejadian itu Umar
menyatakan memeluk agama Islam. Keputusan tersebut membuat hampir seisi
Mekkah terkejut karena seorang yang terkenal memiliki watang yang keras dan
paling banyak menyiksa pengikut Nabi Muhammad SAW kemudian memeluk
ajaran yang sangat di bencinya. Akibatnya, Umar dikucilkan dari pergaulan
Mekkah dan ia tidak lagi dihormati oleh para petinggi Quraisy.
2. Hijrah ke Madinah
Pada tahun 622, Umar ikut bersama Nabi Muhammad SAW serta para pegikutnya
berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Umar juga terlibat dalam perang Badar, perang Uhud,
perang Khaybar serta penyerangan ke Syria. Umar bin Khattab dianggap sebagai orang
yang disegani oleh kaum muslimin pada masa itu selain karena reputasinya pada masa
lalu yang memang terkenal sudah terkenal sejak masa memeluk Islam. Umar juga dikenal
sebagai orang terdepan yang selalu membela Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam
pada kesempatan yang ada. Bahkan beliau tanpa ragu menentang kawan-kawan
lamanya yang dulu bersama sama ikut menyiksa para pengikut Nabi Muhammad SAW.
Selama di bawah pemerintahan Umar bin Khatab, kekuasaan Islam tumbuh sangat pesat.
Islam mengambil alih Mesopotamia dan Persia dari tangan dinasti Sassanid, serta
mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari ke Kaisaran
Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi, namun
keduanya telah di taklukkan oleh ke Khalifahan Islam dibawah pimpinan Umar bin Khatab.
Umar bin Khattab melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari
dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang
baru ditaklukkan. Umar memerintahkan agar diselenggarakan sensus di seluruh wilayah
kekuasaan Islam. Pada tahun 638, Umar memerintahkan untuk memperluas dan
merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Umar bin Khattab dikenal memiliki kehidupan sederhana. Beliau tidak mengadopsi gaya
hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, beliau tetap hidup sangat sederhana.
Sekitar tahun ke-17 Hijriah yang merupakan tahun ke-4 ke khalifahannya, Umar
mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat
peristiwa Hijriah.
melahirkan faham-faham baru dalam agama yang positif maupun negatif meskipun pada
masa Umar bin Khattab r.a belum ada cerita tentang munculnya faham seperti ini.
Selanjutnya kehomogenan rakyat negara juga tentu saja akan menuntut suatu prinsip-
prinsip agama yang fleksibel, yang mudah difahami, karena rakyat tidak hanya terbentuk
dari orang-orang Arab, akan tetapi juga beberapa bangsa lainnya seperti Persia yang
telah dahulu mengenal agama selain Islam, juga bangsa Afrika yang sebelumnya tidak
mengenal Islam. Maka sesuatu yang esensial dari agama Islampun otomatis harus
ditemukan agar bisa diaplikasikan pada kehidupan orang-orang selain bangsa selain
Arab.
Meskipun begitu aktivitas ini tidak terlalu menonjol, karena memang mayoritas masa
pemerintahan Umar bin Khattab r.a dihabiskan untuk melakukan ekspansi-ekspansi.
Kebanyakan praktek-praktek agama yang dibawa oleh mayoritas pasukan Islam yang
berbangsa Arab adalah paduan antara praktek-praktek dan prinsip Islam dengan praktek
dan hukum adat orang-orang pada umumnya.
2. Dinamika Sosial.
Keadaan sosial juga mulai berubah, perubahan-perubahan ini sangat terlihat pada
masyarakat yang hidup diwilayah taklukan-taklukan Islam, mereka mengenal adanya
kelas sosial meskipun Islam tidak membenarkan hal itu. Tetapi kebijakan-kebijakan
tentang pajak, hak dan kekayaan yang terlalu jauh berbeda telah menciptakan jurang
sosial, ditambah lagi bahwa memang sebelum datangnya Islam mereka telah mengenal
kelas sosial ini. Seperti kebijakan pajak yang berlaku pada masa Umar bin Khattab telah
membagi masyarakat kepada dua kelas, yaitu:
a. Kelas wajib pajak: buruh, petani dan pedagang.
b. Kelas pemungut pajak: pegawai pemerintah, tentara dan elit masyarakat.
Hal ini akan menjadikan rakyat cenderung untuk menjadi tentara sebagai profesi.
Meskipun pajak itu memang digunakan untuk kepentingan sosial seperti pembangunan
sarana-sarana sosial tapi pajak itu tetap lebih banyak dirasakan oleh elit masyarakat dan
penakluk. Pada masa Umar hak atas properti rampasan perang, posisi-posisi istimewa
diberikan kepada pembesar-pembesar penakluk. Meskipun Umar adalah orang yang
sangat sederhana, lain dengan sahabat-sahabatnya yang mempunyai kekayaan, seperti:
a. Zubair yang mempunyai kekayaan sampai 50.000.000. dirham.
b. Abdur Rahman bin Auf mewariskan 80.000-100.000 dirham.
c. Sa’ad Ibn Waqqash yang punya villa di dekat Madinah.
d. Thalhah yang mempunyai 2.200.000 dirham dan 200.000 dinar juga lahan safiyah
seharga 30.000.000. dirham.
Terlepas apakah itu harta yang hak atau tidak, tentu akan membuat iri masyarakat
terutama mantan-mantan aristokrat Mekkah yang kebanyakan adalah Bani Umayyah.
Pemerintahan pusat mengirimkan gubernur, hakim dan lain-lain ke wilayah taklukan,
dengan begitu daerah-daerah yang tadinya hanya merupakan pedesaan berubah menjadi
kota yang padat penduduknya dan memiliki mobilitas sosial dan ekonomi yang tinggi.
Pembangunan-pembangunan infrastruktur berkisar pada jalan raya, irigasi dan
bendungan, masjid dan benteng.
3. Dinamika Ekonomi.
a. Perdagangan, Industri dan Pertanian.
Meluasnya daerah-daerah taklukan Islam yang disertai meluasnya pengaruh Arab sangat
berpengaruh pada bidang ekonomi masyarakat saat itu. Banyak daerah-daerah taklukan
menjadi tujuan para pedagang Arab maupun non Arab, muslim maupun non muslim,
dengan begitu daerah yang tadinya tidak begitu menggeliat mulai memperlihatkan
aktifitas-aktifitas ekonomi, selain menjadi tujuan para pedagang juga menjadi sumber
barang dagang. Maka peta perdagangan saat itupun tentu berubah seperti Isfahan, Ray,
Kabul, Balkh dan lain-lain.
b. Pajak.
Seluruh hal-hal diatas tentu saja akan berpengaruh terhadap pajak. Pajak saat itu
ditetapkan berdasarkan profesi, penghasilan dan lain-lain. Sistem pajak yang
diberlakukan di suatu daerah pada dasarnya adalah sistem yang dipakai di daerah itu
sebelum ditaklukkan. Seperti di Iraq yang diberlakukan sistem pajak Sasania. Tapi kalau
daerah itu belum mempunyai satu sistem pajak yang baku, maka sistem pajak yang
diberlakukan adalah hasil kompromi elit masyarakat dan penakluk. Yang bertugas
mengumpulkan pajak tersebut adalah elit masyarakat yang selanjutnya diserahkan
kepada pemerintah daerah untuk diserahkan ke pemerintah pusat. Pajak yang ditanggung
oleh masyarakat adalah :
1) Pajak jiwa, pajak ini berdasar jumlah masyarakat dan dipikul bersama. Yang bertugas
melakukan penghitungan adalah tokoh masyarakat juga.
2) Pajak bumi dan bangunan, tanah wajib pajak adalah seluas 2400 m2 jumlahnya
tergantung pada kualitas tanah, sumber air, jenis pertanian, hasil pertanian dan jarak ke
pasar.
Selain itu, beberapa alasan yang mendukung keberhasilan serangkaian penaklukan ini
adalah tidak terjalinnya hubungan baik antara pemerintah dengan rakyat. Dalam
beberapa kasus hal ini sungguh penting, karena orang-orang Kristen Arab yang
merupakan bagian imperium yang ditaklukkan lebih menerima dan bergabung dengan
pasukan Muslim. Lebih jauh lagi migrasi orang-orang Arab badui juga ikut menjadi alasan
keberhasilan ini.
Untuk tujuan mengorganisasi orang-orang Badui ini, dan agar tidak membuat masalah
kepada penduduk lokal, maka Umar bin Khattabpun membangun beberapa mishr. Mishr
ini menjadi basis tempat orang-orang badui. Selain itu juga mishr-mishr ini juga berperan
sebagai basis-basis militer dengan tujuan penaklukan selanjutnya. Beberapa kampung-
kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar bin Khattab adalah Bashrah
yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi dengan Madinah, ibu kota negara dan
juga menjadi basis penaklukan menuju Iran Selatan. Kufah dibangun untuk menjadi basis
pemerintahan untuk administrasi untuk Iraq Utara Mesopotamia dan bagian Timur dan
Utara Iran. Selain menjadi basis militer dan pemerintahan, amshar juga menjadi pusat
distribusi dan administrasi pajak. Dengan begitu sistem yang diterapkan oleh Umar bin
Khattab adalah sistem desentralisasi. Gaji para pasukan yang diambil dari pajak, upeti
dan zakat dibayarkan melalui pusat-pusat administrasi ini.
Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem
administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah
kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu,
otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya.
Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.
5. Mesir oleh Amr bin Ash (641 H/20 H) termasuk Heliopolis dan Babylonia, sedangkan
Alexandria baru ditaklukkan pada tahun (643).
6. Syiria ditaklukkan pada perang Qadisiyah (637 M/14 H).
7. serangkaian penaklukan lainnya adalah Mosul (641 M/16 H), Nihawan, Hamadazan (21
H), Rayy (22 H), Isfahan dan kota-kota Utama Iran Barat (644 M), Khurasan (22 H).
8. Pasukan lainnya menguasai Ahwaz (Khuzistan) (640 M/17 H).
9. Sijistan dan Kerman (23 H)
Maka wilayah kekuasaan Umar bin Khattab pada saat itu meliputi: benua Afrika hingga
Alexandria, Utara hingga Yaman dan Hadramaut, Timur hingga Kerman dan Khurasan,
Selatan hingga Tabristan dan Haran.
5. Dinamika Intelektual.
Selain dari menetapkan tahun hijriah yang dihitung dari sejak berhijrahnya nabi
Muhammad saw. ke Madinah, pada masa Umar bin Khattab r.a juga tercatat ijtihad-ijtihad
baru. Beberapa sebab-sebab munculnya ijtihad baru di masa awal Islam berkataitan
dengan Alquran maupun sunnah. Di dalam Alquran al-Karim pada saat itu sudah mulai
ditemukan kata-kata yang musytarak, makna lugas dan kiasan, adanya pertentangan
nash, juga makna tekstual dan makna kontekstual. Sedangkan tentang sunnah itu sendiri,
karena ternyata para sahabat tidak mempunyai pengetahuan yang merata tentang
sunnah nabi, karena kehati-hatian para sahabat untuk menerima suatu riwayat, terjadinya
perbedaan nilai hadist, dan adanya sunnah yang bersifat kondisional. Selain beberapa
alasan diatas, tentu saja faktor lainnya ikut mewarnai beberpa kemunculan ijtihad pada
masa Umar bin Khattab, seperti faktor militer, yakni dengan meluasnya wilayah
kekuasaan Islam, faktor sosial yang semakin heterogennya rakyat negara Islam, dan
faktor ekonomi.
Berapa ijtihad beliau pada saat itu adalah keputusan bahwa mua’llaf tidak mendapatkan
zakat, padahal di salah satu ayat dikemukakan bahwa mereka berhak mendapatkan
zakat. Akan tetapi Umar bin Khattab berpendapat bahwa hal ini juga dilakukan Rasulullah
saw. pada masa Islam masih lemah. Pada kasus lain adalah tentang pemotongan tangan
bagi pencuri. Pada beberapa kasus ternyata Umar bin Khattab r.a tidak melaksanakan
hukuman ini, terutama pada masa musim kemarau yang berkepanjangan pada tahun 18
H, dimana mereka hampir kehabisan bekal makanan. Selain itu dalam beberapa kisah
dikatakan bahwa dua orang budak telah terbukti mencuri unta, akan tetapi Umar bin
Khattab r.a tidak menjatuhinya hukum potong tangan karena alasan bahwa mereka
mencuri karena kelaparan, sebagai gantinya beliau membebankan ganti harga dua kali
lipat dengan barang yang mereka curi.
Ijtihad Umar b. Khattab ini, yang berbasis atas keberanian intelektual selanjutnya
berpengaruh kepada dua mazhab besar dalam memutuskan hukum, yakni ahl ra’yi yang
berbasis di Baghdad dan ahl hadist yang berbasis di Madinah. Keberanian Umar ini
menjadikannya sebagai contoh dan imam tauladan bagi para penganut mazhab ahl ra’yi,
yang kemudian pada tingkat yang lebih besar dipimpin oleh Abu Hanifah, sementara ahl
hadist lebih mencontoh Abdullah putra Umar b. Khattab, yang selanjutnya dipimpin oleh
Imam Malik di Madinah.
Dalam bidang peradilan, Umar bin Khattab r.a juga terkenal dengan risalah qodhonya,
yakni surat yang berisi hukum acara peradilan meskipun masih sederhana. Surat ini ia
kirimkan kepada Abu Musa al-Asy’ari yang menjadi qadhi di Kufah. Dalam mata kuliah
Sistem Peradilan Islam dan yang semacamnya, surat Umar bin Khattab ini dipandang
sebagai hukum acara pengadilan tertulis pertama dalam Islam.
Benarkah terjadi ketidak-puasan terhadap pemerintahan Umar bin Khattab, bisa jadi
benar. Salah satu bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah pembunuhan Umar bin
Khattab sendiri, beliau dibunuh Abu Lu’luah, seorang Nasrani. Ia megutarakan
keberatannya atas pajak yang ia nilai terlalu besar untuknya yang berprofesi sebagai
tukang kayu, pelukis, dan pandai besi, ia harus membayar dua dirham setiap hari. Akan
tetapi meskipun Umar bin Khattab r.a mendengar keluhannya, beliau tidak mengurangi
pajak tersebut karena kabarnya ia juga akan membuka penggilan tepung dengan angin.
Abu Lu’luah ternyata berlalu dengan rasa tidak puas dengan keputusan beliau, hal ini
disimpulkan dari jawabannya atas keputusan Umar bin Khattab r.a: “kalau begitu
bekerjalah untukku dengan penggilingan itu!”, yang kemudian dijawab: “kalau kamu
selamat maka aku akan bekerja untukmu”. Tiga hari kemudian ia berhasil membunuh
beliau.
Akan tetapi bila hanya bukti ini yang diajukan untuk mengutarakan bahwa akhir
pemerintahan Umar bin Khattab r.a terjadi beberapa ketidak-puasaan terhadapa
kebijaksaanan beliau, maka itu terlalu dilebih-lebihkan. Tapi meskipun begitu, memang
faktanya ada yang merasa tidak puas dengan Umar bin Khattab r.a.
Beliau meninggal pada umur 63 tahun. Adapun ke-khalifahannya berjalan selama 10
tahun, 6 bulan dan 8 hari.
Ada indikasi yang menyatakan bahwa perseturuannya dengan Ali bin Abi Thalib r.a mulai
memudar-kalau memang mereka berseteru-, yakni Umar bin Khattab r.a menikahi salah
satu putri Ali bin Abi Thalib r.a yakni Ummi Kaltsum, selain itu Ali bin Abi Thalib r.a adalah
salah seorang yang turun ke makam beliau, lain halnya ketika Fathimah binti Rasulullah
meninggal dunia, baik Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a tidak datang
kepemakamannya atau ketika Abu Bakar r.a meninggal dunia dimana Ali bin Abi Thalib
r.a tidak datang kepemakamannya.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa salah salah satu usaha untuk meredakan
perseteruannya dengan Bani Hasyim adalah dengan mengangkat para pemuka Bani
Hasyim sebagai pemimpin pasukan dan mengirimkannya ke medan perang, agar mereka
tidak terlalu memikirkan siapakah sebenarnya yang berhak untuk menjadi khalifah,
disamping beliau juga memang menikahi putri Ali bin Abi Thalib r.a.
bagi Umar untuk menggiatkan lagi usahanya. Dalam pertempuran di Ajnadin tahun 16
H/636 M, tentara Romawi dapat dikalahkan. Selanjutnya beberapa kota di pesisir Syiria
dan Pelestina, seperti Jaffa, Gizar, Ramla, Typus, Uka (Acre), Askalon dan Beirut dapat
ditundukkan pada tahun 18 H/638 M dengan diserahkan sendiri oleh Patrik kepada Umar
bin Khatab.
Khalifah Umar bin Khatab melanjutkan perluasa dan pengembangan wilayah Islam ke
Persia yang telah dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar. Pasukan Islam yang menuju
Persia ini berada di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Dalam
perkembangan berikutnya, berturut-turut dapat ditaklukan beberapa kota, seperti kadisia
tahun 16 H/636M, kota Jalula tahun 17 H/638 M. Madain tahun 18 H / 639 M dan
Nahawand tahun 21 H / 642 M.
Khalifah Umar bin Khatab juga mengembangkan kekuasaan Islam ke Mesir. Pada saat
itu penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti (Qopti) sedang mengalami penganiayaan
dari bangsa Romawi dan sangat mengaharapkan bantuan dari orang-orang Islam.
Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina, Khalifah Umar bin Khatab
memberangkatkan pasukannya yang berjumlah 4000 orang menuju Mesir di bawah
pimpinan Amr bin Ash. Sasaran pertama adalah menghancurkan pintu gerbang al Arisy,
lalu berturut-turut al Farma, Bilbis, Tendonius (Ummu Dunain), Ain Sams, dan juga
berhasil merebut benteng babil dan Iskandariyah.
2. Mengeluarkan Undang-Undang
Di antara jasa dan peninggalan Umar bin Khatab selama ia menjabat khalifah
adalah menertibkan pemerintahan dengan mengeluarkan undang-undang. Diadakan
kebijakan peraturan perundangan mengenai ketertiban pasar, ukuran dalam jual beli,
mengatur kebersihan jalan dan lain-lain.
membentuk utusan kehakiman, di mana hakim yang terkenal pada waktu itu adalah Ali
bin Abu Thalib.
Pada masa Umar bin Khattab, perkembangan Islam juga sebatas pada perluasan
kekuasaan Islam dan masalah ketatanegaraan (politik), namun demikian, pada masa ini
juga dicapai kemajuan-kemajuan seperti; pembagian daerah kekuasaan Islam,
membentuk Baitul Mal, dan dewan angkatan perang, menetapkan tahun hijriyah, serta
membangun masjid, seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Al-Aqsha, dan Masjid
Amr Ibnu ‘Ash.
Pada masa Khalifah Umar, Sahabat-sahabat besar yang lebih dekat kepada Rosulullah
dan memiliki pengaruh besar, dilarang keluar Madinah kecuali atas izin Khalifah dan hanya
dalam waktu yang terbatas. Dengan demikian , penyebaran ilmu para sahabat besar
terpusatkan dimadinah sehingga kota tersebut pada waktu itu menjadi pusat keilmuan
Islam. meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah
besar karena mereka yang baru menganut islam ingin menimba ilmu keagamaan dari
Sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi, Khususnya manyangkut Hadits
Rasul sebagai salah satu sumber agama yang belum terbukukan dan hanya ada dalam
ingatan para sahahabat dan sebagai alat bantu untuk menafsirkan al-Qur’an. Sejak masa
ini, telah terjadi mobilitas penuntut Ilmu dari daerah-daerah jauh menuju Madinah sebagai
pusat Ilmu Agama Islam. Gairah menuntut Ilmu Agama Islam tersebut dibelakang hari
mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin ilmu keagamaan seperti tafsir, Hadits,
Fiqih dan sebagainya.
Tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah nampak dalam pendidikan Islam pada
masa Khalifah Umar. Dikuasainya wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan
munculnya keinginan untuk belajar bahasa Arab sebagai bahasa pengantar diwilayah-
wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang baru
ditaklukan harus belajar Bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami
pengetahuan Islam. Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab.
Pada masa Umar bin Khattab ia menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak
dianjarkan sebagai berikut:
- Berenang
- Mengendarai onta
- Memanah
Rangkuman
Selamat, Anda telah berhasil menyelesaikan modul tentang Merefleksi Kepemimpinan Umar
bin Khattab. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam modul ini adalah sebagai berikut.
1. Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang berasal dari
keluarga terpandang. Umar adalah sosok yang pemberani, tegas namun berhati lembut.
Sebelum masuk Islam, Umar merupakan salah satu tokoh kafir Quraisy yang menentang
ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad. Namun berkat kelembutan hatinya ia masuk
Islam setelah mendengarkan lantunan ayat-ayat suci al-Quran yang dibacakan oleh
Habsah.
2. Ketika menjabat sebagai khalifah kedua masa Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab banyak
melakukan inovasi baik dalam hal pemerintahan. Dalam bidang pemerintahan Umar bin
Khattab membangun sistem pemerintahan yang kuat dengan membentuk beberapa
jawatan pemerintah, seperti: Diwan al-Kharaj (jawatan pajak), Diwan al-Ahdats
(jawatan kepolisian), Nazarat an-Nafi’at (jawatan pekerjaan umum), Diwan al-Jund
(jawatan militer), dan Baitul Mal (lembaga keuangan dan perbendaharaan negara).
Disamping itu, Umar bin Khattab juga menciptakan mata uang resmi negara dan
membentuk ahlul hilli wal aqdi yang bertugas untuk memilih pengganti khalifah.
3. Dalam berdakwah menegakkan dan menyebarkan ajaran agama Islam Umar bin Khattab
menempuh berbagai strategi diantaranya adalah: memperluas wilayah Islam hingga ke
Mesir dan Palestine, mengeluarkan Undang-Undang, membagi wilayah pemerintahan, dan
membentuk beberapa dewan.
4. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab perkembangan ilmu pengetahuan mulai
menunjukkan gelagatnya. Seiring dengan meluasnya wilayah kekuasaaan Islam, banyak
umat Islam yang berbahasa ibu bukan Bahasa Arab. Oleh karena itu tuntutan akan belajar
Bahasa Arab meningkat di kalangan umat Islam non-Arab. Khalifah Umar bin Khattab
menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak mereka dianjarkan keterampilan
sebagai berikut:
- Berenang
- Mengendarai onta
- Memanah
- Membaca dan menghafal syair-syair yang mudah dan pribahasa.
Tugas
Berdasarkan apa yang telah Anda pelajari dari materi di atas:
apa sajakah prestasi Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua dalam Khulafaur
Rasyidin?
menurut Anda, manakah dari kisah sejarah kepemimpinan Umar bin Khattab tersebut
yang patut untuk Anda teladani? Jelaskan!
tuliskan rencana Anda tentang apa saja yang akan Anda lakukan untuk meneladani
kepemimpinan Umar bin Khattab!
Tes Formatif
1. Masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab adalah …….
a. 11 – 13 H
b. 13 – 23 H
c. 23 – 35 H
d. 35 – 41 H
2. Penetapan Kalender Hijriyah yang berlaku hingga saat ini dilakukan pada masa
pemerintahan khalifah……..
a. Abu Bakar
b. Umar bin Khattab
c. Utsman bin Affan
d. Ali bin Abi Thalib
3. Panglima perang di masa Khalifah Umar yang sangat terkenal adalah…
a. Thariq bin Ziyad
b. Usamah bin Zaid
c. Khalid bin Walid
d. Mughirah
4. Pada masa khalifah Umar terjadi perluasan wilayah Islam besar-besaran sehingga masa
tersebut dikenal dengan …….
a. Ukhuwah Islamiyah
b. Rabithah Islamiyah
c. Futuhat Islamiyah
d. Madrasah Islamiyah
5. Di masa Khalifah Umar bin Khattab terjadi penaklukan Baitul Maqdis yang berada di
daerah……..
a. Mesir
b. Palestina
c. Suriah
d. Irak
6. Kewajiban warga negara non Muslim yang dibayarkan kepada negara pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin Khattab adalah....
a. Ghanimah
b. Zakat
c. Jizyah dan Kharaj
d. Sawafi
7. Ahl- al-Hal wal-Aqd adalah sebuah komisi yang dibentuk pada masa khalifah Umar bin
Khattab dengan tugas utama…....
a. memberikan masukan konstruktif kepada khalifah
b. mengurus masalah keagamaan
c. memuruskan strategi perang
d. memilih pengganti khalifah
8. Umar bin Khattab pernah tidak menjatuhkan hukum potong tangan kepada pencuri dengan
alasan si pencuri melakukannya karena kelaparan. Sebagai gantinya beliau membebankan
ganti rugi seharga dua kali lipat dengan barang yang mereka curi. Kebijakan tersebut
menggambarkan bahwa Umar bin Khattab adalah khalifah yang ……….
a. tekstualis
b. kontekstualis
c. agamis
d. pluralis
9. Salah satu strategi dakwah Umar bin Khattab dalam menegakkan dan menyebarkan
agama Islam adalah pengembangan wilayah Islam. Dalam pengembangan wilayah ke
Mesir, Umar bin Khattab mengirim pasukan yang dipimpin oleh……..
a. Khalid bin Walid
b. Abu Ubadah bin Jarrah
c. Ali bin Abi Thalib
d. Amru bin Ash
10. Dalam pengembangan bidang pengetahuan, Khalifah Umar bin Khattab menginstruksikan
kepada penduduk kota agar anak-anak mereka dianjarkan keterampilan sebagai berikut,
KECUALI:
a. Berenang
b. Mengendarai onta
c. Mengendarai keledai
d. Memanah
KEGIATAN BELAJAR 3:
MEREFLEKSI KEPEMIMPINAN UTSMAN BIN AFFAN
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Profil Utsman bin Affan
Utsman bin Affan, adalah sahabat Nabi Muhammad yang termasuk Khulafaur
Rasyidin (khalifah rasyid) yang ke-3. beliau dijuluki dzu nurain, yang berarti pemiliki dua
cahaya, Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Beliau
juga dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat
dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal
dakwah Islam.
1. Nasab
Beliau adalah Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdu asy-Syam bin Abdu
Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwai bin Ghalib bin Fihr bin Malik
bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin
Ma’addu bin Adnan (ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 53). Amirul mukminin, dzu nurain, telah
berhijrah dua kali, dan suami dari dua orang putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Hubaib bin Abdu asy-Syams dan
neneknya bernama Ummu Hakim, Bidha binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah. Dari sisi
nasab, orang Quraisy satu ini memiliki kekerabatan yang sangat dekat dengan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain sebagai keponakan Rasulullah, Utsman juga menjadi
menantu Rasulullah dengan menikahi dua orang putrinya.
Utsman bin Affan termasuk di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga,
beliau juga menjadi enam orang anggota syura, dan salah seorang khalifah al-mahdiyin,
yang diperintahkan untuk mengikuti sunahnya.
2. Sifat
Utsman bin Affan adalah sahabat nabi yang memiliki sifat yang sangat pemalu, seperti
dalam hadis berikut ini:
“Orang yang paling penyayang di antara umatku adalah Abu Bakar, yang paling tegas
dalam menegakkan agama Allah adalah Umar, yang paling pemalu adalah Utsman, yang
paling mengetahui tentang halal dan haram adalah Muadz bin Jabal, yang paling hafal
tentang Alquran adalah Ubay (bin Ka’ab), dan yang paling mengetahui ilmu waris adalah
Zaid bin Tsabit. Setiap umat mempunyai seorang yang terpercaya, dan orang yang
terpercaya di kalangan umatku adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” (HR. Ahmad dalam
Musnad-nya 3:184)
Utsman adalah seorang yang rupawan, lembut, mempunyai janggut yang lebat,
berperawakan sedang, mempunyai tulang persendirian yang besar, berbahu bidang,
rambutnya lebat, dan bentuk mulutnya bagus. Az-Zuhri mengatakan, “Beliau berwajah
rupawan, bentuk mulut bagus, berbahu bidang, berdahi lebar, dan mempunyai telapak
kaki yang lebar.”
Rasulullah sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur
dan rendah hati di antara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim
bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah , ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja
dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak
memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan
membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu
terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”
3. Ikut hijrah
Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah ke Habbasyiah karena meningkatnya
tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin
lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum
Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad untuk hijrah
ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui
Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan
dari Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan
untuk memerangi penduduk Mekkah.
4. Dermawan
Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk,
dimana Rasullullah memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah.
Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah
1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga
biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala
membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000
dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa
pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut
dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok
atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel.
Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka
bersekongkol untuk membunuh khalifah.
7. Wafat
Khalifah Utsman dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan
Ramadhan hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2 ulimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan
Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk
menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat
Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para
pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang
membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah perihal kematian
Utsman yang syahid nantinya, peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan
rumah Utsman oleh para pemberontak selama 40 hari. Utsman wafat pada hari Jumat 18
Dzulhijjah 35 H. Ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
b. Pemerintahan daerah/gubernur
Awal pemerintahan khalifah Utsman bin Affan para pemimpin daerah yang telah diangkat
oleh Umar bin Khattab telah menyebar ke berbagai dan kota Islam. Utsman bin Affan
menetapkan kekuasaan para gubernur sebelumnya yang sudah diangkat oleh Umar bin
Khattab. Masa para gubernur ini untuk memerintah lagi yaitu selama satu tahun penuh.
Kebijakan ini adalah kebijkan dari Umar bin Khattab yang menyuruh untuk menetapkan
pemimpin daerah masa Umar bin Khattab selama satu tahun (Syalabi, 2013: 336-338).
c. Hukum
Pentingnya masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang hukum terlihat dalam dua hal
yang mendasar, antara lain :
(1) Menjaga teks-teks pada masa Nabi Muhammad dalam bidang hukum, terikat dengan
apa yang ada di dalam teks, mengikuti dan mentaati teks yang ada.
(2) Meletakkan sistem hukum baru untuk memperkuat pondasi negara Islam yang
semakin luas dan menghadapi hal-hal yang baru yang tambah beraneka ragam
(Syalabi, 2013: 174-176).
Hakim-hakim pada masa khalifah Utsman bin Affan antara lain.
(1)Zaid bin Tsabit yang bertugas di Madinah.
(2) Abu Ad-Darda bertugas di Damaskus.
(3) Ka’ab bin Sur bertugas di Bashrah.
(4) Syuraih di Kufah.
(5) Ya’la bin Umayyah di Yaman.
(6)Tsumamah di Sana’a.
(7) Utsman bin Qais bin Abil Ash di Mesir (Supriyadi, 2008: 91-93).
yang mengurusnya dan mengaturnya adalah Baitul Mal atas izin khalifah Utsman bin
Affan (Syalabi, 2013: 70-72).
e. Militer
Utsman bin Affan memilih tokoh-tokoh yang mampu memimpin kekuatan Islam seperti al-
Walid, Abu Musa al-Asy’ari, dan Said bin al-Ash. Tokoh militer tersebut sangat berjasa
dalam menumpas pemberontakan yang terjadi setelah pemerintahan Umar. Keseriusan
Utsman bin Affan dalam bidang militer menunjukkan bagaimana kekuatan Islam pada
waktu itu. Kemajuan pemerintahan Islam pada masa Utsman bin Affan selama 12 tahun
juga dikarenakan mampu menjaga kedaulatan di daerah kekuasannya. Kemajuan militer
pada waktu itu membawa pemerintahan Islam dibawah kepemimpinan Utsman bin Affan
kepuncak kejayaan.
f. Majelis Syuro
Majelis Syuro adalah orang-orang yang mewakili kaum muslimin dalam menyampaikan
pendapat sebagai bahan pertimbangan khalifah. Orang non muslim juga diperbolehkan
menjadi anggota majelis syuro untuk menyampaikan pengaduan tentang kedzaliman para
penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum Islam. Majelis syuro dibagi
menjadi tiga, yaitu; dewan penasehat, dewan penasehat umum, dan dewan penasehat
tinggi dan umum.
3. Bidang Ekonomi
Pada masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang ekonomi terbukti sangat berkembang
dengan maju dan pesat. Utsman bin Affan menggunakan prinsip-prinsip politik ekonomi
yang dijalankan di pemerintahannya, prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut.
a. Menerapkan politik ekonomi secara Islam.
b. Tidak berbuat Zhalim terhadap rakyat dalam menetapkan cukai atau pajak.
c. Menetapkan kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan kepada Baitul Mal.
d. Memberikan hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal.
e. Menetapkan kewajiban harta kepada kaum kafir dzamimi untuk diserahkan kepada
Baitul Mal dan memberikan hak-hak mereka serta tidak menzhalimi mereka.
f. Para pegawai cukai wajib menjaga amanat dan memenuhi janji.
g. Mengawasi penyimpangan-penyimpangan dalam harta benda yang dapat
menghilangkan kesempurnaan nikmat umat secara umum (Syalabi, 2013: 137-139) .
Eksistensi Utsman bin Affan untuk negara atau pemerintahan adanya pemasukan dan
pengeluaran dalam bidang ekonomi (Syalabi, 2013: 146-167). Pemasukan dan
pengeluaran tersebut, antara lain.
(a) Pemasukan Keuangan
(1) Zakat
(2) Harta Rampasan Perang (Ghanimah)
(3) Harta Jizyah
(4) Harta Kharaj (Pajak Bumi)
(5) Usyur (Sepersepuluh dari barang dagangan)
(b) Pengeluaran Keuangan
Berikut ini adalah pengeluaran keuangannya (Syalabi, 2013: 163-169).
(1) Gaji Para Walikota dari Kas Baitul Mal
(2) Gaji Para Tentara dari Kas Baitul Mal
(3) Kas Umum untuk Haji dari Baitul Mal
(4) Dana Perluasan Masjidil Haram dari Baitul Mal
(5) Dana Pembuatan Armada Laut Pertama Kali
(6) Dana Pengalihan Pantai dari Syuaibah ke Jeddah
(7) Dana Pengeboran Sumur dari Baitul Mal
(8) Dana untuk Para Muadzin dari Baitul Mal
(9) Dana untuk Tujuan-tujuan Mulia Islam
4. Bidang Sosial
Pada masa khalifah Umar bin Khattab masyarakat tidak diberi kebebasan untuk
melakukan segala hal. Semua kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk keluar daerah
kecuali harus dengan izin dan untuk waktu tertentu, dan banyak permintaan izin demikian
itu ditolak. Pada masa khalifah Utsman bin Affan telah memberi kebebasan kepada
umatnya untuk keluar daerah. Kaum muslimin dapat memilih hidup yang serba mudah
daripada di masa Umar bin Khattab yang dirasakan terlalu keras dan ketat dalam
pemerintahannya (Amin, 2010: 105-107).
5. Bidang Agama
a. Mengerjakan shalat
Pada tahun 29 H/650 M Utsman bin Affan mengerjakan shalat empat rakaat di Mina
secara berjamaah.Shalat yang dilaksanakan oleh Utsman bin Affan ini membawa
kebinggungan terhadap para sahabatnya, ketika semua orang mengerjakan shalat
berjamaah sebanyak dua rakaat, maka Utsman bin Affan mengerjakan shalat sebanyak
empat rakaat. Kebijakan yang diambil khalifah Utsman bin Affan dengan mengerjakan
shalat empat rakaat penuh di Mina dan Arafah merupakan bentuk kasih sayangnya
terhadap umat Islam (Syalabi, 2013: 187-191).
b. Ibadah Haji
Khalifah Utsman bin Affan adalah salah satu orang yang mengerti tetang hukum-hukum
ibadah haji. Utsman bin Affan juga melarang umatnya untuk beribadah haji jika untuk tidak
sesuai hukum-hukum haji. Larangan tersebut antara lain (Syalabi, 2013: 194-197).
c. Pembangunan Masjid
(1) Masjidil Haram
(2) Masjid Nabawi
(3) Masjid Quba
d. Pembukuan Al-qur’an
Penyusunan kitab suci Al-qur’an adalah suatu hasil dari pemerintahan khalifah Utsman
bin Affan. Tujuan penyusunan kitab suci Al-qur’an ini untuk mengakhiri perbedaan-
perbedaan serius dalam bacaan Alqur’an. Utsman bin Affan menginginkan saling
bersatunya umat Islam dalam satu bacaan.
e. Penyebaran Agama Islam
Penyebaran agama Islam pada masa khalifah Utsman bin Affan salah satunya dilakukan
dengan cara ekspedisi-ekpedisi ke wilayah yang menjadi jajahan Islam. Ekspedisi yang
dilakukan bukan hanya untuk menaklukan daerah saja, tetapi juga untuk menyebarkan
agama Islam.
1. Perluasan Wilayah
Pada masa khalifah Usman terdapat juga beberapa upaya perluasan daerah kekuasaan
Islam di antaranya adalah melanjutkan usaha penaklukan Persia. Kemudian Tabaristan,
Azerbaijan dan Armenia. Usaha perluasan daerah kekuasaan Islam tersebut lebih lancar
lagi setelah dibangunnya armada laut. Satu persatu daerah di seberang laut ditaklukanya,
antara lain wilayah Asia Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau Cyprus, Rhodes, Tunisia dan
Nubia. Dalam upaya pemantapan dan stabilitas daerah kekuasaan Islam di luar kota
Madinah, khalifah Usman bin Affan telah melakukan pengamanan terhadap para
pemberontak yang melakukan maka di daerah Azerbaijan dan Rai, karena mereka
enggan membayar pajak, begitu juga di Iskandariyah dan di Persia.
2. Standarisasi Al-Qur’an
Pada masa Usman, terjadi perselisihan di tengah kaum muslimin perihal secara baca Al
Qur’an (qiraat). Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan
beragam cara baca. Karena perselisihan ini, hampir saja terjadi perang saudara. Kondisi
ini dilporkan oleh Hudzaifah al Yamani kepada Khalifah Usman. Menanggapai laporan
tersebut, Khalifah Usman memutuskan untuk melakukan penyeragaman cara baca Al-
Qur’an. Cara baca inilah yang akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan
demikian, perselisihan dapat diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari.
Dalam menyusun cara baca Al-Qur’an resmi ini, Khalifah Usman melakukannya
berdasarkan cara baca yang dipakai dalam Al-Qur’an yang disusun leh Abu Bakar.
Setelah pembukuan selesai, dibuatlah beberapa salinannya untuk dikirim ke Mesir, Syam,
Yaman, Kufah, Basrah dan Mekkah. Satu mushaf disimpan di Madinah.Mushaf-mushaf
inilah yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf Usmani. Khalifah Usman
mengharuskan umat Islam menggunakan Al-Qur’an hasil salinan yang telah disebarkan
tersebut. Sementara mushaf Al-Qur’an dengan cara baca yang lainnya dibakar.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak kecewa terhadap kepemimpinan Usman
adalah kebijaksanannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting
di antaranya adalah Marwan ibnu Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan
pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah. Setelah banyak
anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting. Usman laksana boneka
dihadapan kerabatnya tersebut. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah
terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta
kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri.
4. Pembangunan Fisik
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa Usman tidak ada kegiatan-kegiatan
yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang
besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan,
jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas mesjid Nabi di Madinah.
Usaha kongkrit dibidang Pendidikan Islam belum dikembangkan oleh Khalifah Usman.
Khalifah merasa sudah cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan. Namun begitu,
satu usaha cemerlang telah terjadi dimasa ini, yang berpengaruh luar biasa bagi
pendidikan Islam. Melanjutkan usulan Umar kepada Khalifah Abu Bakar untuk
mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Quran, Khalifah Usman memerintahkan agar mushaf
yang dikumpulkan dimasa Abu Bakar, disalin oleh Zaid bin Tsabit bersama Abdullah bin
Zubair, Zaid bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits. Penyalinan ini dilatar belakangi oleh
perselisihan dalam bacaan al-Quran. Menyaksikan perselisihan itu, Hudzaifah bin Yaman
melapor kepada Khalifah Usman dan meminta Khalifah untuk menyatukan bacaan al-
Quran. Akhirnya, Khalifah memerintahkan penyalinan tersebut sekaligus menyatukan
bacaan al-Quran dengan pedoman apabila terjadi perselisihan bacaan antara Zaid bin
Tsabit dengan tiga anggota tim penyusun, hendaknya ditulis sesuai lisan Quraisy karena
al-Quran itu diturunkan dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy,
sedangkan ketiga orang anggotanya adalah orang Quraisy.
Setelah selesai menyalin mushaf itu, Usman memerintahkan para penulis Al-Qur’an untuk
menyalin kembali beberapa mushaf untuk dikirim ke Mekkah, Kuffah, Bashrah, dan Syam.
Khalifah Utsman sendiri memegang satu mushaf yang disebut mushaf al-Imam. Mushaf
Abu Bakar dikembalikan lagi ketempat penyimpanan semula, yaitu dirumah Habsah.
Khalifahn Usman meminta agar umat Islam memegang teguh apa yang tertulis dimushaf
yang dikirimkan kepada mereka. Sedangkan mushaf-mushaf yang sudah ada ditangan
umat Islam segera dikumpulkan dan dibakar untuk menghindari perselisihan bacaan al-
Quran serta menjaga keasliannya. Fungsi al-Quran sangat fundamental bagi sumber
agama dan ilmu-ilmu Islam. Oleh karena itu, menjaga keaslian al-Quran dengan menyalin
dan membukukannya merupakan suatu usaha demi perkembangan ilmu-ilmu Islam
dimasa mendatang.
Mushaf al-Quran yang ada di Madinah, Mekkah, Kuffah, Bashrah, dan Syam memiliki jenis
yang sama, yaitu mushaf Utsmani. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan muncullah Ilmu
Qiraat, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan membaca dan memahami Al-Quran. Ilmu ini
muncul pada masa Khalifah Utsman bin Affan karena adanya beberapa dialek bahasa
dalam membaca dan memahaminya dan dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam membaca
dan memahaminya. Oleh karena itu diperlukan standarisasi bacaan dengan kaidah-kaidah
tersendiri.
Rangkuman
Selamat, Anda telah berhasil menyelesaikan modul tentang Merefleksi Kepemimpinan
Utsman bin Affan. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam modul ini adalah sebagai
berikut.
1. Utsman bin Affan, adalah sahabat Nabi Muhammad yang termasuk Khulafaur
Rasyidin (khalifah rasyid) yang ke-3. Beliau dijuluki dzu nurain, yang berarti pemiliki dua
cahaya, karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasulullah SAW., yaitu
Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Beliau juga dikenal sebagai pedagang kaya raya dan
ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang
diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam.
2. Ketika menjabat sebagai khalifah ketiga masa Khulafaur Rasyidin, Utsman bin Affan
banyak melakukan terobosan dalam pemerintahanan. Dalam bidang politik Utsman bin
Affan mempertahankan masa jabatan para gubernur yang diangkat oleh Umar bin Khattab
selama satu tahun lagi. Utsman juga melakukan terobosan di bidang ekonomi sehingga
perekonomian masa utsman berkempang pesat dan maju. Utsman menerapkan politik
ekonomi secara Islam, menarik pajak kepada kaum kafir dzimmi, menarik zakat kepada
kaum muslimin dan menempatkannya di baitul mal. Dalam bidang agama Utsman bin Affan
melakukan pembangunan Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Quba’. Dismping itu,
utsman melakukan kodifikasi/pembukuan kitab suci Al-Quran dengan tujuan untuk
mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan Alqur’an.
3. Dalam berdakwah menegakkan dan menyebarkan ajaran agama Islam Utsman bin Affan
menempuh berbagai strategi diantaranya adalah: memperluas wilayah, standarisasi al-
Quran, pengangkatan pejabat dan pembangunan fisik tiga masjid penting bagi umat Islam
yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Quba’.
4. Pendidikan pada masa pemerintahan Utsman bin Affan meneruskan apa yang telah dirintis
oleh pendahuluanya, Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Setelah dilakukan pembukuan kitab
suci al-Quran dan kitab al-Quran standar dibagikan kepada para gubernur untuk diajarkan
kepada umat Islam di wilayahnya, maka muncullah Ilmu Qiraat untuk mengatasi perbedaan
bacaan al-Quran oleh umat Islam non-Arab. Pada saat itu Ilmu Qiraat berkembang dengan
pesat disamping Bahasa Arab.
Tugas
Berdasarkan apa yang telah Anda pelajari dari materi di atas:
apa sajakah prestasi Ustman bin Affan sebagai khalifah ketiga dalam Khulafaur
Rasyidin?
menurut Anda, manakah dari kisah sejarah kepemimpinan Ustman bin Affan tersebut
yang patut untuk Anda teladani? Jelaskan!
tuliskan rencana Anda tentang apa saja yang akan Anda lakukan untuk meneladani
kepemimpinan Ustman bin Affan!
Tes Formatif
1. Menurut penilaian Rasulullah SAW., Utsman bin Affan adalah sosok pribadi yang …….
a. Jujur dan bertanggung jawab
KEGIATAN BELAJAR 4:
MEREFLEKSI KEPEMIMPINAN ALI BIN ABI THALIB
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut
sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar
tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di
dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini,
sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30
tahun bahkan 32 tahun.
Dia bernama asli Assad bin Abu Thalib, bapaknya Assad adalah salah seorang paman
dari Muhammad SAW. Assad yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu
Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di
antara kalangan Quraisy Mekkah.
Setelah mengetahui anaknya yang baru lahir diberi nama Assad, Ayahnya memanggil
dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).
Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, di mana Asad merupakan anak
dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan
ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi nabi Muhammad
SAW. karena dia tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu
Thalib memberi kesempatan bagi nabi Muhammad SAW bersama istri dia Khadijah untuk
mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa
kepada Abu Thalib yang telah mengasuh nabi sejak kecil hingga dewasa, sehingga sedari
kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad.
Ketika Nabi Muhammad SAW. menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu
Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau
orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri nabi sendiri. Pada saat itu Ali berusia
sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari nabi Muhammad
SAW. karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan nabi hal ini
berkelanjutan hingga dia menjadi menantu nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi
sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality
dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang
kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan nabi khusus kepada dia tetapi
tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.
Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah
maupun kemasyarakatan semua yang diterima nabi harus disampaikan dan diajarkan
kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang
tertentu dengan kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari nabi kepada Ali dalam
semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (syariah) dan bathin (tasawuf) menggembleng
Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.
Pada malam hari menjelang hijrah Nabi ke Madinah, Ali bersedia tidur di kamar nabi untuk
mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah nabi. Dia tidur
menampakkan kesan nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka
mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh nabi yang telah
meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
2. Kehidupan di Madinah
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali menikah dengan Fatimah az-Zahra, putri
Nabi Muhammad. Ali tidak menikah dengan wanita lain ketika Fatimah masih hidup.
Tertulis dalam Tarikh Ibnu Atsir, setelah itu Ali menikah dengan Ummu Banin binti
Haram, Laila binti Mas'ud, Asma binti Umais, Sahba binti Rabia, Umamah binti Abil
Ash, Haulah binti Ja'far, Ummu Said binti Urwah, dan Mahabba binti Imru'ul Qais (Sayyid
Sulaiman Nadwi, 2015: 62).
Perang Badar
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah
Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman nabi.
Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tetapi
semua sepakat dia menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar
25 tahun.
Perang Khandaq
Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi
Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin
Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
Perang Khaibar
"Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri,
dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan
baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Hampir semua peperangan ikuti oleh Ali bin Abi Thalib kecuali perang Tabuk karena
mewakili Nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah.
Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan
pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada
wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah bila nabi
Muhammad SAW. wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada saat Ali dan
Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk
membaiat Abu Bakar.
Menurut riwayat dari Al-Ya'qubi dalam kitab Tarikh-nya Jilid II Menyebutkan suatu
peristiwa sebagai berikut. Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah
haji ( Hijjatul-Wada'), malam hari Rasulullah SAW. bersama rombongan tiba di suatu
tempat dekat Jifrah yang dikenal denagan nama "GHADIR KHUM." Hari itu adalah hari
ke-18 bulan Dzulhijah. Ia keluar dari kemahnya kemudia berkhutbah di depan jamaah
sambil memegang tangan Imam Ali Bin Abi Thalib. Dalam khutbahnya itu antara lain dia
berkata: "Barang siapa menanggap aku ini pemimpinnya, maka Ali adalah
pemimpinnya.Ya Allah, pimpinlah orang yang mengakui kepemimpinannya dan
musuhilah orang yang memusuhinya"
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga nabi, Ahlul Bait,
dan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin Abi
Thalib terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang
meriwayatkan setelah nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang
terbanyak adalah Ali membai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam bulan
setelah meninggalnya Rasulullah demi mencegah perpecahan dalam ummat Islam.
4. Sebagai Khalifah
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya
mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman
bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa
pemerintahannya, Pertempuran Basra. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000
pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah
binti Abu Bakar, Istri Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu
itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah
diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad Muhammad SAW. ketika dia masih
hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak
zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga
menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi
hingga akhir pemerintahannya. Pertempuran Shiffin yang melemahkan kekhalifannya
juga berawal dari masalah tersebut. Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki
kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam
administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan
sebelumya.
5. Ali Wafat
Pada tanggal 19 Ramadan 40 Hijriyah, atau 27 Januari 661 Masehi, saat sholat di Masjid
Agung Kufah, Ali diserang oleh seorang Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam. Dia
terluka oleh pedang yang diracuni oleh Abdurrahman bin Muljam saat ia sedang bersujud
ketika sholat subuh. Ali memerintahkan anak-anaknya untuk tidak menyerang orang
Khawarij tersebut, Ali malah berkata bahwa jika dia selamat, Abdurrahman bin Muljam
akan diampuni sedangkan jika dia meninggal, Abdurrahman bin Muljam hanya diberi satu
pukulan yang sama (terlepas apakah dia akan meninggal karena pukulan itu atau
tidak). Ali meninggal dua hari kemudian pada tanggal 29 Januari 661 (21 Ramadan 40
Hijriyah). Hasan bin Ali memenuhi Qisas dan memberikan hukuman yang sama kepada
Abdurrahman bin Muljam atas kematian Ali.
Tidak lama setelah dia di bai’at, Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu menghadapi
pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Yang dikenal dengan nama Perang Jamal
(Unta). Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena
pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Usman. Namun Ali
menyatakan ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan
mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia
membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan
dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah,serta mengordinir polisi dan
menetapkan tugas-tugas mereka.
Beragam gagasan dan konsepsi tentang kasus ini telah mewarnai perjalanan sejarah
umat terdahulu, mulai dari pengangkatan Abu Bakar As-Shiddiq di Balariung Saqifah
melalui musyawarah oleh segelentir kaum muslimin, penunjukan Abu Bakar kepada Umar
bin Khattab sebagai pengganti, penetapan dewan syura’ oleh Umar bin Khattab untuk
mengurus penggantinya (terpilih Usman bin Affan), dan baiat secara massal dari publik
kepada Ali bin Abi Thalib setelah Usman bin Affan.
Meski dalam putaran roda waktu tersebut, sejarah Islam awal (pasca wafatnya Rasulullah)
telah diwarnai dengan beragam pola/skema penetapan kepemimpinan (bahkan ada yang
berujung pada konflik yang berkepanjangan), tapi paling tidak terdapat satu hal yang
menjadi perekat dari semuanya, yakni kesepakatan oleh kaum Muslimin akan pentingnya
pemimpin dan kepemimpinan dalam Islam.
Konflik internal yang kontras dalam catatan sejarah umat Islam awal ialah setelah
terbunuhnya Khalifah ke tiga (Usman bin Affan). Khawatir akan terjadinya fitnah yang
berujung pada perpecahan berlarut, maka masyarakat Madinah tidak membiarkan
kesenjangan ini, dan bergegas memilih Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin pengganti,
dan memang selaku kandidat terkuat menurut pengamatan dewan syura’ bentukan Umar
bin Khattab yang masih hidup. Bahkan para sejarawan bersepakat bahwa Ali dipilih
secara aklamasi, dan menuntut baiat (pengakuan/legitimasi) di masjid secara terbuka
dengan kesepakatan seluruh hadirin (Mahmoud M. Ayub, 2004:129). Maka dari itu bisa
dipahami bahwa Ali adalah khalifah pertama dan satu-satunya yang terpilih secara umum
dalam sejarah kekhalifaan.
Kekhawatiran kaum muslimin akan terjadinya fitnah dan konflik internal pasca
terbunuhnya Usman bin Affan, pun ternyata tidak dapat dibendung. Kaum muslimin
terkotak-kotakkan kedalam bebarapa kelompok, dan masing-masing dari mereka
membangun sistem pemikiran tersendiri. Tidak hanya sampai disitu, saling mengintrik
antara satu komunitas yang satu dengan komunitas yang lainnya pun terkumandangkan,
endingnya adalah pertentangan dan perang. Dan inilah fase tantangan yang harus
dihadapi oleh Ali bin Abi Thalib as.
2. Pergolakan Politik
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya bahwa pada kepemimpinan Ali bin Abi
Thalib, konflik internal mewarnai perjalanan historisnya. Konflik ini tak hanya berbau politis
melainkan telah mengaitkan persoalan-persoalan teologis (mazhab-mazhab mulai
terbentuk). Kilasan tantangan Ali bin Abi Thalib adalah sebagai berikut:
a. Khawarij
Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah bahwa kelompok ini pada awalnya adalah satu
barisan dengan Ali bin Abi Thalib, namun dalam putaran waktu kelak, kelompok ini
memilih untuk keluar dari barisan Ali, dan memilih untuk membuat kelompok baru dengan
pola dan sistem sosial, teologi, serta kepemimpinan yang baru.
Benih perlawanan dari kelompok ini mulai nampak saat Amr Ibn al-As’ (klan Mu’awiyah)
mengacungkan al-Qur’an di ujung tombak di perang Shiffin, pengacungan ini
dimaksudkan untuk berdamai melalui arbitrase. Kelompok ini menekan khalifah Ali bin Abi
Thalib agar menerima tawaran tersebut. Dan demi menjaga ritme barisan, Ali bin Abi
Thalib pun menerima tawaran itu dan meminta Abudllah Ibn Abbas (sebagai arbitrator),
namun kelompok (yang cikal bakal jadi khawarij ini) menolak nama yang diusulkan oleh
Ali dengan alasan bahwa yang dimaksudkan adalah bagian dari keluarga Ali bin Abi
Thalib. Penolakan tersebut diiringi dengan penawaran nama baru, yakni Abu Musa al-
Asy’ari (Al Syahrastani, tt; 101).
Setelah penentapan nama tersebut dari mereka, proses arbitrase antara klan Mu’awiyah
dengan klan Ali bin Abi Thalib dilaksanakan, dan keputusan yang dilahirkan dari seremoni
itu rupanya ditolak oleh barisan yang sama dengan alasan bahwa keputusan itu tidak
sesuai dengan hukum Allah. Kelompok inilah kemudian nantinya yang dinamai dengan
Khawarij (berasal dari kata kharaja: keluar). Dari mereka adalah al-Asy’asy Ibn Qais al-
Kindi, Mas’ar ibn Fudaki at-Tamami dan Zaid ib Husain ath-Thai (Al Syahrastani, tt; 102).
Senada denga apa yang diungkapkan oleh Muhammad ‘Ali al-Sayis bahwa
penerimaan tahkim oleh pihak ‘Ali bin Abi Thalib merupakan sumber lahirnya
golongan Khawarij, yaitu orang-orang dari pihak ‘Ali bin Thalib yang tidak menyetujui
keputusan ‘Ali bin Abi Thalib untuk menerima tahkim itu. Karena menganggap
praktek seperti itu tidak pernah dicontohnkan di masa Rasulullah SAW dan juga tidak
ada dalilnya dalam Alquran, maka perbuatan tersebut dinilai sebagai prilaku yang
menyalahi hukum Allah. Mereka keluar dari barisan ‘Ali bin Abi Thalib dan
mengancam akan melawan balik kecuali jika beliau secara resmi mengakui
kesalahannya dan membatalkan semua syarat yang dikemukakan oleh pihak
Mu’awiyah, dan terus menggempur hingga hancur atau kembali kepada jalan yang
diridhai oleh Allah (Ali al-Sayis, tt: 60).
Keluarnya kelompok ini dari barisan Ali menandakan tidak sepakatnya dengan
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib beserta klan Mu’awiyah. Konsekuensi logis dari
kenyataan ini ialah mereka menetapkan pemimpin sendiri dari kalangan mereka, dan
dipililah Abdullah Ibn Wahb Al-Rasidi sebagai amirul mukininnya (Harun Nasution, 1986:
12). Dari sini dapat dilihat bahwa dalam perspektif historis, dasar awal yang menyebabkan
munculnya golongan Khawarij adalah arbitrase (tahkim). Pengamat Barat W. Montgomery
juga mengajukan hipotesa tersebut sebagai gambaran asal mula sekte-sekte Islam
(Montgomerry Watt, 1979: 4-8). Akhir dari proses ini ialah semakin menajamnya konflik
internal dikalangan umat Islam, bahkan posisi Ali bin Abi Thalib pun mulai tersudut karena
kelompok ini juga menyatakan perang kepadanya, juga dengan klan Mu’awiyah.
b. Thalha CS
Menurut Mahmoud M. Ayoub bahwa kasus Thalah dan Al-Zubair adalah kasus yang
sangat khas dan menarik, oleh karena keduanya termasuk sahabat yang pertama kali
membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah dan mereka pula yang pertama kali
menyatakan perang terhadapnya (Ayoub,2004: 133).
Ya’qubi meriwayatkan bahwa keduanya mengeluh pada Ali karena jatuh miskin setelah
wafatnya Nabi dan meminta Ali agar menjadikan keduanya sebagai sekutu dalam
kekuasaan. Ali menjawab “Sungguh, kalian adalah sekutu dalam kekuatan dan kejujuran,
serta penolongku saat kelemahan dan ketidakmampuan”. Dan setelah itu Ali menulis surat
pengangkatan untuk Thalha sebagai Gubernur Yaman dan Al-Zubair sebagai gubernur
wilayah Yamamah dan Bahrain. Tapi keduanya rupanya tidak puas dengan keputusan Ali
tersebut, mereka malah meminta bagian yang lebih besar dari bait al-mal sebagai
perwujudan kebaikan kepada keluarga dekat. Lalu dengan murka Ali membatalkan
pengangkatan mereka sambil mengatakan, “Bukankah aku telah menunjukkan kebaikan
kepadamu dengan mengangkatmu sebagai pemegang amanat atas urusan kaum
Muslimin?” (Ayoub, 2004: 133).
Pembatalan yang dilakukan oleh Ali terhadap posisi yang tadinya diberikan kepada dua
orang tersebut (Thalha dan al-Zubair), menyulut kebencian keduanya terhadap Ali.
Akhirnya mereka pun memilih untuk banting setir menentang Ali bin Abi Thalib, dengan
cara menggalang dukungan politis dari berbagai pihak yang menurutnya bisa
dimanfaatkan untuk meronrong kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.
Langkah awal yang mereka lakukan ialah berangkat ke Mekkah untuk berdiplomasi
dengan Aisyah (dan disinyalir memang punya hubungan keluarga dengan Thalhah),
setelah mereka berhasil meyakinkan Aisyah maka Aisyah kemudian bertanaya “apa yang
harus saya lakukan?” Dengan tangkas Thalha dan Zubair menjawab bahwa “sampaikan
kepada masyarakat bahwa Usman telah dibunuh secara zalim, dan urusan harus
diserahkan kepada Dewan Muslim yang dibentuk Umar ibn Khattab” (Rasul Ja’farian,
2009: 307).
Bergabungnya Aisyah dalam barisannya, jelas merupakan langkah maju bagi Thalha dan
Zubair, apalagi dengan dideklarasikannya penanggung jawab pengusutan kasus
kematian Usman bin Affan kepada Dewam Muslim yang juga dianggotai oleh Thalha,
Zubair dan Sa’ad bin Abi Waaqqash. Menurut Ibn Abi Al-Hadid bahwa salah satu motif
yang menguatkan posisi Thalhah dan Zubair untuk melakukan pemberontakan karena
hasutan dari Mu’awiyah, isu yang ditawarkan oleh Mu’awiyah kepadanya untuk diangkat
sebagai legitimasi pemberontakan ialah menuntut balas atas kematian Usman. Dan
setelah meyakinkan Zubair akan loyalitas masyarakat Suriah terhadapnya sebagai
khalifah, Mu’awiyah melanjutkan bahwa segeralah ke Kufah dan Bashrah sebelum Ali bin
Abi Thalib mendahuluimu kesana, karena kalian tidak akan memperoleh apa-apa jika
kalian kehilangan kedua kota tersebut (Ayoub, 2004: 134).
Akhir dari kualisi-kualisi taktis politis ini ialah meletusnya perang Jamal di Basrah pada
tanggal 16 Jumadil Tsani 36 H / 6 Desember 656M. Dikatakan perang Jamal,karena
Aisyah ikut serta dalam peperangan ini dengan mengendarai unta. Dan saat perang
tersebut berlangsung Zubair berkata kepada Ali bahwa anda tidak lebih berhak atau tidak
lebih memenuhi syarat untuk memegang jabatan khalifah, melainkan kami (Zubair,
Thalhah dan Sa’ad bin Abi Waqqas) pun sama-sama memiliki hak dan sama-sama
memenuhi syarat untuk itu (Rasul Ja’farian, 2009: 308). Meski dukungan demi dukungan
mereka berhasil dapatkan untuk melakukan konfrontasi di Perang Jamal nantinya, tapi
fakta dalam sejarah membuktikan bahwa mereka ternyata berhasil ditaklukkan oleh
barisan Ali bin Abi Thalib. Tokoh-tokoh penggerak perang tersebut dapat dipatahkan,
hingga dalam sejarah tercatat bahwa Thalhah terbunuh oleh anak panah yang dibidikkan
oleh Marwan ibn Al-Hakam. Melihat nasib sekutunya, Zubair segera meninggalkan medan
perang, namun ia diburu dan dibunuh oleh seorang suku Tamim atas suruhan al-Ahnaf
ibn Qais (pemuka Anshar/pendukung setia Ali bin Abi Thalib) (Ayoub, 2004: 135-136).
c. Mu’awiyah
Salah satu tantangan berat yang dihadapi oleh Ali bin Abi Thalib pada masa
kepemimpinannya ialah tekanan yang dilakukan oleh Mu’waiyah kepadanya. Tekanan ini
besumber dari bangunan asumsi yang diyakini oleh Mu’waiyah bahwa dirinya merupakan
pewaris (wali) Utsman dalam menuntut balas atas darahnya (kematiannya). Bahkan lebih
jauh Mu’wiyah berkeyakinan bahwa dirinya juga adalah khalifah yang sah (pengganti
Usman bin Affan) berdasarkan bai’at yang dilakukan oleh masyarakat Suriah terhadapnya
setelah Ali bin Abi Thalib memangku jabatan tersebut (Ayoub, 2004: 142).
Meski demikian, perjalanan sejarah mencatat bahwa terdapat berbagai keputusan politis
praktis yang Mu’awiyah tempuh untuk memuluskan ambisi kuasanya. Diantaranya ialah,
saran yang disampaikan melalui Jarir (utusan Ali untuk meminta bai’at pada masyarakat
Suriah, namun tidak membuahkan hasil yang signifikan) agar Ali memberikan Suriah dan
Mesir kepadanya dan Ali mengambil Irak dan Hijaz sebagai wilaya kekuasaan.
Bahkan menurut Rasul Ja’farian bahwa setelah Jarir tiba di Damaskus, Jarir meminta
kepada Mu’awiyah untuk menghentikan sikap pembangkanannya dan upayanya
menghasut masyarakat, hingga bergabung dalam barisan umat Islam. Tapi kemudian
Mu’awiyah meminta masyarakat berkumpul di masjid, lalu berpidato dengan memulai
pembicaraan lewat pujian terhadap Damaskus sebagai “Kawasan Suci”. Setelah itu
Mu’awiyah melanjutkan pidatonya dengan mengatakan bahwa aku ini adalah khalifah
kalian yang mewakili Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. Aku ini penjaga dan
pelindung darah Usman, dan Usman adalah orang yang telah dibunuh secara zalim.
Bagaimana pandangan kalian tentang darah Usman? Masyarakat Damaskus yang hadir
serentak menyatakan dukungan bagi langkah Mu’awiyah untuk menuntut balas atas
kematian Usman. Hasil pertemuan ini pulalah yang dijadikan tanggapan Mu’awiyah
kepada Ali bin Abi Thalib (Rasul Ja’farian, 2009: 340).
Dari keadaan tersebut terdapat dua hal yang menjadi motif konprontasi Mu’awiyah
terhadap Ali bin Abi Thalib, dalam hal ini ialah pengusutan para pembunuh khalifah
sebelumnya dan yang kedua ialah isu dualisme kepemimpinan (Ali dan dirinya). Kedua
hal ini dijadikan sebagai penguat alasan oleh Mu’awiyah untuk terus menerus melakukan
tekanan kepada Ali bin Abi Thalib selaku khalifah resmi. Tuntutan yang paling jelas
sebagaimana yang ditegaskan oleh Harun Nasution ialah mengusut tuntas serta
mengeksesui pembunuh Usman bin Affan. Disisi lain, Mu’awiyah bahkan menuduh Ali bin
Abi Thalib sebagai salah satu agen dalam proses pembunuhan tersebut (Harun
Nasution, 1986: 4-5).
Tekanan yang terus dipompakan oleh Mu’awiyah kepada Ali bin Abi Thalib
berujung pada konflik di Shiffin, dimana pada perang tersebut tangan kanan Mu’awiyah
(Amr bin Ash) berhasil mengkudeta posisi kekahlifaan Ali bin Abi Thalib melalui arbitrase
dengan Abu Musa Al-Asy’ari (arbitrator Ali) dan mengukuhkan Mu’awiyah sebagai
khalifah pengganti.
kemudian merongrong pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan dan harta kekayaan
negara. Oleh karena itu, setelah Ali Bin Abi Thalib sah menjadi khalifah, Ali mengambil
tanah-tanah yang di bagi-bagikan Usman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa
jalan yang sah. Demikian juga hibah atau pemberian ustman kepada siapapun yang tiada
beralasan, di ambil Ali kembali.[4]
c. Membenahi Keuangan Negara (Baitul Mal)
Setelah Mengganti pejabat Negara yang kurang Cakap, kemudian Ali Bin Abi Thalib
menyita harta para pejabat tersebut yang diperoleh secara tidak benar. Harta tersebut
kemudian di simpan di Baitul Mal dan di gunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Khalifah Ali sebenarnya ingin menghindari pertikaian ini dengan mengajukan kompromi
terhadap Thalhah dan Kawan-kawan. Tetapi upaya itu sulit dicapai. Dengan demikian,
kontak senjata tidak dapat di hindarkan. Thalhah dan Zubair terbunuh ketika hendak
melarikan diri, sedangkan Aisya istri Rasul di kembalikan ke Madinah dengan hormat.
Perang ini di sebut Perang Jamal yang terjadi pada 36 H. Di namakan perang jamal
karena Aisyah menaiki unta dalam perang tersebut.
Setelah selesai perang jamal, pusat kekuasaan islam dipindah ke kota kuffah, sejak saat
itu berakhirlah Madinah sebagai ibu kota kedaulatan islam dan tidak ada lagi seorang
khalifah yang berdiam di sana. Saat itu Ali adalah pemimpin dari seluruh wilayah Islam
kecuali Syiria.
Dengan dikuasainya Syiria oleh Muawiyah, yang secara terbuka menentang Ali dan
menolah meletakan jabatan Gubernur, memaksa khalifah bertindak. Pertempuran secara
muslim terjadi lagi, yaitu antara pasukan Ali dan pasukan Muawiyah di kota Shiffin dekat
sungai Eufrat pada tahun 37 H. Khalifah Ali mengerahkan pasukan 50.000 untuk
menghadapi pasukan Muawiyah. Sebenarnya pihak Muawiyah telah terdesak dan 7000
pasukan terbunuh. Pihak Muawiyah lalu mengangkat al-Qur’an sebagai tanda Tahkim
(Arbitase).
Dalam Tahkim, Khalifah di wakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan Muawiyah di wakili
oleh Amr bin Al-Ash yang terkenal cerdik. Dalam Tahkim tersebut Khalifah dan Muawiyah
harus meletakan jabatan, pemilihan baru harus di lakasanakan. Abu Musa pertama kali
menurunkan Ali sebagai khalifah. Akan tetapi Amr bin Al-Ash berlaku sebaliknya, ia tidak
menurunkan muawiyah, tetapi justru mengangkat Muawiyah sebagai Khalifah, karena Ali
bin Abi Thalib sudah di turunkan oleh Abu Musa. Hal ini menyebabkan lahirnya Golongan
Khawarij (keluar dari barisan Ali).
Rangkuman
Selamat, Anda telah berhasil menyelesaikan modul tentang Merefleksi Kepemimpinan Ali bin
Abi Thalib. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam modul ini adalah sebagai berikut.
1. Ali bin Abi Thalib, adalah keponakan, menantu dan sahabat Nabi Muhammad SAW. Ia
merupakan pemeluk Islam pertama dari kalangan pemuda. Sebagai seorang pemuda
pemberani ia hampir tidak pernah absen dalam mengikuti peperangan pada masa
Rasulullah SAW. Ia diambil menantu oleh Rasulullah setelah pempersunting Fatimah binti
Rasul sebagai istrinya. Ali merupakan sahabat Nabi yang memiliki ilmu agama yang
mendalam. Ali menjadi khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin menggantikan Utsman bin
Affan yang mati terbunuh.
2. Ketika menjabat sebagai khalifah keempat masa Khulafaur Rasyidin, Ali bin Abi Thalib
banyak menghadapi pertikaian politik di kalangan umat Islam menyusul terbunuhnya
Utsman bin Affan. Kelompok Islam yang tidak puas dengan cara Ali menangani kasus
pembunuhan Utsman bin Affan merapatkan barisan untuk melakukan pemberontakan
terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib. Akhirnya terjadilah perang Jamal yang dipimpin oleh
Aisyah ra. Namun kelompok pemberontak ini dapat dipatahkan oleh Ali. Pelawanan
terhadap pemerintahan Ali juga dilancarkan oleh kubu Muawiyah bin Abu Sofyan yang
berakibat pada pecahnya perang Shiffin. Akhir dari perang Shiffin ini memunculkan
kelompok baru, yaitu Khawarij, yang tidak puas dengan hasil perang Shiffin. Kelompok
Khawarij ini melakukan perlawanan terhadap Ali bin Abi Thalib maupun Muawiyah bin Abu
Sofyan.
3. Untuk memperbaiki kondisi Negara yang kacau pasca terbunuhnya Utsman bin Affan, Ali
bin Abi Thalib mengambil kebijakan yang beresiko, yaitu: a. Memecat kepala-kepala daerah
yang diangkat oleh Usman bin Affan, b. Menarik kembali tanah milik negara yang telah
diberikan kepada para pejabat pada masa Utsman bin Affan, c. Menyita harta para
pejabat yang diperoleh secara tidak benar.
4. Pada masa Ali bin Abi Thalib ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan pesat. Perhatian
Ali terhadap ilmu pengetahuan cukup tinggi karena beliau mencintai ilmu pengetahuan.
Pada masa tersebut muncullah dan berkembanglah Ilmu Nahwu (Ilmu Tata Bahasa Arab)
yang dimotori langsung oleh Ali bin Abi Thalib dan dibantu pengembangannya oleh Abu al-
Aswad al-Duali. Dengan adanya Ilmu Nahwu, maka pembelajaran Bahasa Arab pun
menjadi semakin semarak karena banyak umat Islam non-Arab yang ingin mempelajari al-
Quran dan al-Hadits.
Tugas
Berdasarkan apa yang telah Anda pelajari dari materi di atas:
apa sajakah prestasi Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat dalam Khulafaur
Rasyidin?
menurut Anda, manakah dari kisah sejarah kepemimpinan Ali bin Abi Thalib tersebut
yang patut untuk Anda teladani? Jelaskan!
tuliskan rencana Anda tentang apa saja yang akan Anda lakukan untuk meneladani
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib!
Tes Formatif
1. Secara nasab, hubungan kekeluargaan antara Ali bin Abi Thalib dengan Rasulullah Saw
adalah ……..
a. Saudara sekandung
b. Saudara seayah
c. Saudara seibu
d. Saudara sepupu
2. Ali bin Abi Thalib masuk Islam saat ia berusia..…….
a. 9 tahun
b. 10 tahun
c. 12 tahun
d. 15 tahun
3. Masjid tempat Ali bin Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah oleh kaum Muslimin adalah……..
a. Masjid Nabawi
b. Masjidil Haram
c. Masjid Kufah
d. Masjid Basrah
4. Pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ibu kota pemerintahan dipindah dari Madinah
ke kota …......
a. Makkah
b. Kufah
c. Damaskus
d. Masjid Basrah
5. Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah dilakukan dengan cara………
a. Pemilihan secara umum
b. Pemilihan secara tertutup
c. Penunjukan oleh khalifah sebelumnya
d. Pemilihan oleh tim formatur
6. Diantara strategi Ali bin Abi Thalib di awal pemerintahannya sebagai khalifah adalah
sebagai berikut, KECUALI…….
a. Memecat kepala-kepala daerah yang diangkat oleh Usman bin Affan
b. Menarik kembali tanah milik negara yang telah diberikan kepada para pejabat pada
masa Utsman bin Affan
c. Menyita harta para pejabat yang diperoleh secara tidak benar
d. Mengusut tuntas kasus pembunuhan Utsman bin Affan.
7. Perang saudara sesama Muslim yang pernah terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib adalah …………
a. perang Shiffin dan perang Jamal
b. perang Shiffin dan perang Khaibar
c. perang Shiffin dan perang Mu’tah
d. perang Shiffin dan perang Yarmuk
8. Akibat dari perang saudara di Shiffin, umat Islam terpecah-belah menjadi tiga golongan,
yaitu………
a. Golongan pro Ali, golongan pro Muawiyah, golongan pro Amr bin Ash
b. Golongan pro Ali, golongan pro Muawiyah, golongan pro Khawarij
c. Golongan pro Ali, golongan pro Muawiyah, golongan pro Hasan Basri
d. Golongan pro Ali, golongan pro Muawiyah, golongan pro Aisyah
9. Salah satu faktor yang menyebabkan konflik antar umat Islam pada masa kepemimpinan
Ali bin Abi Thalib adalah …….
a. kebijaksanaannya yang berbau nepotisme
b. kebijaksanaannya merenovasi masjid
c. tidak tuntasnya pengusutan kasus kematian Utsman bin Affan
d. kebijaksanannya dalam pembagian ghanimah
10. Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thallib adalah
…….
a. Ilmu Nahwu
b. Ilmu Qiraat
c. Ilmu Tafsir
d. Ilmu Hadist
1. Pasca kematian Rasulullah SAW. ada kelompok umat Islam yang enggan membayar
zakat (riddah), menjadi murtad, dan bahkan ada yang mengaku menjadi nabi. Di sisi
lain khalifah Abu Bakar bersikeras untuk menumpas mereka secara tuntas. Barilah
analisis Anda terhadap kasus tersebut secara memadai!
2. Sebagian sejarawan menilai bahwa Umar bin Khattab merupakan khalifah yang
paling sukses menjabat sebagai khalifah pada masa Khulafaur Rasyidin. Berilah
analisis Anda mengapa Umar bin Khattab sukses memimpin umat Islam pada masa
tersebut! Jelaskan juga faktor-faktor yang turut mempengaruhi kesuksesannya!
3. Di akhir masa pemerintahan Utsman bin Affan ada sebagian umat Islam yang tidak
puas dan kecewa dengan pemerintahan Utsman, sehingga mengakibatkan
kegaduhan dan bahkan pembunuhan terhadap Utsman bin Affan. Berilah analisis
Anda mengapa sebagian umat Islam muak dan kecewa terhadap Utsman bin Affan
pada akhir pemerintahannya!
4. Pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, terjadi perang saudara antar umat Islam
sehingga umat Islam terpecah-belah menjadi tiga golongan: golongan yang loyal
kepada Ali, golongan yang loyal kepada Muawiyah, dan golongan khawarij. Berilah
analisis Anda mengapa perpecahan umat Islam terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib!
DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Walid al-Najjara. 1990. Al-Khulafa’u al-Rasyidin. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah.
Abul Aziz Bin Abdullah Al-Humaidi. 2015. Abu Bakar Ash-Shiddiq Pembuka Islam Di Tanah
Persia. Solo: Tinta Medina.
Ahmad Al-Usairy. 2016. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX. Cet. 10.
Jakarta: Akbar Media.
Ahmad Syalabi. 2007. Sejarah Kebudayaan Islam, Jilid I, terj. Muchtar Yahya. Jakarta:
Pustaka al-Husna.
Ali Mufrodi. 1997. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Perpustakaan Nasional.
Ali Muhammad Ash-Shalabi. 2013. Biografi Abu Bakar As-Shiddiq. Jakarta: Putaka Al-
Kausar.
Fahdi bin Abdullah. 2013. Mukhtasor Atsaqofah as-Siyasah. Yordania: Dairoh Maktabah
Wathoniyah.
Hasronghisam Sa. 2018. Metode Dakwah Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq. Semarang: FDK
UIN Walisongo.
Ibnu Katsir. 2005. Al-Bidayah Wan Nihayah. Jakarta: Darul Haq.
Ibnu Katsir. 2011. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung. Jakarta: Darul Haq.
Cet. III.
Ibrahim al-Quraibi. 2006. Tarikh Khulafa. Jakarta: Qhisti Press.
Laura S. 2010. Islamic History. New York: Britannica Educational Publishing.
Masudul Hasan. 19992. History of Islam. India: Adam Publlisher.
Muhammad Ali. 2007. Early Caliphate. Terj. Imam Musa. Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Darul
Kutubil Islamiyah
Muhammad Husain Haekal. 2015. Abu Bakar As-Siddiq Sebuah Biografi Dan Studi Analisis
tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeningal Nabi. Jakarta: Tintamas Indonesia.
Musthafa Murad. 2012. Kisah Hidup Ali ibn Abu Thalib. Jakarta: Zaman.
Samsul Munir Amin. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Seyyed Hossein Nasr. 1997. Science and Civilization in Islam. Terj. J. Mahyudin, Sain dan
Peradaban di dalam Islam. Bandung: Pustaka.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Tim penyusun Texbook Sejarah dan Kebudayaan Islam. 1982. Sejarah Dan Kebudayaan
Islam. Jakarta: Departemen Agama.
WEBSITE:
https://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib
https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar_Ash-Shiddiq
https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah/article/download/84/78
https://youchenkymayeli.blogspot.com/2012/06/khalifah-ali-bin-abi-thalib.html
GLOSARIUM
MODUL 4
PERKEMBANGAN ISLAM
PASCA KHULAFAUR RASYIDIN
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN...................................................................................................................... v
Relevansi ....................................................................................................................................... v
Rangkuman ................................................................................................................................. 21
Tugas ........................................................................................................................................... 22
Rangkuman ................................................................................................................................. 47
Tugas ........................................................................................................................................... 48
Rangkuman ................................................................................................................................. 72
Tugas ........................................................................................................................................... 72
Rangkuman ................................................................................................................................. 95
Tugas ........................................................................................................................................... 96
TES SUMATIF......................................................................................................................100
GLOSARIUM .......................................................................................................................106
PENDAHULUAN
Relevansi
Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayah bin Harb bin Abdi
Syams bin Abd Manaf al-Quraisy al-Amawi di kota kecil Illiyat, Wilayah Yerussalem pada tahun
40 H atau 662 Masehi. Sejarawan berpendapat bahwa berdirinya Dinasti Umayyah merupa-
kan bentuk sabotase dari pemerintahan yang sah yang pimpin Ali bin Abi Thalib. Dinasti Bani
Umayah berdiri selama lebih kurang 90 tahun (40-132H atau 661-750 M), dengan Damaskus
sebagai pusat pemerintahannya. Bani Umayyah lebih banyak mengarahkan kebijakannya
pada perluasan politik ekspansi (perluasan wilayah) dan sistem monarkhi (Monarchiheridetis).
Bani Abbasiyah lahir tahun 750 M, atas peran besar keturunan Hasyim yang bernama Abu
Abbas. Zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama merupakan puncak keemasan dinasti
ini. Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tertinggi,
kaum Muslimin mulai berhubungan dengan kebudayaan asing, seperti kebudayaan Persi,
Hindu, dan Yunani. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan fil-
safat. Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan
paling berjasa memimpin pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad
dan Musa bin Nusair. Lebih dari 7 abad, kekuasaan Islam di Spanyol membawa umat Islam
mencapai kejayaan dan berpengaruh besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan
masuknya Islam ke Spanyol merubah tatanan baru dan pencerahan terhadap bangsa Eropa
dengan sebuah peradaban baru yakni peradaban Islam yang dibawa bangsa Arab dan masuk
melalui Spanyol. Dinasti Ayyubiyah adalah dinasti yang berdiri setelah keruntuhan Dinasti Fat-
imiyah yang tidak mampu menghalau kekuatan serangan tentara Salib pada masa itu. Dinasti
Ayyubiyah berdiri pada tahun 6611 M oleh Shalahuddin al- Ayyubi, yang dulunya adalah
seorang panglima perang raja Nuruddin. Dinasti Ayyubiyah berkembang menjadi dinasti yang
besar dan tangguh di bawah kepemimpinan Shalahudin al-Ayyubi. Ia menjulang reputasinya
ketika berhasil melawan tentara Salib dan berhasil membebaskan Yerussalem. Shalahuddin
al-Ayyubi dengan sekuat tenaga bersama pasukannya menghalau tentara Salib hingga kaum
muslim menguasai kota Yerussalem.
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di madrasah bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: (1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya
mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh
Rasulullah saw. dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam; (2) Mem-
bangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan se-
buah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan; (3) Melatih daya kritis peserta
didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan
ilmiah; (4) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan se-
jarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau; dan (5) Mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam),
meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya,
politik, ekonomi, iptek dan seni dan lain-lain untuk mengembangkan Kebudayaan dan perada-
ban Islam.
Guru Sejarah Kebudayaan Islam seharusnya mampu menguasi materi pembelajaran secara
luas dan mendalam. Dengan demikian diharapkan para guru dapat menumbuhkan kesadaran
peserta didik tentang pentingnya nilai-nilai dari setiap peristiwa sejarah, melatih daya kritis
peserta didik terhadap fakta-fakta sejarah, menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta
didik terhadap peninggalan sejarah Islam. Selain itu, memfasilitasi dan memotivasi peserta
didik agar mampu mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani
tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena-fenomena kehidupan, se-
hingga peserta didik dapat mengambil bagian dalam pengembangan kebudayaan dan perada-
ban Islam.
Dalam membelajarkan sejarah perkembangan Islam pasca Khulafaur Rasyidin, para guru SKI
dituntut minimal menyenangi sejarah, menguasai materi sejarah, serta menguasai metode
pembelajarannya. Dengan mempelajari materi modul ini, diharapkan Anda memperoleh
manfaat untuk lebih mengenal secara luas dan mendalam berbagai perkembangan Islam yang
terjadi pada masa Bani Umayah di Damaskus, Bani Abbasiyah, Bani Umayyah di Andalusia,
dan Dinasti Ayyubiyah yang terbentang selama 600 tahun antara tahun 650-1250 M.
Petunjuk Belajar
Agar Anda dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan, Anda dapat mengikuti petunjuk berikut.
1. Bacalah secara cermat tujuan belajar yang hendak dicapai.
2. Pelajari contoh yang tersedia.
3. Cermati materi perkembangan Islam setelah masa Khulafaur Rasyidin ini, dengan beri
tanda-tanda khusus pada bagian yang menurut Anda sangat penting.
4. Lihatlah glosarium yang terletak di bagian akhir tulisan ini, apabila menemukan istilah-
istilah khusus yang kurang Anda pahami.
5. Kerjakan latihan dengan baik, untuk memperlancar pemahaman Anda.
6. Setelah Anda mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan, mulailah membaca
modul ini secara teliti dan berurutan.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Proses berdirinya Bani Umayyah di Damaskus
Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayah bin Harb
bin Abdi Syams bin Abd Manaf al-Quraisy al-Amawi di kota kecil Illiyat, Wilayah Yerussalem
pada tahun 40 H atau 662 Masehi. Muawiyah yang kerap juga disapa Abu Abd al-Rahman,
lahir di Mekkah pada 602 M atau kira-kira empat tahun menjelang Rasulullah menjalankan
dakwah di kota Makkah. Dinasti Umayah berasal dari keturunan Umayah bin Abdul Syams bin
Abdul Manaf, pemimpin suku Quraisy terpandang. Mu'awiyah merupakan keturunan Bani
Umayah dari keluarga Harb. Ayahnya bernama Abu Sufyan bin Harb, seorang pembenci Nabi
Muhammad saw, yang pada akhirnya masuk Islam dengan terpaksa, yang kemudian diikuti
istrinya Hindun binti Utbah. Sedangkan ibunya adalah Hindun binti Utbah, seorang pemakan
jantung paman Nabi Muhammad saw, Hamzah Bin Abdul Mutholib, karena saking bencinya
dengan Islam dan Nabi Muhammad saw. Muawiyah masuk Islam pada masa Penaklukkan
Makkah (Fathu Makkah) pada tahun 8 H atau 630 Masehi bersama ayahnya, Abu Sufyan bin
Harb dan ibunya Hindun binti Utbah. Namun riwayat lain menyebutkan, Muawiyah masuk Is-
lam pada peristiwa Umrah Qadha’, akan tetapi menyembunyikan keislamannya sampai perit-
istiwa Fathu Makkah.
Muawiyah termasuk salah seorang sahabat nabi yang cerdas, terbukti semasa nabi
menerima wahyu selama 20 tahun lebih, Muawiyah tercatat sebagai penulis wahyu sampai
nabi wafat tahun 11 H. Pada masa Abu Bakar, Muawiyah ikut berperang melawan nabi palsu,
yakni Musailamah al-Kazzab, yang kemudian dikenal dengan Perang Yamamah, pada tahun
632 M. Pada masa Umar bin Khatab, Muawiyah ditugaskan dan berhasil membebaskan kota
Qaisariyah, sebuah kota memilliki benteng pertahanan dan pasukan yang sangat kuat yang
terletak di dekat Tel Aviv, Israel. Atas permintaan Yazid bin Abu Sufyan, gubernur Damaskus,
Muawiyah membebaskan pesisir Syam yang dikuasi oleh Romawi. Selain itu, Muawiyah
pernah diangkat menjadi gubernur Yordania pada 17 H, dan gubernur Damaskus pada 18 H
menggantikan saudaranya Yazid bin Abu Sufyan yang meninggal dunia karena terserang wa-
bah Tha’un (Pes).
Muawiyah dikenal sebagai negarawan dan politikus ulung. Ungkapannya tentang hal
ini dicatat sejarah, “Aku tidak akan menggunakan pedangku selagi cambukku sudah cukup.
Aku tidak akan menggunakan cambukku selagi lisanku masih bisa mengatasinya. Jika ada
rambut yang membentang antara diriku dan penentangku, maka rambut itu tidak akan putus
selamanya. Jika mereka mengulurkannya, maka aku akan menariknya. Jika mereka
menariknya, maka aku akan mengulurnya.” Ia mempunyai kemampuan diplomasi yang sangat
tinggi, sehingga Nicholsan dalam bukunya Literaty History of The Arabs menulis, “Muawiyah
adalah seorang diplomat yang cakap dibanding dengan Richelieu, politikus Prancis yang
terkenal itu.”
Para pakar sejarah mensinyalir bahwa berdirinya Dinasti Umayyah merupakan
bentuk sabotase dari pemerintahan yang sah yang pimpin Ali bin Abi Thalib, yakni
pemerintahan terakhir Khulafaurrasyidin. Bermula dari rasa tidak puas dan tidak terimanya
Muawiyah terhadap pengangkatan Ali bin Abi Thalib oleh mayoritas masyarakat Islam sebagai
pengganti khalifah Utsman bin Affan yang meninggal terbunuh. Berbagai cara dilakukan oleh
Muawiyah untuk melengserkan Ali bin Abi Thalib dari pemerintahannya. Salah satu yang dil-
akukan oleh Muawiyah dan kelompoknya adalah memfitnah Ali dengan menyebarkan isu
bahwa Ali-lah yang berada di balik terbunuhnya Usman bin Affan. Beberapa pembesar umat
Islam saat itu, seperti Siti Aisyah, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah termakan oleh
isu ini dan mengumumkan perang terhadap Ali bin Abi Thalib. Keyakinan mereka terhadap isu
bahwa Ali bin Abi Thalib sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kematian
Utsman bin Affan diperkuat oleh ketegasan Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa Dia
tidak tahu menahu tentang kematian Utsman bin Affan. Mereka kemudian mengangkat perang
terhadap Ali bin Abi Thalib dengan tujuan memaksa Ali untuk mengakui perbuatannya. Perang
terjadi di Basra, Irak pada tahun 656 M. Perang tersebut kemudian dikenal dengan sebutan
perang Jamal, karena Siti Aisyah mengendarai unta pada saat memimpin perang. Keme-
nangan perang berada di pihak Ali bin Abi Thalib karena dukungan mayoritas masyarakat
Islam.
Kemenangan kelompok Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal tidak membuat surut
nyali Muawiyah untuk menggulingkannya. Kelompok Muawiyah kemudian membuat propa-
ganda untuk menghancurkan pemerintahan Ali dengan cara menghimpun kekuatan yang lebih
besar lagi dengan tujuan menyerang Ali bin Abi Thalib. Tantangan Muawiyah dijawab oleh Ali
dengan mempersiapkan pasukan. Perang berkecamuk tak terhindarkan dan menelan banyak
korban di antara kedua belah pihak yang bertikai. Perang tersebut dalam sejarah dikenal
dengan nama perang Shiffin, karena bentrokan terjadi di wilayah Siffin, daerah Raqqa (kini
masuk wilayah Suriah), pada tahun 37 H atau 657 M. Kemenangan lagi-lagi berada di pihak
Ali bin Abi Thalib karena dukungan mayoritas masyarakat Islam.
Kekalahan pada perang Siffin, lagi-lagi tidak membuat hati Muawiyah surut untuk
mengalahkan Ali bin Abi Thalib. Muawiyah tidak menerima kemenangan khalifah Ali bin Abi
Thalib. Sikap tidak mau menerima kekalahan itu di wujudkan dengan mengajak damai khalifah
Ali bin Abi Thalib. Ajakan berdamai Muawiyah itu diajukan kepada Ali bin Abi Thalib sampai
tiga kali dengan cara membujuk dan merobek-robek al-Qur’an. Pada akhirnya Ali bin Abi Tha-
lib bersedia berdamai setelah melihat al-Qur’an dirobek-robek oleh Muawiyah.
Skenario perdamaian pun diatur oleh Muawiyah atas ide dan gagasan Amru bin Ash.
Kubu Muawiyah dan kubu Ali bin Abi Thalib sepakat bertemu untuk melakukan perundingan
damai (tahkim) di Kota Dumatul-Jandal, yang secara geografis terletak di antara Madinah dan
Damaskus (kini masuk wilayah Arab Saudi). Delegasi Muawiyah berjumlah 400 orang, seba-
gian di antaranya para sahabat Nabi, dipimpin oleh Amru bin ‘Ash; delegasi Ali bin Abi Thalib
berjumlah 400 orang, sebagian di antaranya para sahabat Nabi, dipimpin oleh Abu Musa al-
Asy’ari. Sebelum puncak perundingan damai itu, terjadi dialog antara Abu Musa Al-Asy’ari dan
Amru bin Ash, sebagai berikut.
Abu Musa Al-Asy’ari sempat menawarkan untuk mengangkat Abdullah bin Umar.
Tapi Amru bin Ash menjawab dengan pertanyaan: “Kenapa bukan anak saya saja, yang Anda
mengenalnya?”
Abu Musa Al-Asy’ari menjawab: “Dia (putra Amru bin Ash) adalah orang jujur, tapi
Anda sudah mencocokinya dan merusaknya dengan fitnah”.
Amru bin Ash menimpali: “Kekhalifaan ini hanya untuk lelaki yang memiliki geraham
untuk makan (kuat), dan dia (Abdullah bin Umar) memiliki cacat”.
Kemudian Abu Musa Al-Asy’ari berkata, “Wahai Amru bin Ash, bangsa Arab mengan-
dalkan Anda setelah terjadi pertempuran dengan pedang, dan janganlah Anda mendorong
umat untuk kembali ke fitnah/pertempuran”.
Amru bin Ash menjawab: “Lantas bagaimana pendapat Anda, wahai Abu Musa Al-
Asy’ari?”
Abu Musa Al-Asy’ari berkata, “Saya berpendapat bahwa kita berdua (lebih dulu ha-
rus) mencopot dua khalifah itu (Ali Abu Thalib dan Muawiyah) dari jabatan khalifah, kemudian
kita serahkan kepada umat untuk memilih khalifah yang mereka yang inginkan”.
Amru bin Ash menjawab: “Saya setuju dengan pandangan/usulan Anda”.
Lalu keduanya berjalan ke tengah para hadirin, yang sedang menunggu hasil pe-
rundingan damai (Tahkim) tersebut. Dan Amru bin Ash sudah sejak awal meminta dan men-
dorong Abu Musa Al-Asy’ari untuk berbicara lebih dulu di depan hadirin, dengan alasan lebih
dulu masuk Islam dan faktor usia yang lebih tua, dan berkata: “Wahai Abu Musa, silahkan
memberitahu kepada hadirin tentang kesepakatan kita”.
Lalu Abu Musa mengumumkan, “Kami berdua mencapai suatu kesepakatan, dan
berdoa semoga Allah menjadikannya sebagai kesepakatan yang mendamaikan umat”.
Saat itu, Ibnu Abbas dari kubu Ali bin Abu Thalib, mencoba menasehati Abu Musa Al-
Asy’ari dengan mengatakan, “Amru bin Ash telah menipumu, jangan mau bicara duluan di
depan hadirin. Biarkan Amru bin Ash yang bicara duluan!” Namun Abu Musa Al-Asy’ari me-
nolak permintaan Ibnu Abbas.
Kemudian di depan hadirin dari dua kubu yang berjumlah sekitar 800 orang, Abu
Musa Al-Asy’ari mengumumkan, “Kami berdua telah mencapai kesepakatan, yang kami nilai
sebagai kesepakatan yang terbaik untuk umat, yaitu masing-masing dari kami berdua lebih
dulu akan mencopot Ali bin Abu Thalib dan Muawiyah dari jabatan khalifah. Setelah itu, me-
nyerahkan kepada umat Islam untuk memilih khalifah yang mereka sukai. Dengan ini, saya
nyatakan telah mencopot Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah”.
Dan seperti yang diduga Ibnu Abbas, begitu tiba giliran Amru Ash berbicara, di depan
semua hadirin, dia berkata, “Kalian telah mendengarkan sendiri, Abu Musa Al-Asy’ari telah
mencopot Ali bin Abu Thalib, dan saya sendiri juga ikut mencopotnya seperti yang dilakukan
Abu Musa Al-Asy’ari. Dengan demikian, dan mulai saat ini juga, saya nyatakan bahwa Muawi-
yah adalah khalifah, pemimpin umat. Muawiyah adalah pelanjut kekuasaan Usman bin Affan
dan lebih berhak menggantikannya”.
Mendengar pernyataan Amru bin Ash tersebut, Ibnu Abbas langsung membentak Abu
Musa Al-Asy’ari, yang kemudian dia menjawab: “Saya mau bilang apa lagi, tidak ada yang
bisa saya lakukan, Amru bin Ash telah menipuku", dan kemudian dia mulai mencaci dengan
mengatakan, “Wahai Amru bin Ash, celaka kamu, kamu telah menipu dan berbuat jahat”.
Dua orang dari kubu Ali bin Thalib, yaitu Syarih dan Ibnu Umar sempat memukul
Amru bin Ash dengan pedang, tapi kemudian dilerai oleh para hadirin. Dapat dibayangkan
betapa kacau dan gaduhnya pertemuan Tahkim tersebut. Seluruh jajaran kubu Ali bin Abu
Thalib tentu akan kecewa. Sebaliknya, kubu Muawiyah akan senang bersuka ria.
Setelah kejadian aneh dan kacau itu, Abu Musa Al-Asy’ari meninggalkan kota Du-
matul-Jandal menuju Makkah. Sementara Amru bin Ash dan anggota delegasinya meninggal-
kan Dumatul-Jandal untuk menemui dan memberitahu Muawiyah tentang hasil pertemuan
Tahkim dan sekaligus mengucapkan selamat kepada Muawiyah sebagai khalifah. Dan inilah
awal kekuasaan Dinasti Umawiyah di Damaskus.
Sementara Ibnu Abbas dan Syarih menemui Ali bin Abu Thalib untuk memberitahu
hasil pertemuan Tahkim. Dan sejak itu, setiap menunaikan shalat subuh, Ali bin Abu Thalib
melakukan qunut dengan doa yang berbunyi: “Ya Allah, jatuhkan laknat-Mu kepada Muawi-
yah, Amru bin Ash, Habib, Abdurrahman bin Mukhlad, Ad-Dhahhak bin Qayyis, Al-Walid, dan
Abu Al-A’war”.
Setelah mendengar kabar tentang doa qunut Ali bin Abu Thalib, akhirnya Muawiyah
juga melakukan qunut dengan doa yang berbunyi “Ya Allah, jatuhkan laknat-Mu kepada Ali
bin Abu Thalib, Ibnu Abbas, Hasan, Husain, dan Asytar”.
Sikap damai Ali bin Abi Thalib ternyata tidak memberi perdamaian yang
sesungguhnya, justru menambah sejarah panjang pertikaian Ali bin Abi Thalib dengan Muawi-
yah. Kelompok Ali bin Abi Thalib justru kemudian pecah menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Kelompok Khawarij, pengikut-pengikut Ali bin Abi Thalib yang tidak setuju dengan sikap
Ali bin Abi Thalib dalam menerima perdamaian (arbitrase) sebagai jalan untuk me-
nyelesaikan persengketaan tentang khilafah dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Kelompok
ini tinggal di dekat kota Kuffah, Irak. Mereka dipimpin oleh Abdullah Ibn Wahab Al-Rasidi;
b. Kelompok Syiah, pengikut-pengikut Ali bin Abi Thalib yang setuju dan membela sikap Ali
bin Abi Thalib menerima perdamaian (arbitrase); dan
c. Kelompok Murji’ah, pengikut-pengikut Ali bin Abi Thalib yang mengambil jalan tengah
dengan sikap diam, tidak mau turut campur dalam pertentangan yang terjadi antara Kha-
warij dan Syiah, dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hokum kafir atau tidak
kafirnya orang yang bertentangan itu kepada Tuhan.
Situasi ini dimanfaatkan oleh Muawiyah dengan cara memfungsikan kelompok keras
Khawarij untuk membunuh khalifah Ali bin Abi Thalib. Sampai akhirnya diketahui seorang
pengikut garis keras Khawarij bernama Abdur Rahman bin Muljam pada suatu pagi setelah
sholat Subuh menusuk khalifah Ali bin Abi Thalib hingga wafat. Berita wafatnya Ali bin Abi
Thalib disambut dengan suka cita oleh pihak Muawiyah, karena dengan demikian Bani Umay-
yah yang telah diproklamirkan pada tahun 40 H akan menjadi eksis dan menjadi satu-satunya
pemerintahan yang sah dalam Islam.
Dinasti Bani Umayah berdiri selama lebih kurang 90 tahun (40-132H atau 661-750
M), dengan Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680
M) adalah pendiri Dinasti Bani Umayah dan penguasa imperium yang sangat luas. Selama 20
tahun masa pemerintahannya ia terlibat dalam sejumlah peperangan dengan penguasa
Romawi baik dalam pertempuran darat maupun laut. Wilayah kekuasaan dinasti ini meliputi
daerah Timur Tengah, Afrika Utara dan Spanyol. Muawiyah meninggal dunia pada Kamis
pertengahan Rajab 60 H dalam usia 78 tahun.
Secara berturut-turut, para Khalifah Daulah Umayyah di Damaskus adalah sebagai
berikut.
1. Muawiyah I (41-60 H/661-680 M)
2. Yazid I (60-64 H/680-683 M)
3. Muawiyah II (64 H/683 M)
4. Marwan I (64-65 H/684-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)
6. Al-Walid I (86-96 H/705-715 M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)
9. Yazid II (101-105 H/720-724 M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)
11. Al-Walid II (125-126 H/743-744 M)
12. Yazid III (126 H/744 M)
13. Ibrahim bin Walid (126 H/744 M)
14. Marwan II (127-132 H/744-750 M)
d. Kebijakan Umar bin Abdul Aziz (99-101 H), memerintahkan gubernur Madinah agar
masyarakat Islam yang ada di Madinah, Hijaz dan sekitarnya menghimpun, menyeleksi
dan menyempurnakan hadits.
Dalam menjalankan politik pemerintahannya, Muawiyah bin Abu Sufyan mengubah
kebijaksanaan pendahulunya. Kalau pada masa empat khalifah sebelumnya, pengangkatan
khalifah dilakukan dengan cara pemilihan, maka Muawiyah mengubah kebijakan itu dengan
cara turun-temurun. Karenanya, khalifah penggantinya adalah Yazid bin Muawiyah, putranya
sendiri. Ada dua hal yang menarik dari sistem pemerintahan yang dibangun oleh Bani Umay-
yah, yaitu politik ekspansi (perluasan wilayah) dan sistem monarkhi (Monarchiheridetis).
1. Sistem politik
Perluasan wilayah begitu intens dilakukan Bani Umayyah, utamanya pada masa
pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan (40-60 H), Abdul Malik Bin Marwan (65–86 H), dan
Walid Bin Abdul Malik (86–96H). Perluasan ini dilandasi oleh semangat dan keinginan untuk
merajai dan berkuasa yang telah berkobar dalam jiwa para khalifah untuk mendatangkan ke-
hebatan bagi negaranya. Penaklukan ini melibatkan sejumlah penyerangan terhadap wilayah-
wilayah terpencil yang dilaksanakan oleh sejumlah kekuatan tambahan non-Arab. Oleh karena
itu, perang yang terjadi pada masa ini bukanlah perang ekspansi kesukuan, melainkan perang
kerajaan yang berjuang untuk meraih dominasi dunia. Hal ini berbeda dengan serangkaian
penaklukan pada masa Khulafaur Rasyidin, yang lebih dilatarbelakangi oleh sejumlah migrasi
kesukuan dan pengerahan kekuatan Arab yang berpusat di beberapa pangkalan militer.
Kekuatan pasukan Dinasti Umayah telah mencatat sukses besar dalam dalam
melakukan ekspansi. Terdapat tiga front ekspansi yang seluruhnya mencapai sukses
gemilang, kecuali pengepungan kota Konstantinopel. Ketiga front itu adalah, pertama, front
pertempuran melawan bangsa Rumawi di Asia kecil. Di masa Bani Umayyah pertempuran di
front ini telah meluas, meliputi pengepungan kota Konstantinopel dan penyerangan terhadap
beberapa pulau di laut tengah. Kedua, front Afrika Utara. Front ini telah meluas sampai ke
pantai Atlantik, kemudian menyeberangai selat Jabal Tariq dan sampai ke Spanyol. Ketiga,
front Timur. Wilayah ini meluas dan terbagi menjadi dua cabang, yang satu menuju ke Utara,
ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Amu Dariah) dan Canag, yang kedua menuju ke
selatan meliputi daerah Sind (India).
2. Sistem Pemerintahan
Adapun sistem pemerintahan yang diterapkan Bani Umayyah adalah sistem
monarkhi (Monarchiheridetis), yang mana suksesi kepemimpinan dilakukan secara turun
temurun. Semenjak Muawiyah berkuasa, raja-raja Umayyah yang berkuasa kelak menunjuk
penggantinya dan para pemuka agama diwajibkan menyatakan sumpah setia di hadapan raja.
Sistem pengangkatan penguasa seperti ini, bertentangan dengan prinsip dasar dan ajaran
permusyawaratan. Sistem ini merupakan bentuk kedua dari sistem pemerintahan yang pernah
dipraktekkan umat Islam sebelumnya, yakni musyawah, dimana sepeninggal Nabi Muham-
mad saw, khulafur rasyidin dipilih sebagai pemimpin berdasarkan musyawarah.
Dalam menata administrasi pemerintahan, Bani Umayyah mengembangkan admin-
istrasi pemerintahan sebelunya yaitu khulafaurrasyidin. Pada masa Umar bin Khatab, telah
ada lima bentuk departemen, yaitu Nidhamul Maaly, Nidhamul harbi, Nidhamul Idary, Ni-
dhamul Siashi dan Nidhamul Qadhi. Bentuk departemen ini kemudian dikembangkan lagi oleh
Muawiyah bin Abi Sufyan dalam bentuk yang lebih luas dan menyeluruh, sebagai berikut.
a. An-Nidham Al-Idari
Organisasi tata usaha negara pada permulaan Islam sangat sederhana, tidak di-
adakan pembidangan usaha yang khusus. Demikian pula keadaannya pada masa Daulah
Bani Umayyah, administrasi negara sangat simpel. Pada umumnya, di daerah-daerah Is-
lam bekas daerah Romawi dan Persia, administrasi pemerintahan dibiarkan terus berlaku
seperti yang telah ada, kecuali diadakan perubahan-perubahan kecil. Ada empat organ-
isasi tata usaha pada masa Bani Umayyah, yaitu:
1) Ad-Dawawin. Untuk mengurus tata usaha pemerintahan, maka Daulah Umayyah men-
gadakan empat buah dewan atau kantor pusat, yang memiliki tugas dan tanggung
jawab mengurus surat-surat lamaran raja, menyiarkannya, menstempel, membungkus
dengan kain dan dibalut dengan lilin kemudian di atasnya dicap. Keempat dewan ter-
sebut, adalah diwanul kharraj, diwanur rasail, diwanul mustaghilat al-mutanawi’ah, dan
diwanul Khatim.
2) Al-Imarah Ala Al-Buldan. Daulah Umayyah membagi daerah Mamlakah Islamiyah
kepada lima wilayah besar. Untuk setiap wilayah besar ini, diangkat seorang Amirul
Umara (Gubernur Jenderal) yang dibawah kekuasaannya ada beberapa orang amir
(gubernur) yang mengepalai satu wilayah. Dalam rangka pelaksanaan kesatuan politik
bagi negeri-negeri Arab, maka khalifah Umar mengangkat para gubernur jenderal yang
berasal dari orang-orang Arab. Politik ini dijalankan terus oleh khalifah-khalifah
sesudahnya, termasuk para khalifah Daulah Umayyah. Kelima wilayah tersebut men-
cakup:
a) Hijaz, Yaman dan Nejed (pedalaman jazirah Arab)
b) Irak Arab dan Irak Ajam, Aman dan Bahrain, Karman dan Sajistan, Kabul dan
Khurasan, negeri-negeri di belakang sungai (Ma Wara’a Nahri) dan Sind serta se-
bagian negeri Punjab
c) Mesir dan Sudan
d) Armenia, Azerbaijan, dan Asia Kecil
e) Afrika Utara, Libia, Andalusia, Sisilia, Sardinia dan Balyar
3) Barid. Organisasi pos diadakan dalam tata usaha Negara Islam semenjak Muawiyah
bin Abi Sofyan memegang jabatan khalifah. Setelah khalifah Abdul Malik bin Marwan
berkuasa maka diadakan perbaikan-perbaikan dalam organisasi pos, sehingga ia
menjadi alat yang sangat vital dalam administrasi negara.
4) Syurthah. Organisasi syurthah (kepolisian) dilanjutkan terus dalam masa Daulah
Umayyah, bahkan disempurnakan. Pada mulanya organisasi kepolisian ini menjadi
bagian dari organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim dan
keputusan-keputusan pengadilan, dan kepalanya sebagai pelaksana al-Hudud. Tidak
lama kemudian, maka organisasi kepolisian terpisah dari kehakiman dan berdiri
sendiri, dengan tugas mengawasi dan mengurus soal-soal kejahatan. Khalifah Hisyam
memasukkan dalam organisasi kepolisian satu badan yang bernama Nidhamul Ahdas
dengan tugas hampir serupa dengan tugas tentara yaitu semacam brigade mobil.
b. An Nidham Al-Mali
Yaitu organisasi keuangan atau ekonomi, bahwa sumber uang masuk pada za-
man Daulah Umayyah pada umumnya seperti di zaman permulaan Islam.
1) Al Dharaib. Yaitu suatu kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara (Al Dharaib)
pada zaman Daulah Umayyah dan sudah berlaku kewajiban ini di zaman permulaan
Islam. Kepada penduduk dari negeri-negeri yang baru ditaklukkan, terutama yang be-
lum masuk Islam, ditetapkan pajak- pajak istimewa. Sikap yang begini yang telah men-
imbulkan perlawanan pada beberapa daerah.
2) Masharif Baitul Mal. Yaitu saluran uang keluar pada masa Daulah Umayyah, pada
umumnya sama seperti pada masa permulaan Islam yaitu untuk: (a) Gaji para pegawai
dan tentara serta biaya tata usaha Negara; (b) Pembangunan pertanian, termasuk iri-
gasi dan penggalian terusan-terusan; (c) Biaya orang-orang hukuman dan tawanan
perang; (d) Biaya perlengkapan perang; dan (e) Hadiah-hadiah kepada para pujangga
dan para ulama. Selain itu, para khalifah Umayyah menyediakan dana khusus untuk
dinas rahasia, sedangkan gaji tentara ditingkatkan sedemikian rupa, demi untuk men-
jalankan politik tangan besinya.
c. An Nidham Al-Harbi
Organisasi pertahanan pada masa Daulah Umayyah sama seperti yang telah
dibuat oleh khalifah Umar, hanya lebih disempurnakan. Hanya bedanya, kalau pada waktu
Khulafaur Rasyidin tentara Islam adalah tentara sukarela, maka pada zaman Daulah
Umayyah orang masuk tentara kebanyakan dengan paksa atau setengah paksa, yang
dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbari yaitu semacam undang-undang wajib militer.
Politik ketentaraan pada masa Bani Umayyah, yaitu politik Arab oriented, dimana
anggota tentara haruslah terdiri dari orang-orang Arab atau imam Arab. Keadaan itu ber-
jalan terus, sampai-sampai daerah kerajaannya menjadi luas meliputi Afrika Utara, Anda-
lusia dan lain-lainnya sehingga terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Barbar untuk
menjadi tentara.
Organisasi tentara pada masa ini banyak mencontoh organisasi tentara Persia.
Pada masa khalifah Utsman telah mulai dibangun angkatan laut Islam, tetapi sangat se-
derhana. Setelah Muawiyah memegang kendali negara Islam, maka dibangunlah armada
Islam yang kuat dengan tujuan untuk: (1) mempertahankan daerah-daerah Islam dari se-
rangan armada Romawi; dan (2) memperluas dakwah Islamiyah.
Muawiyah membentuk armada musim panas dan armada musim dingin, se-
hingga ia sanggup bertempur dalam segala musim. Armada Laut Syam terdiri dari banyak
kapal perang, di zaman Muawiyah Laksamana Aqobah bin Amri Fahrim menyerang pulau
Rhadas. Dalam tahun 53 H, armada Romawi menyerang daerah Islam dan terbunuh
seorang panglimanya yang bernama Wardan. Hal ini membuka mata kaum muslimin se-
hingga para pembesar Islam bergegas membangun galangan kapal perang di Pulau
Raudhah dalam tahun 64 H.
d. An Nidhamm Al-Qadhai
Pada masa Daulah Umayyah kekuasaan pengadilan telah dipisahkan dari
kekuasaan politik. Kehakiman pada zaman itu mempunyai dua ciri khasnya yaitu: (1)
Bahwa seorang qadhi memutuskan perkara dengan ijtihadnya, karena pada waktu itu be-
lum ada lagi madzhab empat atau madzhab lainnya. Pada masa itu para qadhi menggali
hukum sendiri dari al-Qur'an dan As Sunnah dengan berijtihad. (2) Kehakiman belum ter-
pengaruh dengan politik, karena para qadhi bebas merdeka dengan hukumnya, tidak ter-
pengaruh dengan kehendak para pembesar yang berkuasa. Para hakim pada zaman
Umayyah adalah manusia pilihan yang bertakwa kepada Allah swt dan melaksanakan
hukum dengan adil, sementara itu para khalifah mengawasi gerak-gerik dan perilaku
mereka, sehingga kalau ada yang menyeleweng langsung dipecat.
Kekuasaan kehakiman di zaman ini dibagi ke dalam tiga badan: (1) Al-Qadha,
seorang qadhi bertugas menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan
agama; (2) Al-Hisbah, seorang al-Muhtashib bertugas menyelesaikan perkara-perkara
umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat; dan (3) An-Nadhar fil
Madhalim yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding.
An Nadhar fil Madhalim merupakan pengadilan tertinggi yang bertugas menerima
banding dari pengadilan yang berada di bawahnya dan mengadili para hakim dan para
pembesar tinggi yang bersalah. Pengadilan ini bersidang di bawah pimpinan khalifah
sendiri atau orang yang ditunjuk olehnya. Para khalifah Bani Umayyah menyediakan satu
hari saja dalam seminggu untuk keperluan ini dan yang pertama kali mengadakannya ada-
lah Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Seperti mahkamah-mahkamah yang lain, Mahkamah
Madhalim ini diadakan dalam masjid. Ketua Mahkamah Madhalim dibantu oleh lima orang
pejabat lainnya, dimana sidang mahkamah itu tidak sah tanpa mereka yaitu: (1) Para
pengawal yang kuat, yang sanggup bertindak kalau para pesakitan lari;
(2) Para hakim
dan qadhi;
(3) Para sarjana hukum (fuqaha) tempat para hakim meminta pendapat ten-
tang hokum; dan (4) Para penulis yang bertugas mencatat segala jalannya siding.
Mahkamah Madhalim dipimpin oleh khalifah, kalau di ibukota negara oleh gu-
bernur dan kalau di ibukota wilayah oleh Qadhil Qudhah atau hakim-hakim lain yang me-
wakili khalifah atau gubernur. Para hakim waktu mengadili perkara memakai jubah dan
sorban hitam, sebagai lambang dari Daulah Abbasiyah. Jubah dan sorban hitam pada
waktu itu, khusus untuk para hakim.
Selain itu, pada masa Daulah Umayyah diadakan satu jabatan baru yang bernama
al-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan khalifah. Mungkin karena khawatir akan
terulang peristiwa pembunuhan terhadap Ali dan percobaan pembunuhan terhadap Muawiyah
dan Amru bin Ash, maka diadakanlah penjagaan yang ketat sekali terhadap diri khalifah, se-
hingga siapapun tidak dapat menghadap sebelum mendapat izin dari para pengawal (hujjab).
Kepala pengawalan keselamatan khalifah adalah jabatan yang sangat tinggi dalam istana ke-
rajaan, waktu khalifah Abdul Malik bin Marwan melantik kepala pengawalnya, antara lain dia
memberi amanat, “Engkau telah kuangkat menjadi kepala pengawalku. Siapapun tidak boleh
masuk menghadap tanpa izinmu, kecuali muazzin, pengantar pos dan pengurus dapur”.
3. Warisan peradaban
Wujud kebudayaan fisik berupa hasil aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam
masyarakat Islam pada masa Bani Umayyah tampak seperti bangunan istana, masjid, dan
rumah sakit. Istana-istana yang didirikan sebagai tempat beristirahat di padang pasir pada
masa ini, antara lain Qusayr Amrah dan Al-Mushatta. Masjid-masjid pertama di luar semenan-
jung Arab dibangun pada masa ini, antara lain:
a. Katedral St. John di Damaskus dirubah menjadi masjid. Bahkan katedral yang di Hims, di
pusat kota Suriah digunakan sekaligus untuk masjid dan gereja.
b. Membangun masjid Sidi ‘Uqbah bin Nafi’ di makam ‘Uqbah bin Nafi’, panglima Muawiyah
yang berhasil menaklukkan Afrika pada 50 H, di Kairuwan, Tunisia.
c. Abdul Malik membangun masjid Al-Aqsa di Al-Quds, Jerusalem.
d. Membangun monument Qubbah Al-Sakhr (Kubah Batu Karang) di-Quds, Jerusalem, di
sebuah tempat yang menurut riwayat adalah tempat Nabi Ibrahim menyembelih Islmail
dan Nabi Muhammad saw memulai mi’raj ke langit.
bagi penderita penyakit kronis dan rumah-rumah penderita lepra, yang kemudian
menginspirasi dan diikuti oleh Barat.
2. Ilmu Hadis
Pada saat mengartikan makna ayat-ayat al-Qur’an, kadang-kadang para ahli hadis
kesulitan mencari pengertian dalam hadis karena terdapat banyak hadis yang sebenarnya
bukan hadis. Dari kondisi semacam ini maka timbullah usaha para muhaddisin untuk
mencari riwayat dan sanad hadis. Proses seperti ini pada akhirnya berkembang menjadi
ilmu hadis dengan segala cabang-cabangnya. Perkembangan hadist diawali dari masa
khalifah Umar bin Abdul Aziz dan ulama hadis yang mula-mula membukukan hadis yaitu
Ibnu Az Zuhri atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz.
3. Ilmu kalam
Di masa inilah dimulai ilmu kalam dan muncullah nama-nama, seperti Hasan Al-
Basri, Ibn Shihab Al-Zuhri, dan Wasil ibn Ata’. Perang yang diakhiri dengan tahkim
(arbitrase) ini telah menyebabkan munculnya berbagai golongan, yaitu Muawiyah, Syiah
(Pengikut) Ali, Khawarij dan sahabat-sahabat yang netral. Dari peristiwa yang diakibatkan
oleh perseteruan dalam bidang politik akhirnya bergeser ke permasalahan teks-teks
agama tepatnya masalah teologi atau ilmu kalam. Kaum Khawarij memandang Ali telah
berbuat salah dan telah berdosa dengan menerima arbitrase itu. Menurut mereka
penyelesaian dengan cara arbitrase atau tahkim itu bertentangan dengan al-Quran. Fir-
man Allah dalam surat al-Maidah ayat 44,
“Dan barang siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang telah di-
turunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir.”
Dengan landasan ayat al-Quran tersebut, mereka menghukum semua orang yang
terlibat dalam tahkim itu telah menjadi orang-orang kafir.Kafir dalam arti telah keluar dari
Islam.Orang yang keluar dari Islam di katakan murtad, dan orang murtad halal darahnya
dan wajib dibunuh. Maka dari itu mereka memutuskan untuk membunuh Ali, Muawiyah,
Amr bin Ash dan Abu Musa. Dan yang berhasil dibunuh hanya Imam Ali (Yusuf, 2014: 9-
10)
Persoalan ini akhirnya menimbulkan tiga aliran Ilmu Kalam dalam Islam, yaitu se-
bagai berikut:
1. Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, da-
lam arti keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2. Aliran Murjiah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin
dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah untuk
mengampuni atau tidak mengampuninya.
3. Aliran Mu’tazilah yang tidak menerima pendapat-pendapat di atas. Bagi mereka, orang
yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Orang yang serupa ini
mengambil posisi di antara ke dua posisi mukmin dan kafir, yang dalam bahasa Arab
terkenal dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi)
(Rozak, 2012: 35)
Setelah ketiga aliran di atas, lalu muncul pula dua aliran Ilmu Kalam yang terkenal
dengan nama Qadariyah dan Jabariah. Menurut Qadariyah manusia memiliki kemerdekaan
dalam kehendak dan perbuatannya.Sebaliknya, Jabariyah berpendapat bahwa manusia
tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.
Dari paparan sekilas ini, secara jelas dapat diketahui bahwa peristiwa tahkim
berdampak dan berimplikasi kepada tumbuhnya aliran-aliran dalam Ilmu Kalam. Khawarij,
Murjiah dan Mu’tazilah merupakan aliran yang pertama sekali muncul dalam sejarah
peradaban Islam.Kemudian muncul aliran Qadariyah dan Jabariyah.Kedua aliran ini
kendatipun pada awalnya muncul dengan membentuk aliran tersendiri, tetapi dalam
perkembangannya tidak lagi dapat disebut sebagai aliran. Paham Qadariyah dan Jabariyah
kemudian memasuki aliran-aliran Ilmu Kalam yang ada (Yusuf, 2014: 13).
4. Ilmu Qira'at
Dalam sejarah perkembangan ilmu, yang pertamakali berkembang adalah ilmu
qiraat. Cabang Ilmu ini mempunyai kedudukan yang sangat penting pada permulaan Islam
sehingga orang-orang yang pandai membaca al-Qur'an pada saat itu disebut para Qurra.
Setelah pembukuan dan penyempurnaan al-Qur’an pada masa khulafaurrasyidin dan al-
Qur’an yang sah dikirim ke berbagai kota wilayah bagian maka lahirlah dialek bacaan
tertentu bagi masing-masing penduduk kota tersebut dan mereka mengikuti bacaan
seorang qari’ yang dianggap sah bacaannya. Akhirnya muncul dan masyhurlah tujuh
macam bacaan yang sekarang terkenal dengan nama Qiraat sab’ah kemudian selanjutnya
ditetapkan sebagai bacaan standar.
5. Ilmu Nahwu
Dengan meluasnya wilayah Islam dan didukung dengan adanya upaya Arabisasi
maka ilmu tata bahasa Arab sangat dibutuhkan. Sehingga dibukukanlah ilmu nahwu dan
menjadi salah satu ilmu yang penting untuk dipelajari. Memulai mempelajari tata Bahasa
Arab yang dikenal dengan nama nahwu adalah ketika seorang bayi memulai berbicara
dilingkungannya. Tanpa tata bahasa maka pembicaraan tidak akan baik dan benar. Setelah
banyak bangsa di luar bangsa Arab masuk Islam dan sekaligus wilayahnya masuk dalam
daerah kekuasaan Islam maka barulah terasa bagi bangsa Arab dan mulai di perhatikan
dengan cara menyusun ilmu nahwu. Adapun ilmuwan bidang bahasa pertama yang tercatat
dalam sejarah perkembangan ilmu yang menyusun ilmu nahwu adalah Abu al- Aswad al-
Du’ali yang berasal dari Baghdad. Salah satu jasa dari Al-Du’ail adalah menyusun
gramatika Arab dengan memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak ada.
Abu Aswad Ad Dualy yang wafat tahun 69 H. Tercatat beliau belajar dari shahabat Ali bin
Abi Thalib, dengan demikian ada saja ahli sejarah mengatakan bahwa sahabat Ali bin Abi
Thalib-lah bapaknya ilmu nahwu.
7. Seni Bahasa
Umat Islam masa Bani Umayyah selain telah mencapai kemajuan dalam bidang
politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan, juga telah tumbuh dan berkembang seni bahasa.
Perhatian kepada syair Arab Jahiliyah timbul kembali dan penyair-penyair Arab barupun
timbul, seperti Umar Ibn Abi Rabi’ (w. 719 M), Jamil Al-Udhri (w. 701 M), Qays Ibn Al-
Mulawwah (w. 699 M) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila, Al-Farazdaq (w. 732
M), Ummu Jarir (w. 792 M), penyair yang mendukung dan memelihara kemulian Badui dan
yang syair-syairnya menonjol karena nafas-nafas spiritualnya, dan Al-Akhtal (w. 710 M)
yang beragama Kristen aliran Jacobite. Pada masa ini seni dan bahasa mengambil tempat
yang penting dalam hati pemerintah dan masyarakat Islam pada umumnya. Pada saat kota-
kota seperti Bashra dan Kuffah adalah pusat perkembangan ilmu dan sastra. Orang-orang
Arab muslim berdiskusi dengn bangsa-bangsa yang telah maju dalam hal bahasa dan
sastra. Di kota–kota tersebut umat Islam menyusun riwayat Arab, seni bahasa dan hikmah
atau sejarah, nahwu, sharaf, balaghah dan juga berdiri klub-klub para pujangga. Pada
masa ini juga muncul terjemahan-terjemahan awal naskah-naskah filsafat Yunani dari
bahasa Suryani ke bahasa Arab.
bulan kemudian di Abusir, kota kecil dipinggir Sungai Nil. Jenazahnya dikembalikan dan
dikuburkan di Madinah. Setelah kematiannya, Abu al-'Abbas Abdullah bin Muhammad as-
Saffah yang biasa dikenal dengan sebutan As-Saffah menggantikannya sebagai khalifah.
Kekuasaan Dinasti Umayyah berakhir di Timur Tengah. Tetapi kekuasaan Dinasti Umayyah
masih berlanjut sampai tahun 1031 M di Kordoba, Spanyol (Andalusia) sebagai Kekhalifahan
Kordoba.
Secara lebih ringkas, faktor-faktor penyebab runtuhnya Daulah Umayyah adalah
sebagai berikut.
1. Sistem monarkhi, yakni menjadikan jabatan khalifah sebagai jabatan warisan, yang
diterapkan oleh Daulah Umayyah telah memicu oposisi dan resistensi, seperti sekte
Syi’ah dan Khawarij, dan kelompok lain yang tidak puas dengan sistem tersebut. Oposisi
dan resistensi ini muncul karena Daulah Umayyah telah dinilai menyimpang dari sistem
pemilihan khalifah pada masa Khulafaur Rasyidin yang secara demokratis dipilih oleh
rakyat.
2. Sistem suksesi khalifah yang tidak jelas. Hal ini memicu terjadinya rivalitas antar calon
pengganti khalifah. Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Al-Walid II dengan menjebloskan
familinya sendiri ke dalam penjara karena dianggap sebagai pesaing politik. Yazid bin
Walid bin Abdul Malik mengkudeta Khalifah Al-Walid II yang mengakibatkannya tewas
secara tragis.
3. Pergolakan politik dalam negeri yang dipicu oleh gerakan Khawarij dan sekte Syi’ah.
4. Menengok latar belakang terbentuknya dinasti Umayyah yang tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut
Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal
dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani
Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan
pemerintah.
5. Pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb)
yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini
mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang
persatuan dan kesatuan. Disamping itu, mayoritas golongan mawali (non Arab), terutama
di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang
diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
6. Perubahan kebijakan pengelolaan dana Baitul mal. Pada masa Khulafaur Rasyidin, asset
Baitul mal dipergunakan sebesar-besarnya untuk menunjang kepentingan dan kese-
jahteraan rakyat. Sedangkan pada masa Umayyah, dana Baitul mal lebih banyak di-
pergunakan untuk kepentingan pejabat negara dan kepentingan keluarga istana dan ku-
rang difungsikan untuk menopang kesejahteraan rakyat. Perubahan kebijakan ini me-
nyulut rasa tidak puas rakyat terhadap Daulah Umayyah. Tingkat kepuasan rakyat dari
waktu ke waktu terhadap pemerintah semakin merosot.
7. Setelah Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkuasa, para khalifah dan pejabat terseret ke
dalam kehidupan mewah yang berlebih-lebihan. Rakyat tidak dapat menerima pola hidup
mewah seperti itu, sementara kehidupan rakyat sendiri kurang mendapat perhatian.
Situasi ini menyulut ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah.
8. Sikap Daulah Umayyah yang kurang mengakomodasi aspirasi dan peranan kaum agama
(ulama) dalam percaturan pemerintahan. Kaum agamawan dan ulama merasa kurang
mendapat perhatian dan kurang diajak dalam menjalankan roda pemerintahan. Politik
peminggirab dan marginalisasi kaum agamawan dan ulama ini menyebabkan mereka me-
rasa ditinggalkan oleh pemerintah. Hal ini mengakibatkan ketidakpuasan mereka ter-
hadap pemerintahan.
9. Daulah Umayyah lebih mengutamakan etnis Arab sebagai basis utama kekuatan sosial-
politik dan penyangga kekuatan negara. Kaum Mawali (etnis Persia) tersisih dan tidak
diakomodasi dalam pemerintahan. Dengan perlakuan seperti ini, kelompok Mawali me-
rasa sebagai warga negara kelas dua dan terdeskriminasi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
10. Wilayah kekuasaan yang sangat luas yang terbentang dari Andalus sampai Sungai Indus
menyulitkan pemerintah melakukan pengamanan. Beberapa wilayah yang telah dikuasai
melakukan gerakan dan pemberontakan untuk melepaskan kembali dari pemerintah
pusat. Seperti pemberontakan yang terjadi di Kota Emessa, hal itu menguras waktu,
tenaga, dan keuangan negara untuk menumpas gerakan dan pemberontakan tersebut.
11. Daulah Umayyah terus-menerus menekan keturunan Bani Hasyim, terutama di wilayah
Irak.
12. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al Abbas bin Abdul Muthalib.
Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum
Mawali yang merasa dikelas duakan.
Rangkuman
1. Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayah bin Harb bin
Abdi Syams bin Abd Manaf al-Quraisy al-Amawi di kota kecil Illiyat, Wilayah Yerussalem
pada tahun 40 H atau 662 Masehi. Sejarawan berpendapat bahwa berdirinya Dinasti
Umayyah merupakan bentuk sabotase dari pemerintahan yang sah yang pimpin Ali bin Abi
Thalib. Dinasti Bani Umayah berdiri selama lebih kurang 90 tahun (40-132H atau 661-750
M), dengan Damaskus sebagai pusat pemerintahannya.
2. Bani Umayyah lebih banyak mengarahkan kebijakannya pada perluasan politik ekspansi
(perluasan wilayah) dan sistem monarkhi (Monarchiheridetis). Diantara kebijakannya yaitu:
a. Memperluas wilayah Islam di tiga wilayah yang rata-rata subur: Afrika Utara, India dan
Byzantium. Dari ketiga wilayah tersebut, Byzantium lebih dahulu ditaklukan karena
selain subur, masyarakatnya menganut Nasrani Ortodoks.
b. Membentuk Departemen dan Duta, tugasnya untuk mengirim beberapa duta Islam
membawa misi Islam ke beberapa wilayah; Cina, India, Indonesia, Bukara, Tajikistan,
Samarkan, Afrika Utara dan Andalusia.
c. Mengangkat beberapa profesional dalam bidang Administrasi keuangan dari orang-
orang Byzantium untuk dipekerjakan dalam pemerintahan Islam
3. Perkembangan ilmu pengetahuan masa Bani Umayyah I meliputi 3 bidang yang nantinya
melahirkan cendekiawan muslim, antara lain:
a. Gerakan ilmu agama, karena didorong oleh semangat agama yang sangat kuat pada
saat itu
b. Gerakan Filsafat, karena ahli agama diakhir daulah Umayyah I terpaksa menggunakan
Filsafat untuk menghadapi kaum Nasrani dan Yahudi
c. Gerakan sejarah, karena ilmu-ilmu agama memerlukan riwayat
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang perkembangan Islam pada
masa Bani Umayyah di Damaskus. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat
pada Kegiatan Belajar 1, kerjakan tugas-tugas berikut.
1. Buatlah info grafis fase-fase perkembangan Islam pada masa Bani Umayyah di Dam-
askus!
2. Buatlah kesimpulan tentang faktor-faktor yang menjadi sebab runtuhnya Bani Umayyah di
Damaskus!
Tes Formatif 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
1. Setelah imam Ali ra. Wafat terjadilah sebuah perjanjian damai di Persia (‘ammul jamaah)
antara Mu’awiyah bin Abu Sufyan dengan putra khalifah Ali ra. Yang bernama...
A. Ali bin Abi Thalib
B. Hasan bin Ali
C. Husein bin Ali
D. Abdullah bin Ali
E. Abu Thalib
2. Alasan mendasar yang menyebabkan Muawiyah bin Abu Sufyan enggan membaiat Ali bin
Abi Thalib sebagai khalifah adalah...
A. Sakit hati karena dipecat dari jabatannya sebagai gubernur
B. Muawiyah ingin menjadi khalifah
C. Menuntut kedaulatan penuh atas syam
D. Menuntut hukuman atas pembunuhan Utsman
E. Mempersatukan umat muslim
3. Seorang khalifah bani Umayyah yang sangat religius, demokratis, dan mementingkan
persatuan umat...
A. Al-Walid bin Abdul Malik
B. Abdul Malik bin Marwan
C. Hisyam bin Abd malik
D. Sulaiman bin Abdul Malik
E. Umar bin Abdul Aziz
4. Pada perkembangan di bidang administrasi pemerintahan, Dinasti Bani Umayyah
melakukan sistem pemerintahan dari…
A. Demokrasi ke sentralisasi
B. Demokrasi ke monarki
C. Demokrasi ke beberapa wilayah
D. Sistem pemerintahan ke monarki
5. Pada masa Bani Umayyah organisasi Negara terdiri dari 5 antara lain yaitu An Nidhamul
Harbi, yang merupakan organisasi...
A. Organisasi politik
B. Organisasi tata usaha negara
C. Organisasi keuangan
D. Organisasi pertahanan
E. Organisasi kehakiman
6. Panglima perang yang memimpin perluasan wilayah islam dan menyebrang sampai ke
Spanyol adalah...
A. Abdullah bin Umar
B. Musa bin Nushair
C. Tharif bin Malik
D. Yazid bin Mu’awiah
E. Thariq bin Ziyad
7. Dalam sejarah pembukuan Hadis terjadi atas inisiatif...
A. Muawiyah bin abu sufyan
B. Yazid bin muawiyah
C. Hasan bin ali
D. Umar bin abdul aziz
E. Al walid bin abdul malik
8. Pada zaman Dinasti Umayyah telah berhasil meletakkan dasar-dasar Hukum Islam yang
berdasar al-qur’an dan pemahaman nalar. Sehingga pada tahab perkembangan pemikiran
Islam, Sebuah Ilmu Hukum di sebut ilmu …
A. Metode
B. Perilaku
C. Fiqih
D. Perbuatan
E. Tarikh
9. Pada masa khalifah bani umayyah khalifah yang paling akhir ialah...
A. Marwan bin Hakam
B. Marwan bin Muhammad
C. Al Walid II
D. Abdul Malik bin Marwan
E. Yazid bin Walid
10. Faktor kemunduran Daulah Umayyah adalah, kecuali...
A. Pejabat kerajaan menghambur-hamburkan uang negara
B. Pejabat kerajaan suka bermewah mewahan
C. Sistem monarki yang adil bagi umat Islam
D. Saling menjaga satu sama lain sehingga umat Islam sejahtera
E. Rivalitas politik
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒋𝒂𝒘𝒂𝒃𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓
Tingkat penguasaan materi = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒐𝒂𝒍
PENDIDIKAN PROFESI GURU DALAM JABATAN
Modul 4 Perkembangan Islam Pasca Khulafaur Rasyidin l 27
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Proses berdirinya Bani Abbasiyah
Lahirnya Bani Abbasiyah tahun 750 M, adalah peran besar dari keturunan Hasyim
yang bernama Abu Abbas. Nama Abbasiyah yang dipakai untuk nama bani ini adalah di ambil
dari nama bapak pendiri Abbasiyah yaitu Abas bin Abdul Mutalib paman Nabi Muhammad
Saw. Proses lahirnya Abbasiyah di mulai dari kemenangan Abu Abbas assafah dalam sebuah
perang terbuka (al-Zab) melawan khalifah Bani Umayyah yang terakhir yaitu Marwan bin
Muhammad. Abu Abbas diberi gelar assafah karena dia pemberani dan dia mampu
memainkan mata pedangnya kepada lawan politiknya. Semua lawan politiknya di perangi dan
di kejar-kejar, diusir keluar dari wilayah kekuasaan Abbasiyah yang baru yang baru direbut
dari Bani Umayyah I.
Berdirinya Bani Abbasiyah tahun 750 M berarti secara formal semua wilayah
kekuasaan Islam berada di bawah pemerintaan Abbasiyah termasuk semua bekas wilayah
Bani Umayyah I kecuali wilayah Bani Umayyah yang ada di Andaluia.
Proses pengembangan peradaban yang dibangun oleh Bani Abbasiyah begitu cepat
membawa perubahan besar bagi perkembangan peradaban ilmu pengetahuan selanjutnya.
Bediri Bani Abbasiyah selama 505 tahun diperintah oleh 37 khalifah dengan mampu
menciptakan peradaban yang menjadi kiblat dunia pada saat itu, peradaban yang dikenang
sepanjang masa. Pada waktu itu suasana belajar kondusif, fasilitas belajar disediakan
pemerintah dengan lengkap. Motivasi belajar menjadi penyogok gairahnya masyarakat untuk
belajar. Mereka myarakat mendatangi tempat-tempat belajar seperti kuttab, madrasah
maupun perguruan tinggi seperti universitas. Universitas yang terkenal pada saat itu adalah
Nizamiyah yang dibangun oleh perdana menteri Nizamul Muluk dari khalifah Harun al- Rasyid.
Khalifah Harun al-Rasyid terkenal sebagai khalifah yang sangat cinta pada ilmu pengetahuan,
baik belajar maupun dalam hal membangun fasilitas belajar seperti; sekolah, perpustakaan,
menyediakan guru dan membentuk gerakan terjemahan.
Abu Abbas assafah sebagai pendiri Bani Abbasiyah masa kepemimpnannya sangat
singkat, hanya 4 tahun beliau memerintah akan tetapi mampu menciptkan suasana dan
kondisi Abbasiyah yang seteril dari keturunan Bani Umayyah sebagai lawan politik yang baru
di kalahkan dan dikuasainya. Sikap tegas dan berani yang ditunjukkan oleh Khalifah Abu Abas
Assafah ketika membuat kebijakan pada saat berdirinya Bani Abbasiyah dengan berani
memberantas semua keturunan Umayyah dari wilayah yang dikuasainya. Dampak dari
kebijakan tersebut dapat dilihat dari suasana pusat wilayah dan rakyat Abbasiyah yang baru
menjadi lebih kondusif dan perkembangan peradaban dapat dikendalikan oleh Khalifah Abu
Abbas Assafah.
Keberhasilan Abu Abbas menaklukkan daulah Umayyah I ternyata mendapat
dukungan besar dari tantara bayaran yang sengaja di datangkan oleh Abu Abbas, seperti Abu
Muslim al-Khurasany. Abu Muslim adalah relawan berkebangsaan Persia yang sengaja
disewa oleh keluarga Abbasiyah untuk membantu menaklukkkan kekuasaan Bani Umayyah I.
membuat Abdullah banyak mengetahui tentang gerakan ini dan rahasia rahasianya. Dia
diangkat oleh saudaranya yang bernama Ibrahim sebelum dia ditangkap oleh pemerinta-
han Umawiyah pada tahun 129 H / 746 M. Tertangkapnya Ibrahim membuat Abdullah
harus berangkat ke Kufah bersama-sama dengan pengikutnya secara rahasia.
Pada masa pemerintahannya, saat pasukan Abbasiyah menguasai Khurasan dan
Irak, dia keluar dari persembunyiannya dan dibaiat sebagai Khalifah pada tahun 132 H/
749 M. Setelah itu dia mengalahkan Marwan bin Muhammad dan menghancurkan
pemerintahan Bani Muawyah pada tahun yang sama. Abu Abbas Assyafah meninggal
pada tahun 136 H / 753 M.
3. Muhammad Al-Hadi
Dia bernama Muhammad Al-Mahdi bin al-Mansur. Dilantik sebagai Khalifah sesuai
dengan wasiat ayahnya pada tahun 158 H/ 774 M. Dia dikenal sebagai seorang yang
sangat dermawan dan pemurah. Pada masa pemerintahannya, kondisi dalam negeri saat
itu sangat stabil, dan tidak ada satu gerakan penting dan signifikan di masanya. Dia ber-
hasil mencapai kemenangan kemenangan atas orang orang Romawi. Anaknya, Harun Ar-
Rasyid adalah panglima perang dalam penaklukan ini. Dia sampai ke pantai Marmarah
dan berhasi melakukan perjanjian damai dengan Kaisar Agustine yang bersedia untuk
membayar jizyah pada tahun 166 H/ 782 M. Muhammad Al-Mahdi meninggal pada tahun
169 H / 785 M setelah memerintah selama 10 tahun beberapa bulan.
4. Musa Al-Hadi
Dia adalah Musa Al-Hadi bin Muhammad Al-Mahdi yang dilantik sebagai Khalifah
setelah ayahnya. Pada masa itu, terjadi pemberontakan oleh Husein bin Ali bin Husein
bin Hasan bin Ali di Makkah dan Madinah. Dia menginginkan agar pemerintahan berada
di tangannya. Namun Al-Hadi mampu menaklukannya dalam perang Fakh pada tahun
169 H / 785 M. Pada saat yang sama juga Yahya bin Abdullah melakukan pemberontakan
di Dailam. Maka, Al-Hadi memberangkatkan Ar-Rasyid sampai Yahya bin Abdullah
mampu ditaklukan. Musa Al-Hadi meninggal pada tahun 170 H / 786 M.
5. Harun Al-Rasyid
Dia bernama Harun Ar Rasyid bin al-Mahdi, dia mutiara sejarah Bani Abbasiyah.
Pada masanya pemerintahan Islam mengalami puncak kemegahan dan kesejahteraan
yang belum pernah dicapai sebelumnya. Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai sosok yang
sangat pemberani. Dia telah melakukan penyerbuan dan penaklukan negeri Romawi pada
saat baru berumur 20 tahun. Dia pun dikenal sebagai sosok yang takwa dan takut kepada
Allah dalam segala perkara. Pada masa pemerintahannya adalah masa yang sangat
tenang dan stabil, hanya ada beberapa pemberontakan kecil yang tidak berarti apa apa,
di antaranya adalah pemberontakan Yahya Abdullah, kaum Khawarij, orang-orang Zindik,
dan pemberontakan di Kharasan. Sebelum meninggal, dia mewariskan kekuasaan
kepada kedua anaknya, Al-Amin dan Al Makmun. Hal ini menjadi fitnah yang bertiup ken-
cang yang terjadi antara dua saudara ini setelah kematiannya. Harun meninggal pada
tahun 193 H / 808 M setelah memerintah selama 23 tahun.
6. Muhammad Al-Amin
Dia bernama Muhammad Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid. Ayahnya telah mem-
baiatnya sebagai Khalifah, lalu untuk saudaranya Al Makmun, kemudian untuk Qasim. Dia
diberi kekuasaan di Irak, sedangkan Al-Makmun di Kharasan. Namun, ada salah seorang
menteri Al-Amin yang mendorongnya untuk mencopot posisi putera mahkota dari adiknya
dan memberikannya kepada anaknya yang bernama Musa. Al-Amin termakan tipuan ini,
dan Al-Amin segera memberontak. Pada tahun 195 H/ 810 M, Al-Amin mengirimkan dua
pasukan untuk memerangi saudaranya, namun berhasil dihancurkan oleh Thahir bin Hu-
sein, panglima perang Al-Makmun. Al-Amin sendiri dikenal sebagai seorang yang suka
berfoya-foya serta banyak melalaikan urusan negara. Sehingga setelah lima tahun ia me-
merintah, kekhalifahannya digantikan oleh Abdullah Al Makmun.
7. Abdullah Al-Makmun
Dia bernama Abdullah Al- Makmun bin Harun Ar- Rasyid. Pada masa pemerinta-
hannya banyak peristiwa peristiwa penting yang terjadi, pertama adalah pemberontakan
Bagdad dan penunjukkan Ibrahim Al Mahdi sebagai Khalifah, kedua Al-Khuramiyah, dan
ketiga adanya fitnah bahwa Al-Quran adalah makhluk. Penaklukan-penaklukan pada
masa pemerintahannya sangatlah terbatas. Dia hanya mampu menaklukan Laz, sebuah
tempat di Dailam pada tahun 202 H/ 817 M. Pada masanya, dia tidak menjadikan anaknya
Al- Abbas, untuk menggantikan dirinya. Dia malah mengangkat saudaranya Al Mu’tasim
karena bisa melihat bahwa Al Mu’tasim lebih memiliki banyak kelebihan dibandingkan
anaknya. Setelah berkuasa selama 20 tahun. Al Ma’mun meninggal pada tahun 218 H/
833 M.
9. Harun Al-Watsiq
Dia adalah Harun bin Muhammad Al-Mu’tasim menjadi Khalifah setelah ayahnya
Al-Mu’tasim, pada tahun 227 H/ 841 M. Panglima-pamglima asal Turki pada masanya
mencapai posisi-posisi yang sangat terhormat. Bahkan, Asynas mendapatkan gelar sul-
tan dari Al-Watsiq. Harun Al-Watsiq meninggal pada tahun 223 H / 846 M setelah me-
merintah selama 5 tahun.
Dimyath, Mesir. Peristiwa ini terjadi pada tahun 238 H / 852 M. Al-Mutawakkil dibunuh
oleh anaknya yang bernama Al-Muntasir pada tahun 247 H / 861 M (BSE Sejarah Ke-
budayaan Islam Kurikulum 2013)
Khalifah Abu Ja’far al-Mansur, khalifah kedua dari pemerintahan Bani Abbasiyah
menetapkan tujuh kebijakan pemerintahan Abbasiyah sebagai kontrol pemerintahan. Dan
tujuh kebijakan ini telah menjadi pedoman bagi 9 khalifah Abbasiyah pada fase pertama dalam
menjalankan pmerintahannya, meskipun mereka tidak melaksanakannya secara utuh tujuh
kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut adalah;
1. Memindahkan pusat kekuasaan Bani Abbasiyah dari Hasyimiyah ke Bagdad
2. Kota Bagdad sebagai pusat kekuasaan Abbasiyah di buka menjadi kota terbuka untuk
semua peradaban dari berbagai bangsa masuk. Hal ini dilakuan oleh para khalifah melihat
pengalaman pola pengembanga budaya dan ilmu masa Bani Umayyah yang bersifat arab
oriented, akibatnya adalah budaya dan ilmu pengetahuan menjadi lambat berkembang.
3. Ilmu pengetahuan dipandang sabagai suatu yang sangat mulia dan berharga. Para
khalifah adalah orang-orang yang sangat mencintai ilmu dan membuka kesempatan ilmu
pengetahuan seluas-luasnya.
4. Rakyat diberi beban berfikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang, seperti;
aqidah, ibadah, filsafat, dan ilmu pengetahuan.
5. Para menteri keturunan Persia di beri hak penuh untuk menjalankan pemerintahan
sehingga mereka memegang peranan penting dalam memajukan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan.
6. Berkat usaha khalifah Abbasiyah yang sungguh-sungguh dalam membangun ekonomi
Islam, pemerintah Abbasiyah memiliki perbendaharaan harta yang cukup melimpah di
baitu maal hasil rampasan perang dari kemenangan perang.
7. Dalam pengembangan ilmu pengetahuan para khalifah banyak yang mendukug
perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga banyak buku-buku yang dikarang oleh
ilmuan dalam lembaga-lembaga ilmu pengetahuan yang dibangun untuk memfasilitasi
kegiatan masyarakat dalam menimbah ilmu pengetahuan.
8. Masyarakat dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok petama, kelompok
khalifah, terdiri dari khalifah dan keluarga, para pembesar dan pekerja yang bekerja di
istana, mereka diberi penginapan di dalam wilayah istana (daarul khalifah). Kelompok
kedua, yaitu kelompok masyarakat umum yang terdiri para guru, ulama, petani, buruh,
filosof dan masyarakat pada umumnya. Tujuan dari pembagian menjadi dua kelompok
masyarakat dimaksud agar pembagian tugas menjadi jelas, bukan justru untuk membuat
jarak antara sesama masyarakat Islam atau antara masyarakat Islam dengan masyarakat
non Islam, meskipun kenyataan dalam masyarakat terjadi dikotomi dalam masyarakat
Islam Abbasiyah antara para pemebesar dengan masyarakat umum terjadi perbedaan
kelas masyarakat.
Delapan kebijakan khalifah Abbasiyah tersebut oleh para pakar sejarah bahwa tujuh
kebijakan khalifah itu mampu meciptakan suasana belajar yang kondusif, memotivasi
masyarakat Abbasiyah untuk belajar dengan sungguh-sungguh, dan mampu membentuk
budaya belajar dengan sesungguhnya bagi masyarakat Abbasiyah pada umumnya.
2. Faktor Sosiografi
a. Meningkatnya kemakmuran umat Islam
b. Luasnya wilayah kekuasaan Islam menyebabkan banyak orang Romawi dan Persia
yang masuk Islam dan kemudian menjadi Muslim yang taat.
c. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
d. Adanya gerakan penerjemahan buku filsafat dan ilmu dari peradaban Yunani dalam
Bait al-Hikmah sehingga menjelma sebagai pusat kegiatan intelektual.
Kemajuan dinasti Abasiyyah dalam bidang agama, filsafat dan sains tidak bisa
dilepaskan dari keberadaan kota Baghdad sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Baghdad adalah sebuah kota yang didirikan atas inisiatif al-Mansur yang terletak di sebelah
barat sungai Tigris dikerjakan selama empat tahun oleh 100 ribu karyawan dan arsitektur
dengan biaya 4000,833 dirham.
Kemajuan Islam zaman Abasiyyah ini banyak dirintis oleh khalifah Ma’mun (813-833
H) dengan mendirikan pusat kerajaan ilmu pengatahuan dan teknologi dengan nama “Darul
Hikmah”. Darul Hikmah ini di samping pusat kerajinan juga sebagai pusat perpustakaan dan
kantor penterjemahan ilmu-ilmu non Arab ke dalam bahasa Arab, seperti filsafat Yunani, ilmu-
ilmu Barat. Darul Hikmah membuat sekitar satu juta buku ilmu pengetahuan. Sedangkan
dalam penterjemahan dipimpin oleh seorang ilmuwan yang bernama Hunain bin Ishaq (809-
973 H). di bawah pimpinan Hunain bin Ishaq inilah banyak dihasilkan buku-buku penting yang
sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang meliputi ilmu Kimia, Matematika, Filsafat
Yunani, Astronomi dll.
Khalifah al Makmun sangat berbeda filosofi hidupnya dengan para khalifah
Abbasiyah pada umumnya, juga berbeda dengan kakaknya al Amin bin Harun al Rasyid
yang suka ber pestapora dengan para lelaki yang telah dibelinya dan telah dikebiri. Al
Amin Telah berbuat abnormal terhadap mereka yang dijadikannya teman seranjang, se-
hingga al Amin menjadi bersikap dingin terhadap para Istri dan gundik-gundiknya (As
Suyuthi, tt: 342). Disamping itu gaya hidup al Makmun jauh berbeda dari saudaranya al
Amin, al Makmun cenderung lebih memperhatikan jalannya pemerintahan dan
pembangunan negara, termasuk kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
,ketimbang bersukaria dengan pesta pora, minuman keras dan hasrat terhadap sesama
jenis (Farag Faudah, 2008: 167).
Keterbukaan dalam pemerintahan Abbasiyah khususnya masa khalifah al Makmun
sungguh-sungguh nyata, banyak jurutulis tersebar dalam birokrasi adalah orang khurosan,
kelompok Kristen Nestorian berperan kuat, kelompok minoritas tertentu seperti Yahudi banyak
terlibat dalam urusan perpajakan dan perbankan, keluarga-keluarga muslim Syi’ah juga
berpengaruh terhadap kebijakan politik khalifah (Ira M.Lapidus, 1999: 108). Sebagai contoh al
Makmun berusaha mendekati tokoh aliran Syi’ah pada saat itu dengan cara menikahi salah
satu putrid imam Ali al Ridlo, Imam Syi’ah kedelapan dan menyebut Ali al Ridla sebagai
pewaris kekhalifahan sesudahnya (Keren Armstrong, 2002: 89). Sebagai penganut Mu’tazilah
al Makmun sangat gemar ilmu pngetahuan dan filsafat , hal ini merupakan salah satu factor
yang mampu menggerakkan umat Islam untuk kemajuan ilmu Pengetahuan dan teknologi
dengan pesat (Team Perumus Fakultas Teknik UMJ, 1998: 104). Berdasar uraian tersebut
nampaknya al Makmun memiliki filosofi pluralistis dalam berbangsa dan bernegara, sehingga
tak membedakan Suku,Agama,Ras dan aliran (SARA).
Adapun faham keagamaan khalifah al Makmun adalah pengikut aliran Mu’tazilah
dalam persolan ilmu Kalam. Sebagai sorang intelektual dan negarawan al Makmun hamper
tanpa cela seandainya ia tidak terseret yang terlalu dalam terhadap rasionalitas Mu’tazilah dan
menjadikannya sebagai faham resmi dalam kenegaraan pada tahun 212 H/827 M serta
membuka sikap fanatisme aliran yang kemudian membawa dampak adanya peristiwa yang
dikenal dengan Mihnah al Qur’an yang pada prakteknya memeriksa batin seseorang
mengakui kemakhluqan al Qu’an atau tidak. Jika tidak maka akan di hukum berat, praktek
inkuisisi ini muncul dimana-mana, dan faham Mu’tazilah ini ditentang oleh Aliran ahli hadits
yang di komendani Ahmad bin Hambal (Faisal Isma’il, 2010: 244-245).
Akhir dari pertentangan dua faham dua aliran ini, dimenangkan oleh Ahmad Ibnu
Hambal yang di anggap sebagai pahlawan rakyat dan mampu mengalahkan Mu’tazilah yang
sebenarnya tidak memberikan kebaikan apa-apa terhadap al Makmun, sebab Imam Ibn
Hambal meninggal pada tahun 242 H/855 M, yaitu 22 tahun setelah meninggalnya al Makmun
dan pada saat iyu dinasti Abbasiyah dibawah khalifah al Mutawakkil yang sudah mendukung
faham ahlu al Sunnah wa al Jama’ah termasuk mengikuti faham bahwa al Qur’an bukan
makhluq tetapi kalam Allah yang Qodim.
Dalam upaya memajukan pendidikan dan mengembangkan Ilmu pengetahuan al-
Makmun menetapkan kebijakan politik pendidikan sebagaimana digambarkan oleh Philip K.
Hitti secara panjang lebar, tetapi secara singkat bisa kita paparkan sebagai berikut:
1. Al-Makmun sangat menghormati para ahli ilmu baik agama maupun umum termasuk para
filasuf, sekalipun tidak seperti ayahnya Harun al Rasyid
2. Mendirikan Perpustakaan Baitul hikmah yang didalamnya orang bisa membaca menulis
dan berdiskusi
3. Cabang-cabang ilmu keislaman muncul dan berkembang pada masa ini sperti 'ulumul
Qur'an, Ilmu Qira'at, ilmu Hadits, Ilmu kalam, dan lainnya termasuk muncul dan
berkembangnya Fiqih dan ushul Fiqih dalam empat madzhab semacam imam Syafi'I (150
H- 204 H)
4. Ilmu pengetahuan umum juga berkembang seperti filsafat, matematika, ilmu alam,
metafisika, geometri, al jabar, aritmatika, astronomi, kedokteran kimia dan musik
5. Penterjemahan buku-buku yang berisi tentang Ilmu pengethuan dari bahasa Yunani,
Persia dan India kedalam bahasa Arab.
9. Al qushr (Istana) yaitu lembaga pendidikan yang secara khusus untuk mendidik para putra
pejabat pemerintah
10. Al Hawanith al Wariqin yaitu toko buku yang juga berfungsi tempat pembelajaran
11. Al Shalun Adabiyah atau sanggar sastra yaitu tempat yang disediakan oleh Knalifah untuk
membicarakan berbagai masalah penting dengan cara mengundang para Ulama
12. Al Badiyah yaitu lembaga pendidikan yang secara khusus mengajarkan bahasa Arab kuno.
13. Observatorium yaitu lembaga pendidikan untuk penelitian dan percobaan
14. Al Maktabah
Berangkat dari uraian tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa al Makmun termasuk
salah satu Khalifah Abbasiyah yang cenderung berkarakter baik, memikirkan kemajuan
kekhalifahan Islam,kemajuan ilmu pengetahuan dan filsafat serta mampu menghindari
perilaku yang bertentangan dengan syari’at Islam, mungkin kalau boleh dianggan suatu
keteledoran al Makmun, adalah memaksakan pendapat kepada umat Islam relevansinya
dengan mengikuti salah satu aliansi faham tentang al Qur’an yaitu faham Mu’tazilah (Ghani,
2015). Berikut beberapa zaman keemasan dari Bani Abbasiyah:
1. Kemajuan Ilmu-Ilmu Agama
Zaman Abasiyyah dikenal sebagai era keemasan ilmu pengetahuan dan Agama. Ilmu-
ilmu agama berkembang dengan subur dan diiringi oleh kemunculan tokoh-tokoh agama yang
berpengaruh sampai sekarang ini. (ilmu Agama: ilmu Tafsir, ilmu Hadis, ilmu Kalam/Teologi
dan ilmu Tasawuf).
a. Ilmu Tafsir
Ilmu Tafsir dalama masa ini berkembang pesat karena ilmu ini sangat dibutuhkan
terutama oleh orang-orang non Arab yang baru masuk Islam. Mereka butuh tentang makna
dan penafsiran al-Qur’an. Hal ini yang menyebabkan beberapa aliran muncul dalam ilmu tafsir.
Penafsiran Al Qur’an pun berkembang tidak hanya dengan penafsiran makna tetapi penafsiran
“Bil al Ma’sur dan “Bi al Ro’yi”
Dalam hal ini boleh dikatakan, bahwa pemerintahan Abasiyyah yang pertama
menyusun Tafsir dan memisahkan antara Tafsir dengan Hadis. Sebelum itu para kaum
Muslimin menafsirkan Qur’an melalui Hadis-Hadis Nabi, keterangan para sahabat, tabi’in. Di
antara karya besar Tafsir adalah Al-Farra’ yang merupakan karya Tafsir pertama dengan
disesuaikan dengan sistematik Al Qur’an. Kemudian muncul At Tabari yang menghimpun
kumpulan-kumpulan Tafsir dari tokoh sebelumnya. Kemudian muncul golongan Ulama’ yang
menafsirkan Al Qur’an secara rasional, seperti Tafsir Al Jahiz.
Sedangkan para ahli Tafsir terkemuka yang muncul pada zaman Abasiyyah adalah
Abu Yunus Abdus Salam Al Qozwani yang merupakan salah satu penganut aliran Tafsir bi al
Ra’yi. Sedangkan yang muncul dari aliran tafsir Bi Al Aqli adalah Amar Ibnu Muhammad al-
Khawarizmi, Amir al-Hasan bin Sahl.
b. Ilmu Hadis
Pada zaman ini kajian Hadis sebagai sumber hukum setelah Al Qur’an berkembang
dengan cara menelusuri keontetikan (shohih) Hadis. Hal ini yang mengilhami terbentuknya
ilmu-ilmu Jarhi wa Ta’di dan ilmu Mustalahul Hadis. Beranjak dari ilmu Mustalahul Hadis dan
ilmu Jarhi Wata’dil ini para ulama’ Hadis berhasil mengkodifikasi Hadis ke dalam kitab secara
teratur dan sistemik.
Pada zaman sebelumnya belum ada pembukuan Hadis secara formal seperti Al
Qur’an. Oleh karena itu sejarawan menganggap masa pembukuan Hadis secara sistemik
dimulai pada zaman Daulah Abasiyyah. Penggolongan Hadis dari aspek periwayatannya,
sanad, matan yang akhirnya bisa diketahui apakah Hadis itu shahih, hasan, dhoif juga terjadi
pada masa Abasiyyah.
Dengan demikian kajian yang mendalam serta penyeleksian Hadis pada Daulah
Abasiyyah telah menghasilkan pembukuan Hadis ke dalam bentuk kitab-kitab yang masih bisa
kita pelajari sampai sekarang ini. Di antara kitab-kitab Hadis yang disusun pada waktu itu ialah
kitab Hadis “Kutub as-Sittah” yaitu kitab Hadis disusun oleh enam ulama’ Hadis, yaitu Imam
Muslim (wafat 261 H). beliau menyusun kitab Shohih Muslim. Kemudian Imam Bukhori (wafat
256 H), Imam Turmudzi (wafat 279 H), Ibnu Majjah (wafat 273 H), Imam Nasa’i (wafat 303 H),
Abu Daud (wafat 275 H). Dari enam ahli Hadis di atas ada dua yang dianggap paling otentik
(shahih) yaitu Shahih Muslim dan Shahih Bukhari yang lebih dikenal dengan “Shahihaini”.
c. Ilmu Kalam
Pada zaman al-Ma’mun dan Harun al-Rasyid, ilmu kalam mendaopat tempat yang
luas, bahkan ilmu kalam (teologi) sangat mempengaruhi keadaan pemerintahan saat itu.
Seperti aliran Mu’tazilah dijadikan aliran resmi pemerintah Bani Abbas. Peran ilmu kalam pada
saat itu sangat besar untuk membela Islam dari paham- paham Yahudi dan Nasrani.
Dalam ilmu kalam para teolog terfokus pada bidang aqidah sebagai obyek bahasan
yang meliputi keesaan Tuhan, sifat-sifat, perbuatan Tuhan dll. Pada masa ini para Ulama’
kalam terbagi menjadi dua aliran, pertama aliran yang mengikuti pemikiran salaf yang diwakili
oleh Mu’tazilah. Aliran salaf berpegang pada arti Lafdiyah/tekstual dalam mengartikan ayat-
ayat mutasabihat. Sedangkan aliran rasionalis memakai /ra’yu dalam mengartikan ayat. Di
antara ulama’ ilmu kalam yang terkenal ialah Abu Huzail al- Allaf (wafat 235 H), An-Nazzam
(wafat 835 H), Bisri Ibnu Mu’tamir, Abu Ishaq Ibrahim mereka dari an Mu’tazila. Sedangkan
yang mewakili kelompok salaf adalah Amru bin Ubaid.
Jadi ilmu kalam (teologi) pada zaman Abasiyyah ini tidak semata mengembangkan
pemikiran agama tetapi mengembangkan juga pemikiran sosial, politik dan mengembangkan
pemikiran umat tidak statis, baik bidang agama maupun bidang kemasyarakatan yang
akhirnya berguna bagi perkembangan dan kemajuan negara.
d. Ilmu Fiqh
Di antara kebanggan pemerintahan Abasiyyah adalah terdapatnya empat ulama’ Fiqh
yang terkenal pada saat itu dan sampai sekarang, yaitu Imam Abu Hanifah (wafat 129 H, Imam
Malik (wafat 179 H), Imam Syafi’i (wafat 204 H) dan Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H).
keempat ulama’ Fiqh tadi yan paling terkenal dalam dunia Islam dan penyebarannya paling
luas sampai sekarang.
Disamping empat Madhab Fiqih diatas ada beberapa Madhab yang pengaruhnya
cukup terkenal saat itu, yaitu Madhab Jaririyah yang dipelopori oleh sejarawan dan pengulas
Al Qur an yaitu At Tabari (Wafat 923 H),tetapi madhab ini bertambah hanya dua generasi.
Madhab lain adalah madhab Dhahiriyah yang dipelopori oleh Dawud bin Ali (884), disebut
madhab Dhahiriyah karena pengambilan hukumnya berdasarkan bukti dhahir (bukti tertulis
Lughowi Al Qur an dan Hadis). Madhab ini berkembang di Spanyol, Syuriah dan Mesir.
Pada masa ini ada dua cara dalam mengambil hukum fiqih yang kemudian menjadi
aliran tersendiri, yaitu:
1) Ahl al-Hadis: Aliran yang berpegang teguh pada nash-nash Al Qur’an dan Hadis), karena
mereka menghendaki hukum yang asli dari Rasulillah dan mereka menolak hukum
menurut akal. Pemuka aliran ini adalah Imam Malik, Imam Syafi’i dan pengikut Sufyan As
Sauri.
2) Ahl al-Ra’yi: Aliran yang menggunakan akal pikiran dalam mengistimbatkan hukum di
samping memakai al-Qur’an dan Hadis, Aliran ini dipelopori oleh Imam Abu Hanifah dan
Fuqaha’Irak.
Dari sini kita bisa melihat, bahwa pemikiran umat Islam (Fuqoha’) pada saat itu sangat
maju sekali, dengan bukti lahirnya ulama’ terkenal dan kirab-kitab termashur seperti yang kita
lihat sekarang ini, di antaranya adalah Al-Muwatta’ , Al-Kharaj, Al-Mustasfa dll.
e. Ilmu Tasawuf
Di samping ilmu Fiqh, pada zaman Abasiyyah juga muncul dan berkembang ilmu
Tasawuf. Ilmu ini telah menaruh pengaruh yang besar bagi kebudayaan Islam. Perkembangan
ilmu ini dimulai dari perkumpulan-perkumpulan tak resmi dan diskusi keagamaan (Halaqah)
dan latihan spiritual dengan membaca dzikir berulang- ulang. Hal ini berlangsung di mana-
mana khususnya di masjid, kemudian ini menjadi konsep-konsep spiritual yang diberi Tasawuf
yang berkembang sampai abad 9 Hijriyah.
Ilmu Tasawuf ini menyebar di penjuru negeri Islam di wilayah Abasiyyah yang dibawa
oleh para sufi-sufi terkemuka seperti:
1) Al-Qusyairi, nama lengkapnya Abu Kasim Abdul Karim bin Hawzin al Qusairi (wafat 465
H). kitabnya yang terkenal adalah Ar-Risalah al-Qusyairiyah.
2) Abu Haffas Umar bin Muhammad Sahabuddin (wafat 632 H) kitabnya yang terkanal adalah
Awariful Ma’arif.
Imam al Ghazali (wafat 502 H) salah satu Ulama’ Tasawwuf yang terkenal yang lahir
di Thus abad ke-5 Hijriyah. Kitabnya yang terkenal adalah Ihya’Ulumuddin yang memuat
gabungan antara ilmu tasawwuf dan ilmu kemasyarakatan, kitab-kitabnya yang lain Al Basith,
Maqosidu Falsafah, Al munqizu mina Dhalal dll.
Dari uraian di atas tentang kemajuan ilmu-ilmu agama pada zaman Abasiyyah kita
harus mengakui betapa besar sumbangan ilmu agama pada saat itu terhadap kehidupan
keberagaman sampai saat ini. Di antara yang berpengaruh adalah ilmu Lughah (ilmu bahasa)
yang meliputi ilmu Nahwu, Sharaf, Bayan, Ma’ani, Arudh, Kamus, Insa’ yang dalam masa ini
akan sangat berguna khususnya dalam menterjemah bahasa asing dan karya-karya sastra.
lustrasi ilmuwan Muslim saat mengembangkan sains dan teknologi pada era Dinasti Abbasiyah di
Baghdad (sumber: www.republika.co.id)
Pada masa Harun al Rasyid juga dikembangkan suatu lembaga yang mengkaji dan
mengembangkan pengetahuan yang dinamakan “Khizanat al-Hikmah” yang kemudian
pada masa Al-Ma’mun dikembangkan lagi menjadi “Bait Hikmah” atau akademi ilmu
dikembangkan lagi menjadi “Darul Hikmah atau akademi ilmu pengetahuan yang meliputi
perpustakaan, pusat penterjemahan, observatorium bintang dll.
4) Ibnu Rush (Averoush) (Wafat 594 H) dalam hal filsafat beliau banyak mengambil dari ide-
ide Aristoteles, dia banyak mengulas hubungan antara Filsafat dan Syari’at.
Dalam bidang sejarah, ulama yang terkenal antara lain Ibnu Ishaq, binu Hisyam,
al-Waqidi, Ibnu Qutaibah, al-Thabari dan lain-lain. Dalam bidang ilmu bumi atau geografi
ulama yang terkenal : al-Yakubi dengan karyanya al-Buldan, Ibnu Kharzabah dengan
bukunya al-Mawalik wa al-Mawalik dan Hisyam al-Kalbi, yang terkenal pada abad ke-9 M,
khususnya dalam studinya mengenai bidang kawasan Arab.
b. Kemajuan Sains dan Tekonologi
Dalam bidang sains dan teknologi, orang-orang Arab masih kalah dengan orang
Yunani, Sains dan Filsafat terbentuk atas rangsangan buku terjemahan dari orang Yunani.
Kemudian perkembangan ilmu pengetahuan (Sains) ditandai dengan berdirinya Universitas-
universitas Islam di Iraq dan Baghdad, baru setelah itu banyak penemuan-penemuan penting
tentang sains dan teknologi yang akan dibahas di bawah ini:
c. Ilmu Kedokteran
Ilmu Kedokteran tumbuh dan berkembang pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid abad
9 M. hal ini ditandai dengan berdirinya rumah sakit yang didirikan oleh Harun Al-Rasyid dan
selanjutnya berkembang menjadi 34 Rumah Sakit Islam. Rumah sakit ini dilengkapi dengan
ruangan khusus wanita, apotik dan yang terpenting adalah di setiap rumah sakit dilengkapi
dengan perpustakaan media serta tempat- tempat kursus kedokteran dan pengobatan. Pada
masa ini juga dibentuk klinik-klinik keliling yang melayani pengobatan di penjuru negeri
khususnya untuk orang-orang tak mampu.
Dalam ilmu kedokteran, Ulama’ yang terkenal dengan zaman ini yaitu Ar-Razi dan Ibnu
Sinah. Ar-Razi dikenal sebagai ahli kedokteran Islam yang cakap dan ahli kimia terbesar abad
pertengahan, beliau juga dienal sebagai penemu benang Fontanel yang berguna untuk
menjahit luka akibat pembedahan dan sebagainya.
Roger bacon seorang ilmuwan Barat menterjemahkan kitab Ar-Razi yang berjudul
“Kitab Rahasia” ke dalam bahasanya dengan judul “De Spiritibu Et Corporibus” yang di
dalamnya memuat penanggulangan penyakit cacar dan penyakit campak. Kitab Ar-Razi yang
lain adalah “Al Hawi” yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin dengan nama “Contineus”
yang dijadikan rujukan oleh kedokteran Barat sampai tahun 1779 H.
Sepeninggal Ar-Razi kegemilangan ilmu kedokteran diteruskan oleh Ibnu Sinah,
kitabnya yang terkenal adalah “As Sifa” (Canon of Medicine) yang diterjemahkan ke dalam
bahasa latin Inggris. Buku ini mendominasi pengajaran di Universitas di Eropa, paling tidak
sampai abad ke-15. Kemudian muncul ulama’ ahli bedah yang bernama Abul Qosim Az
Zahrawi yang dalam bahasa latin disebut Abul Casis (wafat 1009 M).
Jadi kemajuan kedokteran pada daulah Abasiyyah ini yang mengilhami kemajuan ilmu
kedokteran barat sekarang ini. Bahkan kitab-kitab Ibnu Sinah sampai sekarang masih dikaji di
Universitas di Eropa.
d. Ilmu Kimia
Dalam bidang ilmu Kimia ilmuwan yang terkenal adalah Jabir Ibnu Hayyam yang diberi
gelar “Bapa Ilmu Kimia Arab” dia banyak mengemukakan teori uap, pelelehan, Sublimasi dll.
Dalam teorinya Jabir bin Hayyan mengatakan, bahwa logam seperti timah putih atau hitam,
besi dan tembaga bisa dirubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan zat rahasia
hingga pada sampai akhir hayatnya beliau masih melakukan eksperimen tentang hal ini. Jabir
bin Hayyan merupakan perintis exprerimen pertama dalam dunia Islam. Di antara
eksperimennya yang kemudian menjadi teori adalah: Teori Sublimasi, teori pengasaman, teori
penyulingan, teori penguapan, teori pelelehan, dan beliau dikenal dengan penemu Karbit.
Dari penemu-penemu teori baru oleh Jabir bin Hayyam dan para ilmuwan pada Daulah
Abasiyyah ini, kemakmuran dan kesejahteraan semakin bertambah baik, hasil-hasil
eksperimen diterapkan pada kehidupan masyarakat.
e. Ilmu Astronomi
Ilmu Astronomi pada mulanya dipakai untuk menentukan arah kiblat kemudian pada
perkembamngannya ilmu ini dipakai para pedagang, para pelaut dan para tentara untuk
menyebarkan agama di luar negeri. Ulama’ yang ahli dalam ilmu astronomi adalah Al-
Khawarizmi (wafat 846) Beliau banyak membuat tabel-tabel tentang letak negara, peta dunia,
penetapan bujur-bujur panjang semua tempat di muka bumi ini sekaligus mengukur jarak
antara negara satu dengan negara yang lain. Teori ini dikumpulkan kemudian disebarkan di
masyarakat.
Dengan ilmu Astronomi, sekitar abad ke 7–9 H. para pedagang muslim sudah sampai
pada negeri Tiongkok melalui laut, mendarat di pulau Zanzubar, pesisir Afrika, bahkan sampai
pada negeri Rusia.Selain Al-Kawariszimi ada ulama’ yang bernama Ibnu Kardabah yang
banyak menemukan teori perbintangan dan ilmu Falak. Ibnu kardabah juga banyak menulis
buku tentang Astronomi, diantaranya Al-Mashalih wal Mawalik, Al-Buldan, Al Jihani dan Al
Muhtasar.Dengan ditemukannya ilmu Astronomi, umat Islam bisa menjual hasil pertaniannya
dan kerajinannya ke negeri Tiongkok, Zanzibar sekaligus mendatangkan hasil karya dari
negeri lain untuk dijual di negeri isam. Pemerintahan Abasiyyah semakin kaya karena setiap
hasil perdagangan (ekspor/Impor) dikenakan pajak untuk negara,kemauan oleh negara
disalurkan pada rakyat yang miskin.
f. Ilmu Matematika
Dalam ilmu ini orang Arab (Islam) memberikan sumbangan yang besar sekali bagi
peradaban manusia dengan menemukan “Angka Arab“ seperti yang kita pakai sampai
sekarang (123456789). Orang-orang Islam dibawah pimpinan Ibnu Haitam dan Al-Khawarizimi
membut teori matematika, di antaranya adalah teori Al-Jabar, cara menghitung akar kuadrat
dan desimal. Pada perkembangan selanjutnya Ibnu Haitam berhasil menemukan ilmu untuk
mengukur sudut yang diberi nama Trigonometri.
Disamping ilmu-ilmu yang sudah diterangkan diatas tadi, masih ada beberapa ilmu
yang ditemukan tetapi belum banyak berkambang zaman Abasiyyah ini, penemuan-
penemuan ilmu ini masih belum dibukukan secara sistematik, ilmu-ilmu itu adalah ilmu fisikis
(Botani) yaitu ilmu tentang tumbuh-tumbuhan, ilmu Fisika, ilmu Geografi dan ilmu Sejarah.
merek dari negara-negara barat. Tujunnya adalah unuk menghibur para khalifah dan
pembesar yang bekerja setahun penuh. Pertanyaannya adalah apakah tidak ada cara lain
untuk menghibur khalifah dan para pembesar selain yang amoral tersebut?.
Kenyataan dalam sejarah bahwa, acara-acara tesebut yang diprakktekan secara rutin
oleh para pembesar istana. Akibatnya adalah bisa dibayangkan bahwa masyarakat benci
kepada para khalifah dan pembesar. Kebencian terhadap pemerintahan Abbasiyah itu merata
hampir di semuah wilayah Abbasiyah, puncak ketidaksenangan masyarakat itu adalah banyak
wilayah yang lepas dan minta merdeka dari pusat pemerintahan Abbasiyah. Dalam sejarah
Islam kondisi ini disebut masa disintegrasi. Kondisi ini puncaknya terjadi pada abad ke X M,
ketika terjadi Perang Salib pertama abad ke X. Umat Islam tidak dapat menahan serangan
pasukan Salib dan kalah dalam perang.
2. Faktor Eksternal
505 tahun perjalaan Bani Abbasiyah memberikan pengaruh besar terhadap
perkembangan peradaban dunia, terutama pada periode klasik atau abad pertengahan.
Tumbuh pesatnya ilmu pengetahuan pada abad pertengahan tersebut menyebabkan umat
Islam lengah dan selanjutnya menjadi hancur. Ada beberapa proses yang menyebabkan umat
Islam menjadi lemah dan kemudian hancur dari luar, antara lain:
a. Wilayah Abbasiyah yang terlalu luas
Luasnya wilayah Abbasiyah menyebabkan banyak wilayah yang secara geografis jauh
dari pusat pemerintahan Bagdad tidak dipantau dan dibina secara intensif oleh pemerintah
Abbasiyah. Luasnya wilayah juga menyebabkan pemerintah tidak adil dalam memberikan hak
wilayah bagian dari baitul maal untuk pembangunan infrastruktur berupa bangunan fisik,
seperti irigasi, jalan raya, jembatan penghubung kota dan sarana pendidikan. Sementara
kewajiban wilayah-wilayah bagian harus disampaikan secara rutin ke baitul maal (kas negara).
Akibatnya banyak wilayah bagian yang lepas dan minta merdeka dari Abbasiyah, seperi
Touland dan Fatimiyah di Mesir, Sabaktakim di wilayah Persia, Idrisi dan Thohiriyah di Maroko.
Masa ini disebut masa disintegrasi Abbasiyah.
b. Perang Salib
Perang salib berlangsung selama kurang lebih 200 tahun (1096- 1287M). Perang salib
berlangsung di wilayah yang merupakan pusat-pusat perkembangan Islam, di mana banyak
fasilitas pendidikan dan fasilitas umum yang rusak, seperti sekolah, masjid, istana dan
lembaga-lembaga pemerintah atau umum yang rusak. Selain itu banyak masyarakat yang ikut
korban akibat dari perang yang berlangsung selama kurang lebih 200 tahun, baik itu dari pihak
nasrani maupun dari pihak Islam.
Rangkuman
1. Lahirnya Bani Abbasiyah tahun 750 M, adalah peran besar dari keturunan Hasyim yang
bernama Abu Abbas.
2. Zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama merupakan puncak keemasan dinasti ini.
Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat
tertinggi, kaum Muslimin mulai berhubungan dengan kebudayaan asing, seperti ke-
budayaan Persi, Hindu, dan Yunani. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat.
3. Disamping itu Dinasti Abbasiyah (750-1208 M) juga merupakan dinasti yang menelurkan
konsep-konsep keemasan Islam dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan. Zaman
keemasan Islam yang ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan diberbagai sektor
telah membawa kemakmuran tersendiri pada masyarakat saat itu.
4. Kemajuan di segala bidang yang diperoleh bani Abbasiyah menempatkan bahwa Bani
Abbasiyah lebih baik dari bani Umayah. Di samping itu, pada masa dinasti ini banyak
terlahir tokoh-tokoh intelektual Muslim yang cukup berpengaruh sampai saat ini.
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Perkembangan Islam pada
Masa Bani Abbasiyah. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan
Belajar 1, buatlah peta konsep dari Perkembangan Islam pada Masa Bani Abbasiyah.
Tes Formatif 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
1. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya merupakan ke-
turunan Abbas bin Abdul Mutholib,yaitu...Rasulullah.
A. Kakek
B. Paman
C. Adik
D. Kakak
E. Ayah
2. Daulah Bani Abasiyah, berpusat di kota ….
A. Madinah
B. Mesir
C. Bagdad
D. Damaskus
E. Andalusia
3. Berikut ini adalah tokoh-tokoh pendiri kekhalifahan Bani Abbasiyah, kecuali.....
A. Muhammad bin Ali
B. Abu Ja’far al-Mansur
C. Abu Abbas as-Saffah
D. Abu Muslim al-Khurasani
E. Abu Bakar as-Sidiq
4. Masa kejayaan peradaban islam dapat tercapai pada masa pemerintahan kholifah...
A. Abu Jakfar Al mansur
B. Harun Ar Rasyid
C. Abdullah Al Makmun
D. Al muntasir Dillah.
E. Abu Abbas as-Saffah
5. Salah satu bukti kemajuan budaya masa Bani Abbasiyah munculnya sastrawan dan Bu-
dayawan seperti di bawah ini, kecuali...
A. Umar Khayam
B. Tarmidzi
C. Az Zamakhsyari
D. Al Qusyairi
E. Az-Zahrawi
6. Salah satu arti penting ilmu astronomi bagi kehidupan islam adalah menentukan ...
A. Awal waktu berperang
B. Awal waktu bercocok tanam
C. Arah sholat
D. Jadwal pengajian
E. Jadwal perjalanan
7. Saintis terkemuka pada masa dinasti Bani Abbasiyah yang berjasa dalam menemukan
arah kiblat adalah...
A. Al Battani
B. Ar Razi
C. Al Biruni
D. Al Khawarizmi.
E. Abbas bin Firnas
8. Pemimpin bangsa Mongol yang menghancurkan Abbasiyah adalah....
A. Tugrul Bek
B. Hulagu Khan
C. Tuzun
D. Ahmad bin Buawih
E. Al Uzza
9. Kekuasaan Bani Abbas berlangsung kurang lebih selama....
A. 41 tahun
B. 5,5 abad
C. 90 tahun
D. 3,5 abad
E. 450 tahun
10. Berikut yang masuk ibrah dan perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa
bani Abbasiyah adalah....
A. Berkembangnya Ilmu pegetahuan
B. Lahirnya para atlit-atlit olah raga
C. Berkembngnya ekonomi masyarakat
D. Munculnya para ahli politik
E. Lahirnya aliran/sekte Islam
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒋𝒂𝒘𝒂𝒃𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓
Tingkat penguasaan materi = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒐𝒂𝒍
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Proses berdirinya Bani Umayyah di Andalusia
Bani Umayyah di Andalusia adalah kekhalifahan Dinasti Umayyah atau kekhalifahan
Islam yang pernah berkuasa di Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) dalam rentang
waktu antara tahun abad ke-8 sampai abad ke-12.
1. Faktor Masuknya Islam di Andalusia
a. Faktor Internal
Faktor Internal adalah kemauan kuat para penguasa Islam untuk mengembangkan dan
membebaskan menjadi wilayah Islam. Andalusia atau Semenanjung Iberia (Spanyol dan
Portugal termasuk selatan Perancis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islam pada zaman
khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M), di mana tentara Islam yang
sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari
Dinasti Bani Umayyah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara ini terjadi pada masa Abdul Malik bin
Marwan (685-705 M), di mana dia mengangkat Hasan bin Nu’man Al-Ghassani menjadi
Gubernur di daerah itu. Dalam proses penaklukan Spanyol ini terdapat tiga pahlawan Islam
yang dapat dikatakan paling berjasa yaitu Tharif bin Malik, Tariq bin Ziyad, dan Musa bin
Nushair. Pada masa ini, Hasan bin Nu’man sudah digantikan Musa bin Nushair, yang
kemudian memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain
itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar
di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan
membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan untuk
penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa bin Nushair merasa perlu melibatkan
diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan tersebut. Dengan
suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang
dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa bin Nushair berhasil menaklukkan Sidonia,
Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth lainnya,
Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Tariq bin Ziyad di Toledo. Selanjutnya, keduanya
berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari
Zaragoza sampai Navarre.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi
negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-
koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa
Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut penguasa, yaitu aliran
Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang
merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen
yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk
ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol masih
berada di bawah pemerintahan Romawi (Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian
maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung oleh
sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan
kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran
tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dan
daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Penguasa Muslim Spanyol selama ini berkedudukan sebagai Amir atau Sultan. Abdur
Rahman merupakan orang pertama yang mengklaim kedudukannya sebagai khalifah dengan
gelar an-Nasir Li Dinillah (penegak agama Allah), setelah ia berhasil dalam perjuangan
menumpas pemberontakan Kristen suku Leon dan Navarre serta mencapai puncak kemajuan
menyaingi kemajuan Daulah Bani Abbasiyah di Baghdad. Dengan demikian pada masa ini
terdapat dua khalifah Sunni di dunia Islam: Khalifah Abbasiyah di Bagdad dan Khalifah
Umayyah dispanyol, dan seorang khalifah Syi’ah Fatimiyah Afrika Utara.
2) Hakam II (961-976 M)
Hakam II menggantikan kedudukan ayahnya, Abdur Rahman. Seorang kolektor buku
dan pendiri perpustakaan. Masyarakat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran karena
pembangunan yang berlangsung cepat. Pada masa ini pimpinan suku Navarre, yang semula
telah mengakui otoritas pemerintahan Islam semasa Abdur Rahman III, berusaha melepaskan
diri dengan anggapan bahwa Hakam yang terkenal suka perdamaian dan terpelajar tersebut
tidak akan menuntut ketentuan dalam perjanjian sebelumnya, dan seandainya dia memilih
jalan perang niscaya kekuatan Hakam tidak sekuat kecakapan militer ayahnya. Tapi ternyata
bahwa Hakam membuktikan dirinya tidak hanya sebagai orang terpelajar melainkan juga
pemimpin militer yang cakap. Sancho, pimpinan Kristen suku Leo, dan pimpinan Kristen
lainnya ditundukkan ketika melancarkan pemberontakan. Ia juga mengerahkan pasukannya
yang dipimpin Ghalib ke Atrika untuk menekan kekuatan Fatimiyah. Ghalib mencapai sukses
menegakkan kekuasaan Umayyah Spanyol di Afrika Barat. Suku Berber di Maghrawa,
Mikansa, dan Zenate mengakui kepemimpinan Hakam.
Setelah berhasil mengamankan situasi politik dalam negeri, Hakam selanjutnya
menunjukkan jati dirinya dalam gerakan pendidikan. la mengungguli seluruh penguasa
sebelumnya dalam kegiatan intelektual. Ia mengirimkan sejumlah utusan ke seluruh wilayah
timur untuk membeli buku-buku dan manuskrip, atau harus menyalinnya jika sebuah buku
tidak terbeli sekalipun dengan harga mahal untuk dibawa pulang ke Cordoba. Dalam gerakan
ini ia berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 100.000 buku dalam perpustakaan negara di
Cordoba. Katalog perpustakaan ini terdiri 44 jilid. Para ilmuan, filosof dan ulama dapat secara
bebas memasukinya. Untuk meningkatkan kecerdasan rakyatnya, ia mendirikan sejumlah
sekolah di ibukota. Hasilnya, seluruh rakyat Spanyol mengenal baca tulis. Sementara itu umat
Kristen Eropa, kecuali-para pendeta, tetap dalam kebodohan, masyarakat atasan sekalipun.
Universitas Cordoba merupakan universitas termasyhur di dunia pada saat itu. Dengan
meninggalnya Hakam pada tahun 366 H/976 M, masa kejayaan Dinasti Umayyah di Spanyol
berakhir.
3) Hisyam II (976-1009 M)
Hakam mewariskan kedudukannya kepada Hisyam II, anaknya yang baru berusia
sebelas tahun. Karena usianya yang terlalu belia, ibunya yang bernama Sulthana Subh dan
seorang yang bernama Muhammad bin Abi Amir mengambil alih kekuasaan pemerintahan.
Muhammad bin Abi Amir seorang yang sangat ambisius. Setelah berhasil merebut jabatan
perdana menteri, ia menggelari namanya sebagai Hajib al-Manshur. Ia merekrut militer dari
kalangan suku Berber menggantikan militer Arab. Dengan kekuatan militer Berber inilah
berhasil menundukkan kekuatan Kristen di wilayah utara Spanyol, dan berhasil memperluas
pengaruh Bani Umayyah di Barat Laut Afrika. Ia akhirnya memegang seluruh cabang
kekuasaan negara, sementara sang khalifah tidak lebih sebagai boneka mainannya. Surat
resmi dan maklumat negari diterbitkan atas namanya.
Hajib Al Manshur meninggal tahun 393 H/1002 M di Madinaceli. Ia merupakan
negarawan dan jenderal Arab yang terbesar di Spanyol. Ia merupakan seorang jenderal yang
paling berjasa yang pernah hidup di Spanyol. Pada masa ini, rakyat lebih makmur daripada
masa sebelumnya. Ia digantikan oleh anaknya yang bernama al-Muzaffar yang berhasil
mempertahankan kondisi ini selama enam tahun.
Sepeninggal al-Muzaffar, Spanyol dilanda berbagai kerusuhan. Muzaffar mewariskan
jabatan Hajib kepada saudaranya yang bernama Abdur Rahman yang mendapat julukan
“Sanchol”. Ia lebih ambisius daripada pendahulunya, lantaran ia menginginkan jabatan
sebagai khalifah Cordoba. Ketika ia sedang melancarkan ekspedisi ke wilayah utara, timbul
gerakan pemberontakan di Cardoba yang dipimpin oleh Muhammad. Sang pemberontak
berhasil menghancur pertahanan khalifah Spanyol dan menurunkan Hisyam dari jabatan
khalifah dan menduduki jabatan ini dengan gelar al-Mahdi. Sanchol ditangkap dan
dipenjarakan. Tidak lama setelah berhasil merebut jabatan khalifah, Muhammad al-Mahdi
meninggal.
4) Sulaiman
Muhammad al-Mahdi digantikan tokoh Umayyah lainnya yang bernama Sulaiman.
Semenjak masa ini proses kemunduran dan kejatuhan kekhalifahan Spanyol berlangsung
secara cepat. Tidak beberapa lama Hisyam II merebut jabatan khalifah untuk kedua kalinya.
Bersamaan dengan ini Kordoba, pusat kekhilafahan Spanyol, dilanda kekacauan politik.
Akhirnya pada tahun 1013 M dewan menteri yang memerintah Cordoba menghapuskan
jabatan khalifah.
Pada saat ini kekuatan Muslim Spanyol terpecah dalam banyak negara kecil di bawah
pimpinan raja-raja atau muluk al Thawaif. Tercatat lebih tiga puluh negara kecil yang berpusat
di Seville, Cordoba, Toledo dan lain-lain.Kekuatan Kristen wilayah utara Spanyol bergerak
untuk bangkit. Kekacauan pemerintahan pusat dimanfaatkan mereka sebaik-baiknya. Alfonso
VI, penguasa Castille yang menjabat sejak tahun 486 H/1065 M. berhasil menyatukan tiga
basis kekuatan Kristen: Castile, Leon, dan Navarre, menjadi sebuah kekuatan militer hebat
untuk menyerbu Toledo.
(300-350 H/912-961 M). Di bawah khalifah ‘Abd al-Rahmân III dan penerusnya, al-Hakam II
dan al-Manshûr, Andalusia benar-benar mencapai puncak kejayaannya dalam bidang
keagamaan maupun kebudayaan. Kota Kordova berkembang menjadi pusat kebudayaan
yang sebanding dengan Kairawan, Damaskus, atau Baghdad. Menurut satu laporan pada
pengujung abad ke 4/ 10 kota Kordova saja memiliki 1.600 masjid, 900 pemandian umum,
60.300 villa, 213.077 rumah, dan 80.455 toko.18 Kemegahan dan kemeriahan kota Kordova
juga dimiliki oleh kota-kota lain di Andalusia. Ibn Hawqal yang mengunjungi Andalusia pada
pertengahan abad ke 4/10 melaporkan bahwa semua kota di wilayah tersebut besar dan
ramai, memiliki fasilitas perkotaan yang sangat lengkap: jalan-jalan yang lapang dan bersih,
pemandian, dan penginapan. Pada saat yang sama dia juga mencatatkan bahwa Andalusia
masih memiliki sejumlah wilayah pedesaan yang kurang berkembang, biasanya dihuni oleh
penduduk beragama Kristen. Implisit dalam pernyataan ini adalah bahwa kesediaan ber- in-
teraksi dengan Islam dan bahasa Arab dipersepsi sebagai satu jalan menuju kemajuan dan
perkembangan peradaban saat itu.
Menurut analisis Chejne, laporan tentang banyaknya pemandian umum dapat
digunakan sebagai indikasi tingkat Islamisasi yang telah terjadi di kota-kota Andalusia. Sebab,
pemandian umum adalah sebuah fitur budaya yang tidak dikenal di Andalusia sebelum ma-
suknya Islam. Lagi pula pemandian umum pada masa tersebut lebih banyak diperguna- kan
untuk kepentingan keagamaan. Karena itu pula (asosiasi pemandian umum dengan agama
Islam) penduduk Kristen Andalusia pada umumnya tidak menyukai pemandian umum, sama
seperti mereka tidak menyukai adanya masjid dalam jumlah besar.
Pada masa kejayaan ini, ketergantungan kultural Andalusia kepada Dunia Islam Timur
sudah berakhir, dan Andalusia mulai mengembangkan kebudayaannya sendiri dengan identi-
tasnya yang khas Andalusia. Islam dan bahasa Arab jelas merupakan faktor terpenting dan
sekaligus menjadi identitas dalam kemajuan budaya Andalusia saat itu, sama dengan di
berbagai belahan dunia Islam lainnya. Akan tetapi, kini Andalusia mulai membangun identitas
sosio kulturalnya sendiri. Sekadar contoh, jika di berbagai tempat lain pendidikan anak dimulai
dengan menghapal al-Qur’an, di Andalusia pendidikan anak dimulai dengan pelajaran mem-
baca dan menulis menggunakan ayat-ayat al-Qur’an sebagai materi. Dengan cara itu mereka
dapat menguasai keterampilan membaca, menulis dan penguasaan kitab suci pada saat yang
bersamaan. Contoh lain adalah penggunaan penang- galan non-hijri oleh sementara penulis
Muslim di Andalusia. Bukan hal yang aneh jika seorang penulis Muslim di Andalusia
menggunakan secara paralel penanggalan hijri (Islam), penanggalan Romawi (Masehi), dan
penanggalan Koptik. Praktik ini misalnya dapat dilihat dalam karya-karya Ibn al-Banna’ al-
Marakkusyi, Ibn al-Idzari, dan Ibn al- Khathib. Di sisi lain hal yang sama juga dilakukan oleh
beberapa penulis beragama Kristen.
themes of a muwashshah were usually love and description of nature... Another strophic form
was to appear later in the West, the zajal, i.e. melody, expressed mostly in the vernacular”.
kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis
masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay
bin Yaqzhan.
Pada akhir abad ke-12 M, muncullah seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di ge-
langgang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. Ciri khasnya adalah kecermatan
dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti keserasian
filsafat dan agama. Dia juga ahli fikih dengan karyanya Bidayatul Mujtahid. Dari berbagai tokoh
cendekiaean muslim diatas ternyata mereka mencoba berfikir keras dan mendalam. Maka
bisa dikatakan bahwa kemajuan peradaban itu dipengaruhi oleh kemajuan intelektual yang
di dalamnya terdapat ilmu filsafat, sains, fikih, musik dan kesenian, begitu juga dengan
bahasa dan sastra, dan kemegahan pembangunan fisik. Islam telah membuktikan pada
masa lalu bahwa dengan kemajuan intelektual, khususnya ilmu filsafat, kejayaan dan
keemasan akan diraih dan dirasakan.
2. Kemajuan Pembangunan
a. Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani
Umayyah. Oleh penguasa Muslim, kota ini dibangun, diperindah untuk nantinya dijadikan
pusat kota juga pusat pemerintahan Andalusia. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang
mengalir di tengah kota. Masjid-masjid hingga taman-taman tak lupu dibangun untuk
peribadahan umat muslim juga menghiasi ibu kota Spanyol Islam itu.
Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-
istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman
diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsyik. Di antara kebanggaan
kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova.
Posisi Cordova diambil alih Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol.
Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hambra yang indah dan
megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi ta-
man-taman yang tidak kalah indahnya. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih
bisa diperpanjang dengan kota dan istana az-Zahra, istana al-Gazar, dan menara Girilda.
b. Astronomi
Dalam bidang astronomi dapat disebutkan adalah Abu Ma’syar alias Albumasar. Ia
dikenal sebagai seorang astronomi yang sangat terkenal. Dia mempunyai kepercayaan ten-
tang adanya pengaruh bintang dalam pokok-pokok kehidupan manusia, tentang lahir maupun
matinya.
Al-Majriti juga salah seorang ahli astronomi disamping itu pula juga seorang ahli hitung,
kedokteran dan kimia. Sedang Al-Zarqali adalah seorang ahli astronomi dan juga ahli nujum
yang terkenal pada masanya. Dia juga mengemukakan perkiraan gerak matahari dengan
melihat posisi bintang-bintang. Ibrahim bin Yahya al- Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi.
Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia
juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan
bintang-bintang.
c. Matematika
Dalam bidang matematika yang berkembang pada masa itu adalah perhitungan.
Terkadang kita berfikir nilai nol tidak begitu penting, tetapi cendekiawan muslim matematika
angka not merupakan bagian dari angka, sehingga mereka menemukan angka nol dalam
perhitingan. Hal ini dikemukakan oleh seorang ahli matematika bahwa dengan angka nol akan
mempermudah dalam penggunaan bilangan bila dibandingkan dengan angka romawi yang
dipakai di dunia Kristen ketika itu.
Pasai dan Cina. Ibnu Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibnu Khal-
dun dari Tunisia adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal
di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang
sains.
puas dengan menagih upeti dari kerajaan-kerajaan kristen taklukannya dan membiarkan
mereka mempertahan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hierarki tradisional, asal tidak
ada perlawanan bersenjata. Kondisi seperti ini dapat diprekdiksi, bahwa kelengahan umat Is-
lam termasuk toleransi dan wewenang yang diberikan kepada umat Kristen telah dimanfaat-
kan untuk mencari kelemahan Islam di saat Islam lengah di kala itu. Hal ini diperkuat pula oleh
al-Qur’an bahwa umat Kristen itu tidak akan pernah diam dan senang, sebelum Islam bertekuk
lutut kepadanya.
2. Ideologi Perpecahan
Istilah ‘ibad dan muwalladu perendahan derajat kepada orang pribumi yang mukallaf
selalu dilakukan oleh orang-orang Islam keturunan Arab, sehingga kelompok-kelompok etnis
non-Arab selalu menimbulkan kegaduhan dan sering menggerogoti serta merusak perdama-
ian atas celaan dan pemisahan kasta tersebut. Kultur sosial kemasyarakatan ketika itu amat
berpeluang besar terjadinya pertikaian, apalagi dengan tidak adanya sosok pemimpin yang
dapat mempersatukan ideologi yang telah memecah belah persatuan. Sehingga keamanan
negeri tidak lagi bisa terjamin dengan baik dan terjadinya perampokan dimana-mana. Kondisi
seperti ini dimanfaatkan oleh umat Kristiani untuk menyusun kekuatan.
3. Krisis Ekonomi
Dalam situasi yang semakin sulit, umat Kristiani tidak lagi jujur membayarkan upetinya
kepada penguasa Islam. Dengan berbagai dalih, supaya upeti dan pajak tidak lagi dikumpul-
kan kepada penguasa. Sering terjadi perampokan yang di skenario oleh kelompok Kristiani,
dan pada akhirnya menuduh umat Islam yang berbuat aniaya kepadanya. Keadaan yang tidak
kondusif ini membuat inkam negara jauh berkurang, dan akhirnya berdampak besar kepada
masyarakat. Padahal dipertengahan kekuasaan Islam, pemerintah lebih memperhatikan
kemajuan dan lupa menata perekonomian, sehingga melemahkan ekonomi negara dan
kekuatan militer serta politik.
4. Perang salib dan peralihan Kekuasaan
Awal mula Perang Salib adalah Perang antar Gereja dan Yahudi, jadi bukan bermula
Perang antara Kristen dan Islam, yang penengertian umum saat ini.Berkut adalah Riwayatnya:
Perang Salib Pertama dilancarkan pada 1095 oleh Paus Urban II untuk mengambil kuasa kota
suci Yerusalem dan tanah suci Kristen dari Muslim. Apa yang dimulai sebagai panggilan kecil
untuk meminta bantuan dengan cepat berubah menjadi migrasi dan penaklukan keseluruhan
wilayah di luar Eropa. Perang Salib Pertama dilancarkan pada 1095 oleh Paus Urban II untuk
merebut kembali kota suci Yerusalem dan tanah suci Kristen dari penaklukan Muslim. Apa
yang dimulai sebagai panggilan kecil untuk meminta bantuan dengan cepat berubah menjadi
migrasi dan penaklukan keseluruhan wilayah di luar Eropa.
Baik ksatria dan orang awam dari banyak negara di Eropa Barat, dengan sedikit
pimpinan terpusat, berjalan melalui tanah dan laut menuju Yerusalem dan menangkap kota
tersebut pada Juli 1099, mendirikan Kerajaan Yerusalem atau kerajaan Latin di Yerusalem.
Meskipun penguasaan ini hanya berakhir kurang dari dua ratus tahun, Perang salib
merupakan titik balik penguasaan dunia Barat, dan satu-satunya yang berhasil meraih
tujuannya.6 Meskipun menjelang abad kesebelas sebagian besar Eropa memeluk agama
Kristen secara formal — setiap anak dipermandikan, hierarki gereja telah ada untuk
menempatkan setiap orang percaya di bawah bimbingan pastoral, pernikahan dilangsungkan
di Gereja, dan orang yang sekarat menerima ritual gereja terakhir — namun Eropa tidak
memperlihatkan diri sebagai Kerajaan Allah di dunia. Pertikaian selalu bermunculan di antara
pangeran-pangeran Kristen, dan peperangan antara para bangsawan yang haus tanah
membuat rakyat menderita.Pada tahun 1088, seorang Perancis bernama Urbanus II menjadi
Paus. Kepausannya itu ditandai dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV kelanjutan kebijakan
pembaruan oleh Paus Gregorius VIII yang tidak menghasilkan apa-apa. Paus yang baru ini
tidak ingin meneruskan pertikaian ini. Tetapi ia ingin menyatukan semua kerajaan Kristen.
Ketika Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan orang-orang Muslim
Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai
tujuannya. Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriark Konstantinopel, serta
Katolik dan Kristen Ortodoks Timor tidak lagi merupakan satu gereja. Urbanus mencari jalan
untuk menguasai Timur, sementara ia menemukan cara pengalihan bagi para pangeran Barat
yang bertengkar terus.
Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan Konsili Clermont. Di sana ia menyampaikan
kotbahnya yang menggerakkan: "Telah tersebar sebuah cerita mengerikan ... sebuah
golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang
Kristen dan memerangi penduduk setempat dengan pedang, menjarah dan membakar." Ia
berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah sebagai
milikmu." "Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya)," teriak para peserta. Ungkapan itu
telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib. Ketika para utusan Paus melintasi Eropa,
merekrut para ksatria untuk pergi ke Palestina, mereka mendapatkan respons antusias dari
pejuang-pejuang Perancis dan Italia. Banyak di antaranya tersentak karena tujuan agamawi,
tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat untuk keuntungan ekonomi. Ada juga
yang ingin berpetualang merampas kembali tanah peziarahan di Palestina, yang telah jatuh
ke tangan Muslim.
Mungkin, para pejuang tersebut merasa bahwa membunuh seorang musuh non-
Kristen adalah kebajikan. Membabat orang-orang kafir yang telah merampas tanah suci orang
Kristen tampaknya seperti tindakan melayani Allah. Untuk mendorong tentara Perang Salib,
Urbanus dan para paus yang mengikutinya menekankan "keuntungan" spiritual dari perang
melawan orang-orang Muslim itu. Dari sebuah halaman Bible, Urbanus meyakinkan para
pejuang itu bahwa dengan melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung masuk surga,
atau sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu di api penyucian.
Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib berhenti di
Konstantinopel. Selama mereka ada di sana, hanya satu hal yang ditunjukkan: Persatuan
antara Timur dan Barat masih mustahil. Sang kaisar melihat para prajurit yang berpakaian
besi itu sebagai ancaman bagi takhtanya. Ketika para tentara Perang Salib mengetahui bahwa
Alexis telah membuat perjanjian dengan orang-orang Turki, mereka merasakan bahwa
"pengkhianat" ini telah menggagalkan bagian pertama misi mereka: menghalau orang-orang
Turki dari Konstantinopel. Dengan bekal dari sang kaisar, pasukan tersebut melanjutkan
perjalanannya ke selatan dan timur, menduduki kota-kota Antiokhia dan Yerusalem. Banjir
darah mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib ialah
"tidak membawa tawanan". Seorang pengamat yang merestui tindakan tersebut menulis
bahwa para prajurit "menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali
kekang kuda". Setelah mendirikan kerajaan Latin di Yerusalem, dan dengan mengangkat
Godfrey dari Bouillon sebagai penguasanya, mereka berubah sikap, dari penyerangan ke
pertahanan. Mereka mulai membangun benteng-benteng baru, yang hingga kini, sebagian
darinya masih terlihat. Pada tahun-tahun berikutnya, terbentuklah ordo-ordo baru yang bersifat
setengah militer dan setengah keagamaan. Ordo paling terkenal adalah Ordo Bait Allah
(bahasa Inggris: Knights Templars) dan Ordo Rumah Sakit (bahasa Inggris: Knights
Hospitalers). Meskipun pada awalnya dibentuk untuk membantu para tentara Perang Salib,
mereka menjadi organisasi militer yang tangguh dan berdiri sendiri. Perang Salib pertama
merupakan yang paling sukses. Meskipun agak dramatis dan bersemangat, berbagai upaya
kemiliteran ini tidak menahan orang-orang Muslim secara efektif.
Philip K. Hitti berpendapat bahwa perang Salib terjadi tiga angkatan, segala negara
Kristen mempersiapkan tentara yang lengkap persenjataannyauntuk pergi berperang merebut
Palestina. Dari sinilah bermula suatu penyerbuan Barat Kristen ke dunia Islam yang berjalan
selama 200 tahun lamanya dari mulai 1095-1293 M dengan 8 kali penyerbuan. Tentara Alp
Arsenal yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan
tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang, terdiri dari tentara romawi, Ghuz, Al-Akraj,
Perancis, dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian
orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan perang salib. Dengan
akal sehat dapat dipahami bahwa, peperangan yang memakan waktu begitu lama, mau tidak
mau akan memporak-porandakan segalanya.keadaan sepertini mengakibatkan leburnya
seluruh perjuangan yang sudah ditata dengan baik. Keamanan tidak lagi bisa dijamin,
penduduk saling curiga mencurigai, pendidikan tidak lagi berjalan seperti yang diharapkan.
Ketidakdinamisan ini tinggal menunggu kehancuran. Dari beberapa kisah sejarah dapat
dipatok bahwa, tujuan perang salib itu tersirat minimal ada 3 tujuan:
1. Umat Kristen ingin kembali menguasai kota Yerussalem yang ketika itu dikuasai oleh bani
Saljuq. Karena pada masa itu beredar hembusan bahwa, umat Kristen akan sulit
memasuki daerah Yerussalem, karena bani Saljuq telah mengumumkan peraturan-
peraturan untuk pendatang yang berkunjung kesana;
2. Adanya kesumat unsur dan agama yang terselubung yang sangat susah untuk diterka,
karena Yerussalem adalah kota suci tiga umat beragama ( Islam, Kristen, Hindu);
3. Membalaskan dendam Timur Barat dan faktor ekonomi yang sangat potensial di
Yerussalem.
Akibat yang ditimbulkan oleh perang salib yang berlangsung selama lebih dua abad itu
amat banyak sekali, diantaranya:
1. Pemeluk Islam yang menduduki Andalusia dan Sisilia terpaksa hengkang dari dua daerah
ini, karena kemenangan ratu Isabella dan Raja Ferdinand membuat mereka memberikan
tiga tawaran yang tidak menguntungkan satu pun, dari tiga tawaran tersebut diantaranya
yaitu muslim harus keluar dari Spanyol atau tatap di Spanyol tetapi memeluk agama
Kristen atau pilihan terakhir di bunuh.
2. Delapan kali perang salib, hanya serangan pertama yang dianggap menang oleh
sejarawah, sedangkan yang lainnya adalah gagal, sehingga tujuan perang dialihkan untuk
merebut kota Mesir.
3. Kegagalan merebut mesir membuat perang salib selanjutnya tidak terarah, maka Spanyol
dan Sisilia yang jauh berada dari Baghdad diserang dengan membabibuta tanpa pandang
bulu, sehingga daerah ini mendapat getah dari perang salib.
4. Dengan dikuasainya Sisilia dan Spanyol oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella yang
sangat membenci Islam karena perang salib, sehingga mereka mengikis habis seluruh
jejak Islam dan peradabannya, kecuali bangunan-bangunan yang dianggap perlu yang
masih eksis sampai sekarang. Bangunan-bangunan berupa istana-istana masih tetap
digunakan untuk tempat tinggal. Bahkan salah satu ikon kota Cordova yaitu masjid
Cordova yang semula difungkikan sebagai tempat peribadahan umat muslim, diubah
menjadi gereja untuk peribadahan umat nasrani. Masjid Cordova pun masih dapat kita
temui hingga saat ini dan nuansa khas corak Islam masih dapat kita rasakan hingga kini.
Dapat dikatakan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella sukses dalam ekspansi daerah
Andalusia ataupun Spanyol.
Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ketangan
Ferdinand dan Isabella. Sementera dikalangan Islam sendiri terjadi perpindahan kekuasaan
dengan sistem ahli waris. Pola yang masih dipertahankan umat Islam dalam mengganti tam-
puk kepemimpinan kadang jauh dari kelayakan. Sebagaimana bukti sejarah yang mengangkat
seorang raja atas pertimbangan keturunan yang masih berusia belasan tahun. Peralihan
kekuasaan seperti ini (raja yang masih berusia belia) sering keliru dalam mengambil kepu-
tusan dan kadang kala terdapat kesalahan besar dan fatal akibatnya, baik terhadap pamornya,
maupun kestabilan kedaulatan dalam negeri Islam sendiri. Dengan demikian tidak ada lagi
kekuatan islam untuk membendung kebangkitan Kristen di daerah ini.
Rangkuman
1. Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan
paling berjasa memimpin pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin
Ziyad dan Musa bin Nusair. Lebih dari 7 abad, kekuasaan Islam di Spanyol membawa
umat Islam mencapai kejayaan dan berpengaruh besar dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
2. Dengan masuknya Islam ke Spanyol merubah tatanan baru dan pencerahan terhadap
bangsa Eropa dengan sebuah peradaban baru yakni peradaban Islam yang dibawa
bangsa Arab dan masuk melalui Spanyol.
3. Walaupun akhirnya Islam terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam,
tetapi Islam telah membidangi gerakan kebangkitan di Eropa, gerakan kebangkitan
kembali kebudayaan Yunani klasik padan abad 14 M yang bermula di Italia, gerakan
reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M dan pencerahan
(aufklarung) pada abad ke 18 M.
4. Di antara faktor kemunduran Umat Islam di Spanyol adalah konflik Islam dengan Kristen,
tidak adanya ideologi pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan
kekuasaan, dan keterpencilan artinya jauhnya wilayah tersebut dari pusat Islam (Makkah
dan Madinah).
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Perkembangan Islam pada
Masa Bani Umayyah di Andalusia. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat
pada Kegiatan Belajar 1, buatlah peta konsep dari Perkembangan Islam pada Masa Bani
Umayyah di Andalusia.
Tes Formatif 3
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
1. Setelah keruntuhan Daulah bani Umayyah di Damaskus, seorang putra mahkota Bani
Umayah melarikan diri ke Andalusia, yaitu ….
A. Abdullah bin Malik
B. Marwan bin Hakam
C. Abdurrahman Ad-Dakhil
D. Tariq bin Ziyad
E. Al-Mu’tasim
2. Puncak kejayaan Dinasti Bani Umayah II di Andalusia ditandai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan di Cordoba yang terjadi pada masa kepemimpinan ….
A. Abdurrahman I
B. Abdurrahman II
C. Hisyam III
D. Abdurrahman III
E. Hisyam III
3. Bangunan di Andalusia yang semula adalah Masjid, dikemudian hari dirubah menjadi
gereja, adalah .....
A. Masjid Granada
B. Masjid Cordoba
C. Masjid Sevilla
D. Masjid Toledo
E. Masjid Al-Hambra
4. Salat satu istana megah di Andalusia ketika itu adalah ....
A. Istana Yamani
B. Istana Al-Hambra
C. Istana Boko
D. Istana Al-Majriti
E. Istana Al-Zarqali
5. Nama raja yang pengakhiri Islam di Andalusia adalah ....
A. Raja Abrahah
B. Raja Thomas
C. Raja Christoper
D. Raja Ferdinand
E. Raja Julius
6. Nama ratu yang pengakhiri Islam di Andalusia adalah ....
A. Ratu Elizabeth
B. Ratu Diana
C. Ratu Isabella
D. Ratu Bilqis
E. Ratu Qidul
7. Kota terakhir yang direbut oleh nasrani adalah kota ....
A. Sevilla
B. Granada
C. Madrid
D. Toledo
E. Cordova
8. Yang merupakan salah satu ketupusan nasib terakhir yang diberikan umat muslim di
Andalusia yang diberkian oleh penguasa nasrani adalah ....
A. Tetap tinggal di Spanyol secara bebas
B. Tetap tinggal di Spanyol tetapi harus beragama Islam
C. Tetap tinggal di Spanyol tetapi harus beragama Yahudi
D. Hengkang dari Spanyol dengan memeluk agama nasrani
E. Hengkang dari Spanyol dengan tetap memeluk agama Islam
9. Faktor kemunduran Umat Islam di Spanyol kecuali ....
A. Konflik Islam dengan Kristen
B. Tidak adanya ideologi pemersatu
C. Kesulitan ekonomi dan tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan
D. Keterpencilan artinya jauhnya wilayah tersebut dari pusat Islam (Makkah dan Madinah)
E. Kekuatan Islam yang selalu eksis
10. Yang menjadi ibrah bagi umat musilim sekarang dengan sejarah Islam di Andalusia adalah
.....
A. Dendam kepada nasrani
B. Bangga Islam pernah berjaya di Spanyol
C. Menyalahkan umat Islam ketika itu yang melakukan perpecahan
D. Mengambil hikmah kemajuan dan kemunduran untuk dikemudian hari
E. Mengambil ilmu pengetahuan umat Islam Andalusia untuk dikembangkan lagi dan
menumpas orang nasrani
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒋𝒂𝒘𝒂𝒃𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓
Tingkat penguasaan materi = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒐𝒂𝒍
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Proses berdirinya dinasti Ayyubiyah
Ayubiyah (569 H/1174 M - 650 H/1252 M) pusat pemerintahan Dinasti Ayubiyah adalah
Cairo, Mesir. Wilayah kekuasaannya meliputi kawasan Mesir, Suriah dan Yaman. Dinasti
Ayubiyah didirikan Salahudin Yusuf al-Ayyubi, setelah menaklukan khalifah terakhir Dinasti
Fatimiyah, al-Adid. Salahudin berhasil menaklukan daerah Islam lainnya dan pasukan salib.
Selain dikenal sebagai panglima perang, Salahudin juga mendorong kemajuan di bidang
agama dan pendidikan. Berakhirnya masa pemerintahan Ayubiyah ditandai dengan
meninggalnya Malik al-Asyraf Muzaffaruddin, sultan terakhir dan berkuasanya Dinasti
Mamluk. Peninggalan Ayubiyah adalah Benteng Qal'ah al-Jabal di Cairo, Mesir.
membantu Perdana Menteri Syawar (masa Dinasti Faimiyah) untuk menghadapi pemberontak
Dirgam. Misi tersebut berhasil sehingga Syawar kembali menjabat sebagai perdana menteri
tahun 560 H/1164 M.
Pada tahun 1169, Salahuddin diangkat sebagai panglima menggantikan pamannya
yang meninggal dunia. Salahuddin semakin menunjukkan kepiawaiannya sebagai pemimpin.
la mampu mengerahkan clan mengorganisasi pasukannya serta memperkuat pertahanan di
Mesir, terutama untuk menghadapi kemungkinan serbuan balatentara Salib. Serangan
pasukan Salib ke Mesir berkali-kali mampu dipatahkannya. Impian bersatunya kaum Muslim
pun tercapai pada September 1174, Salahuddin berhasil menundukkan Dinasti Fatithiyah di
Mesir untuk patuh pada kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad. Dinasti Ay ubiyah akhirnya berdiri
di Mesir rnenggantikan dinasti sebelumnya yang bermazhab Syi'ah. Keberhasilan Salahuddin
dalam memimpin Mesir membuat Nuruddin Zanki merasa khawatir tersaingi. Akibatnya,
hubungan mereka memburuk. Tahun 1175 Nuruddin mengirimkan pasukan untuk menaklukan
Mesir. Tetapi gagal karena ia meninggal saat armadanya sedang dalam perjalanan. Tampuk
kekuasaan diserahkan kepada putranya yang masih sangat muda.
Salahuddin pernah berangkat ke Damaskus untuk mengucapkan bela sungkawa.
Kedatangannya tersebut banyak disambut dan dielu-elukan di Damaskus. Akhirnya, tiga tahun
kemudian raja muda tersebut sakit dan meninggal dunia pula. Posisinya langsung digantikan
oleh Salahuddin yang sudah dikenal umat Islam secara luas. la diangkat menjadi khalifah di
Suriah dan Mesir. Pergantian kekhalifahan itu sendiri dilakukan Salahuddin dengan cara yang
sangat terhorrnat. la menikahi janda mendiang Sultan demi menghormati keluarga dinasti
sebelumnya. la memulai kepemimpinannya dengan menghidupkan kembali roda
perekonomian, menata kembali sistem militer, dan menaklukan negara-negara Muslim kecil
agar bersatu melawan pasukan Salib. Impian bersatunya bangsa Muslim tercapai setelah
September 1174, Salahuddin berhasil menundukkan Dinasti Fatimiyah di Mesir agar patuh
pada khalifah Abbasiyah di Baghdad. Dinasti Ayyubiyah akhirnya berdiri di Mesir
menggantikan Dinasti Fatimiyah yang bermazhab Syi'ah.
Berikut karekter yang dimiliki Salahuddin al-Ayyubi yang sangat kharismatik dan
kepandaiannya:
a. Kepemimpinan
Salahuddin merupakan salah seorang sultan yang memiliki kemanipuan mernimpin
yang luar biasa. la mengangkat orang-orang cerdas dan terdidik sebagai pembantunya
(wazir), seperti Al-Qacli al-Faclil dan Al- Katib al-Ifahãni, termasuk sekretaris pribadinya
bemama Bahruddin bin Syadad, yang kemudian dikenal sebagai penulis biografinya.
Salahuddin al-Ayyubi juga tidak membuat kekuasaan menjadi terpusat di Mesir. la
membagi wilayah kekuasaannya kepada saudara dan keturunannya. Di masanya lahir
beberapa kesultanan kecil Dinasti Ayyubiyah seperti Mesir, Damaskus, Aleppo, Harnah,
Horns, Mayyafaiqin, Sinjar, Kayfa, Yaman, dan Kerak.
Dalarn kegiatan perekonornian, Salahuddin bekerja sama dengan penguasa Muslim di
wilayah lain. la menggalakan perdaganggan dengan kota-kota di sekitar Laut Tengah dan
LautHindia, juga menyempurnakan sistem perpajakan. Selain itu, Salahuddin dianggap
sebagai tokoh pembaru di Mesir karena dapat mengembalikannya ke mazhab Sunni. Khalifah
Al-Mustadi dari Dinasti Abbasiyah pernah memberi gelar Al-Mu'iz li Amiral-Mu'rninin
(penguasa yang mulia) karena keberhasilannya itu. Al-Mustadi juga menyerahkan Mesir,
Naubah, Yaman, Tripoli, Suriah, dan Magrib sebagai wilayah kekuasaan Salahuddin pada
tahun 1175 M. Semenjak saat itulah ia dianggap sebagai Sultan al-Islam wa al-Muslimin
(pernimpin umat Islam dan kaum Muslimin).
b. Keperwiraan
Salahuddin al-Ayyubi dikenal sebagai perwira militer yang memiliki kecerdasan tinggi.
Pada masa pemerintahannya, kekuatan militer Dinasti Ayyubiyah terkenal sangat tangguh,
diperkuat pula oleh pasukan Barbar di Turki dan Afrika. la membangun tembok kota di Kairo
dan bukit muqattam sebagai benteng pertahanan. Salah satu kárya bersejarahnya selama
menjadi sultan adalah berupa benteng pertahanan bernama Qal'atul Jabal, yang dibangunnya
pada tahun 1183 M di Kairo.
Kehidupan Salahuddin al-Ayyubi penuh dengan perjuangan menunaikan tugas negara
dan agarna. Perang yang dilakukannya sepenuhnya bertujuan mernbela negara dan agama.
la rnerupakan seorang ksatria dan memiliki jiwa toleransi yang tinggi. Ketika menguasai
Iskandariyah, Salahuddin tetap mengunjungi orang-orang Kristen. Pada saat perdamaian
tercapai dengan tentara Salib, ia mengijinkan orang Kristen berziarah ke Baitul Makdis.
Sebagai khalifah pertama Dinasti Ayyubiyah, Salahuddin berusaha menyatukan
seluruh provinsi Arab, terutama di Mesir dan Syam di bawah satu kekuasaan. Namun
usahanya mi banyak mendapat tantangan dari penguasa yang merasa kedudukaimya
terancam karena kepemimpinan Salahuddin. Untuk menghadapi hal tersebut, ia melakukan
berbagai upaya antara lain:
1) Memadamkan pemberontakan oleh Hajib, orang yang paling dituakan dalam keluarga Al-
Adid (khalifah terakhir Dinasti Fatimiyyah), sekaligus perluasan wilayah Mesir sampai ke
selatan Nubiah (568 H/i 173 M);
2) Perluasan wilayah Dinasti Ayyubiyah ke Yaman (569 H/1173 M);
3) Perluasan wilayah Dinasti Ayyubiyah ke Damaskus dan Mosul (570 H/1175 M).
Usaha-usaha yang dilakukan Salahuddin tersebut menuai basil yang gemilang. la
mampu menyatukan Mesir, Suriah, Nubah, Yaman, Tripoli, dan wilayah lainnya di bawah
komändo Ayyubiyah. Tujuannya agar persatuan umat Islam menjadi kuat dalam melawan
gempuran tentara Salib.
Perang Salib yang terjadi pada masa Salahuddin merupakan Perang Salib periode
kedua. Perang tersebut berlangsung sekitar tahun 1144 hingga 1192 M. Periode mi disebut,
juga periode reaksi umat Islam. Tujuan utamanya adalah membebaskan kembali Baitul
Maqdis (AL-Aqa). Peristiwa perang terpenting yang telah dilalui oleh Salahuddin al-Ayyubi
antara lain:
1) Pertempuran Safuriyah (583 H/1187 M);
2) Pertempuran Hittin (bulan Juli 583 11/1187 M);
3) Pembebasan Al-Quds/Baitul Maqdis (27 Rajab 583 H/i 187 M).
Kehadiran Salahuddin dalam perang Salib merupakan anugerah. Strategi yang
dikembangkannya mampu menyatukan umat Islam dalam membela agamanya. Salahuddin
dapat disebut sebagai pahiawan besar bagi umat Islam. Kecintaannya terhadap agama dan
umat begitu tulus. Hampir seluruh kehidupannya dikorbankan untuk menegakkan kedaulatan
negara dan umat Islam. Keperwiraan Salahuddin terukir dalam sejarah, tidak hanya diakui
oleh kaum Muslimin tetapi juga oleh umat Kristen.
Tak heran jika kota-kota Islam yang dikuasai Ayyubiyah menjadi pusat intelektual. Di
puncak kejayaannya, beragam jenis sekolah dibangun di seluruh wilayah kekuasaan dinasti
itu. Madrasahmadrasah itu dibangun tak hanya sekadar untuk membangkitkan dunia
pendidikan, tetapi juga memopulerkan pengetahuan tentang mazhab Sunni. Menurut Ibnu
Jabir, di masa kepemimpinan Salahuddin, di Kota Damaskus berdiri sebanyak 20 sekolah,
100 tempat pemandian, dan sejumlah tempat berkumpulnya para sufi. Bangunan madrasah
juga didirikan di berbagai kota, seperti Aleppo, Yerusalem, Kairo, Alexandria, dan di berbagai
kota lainnya di Hijaz. Sejumlah sekolah juga dibangun oleh para penerus takhta kerajaan
Ayyubiyah. “Istri-istri dan anak-anak perempuan penguasa Ayyubiyah, komandan, dan orang-
orang terkemuka di dinasti itu mendirikan dan membiayai lembaga-lembaga pendidikan,’’ ujar
Abdul Ali dalam Islamic Dynasties of the Arab East: State and Civilization During the Later
Medieval Times. Meski Dinasti Ayyubiyah menganut mazhab fikih Syafi’i, mereka mendirikan
madrasah yang mengajarkan keempat mazhab fikih. Sebelum Ayyubiyah menguasai Suriah,
di wilayah itu tak ditemukan sama sekali madrasah yang mengajarkan fikih mazhab Hanbali
dan Maliki. Setelah Ayyubiyah berkuasa di kawasan itu, sejarawan Ibnu Shaddad menemukan
40 madrasah Syafi’i, 34 Hanafi, 10 Hanbali, dan tiga Maliki.
Salah satu madrasah yang dibangun pada era Dinasti Ayyubiyah adalah Madrasah
Adiliyyah di Suriah. Madrasah ini terletak di Bab Al-Bareed, sebelah kanan sekolah Al-
Zahiriyah di Damaskus, Suriah. Madrasah Adiliyyah berada di kawasan Pasar Hamidiyyah. Di
kompleks itu, juga terdapat Madrasah Jaqmasiyyah dan Hammam (ruang mandi) Al-Malik Az-
Zahir. Madrasah Adiliyyah dibangun oleh Raja al-Adil Sayf al-Din Abu Bakar Muhammad bin
Ayub atau Sultan al-Adil I pada 1215 M. Madrasah ini merupakan pengganti madrasah Nuriyah
al Kubra yang dibangun, tetapi tak sempat diselesaikan. Selain sebagai tempat menuntut ilmu,
madrasah Nuriyah juga dijadikan sebagai pemakaman oleh pendirinya, Nuruddin.
Pembangunan Madrasah Adiliyyah diselesaikan oleh putra Sultan al-Adil bernama al-
Mu’azzam. “Madrasah ini merupakan salah satu contoh penting dari arsitektur Ayyubiyah di
Suriah,’’ tulis laman arsitektur Archnet.
Berdasarkan pertimbangan stabilitas politik Dinasti Ayyubiyah, Shalahuddin
menempuh kebijaksanaan menunjuk anak dan saudaranya sebagai penggantinya dan
sebagai penguasa di wilayah kekuasaan Ayyubiyah yang lain. Selain itu, ia juga
mengandalkan kaum kerabat dan orang-orang yang tulus dalam membantunya. Dalam
memilih mereka, Shalahuddin selalu berpegang kepada pertimbangan rasional, sampai-
sampai ia pernah memecat putranya al-Malik azh-Zhahir Ghazi, sebagai gubernur Aleppo dan
menyerahkannya kepada saudaranya al-Adil, ketika kepentingan negara menuntut hal
tersebut. Ketika berhasil merangkul suatu wilayah Islam, ia tetap mempertahankan
pemerintahannya apabila mereka setuju untuk menjadi subordinasinya dan mau
melaksanakan kebijakannya dalam rangka mencapai berbagai tujuannya, bahkan berbagai
tujuan Islam secara umum. Orang yang menolak, maka ia membiarkannya pergi kemana ia
suka. Ia selalu mengedepankan cara-cara damai dalam menjalin kesepahaman dengan
mereka. Apabila salah seorang gubernur membelot dari pemerintahannya, ia pun menutup
mata dari berbagai kesalahannya, menghadapinya dengan wajah manis dan tetap
menghormatinya. Seperti yang dilakukannya terhadap Taqiyuddin Umar saat hendak
membangkang terhadapnya dan bermaksud pergi ke Maghribi karena dia telah dipecat dari
jabatannya sebagai Gubernur Mesir. Dalam menunjuk dan memecat para pejabatnya dia
selalu memperhatikan kepentingan umum di samping pertimbangan kondisi politik dan militer
bagi negara. Kebijakan politiknya bercirikan keadilan dan kerendahan hati, tidak menyinggung
perasaan seorang pun, tidak berlaku angkuh kepada siapapun, dan tidak arogan terhadap
seorangpun, karena sikap otoriter bukanlah tabiatnya. Cara demikian ini diikuti oleh seluruh
penguasa, namun prinsip senioritas kepemimpinan bangsa Arab yang telah lama berlaku tidak
dapat menerima sistem suksesi secara turun-temurun. Selanjutnya sistem ini menimbulkan
konflik dan intrik di kalangan istana.
Pada usia 45 tahun, Salahuddin telah menjadi orang paling berpengaruh di dunia
Islam. Selama kurun waktu 12 tahun, ia berhasil mempersatukan Mesopotamia, Mesir, Libya,
Tunisia, wilayah barat jazirah Arab dan Yaman di bawah kekhalifahan Ayyubiyah. Kota
Damasküs di Syria dijadikan sebagai pusat pemerintahannya. Salahuddin meninggal di
Damaskus pada tahun 1193 M dalam usia 57 tahun.
yang tidak dapat disalurkan lewat masjid karena berorientasi pada kepentingan pemerintah
atau politik, yang semakin hari semakin bertambah banyak madrasah yang didirikan pada
masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyah.
Kesultanan yang telah dibangun oleh Shalahuddin dari Tigris sampai ke Nil telah
dibagi-bagikan kepada beberapa ahli warisnya. Sayangnya, tidak ada seorangpun di antara
mereka yang mewarisi kepandaiannya. Pada mulanya, anaknya, al-Malik al-Afdhal menggan-
tikan tahta ayahnya di Damaskus, al-Aziz meneruskan kekuasaan di Kairo, al-Zahir mewarisi
tahta di Aleppo dan saudara bungsu sekaligus orang kepercayaan Shalahuddin yakni al-Adil
mewarisi kekuasaan di Karak dan Syubak. Pada tahun 511 H/6616 M, al-’Adil memanfaatkan
perselisihan antara keponakan-keponaknnya untuk mengambil kedaulatan atas Mesir dan se-
bagian besar Suriah untuk dirinya sendiri. Antara tahun 6616 M dan 6611 M, al-’Adil berhasil
menguasai beberapa daerah lainnya, sehingga ia menjadi penguasa tunggal untuk Mesir dan
sebagian besar Suriah. Al-’Adil yang bergelar Saifuddin itu mengutamakan politik perdamaian
dan memajukan perdagangan dengan koloni Perancis. Pada tahun 516 H/6111 M, al-Adil
mengangkat anaknya sebagai gubernur Mesopotamia Setelah al-Adil wafat pada tahun 664
H/6169 M, Dinasti Ayyubiyahditeruskan oleh keturunan al-Adil yang memerintah di Mesir,
Damaskus dan Mesopota mia. Beberapa penguasa lain yang masih berasal dari keluarga
Ayyubiyah, memerintah di Emessa, Hamah, dan Yaman. Dinasti Ayyubiyah di Mesir
merupakan keturunan utama dan sering berselisih dengan saudara mereka yang lain, yakni
keluarga Ayyubiyah di Damaskus yang memperebutkan kedaulatan atas Suriah. Rangkaian
perselisihan yang terjadi dalam dinasti Ayyubiyah tidak hanya membuat Islam kehilangan
kekuatannya untuk melakukan serangan, tetapi satu demi satu daerah taklukan Shalahuddin
seperti Beirut, Safawi, Tiberias, Askalon bahkan Yerussalem jatuh ketangan orang Franka
pada tahun 615 H/6111 M. Dalam hubungannya dengan kaum Franka, masing-masing
anggota keluarga Ayyubiyah memilih berdamai dengan mereka. Di periode Ayyubiyah inilah
kaum Franka mencapai integrasi penuh sebagai penguasa lokal di kawasan Mediterania
Timur. Para penguasa Ayyubiyah beraliansi dengan mereka, atau berperang baik melawan
mereka dan di pihak merek (Hillenbrand, 2003: 144.)
Perjanjian pertama antara orang Franka dan pribumi, setelah Shalahuddin wafat,
berlangsung di Mesir di bawah pimpinan al-Kamil (6169-6139 M). Al-Kamil adalah seorang
pemimpin Mesir yang menggantikan ayahnya, al-Adil yang telah menjadi pemimpin utama
Dinasti Ayyubiyah, dan menerima upeti dalam jumlah tertentu dari Suriah. Usaha pertamanya
adalah membersihkan wilayahnya dari tentara salib yang mendarat sesaat sebelum kematian
ayahnya di dekat Dimyat. Dan pada tahun berikutnya mereka telah menduduki kota itu.
Serangan ke Mesir ini berhasil dilakukan berkat dukungan penting dari republik maritim Italia.
Mereka juga beranggapan bahwa pusat kekuasan Islam telah beralih dari Suriah ke Mesir.
Menurut mereka, penaklukan Mesir akan membuka jalan untuk berlayar menuju Laut Merah,
dan ikut serta dalam perdagangan yang menguntungkan di perairan Samudera Hindia.
Setelah hampir dua tahun berada dalam perselisihan (November 6161 M - Agustus 6116 M),
al-Kamil memaksa orang Franka untuk meninggalkan Dimyat, serta memberi jalan yang bebas
dan gratis bagi mereka.6 Pada tahun 6111 M, dalam suatu perjanjian yang curang,
Yerussalem diputuskan untuk diserahkan kepada Frederick, juga daerah-daerah yang
berbatasan langsung dengan Akka, dengan jaminan bahwa al-Kamil akan menerima bantuan
dari Frederick untuk melawan musuh, yang kebanyakan dari mereka adalah keluarga
Ayyubiyah. Ini merupakan perjanjian luarbiasa antara pihak Kristen dengan Islam. Yerussalem
tetap berada di bawah kekuasaan bangsa Franka sampai tahun 6144 M.
Pada tahun 6141 M, penguasa Ayyubiyah, al-Shalih Ismail menyerahkan sejumlah
kastil di Galilee dan Lebanon Selatan yag telah ditaklukkan Shalahuddin kepada kaum Franka.
Al-Shalih Ismail berinisiatif melakukan hal ini karena ingin mendapatkan bantuan dari kaum
Franka untuk melawan keponakannya al-Shalih Ayyub. Para penguasa Ayyubiyah berusaha
keras membina hubungan komersial dengan negara-negara maritim Italia untuk mendapatkan
uang dan perdamain. Para penguasa Ayyubiyah memperoleh kekayaan berlimpah dari
pelabuhan-pelabuhan di kawasan Mediterania Timur, seperti Jaffa, Acre, dan Tirus. Mereka
khawatir setiap gangguan serius terhadap kedamaian di kawasan Mediterania Timur dapat
memprovokasi kaum Barat Eropa untuk kembali melancarkan Perang Salib berikutnya. Oleh
karena itu mereka lebih memilih berdamai dengan kaum Franka daripada berkonfrontasi.
Hal ini tampak ketika al-Kamil lebih memilih melakukan perjanjan dengan kaum
Franka (669 H/6116 M), daripada menaklukkan Dimyat. Penulis sejarah masa itu, ibn Washil,
mengatakan bahwa al-Kamil mengetahui jika raja-raja di Eropa dan Paus mendengar terjadi
agresi terhadap kelompok mereka, maka mereka akan mengirimkan balatentara kaum Franka
secara besar-besaran untuk menyerang Mesir. Dengan demikian, para penguasa Ayyubiyah
membiarkan semangat emosional yang mencapai puncaknya dengan penaklukan
Yerussalem mengendur melalui perjanjian dengan kaum Franka, dan pada saat khotbah-
khotbah keagamaan masih sangat giat membicarakan jihad, diskursus Islam ini menjadi
kurang berhubungan dengan realitas politik pada periode Ayyubiyah (Hillenbrand, 2003144-
145)
2. Situasi Ekonomi
Pada masa pemerintahan Shalahuddin, Dinasti Ayyubiyah menikmati kelapangan
ekonomi dan kehidupan sejahtera, karena waktu itu pintu-pintu pemasukan banyak dan
sumber-sumber ekonomi beragam. Sumber-sumber tesebut antara lain sebagai berikut:
a. Menguasai seluruh simpanan kekayaan yang pernah dimiliki keluarga Dinasti
b. Fatimiyah setelah Mesir berada di bawah kekuasaannya.
c. Sumber Income dari Jizyah yang diberlakukan kepada golongan non Muslim.
d. Sumber income dari fidyah (tebusan) yang ditarik dari para tawanan.
e. Sumber-sumber yang berasal dari harta ghanimah (rampasan) yang dihasilkan
f. melalui peperangan.
g. Sumber-sumber pemasukan dari kharaj (pajak) yang diambil dari para tuan tanah di dae-
rah-daerah yang berhasil ditaklukkan secara damai.
Shalahuddin bukanlah termasuk di antara para sultan yang sering membelanjakan
harta benda diluar peruntukannya atau menempatkannya pada bukan tempatnya. Akan tetapi
dia membelanjakannya di jalan Allah, mendirikan benteng-benteng, membangun pertahanan
dan merenovasi berbagai bangunan, serta membagun setiap proyek yang dapat
mendatangkan keuntungan bagi negara.
a. Kondisi pertanian
Mesir adalah negara agraris. Di sana mengalir sungai Nil. Rakyatnya adalah para
petani yang senang menggarap tanah dan bertani. Salah satu bentuk perhatian Sultan
Shalahuddin terhadap pertanian adalah membangun irigasi, membuat kanal, dan meratakan
jalan-jalan. Ia juga memberikan dukungan dan perhatian terhadap kondisi para petani. Namun
pemerintahan Shalahuddin yang terlalu mengandalkan pertanian dengan air limpahan, pada
awalnya menyebabkan pengaruh yang buruk bagi kondisi ekonomi Mesir. Penyebabnya
adalah irigasi dan mata-mata air yang ada tidak cukup untuk mengairi ladang-ladang
pertanian. Oleh karena itu tidak aneh jika terjadi kelaparan pada masa pemerintahan
Shalahuddin al-Ayyubi karena kekurangan air.
Adapun penyebab dari kekurangan yang diciptakan oleh Sultan Shalahuddin ketika itu
adalah karena Ia membagi-bagikan tanah kepada anak-anaknya. Dengan kata lain, Ia
menggunakan sistem feodalisme, sehingga para petani baginya hanya menjadi pembantu dan
hamba sahaya. Hal ini menyebabkan para sultan Dinasti Ayyubiyah memberikan perhatian
untuk menyediakan kecukupan sumber-sumber air bagi para petani. Akibatnya tidak terjadi
lagi kekurangan air yang menyebabkan sulitnya kondisi ekonomi Mesir.
Perdagangan antara kedua negara semakin membaik ketika Karnak dan beberapa
pusat perdagangan yang sebelumnya dipegang oleh pasukan Salib dapat dikuasai.
Sebelumnya, di tempat itu pasukan Salib sering merampok dan merampas barang-barang
dagangan kaum muslimin. Ketika jalan-jalan perdagangan telah diamankan, maka
perdagangan semakin berkembang antara kaum muslimin dan beberapa negara-negara
Eropa.
Dalam bidang industri, saat itu berkembang beberapa industri kecil seperti
penyamakan kulit serta penyulingan minyak zaitun dan minyak simsim. Selain itu berkembang
pula industri sabun dan tenunan. Dengan perkembangan itu, maka beberapa kota menjadi
terkenal dengan industrinya, seperti Akhmim di Shaid, Dimyat di Wajhil-Bahri, dan Bahnisa di
Mesir bagian Tengah.
Setelah al-Kamil meninggal, yakni pada tahun 6139 M, Dinasti Ayyubiyah dirongrong oleh
pertentangan-pertentangan intern pemerintah.
lain-lain. Ibnu Jubayr (1145 —1217 M), seorang ahli geografi menyebutkan bahwa terdapat
beberapa madrasah di kota Iskandariah. Madrasab terkemuka dan terbesar berada di Kairo
yang memakai namanya sendiri, yaitu Madrasah al-Salahiyah. Hanya saja, madrasah berse-
jarah tersebut tidak bisa ditemukan lagi saat mi, namun sisa- sisa arsitekturnya masih bisa
dilihat. Pada tahun-tahun berikutnya, gaya arsitektur Arab mi melahirkan beberapa monumen
bersejarah di Mesir. Salah satunya yang tenndah dan menjadi model terbaik adalah Madrasah
Sultan Hasan di Kairo.
Di samping mendirikan sejumlah madrasah, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi juga mem-
bangun dua rumah sakit di Kairo. Rancangan bangunannya mengikuti model Rumah Sakit
Nuriyah di Damaskus. Ciri khasnya adalah tempat pengobatan yang sekaligus dijadikan
sekolah kedokteran. Salah seorang dokter terkenal yang menjadi dokter pribadi Salabuddin
bernama Ibnu Maymun, meskipun ia beragama Yahudi. Pada masa Salahuddin Al-Ayyubi,
umat Islam mulai mengenal perayaan han labir Nabi Muhammad Saw. Di Indonesia, perayaan
tersebut dikenal dengan istilah Maulud Nabi.
Pada awalnya Al-Azhar merupakan tempat ibadah (masj id). pusat kaj ian ajaran Syi
ah. dan lambang kepemimpinan spiritual umat Islam. Al-Azhar didirikan oleh Jauhar al-Katib
al-Siqli, seorang panglima Dinasti Fatimiyah pada tahun 970 M. Pendirian itu merupakan
penntah Khalifah Al-Muiz Lidinillah. Sebelumnya. Masjid Al-Azhar bernama Masjid Al-Qahirah
atau Al-Jami' al-Qahirah, dan sekarang dikenal dengan Al-Azhar. Pembangunan Al-Azhar
dimulai tanggal 4 April 970 M/24 Jumadil Ula 359 H dan selesai 7 Ramadan 361 H/22 Juni
972 M. Saat itu, bangunan mi diresmikan sebagai tempat ibadah, yang ditandai dengan
pelaksanaan Shalat Jumat berjamaah setelah Al-Azhar resmi menjadi masjid negára, kegiatan
ilmiah pertama kalinya berupa berkumpulnya para ulama pada bulan Oktober 975 M/Shafar
365 H. Mereka terdiri dan para fliqaha terkenal dan pejabat pemerintahan Fatirniyah di Al-
Azhar. Saat itu, Abu al-Hasan Nu'man bin Muhammad al- Qirawaniy, seorang Qadi al-Qudat
(Hakim Agung) Dinasti Fàiimiyah menyampaikan cerarnah umum (Studium Generalle). Tidak
dapat diketahui dengan jelas, perubahan tiama dan Masjid AL-Qahirah menjadi Masjid Al-
Azhar. Saniyah Qura'ah berpendapatbahwa penamaan terse-but berawal dan usulanYa'kub
Ibnu Killis, seorang wazir masaAl-Aziz BiIlah. Usulan itu dinisbatkan kepada nama istana Kha-
lifah Al- QUsyur al-Zahirah, atau dikaitkan dengan narna putri Nabi Muhammad, yaitu Fatimah
al-Zahrah. Pendapat lain mengatakan bahwa penamaan tersebut dikaitkhan dengan sebuah
planet, yaitu Venus yang memiliki cahaya cemerlang. Ada pula ahli yang menisbahkan istilah
Al-Azhar dari kata bunga. Istilah mi kemudian menjadi simbol dan 'kemegahan' peradaban
Muslim di Kairo.
Namun demikian, terlepas darl latar belakang penamaan tersebut, yang jelas bahwa
para pendirinya berharap Masjid Al-Azhar membawa kejayaan umat Islam maupun dunia. Da-
lam sejarah panjangnya, masjid mi terus dikembangkan fungsinya. Awalnya hanya sebagai
tempat ibadah dan propaganda ajaran Syi'ah, tetapi belakangan berfungsi juga sebagai
Perguruan Tinggi Islam di Kairo Mesir.
Dinasti Fatimiyah yang bermazhab Syi'ah berakhir, kekuasaannya digantikan oleh Di-
nasti Ayyubiyah yang be'madzhah Sunni. Pergantian tersebut berdampak pula pada sejarah
Al-Azhar. Salahuddin al-Ayyubi juga mengeluarkan kehijakan untuk pen gembangan Al-
Azhar, antara lain:Al-Azhar tidak boleh digunakan untuk Shalat Jumat dan kegiatan madrasah.
Alasannya, pada rasa Dinasti Fathirniyah Al-Azhar dijadikan pusat pengembangan ajaran
Syi'ah.
Masjid Al-Azhar tidak dipakai untuk Shalat Jumat dan kegiatan pendidikan sekitar 100
tahun. Dimulai semenjak Salahuddin berkuasa (1171-1267 M) sampai dihidupkan kembali
oleh Sultan Malik al-Zahir Baybars dan Dinasti Mamluk yang berkuasa atas Mesir. Meskipun
Al-Azhar ditutup untuk Shalat Jumat dan madrasah masa Dinasti Ayyubiyah, tidak berarti
kegiatan keagamaan dan pendidikan tidak berkembang Salahuddin memiliki perhatian yang
besar terhadap pendidikan. Ia membangun madrasah di hampir setiap wilayah kekuasaanya.
Ia bahkan mendirikan pendidikan tinggi (kulliyat) dan universitas. Sekitar 25 kulliyat didirikan
pada masanya. Di antara kulliyat yang terkenal adalah: Manãzil al-Izza, Al-Kulliyat al-
'Adiliyyah, Al-Kulliyat al-Arsufiyyah, AL-Kulliyat al-Facliliyyah, AL-Kulliyat al-Azkasyiyah, dan
AL-Kulliyat al-'Asuriyah. Nama-nama tersebut umumuya dinisbahkan kepada para pendirinya.
Meskipun ada larangan untuk tidak menggunakan Al-Azhar sebagai pusat kegiatan
madrasah, masjid tersebut tidak sepenuhnya ditinggalkan oleh para murid dan gurunya, hanya
sebagian saja dari mereka yang meninggalkan Al-Azhar. Pada masa pemerintahan Malik al-
Aziz Imadudin Usman (putra Salahuddin), tepatnya tahun 1193 M/589 H, datang seorang
ulama bemama Abdul Latif al-Bagdadi. la mengajar di Al-Azhar selama Malik al-Aziz berkuasa.
Materi yang diajarkan AL-Baghdadi meliputi Ilmu Mantiq dan Bayan.
Desain Masjid Arsitektur Al-Azhar memiliki pelataran besar berbentuk persegi panjang.
Seperti Masjid Umayyah di Damaskus, tiang kolom masjid memanfaatkan kolom-kolom kuno
untuk menunjang arcade. Arcade tersebut memiliki banyak lengkungan. Gaya dekoratifnya
sebagian besar mengikuti gaya Masjid Ibn Tulun. Pola ornamentasinya mengikuti gaya Mes-
opotamia yang dibawa ke Mesir oleh Ibn Tulun. Pelataran masjid berukuran 5004 meter. Ter-
dapat empat fasade dihiasi dekorasi bermotif daun, hiasan rosette besarnya diletakkan di pun-
cak arcade yang mengelilingi pelataran. Terdapat balkon lapang untuk memandang ke segala
arah.
Hall di bagian dalam terdiri dari lima lajur menghadap ke arah kiblat. Ruangannya men-
erapkan pola hypostyle clengan langit-langit kayu datar yang ditopang oleh kolom-kolom, mirip
dengan gaya Masjid Amr di Kairouan, Tunisia. Kedatangan Al-Bagdadi menambah semangat
-beberapa ulama yang masih menetap di Al-Azhar. Ulama itu antara lain: Ibn al-Farid (ahli sufi
terkenal), Syeikh Abu al-Qasim al-Manfaluti, Syeikh Jamal al-Din al- Asyuyuti, Syeikh Sahab
al-Din al-Sahruni, dan Syams al-Din bin Khalikan (ahli sejarah yang menga-rang Kitãb Wafiyat
al-'Ayan).
Selain mengajar mantiq dan bayan, Al-Bagdadi juga mengajar Hadis dan fikih. Materi
tersebut diajarkannya di pagi hari, sementara pelajaran kedokteran dan ilmu Iainnya diberikan
siang hingga sore hari merupakan upaya Al-Bagdadi untuk mengenalkan Iebih jauh mazhab
Sunni di Mesir.
Selama Dinasti Ayyubiyah berkuasa di Mesir (1171-1250 M), perkembangan aliran
atau mazhab Sunni sangat pesat, termasuk model dan sistem pendidikan yang dikem-
bangkannya. Al-Azhar sendiri telah difungsikan sebagai masjid, lembaga pendidikan,
sekaligus pusat pengembangan aj aran-aj aran Sunni.
Dinasti Ayyubiyah merupakan penguasa yang setia kepada kekhalifahan Abbasiyah di
Baghdad. Acuan kebijakan pemerintahannya berkiblat ke Baghdad yang bermazhab Sunni.
Al-Azhar dijadikan salah satu lembaga strategis dalam pembelajaran, penyebaran, dan
pengembangan ajaran atau mazhab Sunni.
Ide pembangunan benteng merupakan basil pemikirannya sendiri yang terwujud tahun
1183M. Bahan untuk pondasi benteng diambilkan dan bebatuan pada Piramida di Giza. Ben-
teng ini bahkan dikelilingi pagar yang tinggi dan kokoh.
Benteng Qal'al Jabal memiliki beberapa pintu utama, diantaranya pintu Fath, pintu
Nasr, pintu Khalk. dan pintu Luq. Di benteng mi terdapat pula saluan air yang berasal dan
sungal Nil. Saluran air itu pernah menjadi tempat minum para tentara. Di bagian utara benteng
terdapat Masjid Muhammad Ali Pasha yang terbuat dari marmar dan granit.
Dalam kawasan benteng, te'rdapat juga di Muzium Polis, Qasrul Jawhara (Muzium
Permata) yang menyimpan perhiasan raja-raja Mesir. Sementara itu, Mathaf al-Fan al-Islami
(Muzium Kesenian Islam) yang terletak di pintu Khalk, menyimpan ribuan barang yang mel-
ambangkan kesenian Islam semenjak zaman Nabi Saw.,: termasuk surat Rasulullah Saw.
kepada penguasa Mesir bemama Maqauqis untuk memeluk Islam.
Pemikiran Suhrawardi tentang akal dan hati disebut juga konsep cahaya (iluminasi
atau isyraqiyyah), yang lahir sebagai perpaduan antara akal (logika) dan hati (intuisi). Secara
sederhana, pemikiran Suhrawardi itu dapat digambarkan sebagai berikut: dimulai dan Mir al-
Anwãr yang merupakan sumber dari segala cahaya yang ada. la Maha Sempurna, Mandiri,
dan Esa sehingga tidak ada sam pun yang rnenyerupai-Nya. la adalah Allah. Mir al-Anwär mi
hanya memancarkan sebuah cahaya yang disebut Mir al-Aqrab (cahaya pertama/terdekat).
Selain Mir al-Aqrab tidak ada lagi yang muncul bersamaan dengan cahaya terdekat. Dan Mir
al-Aqrab muncul cahaya kedua, clan cahaya kedua muncul cahaya ketiga, dari cahaya ketiga
timbul cahaya keempat, dari cahaya keempat timbul cahaya kelima, dan cahaya kelima timbul
cahaya keenam, begitu seterusnya hingga mencapai cahaya yang jumlahnya sangat banyak.
Pada setiap tingkat sinarannya, masing-masing cahaya menerima pancaran langsung
dari Mir al-Anwãr. Tiap-tiap cahaya teratas meneruskan cahayanya ke masing-masing cahaya
di bawahnya, sehingga setiap cahaya yang berada di bawah selalu menerima pancaran dari
NUr al-Anwar secara langsung. Dengan demikian, semakin ke bawah tingkat suatu cahaya
maka sernakin banyak pula ia menerima pancaran.
Adapun karya-karya Suhrawardi antara lain: Kitãb at-Talwihãt al-Lauiyyãt al- 'Arsyiyyãt,
Al-Mu qawamat, Ijikmah al- 'Isyraq, Al-Lamahãt, Hayakil al-Nür yang membahas tentang
akidah; Kitãb Risãlahft al-'Isyraq yang membahas filsafat secara singkat dan bahasa yang
mudah dipahami; Kitãb Qissah al-Gurbah al-Garbiyyah, Al- 'Aqi al-A hmar, dan Yauman ma 'a
Jamã 'at al-Sufiyyin' yang berisi penjelasan tentang dunia sufI yang sulit dipahami; Kitãb
Risãlah al-Tair dan Risãah ft al-'Isyq, yaitu terj emahan dan filsafat kiasik, dan; Kitãb al- War-
idãt wa al- Taqdisat, berisi tentang doa dan lain-lain.
3. Al-Busyiri
Nama lengkapnya adalah Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin 'Abdullah as-
Sonhaji al-Busyiri, lahir pada tahun 1212 M di Maroko. Sejak masa kanak-kanak, ia dididik
oleh ayahnya sendiri, terutarna dalam mempelajari Al-Quran untuk mendalami ilmu agama
dan sastrã Arab. Al-Busyiri adalah seorang sufi besar, pengikut Tariqat Syaziliyah. la menjadi
salah satu murid Sultanul Auliya Syeikh Ahul Hasan Asy-Syazily, r.a. la juga berguru kepada
ulama tasawuf seperti Abu Hayyan, Abu Fath bin Ya'mari, dan Al-'Iz bin Jama'ah al-Kanani al-
Hamaw. Al-Busyiri dikenal sebagai orang yang wara' (takut dosa). Dia pernah ditawari menjadi
pegawai pemerintahan kerajaan di Mesir, tetapi ditolaknya karena melihat perilaku pegawai
kerajaan yang tidak sesuai dengan hati nuraninya.
Al-Bushiri cukup menonjol dalam bidang sastra. Hasil karyanya yang terkenal yaitu
Qasidah Burdah. Syair ciptaannya itu dibaca dalam berbagai acara pada abad 7 Hijrah.
Qasidah Burdah adalah mutiara syair kecintaan kepada Rasulullah Saw. Puisi pujian Al- Bus-
yiri kepada Nabi tidak terbatas pada sifat dan kualitas pribadi Nabi, tetapi mengungkap pula
keutamaan Nabi, yaitu penerima mukjizat Al-Quran. Namun demikian, Al-Busyiri tidak hanya
terkenal dengan karya Burdahnya, tetapi ia juga seorang ahli fikih, kalam, dan tasawuf.
Beberapa ulama sufi pernah menjadi guru Al-Busyiri, yaitu: Imam Abu Hayyan; Abul Fath bin
Sayyid an-Nas al-Ya'mari al-Asybali al-Misri (pengarang Kitäb 'Uyun al-Mar fi Sirah Sayyid Al-
Basyar) Al 'Iz bi Jama'ah al-Kanani al-Hamawi (seorang hakim di Mesir); dan masih banyak
ularna-ulama besar Mesir lainnya yang memberikan ilmunya kepada Al-Busyiri.
meninggal al-’Adil digantikan oleh oleh al-Kamil. Al-Kamil melanjutkan perang melawan
tentara salib. Akan tetapi, antara al-Kamil dengan saudaranya Al-Mulk al-Mu‟azham (gubernur
Damaskus) terjadi konflik. Al-Kamil merasa bahwa al-Mu‟azham akan menyingkirkannya.
Oleh karena itu, al-Kamil mengirim duta kepada Frederick Barbarossa dengan menawarkan
kerjasama dan Yerussalem di jadikan sebagai imbalan atas bantuan Frederick (Yatim, 1998:
79).
Setelah meninggal al-Kamil digantikan oleh putranya, Abu Bakar dengan gelarnya al-
Adil II (berlangsung selama tiga tahun). Kepemimpinan Abu Bakar ditolak oleh saudaranya,
al-Malik al-Shalih Najm al-Din Ayyub. Budak-budak Abu Bakar bersengkongkol dengan al-
Malik al-Shalih sehingga berhasil menjatuhkan Abu Bakar dan mengangkat al-Malik al-Shalih
Najm al-Din Ayyub (1240-1249M) sebagai Sultan. Selama al-Malik al-Shalih menjadi
pemimpin, pamannya, Ismail bekerja sama dengan pimpinan Pasukan Salib. Frank
mengepung Damaskus. Al-Malik dapat mematahkan konfras tersebut dan mengalahkan
pasukan Frank di dekat Gaza. Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi berhasil mendirikan tiga buah
Madrasah di kairo dan iskandariyah untuk mengembangkan Mazhab Sunni. Al-Kamil
mendirikan sekolah Tinggi al-Kamiliyah yang sejajar dengan perguruan tinggi lainnya. Ibnu
Khalikan menggambarkan bahwa al-Kamil adalah pecinta Ilmu Pengetahuan, pelindung para
Ilmuan, dan Seorang Muslim yang bijaksana (Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, 1993: 86).
Untuk mempertahankan kekuasaan, al-Malik al-Shalih mendatangkan budak-budak
dari Turki dalam jumlah besar untuk dilatih kemiliteran yang ditempatkan di dekat sungai Nil
yang juga disebut Laut (Al-Bahr) sehingga mereka disebut Mamluk Al-Bahr. Setelah mening-
gal al-Malik Al-Shalih diganti oleh anaknya, Turansyah. Konflik terjadi antara Turansyah
dengan Mamluk Bahr, Turansyah dianggap mengabaikan peran Mamluk al-Bahr dan lebih
mengutamakan tentara yang berasal dari Kurdi. Oleh karena itu Mamluk al-Bahr di bawah
pimpinan Baybars dan Izzudin Aybak melakukan kudeta terhadap Turansyah (1250 M). Tu-
ransyah pun terbunuh, maka berakhirlah dinasti Ayyubiyah (Sunanto, 2003: 157).
Rangkuman
1. Dinasti Ayyubiyah adalah dinasti yang berdiri setelah keruntuhan Dinasti Fatimiyah yang
tidak mampu menghalau kekuatan serangan tentara Salib pada masa itu. Dinasti
Ayyubiyah berdiri pada tahun 6611 M oleh Shalahuddin al- Ayyubi, yang dulunya adalah
seorang panglima perang raja Nuruddin. Dinasti Ayyubiyah berkembang menjadi dinasti
yang besar dan tangguh di bawah kepemimpinan Shalahudin al-Ayyubi. Ia menjulang
reputasinya ketika berhasil melawan tentara Salib dan berhasil membebaskan
Yerussalem. Shalahuddin al-Ayyubi dengan sekuat tenaga bersama pasukannya
menghalau tentara Salib hingga kaum muslim menguasai kota Yerussalem.
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Perkembangan Islam pada
Masa Bani Ayyubiyah. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan
Belajar 1, buatlah peta konsep dari Perkembangan Islam pada Masa Bani Ayyubiyah.
Tes Formatif 4
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
1. Siapakah pendiri Dinasti Dinasti Ayyubiyah ....
A. Fatimah az-Zahta
B. As-Suhrawardi al-Maqtul
C. 'Abdullah as-Sonhaji al-Busyiri
D. Salahudin al-Ayyubi
E. Abdul Latif al-Bagdadi
2. Salahuddin berasal dari bangsa ....
A. Hijaz
B. Kurdi
C. Mesir
D. Kairo
E. Quraish
3. Dinasti Fatimiyah bermadzab ....
A. Sunni
B. Syiah
C. Jabbariyah
D. Qodariyyah
E. Syafi’i
4. Dinasti Ayyubiyah menganut mazhab fikih ....
A. Syafi’i
B. Hambali
C. Hanafi
D. Maliki
E. Syiah
5. Madrasah yang dibangun pada era Dinasti Ayyubiyah adalah ....
A. Madrasah Tsanawiyah
B. Madrasah Ibtidaiyyah
C. Madrasah Aliyah
D. Madrasah Adiliyyah
E. Madrasah Qouliyah
6. Salah satu putra Salahuddin yang dipecat dari gubernur Allepo adalah ....
A. Malik al-Adji Saifuddin
B. Nuruddin
C. Al-Adil
D. Al-Mu’azzam
E. Al-Malik azh-Zhahir Ghazi
7. Kondisi pertanian di Mesir salah satunya penyaluran sungai ke area pertanian, sungai
tersebut adalah ....
A. Sungai Trigis
B. Sugnai Eufrat
C. Sungai Amazon
D. Sungai Nil
E. Sungai Kairo
8. Sultan Nuruddin Zenki berusaha menyatukan dua negara, yakni .....
A. Syam dan Mesir
B. Syam dan Bagdad
C. Syam dan Damaskus
D. Mesir dan Bagdad
E. Mesir dan Damaskus
9. Masjid Al-Azhar tidak dipakai untuk Shalat Jumat dan kegiatan pendidikan sekitar ....
A. 1 tahun
B. 10 tahun
C. 50 tahun
D. 100 tahun
E. 150 tahun
10. Salahuddin membangun benteng diantara kota di Kairo dan Muqattam, yaitu ....
A. Benteng Al-Hadid
B. Benteng Qal'al Jabal
C. Benteng Kairo
D. Benteng Qasrul Jawhara
E. Benteng Fath
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒋𝒂𝒘𝒂𝒃𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓
Tingkat penguasaan materi = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒐𝒂𝒍
TUGAS AKHIR
Buatlah mind map perkembangan islam baik Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, Bani Andalusia
(Umayyah II), dan Bani Ayyubiyah!
TES SUMATIF
I. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara memberi tanda silang (x) pada
huruf a, b, c, d atau e!
1. Alasan mendasar yang menyebabkan Muawiyah bin Abu Sufyan enggan membaiat Ali bin
Abi Thalib sebagai khalifah adalah...
A. Sakit hati karena dipecat dari jabatannya sebagai gubernur
B. Muawiyah ingin menjadi khalifah
C. Menuntut kedaulatan penuh atas syam
D. Menuntut hukuman atas pembunuhan Utsman
E. Mempersatukan umat muslim
2. Dalam sejarah pembukuan Hadis terjadi atas inisiatif...
A. Muawiyah bin abu sufyan
B. Yazid bin muawiyah
C. Hasan bin ali
D. Umar bin abdul aziz
E. Al walid bin abdul malik
3. Daulah Bani Abasiyah, berpusat di kota ….
A. Madinah
B. Mesir
C. Bagdad
D. Damaskus
E. Andalusia
4. Masa kejayaan peradaban islam dapat tercapai pada masa pemerintahan kholifah...
A. Abu Jakfar Al mansur
B. Harun Ar Rasyid
C. Abdullah Al Makmun
D. Al muntasir Dillah.
E. Abu Abbas as-Saffah
5. Bangunan di Andalusia yang semula adalah Masjid, dikemudian hari dirubah menjadi
gereja, adalah .....
A. Masjid Granada
B. Masjid Cordoba
C. Masjid Sevilla
D. Masjid Toledo
E. Masjid Al-Hambra
1. Menghormati perbedaan
2. Menghormati kawan
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Usairy, A. 1996. Sejarah Islam: sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX. Cet. 14. Ter-
jemahan Samson Rahman. 2017. Jakarta Timur: Akbar Media.
Ansary, T. 2012. Destiny Disrupted: A History of the World through Islamic Eyes. Terj. Yuliani
Liputo. 2009. Jakarta: Penerbit Zaman.
Arkoun, M. & Gardet, L. 1983. Islam: Kemarin dan Hari Esok. Cet. 1. Terjemahan Ahsin Mo-
hammad. 1997. Bandung: Pustaka.
Bosworth, C.E. 1993. Dinasti-Dinasti Islam. Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.
Ghani, Sulhan Hamid A. 2015. Peran Kemajuan Sains Dan Teknologi Abad Kejayaan Islam
Dan Implikasinya Terhadap Modernisasi Abad Kontemporer (Studi Analisis
Kebijakan Politik Pendidikan Islam). Jurnal Paradigma Volume 2, Nomor 1, Novem-
ber 2015: Issn 2406-9787.
Hamka. 2017. Sejarah Umat Islam: Pra-kenabian hingga Islam di Nusantara. Cet. 3. Depok:
Gema Insani.
Hasan, H.I. 1979. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Cet. 3. Terjemahan H.A. Bahauddin.
2011. Jakarta: Kalam Mulia.
Hillenbrand , Carole. 2003. Perang Salib: Sudut Pandang Islam. Jakarta: Serambi.
Hitti, P.K. 1970. History of the Arabs. Edisi Revisi ke-10. Cet. 1. Terjemahan R. Cecep Lukman
Hakim dan Dedi Slamet Riyadi. 2018. Jakarta Selatan: Zaman.
Hourani, A. 2004. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim. Terj. Irfan Abubakar. 1991. Bandung: Pen-
erbit Mizan.
Ibrahim, Q.A. dan Saleh, M.A. 2014. Buku Pintar Sejarah Islam: Jejak Langkah Peradaban
Islam dari Masa Nabi hingga Masa Kini. Terj. Zainal Arifin. Jakarta: Penerbit Zaman.
Imamuddin, S.M. 1963. The Economic History Of Spain Under The Umayyads, 711-1031 A.C.
Pakistan: Asiatic Society Of Pakistan Dacca.
Ismail, F. 2017. Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M). Yogyakarta:
IRCiSoD.
-------------. 2016. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis Analitis Historis. Yogyakarta: Pen-
erbit Ombak.
Iqbal. 2015. Peranan Dinasti Abbasiyah terhadap Peradaban Dunia. Jurnal Studi Agama dan
Masyarakat, 11 (2), 267-279. Online: http://e-journal.iain-palangkaraya.ac.id/in-
dex.php/jsam/article/view/453.
Madjid, N (ed.). 1994. Khazanah Intelektual Islam. Cet. 3. Jakarta: Bulan Bintang.
--------------1997. Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta: Paramadina.
Muzakki, A. 2006. Perkembangan Sastra di Era Bani Umayyah (Analisa Kritis Strukturalisme-
Genetik). Lingua: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 1 (1), 73-88. Online: http://ejour-
nal.uin-malang.ac.id/index.php/humbud/article/view/543/885.
Nasution, H. 1985. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya 1. Cet. 5. Jakarta: Penerbit Univer-
sitas Indonesia.
Nasution, H. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Cet. 5. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Nasution, S. 2015. Kebangkitan Peradaban Islam pada Abad Klasik. Sosial Budaya, 12 (2),
225-236. Online: http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/SosialBudaya/arti-
cle/view/ 1943/1352.
Niswah, C. 2015. Pendidikan Islam pada Masa Khulafa Al-Rasyidin dan Bani Umayyah.
Tadrib: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1 (2), 171-186. Online: http://jurnal.raden-
fatah.ac.id/index.php/Tadrib/article/view/1045.
Rasyid, S. 2011. Dinamika Politik di Dunia Islam: Studi tentang Perilaku Politik Muawiyah Kai-
tannya dengan Pembentukan Dinasti dalam Islam. Jurnal Adabiyah, 11 (2), 217-
227. Online: http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/adabiyah/arti-
cle/view/1729/pdf.
Rozak, Abdul Dan Rosihon Anwar, 2012, Ilmu Kalam, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Samsir. 2009. Abdurrahman Al- Nasir (Studi Atas Peranannya Dalam Pengembangan Ilmu
Pengetahuan Di Andalusia). Dinamika Ilmu, 9 (2). Online: https://journal.iain-sa-
marinda.ac.id/index.php/dinamika_ilmu/article/view/286/232.
Saputri, I.N. 2017. Perkembangan Kubah Batu, Masjid Damaskus, Perluasan Masjid Al-Haram
dan Masjid Nabawi pada Masa Khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan Walid Bin Ab-
dul Malik. Millatī, Journal of Islamic Studies and Humanities, 2 (2), 195-220. Online:
http://millati.iainsalatiga.ac.id/index.php/millati/article/view/1256/796.
Sulaiman, R. 2014. Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sunanto, Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik; Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam.
Bogor: Kencana.
Suwaidan, T. 2015. Dari Puncak Andalusia: Kisah Islam Pertama Kali Menginjakkan Kaki di
Spanyol, Membangun Peradaban, hingga menjadi Warisan Sejarah Dunia. Terj.
Zainal Arifin. 2009. Jakarta: Penerbit Zaman.
Suryanegara, A.M. 2012. Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Mene-
gakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cet. V. Bandung: Penerbit Salama-
dani.
Yatim, Badri. 1998. Sejarah Peradapan Islam. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Yunan, Yusuf. 2014. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: Dari Khawarij Ke Buya Hamka
Hingga Hasan Hanafi, Jakarta: Prenadamedia Group.
Yusuf, Noranizah Dan Ezad Azraai Jamsari . Perkembangan Sektor Perdagangan Andalus
Zaman Pemerintahan Kerajaan Banu Umayyah Islamiyyat 34 (2012): 59 - 70
GLOSARIUM
9. E
10. D
MODUL 5
PERKEMBANGAN ISLAM NUSANTARA
DAN ASIA TENGGARA
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Relevansi
Diterimanya Islam oleh penduduk pribumi, secara bertahap membuat Islam terintegrasi
dengan tradisi, norma dan tatanan kehidupan keseharian penduduk lokal. Hal ini menunjukan
bahwa bangsa Indonesia mudah menerima nilai-nilai dari luar dan menjadi bukti akan
keterbukaan sikap mereka. Sikap ini pada gilirannya telah ikut membentuk komunitas-
komunitas muslim di daerah pesisir yang pada mulanya sebagai tempat interaksi antara
penduduk local dengan bangsabangsa asing, seperti yang disebutkan para pakar dalam teori
di atas, yaitu dari Arab, Persia, India dan China. Indonesia merupakan negara kepulauan yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke, dimana mayoritas penduduknya muslim, memiliki
ragam khazanah seni budaya tradisional Islami yang lahir dari sebuah dialektika kearifanlokal
yang telah ada sebelumnya, dipadukan dengan budaya Islam yang datang kemudian. Ragam
Seni Budaya Islami ini sangat kaya dan potensial untuk dikembangkan sebagai sebuah
’’khazanah budaya tradisional Islami’’ dan dapat dijadikan sebagai sarana dakwah dalam
rangka melakukan transformasi nilai-nilai dan ajaran Islam yang terkandung dalam al-Quran,
serta untuk membentuk generasi bangsa yang berakhlak mulia. Hasyim Asy’ari tokoh muslim
yang religius, senang dengan masyarakat pribumi, dan pendiri ormas Nahdatul ‘Ulama. Ah-
mad Dahlan tokoh muslim yang religius, modernis, dan pendiri ormas Muhammadiyah. Haji
Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) tokoh muslim yang religius, filsafat, hingga politikus
demokratis. Prof. Dr. Nurcholish Majid, seorang cendikiawan muslim Indonesia yang
pemikirannya sangat berpengaruh terhadap dunia keilmuan di Indonesaia. K.H. Abd Rahman
Wahid adalah sosok intelektual, cendikiawan inovatif, pemikir liberal, plural, politikus demo-
kratis hingga selera humor tinggi.
Ditemukan catatan-catatan penting dari Tiongkok, yang menyatakan bahwa orang Arab telah
datang di Asia Tenggara pada abad 7 M atau abad pertama Islam (1 H). Islam sangat berkem-
bang di Malaysia dan Brunei Darussalam. Penduduk Thailand wilayah selatan mayoritas me-
meluk agama Islam. Brunai Darussalam, menjadikan Islam sebagai agama resmi negara. Is-
lam berkembang di Malaysia dimulai sejak periode kerajaan Melayu. Sejarah perkembangan
Islam di Filipina, bahwa muslim Filipina yang terlalu cinta dunia juga terombang-ambing diten-
gah keterpaksa nasrani, yang membuat muslim di Filipina saat ini bisa dikatakan sangat sedi-
kit. (minoritas).
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di madrasah bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: (1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya
mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh
Rasulullah saw. dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam; (2)
Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan
sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan; (3) Melatih daya kritis peserta
didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan
ilmiah; (4) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan
sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau; dan (5) Mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam),
meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya,
politik, ekonomi, iptek dan seni dan lain-lain untuk mengembangkan Kebudayaan dan
peradaban Islam.
Guru Sejarah Kebudayaan Islam seharusnya mampu menguasi materi pembelajaran secara
luas dan mendalam. Dengan demikian diharapkan para guru dapat menumbuhkan kesadaran
peserta didik tentang pentingnya nilai-nilai dari setiap peristiwa sejarah, melatih daya kritis
peserta didik terhadap fakta-fakta sejarah, menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta
didik terhadap peninggalan sejarah Islam. Selain itu, memfasilitasi dan memotivasi peserta
didik agar mampu mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani
tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena-fenomena kehidupan, se-
hingga peserta didik dapat mengambil bagian dalam pengembangan kebudayaan dan perada-
ban Islam.
Dalam membelajarkan sejarah perkembangan Islam Nusantara dan Asia Tenggara, para guru
SKI dituntut minimal menyenangi sejarah, menguasai materi sejarah, serta menguasai metode
pembelajarannya. Dengan mempelajari materi modul ini, diharapkan Anda memperoleh
manfaat untuk lebih mengenal secara luas dan mendalam berbagai perkembangan Islam yang
terjadi di Nusantara, tradisi dan seni budaya lokal umat Islam di Nusantara, perkembangan
Islam Nusantara Modern Kontemporer, dan perkembangan Islam di Asia Tenggara.
Petunjuk Belajar
Agar Anda dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan, Anda dapat mengikuti petunjuk berikut.
1. Bacalah secara cermat tujuan belajar yang hendak dicapai.
2. Pelajari contoh yang tersedia.
3. Cermati materi perkembangan Islam di Nusantara dan Asia Tenggara ini, dengan beri
tanda-tanda khusus pada bagian yang menurut Anda sangat penting.
4. Lihatlah glosarium yang terletak di bagian akhir tulisan ini, apabila menemukan istilah-
istilah khusus yang kurang Anda pahami.
5. Kerjakan latihan dengan baik, untuk memperlancar pemahaman Anda.
6. Setelah Anda mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan, mulailah membaca
modul ini secara teliti dan berurutan.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Teori masuknya Islam di Nusantara
Ada beberapa teori yang mencoba mengungkap bagaimana masuk dan
berkembangnya Islam di Nusantara, yaitu: teori Gujarat, teori Mekkah, dan teori Persia.
1. Teori India
Teori ini menyatakan Islam datang ke Nusantara bukan langsung dari Arab melainkan
melalui India pada abad ke-13. Dalam teori ini disebut lima tempat asal Islam di India yaitu
Gujarat, Cambay, Malabar, Coromandel, dan Bengal (Hasbullah, 2001: 9). Pijnappel, seorang
Profesor Bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Dia mengatakan bahwa Islam datang
ke Indonesia (Nusantara) bukan berasal dari Arab, tetapi berasal dari India, terutama dari
pantai barat, yaitu daerah Gujarat dan Malabar. Sebelum Islam samapai ke Indonesia, banyak
orang Arab bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India. Dari sana,
selanjutnya Islam menyebar ke Indonesia (Nusantara).
Teori tersebut kemudian direvisi oleh Cristian Snouck Hurgronje, menurutnya Islam
yang tersebar di Indonesia berasal dari wilayah Malabar dan Coromandel, dua kota yang
berada di India selatan, setelah Islam berpijak kuat di wilayah tersebut. Penduduk yang
berasal Daccan bertindak sebagai perantara dagang antara negeri-negeri Islam dengan
penduduk Indonesia. Selanjutnya, orang-orang dari Daccan dalam jumlah besar menetap di
kota-kota pelabuhan di kepulauan Indonesia untuk menyemaikan benih-benih Islam tersebut.
Baru setelah itu, datanglah orang-orang Arab yang melanjutkan Islamisasi di Indonesia.
Orang-orang ini menemukan kesempatan baik untuk menunjukkan keahlian organisasinya
sehingga mereka banyak yang bertindak selaku ulama, penguasa-penguasa agama dan
sultan yang sering bertindak sebagai penegak pembentukan negeri-negeri baru.
Alasan Snouck Hurgronje bahwa Islam di Indonesia berasal dari Daccan adalah
adanya kesamaan tentang paham Syafi’iyah yang kini masih berlaku di Pantai Coromandel.
Demikian pula pengaruh Syiah yang masih meninggalkan sedikit jejaknya di Jawa dan
Sumatera, yang dulunya mempunyai pengaruh kuat sebagaimana kini berlaku di India.
Snouck Hurgronje juga menyebutkan bahwa abad ke 12 sebagai periode yang paling mungkin
dari awal penyebaran Islam di Nusantara. Dapat disimpulkan bahwa Snouck Hurgronye, yang
mendukung teori ini juga menyatakan tiga alasan, sebagai berikut:
a. Kurangnya bukti yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam
ke Nusantara
b. Hubungan dagang antara Indonesia-India telah lama terjalin
c. Inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran hubungan
dagang antara Sumatera dan Gujarat.
Pendapat bahwa Islam di Indonesia berasal dari Anak Benua India juga dikemukakan
oleh J.P. Moquette yang berkesimpulan bahwa tempat asal Islam di Nusantara adalah Gujarat,
India. Pendapat ini didasarkan pada pengamatan Moquette terhadap bentuk batu nisan di
Pasai yang berangka 17 Dzulhijjah 831 H/27 September 1297 M. Dia juga mengamati bentuk
batu nisan pada makam Maulana Malik Ibrahim kedua makam tersebut sama dengan batu
nisan di Cambay, Gujarat, sebelah selatan India. Dari fakta ini, Moquette mengintepretasikan
bahwa batu nisan di Gujarat dihasilkan bukan hanya untuk pasar lokal, tetepi juga untuk ek-
spor ke kawasan lain, termasuk Jawa dan Sumatera. Hubungan bisnis ini memungkinkan
orang-orang Nusantara mengambil Islam dari Gujarat.
Kesimpulan Moquette tersebut dibantah oleh S.Q. Fatimi yang sama-sama mengikuti
”teori batu nisan”. Menurut Fatimi, batu nisan Malik al-Shaleh di Pasai berbeda jauh dengan
batu nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lainnya di Nusantara. Fatimi ber-
pendapat bahwa bentuk dan gaya batu nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang terdapat
di Bengal (kini Bangladesh). Ini didukung oleh batu nisan yang terdapat di makam Siti Fatimah
binti Maimun (berangka tahun 475 H/1082 M) yang ditemukan di Leran, Jawa Timur. Kare-
nanya, Fatimi menyimpulkan bahwa semua batu nisan itu pasti diimpor dari Bengal. Inilah
yang menjadi alasan Fatimi bahwa asal-usul Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia berasal
dari Bengal. Tampaknya, teori Gujarat dari Moquette terlalu kuat untuk digoyang oleh teori
Bengal dari Fatimi. Beberapa sarjana lain, seperti R.A. Kern, R.O Winstedt, G.H. Bousquet,
B.H.M. Vlekke, J. Gonda, B.J.O. Schrieke, dan D.G.E. Hall mendukung pendapat Moquette.
William Winstedt, misalnya mengemukakan tentang bentuk dan gaya batu nisan di Bruas, se-
buah kerajaan kuno Melayu di Perak, semenanjung Malaya yang sama dengan bentuk dan
gaya batu nisan di Gujarat. Karena semua batu nisan di Pasai, Gresik dan Bruas diimpor dari
Gujarat, Winstedt pun menyimpulkan bahwa Islam pastilah dari sana. Schrieke, seorang so-
siolog Belanda juga mendukung teori tersebut dengan menekankan peranan penting yang
dimainkan oleh para pedagang muslim Gujarat dalam perdagangan di Nusantara dan sum-
bangan mereka terhadap penyebaran Islam.
Teori Gujarat sebagai tempat asal Islam di Nusantara dipandang mempunyai kelema-
han oleh Marisson. Alasannya, meskipun batu-batu nisan tersebut berasal dari Gujarat atau
Bengal, bukan berarti Islam besal dari sana. Dikatakannya, ketika Islamisasi Samudra-Pasai
yang raja pertamanya wafat 698 H/1297 M, Gujarat masih merupakan sebuah kerajaan ber-
corak Hindu. Baru pada satu tahun berikutnya, Cambay, Gujarat ditaklukkan oleh kekuasaan
Muslim. Ini artinya, jika Islam di Indonesia disebarkan oleh orang-orang Gujarat pastilah Islam
telah menjadi agama yang mapan sebelum tahun 698 H/1297 M. Atas dasar tersebut, Maris-
son menyimpulkan bahwa Islam di Indonesia bukan berasal dar Gujarat, tetapi dibawa para
pendakwah muslim dari Pantai Coromandel pada akhir abad ke-13. Pandangan Marisson ter-
sebut mendukung pendapat yang dipegang oleh Thomas W. Arnold, yang mengatakan bahwa
Islam dibawa ke Nusantara antara lain berasal dari Coromandel dan Malabar. Teori ini didasar-
kan pada argumen adanya persamaan mazhab fiqih di kedua wilayah terebut. Mazhab Syafi’i
yang mayoritas diikuti oleh mayoritas Muslim di Nusantara merupakan mazhab yang dominan
di wilayah Coromandel dan Malabar. Menurut Arnold, para pedagang Muslim dari Coromandel
dan Malabar mempunyai peranan penting dalam perdagangan antara India dan Nusantara.
Kehadiran sejumlah besar padagang ini di pelabuhan-pelabuhan Indonesia tidak hanya
berdagang, tetapi juga menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat (Husda, 2016:
18-20)
2. Teori Arab/Mekkah
Teori arab merupakan salah satu teori yang biasa dijelaskan dalam penulisan sejarah.
Teori ini disebut juga dengan teori timur tengah yang dipelopori oleh beberapa sejarawan, di
antaranya adalah Crawfurd, Keijzer, Naimann, de Hollander, dan juga ada beberapa sejara-
wan Indonesia seperti Hasjmi, Al-Attas, Buya Hamka, Hoesein Djajadiningrat, dan Mukti Ali.
Penting diketahui, bahwa Coromandel dan Malabar, menurut Arnold bukanlah satu-satunya
tempat Islam dibawa ke Nusantara. Islam di Indonesia juga dibawa oleh para pedagang dari
Arabia. Para pedagang Arab ini terlibat aktif dalam penyebaran Islam ketika mereka dominan
dalam perdagangan Barat-Timur sejak awal abad ke- 7 dan ke- 8 Masehi. Asumsi ini
didasarkan pada sumber-sumber China yang menyebutkan bahwa menjelang perempatan
ketiga abad ke- 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab Muslim di
pesisir barat Sumatera. Bahkan, beberapa orang Arab ini telah melakukan perkawinan campur
dengan penduduk pribumi yang kemudian membentuk inti sebuah komunitas Muslim yang
para anggotanya telah memeluk agama Islam. Teori Arab ini, semula dikemukakan oleh
Crawfurd yang mengatakan bahwa Islam dikenalkan pada masyarakat Nusantara langsung
dari Tanah Arab, meskipun hubungan bangsa Melayu-Indonesia dengan umat Islam di pesisir
Timur India juga merupakan faktor penting.
Berdasarkan teori arab dari Buya Hamka yang tertulis dalam historiografi Indonesia,
dijelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7
Masehi yang mendasarkan teori pada berita China dari zaman T'ang. Dalam catatan Tionghoa
dijelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M tepatnya di wilayah Sumatera
dalam perkembangan perdagangan maritim Kerajaan Sriwijaya dengan dukungan dari
mubaligh dan pedagang-pedagang muslim.
Hamka memberikan argumentasi bahwa Gujarat hanya sebagai tempat singgah,
sedangkan Mekkah atau Mesir adalah sebagai tempat pengambilan ajaran Islam. Adapun ma-
suknya Islam ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu:
a. Jalur Utara, dengan rute: Arab (Mekkah dan Medinah) à Damaskus à Bagdad à Gujarat
(pantai Barat India) à Srilanka à Indonesia.
b. Jalur Selatan, dengan rute: Arab (Mekkah dan Medinah) à Yaman à Gujarat (pantai barat
India) à Srilanka à Indonesia.
Hubungan antara timur tengah dengan nusantara terbagi dalam beberapa fase. Pada
fase pertama, sejak akhir abad ke-8 sampai abad ke-12 hubungan Timur Tengah dengan
Nusantara yaitu berkenaan dengan perdagangan. Kemudian fase berikutnya sampai akhir
abad ke-15 hubungan antara keduanya terlihat lebih luas. Barulah sejak abad ke-16 sampai
abad ke-17 hubungan Timur Tengah dengan Nusantara terjalin lebih bersifat politik di samping
kegiatan keagamaan.
Taufik Abdullah mengkompromikan teori-teori di atas dengan menyatakan bahwa
memang benar Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad 1 H atau abad ke-7 atau 8 M,
akan tetapi Islam pada waktu itu baru dianut oleh para pedagang Timur Tengah di pelabuhan-
pelabuhan. Islam barulah masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada
abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini terjadi akibat arus balik
kehancuran Baghdad ibukota Abbasiyah oleh Hulagu. Kehancuran ini menyebabkan
pedagang Muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke arah Asia Selatan, Asia Timur, dan
Asia Tenggara.
Berdasarkan ketiga teori tersebut, dapat diketahui juga beberapa pihak yang memain-
kan peranan penting dalam menyebarkan Islam di Nusantara, yaitu pedagang dan sufi. Para
pedagang Arab, Persia, dan Gujarat/India datang ke daerah-daerah di Indonesia untuk
berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam. Interaksi yang terjadi antara para pedagang
muslim dengan penduduk setempat, memungkinkan agama Islam kemudian terus berkem-
bang hingga berdirinya sebuah kerajaan, seperti kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini meru-
pakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pada saat itu, Pasai menjadi pusat perdagangan
yang banyak disinggahi para pedagang dari berbagai negara, termasuk para pedagang Islam
dari Gujarat dan Persia. Demikian pula sebaliknya, para pedagang dari berbagai daerah di
Indonesia, seperti para pedagang Jawa, juga singgah dan berdagang di Pasai. Interaksi yang
terjadi antara para pedagang Arab, Persia, dan Gujarat dengan pedagang Jawa, Islam juga
berkembang di Pulau Jawa. Perkembangan Islam di Pulau Jawa terjadi sangat cepat, seiring
dengan semakin lemahnya Kerajaan Majapahit. Komunitas muslim di Jawa kemudian mendi-
rikan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa, yakni Kerajaan Demak. Dalam perkem-
bangannya Kerajaan Demak tumbuh menjadi pusat penyebaran agama Islam ke berbagai
daerah di Indonesia.
Adapun para sufi juga memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam di Nusan-
tara. Mereka mengembara sekaligus berdagang di wilayah-wilayah Nusantara. Seperti Sunan
kudus misalnya, salah seorang dari Walisongo yang sangat dihormati, seorang alim, sufi
sekaligus saudagar yang kaya raya. Selain itu, keberhasilan mereka dalam syiar Islam juga
lebih disebabkan dalam menyajikan Islam menggunakan kemasan yang atraktif, yaitu
menekankan kesesuaian Islam dengan tradisi lama atau kontinuitas, daripada perubahan
drastis dalam kepercayaan dan praktik keagamaan lokal (Hindu dan Buddha). Di samping itu,
para sufi gemar menawarkan pertolongan, misalnya menyembuhkan berbagai penyakit yang
diderita masyarakat dan mengimbangi ilmu magis yang berkembang dalam masyarakat.
Peranan penting para sufi juga ditandai dengan berkembangnya aliran-aliran sufisme
atau mistik yang melembaga dalam tarekat-tarekat di Indonesia pada abad ke-6 dan ke-7.
Beberapa wali mencampurkan ajaran Islam dengan mistik, sehingga timbul suatu sinkretisme.
Mereka bersedia memakai unsur-unsur kultur pra-Islam dalam menyebarkan agama Islam.
Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara, yaitu: (a) Dengan membentuk kader
mubaligh agar mampu mengajarkan dan menyebarkan agama Islam di daerah asalnya; dan
(b) Melalui karya tulis yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat, seperti Hamzah Fanshuri
yang telah menulis Asrar al-Arifin fi Bayan ila al-Suluk wal Tauhid dan Syair Perahu yang
merupakan syair Sufi.
Melalui peranan para pedagang dan sufi tersebut, dapat diketahui pola penyebaran
Islam di Nusantara, sebagai berikut.
1. Perdagangan, pedagang muslim yang berdagang ke Indonesia makin lama makin banyak
sehingga membentuk pemukiman yang disebut Pekojan. Dari Pekojan inilah mereka
berinteraksi, dan berasimilasi dengan warga lokal sembari menyebarkan agama Islam.
2. Perkawinan, pedagang muslim yang masuk ke Indonesia banyak yang menikah dengan
warga lokal. Sebelum perkawinan berlangsung, para wanita pribumi yang belum
beragama Islam diminta mengucapkan syahadat sebagai tanda menerima Islam sebagai
agamanya. Melalui proses interaksi ini penduduk pribumi lambat laun mengenal nilai dan
ajaran Islam.
3. Pendidikan, yang mana setelah terbentuk masyarakat muslim pribumi, para guru agama,
kiai serta ulama memberikan pendidikan berawal dari rumah, surau, masjid, dan mushalla.
Setelah itu, mereka mendirikan madrasah dan pondok pesantren untuk mendidik generasi
muda yang tertarik menjadi santri. Pesantren ini terbuka bagi siapapun dan dari daerah
manapun. Semakin terkenal kiai yang mengajar di sebuah pesantren itu, semakin besar
pula pengaruh pesantren tersebut di tengah-tengah masyarakat. Setelah selesai
mengikuti pendidikan, mereka kembali ke kampung halaman masing-masing. Ada pula
yang pergi ke tempat-tempat lain; di sana para santri berdakwah dan mengajarkan Islam.
Aktivitas seperti inilah yang turut memperluas pengaruh Islam ke berbagai penjuru Nusan-
tara.
4. Tasawuf, ajaran tasawuf memudahkan orang yang telah mempunyai dasar ketuhanan lain
untuk mengerti dan menerima ajaran Islam. Ajaran ini banyak dijumpai dalam cerita babad
dan hikayat masyarakat setempat. Beberapa tokoh penyebar tasawuf yang terkenal
adalah Syaikh Hamzah Fansuri, Syaikh Syamsudin, Syaikh Abdul Samad, dan Syaikh
Nuruddin ar-Raniri.
5. Kesenian, yang mana penyebaran agama Islam tampak dalam wujud peninggalan seni
bangunan, seni pahat, seni musik dan seni sastra. Hasil-hasil seni ini dapat pula dilihat
pada bangunan masjid kuno di Aceh, Demak, Cirebon, dan Banten. Kesenian adalah
salah satu unsur kebudayaan, sehingga kesenian mengambil peran penting dalam
penyebaran Islam melalui budaya.
Selain karena pola penyebaran Islam yang relevan, terdapat pula faktor-faktor yang
menyebabkan Islam mudah diterima dan berkembang di Nusantara, antara lain:
1. Syarat-syarat masuk agama Islam sangat mudah. Seseorang telah dianggap masuk Islam
bila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat.
2. Ajaran Islam tidak mengenal kasta, dan menganggap semua manusia mempunyai
kedudukan yang sama di hadapan Allah. Kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh sta-
tus sosial, akan tetapi oleh ketakwaannya kepada Allah.
3. Upacara-upacara keagamaan dalam ajaran Islam sangat sederhana dan tidak harus
mengeluarkan banyak biaya.
4. Agama Islam yang menyebar di Indonesia disesuaikan dengan adat dan tradisi Nusantara
dan dalam penyebarannya dilakukan dengan damai tanpa kekerasan.
5. Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat
dengan bangsa lain. Di dalam pergaulan yang erat itu kemudian terjadi saling
mempengaruhi dan saling pengertian.
6. Runtuhnya Kerajaan Majapahit turut memperlancar penyebaran agama Islam di Nusan-
tara.
7. Semangat para penganut Islam untuk terus menyebarkan agama yang telah dianutnya,
yang mana bagi penganut Islam, menyebarkan agama adalah sebuah kewajiban.
Teori Arab ini, sedikit pengembangan, didukung oleh Keyzer. Didasarkan pada
persamaan mazhab Syafi’i yang dominan di Indonesia. Keyzer berpendapat bahwa Islam di
Nusantara berasal dari Mesir. Hal senada juga dikemukakan oleh Niemann dan de Hollander,
dengan sedikit revisi, yang mengatakan bahwa Islam di Indonesia berasal dari Handramaut.
Sementara itu, P.J. Veth berpendapat bahwa hanya orang-orang Arab yang melakukan
perkawinan campur dengan penduduk pribumi yang berperan dalam penyebaran Islam di
pemukiman baru mereka di Nusantara. Sejumlah ahli Indonesia dan Malaysia mendukung teori
Arab ini. Dalam beberapa kali seminar yang digelar tentang Kedatangan Islam ke Indonesia yang
diadakan pada tahu 1963 dan 1978, disimpulkan bahwa Islam yang datang ke Indonesua langsung dari
Arab, bukan dari India. Islam datang pertama kali ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau abad
ke- 7 Masehi, bukan abad ke- 12 atau ke- 13 Masehi.
Uka Tjandrasasmita, pakar Sejarah dan Arkeolog Islam, berpendapat bahwa Islam
datang ke Indonesia pada abad ke- 7 atau ke- 8 Masehi. Pada abad-abad ini, dimungkinkan
orang-orang Islam dari Arab, Persia dan India sudah banyak yang berhubungan dengan
orang-orang di Asia Tenggara dan Asia Timur. Kemajuan perhubungan dan pelayaran pada
abad-abad tersebut sangat mungkin sebagai akibat persaingan di antara kerajaan-kerajaan
besar ketika itu, yakni kerajaan Bani Umayyah di Asia Barat, kerajaan Sriwijaya di Asia
Tenggara, dan kekuasaan China di bawah dinasti T’ang di Asia Timur.
Pendukung teori Arab lainnya adalah Syed Muhammad Naquib al-Attas, seorang pakar
Kesusasteraan Melayu dari Universiti Kebangsaan Malaysia kelahiran Indonesia. Dia
mengatakan bahwa bukti paling penting yang dapat dipelajari ketika mendiskusikan
kedatangan Islam di kepulauan Melayu-Indonesia adalah karakteristik internal Islam itu sendiri
di kawasan ini. Dia menggagas suatu hal yang disebut sebagai teori umum Islamisai
Kepulauan Melayu-Indonesia yang umumnya didasarkan pada sejarah literatur Islam Melayu
dan sejarah pandangan dunia (worldview) Melayu-Indonesia, sebagaimana yang dapat dilihat
melalui perubahan konsep dan istilah kunci dalam literatur Melayu (historiografi tradisional
lokal) pada abad ke-10 sampai ke-11 Hijriyah, atau abad ke-16 sampai abad ke-17 Masehi.
3. Teori Persia
Selain teori India dan teori Arab, ada lagi teori Persia. Teori Persia ini menyatakan
bahwa Islam yang datang ke Nusantara ini berasal dari Persia, bukan dari India dan Arab.
Teori ini didasarkan pada beberapa unsur kebudayaan Persia, khususnya Syi’ah yang ada
dalam kebudayaan Islam di Nusantara. Di antara pendukung teori ini adalah P.A. Hoesein
Djajadiningrat. Ini merupakan alasan pertama dari teori ini. Berdasarkan analisis sosio-
kultural, terdapat titik-titik kesamaan antara yang berlaku dan berkembang di kalangan
masyarakat Islam Indonesia dengan di Persia. Misalnya, perayaan Tabut di beberapa tempat
di Indonesia, dan berkembangnya ajaran Syekh Siti Jenar, ada kesamaan dengan ajaran Sufi
al-Hallaj dari Iran Persia. Dia mendasarkan analisisnya pada pengaruh sufisme Persia
terhadap beberapa ajaran mistik Islam (sufisme) Indonesia. Ajaran manunggaling kawula gusti
Syeikh Siti Jenar merupakan pengaruh dari ajaran wahdat al-wujud al-Hallaj dari Persia.
Alasan kedua, penggunaan istilah bahasa Persia dalam sistem mengeja huruf Arab,
terutama untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajaran Al-Qur’an. Jabar (Arab-fathah)
untuk mengahasilkan bunyi “a” (Arab; kasrah) untuk menghasilkan bunyi “i” dan “e”; serta pes
(Arab, dhammah) untuk menghasilkan bunyi “u” atau “o”. Dengan demikian, pada awal
pelajaran membaca Al-Qur’an, para santri harus menghafal alifjabar “a”, alifjer “i” dan alif pes
“u”/”o”. Cara pengajaran seperti ini, pada masa sekarang masih dipraktekkan di beberapa
pesantren dan lembaga pengajian Al-Qur’an di pedalaman Banten.17Juga, huruf sin tanda
gigi merupakan pengaruh Persia yang membedakan dengan huruf sin dari Arab yang bergigi.
Ketiga, peringatan Asyura atau 10 Muharram sebagai salah satu hari yang diperingati oleh
kaum Syi’ah, yakni hari wafatnya Husain bin Abi Thalib di Padang Karbala. Di Jawa dan juga
di Aceh, peringatan ini ditandai dengan pembuatan bubur Asyura. Di Minangkabau dan Aceh,
bulan Muharram disebut dengan bulan Hasan-Husain. Di Sumatera Tengah sebelah barat,
ada upacara Tabut, yaitu mengarak ”keranda Husain” untuk dilemparkan ke dalam sungai atau
perairan lainnya. Keranda tersebut disebut dengan Tabut yan berasal dari bahasa Arab.
Hamka menolak teori ini dengan alasan, bahwa apabila Islam masuk abad ke-7 M.
yang ketika itu kekuasaan dipimpin Khalifah Umayyah (Arab), sedangkan Persia belum
menduduki kepemimpinan dunia Islam. Selain itu, masuknya Islam dalam suatu wilayah, juga
identik dengan langsung berdirinya sebuah kekuasaan politik Islam.
4. Teori Cina
Sebenarnya, peranan orang China terhadap Islamisasi di Indonesia perlu mendapat
perhatian khusus. Banyaknya unsur kebudayaan China dalam beberapa unsur kebudayaan
Islam di Indonesia perlu mempertimbangkan peran orang-orang China dalam Islamisasi di
Nusantara, karenanya ”teori China” dalam Islamisasi tidak bias diabaikan. H.J. de Graaf,
misalnya, telah menyunting beberapa literature Jawa klasik yang memperlihatkan peranan
orang-orang China dalam pengembangan Islam di Indonesia. Dalam tulisan-tulisan tersebut,
disebutkan bahwa tokoh-tokoh besar semacam Sunan Ampel (Raden Rahmat/Bong Swi Hoo)
dan Raja Demak (Raden Fatah/Jin Bun) merupakan orang-orang keturunan China. Pan-
dangan ini juga didukung oleh salah seorang sejaraan Indonesia, Slamet Mulyana, dalam
bukunya yang kontroversial, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya negara-negara
Islam di Nusantara. Denys Lombard juga telah memperlihatkan besarnya pengaruh China da-
lam berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia, seperti makanan, pakaian, bahasa, seni
bangunan, dan sebagainya. Lombard mengulas semua ini dalam bukunya Nusa Jawa: Silang
Budaya yang terdiri dari tiga jilid.
Dalam teori ini menjelaskan bahwa etnis Cina Muslim sangat berperan dalam proses
penyebaran agama Islam di Nusan-tara. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada teori
Arab, hubungan Arab Muslim dan Cina sudah terjadi pada Abad pertama Hijriah. Dengan
demikian, Islam datang dari arah barat ke Nusantara dan ke Cina berba-rengan dalam satu
jalur perdagangan. Islam datang ke Cina di Canton (Guangzhou) pada masa pemerintahan
Tai Tsung (627-650) dari Dinasti Tang, dan datang ke Nusantara di Sumatera pada masa
kekuasaan Sriwijaya, dan datang ke pulau Jawa tahun 674 M berdasarkan kedatang-an
utusan raja Arab bernama Ta cheh/Ta shi ke kerajaan Kalingga yang di perintah oleh Ratu
Sima.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Islam datang ke Nusantara
berbarengan dengan Cina. Akan tetapi teori di atas tidak menjelaskan tentang awal masuknya
Islam, melainkan peranan Cina da-lam pemberitaan sehingga dapat ditemukan bukti-bukti
bahwa Islam da-tang ke Nusantara pada awal abad Hijriah.
B. Sejarah Walisongo
Situasi masyarakat sebelum datangnya Islam terpengaruhi oleh sistem kasta dalam
agama Hindu yang menjadikan perbedaan golongan kelas dalam kehidupan. Akibatnya,
kehidupan masyarakat menjadi bertingkat dan berkelompok. Masyarakat Hindu ketika itu
membagi kastanya menjadi empat (4) kasta yaitu: kasta brahmana, kasta ksatria, kasta
waisya, dan kasta sudra. Sebagai kasta yang paling rendah, kasta sudra sering tertindas oleh
kasta lainnya, sehingga kehidupannya selalu diliputi keresahan.
waktu secara bersamaan, namun satu sama lain mempunyai ikatan erat baik karena per-
nikahan ataupun hubungan guru dengan murid.
Setiap individu Walisongo mempunya peran dan kekhasan tersendiri dalam proses
penyebaran agama Islam di Nusantara. Maulana Malik Ibrahim yang memposisikan dirinya
sebagai "tabib" bagi kerajaan Hindu Majapahit, Sunan Giri yang disebut sebagai "Paus dari
Timur" hingga Sunan Kalijaga dengan kekhasannya karya kesenian dengan menggunakan
nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa, yaitu nunansa Hindu dan Budha.
Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain
mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk
digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia.
Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka
yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap
kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali"
ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Selain istilah wali, di Jawa dikenal juga istilah sunan. Sunan adalah sebutan bagi orang
yang diagungkan dan dihormati, biasanya karena kedudukan dan jasanya di masyarakat. Ge-
lar ini biasa diberikan untuk mubaligh atau penyebar agama Islam, khususnya di tanah Jawa
pada abad ke-15 hingga abad ke-16. Menurut Hamka istilah Sunan berasal dari singkatan
kata bahasa Jawa Susuhunan. Artinya adalah tempat penerima "susunan" jari yang sepuluh,
atau dengan kata lain sesembahan. Namun demikian, istilah tersebut bukanlah istilah umum
dalam agama Islam, melainkan hanya sebutan yang sifatnya sosio-kultural, khususnya pada
masyarakat Jawa di Indonesia. Selain sunan, ada pula mubaligh lainnya yang disebut syekh,
kyai, ustadz, penghulu, atau tuan guru.
Dari sejumlah sunan, terdapat 9 orang yang paling terkenal diantara mereka yang
dikenal dengan sebutan Walisongo, yaitu dari kata wali (bahasa Arab, yang berarti wakil), dan
sanga (bahasa Jawa, yang berarti sembilan). Mereka dianggap sebagai mubaligh agung, baik
dari segi ilmu agama Islam maupun bobot segala jasa dan karomah-nya terhadap kehidupan
bermasyarakat dan kenegaraannya.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam.
Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu
Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai "paus dari Timur" hingga Sunan
Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami
masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha
Dari silsilahnya Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik
Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan
Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga meru-
pakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan
Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali
Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16,
di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Mu-
ria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi
pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban
baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyara-
katan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa
itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri
dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri,
Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa
hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.
Sekilas tentang terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo, di-
antaranya adalah para Walisongo, antara lain:
1. Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Sa-
markand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma me-
nyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, beru-
bah menjadi Asmarakandi.
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat
malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di
Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak
dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand.
Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi
Muhammad saw.
Aktifitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara mem-
buka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu
secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara
gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal
dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Kakek Bantal
juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah-kasta
yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di
hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M
Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa
Timur.
2. Sunan Giri
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana
Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup
ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam
bahasa Jawa, bukit adalah "giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri.
3. Sunan Bonang
Sunan Bonang juga terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan ilmu
(dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW, kemudian beliau kombinasi dengan kesimbangan
pernapasan yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ) ا ل مyang artinya hanya Allah SWT
yang tahu. Sunan Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau jurus yang Beliau
ambil dari seni bentuk huruf Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan
diakhiri huruf Ya'. Ia menciptakan Gerakan fisik dari nama dan simbol huruf hijayyah adalah
dengan tujuan yang sangat mendalam dan penuh dengan makna, secara awam penulis
artikan yaitu mengajak murid-muridnya untuk menghafal huruf-huruf hijaiyyah dan nantinya
setelah mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami isi Al-Qur'an. Penekanan
keilmuan yang diciptakan Sunan Bonang adalah mengajak murid-muridnya untuk melakukan
Sujud atau Salat dan dzikir. Hingga sekarang ilmu yang diciptakan oleh Sunan Bonang masih
dilestarikan di Indonesia oleh generasinya dan diorganisasikan dengan nama Padepokan Ilmu
Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia
4. Sunan Ampel
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya
memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah.
Dia-lah yang mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh ngombe, moh maling, moh
madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak
mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina."
5. Sunan Drajat
Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir
Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun Jelog-pesisir Banjarwati atau Lamongan
sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendi-
rikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: lang-
sung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya
mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka ia
menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah "berilah tongkat pada si
buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang'.
Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok
pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin. Gaya
berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan
sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota
untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan ket-
erampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.
6. Sunan Muria
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di
Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan
berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat
diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana
hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan
Kinanti.
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya
adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra' Mi'raj, lalu bertemu
Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman.
8. Sunan Kudus
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke
berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara
berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya
setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali -yang kesulitan
mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan
simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara,
gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah
wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat
toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang
pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi.
Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama
hilang.
9. Sunan Kalijaga
Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan
seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta
baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk
jadi Raja. Taman pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid
diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam
melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen,
Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di
Kadilangu -selatan Demak.
yang masih banyak menganut agama Hindu. Seperti diketahui, lembu merupakan binatang
keramat Hindu. Sebagai contoh yang lain Sunan Kudus dan Sunan Ampel yang berkuasa di
daerah-daerah di sekitar kediaman mereka, dengan demikian kekuatan diplomasi dan ke-
mampuan dalam berhujjah atas kekuatan pemerintahan Majapahit.
Masyarakat Indonesia dahulu memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh
nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau
gambar. Pada mulanya sebelum Walisongo menggunakan media wayang, bentuk wayang
menyerupai relief atau arca yang ada di Candi Borobudur dan Prambanan. Pementasan
wayang merupakan acara yang amat digemari masyarakat. Masyarakat menonton pementa-
san wayang berbondong-bondong setiap kali dipentaskan.
Sebelum Walisongo menggunakan wayang sebagai media mereka, sempat terjadi
perdebatan diantara mereka mengenai adanya unsur-unsur yang bertentangan dengan
aqidah, doktrin keesaan Tuhan dalam Islam. Selanjutnya para Wali melakukan berbagai
penyesuaian agar lebih sesuai dengan ajaran Islam. Bentuk wayangpun diubah yang awalnya
berbentuk menyerupai manusia menjadi bentuk yang baru. Wajahnya miring, leher dibuat me-
manjang, lengan memanjang sampai kaki dan bahannya terbuat dari kulit kerbau.
Dalam hal esensi yang disampaikan dalam cerita-ceritanya tentunya disisipkan unsur-
unsur moral ke-Islaman. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya
diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang mencip-
takan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajar-
kannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaran- ajaran tentang menuntut
ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.
Dalam sejarahnya, para Wali berperan besar dalam pengembangan pewayangan di
Indonesia. Sunan Kali Jaga dan Raden Patah sangat berjasa dalam mengembangkan
Wayang. Bahkan para wali di Tanah Jawa sudah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga ba-
gian. Pertama Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa
Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama
lain yaitu “Mana yang Isi (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) dan mana yang
harus dicari (Wayang Golek)”.
Di samping menggunakan wayang sebagai media dakwahnya, para wali juga
melakukan dakwahnya melalui berbagai bentuk akulturasi budaya lainnya contohnya melalui
penciptaan tembang-tembang keislaman berbahasa Jawa, gamelan, dan lakon Islami. Setelah
penduduk tertarik, mereka diajak membaca syahadat, diajari wudhu’, shalat, dan sebagainya.
Sunan Kalijaga adalah salah satu Walisongo yang tekenal dengan minatnya dalam berdakwah
melalui budaya dan kesenian lokal. Dalam hal ini menyebar luaskan Islam melalui bahasa-
bahasa simbol, media, dan budaya merupakan salah satu bentuk perjuangan yang cukup
efektif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi yang digunakan mengacu pada
tiga strategi dakwah, yaitu Al-Hikmah atau kebijaksanaan, Al-Mauizah Hasanah atau nasihat
yang baik, dan Al-Mujadalah atau berdiskusi secara sinergis dengan menghasilkan satu alter-
natif pemikiran tanpa menyudutkan salah satu kelompok.
Di Sumatera bagian Selatan, kemunduran Kerajaan Buddha Sriwijaya pada abad ke-
13 M, dimanfaatkan oleh Kerajaan Islam Samudera Pasai untuk muncul sebagai satu
kekuatan baru. Pada abad ke-7 Masehi daerah Sumatra bagian utara adalah pusat
perdagangan rempah-rempah dan pedagang Arab banyak berlabuh dari daerah lain. Letak
pelabuhan yang berada di ujung Pulau Sumatra, menyebabkan daerah ini menjadikan tempat
yang strategis.
Bukti tentang agama Islam masuk di Sumatra berasal dari makam Sultan Malik Ibrahim
As-Saleh, raja pertama Kerajaan Samudera Pasai tahun 1270 - 1297 Masehi dan makam
seorang muslimah Tuhar Amisuri tahun 602 Hijriyah di Barus, pantai barat pulau Sumatra. Di
Sumatra bagian selatan kemunduran Kerajaan Sriwijaya dimanfaatkan oleh Kerajaan Sam-
udera Pasai untuk muncul sebagai kekuatan ekonomi baru. Daerah Sumatera yang dikenal
menjadi tempat pertama masuknya Islam di Asia Tenggara, mengalami konversi masal
masyarakat kepada Islam, mereka dikenal memiliki keyakinan yang kuat, ketika mereka
masuk Islam, agama sebelumnya ditinggalkan. Azyumardi Azra menyebutkan sebab-sebab
konversi masal masyarakat Sumatera sebagai berikut:
a. Portabilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam. Sebelum Islam datang, sistem ke-
percayaan lokal berpusat pada penyembahan arwah nenek moyang yang tidak portable
(siap pakai di mana pun dan berlaku kapan pun). Oleh karena itu, para penganut ke-
percayaan ini mencari sistem keimanan yang berlaku universal, sistem kepercayaan
kepada Tuhan yang berada di mana- mana dan siap memberikan perlindungan di mana
pun mereka berada dan mereka temukan dalam Islam. Hasilnya ketika wilayah Arab Me-
layu terekrut ke dalam perdagangan internasional, para pedagang Muslim mancanegara
memainkan peranan penting mendorong konversi masal yang terjadi di pelabuhan yang
kemudian berkembang menjadi entitas politik Muslim.
b. Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan ber-
interaksi dengan orang Muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang kaya.
Seperti dicatat seorang Spanyol yang mengamati Islamisasi awal Filipina: “Orang Moro
(Muslim) itu memiliki banyak emas”. Karena kekayaan dan kekuatan ekonominya, mereka
bisa memainkan peranan penting dalam bidang politik entitas lokal dan bidang diplomatik.
c. Kejayaan Militer. Orang Muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
Majapahit dipercaya telah dikalahkan para pejuang Muslim yang tidak bisa ditundukkan
secara magis. Penduduk setempat percaya bahwa mereka yang perkasa dan tangguh itu
karena memiliki kekuatan- kekuatan adikodrati.
d. Memperkenalkan Tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah
Asian Tenggara yang sebagian bersar belum mengenal tulisan, sedangkan sebagian yang
lain sudah mengenal huruf Sanskrit. Pengenalan tulisan Arab memberikan kesempatan
lebih besar untuk mempunyai kemampuan membaca (literacy).
e. Mengajarkan Penghapalan. Para penyebar Islam menyandarkan otoritas sakral. Mereka
membuat teks-teks yang ditulis untuk menyampaikan kebenaran yang dapat dipahami dan
dihapalkan.
2. Pulau Jawa
Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa diperkirakan berasal dari Malaka. Namun,
kapan tepatnya tidak diketahui dengan pasti. Bukti tertua tentang agama Islam di Pulau Jawa
berasal dari batu nisan Fatimah Binti Maimun di Leran, Gresik, yang berangka tahun 1082 M.
Namun, hal ini belum berarti bahwa saat itu Islam sudah masuk daerah Jawa. Setelah akhir
abad ke-13 M, bukti-bukti Islamisasi sudah banyak ditemukan di Pulau Jawa. Hal ini dapat
dilihat dari penemuan beberapa batu nisan bercorak Islam di Troloyo, Trowulan dan Gresik.
Dalam Berita Ma-huan (1416) terdapat keterangan tentang adanya orang-orang muslim yang
tinggal di kota pelabuhan Gresik. Hal ini membuktikan bahwa komunitas masyarakat muslim
mulai berkembang baik di Jawa, terutama di kota-kota pelabuhan.
Pada waktu Kerajaan Majapahit mengalami masa kemunduran, di awal abad ke-15 M,
kota- kota pelabuhan seperti Tuban dan Gresik muncul sebagai pusat penyebaran agama
Islam. Dari kedua kota ini, pengaruh agama Islam menyebar ke kota-kota pelabuhan lain sep-
erti Demak, bahkan sampai ke pelabuhan Maluku. Dari Demak pengaruh Islam menyebar ke
kota-kota pelabuhan yang merupakan daerah perdagangan yang sangat ramai seperti Cire-
bon, Sunda Kelapa, dan Banten.
Penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa diperkirakan berasal dari Malaka. Bukti ten-
tang agama Islam di pulau Jawa berasal dari batu nisan Fatimah binti Maimum di Leran, Gresik
yang berangka tahun 1082 Masehi.Namun, hal ini belum berarti bahwa saat itu Islam sudah
masuk di daerah Jawa Timur. Demikian pula dengan adanya komunitas Arab yang hidup di
Sumatra pada awal abad ke-12 Masehi belum tentu berarti berlangsung Islamisasi.
Setelah akhir abad ke-13 M, bukti-bukti Islamisasi sudah banyak ditemukan di Pulau
Jawa. Hal ini dapat dilihat dari penemuan beberapa batu nisan di Troloyo, Trowulan, dan
Gresik. Dalam berita Ma-huan (1416) terdapat keterangan tentang adanya orang-orang mus-
lim yang tinggal di kota pelabuhan Gresik. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat muslim
mulai berkembang baik di Jawa Timur, terutama di kota-kota pelabuhan.
Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami masa kemunduran, diawal abad ke-15
Masehi kota-kota seperti Tuban dan Gresik muncul sebagai pusat penyebaran agama Islam,
yang mempunyai pengaruh penyebaran ke Indonesia bagian timur seperti Maluku. Kota
pelabuhan lain seperti Demak juga menjadi pusat penyebaran agama Islam. Pengaruh Demak
menyebar ke kota-kota pelabuhan Cirebon, Sunda Kelapa dan Banten.
Di Jawa, peran Islamisasi tidak dilakukan dengan masal seperti di Sumatera, tetapi
dengan cara perlahan-lahan dan akulturasi budaya setempat, dilakukan oleh sembilan orang
suci yang lebih dikenal sebagai Wali Sanga. Pelopor-pelopor Islamisasi tersebut yaitu Sunan
Ampel (Sunan Rahmat), Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Muria, Sunan
Kali Jaga, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Siti Jenar.
Kegiatan-kegiatan mereka dalam mengislamkan raja-raja atau penguasa dan
masyarakat Jawa, khususnya di wilayah pantai utara, seringkali dituturkan oleh hikayat, se-
jarah dan tradisi lokal. Di antara kesembilan wali, Sunan Kali Jaga selalu disebut peranannya
dalam proses Islamisasi lewat perangainya yang terpuji dengan pendekatan budaya yang dia
lakukan. Merujuk pada legenda, dia memperkenalkan Islam dengan pertunjukan wayang, me-
mainkan gamelan dan sebagainya.
Walisongo melakukan penyebaran Islam dengan pendekatan tradisi, kultural dan ta-
sawuf. Islam yang dibawa oleh para penyeru tersebut bercorak Sunni Syafi‟i. Dan ternyata
pendekatan ini berhasil. Prosesnya berlangsung secara gradual dan bertahap mampu men-
gislamkan kepulauan Nusantara, hingga zaman itu berdiri kerajaan-kerajaan Islam yang men-
erapkan hukum Islam berdasarkan madzhab Syafi‟i.
Penyebaran Islam di Jawa juga menemukan jalannya melalui lembaga- lembaga pen-
didikan yang dikenal di Indonesia sebagai pesantren. Siswa agama disebut santri, sementara
gurunya disebut guru ngaji, kiai, atau ajengan. Merujuk pada tradisi setempat, Sunan Giri
mendirikan pesantren di Giri, Gresik, yang mana murid-muridnya datang juga dari Maluku.
Syaikh Abdul Kahfi membangun pesantrennya di Gunung Jati di Cirebon. Syaikh Kuro mendi-
rikan pesantren di Karawang. Murid diambil dari berbagai tempat dan setelah menyelesaikan
studi mereka kembali ke tempat masing-masing untuk menjadi kiai dan mendirikan pesantren
baru. Jadi, pesantren sebagai pusat pendidikan tradisional dianggap sebagai salah satu salu-
ran bagi proses islamisasi. Ia memiliki peran yang lebih luas dan jangkauan geografis yang
lebih besar saat siswa atau santrinya berasal dari tempat-tempat jauh terpencil.
3. Pulau Sulawesi
Penyebaran agama Islam di Pulau Sulawesi, terutama bagian Selatan diperkirakan
terjadi pada abad ke-16 M. Di daerah ini proses Islamisasi terjadi melalui konversi pusat
kekuasaan (istana/ keraton). Konversi agama dijalankan dengan pusat kekuasaan yang telah
ada.
Berbeda dengan pulau Sumatera dan Jawa, Pulau Kalimantan dan daerah timur Indo-
nesia mengalami proses Islamisasi melalui konversi pusat kekuasaan (istana/keraton) yang
dijalankan dengan pusat kekuasaan yang telah ada, misalnya disebutkan orang Arab yang
menikahi putri raja, kemudian raja masuk Islam dan rakyat pun ikut serta masuk Islam.
Penyebaran Islam di Pulau Kalimantan dapat diketahui dari Hikayat Banjar milik Kera-
jaan Banjar. Islamisasi ini dilatarbelakangi oleh kepentingan politik Kerajaan Demak dan kon-
flik antara Kerajaan Banjar dan Kerajaan Daha. Penyebaran di Maluku dan Sulawesi berjalan
dengan damai. Hal ini tidak terlepas dari terjalinnya jalur hubungan dan pelayaran inter-
nasional di Malaka-Jawa- Maluku. Pengaruh Islam di Maluku diperkirakan masuk pada abad
ke-14 Masehi. Di Sulawesi, terutama bagian selatan, diperkirakan Islam masuk pada abad ke-
16 Masehi.
Rangkuman
1. Diterimanya Islam oleh penduduk pribumi, secara bertahap membuat Islam terintegrasi
dengan tradisi, norma dan tatanan kehidupan keseharian penduduk lokal. Hal ini
menunjukan bahwa bangsa Indonesia mudah menerima nilai-nilai dari luar dan menjadi
bukti akan keterbukaan sikap mereka. Sikap ini pada gilirannya telah ikut membentuk
komunitas-komunitas muslim di daerah pesisir yang pada mulanya sebagai tempat
interaksi antara penduduk local dengan bangsabangsa asing, seperti yang disebutkan
para pakar dalam teori di atas, yaitu dari Arab, Persia, India dan China. Salah satu bukti
kehadiran bangsa-bangsa asing tersebut adalah adanya pekampungan yang disebut
Pakojan (perkampungan orang-orang Arab), Pachinan (perkampungan orang-orang
china), Keling (perkampungan orang-orang India) dan lain sebagainya di Indonesia.
Komunitas pribumi yang telah terintegrasi ke dalam Islam, selanjutnya terlembagakan
secara politis dalam bentuk kerajaan-kerajaan Islam di kawasan ini sejak masa yang
paling awal.
2. Strategi yang digunakan misalnya penyebaran Islam di Jawa oleh Walisingi mengacu
pada tiga strategi dakwah, yaitu Al-Hikmah atau kebijaksanaan, Al-Mauizah Hasanah atau
nasihat yang baik, dan Al-Mujadalah atau berdiskusi secara sinergis dengan
menghasilkan satu alternatif pemikiran tanpa menyudutkan salah satu kelompok.
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang sejarah masuknya Islam di
Nusantara. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan Belajar 1,
kerjakan tugas-tugas berikut.
Tes Formatif 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
7. Islam di Nusantara disebarkan melalui berbagai cara salah satunya adalah kesenian. Di-
antara pendekatan melalui jalur kesenian ini adalah .…
A. tari adat
B. wayang
C. seni ludruk
D. seni kaligrafi
8. Penyebaran Islam di Nusantara dapat berkembang dengan cepat disebabkan oleh …
A. bantuan dana dari Arab Saudi untuk mendirikan lembaga pendidikan
B. campur tangan pemerintah Belanda melalui aturan perundang-undangan negara
C. agama Islam disebarkan dengan jalan damai dan tanpa unsur kekerasan
D. pemberian sembako yang diberikan kepada mereka yang bersedia masuk Islam
9. Di bawah ini termasuk bukti masuknya Islam di Nusantara abad ke 13 adalah telah
ditemukannya ….
A. batu nisan di Pasai
B. makam panjang di daerah Leran Gresik
C. makam Sunan Bonang
D. munculnya kerajaan Demak
10. Ibrah yang dapat kita ambil dari tradisi dan upacara adat kesukuan di Nusantara adalah
merupakan bagian dari .....
A. keluhuran budi pekerti orang tua
B. khazanah budaya cermin pembelajaran
C. kerjasama dan kebersamaan dalam bekerja
D. menumbuhkan peduli terhadap budaya asing
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan modul
selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda dipersilakan mempelajari kembali
Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang kurang Anda kuasai.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Bentuk-bentuk tradisi lokal umat Islam di Nusantara
Tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan turun temurun oleh
masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa sebelum Islam datang, masyarakat Nusantara
sudah mengenal berbagai kepercayaan dan memiliki beragam tradisi lokal. Melalui kehadiran
Islam maka kepercayaan dan tradisi di Nusantara tersebut membaur dan dipengaruhi nilai-
nilai Islam. Karenanya muncullah tradisi Islam Nusantara sebagai bentuk akulturasi antara
ajaran Islam dengan tradisi lokal Nusantara.
Tradisi Islam di Nusantara digunakan sebagai metode dakwah para ulama zaman itu.
Para ulama tidak memusnahkan secara total tradisi yang telah ada di masyarakat. Mereka
memasukkan ajaran-ajaran Islam ke dalam tradisi tersebut, dengan harapan masyarakat tidak
merasa kehilangan adat dan ajaran Islam dapat diterima. Seni budaya, adat, dan tradisi yang
bernapaskan Islam tumbuh dan berkembang di Nusantara. Tradisi ini sangat bermanfaat bagi
penyebaran Islam di Nusantara. Untuk itulah, kita sebagai generasi muda Islam harus mampu
merawat, melestarikan, mengembangkan dan menghargai hasil karya para ulama terdahulu.
Mengingat zaman modern sekarang ini ada sebagian kelompok yang mengharamkan
dan ada sebagian yang menghalalkan. Mereka yang mengharamkan beralasan pada zaman
Rasulullah saw. tidak pernah ada. Mereka yang membolehkan dengan dasar bahwa tradisi
tersebut digunakan sebagai sarana dakwah dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Kita
sebagai generasi penerus Islam kita harus bijaksana dalam menyikapi tradisi tersebut.
Memang harus diakui ada tradisi-tradisi lokal yang tidak sesuai dengan Islam. Tradisi seperti
ini harus kita tolak, dan buang supaya tidak ditiru oleh generasi berikutnya.
Para ulama dan wali pada zaman dahulu tentu telah mempertimbangkan tradisi-tradisi
tersebut dengan sangat matang baik dari segi madharatmafsadat maupun halal-haramnya.
Mereka sangat paham hukum agama, sehingga tidak mungkin mereka menciptakan tradisi
tanpa pertimbanganpertimbangan tersebut. Banyak sekali tradisi atau budaya Islam yang
berkembang hingga saat ini. Semuanya mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masing-
masing. Berikut ini adalah beberapa tradisi atau budaya Islam dimaksud.
a. Tradisi Halal Bihalal.
Halal bihalal dilakukan pada Bulan Syawal, berupa acara saling bermaaf-maafan.
Tujuan halal bihalal selain saling bermaafan adalah untuk menjalin tali silaturahim dan
mempererat tali persaudaraan. Sampai saat ini tradisi ini masih dilakukan di semua lapisan
masyarakat. Mulai keluarga, tingkat RT sampai istana kepresidenan. Bahkan acara halal
bihalal sudah menjadi tradisi nasional yang bernafaskan Islam. Istilah halal bihalal berasal
dari bahasa Arab (halla atau halal) tetapi tradisi halal bi halal itu sendiri adalah tradisi khas
bangsa Indonesia, bukan berasal dari Timur Tengah. Bahkan bisa jadi ketika arti kata ini
ditanyakan kepada orang Arab, mereka akan kebingungan dalam menjawabnya. Halal bihalal
sebagai sebuah tradisi khas Islam Indonesia lahir dari sebuah proses sejarah. Tradisi ini digali
dari kesadaran batin tokoh-tokoh umat Islam masa lalu untuk membangun hubungan yang
harmonis (silaturahim) antar umat. Dengan acara halal bihalal, pemimpin agama, tokoh-tokoh
masyarakat dan pemerintah akan berkumpul, saling berinteraksi dan saling bertukar
informasi.
b. Tradisi Tabot atau Tabuik.
Tabot atau Tabuik, adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang
kisah kepahlawanan dan kematian Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi
Muhammad saw. Kedua cucu Rasulullah saw. ini gugur dalam peperangan di Karbala, Irak
pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M). Perayaan di Bengkulu pertama kali
dilaksanakan oleh Syaikh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun
1685. Syaikh Burhanuddin menikah dengan wanita Bengkulu kemudian keturunannya disebut
sebagai keluarga Tabot. Upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram (berdasar
kalendar Islam) setiap tahun. Istilah Tabot berasal dari kata Arab, “tabut”, yang secara harfah
berarti kotak kayu atau peti. Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai
dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi ini dibawa oleh para tukang yang
membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan
tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India.
c. Tradisi Kupatan (Bakdo Kupat)
Di Pulau Jawa bahkan sudah berkembang ke daerah-daerah lain terdapat tradisi
kupatan. Tradisi membuat kupat ini biasanya dilakukan seminggu setelah hari raya Idul Fitri.
Biasanya masyarakat berkumpul di suatu tempat seperti mushala dan masjid untuk
mengadakan selamatan dengan hidangan yang didominasi kupat (ketupat). Kupat
merupakan makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus anyaman (longsong) dari janur
kuning (daun kelapa yang masih muda). Sampai saat ini ketupat menjadi maskot Hari Raya
Idul Fitri. Ketupat memang sebagai makanan khas lebaran. Makanan itu ternyata bukan
sekadar sajian pada hari kemenangan, tetapi punya makna mendalam dalam tradisi Jawa.
Oleh para Wali, tradisi membuat kupat itu dijadikan sebagai sarana untuk syiar agama. Kupat
adalah singkatan dari ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan menjadi simbol untuk saling
memaafkan.
d. Tradisi Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta.
Tradisi Sekaten dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta Jawa Tengah dan
Keraton Yogyakarta. Tradisi ini dilaksanakan dan dilestarikan sebagai wujud mengenang
jasa-jasa para Walisongo yang telah berhasil menyebarkan Islam di tanah Jawa. Peringatan
yang lazim dinamai Maulud Nabi itu, oleh para wali disebut Sekaten, yang berasal dari kata
Syahadatain (dua kalimat Syahadat). Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam
yang pada mulanya dilakukan oleh Sunan Bonang. Dahulu setiap kali Sunan Bonang
membunyikan gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi ajaran agama Islam serta
setiap pergantian pukulan gamelan diselingi dengan membaca syahadatain. Jadi, Sekaten
diadakan untuk melestarikan tradisi para wali dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad
saw.
e. Tradisi Grebeg.
Tradisi untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebeg pertama kali
diselenggarakan oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwono ke-1. Grebeg
dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra mahkotanya.
Grebek di Yogyakarta di selenggarakan 3 tahun sekali yaitu: Pertama grebek pasa-syawal
diadakan setiap tanggal 1 Syawal bertujuan untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul
Qadr. Kedua grebeg besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari raya
kurban. Ketiga grebeg maulud setiap tanggal 12 Rabiul awwal untuk memperingati hari Maulid
Nabi Muhammad saw. Selain kota Yogyakarta yang menyelenggarakan pesta grebeg adalah
kota Solo, Cirebon dan Demak.
f. Tradisi Grebeg Besar di Demak
Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang setiap tahun dilaksanakan
di Kabupaten Demak Jawa Tengah. Tradisi ini dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah
bertepatan dengan datangnya Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban. Tradisi ini cukup
menarik karena Demak merupakan pusat perjuangan Walisongo dalam dakwah. Pada
awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428 Caka dan dimaksudkan
sekaligus untuk memperingati genap 40 hari peresmian penyempurnaan Masjid Agung
Demak. Mesjid ini didirikan oleh Walisongo pada tahun 1399 Caka, bertepatan 1477 Masehi.
Tahun berdirinya masjid ini tertulis pada bagian Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning
Janmo”. Pada tahun 1428 tertulis dalam Caka tersebut Sunan Giri meresmikan
penyempurnaan masjid Demak. Tanpa diduga pengunjung yang hadir sangat banyak.
Kesempatan ini kemudian digunakan para Wali untuk melakukan dakwah Islam. Jadi, tujuan
semula Grebeg Besar adalah untuk merayakan Hari Raya Kurban dan memperingati
peresmian Masjid Demak.
g. Tradisi Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manado.
Di kawasan Kedaton Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, juga
diselenggarakan tradisi yang dinamakan Kerobok Maulid. Istilah Kerobok berasal dari Bahasa
Kutai yang artinya berkerubun atau berkerumun oleh orang banyak. Tradisi Kerobok Maulid
dipusatkan di halaman Masjid Jami’ Hasanuddin, Tenggarong. Tradisi ini dilaksanakan dalam
rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw., tanggal 12 Rabiul Awwal. Kegiatan
Kerobok Maulid ini diawali dengan pembacaan Barzanji di Masjid Jami’ Hasanudin
Tenggarong. Kemudian dari Keraton Sultan Kutai, puluhan prajurit Kesultanan akan keluar
dengan membawa usung-usungan yang berisi kue tradisional, puluhan bakul Sinto atau
bunga rampai dan Astagona. Usung-usungan ini kemudian dibawa berkeliling antara Keraton
dan Kedaton Sultan dan berakhir di Masjid Jami’ Hasanuddin. Kedatangan prajurit keraton
dengan membawa Sinto, Astagona dan kue-kue di Masjid Hasanudin ini akan disambut
dengan pembacaan Asrakal yang kemudian membagi-bagikannya kepada warga masyarakat
yang ada di dalam Masjid. Akhir dari upacara Kerobok ini ditandai dengan penyampaian
hikmah maulid oleh seorang ulama.
h. Tradisi Rabu Kasan di Bangka.
Tradisi Rabu Kasan dilaksanakan di Kabupaten Bangka setiap tahun, tepatnya pada
hari rabu terakhir bulan Safar. Hal ini sesuai dengan namanya, yakni Rabu Kasan berasal
dari Kara Rabu Pungkasan (terakhir). Upacara Rabu Kasan sebenarnya tidak hanya
dilakukan di Bangka saja, tetapi juga di daerah lain, seperti di Bogor Jawa Barat dan Gresik
Jawa Timur. Pada dasarnya maksud dari tradisi ini sama, yaitu untuk memohon kepada Allah
Swt. agar dijauhkan dari bala’ (musibah dan bencana). Di Kabupaten Bangka, tradisi ini
dipusatkan di desa Air Anyer, Kecamatan Merawang. Sehari sebelum upacara Rabu Kasan
di Bangka diadakan, semua penduduk telah menyiapkan segala keperluan upacara tersebut
seperti ketupat tolak balak, air wafak, dan makanan untuk dimakan bersama pada hari Rabu
esok hari. Tepat pada hari Rabu Kasan, kira-kira pukul 07.00 WIB semua penduduk telah
hadir di tempat upacara dengan membawa makanan dan ketupat tolak bala sebanyak jumlah
keluarga masing-masing. Acara diawali dengan berdirinya seseorang di depan pintu masjid
dan menghadap keluar lalu mengumandangkan adzan. Lalu disusul dengan pembacaan doa
bersama-sama. Selesai berdoa semua yang hadir menarik atau melepaskan anyaman
ketupat tolak balak yang telah tersedia tadi, satu persatu menurut jumlah yang dibawa sambil
menyebut nama keluarganya masing-masing. Kemudian dilanjutkan dengan acara makan
bersama. Setelah itu, masing-masing pergi mengambil air wafak yang telah disediakan untuk
semua angngota keluarganya. Setelah selesai acara ini mereka pulang dan bersilahturahmi
ke rumah tetangga atau keluarganya.
i. Tradisi Dugderan di Semarang.
Tradisi dugderan merupakan tradisi khas yang dilakukan oleh masyarakat Semarang,
Jawa Tengah. Tradisi Dugderan dilakukan untuk menyambut datangnya bulan puasa.
Dugderan biasanya diawali dengan pemberangkatan peserta karnaval dari Balaikota
Semarang. Ritual dugderan akan dilaksanakan setelah shalat Asar yang diawali dengan
musyawarah untuk menentukan awal bulan Ramadan yang diikuti oleh para ulama. Hasil
musyawarah itu kemudian diumumkan kepada khalayak. Sebagai tanda dimulainya berpuasa
dilakukan pemukulan bedug. Hasil musyawarah ulama yang telah dibacakan itu kemudian
diserahkan kepada Kanjeng Gubernur Jawa Tengah. Setelah itu Kanjeng Bupati Semarang
(Walikota Semarang) dan Gubernur bersama-sama memukul bedug kemudian diakhiri
dengan doa.
j. Tradisi atau Budaya Tumpeng.
Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut. Nasi
tumpeng umumnya berupa nasi kuning, atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa
atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau
perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, budaya tumpeng sudah menjadi tradisi
nasional bangsa Indonesia. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan
dialasi daun pisang. Ada tradisi tidak tertulis yang menganjurkan bahwa pucuk dari kerucut
tumpeng dihidangkan bagi orang yang dituakan dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan
untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Saat ini budaya tumpeng sudah
menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia.
besar. Hal ini menunjuikan bahwa eksistensi dari budaya besar tersebut begitu kuat dan luas
sehingga dengan mudah dan cepat bisa masuk kepada budaya kecil yang dianut oleh hanya
bebera orang saja, misalkan. Budaya kecil (budaya local) yang ada pada suatu masyarakat
merupakan budaya yang sudah dibangun sejak adanya umat manusia di muka bumi ini atau
dengan kata lain, keberadaan budaya kecil sebagai bentuk dari keberhasilan umat manusia
didalam mempertahankan hidupnya, karena bagaimanapun juga budaya kecil itu ada secara
turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Kehadiran budaya besar, tentunya
akan membawa suatu perubahan yang akan terjadi pada suatu komunitas yang yang memiliki
budaya kecil, sehingga keberadaan budaya besar akan tetap eksis dan dan bisa jadi
keberadaan budaya kecil akan mengalami penyusuitan atau bahkan hilang dari eksistensinya
pada suatu masyarakat.
Islam sejak kehadiranya dimuka bumi ini, telah memainkan peranannya sebagai salah
satu agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Ini, tentunya membawa Islam sbagai
bentuk ajaran agama yang mampu mengayomi keberagaman umat manusia dimuka bumi ini.
Islam sebagai agama universal sangat menghargai akan ada budaya yang ada pada suatu
masyarakat, sehingga kehadiran islam diyengah-tengah masyarakat tidak bertentangan,
melainkan Islam dekat dengan kehidupan masyarakat, disinilah sebenarnya, bagaimana Islam
mampu membuktikan dirinya sebagai ajaran yang flexsibel di dalam memahami kondisi ke-
hidupan suatu masyarakat.Hal ini pun terjadi di Indonesia, dimana Islam yang ada di Indonesia
merupakan hasil dari proses dakwah yang dilaksanakan secara cultural, sehingga Islam di
Indonesia, mampu berkembang dan menyebar serta banyak dianut oleh mayoritas masyara-
kat Indonesia dalam waktu yang cukup singkat. Karena kehadiran Islam di Indonesia yang
pada saat itu budaya local sudah dianut masyarakat Indonesia mampu masuk secara halus
tanpa kekerasan, hal ini berkat dari ajaran Islam yang sangat menghargai akan pluralitas suatu
masyarakat.
Banyak kajian sejarah dan kajian kebudayaan yang mengungkap betapa besar peran
Islam dalam perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia. Hal ini dapat di pahami, karena
Islam merupakan agama bagi mayoritas penduduk Indonesia. Bahkan dalam perkembangan
budaya daerah terlihat betapa nilai-nilai budaya Islam telah menyatu dengan nilai-nilai budaya
di sebagian daerah di tanah air, baik dalam wujud seni budaya, tradisi, maupun peninggalan
pisik. Sementara itu dalam pengembangan budaya nasional, peran Islam dalam terbentuknya
wawasan persatuan dan kesatuan bangsa telah dibuktikan dalam sejarah. Islam dapat
menjadi penghubung bagi berbagai kebudayaan daerah yang sebagian besar masyarakatnya
adalah Muslim (Djojonegoro, 1996: 112).
Peran tersebut secara ekplisit dikemukakan oleh Presiden padaa sambutan Seminar
Nasional Budaya Bangsa 10 November 1995, bahwa “Agama bukan saja telah
menghindarkan berkembangnya yang sempit, tetapi secara tidak langsung juga ikut
meletakan dasar-dasar kebudayaan nasional… Ajaran agama yang di anut oleh bangsa kita
telah memberikan motivasi yang kuat bagi tumbuh dan berkembangnya pergerakan
kebangsaan, lancarnya proklamasi kemerdekaan, gigihnya perjuangan bersenjata mengusir
penjajah dan terarahnya pembangunan nasional. Walaupun pengaruh nilai-nilai Islam telah
nyata dalam perkembangan seni budaya nasional, namun pengaruh tersebut lebih ditekankan
kepada upaya perkembangan budaya nasional dalam makna yang dinamis.
Dengan demikian, bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa, agama
dan kebudayaan lokal, perlu menumbuhkan dua macam system budaya itu adalah: sistem
budaya nasional (supra etnik) dan sistem budaya daerah (etnik)
Sementara itu, bangsa Indonesia yang terdiri dengan banyak suku bangsa dengan
system budaya etnik-lokanya masing-masing. Sistem-sistem budaya yang otonom itu ditandai
oleh pewarisan nilai-nilai melalui tradisi. Nilai-nilai tersebut telah berakar kuat dalam
masyarakat yang bersangkutan. Seterusnya, dalam masyarakat etnik lokal itu sepanjang
waktu terjadi vitalisasi dan aktualisasi nilai-nilai budayanya yang khas. Dalam rangka
perkembangan budaya naaasional, kebudayaan etnik lokal itu sering kali berfungsi sebagai
sumber atau sebagai acuan dalam penciptaan-penciptaaan baru (dalam bahasa, seni, tata
masyarakat, teknologi, dan sebagainya) yang kemudian ditampilkan dalam peri kehidupan
lintas budaya. Sistem-sistem budaya etnik lokal inilah yang pada umumnya memberikan rasa
berakar kepada rakyat Indonesia.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, diperlukan strategi untuk mencapai dua tujuan
dasar pembinaan kebudayaan, yaitu: (1) Semakin kuatnya nilai-nilai penghayatan nilai-nilai
budaya nasional agar mampu menyongsong masa depan bangasa yang ditandai oleh
semakin canggihnya prkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin
meningkatnya persaingan ekonomi anter bangsa dan semakin kompleksnya arus informasi
dan proses penduniannya yang lain. (2) Semakin kokohnya kesadaran bangsa akan jati dirinya
yang ditandai oleh pewarisan nilai-nilai luhur, kokohnya kehidupan beragama, kesadaran
sejarah dan daya cipta yang dimiliki (Djojonegoro, 1996: 109-110).
Tradisi Islam ibarat sebuah pohon (QS. Ibrahim, 24). Akarnya berada pada wahyu, dari
akar ini tumbuhlah sekian banyak cabang dan ranting. Intinya adalah agama dan getahnya
mengandung barakah, kebenaran suci, abadi dan tak tergantikan, kearifan abadi, dan penera-
pannya yang terus berkesinambungan sesuai dengan kondisi zaman. Tradisi Islam mencakup
banyak hal, diantaranya meliputi pengetahuan, cara memandang dunia, nilai, dan jiwa kitab
suci (Muhaemin, 2002: 13).
Seni budaya lokal islam adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa
manusia yang bernafaskan islami yang tumbuh dari lingkungan nusantara. Seni lahir melalui
perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengaran
(seni suara), maupun indra penglihatan (seni lukis) atau gerak (seni tari, drama,dll).
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian tentang seni seperti Aristoteles, dia
mengemukakan seni yaitu kemampuan membuat sesuatu dalam hubungannya dengan upaya
mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan oleh gagasan tertentu. Kemudian menurut Ki
Hajar Dewantara yang mengemukan seni itu indah, menurutnya seni adalah segala perbuatan
manusia yang timbul dan hidup perasaannya dan bersifat indah hingga dapat menggerakkan
jiwa perasaan manusia lainnya. Sedangkan menurut Ensiklopedia seni adalah sebuah pen-
ciptaan benda atau segala hal yang karena kendahan bentuknya, orang senang melihat dan
mendengar. Seni bernuansa Islami yang telah digarap dan berkembang di Indonesia antara
lain :
1. Seni Kaligrafi
Seni kaligrafi merupakan karya tulis tangan dalam menulis Al-Quran maupun Al-Hadis
dengan kreasi dan estetik. Seni diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan jiwa rohani seorang
muslim dalam mencintai kitab suci.
Teknik menulis kaligrafi bukanlah sesuatu yang asal-asalan, ada alasan tertentu dibalik
setiap teknik, ada geometri yang akurat, ada kaidah-kaidah ketat di dalamnya, ada kesepa-
katan tidak tertulis diantara para seniman kaligrafi: seindah, sevariatif, serumit apapun kali-
grafi, jangan sampai mengubah makna dan teks asli Alquran. Bahkan di awal perkembangan
pencatatan Alquran ke dalam media tulis, kaligrafi difungsikan sebagai alat bantu untuk mem-
baca Al-quran agar tidak salah ucap yang bisa mengakibatkan perubahan makna. Diantara
sumbangan kaligrafi untuk pencatatan Alquran adalah munculnya tanda baca dan pewarnaan
tertentu supaya orang tidak salah dalam membaca Alquran. Kaligrafi untuk tujuan pencatatan
Al-Quran pertama kali dibuat di masa kepemimpinan Abdul Malik bin Marwan (685-705).
Gaya menulis kaligrafi memiliki koneksi yang kuat dengan politik dan kebudayaan pada
saat gaya tersebut diciptakan. Walaupun demikian, belum tentu seniman penciptanya men-
dukung penguasa pada saat itu, namun gaya kaligrafi minimal dapat digunakan sebagai alat
identifikasi perjalanan sejarah Islam, misalnya saja gaya Mushaf Al-Hadina diciptakan pada
saat dinasti Zirid berkuasa. Di tempat lain, ada Al-Quran mushaf Ibnu Al Bawwab (wafat
1022) yang hidup di masa dinasti Buyid. Di masa selanjutnya ada nama Mir Ali Tabrizi (wafat
1420), dan Mir Ali Harafi (1506-1544), yang termasyur dengan gaya Nasta’lic, atau juga
dikenal dengan gaya Persia, mereka di masa dinasti Shaybanid. Gaya-gaya tersebut ber-
migrasi ke daerah lain, dan mempengaruhi atau saling mempengaruhi di daerah baru,
kemudian seiring berjalannya waktu muncul penguasa baru, dan ada gaya baru kaligrafi pula
yang melekat dengan penguasa tersebut.
Di Indonesia, seni Kaligrafi ini telah berkembang mulai abad 12 masehi atau semenjak
kerajaan Islam muncul dan berdiri dibeberapa wilayah Indonesia, seperti Aceh, Demak, Ter-
nate, Tidore, Maluku, Cirebon, Banten, Madura, Nusa Tenggara barat, dan sebagainya.
Adapun corak atau gaya seni Kaligrafi, yang berkembang di Indonesia, antara lain, sep-
erti gaya kufi, gaya Naskhi, gaya Ri’qi, gaya Farisi, dan gaya Diwani. Gaya kufi ini terdiri dari
bentuk-bentuk geomatris kaku dan matematik. Biasanya digunakan untuk mengias masjid,
gedung-gedung pemerintah, tembok-tembok dinding istana raja, gapura masjid, majalah,
benda-benda senjata dan sebagainya.
2. Ornamen Arabeska
Merupakan hiasan yang salin jalin-menjalin simpai, lilit melilit tumpeng tindih seperti
irama huruf arab. Ragam hias ini mulanya berupa sederetan huruf Arab, tetapi dibentuk sep-
erti bentuk binatang seperti burung, kuda dan singa. Dapat juga berbentuk manusia, buah-
buahan dan lain sebagainya.
3. Seni Musik
Disebut juga dengan handasah shawt atau musik yang berasaldari bahasa Arab yaitu
musiqa. Ruang lingkup seni ini terbatas pada seni pembacaan ayat-ayat Al-Qur'an. Sehingga
tidak bertalian dengan keberadaan kualitas instrumentalnya atau kualitas vokalisnya.
4. Seni Arsitektur
Islam hadir mendorong lahirnya seni-seni baru dalam seni bangunan yang mengikuti
kebutuhan masyarakat Islam, seperti bangunan tempat ibadah sebagai tempat berkumpulnya
umat Islam. Beberapa masjid dengan seni arsitektur yang indah yaitu masjid di Aceh, Demak,
Kudus dan di beberapa daerah lainnya di Nusantara yang menjadi kekayaan seni arsitektur
yang terus berkembang sampai sekarang. Karya seni arsitektur pengaruh Islam juga tampak
dalam bangunan keraton-keraton kerajaan Islam. Disamping itu, seni arsitektur juga tampak
dalam makam-makam para raja kerajaan Islam di Nusantara.
Seni arsitektur menjadi fondasi sekaligus yang memungkasi sebuah bangunan. Karya
seni rancang bangun menempatkan ikon sebagai penanda dalam setiap perjalanan ke-
budayaan setempat. Sehingga masing-masing kawasan memiliki simbolisasi-simbolisasi yang
sarat makna dan identik dengan kearifan lokal di mana sebuah karya seni tata ruang itu lahir.
Ia bukanlah ruang statis, tidak serta merta lahir dari kekosongan historis, melainkan hasil-olah
akumulasi pengalaman, permenungan, imajinasi, serta pembacaan atas literasi maupun oral-
itas, yang kemudian tertuang dalam setiap detail tata ruang, sudut, garis, lengkung, ornamen,
dan pewarnaannya. Sehingga menghasilkan karya inovatif yang mengandung nuansa estetis
yang bernilai tinggi.
5. Seni Tari
Sebagai negara dengan keanekaragaman budaya, Indonesia memiliki banyak macam
tari. Dari Sabang hingga Merauke memiliki tari daerah masing-masing. Aceh punya tari saman,
Jawa Tengah punya tari serimpi, Papua punya tari selamat datang, dan masih banyak lagi
tari-tari yang bisa dipelajari dari masing-masing daerah yang ada di Indonesia.
Berikutnya terdapat Tari Saman, mulai dipopulerkan oleh seorang Ulama yang bernama
Syekh Saman pada abad 14 di masyarakat Gayo. Tarian ucapan selamat datang yang berasal
dari kota yang dijuluki serambi mekah ini memiliki keunikannnya tersendiri. Awal mulanya tari
saman adalah sebuah permainan masyarakat Gayo yang bernama Pok Ane, kemudian Islam
mempengaruhi kebudayaan Gayo sehingga permainan Pok Ane berkulturasi yang awal mu-
lanya nyanyian hanya sebagai pengiring permainan berubah syairnya menjadi berisi pujian
kepada Allah dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tari Saman pada masa Kesultanan Aceh ditampilkan pada acara peringatan Maulid Nabi
Muhammad, kemudian pada perkembangan selanjutnya Tari Saman ditampilkan pada acara
adat ataupun pada acara penyambutan tamu kehormatan.
6. Seni Sastra
Seni sastra yang berkembang pada zaman Islam umumnya berkembang di daerah sekitar
Selat Malaka (daerah Melayu) dan di Jawa. Ditinjau dari corak dan isinya, kesusastraan zaman
Islam dibagi menjadi beberapa jenis, meskipun pembagian itu tidak dapat dilakukan secara
tegas sebab sering terjadi suatu naskah dapat dimasukkan ke dalam dua golongan sekaligus.
Beberapa jenis sastra zaman Islam diantaranya adalah hikayat, babad, dan suluk
hilangnya kepercayan-kepercayaan asli tersebut melalui proses panjan, dengan interaksi yang
intensif antara islam dan kebudayaan jawa. Proses tersebut bahkan sampai sekarang masih
terus berlangsung setelah berjalan enam abad lebih. Upacar sesaji dan slametan sudah jarang
dilakukan, diganti dengan sholat sunat dan ibadah-ibadah lain menurut ajaran Islam (Pokja
Akademik, 2015: 19-20).
2. Akulturasi
Akulturasi adalah pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur
kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang saling
berhubungan atau saling bertemu, unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun diterima dan
diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabakan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri.
Dalam mengkaji proses akulturasi ini, perlu diperhatikan beberapa hal yang terkait
dengan proses tersebut. Menurut koentjaraningrat (1981) ada lima hal (Pokja Akademik, 2005:
16):
a. Keadaan masyarakat penerima, sebelum proses akulturasi mulai berjalan.
b. Individu-individu ysng membawa unsur kebudayaan asing itu.
c. Saluran-saluran yang dipakai oleh unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam
kebudayaan penerima
Tradisi Islam di Nusantara merupakan akulturasi antara ajaran Islam dan adat istiadat
yang ada di Nusantara. Contoh seni budaya Islam Nusantara, antara lain:
(a) Kesenian Nusantara:
1) Wayang
Wayang merupakan hasil karya seorang wali, yaitu Sunan Kalijaga, yang mana
wayang mengandung nilai filosofis, religius dan pendidikan. Misalnya: Cerita pewayangan
yang bernafaskan Islam adalah Jamus Kalimosodo, Wahyu Tohjali, Wahyu Purboningrat, dan
Babat Alas Wonomarto.
2) Qasidah
Qasidah adalah puisi yang terdiri dari 14 bait lebih, yang merupakan jenis seni suara
yang bernafaskan Islam karena berisikan unsur-unsur dakwah Islam. Lagu-lagu qosidah
biasanya dibawakan dengan irama gembira dan diiringi rebana. Pada awalnya rebana adalah
intrumen yang mengiringi lagu-lagu keagamaan, seperti puji-pujian terhadap Allah, shalawat
kepada Nabi saw atau syair-syair Arab.
3) Hadrah
Hadrah adalah suatu kesenian dalam bentuk seni tari dan nyanyian-nyanyian yang
bernafaskan Islam. Lagu-lagu yang digunakan berisikan ajaran Islam dengan musiknya
menggunakan rebana dan genjring dalam acara khitanan dan pernikahan.
4) Sekaten
Sekaten adalah perayaan maulid Nabi Muhammad saw. yang diadakan di Yogyakarta
dan di Surakarta. Kata Sekaten berasal dari kata syahadatain. Pada tahun 1939 Caka atau
1477 Masehi, Raden Patah selaku Adipati Kabupaten Demak Bintara dengan dukungan para
wali membangun Masjid Demak. Berdasarkan hasil musyawarah para wali, digelarlah
kegiatan syiar Islam secara terus-menerus selama 7 hari menjelang hari kelahiran Nabi
Muhammad S.A.W. Agar kegiatan tersebut menarik perhatian rakyat, dibunyikanlah dua
perangkat gamelan buah karya Sunan Giri membawakan gending-gending ciptaan para wali,
terutama Sunan Kalijaga.
Tetua adat menjamas atau membasuh "bocah bajang" pada ritual ruwatan potong rambut gembel di
komplek candi Arjuna dataran tinggi Dieng Desa Dieng Kulon, Batur, Banjarnegara, Jateng
(www.republika.co.id)
3) Adat Minang
Menurut adat Minang, bahwa anak laki-laki yang akil baligh harus segera dikhitan dan
belajar mengaji. Adapun bagi anak perempuan yang masuk usia dewasa diadakan upacara
merias rambut (menata konde) terutama ketika pertama kali mendapati haid.
4) Adat Bugis
Di Bugis ada jenis tarian adat yang disebut tari pergaulan yang dimainkan secara
berkelompok baik laki-laki maupun perempuan saja. Tari pergaulan ini disajikan dalam
berbagai upacara seperti pernikahan, khitanan atau hajatan lainnya yang bertujuan
memeriahkan jalannya upacara.
5) Adat Madura
Madura memiliki kesenian adat seperti sandur yang berarti nyanyian ritual, meniru
suara gamelan dengan mulut dan tata cara bersenandung menghibur diri. Di Bangkalan,
Sandur berarti pertunjukan teater komedi yang dahulu disebut slabadan yang belakangan ini
disebut sandur Madura. Tema cerita diangkat berkisar tentang konflik rumah tangga yang
dipresentasikan dengan kesahajaan, blak-blakan, lugas, dan komedi. Hal ini ada kemiripan
dengan kesenian Jawa, seperti ketoprak, ludruk dan teater daerah.
6) Adat Sunda
Perjumpaan Islam dengan budaya dan komunitas masyarakat di wilayah Sunda telah
melahirkan tiga aspek religiusitas yang berbeda. Pertama, terkungkungnya satu wilayah
religius yang khas dan terpisah dari komunitas Muslim Sunda di Kanekes (Baduy) yang
melanggengkan ajaran Sunda Wiwitan; Kedua, lahirnya tradisi, budaya, dan religi baru yang
mencampurbaurkan antara ajaran Islam dengan tradisi sebelumnya seperti yang
dikembangkan dalam Ajaran Jawa Sunda di Cigugur Kuningan dan aliran kebatinan
Perjalanan di Ciparay Kabupaten Bandung; dan Ketiga, terciptanya kehidupan harmoni dan
ritus keagamaan yang berasal dari Islam dengan tradisi yang telah ada dan satu sama lain
saling melengkapi.
Melalui berbagai lantunan dan pementasan seni budaya sebagai media dakwah, Islam
telah berhasil menerobos batas- batas geografis dan berbagai lapisan nilai-nilai kultural yang
ada di wilayah nusantara dengan penuh kedamaian. Islam dapat menggantikan kepercayaan
lama yang dianut oleh mayoritas penduduk tanpa gejolak atau konflik yang berarti, bahkan
tanpa adanya perlawanan dan kekerasan.
Digunakannya pendekatan kesenian terutama seni shalawat dan berbagai bentuk
kebudayaan lain sebagai salah satu strategi dakwah dalam penyebaran Islam pada masa itu
oleh para muballigh yang lebih dikenal dengan wali songo. Hal ini menunjukan bahwa
eksistensi seni budaya Islam sudah berkembang sejak saat itu. Penggunaan berbagai
kesenian ini merupakan akulturasi nilai-nilai seni budaya tradisional Islami yang menjadi
pondasi tumbuh kembangnya berbagai kearifan lokal seni dan budaya saat ini. Potensi seni
budaya ini dapat dikembangkan dalam ruang lingkup yang lebih luas terutama dalam rangka
transformasi nilai-nilai religius untuk meberikan pencerahan & perubahan prilaku (akhlak)
kearah yang lebih baik.
Selain itu pengaruh ulama juga menjadi pendekatan tersendiri dalam seni dan budaya
di Nusantara. Metode yang dilakukan para ulama pada masa itu, para ulama tidak menghapus
secara total adat yang sudah berlangsung di masyarakat. Mereka memasukkan ajaran-ajaran
islam dalam adat-adat tersebut. Dengan harapan masyarakat tidak merasa kehilangan adat
dan ajaran Islam dapat diterima. Dengan demikian, budaya Islam yang ada di Indonesia bukan
merupakan ajaran Islam yang harus diamalkan, tetapi sebagai metode dakwah pada masa itu.
Pengaruh para Wali Songo di Jawa, para Anjengan di Sunda, para Kyai di Jawa Tengah, Para
Tuan Guru di Nusa tenggara.
Empu juga menjadi tokoh tersendiri yang berpengaruh dalam menggunakan seni dan
budaya lokal. Empuadalah orang yang diberi kelebihan dalam olah jiwa dan kreasi daya cipta
seni budaya di berbagai bidang keahlian, seperti; karya sastra, tulis menulis, kesenirupaan,
keahlian lain; kesufian dan kefilsafatan. Para empu ini mendapat kedudukan yang tinggi di-
mata masyarakat dan para pemegang istana. Untuk mengembangkan keilmuan dan keahl-
iannya, para empu dibantu para cantrik dan mentrik. Karena keahliannya dalam hal teknis dan
artistic inilah, para empu menjadi tempat bertanya sekaligus sebagai guru masyarakat.
nasihat, shalawat nabi baik dalam bahasa Indonesia, arab maupun daerah. Disamping itu
tentunya ada seni qasidah, hadrah, nasyid, marawis, terbang ampat dan lain-lain.
Selain itu, seni budaya Islam juga mempunyai kekayaan seni tari yang sangat banyak
antara lain tari saman dari Aceh yang begitu masyhur didunia internasional, selain itu ada tari
zapin melayu yang diiringi irama gambus, diperagakan oleh laki-laki yang berpasangan
dengan mengenakan sarung, kemeja, kopeah hitam dan songket serta ikat kepala
lacak/destar yang menjadi cirri khasnya. Kemudian tari seudati dari aceh yang diperankan
oleh laki-laki dengan menari dan membuat bunyi tabuhan dengan alat music tubuh mereka
sendiri, sewaktu menepuk tangan,Tari menak yang diciptakan oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX raja Jogyakarta, tari menak mirip wayang orang tetapi tari menak diambil
dari serat menak. Wayang Golek. Suluk adalah tulisan dalam bahasa jawa maupun arab yang
berisi pandangan hidup orang jawa. Serat wirid adalah tulisan pujangga jawa yang berisi
bacaan-bacaan baik jawa maupun arab yang dibaca berulang- ulang.
Lebih dari itu, Indonesia juga mempunyai berbagai macam khazanah budaya
tradisional islami yang berasal dari berbagai kearifan lokal yang ada diberbagai daerah
diantara berbagai macam kearifan lokal tersebut adalah mauludan,yaitu perayaan hari lahir
Nabi Muhammad Saw yang umumnya diisi dengan berbagai acara dan nama tersendiri misal
di keraton Yogyakarta, Surakarta, Cirebon menyelenggarakan sekaten dan grebek mulud
yang diisi dengan mengarak sedekah raja berupa makanan dari kediaman raja ke masjid
Agung lalu diberikan kepada rakyat. Ada pula Batasniah,yaitu pemberian nama pada anak,
Batamat Alquran (Hataman Quran), Batamat Hadist Bukhari (Hataman Hadist), mamanda,
zapin shalawat,berjanji, Membaca mukaddam Alquran, Maulid Barjanji Sariful anam, Basya'ir,
Burdah, Aqikah, hataman al-quran, marawis, masak bubur asura, dan berbagai kearifan lokal
lainnya.
Begitu banyaknya seni budaya dan kearifan lokal islami ini menunjukan bahwa
khazanah budaya Islam Indonesia begitu kaya dan berlimpah. Karena itu, semua pihak perlu
berupaya untuk melestarikan keunikannya melalui berbagai upaya dalam rangka menjaga dan
meningkatkan kekuatan ukhuwah islamiyah umat Islam nusantara.
Rangkuman
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke, dimana mayoritas penduduknya muslim, memiliki ragam khazanah seni budaya
tradisional Islami yang lahir dari sebuah dialektika kearifanlokal yang telah ada sebelumnya,
dipadukan dengan budaya Islam yang datang kemudian. Ragam Seni Budaya Islami ini sangat
kaya dan potensial untuk dikembangkan sebagai sebuah ’’khazanah budaya tradisional
Islami’’ dan dapat dijadikan sebagai sarana dakwah dalam rangka melakukan transformasi
nilai-nilai dan ajaran Islam yang terkandung dalam al-Quran, serta untuk membentuk generasi
bangsa yang berakhlak mulia
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang tradisi dan seni budaya lokal
umat Islam di Nusantara. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada
Kegiatan Belajar 1, kerjakan tugas-tugas berikut ini.
1. Buatlah peta konsep tentang tradisi dan seni budaya lokal umat Islam di Nusantara.
Tes Formatif 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
1. Kerajaan Mataram pada masa keemasannya dapat menyatukan tanah Jawa dan seki-
tarnya termasuk Madura serta meninggalkan beberapa jejak budaya yang dapat dilihat
hingga kini. Salah satu budaya kerajaan Mataram yang masih lestari adalah ….
A. Sultanah
B. Sekaten
C. Saka tatal
D. Bustanussalatin
2. Pengertian tradisi menurut bahasa adalah ....
A. Kesenian
B. Adat Istiadat
C. Upacara adat
D. Ritual ibadah
3. Sudah menjadi kewajiban kita sebagai generasi muda untuk peduli terhadap terhadap
tradisi dan upacara adat kesukuan Nusantara. Diantara bentuk apresiasi terhadap tradisi
dan upacara adat kesukuan Nusantara adalah ....
A. mengucilkan masyarakat yang tidak mau melaksanakan tradisi lokal
B. melestarikan budaya lokal sebagai sarana berdakwah
C. mengajak semua masyarakat untuk melaksanakan salah satu tradisi lokal
D. melarang masyarakat melaksanakan tradisi lokal
4. Tradisi Islam yang ada di Nusantara merupakan akulturasi antara ajaran Islam dan adat
yang ada di Nusantara. Dalam hal ini tradisi Islam di Nusantara berperan sebagai ….
A. ajaran agama
B. materi dakwah
C. metode dakwah
D. budaya agama
5. Contoh adat istiadat yang bernafaskan Islam yang dilaksanakan di daerah Minang adalah
....
A. upacara menata jambang
B. upacara merias wajah
C. upacara kelahiran anak
D. upacara khitanan
6. Sentuhan budaya lokal dengan agama Islam yang berlangsung telah melahirkan sebuah
bentuk seni baru yang berfungsi baik sebagai ekspresi keagamaan maupun ekspresi
budaya. Berikut ini kesesuaian antara asal tradisi dan contoh kesenian dan adat isti-
adatnya adalah....
A. Madura : sandur
B. Bugis: sekaten
C. Sunda: menata konde
D. Jawa: tari pergaulan
7. Dari sekian banyak kesenian dan adat istiadat yang berkembang di Nusantara yang
bernafaskan Islam merupakan rangkaian dakwah Islam yang dilakukan pada masa itu.
Salah satu contoh tradisi Islam yang berkembang di Jawa biasanya di selenggarakan di
Kraton Jogja dan Surakarta adalah ….
A. sekaten
B. wayang
C. ludruk
D. lenong
8. Qasidah merupakan puisi yang terdiri dari 14 bait lebih, yang merupakan jenis seni suara
yang bernafaskan ....
A. Barat
B. Islam
C. Melayu
D. Qiro’ah
9. Di antara cara mengapresiasi tradisi dan upacara adat kesukuan Nusantara adalah men-
jadikan sebagai....
A. alat sosialisasi dengan bangsa asing
B. metode dakwah yang paling efektif
C. pengganti budaya Islami
D. pemisah budaya bangsa
10. Salah satu cara dalam melestarikan tradisi dan upacara adat kesukuan Nusantara dalam
kehidupan sehari-hari adalah merayakan....
A. ulang tahun kelahiran
B. ulang tahun pernikahan
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan modul
selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda dipersilakan mempelajari kembali
Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang kurang Anda kuasai.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Profil tokoh-tokoh Islam Nusantara modern kontemporer
Sejarah perkembangan keislaman sejalan dengan pembaharuan konsep pendidikan
Islam. Perkembangan ini tidak terlepas dari peran berbagai tokoh yang memberikan sum-
bangan pemikiran. Berikut ini profil beberapa tokoh-tokoh islam nusantara di era modern di-
antaranya adalah:
1. Hasyim Asyari
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari adalah pendiri pesantren Tebu Ireng, tokoh ulama
pendiri organisasi NU. Ia lahir di Gedang desa Tambakrejo 2 km ke arah utara kota Jom-
bang Jawa Timur, pada hari selasa kliwon, 24 Dzulqaidah 1287 H bertepatan dengan 14
Februari 1871 M. Putra ketiga dari 11 bersaudara pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Hali-
mah. Kiai Asy’ari adalah menantu Kiai Utsman, pengasuh pesantren Gedang. Dari jalur
ayah, nasab kiai Hasyim bersambung kepada Maulana Ishak hingga Imam Ja’far Shadiq
bin Muhammad Al-Baqir. Sedangkan, dari jalur ibu nasabnya bersambung kepada Raja
Brawijaya VI (Lembu Peteng), yang berputra Karebet atau Jaka Tingkir. Jaka Tingkir ada-
lah raja Pajang pertama (1568 M) dengan gelar Sultan Pajang atau pangeran Adiwijaya.
KH. Hasyim Asy’ari mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya sendiri. Teru-
tama pendidikan keagamaan. Ia mula-mula belajar ilmu tauhid, fiqh, tafsir dan bahasa
arab. Karena kecerdasannya, maka dalam usia 13 tahun, Hasyim sudah menguasai ma-
teri pelajaran yang diajarkan oleh guru dan ayahnya serta mulai membantu ayahnya
mengajar para santri senior.
Rasa dahaga akan ilmu pengetahuan, membuat Hasyim menjadi seorang penge-
lana ilmu. Ia melanjutkan pendidikannya di berbagai pondok pesantren khususnya di pu-
lau Jawa seperti pesantren Wonokoyo, Siwalan Buduran, Trenggilis, Langitan, Bangka-
lan, Demangan dan Sidoarjo. Selama di pondok pesantren Sidoarjo, kiai Ya’kub selaku
pimpinan pondok merasa sangat tertarik dengan kecerdasan Hasyim dan berfirasat
bahwa ia kelak akan menjadi pemimpin besar dan sangat berpengaruh. Karena itulah ia
menjodohkan Hasyim Asy’ari dengan putrinya, Nafisah. Pada tahun 1892, tepatnya beru-
sia 21 tahun KH. Hasyim Asy’ari menikah dengan Nafisah putri kiai Ya’kub
Pasca menikah, KH. Hasyim bersama istri dan mertuanya bermukim di Makkah.
Ketika tepatnya tujuh bulan menetap disana, istrinya melahirkan seorang anak laki-laki
dan diberi nama Abdullah. Akan tetapi, beberapa hari setelah melahirkan, istri yang dicin-
tainya meninggal dunia, disusul putranya selang kurang empat puluh hari. Sungguhpun
2. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di desa Kauman, kota Yogyakarta
dan meninggal 23 Februari tahun 1923. Kauman merupakan tempat kelahiran dan tempat
Ahmad Dahlan dibesarkan adalah sebuah kampung yang terkenal di Yogyakarta, karena
letaknya yang berdekatan dengan Masjid Agung Kesultanan Keraton. Selain letaknya
yang strategis dekat dengan masjid, kampung ini juga terkenal dengan nuansa keaga-
maan yang konservatif. Kampung ini sangat berpengaruh besar dalam perjalanan hidup
Ahmad Dahlan dikemudian hari. Sebagian besar penduduk Kauman dipenuhi oleh orang-
orang Islam dengan mata pencaharian sebagai pedagang. Disini juga tempat tinggal guru-
guru agama seperti imam, khatib, muazin, dan pegawai masjid.
Kata “Kauman” berasal dari bahasa Arab yaitu “qaum” yang maknanya “pejabat
keagamaan”. Daerah ini merupakan tempat tinggal para qaum, santri, serta ulama-ulama
Islam yang berkewajiban memelihara kemakmuran masjid.
Dimasa kecil nama Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak
keempat dari tujuh bersaudara, yakni adalah Nyai Khatib Arum, Nyai Muhsinah, Nyai Haji
Soleh, Muhammad Darwis, Nyai Abdurrahman, Nyai Haji Muhammad Faqih dan Mu-
hammd Basir. Darwis dilahirkan dari keluarga yang terpandang dan taat beragama dan
terkenal di lingkungan kesultanan Yogyakarta. Ayahnya bernama K.H Abu Bakar bin
Sulaiman dan ibunya adalah putri Haji Ismail. Ayahnya adalah seorang ulama dan khatib
terkenal di masjid besar kesultanan di Yogyakarta, sedangkan ibunya adalah anak dari
seorang penghulu besar kesultanan di Yogyakarta.
Muhammad Darwis pada masa kecilnya terkenal sebagai seorang anak yang pintar,
rajin, jujur dan suka menolong. Ia sangat kreatif dalam membuat barang-barang kerajinan
tangan dan permainan, sehingga masyarakat Kauman menamakan dirinya seorang anak
yang ulet, pandai dengan kelebihannya yang bisa memanfaatkan sesuatu. Ia berkarya
bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi kesenangannya dibagi-bagikan kepada teman-te-
mannya dan saudara-saudaranya. Sejak masa kanak-kanak, jiwa sosial telah bersemi
pada diri Muhammad Darwis. Kelebihan dan jiwa sosial itulah yang menjadikan Muham-
mad Darwis sering tampil sebagai pemimpin bagi teman-temannya.
Selain belajar pesantren yang dipimpin oleh ayahnya di kampung Kauman, Muham-
mad Darwis juga dikirim oleh ayahnya untuk belajar di luar Yogyakarta. Karena itu, Mu-
hammad Darwis belajar ilmu fiqih (hukum Islam) dari Kiai Haji Muhammad Shaleh, ilmu
nahwu (sintaksis bahasa Arab) dari Kiai Haji Muksin, ilmu falak (astronomi) dan geografi
dari Kiai Raden Haji Dahlan, qira‟ah (seni membaca al-Qur'an) dari syaikh Amin dan Syaid
Bakri dan ilmu hadis (nilai-nilai dari ketradisian Nabi Muhammad) dari Kiai Mahfudh dan
syaikh Khayyat. Walaupun Muhammad Darwis mempelajari berbagai bidang ilmu, akan
tetapi ia sangat tertarik sekali pada ilmu falaq dan mendalami ilmu itu.
Ketika berumur 15 tahun, Darwis memutuskan untuk menunaikan ibadah haji dan
belajar ilmu-ilmu agama. Biaya perjalanan dan keperluan Muhammad Darwis ke tanah
suci ditanggung oleh kakak iparnya yaitu kiai Haji Soleh. Darwis bermukim di Mekkah
selama lima tahun. Pada tahun 1888, Darwis memutuskan untuk kembali ke Kauman dan
bertemu dengan gurunya, Sayyid Bakri Syatha. Pada saat itu sang guru memberikan
nama baru untuk Muhammad Darwis yakni Ahmad Dahlan, yang diambil dari nama
seorang ulama yang terkenal Mazhab Syafi'i di Mekkah, yaitu Ahmad bin Zaini Dahlan.
Pada tahun 1896, ayah Ahmad Dahlan meninggal dunia. Semasa hidup sang ayah
menjabat sebagai khatib di masjid kesultanan Yogyakarta. Sepeninggalnya, posisi khatib
dilanjutkan oleh Ahmad Dahlan. Hal itu karena Ahmad Dahlan pernah mendalami ilmu
agama dan meneruskan pelajarannya di Mekkah, maka Ahmad Dahlan diangkat untuk
menggantikan kedudukan ayahnya sebagai khatib di masjid kesultanan Yogyakarta oleh
Sultan Hamengkubuwono VII. Diantara tugasnya adalah melaksanakan khutbah Jum'at
secara bergantian dengan delapan orang teman khatib lainnya, piket di serambi masjid
dengan enam orang temannya dalam waktu seminggu sekali, dan menjadi anggota de-
wan agama Islam hukum keratin.
Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh pendidikan yang tidak meninggalkan karya
berupa tulisan. Ahmad Dahlan bukanlah seorang penulis sebagaimana pemikir lainnya.
Gagasan-gagasan pemikirannya ia sampaikan secara lisan dan karya nyata. Untuk itu ia
lebih dikenal sebagai pelaku dibanding pemikir. Atau kita kenal dengan sebutan “Man of
Action”. Amal usahanya yang begitu banyak diantaranya dalam bidang pendidikan,
kesehatan, dakwah dan panti sosial. Ini sesuai yang dikatakan oleh Alfian dalam dis-
ertasinya, Ahmad Dahlan adalah sosok man of action, dia made history for his works than
his words. Karena Ahmad Dahlan tidak pernah menorehkan gagasan pembaharuannya
dalam warisan tertulis, tetapi lebih pada karya dan aksi sosial nyata. Sehingga Ahmad
Dahlan lebih dikenal sebagai sosok pembaharu yang pragmatis.
Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 23 Februari 1923 di Kauman Yogyakarta,
sesudah menderita sakit beberapa waktu lamanya. Hingga akhir hayatnya, semangat
serta dinamikanya dalam membangun umat sangat berapi-api, sehingga ia melupakan
kesehatannya sendiri. Jasanya yang besar diberbagai bidang diakui oleh pemerintah
ketika Presiden Soekarno dalam Surat Keputusan No. 675 tahun 1961, tanggal 27
Desember, menetapkan Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional.
Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang juga meru-
juk kepada nama ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah. Menurut Floriberta Aning S, dalam
bukunya yang berjudul 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, pada tahun 1929 Hamka
menikah dengan Siti Raham binti Endah Sutan dan kemudian dari hasil perkawinan ter-
sebut mereka dikaruniai 12 orang anak, 2 diantaranya meninggal dunia. Dan pada tahun
1973 ia menikah untuk yang kedua kalinya dengan seorang perempuan asal Cirebon,
yaitu Hj. Siti Chadijah setelah ditinggal wafat istri pertamanya satu setengah tahun sebe-
lumnya. Hamka dikenal sebagai salah satu tokoh organisasi Islam modern Muhammadi-
yah. Bahkan Hamka bisa disebut sebagai tokoh utama berdirinya organisasi itu di wilayah
Sumatera Barat.
Sejak kecil Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca Al-Qur'an lang-
sung dari ayahnya. Ketika usia 6 tahun, ia dibawa ayahnya ke Padangpanjang. Pada usia
7 tahun, ia kemudian dimasukkan ke sekolah desa dan mengenyam pendidikan di sana
selama 3 tahun lamanya. Ia juga memiliki hobi menonton film yang kemudian banyak
memberinya inspirasi untuk mengarang.
Pendidikan formal yang dilaluinya sangat sederhana. Mulai tahun 1916 sampai
1923, ia belajar agama pada lembaga pendidikan Diniyah School di Padangpanjang, serta
Sumatera Thawalib di Padangpanjang dan di Parabek. Walaupun pernah duduk di kelas
VII, akan tetapi ia tidak memiliki ijazah. Diantara guru-guru dan teman seperjuangan
Hamka antara lain; Haji Rasul (ayahnya), Syeikh Ibrahim Musa, R.M. Surjopranoto, A.R.
Sutan Mansur (dewan penasehat Muhammdiyah 1962-1980), H. Fachroedin (wakil ketua
P.B. Muhammadiyah), KH. Mas Mansur, H.O.S. Cokroaminoto (yang mengajarinya ten-
tang peradaban Barat), A. Hasan, M. Natsir, KH. Ahmad Dahlan (pendiri organisasi Mu-
hammadiyah), KH. Ibrahim, KH. Mukhtar Bukhari, dan KH. Abdul Mu'thi.
Lebih dari seratus buku telah dikarangnya yang meliputi: sejarah, filsafat, novel dan
masalah-masalah Islam. Selain itu ia juga dipandang sebagai pengajar tasawuf modern
di Indonesia. Berikut adalah beberapa karya-karya Hamka, antara lain:
a. Kenang-Kenangan Hidup, Jilid I, II, III, IV, Cet. 4. Jakarta: Bulan Bintang, 1979
b. Ayahku; Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangannya. Jakarta:
Pustaka Widjaja, 1958
c. Falsafah Hidoep. Djakarta: Poestaka Pandji Masyarakat, 1950
d. Lembaga Hidup, Jakarta: Djajajmurni, 1962.
e. Lembaga Budi, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983
f. Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983
g. Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi. Jakarta: Tekad, 1963
4. Nurkholis Madjid
Nurkhoilsh Madjid dilahirkan tepat pada tanggal 17 Maret 1939 M (26 Muharram
1358 H). Di sudut kampung kecil Desa Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur. Ayahnya KH.
Abdul Madjid, di kenal sebagai kyai terpandang, alumnus Pesantren Tebuireng dan meru-
pakan salah seorang pemimpin Masyumi, partai berideologi Islam paling berpengaruh
pada saat itu. Lebih jauh, KH. Abdul Madjid merupakan santri kesayangan Hadrotul al-
Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Pesantren Tebuireng dan salah satu founding father
Nahdlatul Ulama (NU), organisasi sosial keagamaan muslim terbesar di Indonesia.
Latar belakang pendidikan dimulai dari Sekolah Rakyat di Mojoanyar pada pagi hari,
sedangkan sore hari ia sekolah di Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar. Setelah menamat-
kan pendidikan dasar dan ibtidaiyah, ia melanjutkan belajar ke Pesantren Darul Ulum di
Rejoso, Jombang. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya di Kulliyatul Mua’allimin AlIs-
lamiyah (KMI) Pesantren Darussalam di Gontor Ponorogo. Setamat dari gontor, ia
melanjutkan studi pada institut Agama Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
pada Fakultas Adab, jurusan Sastra Arab dan tamat tahun 1968.
Semenjak menjadi mahasiswa, Nurcholish Madjid seorang mahasiswa yang aktif
dalam gerakan kemahasiswaan dan ia secara langsung maupun tidak langsung mampu
menunjukkan kemampuan akademisnya itu pada dirinya, keluarganya, juga teman-teman
seperjuangannya.
Beberapa gerakan kemahasiswaan yang ia geluti adalah HMI (Himpunan Maha-
siswa Islam) cabang Ciputat, sampai akhirnya ia terpilih menjadi ketua umum PB HMI, ia
juga aktif di Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara (PEMIAT), kiprahnya di persatuan
ini sampai ia selesai kuliahnya (1968). Keaktifannya dalam sebuah organisasi terus ia
geluti, karena baginya sebuah organisasi merupakan medium pencerdasan generasi
penerus perjuangan bangsa Indonesia, dan selain itu juga baginya peran sebuah organ-
isasi adalah sebagai wadah untuk pengembangan diri dan sarang latihan menjadi
seorang pemimpin.
Nurcholish Madjid mengakhiri studi doktoranya (Ph. D) di Universitas Chicago, Illi-
nois, Amerika Serikat pada tahun 1984 dengan disertasi tentang Filsafat dan Kalam Ibnu
Taymiyyah (‘Ibn Taymiyya on Kalam and Falsafah: A Problem of Reason and Revelation
in Islam) predikat Summa Cum Laude pun diraihnya.
Selain ia banyak berkecimpung di organisasi dan memangku berbagai jabatan, Nur-
cholis Madjid juga sebagai seorang penulis yang produktif. Di antara karya tulisnya dapat
disebutkan disini adalah :
a. Khasanah Intelektual Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1984)
b. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung, Mizan, 1987)
c. Islam Doktrin dan peradaban, Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan,
Kemanusiaan dan Kemodernan, (Jakarta, Yayasan Wakaf Paramadina, 1992)
d. Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Karya bersama para pakar Indone-
sia lainnya), (Jakarta, Yayasan Wakaf Paramadina, 1995)
e. Pintu-pintu Menuju Tuhan, (Jakarta, Yayasan Wakaf Paramadina, 1997)
f. Masyarakat Religius, (Jakarta, Yayasan Wakaf Paramadina, 1995)
g. Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta, Yayasan Wakaf Paramadina, 1997)
h. Tradisi Islam Peran dan fungsinya dalam pembangunan di Indonesia, (Jakarta,
Yayasan Wakaf Paramadina, 1997)
i. Dialog Keterbukaan Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer,
(Jakarta, Yayasan Wakaf Paramadina, 1998).
Cak Nur yang biasa disapa, genap pada usia 66 tahun kembali ke pangkuan Ilahi,
senin 29 Agustus 2005, bertepatan dengan tanggal 24 Rajab 1426 H, pukul 14.05 WIB.
Sebelumnya Cak Nur menjalani operasi lever di Cina dan dilanjutkan ke Rumah Sakit
Singapura, sampai ia kembali menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Pondok Indah
hingga akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
Nurcholish Madjid sebagai tokoh pembaharu dan cendikiawan muslim Indonesia
sudah tidak lagi berada di tengah-tengah kita dan kepergiannya merupakan suatu ke-
hilangan besar bagi bangsa Indonesia khususnya dan umumnya bagi anak bangsa dari
berbagai Agama, berbagai suku, merasa kehilangan Cak Nur dalam arti yang sebenarnya,
demikian sehabatnya Amin Rais mengungkapkan, Pemikiran-pemikiran Madjid terasa
masih menggema di kalangan akademisi maupun kalangan ilmuwan, karena banyak dari
pemikirannya masih tetap dan terus diperbincangkan, dikritisi dan diaktualisasikan dalam
kehidupan selanjutnya, entah itu dalam kancah perpolitikan maupun sosial keagamaan.
Beliau juga seorang intelektual Muslim garda depan, dan juga seorang guru bangsa yang
mampu mengemas Islam dalam denyut humanisme serta humanitas, sehingga benih-be-
nih pemikirannya banyak dijadikan solusi oleh sebagian masyarakat Indonesia atas ma-
salah-masalah kemanusiaan maupun keagamaan.
KH. Abdurrahman Wahid (sumber: BSE Sejarah Peradaban Islam Kurikulum 2013)
“Gus” adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai. Gus Dur
adalah putra pertama dari enam bersaudara, dari keluarga yang sangat terhormat dalam
komunitas muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya, KH. Hasyim Asyari, adalah pendiri
Nahdlatul Ulama (NU), demikian pula kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syamsuri. Ayah Gus
Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama
pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar
Jombang. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur
kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia
melawan Belanda. Pada 1957, setelah lulus SMP, ia pindah ke Magelang untuk belajar di
Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat,
menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun yang seharusnya ditempuh
selama empat tahun. Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas Jombang
dan mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai guru dan kepala madrasah. Gus Dur
juga menjadi wartawan Horizon dan Majalah Budaya Jaya.
Pada 1963, Gus Dur menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar
di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir, namun ia tidak menyelesaikannya karena kekritisan
pikirannya. Gus Dur kemudian melanjutkan belajar di Universitas Baghdad, Irak dan
menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1970. Kemudian ia pergi ke Belanda untuk
meneruskan pendidikannya, guna belajar di Universitas Leiden, tetapi ia kecewa karena
pendidikannya di Baghdad kurang diakui (tidak mu’adalah) di Belanda. Gus Dur lalu
melanjutkan pendidikan ke Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia pada
tahun 1971. Sekembalinya ke Indonesia Gusdur bergabung di Fakultas Ushuluddin
Universitas Hasyim Asy' Ari, dan menjadi dekan hingga tahun 1974. Pada tahun 1970-an,
ia menekuni dunia tulis menulis dan menjadi kolumnis tetap di majalah Tempo, Kompas,
Pelita, dan Jurnal Prisma. Sebelum menjabat ketua PBNU 1984, Gusdur menjabat ketua
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Tahun 1989 dan 1994 berturut-turut terpilih sebagai
Ketua Umum PB NU hingga menjadi Presiden RI keempat Oktober 1999.
2. Ahmad Dahlan
Menurut Ahmad Dahlan, tujuan pendidikan Islam diarahkan pada usaha untuk mem-
bentuk manusia yang beriman, berakhlak, memahami ajaran agama Islam, memiliki
pengetahuan yang luas dan kapasitas intelektual yang dapat diperlukan di dalam ke-
hidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan tersebut, Ahmad Dahlan berpendapat bahwa
pendidikan Islam harus dibarengi dengan integrasi ilmu dan amal, integrasi ilmu penge-
tahuan umum maupun agama, kebabasan berpikir dan pembentukan karakter, agar pe-
serta didik dapat berkembang secara intelektualitas dan spritualitas.
Sepatutnya mengajarkan peserta didik untuk selalu beragama, mendekatkan diri
kepada Allah dan melakukan tindakan yang sesuai dengan yang dianjurkan agama. Serta
senantiasa berani mengorbankan hartanya untuk Allah dan tidak sekedar pada tataran
pengetahuan saja, tetapi dibarengi dengan praktik keagamaan, yakni beramal.
Sejauh ini pendidikan agama hanya dianggap relevan untuk menanamkan karakter
yang baik terhadap peserta didik, karena pada hakikatnya karakter terbentuk dari tindakan
yang dilakukan secara rutin dan terus menerus.
Perlu disadari bahwa ilmu dan beramal merupakan suatu kesatuan. Artinya, peserta
didik tidak hanya duduk di kelas dan diam memperhatikan gurunya, tetapi dengan ilmu
yang dimilikinya harus dipraktikkan di dalam kehidupan sehari-hari. Praktik merupakan
aplikasi ilmu pengetahuan yang dimiliki dengan menghasilkan karya (berkarya). Di dalam
ajaran Islam, pemeluknya wajib mencari ilmu setinggi mungkin dan dengan ilmu yang
dicapainya agar diamalkan dalam bentuk karya nyata. Konsep inilah yang diberikan oleh
Ahmad Dahlan di dalam pendidikan Muhammadiyah.
membahayakan orang lain, oleh karena itu manusia semakin berilmu semakin bertambah
ketakwaannya kepada Allah.
Dalam pandangan Hamka, tujuan pendidikan adalah mengenal dan mencari keri-
dhaan Allah, membangun budi pekerti yang luhur agar terciptanya akhlak mulia serta
mempersiapkan peserta didik dalam pengembangan kehidupan secara layak dan
berguna di tengah lingkungan sosialnya.
Dalam membentuk kepribadian anak, tidak terlepas dari pendidikan orang tuanya.
Salahlah pendidikan orang tua yang ingin membuat anaknya seperti dia pula. Orang
tuanya telah membentuk anak-anaknya menurut pembentukan pada masanya terdahulu.
Orang tua seharusnya membentuk anaknya mengikuti masa anaknya. Oleh karena itu,
kepandaian dan pendidikan orang tua dalam mendidik anaknya akan sangat membantu
pekerjaan guru.
Penanaman adab dan budi pekerti dalam diri anak hendaknya dilakukan sedini
mungkin. Upaya ini dilakukan dengan cara menanamkan kebiasaan hidup yang baik. Per-
tama kali yang mesti ditanamkan adalah nilai-nilai ilahiah. Pentingnya pendidikan agama
yang akan berpengaruh pada pola kepribadian seorang anak. Menurut Hamka, pendidi-
kan tersebut dimulai sejak anak dilahirkan dianjurkan untuk mengazankan dan iqamah.
Hal ini, diharapkanagar jiwa anak akan tepatri oleh nilai-nilai ketundukan kepada Kha-
liqnya.
4. Nurkholis Madjid
Gagasan dan pemikiran Nurcholis Madjid bukan hanya mencakup satu bidang saja,
melainkan dari berbagai bidang termasuk di dalamnya masalah doktrin, ilmu pengetahuan
dan peradaban.Pertama, pembaharuan pesantren.Sesuai dengan latar belakang ke-
hidupannya yaitu sebagai seorang cendikiawan yang dibesarkan di lingkungan pesantren,
Nurcholis Madjid meiliki perhatian tentang pembaharuan pesantren.Gagasan dan
pemikirannya tentang pesantren ini dapat di lihat dari karyanya berjudul bilik-bilik pe-
santren sebuah potret perjalanan.Dalam bukunya ini Nurcholis Madjid berpendapat
bahwa pesantren berhak, malah lebih baik dan lebih berguna untuk mempertahankan
fungsi pokoknya semula yaitu sebagian tempat menyelenggarakan pendidikan agama.
Namun, mungkin diperluaskan suatu tinjauan kembali sehinbgga ajaran-ajaran agama
yang diberikan klepada setiap pribadi merupakan jawaban yang komprehensif atas per-
soalan mkna hidup dan weltanschauung Islam, selain tentu saja diosertai dengan penge-
tahuan secukuopnya tenhtang kewajiban-kewajiban praktis seorang muslim sehari- hari.
Nurcholis Madjid merasa perlu untuk melakukan pembaharuan pesantren. Gagasan
dan pemikirannya tentang pesantren ini dapat dilihat dari karyanya yang berjudul Bilik-
bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan.Nurcholis Madjid berpendapat bahwa pesantren
berhak, malah lebih baik dan lebih berguna, mempertahankan fungsi pokoknya semula,
yaitu sebagai tempat menyelenggarakan pendidikan agama. Namun, mungkin diperlukan
suatu tinjauan kembali sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran agama yang diberikan
kepada setiap pribai merupakan jawaban yang komprehensif atas persoalan makna hidup
dan weltanshauung Islam, selain tentu saja disertai dengan pengetahuan secukupnya
tentang kewajiban-kewajiban praktis seorang muslim sehari-hari. Pelajaran ini kemung-
kinan dapat diberikan melalui beberapa cara, diantaranya: mempelajari Alquran dengan
cara lebih sungguh-sungguh daripada yang umumnya dilakukan orang sekarang, yaitu
dengan menitikberatkan kepada pemahaman makna ajaran-ajaran yang terkandung di
dalamnya. Ini memerlukan kemampuan pengajaran yang lebih besar. Yaitu pengajaran
kesatuan-kesatuan pengertian tentang ayat-ayat atau surat-surat lain (yang belum dibaca
pada saat itu). Pelajaran ini mungkin mirip dengan pelajaran tafsir, tetapi dapat diberikan
tanpa sebuah buku atau kitab tafsir melainkan cukup dengan Alquran secara langsung.
Selain itu, baik sekali memanfaatkan mata pelajaran lain untuk disisipi pandangan keaga-
maan tadi. Dan menanamkan kesadaran dan perhargaan yang lebih wajar pada hasil-
hasil seni budaya Islam atau untuk menumbuhkan kepekaan rohanni, termasuk kepekaan
rasa ketuhanan yang menjadi inti rasa keagamaan.
Selanjutnya, Nurcholis Madjid menganjurkan agar pesantren tanggap terhadap
tuntutan-tuntutan hidup anak didiknya kelak dalam kaitannya dengan perkembangan za-
man.Di sini pesantren dituntut dapat membekali mereka dengan kemampuan-kemam-
puan nyata yang didapat melaluin pendidikan atau pengajaran pengetahuan umum
secara memadai. Dan bagian ini pun, sebagaimana layaknya yang terjadi sekarang, harus
tersedia jurusan-jurusan alternatif bagi anak didik sesuai dengan potensi dan bakat
mereka.
Nurcholis Madjid membedakan istilah materi pelajaran “agama” dan “keagamaan”.
Perkataan agama lebih tertuju pada segi formaldan ilmunya saja. Sedangkan perkataan
“keagamaan” lebih mengenai semangat dan rasa agama (religiusitas). Menurut Nurcholis
Madjid, materi keagamaan ini hanya dipelajari sambil lalu saja tidak secara sungguh-
sungguh. Padahal justru inilah yang lebih berfungsi dalam masyarakat zaman modern,
bukan fiqh atau ilmu kalamnya apalagi nahwu sharfnya serta bahasa Aranya. Di sisi lain,
pengetahuan umum nampaknya masih dilaksanakan secara setengah-setengah, se-
hingga kemampuan santri biasanya sangat terbatas dan kurang mendapat pengakuan di
masyarakat umum.
Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan keempat oleh MPR dan
mulai mengambil langkah menjadikan Pancasila sebagai ideologi tunggal. Dari Juni 1983
hingga Oktober 1983, Gus Dur menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk
menyiapkan respon NU terhadap isu ini. Gus Dur lalu menyimpulkan NU harus menerima
Pancasila sebagai Ideologi Negara. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, dia
mengundurkan diri dari PPP dan partai politik agar NU fokus pada masalah sosial. Pada
Musyawarah Nasional NU 1984, Gus Dur dinominasikan sebagai Ketua Umum PBNU dan
dia menerimanya dengan syarat mendapat wewenang penuh untuk memilih pengurus
yang akan bekerja di bawahnya. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus
mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem
pendidikan pesantren sehingga menandingi sekolah umum.
Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua Umum PBNU pada
Musyawarah Nasional 1989. Saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam persinggungan politik
dengan ABRI, berusaha menarik simpati Muslim termasuk juga kepada NU. Pada Juli
1998 Gus Dur menanggapi ide pembentukan partai politik sebagai wadah warga NU
menyampaikan aspirasi politiknya. Partai tersebut diberi nama Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB). Pada tanggal 7 Februari 1999, PKB resmi menyatakan Gus Dur sebagai
kandidat presidennya. Pemilu April 1999, PKB meraih suara 12% suara dengan PDIP
memenangkan 33% suara. Pada 20 Oktober 1999, Sidang Umum MPR memilih presiden
baru. Meskipun suara PDIP yang terbesar, namun karena suasana politik yang
berkembang saat itu, mengantarkan Gus Dur terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4.
Langkah yang dilakukan oleh Gus Dur sebagai Presiden adalah mereformasi
militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik. Sebelumnya ABRI (Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia) di samping bertugas sebagai lembaga pertahanan
negara, ia juga diperbolehkan berkiprah di dunia politik, hal ini disebut dengan Dwi Fungsi
ABRI. Pada tingkatan legislatif ABRI memiliki fraksi tersendiri dengan nama Fraksi TNI-
POLRI. Pada era Gus Dur, TNI-POLRI tidak diperkenankan terlibat dalam politik praktis.
TNI hanya bertugas sebagai lembaga pertahanan negara. Namun, hal ini juga tidak
dilakukan secara sekaligus oleh Gus Dur. Gus Dur membuat perencanan paling tidak
selama 6 tahun TNI-POLRI baru benar-benar lepas dari dunia politik. Selama 6 tahun
tersebut, secara gradual kesejahteraan TNI-POLRI ditingkatkan sampai pada tingkatan
yang mapan sebagai pihak yang memiliki tugas berat, yaitu menjaga kedaulatan negara.
Pada 23 Juli 2001, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya
dengan Megawati Soekarnoputri.
Pada 11 Agustus 2006, Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang
Kebebasan Pers 2006. Gus Dur dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam
memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan
demokrasi di Indonesia. Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang
berkantor di Los Angeles karena ia dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas.
Dia juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple dan namanya diabadikan
sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.
Pada pembahasan ini akan dikupas secara mendalam salah saru pemikiran tokoh
perkembangan Islam moderen kontemporer, tidaklah menyampingkan tokoh-tokoh yang
lainnya, tetapi diambil dari tokoh yang pengalamannya universal, yaitu KH. Abdurrahman
Wahid. KH. Abdurrahman Wahid karena beliau adalah seorang ulama, modernis,
demokratis hingga politukus yang telah diteliti oleh Indo Santalia dosen Fakultas
Ushuluddin, Filsafat dan Politik, UIN Alaudin Makassar. Berikut rincian dari pemikiran beliau
(Santalia, 2015: 139-145):
a. Hubungan Islam dan Negara
Hubungan Islam dan Negara, merupakan suatu bidang kajian yang sangat
penting sebagai gejala sosial. Hubungan tersebut merupakan cermin agama Islam
dalam masyarakat. Hubungan Islam dan Negara dalam penjelasan Gusdur dikatakan
bahwa:
“Islam tidak mengenal doktrin tentang negara. Dalam soal bentuk negara,
menurutnya tidak mempunyai aturan baku. Hal ini bergantung negara bersangkutan
apakah mau menggunakan model demokrasi, teokrasi atau monarchi. Hal yang
terpenting bagi Gusdur adalah terpenuhinya tiga kreteria, yaitu: pertama,
mengedepangkan prinsip-prinsip permusyawaratan. Kedua, ditegakkan keadilan.
Ketiga, adanya jaminan kebebasan (al-huriyyah) (Al-Brebesy, 1999: 155).
Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat doktrin tentang keadilan dan
kemakmuran. Tak ada pula doktrin bahwa negara harus berbentuk formalisme negara
Islam, demikian pula dalam pelaksanaan hal-hal kenegaraan. Negara dalam perspektif
Gusdur adalah al-Hukum (hukum atau aturan). Islam tidak mengenal konsep
pemerintahan yang defenitif sehingga etik kemasyarakatanlah yang diperlukan. Dalam
persoalan mendasar misalnya Islam tidak konsisten, terkadang memakai Istikhlaf,
Bay'ah, ataupun Ahlu al-Halli wa al-Aqdi, padahal suksesi adalah soal yang cukup
urgen dalam masalah kenegaraan. Apa yang menjadi keinginan Gusdur untuk tidak
memformalkan Islam sebagai ideologi dan acuan dalam negara sejalan dengan
keinginan sebahagian besar warga negara yang mayoritas Islam. Hal ini terbukti dalam
pemilu 1999 yang dimenangkan oleh partai nasionalis termasuk PAN dan PKB yang
sedikit religius.
Penerimaan Pancasila sebagai ideologi negara yang dimotori oleh Gusdur dan
KH. Amad Siddiq, paling tidak karena dua hal yaitu; Pertama, Islam adalah agama
Fitriah. Sepanjang suatu nilai tidak bertentangan dengan keyakinan Islam, ia dapat
diarahkan agar selaras dengan tujuan-tujuan dalam Islam. ketika Islam diterima oleh
masyarakat, ia tidak harus menganti nilai-nilai yang terdapat di dalamnya tetapi
bersikap menyempurnakan. Di sinilah letak pertentangan Gusdur secara pribadi
dengan sebahagian person ICMI sebagai sebuah lembaga.11 Dalam perspektif Ahlu
al-Sunnah Wa-al-Jamaah aliran yang diyakini Gusdur pemerintah diilik dan dinilai dari
segi fungsionalnya, bukan dari normal formal eksistensinya, negara Islam atau bukan.
Selama kaum muslimin dapat menyelengarakan kehidupan beragama mereka secara
penuh, maka konteks pemerintahannya tidak lagi menjadi pusat perhatiannya. Kedua
Islam dan Pancasila dinilai mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan Islam
dan wawasan ke agamaan negara Indonesia sudah dijamin.
Gusdur dengan penuh keyakinan menjelaskan pemerintah yang berideologi
pancasila harus dipertahankan, karena syari'ah dalam bentuk hukum agama, fikhi atau
etika masyarakat masih dilaksanakan oleh kaum muslimin di dalamnya sekalipun hal
itu tidak diikuti dengan legislasi dalam bentuk undang-undang negara. Bila etik
kemasyarakatan Islam diljalankan, tak ada alasan selain mempertahankannya sebagai
kewajiban agama. Dari sanalah munculnya keharusan untuk taat kepada pemerintah
(Malik, 1998: 170).
Gusdur berusaha memberikan sinergi untuk memparalelkan hubungan negara
dan agama. Dalam pemikirannya, ia melihat besarnya hanbatan dalam proses
pembangunan yang diakibatkan oleh kesalahpahaman yang sangat besar antara pihak
penanggungjawab ideologi negara-negara yang sedang berkembang. Upaya Gusdur
ini tidak lepas dari perang bapaknya sebagai perumus konsep kenegaraan dan ia
berpendapat bahwa tidak ada pertentangan antara Islam dan nasionalisme. Islam bisa
berkembang secara spritual dalam sebuah negara nasional yang tidak secara formal
berdasarkan pada Islam. Gusdur menjelaskan lebih lanjut sebagaimana yang dikutip
Douglas E. Ramage sebagai berikut:
NU berpegang kepada konsepsi nasionalisme yang sesuai dengan Pancasila
dan UUD 1945. NU telah menjadi pioner dalam masalah ideologis. Ini tentu hanya satu
kasus, karena di seluruh dunia Islam hubungan antara nasionalisme dan Islam masih
menjadi persoalan. Negara-negara Arab mengangap nasionalisme sebagai bentuk
sekularisme. Mereka belum mengerti bahwa nasionalisme seperti yang dipraktekkan
di Indonesia tidaklah sekuler, tetapi sangat menghormati perang agama (Remage,
1997: 197).
Pemikiran Gusdur ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai lapisan
termasuk non muslim dan mereka ini sangat antusias terhadap sikap inklusif Gusdur.
Keyakinan keagamaan di Indonesia patut menjadi teladan karena satu sisi sistem
politik yang netral secara agama dan pancasila adalah sebuah ekspresi dari negara
yang sekuler secara politik tetapi memberi peluang berkembangnya agama. Hal ini
yang tidak disetujui ICMI. Imaduddin Abdurrahim salah seorang tokoh ICMI tidak
mempercayai kalau nasionalisme bisa menjadi pemersatu bangsa. Keyakinan tokoh
ini, Islam bisa berfungsi sebagai basis moral bagi negara, jika Islam kepercayaan
sembilan puluh persen rakyat Indonesia berbeda dengan itu, Gusdur malah dengan
tegas mengatakan tanpa pancasila, kita akan berhenti sebagai negara.
Pemikiran Gusdur yang kontra dengan ICMI bukan berarti Gusdur anti Islam.
Persoalannya adalah awal berangkat antara Gusdur dengan ICMI itu beda. ICM oleh
sebagian anggotanya lebih menonjolkan bendera Islam dalam kekuatan politik yang
kemudian disusupkan dalam institusi politik yang ada sementara NU lebih akomodatif,
dalam arti selama kehidupan beragama diberi haknya selama itupula menjadi
kewajiban untuk mempertahankannya.
b. Pluralisme
Pluralisme adalah sebuah paham yang mengakui dan mempercayai adanya
perbedaan dalam masyarakat yang meliputi perbedaan agama, ras, kelompok, suku
budaya, dan adat istiadat. Dalam membicarakan pluralisme, Gusdur tak jarang
menghubungkannya dengan agama, karena agama inilah yang sering dimanfaatkan
oleh mayoritas dalam menindas dan menekam secara diam-diam kaum minoritas.
Pandangan Gusdur terhadap pluralism tercermin pada sikapnya yang membela minori-
tas dan non muslim dan melakukan kerjasama dengan siapa saja secara terbuka, baik
dengan kelompok kristen, hindu, budha, maupun kelompok Islam yang lain. Contoh
ketika pemimpin tabloid Monitor Arswendo Atmowiloto menemapatkan nabi Muham-
mad Saw. pada urutan ke 11 di antara tokoh dunia. Umat Islam secara spontan be-
reaksi dan meminta agar kantor tabloid di tutup dan dilarang beroperasi lalu Gusdur
mengatakan: "Saya tidak setuju dengan itu. Bawalah ke pengadilan itulah
penyelesaian yang terbaik”. Gusdur memberikan pelajaran kepada rakyat untuk
menghargai otoritas Pengadilan dan tidak bertindak menghakimi sendiri.
Gusdur menurut Frans Magnis Suseno adalah seorang yang menghayati
agama Islam secara sangat terbuka. Ia sosok pribadi yang bebas dari segalah
kepicikan, primordialistik dan sektarian. Ia jelas seratus persen seorang yang be-
ragama Islam tetapi keislamannya begitu mantap sehingga ia merasa tidak terancam
oleh pluralitas (Suzeno, 2000:65)
Kelompok minoritas lain yang sering dibela Gusdur adalah penganut Konghucu,
kendati negara tidak mengakui keberadaan negara ini khususnya pada masa ode baru
tapi Gusdur tetap membelahnya sebagai hak pribadi terhadap suatu keyakinan tentang
kebenaran ajaran yang dianut. Pembelaan dan pengakuannya terhadap hak minoritas
ini merupakan wujud nyata dari tanggung jawab sosial kebangsaan dan praktek dem-
okrasi. Hal ini pulalah yang mendasari diakuinya kemudian Konghucu sebagai agama
dalam pemerintahan Gusdur. Gagasan Gusdur mengenai toleransi dan dialog antar
agama atau antar iman tersingkronisasi dalam pemikirannya mengenai pluralisme.
Apabila seseorang berpikir positif tentang pluralisme, maka otomatis di dalamnya su-
dah ada unsur-unsur yang menunjukkan sikap toleran dalam keberbedaan. Th.
Sumartana, seorang penganut Katolik menilai bahwa Gusdur melihat perbedaan
agama-agama cenderung merupakan perbedaan yang berada dalam tataran
kemanusiaan dan tetap yakin bahwa sesungguhnya yang menjadi hakim untuk
mengatakan seorang masuk syurga atau neraka adalah Tuhan (Sumartana, 2000:
108).
Bahkan ia mengatakan informasi dan ekspresi diri yang dianggap merugikan
Islam sebenarnya tidak perlu dilayani. Cukup di imbangi dengan informasi dan ekspresi
diri yang positif konstruktif. Sikap pluralis Gusdur yang tampak lebih mementingkan
kelompok minoritas tak jarang mendapat tudingan dan hujatan yang bertubi-tubi,
bahkan ia dituduh sekuler dan penghianat umat, padahal sikap Gusdur yang demikian
justru inigin mengfungsionalisasikan ajaran Islam secara maksimal. Agama tidak
sekedar simbol, dan menawarkan janji ke akhiratan sementara realitas kehidupan yang
ada dibiarkan tidak tersentu. Sikap Gusdur tidak perna memperlihatkan kebenciannya
pada kaum minoritas menyebabkan pula bias bergaul siapa saja.
Gusdur menginginkan pendewasaan diri dalam pandangan beragama dan
melakukan hal-hal yang konstruktif, pemekaran cakrawala umat, pembinaan kembali
akhlak umat hingga mencapai keseimbangan optimal antara emosi dan rasio.
c. Demokratisasi
Jauh sebelum menjadi presiden, Gusdur telah melemparkan gagasan dan
pemikirannya tentang demokrasi yang pantas diterapkan di negeri ini. Dalam konteks
keindonesiaan, Gusdur memandang demokrasi sebagai suatu proses atau budaya
yang terus menerus dan tidak hanya diukur dari segi kelembagaannya saja seperti
yang diterapkan selama orde baru. Gusdur menjelaskan:
“Ya..kan mereka sudah ngomong sudah ada demokrasi dengan mengatakan
sudah ada lembaganya. Ada MPR, ada DPR. Ya, semacam itulah. Namun saya sendiri
beranggapan, demokrasi itu harus utuh, tidak hanya lembaga tetapi juga prilaku orang-
orangnya juga harus demokratis. Nyatanya prilaku kita tidak demokratis”.
Ungkapan Gusdur di atas sebagai perlawanan terhadap rezim orde baru yang
selalu mengklaim dirinya bersikap demokratis, padahal menciptakan UU untuk
menjerat siapa saja yang menkritik. Hampir tidak ada orang yang berani mengemuka-
kan kebenaran. Kalaupun ada, ujung-ujungnya adalah korban, sebutlah misalnya Sri
Bintang Pemungkas, AM. Fatwa bahkan angota DPR MPR sendiri selama 32 tahun,
ke hadirannya hanya setuju. Menegakkan demokrasi menurut Gusdur tidak bias
menghindari omongan yang tidak enak bahkan kontroversi menurutnya adalah esensi
demokrasi. Dalam negara yang demokratis, harus pula diikuti oleh warga masyarakat
yang demokratis. Masyarakat demokratis menurut Gusdur adalah semua warga
negara mempunyai kedudukannya yang sama di muka hukum. Kedua, kebebasan ber-
pendapat dibuka seluas-luasnya, keempat adanya pemisahan yang tegas dalam fungsi
yang tidak boleh saling mempengaruhi antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam
menegakkan demokrasi Gusdur sangat menghindari terjadinya kekerasan, dan beliau
lebih percaya pada perjuangan kultural.
d. Pribumisasi
Istilah "Pribumisasi Islam" pertama kali dilontarkan tahun 1980-an oleh Ab-
durrahman Wahid sebagai ganti atas istilah indigenization dalam bahasa Inggris. Prib-
umisasi Islam lahir dalam konteks perhatian Gusdur untuk tidak menjadikan Islam se-
bagai alternatif terhadap persoalan-persoalan kenegaraan dan kebangsaan. Ini ber-
beda dengan sebahagian komunitas gerakan Islam pemurnian, para pencari "Islam asli
dan otentik", di Indonesia menghendaki pengislaman negara. Atau mengangkat ajaran
Islam sebagai alternatif untuk mengatasi persoalan-persolan kebangsaan. Seperti
tampak dalam tuntutan penegakan syariat Islam dan Piagam Jakarta. Dengan
pribumisasi, segenap ajaran agama yang telah diserap oleh kultur lokal akan tetap
dipertahankan dalam bingkai lokalitas tersebut. Singkatnya seperti dikatakan Gusdur
sendiri, mengokohkan kembali akar budaya kita, dengan tetap berusaha menciptakan
masyarakat yang taat beragama. Pada level bahasa, ia tidak setuju dengan pergantian
sejumlah kosakata dalam bahasa Indonesia dengan bahasa Arab, seperti ulang tahun
diganti dengan milad, selamat pagi diganti dengan Assalamu Alaikum, teman atau
sahabat dengan ikhwan proses ini disebut ini disebut Islamisasi dan Arabisasi (Baso,
2002: 8). Maka tidak heran kalau kemudian muncul kontroversi diakhir 1980-an tentang
Assalamu Alaikum diganti dengan Selamat Pagi.
Rangkuman
1. Hasyim Asy’ari tokoh muslim yang religius, senang dengan masyarakat pribumi, dan
pendiri ormas Nahdatul ‘Ulama.
2. Ahmad Dahlan tokoh muslim yang religius, modernis, dan pendiri ormas Muhammadiyah
3. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) tokoh muslim yang religius, filsafat, hingga
politikus demokratis
4. Prof. Dr. Nurcholish Majid, seorang cendikiawan muslim Indonesia yang pemikirannya
sangat berpengaruh terhadap dunia keilmuan di Indonesaia.
5. K.H. Abd Rahman Wahid adalah sosok intelektual, cendikiawan inovatif, pemikir liberal,
plural, politikus demokratis hingga selera humor tinggi.
6. Menurut K.H. Abd Rahman Wahid hubungan antara Islam dan negara, tidak ada per-
tenangan, negara tidak musti diformalkan dengan label Islam. Ini didasarkan pada adanya
jaminan untuk berjalan beriringan dalam sebuah negara kesatuan yang berideologikan
pancasila, tetapi di sisi lain memberikan kebebasan untuk menjalankan agama dan ke-
percayaan di bawah lindungan negara dan konstitusi. Sedangkan pluralism menurutnya
adalah salah satu potensi untuk membangun demokrasi yang memberikan peluan kepada
semua ragam untuk berkompetisi di dalam mendapatkan hak yang sama di depan hukum,
sehingga tidak ada warga merasa di nomor duakan. sedangkan gagasanya tentang prib-
umisasinya adalah bukan berarti menghilangkan nilai-nilai Islami dalam masyarakat,
tetapi bagaimana nilai-nilai itu sejalan dengan kultur lokal. Dan yang terpenting adalah
suptansinya bukan lebelitasnya (simbolik).
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Perkembangan Islam Nusan-
tara Modern Kontemporer. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada
Kegiatan Belajar 1,
Tes Formatif 3
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
1. Tokoh penyebar Islam yang juga guru dari KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asya’ri
adalah....
A. Hamzah Fansuri
B. KH Shaleh Darat
C. Imam Nawawi
D. Muhammad Arsyad Al Banjari
2. Ulama Indonesia yang sekaligus juga Presiden RI ke-4 adalah...
A. Syaikh Yusuf al-Palimbani
B. Syaikh Yusuf al-Makassari
C. Syaikh Muhammad Muaz
D. KH. Abdurrahman Wahid
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan modul
selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda dipersilakan mempelajari kembali
Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang kurang Anda kuasai.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Sejarah Masuknya Islam di Asia Tenggara
Asia Tenggara dahulu disebut sebagai gugusan pulau-pulau Melayu (Malay Archipel-
ago). Masuknya Islam di wilayah ini memiliki keistimewaan tersendiri. Islam datang dengan
jalan damai dan berlangsung secara berangsur-angsur. Jarang sekali terjadi kekerasan dan
agama ini diterima dengan suka rela oleh penduduk meskipun tidak dengan sekaligus.
Para ahli ilmu pengetahuan dan peneliti telah beruaha meneliti bagaimana masukknya
agama Islam di Asia Tenggara. Namun, mereka menemui kesulitan dalam mengumpulkan
bahan-bahan, sebab wilayah ini jauh dari pusat permulaan tumbuhnya Islam, yakni Arab. Be-
lum pernah sekalipun dikirim angkatan perang oleh kekhalifahan Arab masuk wilayah ini, se-
bagaimana dikirim ke Mesir, Spanyol, Portugal, dan Asia Tengah. Meskipun demikian, telah
ditemukan catatan-catatan penting dari Tiongkok, yang menyatakan bahwa orang Arab telah
datang di Asia Tenggara pada abad 7 M atau abad pertama Islam (1 H).
Menurut Sir Thomas Walker Arnold, seorang orientalis Inggris terkemuka dan sejara-
wan seni Islam, mustahil dapat diketahui secara pasti kapan masuknya Islam di pulau-pulau
Melayu. Ia memperkirakan bahwa Islam telah dibawa oleh saudagar-saudagar Arab pada
abad pertama dari hijrahnya Nabi Muhammad saw. Kemungkinan sangat besar karena orang-
orang Arab telah melakukan perniagaan yang sangat luas di Asia Tenggara sejak masa per-
mulaan sekali.
Diketahui bahwa pada abad ke-2 H, orang Arab telah melakukan perdagangan hingga
sampai di Pulau Sailan (Sri Langka). Sejak awal abad ke-7 M, perdagangan mereka telah
sampai di Tiongkok. Kemudian pada abad ke-8 M hingga 15 M sampai datangnya Portugis,
pedagang-pedagang Arab telah memiliki dan menguasai perdagangan di sebelah timur yang
berpusat di Kanton (Guangzhou, Tiongkok Selatan) tanpa ada yang menyaingi. Sir Thomas
Walker Arnold juga menyatakan bahwa berdasarkan temuan-temuaan penelitian para ahli
sebelumnya, meskipun ahli-ahli geografi bangsa Arab belum menyebut pulau-pulau Melayu
sebelum abad ke-19 M atau abad 1-2 H, pada tahun 684 M telah ditemukan catatan-catatan
tahunan yang dibuat oleh pelajar-pelajar bangsa Tiongkok bahwa telah dijumpai seorang pem-
impin Arab di Pulau Sumatera sebelah barat.
Dapat diperinci bahwa tahap-tahap masuk dan berkembangan Islam di Asia Tenggara,
antara lain yaitu:
1. Kehadiran Para Pedagang Muslim (7 - 12 M)
Fase ini diyakini sebagai fase permulaan dari proses sosialisasi Islam di kawasan
Asia Tenggara, yang dimulai dengan kontak sosial budaya antara pendatang muslim
dengan penduduk setempat. Pada fase pertama ini, tidak ditemukan data mengenai ma-
suknya penduduk asli ke dalam Islam. Bukti yang cukup jelas mengenai hal ini baru di-
peroleh jauh hari kemudian, yakni pada permulaan abad ke-13 M / 7 H. Sangat mungkin
dalam kurun abad ke 1 sampai 4 H terdapat hubungan perkawinan antara pedagang mus-
lim dengan penduduk setempat, hingga menjadikan mereka beralih menjadi muslim.
Tetapi ini baru pada tahap dugaan. Walaupun di Leran, Gresik, terdapat sebuah batu ni-
san bertuliskan Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 475 H / 1082 M, namun dari
bentuknya, nisan itu menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M seperti yang
ditemukan di Campa, yakni berisi tulisan berupa do’a-do’a kepada Allah.
2. Terbentuknya Kerajaan Islam (13 – 16 M)
Pada fase kedua ini, Islam semakin tersosialisasi dalam masyarakat Nusantara
dengan mulai terbentuknya pusat kekuasaan Islam. Pada akhir abad ke-13, kerajaan
Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia merebut jalur perdagangan
di Selat Malaka yang sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Hal ini terus berlanjut
hingga pada permulaan abad ke-14 berdiri kerajaan Malaka di Semenanjung Malaysia.
Sultan Mansyur Syah (w. 1477 M), yang merupakan sultan keenam Kerajaan Malaka,
telah membuat Islam sangat berkembang di Pesisir timur Sumatera dan Semenanjung
Malaka. Adapun di bagian lain, khususnya di Jawa, saat itu sudah memperlihatkan bukti
kuatnya peranan kelompok masyarakat muslim, terutama di pesisir utara.
3. Pelembagaan Islam
Pada fase ini sosialisasi dan dakwah Islam semakin tak terbendung dan berhasil
masuk ke pusat-pusat kekuasaan, merambah hampir ke seluruh wilayah. Hal ini tidak bisa
dilepaskan dari peranan para penyebar dan pengajar Islam. Mereka menduduki berbagai
jabatan dalam struktur birokrasi kerajaan, dan banyak diantara mereka menikah dengan
penduduk pribumi.
Proses Islamisasi di kawasan Asia Tenggara tidak terlepas dari peran kesultanan.
Proses Islamisasi itu bermula ketika raja setempat masuk Islam, kemudian diikuti dominasi
peranan kerajaan di tengah komunitas Muslim. Kerajaan tidak hanya berfungsi sebagai insti-
tusi politik, tetapi juga pembentukan institusi Muslim yang lain, seperti pendidikan dan peradi-
lan. Kesultanan juga menjadi patron bagi perkembangan intelektualitas dan kebudayaan Is-
lam. Berdasarkan bukti arkeologis, Samudra Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Melayu-
Nusantara. Kemudian, muncul Kesultanan Malaka, Aceh, Palembang, Riau, Tumasik, Perlak,
Pattani, Johor, Demak, Cirebon, Banten, Goa Tallo, Ternate Tidore, Banjar, dan Bima. Ter-
dapat pula Kesultanan Sulu, Lanao, dan Maguindanao di Filipina, serta Kesultanan Brunei di
Brunei Darussalam.
Maka tidak heran jika wilayah ini juga menjadi pusat bertemunya berbagai keyakinan dan
agama (a cross-roads of religion) yang berinteraksi secara kompleks.
Azyumardi Azra menyatakan bahwa tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara ter-
masuk di Malaysia, sedikitnya ada tiga teori. Pertama, teori yang menyatakan bahwa Islam
datang langsung dari Arab (Hadramaut). Kedua, Islam datang dari India, yakni Gujarat dan
Malabar. Ketiga, Islam datang dari Benggali (kini Banglades).
Sedangkan mengenai pola penerimaan Islam di Nusantara termasuk di Malaysia, kita
dapat merujuk pada pernyataaan Ahmad M. Sewang, bahwa penerimaan Islam pada be-
berapa tempat di Nusantara memperlihatkan dua pola yang berbeda. Pertama, Islam diterima
terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh
masyarakat lapisan atas atau elite penguasa kerajaan. Kedua, Islam diterima langsung oleh
elite penguasa kerajaan, kemudian disosialisasikan dan berkembang ke masyarakat bawah.
Pola pertama biasa disebut bottom-up, dan pola kedua biasa disebut top-down. Pola ini me-
nyebabkan Islam berkembang pesat sampai pada saat sekarang di Malaysia.
Pola pertama melalui jalur perdagangan dan ekonomi yang melibatkan orang dari
berbagai etnik dan ras yang berbeda-beda bertemu dan berinteraksi, serta bertukar pikiran
tentang masalah perdagangan, politik, sosial dan keagamaan. Di tengah komunitas yang
majemuk ini tentu saja terdapat tempat mereka berkumpul dan menghadiri kegiatan
perdagangan termasuk merancang strategi penyebaran agama Islam mengikuti jaringan-
jaringan emporium yang telah mereka bina sejak lama. Seiring itu pula, pola kedua mulai
menyebar melalui pihak penguasa di mana istana sebagai pusat kekuasaan berperan di
bidang politik dan penataan kehidupan sosial. Dengan dukungan ulama yang terlibat langsung
dalam birokrasi pemerintahan, hukum Islam dirumuskan dan diterapkan, kitab sejarah ditulis
sebagai landasan legitimasi bagi penguasa Muslim.
Memasuki awal abad ke-20, bertepatan dengan masa pemerintahan Inggris, urusan-
urusan agama dan adat Melayu lokal di Malaysia di bawah koordinasi sultan-sultan, dan hal
itu diatur melalui sebuah departemen, sebuah dewan atau pun kantor sultan. Setelah tahun
1948, setiap negara bagian dalam Federasi Malaysia telah membentuk sebuah departemen
urusan agama. Orang-orang muslim di Malaysia juga tunduk pada hukum Islam yang
diterapkan sebagai hukum status pribadi, dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan agama
(mahkamah syariah) yang diketua hakim agama. Bersamaan dengan itu, juga ilmu
pengetahuan semakin mengalami perkembangan dengan didirikannya perguruan tinggi Islam
dan dibentuk fakultas dan jurusan agama. Perguruan tinggi kebanggaan Malaysia adalah
Universitas Malaya yang kini kita kenal Universitas Kebangsaan Malaysia.
Memasuki masa pasca kemerdekaan, semakin jelas sekali pola perkembangan Islam
tetap dipengaruhi oleh pihak penguasa (top-down). Sebab, penguasa atau pemerintah
Malaysia menjadikan Islam sebagai agama resmi negara. Warisan undang-undang Malaka
yang berisi tentang hukum Islam berdasarkan konsep Qur’ani berlaku di Malaysia. Di samping
itu, ada juga undang-undang warisan Kerajaan Pahang diberlakukan di Malaysia yang di
dalamnya terdapat sekitar 42 pasal di luar keseluruhan pasal yang berjumlah 68, hampir
identik dengan hukum Islam madzhab Syafi’i. Pelaksanaan undang-undang yang berdasarkan
al-Quran dan realisasi hukum Islam yang sejalan dengan paham madzhab Syafi’i di Malaysia,
sekaligus mengindikasikan bahwa Islam di negara tersebut sudah mengalami perkembangan
yang signifikan. Dengan adanya proses Islamisasi di Malaysia, peranan penting dalam
pengembangan ajaran Islam semakin intens dilakukan para ulama atau pedagang dari jazirah
Arab.
Pada tahun 1980-an Islam di Malaysia mengalami perkembangan dan kebangkitan
yang ditandai dengan semaraknya kegiatan dakwah dan kajian Islam oleh kaum intelektual,
dan menyelenggarakan kegiatan keagamaan intenasional berupa Musabaqah Tilawatil Qur’an
yang selalu diikuti oleh qari dan qari’ah Indonesia. Selain itu, perkembangan Islam di Malaysia
semakin terlihat dengan banyaknya masjid yang dibangun, juga terlihat dalam
penyelenggaraan jamaah haji yang begitu baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa
perkembangan Islam di Malaysia tidak banyak mengalami hambatan. Bahkan ditegaskan
dalam konstitusi negaranya bahwa Islam merupakan agama resmi negara. Di Kelantan,
hukum hudud (pidana Islam) telah diberlakukan sejak 1992 (Kementerian Agama Republik
Indonesia, 2016: 152-154).
Islam merupakan agama resmi negara federasi Malaysia. Hampir 50% dari 13 juta
penduduknya adalah Muslim. Sebagian besar di antaranya adalah orang Melayu yang tinggal
di Semenanjung Malaysia. Adapun sisanya terdiri dari kelompok-kelompok etnik minoritas,
seperti Cina, India, dan Arab. Di antara warga Muslim dan non Muslim dapat hidup rukun tanpa
ada permusuhan sehingga masyarakat di sana tenteram dan damai. Perkembangan Islam di
Malaysia telah membawa peradaban-peradaban baru yang diakui Dunia Islam. Sampai saat
ini Muslim Malaysia dikenal sebagai Muslim yang taat ibadahnya, kuat memegang hukum Is-
lam dan juga kehidupan beragamanya yang damai serta mencerminkan keIslaman agamanya
baik di perkampungan maupun dalam pemerintahan.
hadap sejumlah ritual dan perayaan yang menjadi symbol solidaritas komunitas perkam-
pungan, dan perayaan beberapa peristiwa besar dalam siklus kehidupan individual seperti
perayaan kelahiran, perkawinan, dan peringatan kematian.
2. Dalam kehidupan Negara Islam juga diperlukan bagi Negara Malaysia. Para Sultan pada
beberapa Negara Malaya merupakan kepala sebuah kelompok keturunan Aristokratik
yang membuat elit politik negeri dan merupakan raja-raja kampong. Seorang penguasa
juga disebut sebagai Sultan, Raja dan yang Dipertuan. Gelar-gelar tersebut merupakan
gelar Muslim dan Hindu yang diyakini sejak masa Islam. Pada periode tradisional Sultan
merupakan pejabat agama dan politik yang tertinggi dan melambangkan corak Muslim
masyarakat melayu. Sultan sebagai kepala agama mempunyai wewenang penuh bagi
umat Islam di Malaysia.
Di samping itu, kehidupan beragama di sana terasa sangat formal jika dibandingkan
dengan Indoensia seperti khutbah Jum’at yang harus berisikan doa bagi Sultan dan seluruh
keluarganya. Bahkan pernah terjadi pada waktu “Idul Fitri” di Masjid Kuala Lumpur, takbir yang
dikumandangkan bersama-sama diberhentikan demi menyambut kedatangan yang Maha
Mulia Sultan. Setelah Sri Baginda duduk, barulah bacaan takbir dikumandangkan kembali.
Jadi kedudukan seorang Sultan di Malaysia pada zaman dahulu sangat mulia.
Namun kenyataan di atas berubah drastis setelah Malaysia didominasi oleh Inggris.
System yang berlaku pada era tradisional ini berubah total. Mereka membebaskan para Sultan
Melayu dari otoritas efektif dalam segala urusan kecuali bidang yang berkenaan dengan
agama dan adapt. Oleh karena itu para Sultan berusaha memperkuat pengaruh mereka pada
bidang tersebut sebagai satu-satunya ekspresi dan berusaha memusatkan organisasi keaga-
maan Islam dan memperluas control kesultanan terhadap kehidupan keagamaan. Pada prin-
sipnya urusan agama Islam menjadi wewenang pemerintah Negara bagian. Seperti ditetapkan
dalam Konstitusi Malaysia, sultan menjadi pimpinan agama Islam di negerinya masing-mas-
ing. Sementara itu di negeri yang tidak mempunyai sulthan seperti Pulau Pinang, Malaka,
Sabah dan Serawak serta wilayah federal Kuala Lumpur sendiri, pimpinan agama dipercaya-
kan kepada yang di Pertuan Agung. Namun demikian agaknya pemerintah merasa perlu untuk
memadu, kalau tidak bisa dikatakan mengatur, agak aktifitas Islam di Negara tersebut tidak
menjadi sumber instabilitas. Hal ini dilakukan pemerintah, selain untuk menunjukkan perannya
dalam mendukung Islam juga dimaksudkan untuk menghilangkan kekhawatiran dan ketakutan
warga non Muslim terhadap apa yang dibahasakan Mahathir sebagai “Islam Fundamentalis”
yang diantaranya menginginkan penerapan hukum Islam dan atau terbentuknya Negara Islam
di Malaysia. Maka untuk menetralisir gerakan-gerakan fundamentalis tersebut, serta berupaya
untuk memandu dan mengatur aktifitas Islam di Negara itu, pemerintah perlu merancang dan
mengatur sendiri berbagai aktifitas Islam dan berdasarkan pada kebijakan pemerintah.
Dalam penerapan kurikulum pendidikan islam di Malaysia tidak berbeda jauh dengan
pendidikan Islam di Indonesia, yaitu kurikulum pendidikan islam yang mengandung dua ku-
rikulum inti sebagai kerangka dasar operasional pengembangan kurikulum. Pertama, tauhid
sebagai unsure pokok yang tidak dapat dirubah. Kedua, perintah membaca ayat-ayat Allah
yang meliputi tiga macam ayat, yaitu :
1. Ayat Allah yang berdasarkan wahyu,
2. Ayat Allah yang ada pada diri manusia,
3. Ayat Allah yang terdapat di alam semesta atau di luar dari manusia.
Para ahli pendidikan Islam dalam hal ini memberikan interpretasi-interpretasi
tersendiri. Prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam adalah :
1. Adanya pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-
nilainya
2. Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum
3. Keseimbangan yang relative antara tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum
4. Perkaitan dengan bakat, minat, kemampuan-kemampuan dan kebutuhan pelajar dan juga
dengan alam sekitar, fisik dan sosial tempat pelajar itu hidup berinteraksi
5. Pemeliharaan atas perbedaan-perbedaan individu diantara pelajar dalam bakat- bakat,
minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan lingkungan masyarakat.
6. penyesuaian dengan perkembangan dan perubahan yang berlaku dalam kehidupan
7. Pertautan antara mata pelajaran, pengalaman dan aktifitas yang terkandung dalam ku-
rikulum, dan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan murid dan kebu-
tuhan masyarakat tempat murid itu tinggal.
Periode pemerintahan 1976-1981 dan 1981 – 1986, terlihat betapa pemerintah Malay-
sia menunjukkan keseriusannya dalam meresponi kembali posisi Islam. Dalam rencananya
Islam tetap menjadi sumber kekuatan bagi mangsa. Malaysia, telah diwujudkan secara nyata
dalam bentuk naiknya pengeluaran anggaran dan dukungan moral pemerintah dalam bidang
pengajaran Islam di sekolah sekolah serta pembangunan mesjid-mesjid dan berbagai institusi
Islam. Kebijakan penting lainnya terkait dengan upaya menghasilkan sumber daya manusia
dan professional Muslim yang berkualitas dalam berbagai bidang kehidupan adalah kespon-
soran pemerintah dalam mendirikan universitas Islam berskala Internasional (IIUM) yang
dibiayai pemerintah dengan bantuan Arab Saudi.
Sebagai upaya untuk menunjukkan keseriusannya dalam merespons penegasan kem-
bali Islam, pemerintah menyediakan sejumlah infrastruktur yang diperlukan guna membantu
umat Islam dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama mereka. Realisasi paling umum
dari keseriusan ini adalah pembangunan sejumlah mesjid untuk memenuhi kebutuhan
komunitas Muslim akan tempat ibadah. Selain itu manifestasi penting lainnya dari kesunggu-
han pemerintah terlihat dari penyediaan infrastruktur bagi kebijakan pro-Islamnya di berbagai
bidang kehidupan seperti ekonomi, dakwah dan syiar Islam, pendidikan dan aspek-aspek
lainnya dalam meningkatkan keberagamaan masyarakat Muslim.
Sama halnya dengan apa yang terjadi diberbagai negara tetangga Thailand lainnya
seperti Indonesia dan Malaysia, maka di Thailand sistem pendidikan Pondok mengalami dina-
mika dan perubahan. Perubahan (modernisasi) itu terjadi disebabkan berbagai Faktor antara
lain masuknya ide-ide pembaharuan ke sistem Islam di Thailand, khususnya Pattani, setelah
perang dunia kedua timbul dinamika perubahan tersebut. Sistem pendidikan yang tidak ter-
setruktural tersebut berubah kepada sistem pengajaran yang tersetruktur. Dengan beberapa
kebijaksanaan dan tekanan imperialis Thai terhadap masyarakat melayu Pattani mengakibat-
kan para cendikiawan dan beberapa ahli, berfikir keras untuk mempertahankan dan mening-
katkan tarap kehidupan beragama di kalangan masyarakat Islam di Pattani.
Pada tahun 1933 Haji Sulong mendirikan sekolah modren pertama di Pattani. Projek
pembangunan sekolah Agama pertama di Pattani mulai dibangun pada penghujung tahun
1933 dengan jumlah dana 7200 Bath.yang disumbangkan oleh umat Muslim yang berada
dikampung anak –Ru dan sekitarnya dengan diberi nama sekolahnya Madrasah Al- Ma’arif Al
– Wathaniyah Fathani. Oleh karena itu maka lembaga pendidikan Pondok secara bertahap
berubah menjadi sekolah swasta Islam (madrasah).
Dinamika Pondok ini terjadi di Pattani terutama setelah pemerintah ikut serta untuk
melaksanakan perubahan di Pondok, diantaranya adanya usaha memasukkkan mata pelaja-
ran umum. Usaha itu pada mulanya mendapat tantangan dari kaum ulama, tetapi karena
usaha yang serius dari pemerintah maka usaha tersebut berhasil.
tulisan Jawi. Ciri khas dari pengajaran pondok itu adalah “No syistem of education non fixed
syilabus, Each proffesor (tok guru) is having his own method of teching and syllabu”.
Di Pattani para pelajar Pondok disebut dengan panggilan Tok Pake yang berasal dari
bahasa arab yang berarti orang yang sangat berhajat pada ilmu pengetahuan dan bimbingan
agama. Tok guru adalah seorang ahli dalam ilmu agama, wara’, tawaddu’. biasanya sudah
haji dan pernah tinggal di Mekkah atau negeri Timur Tengah lainnya.
Perubahan Pondok ke sistem pendidikan sekolah Islam swasta (madrasah) dengan
menganut sistem persekolahan (Madrasah) di Thailand ini, membawa perubahan yang luar
biasa bagi masyarakat Islam. Para lulusan sekolah Islam swasta (madrasah) itu dapat memilih
kemana mereka ingin melanjutkan pelajarannya sesuai dengan minat dan perhatiannya. Apa-
bila dia berminat dalam bidang Sains, maka dia dapat melanjutkan studi dalam bidang terse-
but, begitu juga apabila dia lebih terkonsentrasi dalam bidang agama dan bahasa Arab, juga
dapat direalisasikannya untuk melanjutkan studi kebidang tersebut. Banyak diantara lulusan
sekolah Islam swasta ini yang melanjutkan studi ke College of Islamic studies, Prince of
Songkla University dan dari situ banyak pula yang melanjutkan studinya ke Islamic Interna-
tional University Malaysia, Universitas kebangsaan Universitas Malaya, Universitas Karachi di
Pakistan Aligarh muslim University di India dan School of Islamic and Social Seciences di
Virginia USA.19 Dua hal yang menyebabkan terjadinya dinamika pembahuruan (modernisasi)
dikalangan Pondok di Thailand Selatan. Pertama tuntutan kemajuan dan perubahan zaman.
Kedua keikut sertaan Pemerintah Thailand untuk memasukkan mata pelajaran umum ke Pon-
dok.
Pondok-pondok yang telah berubah ini disebut dengan madrasah adapun yang men-
jadi perubahan dan pembaharuan modernisasi dalam pondok ini adalah Sistemnya, Kurikulum
serta manajemennya. Sebagaimana yang telah penulis uraikan tentang ciri-ciri pondok maka
pada Madrasah terdapat beberapa ciri antara lain :
1. Sistemnya klasikal, sistem madrasah ini berdasarkan kelas-kelas dan mempunyai jenjang
pendidikan sesuai dengan tingkatan yang ditetapkan;
2. Mempunyai kurikulum, silabus yang telah ditetapkan pokok- pokok bahasannya serta jad-
wal pelajaran;
3. Diajar oleh tenaga pengajar yang memiliki spesialisasi dalam bidang mata pelajaran yang
diajarkan di Madrasah tersebut;
4. Diajarkan dua jenis ilmu pengetahuan, pengetahuan agama dan pengetahuan umum.
Pada pagi hari jam 0800-1200. diajarkan ilmu-ilmu agama, dan sore hari pukul 13.00-
16.00. Pelajaran umum;
5. Disamping tenaga pengajar, madrasah juga memerlukan tenaga administrasi yang akan
menjalankan administrasi pembelajaran, diantara meraka diadakan pembahagian kerja
ada bahagian akademik, ada keuangan dan lain sebagainya;
6. Sistem manajeman tidak lagi terkonsentrasi pada satu orang sebagaimana di pondok ter-
konsentrasi kepada tok guru. Di madrasah sistem itu telah berubah kepada adanya pem-
bahagian tangggung jawab (sharing Patner) antara pimpinan madrasah dan ciri kepem-
impinnan yang seperti ini menjadikan lembaga pendidikan madrasah tersebut tidak lagi
tertutup, tetapi lebih terbuka dan dapat memerima ide baru dan pemikiran baru yang da-
tang dari luar;
7. Karena mata pelajaran di madrasah diajarkan dengan bervariasi, adanya mata pelajaran
agama dan umum, maka madrasah memerlukan pula beraneka ragam fasilitas pendidi-
kan dan pengajaran, misalnya labolatorium bahasa, labolatorium komputer, labolatorium
sains dan alat-alat olah raga.
Umat Islam di Thailand (sumber: BSE Sejarah Peradaban Islam Kurikulum 2013)
Selanjutnya, agama Islam di Brunei Darussalam terus berkembang pesat. Sejak Malaka yang
dikenal sebagai pusat penyebaran dan kebudayaan Islam jatuh ke tangan Portugis tahun
1511, banyak ahli agama Islam yang pindah ke Brunei.
Masuknya para ahli agama membuat perkembangan Islam semakin cepat menyebar
ke masyarakat. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan
Sultan Bolkiah (sultan ke-5) yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, Kepulauan Sulu,
Kepulauan Balabac, Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan utara Pulau Palawan.
Di masa Sultan Hassan (sultan ke-9), masyarakat Muslim Brunei memiliki institusi-institusi
pemerintahan agama. Agama pada saat itu dianggap memiliki peran penting dalam memandu
negara Brunei ke arah kesejahteraan. Pada saat pemerintahan Sultan Hassan ini, undang-
undang Islam, yaitu Hukum Qanun yang terdiri atas 46 pasal dan 6 bagian, diperkuat sebagai
undang-undang dasar negara. Di samping itu, Sultan Hassan juga telah melakukan usaha
penyempurnaan pemerintahan, antara lain dengan membentuk Majelis Agama Islam atas da-
sar Undang- Undang Agama dan Mahkamah Qadhi tahun 1955. Majelis ini bertugas mem-
berikan dan menasihati sultan dalam masalah agama dan ideologi negara. Untuk itu, dibentuk
Jabatan Hal Ehwal Agama yang tugasnya menyebarluaskan paham Islam, baik kepada
pemerintah beserta aparatnya maupun kepada masyarakat luas.
Langkah lain yang ditempuh sultan adalah menjadikan Islam benar-benar berfungsi
sebagai pandangan hidup rakyat Brunei. Pada tahun 1888-1983, Brunei berada di bawah
kekuasaan Inggris. Brunei merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke- 29,
yaitu Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzuddin wad Daulah, setelah memproklamasikan
kemerdekaannya pada 31 Desember 1983. Gelar Mu’izzuddin wad Daulah (Penata Agama
dan Negara) menunjukkan ciri keislaman yang selalu melekat pada setiap raja yang
memerintah. Pada Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi
raja di sana serta menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas
Serawak. Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada
James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-
perusahaan dagang dan pemerintahannya sampai dengan wilayah Brunei kelak berdiri sendiri
di bawah protektorat Inggris di tahun 1984.
Pada saat yang sama, Persekutuan Borneo Utara Britania sedang meluaskan
penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunei menjadi sebuah negeri di
bawah perlindungan kerajaan Britania dengan kedaulatan dalam negerinya, tetapi dengan
urusan luar negeri tetap diawasi Britania. Pada tahun 1906, Brunei menerima suatu langkah
perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif dipindahkan kepada seorang residen
Britania, yang bertugas menasehati baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali hal yang
bersangkutan dengan adat istiadat setempat dan agama. Pada 4 Januari 1979, Brunei dan
Britania Raya telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Perjanjian
tersebut berisi 6 pasal. Akhirnya setelah 96 tahun di bawah pemerintahan Inggris Brunei resmi
menjadi negara merdeka di bawah Sultan Hassanal Bolkiah pada 1 Januari 1984, Brunei
Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
Brunei Darussalam memperoleh kemerdekaan penuh pada tanggal 1 januari 1984.
Penduduk negara ini terdiri dari 65% suku Melayu, 25% keturunan Cina, dan sisanya
kelompok pribumi Kalimantan. Setelah merdeka Brunei menjadi sebuah negara Melayu Islam
Baraja. “Melayu” diartikan dengan negara Melayu yang mengamalkan nilai-nilai tradisi atau
kebudayaan Melayu yang memiliki unsur-unsur kebaikan dan menguntungkan. “Islam”
diartikan sebagai suatu kepercayaan yang dianut negara yang bermadzhab Ahlussunnah wal
Jama’ah sesuai konstitusi dan cita-cita kemerdekaannya. “Baraja” adalah suatu sistem tradisi
Melayu yang telah lama ada. Brunei merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan
ke- 29, yaitu Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzuddin wad Daulah. Panggilan resmi kenegaraan
sultan adalah Yang Maha Mulia Paduka Sri Baginda. Gelar Mu’izzuddin wad Daulah (penata
agama dan negara) menunjukkan ciri keislaman yang selalu melekat pada setiap raja yang
memerintah.
Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan
monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu
oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri, yang dipilih dan diketuai oleh Sultan
sendiri. Untuk kepentingan penelitian agama Islam, pada tanggal 16 September 1985 didirikan
pusat dakwah yang juga bertugas melaksanakan program dakwah serta pendidikan kepada
pegawai-pegawai agama serta masyarakat luas dan pusat pameran perkembangan dunia
Islam.
Di Brunei, orang-orang cacat dan anak yatim menjadi tanggungan negara. Seluruh
pendidikan rakyat (dari TK sampai Perguruan Tinggi) dan pelayanan kesehatan diberikan
secara gratis. Pihak kerajaan memainkan peranan penting dalam perkembangan Islam. Peran
ini terlihat dari langkah pemerintahan Kesultanan Brunei untuk mendirikan Pusat Kajian Islam
yang ditujukan untuk kepentingan penelitian agama Islam. Pusat kajian yang didirikan pada
16 September 1985 ini bertugas melaksanakan program dakwah serta pendidikan kepada
pegawai-pegawai agama serta masyarakat luas dan pusat pameran perkembangan dunia
Islam. Geliat keislaman di Brunei Darussalam jelas terlihat pada saat hari-hari besar Islam,
seperti Maulid Nabi SAW, Nuzulul Quran, dan Isra Mi’raj. Setiap hari besar Islam, pihak
Kesultanan Brunei selalu menyelenggarakan acara perayaan. Bahkan, Sultan Hassanal
Bolkiah selaku pemimpin negara mewajibkan para pegawai kerajaan untuk menghadiri
peringatan tersebut.
ARMM di bawah kepemimpinan Misuari mencakup Maguindanao, Lanao del Sur, Sulu, dan
Tawi-Tawi. ARMM dibentuk oleh pemerintah pada tahun 1989 sebagai daerah otonomi di
Filipina Selatan, sebagai hasil dari kesepakatan damai antara MNLF dan pemerintah pusat
Filipina. Ketika itu penduduk boleh menyatakan pilihannya untuk bergabung dalam wilayah
otonomi muslim, dan hasilnya empat wilayah tersebut memilih untuk bergabung. Meskipun
begitu, kesepakatan itu tidak cukup memuaskan sebagian pejuang muslim sehingga
munculah Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan kelompok Abu Sayyaf. Kelompok ini
bersumpah untuk menentang dan memboikot ARMM dan tetap memperjuangkan
kemerdekaan. Meskipun pada saat sekarang MILF juga menerima otonami dengan syarat
wilayah otonami ARMM diperluas dengan ditambahkan beberapa provinsi lagi sebagai
tambahan.
Bangsa Eropa pertama kali tiba di Filipina pada tahun 1521 dipimpin oleh Magellan
yang kemudian dibunuh oleh kepala suku setempat dalam peperangan. Kemudian Tentara
Spanyol yang dipimpin Miguel Lopez Legaspi, yang tiba di pantai kepulauan Filipina pada
tahun 1565, menghentikan perkembangan dakwah Islam pada tahun 570 di Manila, yang
menyebabkan terjadinya pertempuran selama berabad-abad masa pendudukan Spanyol.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penjajahan Spanyol bermula pada tahun 1565 di salah satu
pulau Filipina dan mereka segera mengetahui bahwa sebagian penduduk setempat beragama
Islam. Di samping suku Maguindanao, suku lain yang bertempat tinggal di pulau Mindanao
adalah suku Maranao yang merupakan kelompok muslim terbesar kedua di Filipina. Dari
sekian banyak kelompok muslim Filipina, Maranao adalah yang terakhir memeluk Islam.
Sufisme memengaruhi corak Islam di Maranao, terutama dalam hal kosakata dan musik ritual.
Nama Bangsa Moro merujuk pada empat suku yang mendiami Filipina selatan, yaitu Tausug,
Maranao, Maguindanao, dan Banguingui.
Islamisasi awal di Sulu dapat diklasifikasi dalam beberapa tahap. Tahap pertama
terjadi pada seperempat terakhir abad ketiga belas atau lebih awal ketika para pedagang asing
mendiami kawasan ini. Beberapa pedagang ini menikahi keluarga setempat yang
berpengaruh. Pada tahap ini elemen-elemen Islam awal diintegrasikan ke dalam masyarakat
setempat dan secara bertahap terjadi pembentukan keluarga Muslim.
Tahap kedua, yang diperkirakan terjadi pada paruh kedua abad keempat belas, adalah
kelanjutan dari pendirian kumpulan keluarga Muslim yang secara bertahap melakukan dakwah
terhadap masyarakat setempat. Peristiwa ini bersamaan dengan proses dakwah Islam di
Jawa. Pada tahap ini para pendakwah dikenal dengan sebutan makhdumin.
Tahap ketiga adalah kedatangan Muslim Melayu dari Sumatera pada permulaan abad
kelima belas. Hal ini ditandai dengan kedatangan Raja Baguinda dengan beberapa
penasehatnya yang ahli agama, yang membuat umat Islam saat itu memiliki penguasa Muslim
yang menjamin berjalannya proses dakwah.
Tahap selanjutnya ialah pendirian kesultanan oleh Shariful Hashim menjelang tengah
abad kelima belas. Pada saat itu, Islam telah menyebar dari daerah pantai ke daerah pegunun-
gan di pedalaman pulau Sulu. Penerimaan kepala-kepala suku setempat di daerah pantai me-
nandakan bahwa kesadaran tentang Islam telah menyebar luas. Menjelang permulaan abad
keenam belas, hubungan politik dan perdagangan yang semakin meningkat dengan bagian
kepulauan Nusantara lain yang telah berhasil diislamisasi, menjadikan Sulu sebagai bagian
dari Darul Islam yang berpusat di Malaysia.
Sekitar akhir abad keenam belas dan beberapa dekade awal abad ketujuh belas,
persekutuan politik dengan kerajaan-kerajaan Islam yang bertetangga untuk menghadapi ba-
haya penjajahan dan Kristenisasi Barat dan para pendakwah yang terus berdatangan menja-
min keberlangsungan Islam di Sulu hingga sekarang. Hubungan antara Muslim Filipina dan
dunia Islam secara umum dilakukan melalui umat Islam Asia Tenggara yang lain. Hal ini
disebabkan kedekatan kultural dan, terutama, religiusitas Bangsa Moro dan bangsa Melayu
yang lain. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa, sebelum penggunaan bahasa Arab menjadi
populer, buku-buku agama di Mindanao dan Sulu kebanyakan berbahasa Melayu yang ditulis
dalam aksara jawi, dan hanya sedikit orang yang mampu membaca huruf Arab. Setelah Fili-
pina merdeka pada 1946 di mana pulau Mindanao dan Sulu dijadikan bagian dari Republik
Filipina, hubungan antara Muslim Filipina dan negara Timur Tengah semakin kuat. Hubungan
ini ditandai dengan pengiriman para pelajar Mindanao ke universitas al-Azhar dan banyaknya
beasiswa yang disediakan oleh negara-negara Arab. Dengan kondisi ini hubungan Muslim
Filipina yang pada mulanya berorientasi Asia Tenggara menjadi semakin terbuka terhadap
akses langsung Islam di Timur Tengah.
Selama hampir 4 abad, telah terjadi upaya penjauhan ajaran Islam dari generasi kaum
muslim secara berturut-turut melalui jalan peperangan yang menghancurkan kaum muslimin
dan memaksa mereka untuk memeluk agama Nasrani dengan ancaman kekerasan. Namun
mereka tidak juga mampu mengalahkan pemerintahan-pemerintahan Muslim, sehingga di
sana masih tersisa beberapa pemerintahan. Spanyol belum berhasil sepenuhnya menguasai
Filipina, khususnya kepulauan Mindanao dan Sulu. Amerika kemudian menguasai kepulauan
Filipina pada tahun 1317 H/1899 M. Maka timbullah perlawanan menentangnya dan
berlangsung hingga tahun 1339 H/ 1920 M. Setelah itu kaum Muslimin menyerah, karena
mereka telah ditimpa penyakit “wahn” (penyakit cinta dunia dan takut mati). Kemudian
tersebarlah berbagai penyakit, seperti kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan di antara
mereka. Pada saat itulah orang-orang Salib menawarkan berbagai bantuan, hingga akhirnya
Islam surut kembali di negeri itu. Amerika kemudian mengumumkan kemerdekaan bagi
Filipina pada tahun 1366 H/1946 M. Sekarang ini Islam hanya tinggal ada di 13 wilayah di
selatan Filipina, yang sampai saat ini masih tetap menuntut pemerintahan otonomi dengan
segala upayanya.
Masjid di Mindanau Filipina Selatan (sumber: BSE Sejarah Peradaban Islam Kurikulum 2013)
Visi pendidikan yang dianut adalah “First World Economy, World Class Home” dengan
menekankan pentingnya sistem pendidikan yang berkualitas tinggi. Para pelajar dan
mahasiswa dituntut tidak hanya mempelajari ilmu pengetahuan semata- mata tetapi juga
mempelajari cara untuk menciptakan ilmu-ilmu yang baru. Untuk itu, pemerintah telah
menyusun tim yang kuat pada menteri pendidika Singapura dengan mengangkat menteri
muda yang berkualitas.
Usaha-usaha penyempurnaan pendidikan dilakukan melalui peninjauan kurikulum dan
sistem, rekrutmen siswa khususnya di tingkat universitas, pengembangan teknologi informasi
serta pembangunannya secara holistik. Singapura bercita-cata universitas terkenal di dunia
diharapkan dapat bekerja sama membuka kampus-kampus cabang di singapura.
Lembaga pendidikan Islam di Singapura hanya terbatas pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah dengan jenis dan jumlah yang terbatas. Terdapat dua jenis lembaga
pendidikan Islam, yaitu madrasah sepenuh masa (full time) dan madrasah separuh masa (part
time). Madrasah sepenuh masa merupakan lembaga pendidikan Islam yang proses
pembelajarannya berlangsung tiap hari sebagaimana yang terjadi pada madrasah di
Indonesia, dan kurikulumnya menggabungkan mata pelajaran agama dan umum. Sedangkan
madrasah separuh masa merupakan lembaga pendidikan yang proses pembelajarannya tidak
berlangsung tiap hari, mungkin dua-tiga kali seminggu, dilaksanakan pada sore dan malam
hari; materinya murni keagamaan; dan umumnya berlangsung di masjid-masjid. Dengan
karakter demikian, madrasah separuh masa lebih tepat disebut pendidikan non-formal.
Kedua jenis madrasah tersebut memiliki bidang garapan berbeda. Sasaran madrasah
penuh waktu adalah para pelajar muslim yang sejak awal memilih lembaga ini sebagai tempat
mengembangkan potensinya. Sedangkan madrasah paruh waktu memiliki sasaran para
pelajar muslim yang menuntut ilmu di sekolah umum, agar mereka mengenal ajaran dasar
Islam mengingat sekolah-sekolah umum di Singapura tidak mengajarkan mata pelajaran
agama. Dengan demikian, kedua jenis madrasah tersebut sama-sama memiliki peran
signifikan dalam menumbuhkembangkan semangat islami sejak dini bagi para generasi
muslim.
lima waktu dan shalat Jumat). Tetapi, masid di negeri sekuler ini, benar-benar berfungsi
sebagaimana zaman Rasulullah, sebagai pusat kegiatan Islam. Saat ini di Singapura terdapat
70 masjid. Selain tempatnya yang sangat bersih dan indah, juga di ruas kanan dan kiri di setiap
masjid terdapat ruangan-ruangan kelas untuk belajar agama dan kursus keterampilan.
Berbagai disiplin ilmu agama diajarkan setiap siang dan sore hari. Kegiatan ceramah rohani
usai juga diajarkan usai shalat shubuh atau maghrib.
Aktivitas lainnya, diskusi berbagai masalah kontemporer dan keislaman. Diskusi ini
biasanya diadakan oleh organisasi remaja di setiap masjid. Dewan pengurus setiap masjid
juga menerbitkan media (majalah dan buletin) sebagai media dakwah dan ukhuwah sesama
muslim. Berbeda dengan di negara lainnya, para pengurus masjid digaji khusus, dan memiliki
ruangan pengurus eksekutif laiknya perkantoran modern.
Keberadaan lembaga swadaya masyarakat Islam (LSM) juga tak kalah pentingnya
dalam upaya menjadikan muslim dan komunitas Islam negeri itu potret yang maju dan
progresif. Berbagai LSM Islam yang ada terbukti berperan penting dalam agenda-agenda riil
masyarakat muslim. Saat ini, tidak kurang dari sepuluh LSM, di antaranya adalah: Association
of Muslim Professionals (AMP), Kesatuan Guru-Guru Melayu Singapura (KGMS), Muslim
Converts Association (Darul Arqam), Muhammadiyah, Muslim Missionary Soceity Singapore
(Jamiyah), Council for the Development of Singapore Muslim Community (MENDAKI),
National University Singapore (NUS) Muslim Society, Perdaus (Persatuan dai dan ulama
Singapura), Singapore Religious Teachers Association (Pergas), Mercy Relief (Center for
Humanitarian), International Assembly of Islamic Studies (IMPIAN), dan Lembaga Pendidikan
Alquran Singapura (LPQS).
Seluruh lembaga dan sistem manajemen profesional ini ditujukan bukan saja pada
terbentuknya kualitas muslim dan komunitas Islam yang maju, moderat dan progresif, tetapi
juga potret yang mampu berkompetisi dan meningkatkan citra Islam di tengah pemandangan
global yang kurang baik saat ini. Model demikian inilah yang kini terus diperjuangkan agar
Islam yang rahmat menjelma dalam kehidupan masyarakat Singapura.
Selain pendidikan agama Islam, siswa juga belajar tentang materi umum. Para siswa
mempelajari agama Islam sementara mereka juga mempelajari materi- materi non Islam.
Madrasah Al Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam yang sejalan
dengan dunia modern di negeri singa tersebut.
Madrasah Al Irsyad Al Islamiah sendiri memiliki total siswa 900 orang mulai dari tingkat
dasar hingga menengah. Demi mengakomodasi kurikulum ganda, Islam dan nasional, sekolah
memiliki waktu sekolah tiga jam lebih panjang dari pada sekolah umumnya. Madrasah Al
Irsyad menempati urutan pertama dari enam madrasah yang ada di Negeri Singa tersebut.
Selain menganut kurikulum modern, institusi pendidikan Islam tersebut juga memiliki
titik utama sebagai Islamic Center dari Dewan Agama Islam Singapura, dewan penasihat yang
memberi masukan kepada pemerintah perihal urusan menyangkut Muslim. Kurikulum yang
dipakai di Madrasah Al Irsyad Al Islamiah memadukan materi pendidikan lokal dan
internasional bernapas Islam dalam kegiatan belajar mengajar. Bahasa Inggris menjadi
bahasa pengantar yang dominan, baik di dalam kelas maupun di laboratorium komputer,
laboratorium ilmu pengetahuan, maupun perpustakaan.
Rangkuman
1. Ditemukan catatan-catatan penting dari Tiongkok, yang menyatakan bahwa orang Arab
telah datang di Asia Tenggara pada abad 7 M atau abad pertama Islam (1 H).
2. Islam sangat berkembang di Malaysia dan Brunei Darussalam.
3. Penduduk Thailand wilayah selatan mayoritas memeluk agama Islam.
4. Brunai Darussalam, menjadikan Islam sebagai agama resmi negara.
5. Islam berkembang di Malaysia dimulai sejak periode kerajaan Melayu.
6. Sejarah perkembangan Islam di Filipina, bahwa muslim Filipina yang terlalu cinta dunia
juga terombang-ambing ditengah keterpaksa nasrani, yang membuat muslim di Filipina
saat ini bisa dikatakan sangat sedikit. (minoritas)
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Perkembangan Islam di Asia
Tenggara. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan Belajar 1,
kerjakan tugas-tugas sebagai berikut.
Tes Formatif 4
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
D. 16
3. Mayoritas penduduk muslim di Thailand berada di daerah ....
A. Bangkok
B. Pattani
C. Leng Ying
D. Kuang
4. Kerajaan Islam di Thailand adalah Daulah Islamiyah Pattani. Pattani berasal dari bahasa...
A. Melayu
B. Arab
C. Rusia
D. Persia
5. Etnis yang menjadi mayoritas penduduk beragama Islam di Filipina adalah...
A. Melayu
B. Jawa
C. Moro
D. Tionghoa
6. Mayoritas agama di Singapura menurut sesnsus tahun 2000...
A. Islam
B. Hindu
C. Budha
D. Konghucu
7. Mayoritas penduduk Islam di Asia Tenggara dari keseluruhan penduduknya adalah...
A. Thaialand
B. Malaysia
C. Brunei
D. Filipina
8. Yang memainkan peran penting dalam dakwah Islam di Malaysia adalah...
A. Pedagang
B. Guru
C. Muballigh
D. Penjajah
9. Negara berasaskan Islam di Asia Tenggara adalah ...
A. Thailand
B. Filipina
C. Brunei
D. Malaysia
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan modul
selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda dipersilakan mempelajari kembali
Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang kurang Anda kuasai.
TUGAS AKHIR
Buatlah mind map sejarah masuknya Islam di Indonesia, tradisi dan seni budaya lokal umat
Islam di Nusantara, perkembagnan Islam Nusantara modern-kontemporer dan perkembangan
Islam di Asia Tenggara!
TES SUMATIF
2.
Di bawah ini termasuk bukti masuknya Islam di Nusantara abad ke 11 adalah telah
ditemukannya ….
A. prasati huruf Arab tradisional yang berangka 1082
B. makam panjang di daerah Leran Gresik
C. makam Sunan Ampel dan keluargannya
D. bangunan masjid Kudus
5.
Cara masuknya Islam ke Indonesia melalui perdagangan sejalan ramainya lalu lintas
perdagangan laut dengan ....
A. berinteraksi dan berekspresi
B. langsung menyebarkan agama Islam
C. menguasai pusat-pusat perdagangan
D. berinteraksi, berasimilasi dan berdakwah
7. Para Walisongo dalam menyebarkan Islam ada yang melalui pendidikan dan
pengajaran, khususnya melalui pesantren. Di antara nama pesantren tersebut adalah
....
A. Gading Fajar
B. Sunan Giri
C. An Nuur
D. Al Hikam
8.
Penyebaran Islam di Nusantara ada yang melalui Tasyawuf. Ajaran tasawuf ini ban-
yak didapati dalam cerita-cerita ….
A. kisah laila majnun
B. hikayat raja
C. 1001 malam
D. babad
10.
Di antara penyebaran agama Islam di Indonesia ada yang melalui kesenian. Dalam
hal ini sebagai buktinya adalah Adanya seni ....
A. bangunan, pahat, musik, dan sastra
B. sastra, bangunan dan suara
C. musik, sastra dan bela diri
D. pahat, musik, dan puisi
Setelah kalian memahami uraian mengenai Perkembangan Islam di Afrika, Amerika, Eropa
dan Australia coba kalian amati perilaku berikut ini dan berikan komentar!
1. Menghormati perbedaan
2. Menghormati kawan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, J. 2017. Islam Asia Tenggara: Dinamika Historis dan Distingsi. Makalah Sekolah Pas-
casarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1-26. Online:
https://www.researchgate.net/publication/322077592_ISLAM_ASIA_TENGGARA_
AKAR_ HISTORIS_DAN_DISTINGSI.
Al-Brebesy, Ma'mun Murod. 1999. Menyingkap Pemikiran politik Gusdur dan Amin Rais ten-
tang Negara, Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Al-‘Usairy, A. 1996. Sejarah Islam: sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX. Cet. 14. Ter-
jemahan Samson Rahman. 2017. Jakarta Timur: Akbar Media.
Azra, Azyumardi. 1998. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaruan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Dahlan, M. 2013. Dinamika Perkembangan Islam di Asia Tenggara: Perspektif Histori. Jurnal
Adabiyah, 13 (1), 113-121. Online: http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/ada-
biyah/article/view/367/pdf_21.
Ghofur, A. 2011. Tela’ah Kritis Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara. Jurnal
Ushuluddin, 17 (2), 159-169.
Hamka. 2017. Sejarah Umat Islam: Pra-kenabian hingga Islam di Nusantara. Cet. 3. Depok:
Gema Insani.
Hasbullah. 2001. Sejarah Pendidikan Islam Indonesia Lintas Sejarah Pertum-buhan dan
Perkembangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Hayat, B. 2012. Kontribusi Islam terhadap Masa Depan Peradaban di Asia Tenggara. Miqot,
36 (1), 192-204. Online: http://jurnalmiqotojs.uinsu.ac.id/index.php/jurnalmiqot/arti-
cle/view/115/105.
Husda, Husaini. 2016. Islamisasi Nusantara (Analisis Terhadap Discursus Para Sejarawan)
ADABIYA Volume 18, Nomor 35, Agustus 2016.
Ibrahim, Q.A. dan Saleh, M.A. 2014. Buku Pintar Sejarah Islam: Jejak Langkah Peradaban
Islam dari Masa Nabi hingga Masa Kini. Terj. Zainal Arifin. Jakarta: Penerbit Zaman.
Ismail, F. 2016. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis Analitis Historis. Yogyakarta: Pen-
erbit Ombak.
Kholid, A.R. Idham. Sejarah Kebudayaan Islam MA Kelas XII. Jakarta : Kementerian Agama.
Laurens, Joyce Marcella. 2005. Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: Grasindo.
Malik, Dedy DJamaluddin dan Idy Subandi Ibrahi. 1998. Zaman Baru Islam Indonesia Cet,. I.
Bandung: Mizan.
Nata, Abuddin. 2005. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta; PT.
Raja Grafindo Persada.
Pokja Akademik. 2005. Islam Dan Budaya Lokal. Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga:
Yogyakarta.
Remage, Douglas E. 1997. Demokratisasi, toleransi agama dan pancasila; pemikiran politik
Abdurrahman Wahid, dalam Greg Fealy dan Greg Barton, Tradisionalisme Radikal;
Persingungan Nahdatul Ulama-Negara, Cet. I. Yogyakarta: LKIS.
Said, H.A. 2016. Islam dan Budaya dI Banten: menelisik tradisi debus dan maulid. Kalam:
Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 10 (1), 109-138. Online: http://ejour-
nal.radenintan.ac.id/index.php/KALAM/article/view/338/194.
Santalia, Indo. 2015. K.H. Abdurrahman Wahid: Agama dan Negara, Pluralisme, Demo-
kratisasi, dan Pribumisasi Jurnal Al-Adyaan, Volume I, Nomor 2, Desember 2015.
Makassar: UIN Alayudin Makassar.
Sumartana. 2000. Pembawa Bangsa Pasca Tradisional, dalam INCRES, Beyond The
Symbols Jejak antropologis Pemikiran dan Gerakan Gusdur Cet. I. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Sunyoto, A. 2018. Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai
Fakta Sejarah. Cet. 8. Tangerang Selatan: Pustaka IIMaN.
Susanto, P. 2015. Perbandingan Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jurnal Pendidikan Islam,
4 (1), 71-93. Online: http://ejournal.uin-suka.ac.id/tarbiyah/index.php/JPI/arti-
cle/view/1181/1077.
Suryanegara, A.M. 2012. Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Mene-
gakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cet. V. Bandung: Penerbit Salama-
dani.
Sutrisni, Budiono Hadi. 2009. Sejarah Wali songo Misi Pengislaman Di Jawa. Yogyakarta:
Grha Pustaka.
Sucipto, Hery. 2010. KH. Ahmad Dahlan Sang Pencerah Pendidik dan Pendiri Muhammadiyah
.Jakarta: Media Utama.
Suzeno, Frans Magnis. 2000. Pembawa Bangsa Pasca Tradisional, dalam INCRES, Beyond
The Symbols Jejak antropologis Pemikiran dan Gerakan Gusdur, Cet. I. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Ridjaluddin F.N, 2009. Filsafat Pendidikan Islam: Pandangan K.H Ahmad Dahlan dan
Beberapa Tokoh Lainnya Pemecahan Problema Pendidikan Bangsa. Jakarta
Selatan: Pustaka Kajian Islam
GLOSARIUM
Kitab: tulisan berupa kisah, cerita, sejarah, dan kadang campuran antara legenda-mitos-
sejarah yang pada masa Hindu-Buddha ditulis oleh pujangga (sastrawan) istana;
bahan yang pakai adalah daun lontar, dluwang, batang bambu, dan lain-lain
Khusunah: kekasaran desa atas politik dan pemerintah dengan meninggalkan kehalusan
budibahasanya.
Mahzab: Aliran dalam Islam berdasarkan pada perbedaan aspek cara-cara peribadatan, teru-
tama masalah syariah
Masjid: tempat utama beribadah umat Islam seperi shalat, zikir, berdiskusi, ceramah
Modernisasi: Proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk
dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.
Monarchiheridetis: Kekuasaan politik dimana raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan
dominan negara.
Monarki: Kerajaan; pemerintahan oleh raja.
Mufti: semacam penasehat sultan dinasti Islam dalam menentukan kebijakan pemerintahan
Nasionalisme: suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu kepada negara
dan bangsa (Hans Kohn), yang muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah
laku dalam memperjuangkan nasib yang sama (Otto Bouer) dan muncul ketika ada
keinginan untuk bersatu (Ernest Renant)
Sistem: Seperangkat unsur yang teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas,
misalnya sitem pendidikan, system tanam paksa.
Suni: Salah satu aliran besar dalam Islam yang melanjutkan tradisi kepemimpinan Muawiyah
atau Bani Umayyah
Syiah: Salah satu aliran dalam Islam yang mempertahankan klaim bahwa yang harus mem-
impin umat adalah keturunan Ali bin Abi Thalib dari Fatimah, puteri Rasulullah Muham-
mad
Tahkim: Perundingan damai.
Tradisi: Adat kebiasaan turun menurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam
masyarakat
10. C
MODUL 6
PERKEMBANGAN ISLAM GLOBAL
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Relevansi
Islam telah tersebar luas di berbagai belahan dunia; Afrika, Amerika, Eropa, dan Australia,
secara menakjubkan. Islam di empat benua tersebut telah mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang signifikan. Di Afrika perkembangan Islam sebenarnya sejak zaman
Rasulullah dimana dalam peristiwa umat muslim ketika itu melakukan hijrah yang pertama ke
Abisinia (Ethiopia). Tetapi ketika itu Islam belum terlihat berkembang. Ketika zaman khalifah
Umar bin Khatab, perluasan Islam mulai kedaerah Afrika Utara (Mesir), hingga pojok atas
benua Afrika (Maroko). Di Amerika, strategi dakwah Islam lebih ke pendekatan dan
pembebasan budak zaman itu, serta kesetaraan antara kulit putih dan kulit hitam. Tokoh-tokoh
Islam Amerika lebih mementingkan kebersamaan antara satu dengan yang lainnya
(ukhuwah). Di Eropa, periode kekhalifahan Islam di Spanyol (Andalusia) selama ± 8 abad dan
pemerintahannya menyebar di beberapa pulau, seperti Perancis Selatan, Sicilia, dan Italia
Selatan. Kekhalifahan Islam di Spanyol berakhir pada tahun 1492. Di Australia, pelaut-pelaut
Makassar adalah yang pertama kali melakukan kontak dengan bangsa asli Australia yaitu
Aborigin. Mereka mendarat di Australia bagian utara sekitar tahun 1700an. Pada abad ke-20
perkembangan masjid di Australia cukup menggembirakan karena banyak masjid yang dibuat
oleh arsitek yang berasal dari penduduk pribumi.
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di madrasah bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: (1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya
mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh
Rasulullah saw. dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam; (2)
Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan
sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan; (3) Melatih daya kritis peserta
didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan
ilmiah; (4) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan
sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau; dan (5) Mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam),
meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya,
politik, ekonomi, iptek dan seni dan lain-lain untuk mengembangkan Kebudayaan dan
peradaban Islam.
Guru Sejarah Kebudayaan Islam seharusnya mampu menguasi materi pembelajaran secara
luas dan mendalam. Dengan demikian diharapkan para guru dapat menumbuhkan kesadaran
peserta didik tentang pentingnya nilai-nilai dari setiap peristiwa sejarah, melatih daya kritis
peserta didik terhadap fakta-fakta sejarah, menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta
didik terhadap peninggalan sejarah Islam. Selain itu, memfasilitasi dan memotivasi peserta
didik agar mampu mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani
tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena-fenomena kehidupan, se-
hingga peserta didik dapat mengambil bagian dalam pengembangan kebudayaan dan perada-
ban Islam.
Dalam membelajarkan sejarah perkembangan Islam di Afrika, Amerika, Eropa, dan Australia,
para guru SKI dituntut minimal menyenangi sejarah, menguasai materi sejarah, serta
menguasai metode pembelajarannya. Dengan mempelajari materi modul ini, diharapkan Anda
memperoleh manfaat untuk lebih mengenal secara luas dan mendalam berbagai
perkembangan Islam yang terjadi di empat benua tersesbut.
Petunjuk Belajar
Agar Anda dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan, Anda dapat mengikuti petunjuk berikut.
1. Bacalah secara cermat tujuan belajar yang hendak dicapai.
2. Pelajari contoh yang tersedia.
3. Cermati materi perkembangan Islam global ini, dengan beri tanda-tanda khusus pada
bagian yang menurut Anda sangat penting.
4. Lihatlah glosarium yang terletak di bagian akhir tulisan ini, apabila menemukan istilah-
istilah khusus yang kurang Anda pahami.
5. Kerjakan latihan dengan baik, untuk memperlancar pemahaman Anda.
6. Setelah Anda mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan, mulailah membaca
modul ini secara teliti dan berurutan.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Sejarah masuknya Islam di Afrika
Salah satu guru besar sejarawan Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat
adalah Nezar al-Sayyad. Beliau mengungkapkan, ada beberapa faktor yang mendorong
bangsa Arab melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah di luar Arab. Diantara faktor tersebut
antara lain untuk menjalankan misi Ilahiah dalam menyebarkan syiar Islam, memelihara
kekuasaan politik di bawah kontrol kelompok elite Arab, serta mendapatkan keuntungan dari
sumber daya alam di tanah yang telah ditaklukkan. Kendati demikian, ekspansi oleh bangsa
Arab tidak selalu menghadapi konfrontasi di wilayah-wilayah yang mereka taklukkan. Seperti
di Damaskus dan Sisilia, dominasi bangsa Arab di sana justru membawa dampak yang jauh
lebih positif dibandingkan eksploitasi yang kerap dilakukan oleh rezim Bizantium (Romawi Ti-
mur) pada masa-masa sebelumnya.
Sebaliknya, penetrasi Islam di wilayah sub-Sahara Afrika yang terjadi sekitar abad ke-
9, justru bukan melalui misi penaklukan, melainkan karena adanya hubungan perdagangan.
Pada zaman itu, wilayah tersebut memang termasuk salah satu kawasan yang lazim dilintasi
oleh para kafilah dagang. Al-Sayyad menjelaskan, ada dua rute perdagangan yang ikut mem-
bentuk pengaruh Islam di Afrika Barat. Yang pertama adalah jalur yang menghubungkan
negeri-negeri Maghribi (Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya) dengan pusat-pusat
perdagangan emas Berber-Afrika seperti negeri Soninke (sekarang Negara Ghana). Jalur
perdagangan lainnya adalah rute timur yang menghubungkan Sudan Tengah, Kanem, Bornu,
serta Negara-negara Hausa dengan Libya, Tunisia, dan Mesir. Meskipun terdiri dari berbagai
daerah dan etnis, tapi salah satu faktor pemersatu Islam di Afrika adalah dominasi mazhab
Maliki yang kebanyakan diikuti oleh masyarakat negeri-negeri Maghribi.
Setelah Islam berkembang di kawasan sub-Sahara, raja-raja di Afrika mulai menerima
kaum Muslim. Bahkan, tak sedikit raja-raja itu memeluk Islam dan mengubahnya menjadi ke-
rajaan Islam. Dengan munculnya dinasti-dinasti Islam, perkembangan Islam dan perada-
bannya semakin pesat di kawasan Afrika Barat. Diantara dinasti-dinasti Islam tersebut yaitu:
1. Kekaisaran Ghana
Salah satu kerajaan pertama yang bisa menerima Islam di Afrika Barat adalah
Kekaisaran Ghana (830-1235 M). Kerajaan itu berada Mauritania dan Mali bagian barat.
Menurut Prof. A. Rahman I Doi, keberadaan Kekaisaran Ghana sempat ditulis oleh geo-
grafer Muslim bernama al-Bakri dalam kitab Fi Masalik wal Mamalik.
Menurut al-Bakri, pada 1068 M Kerajaan Ghana telah mencapai kemajuan. Secara
ekonomi, negara itu begitu kaya dan makmur. Raja Kekaisaran Ghana sudah mempeker-
jakan Muslim sebagai penerjemah. Tak hanya itu, sebagian besar menteri dan bendahara
negara adalah umat Islam.
Al-Bakri pun melukiskan perkembangan Islam di Kekaisaran Ghana pada abad ke-
11 M dengan seuntai kata. Kota Ghana memiliki dua kota yang terletak pada sebuah data-
ran, salah satunya dihuni umat Islam dalam jumlah yang banyak. Komunitas ini memiliki 12
masjid yang biasa digunakan untuk shalat Jumat. Setiap masjid memiliki imam, muazin,
serta para pembaca Alquran. Kota Muslim itu banyak memiliki ahli hukum, pengacara, dan
orang-orang pintar.
2. Dinasti Za di Gao
Dinasti Za berbasis di Kota Kukiya dan Gao di Sungai Niger River sekarang dikenal
sebagai Mali modern. Dinasti itu didirikan Za Alayaman pada abad ke-11 M. Pendiri raja itu
berasal dari Yamen dan menetap di Kota Kukiya. Dinasti itu berubah menjadi kerajaan Is-
lam setelah pada 1009-1010 M, Za Kusoy penguasa ke-15 memeluk Islam. Kerajaan itu
ditaklukkan Kekaisaran Mali pada awal abad ke-13 M.
3. Kekaisaran Mali
Menurut sejarawan Margari Hill dari Stanford University, Kerajaan Mali didirikan
oleh Raja Sunjiata Keita. Ia bukanlah seorang Muslim. Raja Mali pertama yang masuk Islam
adalah Mansa Musa (1307-1332). Ia menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan,”
ujar Hill. Di era kepemimpinan Mansa Musa, Kekaisaran Mali mengalami masa keemasan.
Pada 1325 M, Timbuktu mulai dikuasai Kaisar Mali, Mansa Mussa (1307-1332). Raja Mali
yang terkenal dengan sebutan Kan Kan Mussa itu begitu terkesan dengan warisan Islam
di Timbuktu. Sepulang menunaikan haji di Makkah, Sultan Musa membawa seorang arsitek
terkemuka asal Mesir bernama Abu Es Haq Es Saheli. Sang sultan menggaji arsitek itu
dengan 200 kilogram emas untuk membangun Masjid Jingaray Bermasjid untuk shalat Ju-
mat.
Sultan Musa juga membangun istana kerajaannya atau Madugu di Timbuktu. Pada
masa kekuasaannya, Musa juga membangun masjid di Djenne dan masjid agung di Gao
(1324-1325) M. Kini tinggal tersisa fondasinya saja. Kerajaan Mali mulai dikenal di seluruh
dunia ketika Sultan Musa menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, Makkah pada 1325 M.
Sebagai penguasa yang besar, dia membawa 60 ribu pegawai dalam perjalanan menuju
Makkah. Hebatnya, setiap pegawai membawa tiga kilogram emas. Itu berarti dia membawa
180 ribu kilogram emas. Saat Sultan Musa dan rombongannya singgah di Mesir, mata uang
di Negeri Piramida itu langsung anjlok. Pesiar yang dilakukan sultan itu membuat Mali dan
Timbuktu mulai masuk dalam peta pada abad ke-14 M.
Kesuksesan yang dicapai Timbuktu membuat seorang kerabat Sultan Musa, Abu
Bakar II, menjelajah samudra dengan menggunakan kapal. Abu Bakar dan tim ekspedisi
maritim yang dipimpinnya meninggalkan Senegal untuk berlayar ke Lautan Atlantik. Pan-
geran Kerajaan Mali itu kemungkinan yang menemukan benua Amerika. Hal itu dibuktikan
dengan keberadaan bahasa, tradisi, dan adat Mandika di Brasil.
4. Kekaisaran Songhay
Islam mulai menyebar ke wilayah Kekaisaran Songhay pada abad ke-11 M. Menurut
Prof Rahman, negara Songhay amat kaya karena pengaruh perdagangan dengan Gao.
Pada abad ke-13, kerajaan itu sempat dikuasai Kekaisaran Mali. Namun, pada akhir abad
ke-14 bisa melepaskan diri ketika dipimpin oleh Sunni Ali. Di bawah kepemimpinan Raja
Sunni Ali, pada periode 1464-1492 wilayah barat Sudan pun sempat dikuasai Kekaisaran
Songhay. Kota Timbuktu dan Jenne yang dikenal sebagai pusat peradaban Islam juga
dikuasai Sunni Ali pada 1471-1476.
Sunni Ali adalah seorang Muslim. Namun, ia tetap mempraktikkan tradisi lokal dan
magis. Ia kerap menghukum ulama dan cendekiawan Muslim yang mengkritisinya karena
mempraktikkan kepercayaan pagan. Umat Islam dan ulama Muslim di Timbuktu
bergembira setalah Sunni Ali meninggal.
5. Dinasti Asykiya
Posisinya diganti oleh Sunni Barou. Aski Muhammad Toure (Towri), seorang jen-
deral Songhay, meminta Barou untuk mengucap sumpah dengan cara Islam sebelum
memimpin kerajaan, namun menolaknya. Muhammad Toure menggulingkannya dan
mendirikan Dinasti Askiya. Pada masa kepemimpian Muhammad Toure, Islam kembali ber-
jaya. Ia menerapkan hukum Islam, juga melatih dan mengangkat hakim-hakim baru. Mu-
hammad Toure melindungi dan membiayai para ilmuwan, ulama, dan cendekiawan Muslim.
Mereka yang berprestasi dalam bidang intelektual dan agama diberi hadiah yang melim-
pah.
Sultan Muhammad Toure pun sangat dekat dengan ulama dan cendekiawan
terkemuka Muhammad al-Maghilli. Sang sultan juga mendukung pengembangan Universi-
tas Sankore—universitas Islam pertama di Afrika Barat. Sama seperti Mansa Musa Sultan
Mali, Askia Muhammad juga sempat menunaikan ibadah haji ke Makkah. Ia dikenal mem-
iliki kedekatan dengan ulama dan penguasa di negara-negara Arab. Di Makkah, ia disam-
but penguasa Arab. Ia juga mendapat hadiah pedang dan gelar Khalifah Sudan Barat.
Sekembalinya dari Makkah pada 1497, ia menggunakan gelar al-Hajj pada namanya. Wila-
yah sub-Sahara Afrika Barat pernah menjadi saksi kejayaan peradaban Islam. Di wilayah
yang dikenal dengan sebutan Bilad al-Sudan itu sempat berdiri dinasti-dinasti Islam.
Bahkan, di kawasan Afrika Barat juga pernah berdiri perguruan tinggi berkelas dunia ber-
nama Universitas Sankore.
Prof A Rahman I Doi dalam tulisannya bertajuk Spread Islam in West Africa,
mengungkapkan, Islam mencapai wilayah Savannah (Afrika Barat) pada abad ke-8 M. Aja-
ran Islam mulai diterima oleh Dinasti Dya’ogo dari Kerajaan Tekur pada awal 850 M,’’
ungkap guru besar pada berbagai universitas di Afrika itu. Fakta itu terungkap dari catatan
sejarawan dan penjelajah Muslim di era keemasan Islam, seperti Al-Khwarzimi, Ibnu
Munabbah, Al-Masudi, Al-Bakri, Abul Fida, Yaqut, Ibnu Batutah, Ibnu Khaldun, Ibnu
Fadlallah al-’Umari, Mahmud al-Kati, Ibnu al Mukhtar, dan Abd al-Rahman al-Sa’di.
Margari Hill, sejarawan dari Stanford University, menjelaskan, Islam menyebar di
Afrika Barat secara bertahap dan kompleks. Ada tiga tahap sejarah yang telah dilalui Islam
di wilayah sub-Sahara. Ketiga tahap sejarah itu adalah tahap penahanan, pembauran, dan
reformasi. Pada tahap pertama, raja-raja Afrika menahan atau membendung pengaruh
Muslim dengan memisahkan komunitas Muslim. Pada tahap kedua, penguasa Islam Afrika
mencampur Islam dengan tradisi lokal. Pada tahap ketiga, Muslim Afrika ditekan melakukan
reformasi untuk menyingkirkan kebiasaan mencampur tradisi lokal dan Syariah sehingga
umat Islam menjalankan ajaran Islam secara benar.
Dinasti Dya’ogo merupakan orang Negro pertama yang menerima Islam di Afrika
Barat. Karenanya, para sejarawan Muslim menyebut wilayah Kerajaan Tekur dengan
julukan Bilad al-Tekur atau Tanah Muslim Hitam”. Ajaran Islam, menurut Prof Rahman—
mengutip catatan Ibnu Munabbah yang bertarikh 738 M dan Al-Masudi pada 947—masuk
dan berkembang di wilayah Afrika Barat melalui jalur perdagangan.
Ketika Islam telah menyebar, di Kota Timbuktu, Mali, telah berdiri sebuah perguruan
tinggi berkelas dunia, Universitas Sankore. Pada abad ke-12, jumlah mahasiswa yang men-
imba ilmu di Universitas Sankore mencapai 25 ribu orang. Universitas Sankore diakui se-
bagai perguruan tinggi berkelas dunia. Karena, lulusannya mampu menghasilkan publikasi
berupa buku dan kitab yang berkualitas. Buktinya, baru-baru ini di Timbuktu, Mali,
ditemukan lebih dari satu juta risalah. Selain itu, di kawasan Afrika Barat juga ditemukan
tak kurang dari 20 juta manuskrip. Sejarawan Abad XVI, Leo Africanus, menggambarkan
kejayaan Timbuktu dalam buku yang ditulisnya. Begitu banyak hakim, doktor, dan ulama di
sini (Timbuktu). Semua menerima gaji yang sangat memuaskan dari Raja Askia Muham-
mad—penguasa Negeri Songhay. Raja pun menaruh hormat pada rakyatnya yang giat
belajar,” tutur Africanus.
Di era keemasan Islam, ilmu pengetahuan dan peradaban tumbuh sangat pesat di
Timbuktu. Rakyat di wilayah itu begitu gemar membaca buku. Menurut Africanus, per-
mintaan buku di Timbuktu sangat tinggi. Setiap orang berlomba membeli dan mengoleksi
buku. Alhasil, perdagangan buku di kota itu menjanjikan keuntungan yang lebih besar
dibanding bisnis lainnya.
6. Dinasti Islam di Afrika Barat
7. Dinasti Sayfawa (1075-1846 M)
8. Kekaisaran Mali (1230-1600 M)
9. Dinasti Keita (1235 -1670 M)
10. Kerajaan Bornu (1396-1893 M)
11. Kerajaan Baguirmi (1522-1897 M)
12. Kerajaan Dendi (1591-1901 M)
13. Kesultanan Damagaram (1731-1851 M)
14. Kerajaan Fouta Tooro (1776-1861 M)
15. Kekhalifahan Sokoto (1804-1903 M)
16. Kerajaan Toucouleur (1836-1890 M)
Penyebaran agama Islam di Afrika, khususnya Afrika Selatan dimulai dengan
pertemuan-pertemuan secara sembunyi-sembunyi dengan para budak. Agama Islam masuk
ke daratan Afrika pada masa Khalifah Umar bin Khattab, waktu Amru bin Ash memohon
kepada Khalifah untuk memperluas penyebaran Islam ke Mesir lantaran dia melihat bahwa
rakyat Mesir telah lama menderita akibat ditindas oleh penguasa Romawi dibawah Raja
Muqauqis. Sehingga mereka sangat memerlukan uluran tangan untuk membebaskannya dari
ketertindasan itu. Muqauqis sesungguhnya tertarik hendak masuk Islam setelah menerima
surat dari Rasulullah SAW. Namun, karena lebih mencintai tahtanya maka sebagai tanda
simpatinya beliau kirimkan hadiah kepada Rasulullah SAW.
Selain alasan diatas Amru bin Ash memandang bahwa Mesir dilihat dari kacamata
militer maupun perdagangan letaknya sangat strategis, tanahnya subur karena terdapat
sungai Nil sebagai sumber makanan. Maka dengan restu Khalifah Umar bin Khattab dia
membebaskan Mesir dari kekuasaan Romawi pada tahun 19 H (640 M) hingga sekarang. Dia
hanya membawa 400 orang pasukan karena sebagian besar diantaranya tersebar di Persia
dan Syria. Berkat siasat yang baik serta dukungan masyarakat yang dibebaskannya maka ia
berhasil memenangkan berbagai peperangan. Mula-mula memasuki kota Al-Arisy dan dikota
ini tidak ada perlawanan, baru setelah memasuki Al-Farma yang merupakan pintu gerbang
memasuki Mesir mendapat perlawanan, oleh Amru bin Ash kota itu dikepung selama 1 bulan.
Setelah Al-Farma jatuh, menyusul pula kota Bilbis, Tendonius, Ainu Syam hingga benteng
Babil (istana lilin) yang merupakan pusat pemerintahan Muqauqis. Pada saat hendak
menyerbu Babil yang dipertahankan mati-matian oleh pasukan Muqauqis itu, datang bala
bantuan 4.000 orang pasukan lagi dipimpin empat panglima kenamaan, yaitu Zubair bin
Awwam, Mekdad bin Aswad, Ubadah bin Samit dan Mukhollad sehingga menambah kekuatan
pasukan muslim yang merasa cukup kesulitan untuk menyerbu karena benteng itu dikelilingi
sungai. Akhirnya, pada tahun 22 H (642 M) pasukan Muqauqis bersedia mengadakan
perdamaian dengan Amru bi Ash yang menandai berakhirnya kekuasaan Romawi di Mesir.
Pembahasan mengenai masuk dan berkembangnya Islam di Afrika mencakup beberapa
wilayah negara yaitu Mesir, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko, Mauritania, Nigeria, Mali, Pantai
Gading, Sudan, Ethiopia, Kenya, Zambia dan lain-laannya. Namun yang akan dibahas kali ini
hanya sebagiannya saja.
1. Mesir
Mesir adalah kawasan Afrika pertama yang menerima masuknya Islam di benua ini,
penduduknya lebih kurang 42 juta jiwa, dimana sekitar tigs jutanya beragama Kristen
selebihnya beragama Islam. Bahkan, di kota Iskandariyah hingga kini masih terjaga segala
macam kebesaran umat Nasrani Orthodox tanpa diganggu keberadaannya oleh umat Is-
lam. Di Mesir terdapat delapan universitas diantara yang termashyur ke seluruh dunia ialah
Al- Azhar di Kairo yang didirikan oleh Bani Fathimiyah pada tahun 972 M. Disana banyak
mahasiswa-mahasiswa yang belajar dari seluruh dunia termasuk dari Indonesia yang ke-
banyakan mendapat beasiswa untuk belajar ilmu agama maupun pendidikan umum seperti
kedokteran, tekhnik dan lain-lainnya.
Sementara itu, perluasan pengaruh Islam di kawasan Tunisia telah terjadi sejak
pemerintahan Khalifah Usman bin Affan tahun 23-35 H (644-656 M) oleh Panglima Abdul-
lah bin Sa’ad bin Abi Sarah dengan menghancurkan tentara Romawi yang telah jatuh rep-
utasinya. Sehingga pasukan Abdullah bin sa’ad dengan mudah menguasainya. Sedang
masuknya Islam ke Maghribil Aqsha atau Afrika Utara sesudah berdirnya daulah Bani Uma-
yah dibawah pimpinan Khalifah Walid bin Abdul Malik, yang memberikan tugas tersebut
kepada Panglima Musa bin Nushair yang akhirnya ditunjuk sebagai gubernur wilayah itu.
2. Libya
Negeri Mouamar Ghadafi ini merupakan kawasan terpanas di Timur Tengah, dengan
luas 1.795.540 km berpenduduk ± 3 juta jiwa terdiri dari bangsa Arab, Barbar serta Pales-
tina hampir seluruhnya beragama Islam. Rakyat hidup dari sektor pertanian, dan setelah
ditemukan sumur-sumur minyak berkualitas tinggi sebagian penduduknya menjadi tenaga
kerja dalam industri ini, selebihnya mengandalkan tenaga-tenaga asing.
3. Nigeria
Nigeria terletak di sebelah barat Afrika termasuk negara yang kaya minyak yang diek-
spor ke Amerika Serikat terbesar kedua setelah Saudi Arabia. Penduduknya terdiri atas
macam-macam suku bangsa berjumlah ± 90 juta dan 75 % beragama Islam selebihnya
Kristen maupun Animisme. Negeri-negeri yang menikmati pengaruh Islam di kawasan Af-
rika dan hingga kini penduduknya mayoritas beragama Islam antara lain Maroko, Sudan,
Al-Jazair, dan Ethiopia.
memiliki 491 siswa, sebagian besar dari kalangan budak negro. Di kemudian hari, sekolah
inilah yang melahirkan orang-orang Afrika Arab yang memahami bahasa Arab. Setelah Imam
Abdullah wafat, kepemimpinan sekolah ini dilanjutkan oleh Imam Achmat van Bengalen.
Pada masa awal kedatangannya di Cape Town, Islam adalah agama yang diawasi
secara ketat oleh penguasa. Pemerintah Hindia Belanda secara tegas melarang aktivitas
Islam di tempat umum, meski ibadah pribadi diperbolehkan. Tak ada komunitas Muslim yang
diizinkan untuk melakukan perkumpulan. Mengingat kondisi itu, ulama seperti Imam Abdullah,
Syaikh Yusuf, dan juga lainnya menggunakan rumah mereka sebagai tempat untuk belajar
Islam. Mereka berusaha keras mempertahankan keberadaan Islam di Cape Town. Beruntung,
pembatasan ini kian lama kian surut. Pada 1770, di rumah seorang budak yang dibebaskan
bernama Mohammodan, secara rutin diselenggarakan pertemuan. Dalam pertemuan itu,
mereka yang hadir membaca, shalat, dan mempelajari ayat-ayat al-Quran.
Pada 25 Juli 1804, Islam secara resmi tak lagi menjadi agama yang dilarang. Warga
setempat pun bebas memilih agama yang diyakininya. Sementara, para ulama bisa
berdakwah secara leluasa. Penyebaran Islam di Benua Afrika tidak terlepas dari persaingan
antara Islam dan Kristen, serta antara Islam dan westernisasi sekuler. Walaupun begitu, Islam
di benua Afrika tetap berkembang ke arah yang lebih maju, baik kuantitas maupun kualitas.
Di Benua Afrika banyak negara yang penduduknya mayoritas Islam, seperti: Mesir, Libya,
Tunisia, Aljazair, Maroko, Sahara Barat, Mauritania, Mali, Nigeria, Senegal, Gambia, Guinea,
Somalia, dan Sudan. Sedangkan negara-negara di Benua Afrika yang minoritas Islam adalah:
Zambia, Uganda, Mozambique, Kenya, Kongo, dan Afrika Selatan.
Azan Asar berkumandang dari Masjid Auwal di daerah Bo-Kaap, Cape Town. Belasan
orang kemudian datang ke mesjid yang tidak begitu besar tersebut. Masjid Auwal adalah
masjid pertama yang dibangun di Afrika Selatan pada tahun 1794. Bangsa Indonesia harus
bangga karena masjid ini dibangun oleh orang Indonesia yang bernama Imam Abdullah Kadi
Abdus Salaam, atau yang lebih terkenal dengan julukkan Tuan Guru. Tuan Guru adalah orang
Indonesia kedua yang menyebarkan Islam di Afrika Selatan setelah Syech Yusuf. Keduanya
memiliki nasib yang sama, dibuang Belanda di benua Afrika. Syech Yusuf dibuang ke Cape
Town pada 1693 dan meninggal di pengasingan pada 23 Mei 1699. Sementara itu, Tuan Guru,
Pangeran Tidore dari Kepulauan Ternate yang lahir pada 1712, ditangkap karena menentang
Belanda dan diasingkan ke Robben Island di Cape Town pada 6 April 1780 bersama dengan
tiga orang rekannya yaitu Abdul Rauf, Badroedin, dan Nur Al-Iman.
Selama dalam pengasingan selama 13 tahun, Tuan Guru menulis buku antara lain
Ma'rifatul Islami wal Imani yang diselesaikannya pada 1781. Buku tersebut berbahasa Melaju
tetapi berhuruf Arab. Tuan Guru juga menulis Alquran dengan tangannya sekitar 600 halaman.
Setelah era Alquran cetak, baru diketahui Alquran tulisan tangan Tuan Guru memiliki sedikit
kesalahan. Setelah bebas dari pengasingan, Tuan Guru menikah dengan Kaija van de Kaap
dan tinggal di Dorp Street, Cape Town. Dari pernikahan tersebut, lahir Abdol Rakief dan Abdol
Rauf, yang juga sangat berperan dalam penyebaran Islam di Afrika Selatan. Di sebuah gudang
di tempat tinggal yang baru inilah Tuan Guru mendirikan madrasah, yang juga merupakan
sekolah muslim pertama di Afrika Selatan. Sekolah ini sangat popular di kalangan budak dan
komunitas warga kulit hitam nonbudak. Sekolah ini juga menjadi tempat lahirnya ulama-ulama
Afrika Selatan ketika itu seperti Abdul Bazier, Abdul Barrie, Achmad van Bengalen, dan Imam
Hadjie. Murid Tuan Guru ketika itu mencapai 375 orang.
Pada 1793, Tuan Guru mengajukan permintaan untuk membangun masjid pada 1794
kepada pemerintah Afrika Selatan yang saat itu dikuasai Belanda. Permintaan Tuan Guru
ditolak. Belanda takut perkembangan Islam akan menganggu kekuasaannya. Bahkan,
penjajah Belanda di Afrika Selatan juga melarang penyelenggaraan ibadah Islam. Namun,
Tuan Guru menentang kebijakan Belanda tersebut. Walau pembangunan masjid dilarang,
Tuan Guru tetap menggelar Salat Jumat di tempat terbuka tersebut, yang juga tercatat sebagai
Salat Jumat pertama yang dilakukan secara terbuka di Afrika Selatan. Ketika Afrika Selatan
dikuasai Inggris pada 1795, Jenderal Craig mempersilakan warga Muslilm untuk membangun
masjid. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan Tuan Guru. Dia langsung membangun masjid
di tempat yang semula menjadi madrasah tersebut. Masjid inilah yang kemudian dinamai
Masjid Auwal, mesjid pertama di Afrika Selatan. Tuan Guru meninggal pada 1807 yang
dikebumikan pada 1807 di Tana Baru, yang juga merupakan tempat pemakaman Muslim
pertama yang dibangunnya di Afrika Selatan. Sekarang ini, Masjid Auwal berdiri di kawasan
bisnis dekat Waterfront. Masjid tersebut berada di kawasan penduduk padat dan tidak memiliki
halaman. satu-satunya yang membedakan adalah gerbang masjid. Masjid Auwal beberapa
kali dipugar. Namun, dinding asli yang terdiri atas batu gunung, masih terdapat di dekat
mimbar masjid tersebut. Imam Mesjid Auwal sekarang ini, Moehammed Fadil Soekr
mengatakan sangat bangga dengan keberadaan masjid ini. Menurut Soekr, selama zaman
apartheid, setiap warga Muslim tidak leluasa menjalankan ibadahnya.
Ketika apartheid runtuh pada 1994, Nelson Mandela datang ke Masjid Auwal ini dan
mempersilakan warga Muslim untuk menjalankan ibadahnya. "Setelah apartheid,
perkembangan Islam berjalan cepat. Daerah sekitar Bo-Kaap, hampir 90 persen penduduknya
sekarang muslim," ujar Soekr. Soekr yang mengaku sebagai warga Cape Malays, keturunan
Indonesia di Afrika Selatan, mengatakan sangat ingin mengunjungi Indonesia. "Indonesia
adalah tempat asal nenek moyang saya. Jika punya uang, saya ingin ke sana. Indonesia selalu
speasial di mata saya," ujarnya.
pendidikan Islam, sekaligus akan mewarnai pendidikan secara keseluruhan. Oleh sebab
itu, nilai-nilai pendidikan senantiasa bernuansakan Islami, tidak heran jika al-Qabisi,
sebagaimana anak-anak yang lainnya, mempelajari ilmu-ilmu agama terlebih dahulu dan
penanaman akhlak-akhlak yang mulia sejak dini, seperti mempelajari shalat, menghafal al-
Qur'an dan lain sebagainya.
Namun, tidak berhenti di situ saja, sudah menjadi tradisi di zaman ini, bahwa para
penuntut ilmu senantiasa melakukan perjalanan atau rihlah ke luar daerah baik ke negeri
Timur, seperti Makkah dan Madinah maupun ke negeri Barat seperti Andalusia atau
Spanyol untuk menemui ulama-ulama yang ahli di bidangnya dan mereka mempelajari
ilmunya sesuai dengan keahlian yang mereka inginkan secara berhadapan langsung. Al-
Qabisi sendiri, menurut catatan sejarah, melakukan hijrah ke negeri Timur, yakni Makkah
dan Madinah, di samping menuntut ilmu, beliau juga menunaikan ibadah haji. Dalam
perjalanannya ke Timur al-Qabisi juga singgah dan menetap beberapa waktu di
Iskandariyah dan Mesir untuk menuntut ilmu. Di Mekah, beliau mempelajari ilmu fiqh dan
hadis Bukhari melalui ulama terkenal Ali Abu al-Hasan bin Ziyad al-Iskandari salah seorang
ulama yang termashur dalam meriwayatkan Imam Malik. Hal inilah yang membuat ia
menjadi seorang ahli fiqh Imam Malik. Demikian halnya selama beliau di Iskandariyah
beliau juga belajar hadis dengan Abu al-Hasan Ali bin Ja’far. Perjalanannya ke negeri Timur
ini memberikan kefakihan dan menambahnya wawasan beliau dalam ilmu-ilmu keislaman,
sehingga ia dapat memberikan corak pendidikan Islam walaupun dalam bentuk sederhana.
Salah satu kegemilangan yang beliau peroleh dari perjalanannya ke Timur ialah al-Qabisi
adalah orang yang pertama kali membawa kitab Shahih Bukhari ke Afrika Utara (Nasir,
2003: 73).
Oleh sebab itu, para ulama banyak memberikan interpretasi tentang keilmuan yang
dimiliki al-Qabisi dan begitu juga tentang sifat-sifat atau keutamaan beliau, al-Suyuti
misalnya, mengatakan bahwa al-Qabisi adalah seorang huffazh, dan al-Qabisi juga orang
yang banyak hafal hadis, ahli teologi, dan ahli fiqh, bersifat zahid dan wara’. Sedangkan Ibn
Khaldun berkomentar bahwa al-Qabisi adalah seorang yang ahli hadis, baik dari segi
maknanya maupun dari segi sanad hadis. Demikian halnya Qadhi Iyad berpendapat selain
al-Qabisi juga seorang yang wara’, beliau juga seorang da’i yang mashur dan ahli fiqih di
Qairawan. (Al-Ahwani, 1955: 28)
Al-Qabisi adalah seorang ilmuan sekaligus sebagai pemikiran pendidikan yang
sangat jenius, di mana banyak karya-karya yang ditinggalkannya dalam berbagai disiplin
ilmu pengetahuan sebagai khazanah bagi intelektual muslim, sebagaimana menurut Qadhi
Iyad, Ibn Farhun dan Abdurrahman. Kitab-kitab yang dikarang al-Qabisi ialah (Mushthafa,
1994: 549):
1. Al-Muhid al-Fiqh wa Ahkam ad-Diyanah
memahami Al-Quran, untuk kemudian menjadi sebuah produk hukum membuat Abduh
kecil jenuh, sebab sistem pengajaran yang dibangun, serta penerapan pengajarannya jauh
dari apa yang Abduh kecil harapkan. Karena merasa mandul dalam berfikir dan dambaan
kebahagiaan dalam belajar tidak dirasakan, akhirnya Abduh kecil meninggalkan Masjid
Ahmadi di Tantha dan bertekad untuk tidak kembali pada kehidupan akademis. Dalam
kondisi “galau” tersebut Abduh kecil pulang ke kampung halamannya. Menjadi seorang
pemuda Dusun dengan keruwetan hidup ditengah keluarga yang berpoligami, membuat
Abduh di usia enambelas tahun mengambil keputusan final yang terlalu dini dan berani
yaitu: menikah dengan seorang gadis pujaannya (Hourani, 1970: 131).
Abduh mencoba mengakhiri waktu lajangnya dengan segenap kekecewaan dalam
hidup sepulang dari pengembaraan intelektual, untuk membangun suatu kehidupan baru
dengan mahligai rumah tangga (Shihab, 1994: 12). Perjalanan mahligai rumah tangga
Abduh berjalan seperti layaknya rumah tangga kebanyakan orang. Susah-senang menjadi
selimut kisah dalam kehidupan rumah tangganya. Kemudian Abduh mencoba hidup
bermasyarakat sebab hal itu adalah salah satu keharusan sebagai bagian dari sebuah
masyarakat. Menjelang empat puluh hari usia pernikahannya, ayah Abduh menyuruhnya
untuk kembali belajar ke masjid Ahmadi. Sebagai anak yang taat, Abduh mengikuti
kehendak sang ayah, namun diperjalanan Aduh membayangkan kejenuhan belajar di
masjid Ahmadi, Akhirnya Abduh membelot pada sebuah distrik Gereja orent yang disekitar
distrik tersebut dihuni oleh mayoritas keluarga dan kerabat ayahnya Abduh (Ahmad, 1978:
66).
Darwisy Khadar adalah seorang syekh (guru spritual) sufi dari tarekat Syadzili.
Ditempat inilah Abduh berjumpa dengan Darwisy Khadar. (Mengenai Darwisy Khadar
terjadi kesimpang-siuran informasi. Ada yang berpendapat bahwa Darwisy adalah paman
Abduh tetapi ada juga yang berpendapat bahwa Ia adalah paman dari ayahnya Abduh).
Darwisy memberikan pandangan-pandangannya kepada Abduh. Sederet mutiara sufi
terlontar dalam percakapan-percakapan lepas. Abduh yang telah sekian lama
meninggalkan dunia berfikir (dunia akademis) menjadi kembali tercerahkan. Perjumpaan
Abduh dengan Darwisy membuat geliat intelektual Abduh kembali bersemi. Darwisy masuk
dalam kehidupan Abduh dan menjadi guru spritualnya ditengah galaunya kehidupan
Abduh. Darwisy terus menerus menyirami Abduh dengan berbagaimacam keilmuan. Abduh
tidak hanya menerima pelajaran tantang bagaimana dunia sufi dari Darwisy tetapi,
pelajaran etika dan moral serta praktik kezuhudan dalam dunia sufi. Memang tidak terlalu
lama Abduh bersama Darwsy tetapi dari pertemuan tersebut Abduh seakan menemukan
“ruh” baru serta semangat yang menggebu dalam mengarungi lautan keilmuan. Dengan
tasawuf rasa haus Abduh selama masa keputus-asaan seakan sirna. Tetes madu ajaran
tasawuf membuat Abduh berenergi kembali. Abduh menjadi lebih tertarik untuk masuk
dalam kehidupan dunia tasawuf bahkan, dalam pengembaraannya di dunia tasawuf, Abduh
sempat melakukan zuhud walau sesaat. Hal tersebut dilakukan oleh Abduh sebagai bentuk
keterasingan dirinya menyikapi ajaran tasawuf yang secara lahiriah menurut Abduh banyak
hal yang perlu dikritisi. Nasehat Darwsiy mengakhiri sikap zuhud Abduh untuk
meninggalkannya.
Akhir dari pengalaman spritualnya dalam dunia tasawuf setelah keluar dari
kezuhudan, membuat Abduh semakin bergairah untuk mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan. Pada saat itulah Abduh merasa berada disimpang jalan sebab, disatu sisi
Abduh sudah memiliki istri tetapi disisi lain, semangat keilmuannya terus-menerus merong-
rongnya. Pilihan pelik tersebut akhirnya mendapatkan jawaban pada tahun 1866 sebab,
pada tahun itulah Abduh meninggalkan Darwisy menuju masjid Ahmady. Namun sayang
banyak guru besar di lembaga tersebut telah tiada. Ditengah kebimbangannya, Abduh
mendapat saran dari seseoranng untuk meneruskan pendidikannya ke Al-Azhar. Saat
itulah Abduh mengambil keputusan dan melakukan pengembaraan intelektual menuju
Kairo untuk belajar di Al-Azhar. ketika sedang mengikuti kegiatan pendidikan di AlAzhar,
kembali Abduh menelan kekecewaan yang disebabkan oleh sikap menonjolkan diri para
siswa Al-Azhar, baik dari sisi keilmuan, lebih-lebih dalam menghafal Al-Quran yang
menurut kacamata Abduh, hal tersebut hanya berupa hafalan yang kering pemahaman
terhadap makna naṣ Al-Quran.
Apa yang dirasakan Abduh mendapat pembenaran dari Syekh Mustafa Kamal Al-
Maraghi mengenai pembelajaran Al-Quran. Maraghi menyatakan bahwa Al-Azhar pada
saat Abduh belajar memang masih suram, karena sistem pembelajarannya masih
menggunakan standar aturan pudar yang terputus dari sumbernya, yakni Al-Quran yang
tercerabut dari akarnya, bahasa Arab. Al-Azhar bagi Abduh kurang memberikan
rangsangan dalam membangun minat intelektualnya. Metode-metode pengajaran yang
kolot serta kurikulum yang kuno membuat Abduh sering tidak kerasan.
Kekosongankekosongan terbesar dalam kurikulum tersebut bagi Abduh adalah tidak
adanya mata kuliah teologi dan filsafat sebab di Al-Azhar kala itu dua mata kuliah tersebut
dianggap bid’ah. Ketidak kerasanan Abduh di Al-Azhar semakin mengental ketika Abduh
berjumpa dengan Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897), dan dari perjumpaan itulah Abduh
mulai mengenal bagaimana menafsirkan Al-Quran yang baik dan lebih rasional. Kemudian
pada (Al-Maraghi, 1996: 37).
Dalam hal berkarya, Abduh juga termasuk salah satu tokoh yang sangat produktif,
karya-karyanya berserakan, terutama di surat kabar yang memang sengaja diasuhnya
sebagai media pembaharuan, baik bersama gurunya Afghani ataupun Abduh sendiri.
Diantara karya Abduh yang dibukukan adalah Risālah Al-Ridat (1873) yang kemudian
disusul dengan karya berikutnya yaitu Hasyiah Syirah Al-Jalal Ad-Dawwani Lil-Aqo’id
AlAḍuḍiyah (1875). Karya-karya tersebut berisi tentang aliran-aliran filsafat, kalam dan
tasawuf serta berisi keritikan-keritikan yang dianggapnya salah. Karyanya ini ditulis oleh
Abduh sejak dua tahun pertemuannya dengan Al-Afghani dan usianya ketika itu sekitar 26
tahun.
Kemudian karyanya yang lain adalah Risālah At-Tauhid dalam bidang teologi yang
ditulisnya pada tahun 1885 dan Sharah Nahjul Balāgah yang berisi tentang komentar atas
kumpulan pidato dan ucapan Imam Ali bin Abi Ṭalib. Selanjutnya Abduh juga melakukan
penerjemahan-penerjemahan diantaranya Abduh menerjemahkan Ar-Raddu Ala
AlDahriyyīn dari bahasa Persia kedalam bahasa Arab. Buku tersebut berisi tentang
bantahan terhadap orang yang tidak mempercayai wujud Tuhan kemudian Sharah
Maqamal Badi al-Zaman Al-Hamazani, kitab yang berisi tentang bahasa dan sastra Arab.
Kedua karya tersebut merupakan karya guru sekaligus sahabat Abduh yaitu Al-Afghani
(Nasution, 1992: 61).
Pemikiran Abduh tersebut merefleksikan sebuah gagasan masa depan umat Islam
dalam merumuskan setiap persoalan yang dihadapi oleh umat Islam. Dalam hal apapun,
sesungguhnya Islam tidak mengikat umatnya untuk tunduk dan pasrah pada hasil olah pikir
masa lalu. Bahwa produk pemikiran keislaman tentu bersumber dari Al-quran dan hadist.
Tugas setiap generasi Islam adalah menggali makna-makna yang terkandung dalam
Alquran. Dan hadis untuk kepentingan zamannya. Produk pemikiran atau produk hukum
yang ada tidak untuk disingkirkan apalagi menjadi belenggu tetapi menjadi titik pijak guna
menentukan memproduksi pemikiran yang tepat. Sehingga perbedaan simpulan hukum
tidak dimaknai sebagai pembangkangan, tetapi sebagai sebuah kreasi pemikiran yang
betul-betul maslahah bagi umat. Abduh telah membentangkan cara berfikir yang brilian
untuk masa depan umat Islam. Tidak takut dianggap bid’ah dan berfikir objektif guna
kemaslahatan umat Islam.
3. Hasan Al-Banna
Nama lengkapnya adalah Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna as-Sa’ati, atau
lebih dikenal dengan panggilan Hasan al-Banna, seorang da’i pembaharu. Ia dilahirkan
pada hari Ahad tanggal 25 Sya’ban 1324 H. bertepatan tangal 14 Oktober 1906 M, di
Hamudiyah, Provinsi Buhairah, Mesir. Ayahnya bernama Asy-Syaikh al-Alim Ahmad Ab-
durrahman al-Banna as-Sa’ati, salah seorang ulama besar di zamannya. Beliau merupakan
ulama yang menertibkan dan mensyarah kitab Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal asy-
Syaibani. Kitabnya adalah Bulug al-Amani min Asrar al-Fath ar-Rabbani, dalam 14 jilid.
Hasan al-Banna mulai perjalanan ilmiahnya dengan memelajari al-Qur`an ketika berumur
empat tahun. Di usianya yang masih belia, al-Banna sudah berhasil mengkhatamkan al-
Quran dan juga diberi banyak wawasan oleh ayahandanya (Al-Bana, t.th: 13-14).
diutuslah Hasan al-Banna yang menghidupkan akidah di hati kaum muslimin, mengikat
hati-hati mereka dengan cinta dan persaudaraan, memperbaharui pemikiran serta
menghidupkan jihad dan pergerakan guna menyebakan dakwah Islam di muka bumi (Mis-
bah, 2015: 409-410).
4. Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman bin Muhammad bin Khaldun al-Hadrawi,
dikenal dengan panggilan Waliyuddin Abu Zaid, Qadi al-Qudat. Ia lahir tahun 732 H di Tu-
nis. Ia bermazhab Maliki, Muhadist al-Hafidz, pakar ushul fiqh, sejarawan, pelancong, penu-
lis dan sastrawan (Al-Maraghi, 2001: 287).
Nenek moyangnya berasal dari Hadramaut yang kemudian berimigrasi ke Seville
(Spanyol) pada abad ke-8 setelah semenanjung itu dikuasai Arab muslim. Keluarga yang
dikenal pro Umayah ini selama berabad-abad menduduki posisi tinggi dalam politik di
Spanyol, sampai akhirnya hijrah ke Maroko beberapa tahun sebelum Seville jatuh ke tan-
gan Kristen pada 1248 M. Setelah itu mereka menetap di Tunisia. Di kota ini mereka dihor-
mati oleh pihak istana, diberi tanah milik dinasti Hafsiah (Ma’arif, 1996: 12).
Latar belakang keluarga dari kelas atas ini rupanya menjadi salah satu faktor
penting yang kemudian mewarnai karir hidup Ibnu Khaldun dalam politik sebelum ia terjun
sepenuhnya ke dunia ilmu. Otak cerdas yang dimilikinya jelas turut bertanggung jawab
mengapa ia tidak puas bila tetap berada di bawah. Orientasi ke atas inilah yang men-
dorongnya untuk terlibat dalam berbagai intrik politik yang melelahkan di Afrika Utara dan
Spanyol. Dalam usia muda Ibnu Khaldun sudah menguasai beberapa disiplin ilmu Islam
klasik, termasuk ‘ulum aqliyah (ilmu-ilmu kefilsafatan, tasawuf dan metafisika). Di bidang
hukum, ia mengikuti mazhab Maliki. Di samping itu semua, ia juga tertarik pada ilmu politik,
sejarah, ekonomi, geografi, dan lain-lain (Mahdi, 1971: 27-29).
Otaknya memang tidak puas dengan satu dua disiplin ilmu saja. Di sinilah terletak
kekuatan dan sekaligus kelemahan Ibnu Khaldun. Pengetahuannya begitu luas dan ber-
fariasi ibarat sebuah ensiklopedi. Namun dari catatan sejarah, ia tidak dikenal sebagai
seorang yang sangat menguasai satu bidang disiplin. Karya-karya Ibnu Khaldun, termasuk
karya-karya yang monumental. Ibnu Khaldun menulis banyak buku, antara lain; Syarh al-
Burdah, sejumlah ringkasan atas buku-buku karya Ibnu Rusyd, sebuah catatan atas buku
Mantiq, ringkasan (mukhtasor) kitab al-Mahsul karya Fakhr al-Din al-Razi (Ushul Fiqh), se-
buah buku lain tentang matematika, sebuah buku lain lagi tentang ushul fiqh dan buku se-
jarah yang sangat dikenal luas. Buku sejarah tersebut berjudul Al-Ibar wa Diwan al-
Mubtada’ wa al-Khabar fi Tarikh al-Arab wa al-Ajam wa al-Barbar. Ibnu Khaldun melalui
buku ini benar-benar menunjukkan penguasaannya atas sejarah dan berbagai bidang ilmu
pengetahuan (Al-Maraghi, 2001: 287).
''Aku tinggalkan Tangier, kampung halamanku, pada Kamis 2 Rajab 725 H/ 14 Juni
1325 M. Saat itu usiaku baru 21 tahun empat bulan. Tujuanku adalah menunaikan ibadah
haji ke Tanah Suci di Makkah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah”, kisah
Ibnu Battutah pengembara dan penjelajah Muslim terhebat di dunia membuka pengalaman
perjalanan panjangnya dalam buku catatannya, Rihlah. Dengan penuh kesedihan, Ia
meninggalkan orangtua serta sahabat sahabatnya di Tangier. Tekadnya sudah bulat untuk
menunaikan rukun iman kelima. Perjalananya menuju ke Baitullah telah membawanya ber-
tualang dan menjelajahi dunia. Seorang diri, dia mengarungi samudera dan menjelajah
daratan demi sebuah tujuan mulia.
Selama hampir 30 tahun, dia telah mengunjungi tiga benua mulai dari Afrika Utara,
Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Timur, Timur Tengah, India, Asia engah, Asia Tenggara,
dan Cina. Perjalanan panjang dan pengembaraannya mengelilingi dunia itu mencapai
ratusan ribu kilometer. Tak heran, bila kehebatannya mampu melampaui sejumlah penjela-
jah Eropa yang diagung-agungkan Barat seperti Christopher Columbus, Vasco de Gama,
dan Magellan yang mulai berlayar 125 tahun setelah Ibnu Battutah. Sejarawan Barat,
George Sarton, mencatat jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu Battutah melebihi capaian
Marco Polo. Pria kelahiran Tangier 17 Rajab 703 H/ 25 Februari 1304 itu bernama lengkap
Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim At-Tanji, bergelar Syamsuddin bin
Battutahh. Sejak kecil, Ibnu Battutah dibesarkan dalam keluarga yang taat menjaga tradisi
Islam. Ibnu Battutah tertarik untuk mendalami ilmu-ilmu fikih dan sastra dan syair Arab.
Kelak, ilmu yang dipelajarinya semasa kecil hingga dewasa itu banyak membantunya da-
lam melalui perjalanan panjangnya. Ketika Ibnu Battutah tumbuh menjadi seorang pemuda,
dunia Islam terbagi-bagi atas kerajaan-kerajaan dan dinasti. Ia sempat mengalami ke-
jayaan Bani Marrin yang berkuasa di Maroko pada abad ke-13 dan 14 M.
Latar belakang Ibnu Battutah begitu jauh berbeda bila dibandingkan Marco Polo
yang seorang pedagang dan Columbus yang benar-benar seorang petualang sejati. Meski
Ibnu Battutah adalah seorang teologis, sastrawan puis,i dan cendekiawan, serta humanis,
namun ketangguhannya mampu mengalahkan keduanya. Meski hatinya berat untuk
meninggalkan orang-orang yang dicintainya, Ibnu Battutah tetap meninggalkan kampung
halamannya untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah yang berjarak 3.000 mil ke arah
Timur. Dari Tangier, Afrika Utara dia menuju Iskandariah. Lalu kembali bergerak ke Dimyath
dan Kaherah. Setelah itu, dia menginjakkan kakinya di Palestina dan selanjutnya menuju
Damaskus. Ia lalu berjalan kaki ke Ladzikiyah hingga sampai di Allepo. Pintu menuju Mak-
kah terbuka dihadapannya setelah dia melihat satu kafilah sedang bergerak untuk
menunaikan ibadat haji ke Tanah Suci. Ia pun bergabung dengan rombongan itu. Beliau
menetap di Makkah kurang lebih selama dua tahun. Setelah cita-citanya tercapai, Ibnu Bat-
tutah, ternyata tak langsung pulang ke Tangier, Maroko. Ia lebih memilih untuk meneruskan
pengembaraannya ke Yaman melalui jalan laut dan melawat ke Aden, Mombosa, Timur
Afrika dan menuju ke Kulwa. Ia kembali ke Oman dan kembali lagi ke Makkah untuk
menunaikan Haji tahun 1332 M, melaui Hormuz, Siraf, Bahrin dan Yamama.
Itulah putaran pertama perjalanan yang tempuh Ibnu Battutah. Pengembaraan pu-
tara kedua, dilalu Ibnu Battutah dengan menjelajahi Syam dan Laut Hitam. Ia lalu mene-
ruskan pengembaraannya ke Bulgaria, Roma, Rusia, Turki serta pelabuhan terpenting di
Laut Hitam yaitu Odesia, kemudian menyusuri sepanjang Sungai Danube. Ia lalu berlayar
menyeberangi Laut Hitam ke Semenanjung Crimea dan mengunjungi Rusia Selatan dan
seterusnya ke India. Di India, ia pernah diangkat menjadi kadi. Dia lalu bergerak lagi ke Sri
Langka, Indonesia, dan Canton. Kemudian Ibnu Battutah mengembara pula ke Sumatera,
Indonesia dan melanjutkan perjalanan melalui laut Amman dan akhirnya eneruskan perjal-
anan darat ke Iran, Irak, Palestina, dan Mesir. Beliau lalu kembali ke Makkah untuk
menunaikan ibadah hajinya yang ke tujuh pada bulan November 1348 M. Perjalanan
putaran ketiga kembali dimulai pada 753 H. Ia terdampar di Mali di tengah Afrika Barat dan
akhirnya kembali ke Fez, Maroko pada 1355 M. Ia mengakhiri cerita perjalannya dengan
sebuah kalimat, ''Akhirnya aku sampai juga di kota Fez.'' Di situ dia menuliskan hasil
pengembaraannya. Salah seorang penulis bernama Mohad Ibnu Juza menuliskan kisah
perjalanannya dengan gaya bahasa yang renyah. Dalam waktu tiga bulan, buku berjudul
Persembahan Seorang pengamat tentang Kota-Kota Asing dan Perjalanan yang Men-
gagumka, diselesaikannya pada 9 Desember 1355 M.
Secara detail, setiap kali mengunjungi sebuah negeri atau negara, Ibnu Battutah
mencatat mengenai penduduk, pemerintah, dan ulama. Ia juga mengisahkan kedukaan
yang pernah dialaminya seperti ketika berhadapa dengan penjahat, hampir pingsan ber-
sama kapal yang karam dan nyaris dihukum penggal oleh pemerintah yang zalim. Ia
meninggal dunia di Maroko pada pada tahun 1377 M. Kisah Ibnu Battutah yang luar biasa
itu, konon dirampas dan disembunyikan Kerajaan Prancis saat menjajah benua Afrika.
Petualangan dan perjalanan panjang yang ditempuh Ibnu Battutah sempat membu-
atnya terdampar di Samudera Pasai-kerajaan Islam pertama di Nusantara pada abad ke-
13 M. Ia menginjakkan kakinya di Aceh pada tahun 1345. Sang pengembara itu singgah di
bumi Serambi Makkah selama 15 hari. Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battutah me-
lukiskan Samudera Pasai dengan begitu indah. ''Negeri yang hijau dengan kota
pelabuhannya yang besar dan indah,'' tutur sang pengembara berdecak kagum. Kedatan-
gan penjelajah kondang asal Maroko itu mendapat sambutan hangat dari para ulama dan
pejabat Samudera Pasai. Ia disambut oleh pemimpin Daulasah, Qadi Syarif Amir Sayyir al-
Syirazi, Tajudin al-Ashbahani dan ahli fiqih kesultanan. Menurut Ibnu Battutah, kala itu
Samudera Pasai telah menjelma sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. Penjelajah
termasyhur itu juga mengagumi Sultan Mahmud Malik Al-Zahir penguasa Samudera Pasai.
''Sultan Mahmud Malik Al-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan
hukum Islam. Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat
dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk
melihat keadaan rakyatnya,'' kisah Ibnu Battutah.
Menurut Ibnu Battutah, penguasa Samudera Pasai itu memiliki ghirah belajar yang
tinggi untuk menuntut ilmu-ilmu Islam kepada ulama. Dia juga mencatat, pusat studi Islam
yang dibangun dii lingkungan kerajaan menjadi tempat diskusi antara ulama dan elit kera-
jaan. Selama berpetualang mengelilingi dunia dan menjejakkan kakinya di 44 negara, da-
lam kitab yang berjudul Tuhfat al-Nazhar, Ibnu Battutah menuturkan telah bertemu dengan
tujuh raja yang memiliki kelebihan yang luar biasa. Ketujuh raja yang dikagumi Ibnu
Battutah itu antara lain; raja Iraq yang dinilainya berbudi bahasa; raja Hindustani yang
disebutnya sangat ramah; raja Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia; raja Turki
dikaguminya karena gagah perkasa; Raja Romawi yang sangat pemaaf; Raja Melayu Malik
Al-Zahir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, sera raja Turkistan.
Setelah berkelana dan mengembara di Samudera Pasai selama dua pekan, Ibnu
Battutah akhirnya melanjutkan perjalannnya menuju Negeri Tirai Bambu Cina. Catatan per-
jalanan Ibnu Battutah itu menggambarkan pada abad pertengahan, peradaban telah tum-
buh dan berkembang di bumi Nusantara. Meskipun Ibnu Battutahh bukanlah seorang
ilmuan jenius tetapi petualangan dan pengembaraannya. Ibnu Batutah yang mampu
mengarungi lautan dan menjelajahi daratan sepanjang kurang lebih 120.000 kilometer itu.
Sebuah pencapaian yang tak ada duanya di masa itu. Bahkan sekarang telah berlalu enam
abad silam, namun kebesaran dan kehebatannya hingga kini tetap dikenang.
bekerja dan diasingkan agar tak mengganggu upaya VOC menguasai Indonesia. Salah satu
yang diasingkan ke Afrika Selatan adalah Tuang atau Syaikh Yusuf atau Abadin Tadia
Tjoessoep, seorang bangsawan dari Makasar yang juga keponakan raja Goa. Ia diasingkan
di sebuah lokasi di luar Cape Town bersama keluarga dan pengikutnya. Ternyata tempat pen-
gasingan Tuang Yusuf malah menjadi tempat pertemuan para budak buronan dan orang-
orang yang diasingkan oleh Belanda hingga terbentuk komunitas muslim pertama di Afrika
Selatan. Area tempat tinggal Tuang Yusuf kini disebut sebagai Macassar. Selain Tuang Yusuf,
komunitas Muslim di Afrika Selatan dibentuk oleh orang-orang Jawa, Ambon, Tidore, Sumatra,
India Muslim dan migrasi orang-orang Afrika Utara. Sebagai penyebar Islam di Afrika Selatan,
makam Tuang Yusuf kini menjadi destinasi wisata dan tempat ziarah yang penting bagi umat
Muslim. Makamnya berada di sebuah bukit yang menghadap Macassar. Komunitas muslim di
kota Cape Town pun tak hanya tinggal di Macassar tapi di area lainnya.
Sarana penyebaran Islam di benua ini dilakukan melalui berbagai cara. Misalnya, ek-
spansi melalui penaklukan, seperti yang terjadi di Afrika Utara. Setelah Arab menaklukkan
Afrika Utara pada abad ke-7 dan ke-8 M, terjadi proses Islamisasi dan Arabisasi di Afrika Utara.
Sementara itu, Islam masuk ke Afrika bagian selatan melalui para budak Melayu yang dibawa
orang Eropa. Di Afrika Timur, Islamisasi tampak jelas melalui kedatangan dan ekspansi Arab,
pada masa-masa awal hingga abad ke-20. Di antara bukti Islamisasi yang kuat di Afrika adalah
masjid-masjid tua bersejarah yang masih bertahan hingga kini. Di antaranya sebagai berikut:
(sumber: http://en.tunisientunisie.com)
Masjid Agung Kairouan atau dikenal sebagai Masjid Uqba merupakan salah satu mas-
jid paling penting di Tunisia. UNESCO telah menjadikan masjid ini sebagi warisan dunia. Mas-
jid Agung Kairouan adalah salah satu monumen Islam yang paling mengesankan dan terbesar
di Afrika Utara Masjid ini diirikan Uqba bin Nafi pada 670 M, pada masa pemerintahan Dinasti
Umayyah. Masjid Uqba, oleh para penerusnya dihiasi pilar-pilar marmer yang didapat dari
piung-piung Kartago, yang kemudian dimanfaatkan lagi oleh penguasa Aqlabiyah. Menara
persegi yang melengkapi bangunan masjid ini, merupakan peninggalan Dinasti Umayyah, dan
termasuk yang paling lama bertahan di Afrika. Berkat masjid ini, Kairouan di mata sejarawan
Barat menjadi kota suci keempat setelah Makkah, Madinah, dan Yerussalem.
3. Masjid Larabanga
(sumber: travel.detik.com)
Masjid Larabanga adalah masjid yang dibangun dengan gaya arsitektur Sudan di Desa
Larabanga, Ghana. Masjid ini merupakan masjid tertua di Ghana dan salah satu yang tertua
di Afrika Barat. Masjid berjuluk Makkah di Afrika Barat ini telah mengalami restorasi beberapa
kali, sejak awal didirikan pada 1421. World Monuments Fund (WMF) telah memberikan kontri-
busi besar terhadap restorasi, dan masuk dalam daftar salah satu dari 100 Situs Paling teran-
cam punah. Masjid ini menyimpan koleksi mushaf kuno. Oleh penduduk setempat diyakini
sebagai pemberian langit untuk Yidan Barimah Bramah, imam masjid pada 1650 M (Marniati
Dan Agung Sasongko, 2016)
Rangkuman
1. Perkembangan Islam di Afrika sebenarnya sejak zaman Rasulullah dimana dalam
peristiwa umat muslim ketika itu melakukan hijrah yang pertama ke Abisinia (Ethiopia).
Tetapi ketika itu Islam belum terlihat berkembang. Ketika zaman khalifah Umar bin
Khatab, perluasan Islam mulai kedaerah Afrika Utara (Mesir), hingga pojok atas benua
Afrika (Maroko).
2. Dari perluasan wilayah tersebut Islam tidaklah bersifat menjajah, tetapi lebih ke sifat
membebaskan. Yang dimaksud membebaskan yaitu membebaskan masyarakat dari
penindasan oleh yang berkuasa di daerah tersebut. Selain itu ketika Islam membebaskan
perbudakan dan membebaskan masyarakatnya untuk memeluk agama yang mereka
yakini. Keramahan agama Islam tersebut mereka berbondong-bondong masuk Islam.
3. Banyak tokoh Islam dari Afrika baik dari era pertengahan hingga era modern. Bahkan
jejak-jejak Islam yang ada di Afrika hingga saat ini masih bisa kita temukan, baik itu berupa
masjid maupun berupa benteng pertahanan.
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Perkembangan Islam di Afrika.
Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan Belajar 1, kerjakan
tugas-tugas berikut ini.
Tes Formatif 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
1. Negara di Afrika tempat pertama Nabi berhijrah adalah...
A. Nigeria
B. Afrika Selatan
C. Habasyah (Ethiopia)
D. Azerbaijan
E. Tunisia
A. a.Hasan Al Banna
B. b. Ibnu Battutah
C. c. Al-Qabisi
D. d. Ibnu Khaldun
E. e. Muhammad Abduh
9. Masjid yang dibangunan dari lumpur terbesar di dunia bernama ....
A. Masjid Quba
B. Masjid Baiturrahman
C. Masjid Agung Kairouan
D. Masjid Raya Djenne
E. Masjid Larabanga
10. Masjid Larabanga termasuk peninggalan Islam di Afrik yang terletak di negara ....
A. Ghana
B. Mali
C. Tunisia
D. Mesir
E. Maroko
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan modul
selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda dipersilakan mempelajari kembali
Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang kurang Anda kuasai.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Sejarah masuknya Islam di Amerika
Saat ini jumlah penduduk Amerika sekitar 270 juta jiwa dengan komposisi penduduk
beragama Nasrani 55 %, Yahudi 3 %, Muslim 1.5 % dan selebihnya agama-agama lain yang
bermacam-macam. Komposisi penduduk yang beragama Islam sebanyak itu merupakan
turunan dari berbagai macam etnis yang melakukan migrasi ke Amerika.
Negara ini telah terlibat dalam beberapa perang dunia yang besar, dari perang 1812
menentang Inggris, dan berpakta pula dengan Inggris sewaktu Peang Dunia I dan Perang
Dunia II. Pada era 1960-an Amerika terlibat di dalam Perang Dingin menentang kekuatan be-
sar yang lain yaitu Soviet serta pengaruh komunisme. Dalam usaha membendung penularan
komunisme di Asia, AS dalam Perang Korea, Vietnam dan terakhir di Afganistan. Selepas
kejatuhan dan perpecahan Soviet, AS bangkit menjadi sebuah kekuatan ekonomi dan militer
yang terkuat di dunia. Sewaktu tahun 1990-an, AS menobatkan dirinya sebagai polisi dunia
dan tentaranya beraksi di Kosovo, Haiti, Somalia dan Liberia dan Perang Teluk Pertama ter-
hadap Irak yang menginvasi Kuwait. Selepas serangan teroris pada 11 September di World
Trade Center dan Pentagon, AS melancarkan serangan balasan terhadap Afganistan dan
menjatuhkan negara Taliban di sana dan pada tahun 2003 melancarkan Perang Teluk Kedua
terhadap Irak untuk menyingkirkan rezim Saddam Husein.
Peranan Amerika sebagai polisi dunia mengundang rasa bermusuhan dengan negara-
negara muslim. Bagi kelompok radikal garis keras, peranan Amerika dalam pentas politik
dunia sebagai polisi merupakan landasan objektif untuk menyatakan perang dalam bentuk
teror. Fakta tersebut sangat beralasan mengingat ajaran Islam dengan sendirinya cukup subur
berisi perintah-perintah untuk mempertahankan agama Allah dari serangan dam anjuran untuk
berjihad di jalan-Nya. Dendam kesumat umat Islam diawali oleh peranan Amerika dan Sekutu
untuk memberi ruang kepada partner stategis mereka Israel. Lebih jauh lagi, keberadaan
Amerika selaku sekutu strategis bagi Israel sungguh telah membuahkan sikap yang sangat
berhati-hati Amerika terhadap Islam sebagai negara dan sebagai kekuatan politik.
Menanggapi Islam sebaga kekuatan politik, Amerika setidaknya memiliki tiga landasan
gerak dan fikir, yaitu:
1. Amerika tidak ingin terlihat kurang bersahabat dengan negara-negara Islam, karena hal
itu akan mengusik Amerika. Para pejabat pemerintah Amerika tidak mau mengulangi
kesalahan yang dibuat saat menghadapi revolusi Islam di Iran.
2. Keraguan secara terbuka mendukung kelompok Islam manapun yang kepentingan re-
gional dan sekutunya.
3. Para pembuat kebijakan luar negeri Amerika terdapat sebentuk ketidakyakinan tentang
kemungkinan terjadinya hubungan antara negara Islam dan demokrasi. Kebijakan luar
negeri Amerika Serikat sering dibicarakan dalam lingkup ketegangan dialektika antara
dua pola yang berlawanan.
Lalu bagaimana perkembangan Islam dan kekuasaannya mengalami perkembangan
di Amerika? Perkembangan Islam di Amerika disebabkan dua faktor. Pertama, imperium Persi
pada mas-masa terakhir senantiasa dilanda perpecahan. Kedatangan kekuasaan Islam, tidak
mencampuri sedikitpun keyakinan keagamaan penduduk dan pernah memaksakan agama
Islam untuk dianut. Kedua, imperium Roma itu bertindak memaksakan aliran resmi dari agama
Kristen itu kepada aliran-aliran tidak resmi. (Sou’yb, 1996; 437). Menurut Harun Yahya, jumlah
umat Islam di dunia mengalami peningkatan kuantitas secara signifikan. Angka statistik tahun
1973 menunjukkan bahwa jumlahnya hanya sekitar 500 juta; 20 tahun kemudian sudah men-
capai 1,5 miliar (Yahya, 2017).
Kisah Islam di Amerika bermula sebelum penaklukan benua oleh kekuatan Kristen
Eropa yang ditemukan oleh Christopher Columbus. Ada bukti kuat bahwa muslim Andalusia
mengunjungi benua Amerika jauh sebelum Columbus, seperti yang dilaporkan oleh Al-Syarif
Al-Idrisi di abad 12 M. Lebih jauh, ada bukti yang dapat dipercaya tentang kunjungan-kunjun-
gan ke Karibia dari kerajaan-kerajaan Afrika Barat.Akhirnya fakta yang lebih terkenal menya-
takan bahwa para penemu Portugis dan Spanyol dipimpin oleh para pelaut Muslim Andalusia
yang memiliki pengetahuan lebih baik tentang laut bebas. Bagian penemu sendiri adalah
orang Morisco, yakni muslim dari Spanyol. Ada beberapa fakta lainnya yang menyatakan
bahwa migran Muslim Andalusia dari Al-Ribat dan Sala di Maroko memimpin perte pertempu-
ran melawan kapal-kapal Spayol dan Portugis di Atlantik sampai pantai Karibia (Kettani, 2005:
277). Christopher Columbus menyebut Amerika sebagai “The New World‟ ketika pertama kali
menginjakkan kakinya di benua itu pada 21 Oktober 1492. Namun, bagi umat Islam di era ke-
emasan, Amerika bukanlah sebuah “Dunia Baru‟. Sebab, 603 tahun sebelum penjelajah
Spanyol itu menemukan benua itu, para penjelajah Muslim dari Afrika Barat telah membangun
peradaban di Amerika (Amin, 2012: 73-84).
Sejarah mencatat, kedatangan umat Islam dari sejumlah catatan sejarah. Berikut jejak
sejarah kedatangan Islam di Tanah Amerika:
TAHUN 999 M: Seorang navigator Muslim dari Dinasti Umayyah di Spanyol bernama
Ibnu Farrukh telah berlayar dari Kadesh pada Februari 999 M menuju
Atlantik. Sang pelaut Muslim itu berlabuh di Gando atau Kepulauan
Canary Raya. Ibnu Farrukh mengunjungi Raja Guanariga. Sang
penjelajah Muslim itu memberi nama dua pulau yakni Capraria dan
Pluitana. Ibnu Farrukh kembali ke Spanyol pada Mei 999 M.
TAHUN 1178 M: Sebuah dokumen dari zaman Dinasti Sung mencatat perjalanan pelaut
Muslim ke sebuah wilayah bernama Mu-Lan-Pi (Amerika).
TAHUN 1310 M: Abu Bakari seorang raja Muslim dari Kerajaan Mali melakukan se-
rangkaian per- jalanan ke dunia baru (benua Amerika).
TAHUN 1312 M: Seorang Muslim dari Afrika (Mandiga) tiba di Teluk Meksiko untuk
mengeksplorasi Amerika menggunakan Sungai Mississipi sebagai jalur
utama perjalanannya.
TAHUN 1530 M: Budak dari Afrika tiba di Amerika. Selama masa perbudakan, lebih dari
10 juta orang Afrika dijual ke Amerika. Sekitar 30 persen budak dari Af-
rika itu Islam.
TAHUN 1539 M: Estevanico of Azamor, seorang Muslim dari Maroko, mendarat di tanah
Florida.
TAHUN 1732 M: Ayyub bin Sulaiman Jallon, seorang budak Muslim di Maryland,
dibebaskan oleh James Oglethorpe, pendiri Georgia.
TAHUN 1790 M: Umat Islam dari Andalusia dilaporkan sudah tinggal di South Carolina
dan Florida.
TAHUN 1807 M: Seorang Muslim Afrika dinyatakan bebas di Washington DC setelah
Kongres Amerika Serikat melarang impor budak ke Amerika setelah 1
Januari 1808. Ia menjadi salah satu pemegang saham pertama Bank
Columbia.
TAHUN 1839 M: Sayyid Sa'id, seorang penguasa Oman mengutus misi perdagangan
dengan menggu- nakan kapal Sultana ke Amerika dan tiba di New York
30 April 1840.
TAHUN 1856 M: Pasukan kavaleri AS menyewa seorang Muslim bernama Hajji Ali untuk
eksperimen pemeriharaan unta di Arizona.
Tak perlu diragukan lagi, secara historis, kaum Muslimin telah memberi pengaruh
dalam evolusi masyarakat Amerika beberapa abad sebelum Christopher Columbus
menemukannya. Walaupun catatan sejarah berbicara seperti diatas, tetapi masuknya Islam
sendiri di Amerika oleh para ahli masih bersifat spekulatif karena tidak ada teori yang tegas
menyatakan kedatangan Islam masuk ke Amerika. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa
para pelaut muslim adalah orang-orang yang pertama menyebrangi Samudra Atlantik dan tiba
di pantai-pantai Amerika. Sebagian lainnya menyakatan seperti hal yang di atas bahwa Chris-
topher Columbus telah membimbing untuk mendarat di Benua Amerika oleh navigator-navi-
gator dan pembantu-pembantu Muslim Andalusia atau Maroko yang jasa-jasanya telah di
bayar oleh Colombus (Mulyana, 1988: 13).
Rujukan lain menyebutkan bahwa asal-usul Islam di Amerika adalah sejarah
perdagangan budak di Amerika Serikat. Diantara budak-budak yang terhitung dalam American
Ethnological Society terdapat budak Muslim yang terpelajar, diantaranya adalah Ayyunb Ibnu
Sulaiman Diallo, Pangeran Bundu dari Afrika yang diculik dan di jual sebagai budak pada ta-
hun 1730. Setelah 3 tahun lamanya, ia dimerdekakan sebagai rasa terima kasih atas ke-
pandaian dan kejujuran serta rasa simpatinya terhadap orang kulit putih (Supriyadi, 2008:
316).
Pendapat tersebut bisa saja benar, mengingat secara faktual komunitas muslim yang
termasuk kelompok minoritas tersebar di pesisir Amerika Utara dan Selatan termasuk di Suri-
name. Fakta kedua yang sulit dibantah adalah bahwa pemeluk Islam di kawasan ini adalah
orang-orang yang berkulit hitam “black moslem”dan orang-orang imigran dari negara-negara
Islam seperti Libanon, Siria, Irak, Pakistan dan sebagainya. Tercatat dalam sejarah Amerika
bahwa orang-orang hitam (Afrika) masuk ke Amerika sebagai budak atau sebagai pekerja
rendahan. Kenyataan historis seperti ini sangat berpengaruh terhadap sikap orang-orang kulit
putih terhadap orang-orang kulit hitam (Negro) dan sekaligus terhadap Islam sebagai suatu
sistem kepercayaan yang dianutnya (Mulyana, 1988: 14). Antara tahun 1619-1663 tercatat
beberapa budak Afrika yang datang ke Amerika diantara mereka adalah Yarrow Mahmaut dan
Muhammad Bah. Sebelumnya pada tahun 1539 seorang muslim dari Maroko ikut bersama
putra mahkota New Spain dalam sebuat ekspedisi ke Arezona dan New Mexico. Bahkan pada
tahun 1500-an Nazaruddin seseorang yang berasal dari Mesir telah menetap di Cats Kaills,
New York yang kemudian di bakar hidup-hidup karena telah membunuh seorang perempuan
dari Indian (Supriyadi, 2008: 316).
Dalam salah satu sumber menyebutkan bahwa orang Arab pertama yang menginjak-
kan kaki ke Amerika adalah keturunan Wahab yang menetap di Ocracode Island dan Califor-
nia Utara pada abad ke-18. Mereka tercatat sebagai budak yang tidak memakan babi dan
beriman kepada Allah dan Muhammad. Pada pertengahan abad ke-19, pasukan kavaleri
Amerika Serikat mempekerjakan seorang Arab bernama Haji AM dalam rangka melakukan
percobaan peternakan unta di Arizona yang kemudian di panggil dengan nama Hi Jolly.
Merekalah yang memberikan Inspirasi kepada sejumlah masyarakat Afro Amerika untuk me-
meluk Islam yang kemudian dikenal dengan black moslem (Supriyadi, 2008: 316).
Abad ke-16 sampai abad ke-18 merupakan waktu kedatangan budak-budak untuk di-
pekerjakan di perkebunan tebu di Karibia yang memang pada waktu itu sedang memerlukan
lebih banyak tenaga kerja manusia. Budak-budak itu, kebanyakan dari Afrika (Sinegal,
Guinea, Gambia, dan Mauritania) yang telah beragama Islam (Esposito, 1995: 277-279).
Sejarah Islam di Amerika Serikat bermula sejak sekitar abad ke 16, di mana Es-
tevánico dari Azamor adalah Muslim pertama yang tercatat dalam sejarah Amerika Utara.
Walau begitu, kebanyakan para peneliti dalam mempelajari kedatangan Muslim di AS
lebih memfokuskan pada kedatangan para imigran yang datang dari Timur Tengah pada
akhir abad ke 19. Migrasi Muslim ke AS ini berlangsung dalam periode yang berbeda,
yang sering disebut “gelombang”, sekalipun para ahli tidak selalu sepakat dengan apa
yang menyebabkan gelombang ini.
Populasi penduduk Muslim di AS telah meningkat dalam seratus tahun terakhir,
dimana sebagian besar pertumbuhan ini didorong oleh adanya imigran. Pada 2005, ban-
yak orang dari negara-negara Islam menjadi penduduk AS - hampir 96.000 - setiap tahun
dibanding dua dekade sebelumnya. Estevánico dari Azamor mungkin telah menjadi Mus-
lim pertama yang tercatat dalam sejarah Amerika Utara. Estevanico adalah orang Berber
dari Afrika Utara yang menjelajahi Arizona dan New Mexico untuk Kerajaan Spanyol. Es-
tevanico datang ke Amerika sebagai seorang budak penjelajah Spanyol pada abad ke 16.
Sejak tahun 1520-an telah didatangkan budak ke Amerika Utara dari Afrika. Di-
perkirakan sekitar 500 ribu jiwa dikirim ke daerah ini atau sekitar 4,4% dari total 11.328.000
jiwa budak yang ada. Diperkirakan sekitar 50% budak atau tidak kurang dari 200 ribu jiwa
budak yang didatangkan berasal dari daerah-daerah yang sudah dipengaruhi oleh Islam.
Menurut sumber lain, kedatangan paling awal imigran Muslim adalah antara tahun 1875
dan 1912 dari kawasan pedesaan, yang sekarang menjadi Suriah, Yordania, Palestina,
dan Israel. Daerah ini dulunya dikenal sebagai Suriah Raya yang diperintah oleh Kekaisa-
ran Ottoman. Setelah Kekaisaran Ottoman runtuh pada Perang Dunia I (PD I), terjadi ge-
lombang kedua imigrasi kaum Muslim dari Timur Tengah, di mana dalam periode ini pula
dimulainya kolonialisme Barat di Timur Tengah. Pada tahun 1924, aturan keimigrasian AS
disahkan, yang segera membatasi gelombang kedua imigrasi ini dengan memberlakukan
“sistem kuota negara asal”. Periode imigrasi ketiga terjadi pada 1947 sampai 1960, di-
mana terjadi peningkatan jumlah Muslim yang datang ke AS, yang kini berasal dari
negara-negara di luar Timur Tengah. Gelombang keempat kemudian terjadi pada tahun
1965 saat Presiden Lyndon Johnson menyokong rancangan undang-undang keimigrasian
yang menghapuskan sistem kuota negara asal yang sudah bertaha lama. Komunitas Mus-
lim pertama berada di Midwest. Di Dakota Utara, kaum Muslim berkumpul untuk shalat
berjamaah pada tahun-tahun pertama era 1900-an. Di Indiana, sebuah pusat kegiatan
Islam dimulai sejak 1914; dan Cedar Rapids, Iowa, adalah rumah bagi masjid tertua yang
masih digunakan hingga sekarang.
Daerborn, Michigan, di pinggiran Detroit, adalah tempat Muslim Sunni dan Syiah
dari banyak negara Timur Tengah. Bersama umat Kristen dari Timur Tengah, kaum Mus-
lim Michigan membentuk komunitas Arab-Amerika terbesar di negara ini. Galangan kapal
di Quincy, Massachusetts, di luar Boston, menyediakan lapangan kerja bagi imigran
Muslim sejak tahun 1800-an. Di New England juga telah dibuat sebuah Islamic Center,
yang kini menjadi kompleks masjid besar untuk beribadah bagi para pelaku bisnis, guru,
profesional, serta pedagang dan buruh. Di New York, Islam telah hadir dan muncul selama
lebih dari satu abad.
Jadi, secara pasti tidak diketahui kapan Islam masuk ke Amerika, namun pendapat
yang lebih banyak diungkap bahwa agama Islam masuk ketika terjadi perbudakan. Se-
dangkan, berdasarkan kedatangan Islam di Amerika Serikat terjadi dua tahap.
Tahap pertama, jauh sebelum Cristopher Colombus menemukan benua Amerika. Pada tahap
ini keberadaan umat Islam sampai abad ke-19 tidak didapatkan sumber yang menjelaskannya.
Tahap kedua, pada akhir abad ke-19. Pada tahap ini Islam tumbuh, sebagai awal perkem-
bangan Islam di Amerika Serikat.
Dasar utama yang dijadikan sebagai argumen untuk menggambarkan migrasi Muslim
ke Amerika. Salah satu sumber semakin menguatkan anggapan ini dengan menyatakan
bahwa penduduk Muslim pertamakali bermigrasi ke Amerika sekitar tahun 1875 dan 1912 dari
pelosok Suriah (Smith, t.th. 14)
Argumen ini juga diperpegangi oleh John L. Esposito dengan menyatakan bahwa awal
mula kedatangan migran Muslim pertama di Amerika terjadi ketika para bangsawan Eropa
mendatangkan budak dari Afrika. Dari sekian banyak budak yang ada, ternyata seperlima dari
mereka adalah beragama Islam, namun sesampai mereka di Amerika sebagian di antara
mereka kemudian murtad dari agama asli mereka dan berpindah ke agama Kristen (Esposito
(ed), 1995: 121).
Ada yang unik dengan perkembangan Islam di Amerika, hal itu terletak pada ruang
lingkup aliran-aliran dalam Islam yang cukup kondusif untuk berkembang. Ini dapat
diperhatikan pada aliran Syi’ah yang dewasa ini di samping berkembang secara luas di Iran
dan wilayah bagian Timur Tengah. Syī'ah cukup besar di negara-negara Barat, terutama di
Amerika. Menurut yang ditulis John L. Esposito bahwa komunitas Syī'ah memperoleh
pengakuan tersendiri dari penduduk muslim dan dapat diterima terindentifikasi dengan masjid-
masjid besarnya yang terletak di New York, Detroit, Washingtong, Los Angles, dan Chicago,
serta sejumlah kota besar di Kanada. Kelompok Syī'ah lain yang ada di Amerika di samping
Syī'ah Istna Asyariah yang dimaksudkan dalam uraian terdahulu, adalah kelompok Syī'ah
Isma'iliyah. Kelompok ini membentuk komunitas makmur yang mencakup dari 80 ribu orang
pengikut di Kanada, khususnya di Vancouver dan Toronto, serta komunitas kecil yang tersebar
di seluruh Amerika Serikat khususnya di New York, dan Kalifornia. Syī'ah Isma'ilyah memberi
perhatian yang amat tinggi terhadap pendidikan. Mereka memiliki struktur organisasi yang
kuat dan mampu mengembang kan lembaga-lembaga mereka secara efektif di Amerika
Serikat (Esposito (ed), 1995: 124).
Sejak tahun 1520-an telah didatangkan budak ke Amerika Utara dari Afrika. Di-
perkirakan sekitar 500 ribu jiwa dikirim ke daerah ini atau sekitar 4,4% dari total 11.328.000
jiwa budak yang ada. Diperkirakan sekitar 50% budak atau tidak kurang dari 200 ribu jiwa
budak yang didatangkan berasal dari daerah-daerah yang sudah dipengaruhi oleh Islam.
Menurut sumber lain, kedatangan paling awal imigran Muslim adalah antara tahun 1875 dan
1912 dari kawasan pedesaan, yang sekarang menjadi Suriah, Yordania, Palestina, dan Israel.
Daerah ini dulunya dikenal sebagai Suriah Raya yang diperintah oleh Kekaisaran Ottoman.
Setelah Kekaisaran Ottoman runtuh pada Perang Dunia I (PD I), terjadi gelombang kedua
imigrasi kaum Muslim dari Timur Tengah, di mana dalam periode ini pula dimulainya kolonial-
isme Barat di Timur Tengah.
Pada tahun 1924, aturan keimigrasian AS disahkan, yang segera membatasi gelom-
bang kedua imigrasi ini dengan memberlakukan “sistem kuota negara asal”. Periode imigrasi
ketiga terjadi pada 1947 sampai 1960, dimana terjadi peningkatan jumlah Muslim yang datang
ke AS, yang kini berasal dari negara-negara di luar Timur Tengah. Gelombang keempat
kemudian terjadi pada tahun 1965 saat Presiden Lyndon Johnson menyokong rancangan un-
dang-undang keimigrasian yang menghapuskan sistem kuota negara asal yang sudah bertaha
lama. Komunitas Muslim pertama berada di Midwest. Di Dakota Utara, kaum Muslim berkum-
pul untuk shalat berjamaah pada tahun-tahun pertama era 1900-an. Di Indiana, sebuah pusat
kegiatan Islam dimulai sejak 1914; dan Cedar Rapids, Iowa, adalah rumah bagi masjid tertua
yang masih digunakan hingga sekarang. Daerborn, Michigan, di pinggiran Detroit, adalah tem-
pat Muslim Sunni dan Syiah dari banyak negara Timur Tengah. Bersama umat Kristen dari
Timur Tengah, kaum Muslim Michigan membentuk komunitas Arab-Amerika terbesar di
negara ini. Galangan kapal di Quincy, Massachusetts, di luar Boston, menyediakan lapangan
kerja bagi imigran Muslim sejak tahun 1800-an. Di New England juga telah dibuat sebuah
Islamic Center, yang kini menjadi kompleks masjid besar untuk beribadah bagi para pelaku
bisnis, guru, profesional, serta pedagang dan buruh. Di New York, Islam telah hadir dan mun-
cul selama lebih dari satu abad.
Rumah pertama yang lain bagi imigran Muslim adalah Chicago, Illinois, di mana be-
berapa orang menyatakan jumlah Muslim yang tinggal di sini pada awal 1900-an adalah yang
terbanyak di antara kota-kota lain di AS. Lebih dari 40 kelompok Muslim telah ada di kawasan
Chicago. Di Los Angeles dan San Fransisco, California, juga telah ada pusat komunitas Mus-
lim yang besar. Islamic Center di California Selatan adalah salah satu entitas Muslim terbesar
di AS. Jumlah Masjid di California juga adalah yang terbanyak di AS, yakni sekitar 227 masjid
pada tahun 2001.
Menurut Lembaga Survey Pew pada tahun 2007, dua pertiga Muslim di AS adalah
keturunan asing. Di antara mereka telah bermigrasi ke AS sejak tahun 1990. Sedangkan sep-
ertiga dari Muslim AS adalah penduduk asli yang beralih ke Islam, dan keturunan Afro-
Amerika. Pada tahun 2005, menurut New York Times, lebih banyak lagi orang dari negara-
negara Muslim yang menjadi penduduk AS - hampir 96.000 - setiap tahun dibanding dua dek-
ade sebelumnya. Sedangkan menurut Council on American-Islamic Relations (CAIR), jemaah
masjid Sunni yang diperuntukkan bagi umum di AS berasaldari latar belakang bangsa yang
berbeda: Asia Selatan (33%), Afro Amerika (30%), Arab (25%), Eropa (2,1%), Amerika kulit
putih (1,6%), Asia Tenggara (1,3%), Karibia (1,2%), Turki Amerika (1,1%), Iran Amerika
(0,7%), dan Hispanik/Latin (0,6%).
Ada banyak organisasi Islam di AS, yaitu sebagai berikut:
1. Kelompok yang paling besar adalah American Society of Muslims (ASM atau Masyarakat
Muslim Amerika), pengganti Nation of Islam, yang lebih dikenal sebagai Black Muslim.
Kelompok ini dipimpin oleh Warith Deen Mohammed. Tidak begitu jelas berapa Muslim
Amerika yang mengikuti kelompok ini. Kepercayaan kelompok ini juga berbeda dengan
kepercayaan Islam pada umumnya, mereka tidak mengenali Muhammad adalah Rasul
Allah yang terakhir.
2. Kelompok terbesar kedua adalah Islamic Society of North America (ISNA atau Masyara-
kat Islam Amerika Utara). ISNA adalah suatu asosiasi organisasi-organisasi Muslim dan
perorangan untuk mempresentasikan Islam. Kelompok ini dibuat oleh imigran, beberapa
etnis Kaukasia dan sekelompok kecil Afro Amerika yang masuk Islam. Jumlah anggotanya
baru-baru ini mungkin telah melampaui ASM. Konvensi tahunan ISNA mungkin adalah
pertemuan Muslim paling besar di AS. Organisasi ini telah dikritik karena menyebarkan
ajaran Wahabi dan karena memiliki hubungan dengan terorisme.
3. Kelompok terbesar ketiga adalah Islamic Circle of North America (ICNA atau Lingkaran
Islam Amerika Utara).
4. Islamic Supreme Council of America (ISCA atau Dewan Tertinggi Muslim Amerika) me-
wakili banyak Muslim AS. Tujuannya adalah menyediakan solusi-solusi bagi Muslim
Amerika, yang berlandaskan hukum Islam.
5. Islamic Assembly of North America (IANA Himpunan Islam Amerika Utara), adalah suatu
organisasi Muslim terkemuka di AS.
6. Muslim Students’ Association (MSA atau Asosiasi Pelajar-pelajar Muslim), adalah suatu
kelompok yang diperuntukkan bagi pelajar Islam di perguruan tinggi Kanada dan Amerika
Serikat. MSA juga sering dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti
pengumpulan dana untuk tunawisma selama Ramadhan.
7. Islamic Information Center (IIC atau Pusat Informasi Islam) adalah organisasi yang diben-
tuk untuk memberi informasi kepada publik, sebagian besar melalui media, seputar Islam
dan umat Muslim. Organisasi politik Islam di AS berkepentingan untuk mengakomodasi
kepentingan Muslim disana. Organisasi seperti American Muslim Council aktif terlibat
menegakkan hak asasi dan hak warga negara bagi setiap orang Amerika.
8. Council on American-Islamic Relations (CAIR atau Dewan Hubungan Islam-Amerika),
adalah organisasi Islam paling besar yang mengakomodasi kepentingan Muslim di AS.
9. Muslim Public Affair Council (MPAC atau Dewan Permasalahan Masyarakat Islam), ada-
lah suatu jawatan pelayanan bagi masyarakat Muslim Amerika. Berpusat di Los Angeles,
California dan memiliki cabang di Washington, DC. MPAC didirikan pada 1988. Tujuan
orgaisasi ini adalah untuk memperkenalkan identitas Muslim Amerika, mengembangkan
suatu organisasi yang aktif, dan juga pelatihan bagi generasi masa depan baik pria dan
wanita untuk berbagai visi.
10. American Islamic Congress, adalah organisasi kecil dan moderat yang memper- kenalkan
pluralisme.
11. Free Muslims Coalition, dibentuk untuk menghapus dukungan terhadap Islam radikal dan
terorisme serta memperkuat institusi yang demokratis di Timur Tengah dan Dunia Islam
dengan mendukung usaha reformasi Islam.
3. Elijah Muhammad
Elijah Muhammad (1897-1975) adalah pimpinan kelompok the Nation of Islam (yang
juga popular dengan sebutan “Black Muslims” pada masa perkembangan mereka yang
pesat di Amerika, pertengahan abad ke-20. Ia juga seorang pengacara independen
terkemuka, pemimpin pengelola bisnis yang didukung kelompok kulit hitam, pemimpin
berbagai yayasan, dan organisasi keagamaan.
Elijah Muhammad terlahir sebagai Elijah (atau Robert) Poole pada 7 Oktober 1897,
di Sandersville, Georgia. Orang tuanya adalah buruh kasar yang bekerja sebagai petani
penggarap di perkebunan kapas. Sebagaimana remaja lain di kampungnya, Elijah bekerja
di ladang terkadang ikut bekerja membangun rel kereta api. Ia pergi meninggalkan rumah
pada usia 16 tahun dan berkelana bersama rombongan para pekerja kasar. Ia kemudian
menetap di Detroit tahun 1923, bekerja sebagai buruh di pabrik mobil Chevrolet.
Poole dan kedua saudaranya adalah pengikut pertama dari W.D. Fard, pendiri the
Nation of Islam. Fard, berlatar belakang misterius, datang ke Detroit pada 1930, sebagai
penjual barang-barang sutera sambil menyampaikan ajarannya kepada para langga-
nannya kaum kulit hitam Detroit dan bercerita tentang negeri “asli” leluhur mereka di
seberang lautan. Kemudian Fard juga mulai menyelenggarakan berbagai pertemuan di
rumahnya, dan terkadang menyewa hall (aula), ia menyampaikan kepada pendengarnya
tentang leluhur kulit hitam mereka yang memiliki kemuliaan dan martabat yang berada di
benua lain. Ia mengajak mereka untuk mengikuti jejak saudara-saudaranya itu dengan
cara hidup, cara makan, dan cara berpakaian.
Dengan menetap di Chicago, terpisah dari kelompok Muslim cabang Detroit, Elijah
Muhammad mendirikan markas gerakan yang kemudian menjadi pusat pergerakan ter-
penting. Di Chicago ia bukan hanya mendirikan masjid (yang mereka sebut The Temple
of Islam), tetapi juga sebuah surat kabar, Muhammad Speaks, juga Universitas Islam
(yang sesungguhnya hanya memberi kurikulum untuk tingkat sekolah dasar sampai
dengan tingkat lanjutan atas), serta membangun gedung-gedung apartemen yang dimiliki
oleh yayasan yang dipimpinnya, pusat-pusat perbelanjaan, dan banyak restoran. Masjid-
masjid juga didirikan di kota-kota lain, banyak pula tanah-tanah pertanian serta peter-
nakan yang dibeli sehingga mereka bisa menyediakan dan memproduksi makanan halal
bagi para pengikut mereka. Kelompok ini dikenal memiliki cara hidup yang disiplin.
Elijah Muhammad meninggal pada 25 February 1975. Semenjak kematiannya,
kepemimpinan gerakannya dilanjutkan oleh anaknya, Wallace (atau Warith) Deen Mu-
hammad. Elijah junior menamakan gerakannya the World Community of Islam in The
West, kemudian berubah menjadi The American Muslim Mission; terkadang ia juga me-
nyebut sebagai “Bilalians,” merujuk kepada Bilal, seorang pengikut Nabi Muhammad yang
berasal dari keturunan Afrika. Warith Muhammad melonggarkan tata cara berpakaian,
serta meninggalkan pelarangan mengikuti wajib militer, juga menganjurkan anggotanya
mengikuti pemilu dan menghormati bendera negara, bahkan membuka keanggotaan
gerakannya bagi bangsa kulit putih. Secara umum, ia membuat kelompok gerakan pada
aturan Islam yang lebih moderat.
Banyak anggota merasa tak nyaman dengan berbagai pembaruan tersebut, dan
beralih kepada kelompok yang masih mempertahankan tradisionalismenya. Yang paling
penting adalah mereka tetap mempertahankan salah satu nama lama mereka, The Nation
of Islam, yang dipimpin oleh Louis Farrakhan (terlahir sebagai Louis Eugene Walcott ke-
turunan Indian-Inggris tahun 1934). Farrakhan pada dasarnya tetap mempertahankan
tata-cara yang diterapkan Elijah Muhammad, di antaranya penerapan ketat terhadap cara
hidup mereka.
4. Bampett Muhammad
Ia adalah satu dari anggota pasukan di bawah komando Jenderal George Wash-
ington, yang turut serta dalam Perang Revolusi AS, tepatnya tergabung dalam pasukan
Virginia Line pada 1775 dan 1783. Bampett menjadi satu dari banyak tentara AS yang
gugur membela negara itu.
Selain Bampett Muhammad terdapat nama Yusuf Ben Ali yang juga merupakan
pejuang AS berkebangsaan Arab dari Afrika Utara. Di periode yang sama, saat perang
masih berkecamuk di AS, ada juga nama Peter Buckminster. Peter Buckminster disebut
sebagai seorang tentara Muslim yang menembak mati Mayor Jenderal Inggris John Pit-
cairn saat pertempuran di Bunker Hill. Peter Buckminster kemudian bergabung di Per-
tempuran Saratoga yang legendaris. Buckminster kemudian mengubah namanya menjadi
Salem or Salaam yang berarti damai. George Washington, yang kemudian hari menjadi
Presiden pertama AS tak memersoalkan keyakinan yang berbeda bergabung dalam ten-
tara nasional AS.
6. Ayub Ommaya
Dokter muslim yang satu ini berjasa atas penemuannya di bidang medis pada
1963, yaitu sistem kateter yang dapat digunakan untuk mengeluarkan cairan dan me-
masukkan obat, ke luar dan dalam otak. Nantinya ini sangat berguna untuk kemoterapi
bagi penderita kanker otak (Vania, 2018)
Selain Muhammad Alexander Russel Webb, Noble Drew Ali, Elijah Muhammad, Bam-
pett Muhammad dan lainnya, ternyata masih ada banyak tokoh lain yang juga ikut andil dalam
perkembangan Islam di Amerika Serikat. Diantaranya W.D Fard, Elijah Muhammad, Job Ibnu
Dijallo, Malcom X dll. Jumlah persis kaum Muslimin di Amerika dewasa ini sulit diketahui, ka-
rena identitas agama tidak dicantumkan dalam sensus penduduk, dinas Imigrasi pun tidak
mencatat para imigran yang memeluk Islam (Supriyadi, 2008: 322).
Dunia Islam terjaga dari tidurnya yang nyenyak dan muncul kesadaran bahwa mereka
telah mundur dan jauh ditinggalkan Eropa. Muncullah kemudian ulama dan pemikir-pemikir
Islam dengan ide-ide yang bertujuan memajukan dunia Islam dan mengejar ketertinggalan
dari Barat sampai sekarang. Apa yang dimaksud dengan teologi modernisme adalah main-
strem pemikiran paradigmatik manusia modern yang menjadi landasan tegaknya sejarah
peradaban modern. Atas nama teologi deisme dan agnotisisme menjadi dasar mainstrem
modernisme tersebut. Teologi ini muncul bersamaan dengan renaisance sebagai antitesa dari
era scholastik dengan teologi klasiknya yang membelenggu. (Arif, 2017;193)
Black moslem didirikan oleh Elijah Muhamad di Chicago. Sesuai dengan namanya Black
Moslem mendapat banyak pengikut terutama dari orang-orang yang berkulit hitam. Black
Moslem didukung oleh orang-orang berkulit hitam dan berjuang menuntut persamaan hak.
Elijah Muhamad dalam organisasinya mengambil prinsip-prinsip ajaran agama Islam yang
tidak membedakan warna kulit Umat Islam yang masih terhitung sebagai minoritas yang relatif
baru di Amerika Serikat. Jumlah yang terus tumbuh pesat sekitar tahun 1970-1980 ketika
perang dan perselisihan merebak di Turki, Afganistan, Levant, dan Anak Benua India serta
gelombang besar Imigran berdatangan. Lebih dari separuh Muslim Amerika (56%) adalah
perantau dan sebagian lagi merupakan penduduk tetap yang telah lama menetap di
Amerika.(Lebor, 1998;303-304)
Keminoritasan tersebut tidak membuat Islam di Amerika menjadi asing, karena ber-
dasarkan sejarah dari sekian banyak budak Afrika Barat yang dibawa ke Amerika adalah mus-
lim. Yarrow Mahmaut yang merupakan seorang budak Afrika yang dibebaskan pada tahun
1807. Ia kemudian menjadi salah satu pemegang saham di bank pembiayaan Amerika yang
ke dua, Columbia Bank. Setengah abad kemudia kaveleri Amerika serikat merekrut seseorang
yang seagama dengannya Haji Ali, untuk peternakan di Arizona. Pada tahun 1865, pada akhir
perang sipil, pustakawan di Universitas Alabama menyimpan satu buku dari serangan
pasukan Yankee yang akan menghancurkan perpustakaan itu. Buku itu adalah salinan ter-
jemahan al-Qur’an (Lebor, 1998; 303-304).
Dibalik perkembangan Islam di Amerika serikat, para pemberi kebijakan di Amerika,
masih ragu-ragu dalam mengambil posisi yang pasti terhadap kebangkitan Islam di Amerika
Serikat. Keraguan tersebut berakar dari ketidakmampuan Washington dalam memprediksi
dan mengukur dampak-dampak kebijakan luar negeri pada negara-negara Islam pada saat
mereka memegang kekuasaan. Dalam perkembangannya Islam di kawasan Amerika ini men-
galami kendala historis yang sangat serius. Bangsa Amerika mengenal Islam itu sendiri dari
orang-orang yang mereka pekerjakan sebagai budak, dan para budak-budak tersebut selalu
memegang teguh keimanannya dan agama Islam yang mereka anut, mereka tidak mau me-
makan daging daging babi, dan percaya kepada Allah dan Muhammad serta selau bersikap
jujur dan amanah. Sikap dan prilaku kebiasaan para budak tersebutlah, dipandang sebagai
sistem kepercayaan baru bagi mereka (Supriyadi, 2008; 317-318).
Pendidikan multikultural sekarang sudah mengalami perkembangan baik
teoritis maupun praktek sejak konsep paling awal muncul tahun 1960-an yang pertama kali
dikemukakan oleh Banks. Pada saat itu, konsep pendidikan multikultural lebih pada supremasi
kulit putih di Amerika Serikat dan diskriminasi yang dialami kulit hitam. Pendidikan multikul-
tural yang berkembang di kalangan masyarakat Amerika bersifat antarbudaya etnis yang be-
sar, yaitu budaya antarbangsa. Pendidikan di Amerika Serikat pada mulanya hanya dibatasi
pada migran berkulit putih. Sejak didirikan sekolah rendah pertama tahun 1633 oleh imigran
Belanda dan berdirinya Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun
1934 dikeluarkan Undang Undang Indian Reservation Reorganization Act di daerah reservasi
suku Indian. Tujuan pendidikannya adalah proses Amerikanisasi. Suatu kelompok etnis atau
etnisitas adalah populasi manusia yang anggotanya saling mengidentifikasi satu dengan
yang lain, biasanya berdasarkan keturunan. Pengakuan sebagai kelompok etnis oleh orang
lain seringkali merupakan faktor yang berkontribusi untuk mengembangkan ikatan identifikasi
ini. Kelompok etnis seringkali disatukan oleh ciri budaya, perilaku, bahasa, ritual, atau agama.
Pendidikan Multikultural berkembang di dalam masyarakat multikultural Amerika yang
bersifat antarbudaya etnis yang besar yaitu budaya antarbangsa. Ada upaya untuk mengubah
Pendidikan Multikultural dari yang bersifat asimilasi yaitu berupa penambahan materi multikul-
tural menuju ke arah yang lebih radikal berupa Aksi Sosial. Berkaitan dengan nilai-nilai ke-
budayaan yang perlu diwariskan dan dikembangkan melalui sistem pendidikan pada suatu
masyarakat, maka Amerika Serikat memakai sistem demokrasi dalam pendidikan yang
dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalah toleransi tidak hanya diperuntukkan bagi kepent-
ingan bersama, akan tetapi juga menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota
masyarakat.
Islam berkembang sejalan dengan perkembangan kaum muslimin di berbagai kawasan
Amerika, sebagaimana yang tampak dari sejumlah peribadatan dan pusat kegiatan
keagamaan Islam dibeberapa kota besar dan kecil. Seperti di Cicago, terdapat perguruan
tinggi American Islam College, di North California berdiri American Muslem School, di samping
banyak Universitas-universitas yang menyelanggarakan program Islamic Studies seperti
Universitas Chicago, Universitas Cholumbia, Universitas Harvard, Universitas California di
Berckley, Universitas New York di Banghamtem, Universitas Michigan, Universitas Texas di
Australia, Universitas Utah di Salthake City, Universitas Temple di Philadelpia, dan Universitas
Mc. Gill di Monteral Canada. (Supriyadi, 2008;317-318)
The monumental main building (1922) and the subsequent additions (1955) were both de-
signed by Barry Byrne (1883-1967), a Chicago native and one of Franklin Lloyd Wright’s four
best known students (sumber: http://www.aicusa.edu)
Perkembangan pemikiran dan peradaban Islam ini karena didukung oleh para khalifah
yang cinta ilmu pengetahuan dengan fasilitas dan dana secara maksimal, stabilitas politik dan
ekonomi yang mapan. Hal ini seiring dengan tingginya semangat para ulama dan intelektual
muslim dalam melaksanakan pengembangan ilmu pengetahuan agama, humaniora dan
eksakta melalui gerakan penelitian, penerjemahan dan penulisan karya ilmiah di berbagai
bidang keilmuan (Hasssanuddin: 2014). Masuknya Islam di Barat hingga bercampur-baur,
dengan membawa hasil hasil peradaban dan cara hidup, secara langsung, atau tidak langsung
berpengaruh terhadap masyarakat Barat dari segi keilmuan. Pengaruh ini terlihat hampir pada
seluruh aspek kehidupan masyarakat Islam di Barat (Mugiyono: 2013).
Ada banyak organisasi Islam di AS, yaitu sebagai berikut:
Kelompok yang paling besar adalah American Society of Muslims (ASM atau Masyarakat
Muslim Amerika), pengganti Nation of Islam, yang lebih dikenal sebagai Black Muslim,
tetapi kelompok ini dipimpin oleh Warith Deen Mohammed. Tidak begitu jelas berapa
Muslim Amerika yang mengikuti kelompok ini. Kepercayaan kelompok ini juga berbeda
dengan kepercayaan Islam pada umumnya, mereka tidak mengenali Muhammad adalah
Rasul Allah yang terakhir.
Kelompok terbesar kedua adalah Islamic Society of North America (ISNA atau Masyarakat
Islam Amerika Utara). ISNA adalah suatu asosiasi organisasi-organisasi Muslim dan
perorangan untuk mempresentasikan Islam. Kelompok ini dibuat oleh imigran, beberapa
etnis Kaukasia dan sekelompok kecil Afro Amerika yang masuk Islam. Jumlah anggotanya
baru-baru ini mungkin telah melampaui ASM. Konvensi tahunan ISNA mungkin adalah
pertemuan Muslim paling besar di AS. Organisasi ini telah dikritik karena menyebarkan
ajaran Wahabi dan karena memiliki hubungan dengan terorisme.
Kelompok terbesar ketiga adalah Islamic Circle of North America (ICNA atau Lingkaran
Islam Amerika Utara).
Islamic Supreme Council of America (ISCA atau Dewan Tertinggi Muslim Amerika)
mewakili banyak Muslim AS. Tujuannya adalah menyediakan solusi-solusi bagi Muslim
Amerika, yang berlandaskan hukum Islam.
Islamic Assembly of North America (IANA Himpunan Islam Amerika Utara), adalah suatu
organisasi Muslim terkemuka di AS.
Muslim Students’ Association (MSA atau Asosiasi Pelajar-pelajar Muslim), adalah suatu
kelompok yang diperuntukkan bagi pelajar Islam di perguruan tinggi Kanada dan Amerika
Serikat. MSA juga sering dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti
pengumpulan dana untuk tunawisma selama Ramadhan.
Islamic Information Center (IIC atau Pusat Informasi Islam) adalah organisasi yang
dibentuk untuk memberi informasi kepada publik, sebagian besar melalui media, seputar
Islam dan umat Muslim. Organisasi politik Islam di AS berkepentingan untuk
Selanjutnya pada abad ke-9 dan ke-10 adalah saat pusat pusat Islam di Spanyol sedang
berada di puncak kecemerlangannya. Pusat-pusat intelektual di Barat hanya berupa benteng-
benteng yang dihuni oleh para bangsawan yang dirinya merasa bangga atas ketidakmampuan
membaca mereka (Ubadah: 2008). Sesudah melalui sejarah yang panjang proses
transformasi dan penyerapan Peradaban Islam ke dalam Kebudayaan Barat, para Ilmuwan
Barat, di bawah kepemimpinan para Pendeta Kristen, mulai mengembangkan keilmuan
mereka (Zarkasyi: 2013: 186).
Seorang penulis muslim, Ali M. Kertani seperti yang dikutib oleh Mukti Ali
mengemukakan bahwa konversi agama di Amerika Serikat terjadi 3-4% setiap tahun dari
penduduk muslim Amerika. Selanjutnya, ia menerangkan bahwasanya ada dua faktor yang
menyebabkan meningkatnya konversi agama, yaitu meningkatnya kelahiran yang alami dan
meningkatnya imigrasi dari negara-negara Islam. Terutama dikalangan mahasiswa yang
jumlahnya sangat besar datang ke Amerika (Fauzi, 2002: 295).
Menurut Lembaga Survey Pew pada tahun 2007, dua pertiga Muslim di AS adalah
keturunan asing. Di antara mereka telah bermigrasi ke AS sejak tahun 1990. Sedangkan
sepertiga dari Muslim AS adalah penduduk asli yang beralih ke Islam, dan keturunan Afro-
Amerika. Pada tahun 2005, menurut New York Times, lebih banyak lagi orang dari negara-
negara Muslim yang menjadi penduduk AS - hampir 96.000 - setiap tahun dibanding dua
dekade sebelumnya. Sedangkan menurut Council on American-Islamic Relations (CAIR),
jemaah masjid Sunni yang diperuntukkan bagi umum di AS berasal dari latar belakang bangsa
yang berbeda: Asia Selatan (33%), Afro Amerika (30%), Arab (25%), Eropa (2,1%), Amerika
kulit putih (1,6%), Asia Tenggara (1,3%), Karibia (1,2%), Turki Amerika (1,1%), Iran Amerika
(0,7%), dan Hispanik/Latin (0,6%).
Pasca peristiwa pengeboman WTC tahun 2001, umat Islam di Amerika berada dalam
ambang toleransi dan menerima perlakuan yang kurang terpuji dari pemerintah dan penduduk
setempat. Namun lambat laun perlakuan serupa berkurang seiring dengan tingkat keinginta-
huan masyarakat Amerika terhadap ajaran Islam yang sebenarnya. Konon buku terlaris di
Amerika saat ini adalah Alquran dan pemicu dari semua itu adalah informasi sepihak
pemerintah serta keinginan mendiskreditkan Islam, maka lahirlah generasi-generasi pen-
asaran terhadap Islam kemudian menjadikan Islam sebagai agama alternatif. Perlakuan
Amerika terhadap dunia Islam masih sangat beragam, mulai dari status sebagai musuh
bebuyutan hingga sekutu strategis. Ini menandakan bahwa peluang Islam untuk tetap
maju di Amerika juga masih sangat besar.
Islam menjunjung tinggi toleransi. Namun toleransi apa dulu yang dimaksud. Toleransi
yang dimaksud adalah bila kita memiliki tetangga atau teman Nashrani, maka biarkan ia
merayakan hari besar mereka tanpa perlu kita mengusiknya. Namun tinggalkan segala
kegiatan agamanya, karena menurut syariat Islam, segala praktek ibadah mereka adalah me-
nyimpang dari ajaran Islam alias bentuk kekufuran. Dalam realitanya, makna Islam rahmatan
lil ‘alamin sudah mengalami penyempitan makna, akibat dari pemahaman yang tidak utuh.
Sebagian memahami dengan Islam yang lembut dan damai. Sehingga ketika ada saja sedikit
reaksi perlawanan dari umat Islam terhadap penjajahan barat, baik secara non fisik, apalagi
fisik, maka langsung dicap Islam yang tidak rahmatan lil ‘alamin. Islam adalah agama
rahmatan lil ‘alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan
kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi
sesama manusia. Maka kita seorang mukmin mukminat bersama jujung toleransi, tolong
menolong, berlomba dalam kebaikan guna mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin dan
orang lain yang bersama kita merasa nyaman dan tenang.
Rangkuman
1. Tidak didapati catatan pasti tentang awal mula datangnya Islam di Amerika, namun
beberapa ahli menyimpulkan bahwa Islam masuk di Amerika seiring dengan ma-
suknya migran budak dari Afrika dan berlansung sekitar abad XVI sampai dengan
abad XVIII.
2. Strategi dakwah Islam di Amerika lebih ke pendekatan dan pembebasan budak zaman
itu, serta kesetaraan antara kulit putih dan kulit hitam.
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Perkembangan Islam di
Amerika. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan Belajar 1,
kerjakan tugas-tugas berikut ini.
Tes Formatif 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
D. Dokter
E. Cejarawan
5. Ayub Ommaya adalah seorang ...
A. Presiden
B. Menteri
C. Insinyur
D. Dokter
E. sejarawan
6. Pendidikan Multikultural berkembang di dalam masyarakat multikultural Amerika yang ber-
sifat ...
A. Antar suku
B. Antar ras
C. Antar agama
D. Antar budaya
E. Semua benar
7. Organisasi ini telah dikritik karena menyebarkan ajaran Wahabi dan karena memiliki
hubungan dengan terorisme adalah ....
A. American Society of Muslims
B. Islamic Society of North America
C. Muslim Students’ Association
D. Islamic Information Center
E. Council on American-Islamic Relations
8. Salah satu strategi dakwah Islam di Amerika adalah ....
A. Konsep kekeluargaan
B. Pembebasan budak serta kesetaraan antara kulit putih dan kulit hitam
C. Berjuang bersama
D. Satu keyakinan agama
E. Demokratis
9. Black moslem didirikan oleh Elijah Muhamad di kota ....
A. New York
B. Washington DC
C. Chicago
D. Los Angels
E. Texas
10. Free Muslims Coalition, dibentuk untuk ...
A. Memberi informasi kepada publik, sebagian besar melalui media, seputar Islam dan
umat Muslim.
B. Diperuntukkan bagi pelajar Islam di perguruan tinggi Kanada dan Amerika Serikat
dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan
C. Untuk menghapus dukungan terhadap Islam radikal dan terorisme serta memperkuat
institusi yang demokratis di Timur Tengah dan Dunia Islam dengan mendukung usaha
reformasi Islam.
D. Memperkenalkan dan mempelopori pluralisme
E. Menampung imigran muslim yang baru datang ke Amerika
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan modul
selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda dipersilakan mempelajari kembali
Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang kurang Anda kuasai.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Sejarah masuknya Islam di Eropa
Kehadiran Islam di Benua Eropa bukan gejala baru. Islam sesungguhnya telah lama
masuk ke Eropa. Puncak kejayaannya ketika Islam berpusat di Spanyol dengan ibu kota Cor-
dova semasa Bani Umayyah dan sebagian pada masa Bani Abbasiyah. Namun pada perkem-
bangan selanjutnya realitas sejarah menunjukan kondisi yang berbeda, Islam menjadi tersing-
kirkan dari tanah Eropa dan menjadi masyarakat minoritas saja. Kondisi ini terus berlanjut
sampai masa sekarang. Hubungan Eropa dan dunia Islam telah saling berhubungan dekat
selama berabad-abad. Sejak, negara Andalusia (756-1492) di Semenanjung Iberia, dan
kemudian selama masa Perang Salib (1095-1291), serta penguasaan wilayah Balkan oleh
Hal ini membuka peluang yang relatif menguntungkan untuk keberadaan umat Islam dan
kiprah mereka dalam melaksanakan dakwah. Umat Islam di Eropa, juga berasal dari imi-
granimigran negara-negara mayoritas Muslim, terutama setelah perang dunia ke II. Berbeda
dengan ketika datangnya Islam di bawah panglima Thariq bin Ziyad ke dataran Eropa sebagai
tentara yang gagah dan siap menguasai Eropa, kedatangan orang-orang Muslim selepas
perang dunia ke II dalam keadaan sebaliknya. Akibat usainya perang, Eropa perlu kembali
membangun pabrik-pabrik yang telah hancur dan menata kehidupan ekonomi lainnya. Untuk
itu perlu tenaga kerja kasar yang murah. Tenaga kerja yang didatangkan adalah sebagian
besar umat Islam. Penguasa Eropa memandang dirinya sebagai orang yang mendapat
kepercayaan menjinakan manusia-manusia biadab yang terbelakang, penyembah berhala,
untuk diselamatkan kepangkuan Gereja. Orang Muslim dipandang sebagai keturunan
manusia yang memang segalanya berbeda dengan orang Eropa yang gagah dan terpelajar
(Darsh, 1980: 46-49).
Sikap seperti ini sebagai salah satu ekses dari keberadaan Eropa yang dalam beberapa
abad lamanya mencengkram dengan kuku kolonialismenya terhadap bangsa Asia yang
mayoritas umat Islam. Penyebaran imigran Muslim di Eropa sekarang mencerminkan wilayah
pengaruh penjajah masa lalu. Kebanyakan imigran yang menetap di Prancis adalah Maroko,
Aljajair, dan sejumlah Muslim Afrika Selatan Sahara. Mereka semua dulunya dijajah Prancis.
Inggris banyak ditempati imigran dari anak benua India, Malaysia, dan sejumlah orang Yaman,
Somalia dan Afrika Utara. Sedangkan Jerman agak berbeda, imigran yang ada di sana
kebanyakan orang Turki, Maroko, dan yang lainnya yang dahulunya tidak ada kaitan dengan
pengaruh Jerman. Sekalipun mereka semuanya orang Muslim, namun gaya hidup masing-
masing sesuai dengan kebiasaan dan sikap hidup yang dibawa dari negeri asalnya yang
menunjukkan adanya perbedaan (Darsh, 1980: 70).
Pendataan tahun 1999 oleh PBB menunjukkan bahwa antara tahun 1989 dan 1998,
jumlah penduduk Muslim Eropa meningkat lebih dari 100 persen. Dilaporkan bahwa terdapat
sekitar 13 juta umat Muslim tinggal di Eropa saat ini: 3,2 juta di Jerman, 2 juta di Inggris, 4-5
juta di Prancis, dan selebihnya tersebar di bagian Eropa lainnya, terutama di Balkan. Angka
ini mewakili lebih dari 2% dari keseluruhan jumlah penduduk Eropa. Masalah umat Islam eropa
sekarang adalah sikap orang-orang eropa yang tengah terjangkiti paranoid berlebihan dan
cenderung diskriminatif terhadap orang Islam. Ketakutan semacam itu semakin menjadi-jadi
setelah Presiden Amerika Serikat, George W. Bush menyatakan perang terhadap teroris me-
nyusul peristiwa 11 September 2001, yang notabene menyudutkan umat Islam (Aliyudin,
2008: 1055).
loncatan sehingga jumlah masjid terus bertambah delapan buah tiap tahunnya. Secara kuanti-
tatif, jumlah masjid di wilayah Inggris ada sekitar 100 masjid di daerah London Raya, 50 di
Lancashire, 40 di Yorkshire, dan 30 di Midlands, ada 3 masjid di Skotlandia, dan 2 di Wales,
serta 1 buah di Belfast. Tentunya, saat ini terus mengalami peningkatan jumlah seiring se-
makin berkembangnya Islam di Inggris pada saat ini di Inggris banyak berdiri berbagai organ-
isasi keislaman seperti:
a. The Islamic Council of Europe (Majelis Islam Eropa), sebagai pengawas kebudayaan
b. Eropa.
c. The Union of Moslem Organization (Persatuan Organisasi Islam Inggris).
d. The Association for British Moslem (Perhimpunan Muslim Inggris).
e. Islamic Foundation dan Moslem’s Institute, keduanya bergerak dalam bidang penelitian.
Anggota-anggotanya terdiri atas orang-orang Inggris dan imigran.
Salah satu bukti berkembangnya Islam di Inggris adalah adanya masjid di pusat kota
London. Yaitu Masjid Agung (Central Mosque) Regents Park yang mampu menampung ja-
maah hingga 4.000 orang. Perancang Masjid tersebut adalah Fredrik Gobberd and Patners.
Masjid itu juga dilengkapi dengan perpustakaan sebagai pusat kegiatan sisoal dan admin-
istrasi.
pebisnis, pekerja dan mahasiswa Muslim dari India, Pakistan, dan Asia Tenggara datang dan
sebagian menetap di sana.
Jumlah penduduk Muslim di Jerman saat ini berkisar 3,7 juta jiwa. Mayoritas adalah
keturunan Turki dengan jumlah lebih dari 2 juta orang. Pada tahun 1999, komposisi negeri
asal kaum Muslim di negeri ini adalah sebagai berikut: Turki 2.053.564, Bosnia 167.690, Iran
116.446, Marokko 81.450, Afghanistan 71.955, Libanon 54.063, Pakistan 36.924, Tunisia
26.396, Syiria 19.055, Aljazair 17.705, Irak 16.745, Mesir 13.455, Yordania 12.249, Albania
10.528, Indonesia 9.470, Somalia 8.248, Banglades 7.156, Sudan 4.615, Malaysia 3.084, Sen-
egal, 2.509, Gambia 2.371, Libya 1.898, Kirgistan 1.662, Azerbaijan 1.399, Guinea 1.287,
Usbekistan 1.249, Yaman 1.083.
Sangat menarik sekali dari uraian perkembangan Islam di beberapa negara Eropa di
atas ternyata Islam mampu membaur dengan masyarakat Eropa walaupun punya perbedaan
entah agama, ras, suku, hingga budaya. Berikut akan dijelaskan lebih seru lagi terkait
perkembangan Islam yang menyangkut negara ataupun kerajaan Inggris hingga sampai salah
satu kerajaan di Nusantara (Indonesia) walaupun kecil tetapi sangat hebat yaitu kerajaan
banten.
Islam telah menjadi bagian dari sejarah Inggris lebih lama daripada yang dibayangkan
banyak orang. Pada abad ke-16, Ratu Elizabeth menjalankan kebijakan luar negeri dan
ekonomi dengan menjalin kerjasama negara-negara Islam. “Saat ini, saat seruan anti-muslim
semakin menggelora, sangat perlu untuk mengingat, masa lalu kita lebih memiliki keterikatan
(dengan Islam, red) daripada yang sering disadari,” tulis Jerry Brotton, profesor dalam studi
tentang Renaisans di Queen Mary University of London, dikutip laman New York Times (17/9).
Sejak mahkota ratu resmi disandangnya pada 1558, Elizabeth memulai kerjasama diplo-
matik, baik secara militer maupun komersial dengan negara-negara Islam, seperti Iran, Turki,
dan Maroko. Terutama ketika pada 1570, keyakinannya kepada Kristen Protestan semakin
jelas dan mempengaruhi pemerintahannya. Akibatnya, dia dikucilkan oleh penguasa Katolik.
Semua pedagang Inggris tak diperbolehkan melakukan hubungan dagang dengan negara-
negara Katolik, terutama dengan Spanyol. “Terkucil secara ekonomi dan politik membuat
negara Protestan yang baru ini terancam akan kehancuran,” lanjut Brotton. Namun, sang ratu
melihat peluang lain. Dia pun berusaha menjalin kerjasama dengan para penguasa di negara-
negara Islam. Satu-satunya musuh besar bagi kerajaan Spanyol pada masa itu adalah
Kesultanan Ottoman. Sultannya adalah Murad III yang telah menguasai wilayah Afrika Utara,
Eropa Timur, sampai Samudra Hindia.
Elizabeth berharap aliansinya dengan sang sultan membantu mengurangi kekuatan mi-
liter Spanyol terhadap negaranya. Cara ini juga dinilai akan memberikan keuntungan lain bagi
pedagang Inggris untuk memperoleh pasar di wilayah timur. “Dia juga menjalin hubungan
dengan para pesaing Ottoman, Shah dari Persia dan penguasa Maroko,” kata Brotton. Masa-
lahnya adalah kekaisaran Muslim rupanya lebih berkuasa dibanding kerajaan Elizabeth yang
mungil. Niatnya membuka jalur perdagangan baru, tetapi nyatanya dia tak sanggup men-
gongkosi usahanya itu. Maka, dia pun mencoba membuka perusahaan saham gabungan. Pe-
rusahaan ini dimiliki bersama dengan sistem bagi saham. Modalnya digunakan untuk men-
danai biaya pelayaran untuk berdagang. Keuntungan dan kerugian yang dihasilkan dibagi
kepada para pemegang saham. Dalam hal ini, Elizabeth sangat antusias mendukung Perus-
ahaan Muscovy yang menjalin hubungan dagang dengan Persia. Mereka pula yang kemudian
menginspirasi bagi terbentuknya Turkey Company yang melakukan perdagangan dengan Ot-
toman dan East India Company (EIC), yang kemudian menguasai India dan berdagang juga
ke Nusantara.
Pada 1580, Elizabeth menyetujui kesepakatan komersil selama tiga abad dengan
pemerintah Ottoman. Kesepakatan ini menjamin pedagang Inggris mendapat akses bebas
masuk ke wilayah Ottoman. Dia pun membuat kesepakatan serupa dengan Maroko, dan diam-
diam mendapat jaminan bantuan militer untuk melawan Spanyol. Berlanjut dari hubungan da-
gang, pengaruh dari negara-negara Islam semakin terlihat di Inggris. Karpet, sutra, rempah-
rempah menjadi bagian dari keseharian orang Inggris. “Kata-kata seperti candy dan turquoise’
yang berasal dari Turkish stone menjadi biasa untuk diucapkan,” ungkap Brotton. Bahkan,
Shakespeare menambahkan unsur budaya Islam itu pada pertunjukkan. Karya Othello yang
fenomenal itu lahir setelah utusan pertama dari Maroko datang ke Inggris. Meski perusahaan
saham gabungan itu sukses, tetapi ekonomi Inggris tidak bisa mempertahankan diri dari
ketergantungannya terhadap perdagangan jarak jauh. Akhirnya, sepeninggal Elizabeth pada
1603, raja yang baru, James I menyetujui kesepakatan damai dengan Spanyol. Kesepakatan
ini sekaligus mengakhiri nasib Inggris yang terkucilkan. Terlepas dari itu, kebijakan Elizabeth
terhadap dunia Islam telah berhasil menekan pengaruh Katolik di negaranya. Islam pun, tak
dipungkiri, merupakan bagian dari sejarah orang Inggris. “Islam mempengaruhi segala aspek,
politik, militer, dan perdagangan, bahkan budaya dalam sejarah Inggris,” tulis Brotton.
Hubungan dengan Islam di Nusatara pun pernah terjalin baik antara Kerajaan Inggris
dengan Kesultanan Banten. Ketika Elizabeth dinobatkan sebagai ratu Inggris, sekitar 14 orang
Inggris di Banten merayakannya. Mereka, tulis Bernard HM Vlekke, memakai pakaian terbaik
dan mengadakan parade, berbaris maju mundur, menembakkan senapan dan berteriak
“hore”, sampai semua penduduk kota lari keluar rumah. “Begitu orang banyak berkumpul,
orang Inggris itu memberi tahu orang Banten tentang Ratu Elizabeth mereka yang mulia,” tulis
Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indonesia.
James Lancaster, yang memimpin pelayaran pertama dengan empat kapal dagang EIC
mendarat di Banten pada 1602. Dia menyampaikan surat Ratu Elizabeth untuk Sultan Banten
yang bernada penuh persahabatan. Sultan Banten memberikan izin kepada Inggris untuk
membuka kantor dagang. Bahkan, Banten menjadi pusat kegiatan dagang Inggris sampai ta-
hun 1682. Hubungan baik Inggris dan Banten terlihat juga dengan surat yang dikirimkan oleh
Sultan Banten kepada Raja James I, pengganti Elizabeth. Surat tersebut berisi ucapan
selamat atas pengangkatan James I sebagai raja Inggris. “Raja Banten juga mengucapkan
terima kasih atas hadiah yang dikirim oleh Raja James I melalui Jenderal Milton. Sebagai
balasannya, Raja Banten mengirimkan dua buah faizar kepada Raja Inggris,” tulis Titik Pudji-
astuti dalam Perang, Dagang, Persahabatan: Surat-surat Sultan Banten. Faizer diperkirakan
sebagai benda yang berat karena satu faizer disepadankan dengan seekor ternak berkaki
empat.
Hubungan baik Inggris dan Banten terus berlanjut. Pada 1681, Sultan Abu Nashar Abdul
Qahar atau Sultan Haji mengirim surat kepada Raja Charles II. Dalam suratnya, dia berminat
membeli senapan sebanyak 4000 pucuk dan peluru sebanyak 5000 butir dari Inggris. Sebagai
tanda persahabatan, Sultan Haji menghadiahkan permata sebanyak 1757 butir. Surat ini juga
merupakan pengantar untuk dua utusan Banten bernama Kiai Ngabehi Naya Wipraya dan Kiai
Ngabehi Jaya Sedana. Giliran ayah Sultan haji, pada 1681 Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan
Abul Fath Abdul Fattah mengirim surat kepada Raja Charles II meminta bantuan berupa sen-
jata dan mesiu untuk berperang melawan putranya yang dibantu Kongsi Dagang Hindia Bel-
anda (VOC). Sultan Ageng Tirtayasa berjanji jika Inggris memberi bantuan dan mereka me-
nang, benteng (Jacetra atau Batavia) akan diberikan kepada Inggris. Namun, bantuan itu tidak
kunjung datang. VOC membantu Sultan Haji berhasil menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Industri
Sebagian hasil industri telah dimasukkan oleh kaum Muslim ke Spanyol, diantaranya
adalah produksi Kertas. Pabrik kertas pertama di Eropa adalah di Asbania pada pertengahan
abad ke-12 M. dan pusat industri pertama adalah di Balansia, Syathiba dan Toledo (Al-
Khuwaithir dkk., 1975: 149).
Berbagai macam peralatan dari tambang seperti pisau, pedang ada di sana, hiasan-
hiasan dan ukiran dari tambang juga ada (Al-Khuwaithir dkk., 1975: 157). Industri yang paling
penting adalah inovasi senjata api yang disebut “Barud” (pistol) adalah murni penemuan orang
Arab Muslim (Al-Khuwaithir dkk., 1975: 149).
3. Metode Keilmuan
Barat menganggap bahwa Roger Bacan adalah penemu metode keilmuan, ini adalah
pengingkaran sejarah, Briffault menyatakan bahwa Roger tak lebih dari utusan sains dan
metode muslim pada Eropa Kristen. Dia belajar Bahasa Arab di Perancis pada tahun 1240-
1250 dan 1257-1268, dengan modal bahasa Arab ia belajar ilmu pasti dan keIslaman lalu
menerjemah dari bahasa Arab apa yang belum diterjemah dan Opus Majusnya adalah hasil
plagiat dari Al-Syifa karya Ibn Sina (Baqir, 1989: 57). Kemudian datang Francis Bacon (1561-
1627) menyebarkan teori induksi dan deduksi dan metode eksperimen lewat karya-karyanya
yang dianggap standar.
5. Kedokteran
Cukuplah dijadikan sebagai satu contoh Ibn. Sina (980-1307 M) dengan karyanya al-
Qanun fi at-Thibb yang menjadi referensi utama sampai abad ke-19. Terutama tentang
penyakit syaraf. Dapat dikatakan bahwa antara abad ke-13 sampai abad ke-16 tidak ada ahli
kedokteran Barat yang bisa melepaskan diri dari pengaruh Ibn Sina (Baqir, 1989: 58).
Tokoh lain adalah Ibn Nafis (687 H) adalah penemu pertama aliran darah, sedang Az-
Zahrawi Abu Al-Qasim Khalaf (404 H/1013) adalah dokter ahli bedah yang sangat tyerkenal
dan bukunya menjadi rujukan berabad-abad lamanya. Apa yang telah dijelaskan diatas meru-
pakan beberapa contoh dari ratusan saintis muslim disegala bidang yang berkembang pesat
pada abad pertengahan dimana Eropa (Barat) sedang kelam dan gulita. Hal ini perlu dikuak
kembali dalam rangka mencari ruh dari perkembangan ilmu pengetahuan di era global ini se-
hingga generasi Muslim tidak silau dan buta dibuatnya, akan tetapi bagaimana mengembali-
kan kejayaan itu dengan nafas-nafas keIslaman sebagaimana para ulama dulu khususnya
yang hidup di abad pertengahan ini.
memuat daftar astronomi yang tertua dan al-Khawarizmi merupakan orang pertama yang me-
nyusun buku ilmu berhitung dan aljabar. Kitab inilah yang memperkenalkan ilmu aljabar serta
nama itu sendiri di benua Eropa. Pengaruhnya diperkuat dengan kenyataan bahwa
„alogarisme‟ untuk waktu yang lama berarti „aritmatik‟ dan dewasa ini dipergunakan sebagai
metode untuk mengkalkulasi yang kini telah dibakukan. Begiu pula bapak kimia Islam, Jabir
Ibnu Hayyan, (721-815M). Kitab kimianya merupakan buku yang paling berpengaruh di Eropa
dan Asia sampai sesudah abad 14.
7. Filsafat
Sumbangan Islam pada dunia barat dalam hal filsafat adalah Ibnu Rusyd (1126-1198M),
dan Al Kindi (809-873M). Ibnu Rusyd dikenal sebagai komentator fikiran fikiran Aristoteles,
karenanya dijuluki Aristoteles II, pengaruhnya sangat menonjol atas pendukung filsafat skho-
lastik Kristen dan fikiran fikiran sarjana Eropa pada Abad pertengahan. Sedang Al Kindi terke-
nal dengan metode filsafatnya yang menggabungkan dalil dalil Plato dan Aristoteles dengan
cara Neo-Platonis.
Masjid Agung Umayyah di Damaskus, Suriah, merupakan salah satu peninggalan Dinasti Umay-
yah terus bertahan hingga kini. (sumber: insidearab.com/ REPUBLIKA.CO.ID)
Masa keemasan meliputi Damaskus begitu Sultan Nuruddin berkuasa pada 1154. Pada
eranya, banyak masjid, madrasah, dan pusat kesehatan publik dibangun untuk menunjukkan
pencapaian peradaban Islam. Demikian pula dengan peningkatan kekuatan militer negara.
Adapun aktivitas intelektual di Damaskus pada zaman itu berkembang pesat, antara lain,
lantaran kontribusi dari dua suku, yakni Bani Asakir dan Bani Qudama.
Sultan Nuruddin mendirikan pusat studi hadits pertama, Dar al-Hadits di Damaskus.
Madrasah yang khusus bagi mazhab Maliki, al-Shalahiyyah, juga dibina. Begitu pula dengan
madrasah al-‘Adiliyyah pada 1171, yang kini menjadi Arab Academy. Salah satu pemikir yang
unggul di Damaskus dalam masa keemasan Islam adalah Ibnu Taimiyah (1263-1328). Orang
tuanya membawanya hijrah dari Harran, yang diserbut tentara Mongol pada 1269, ke
Damaskus ketika Ibnu Taymiyyah masih berusia tujuh tahun. Di Damaskus, ayahnya ditunjuk
menjadi kepala madrasah Sukkariyyah. Dia sempat mengajar di madrasah yang sama
mengenai ilmu hadits. Di Masjid Umayyah, Ibnu Taimiyyah juga mengajar di zawiyah.
Hubungannya dengan rezim penguasa dalam masa itu kerap bermasalah. Bahkan, ia
pernah merasakan dinginnya penjara beberapa kali. Di dalam bui, dia tetap melanjutkan
menulis karya-karyanya. Selain Ibnu Taimiyah, ada pula Ibnu al-Syatir (wafat 1375), seorang
Muslim astronom sekaligus pakar matematika. Pria kelahiran Damaskus ini pada setahun
lamanya belajar di al-Iskandariah, Mesir. Karyanya yang paling dikenang adalah Zij al-Jadid,
Taliq al-Arsad dan Nihayat al-Sul. Dia juga meletakkan dasar-dasar teori peredaran planet-
planet serta merancang pelbagai instrumen untuk mendukung kajian astronomi secara presisi.
Pada 1337, dia menciptakan dua alat pengukur jarak benda-benda langit (astrolabe). Pada
1371, dia membuat jam matahari raksasa untuk Masjid Damaskus. Sebagai astronom, rumus-
rumusnya mendahului para astronom Eropa abad pencerahan, misalnya Copernicus yang
menggegerkan Gereja dengan teori matahari-sentris. Bahkan, beberapa riwayat menyebut,
perhitungan Copernicus sama persis dengan al-Syatir. Apalagi, al-Syatir merupakan
pengoreksi teori astronomi Yunani Kuno, Ptolemy, yang banyak dipakai Gereja untuk dalih
“bumi sebagai pusat semesta.” (Rizqa dan Nasih Nasrullah, 2017: REPUBLIKA.CO.ID)
Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna,
gangguan-gangguan masih terjadi, baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam
antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan
golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan
gubernur Afrika Utara yang berpusat di Khairawan. Masing-masing mengaku bahwa mereka-
lah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali
pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pan-
dangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya
dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis
Arab sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing yaitu suku Qaisy (Arab
Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan konflik
politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat
itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu
yang agak lama (Wessenstein, 1985: 15-16). Periode ini berakhir dengan datangnya Ab-
durrahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.
Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai
pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman Al-Ausath. (Syalabi, 1979: 41-50)
Pada 12 abad silam, Baghdad menjadi pusat peradaban Islam. Di kota tersebut, berkum-
pul pada tokoh intelektual dan budaya. Sebut saja, Al-Rashid, Al-Ma'mun, Al-Mu'tadhid, dan
Al-Muktafi. Berikut perjalanan kota yang kini menjadi ibu kota Irak tersebut:
a. Masa pembangunan
Beberapa khalifah yang terkenal di Baghdad termasuk Al-Rashid dan Al-Ma'mun telah
mengambil peran penting.peletakan batu pertama serta mengumpulkan sejumlah buku dari
Timur dan Barat. Para khalifah tersebut membawa para ulama dari berbagai penjuru dunia
Muslim untuk membuat salah satu akademi intelektual terbesar dalam sejarah. Baghdad
awalnya dibangun oleh Khalifah Harun Al-Rashid (786-809 M) sebagai perpustakaan
termegah bernama Khizanat al-Hikma (perpustakaan pengetahuan) termasuk naskah dan
buku yang dikumpulkan oleh ayah dan kakeknya tentang berbagai mata pelajaran tentang
seni dan ilmu pengetahuan dan dalam bahasa yang berbeda.
Tiga dekade kemudian, koleksi perpustakaan bertambah. Khalifah Al-Ma'mun mem-
bangun ekstensi untuk bangunan asli hingga mengubahnya menjadi sebuah akademi besar
yang bernama Baitul Hikmah (Rumah Pengetahuan) yang bertempat di berbagai cabang di
Baghdad. Kemudian, Al-Ma'mun menambahkan banyak pusat studi lain untuk memungkinkan
lebih banyak sarjana untuk mengejar penelitian dan membuat observatorium pada 829 M.
b. Pendidikan
Kota Baghdad yang dijuluki sebagai 'Rumah Pengetahuan' ini, para penerjemah, ilmu-
wan, ahli-ahli Taurat, penulis, sastrawan, penyalin, dan lain-lain saling bertemu dan berdiskusi
untuk memenuhi kebutuhannya. Banyak naskah dan buku dalam berbagai mata pelajaran ilmu
pengetahuan serta konsep filosofis dan ide-ide dalam bahasa yang berbeda diterjemahkan.
Orang-orang dari seluruh dunia Muslim berbondong-bondong ke Baghdad, baik laki-laki mau-
pun perempuan, dan dari berbagai agama dan etnis. Salah satunya akademisi yang
terkemuka yakni Al-Kindi yang menerjemahkan karya filsuf terkenal, Aristoteles dan Hunyan
bin Ishaq yang diterjemahkannya dari Hippocrates. Selain itu ada Banu Musa bin Shakir Al-
Munajjim (ahli astronomi), Yahya bin Abi Mansur Al-Munajjim Al-Ma'muni (ahli astronomi),
Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi, Sa'id bin Harun Al-Katib (penulis), Hunayn bin Ishaq Al-
'Ibadi dan putranya, Thabit bin Qurra, serta 'Umar bin farrukhan Al-Tibat.
c. Bahasa
Beragam bahasa termasuk bahasa Arab, Persia, bahasa Aram, Ibrani, Suriah, Yunani,
dan Latin digunakan di 'Rumah Pengetahuan'. Para ahli terus bekerja menerjemahkan tulisan
lama ke dalam bahasa Arab untuk memungkinkan para ulama untuk memahami. Di antara
para penerjemah yang terkenal adalah Youhanna bin Al-Batriq Al-Turjunan (Penterjemah
Yunus bin Patriarki), yang menerjemahkan Kitab Al-Haywan oleh Aristoteles. Juga Hunayn bin
Ishaq. Khalifah Al-Ma'mun mengatakan telah mendorong penerjemah dan ulama untuk
menambah perpustakaan di “Rumah Pengetahuan” dengan membayar bobot masing-masing
buku dalam bentuk emas.
d. Tradisi
Peralihan pengetahuan dan penciptaan pusat belajar yang suskes di Baghdad bergema
di banyak kota-kota lain di seluruh peradaban Muslim. Di Kairo, Darul Hikmah dibangun pada
1005 M oleh Khalifah Al-Hakim dan berlangsung selama 165 tahun. Kota-kota lain di provinsi
timur dunia Islam juga mendirikan Darul Ilmu (Rumah Pengetahuan) yang pada abad ke-9 dan
ke-10 untuk meniru Baghdad.
Pada abad ke-12, Toledo di Andalusia (Spanyol) menjadi fokus dari upaya terjemahan
besar. Karya Arab yang diterjemahkan ke bahasa Latin menerjemahkan beberapa teks Yunani
kuno dan Kristen. Sarjana Muslim dan Yahudi berbondong-bondong ke Andalusia untuk
menerjemahkan perjanjian Yunani dan Arab kuno ke bahasa Latin dan kemudian ke dalam
bahasa Eropa. Beragam bahasa termasuk bahasa Arab, Persia, bahasa Aram, Ibrani, Suriah,
Yunani, dan Latin digunakan di 'Rumah Pengetahuan. Para ahli terus bekerja untuk mener-
jemahkan tulisan lama ke dalam bahasa Arab untuk memungkinkan para ulama untuk me-
mahami. Di antara para penerjemah yang terkenal adalah Youhanna bin Al-Batriq Al-Turjunan
(Penterjemah Yunus bin Patriarki), yang menerjemahkan Kitab Al-Haywan oleh Aristoteles.
Juga Hunayn bin Ishaq. Khalifah Al-Ma'mun mengatakan telah mendorong penerjemah dan
ulama untuk menambah perpustakaan di 'Rumah Pengetahuan' dengan membayar bobot
masing-masing buku dalam bentuk emas.
e. Belajar
Peralihan pengetahuan dan penciptaan pusat belajar yang suskes di Baghdad bergema
di banyak kota-kota lain di seluruh peradaban Muslim. Di Kairo, Darul Hikmah dibangun pada
1005 M oleh Khalifah Al-Hakim dan berlangsung selama 165 tahun. Kota-kota lain di provinsi
timur dunia Islam jug amendirikan Darul Ilmu (Rumah Pengetahuan) yang pada abad ke-9 dan
ke-10 untuk meniru Baghdad. Pada abad ke-12, Toledo di Andalusia (Spanyol) menjadi fokus
dari upaya terjemahan besar. Karya Arab yang diterjemahkan ke bahasa Latin mener-
jemahkan beberapa teks Yunani kuno dan Kristen. Sarjana Muslim dan Yahudi berbondong-
bondong ke Andalusia untuk menerjemahkan perjanjian Yunani dan Arab kuno ke bahasa
Latin dan kemudian ke dalam bahasa Eropa (Sasongko, 2016).
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan
Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom) (Zaidan, tt: 200). Gangguan politik yang
paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo
pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping
itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya ada-
lah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan
dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab
masih sering terjadi (Yatim, 2003: 96). Ada yang berpendapat pada periode ini dibagi menjadi
dua yaitu masa Ke Amiran (755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013) (Sunanto, 2003:
119).
lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang me-
merintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abdurrahman Al-Nasir (912-961 M), Hakam II
(961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan
menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Wilayah kekuasaan Islam itu lebih dikenal
dengan Andalusia. Andalusia boleh saja lepas dari kekuasaan Islam, tetapi jejak peradaban
Islam di wilayah barat daya Eropa masih bisa ditelusuri hingga kini dan menjadi situs sejarah
yang berharga sekaligus objek wisata di Spanyol. Meski sebagian peninggalan tersebut telah
beralih fungsi, seperti Masjid Cordoba di masa Dinasti Umayyah yang sekarang difungsikan
sebagai Gereja Katedral Katolik (Catedral de Cordoba), tak sedikit pula yang masih bertahan
hingga sekarang. Warisan peradaban Islam itu bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga berupa
istana, benteng, hingga bendungan. Berikut ini beberapa bukti dan sisa-sisa jejak Islam di
Spanyol.
a. Palacio de Generalife
Di Spanyol, tak hanya Istana al-Hambra dengan keelokannya nan menawan yang di-
wariskan oleh peradaban Islam. Tak jauh dari istana tersebut ada pula Jannat al-Arif, sebuah
istana megah yang dibangun penguasa Granada, Raja Nasrid Emir, sebagai tempat beristira-
hat dan rekreasi selama musim panas tiba. Tempat ini selain dipenuhi dengan aneka tanaman
hias juga dipercantik dengan balutan ukiran kaligrafi khas Islam.
b. Benteng Malaga
Benteng ini merupakan salah satu benteng warisan Islam di Spanyol. Selama Islam
berkuasa di sana, sejumlah benteng didirikan di kota-kota besar utama antara lain di Granada
dan Cordoba. Motif pendirian banteng ini tak lain untuk melindungi dan mempertahankan dae-
rah sekitarnya dari serangan musuh. Arsitektur bangunannya mirip dengan benteng-benteng
di Maroko. Letaknya berada di lokasi yang strategis agar memungkinkan pertahanan selama
mungkin dari serangan lawan.
c. Puente Romano
Puente Romano adalah sebuah jembatan dengan panjang 400 m, lebar 40 m, dan tinggi
30 m ini merupakan warisan Islam yang sangat berharga di Cordoba. Jembatan ini direkon-
struksi dan disempurnakan oleh penguasa Andalusia, Ibnu Malik al-Khaulani atas perintah
Umar bin Abd al-Aziz pada 101 H. Jembatan yang dikenal pula dengan Jisr atau Qintharah
Qurthubah ini disebut-sebut sebagai jembatan termegah pada masa itu dengan detail arsi-
tektur yang menawan (Nashrullah, 2015).
d. Universitas Cordoba
Dalam artikel bertajuk Sevilla Islamic Heritage, Sarah Irving menyatakan, keindahan ar-
sitektur Islam di Sevilla telah menghadirkan kekaguman hingga berabad-abad. Ini menjadi
salah satu bukti kebesaran peradaban Islam di Spanyol. Sevilla juga merupakan pusat
perekonomian di kawasan Laut Mediterania. Kehidupan ekonomi yang sangat kental diabadi-
kan dalam risalah yang ditulis Ibnu Abdun. Sejarawan ini mengungkap secara akurat denyut
nadi perekonomian dan perdagangan seharihari di kota itu. Disebutkan bahwa produk unggu-
lan dari wilayah ini yakni minyak zaitun. Sentra pembuatannya berada di Aljarafe. Selain itu,
menurut Ibnu Abdun, di pasar-pasar yang ada, berlangsung transaksi dagang dalam jumlah
besar untuk komoditas tekstil, rempah-rempah, dan kerajinan logam (Sasongko, 2018)
Pada periode ini umat Islam memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi
perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada
raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu,
untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif
penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus
berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk
mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain (Yatim, 2003: 98).
merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai peng-
gantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaannya. Dalam
pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdul-
lah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua
penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu saja, Ferdinand dan Isabella yang mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen me-
lalui perkawinan itu tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam
di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut
dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isa-
bella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di
Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen
atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat
Islam di daerah ini (Nasution, 1985: 82).
Ratusan tahun lalu penjajah Spanyol datang ke kawasan Granada dan membumihanguskan
keturunan Muslim. Namun saat ini sebuah masjid agung telah dibangun, berarti sejarah memilukan
itu harus di kubur bersama demi menatap masa depan yang lebih cerah. Masjid tersebut bernama
Masjid Agung Granada atau nama aslinya Mezquita Mayor de Granada ini terletak di kota Granada,
provinsi Andalusia, selatan Spanyol. Masjid ini diresmikan pada tahun 2003. Umat Muslim di
Granada dengan sukacita menyambut pembukaan masjid ini, pasalnya ini merupakan masjid
agung pertama di kawasan mereka setelah 500 tahun lamanya.
Rangkuman
Berdasarkan data sejarah, Islam memasuki benua Eropa melalui empat periode, yaitu:
1. Periode kekhalifahan Islam di Spanyol (Andalusia) selama ± 8 abad dan pemerintahan
umat Islam di beberapa pulau, di antaranya: Perancis Selatan, Sicilia, dan Italia Selatan.
Kekhalifahan Islam di Spanyol berakhir pada tahun 1492.
2. Adanya penyebaran tentara Mongol pada abad ke-13. Di antara penguasa Mongol yakni
Dinasti Khan yang beragama Islam. Kekuasaannya berpusat di Sungai Volga sebelah
utara Laut Kaspia dan Laut Tengah. Ia meninggalkan penduduk muslim di sekitar sungai
Volga hingga Kaukasus dan Krimea, yang terdiri dari orang Tartar, kemudian mereka me-
nyebar ke berbagai wilayah kekaisaran Rusia. Mereka menjadi penduduk Finlandia, wila-
yah Polandia, dan Ukraina.
3. Periode ekspansi kekhalifahan Turki Usmani sekitar abad ke-14 dan ke-15 ke wilayah
Balkan dan Eropa Tengah. Bahkan di Albania umat Islam merupakan penduduk mayori-
tas.
4. Periode kaum imigran Muslim memasuki benua Eropa setelah perang dunia ke-2, teru-
tama ke negara-negara industri, seperti: Perancis, Jerman, Inggris, Belanda, dan Belgia.
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Perkembangan Islam Di
Eropa. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan Belajar 1, ker-
jakan tugas-tugas berikut ini.
Tes Formatif 3
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
A. Elizabeth
B. Bilqis
C. Isabella
D. Qidul
E. Mesir
10. Pusat pemerintahan Bani Abbasiyah terletak di Kota....
A. Andalusia
B. Granada
C. Baghdad
D. Damaskus
E. Sevilla
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan modul
selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda dipersilakan mempelajari kembali
Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang kurang Anda kuasai.
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
A. Sejarah masuknya Islam di Australia
Islam memang bukan merupakan agama mayoritas di Australia. Jumlah total umat
Islam hanya 500 ribu atau sekitar 3% dari jumlah penduduk total sebanyak 24 juta. Meskipun
demikian, Islam telah menjadi bagian dari kehidupan warga Australia. Islam juga menjadi
bagian sejarah dari negara berpenduduk asli bangsa Aborigin itu. Di Islamic Museum
Australia, yang berada di Anderson Road, Thornbury, Victoria, dijelaskan detail tentang
sejarah masuknya Islam di Australia. Ternyata, Islam pertama kali dibawa oleh para pelaut
dari Makassar ke Australia.
"Pelaut-pelaut Makassar adalah yang pertama kali melakukan kontak dengan bangsa
asli Australia yaitu Aborigin. Mereka mendarat di Australia bagian utara sekitar tahun 1700an.
Kala itu mereka datang dengan sangat sopan dan meminta izin kepada penduduk asli," kata
Education Director Islamic Museum Australia, Sherene Hassan saat ditemui detikcom
bersama dua media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International pada Juni 2016. Para
pelaut dari Makassar itu datang untuk mencari teripang di pantai utara Australia, salah satunya
di daerah Arnhemland. Mereka datang pada bulan Desember dan menetap beberapa lama di
Australia untuk membeli teripang dari penduduk asli. Interaksi antara pelaut Makassar dan
para warga abrigin pun tak bisa dihindarkan.
Setelah itu, pengaruh Islam juga datang ke Australia dengan dibawa oleh para
penunggang unta yang datang dari Pakistan dan Afghanistan sekitar tahun 1870-1920. Para
penunggang unta yang berjumlah lebih dari 2.000 orang itu datang untuk bekerja di proyek
pembangunan jalur kereta yang tengah dikerjakan pemerintah Inggris. Kala itu unta dianggap
sebagai hewan yang sangat berguna untuk dijadikan alat angkut material. Para penunggang
onta yang dalam sejarah Australia disebut dengan kata “Camellers” berada cukup lama di
daratan Australia. Sehingga, sedikit banyak mereka juga membawa pengaruh spiritual.
Bahkan, masjid pertama di Australia didirikan pada masa itu.
Setelah itu, masuk ke tahun 1900an, Australia mulai didatangi buruh migran dari
berbagai negara di timur tengah dan Afrika. Para imigran itu kebanyakan berasal dari Turki,
Albania, Bosnia, Libanon dan beberapa negara lain di Afrika. Jumlah imigran yang terus ber-
tambah seiring berjalannya waktu membawa pengaruh Islam di Australia. Hingga, Islam terus
berkembang di negeri kanguru tersebut. Hingga saat ini, Islam merupakan agama yang
perkembangannya cukup pesat di Australia. Jumlah pemeluk agama Islam terus bertambah
dan jumlah masjid dan sekolah Islam pun terus meningkat. Sejak dua tahun lalu, Islamic
Museum Australia resmi dibuka. Tujuan awal didirikan museum itu adalah untuk mengenalkan
wajah Islam seutuhnya kepada warga Australia.
Islamic Museum Australia berada di Anderson Road, Thornbury, Victoria. Untuk
menuju ke museum, hanya memerlukan waktu 30 menit berkendara dari pusat Kota
Melbourne, atau bisa juga dengan menaiki trem, moda transportasi andalan Kota Melbourne.
Bangunan museum berdiri megah di lahan seluas sekitar 3.000 meter persegi. Islamic
Museum dibangun pada tahun 2010 dan selesai pada 2014. Sejak dibuka pada 2014, sudah
lebih dari 20 ribu orang mengunjungi museum tersebut.
"Museum ini didirikan enam tahun lalu dan sudah dibuka selama 2 tahun. Sudah lebih
dari 20 ribu orang yang mendatangi museum ini dan sebagian besar di antaranya adalah non
muslim”. Sherene menjelaskan, ide awal didirikannya museum adalah untuk memberikan
gambaran utuh tentang Islam kepada masyarakat. Pasalnya, selama ini masyarakat Australia
banyak disajikan berbagai informasi miring tentang Islam dari berbagai media, terutama
seringnya menghubungkan tindakan ektremisme dan terorisme dengan Islam. Padahal secara
jelas tindakan-tindakan tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan Islam. "Bagi orang-
orang yang memiliki pandangan negatif tentang Islam, kami harap mereka datang ke museum
ini dan buktikan apakah pandangan negatif tentang Islam itu benar atau tidak”..
Museum Islam pertama di Australia itu benar-benar mengenalkan Islam seutuhnya
bagi warga. Saat masuk ke museum, pada bagian pertama adalah pengenalan tentang Islam,
mulai dari sejarah Islam hingga pengertian dan rukun Islam serta beberapa petikan ayat
Alquran. Masuk ke bagian kedua, museum menyajikan andil Islam terhadap peradaban manu-
sia. Beberapa penemuan ilmiah dari tokoh-tokoh Islam yang mengubah dunia dipamerkan.
Beberapa temuan seperti sistem hitung Aljabar, permainan catur, alat untuk terbang dan
berbagai penemuan lain membuka mata warga Australia bahwa Islam telah turut ambil bagian
dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan. Setelah itu, para pengunjung juga bisa
melihat hasil-hasil karya seni Islami. Bagian ketiga di museum ini ingin memberikan pengertian
bahwa Islam tidak pernah membatasi umatnya untuk berkreasi dan Islam mengajarkan
umatnya untuk mencintai keindahan.
Pada bagian keempat, dipamerkan karya-karya arsitektur Islam. Bangunan masjid-
masjid megah dari berbagai penjuru dunia di tampilkan. Pada bagian ini, juga diperdengarkan
alunan suara azan, sehingga para pengunjung bisa mendengarkan syahdunya suara azan.
Untuk diketahui, di Australia masjid tidak diperbolehkan mengumandangkan suara azan me-
lalui speaker di luar. Kemudian salah satu bagian yang paling menarik dari museum ini adalah
sejarah Islam di Australia. Islamic Museum Australia menyajikan data valid terkait sejarah ma-
suk dan berkembangnya Islam di Australia. Seorang pengunjung museum dari negara bagian
Tazmania, Paula Woodward mengaku sengaja mendatangi museum karena mendapatkan in-
formasi dari tayangan televisi. Dia mengaku mendapatkan banyak pengetahuan tentang Islam
yang sangat berbeda dengan yang didapatkan dari pemberitaan media (Khabibi, 2018:
detik.com)
Di atas sudah disampaikan bahwa muslim di Australia memiliki sejarah yang panjang
dan bervariasi yang diperkirakan sudah hadir sebelum pemukiman Eropa. Beberapa
pengunjung awal Australia adalah Muslim dari Indonesia timur. Mereka membangun
hubungan dengan daratan Australia sejak abad ke 16 dan 17. Nelayan dan pedagang
Makassar tiba di pesisir utara Australia Barat, Australia Utara dan Queensland. Para pelaut
dari Makassar dan Bugis mengunjungi pantai utara Australia setiap tahun setidaknya sejak
tahun 1720-an sampai 1906 untuk mencari ikan teripang. Mereka berdagang dengan
penduduk asli dan memperdagangkan ikan teripang itu dengan pedagang Cina.
Bukti-bukti dari pengunjung awal ini dapat ditemukan pada kesamaan beberapa kata
bahasa Melayu, Bugis, dan Makassar dalam bahasa orang Aborijin di Australia Utara. Misal-
nya, kata-kata berikut dijumpai dalam bahasa Enindiljaugwa, yang digunakan oleh orang
Wanindiljaugwa dari Groote Elyandt, di Teluk Carpentaria.
Suku Aborigin bahkan kemungkinan pernah berlayar ke Makassar untuk melihat kebe-
saran Kerajaan Makasar yang ada pada waktu itu. Ini dapat dilihat dari lukisan monyet di atas
pohon yang hanya dapat dilihat di Pulau Sulawesi. Gambar rumah-rumah adat Makassar dan
perahu phinisi juga tampak di antara ribuan lukisan cadas di dinding gua dan batuan yang
tersebar di kawasan adat Aborigin, Arnhem Land. Lukisan lain menggambarkan tentara-
tentara perang dunia II, satwa yang kini telah punah, termasuk barang-barang modern seperti
sepeda, pesawat, dan mobil. Lukisan-lukisan tersebut berusia antara 15.000 tahun hingga 50
tahun.
Suku Aborigin kental dengan budaya lisan. Namun, mereka suka menggambar di ba-
tuan cadas sebagai gambaran kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dilakukan turun-temurun
dan tekniknya terus berubah dari generasi ke generasi. Pada beberapa situs, lukisan sampai
17 lapisan. Saat ini, hanya orang-orang tua yang memiliki hak menggambar di cadas.
Beberapa bukti tersebut mematahkan sejarah nasional Australia yang menyatakan
bahwa Suku Aborigin umumnya terisolasi dengan kebudayaan luar sebelum pendatang kulit
putih mendiami benua tersebut. Namun, penduduk asli di utara ternyata telah berhubungan
dengan orang Makassar. Mungkin ratusan tahun lebih dulu daripada orang-orang Eropa yang
datang ke sana tahun 1700-an.
Sebuah penelitian sejarah di Australia baru-baru ini memaksa Negeri Kanguru mengu-
bah pelajaran sejarah mereka. Penelitian yang dilakukan dosen sejarah University of Griffith,
Brisbane, Australia, Prof Regina Ganter, membuktikan agama Islam masuk ke Australia sejak
1650-an dan bukan 1850-an, yang merupakan versi resmi pemerintah Australia. Hebatnya
lagi, Islam diperkenalkan pelaut-pelaut Makassar yang memang menjalin hubungan dengan
suku asli Australia, Aborigin. Studi itu tentu saja mengubah banyak hal, termasuk klaim
penyelam asal Malaysia yang membawa Islam ke negara yang berpenduduk 21 juta jiwa itu
pada 1875.
Pada 1760, seorang peneliti bernama Alexander Dalrymple memberikan informasi,
orang Bugis menggambarkan Australia sebagai penghasil emas. Mereka beragama Islam dan
gemar berdagang. Menurut Dalrymple, keislaman mereka didasarkan tradisi pengkhitanan,
yang akhirnya menjadi kebiasaan sejumlah penduduk di kawasan Australia Utara. Meski tidak
tercatat apakah nelayan Muslim Makassar juga menyebarkan Islam. Namun dipastikan, Aus-
tralia mengenal Islam pertama kali dari pelaut-pelaut Makassar tadi. Pada akhir dasawarsa
1700an, Migran Muslim dari pesisir Afrika dan wilayah pulau di bawah Kerajaan Inggris datang
ke Australia sebagai pelaut dan narapidana dalam armada pertama pendatang Eropa.
Populasi Muslim semi permanen pertama dalam jumlah yang signifikan terbentuk dengan
kedatangan penunggang unta pada dasawarsa 1800an. Datang dari anak-benua India,
Muslim ini sangat vital bagi penjelajahan awal pedalaman Australia dan pembentukan layanan
perhubungan. Salah satu proyek besar yang melibatkan penunggang unta Afganistan adalah
pembangunan jaringan rel kereta api antara Port Augusta dan Alice Springs, yang kemudian
dikenal sebagai Ghan. Jalur kereta api dilanjutkan hingga ke Darwin pada 2004. Para
penunggang unta ini juga memegang peran penting dalam pembangunan jalur telegrafi darat
antara Adelaide dan Darwin pada 1870-1872, yang akhirnya menghubungkan Australia
dengan London lewat India.
Lukisan batu bergambar monyet, hewan yang tak ada di Australia dan perahu Pinisi (sumber: good-
newsfromindonesia.id)
Melalui karya awal ini, sejumlah kota ‘Ghan’ berdiri di sepanjang jalur kereta api.
Banyak dari kota-kota ini yang memiliki sedikitnya satu masjid, biasanya dibangun dari besi
bergelombang dengan menara kecil. Namun, kehadiran kendaraan bermotor dan transportasi
lori bermesin menandai akhir era penunggang unta. Sementara sebagian dari mereka pulang
ke negara asalnya, yang lainnya bermukim di daerah dekat Alice Springs dan daerah lain di
Australia Utara. Banyak yang menikah dengan penduduk Asli setempat. Keturunan
penunggang unta Afganistan sejak itu berperan aktif dalam berbagai komunitas Muslim di
Australia. Sejumlah kecil Muslim juga direkrut dari koloni Belanda dan Inggris di Asia Tenggara
untuk bekerja di industri mutiara Australia pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20.
Jumlah umat Islam Australia modern meningkat dengan cepat setelah Perang Dunia
Kedua. Pada 1947 - 1971, jumlah warga Muslim meningkat dari 2.704 menjadi 22.331. Hal ini
terjadi terutama karena ledakan ekonomi pasca perang, yang membuka lapangan kerja baru.
Banyak Muslim Eropa, terutama dari Turki, memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari
kehidupan dan rumah baru di Australia. Pada Sensus 2006, tercatat 23.126 Muslim kelahiran
Turki di Australia. Migran Muslim Bosnia dan Kosovo yang tiba di Australia pada dasawarsa
1960an memberi sumbangsih penting terhadap Australia modern melalui peran mereka dalam
pembangunan Skema PLTA Snowy Mountains di New South Wales. Migran Libanon, banyak
dari antara mereka adalah Muslim, juga mulai berdatangan dalam jumlah yang lebih besar
setelah pecah perang saudara di Libanon pada 1975. Menurut Sensus 2006, tercatat 7.542
Muslim Australia kelahiran Bosnia dan Herzegovina dan 30.287 kelahiran Libanon.
Muslim Australia sangat majemuk. Pada Sensus 2006, tercatat lebih dari 340.000
Muslim di Australia, di mana dari jumlah tersebut sebanyak 128.904 lahir di Australia dan
sisanya lahir di luar negeri. Selain migran dari Libanon dan Turki, negara asal Muslim lainnya
adalah: Afganistan (15.965), Pakistan (13.821), Banglades (13.361), Irak (10.039), dan
Indonesia (8.656). Dalam tiga dasawarsa terakhir, banyak Muslim bermigrasi ke Australia
melalui program pengungsi atau kemanusiaan, dan dari negara-negara Afrika seperti Somalia
dan Sudan. Masyarakat Muslim Australia saat ini sebagian besar terkonsentrasi di Sydney
dan Melbourne. Sejak dasawarsa 1970an, masyarakat Muslim telah membangun banyak
masjid dan sekolah Islam dan memberi sumbangsih yang dinamis terhadap rajutan multi-
budaya masyarakat Australia.
"Pelaut-pelaut Makassar adalah yang pertama kali melakukan kontak dengan bangsa asli Aus-
tralia yaitu Aborigin. Mereka mendarat di Australia bagian utara sekitar tahun 1700an. Kala itu
mereka datang dengan sangat sopan dan meminta izin kepada penduduk asli," kata Education
Director Islamic Museum Australia, Sherene Hassan saat ditemui detikcom bersama dua me-
dia lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International pada Juni 2016.
Para pelaut dari Makassar itu datang untuk mencari teripang di pantai utara Australia,
salah satunya di daerah Arnhemland. Mereka datang pada bulan Desember dan menetap
beberapa lama di Australia untuk membeli teripang dari penduduk asli. Interaksi antara pelaut
Makassar dan para warga abrigin pun tak bisa dihindarkan. "Sebagian besar pelaut dari Ma-
kassar beragama Islam dan karena mereka berinteraksi dengan suku asli, sehingga secara
spiritual suku Aborigin di sebelah utara Australia terpengaruh agama Islam yang dipeluk para
pelaut," jelas Sherene. Setelah itu, pengaruh Islam juga datang ke Australia dengan dibawa
oleh para penunggang unta yang datang dari Pakistan dan Afghanistan sekitar tahun 1870-
1920. Para penunggang unta yang berjumlah lebih dari 2.000 orang itu datang untuk bekerja
di proyek pembangunan jalur kereta yang tengah dikerjakan pemerintah Inggris. Kala itu unta
dianggap sebagai hewan yang sangat berguna untuk dijadikan alat angkut material.
Para penunggang onta yang dalam sejarah Australia disebut dengan kata 'Camellers'
berada cukup lama di daratan Australia. Sehingga, sedikit banyak mereka juga membawa
pengaruh spiritual. Bahkan, masjid pertama di Australia didirikan pada masa itu.
Setelah itu, masuk ke tahun 1900an, Australia mulai didatangi buruh migran dari berbagai
negara di timur tengah dan Afrika. Para imigran itu kebanyakan berasal dari Turki, Albania,
Bosnia, Libanon dan beberapa negara lain di Afrika. Jumlah imigran yang terus bertambah
seiring berjalannya waktu membawa pengaruh Islam di Australia. Hingga, Islam terus berkem-
bang di negeri kanguru tersebut. Hingga saat ini, Islam merupakan agama yang perkem-
bangannya cukup pesat di Australia. Jumlah pemeluk agama Islam terus bertambah dan
jumlah masjid dan sekolah Islam pun terus meningkat (Khabibi, 2016: Detik.com)
Salah satu kunci keberhasilan mengapa kaum Muslim minoritas di suatu Negara
khususnya benua Australia, adalah dapat bekerjasama secara optimal dengan kaum mayori-
tas. Hal ini di negeri orang bukan sebagai bagian asing dari negara tersebut meskipun negara
itu dipimpin oleh seorang yang nonmuslim. Metode hijrah internal adalah metode yang paling
bagus dengan sambil membangun social trust bahwa Islam tidak sebagaimana yang dituduh-
kan oleh kaum mayoritas. Faktor lain adalah dengan selalu melakukan reinterpretasi terhadap
ajaran-ajaran klasik dan selanjutnya disesuaikan dengan situasi sosial dan budaya yang ada
sehingga hilang akan kesan bahwa Islam adalah agama yang anti kemajuan, anti demokrasi,
statis, dan sangar (adanya hukum potong tangan). Dan yang tidak kalah pentingnya adalah
kesadaran bahwa kaum minoritas adalah bagai tamu di negeri orang sehingga apabila ada
keinginan harus didialogkan dan dikomunikasikan dengan tuan rumah sehingga akan tercipta
keserasian. Mereka dapat melaksanakan tugasnya sebagai Muslim secara optimal tanpa ha-
rus bertabrakan dengan pemerintah atau bahkan membentuk negara bagian Muslim sendiri.
Nasib perempuan di Australia, baik pada bidang pendidikan maupun profesi ternyata lebih
baik apabila dibandingkan dengan laki-laki, bahkan pada pos-pos tertentu yang selama ini
diidentikkan dengan profesi laki-laki seperti insinyur dan arsitek. Keberhasilan ini tentu saja
dipengaruhi oleh dua hal penting yaitu terbukanya wawasan di kalangan kaum Muslim sendiri
dan adanya jaminan pemerintah yang konsisten sebagai negara demokrasi (Munjin, 2009:
140-157).
Di Western Sydney University (WSU) dan Charles Sturt University (CSU), khususnya di
lembaga yang berafiliasi dengannya yang secara khusus untuk riset dan akademi Islam, yaitu
Islam Science and Research Academy Australia (ISRA). Di WSU terdapat program major un-
tuk Islamic studies pada tingkat diploma and bachelor. Di CSU-ISRA, terdapat program bach-
elor dan postgraduate untuk studi Islam. Perkembangan studi Islam di perguruan tinggi di
Australia bukan saja dipengaruhi oleh konteks sejarah Islam di Australia dan dinamikanya di
dunia Islam pada umumnya, akan tetapi juga sebagai respon atas tumbuhnya Islam dalam
konteks yang lebih lokal dan spesifik seperti faktor demografi Australia.
WSU dan CSU berada di Sydney yang merupakan Kota Tua Australia, sebagaimana
halnya Amsterdam di Belanda. Sebagai Kota Tua, Sydney menjadi sentral aktivitas masyara-
kat Australia. Posisi yang penting ini menjadikan Sydney menjadi salah satu kota tujuan pen-
datang, baik sebagai imigran, pekerja maupun mahasiswa. Alhasil, Sydney merupakan salah
satu kota paling multikultural di Australia. Menurut data statistik tahun 2011, mayoritas
pendudukan Australia memeluk agama Kristen (62%: Roman Katolik 25%, Anglikan 17%,
Sekte Kristen lainnya 18%), tidak beragama (22%), Budha (2,5%), Islam (2.2%), Hindu (1.3%)
dan Yahudi (0.5%) dari total penduduk yang berjumlah sekitar 22.500.000 jiwa tahun 2011.
Pada thaun 2016, penduduk Australia berjumlah sekitar 23.900.000 akan tetapi belum tersedia
data demografi agama. Meski belum ada, kemungkinan besar peta prosentase demografi
agama Australia saat ini tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dari data itu,
masyarakat Sydney, yang masuk negara bagian New South Wales, adalah yang paling heter-
ogen dari sisi etnis, budaya dan agama. Data statistik yang terakses pada tahun 2006 menun-
jukkan bahwa populasi umat Islam di wilayah Syndey cukup signifikan, yaitu 4.4%, sedangkan
mayoritasnya adalah Katolik (29%), disusul oleh Anglikan (16%), Kristen Ortodoks (4.8%) dan
diikuti minoritas lainnya, seperti Budha, Hindu dan Yahudi. Data di atas mengungkap demo-
grafi Muslim di Syndey sebagai minoritas dengan jumlah yang cukup signifikan dibanding
dengan minoritas lainnya.
Di Sydney terdapat beberapa kantung wilayah (enclave) Muslim dan beberapa masjid.
Setidaknya ada belasan titik di wilayah tersebut dimana umat Islam memiliki tempat ibadah
baik ukuran kecil/sedang (mushalla) maupun besar. Salah satu tempat ibadah umat Muslim di
sana adalah Masjid Gallipolli di Auburn, Sydney, yang didirikan oleh komunitas Muslim Turki.
Arsitek dan motif gambar atau kaligrafinya sangat dipengaruhi oleh seni pahat dan bangunan
Turki Usmani. Bendera Turki juga menjadi salah satu ornament masjid, yang mampu
menampung sekitar 3.000 jamaah. Selain warga Turki, Muslim lain dari Timur Tengah, India,
Pakistan, Afghanistan, Bangladesh, Indonesia dan Rohingnya juga melaksanakan ibadah di
tempat ini. Mayoritas mereka adalah immigrant dan menjadi penduduk atau pendatang bukan
penduduk yang bekerja pada sektor non-kantoran. Mereka tinggal di sekitar Auburn, bagian
pinggiran barat Sydney. Penduduk Muslim kebanyakan tinggal di wilayah-wilayah pinggiran
Barat Sydney ini, termasuk di Bankstown dan Lakemba. Di kampus WSU di Bankstwon terlihat
banyak sekali mahasiswa Muslim dan mahasiswi perempuan yang berjilbab. Salah satu
organisasi mahasiswa Muslim yang eksis adalah Muslim Student Association (MSA). Di dalam
kampus WSU, sebagaimana kampus-kampus di Australia lainnya, terdapat mushalla.
Masjid Auburn, media-media Australia sering sekali mempropagandakan Islam sebagai
agama yang menaburkan kekerasan. Tidak sedikit muncul stereotipe Muslim sebagai warga
yang tidak ramah yang dibentuk dan dicitrakan lewat media masa. Beberapa tahun
belakangan ini, terutama sekali semenjak paska peristiwa penyerangan World Trade Cen-
ter/WTC di Amerika pada tanggal 11 September 2001 silam, Bom Bali pertama tahun 2002
yang banyak menelan korban warga negara Australia, Islam dan Muslim menjadi bahan soro-
tan media massa dunia, tak terkecuali di Australia. Sayangnya sebagian umat Islam sendiri
tampaknya juga merespon peristiwa itu secara berlebihan sehingga tanpa mereka sadari ikut
menyuburkan peran media yang haus akan informasi dan berita seputar masalah terorisme.
Munculnya gerakan atau kelompok Islam garis keras yang berafiliasi atau mendukung al-
Qaeda atau ISIS, dan secara terang-terangan mendukung aksi-aksi terror, telah menjadikan
Islam dan penganutnya sebagai fenomena politik global yang dianggap mengancam kea-
manan dan demokrasi. Media coverage yang banyak mengenai Islam yang demikian sangat
berpengaruh terhadap pencitraan Islam baik dalam skala nasional Australia maupun lokal di
Sydney. Namun demikian, jika kita menengok everyday Muslim life di Sydney, sesungguhnya
banyak hal lain yang bisa diekspos yang menunjukkan dinamika dan adaptasi mereka di Aus-
tralia.
Selain ibadah, kegiatan sosial juga acapkali digelar di masjid. Di sini terdapat layanan
pendidikan dan kesehatan. Ada bangunan di arena masjid untuk sekolah dasar. Arena olah
raga (fitness) yang sederhana juga menyatu dalam arena masjid. Secara regular ada program
pemeriksaan kesehatan secara gratis. Masjid dengan demikian berperan aktif sebagai pusat
kegiatan sosial-keagamaan yang membina para anggotanya menjadi warga negara yang baik
(good citizen). Kalau kita blusukan di daerah seputaran masjid, terutama di Auburn Center,
maka dengan mudah kita mendapatkan banyak sekali restoran yang menyajikan makanan
halal, baik rumah makan siap saji Kebab Turki, restoran Lebanon yang nyampleng sampai
restoran Thailand. Toko-toko makanan atau restoran-restoran tersebut secara jelas
menempelkan label halal. Konsumen makanan halal bukan saja warga etnis Muslim, tapi ban-
yak juga dari kalangan warga kulit putih maupun lainnya. Pertumbuhan dan stabilitas ekonomi
di Sydney dengan demikian tidak bisa lepas dari peran umat Islam.
Di sisi lain, permintaan yang tinggi atas semangat kerja dan pembagian jam kerja yang
padat acapkali menimbulkan persoalan. Belum lagi menyangkut keterbatasan sarana dan
fasilitas yang mengakomodir kepentingan ibadah umat Islam, seperti tempat wudhu dan shalat
di tempat kerja. Persoalan-persoalan normativitas fiqh dan aktualisasinya di masyarakat urban
“sekuler” berpengaruh besar terhadap tingkat keberagaman warga Muslim. Misalnya, pada
saat penulis membeli kaos di sebuah lapak, penjualnya dengan enteng mengatakan dirinya
sebagai Muslim. Dengan bahasa yang lugas dia juga mengakui sebagai Muslim yang kurang
baik karena kadang-kadang ia melaksanakan shalat dengan tertib namun di lain waktu tidak
mengingat beban dan tuntutan kerja yang keras dan padat. Sebagaimana penulis argumenta-
sikan di bagian pendahuluan, kondisi lokal menyangkut pernik-pernik kehidupan Muslim di
Syndney seperti inilah dan wacana global dunia tentang Islam berpengaruh kuat terhadap
studi Islam di Australia.
Salah satu pengaruh di atas bisa dilihat di Charles Sturt University berlokasi di Sydney,
yang kampusnya menyebar beberapa kota lain di Australia. Pengaruh tersebut terrefleksikan
dengan baik sekali dalam silabus dan matakuliah yang ditawarkan, seperti yang akan dijelas-
kan nanti. Program studi Islam di CSU bernama Centre for Islamic Studies and Civilization
(http://arts-ed.csu.edu.au/centres/cisac). Struktur studi Islam dalam pusat-pusat studi atau
centre semacam ini sangat lazim ditemui dibeberapa perguruan tinggi di Barat yang tidak
memiliki departemen, fakultas atau jurusan khusus dalam studi Islam. Namun, karena minat
kajian terhadap Islam dan budaya Muslim dan signifikansinya meningkat, maka studi Islam
menjadi salah satu tawaran dan diakomodir dalam pusat-pusat studi, dan bukan dalam jurusan
atau departemen. Strukturisasi semacam ini tentu akan memberikan warna yang berbeda
ketika kajian itu terpusat dalam satu departemen atau jurusan. Karena, dalam konteks Sydney,
komunitas Muslim sangat kuat dan banyak, maka akomodasi dalam pusat-pusat kajian (cen-
tre) kurang memadai. Di sinilah kemudian CSU menggandeng lembaga keislaman untuk
mendirikan program studi khusus tentang Islam. Dalam situsnya dijelaskan bahwa Pusat Studi
Islam dan Kebudayaan CSU bekerjasama dengan Islamic Science and Research Academy
Australia/ISRA yang berdiri pada tahun 2009. Berlatar belakang pada usaha dialog antar
agama dan integrasi Muslim dalam masyarakat Australia, ISRA kemudian tumbuh dan men-
jadi salah satu pusat riset dan studi Islam ternama di Australia. Pada saat mengunjungi kantor
ISRA yang berada di wilayah Auburn, dekat dengan Masjid Gallipoli, penulis masuk ke ru-
angan yang berada di lantai tiga di salah satu gedung di dekat pusat aktivitas perekonomian
di kota tersebut. Koleksi buku-buku di ruang utama dan perpustakaan dipenuhi dengan buku-
buku induk keislaman dan terjemahan karya ulama klasik dalam bidang akidah, ibadah, fikih,
akidah, sufi dan lain sebagainya. Ada kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Ada pula
buku Principle of Islamic Jurisprudence karangan Hasyim Kamali dan lain sebagainya. Terlihat
beberapa mahasiswi yang sedang belajar di ruangan tersebut disamping staf yang mayoritas
perempuan.
Sementara di WSU, terutama di Kampusnya di Bankstown, tidak ditemukan hal yang
demikian. Meski boleh dibilang mahasiswa Muslim cukup banyak, kajian Islam di kampus ini
berbeda dengan di CSU. Pada level diploma dan bachelor, WSU menawarkan program akad-
emik studi Islam sebagai juruan utama (major). Disamping itu, terdapat kelompok penelitian
yang fokus pada kajian agama dan masyarakat, yaitu Religion and Society Research Cluster,
dimana studi-studi dan riset yang lebih intensif dan mendalam tentang agama dan budaya
secara umum dalam leval sarjana, magister dan doktoral, diadakan dan dibina lebih intens.
Kelompok yang lebih kecil dalam kluster ini bertemakan “Muslim in contemporary societies”.
Sementara itu CSU menawarkan tiga level strata pendidikan dalam program studi Islam, yaitu
sarjana, magister dan doktoral. Dalam situsnya, penjelasan yang sangat detail tersedia untuk
program sarjana dan masters.
Untuk melihat sedikit lebih jauh studi Islam di dua perguruan tinggi tersebut, berikut akan
ditampilkan dua data, yaitu, pertama, sillabus atau matakuliah yang ditawarkan dan, kedua,
koleksi referensi perpustakaan yang terkait dengan Islam. Perbandingan Matakuliah program
S1 Studi Islam WSU credit details of Bachelor of Arts (major in Islamic studies) CSU-ISRA
Bachelor of Arts in Islamic Studies, dapat dilihat pada tabel berikut.
Diambil dari situs WSU dan CSU-ISRA dan diakses pada tanggal 25 September 2016.
dalam silabus dan kompetensi CSU-ISRA. Generasi awal Muslim yang tinggal di wilayah ini
adalah para immigrant yang telah telah banyak diantara mereka mengahsilkan generasi baru.
Karena alasan pendidikan yang kurang atau kesibukan, anak-anak generasi baru ini tidak
mendapatkan pendidikan agama yang cukup. Sementara mereka tidak ingan identitas agama
dan budayanya hilang begitu saja. Dengan adanya program studi Islam di tingkat tinggi, yang
menawarkan core ilmu-ilmu keislaman merupakan jawaban atas krisis identitas dan akademik
warga Muslim Australia. Jelas sekali, oleh karena, studi Islam di lembaga ini merupakan
respon kondisi masyarakat Muslim di negara tersebut. Sementara itu, di WSU, penulis tidak
menemukan program studi Islam selain tingkat diploma dan bachelor meskipun ada informasi
lainnya mengenai studi Islam strata magister dari National Centre of Excellence for Islamic
Studies Australia (NCEIS) bahwa program Masters of Art by research dalam studi Islam
ditawarkan di WSU, disamping di Universitas Melbourne dan Griffith.
Berikut adalah data koleksi perpustakaan di WSU dan CSU. Metode pengumpulannya
dengan cara yang sangat bisa dilakukan oleh semua orang, yaitu masuk ke situs perpustakaan
masing-masing dan kemudian menuliskan kata kunci Islam dan yang relevan dengannya
dalam kolom pencarian. Hasil penelusuran tersebut adalah sebagai berikut:
Data diakses langsung dari situs perpustakaan WSU dan CSU pada tanggal 26 September 2016.
Data kuantitatif di atas menunjukkan dengan jelas bahwa bahwa SCU memiliki lebih
banyak koleksi referensi terkait Islam. Penulis tidak mengecek lebih lanjut masing-masing
items tersebut. Namun biasanya ketika dicari koleksi tertentu dengan memasukkan kata
kuncinya, maka akan keluar semua koleksi yang terkait dengannya, baik berupa buku, jurnal,
laporan, manuskrip dan lain sebagainya yang tersimpan di perpustakaan yang bersangkutan.
Dari delapan kata kunci yang dicari, hampir CSU memiliki referensi yang lebih banyak. Ini bisa
terjadi, menurut dugaan penulis, karena CSU memiliki program studi Islam dalam semua ting-
kat atau jenjang pendidikan. Jika sebuah universitas menyatakan membuka atau memiliki pro-
gram studi tertentu, maka salah satu hal mendasar yang wajib dipenuhi adalah dukungan ref-
erensial yang kuat. Kualitas dunia dan lembaga pendidikan ilmiah salah satunya ditentukan
oleh seberapa banyak koleksi referensi yang dimilikinya, disamping tentu saja ada faktor lain
semisal reputasi dan keahlian staf pengajar, jumlah mahasiswa, kelengkapan laboratorium,
keunggulan riset dan jumlah publikasi ilmiah. Meskipun hanya ada major dalam Islamic studies
pada level diploma dan bachelor, koleksi referensi WSU juga sangat banyak. Ini membuktikan
bahwa, dalam hal koleksi referensi terkait dengan satu agama yang tumbuh pesat seperti Is-
lam, mereka tidak akan kekeringan bahan bacaan dan informasi lain terkait dengannya.
Secara keseluruhan, studi Islam atau bahkan Islam di Indonesia sekalipun di pendidikan
tinggi yang memiliki program studi Islam ataupun tidak di Australua tidak akan mengalami
kelangkaan referensi. Bahkan, sangat mungkin jumlah koleksi yang mereka miliki jauh lebih
banyak disbanding yang rata-rata dimiliki oleh masing-masing perguruan tinggi Islam di Indo-
nesia. Kelebihan referensial inilah yang menjadi daya tarik tersendiri studi Islam di Australia.
Bahkan kalau kita tarik dalam konteks studi Islam di Barat pada umumnya, maka di beberapa
perpsutakaan di Eropa atau Amerika memiliki koleksi-koleksi referensi, buku, manuskrip atau
benda sejarah yang tidak ditemukan di perpustakaan atau museum negara-negara Islam. Ini
menjadi poin tambahan tersendiri studi Islam di Barat. Secara lebih spesifik kajian Islam di
Australia lebih banyak dilakukan dalam disiplin social science and humanities, antropology
dan sociology dalam isu dan konteks kontemporer keiIslaman. Sementara disiplin filsafat, sas-
tra atau sejarah untuk kajian Islam lebih dominan di Eropa dan Amerika.
Terlihat jelas bagaimana kajian Islam, struktur dan desain pengkajian dan materi serta
course-nya, di perguruan tinggi di Australia dipengaruhi bukan saja oleh wacana gobal tentang
Islam dan Muslim, akan tetapi juga dibentuk sebagai respon atas kondisi, dinamika dan
konteks lokal Muslim di Australia salah satunya studi Islam di WSU dan CSU-ISRA (Nasir,
2016: Pengalaman Western Sydney University dan Charles Sturt University, Bankstown,
NSW, Australia).
Rustam. Nadjib Riphat menyatakan, interaksi aktif para pelopor dari Makassar (dalam
beberapa literatur Australia disebut Macassan) terjadi sekitar awal abad ke- 15, jauh sebelum
kedatangan bangsa pen jajah dari Eropa. Kenyataan ini menjadi menarik karena periode itulah
yang menjadi awal berkenalannya penduduk asli Australia dengan para pelaut Mus lim dari
Sulawesi yang membawa serta budaya dan tradisi mereka.
Pada abad ke-17, sejumlah petualang Belanda mendarat di pantai utara dan barat
benua Australia.Para petualang itu kemudian menyebutnya dengan New Holland. Tetapi,
mereka tidak menetap di situ, hanya singga. Sementara itu, orang kulit putih pertama yang
mendarat di wilayah itu adalah Kapten James Cook yang mendarat di Pantai Timur (sekarang
Sydney dan New South Wales) dan mengklaim wilayah itu sebagai wilayah Inggris. Jauh
sebelum itu, orang-orang Aborigin (suku asli Australia berkulit hitam) sudah diam dan tinggal
di sana. Aborigin yang memang sudah menetap di sana sejak beribu tahun lamanya sudah
menyatakan bahwa wilayah itu adalah milik mereka sendiri. Pada 1788, tepatnya setelah
Kapten James Cook mendarat di Botany Bay (sekarang Sydney), para pendatang yang
merupakan narapidana Inggris membentuk koloni yang kemudian disebut dengan New South
Wales. Pada tahun itu juga rombongan Inggris terus berdatangan untuk mencari tempat
tinggal baru.Australia, sedikit de mi sedikit, dikuasai oleh orang kulit pu tih, khususnya dari
kerajaan Inggris Raya.
Muslim Melayu Penemu Australia lahir dari sebuah tesis yang ditulis pada 2009 lalu
untuk memperoleh gelar doktor dari University Malaya (UM) ini mengungkap sejumlah
penemuan penting. Terdapat beberapa bukti arkeologis yang menyebutkan bahwa orang-
orang Muslim Melayu dari Bugis Makassar sudah berada di sana. Keberadaan orang-orang
Muslim Melayu di sana dalam misi perdagangan internasional, mencari teripang (gamat)di
Perairan Utara Australia. Hasil buruannya itu kemudian dijual ke Cina Selatan, salah satunya
untuk bahan dasar obat-obatan dan makanan.
Sebagaimana pernyataan DR Steven Farram, dosen sejarah North Australia dan
ASEAN dari Charles Darwin Univer sity (CDU), bahwa orang-orang Makassar tak semata-
mata hanya mengambil Teripang, mereka juga mengenalkan sejumlah barang-barang yang
tergolong baru dikenal masyarakat Aborigin. Sejarawan Australia dari Universitas Griffith,
Brisbane, Prof Regina Ganter menulis dalam bukunya Mixed Relationa: Asian-Aborginal
Contact in North Autraliamenyatakan bahwa kedatangan Muslim Melayu di Australia sejak
1650. Mereka membangun industri pengolahan Teripang di wilayah utara Australia
(Sasongko, 2017: REPUBLIKA.CO.ID)
Selain kekayaan alamnya Australai ternyata juga menimpan harta yang tak kalah
penting yaitu beberapara pusat peradaban Islam. Di benua Kanguru atau yang biasa dipanggil
benua Australia diantara ada pusat-pusat peradaban Islam di Australia, yaitu:
1. Masjid
Masjid pertama di Australia didirikan di Marree di sebelah utara Australia Selatan pada
1861. Masjid besar pertama dibangun di Adelaide pada 1890, dan satu lagi didirikan di Broken
Hill (New South Wales) pada 1891.
2. Pendidikan
Di Brisbone didirikan “Quesland islamic society”. Pelajarnya bukan hanya dari Autraslia
tetapi juga Indonesia, Turki, Pakistan, Afrika, Lebanon, India. Dan didirikan pula sekolah yang
melahirkan guru-guru muda di Goulbourn.
Pendidikan Islam di Australia diselenggarakan dengan tujuan agar dapat melestari-
kan pertumbuhan kehidupan agama Islam. Oleh karena itu, di Brisbane didirikan
Queesland Islamic Society yang bertujuan menyadarkan anak-anak Muslim untuk
melakukan shalat dan hubungan baik sesama manusia. Mereka selama 5-15 tahun
menerima pelajaran al- Qur’an dan tata kehidupan secara Islam. Pelajar terdiri atas anak-
anak dari Indonesia, India, Pakistan, Turki, Afrika, Libanon, dan Australia.
(sumber: www.iscq.com.au)
3. Organisasi Islam
Australian Federation of Islamic Councils (AFIC), himpunan dewan-dewan yang
berpusat di sydney. Federation of Islamic Societies, himpunan masyarakat muslim terdiri dari
35 organisasi masyarakat muslim lokal dan 9 dewan islam negara-negara bagian. Moslem
Student Asociation, himpunan mahasiswa muslim yang menerbitkan majalah “Al-Manaar”.
Moslem Women Center, yang bertujuan memberikan pelajaran keislaman dan bahasa inggris
bagi masyarakat muslim yang baru datang ke Australia.
Rangkuman
1. Pelaut-pelaut Makassar adalah yang pertama kali melakukan kontak dengan bangsa asli
Australia yaitu Aborigin. Mereka mendarat di Australia bagian utara sekitar tahun 1700an
2. Pada abad ke-20 perkembangan masjid di Australia cukup menggembirakan karena
banyak masjid yang dibuat oleh arsitek yang berasal dari penduduk pribumi Australia, di
antaranya sebagai berikut :
Pada tahun 1907 di Brisbane didirikan masjid yang indah dan besar oleh arsitek
Sharif Abosi dan Ismeth Abidin.
Pada tahun 1967 di Queensland didirikan masjid lengkap dengan Islamic Center di
bawah pimpinan Fethi Seit Mecea.
Pada tahun 1970 di Mareebe diresmikan sebuah masjid yang mampu memuat 300
jamaah dengan imamnya H. Abdul lathif.
Di kota Sarrey Hill di bangun Masjid Raya Faisal dengan bantuan pemerintahan Arab
Saudi.
3. Pendidikan Islam di Australia diselenggarakan dengan tujuan agar dapat melestarikan
pertumbuhan kehidupan agama Islam. Oleh karena itu, di Brisbane didirikan Queesland
Islamic Society yang bertujuan menyadarkan anak-anak muslim untuk melakukan shalat
dan hubungan baik sesama manusia. Mereka selama 5-15 tahun menerima pelajaran al-
Qur’an dan tata kehidupan secara Islam. Pelajar terdiri atas anak-anak dari Indonesia,
India, Pakistan, Turki, Afrika, Libanon, dan Australia.
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Perkembangan Islam di Aus-
tralia. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan Belajar 1, ker-
jakan tugas-tugas berikut ini.
Tes Formatif 4
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
E. Makasar
2. Apa nama suku asli Australia?
A. Dayak
B. Eskimo
C. Aborigin
D. Apace
E. Badui
3. Nama masjid di Australia yang di arsiteki oleh Sharif Abosi dan Ismeth Abidin adalah
masjid ....
A. Queensland
B. Mareebe
C. Brisbane
D. Sydney
E. Pert
4. Nama masjid di Australia yang lengkap dengan Islamic Center adalah bernama masjid ....
A. Queensland
B. Mareebe
C. Brisbane
D. Sydney
E. Pert
5. Fungsi Quesland islamic society adalah bertujuan ....
A. Menyadarkan anak-anak muslim untuk melakukan shalat dan hubungan baik
sesama manusia
B. Belajar dan bermain bersama
C. Mengaji Al-Qur’an
D. Pertemuan penting wali murid
E. Boarding school
6. Masjid yang di bangun di Sarrey Hill bernama masjid?
A. Masjid Raya Faisal
B. Masjid Raya Sarrey
C. Masjid Brisbane
D. Masjid Quesland
E. Masjid Sydney
7. Masjid pertama di Australia didirikan di ....
A. Sydney
B. Marree
C. Brisbane
D. Sydney
E. Perth
8. Gejala Islamophobia makin marak. Hal ini muncul dalam beberapa cara, diantaranya,
kecuali ….
A. Kampanye menolak Masjid dan Islamic Center karena alasan rasis
B. Kebohongan publik dan juga kesalahpahaman informasi lainnya
C. Usulan dari beberapa politisi untuk menolak niqab
D. Kampanye sertifikat anti halal, dengan asumsi bahwa halal sertifikat hanya akan men-
dukung terorisme.
E. Bersilaturahmi
9. Penulis buku Principle of Islamic Jurisprudence adalah ....
A. Kurniawan
B. Hasyim Asy’ari
C. Ahmad Dahlan
D. Hasyim Kamali
E. Ahmad Roekhan
10. Kejadian World Trade Center/WTC di Amerika pada tanggal ....
A. 11 September 2001
B. 12 September 2002
C. 13 September 2003
D. 14 September 2004
E. 15 September 2005
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan modul
selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda dipersilakan mempelajari kembali
Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang kurang Anda kuasai.
TUGAS AKHIR
Buatlah mind map perkembangan islam baik di Afrika, Amerika, Eropa dan Australia!
TES SUMATIF
I. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara memberi tanda silang (x) pada
huruf a, b, c, d atau e!
1. Menghormati perbedaan
2. Menghormati kawan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abdul Athi Muhammad. 1978. Al-Fikru as-Siasiy lil imāmi Muhammad Abduh. Mesir:
1978.
Al-Banna, Hasan. t.t Muzakarat ad-Da’wah wa ad-Da’iyah. Kairo: Dar at-Tauzi’ wa an-Nasyr
al-Islamiyyah.
Al-Ahwani, Ahmad Fu`ad. 1955. Al-Tarbiyah al-Islamiyah aw al-Ta’lim fi Ra`y al-Qabisi. Cairo:
Dar Ihya` al-Kutub al-Arabiyah.
Al-Hanafi, Mushthafa Abdullah al-Qasthanthani al-Rumi. 1994. Kasyf al-Zhunun ‘an Asami al-
Kutub wa al-Funun, Jilid 5. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Maraghi, Mustafa Kamal. 1996. Para Perintis Zaman Baru Islam. Jakarta: Mizan.
--------------, Abdullah Mustafa. 2001. Fath al-Mubin fi Tabaqat al-Ushuliyyin, terj. Husein Mu-
hammad. Yogyakarta: LKPSM.
Aliyudin. 2008. Sketsa Dakwah Islam Di Eropa Barat, Jurnal Ilmu Dakwah, 4 (11).
Anonim. 1983. Isybiliyah Humsh al-Gharb wa Tuhfah al-Majd, Majalah al-Wa’y al-Islami, Edisi
252, Dzulqaidah 1405. Kuwait.
Arif, Mohammad. 2017. Studi Islam Dalam Dinamika Global, Kediri: STAIN Kediri Press.
Asy’ari, Hasyim. 2018. Renaisans Eropa dan Transmisi Keilmuan Islam ke Eropa. JUSPI:
Jurnal Sejarah Peradaban Islam. 2 (1).
Asy-Syurbaji, Ahmad Hasan. 1998. Al-Imam asy-Syahid Hasan al-Banna Mujaddid al-Qarn ar-
Rabi’ Asyr al-Hijry. Iskandariyah: Dar ad-Dakwah.
Baqir, Haidar. 1989. Jejak-jejak sains Islam Dalam Sains Modern. Jurnal Qur’an, edisi Juli-
September 1989. Jakarta.
Esposito, John L. 2002. Ensiklopedia Oxpord, Dunia Islam Modern, Jilid II Bandung: Mizan.
________. 2004. Islam Warna Warni: Ragam Ekspresi Menuju Jalan Lurus. Terj. Arif Maftuhin,
Jakarta: Paramadina.
Fauzi, Ihsan Ali Fauzi dan A.E. Priyono. Islam di Dunia Barat dalam Ensiklopedia Tematis
Dunia Islam Jilid VI. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Hawi, A. 2016. Pengembangan Islam di Afrika Utara dan Peradabannya. Medina-Te: Jurnal
Studi Islam, 14 (1), 61-68. Online: https://www.jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/
medinate/article/download/1146/965.
Hourani, Albert. Arabic Thought In The Liberal Age 1798-1939. London: Oxford University
Press.
Huda, Choirul. 2013. Pemikiran Ekonomi Bapak Ekonomi Islam; Ibnu Khaldun Volume IV/Edisi
1/Mei 2013. Conomica.
Ibrahim, Q.A. dan Saleh, M.A. 2014. Buku Pintar Sejarah Islam: Jejak Langkah Peradaban
Islam dari Masa Nabi hingga Masa Kini. Terj. Zainal Arifin. Jakarta: Penerbit Zaman
Jayanya Islam di Afrika dan Sub Sahara Berkat Jasa Pedagang. Online: https://www.repub-
lika.co.id/berita/dunia-islam/dunia/18/04/11/p70qll313-jayanya-islam-di-afrika-dan-
sub-sahara-berkat-jasa-pedagang.
John L. Esposito, 2001. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern Jilid 2. Bandung: Mizan, hlm.
397}
Ketteni, M. Ali. 2005. Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. 1996. Ibnu Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur.
Jakarta: Gema Insani Press.
Maryam, Siti, (Ed.). 2003. Sejarah Peradaban Islam; dari Masa Klasik Hingga Modern. Yog-
yakarta: LESFI.
Mengintip Kehidupan Muslim di Afrika Selatan, Kental dengan Budaya Indonesia. Online:
https://lifestyle.okezone.com/read/2018/01/05/406/1840857/mengintip-kehidupan-
muslim-di-afrika-selatan-kental-dengan-budaya-indonesia.
Mugiyono. Perkembangan Pemikiran dan Peradaban Islam dalam Perspektif Sejarah, JIA/Juni
2013/Th.XIV/ Vol. 1. Nomer 1.
Mulyana, Deddy. 1988. Islam di Amerika; Suka Duka Menegakkan Agama. Bandung: Pustaka.
Munjin. 2009. Muslim Minoritas Dan Wacana Gender Di Australia, Jurnal Studi Gender & Anak
Pusat Studi Gender STAIN Purwokerto, 4 (1).
Muslim. 2016. Konfigurasi Pemikiran Al-Qabisi Tentang Pendidikan Islam, Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Indonesia Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, 2
(2).
Narulita, S. 2016. Dakwah Interkultural di Australia: Potret Dakwah di 3 Kota: Melbourne, Can-
berra dan Sydney. Jurnal Studi Al-Quran, 12 (1), 34-48. Online: http://jour-
nal.unj.ac.id/unj/index.php/jsq/article/view/3824.
Nasir, Gamal Abdul. 2003. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Menurut Ibn Sahnun, al-Qabisi
dan Ibn Khaldun. Kuala Lumpur: Cergas.
Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah pemikiran dan gerakan, Cet ke II.
Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Pramono, M.F. dan Martono, E. 2011. Harmoni Nilai Agama dan Nilai Ilmiah: Belajar Pengala-
man Dunia Islam Dan Eropa. Jurnal At-Ta’dib, 6 (2), 205-222. Online: https://ejour-
nal.unida.gontor.ac.id/index.php/tadib/article/view/556/493.
Putri, R.H. 2016. Sejarah Islam di Inggris yang Terlupakan. Historia. Online: https://histo-
ria.id/agama/articles/sejarah-islam-di-inggris-yang-terlupakan-6aeL1.
Shihab, M. Quraish. 1994. Studi Kritis Tafsir Al-Manar. Bandung: Pustaka Hidayah.
Smith, Jane. t.d. "Pola-pola Imigrasi Muslim" dalam Jurnal Kehidupan Muslim di Amerika.
Sulaiman, R. 2014. Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sunanto, Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik. Jakarta Timur: Penada Media.
-----------, Fauzan. 2008. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Perdana Media
Group.
Syalabi, Ahmad. 1979. Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, jilid 4. Kairo:
Maktabah al-Mishriyah.
Thohir, Ajid. 2009. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Edisi II. Jakarta: Ra-
jawali Pers.
Ubadah, Peradaban Islam Di Spanyol dan Pengaruhnya Terhadap Peradaban Barat jurnal.
Hunafa Vol. 5, No. 2, Agustus 2008.
Watt, W. Montgomery 1990. Kejayaan Islam: Kajian kritis dari tokoh orientalis. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Usman, Muhammad Noroddin. 2003. Menanti Detik-detik Kematian Barat. Solo: Era Interme-
dia.
Yahya, Harun. Islam; Agama yang Paling Cepat Berkembang di Eropa.Edisi Artikel diakses
dari Internet pada tanggal 18 Mei 2017.
Zarkasy, Hamid Fahmy. Akar Kebudayaan Barat. Jurnal Kalimah. Gontor. Vol. 11, No. 2, Sep-
tember 2013.
GLOSARIUM
Khalifah: pemimpin (bahasa Arab) yang bertanggung jawab atas segala kebutuhan umat,
baik dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, bahkan urusan agama
Kitab: tulisan berupa kisah, cerita, sejarah, dan kadang campuran antara legenda-mitos-se-
jarah yang pada masa Hindu-Buddha ditulis oleh pujangga (sastrawan) istana; bahan
yang pakai adalah daun lontar, dluwang, batang bambu, dan lain-lain
Mahzab: aliran dalam Islam berdasarkan pada perbedaan aspek cara-cara peribadatan, teru-
tama masalah syariah
Masjid: tempat utama beribadah umat Islam seperi shalat, zikir, berdiskusi, ceramah
Modernisasi: Proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk
dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.
Monarki: Kerajaan; pemerintahan oleh raja.
Mufti: semacam penasehat sultan dinasti Islam dalam menentukan kebijakan pemerintahan
Nasionalisme: suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu kepada negara
dan bangsa (Hans Kohn), yang muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah
laku dalam memperjuangkan nasib yang sama (Otto Bouer) dan muncul ketika ada
keinginan untuk bersatu (Ernest Renant)
Silaturahmi: tradisi saling mengunjungi atau berkunjung kepada saudara, kerabat, atau sa-
habat agar hubungan kekeluargaan, kekerabatan, dan persahabatan tak terputus
Sistem: Seperangkat unsur yang teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas,
misalnya sitem pendidikan, system tanam paksa.
Suni: Salah satu aliran besar dalam Islam yang melanjutkan tradisi kepemimpinan Muawiyah
atau Bani Umayyah
Syiah: Salah satu aliran dalam Islam yang mempertahankan klaim bahwa yang harus mem-
impin umat adalah keturunan Ali bin Abi Thalib dari Fatimah, puteri Rasulullah Muham-
mad
Ziarah: kunjungan ke kuburan dengan maksud mendoakan orang-orang yang telah meninggal
seperti nenek-kakek, ayah-ibu, saudara, atau orang yang dikenal semasa hidupnya
6. A
7. B
8. E
9. D
10. A